UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
DI KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
DI RUMAH SAKIT PALANG MERAH INDONESIA BOGOR
DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 202 DEPOK
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
MUTIARA HILMA, S.Farm
1106153391
ANGKATAN LXXV
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
DESEMBER 2012
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
DI KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
DI RUMAH SAKIT PALANG MERAH INDONESIA BOGOR
DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 202 DEPOK
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar apoteker
MUTIARA HILMA, S.Farm
1106153391
ANGKATAN LXXV
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
DESEMBER 2012
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Laporan Praktek Profesi Apoteker ini adalah hasil karya saya sendiri,
dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar
Nama : Mutiara Hilma
NPM : 1106153391
Tanda Tangan :
Tanggal : 29 Desember 2012
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademika Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di
bawah ini:
Nama : Mutiara Hilma
NPM : 1106153391
Program Studi : Apoteker
Fakultas : Farmasi
Jenis Karya : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
demi pengembangan ilmu pengetahuna, menyetujui untuk memberikan kepada
Universitas Indonesia Hak Bebas Royati Non-ekslusif (Non-exclusive Roylty-
Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:
1. Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan
Distribusi Kefarmasian Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Periode 18 Juni
– 29 Juni 2012
2. Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Rumah Sakit Palang Merah
Indonesia Jl. Padjajaran No.80 Bogor Periode 3 Juli - 25 Agustus 2012
3. Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Kimia Farma No. 202
Jl. Kejayaan Raya Blok IX No. 02 Depok
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non-
ekslusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan,
mengelola dalam bentuk karya ilmiah saya selama tetap mencantumkan nama
saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Depok
Pada tanggal: 29 Desember 2012
Yang menyatakan,
(Mutiara Hilma)
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI
KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA
KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
PERIODE 18 JUNI – 29 JUNI 2012
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
MUTIARA HILMA, S.Farm
1106153391
ANGKATAN LXXV
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
DESEMBER 2012
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI
KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA
KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
PERIODE 18 JUNI – 29 JUNI 2012
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar apoteker
MUTIARA HILMA, S.Farm
1106153391
ANGKATAN LXXV
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
DESEMBER 2012
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
iv
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat melaksanakan Praktek Kerja
Profesi Apoteker di Kementerian Kesehatan Republik Indonesia pada periode 18
Juni - 29 Juni 2012. Kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) ini
dilaksanakan sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Apoteker, dengan
tujuan untuk meningkatkan pemahaman dan mengaplikasikan ilmu yang telah
diperoleh selama perkuliahan. Dalam ruang yang terbatas ini, dengan segala
kerendahan hati, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan rasa hormat
kepada:
1. Dra. Engko Sosialine Magdalene, Apt. selaku Direktur Bina Produksi dan
Distribusi Kefarmasian dan Pembimbing atas kesempatan yang telah diberikan
kepada penulis untuk mengenal direktorat ini, banyak membantu, dan
membimbing penulis.
2. Pharm. Dr. Joshita Djajadisastra, M.S., Ph.D., Apt selaku pembimbing dari
Fakultas Farmasi Universitas Indonesia yang selalu sabar dalam membimbing
penulis.
3. Prof. Dr. Yahdiana Harahap, Apt., M.S. selaku Dekan Fakultas Farmasi
Universitas Indonesia.
4. Dr. Harmita, Apt selaku Ketua Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi
Universitas Indonesia.
5. Dra. Maura Linda Sitanggang, Apt, Ph.D selaku Direktur Jendral Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan yang telah memberikan kesempatan kepada
penulis untuk mengenal Kementerian Kesehatan RI.
6. Dra. R. Dettie Yuliati, Apt., Msi. selaku Kasubdit Produksi dan Distribusi
Obat dan Obat Tradisional beserta staf yang telah banyak membantu dan
membimbing penulis.
7. Dra. Ratih Purnama, Apt., MM. selaku Kasubdit Produksi Kosmetika dan
Makanan berserta staf yang telah banyak membantu membimbing penulis.
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
v
8. Drs. Riza Sultoni, Apt., MM. selaku Kasubdit Produksi dan Distribusi
Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan Sediaan Farmasi Khusus berserta staf
yang telah banyak membantu dan membimbung penulis.
