dua prinsip keadilan sosial menurut john rawls

95
KEADILAN SOSIAL MENURUT JOHN RAWLS Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S.1) Oleh: Mawardi NIM: 1030333127753 44 4 Universitas Islam Negeri SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PROGRAM STUDI AQIDAH FILSAFAT FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2010

Upload: others

Post on 28-Oct-2021

12 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: DUA PRINSIP KEADILAN SOSIAL MENURUT JOHN RAWLS

KEADILAN SOSIAL MENURUT JOHN RAWLS

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Strata Satu (S.1)

Oleh:

Mawardi

NIM: 1030333127753

44

4

Universitas Islam Negeri SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

PROGRAM STUDI AQIDAH FILSAFAT FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 2010

Page 2: DUA PRINSIP KEADILAN SOSIAL MENURUT JOHN RAWLS

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi yang berjudul “KEADILAN SOSIAL MENURUT JOHN RAWLS” ini telah diujikan dalam sidang munaqasah di Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta, pada hari Kamis tanggal 16 September 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Strata

Satu (S1) pada Jurusan Aqidah Filsafat Faktultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Jakarta, 16 September 2010

Sidang Munaqasah

Ketua Merangkap Anggota Sekretaris Merangkap Anggota

Drs. Agus Darmaji, M. Fils Dra. Tien Rohmatin, MA.

NIP. 19610827 199303 1 002 NIP. 19680803 199403 2 002

Penguji I Penguji II

Drs. Agus Darmaji, M. Fils Dr. Sri Mulyati, MA NIP. 19610827 199303 1 002 NIP.19560417 198603 2 001

Pembimbing

Drs. Fakhruddin, MA.

NIP. 19580714 198703 1 002

Page 3: DUA PRINSIP KEADILAN SOSIAL MENURUT JOHN RAWLS

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu

persyaratan gelar Strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua Sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai

dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarihi Hiadayatullah Jakarta

3. Jika di Kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi

yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Depok, 25 Agustus, 2010

Mawardi

Page 4: DUA PRINSIP KEADILAN SOSIAL MENURUT JOHN RAWLS

KATA PENGANTAR

Dalam segala keterbatasan dan ke-dhaif-an penulis, tuntasnya skripsi ini

merupakan nikmat dan karunia terbesar dari Allah subhanahu wa ta’ala. Tanpa

kasih dan sayang, dan tanpa inayah dari-Nya, mustahil penulis mampu menulis,

berpikir, dan menyelesaikan skripsi ini di titik nadir masa studi. Maka, sudah

seharusnya pertama-tama penulis ucapkan rasa puji dan syukur kehadirat Allah

subhanahu wa ta’ala beserta Nabi Muhammad shallahu ‘alaihi wa sallam.

Kemudian, tuntasnya skripsi pun merupakan totalitas harmoni kehidupan

sosial. Tanpa bantuan, dorongan, dan motivasi dari orang-orang di sekitar

penulis, mustahil skripsi ini dapat eksis dan tuntas. Kekuatan dan semangat untuk

dapat menuntaskan tugas akhir ini digerakkan oleh berbagai elemen dari hidup

penulis. Utamanya kedua orang tua, keluarga, teman, para dosen dan civitas

akademika fakultas dan UIN , sahabat, dan lain-lain. Maka sebagai rasa hormat

dari lubuk hati terdalam, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Drs. Fakruddin, MA., selaku pembimbing skripsi, yang telah

berkenan dan sabar membimbing, menasehati, dan mengarahkan penulis.

Dan juga terima kasih setinggi-tingginya atas kesediaannya menjadi

pembimbing penulis dalam mengerjakan tugas akhir ini.

2. Bapak Dr. Zainun Kamal, MA., selaku Dekan Fakultas Ushuluddin dan

Filsafat, Bapak Drs. Agus Darmadji, M.Fils, selaku Ketua Jurusan, dan

Ibu Dra. Tien Rahmatin, selaku Sekretaris Jurusan Aqidah Filsafat.

Page 5: DUA PRINSIP KEADILAN SOSIAL MENURUT JOHN RAWLS

Beserta seluruh staf pengajar di Jurusan Aqidah Filsafat, Fak. Ushuluddin

dan Filsafat UIN Syarih Hidayatullah Jakarta.

3. Kepada Bapak Penguji, Bapak Drs. Agus Darmadji, M. Fils., dan Ibu Dr.

Sri Mulyati, yang telah berkenan dan bersedia untuk meluangkan

waktunya menghadiri sidang ujian skripsi penulis. Utamanya, kepada Ibu

Sri Mulyati ditengah kondisi suaminya yang kurang sehat bersedia untuk

menjadi penguji. Dan juga penulis haturkan terima kasih setinggi-

tingginya atas keikhlasan bapak dan ibu yang telah meluangkan waktunya

untuk membaca, mengkoreksi, mengkritik, dan memberi komentar yang

sangat berharga bagi perbaikan skripsi ini.

4. Kepada Ummi dan Abah, orang tua penulis. Keduanya adalah tiang utama

dan pokok dari eksistensi skripsi ini. Tanpa keduanya, skripsi ini tidak

pernah akan ada. Melalui keduanya, skripsi menjadi tidak sekedar

‘potensi’ melainkan bisa mewujud berkat kasih dan sayang dari keduanya

yang ‘tanpa syarat’ apa pun. Skripsi ini tidak akan pernah ada tanpa jasa

Ummi dan Abah. Semoga Allah selalu melindungi dan memberi kebaikan

kepada keduanya dengan kebaikan yang berlipat dan lebih besar.

5. Kepada Abang penulis: Irfan Fahmi beserta Ka’ Ita, dan juga Kakak

penulis: Hanna Maria beserta Bang Fadli, dan juga kepada adik penulis

Darul Qutni, yang telah memberi dorongan dan semangatnya dengan

caranya masing-masing.

Page 6: DUA PRINSIP KEADILAN SOSIAL MENURUT JOHN RAWLS

6. Kepada teman-teman forum kajian Piramida Circle Bung Alawi, Maman,

Hafidz, Ali, Ujang, Mbah Liem, Syauqi, Jenal, Rouf, Mukhlisin, Nafi,

Faiq, Romo, Uci, Bdul, dan lain- lain.

7. Wabil khusus, kepada Fakruddin Mukhtar yang telah berkenan

meminjamkan hardisk komputernya untuk penulis pakai. Tanpa

bantuannya, skripsi ini mungkin masih tetap dalam lembaran-lembaran

virtual dan tidak akan sampai ke meja munaqasah. Wabil khusus juga,

kepada Agus Santoso, yang telah mau memberi ruangan tinggalnya untuk

penulis berkontemplasi, mau berhujan-hujan ria menemani penulis ke

Karawaci dan Serpong, dan bersibuk ria membeli hidangan untuk pada

waktu ujian. Dan juga kepada Bung Hafiz yang telah meminjam dua

bukunya yang amat berharga. Dengan dua buku itu, rimba belukar

pemikiran Rawls menjadi lebih mudah ditelusuri dan dijejak. Terima kasih

atas bantuan yang tulus dan ikhlas, semoga Allah memberi kebaikan yang

berlimpah kepadamu.

8. Kepada teman-teman Aqidah Filsafat 2003: Fakhrul, Ujang, Syamsudin,

Kusna, Tatang, Syamsul, Muni, Yanti, Nadia, Tri, Latifah, Ely, Syafei,

Dedi, Zakaria, Mohalli, Setiawan, dan lain- lain.

9. Juga kepada semua orang-orang yang telah mendorong dan memberi

semangat yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Depok, 16 September 2010

Mawardy

Page 7: DUA PRINSIP KEADILAN SOSIAL MENURUT JOHN RAWLS

i

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR …………………………………………………..………….. i

LEMBAR PERNYATAAN …………………………………………..…………… iv

DAFTAR ISI ………………………………………………………..……………… v

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1

A. Latar Belakang Masalah ………………………………….……… 1

B. Tinjauan Pustaka ………………………………………...……… 14

C. Batasan dan Rumusan Masalah …………………………..…….. 17

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ………………………….……… 17

E . Metodelogi Penelitian ………………………………………….. 18

F . Sistematika Penulisan ……………………………………………19

BAB II BIOGRAFI JOHN RAWLS ………………………………...…… 21

A. Riwayat Hidup dan Pendidikan ……………………………...… 21

B. Karya-Karya Ilmiah dan Pengaruhnya ……………………….. 29

C. Latar Belakang Tradisi Pemikiran ………………………...…… 34

BAB III TINJAUAN UMUM KEADILAN SOSIAL …………………..... 39

A. Pengertian dan Hakikat Keadilan Sosial ……………….............. 39

B. Tiga Ciri Umum Keadilan ……………………………...……… 43

C. Pembagian Keadilan …………………………………………... 46

D. Sekilas Tiga Teori Keadilan ……………………………...……. 49

Page 8: DUA PRINSIP KEADILAN SOSIAL MENURUT JOHN RAWLS

ii

BAB IV KONSEPSI KEADILAN SOSIAL MENURUT JOHN RAWLS

……………………………………………………………………….54

A. Lingkup Masalah Keadilan Sosial ………………………...…… 55

1. Timbulnya Masalah Keadilan Sosial ……………...…… 55

2. Subjek Utama Keadilan Sosial ………………………… 58

B. Dua Prinsip Keadilan Sosial …………………………………… 60

1. Konsepsi Umum ………………………………………. 60

2. Konsepsi Khusus ………………………………………. 64

a. Prinsip Pertama ……………………….……… 64

b. Prinsip Kedua ………………………………… 67

c. Hubungan antara Dua Prinsip Keadilan ..…… 70

C. Posisi Asali (Original Position) ……………………………….. 71

1. Legitimasi Prinsip Moral ……………………………… 72

2. Tabir Ketidaktahuan (a Veil of Ignorance) …………… 73

3. Rasionalitas dan Strategi Maximin ………………..…… 75

BAB V PENUTUP ………………………………………………………… 81

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………82

Page 9: DUA PRINSIP KEADILAN SOSIAL MENURUT JOHN RAWLS

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pokok pembahasan utama yang hendak penulis ungkapkan dalam skripsi

ini adalah tentang keadilan sosial berdasarkan teori keadilan yang dikembangkan

oleh John Rawls (1921-2002). Pada awalnya, ide awal penulis untuk mengangkat

pembahasan skripsi mengenai John Rawls bermula ketika pada pertengahan tahun

2009 penulis melihat video acara Justice with Michael Sandel di internet. Acara

ini merupakan kuliah umum yang banyak diminati dan diikuti oleh ribuan

mahasiswa Universitas Harvard setiap tahunnya. Materi-materi yang dibahas ialah

berkaitan dengan masalah-masalah keadilan dalam perspektif para filsuf dalam

bidang filsafat politik dan moral, dan kebetulan yang penulis lihat saat itu adalah

tentang pembahasan mengenai keadilan John Rawls.

Penulis sangat terkesan dengan kuliah umum tentang filsafat yang

berlangsung di sebuah auditorium besar Universitas Harvard dengan setting tata

cahaya dan lampu bak layaknya sebuah acara program talk show di televisi yang

penuh gemerlap. Penulis terkesan karena jarang sekali ada sebuah acara yang

membahas tentang filsafat dengan begitu mengasyikkan dan menghibur dan

menarik minat begitu banyak mahasiswa. Program yang dipandu langsung oleh

Michael Sandel, seorang profesor filsafat di Harvard, yang terkenal sebagai tokoh

Neo-Aristotelian Komunitarian, berlangsung interaktif dengan audiens, dialogis,

seru, dan menghibur. Ia membahas berbagai pemikiran para filsuf tentang

Page 10: DUA PRINSIP KEADILAN SOSIAL MENURUT JOHN RAWLS

2

keadilan, di antaranya John Rawls. Dari sinilah kemudian penulis terdorong dan

tertarik untuk memahami lebih lanjut tentang John Rawls.

Secara khusus, alasan pokok penulis pembahasan mengenai pemikiran

Rawls didasarkan pada arti penting pemikirannya bagi perkembangan kajian

filsafat politik normatif abad ke-20. Rawls, bisa dikatakan, merupakan salah satu

dari pemikir-pemikir penting dalam bidang filsafat politik yang terkemuka

sepanjang pertengahan abad ke-20 hingga sekarang.

Gagasan John Rawls mengenai keadilan tertuang dalam karya utamanya,

A Theory of Justice, yang diterbitkan kali pertama pada tahun 1971. Buku ini oleh

banyak kalangan dianggap sebagai karya terpenting dalam bidang filsafat politik

selama seratus tahun terakhir. Sebelum terbitnya A Theory, kajian filsafat politik

tengah mengalami masa redup dan kelesuan serta tidak menunjukkan suatu

progres yang signifikan. Hal demikian dikarenakan tidak adanya lagi karya-karya

besar berpengaruh yang lahir dan muncul pasca karya John Stuart Mill pada

pertengahan abad ke-19. Akan tetapi, kondisi itu sontak berubah dengan

kehadiran A Theory yang mendorong dan membawa gairah serta semangat baru

dalam perkembangan kajian filsafat politik.

Pasca A Theory, berbagai diskusi, kajian, artikel-artikel dan mimbar-

mimbar ilmiah hingga karya-karya besar semisal Anarchy, State and Utopia karya

Robert Nozick; Liberal Theory of Justice karya Brian Barry, dan sebagainya,

bermunculan sebagai reaksi terhadap karya Rawls. Karya Rawls juga telah

melahirkan berbagai perdebatan filosofis di berbagai universitas, buku-buku

maupun jurnal-jurnal filsafat terkemuka. Di antara debat filosofis antara Rawls

Page 11: DUA PRINSIP KEADILAN SOSIAL MENURUT JOHN RAWLS

3

dengan para kritikusnya yang paling terkemuka dan riak-riaknya masih

bergelombang hingga kini ialah debat yang dikenal dengan ―Debat Liberal-

Komunitarian‖. Debat ini melibatkan para filsuf dalam tradisi liberal yang

mewarisi filsafat Immanuel Kant (Neo-Kantian) dengan kelompok filsuf yang

dikenal dengan sebutan ―Komunitarian‖ yang sangat dipengaruhi oleh filsafatnya

Aristoteles, karena itu mereka juga disebut Neo Aristotelian, dengan tokoh-

tokohnya seperti Michael Sandel, Charles Taylor dan lain- lain.

Pengaruh A Theory begitu luas. Selang sepuluh tahun sejak diterbitkannya,

karya Rawls ini telah diterjemahkan ke dalam dua puluh tujuh (27) bahasa di

dunia (termasuk bahasa Indonesia), dan juga ada sekitar 2500 artikel yang

membahas tentang karya Rawls tersebut. Samuel Freeman, seorang profesor

filsafat Universitas Pennsylvania, mengatakan bahwa berbagai komentar atas A

Theory yang berlimpah ini menunjukkan betapa kuat dan luasnya pengaruh ide

dan gagasan Rawls yang merangsang berbagai kontroversi intelektual dan

filosofis.1

Secara umum, signifikansi pemikiran John Rawls dalam konteks filsafat

dapat disimpulkan ke dalam sebuah catatan sebagaimana diutarakan oleh Will

Kymlicka berikut ini:

―Rawls memiliki arti penting historis tertentu [pertama] dalam mendobrak kebuntutan intusionisme dan utilitarianisme. Tetapi teorinya penting karena alasan yang lain. [Kedua] Teori Rawls mendominasi filsafat

politik, bukan dalam arti disepakati secara luas, sebab hanya sedikit orang yang setuju dengan seluruh teorinya, tetapi dalam arti bahwa para ahli

teori yang muncul belakangan telah mempertegas dirinya berlawanan dengan Rawls. Mereka menjelaskan apa teori mereka dengan

1 Samuel Freeman (ed), The Cambridge Companion to Rawls, (New York: Cambridge

University Press, 2003), h. 1

Page 12: DUA PRINSIP KEADILAN SOSIAL MENURUT JOHN RAWLS

4

membandingkannya dengan teori Rawls. Kita tidak akan memahami karya

tentang keadilan yang muncul belakangan ini jika kita tidak memahami Rawls.‖2

Dari deskripsi mengenai arti penting teorinya keadilannya dalam kajian

filsafat politik sebagaiman penjelasan penulis di atas, maka hal tersebut

mendorong minat dan ketertarikan penulis untuk mengangkat dan membahas teori

keadilan Rawls. Hal demikian menjadi alasan mengapa penulis mengangkat

pembahasan keadilan sosial berdasarkan teori keadilan yang dikembangkan oleh

Rawls. Wacana keadilan sosial yang berkembang dewasa ini tidak dapat

dilepaskan dari pengaruh teori keadilan Rawls, sebagaimana dijelaskan Kymlicka

di atas. Maka penelitian mengenai pemikiran Rawls tentang keadilan menjadi

sebuah usaha dan upaya yang penting dan signifikan dalam rangka memahami

lebih lanjut karya-karya tentang keadilan dewasa ini.

Dalam rangka teori keadilan, ―keadilan sosial‖ sering disebut juga sebagai

―keadilan distributif‖, di mana keduanya seringkali digunakan secara bergantian.

Keadilan distributif berkenaan dengan pembagian nikmat dan beban dalam

kehidupan sosial. Jenis keadilan satu ini memiliki tradisi pemikiran panjang yang

ditemukan dalam teori keadilan Aristoteles. Keadilan distributif ini berhubungan

dengan masalah membagi yang adil. Keputusan dalam membagi yang adil

haruslah didasarkan pada prinsip-prinsip yang dapat dipertanggungjawabkan, baik

secara intuitif maupun rasional. Artinya, prinsip dalam membagi sesuai dengan

kesadaran intuitif seseorang tentang apa yang adil (sense of justice), sekaligus

sejalan dengan pertimbangan akal sehat (rasional).

2 Will Kymlicka, Pengantar Filsafat Politik Kontemporer: Kajian Khusus atas Teori-

Teori Keadilan, terj. Agus Wahyudi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001), h. 70. Tanda kurung

dalam kutipan di atas berasal dari penulis.

Page 13: DUA PRINSIP KEADILAN SOSIAL MENURUT JOHN RAWLS

5

Keadilan sosial dipahami sebagai keadilan yang berkaitan dengan

bagaimana seharusnya hal-hal yang enak untuk didapatkan dan yang menuntut

pengorbanan, keuntungan (benefits) dan beban (burdens) dalam kehidupan sosial

dibagi dengan adil kepada semua anggota masyarakat. Dengan pengertian

sederhana ini, suatu kondisi sosial atau pun kebijakan sosial tertentu dinilai

sebagai adil dan tidak adil ketika seseorang, atau golongan/sekelompok orang

tertentu hanya mendapatkan keuntungan yang sedikit dari apa yang seharusnya

mereka peroleh, atau beban yang begitu besar dari apa yang seharusnya mereka

pikul.3

Dalam hal ini, pengertian ―distribusi‖ tidak boleh dipahami secara literal,

yakni seolah-olah diandaikan adanya ‗agen‘ yang bertugas membagikan atau

mendistribusikan barang-barang. Melainkan ―distribusi‖, pengertiannya lebih

ditujukan pada ―cara‖ bagaimana lembaga-lembaga sosial utama menentukan hak

dan kewajiban, dan mengatur pembagian nikmat dan beban dengan layak.4

Pertautan makna keadilan sosial dengan keadilan distributif menjadi

semacam cara praktis untuk membedakan batas lingkup kajian keadilan sosial

dengan keadilan hukum, atau keadilan retributif. Aristoteles membagi tiga

macam keadilan: keadilan umum, keadilan distributif, dan keadilan retributif.

Secara umum, tiga macam keadilan itu bisa disederhanakan menjadi dua saja

3 David Miller, Principles of Social Justice, (London: Harvard University Press, 1999),

h. 1 4 David Miller, Principles of Social Justice, h. 2

Page 14: DUA PRINSIP KEADILAN SOSIAL MENURUT JOHN RAWLS

6

ditinjau dari segi pokok persoalannya, yaitu: keadilan distributif dan keadilan

retributif.5

Keadilan retributif berkenaan dengan ―hukuman‖ (punishment). Masalah

pokoknya ialah bagaimana orang yang melakukan kesalahan dihukum dengan

adil. Keadilan retributif berkenaan dengan kontrol bagi pelaksanaan keadilan

distributif, lebih berhubungan dengan keadilan legal atau hukum.6 Adapun

keadilan distributif berkenaan dengan ―pembagian‖ (distribution). Masalah

pokoknya berkaitan dengan bagaimana membagi dengan adil. Kendati hakikatnya

berbeda, terdapat titik temu antara keduanya, yaitu setiap putusan untuk

menghukum maupun membagi haruslah didasarkan pada prinsip-prinsip yang

dapat dipertanggungjawabkan secara moral maupun akal sehat.

Dari keduanya, keadilan distributif termasuk jenis keadilan paling penting

karena terbilang banyak menimbulkan kesulitan. Soalnya, bagaimana seharusnya

membagi dengan adil kepada setiap orang, karena setiap orang ingin bagian yang

lebih banyak daripada bagian yang sedikit, sementara itu tidak tersedia barang

yang cukup untuk memenuhi kebutuhan semua orang. Semakin terbatas dan

langka suatu barang atau nikmat maka ia semakin bernilai dan berharga. Barang-

barang sosial yang berharga itu tidak sekedar yang bersifat immaterial semisal

kekayaan dan pendapatan, tapi juga immaterial seperti kekuasaan, kebebebasan,

kesempatan dan kehormatan, serta lain sebagainya. Barang-barang sosial itu harus

dibagi dengan adil kepada semua orang. Dalam arti, pokok persoalan keadilan

5 John Christman, Social and Political Philosophy: A Contemporary Introduction,

(London: Routledge, 2002), h. 60 6 Bur Rasuanto, Keadilan Sosial: Pandangan Deontologis Rawls dan Habermas. Dua

Teori Filsafat Politik Modern, (Jakarta: Gramedia, 2004), h. 6

Page 15: DUA PRINSIP KEADILAN SOSIAL MENURUT JOHN RAWLS

7

sosial itu mencakup pembagian dalam tiga bidang, yang disebut juga sebagai

masalah standar dalam keadilan sosial: politik (kuasa), ekonomi (uang), dan sosial

(status). Tiga bidang ini dalam skripsi ini kelak akan disebut dengan ―nilai-nilai

primer sosial‖.