9. Dita Novianti S.Si, Apt, MM selaku Kasubdit Kemandirian Obat dan Bahan
Baku Obat beserta staf yang telah banyak membantu dan membimbing
penulis.
10. Drs. Suhata selaku Kasubag TU Direktorat Bina Produksi dan Distribusi
Kefarmasian atas kesempatan, bantuan, dan bimbingan yang telah diberikan
kepada penulis.
11. Seluruh staf dan karyawan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia atas
segala keramahan, pengarahan, dan bantuan selama penulis melaksanakan
PKPA.
12. Seluruh staf pengajar dan tata usaha Program Profesi Apoteker Fakultas
Farmasi Universitas Indonesia atas bantuan yang telah diberikan kepada
penulis.
13. Keluargaku tercinta atas semua dukungan, kasih sayang, perhatian, kesabaran,
dorongan, semangat dan doa yang tidak henti-hentinya.
14. Teman-teman Apoteker Angkatan 75 atas dukungan dan kerja sama selama
ini.
15. Semua pihak yang telah memberikan bantuan kepada penulis selama
penyusunan laporan ini.
Akhir kata, penulis berharap Allah SWT berkenan membalas segala
kebaikan semua pihak yang telah membantu. Tak ada gading yang tak retak,
penulis pun menyadari penelitian dan penyusunan laporan PKPA ini masih jauh
dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran untuk
kesempurnaan laporan PKPA ini. Semoga laporan PKPA ini memberikan manfaat
bagi pengembangan ilmu pengetahuan dalam dunia farmasi khususnya dan
masyarakat pada umumnya.
Penulis
2012
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
vi
ABSTRAK
Nama : Mutiara Hilma
Program Studi : Profesi Apoteker
Judul : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina
Produksi dan Distribusi Kefarmasian Direktorat Jenderal
Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia Periode 18 Juni – 29 Juni
2012
Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi
Kefarmasian Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia bertujuan untuk memahami tugas
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian
Kesehatan RI, khususnya di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian
dan memahami peran serta fungsi profesi apoteker dalam melaksanakan pekerjaan
kefarmasian di Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Kementerian Kesehatan RI, khususnya di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi
Kefarmasian. Direktorat Produksi dan Distribusi Kefarmasian mencakup industri
farmasi, industri dan usaha obat tradisional, pedagang besar farmasi, narkotik,
psikotropik, prekursor, sediaan farmasi khusus, bahan baku obat, kosmetik dan
makanan. Tugas khusus yang diberikan berjudul Kajian Perbandingan Kebijakan
Impor Sediaan Farmasi Khusus di Malaysia dan Singapura dengan Indonesia.
Tugas khusus ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kebijakan impor sediaan
farmasi lewat jalur khusus atau Special Access Scheme (SAS) di Indonesia,
Malaysia dan Singapura.
Kata Kunci : Direktorat Produksi Distribusi Kefarmasian, Kementerian
Keseharan, Sediaan Farmasi Khusus, Special Access Scheme
(SAS)
Tugas Umum : xi + 47 halaman; 1 gambar; 4 tabel; 8 lampiran
Tugas Khusus : iv + 22 halaman; 3 tabel; 11 lampiran
Daftar Acuan Tugas Umum : 6 (2009-2011)
Daftar Acuan Tugas Khusus : 21 (1998-2012)
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
vii
ABSTRACT
Name : Mutiara Hilma
Program Study : Apothecary Profession
Title : Apothecary Internship Report at Direktorat Bina Produksi dan
Distribusi Kefarmasian Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian
dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia Period June 18th
– June 29th 2012
Apothecary Internship at Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia aimed to learn the duty of Direktorat Jenderal Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, specially Direktorat
Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian and to know the role and functions of
Apothecary profession in Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, specially Direktorat Bina Produksi dan
Distribusi Kefarmasian. Direktorat Produksi dan Distribusi Kefarmasian include
pharmacy industry, industry and small business of traditional drugs, Retail
Pharmacy Industry, narcotics, psikotropics, precursors, special pharmaceutical
stuff, raw material of drug, cosmetic and food. Special assignment given titled is
Analysis the Difference of Import special pharmaceutical stuff Policy among
Malaysia, Singapore and Indonesia. The aim of this special assigment is to know
the difference of import pharmacy products policy via Special Access Scheme
(SAS) among Indonesia, Malaysia and Singapore.