Secara garis besar, prinsip keadilan sosial dibagi menjadi dua macam. Dua

macam prinsip: prinsip formal dan prinsip substantif atau material. Kedua prinsip

ini juga bisa disebut dengan keadilan formal dan keadilan substantif.7

Prinsip keadilan formal itu hanya ada satu saja, yakni prinsip persamaan.8

Prinsip ini memiliki tradisi pemikiran panjang, di mana Aristoles yang

merumuskannya. Prinsip formal berbunyi: ―equals ought to be created equally

and unequals may be treated unequally‖. Prinsip ini bisa dipahami sebagai

―orang-orang yang sama‖ atau ―hal-hal yang sama‖ harus diperlakukan secara

sama, sedang orang atau hal yang tidak sama boleh diperlakukan tidak sama.

Akan tetapi, prinsip formal ini hanya menyajikan ―bentuk‖ dan tidak mempunyai

―isi‖.9 Memang disebutkan bahwa pada orang-orang atau hal-hal yang sama harus

diperlakukan dengan cara yang sama, tetapi prinsip ini tidak menjelaskan apa

yang harus dimengerti dengan ‗orang-orang yang sama‘, dan ‗hal-hal yang sama‘.

Prinsip ini tidak menerangkan pada segi apa manusia atau hal-hal dan kasus-kasus

tertentu harus dianggap sama atau tidak sama.

7 Morris Ginsberg, Keadilan dalam Masyarakat, (Yogyakarta: Pondok Edukasi, 2003), h.

vii. 8 Dalam etika sering dikatakan, ada tiga hal umum yang selalu berkaitan dengan keadilan.

(1) Keadilan selalu tertuju kepada orang lain, (2) Keadilan menuntut untuk ditegakkan

(kewajiban), dan (3) Keadilan menuntut persamaan. 9 9 Morris Ginsberg, Keadilan dalam Masyarakat;

Page 16: DUA PRINSIP KEADILAN SOSIAL MENURUT JOHN RAWLS

8

Oleh karena itu, prinsip formal sulit dijadikan pegangan untuk membagi

dengan adil, maka perlu ada prinsip-prinsip substantif yang melengkapi prinsip

formal. Prinsip-prinsip substantif merujuk pada salah satu aspek yang relevan

yang bisa dijadikan untuk membagi hal-hal yang dicari oleh pelbagai orang. Jika

prinsip formal (bentuk) hanya ada satu, ―prinsip persamaan‖, maka prinsip

substantif selalu masih dalam perdebatan dan proses. Kendati begitu, ada

pandangan yang dominan dan menjadi pandangan umum yang melandasi berbagai

teori-teori keadilan kontemporer ini ialah ―egalitarianiasme‖. Egalitarianisme

adalah nilai dasar bagi wacana keadilan sosial. Dalam hal ini kita patut

mencermati apa yang dikatakan oleh Will Kymlicka mengenai teori

egalitarianisme berikut ini:

―…Setiap teori memiliki nilai utama yang sama, yaitu persamaan (equalitiy). Semuanya merupakan teori-teori ‗egalitarian‘. Pernyataan

semacam ini jelas tidak benar, jika yang kita maksudkan adalah dengan ‗teori egalitarian‘ adalah teori yang mendukung distribusi pendapatan yang

merata. Namun ada gagasan lain, yang lebih abstrak dan fundamental, tentang persamaan dalam teori politik, yaitu gagasan mengenai memperlakukan orang ‗secara sama‘. Ada banyak cara untuk meng-

ungkapkan gagasan tentang persamaan yang lebih mendasar ini. Sebuah teori adalah egalitarian menurut pengertian ini jika teori tersebut menerima

bahwa kepentingan tiap-tiap anggota masyarakat itu penting dan sama-sama penting. Dengan kata lain, teori egalitarian mensyaratkan bahwa pemerintah memperlakukan warga negara dengan pertimbangan yang

sama…Jadi, gagasan tentang persamaan yang bersifat abstrak dapat ditafsirkan dengan berbagai cara, tanpa harus mendukung persamaan

dalam bidang khusus tertentu, apakah itu pendapatan, kekayaan, kesempatan, atau kebebasan. Mana bentuk khusus persamaannya yang diminta oleh gagasan memperlakukan orang secara sama yang lebih

abstrak, itu merupakan masalah yang menjadi perdebatan berbagai teori...‖10

10

Will Kymlicka, Pengantar Filsfat Politik Kontemporer, h. 5-6

Page 17: DUA PRINSIP KEADILAN SOSIAL MENURUT JOHN RAWLS

9

Dengan demikian, prinsip persamaan adalah nilai dasariah dari keadilan

sosial.11 Gagasan persamaan tidak dipahami sebagai persamaan dalam distribusi

atau pembagian, tetapi persamaan dalam memperlakukan manusia dengan sama.

Manusia itu pada hakikatnya sama, dalam arti martabatnya.

Pandangan egalitarianisme ini mendapat simpati luas. Semua manusia

pada hakikatnya memang sama dari segi martabat. Tidak ada martabat manusia

satu lebih tinggi daripada manusia lainnya. Pemikiran ini merupakan keyakinan

umum sejak zaman modern, artinya sejak Revolusi Perancis menumbangkan

monarki absolut dan feodalisme. Dalam artikel pertama dari ―Deklarasi Hak

Manusia dan Warga Negara‖ (1789) yang dikeluarkan pada waktu Revolusi

Perancis dapat dibaca: ―manusia dilahirkan bebas serta sama haknya, dan mereka

tetap tinggal begitu‖.

Dalam konteks filsafat, pandangan ini umumnya didasarkan pada paham

deontologis dalam etika Immanuel Kant. Kant beranggapan bahwa manusia itu

menduduki wilayah ciptaan yang istimewa. Menurut pandangannya, manusia

mempunyai ―nilai instrinsik‖, yakni martabat, yang membuatnya bernilai

―mengatasi segala harga‖. Manusia adalah tujuan pada dirinya sendiri, tidak boleh

diperlakukan sebagai alat.12 Dalam konteks keadilan sosial, pandangan

deontologis tidak mengijinkan martabat manusia dikorbankannya demi

kepentingan atau pun manfaat ekonomi, politik dan lainnya. Hal inilah yang

membuat prinsip utilitarianisme ditolak sebagai landasan bagi konsep keadilan

11

Agus Wahyudi, ―Filsafat Politik Barat dan Masalah Keadilan: Catatan Kritis atas

Pemikiran Will Kymlicka‖ dalam Jurnal Filsafat, April 2004, Jilid 36, Nomor 1 12

Onora Oneil, ―Catatan Sederhana Tentang Etika Kant‖, dalam Etika Terapan I, ed.

Lary May, dkk, terj. Sinta Carolina, dkk, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2001), 51-54

Page 18: DUA PRINSIP KEADILAN SOSIAL MENURUT JOHN RAWLS

10

sosial, karena menempatkan mengorbankan hak dan martabat manusia demi

kepentingan umum.

Lebih lanjut, kesepakatan bersama mengenai apa yang tidak adil,

ketidakadilan sosial, lebih sering tercapai ketimbang sebaliknya. Masyarakat

umumnya memiliki perasaan keadilan (sense of justice) yang cukup peka untuk

menilai suatu hubungan-hubungan sosial atau kondisi sosial tertentu sebagai tidak

adil. Tapi berbeda halnya untuk menentukan kondisi atau hubungan sosial

sebagai adil. Karena kesadaran keadilan masyarakat bukan sesuatu yang sudah

jadi melainkan terus berproses dalam kerangka dialogis.

Dalam arti, keadilan sosial, secara negatif, relatif mudah ditentukan,

namun penentuan positif mengenai kondisi sosial dan hubungan-hubungan sosial

mana yang dapat disebut adil seringkali sulit dicapai kesepakatan. Untuk itu,

kesadaran intuitif masyarakat mengenai apa yang adil dan tidak adil saja tidak

cukup dalam membangun konsep keadilan sosial, maka kita perlu teori untuk

memperjelas kesadaran moral atau sentimen moral mengenai apa yang adil

tersebut dalam bentuk yang lebih jelas. Inilah tugas teori keadilan.

Sebagaimana penulis jelaskan bahwa putusan moral mengenai pembagian

yang adil itu haruslah didasarkan pada prinsip-prinsip yang dapat

dipertanggungjawabkan, baik secara intuitif maupun rasional. Inilah peran teori

keadilan untuk menyelaraskan apa yang secara intuitif disebut adil, kemudian

mempertanggungjawabkan, membenarkan atau menjustifikasinya di hadapan

argumen rasional. Dalam teori keadilan Rawls, hal ini disebut dengan reflective

equilibrium, keseimbangan antara argumen intuitif dengan argumen rasional.

Page 19: DUA PRINSIP KEADILAN SOSIAL MENURUT JOHN RAWLS

11

Itulah poin-poin penting yang penulis anggap patut dicermati dalam

analisis keadilan sosial di dalam skripsi ini.

Bagi Rawls, kesepakatan bersama mengenai keadilan sosial, atau apa yang

adil dan tidak adil, dalam kehidupan sosial masyarakat modern yang pluralistik

adalah sesuatu hal yang menjamin integritas sosial, stabilitas, dan keberlanjutan

sebuah masyarakat. Prinsip keadilan sosial dibutuhkan untuk mengatur cara

bagaimana lembaga-lembaga sosial utama mendistribusikan hak dan kewajiban,

nikmat dan beban hasil kerja sama sosial masyarakat itu dengan adil kepada

semua anggota masyarakat. Prinsip-prinsip keadilan sosial itu hanya dapat secara

efektif mengatur masyarakat hanya apabila ia dapat diterima oleh semua orang.

Akseptabiltias publik atau penerimaan semua orang terhadap prinsip keadilan

sosial yang akan mengatur mereka apabila prinsip-prinsip itu mampu menjamin

dan mengakomodasi kepentingan semua orang, khususnya orang-orang yang

lemah secara ekonomi dan sosial.

Bagi Rawls, prinsip keadilan sosial bagi Rawls tidak sekedar

mendistribusikan nilai-nilai sosial primer dengan adil, melainkan juga bagaimana

prinsip-prinsip distributif itu bisa diterima oleh semua orang. Lebih jauh, prinsip-

prinsip keadilan sosial Rawls diposisikan landasan dasar bagi sebuah kerja sama

sosial sebuah masyarakat yang tertata dengan baik (well-ordered society).

Masyarakat tertata dengan baik dalam studi filsafat politik merupakan sebuah

konsepsi ideal mengenai bagaimana seharusnya masyarakat diatur dengan baik.

Sebagaimana diketahui, filsafat politik menuntut agar segala klaim atas hak untuk

Page 20: DUA PRINSIP KEADILAN SOSIAL MENURUT JOHN RAWLS

12

mengatur masyarakat dipertanggungjawabkan pada prinsip-prinsip moral dasar.

Dalam hal ini, keadilan adalah prinsip moral dasar.

Rawls adalah seorang pendukung egalitarianisme. Dalam arti, ia setuju

bahwa nilai dasariah keadilan sosial adalah prinsip persamaan. Kendati begitu,

Rawls bukan seorang egalitarian radikal dalam arti ia juga menerima prinsip

ketidaksamaan. Prinsip persamaan baginya bukan persamaan dalam distribusi

atau pembagian, melainkan persamaan manusia dari segi martabatnya. Hal ini

menunjukkan bahwa prinsip keadilan sosialnya menempatkan manusia sebagai

tujuan utama, bukan sekedar alat. Hal ini dapat dipahami karena ia merupakan

seorang Neo-Kantian. Dengan ini, utilitarianisme ditolak olehnya sebagai basis

bagi keadilan sosial, karena sifatnya yang teleologis –yang-manfaat (the good)

prioritas yang-hak (the right)— konsekuensinya utilitarianisme meletakkan

manusia sebagai alat dan sarana belaka untuk mencapai kesejahteraan dan

kebahagian. Karena itulah keadilan sosial tidak dapat dijamin oleh utilitarianisme.

Sementara itu, basis keadilan sosial Rawls sendiri didasarkan pada landasan

deontologis, yakni yang-hak prioritas atas yang manfaat. Manusia adalah tujuan

pada dirinya sendiri. Martabat manusia itu harus dihormati, tapi martabat

manusia itu ditandai dari segi apa? Tegasnya Rawls berusaha mereflesikan inti

persamaan itu dalam kehidupan sosial. Karena itu, prinsip keadilan sosial adalah

prinsip substantif, bukan prinsip formal.

Dengan demikian, Rawls mengakomodasi prinsip persamaan sebagai nilai

dasariah bagi keadilan sosial, tapi juga sekaligus menerima prinsip

ketidaksamaan. Tegasnya konsep keadilan sosialnya menyusur pada dua tepi:

Page 21: DUA PRINSIP KEADILAN SOSIAL MENURUT JOHN RAWLS

13

kesamaan dan ketidaksamaan. Akan tetapi, apa yang harus dibagi secara sama,

dan juga apa yang boleh dibagi dengan tidak sama. Yang paling penting ialah

sebatas mana ketidaksamaan itu diperbolehkan. Lalu, hal-hal apa saja yang harus

dibagi dengan adil kepada semua orang. Apakah terbatas pada nikmat-nikmat

sosial, atau juga mencakup nikmat alamiah semisal, kecerdasan, kepintaran dan

sebagainya. Kemudian, juga penting ialah bagaimana ia menemukan prinsip-

prinsip keadilan sosial itu? Karena sebagaimana diketahui, prinsip keadilan sosial

adalah prinsip moral. Dalam arti, prinsip keadilan adalah perkara moral, jadi tidak

dideduksi dari prinsip yang terbukti benar begitu saja, sebagaimana prinsip

Cartesian.

Tegasnya, prinsip moral itu harus sesuai dengan kesadaran moral intuitif

(subjektif), tapi bagaimana prinsip keadilan sosialnya dapat dipertanggung-

jawabkan secara rasional (objektif) tanpa harus bertentangan dengan intuisi. Ini

tak lepas dari tujuannya bahwa integritas sosial dan stabiltas masyarakat hanya

tercapai apabila prinsip keadilan sosial itu adalah manifestasi kehendak umum,

hasil kesepakatan bersama. Ini mengungkapkan gagasan utamanya teorinya yang

disebut dengan justice as fairnees. Maksudnya, prinsip-prinsip keadilan sosial

merupakan hasil kesepakatan orang-orang yang rasional, bebas, dan setara dalam

situasi awal persamaan yang fair.

Alhasil, dengan berbagai latar belakang masalah dan pertimbangan yang

ada, maka skripsi ini penulis beri judul: ―Konsep Keadilan Sosial Menurut John

Rawls”. Pijakan sederhananya, keadilan sosial adalah keadilan yang berkaitan

dengan pembagian nikmat dan beban dalam masyarakat sebagai sebuah bentuk

Page 22: DUA PRINSIP KEADILAN SOSIAL MENURUT JOHN RAWLS

14

kerja sama sosial, di mana manifestasi kerja sama sosial itu termanifestasi dalam

lembaga yang disebut negara. Konsep keadilan sosial berkaitan dengan prinsip-

prinsip yang mengatur pembagian tersebut. Dengan demikian, teori keadilan

berusaha merumuskan prinsip-prinsip dasar bagi terwujudnya masyarakat yang

adil, di mana nilai-nilai sosial primer bisa terbagi dengan adil kepada semua

anggota masyarakat. Bagi Rawls, hal demikian sama dengan mempertanyakan apa

prinsip-prinsip dasar bagi terwujudnya masyarakat yang adil.

B. TINJAUAN PUSTAKA

Pemikiran John Rawls memiliki pengaruh besar dan arti penting dalam

memengaruhi perkembangan wacana filsafat abad ke-20. Maka tak heran apabila

ada banyak karya atau buku-buku yang juga mengupas dan menjelaskan

pemikiran Rawls. Di antara penulis Indonesia yang telah mengupas pemikirannya

antara lain: (1) Bur Rasuanto dengan bukunya yang berjudul Keadilan Sosial:

Pandangan Deontologis Rawls dan Habermas (2004); dan (2) Andre Ata Ujan

dengan bukunya, Keadilan dan Demokrasi: Telaah Filsafat Politiik John Rawls

(2001).

Buku pertama, Keadilan Sosial: Pandangan Deontologis Rawls dan

Habermas, merupakan disertasi Bur Rasuanto yang diterbitkan oleh penerbit

Gramedia. Pokok kajian dalam buku ini kajian komparatif antara teori keadilan

kontrak John Rawls dan teori diskurus Jurgen Habermas. Rasuanto menggunakan

istilah ―keadilan sosial‖ sebagai judul bukunya, namun ia menerangkan bahwa

istilah ―keadilan sosial digunakan sebagai istilah umum‖. Lebih lanjut, buku ini

berusaha menjelaskan perbandingan kedua teori tersebut dalam upaya

Page 23: DUA PRINSIP KEADILAN SOSIAL MENURUT JOHN RAWLS

15

membangun persetujuan konsensus bersama tentang prinsip-prinsip dasar bagi

masyarakat modern. Titik tekan buku ini ialah mengelaborasi titik persamaan dan

perbedaan serta posisi antara teori diskursus Habermas dalam hubungannya

dengan teori keadilan kontrak Rawls. Dalam hasil penelitiannya itu, Rasuanto

menjelaskan bahwa teori keadilan kontrak Rawls merupakan justifikasi bagi teori

diskursus Habermas.

Dalam menerangkan teori keadilan Rawls, Rasuanto berpegang dan

bertolak dari pertanyaan yang diajukan Rawls dalam bukunya, Political

Liberalism (1993). Rasuanto menulis rumusan masalah bukunya, ―bagaimanakah

suatu masyarakat stabil dan adil yang warganya bebas dan sederajat namun

secara mendalam terpecah dalam doktrin-doktrin moral, filsafat, dan agama yang

saling berkonflik bahkan tidak dapat didamaikan itu mungkin‖.13 Pertanyaan ini

adalah pertanyaan dasar yang diajukan Rawls dalam Political Liberalism (1993).

Buku Rawls ini merupakan pengembangan lebih lanjut dari ide-ide dan gagasan

yang dikemukakannya dalam A Theory of Justice (1971), di mana ia melihat

toleransi merupakan salah satu ciri atau nilai yang harus ada dalam masyarakat

modern. Jadi, Rasuanto membicarakan teori keadilan Rawls berikut pergeseran

pemikirannya dari dalam A Theory of Justice ke konsepsi keadilan politik dalam

Political Liberalism.

Sementara buku kedua, Keadilan dan Demokrasi: Telaah Filsafat Politik

John Rawls, merupakan karya tesis Andre Ata Ujan yang diterbitkan oleh penerbit

Kanisus tahun 2001. Di buku ini, Ata Ujan mengelaborasi teori keadilan Rawls

13

Bur Rasuanto, Keadilan Sosia, h. 21.

Page 24: DUA PRINSIP KEADILAN SOSIAL MENURUT JOHN RAWLS

16

dalam hubungannya dengan masalah demokrasi, dan juga bagaimana implikasi

teori tersebut dalam penataan politik dan ekonomi. Kajian buku ini berusaha

mencari dan menemukan elemen-elemen fundamental dari teori keadilan Rawls

yang dapat diterapkan pada masalah-masalah dalam masyarakat demokrasi.

Dalam kaitannya dengan skripsi ini, pembahasan skripsi ini tidak

mengelaborasi masalah-masalah yang diungkapkan Rawls dalam bukunya

Political Liberalism, sebagaimana yang dilakukan oleh Rasuanto. Kemudian,

penulis juga tidak membahas bagaimana implikasi dan penerapan teori Rawls

dalam penataan ekonomi dan politik dalam masyarakat demokrasi. Penulis dalam

dalam hal ini, membatasi pembahasan skripsi ini lebih kepada teorinya yang

dikembangkan oleh Rawls dalam A Theory of Justice (1971), dan juga tidak

berusaha membahas mengenai pergeseran pemikirannya dalam Political

Liberalism. Hal ini dikarenakan masalah yang berusaha penulis kaji di sini fokus

pada bagaimana Rawls merefleksikan substansi keadilan sosial. Penulis juga lebih

condong menggunakan logika pembahasan yang digunakan Rawls sendiri dalam

menerangkan teorinya dalam A Theory of Justice, di mana ia membagi teori

keadilan-nya menjadi dua bagian, isi (content) dan metode (method). Menurut

Paul Graham, teori keadilan Rawls membagi teorinya menjadi dua bagian. Bagian

pertama membahas mengenai metode (method) Rawls menemukan prinsip-

prinsip keadilan sosial. Bagian kedua membahas mengenai ―isi‖ atau ―substansi‖

dari prinsip-prinsip keadilan sosial. Dua bagian ini bukan dua hal yang terpisah,

Page 25: DUA PRINSIP KEADILAN SOSIAL MENURUT JOHN RAWLS

17

melainkan satu kesatuan yang membentuk konsepsinya tentang keadilan sosial

ideal. 14

C. BATASAN DAN RUMUSAN MASALAH

Dari uraian dalam latar belakang masalah dan tinjauan pustaka di atas,

maka agar pembahasan mengenai keadilan sosial di sini tidak terlalu melebar,

penulis akan membatasi pembahasan ini pada konsepsi keadilan sosial yang

ditawarkan John Rawls dengan mengurai teorinya dan perspektif yang

diajukannya.

Dengan pembatasan masalah seperti ini, maka permasalahan yang akan

menjadi objek dan fokus penulisan ini adalah bagaimana konsepsi keadilan sosial

menurut John Rawls.

D. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui dan memahami secara lebih

jelas konsepsi ideal yang ditawarkan oleh John Rawls mengenai keadilan sosial.

Serta melakukan analisis kritis terhadapnya. Sementara kegunaan penelitian ini

adalah untuk mengetahui hal-hal sebagai berikut:

1. Mengetahui bagaimana timbulnya masalah keadilan sosial, sumber

ketidakadilan sosial, dan apa saja yang harus dibagi dengan adil

kepada semua anggota masyarakat?

2. Mengetahui prinsip-prinsip dasar bagi terwujudnya sebuah masyarakat

yang adil

14

Paul Graham, Rawls, (Oxford: OneWorld Publication, 2007), h. 15

Page 26: DUA PRINSIP KEADILAN SOSIAL MENURUT JOHN RAWLS

18

3. Mengetahui metode dalam membangun sebuah konsensus rasional

dalam merumuskan prinsip-prinsip keadilan substantif.

4. Mengetahui konsepsi ideal mengenai keadilan sosial bagi terciptanya

sebuah masyarakat yang tertata dengan baik, atau mengetahui

bagaimana seharusnya masyarakat diatur dengan baik dan benar?

E. METODOLOGI PENELITIAN DAN TEKNIK PENULISAN

Dalam menyusun skripsi ini, penulis menggunakan satu metodelogi

penelitian, yaitu studi kepustakaan. Studi kepustakaan bertujuan untuk

memperoleh data melalui sumber bacaan meliputi buku-buku dan artikel yang

ditulis oleh John Rawls, khususnya buku A Theory of Justice15 yang memuat

secara lengkap teorinya. Selain itu studi kepustakaan ini akan diperkaya dengan

sejumlah data yang ditulis oleh penulis lain mengenai Rawls atau mengenai

teorinya, atau juga mengenai keadilan sosial secara umum dan lain sebagainya

yang berkenaan dengan pembahasan skripsi.

Sementara teknik penulisan dalam karya tulis ini, analisis data yang

digunakan bersifat kualitatitf dengan teknik pembahasan deskriptif analitis yang

bertujuan menggambarkan konsep keadilan sosial ideal menurut John Rawls.

Tentu saja, pengumpulan data, pembahasan masalah, dan penulisan dalam

skripsi ini disesuaikan dengan Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis,

Dan Disertasi) yang diterbitkan Center for Quality Development and Assurance

(CeQDA) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

15

Dalam skripsi ini penulis menggunakan A Theory of Justice edisi terjemahan bahasa

Indonesia, dengan judul Teori Keadilan: Dasar-Dasar Filsafat Politik untuk Mewujudkan

Kesejahteraan Sosial dalam Negara , terj. Uzair Fauzan dan Heru Prasetyo, (Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 2001)

Page 27: DUA PRINSIP KEADILAN SOSIAL MENURUT JOHN RAWLS

19

F. SISTEMATIKA PENULISAN

Setelah penulis memaparkan latar belakang masalah, pokok-pokok

masalah, tujuan, metode, serta sistematika penulisan, pada bab BAB II penulis

mencoba memaparkan dengan jelas riwayat hidup, latar belakang pendidikan,

karya-karya tulis ilmilahnya, dan latar belakanng tradisi pemikirannya.

Pada BAB III, penulis akan menyajikan tinjauan umum atas teori

keadilannya. Penjelasan pada ini bertujuan memberikan pemahaman umum

mengenai teorinya sebelum memasuki konsepsinya mengenai keadilan sosial. Di

BAB III ini, penulis sudah mulai memasuki bagian teorinya. Kendati demikian,

poin-poin yang dijelaskan lebih pada pokok-pokok atau gambaran besar dari

teorinya. Dengan demikian, tidak ada terjadi tumpang tindih dengan bab

setelahnya, dan justru menjadi batu pijakan awal yang lebih mudah dalam

memahami pembahasan bab selanjutnya. Pokok-pokok teorinya yang akan

dibahas adalah tujuan dan latar belakang teorinya, gagasan utama teorinya,

―Justice as Fairness‖, dan metode yang digunakan dalam teori keadilannya.

Uraian dalam BAB IV dibagi menjadi tiga bagian. Pada bagian pertama

penulis menguraikan lebih dahulu mengenai lingkup masalah keadilan sosial.

Pembahasan ini mencakup timbulnya masalah keadilan sosial, subjek utama

keadilan sosial, dan nilai-nilai sosial primer, yakni hal-hal yang harus dibagi

dengan adil kepada semua orang.

Lalu bagian kedua menguraikan mengenai isi dari prinsip-prinsip keadilan

sosial yang dikemukan secara intuitif oleh Rawls, yakni dua prinsip keadilan

sosial. Uraian di sini meliputi prinsip pertama, prinsip kedua, dan hubungan atau

Page 28: DUA PRINSIP KEADILAN SOSIAL MENURUT JOHN RAWLS

20

aturan prioritas antara kedua prinsip tersebut. Dan bagian ketiga, uraiannya

mengenai syarat prinsip keadilan sosial yang harus disepakati oleh semua orang.

Dalam hal ini penulis menjelaskan posisi asali, yakni metode yang digunakan

dalam menjustifikasi prinsip keadilan sosialnya.

Page 29: DUA PRINSIP KEADILAN SOSIAL MENURUT JOHN RAWLS

21

BAB II

BIOGRAFI JOHN RAWLS

A. Riwayat Hidup Dan Pendidikan John Rawls

John (Jack) Bordley Rawls lahir pada 21 Februari 1921 di Balltimore,

Maryland, Amerika Serikat. Dia anak kedua dari pasangan William Lee dan

Anna Abell Stump. William Lee dan Anna Rawls memiliki lima orang putra:

William Stowe (Bill), John Bordley (Jack), Robert Lee (Bobby), Thomas

Hamilton (Tommy), dan Richard Howland (Dick). Kedua orang tuanya berasal

dari keluarga yang mapan. Kakek-nenek Rawls dari garis ibunya adalah keluarga

kaya yang tinggal di Greenspring Valley, sebuah daerah elit pinggiran kota

Balltimore. Kekayaan yang begitu banyak itu berasal harta warisan, seperti

tambang minyak dan batubara di Pennsylvania. Mereka dikaruniai empat orang

putri: Lucy, Anna (ibu Rawls), May, dan Marnie.1

Keluarga Rawls berasal dari Utara, dimana nama „Rawls‟ masih cukup

lazim digunakan. Kakek dari garis ayahnya, William Stowe Rawls, adalah

seorang bankir di sebuah kota kecil dekat Greenville, Carolina Utara. Karena

menderita penyakit TBC (tuberculosis), William Stowe pindah bersama istri

beserta ketiga anaknya ke Balltimore pada tahun 1895 agar lebih dekat dengan

Rumah Sakit Universitas Johns Hopkins. Pasca pindah ke Balltimore, Ayah

Rawls, William Lee menderita TBC selama beberapa tahun, dan kesehatannya

yang tidak baik itu terus berlanjut hingga masa mudanya. Karena tidak cukup

1 Thomas Pogge, John Rawls: His Life and Theory of Justice, transl. Michlle Kosch,

(New York: Oxford University Press, 2007), h. 4

Page 30: DUA PRINSIP KEADILAN SOSIAL MENURUT JOHN RAWLS

22

biaya, William Lee terpaksa putus sekolah. Di usia 14 tahun, ia telah bekerja

sebagai pembantu di sebuah kantor hukum. Pekerjaannya itu pun membuka jalan

kesempatan bagi William Lee muda untuk membaca buku-buku hukum yang ada

di situ pada malam harinya. Ia mendidik dirinya sendiri dengan cukup baik

sehingga berhasil lulus ujian pengacara tanpa pendidikan formal apa pun. Dan ia

pun akhirnya menjadi seorang pengacara kondang, memiliki kantor hukum sendiri

dan terpilih menjadi ketua asosasi pengacara di Balltimore pada tahun 1919.2

Kedua orang tua Rawls memiliki minat yang kuat terhadap politik.

Ayahnya merupakan pendukung Liga Nasional, dan kawan akrab sekaligus

penasehat pribadi Albert Ritchie, seorang Gubernur Maryland dari Partai

Demokrat (1924-1936). Ia juga pernah menjadi penasehat hukum Franklin D.

Roosevelt. Adapun ibu Rawls adalah perempuan pendukung0020gerakan

feminisme. Ia pernah menjabat sebagai presiden dari League of Women Voters di

daerah kediamannya. Karena latar belakang kedua orang tuanya itu, Rawls

disebut memiliki “darah biru” oleh sebagian sahabatnya. Hal itu membuat Rawls

memiliki sense of noblese oblige.3

Pengalaman tragis di masa kecil Rawls yang sangat menggoncang keadaan

jiwanya adalah ketika ia harus kehilangan dua orang adiknya, Bobby dan Tommy

, akibat tertular penyakit yang diderita oleh Rawls. Bobby –usianya lebih muda

21 bulan- meninggal pada tahun 1928 setelah tertular penyakit diphteria dari

Rawls yang saat itu justru kondisinya justru semakin berangsur pulih. Sementara

itu, Tommy meninggal pada tahun berikut, tepatnya di bulan Febuari 1929, juga

2 Thomas Pogge, John Rawls, h. 4-5

3 Thomas Pogge, John Rawls..

Page 31: DUA PRINSIP KEADILAN SOSIAL MENURUT JOHN RAWLS

23

setelah tertular penyakit pheunomia yang diderita oleh John Rawls. Sebagaimana

yang terjadi pada Bobby, Tommy juga meninggal ketika Rawls tengah berangsur

pulih dari penyakitnya. Menurut penuturan ibunya, kejadian tragis itu telah

mengoyak batin Rawls dan „memicu‟ bicara Rawls menjadi tidak lancar (gagap),

dan hal itu semakin bertambah parah di masa tuanya. 4 Demikian riwayat masa

kecilnya.

Di samping itu, ada beberapa pengalaman masa kecil Rawls yang

memengaruhi kesadarannya akan keadilan. Kepekaan Rawls terhadap masalah

keadilan dan sesamanya tidak terlepas dari berbagai pengalaman masa kecilnya.

Pengaruh itu antara lain berasal dari ibunya yang merupakan seorang pejuang hak-

hak kaum perempuan. Selain itu, semasa kecil ia mengalami secara langsung

berbagai bentuk diskriminasi ras dan kelas sosial, di kota tempat ia tinggal.

Hampir 40 persen kota Balltimore itu penduduknya adalah orang-orang berkulit

hitam.

Rawls melihat langsung perlakuan yang membeda-bedakan manusia dari

warna kulitnya. Perlakuan berbeda atas para warga kulit hitam tampak jelas

baginya. Anak-anak berkulit hitam belajar di sekolah yang berbeda dan terpisah

dari anak-anak berkulit putih. Bahkan ibunya sendiri pun melarang dirinya

bergaul dengan anak-anak kulit hitam. Ibunya sempat marah besar kepadanya

ketika ia bermain ke rumah temannya yang berkuli hitam di daerah perkumuhan.

Hal itu karena Rawls sering bermain ke rumah anak itu yang berada di daerah

4 Thomas Pogge, John Rawls., h. 5-6

Page 32: DUA PRINSIP KEADILAN SOSIAL MENURUT JOHN RAWLS

24

perumahan kumuh dan sempit yang menjadi ciri khas tempat tinggal orang-orang

berkulit hitam.5

Di samping itu, masih ada lagi peristiwa yang membuka kesadarannya

akan keadilan, yakni ketika ia melihat langsung kehidupan kaum miskin kulit

putih di desa Brooklin, tidak jauh dari rumah singgahnya selama musim panas.

Hampir kebanyakan masyarakat desa tersebut berprofesi sebagai nelayan dan

penjaga dari rumah-rumah musim panas yang banyak di daerah itu.

Pergaulannya yang luas dengan anak-anak miskin setempat membuka

kesadarannya bahwa kemiskinan yang dialami sebagian besar mereka telah

mempersempit peluang mendapat pendidikan dan masa depan yang lebih baik.

Kondisi yang amat berbeda dengan kota di mana ia tinggal.6 Pengalaman masa

kecilnya tersebut meninggalkan kesan yang begitu kuat sehingga telah

menggoreskan dan membangkitkan serta menumbuhkan sense of justice dalam

dirinya.

Lebih lanjut, mengenai pendidikan Rawls. Pendidikan dasar Rawls

dimulai di sekolah umum di kota Balltimore, tempat tinggalnya. Selesai di

sekolah itu, ia pun melanjutkan sekolah menengahnya di Kent, sebuah lembaga

pendidikan swasta di Connecticut, yang terkenal dengan mutu dan disiplinnya

yang tinggi. Di Connecticut ini pula Rawls memasuki suatu fase religius dalam

pengalaman hidupnya. Meski fase ini tidak berlangsung lama dan juga tidak

mendorong Rawls untuk menjadi seorang religius dalam arti konvensionalnya.

Kendati begitu, fase ini telah membawa pengaruh yang besar di dalam hidupnya.

5 Thomas Pogge, John Rawls, h. 6-7

6 Thomas Pogge, John Rawls, h. 7

Page 33: DUA PRINSIP KEADILAN SOSIAL MENURUT JOHN RAWLS

25

Nilai-nilai religius bahkan cukup kuat tertanam di dalam dirinya. Oleh karena itu,

Rawls dikenal memiliki kepekaan religius yang relatif lebih tinggi dibanding

dengan rekan-rekannyanya sesama liberal.7

Pada tahun 1939, Rawls melanjutkan pendidikan tingginya di Universitas

Princeton. Disini ia bertemu dan berkenalan dengan Norman Malcolm salah

seorang sahabat dan pengikut Wittgenstein. Perkenalannya dengan tokoh inilah

yang menimbulkan minat Rawls terhadap filsafat. Rawls menyelesaikan studinya

di Universitas Princeton dalam waktu singkat.

Selepas itu, ia masuk wajib militer dan ikut terlibat pertempuran pertama

kali dalam Perang Pasifik. Rawls juga sempat ditempatkan di Papua Nugini,

Filipina, dan Jepang. Selama masa tugas milter ini Rawls mengalami pengalaman

paling buruk sepanjang hidupnya. Tujuh belas temannya satu angkatan di

Universitas Princeton mati terbunuh, dan dua puluh tiga orang lainnya dari

angkatan di bawahnya juga meninggal karena keganasan perang.

Inilah mungkin, menurut kesaksian teman-temannya, alasan kenapa Rawls

tidak pernah mau bercerita mengenai pengalamannya sebagai tentara. Masa

perang, khususnya peristiwa pengeboman kota Hiroshima pada bulan Agustus

1945, telah menggoreskan pengalaman yang mengerikan bagi Rawls. Ketika

pesawat-pesawat tempur Amerika Serikat menjatuhkan bom untuk mengakhiri

perlawanan Jepang, Rawls tengah bertugas di Pasifik.8

Selama kariernya, Rawls hampir tidak pernah menulis tentang

pengalamannya pada masa perang dunia tersebut. Setelah lima puluh tahun

7 Andre Ata Ujan,: Keadilan dan Demokrasi: Telaah Filsafat Politik John Rawls,

(Yogyakarta: Kanisius, 2001), h.14

Andre Ata Ujan,: Keadilan dan Demokrasi., h.15

Page 34: DUA PRINSIP KEADILAN SOSIAL MENURUT JOHN RAWLS

26

kemudian, Rawls menulis artikel dalam jurnal politik Amerika, Dissent, terkait

pengalaman buruknya semasa perang. Dalam artikel tersebut, Rawls mengecam

keras penguasa Amerika Serikat atas keputusannya mem-bom atom Jepang. Ini

adalah satu-satunya artikel yang pernah ditulis Rawls sebagai tanggapannya atas

situasi politik konkret.9

Menurutnya, keputusan yang pada akhirnya membawa akibat jatuhnya

banyak korban dari warga sipil itu adalah suatu kesalahan terbesar yang tidak

pernah bisa diterima. Pada waktu itu, sesungguhnya tidak ada krisis sedemikian

gawat yang dapat dijadikan dasar. Meski demikian, bom atas kota Nagasaki dan

Hiroshima sesungguhnya membawa nasib baik juga bagi Rawls. Seandainya

keputusan membom atom kota tersebut tersebut tidak diambil, Rawls bersama-

sama temannya besar kemungkinan juga akan segera dikirim untuk berperang di

Jepang. Dan Rawls sendiri pun mungkin akan menjadi salah satu korban

keganasan perang.10

Pengalaman perang bagi Rawls sedemikian buruknya hingga ia lebih

memilih mundur ketika pangkatnya akan dinaikkan menjadi perwira. Ia bahkan

menjadi sangat benci pada perang. Pada tahun 1946, Rawls keluar dari dinas

militer dan memilih menjadi orang sipil. Rawls pun kemudian ikut bergabung

dengan kelompok Harvard yang menentang perang Vietnam, dan menolak

pengiriman mahasiswa untuk ikut wajib militer.

Kemudian, Rawls akhirnya menjalani hidupnya dengan kembali ke dunia

kampus untuk belajar kembali di almamater sebelumnya. Ia menulis disertasi

9 Joe Mandle, Rawls’s ‘A Theory of Justice‟ an Introduction, (New York: Cambridge

University Press, 2009) , h. 6-7 10

Joe Mandle, Rawls’s ‘A Theory of Justice‟.

Page 35: DUA PRINSIP KEADILAN SOSIAL MENURUT JOHN RAWLS

27

untuk menjadi doktor dalam bidang filsafat moral. Pada tahun 1945-1950, tahun

terakhir kuliahnya, Rawls sempat mengambil mata kuliah teori politik.

Pengetahuannya dalam bidang inilah yang kemudian mendorongnya lebih jauh

untuk menulis sebuah risalah mengenai keadilan. Oleh karena itu, apabila dihitung

dari tahun pertama munculnya ide untuk menulis risalah tersebut, maka boleh

dikatakan bahwa Rawls memerlukan 20 tahun untuk mempersiapkan lahirnya A

Theory of Justice.11

Pasca studi doktoralnya, ia mengajukan diri untuk menjadi pengajar.

Meski Rawls adalah seorang yang brilian, tetapi Princeton rupanya tidak terarik

untuk meliriknya. Karena itu, Rawls akhirnya menerima tawaran untuk memberi

kuliah di Oxford. Di universitas inilah Rawls mulai merumuskan konsep “the

original position”, meskipun konsep tersebut secara matang baru muncul ketika ia

memperbaiki gagasannya mengenai "the veil of ignorance”. Di Universitas

Oxford, Rawls setahun memberi perkuliahan. Pada tahun 1953, Rawls menulis

artikel “Justice as Fairness” yang merupakan gagasan inti teori keadilannya.

Ketika itu, Rawls berusia 30-an tahun dan artikel tersebut merupakan

artikelnya yang ketiga. Pada tahun 1960, draft A Theory of Justice

diperkenalkannya di dalam sebuah seminar. Draft awal teori keadilan ini terus

digumulinya secara tekun sampai pada akhirnya siap diterbitkan sebagai bukunya

pada tahun 1971. Pada awal tahun 1960-an, Rawls mendapat sebuah kedudukan

penting di Massachussets Institute of Technology (MIT). Akan tetapi, dua tahun

kemudian ia pindah ke universitas Harvard dan menjadi guru besar di universitas

11

Joe Mandle, Rawls’s ‘A Theory of Justice‟, h. 16

Page 36: DUA PRINSIP KEADILAN SOSIAL MENURUT JOHN RAWLS

28

tersebut hingga akhir hidupnya. Setelah terbit A Theory of Justice, Rawls masih

terus rajin menulis berbagai artikel. Dalam arti tertentu, artikel-artikel ini

menjelaskan lebih lanjut bahkan mengoreksi sebagian gagasannya di dalam A

Theory of Justice, sebuah master piece yang telah menghantarnya menjadi filsuf

terkemuka di dalam bidang filsafat moral dan politik. Pelbagai karangan itulah

yang kemudian di-edit dan diterbitkan dalam bukunya Politcal Liberalism,

1993.12

Rawls menikah dengan Margaret Fox, seorang pelukis yang baru lulus dari

bangku Universitas Brown, pada tahun 1949. Rawls sendiri juga dikenal sebagai

seorang pengamat dan kritikus seni, khususnya seni Amerika. Pandangannya

mengenai seni ini juga banyak membantu karya seni istrinya. Sebaliknya, istrinya

pun sangat mendukung kariernya. Pada saat menghabiskan bulan madunya,

mereka bersama-sama menyusun indeks sebuah buku mengenai Nietzsche yang

ditulis oleh Walter Kauffman.

Hingga menjelang masa pensiunnya, Rawls masih mengajar di Universitas

Harvard. Aktivitas itu akhirnya berhenti setelah ia terkena serangkaian stroke

yang membuat diri makin lemah hingga tidak lagi mampu mengajar. Dan pada

tahun 2002, Rawls meninggal dunia akibat gagal jantung di rumahnya di

Lexington, Mass. Dia meninggalkan istrinya, Margaret Warfield Fox Rawls,

empat anak - Anne Warfield, Robert Lee, Alexander Emory, dan Elizabeth Fox -

dan empat cucu.13

***

12

Joe Mandle, Rawls’s ‘A Theory of Justice‟. 13

Ken Gewertz, “John Rawls, Influental Political Philosopher Dead at 81”, artike l diakses

pada 1 Maret 2009 dari http://www.news.harvard.edu/gazette/2002/11. 21/99- rawls.html

Page 37: DUA PRINSIP KEADILAN SOSIAL MENURUT JOHN RAWLS

29

B. Karya-Karya Ilmiah Dan Pengaruhnya

Rawls adalah seorang pemikir yang produktif dalam menuangkan

gagasannya ke dalam tulisan. Gagasan Rawls tersebar dalam bentuk artikel ilmiah

maupun buku. Artikel-artikel tersebar di berbagai jurnal filsafat terkemuka seperti

Philosophical Review,dan Journal Philosophy, maupun di dalam buku-buku yang

membahas tema-tema tertentu. Oleh karena itu, karya-karya Rawls disini dibagi

dalam dua bagian: buku dan artikel. Karya-karya Rawls yang berupa artikel antara

lain:

1. “Review of An Examination of The Place of Reason in Ethics”, artikel

dalam jurnal Philosophical Review, 1951

2. “Justice as Fairness”, 1954. Artikel Rawls dalam jurnal Philosophical

Review yang merupakan gambaran dan ide dasar awal tentang gagasan

utama tentang keadilan yang kemudian secara komprehensif dijelaskan

dalam bukunya A Theory of Justice.14

3. “Replay to Lyon and Teitleman”, artikel dalam Journal of Philosophy,

1972

4. “Fairness to Goodness”. Artikel dalam jurnal Philosophical Review,

1975.15

5. “Kantian Constructivism in Moral Theory”. Artikel Rawls dalam Journal

of Philosophy, 1980.

6. “Basic Liberties and Their Priority. Artikel Rawls dalam buku Liberty,

Equality and Law, 1987.

14

Bur Rasuanto, Keadilan Sosial,Pandangan Deontologis Rawls dan Habermas: (Jakarta,

Gramedia, 2004), h. 25 15

Andre Ata Ujan, Keadilan dan Demokrasi, h. 11

Page 38: DUA PRINSIP KEADILAN SOSIAL MENURUT JOHN RAWLS

30

7. “Themes in Kant‟s Moral Philosophy”, artikel Rawls dalam buku Kant’s

Trancendental Deductions: The Three Critiques and Opus Postumum,

1989.16

8. “Roderick Firth, His Life and Work”, artikel Rawls dalam buku

Philosophy and Phenomenological Research, 1991.

9. “Reconciliaton through The Public Use of Reason” (Reply to Jurgen

Habermas), artikel Rawls dalam Journal Philosophy, 1992.17

Sedangkan karya-karya Rawls yang berbentuk buku antara lain:

1. A Study in the Ground of Ethical Knowledge, Considered with Reference

to Judgement on the Moral Worth of Character. Ini merupakan disertasi

Rawls untuk meraih gelar Phd.