Keywords : Direktorat Produksi Distribusi Kefarmasian, Kementerian
Keseharan, special pharmaceutical stuff, Special Access
Scheme (SAS)
General Assignment : xi + 47 pages; 1 picture; 4 tables; 8 appendices
Special Assignment : iv + 22 pages; 3 tables; 11 appendices
Bibliography of general assignment : 6 (2009-2011)
Bibliography of special assignment : 21 (1998-2012)
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ....................................................................................ii
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................... iii
KATA PENGANTAR ................................................................................ iv
ABSTRAK vi
ABSTRACT vii
DAFTAR ISI ................................................................................................viii
DAFTAR GAMBAR xi
DAFTAR TABEL xii
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xiii
1. PENDAHULUAN ................................................................................. 1
1.1. Latar Belakang ................................................................................ 1
1.2. Tujuan ............................................................................................. 3
2. TINJAUAN UMUM .............................................................................. 4
2.1 Tinjauan Umum Kementerian Kesehatan .......................................... 4
2.1.1 Logo Kementerian Kesehatan ................................................. 4
2.1.2 Visi dan Misi .......................................................................... 5
2.1.3. Strategi .................................................................................. 6
2.1.4. Nilai-Nilai.............................................................................. 6
2.1.5. Tugas ..................................................................................... 7
2.1.6. Fungsi .................................................................................... 7
2.1.7 Tujuan .................................................................................... 8
2.1.8. Sasaran Strategis .................................................................... 8
2.1.9. Arah Kebijakan ...................................................................... 10
2.1.10 Kewenangan ......................................................................... 11
2.1.11 Susunan Organisasi ............................................................... 13
2.2. Tinjauan Tentang Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan
Alat Kesehatan ................................................................................ 14
2.2.1. Tugas dan Fungsi ................................................................... 14
2.2.2. Tujuan ................................................................................... 14
2.2.3. Sasaran dan Indikator ............................................................. 15
2.2.4. Kegiatan ................................................................................ 15
2.2.5. Struktur Organisasi ................................................................ 15
2.2.5.1 Sekertariat Direktorat Jenderal ................................ 15
2.2.5.2 Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan
Kesehatan ............................................................... 16
2.2.5.3 Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian.................. 17
2.2.5.4 Direktorat Bina Produksi dan Distribusi
Alat Kesehatan ....................................................... 18
2.2.5.5 Direktorat Bina Produksi dan Distribusi
Kefarmasian ........................................................... 19
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
ix
3. TINJAUAN KHUSUS DIREKTORAT BINA PRODUKSI
DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN
3.1. Tugas Pokok dan Fungsi .................................................................. 21
3.2. Tujuan ............................................................................................ 21
3.3. Sasaran ........................................................................................... 22
3.4. Strategi ............................................................................................ 22
3.5. Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan
Distribusi Kefarmasian .................................................................... 22
3.6. Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan
Obat Tradisional .............................................................................. 22
3.6.1. Tugas dan Fungsi ................................................................... 22
3.6.2. Struktur Organisasi ................................................................ 23
3.6.2.1 Seksi Standardisasi Produksi dan Distribusi ................ 23
3.6.2.2 Seksi Perizinan Sarana Produksi dan Distribusi ........... 23
3.7. Subdirektorat Produksi Kosmetika dan Makanan .......................... ..24
3.7.1. Tugas dan Fungsi ................................................................... 24
3.7.2. Struktur Organisasi ................................................................ 24