2. A Theory of Justice, 1971

3. Political Liberalism, 1993

4. The Law of Peoples, with”The Idea of Public Reason Revisen”, 1999

5. Collected Papers, buku ini merupakan kumpulan 27 artikel yang ditulis

oleh Rawls dari tahun 1951 hingga 1998.

6. Lectures on History of Moral Philosophy, buku ini merupakan kumpulan

perkuliahan Rawls yang dikumpulkan oleh Barbara Herman, 2001.

7. Justice as Fairness: A Restatement, 2001.

16

Thomas Pogge, John Rawls, h. 199-200 17

Thomas Pogge, John Rawls.

Page 39: DUA PRINSIP KEADILAN SOSIAL MENURUT JOHN RAWLS

31

8. Lectures on Political Philosophy, buku ini juga merupakan kumpulan

perkuliahan Rawls ketika ia menjadi dosen yang dikumpulkan oleh

Samuel Freeman.18

Di antara sekian karya-karya John Rawls tersebut, A Theory of Justice -

terbit pertama kali pada tahun 1971- adalah master piece yang membuat Rawls

dikenal sebagai pemikir terkemuka dalam bidang filsafat politik pada abad ke-20.

Buku ini merupakan salah satu buku paling berpengaruh dalam filsafat moral dan

filsafat politik sepanjang seratus tahun terakhir. Buku ini tidak hanya dibaca oleh

para pengkaji dan peminat filsafat, tetapi juga oleh orang-orang yang bekerja di

berbagai bidang, semisal ilmu politik, hukum, dan kebijakan sosial.19 Tidak

mengherankan apabila A Theory of Justice yang tebalnya mencapai 600 halaman

hingga saat ini telah diterjemahkan ke 23 bahasa dari berbagai macam bahasa di

dunia.

Buku ini dianggap telah membangkitkan dan mensemarakkan kembali

gairah kajian filsafat politik yang sebelumnya sempat meredup. Sampai lebih

separuh pertama abad ke-20, filsafat politik tidak mengalami perkembangan

istimewa karena tidak ada lagi karya-karya besar yang lahir sejak karya John

Stuart Mill. Keadaan itu berubah setelah terbit A Theory of Justice, 1971. A

Theory segera mendapat sambutan luas, dan dibicarakan di berbagai jurnal filsafat

dan mimbar akademi, khususnya di wilayah berbahasa Inggris. Buku ini telah

melahirkan sejumlah tanggapan, sambutan dan perdebatan di berbagai jurnal

18

Untuk semua sumber informasi pada bagian karya berbentuk buku yang ditulis Rawls,

penulis merujuk seluruhnya pada buku Thomas Pogge sebagai telah disebut diatas. Thomas

Pogge, John Rawls, h.200 19

Paul Graham, Rawls, (Oxford: OneWorld, 2007), h. vii

Page 40: DUA PRINSIP KEADILAN SOSIAL MENURUT JOHN RAWLS

32

maupun mimbar akademik. Setelah A Theory terbit, wacana filsafat politik

mengalami perkembangan dan orientasi baru, bahkan bergerak meluas dari tema

sentral keadilan sosial ke masalah hak, kebebasan, human subject, komunitas, dan

teori moral sendiri, memperkaya tema-tema tradisional seperti masalah legitimasi,

kekuasaan, hakikat hukum dan lainnya.

Arti penting A Theory of Justice dalam kajian filsafat setidaknya

mencakup dua hal, sebagaimana diutarakan Will Kymlicka. Kymlicka

mengatakan A Theory memiliki dua arti penting. Pertama, Rawls memiliki arti

penting historis tertentu dalam mendobrak intusionisme dan utilitarianisme.

Sebagaimana diketahui, utilitarianisme adalah pandangan moral yang

mendominasi seluruh periode filsafat modern, sekaligus menjadi doktrin moralitas

politik paling dominan. Berbagai kritik ditujukan kepada utiltarianisme karena

dianggap tidak mampu menjamin keadilan sosial, dan menempatkan manusia

sebagai alat atau sarana untuk mencapai tujuan.

Sejumlah pandangan dan teori muncul dari berbagai pemikir untuk

mengatasi pandangan utilitarianisme. Satu di antaranya adalah John Rawls. Teori

keadilannya salah satu tujuannya adalah mengatasi dan membersihkan

utilitarianisme dari teori-teori keadilan. Kedua, teori Rawls mendominasi filsafat

politik, bukan dalam arti disepakati secara luas, tetapi dalam arti bahwa para ahli

teori yang muncul belakangan harus mempertegas dirinya sebagai dirinya

berlawanan dengan Rawls atau tidak. Mereka menjelaskan apa teori mereka

dengan membandingkannya dengan teori Rawls. “Kita tidak akan dapat

Page 41: DUA PRINSIP KEADILAN SOSIAL MENURUT JOHN RAWLS

33

memahami karya tentang keadilan yang muncul belakang ini jika kita tidak

memahami Rawls”, kata Kymlicka.20

Sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Will Kymlicka, polemik sekitar

buku Rawls membawa dampak positif dalam merangsang dilakukannya

penelitian-penelitian luas dan mendalam dalam filsafat praktis, baik dari sisi

filsafat politik maupun dari sisi filsafat moral. Hal itu juga diikuti suburnya karya-

karya baru baik berupa artikel di jurnal-jurnal dan rangkaian publikasi besar yang

langsung maupun tidak langsung membahas tema-tema di atas. Publikasi-

publikasi filsafat praktis setelah terbitnya A Theory of Justice umumnya bertolak

dari, mengacu kepada, dirangsang oleh, atau bahkan mengarahkan sasaran

terhadap tesis Rawls.

Karya Rawls lainnya yang juga penting adalah Political Liberalism, terbit

pertama kali pada tahun 1993. Isi buku ini di samping mengoreksi beberapa aspek

teori yang sudah dikemukakannya, juga memperjelas pikiran-pikiran pokok yang

mendasari status teorinya justice as fairness sebagai konstruktivisme politik. Di

buku ini, Rawls mengemukakan bahwa teori keadilannya berada dari latar tradisi

politik tertentu, yakni tradisi politik liberalisme. Hal ini menegaskan bahwa

prinsip keadilannya didasarkan pada landasan politik bukan landasan metafisis

dari nilai atau kepercayaan tertentu dalam kelompok masyarakat.

Lalu ada Law of Peoples yang terbit pada tahun 1996. Buku ini membahas

mengenai pandangan Rawls tentang masalah keadilan dalam konteks hubungan

internasional. Di sini Rawls membahas mengenai prinsip-prinsip keadilan dalam

20

Will Kymlicka, Pengantar Filsafat Politik Kontemporer: Kajian Khusus Teori -Teori

Keadilan, terj. Agus Wahyudi, cet. I, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), h. 70

Page 42: DUA PRINSIP KEADILAN SOSIAL MENURUT JOHN RAWLS

34

kontek hubungan internasional. Hal ini merupakan perluasan dan kelanjutan dari

gagasannya sebelumnya mengenai prinsip-prinsip keadilan bagi struktur dasar

masyarakat.

C. Latar Belakang Tradisi Pemikiran

Lingkup pemikiran ataupun teori seorang filsuf tidak lahir begitu saja dari

ruang hampa. Seringkali teori ataupun pemikiran lahir sebagai kritik,

pengembangan, perluasan dan sebagainya, atas teori ataupun tradisi pemikiran

yang telah ada sebelumnya. Begitu juga halnya dengan pemikiran John Rawls. Di

sini, penulis hanya menulis secara singkat tradisi-tradisi pemikiran yang berkaitan

dengan teori keadilannya. Antara lain, tradisi politik liberalisme egalitarian, tradisi

kontrak sosial semisal John Locke, JJ. Rousseau, dan pandangan utilitarianisme.

Pertama, tradisi politik liberalisme. Liberalisme adalah doktrin moralitas

politik normatif, atau filsafat politik normatif, yakni seperangkat argumen moral

mengenai justifikasi tindakan politik dan institusi-institusi. Rawls sendiri

memahami liberalisme sebagai produk zaman Reformasi abad ke-16 di Eropa

yang melahirkan pluralitas agama, berkembangnya negara modern dengan

administrasi pusat yang menggeser kekuasaan raja, dan berkembangnya sains

modern pada abad ke-17.21

Liberalisme menuntut masyarakat ditata secara netral dan adil, tanpa acuan

pada nilai dan kepercayaan masing-masing kelompok. Masyarakat yang tertata

dengan baik ialah masyarakat yang diatur dengan adil. Dalam arti, masyarakat

tertata baik atau gambaran mengenai masyarakat ideal ialah apabila ia didasarkan

21

John Rawls, Political Liberalism, (New York: Columbia University Press, 1993), h.

xxii-xxiii

Page 43: DUA PRINSIP KEADILAN SOSIAL MENURUT JOHN RAWLS

35

pada prinsip moral dasar. Dan keadilan adalah prinsip moral dasar. Para filsuf

yang berada dalam tradisi ini antara lain Jurgen Habermas, John Rawls, Karl Otto

Apel, dan sebagainya. Dalam tradisi Immanuel Kant, mereka mencari prinsip-

prinsip moral dasar kehidupan masyarakat. Dan karena prinsip moral dasar adalah

keadilan, maka mereka mencari pendasaran suatu prinsip universal. 22 Karena itu,

filsuf ini juga sering disebut filsuf Neo-Kantian.

Dengan demikian, teori keadilan Rawls yang dikembannyak berasal dalam

tradisi liberalisme. Konsekuensinya, teorinya hanya cocok diterapkan dalam

masyarakat yang tradisi politiknya adalah demokrasi liberal, atau demokrasi

konstitusional. Tetapi perlu dilihat bahwa liberalisme Rawls berbeda dengan

liberalisme klasik yang justru dikritik olehnya. Bahkan bisa dikatakan liberalisme

Rawls melampaui titik perjuangan liberalisme itu sendiri dan juga sosialisme.

Karena teorinya berhasil menyatukan dua nilai dasar, kebebasan dan

kesamaan, yang selama ini sulit disatukan, bahkan seolah mustahil. Dalam prinsip

keadilannya, Rawls menempatkan persamaan dalam kerangka persamaan hak-hak

dan kebebasan fundamental. Oleh karena itu, liberalisme Rawls harus dililhat

“liberalisme egalitarian”, bukan dalam kerangka liberalisme klasik. Karena

masyarakat yang diatur menurut prinsip kebebasan saja, justru yang terjadi adalah

ketidakbebasan, sementara jika didasarkan pada prinsip kesamaan saja, yang

terjadi justru ketidaksamaan.

Kedua, tradisi kontrak sosial. Tujuan Rawls menggunakan teori kontrak

sosial karena, menurutnya, masyarakat tertata dengan baik (well-ordered society)

22

Franz Magnis Suseno, Pijar-Pijar Filsafat: dari Gatholoco ke Filsafat Perempuan,

dari Adam Muller ke Postmodernisme, (Yogyakarta, Kanisius, 2005) h.198

Page 44: DUA PRINSIP KEADILAN SOSIAL MENURUT JOHN RAWLS

36

apabila ada kesepakatan bersama dari semua orang mengenai apa yang adil dan

tidak adil dalam masyarakat. Secara tradisional, teori kontrak sosial dilihat

sebagai alat konseptual untuk menjelaskan munculnya masyarakat, atau untuk

melegitimasi kekuasaan negara. Tapi bagi Rawls, kontrak sosial digunakan Rawls

untuk melegitimasi prinsip-prinsip keadilan sosial yang akan mengatur struktur

dasar masyarakat. Agar pengaturan bisa efektif maka prinsip-prinsip itu harus

diterima semua orang.

Oleh karena itu, ia menggunakan pendekatan kontrak sosial untuk

menjustifikasi prinsip-prinsip keadilannya. Prinsip-prinsip keadilan Rawls

didasarkan pada dua argumen dasar, intuitif dan teoritik atau rasional. Nah, teori

kontrak sosial itu digunakan sebagai argumen rasional Rawls dalam membenarkan

argumen intutif. Kontrak sosial yang telah dimodifikasi oleh Rawls dalam

teorinya dikenal dengan nama “original position”, atau kira-kira sama “state of

nature” pada kontrak tradisional.

Tetapi ada perbedaan antara kontrak sosial Rawls dengan kontrak

tradisional. Rawls bersifat hipotetis, lainnya bersifat historis; kontraktor Rawls

adalah setara, bebas, dan rasional, lainnya justru kontraktornya tidak dalam

keadaan sama, semisal pada Hobbes yang kesepakatan agar tidak terjadi “perang

semua lawan semua”. Orang-orang dalam kontrak Rawls adalah „mahluk moral‟,

yakni tahu mana yang baik bagi dirinya, dan tahu apa yang adil sehingga

kesepakatan mengenai apa yang adil sebagai dasar kerja sama sosial masyarakat

mereka menjadi mungkin.

Page 45: DUA PRINSIP KEADILAN SOSIAL MENURUT JOHN RAWLS

37

Ketiga, Utilitarianisme dan Intusionisme. Secara khusus, Rawls melihat

teorinya sebagai suatu kritik terhadap teori-teori keadilan sebelumnya yang

menurutnya gagal memberikan suatu konsep keadilan sosial yang tepat bagi kita.

Kegagalan teori-teori terdahulu itu, disebabkan oleh substansinya yang sangat

dipengaruhi oleh utiltarianisme atau oleh intusionisme. Utilitarianisme sebagai

dicatat pada kata pengantar A Theory of Justice,23 telah menjadi pandangan moral

yang sangat dominan pada seluruh periode filsafat moral modern.

Secara umum, utilitarianisme mengajarkan bahwa benar salahnya

peraturan atau tindakan manusia tergantung pada konsekuensi langsung dari

peraturan atau tindakan tertentu yang dilakukan. Dengan demikian, baik buruknya

tindakan manusia secara moral sangat tergantung pada baik buruknya konsekuensi

tindakan tersebut bagi manusia. Tegasnya, apabila akibatnya baik, maka sebuah

peraturan atau tindakan dengan sendirinya akan menjadi baik. Demikian pula

sebaliknya. Utilitarianisme ditolak karena dianggap gagal untuk menjamin

keadilan sosial. Karena kegagalan ini, maka utiltiarianisme tidak tepat bila

dijadikan basis untuk membangun konsep keadilan sosial.24

Rawls juga mengkritik intusionisme karena tidak memberi tempat

memadai pada asas rasionalitas. Intusionisme dalam proses pengambilan

keputusan (moral) lebih mengandalkan kemampuan intuisi manusia. Oleh karena

itu, pandangan ini juga tidak memadai apabila dijadikan pegangan dalam

mengambil keputusan, terutama ketika terjadi konflik di antara norma-norma

moral. Di sini, prioritas nilai akan menjadi problem yang sulit ditemukan

23

John Rawls, Teori Keadilan: Dasar-Dasar Filsafat Politik untuk Mewujudkan

Kesejahteraan dalam Negara, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001), h. v 24

Andre Ata Ujan, Keadilan dan Demokrasi, h. 21

Page 46: DUA PRINSIP KEADILAN SOSIAL MENURUT JOHN RAWLS

38

pemecahannya apabila setiap orang cenderung menggunakan intuisi daripada akal

sehat dalam melakukan pertimbangan dan mengambil keputusan. Dalam

perspektif itu juga, pelbagai generalisasi etis dapat disebut benar meskipun tidak

didukung oleh argumen yang sungguh-sunguh dapat dipertanggungjawabkan.

Dengan demikian, pertimbangan-pertimbangan dan keputusan moral akan

menjadi subjektif atau kehilangan objektivitas.25

Dari latar belakang tradisi pemikiran singkat sebagaimana penulis jelaskan

di atas, maka penulis menyimpulkan sebagai berikut. Belajar dari teori-teori

keadilan sebelumnya, maka Rawls berusaha membangun teori keadilan yang

mampu menegakkan dan menjamin keadilan sosial (kritik atas utilitarianisme) dan

sekaligus dapat dipertanggungjawabkan secara objektif (kritik atas intusionisme).

Tegasnya, Rawls hendak membangun sebuah konsep keadilan sosial dalam

perspektif demoraksi (tradisi politik liberalisme). Oleh karena itu, teori keadilan

yang memadai harus dibentuk dengan pendekatan kontrak (tradisi kontrak sosial),

di mana prinsip-prinsip keadilan sosial yang dipilih sebagai pegangan bersama

sungguh-sungguh merupakan hasil kesepakatan bersama dari semua person yang

bebas, sederajat, dan rasional

Demikian ini pembahasan dalam bab kedua yang membahas mengenai

riwayat hidup dan pendidikan, karya-karya dan pengaruhnya serta latar tradisi

pemikiranya yang memengaruhi pemikirannya, khususnya teori keadilannya.

Sebagaiman hal itu akan kita lihat pada bab ketiga yang hendak memberikan

gambaran umum atas teorinya.

25

Andre Ata Ujan, Keadilan dan Demokrasi;

Page 47: DUA PRINSIP KEADILAN SOSIAL MENURUT JOHN RAWLS

39

BAB III

TINJAUAN UMUM KEADILAN SOSIAL

A. Pengertian dan Hakikat Keadilan

Banyak definisi tentang keadilan yang telah dikemukakan oleh para

pemikir dalam kajian filsafat moral. Bahkan diskursu mutakhir filsafat politik

bermuara pada masalah ini sesuai dengan kecenderungan dasar pemikir

bersangkutan. Namun setiap definisi tentang keadilan selalu terjebak pada

persoalan yang sama, yaitu pembatasan atau penyempitan keadilan itu sendiri.

Sementara keadilan merupakan wilayah yang sangat luas bahkan tersembunyi –

karena berkenaan dengan nilai—sehingga nyaris tak dapat didefinisikan. Pada

posisi ini, menentukan atau menunjukkan ketidakadilan relatif lebih mudah

daripada mendefinisikan keadilan. Oleh sebab itu, kebanyakan para pemikir lebih

berkonsentrasi pada prinsip-prinsip yang menentukan terwujudnya keadilan

ketimbang mendefinisikannya.

Dalam al-Qur‘an, misalnya, tidak ada definisi yang komprehensif

mengenai keadilan kecuali hanya disebutkan kata adil (adl) saja. Hal ini menuntut

penelusuran lebih jauh untuk mengetahui keadilan dan penerapannya dalam

konteks kehidupan bermasyarakat. Menurut Muhammad Baqir al-Shadr, intuisi

dan pikiran dapat mengetahui nilai-nilai umum yang akan memerintah setiap

tindakan seseorang. Melalui itu, perilaku benar dan salah, baik dan buruk dapat

ditemukan, demikan pula keadilan. Ia menyatakan:

Ini (nilai-nilai umum yang diperoleh dari intuisi dan pikiran) adalah nilai-nilai yang menegaskan adalah kebenaran dan kebaikan, dan perbuatan

Page 48: DUA PRINSIP KEADILAN SOSIAL MENURUT JOHN RAWLS

40

salah (ketidakadilan) adalah batil dan jahat. Kami juga percaya bahwa

barang siapa yang berurusan secara adil dengan orang lain layak dihormati dan dipuji dan barang siapa yang berbuat kesalahan dan pengkhianatan layak mendapat sebalik.1

Lebih lanjut, dalam literatur filsafat politik, keadilan sosial secara umum

seringkali didefinisikan sebagai keadilan yang berkaitan dengan pembagian

nikmat dan beban dari kerja sama sosial, khususnya yang termanifestasi dalam

lembaga yang disebut negara. Keadilan sosial adalah pokok persoalan filsafat

politik, yakni bagian dari filsafat praktis yang mengkaji dimensi moral yang

mengendalikan tindakan-tindakan politik. Konsep keadilan sosial berkenaan

dengan prinsip-prinsip yang mengatur pembagian nikmat dan beban. Dan teori

keadilan merupakan teori yang berusaha merumuskan prinsip-prinsip keadilan

sosial atau lebih khusus lagi, prinsip-prinsip bagi pembagian yang adil, dalam

konteks keadilan distributif.2

Adapun hakikat keadilan itu sendiri memilliki memiliki tradisi yang

panjang. Keadilan adalah salah satu keutamaan yang menjadi tujuan manusia.

Keadilan, bisa dikatakan, merupakan keutamaan terpenting yang mendasari

seluruh dimensi kehidupan sosial dan politik. Keadilan adalah salah satu topik

yang sejak lama hampir selalu mengiringi sejarah peradaban manusia. Salah satu

peradaban tua yang menjunjung tinggi keadilan adalah Imperium Romawi Kuno.

Di mana Justicia, Sang Dewi Keadilan yang kita kenal dewasa ini sebagai

lambang keadilan merupakan warisan dari peradaban kuno tersebut.

1 Muhammad Baqir al-Shadr, The Revieveler, the Messanger, the Message, terj.

Mahmoed M Ayoub. (Tehran: Word Organization for Islamic Service, 1986), h. 75 2 Bur Rasuanto, Keadilan Sosial: Pandangan Deontologis Rawls dan Habermas.Dua

Teori Filsafat Politik Modern, (Jakarta: Gramedia, 2004), h. 8

Page 49: DUA PRINSIP KEADILAN SOSIAL MENURUT JOHN RAWLS

41

Suatu definisi keadilan sederhana sudah diberikan sejak di zaman Romawi

Kuno dan malah mempunyai akar-akar lebih tua lagi. ―Definisi‖ keadilan

digambarkan dengan singkat sekali sebagai ―tribuere cuique suum‖. Atau kalimat

Latin itu juga dalam bahasa Inggris bisa diartikan sebagai : ―to give everybody his

own‖, atau dalam bahasa Indonesia: ―memberikan kepada setiap orang yang

menjadi miliknya‖.3

Definisi keadilan kuno itu bisa diterjemahkan juga sebagai memberikan

kepada setiap orang apa yang menjadi haknya. Sebagai terjemahan, kalimat

terakhir ini sebenarnya tertalu bebas dan mengandung semacam anakronisme,

karena ‗hak‘ merupakan suatu pengertian modern yang belum dikenal dalam teks-

teks kuno. Istilah ‗hak‘ mengalami suatu perkembangan yang berbelit-belit dan

baru diterima dalam arti seperti kita kenal sekarang pada akhir abad ke-18. tetapi

apa yang belum bisa dikatakan oleh ahli hukum Roma itu karena belum

mempunyai pengertiannya, sebetulnya sudah dmaksudkan olehnya. Dalam hal ini,

titik tolak refleksi tentang keadilan memang sebaiknya menjadi demikian:

keadilan adalah memberikan kepada setiap orang apa yang menjadi haknya. 4

Lebih lanjut, perdebatan mengenai hakikat keadilan secara rasional telah

menjadi bagian yang tak terpisahkan dari sejarah manusia, khususnya sejak

sekitar abad ke-5 SM. Hakikat keadilan diperdebatkan oleh para filsuf pada zaman

Yunani. Karena itu, sering disebut bahwa keadilan sebagai kajian filsafat boleh

dikatakan sudah sejak awal sejarah filsafat itu sendiri. Karya terkenal Plato

Republic bahkan biasa diberi anak judul Tentang Keadilan. Di sana Plato,

3 Morris Ginsberg, Keadilan dalam Masyarakat, (Yogyakarta: Pondok Edukasi, 2001),

h. 6 4 Franz Magnis Suseno, Kuasa dan Moral, (Jakarta: Gramedi, 1987), h.54

Page 50: DUA PRINSIP KEADILAN SOSIAL MENURUT JOHN RAWLS

42

misalnya menampilkan perdebatan mengenai hakikat keadilan antara Socrates

dengan para tokoh antara lain seperti Thrasymachos dan Glaucon.5

Thrasymachos, tokoh Sofis radikal, mengatakan keadilan adalah apa yang

menguntungkan yang lebih kuat. Lihatlah undang-undang dan peraturan, semua

dibuat sesuai dengan keperluan dan kepentingan yang lebih kuat. Socrates dengan

gayanya yang khas bereaksi kalau seorang atilit memerlukan banyak makan

daging agar tetap kuat, apakah itu artinya keadilan? Glaucon, adik Plato, tampil

dengan pendapat keadilan adalah kompromi. Dalam masyarakat ada yang mampu

berbuat tak adil lolos tanpa hukuman, dan ada pula mereka yang menderita

perlakuan tak adil tanpa dapat membela diri; keadilan letaknya di tengah antara

kedua eksterm itu. Pendapat hampir sejalan dikemukan oleh Chepalus, seorang

hartawan terkemuka Athena, bahwa adil tak lain dari apabila orang bersikap fair

dan jujur dalam membuat kesepakatan. Hasil kompromi ditaati bukan sebagai

yang secara moral bernilai baik atau buruk, melainkan sebagai keharusan menaati

kesepakatan namun menguntungkan, karena alternatifnya adalah, ‗perang semua

melawan semua‘, sebagai kata Thomas Hobbes.6 Pemikiran ini merupakan benih

teori kontrak sejak Thomas Hobbes.

Plato menolak konsep keadilan amoral atau non moral itu. Bagi Plato,

keadilan bukanlah konvensi melainkan konsep yang dapat diperoleh dan

dirumuskan oleh rasio yang tercerahkan. Plato berkeyakinan bahwa negara ideal

apabila didasarkan atas keadilan, dan keadilan baginya adalah keseimbangan atau

harmoni. Harmoni di sini artinya bahwa warga hidup sejalan dan serasi dengan

5 Franz Magnis Suseno, Kuasa dan Moral.

6 Bur Rasuanto, Keadilan Sosial, h. 7-8

Page 51: DUA PRINSIP KEADILAN SOSIAL MENURUT JOHN RAWLS

43

tujuan negara (polis), di mana masing-masing warga menjalani hidup secara baik

sesuai kodrat dan posisi sosialnya. Raja memerintah dengan bijaksana, tentara

hanya memusatkan perhatian selalu siap untuk perang, budak mengabdi sebaik-

baiknya sebagai buda. Negara akan jadi kacau kalau misalnya tentara ingin,

apalagi sudah, merangkap jadi pedagang, atau budak berusaha jadi tuan. Wawasan

mengenai perubahan sosial tidak dikenal di sini. Paham keadilan Yunani klasik

masih dalam kerangka etika keutamaan atau kebijaksanaan.7

B. Tiga Ciri Umum Keadilan

Secara umum, ada tiga ciri khas yang selalu menandai keadilan : keadilan

tertuju pada orang lain, keadilan harus ditegakkan, dan keadilan menuntut

persamaan. Tiga unsur hakiki yang terkandung dalam pengertian keadilan ini

perlu dijelaskan lebih lanjut.

Pertama, keadilan selalu tertuju pada orang lain atau keadilan selalu

ditandai other directness. Corak sosial ini sudah ditunjukkan Aristoteles.

Aristoteles menyebut keadilan sebagai kebajikan utama. Lebih dari itu ia

berpendapat bahwa keadilan begitu utamanya sehingga di dalam keadilan termua

semua kebajikan. Dengan demikian, keadilan merupakan kebajikan yang lengkap

dalam arti seutuhnya karena keadilan bukanlah nilai yang harus dimiliki dan

berhenti pada taraf memiliknya bagi diri sendiri. Melainkan keadilan keadilan

juga harus merupakan ―pelaksanaan aktif‖, dalam arti harus diwujudkan dalam

relasi dengan orang lain.8

7 Bertrand Russell, Sejarah Filsafat Barat: Dan Kaitannya dengan Kondisi Sosio-Politik

dari Zaman Kuno hingga Sekarang, cet. ke-2, terj., (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004 ), h. 241 8 Andre Ata Ujan, Keadilan dan Demokrasi: Telaah Filsafat Politik John Rawl ,s

(Yogyakarta: Kanisius, 2001), h. 23

Page 52: DUA PRINSIP KEADILAN SOSIAL MENURUT JOHN RAWLS

44

Kedua, keadilan harus ditegakkan atau dilaksanakan. Tuntutan ini

bermakna bahwa keadilan menuntut ketidakadilan dihapuskan, sekaligus juga

menuntut keadilan untuk ditegakkan. Dua dimensi makna ini: positif dan negatif

bukan dua hal terpisah, melainkan satu kesatuan. Umumnya, kesepakatan bersama

mengenai ketidakadilan atau apa yang tidak adil lebih mudah tercapai, ketimbang

menentukan sebaliknya. Tuntutan keadilan adalah kewajiban merupakan

pengertian modern tentang keadilan.

Paham keadilan dalam konteks Yunani Klasik masih dalam kerangka etika

keutamaan atau kebijaksanaan. Pertanyaan etika Yunani Klasik: apa yang harus

saya lalukan agar bernilai baik? Keadilan baru mendapat pendasaran normatifnya

pada etika deontologis Kant: hanya tindakan yang didasarkan atas kewajiban yang

bernilai moral. Bagi pemikiran Yunani, keadilan adalah kebaikan, tapi bagi

perspektif modern keadilan adalah kewajiban. Paham kewajiban atau tanggung

jawab dalam arti modern masih belum dikenal dalam etika Yunani klasik.9

Jadi keadilan tidak diharapkan saja atau dianjurkan saja. Keadilan

mengikat individu sehingga individu mempunyai kewajiban. Ciri kedua ini

disebabkan karena keadilan berkaitan dengan hak yang harus dipenuhi. Kalau ciri

pertama tadi mengatakan bahwa dalam konteks keadilan kita selalu berurusan

dengan orang lain, maka ciri kedua ini menekankan bahwa dalam konteks

keadilan selalu berkaitan dengan hak orang lain. Kita bisa memberikan sesuatu

pada orang lain karena rupa-ruap alasan. Kalau kita memberikan sesuatu karena

9 Bur Rasuanto, Keadilan Sosial, h. 9

Page 53: DUA PRINSIP KEADILAN SOSIAL MENURUT JOHN RAWLS

45

alasan keadilan, kita selalu harus atau wajib memberikannya. Sedangkan kalau

kita memberikan sesuatu karena alasan lain, kita tidak wajib memberikannya.

Misalnya, kita memberi minuman kepada tamu untuk menghormatinya.

Kita tidak wajib memberikannya. Atau kita memberi derma kepada pengemis

karena kemurahan hati. Satu kali kita berikan, lain tidak kita berikan. Kita tidak

mempunyai kewajiban untuk memberikan derma kepada pengemis tertentu.

Tetapi kalau memberikan karena alasan keadilan, kita wajib memberikannya.

Majikan harus memberikan gaji yang adil kepada karyawan. Apa yang dipinjam

harus dikembalikan kepada pemiliknya.

Karena itu dalam konteks keadilan bisa dipakai ―bahasa hak‖ atau ―bahasa

kewajiban‖, tanpa mengubah artinya. Bila dikatakan ―orang A berhak mendapat

benda X dari orang B‖, kalimat yang dirumuskan dalam bahasa hak ini bisa

diterjemahkan ke dalam bahasa kewajiban sebagai ―orang B wajib memberi benda

X kepada orang A‖. Dari segi tata bahasa, dua kalimat ini tidak sama, tapi dari

segi etika artinya persis sama, karena korelasi antara hak dan kewajiban

Ketiga, keadilan menuntut persamaan (equality).10 Atas dasar keadilan,

kita harus memberikan kepada setiap orang apa yang menjadi haknya, tanpa

terkecuali. Kalau majikan memberikan gaji adil kepada 3000 karyawannya,

kecuali kepada satu orang, maka majikan itu tidak pantas disebut orang adil.

mungkin ada orang yang akan bertanya apakah artinya satu dibanding tiga ribu.

Tetapi dari segi etika, perbedaan itu justru menentukan. Majikan baru pantas

disebut orang yang adil, bila ia berlaku adil kepada semua orang. Dengan

10

John Christman, Social and Political Philosophy: a Contemporary Introduction ,

(London: Routledge, 2002), h.62

Page 54: DUA PRINSIP KEADILAN SOSIAL MENURUT JOHN RAWLS

46

demikian, keadilan harus dilaksanakan terhadap semua orang, tanpa melihat

orangnya siapa.

C. Pembagian Keadilan

Setelah membahas mengenai hakikat keadilan, maka penulis akan

membahas mengenai jenis-jenis keadilan. Dalam hal ini, penulis mengungkapkan

pembagian umum keadilan dilihat dari segi pokok persoalannyan, dan

pengungkapan macam-macamnya lebih pada kebutuhan yang berkaitan dengan

kajian skripsi ini saja.

Menurut John Christman, teori-teori keadilan, mengikuti pembagian

keadilan klasik Aristoteles, pada umumnya dapat dibagi menjadi tiga macam.

Antara lain sebagai berikut teori keadilan retributif, korektif, dan distributif.11

Kendati demikian, secara umum dapat disederhanakan menjadi dua macam

keadilan saja, karena keadilan korektif bisa dimasukkan dalam kategori keadilan

retributif. Adapun penjelasannya sebagai berikut ini:

1. Keadilan Retributif dan Distributif

Keadilan retributif adalah keadilan yang berkaitan dengan terjadinya

kesalahan. Hukuman atau denda yang diberikan kepada orang yang bersalah

haruslah bersifat adil. Dasar etis untuk menghukum sudah lama dibicarakan dalam

filsafat dan menimbulkan diskusi-diskusi yang rumit. Pada keadilan ini terdapat

persoalan penting yang bersifat mendasar. Disini terdapat ketidaksepakatan

mengenai justifikasi atau pembenaran atas hukuman itu sendiri. Misalnya, dalam

persoalan hukuman mati, terjadi perbedaan pandangan yang sengit dalam etika

11

John Christman, Social and Political Philosophy, h. 60-61

Page 55: DUA PRINSIP KEADILAN SOSIAL MENURUT JOHN RAWLS

47

mengenai apa dasar moral menghukum mati seseorang yang melakukan

kesalahan. Terlepas dari soal justifikasi hukuman itu, ada kesepakatan luas yang

berkembang mengenai syarat-syarat kriteria hukuman yang adil. Antara lain,

pertama, kesengajaan dan kebebasan. Yakni orang yang dihukum harus tahu apa

yang dilakukannya dan harus dilakukannya dengan bebas (tanpa paksaan). Dan

lain sebagainya.

Keadilan distributif adalah keadilan yang berkaitan dengan pembagian

nikmat (benefits) dan beban12 (burdens), hal-hal yang enak untuk didapat maupun

hal-hal yang menuntut pengorbanan. Di antara hal yang termasuk dalam kategori

pertama (benefits):perlindungan hukum, pelayanan kesehatan, pendidikan yang

layak, dan sebagainya. Sementara kategori kedua misalnya, besar kecilnya pajak,

wajib militer, dan lain-lain. Dalam keadilan distributif, terdapat ketidaksepakatan

berkenaan dengan isi (content) dari prinsip-prinsip keadilan yang mengatur

pembagian hak dan kewajiban, beban dan nikmat dalam masyarakat.13

Kemudian keadilan dapat dibagi juga menurut subjeknya atau dari segi

pelaksanaannya.

2. Keadilan Sosial dan Keadilan Individual

Pembagian keadilan kepada individual dan sosial lebih berkenaan dengan

subjek atau segi pelaksanaannya. Keadilan individual adalah keadilan yang

pelaksanaannya tergantung pada kehendak atau keinginan individu atau beberapai

individu saja. Subjek keadilan di sini adalah tindakan atau perbuatan individu

12

‗Beban‘ di sini pengertian ialah beban di luar pengertian hukuman, punishment.

Misalnya, wajib militer, pembayaran pajak, dan lain-lain. 13

David Miller, Principles of Social Justice, (London: Harvard University Press, 1999),

h. 1

Page 56: DUA PRINSIP KEADILAN SOSIAL MENURUT JOHN RAWLS

48

dalam hubungannnya dengan individu lainnya. Sementara itu, keadilan yang

pelaksanaanya bergantung pada struktur-struktur sosial masyarakat, seperti

lembaga-lembaga ekonomi, sosial, politik dan budaya lainnya. Subjek keadilan

sosial ialah praktik-praktik sosial dan hubungan-hubungan sosial. Jika domain

etika keadilan adalah penilaian moral atas tindakan. Sementara domain keadilan

sosial ialah berkenaan dengan masyarakat (institusi sosial), atau tepatnya struktur

sosial.14

Keadilan sosial sebagai kajian teoritik pengertiannya seringkali ditautkan

dengan keadilan distributif.15 Dengan pertautan ini, maka keadilan sosial perlu

dibedakan dari keadilan hukum yang hakikatnya adalah keadilan retributif.

Dilihat dari segi prinsip-prinsipnya, keadilan sosial dibagi menjadi dua macam.

Pertama keadilan formal, yakni keadilan yang didasarkan prinsip formal. Dan

kedua, keadilan substantif, yakni keadilan yang didasarkan pada prinsip material

atau substantif.

Prinsip formal hanya ada satu. Prinsip formal ini mempunyai tradisi yang

lama sekali, karena sudah ditemukan pada Aristoteles. Prinsip ini berbunyi:

―equals ought to be treated equally and unequals may be treated unequally‖.

Equals bisa dimengerti sebagai ‗orang-orang yang sama‘, ‗kasus-kasus yang

sama‘ harus diperlakukan dengan cara yang sama, sedangkan ‗hal-hal ataupun

kasus-kasus yang tidak sama‘ boleh saja diperlakukan tidak sama. Walaupun

bunyinya bagus, dalam praktek prinsip ini tidak begitu banyak membantu. Prinsip

ini disebut formal, karena hanya menyajikan ―bentuk‖ (form) dan tidak

14

Franz Magnis Suseno, Kuasa dan Moral, h. 56 15

David Miller, Principles of Social Justice, h. 2

Page 57: DUA PRINSIP KEADILAN SOSIAL MENURUT JOHN RAWLS

49

mempunyai ―isi‖ (content). Memang dinyatakan bahwa kasus-kasus yang sama

harus diperlakukan dengan cara yang sama, tetapi tidak dijelaskan apa yang harus

dimengerti dengan ‗kasus-kasus yang sama‘. Prinsip ini tidak menunjukkan

menurut aspek apa kasus-kasus harus dianggap sama atau tidak sama. Karena itu,

prinsip formal saja tidak tidak cukup sebagai pegangan untuk membagi dengan

adil.16

Prinsip-prinsip keadilan material atau substantif melengkapi prinsip

formal. Prinsip-prinsip material menunjuk pada salah satu aspek relevan yang

bisa menjadi dasar untuk membagi dengan adil hal-hal yang dicari oleh pelbagai

orang. Kalau pada prinsip formal cenderung disepakati secara luas, tapi lain

halnya dengan prinsip material atau substantif, di mana tidak ada kesepakatan

tentangnya. Dalam arti ada banyak teori yang mengemukan pandangannya yang

berbeda-beda. Setidaknya ada satu teori keadilan yang mengemukakan

pandangannya mengenai prinsip material ini, teori itu adalah teori egalitarianisme.

D . Sekilas Tiga Teori Keadilan Sosial

1. Teori Egalitarianisme

Teori egalitarianisme didasarkan pada prinsip persamaan distribusi. Teori

ini berpandangan bahwa kita baru membagi dengan adil, bila semua orang

mendapat bagian yang sama (equal). Membagi dengan adil berarti membagi

secara sama. Jika karena alasan apa saja tidak semua orang mendapat bagian yang

sama, menurut egalitarianisme pembagian itu tidak adil betul. Egalitarianisme

mendapat banyak simpati luas. Semua manusia memang sama. Pemikiran ini

16

Morris Ginsberg, Keadilan dalam Masyarakat, h. 24

Page 58: DUA PRINSIP KEADILAN SOSIAL MENURUT JOHN RAWLS

50

merupakan keyakinan umum sejak zaman modern, artinya sejak Revolusi

Perancis menumbangkan monarki absolut dan feodalisme. Dalam artikel pertama

dari ―Deklarasi hak manusia dan warga negara‖ (1789) yang dikeluarkan waktu

Revolusi Perancis dapat dibaca: ―Manusia dilahirkan bebas serta sama haknya,

dan mereka tetap tinggal begitu.‖ 17

Maksud bahwa semua manusia sama, yang terutama dimaksudkan adalah

martabatnya. Kenyataan ini mempunyai konsekuensi besar di beberapa bidang,

misalnya, hukum. Supaya adil di hadapan hukum semua anggota masyarakat

harus diperlakukan dengan cara yang sama: orang kaya atau miskin, pejabat tinggi

atau orang biasa, kaum ningrat atau rakyat jelata. Mengapa begitu? Karena hukum

hanya memandang warga negara sebagai manusia dan martabat manusia selalu

sama, terlepas dari ciri-ciri yang tidak relevan, seperti kedudukan sosial, ras, jenis,

kelamin, agama, dan lain-lain. Di sini pembagian egalitarian memang satu-

satunya cara yang adil. contoh lain adalah pemilihan umum. Di semua warga

negara modern, pemilihan umum diatur dengan cara yang sungguh egalitarian,

atas dasar prinsip “one person one vote‖. Dalam hal ini profesor dalam ilmu

politik dan warga negara yang buta huruf diperlakukan dengan cara yang sama,

sekalipun tahanp pengertian tentang politik pada dua orang itu sangat berbeda.

Namun demikian, walaupun martabat manusia selalu sama, dalam banyak

hal manusia tidak sama. Intelegensi dan ketrampilannya, misalnya, sering tidak

sama. Kemampuannya untuk menghasilkan nilai ekonomis acap kali berbeda.

17

Morris Ginsberg, Keadilan dalam Masyarakat, h. 24.

Page 59: DUA PRINSIP KEADILAN SOSIAL MENURUT JOHN RAWLS

51

Teori-teori keadilan sosial yang berkembang dewasa ini hampir sebagian

besar bertolak dan titik awalnya adalah egalitarianisme. Will Kymlicka dalam

bukunya tentang teori-teori keadilan bahwa nilai utama atau fundamental dari

teori-teori keadilan yang dikajianya adalah egalitarian. Dalam arti, teori-teori itu

titik tolaknya adalah persamaan, tapi masing-masing berbeda-beda dalam

menafsirkan substansi persamaan. Terkait teori egalitarianisme, kutipan Will

Kymlicka berikut patut untuk kita simak:

―Setiap teori memiliki nilai utama yang sama, yaitu persamaan (equalitiy). Semuanya merupakan teori-teori ‗egalitarian‘. Pernyataan semacam ini

jelas tidak benar, jika yang kita maksudkan adalah dengan ‗teori egalitarian‘ adalah teori yang mendukung distribusi pendapatan yang merata. Namun ada gagasan lain, yang lebih abstrak dan fundamental,

tentang persamaan dalam teori politik, yaitu gagasan mengenai memperlakukan orang ‗secara sama‘. Ada banyak cara untuk meng-

ungkapkan gagasan tentang persamaan yang lebih mendasar ini. Sebuah teori adalah egalitarian menurut pengertian ini jika teori tersebut menerima bahwa kepentingan tiap-tiap anggota masyarakat itu penting dan sama-

sama penting. Dengan kata lain, teori egalitarian mensyaratkan bahwa pemerintah memperlakukan warga negara dengan pertimbangan yang

sama…Jadi, gagasan tentang persamaan yang bersifat abstrak dapat ditafsirkan dengan berbagai cara, tanpa harus mendukung persamaan dalam bidang khusus tertentu, apakah itu pendapatan, kekayaan,

kesempatan, atau kebebasan. Mana bentuk khusus persamaannya yang diminta oleh gagasan memperlakukan orang secara sama yang lebih

abstrak, itu merupakan masalah yang menjadi perdebatan berbagai teori...‖18

2. Teori Sosialisme

Teori sosialistis tentang keadilan distributif memilih prinsip kebutuhan

sebagai dasarnya. Menurut mereka masyarakat diatur dengan adil, jika kebutuhan

semua warganya terpenuhi, seperti kebutuhan akan sandang, pangan, dan papan.

18

Will Kymlicka, Pengantar Filsfat Politik Kontemporer: Kajian Khusus atas Teori-

Teori Keadilan, terj. Agus Wahyudi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001), h. 5-6

Page 60: DUA PRINSIP KEADILAN SOSIAL MENURUT JOHN RAWLS

52

Secara konkret, sosialisme terutama memikirkan masalah-masalah pekerjaan bagi

kaum buruh dalam konteks industrialisasi. Dalam teori sosialisme tentang

keadilan, terkenal adalah prinsip yang oleh Karl Marx (1818-1883) diambil alih

dari sosialis Prancis, Louis Blanc (1811-1882): ―from each according to his

ability, to each according to his needs‖.

Bagian pertama dari prinsip ini berbicara tentang bagaimana burdens

harus dibagi: hal-hal yang menuntut pengorbanan. Sedangkan bagian kedua

menjelaskan bagaimana benefits harus dibagi: hal-hal yang enak untuk didapat.

Hal-hal yang berat harus dibagi sesuai dengan kemampuan. Tidak adil bila orang

cacat, umpamanya diharuskan bekerja sama berat seperti orang yang utuh anggota

badannya. Kepada orang yang menyandang cacat badan harus diberi pekerjaan

yang cocok dengan kemampuannya. Hal-hal yang enak untuk diperoleh harus

diberikan sesuai dengan kebutuhan. Misalnya pelayanan medis adalah adil bila

diberikan sesuai dengan kebutuhan orang sakit. Adil tidaknya gaji atau upah juga

harus diukur dengan kebutuhan.