3.7.2.1. Seksi Standarisasi Produksi Kosmetika dan
Makanan 24
3.7.2.2. Seksi Perizinan Sarana Produksi Kosmetika 24
3.8. Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika,
Prekursor, dan Sediaan Farmasi Khusus 25
3.8.1. Tugas dan Fungsi ................................................................... 25
3.8.2. Struktur Organisasi ................................................................ 26
3.8.2.1 Seksi Narkotika, Psikotropika, dan Prekusor Farmasi .. 26
3.8.2.2 Seksi Sediaan Farmasi Khusus .................................... 26
3.9. Subdirektorat Kemadirian Obat dan Bahan Baku Obat ..................... 26
3.9.1. Tugas dan Fungsi ................................................................... 26
3.9.2. Struktur Organisasi ................................................................ 27
3.9.2.1 Seksi Analisa Obat dan Bahan Baku Obat 27
3.9.2.2 Seksi Kerjasama 27
3.10. Sub Bagian Tata Usaha ................................................................. 27
3.10.1. Umum .................................................................................. 27
3.10.2. Kepegawaian ...................................................................... 28
3.10.3. Kerumahtanggaan Direktorat ............................................... 28
3.11. Komponen Kegiatan...................................................................... 29
3.11.1. Capacity Building ............................................................... 29
3.11.2. Pembinaan Industri .............................................................. 29
3.11.3. Aliansi Strategi .................................................................... 30
3.11.4. Kemandirian Bahan Baku Obat ............................................ 30
3.11.5. Penyusunan Pedoman Standar .............................................. 31
3.11.6. Penguatan Regulasi dan Sosialisasi ...................................... 31
3.11.7. Penguatan Infrastruktur/Sarana ............................................ 32
3.11.8. Reposisi dan Revitalisasi Obat Generik ................................ 32
3.12. Sumber Daya Manusia .................................................................. 33
4. PELAKSANAAN DAN PENGAMATAN ............................................ 34
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
x
5. PEMBAHASAN .................................................................................... 36
5.1. Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional.. 37
5.2. Subdirektorat Produksi Kosmetika dan Makanan .......................... 41
5.3. Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika,
Psikotropika, Prekursor, dan Sediaan Farmasi Khusus................... 42
5.4. Subdirektorat Kemadirian Obat dan Bahan Baku Obat ..................... 44
6. KESIMPULAN DAN SARAN 46
6.1. Kesimpulan ..................................................................................... 46
6.2. Saran ............................................................................................... 46
DAFTAR ACUAN ......................................................................................47
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Logo Kementerian Kesehatan 4
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Sumber Daya Manusia (SDM) Direktorat Bina Produksi Dan
Distribusi Kefarmasian 33
Tabel 4.1 Jadwal Kegiatan PKPA di Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian
dan Alat Kesehatan 34
Tabel.5.1 Izin Industri Farmasi, Industri Obat Tradisional,
Pedagang Besar Farmasi dan Pedagang Besar Farmasi Bahan
Obat yang diterbitkan oleh 2011 Subdirektorat Produksi dan
Distribusi Obat dan Obat tradisional 40
Tabel 5.2 Izin impor/ekspor prekusor, narkotika, psikotropika dan
prekusor yang diterbitkan oleh 2011 subdirektorat
produksi dan distribusi narkotika, psikotropika, prekursor,
dan sediaan farmasi khusus 43
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Struktur Organisasi Kementrian Kesehatan 48
Lampiran 2 Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian
dan Alat Kesehatan 49
Lampiran 3 Struktur Organisasi Sekretariat Direktorat Jenderal Bina
Kefarmasian Dan Alat Kesehatan 50
Lampiran 4 Struktur Organisasi Direktorat Bina Obat Publik Dan
Perbekalan Kesehatan 51
Lampiran 5 Struktur Organisasi Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian 52
Lampiran 6 Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi Dan Distribusi
Alat Kesehatan 53
Lampiran 7 Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi Dan Distribusi
Kefarmasian 54
Lampiran 8 Alur Proses Perijinan 55
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
1 Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun
sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan
ekonomis. Guna terciptanya peningkatan derajat kesehatan setinggi-tingginya,
maka perlu dilakukan upaya kesehatan dan peningkatan pelayanan kesehatan.
Peningkatan upaya kesehatan dapat dilakukan dalam bentuk pencegahan penyakit,
peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit, dan pemulihan kesehatan.
Pelayanan kesehatan dapat berupa pelayanan kesehatan promotif, preventif,
kuratif, rehabilitatif dan tradisional (Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009).