Perlu diakui, kebutuhan dan kemampuan memang tidak boleh diabaikan

dalam melaksanakan keadilan distributif. Tetapi timbul kesulitan juga, bila prinsip

ini dipakai sebagai pegangan satu-satunya untuk mewujudkan keadilan distributif.

Terutama dua macam kritik dapat dikemukakan. Pertama, jika kebutuuhan

menjadi satu-satunya kriteria untuk melaksanakan keadilan di bidang pendapatan,

para pekerja tidak akan merasa termotivasi untuk bekerja keras. Gaji atau upah

yang diperoleh sudah dipastikan seelum orang mulai bekerja, karena

kebutuhannya sudah jelas. Bekerja keras atau malas-malas tidak akan mengubah

Page 61: DUA PRINSIP KEADILAN SOSIAL MENURUT JOHN RAWLS

53

pendapatannya. Sistem imbalan kerja yang berpedoman pada kebutuhan saja akan

mengakibatkan produktivitas kerja rendah dan ekonomi mandek. Seperti

diketahui, di negara-negara komunistis dulu memang demikian.

Kritik kedua, menyangkut kemampuan sebagai satu-satunya alasan untuk

membagi pekerjaan. Terutama dalam sosialisme komunistis yang totaliter, prinsip

ini mengakibatkan orang yang berkemampuan harus menerima saja, bila negara

membagi pekerjaan padanya. Jika orang mempunyai kemampuan untuk menjnadi

pilot dan negara sedang membutuhkan profesional-profesional ini, ia harus

menerima pekerjaan ini sebagai profesinya. Tetapi belum tentu profesi pilot

menjadi pilihannya juga. Cara mempraktikkan keadilan sosial atau distributif ini

mengabaikan hak seseorang untuk memilih pekerjaannya sendiri.

3. Teori Liberalisme

Liberalisme justru menolak pembagian atas dasar kebutuhan seabgai tidak

adil. Karena manusia adalah mahluk bebas, kita harus membagi menurut usaha-

usaha bebas dari individu-individu bersangkutan. Yang tidak berusaha tidak

mempunyai hak pula untuk memperoleh sesuatu. Liberalisme menolak sebagai

sangat tidak etis sikap free rider: benalu yang menumpang pada usaha orang lain

tanpa mengeluarkan air keringat sendiri. orang seperti itu tidak mengakui hak

sesamanya untuk menikmati hasil jerih payahnya. Dalam teori liberalistis tentang

keadilan sosial atau distributif digarisbawahi pentingnya prinsip hak, usaha, tapi

secara khusus prinsip jasa/prestasi. Terutama prestasi mereka lihat sebagai

perwujudan pilihan bebas seseorang.

Page 62: DUA PRINSIP KEADILAN SOSIAL MENURUT JOHN RAWLS

54

Salah satu kesulitan pokok dengan teori keadilan distributif ini adalah

bagaimana orang yang tidak bisa berprestasi karena cacat mental atau fisik, orang

yang menganggur di luar kemauannya sendiri, dan sebagainya? Mereka

sebenarnya ingin berprestasi juga, tapi tidak bisa. Karena itu mereka tidak

mendapat apa-apa? Apakah cara pengaturan masyarakat seperti itu bisa dianggap

adil.

Page 63: DUA PRINSIP KEADILAN SOSIAL MENURUT JOHN RAWLS

54

BAB IV

PANDANGAN JOHN RAWLS TENTANG KONSEP KEADILAN SOSIAL

Pengantar

Konsepsi keadilan sosial John Rawls dihubungkan langsung dari

pandangannya tentang masyarakat sebagai bentuk kerja sama sosial berkelanjutan

dari satu generasi ke generasi berikutnya. Ikatan kerja sama sosial didasarkan

pada adanya identitas kepentingan bahwa kehidupan yang lebih baik

dimungkinkan bagi semua orang daripada yang bisa didapatkan jika setiap orang

berusaha mencukupi kebutuhannya sendiri-sendiri.

Kendati ada kebutuhan dan kepentingan bersama yang memungkinkan

adanya kerja sama sosial yang saling menguntungkan, masyarakat biasanya juga

ditandai dengan adanya konflik kepentingan. Adanya konflik kepentingan

dikarenakan setiap orang berbeda pandangan atau tidak sepakat dalam hal

bagaimana hasil kerja sama sosial dibagi atau didistribusikan. Maka seperangkat

prinsip dibutuhkan untuk mengatur cara bagaimana lembaga-lembaga sosial

mendistribusikan hasil kerja sama sosial secara adil kepada para warga

masyarakat. Prinsip itu adalah prinsip keadilan sosial.

Hal yang perlu digarisbawahi ialah konsepsi keadilan sosial Rawls

dibangun sesuai dengan pandangannya tentang masyarakat ideal yang disebutnya

dengan masyarakat tertata baik (well-ordered society). Masyarakat ideal

menurutnya ialah masyarakat yang diatur secara efektif oleh sebuah konsep

keadilan sosial yang dapat diterima oleh semua pihak. Yakni masyarakat di mana

Page 64: DUA PRINSIP KEADILAN SOSIAL MENURUT JOHN RAWLS

55

(1) setiap orang menerima dan mengetahui bahwa orang lain menganut prinsip

keadilan yang sama, serta (2) institusi-institusi sosial dasar yang ada sejalan

dengan prinsip-prinsip tersebut.1 Ini sejalan dengan gagasan utama teorinya yang

disebut dengan justice as fairness, yakni prinsip-prinsip keadilan merupakan

hasil kesepakatan dari orang-orang yang rasional, bebas, dan setara dalam situasi

awal yang fair.2

Dengan demikian, sejalan dengan pokok-pokok masalah yang telah

ditetapkan di bab pendahuluan, maka pembahasan dalam bab ini akan meliputi

tiga hal. Pertama, bagaimana lingkup masalah keadilan sosial Rawls. Kedua,

bagaimana inti atau substansi dari prinsip-prinsip keadilan sosial yang akan

mengatur masyarakat. Dan ketiga, bagaimana prinsip-prinsip keadilan sosial itu

dapat disepakati oleh semua orang?

A. LINGKUP MASALAH KEADILAN SOSIAL

1. Timbulnya Masalah Keadilan Sosial

Masalah keadilan sosial timbul dalam kondisi yang disebut oleh Rawls

dengan “kondisi keadilan‖, circumstances of justice. Kondisi ini bisa dijelaskan

sebagai kondisi di bawah mana kerja sama sosial itu dimungkinkan dan

diperlukan, atau syarat-syarat yang mengharuskan perlunya prinsip keadilan yang

mengatur pembagian hak dan kewajiban, keuntungan dan beban hasil kerja sama

1 John Rawls, Teori Keadilan: Dasar-Dasar Filsafat Politik untuk Mewujudkan

Kesejahteraan dalam Negara, terj. Uzair Fauzan dan Heru Prasetyo, (Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 2006), h. 5 2 John Rawls, Teori Keadilan, h. 14

Page 65: DUA PRINSIP KEADILAN SOSIAL MENURUT JOHN RAWLS

56

sosial secara adil kepada para warga masyarakat.3 Dalam Justice as Fairness,

Rawls menerangkan juga kondisi keadilan sebagai refleksi historis di bawah mana

masyarakat modern itu eksis. Kondisi ini bisa dipilah menjadi dua: objektif dan

subjektif.4

Pertama, adanya situasi kelangkaan wajar. Kondisi ini bisa dijelaskan

sebagai kondisi di mana segala hal yang dibutuhkan manusia untuk hidup tidak

tersedia secara berlebihan dan berlimpah. Situasi kelangkaan wajar mendorong

orang-orang dalam suatu lingkungan teritori tertentu untuk saling bekerja sama

sehingga kehidupan yang lebih dan layak lebih dimungkinkan untuk didapat oleh

semua orang. Tegasnya, masalah keadilan sosial hanya berkaitan dengan situasi

kelangkaan di mana sumber daya yang tersedia tidak cukup untuk memenuhi

kebutuhan semua orang. Maka agar tidak ada yang mendapat lebih banyak dan

tidak ada yang mendapat sedikit, perlu diatur pembagian yang adil dan layak.

Kedua, adanya pluralitas doktrin komprehensif. situasi subjektif ber-

kenaan dengan orang-orang yang bekerja sama. Yakni, ―…kendati berbagai pihak

punya kebutuhan dan dan kepentingan yang sama, sehingga kerja sama yang

sama-sama menguntungkan bisa dimungkinkan, bagaimana pun mereka punya

rencana hidup mereka sendiri. Rencana-rencana tersebut, atau konsepsi tentang

manfaat, menjadikan mereka punya tujuan dan sasaran yang berbeda, dan

memunculkan klaim-klaim yang saling bertentangan mengenai sumber daya alam

dan sosial…‖5 Rencana dan tujuan hidup seseorang tidak sekedar dilihat sebagai

3 John Rawls, Teori Keadilan, h. 153-154

4 John Rawls, Justice as Fairness: A Restatement, Erin Kelly (ed), (Cambridge: Harvard

University Press, 2001), h. 84 5 John Rawls, Teori Keadilan, h. 154-155

Page 66: DUA PRINSIP KEADILAN SOSIAL MENURUT JOHN RAWLS

57

kepentingan semata, melainkan lebih dari itu, melainkan nilai-nilai hidup yang

patut diakui dan diklaim yang bersumber dari keyakinan agama, filsafat dan

moral, yang dihayatinya. Akibatnya, ―…individu tidak hanya punya rencana

hidup berbeda namun terdapat pluralitas doktrin komprehensif: agama, filsafat,

dan moral…‖6

Dengan demikian masalah keadilan sosial timbul akibat adanya konflik

kepentingan akibat perbedaan pandangan mengenai bagaimana hasil kerja sama

sosial dalam situasi kelangkaan didistribusikan. Di mana kepentingan di sini tidak

dilihat sebagai kepentingan semata, melainkan merupakan tujuan hidup orang

layak dan pantas untuk dikejar oleh setiap orang yang dihayatinya berdasarkan

keyakinan agama, filsafat, dan moral yang dianutnya. Maka itu, syarat-syarat

objektif dan subjektif ini juga merupakan fakta-fakta dalam kehidupan sosial

modern, di mana konsepsi keadilan sosial Rawls bertumpu.

Tegasnya, masyarakat modern tak terealakkan menjadi masyarakat

pluralistik dengan kepentingan dan anutan nilai hidup berbeda-beda, bahkan

mungkin bertentangan. Maka pengaturan masyarakat yang adil tidak boleh

didasarkan atas suatu anutan nilai hidup yang berbeda-beda itu, melainkan nilai

hidup bersama yang disebut ‗keadilan‘ haruslah didasarkan atas kesepakatan

bersama melalui prosedur tertentu yang diterima oleh semua orang. Maka

kesepakatan bersama tentang nilai hidup bersama yang disebut ‗keadilan‘ men-

jadi suatu hal yang penting dan urgen bagi kehidupan sosial masyarakat modern

pluralistik

6 155

Page 67: DUA PRINSIP KEADILAN SOSIAL MENURUT JOHN RAWLS

58

―...Di tengah tidak adanya ukuran tertentu tentang kesepakatan mengenai

mana yang adil dan tidak, jelas lebih sulit bagi para individu untuk mengoordinasikan rencana-rencana mereka secara efisien dalam rangka menjamin bahwa tatanan yang saling menguntungkan tetap

dipertahankan‖7

Oleh karena itu, keadilan sosial, bagi Rawls, tidak dilihat sekedar sebagai

keadilan distributif semata. Artinya prinsip keadilan sekedar berperan

menunjukkan hak dan kewajiban dasar, dan membagi keuntungan hasil kerja sama

sosial secara adil, melainkan lebih jauh dari itu, Keadilan sosial merupakan

prinsip keutamaan bagi landasan fundamental terwujudnya sebuah masyarakat

tertata baik (well-ordered society), visi masyarakat yang dicita-citakan oleh

Rawls.

2. Subjek Utama Keadilan Sosial

Subjek utama dari prinsip keadilan sosial adalah apa yang disebut oleh

Rawls dengan basic structure, struktur dasar masyarakat, yakni tatanan

institusi-institusi/lembaga-lembaga sosial utama dalam satu skema kerja sama.

Pengertian "institusi" dalam pengertian di sini tidak dipahami dalam arti umum

seperti umum digunakan sebagaimana artinya dalam: Universitas Islam Negeri,

Bank Indonesia, dan sebagainya. "Institusi" dalam contoh ini dimengerti sebagai

"kumpulan individu-individu yang terorganisir".8 Adapun pengertian "institusi "

yang dimaksudkan oleh John Rawls adalah

"Sistem aturan publik yang menentukan jabatan serta posisi dengan hak

dan kewajiban mereka, kekuatan dan kekebalan, dan lain-lain. Aturan-aturan ini menggolongkan bentuk-bentuk tindakan yang diperbolehkan

7 Teori Keadilan, h. 5-7

8 Thomas Pogge, John Rawls: His Life and Theory of Justice, transl. Michelle Kosch,

(New York: Oxford University Press, 2007), h. 28

Page 68: DUA PRINSIP KEADILAN SOSIAL MENURUT JOHN RAWLS

59

dan dilarang; dan memberikan hukuman dan pembelaan tertentu, dan lain-

lain, ketika pelanggaran terjadi…‖9

Alasan Rawls menempatkan ―struktur dasar‖ sebagai subjek utama

keadilan sosialnya karena dalam struktur dasar masyarakat sudah terkandung ber-

bagai posisi sosial. Manusia dilahirkan dalam masyarakatnya sudah dalam posisi

dan harapan masa depan yang berbeda-beda, ditentukan, sebagian oleh sistem

politik, kondisi sosial dan ekonomi. Lembaga-lembaga sosial utama

mendefinisikan hak-hak dan kewajiban, dan memengaruhi masa depan hidup

setiap orang, cita-cita, impian serta kemungkinan tercapainya semua itu. dengan

demikian, lembaga-lembaga utama masyarakat sesungguhnya sudah merupakan

sumber berbagai ketimpangan dan kepincangan yang dalam, karena sudah

merupakan titik awal keberuntungan bagi yang satu atau kemalangan bagi yang

lain.10

Dalam Justice as Fairness, Rawls membedakan tiga tingkatan subjek

keadilan sosial berdasarkan penerapan prinsip-prinsipnya. Dengan urutan inside-

outward, ketiga tingkatan keadilan sosial itu adalah: (1) keadilan lokal (local

justice): prinsip-prinsip keadilan yang diterapkan secara langsung pada praktik-

praktik sosial dan hubungan-hubungan sosial; (2) keadilan domestik (domestic

justice): prinsip-prinsip keadilan diterapkan pada struktur dasar masyarakat; (2)

keadilan global (global justice): prinsip-prinsip keadilan sosial yang diterapkan

pada hubungan atau hukum internasional, atau keadilan antar negara.11

9 John Rawls, Teori Keadilan, h. 66-67

10 John Rawls, Teori Keadilan, h. 8

11 John Rawls, Justice as Fairness a Restatement, h. 10-11

Page 69: DUA PRINSIP KEADILAN SOSIAL MENURUT JOHN RAWLS

60

Dengan demikian, prinsip keadilan sosial Rawls tidak berkaitan secara

langsung dengan praktik-praktik sosial yang begitu banyak, melainkan prinsip

yang diterapkan pada institusi-insitusi sosial utama yang menopang struktur

sosial, seperti konstitusi politik, prinsip ekonomi, dan tatanan sosial. Prinsip

keadilan sosial mengatur ―cara‖ bagaimana lembaga-lembaga sosial utama

mendistribusikan apa yang disebut oleh Rawls dengan ―nilai-nilai primer‖,

primary goods. Nilai-nilai primer itu antara lain: kebebasan dan kesempatan,

pendapatan dan kekayaan. Dengan demikian, masalah pokok keadilan sosial

Rawls mencakup tiga bidang: politik (kuasa), ekonomi (uang), dan sosial

(status).12

B. Dua Prinsip Keadilan Sosial

1. Konsepsi Umum

Konsepsi keadilan Rawls dengan dua prinsip keadilannya bertolak dari

konsepsi umum keadilannya. Oleh karena itu, kita perlu melihat terlebih dahulu

konsepsi umum keadilannya. Rumusan konsepsi keadilan umum adalah sebagai

berikut:

―Semua nilai sosial primer –kebebasan dan kesempatan, pendapatan dan kekayaan, dan dasar-dasar harga diri-- harus didistribusikan secara sama

(equally). Suatu distribusi yang tidak sama (unequal) sebagian atau keseluruhan nilai-nilai sosial tersebut hanya apabila hal itu bermanfaat

menguntungkan semua orang.‖1

Konsepsi umum ini mengungkapkan elemen-elemen pokok dalam

keadilan sosial John Rawls, di mana konsepsi keadilan khususnya tak lain sebagai

bentuk penjabaran lebih lanjut dan solusi atas problem yang terdapat dalam

12

Bur Rasuanto, Keadilan Sosial: Pandangan Deontologis Rawls dan Habermas. Dua

Teori Filsafat Politik Kontemporer, (Jakarta: Gramedia, 2004), h. 14

Page 70: DUA PRINSIP KEADILAN SOSIAL MENURUT JOHN RAWLS

61

konsepsi umum ini. Karena itu, ada beberapa hal dari konsepsi umum ini yang

patut dicermati sebagai berikut:

a) Prinsip pokok keadilan sosial Rawls adalah equality atau persamaan.

b) Persamaaan dalam distribusi nilai-nilai sosial primer

c) Ketidaksamaan dapat ditoleransi sejauh menguntungkan semua pihak.

Jelas bahwa konsepsi umum di atas menunjukkan Rawls sebagai

Egalitarian. Titik tolak prinsip keadilannya ialah ―persamaan‖ (equality). Tapi ia

bukan seorang Egalitarianisme radikal, di mana ia juga menerima prinsip

―ketidak-samaan‖ (unequality). Di satu sisi bahwa keadilan sosial adalah

penerapan prinsip persamaan dalam masalah distribusi nilai-nilai sosial primer. Di

sisi lain, diakui, ketidaksamaan dapat ditoleransi sejauh hal itu menguntungkan

semua orang terutama golongan yang paling tertinggal. Secara umum dapat

dikatakan, sekujur konsepsi keadilan Rawls pada dasarnya bergerak menyusur di

antara sisi persamaan dan ketidaksamaan tersebut.

Dengan mengangkat prinsip persamaan atau equality orang mungkin

segera mengira Rawls hanya menggabungkan diri ke dalam kubu sosialisme. Tapi

Rawls tidak bermaksud menambah pengikut sosialisme melainkan hendak

membangun teori alternatif bagi, dan sekaligus mengungguli, utilitarianisme

dalam konteks masyarakat demokratik konstitusional. Berbeda dari sosialisme

yang hanya menekankan penerapan prinsip kesamaan dalam distribusi ekonomi,

Rawls menerapkan prinsip persamaan dalam distribusi nilai-nilai primer atau

primary goods. Apa itu? nilai-nilai atau nikmat primer dirumuskan Rawls sebagai

semua nilai atau nikmat material maupun non-material, yang langsung maupun

Page 71: DUA PRINSIP KEADILAN SOSIAL MENURUT JOHN RAWLS

62

tidak langsung dapat memengaruhi kondisi kehidupan dan masa depan seseorang,

nilai-nilai yang setiap manusia rasional diandaikan menghendakinya. Nilai-nilai

itu mencakup nilai ekonomi (pendapatan dan kekayaan), tapi juga hak-hak dan

kebebasan, kekuasaan dan kesempatan, kehormatan diri. Keadilan sosial berarti

kesamaan dalam distribusi pendapatan dan kekayaan, tapi juga kesamaan dalam

hak-hak, kebebasan dan kesempatan, serta kesamaan dalam dasar-dasar

kehormatan diri. Disimpulkan secara sederhana dan populer, keadilan sosial

Rawls melampaui apa yang menjadi titik perjuangan sosialisme dan liberalisme

digabung menjadi satu.13

Lebih lanjut, persamaan distribusi nilai-nilai sosial primer ini memberikan

suatu lukisan tentang kondisi hipotetis ideal, yakni kondisi di mana nilai-nilai

sosial primer dapat dibagi dengan sama kepada semua orang, tanpa terkecuali.

Dengan ini, masyarakat ideal ialah masyarakat di mana tidak ada kesenjangan dan

ketidaksamaan. Kondisi sosial ini dapat dijelaskan sebagai situasi di mana semua

orang punya hak dan kewajiban yang sama, pendapatan dan kekayaan dibagi

sama rata. Kondisi ideal ini memberikan standar untuk menilai perbaikan kepada

kehidupan sosial yang lebih baik.14 Jika ketimpangan dan ketidaksamaan

13

Bur Rasuanto, Keadilan Sosial, h. 43 14

Kondisi ideal ini sejalan dengan perhatian teori keadilannya. Teori keadilan secara

intuitif bisa dipisahkan dalam dua bagian: bagian ideal dan bagian non -ideal. Bagian teori non-

ideal berkenaan dengan prinsip-prinsip menghadapi ketidakadilan yang sudah ada. Dalam konsepsi

umum sebagaimana diatas misalnya, bagian non-ideal adalah bagian mengenai ketidaksamaan atau

kesenjangan. Bagian teori ideal adalah pandangan mengenai masyarakat berkeadilan yang hendak

diapai kalau bisa. Dalam soal di atas, bagian ideal berkaitan dengan persamaan distribusi nilai-nilai

sosial primer. Itulah perhatian pokok konsepsi keadilan sosial Rawls. Karena itu sasarannya lebih

tertuju pada kelompok pertama. Konsep non-ideal tidak bekerja sebelum konsep ideal, melainkan

sesudahnya. Ukuran keadilan sosial tetap harus dilihat dari konsep keadilan secara keseluruhan.