Pelayanan kesehatan promotif adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian
kegiatan pelayanan kesehatan yang lebih mengutamakan kegiatan yang bersifat
promosi kesehatan. Pelayanan kesehatan preventif adalah suatu kegiatan
pencegahan terhadap suatu masalah kesehatan/penyakit. Pelayanan kesehatan
kuratif adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan pengobatan yang
ditujukan untuk penyembuhan penyakit, pengurangan penderitaan akibat
penyakit, pengendalian penyakit, atau pengendalian kecacatan agar kualitas
penderita dapat terjaga seoptimal mungkin. Pelayanan kesehatan rehabilitatif
adalah kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan untuk mengembalikan bekas
penderita ke dalam masyarakat sehingga dapat berfungsi lagi sebagai anggota
masyarakat yang berguna untuk dirinya dan masyarakat semaksimal mungkin
sesuai dengan kemampuannya. Pelayanan kesehatan tradisional adalah
pengobatan dan/atau perawatan dengan cara dan obat yang mengacu pada
pengalaman dan keterampilan turun temurun secara empiris yang dapat
dipertanggungjawabkan dan diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di
masyarakat (Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009).
Peningkatan upaya kesehatan dan pelayanan kesehatan membutuhkan
peran serta baik dari pemerintah selaku perumus kebijakan dan masyarakat
sebagai pelaksana kebijakan agar setiap orang dapat terpenuhi haknya dalam
memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau.
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
2
Universitas Indonesia
Pemerintah mempunyai tanggung jawab dalam merencanakan, mengatur,
menyelenggarakan, membina, dan mengawasi penyelenggaraan upaya kesehatan
yang merata dan terjangkau oleh masyarakat. Selain itu, pemerintah bertanggung
jawab atas ketersediaan lingkungan, tatanan kesehatan, fasilitas kesehatan, sumber
daya di bidang kesehatan yang adil dan merata bagi seluruh masyarakat untuk
memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya; bertanggung jawab atas
ketersediaan akses terhadap informasi, edukasi, dan fasilitas pelayanan kesehatan
untuk meningkatkan dan memelihara derajat kesehatan yang setinggi-tingginya;
dan bertanggung jawab memberdayakan dan mendorong peran aktif masyarakat
dalam segala bentuk upaya kesehatan dan ketersediaan segala bentuk upaya
kesehatan yang bermutu, aman, efisien, dan terjangkau (Undang-Undang Nomor
36 tahun 2009).
Bagian terpenting dalam rangka melaksanakan upaya kesehatan adalah
perbekalan farmasi dan alat kesehatan yang aman, bermutu dan terjangkau. Untuk
menjamin hal tersebut, maka perlu dibentuk suatu instansi yang bertugas
membina, mengatur dan mengawasi produksi dan distribusi dari perbekalan
farmasi dan alat kesehatan tersebut, sehingga tidak terjadi penyimpangan selama
pelaksanaannya.
Mengingat pentingnya hal tersebut di atas, maka berdasarkan Keputusan
Presiden Nomor 102 tahun 2001 tentang Struktur Organisasi Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, dibentuklah Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian
dan Alat Kesehatan. Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1144/MENKES/PER/VIII/2010 tanggal 19 Agustus 2010 maka Direktorat
Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan terbagi menjadi Direktorat
Jenderal Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, Direktorat Bina Pelayanan
Farmasi, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan, serta Direktorat
Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian (Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia, 2010).
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian merupakan direktorat
yang pembagian subdirektorat-nya berdasarkan komoditi, yaitu Subdirektorat
Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional, Subdirektorat Produksi
Kosmetika dan Makanan, Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika,
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
3
Universitas Indonesia
Psikotropika, Prekursor, dan Sediaan Farmasi Khusus serta Subdirektorat
Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat (Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia, 2010).
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian mempunyai tanggung
jawab mensinergikan kebijakan melalui penyusunan kebijakan dan pedoman-
pedoman yang dapat dipergunakan, termasuk di dalamnya upaya-upaya
peningkatan mutu produksi dan distribusi kefarmasian. Direktorat Bina Produksi
dan Distribusi Kefarmasian mempunyai tugas melaksanakan penyiapan,
perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan Norma, Standar, Prosedur dan
Kriteria (NSPK) serta bimbingan teknis dan evaluasi di bidang produksi dan
distribusi kefarmasian (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010).
Para calon apoteker hendaknya memahami peran seorang apoteker dalam
bidang kefarmasian seperti yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia No. 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. Salah satunya
adalah tentang peranan apoteker dalam hal regulasi yang dirancang dan ditetapkan
oleh pemerintah di bidang kefarmasian, maka diadakan Praktek Kerja Profesi
Apoteker (PKPA) di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kesehatan,
Kementerian Kesehatan RI yang berlangsung dari tanggal 18 Juni-29 Juni 2012.
1.2 Tujuan
1.2.1 Memahami tugas Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, khususnya di Direktorat Bina
Produksi dan Distribusi Kefarmasian.
1.2.2 Memahami peran dan fungsi profesi apoteker dalam melaksanakan
pekerjaan kefarmasian di Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, khususnya di Direktorat Bina
Produksi dan Distribusi Kefarmasian.
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
4 Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN UMUM
2.1. Tinjauan Umum Kementrian Kesehatan
Kementerian Kesehatan merupakan unsur pelaksana pemerintah
dibidang kesehatan yang dipimpin oleh Menteri Kesehatan dan bertanggung
jawab kepada Presiden.
2.1.1 Logo Kementerian Kesehatan
Gambar 2.1. Logo kementerian kesehatan
Arti simbol-simbol pada logo Bhakti Husada adalah sebagai berikut:
1) Palang Hijau terletak di dalam Bunga Wijayakusuma dengan lima daun
mahkota makna Pancakarsa Husada melambangkan tujuan pembangunan
kesehatan sesuai dengan Sistem Kesehatan Nasional.
2) Bunga Wijayakusuma ditopang oleh lima kelompok daun berwarna hijau
melambangkan Pancakarya Husada pada hakikatnya adalah penjabaran makna
pembangunan kesehatan.
3) Bunga Wijayakusuma dengan lima daun mahkota berwarna putih dan kelopak
daun berwarna hijau mempunyai makna melambangkan pengabdian luhur.
4) Palang Hijau melambangkan pelayanan kesehatan.
5) Tulisan “BHAKTI HUSADA” bermakna pengabdian dalam upaya kesehatan
paripurna.
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
5
Universitas Indonesia
6) Bentuk garis bulat telur melambangkan kebulatan tekad, keterpaduan dengan
berbagai unsur masyarakat.
Pancakarsa Husada:
1) Peningkatan kemampuan masyarakat menolong dirinya sendiri dalam bidang
kesehatan.
2) Perbaikan mutu lingkungan hidup yang dapat menjamin kesehatan.
3) Peningkatan status gizi masyarakat.
4) Pengurangan kesakitan (morbiditas) dan kematian (mortalitas).
5) Pengembangan keluarga sehat sejahtera dengan semakin diterimanya norma
keluarga kecil, bahagia, dan sejahtera.
Pancakarya Husada:
1) Peningkatan dan pemantapan upaya kesehatan.
2) Pengembangan tenaga kesehatan.
3) Pengendalian, pengadaan, dan pengawasan obat serta makanan, dan bahan
berbahaya bagi kesehatan.
4) Perbaikan gizi dan peningkatan kesehatan lingkungan.
5) Peningkatan dan pemantapan manajemen dan hukum.
2.1.2. Visi dan Misi
Visi yang dimiliki oleh Kementerian Kesehatan adalah “Masyarakat
Sehat Yang Mandiri dan Berkeadilan”. Sedangkan dalam rangka mendukung visi
tersebut, Kementerian Kesehatan memiliki Misi sebagai berikut (Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia, 2010a):
a. Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, melalui pemberdayaan
masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat madani.
b. Melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin tersedianya upaya
kesehatan yang paripurna, merata bermutu dan berkeadilan.
c. Menjamin ketersediaan dan pemerataan sumber daya kesehatan.
d. Menciptakan tata kelola kepemerintahan yang baik.
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
6
Universitas Indonesia
2.1.3. Strategi
Kementerian Kesehatan telah membuat beberapa strategi dalam rangka
pembangunan kesehatan yang dapat mewujudkan visi dan misi yang telah
ditetapkannya. Adapun strategi yang dijalankan adalah (Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia, 2010a) : a. Meningkatkan pemberdayaan masyarakat, swasta dan masyarakat madani
dalam pembangunan kesehatan melalui kerja sama nasional dan global.
b. Meningkatkan pelayanan kesehatan yang merata, terjangkau, bermutu dan
berkeadilan, serta berbasis bukti; dengan pengutamaan pada upaya promotif
dan preventif.
c. Pembangunan kesehatan, terutama untuk mewujudkan jaminan sosial
kesehatan nasional.
d. Meningkatkan pengembangan dan pendayagunaan SDM kesehatan yang
merata dan bermutu.
e. Meningkatkan ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan obat dan alat
kesehatan serta menjamin keamanan, khasiat, kemanfaatan, dan mutu sediaan
farmasi, alat kesehatan, dan makanan.
f. Meningkatkan manajemen kesehatan yang akuntabel, transparan, berdayaguna
dan berhasilguna untuk memantapkan desentralisasi kesehatan yang
bertanggungjawab.