Lembaga-lembaga sosial yang ada harus dinilai dari kacamata konsepsi ini dan dinyatakan tidak

adil sejauh mereka menyimpang dari konsepsi ini tanpa alasan yang cukup. Penjelasan lebih lanjut

Page 72: DUA PRINSIP KEADILAN SOSIAL MENURUT JOHN RAWLS

63

distribusi nilai-nilai sosial primer justru membuat semua orang lebih baik

daripada kondisi awal hipotetis ini, maka kondisi ini sejalan dengan tuntutan

konsepsi keadilan umum.15

Will Kymlicka mengatakan bahwa konsepsi keadilan umum ini belum

sempurna. Konsep umum ini mengandung berbagai konflik di antara nilai-nilai

sosial primer yang bermacam-macam itu. Misalnya, kita barangkali dapat

meningkatkan pendapatan seseorang dengan menghilangkan salah satu kebebasan

dasar yang dimilikinya. Ketimpangan distribusi kebebasan ini akan

menguntungkan yang paling kurang kaya dalam sebuah acara (pendapatan), tapi

tidak dalam cara yang lain (kebebasan). Atau apa yang terjadi jika ketimpangan

distribusi pendapatan menguntungkan semua orang dalam pengertian pendekatan,

tetapi menciptakan ketimpangan dalam kesempatan yang merugikan mereka yang

memiliki pendapatan kurang? Apakah perbaikan dalam pendapatan ini lebih

penting dibandingkan dengan kerugian-kerugian dalam kebebasan atau

kesempatan? 16

Dengan demikian, prinsip-prinsip keadilan umum ini belum memberi

cukup petunjuk dalam mengatur distribusi nilai-nilai sosial primer yang adil

Karena itu, Rawls kemudian mengembangkan prinsip-prinsip umum ini lebih

lanjut dengan penjabaran dan sistem prioritas dalam sebuah konsepsi keadilan

sosial yang lebih khusus. Konsepsi khususnya ini dikembangkan dalam bentuk

berkaitan pandangan Rawls tentang pembagian teori keadilan: bagian ideal dan non -ideal, bisa

dilihat dalam, John Rawls, Teori Keadilan, pada halaman 9-10 dan 312-314 15

John Rawls, Teori Keadilan,. h. 74-75 16

Will Kymlicka, Pengantar Filsafat Politik Kontemporer: Kajian Khusus atas Teori -

Teori Keadilan, terj. Agus Wahyudi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), h. 71

Page 73: DUA PRINSIP KEADILAN SOSIAL MENURUT JOHN RAWLS

64

dua prinsip keadilan sosial, di mana hal ini termasuk bagian utama dari teori

keadilan yang paling utama.

2. Konsepsi Khusus:

John Rawls merumuskan konsepsi khusus keadilan ke dalam dua prinsip

keadilan sosial. Rumusan tersebut sebagai berikut:

Prinsip Pertama:

Setiap orang mempunyai hak yang sama atas kebebasan dasar yang paling luas, seluas kebebasan yang sama bagi semua orang.

Prinsip Kedua:

Ketimpangan sosial dan ekonomi ditata sedemikian hingga mereka (a)

memberi keuntungan terbesar pada kelompok yang paling lemah, dan (b) semua posisi dan jabatan terbuka bagi semua orang dalam kondisi kesetaraan peluang yang fair .17

a. Prinsip Keadilan Pertama

Prinsip pertama ini disebut sebagai ―persamaan kebebasan-kebebasan

dasar‖. Dalam hal ini Rawls menganut egalitarianisme. Prinsip ini berkenaan

dengan masalah kebebasan-kebebasan dasar warga masyarakat. Kebebasan-

kebebasan dasar yang dimaksudkan oleh Rawls tersebut antara lain meliputi:

―kebebasan politik (hak untuk memilih dan dipilih menduduki jabatan publik) bersama dengan kebebasan berbicara dan berserikat; kebebasan berkeyakinan dan kebebasan berpikir; kebebasan seseorang seiring dengan

kebebasan untuk mempertahankan hak milik (pribadi); dan kebebasan dari penangkapan sewenang-wenang sebagaimana didefinisikan oleh konsep

rule of law.‖18

Prinsip keadilan pertama ini mengatur agar kebebasan-kebebasan ini dasar

ini diharuskan setara, karena warga suatu masyarakat yang adil mempunyai hak-

hak dasar yang sama. Kebebasan-kebebasan ini harus tersedia dengan cara yang

17

John Rawls, Teori Keadilan, h. 72 18

John Rawls, Teori Keadilan, h. 73

Page 74: DUA PRINSIP KEADILAN SOSIAL MENURUT JOHN RAWLS

65

sama untuk semua warga masyarakat. Masyarakat tidak diatur dengan adil

apabila hanya satu golongan dalam masyarakat saja yang diperbolehkan,

misalnya, untuk mengemukakan pendapatnya, atau semua warga masyarakat

dipaksa untuk memeluk satu agama tertentu saja.

Rawls di sini tidak berbicara tentang teori umum kebebasan, melainkan

bagaimana prinsip keadilan dapat menjamin kebebasan-kebebasan dasar.

Perbincangan tentang kebebasan di sini dalam hubungan dengan batasan-batasan

konstitusional dan legal. Yakni, kebebasan yang dipahami sebagai sistem aturan

publik tertentu yang mendefinisikan hak dan kewajiban.19 Hal penting yang perlu

diperhatikan ialah bahwa kebebasan berpikir dan kebebasan suara hati, kebebasan

person manusia dan kebebasan sipil, singkatnya apa yang kini dipahami sebagai

hak asasi, tidak boleh dikorbankan untuk kebebasan politik, untuk kebebasan

kesamaan partisipasi dalam politik. Dengan kata lain, kebebasan politik harus

didasarkan atas penghormatan terhadap kebebasan yang lebih dasar, yaitu

kebebasan suara hati.20

Lebih lanjut, Rawls menggarisbawahi bahwa kebebasan-kebebasan dasar

harus dinilai sebagai ―satu kesatuan, atau sebagai satu sistem‖21 Artinya,

kebebasan setiap orang tidak lepas begitu saja dari kebebasan orang. Dan juga

suatu bentuk kebebasan tertentu tidak bisa dihayati dan dilaksanakan terpisah

begitu saja dari pelaksanaan bentuk-bentuk kebebasan lainnya. Nilai dari masing-

19

John Rawls, Teori Keadilan, h. 254 20

John Rawls, Teori Keadilan, h. 259. 21

John Rawls, Teori Keadilan, h. 255

Page 75: DUA PRINSIP KEADILAN SOSIAL MENURUT JOHN RAWLS

66

masing kebebasan dasar haruslah dipahami dalam relasinya serta dalam

ketergantungannya pada keseluruhan kebebasan dasar sebagai suatu sistem.22

Dengan kata lain, tuntutan untuk mendapatkan kebebasan dasar tertentu

yang lebih luas tidak dapat diterima kecuali apabila tuntutan itu memperkosa

kebebasan-kebebasan dasar sebagai suatu keseluruhan. Misalnya, setiap orang

mempunyai hak untuk bicara, dan kareanya setiap orang mempunyai hak untuk

menuntut pelaksanaan hak berbicara ini. Akan tetapi, tidak berarti bahwa setiap

orang mempunyai hak untuk memaksakan pikiran dan pendapatnya kepada orang

lain. Apabila itu terjadi, maka sesungguhnya di sini telah terjadi pemerkosaan dan

penghancuran terhadap kebebasan pihak lain dalam hal berpikir dan mengikuti

suara hatinya sendirinya.

Pertimbangan di atas memperlihatkan bahwa betapa pun mendasarnya

kebebasan sebagai nilai utama bagi manusia, tetap saja ada kemungkinan untuk

membatasi pelaksanaanya.23 Itu berarti bahwa tidak ada satu pun kebebasan ber-

sifat absolut dan dengan itu juga memperlihatkan sifat prima facie24 dari setiap

bentuk kebebasan dasar. Dengan kata lain, kebebasan dasar merupakan nilai

fundamental bagi manusia, karenanya wajib dilindungi dan dibuka peluang

sebesar-besarnya untuk mewujudkannya. Akan tetapi, kebebasan-kebebasan

22

John Rawls, Teori Keadilan; 23

Ada berbagai bentuk pembatasan, namun dalam konteks kehidupan bersama sebuah

anggota masyarakat dan yang berlaku sama secara sama bagi semua anggota masyarakat adalah

pembatasan konstitusional atau legal. John Rawls, h. 254 24

Prima facie: sejauh kebebasan-kebebasan itu dilihat pada dirinya sendiri kebebasan-

kebebasan itu harus sepenuhnya dijamin, tetapi karena dalam kenyataan kehidupan masyarakat

kebebasan-kebebasan itu baik saling menunjang maupun saling membatasi, masing -masing justru

tidak boleh dimutlakkan melainkan haruslah dijamin dengan melihat kebebasan -kebebasan lain.

Dalam bahasa sederhana, antara kebebasan-kebebasan dasar yang dijamin harus ada

keseimbangan. Franz Magnis Suseno, Etika Politik : Prinsip-Prinsip Moral Dasar Kenegaraan

Modern,Cet. ke-5 (Jakarta: Gramedia, 1999), h. 132-133

Page 76: DUA PRINSIP KEADILAN SOSIAL MENURUT JOHN RAWLS

67

dasar itu hanya dapat dilaksanakan sejauh pelaksanaan masing-masing tidak

membahayakan kebebasan secara keseluruhan sebagai sebuah sistem, di mana

setiap bentuk kebebasan saling terkait sebagai satu kesatuan.

b. Prinsip Keadilan Kedua

Prinsip keadilan sosial yang kedua berkenaan dengan masalah distribusi

sumber daya sosial dan ekonomi. Dalam hal ini, Rawls menegaskan bahwa

distribusi dalam bidang ini boleh dibagi secara tidak sama (unequality). Namun

ketidaksamaan di sini tidak boleh dipahami secara mutlak, melainkan

ketidaksamaan itu haruslah memenuhi dua unsur berikut. (a) posisi kekuasaan

dan jabatan publik harus bisa diakses oleh, atau terbuka untuk, semua orang; (b)

harus demi keuntungan semua orang, khususnya golongan yang paling lemah.

Dengan demikian, prinsip keadilan sosial yang kedua ini terdiri dari dua prinsip.

(1) persamaan kesempatan yang fair, (2) prinsip perbedaan atau biasa disebut

dengan difference principle. Keduanya harus dilihat sebagai satu kesatuan. Prinsip

perbedaan atau difference principle adalah salah satu bagian penting keadilan

sosialnya, bahkan konsepsi umum tak lain adalah penerapan difference principle.

Prinsip keadilan sosial yang kedua ini merupakan solusi dan jawaban

Rawls atas masalah ―persamaan kesempatan‖ dalam keadilan distributif, di mana

perspektif yang ada selama ini dianggap tidak cukup memuaskan. Perspektif

Rawls atas masalah tersebut –dengan digabungkannya prinsip persamaan

kesempatan dengan prinsip perbedaan- disebutnya sebagai perspektif ―kesamaan

demokratis‖. Setidaknya, ada dua persepektif dalam menginterpretasi persamaan

Page 77: DUA PRINSIP KEADILAN SOSIAL MENURUT JOHN RAWLS

68

kesempatan ditolak olehnya. Pertama interpretasi kesamaan kesempatan formal

dan persamaan kesempatan fair

Secara intutif, prinsip persamaan kesempatan diterima sebagai justifikasi

keadilan distributif. Berikan kesempatan yang sama, maka apa yang dicapai

masing-masing dianggap adil. pendapat seperti itu dilatari oleh anggapan bahwa

orang berhak menentukan pilihan hidupnya sendiri. Dan apa pun yang dicapai-

nya tidak ada sangkut-pautnya dengan masalah keadilan apabila hal itu bukan

karena keadaan melainkan karena pilihannya sendiri. Kesamaaan kesempatan

menyediakan peluang bagi masing-masing orang berusaha mencapai tujuan

hidupnya bukan atas dasar kemampuan ekonomi, klas sosial, warna kulit, jenis

kelamin.

Gagasan utama yang mendasari pandangan kesamaan kesempatan diatas

ialah, ―…justru fair bagi individu-individu untuk menerima bagian yang tidak

sama atas nilai-nilai sosial primer jika ketimpangan tersebut didapatkan dan

diakui sebagai hak yang semestinya diterima oleh individu-individu, yaitu jika ini

adalah hasil tindakan-tindakan dan pilihan individu itu. Tetapi justru tidak fair

bagi individu-individu untuk diuntungkan atau diistimewakan menurut perbedaan

perbedaan dalam keadaan-keadaan sosialnya yang bersifat semena-mena, dan

yang tidak diakui sebagai hak yang semestinya diterima…‖25

Rawls mengakui daya pikat pandangan ini. Tetapi ada sumber

ketimpangan yang tidak semestinya yang lain yang diabaikan oleh pandangan ini.

Benar bahwa ketimpangan sosial adalah tidak semestinya, dan karena itu tidak

25

Will Kymlicka, Pengantar Filsafat Politik , h. 75

Page 78: DUA PRINSIP KEADILAN SOSIAL MENURUT JOHN RAWLS

69

fair jika nasib seseorang menjadi lebih buruk gara-gara ketimpangan tidak

semestinya itu. Ketimpangan itu adalah ketimpangan-ketimpangan dalam bakat

alamiah atau genetis. Dengan perspektif kesamaan demokratik Rawls (persamaan

kesempatan fair + prinsip perbedaan), maka kesamaan kesempatan tidak hanya

terbebas dari kontingensi sosial dan historis, tapi juga terbebas dari kontingensi

genetis seperti kemampuan alami dan bakat.

Prinsip difference tidak membenarkan keunggulan sosial maupun

kemujuran kodrati dijadikan semacam titik-tolak begitu saja bagi seseorang dalam

mencapai nikmat-nikmat distributif dalam masyarakat. Itu tidak berarti prinsip

perbedaan bertujuan menghapus perbedaan atau ketidaksamaan. Kelebihan dan

kemampuan alami dan bakat memang harus dipandang sebagai karunia alami dan

manusia tidak berhak mengubah atau mencampurinya. Orang tidak minta

dilahirkan cacat, sebagai jenius, berbakat seni, sebagai anak pejabat tingg, anak

presiden ataupun menteri. Bahwa seseorang dilahirkan dalam masyarakat dalam

pada kedudukan sosial khusus, itu hanyalah fakta alamiah. Tidak ada masalah

adil atau tidak adil di sini. Apa yang tidak adil adalah cara institusi-institusi

menangani fakta itu.26

Dengan prinsip difference maka pandangan yang lazim terhadap

karunia kodrati –kelebihan dalam bakan dan kemampuan alami—harus diubah:

kelebihan genetis jangan lagi dianggap sebagai aset pribadi melainkan harus

dipandang sebagai aset bersama. Kelebihan bakat atau kemampuan kodrati yang

dikaruniakan alam kepada seseorang bukanlah miliknya melainkan milik bersama

26

John Rawls, Teori Keadilan, h. 102

Page 79: DUA PRINSIP KEADILAN SOSIAL MENURUT JOHN RAWLS

70

yang dititipkan kepadanya untuk dipelihara. Setiap keuntungan yang berasal dari

kelebihan alami/genetis, nilainya ditentukan oleh apakah keuntungan semua

golongan terutama mereka yang paling lemah. Dengan ini Rawls mengangkat

solidaritas sosial sebagai salah satu kriteria masyarakat berkeadilan sosial.27

c. Hubungan Antara Dua Prinsip keadilan

Bagaimana hubungan antara prinsip-prinsip keadilan sosial yang telah

penulis sebelumnya. John Rawls menempatkan dua prinsip keadilan sosial dalam

urutan yang disebutnya dengan ―prioritas leksikal‖ (lexical priority). Prinsip

pertama mendahului prinsip kedua dalam urutan leksikal. Artinya urutan prinsip

persamaan kebebasan sebagai prinsip pertama mendahului pengaturan kesamaan

ekonomi, dan ketidaksamaan sosial, seperti urutan kata dalam kamus yang tidak

boleh. Prinsip persamaan kebebasan-kebebasan dasar harus lebih dahulu dari-

pada prinsip-prinsip ekonomi dan sosial. Prinsip persamaan kebebasan-

kebebasan dasar tidak bisa dinegosiasikan, dikompromikan, atau digantikan, atau

bahkan dikorbankan untuk kepentingan dan keuntungan-keuntungan ekonomi dan

sosial yang lebih besar. Pada skala nilai dalam masyarakat adil yang dicita-citakan

Rawls, paling atas harus ditempatkan hak-hak kebebasan yang klasik, yang pada

kenyataan sama dengan dengan kini disebut sebagai Hak Asasi Manusia. 28

Prinsip kedua yang berkenaan dengan ketimpangan atau ketidaksamaan

distribusi dan kesempatan sosial dan ekonomi oleh Rawls dipecah lagi dalam dua

bagian: (2a) masalah ketidaksamaan distributif, (2b) kesamaan kesempatan yang

27

Bur Rasuanto, Keadilan Sosial, h. 81-83 28

John Rawls, Teori Keadilan, h. 73

Page 80: DUA PRINSIP KEADILAN SOSIAL MENURUT JOHN RAWLS

71

fair bagi posisi dan jabatan publik yang harus terbuka bagi semua pihak. Masalah

yang berkenaan dengan kesamaan kesempatan. Distribusi kekayaan dan

pendapatan, serta posisi dan jabatan publik, harus sejalan dengan kebebasan-

kebebasan dasar warga masyarakat dan kesamaan kesempatan. Urutan secara

serial atas prinsip-prinsip tersebut mengekspresikan pilihan dasar di antara nilai-

nilai sosial primer. 29

C. Posisi Asali (Original Position)

Sebagaimana telah dijelaskan, Rawls menghubungkan langsung konsepsi

keadilannya dengan pandangannya tentang masyarakat sebagai suatu sistem kerja

sama sosial yang berkelanjutan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Sedang

prinsip keadlan yang harus menjadi subjek struktur dasar masyarakat, harus

merupakan hasil persetujuan awal dalam situasi yang fair. Dengan dasar

pemikiran seperti itu, pilhan logis adalah kembali ke teori kontrak sosial yang oleh

Rawls disebut sebagai original position, posisi asali atau posisi awal. Dalam

posisi asali, original position ini dibayangkan orang-orang bebas dan rasional

yang menaruh minat memajukan kepentingan-kepentingannya akan mereima di

dalam posisi awal prinsip persamaan sebagai yang mendefinisikan syarat-syarat

fundamental ikatan mereka. Meskipun posisi asali dimaksudkan sebagai konsep

heuristik30 –konsep yang ibarat tangga yang diperlukan untuk memanjat naik dan

bisa dibuang setelah tidak diperlukan lagi—namun Rawls menganggapnya

29

John Rawls, Teori Keadilan, h. 74-75 30

Bur Rasuanto, Keadilan Sosial, h. 53

Page 81: DUA PRINSIP KEADILAN SOSIAL MENURUT JOHN RAWLS

72

sebagai interpretasi standar atas teori kontrak tradisional yang diterapkan dalam

teori moral.

1. Legitimasi Prinsip Moral

Teori kontrak biasanya dilihat semacam perjanjian saling menguntungkan.

Karena itu penggunaan konsep kontrak pada teori moral sering menjadi mangsa

empuk kritik. Tak terkecuali terhadap teori kontrak Rawls. Tapi Rawls memahami

kontrak di sini sebagai yang disebutnya ―suatu tingkat abstraksi tertentu‖31 dari

teori kontrak tradisional itu. ia menggunakan teori kontrak bukan sebagai cara

untuk melegatimasi negara, seperti misalnya pada Hobbes atau Locke, melainkan

untuk meligitimasi prinsip moral.32 Dalam hal ini isi perjanjian relevan kontrak

bukan untuk mengadopsi suatu bentuk pemerintahan, melainkan untuk menyetujui

prinsip-prinsip moral tertentu.

Argumen kontrak sosial Rawls hanyalah salah satu saja dari banyak teori

kontrak moral; yang paling ekstrem bahkan menggunakan argumen kontrak untuk

memahami keseluruhan isi moralitas. Tapi Rawls yakin interpretasi standar dan

paling tepat adalah original position. Meksi mengikuti tradisi kontrak sosial,

original position menurut Rawls, bukan situasi faktual historis ataupun keadaan

pra sosial dalam kehidupan manusia primitif, melainkan murni situasi hipotetis.33

Untuk memahami original position, kita diminta membayangkan suatu situasi

hipotetis di mana orang-orang yang akan mengadakan kerja sama sosial bertemu

untuk menentukan prinsip-prinsip yang akan mengatur ikatan kerja sama mereka

agar saling menguntungkan. Secara rinci Rawls melukiskan siapa dan mengapa

31

John Rawls, Teori Keadilan, h. 12 32

John Rawls, Teori Keadilan. 33

John Rawls, Teori Keadilan, h. 147

Page 82: DUA PRINSIP KEADILAN SOSIAL MENURUT JOHN RAWLS

73

kumpulan orang-orang dalam original position atau posisi asali yang akan

mengadakan kontrak atau persetujuan itu:

―Mereka yang terlibat dalam kerja sama sosial memilih bersama prinsip-prinsip yang akan memberikan hak dan kewajiban dasar, serta menetapkan

pembagian keuntungan sosial. Mendahului kerja sama itu mereka memutuskan di muka bagaimana mereka mengatur klaim-klaim satu terhadap yang lain, dan apa yang harus dijadikan prinsip masyarakat

mereka. Seperti juga masing-masing orang harus memutuskan dengan refleksi rasional apa yang melahirkan yang-baik baginya…begitu juga

suatu kelompok orang harus memutuskan sekali dan untuk semua yang mereka pandang sebagai yang adil dan tidak adil.‖34

Orang-orang dalam original position merupakan orang-orang rasional,

mahluk moral yang bebas dan sederajat. Namun tak boleh dilupakan bahwa meski

merupakan suatu bentuk kerja sama, bagaimanapun masyarakat ditandai oleh

konflik kepentingan yang berbeda-beda. Jika dilepas begitu saja, sukar

dibayangkan mereka akan mencapai perseteujuan apa pun. Misalnya, seorang

kaya akan merasa rasional mengajukan prinsip bahwa berbagai pajak untuk

kebijakan kesejahteraan adalah tidak adil; Di sisi lain, orang miskin akan

cenderung mengusulkan prinsip yang sebaliknya.35 Intinya adalah dengan

kepentingan berbeda-beda dan di bawah pengaruh kontingensi sosial maupun

kodrati, bagaimana mungkin mereka membuat kontrak atau persetujuan? Jadi apa

yang harus dilakukan?

2. Tabir Ketidaktahuan (Veil of Ignorance)

Rawls memberikan jawabannya bahwa mereka diisolasikan dari segala

informasi dengan mengandaikan mereka berada di balik ―tabir ketidaktahuan‖

34

John Rawls, Teori Keadilan, h. 14 35

John Rawls, Teori Keadilan, h. 21

Page 83: DUA PRINSIP KEADILAN SOSIAL MENURUT JOHN RAWLS

74

yang disebut Rawls dengan veil of ignorance. Di balik ―tabir‖ tersebut

dibayangkan mereka yang berkumpul dalam posisi awal itu dibebaskan dari

segala kontingensi sosial dan historis, dibersihkan dari segala unsur yang

menyebabkan persetujuan tidak bisa dibuat (karena perbedaan informasi

mengenai yang diketahui dan yang tidak diketahui, status, motivasi dan tujuan

berkumpul, rasionalitas). Seberapa terisolasinya mereka memang menimbulkan

perdebatan, karena seperti digambarkan Rawls,

―Tak seorang pun yang tahu tempatnya di dalam masyarakat, posisi kelas atau status sosialnya, ia juga tidak tahu keberuntungannya dalam distribusi

aset-aset serta kecakapan alamiah, kecerdasan dan kekuatan, dan lain-lain. Juga tak ada yang tahu soal konsepsinya tentang konsepnya sendiri mengenai yang-baik, termasuk rencana hidupnya sendiri secara terperinci;

atau ia bahkan juga tidak mengenal secara pasti situasi psikologisnya, seperti ketidaksukaannya mengembil resiko serta kecenderungan bersikap

optimis atau pesimis…Semua pihak juga tidak mengetahui situasi khusus yang melingkupi masyarakat mereka. Artinya mereka tidak tahu situasi ekonomi dan politiknya, atau taraf peradaban dan kebudayaan yang telah

dapat dicapai.‖36

Isolasi terhadap orang-orang di original position itu hampir sempurna

sampai-sampai diasumsikan mereka itu tidak tahu di generasi mana mereka hidup.

Tapi di lain pihak, harus dibayangkan mereka bukan orang-orang yang terkena

lupa ingatan sepenuhnya. Sebab mereka masih mengetahui bahwa masyarakat

merupakan subjek circumstances of justice, --kondisi di bawah mana kerja sama

sosial dimungkinkan dan diperlukan— tahu akan fakta-fakta umum mengenai

masyarakat manusia, paham akan politik dan prinsip-prinsip teori ekonomi, basis

organisasi sosial dan hukum psikologi manusia. Pendeknya mereka tahu fakta-

fakta umum yang memengaruhi pilihan terhadap prinsip-prinsip keadilan. Dari

36

John Rawls, Teori Keadilan, h. 165

Page 84: DUA PRINSIP KEADILAN SOSIAL MENURUT JOHN RAWLS

75

basis situasi yang fair itu, mereka akan memilih konsepsi keadilan yang secara

rasional paling menguntungkan. Itu sebabnya, Rawls pada mulanya beranggapan

teori keadilannya merupakan bagian, bahkan bagian terpenting, teori pilihan

rasional.37

Konsep veil of ignorance fundamental di sini karena menentukan apakah

kontrak atau persetujuan dapat dilakukan atau tidak. Dengan veil of ignorance,

orang-orang pada original position dalam posisi setara, moral maupun

informasinya,38 konflik kepentingan ditidurkan, sehingga membuat pemilihan

secara aklamasi konsepsi keadilan tertentu menjadi mungkin. Tanpa pembatasan

akses mereka terhadap berbagai informasi dan pengetahuan, tawar-menawar di

original position akan tak tertolong ruwetnya. Di balik cadar ketidaktahuan,

kumpulan orang-orang dalam original position berada dalam situasi fairness dan

memenuhi syarat keadilan proseduran murni: mereka punya harapan yang sama

untuk menang dan kemungkinan yang sama untuk kalah. Di balik ―tabir‖ itu

mereka dibebaskan dari segala pengaruh kontingensi sosial yang dapat membuat

ada di antara mereka berada pada posisi lebih beruntung dalam tawar menawar.

Veil of ignorance, dengan demikian, membedakan teori kontrak Rawls dari teori

kontrak tradisional: kontraktor Rawsl berada dalam posisi sederajat, sebaliknya

kontraktor Rawls.

2. Rasionalitas dan Strategi Maximin

37

Bur Rasuanto, Keadilan Sosial, h. 56 38

Will Kymlicka, Pengantar Filsafat Politik , h. 84

Page 85: DUA PRINSIP KEADILAN SOSIAL MENURUT JOHN RAWLS

76

Posisi asali adalah situasi khusus yang dirancang, bukan dikonstruksi,

untuk tujuan khusus, yaitu memilih dan menyepakati konsep keadilan sosial yang

memenuhi kriteria tertentu. Salah satu syarat formal konsep yang-hak. Hal

demikian dikarenakan konsepsi keadilan sosial Rawls mengambil dasar

deontologis yang menganggap yang-hak prioritas atas yang baik. Ada beberapa

perbedaan penting antara kedua konsep fundamental ini teori moral ini. Pertama,

yang-hak haruslah diterima semua pihak, sementara yang baik tidak perlu. Prinsip

yang dipilih orang-orang dalam posisi asali diputuskan dengan suara bulat, tapi

tak perlu terjadi aklamasi untuk menentukan yang-baik. Kedua umumnya adalah

baik bahwa orang punya konsepsi berbeda-beda mengenai yang-baik, tapi tidak

begitu halnya bagi konsepsi yang-hak. Ketiga, dalam posisi asali, prinsip keadilan

berdasarkan nilai yang-hak dipilih di balik selubung ketidaktahuan atau veil of

ignorance, sebaliknya untuk menentukan yang-baik orang harus bersandar pada

pengetahuan dan informasi sepenuhnya atas fakta-fakta.

maka konsepsi keadilan yang akan dipilih dalam posisi asali, haruslah

memenuhi syarat-syarat formal konsepsi yang-hak, yaitu (1) prinsip itu haruslah

umum (general) bentuknya, (2) universal aplikasinya, (3) diakui secara publik

(publicity), (4) berurutan secara leksikal, (5) mahkamah terakhir bagi klaim-klaim

person moral. Dirangkum dalam satu rumusan: suatu konsepsi yang-hak adalah

suatu perangkat prinsip yang umum bentuknya dan universal aplikasinya, diakui

secara publik sebagai mahkamah terakhir bagi penyelesaian klaim-klaim moral

yang saling berkonflik.39

39

John Rawls, Teori Keadilan, h.158-163

Page 86: DUA PRINSIP KEADILAN SOSIAL MENURUT JOHN RAWLS

77

a. Strategi Maximin

Tapi apa yang harus dipilih orang orang dalam posisi asali, original

position, bagaimana mereka harus memilih dan tahuh bahwa mereka membuat

pilhan yang benar. Meski terisolasi oleh veil of ignorance, orang-orang dalam

posisi asali bukanlah orang-orang yang kehilangan rasionalitas dan masih punya

perangkat preferensi koheren antara pilihan-pilihan yang terbuka baginya.

Menurut Rawls, mereka tahu bagaimana mengurutkan pilihan-pilihan, bahwa

mereka melindungi kebebasan, meluaskan kesempatan, meningkatkan cara

memajukan tujuan-tujuan.40

Bur Rasuanto memberi tamsil akan hal tersebut bahwa, adalah rasional

bahwa mereka akan memilih prinsip-prinsip yang sudah tersedia daripada

membuat usulan sendiri. Tapi sekiranya akan membuat usulan sendiri, adalah

rasional bahwa mereka tidak akan mengusulkan yang bukan-bukan karena tidak

ada insentifnya. Misalnya, adalah tidak rasional bahwa mereka akan mengusulkan

memberi hak-hak istimewa karena alasan etnis atau asal kelahiran. Atau usul

seperti misalnya yang sampai usia 15 tahun masih buta huruf tidak diizinkan

masuk kota. Orang-orang dalam posisi asali, original position juga tidak mungkin

mengambil prinsip yang secara eksplisit mengandung doktrin rasial misalnya,

karena bukan saja tidak adil tapi juga irrasional; doktrin seperti itu bukan konsepsi

moral melainkan alat penindasan.

Sebenarnya apa prinsip yang akan dipilih dalam posisi asali dapat dites

melalui pandangan salah seorang yang dipilih secara acak, mengingkat posisi

40

John Rawls, Teori Keadilan, h. 172-173

Page 87: DUA PRINSIP KEADILAN SOSIAL MENURUT JOHN RAWLS

78

masing-masing anggota masing-masing orang dalam posisi asali itu setara.

Artinya apa yang diputuskan salah seorang dari mereka sudah akan mewakili

keseluruhan partai. Misalnya, mengenai distribusi nilai-nilai primer: adalah tidak

beralasan apabila ia mengharapkan mendapat lebih, sebaliknya adalah tidak

rasional bahwa ia akan menerima prinsip persamaan sebagai dasar distribusi nilai-

nilai primer: persamaan kebebasan bagi semua, persamaan kesempatan dan

persamaan distribusi pendapatan dan kekayaan. Dan itu berarti, ia telah memilih

dua prinsip keadilan intuitif Rawls.

Tapi tes itu belum memastikan orang-orang dalam posisi asali akan

memilih konsepsi keadilan intuitif tersebut. Meski sama-sama rasional, tapi

mereka sama-sama di balik veil of ignorance, dan tidak bisa membayangkan

dengan cara bagaimana prinsip-prinsip yang akan mereka pilih itu nantinya

menguntungkan atau merugikan dirinya dan orang yang diwakilinya. Mereka

tidak tahu bagaimana berbagai alternatif akan mempengaruhi pertimbangan

masing-masing. Mereka diharuskan menilai prinsip-prinsip semata-mata atas

dasar pertimbangan-pertimbangan umum. Menghadapi ‗masa depan‘ yang tidak

pasti semacam itu, adalah rasional bahwa posisi asali hanya akan menentukan

strategi memilih dan bukan memilih prinsip keadilannya sendiri. Dan bagaimana

strategi memilih yang mereka ambil? Rawls percaya mereka akan menerapkan

prinsip ―dapatkan maksimum pada keadaan minimum‖. Inilah prinsip maximum

minimorum atau yang disingkat maximin. Perhatikan tabel yang dimodifikasi dari

tabel yang dibuat oleh Rawls.41

41

John Rawls, Teori Keadilan, h. 186

Page 88: DUA PRINSIP KEADILAN SOSIAL MENURUT JOHN RAWLS

79

KEADAAN

PILIHAN A B C

1 -4 9 12

2 -5 7 13

3 5 6 8

Apabila seluruh informasi diketahui sehingga keadaan yang akan terjadi

bisa diperhitungkan, orang tentu akan memilih alternatif 1 atau 2, tergantung pada

informasi yang diperolehnya dan kesimpulan yang dibuatnya. Kalau diramalkan

akan terjadi keadaan C, pilhan 2 (nilai 13) yang paling menguntungkan; kalau

yang terjadi keadaan B maka yang paling menguntungkan pilihan 1 (nilai 9). Tapi

karena orang-orang dalam posisi asali tidak mengetahui informasi apa yang akan

terjadi karena tidak memiliki informasi, pilihan paling aman dan masuk akal

adalah 3 (nilai 5): memang tidak terlalu menguntungkan apabila terjadi keadaan B

maupun C, tapi justru paling menguntungkan kalau yang terjadi keadaan terrburuk

(A). Inilah pilhan dengan asas maximum minimorum atau maximin yang

digunakan kumpulan orang di orpos untuk memilih prinsip keadilan dengan

argumen kontrak sosial. Asas maximin adalah memilih alternatif yang paling

menguntungkan jika terjadi keadaan paling buruk. Orang-orang dalam posisi asali

tidak akan memilih strategi spekulatif atau untung-untungan melainkan memilih

strategi aman yaitu solusi maximin. Berdasarkan asas maximin ini pilihan paling

menguntungkan adalah dua prinsip keadilan Rawls.42

42

Bur Rasuanto, Keadilan Sosial, h. 60-61

Page 89: DUA PRINSIP KEADILAN SOSIAL MENURUT JOHN RAWLS

80

Dengan demikian, uraian mengenai konsep keadilan sosial menurut John

Rawls telah penulis bahas. Konsep keadilan sosial Rawls didasarkan pada dua

prinsip keadilan yang diyakininya, akan, dipilih oleh orang-orang yang rasional,

bebas, dan setara dalam posisi awal yang fair. Hal ini sejalan dengan gagasan

besar teori Rawls, justice as fairness, yakni prinsip-prinsip keadilan merupakan

hasil kesepakatan bersama dalam posisi awal yang fair (original position).

Page 90: DUA PRINSIP KEADILAN SOSIAL MENURUT JOHN RAWLS

81

BAB V

PENUTUP

Setelah melakukan penjelajahan secara singkat padat terhadap pemikiran

John Rawls di bab-bab terdahulu, pada momen ini sudah saat untuk menarik

kesimpulan dari berbagai gagasan Rawls menyangkut konsepsinya tentang

keadilan sosial.

Konsepsi keadilan sosialnya bertolak dari masyarakat sebagai sebuah

sistem kerja sama sosial saling menguntungkan antar manusia. Di mana masalah

keadilan lahir akibat adanya konflik kepentingan dikarenakan masing-masing

orang tidak sependapat mengenai bagiamana hasil kerja sama sosial dibagi secara

adil kepada para warga masyarakat. Dalam situasi demikian, sebuah konsepsi

keadilan sosial bersama dinilai oleh Rawls merupakan tuntutan dasar dalam

memecahkan konflik dalam masyarakat. Kesepakatan bersama mengenai

mengenai apa yang adil dan tidak adil menjadi batasan sejauh mana setiap orang

dapat mengajukan klaimnya masing-masing.

Konsepsi keadilan sosial Rawls didasarkan pada dua prinsip keadilan

sosial yang diyakininya akan dipilih dalam original position. Dua prinsip ini tidak

hanya sesuai dan selaran dengan rasa keadilan, namun juga dapat

dipertanggungjawabkan secara rasional. Karena itu, konsepsi keadilan sosial

Rawls dianggap memiliki keunggulan dan kekuatan dibandingkan konsepsi

keadilan sosial lainnya.

Page 91: DUA PRINSIP KEADILAN SOSIAL MENURUT JOHN RAWLS

82

Konsepsi keadilan sosial menampilkan pandangannya yang egalitarian,

tapi bukan seorang egalitarian radikal. Prinsip keadilan sosial mengusung prinsip

persamaan sebagai prinsip pokoknya. Ada sejumlah prinsip persamaan dalam

keadilan sosial, semisal persamaan distribusi, persamaan pendapatan, persamaan

nilai-nilai sosial primer, tapi Rawls mengusung prinsip persamaan kebebasan.

Dalam konsepsinya, kebebasan-kebebasan dasar atau fundamental mendapat

prioritas tertinggi dan tidak boleh dikorban oleh kepentingan ekonomi dan sosial

maupun politis.

Di samping, prinsip persamaan konsepsinya khususnya juga mengangkat

prinsip ketidaksamaan. Dalam bagian ini ketidaksamaan hanyalah diperbolehkan

dalam bidang sosial dan ekonomi, tapi dengan batasan bahwa ketidaksamaan

sosial dan ekonomi haruslah di bawah persamaan kesempatan yang fair bagi

semua orang tanpa terkecuali, sekaligus ketidaksamaan haruslah menguntungkan

orang yang paling lemah atau paling kurang beruntung.

Dalam hal ini, Rawls melalui prinsip difference menampilkan sebuah

terobosan baru dalam keadilan distributif yang selama ini hanya didasarkan pada

prinsip kesamaan kesempatan fair saja sehingga abai terhadap faktor-faktor

keberuntungan yang bersifat genetisi atau alamiah. Di perspektif kesamaan

demokratis, prinsip persamaan kesempatan fair yang selama ini menjadi justifikasi

bagi segala ketimpangan dan kesenjangan sosial ekonomi dikawinkan dengan

prinsip difference. Dengan demikian, Rawls benar-benar menjaga peluang dan

kesempatan bagi setiap untuk mencapai kesejahteraan bagi orang yang paling

kurang beruntung dari segi alamiah atau genetis.

Page 92: DUA PRINSIP KEADILAN SOSIAL MENURUT JOHN RAWLS

83

Konsepsi keadilan Rawls harus dilihat lebih jauh tentang pandangannya

bahwa keadilan merupakan kebajikan utama dalam masyarakat. Sebuah

masyarakat yang diatur oleh sebuah konsepsi bersama tentang keadilan

digambarkan oleh Rawls sebagai suatu gambaran mengenai masyarakat yang

tertata baik, well-ordered society. Hal tersebut merupakan visi Rawls tentang

masyarakat ideal, di mana keadilan merupakan landasan fundamental kehidupan

bersama sebagai sebuah masyarakat untuk dapat berkelanjutan, stabil, dan bersatu.

Konsepsi keadilan sosial John Rawls yang didasarkan nilai-nilai

persamaan, kebebasan dan solidaritas sesungguhnya merupakan suatu hal yang

tidak lagi asing dalam wacana filsafat politik Islam. Banyak di antara pemikir-

pemikir Muslim yang bahkan jauh lebih dulu berbicara tentang keutamaan

keadilan sebagai nilai prinsipil bagi kehidupan bersama sebagai sebuah

masyarakat dengan karakteristik pemikirannya. Di antaranya adalah Ibnu Khaldun

(1332), seorang filsuf Muslim yang dikenal dengan karyanya Muqaddimah. Ibnu

Khaldun menempatkan keadilan sebagai tolak punggung suatu negara.1 Di

samping itu, ada juga Baqir al-Shadr yang menjelaskan bagaimana peran tauhid

dalam menciptakan sistem sosial ideal. Al-Shadr bahkan menegaskan bahwa

Islam sangat menjunjung tinggi persamaan. Islam tidak mengenal adanya

diskriminasi dalam memandang dan memerlakukan umatnya. Hal ini merupakan

konsekuensi logis pandangan tauhid di mana di hadapan Allah semuanya adalah

sama, yaitu sebagai hamba Allah. Tidak ada individu, kelompok, atau bangsa

yang lebih tinggi derajat dan kelasnya sehingga dapat mengeksploitasi, menjajah,

1 Hanik Yuni A lfiyah, “Ibnu Khaldun dan Tafsir Sosial” dalam Jurnal Paramedia, vol.

ke-7, No. 2, April 2006, h. 6

Page 93: DUA PRINSIP KEADILAN SOSIAL MENURUT JOHN RAWLS

84

dan menundukkan yang lain. Bahkan Islam mengutuk tindakan tersebur serta

menegaskan bahwa kepatuhan terhadap perbuatanitu adalah syirk. Dan masih

banyak lainnya.

Terlepas dari semua itu, masing-masing memiliki kekhasan dan keunikan

tersendiri dalam menjelaskan bagaimana suatu bentuk tata sosial dan tata politik

yang ideal sesuai dengan konteks zamannya. Dalam hal ini, teori John Rawls

memang lebih relevan dalam konteks masyarakat zaman sekarang yang hampir

sebagian besar bersandar pada prinsip-prinsip demokrasi. Dan konsepsi keadilan

sosial Rawls sebagaimana ditegaskannya hanya dapat diterapkan dalam kultur

masyarakat demokrasi konstitusional, bukan lainnya.

Page 94: DUA PRINSIP KEADILAN SOSIAL MENURUT JOHN RAWLS

85

DAFTAR PUSTAKA

Alfiyah, Hanik Yuni, “Ibnu Khaldun dan Tafsir Sosial” dalam Jurnal Paramedia,

vol. ke-7, No. 2, April 2006, h. 6

Christman, John. Social and Political Philosophy: A Contemporary Introduction,

London: Routledge, 2002.

Daniels, Norman (ed). Reading Rawls: Critical Studies on Rawls A Theory of Justice, New York: Basic Books, 1980.

Graham, Paul. Rawls. Oxford: Oneworld, 2007.

Gewertz, Ken. “John Rawls, Influental Political Philosopher Dead at 81”, artikel diakses pada 1 Maret 2009 dari http://www.news.harvard.edu/gazette/2002/11. 21/99- rawls.html

Ginsberg, Morris. Keadilan dalam Masyarakat. Yogyakarta: Pondok Edukasi,

2003. Kaelan. Metode Penelitian Kualitatif Bidang Filsafat. Yogyakarta: Paradigma,

2005. Kymlica, Will. Pengantar Filsafat Politik Kontemporer: Kajian Khusus atas

Teori-Teori Keadilan. terj. Agus Wahyudi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004.

Mandle, Joe. Rawls’s ‘A Theory of Justice’ an Introduction. New York:

Cambridge University Press, 2009.

Miller, David. Principles of Social Justice. London: Harvard University Press,

1999. Oneil, Onora. “Catatan Sederhana Tentang Etika Kant”, dalam Etika Terapan I,

ed. Lary May, dkk, terj. Sinta Carolina, dkk, Yogyakarta: Tiara Wacana, 2001.

Pogge, Thomas. John Rawls: His Life and Theory of Justice, trans. Michelle

Kosch, New York: Oxford University Press, 2007.

Rawls, John, Teori keadilan: Dasar-Dasar Filsafat Politik untuk Mewujudkan

Kesejahteraan Sosial dalam Negara. terj. Uzair Hamzah dan Heru Prasetyo. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006.

Page 95: DUA PRINSIP KEADILAN SOSIAL MENURUT JOHN RAWLS

86

-------, Political Liberalism. New York: Columbia University Press, 1993 -------, Justice as Fairness: A Restatement, Erin Kelly (ed). Cambridge: Harvard

University Press, 2001.

Rasuanto, Bur. Keadilan Sosial: Pandangan Deontologis Rawls dan Habermas, Dua Teori Filsafat Politik Modern, Jakarta: Gramedia, 2005

Russel, Bertrand. Sejarah Filsafat Barat: Kaitannya dengan Kondisi Sosio-Politik Zaman Kuno Hingga Sekarang, cet. Ke-2, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

2004. Suseno, Franz Magnis. Kuasa dan Moral, cet.ke-2, Jakarta: Gramedia, 1988.

-------, Pijar-Pijar Filsafat dari Gatholoco ke Filsafat Perempuan, dari Adam

Muller ke Posmodernisme. cet.ke-5, Yogyakarta: Kanisius, 2009. -------, Etika Politik: Prinsip-Prinsip Moral Dasar Kenegaraan Modern. Jakarta:

Gramedia, 1987.

-------, Etika Dasar, Masalah-Masalah Pokok Filsafat Moral. Yogyakarta: Kanisius, 1987

Ujan, Andre Uta. Keadilan dan Demokrasi: Telaah Filsafat Politik John Rawls,

cet.ke-5, Yogyakarta: Kanisius, 2005. Veger, K.J. Realitas Sosial. Refleksi Filsafat Sosial atas Hubungan Individu-

Masyarakat dalam Cakrawala Sejarah Sosiologi. Jakarta: Gramedia, 1986.

Wahyudi Agus, “Filsafat Politik Barat dan Masalah Keadilan: Catatan Kritis atas

Pemikiran Will Kymlicka” dalam Jurnal Filsafat, April 2004, Jilid 36,

Nomor 1