2.1.4. Nilai-Nilai
Guna mewujudkan visi dan mengembangkan misi yang ada, Kementerian
Kesehatan menganut dan menjunjung tinggi nilai-nilai, yaitu (Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia, 2010a):
a. Pro Rakyat
Dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, Kementerian Kesehatan
selalu mendahulukan kepentingan rakyat dan haruslah menghasilkan yang terbaik
untuk rakyat. Diperolehnya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi setiap
orang adalah salah satu hak asasi manusia tanpa membedakan suku, golongan,
agama, dan status sosial ekonomi.
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
7
Universitas Indonesia
b. Inklusif
Semua program pembangunan kesehatan harus melibatkan semua
pihak karena pembangunan kesehatan tidak mungkin hanya dilaksanakan oleh
Kementerian Kesehatan saja. Dengan demikian, seluruh komponen masyarakat
harus berpartisipasi aktif, yang meliputi lintas sektor, organisasi profesi,
organisasi masyarakat pengusaha, masyarakat madani dan masyarakat akar
rumput.
c. Responsif
Program kesehatan haruslah sesuai dengan kebutuhan dan keinginan
rakyat, serta tanggap dalam mengatasi permasalahan di daerah, situasi kondisi
setempat, sosial budaya dan kondisi geografis. Faktor-faktor ini menjadi dasar
dalam mengatasi permasalahan kesehatan yang berbeda-beda, sehingga
diperlukan penanganan yang berbeda pula.
d. Efektif
Program kesehatan harus mencapai hasil yang signifikan sesuai target yang
telah ditetapkan dan bersifat efisien.
e. Bersih
Penyelenggaraan pembangunan kesehatan harus bebas dari korupsi, kolusi
dan nepotisme (KKN), transparan, dan akuntabel.
2.1.5. Tugas
Kementerian Kesehatan mempunyai tugas menyelenggarakan urusan di
bidang kesehatan dalam pemerintahan untuk membantu Presiden dalam
menyelenggarakan pemerintahan negara (Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia, 2010a).
2.1.6. Fungsi
Dalam melaksanakan tugasnya, Kementerian Kesehatan
menyelenggarakan fungsi sebagai berikut (Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia, 2010a):
a. Perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang kesehatan.
b. Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
8
Universitas Indonesia
Kementerian Kesehatan.
c. Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian Kesehatan.
d. Pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan
Kementerian Kesehatan di daerah.
e. Pelaksanaan kegiatan teknis yang berskala nasional.
2.1.7 Tujuan
Terselenggaranya pembangunan kesehatan secara berhasilguna dan
berdayaguna dalam rangka mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-
tingginya.
Pembangunan kesehatan yang berhasilguna dan berdayaguna dapat dicapai
melalui pembinaan, pengembangan, dan pelaksanaan, serta pemantapan fungsi-
fungsi administrasi kesehatan yang didukung oleh sistem informasi kesehatan,
ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan, serta hukum kesehatan.
Fungsi-fungsi administrasi kesehatan tersebut, terdiri dari perencanaan,
pelaksanaan dan pengendalian, serta pertanggungjawaban penyelenggaraan
pembangunan kesehatan.
2.1.8 Sasaran Strategis (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010a)
Sasaran strategis dalam pembangunan kesehatan tahun 2010-2014, yaitu :
1) Meningkatnya status kesehatan dan gizi masyarakat, dengan:
a) Meningkatnya umur harapan hidup dari 70,7 tahun menjadi 72 tahun
b) Menurunnya angka kematian ibu melahirkan dari 228 menjadi 118 per
100.000 kelahiran hidup
c) Menurunnya angka kematian bayi dari 34 menjadi 24 per 1.000 kelahiran
hidup
d) Menurunnya angka kematian neonatal dari 19 menjadi 15 per 1.000
kelahiran hidup
e) Menurunnya prevalensi anak balita yang pendek (stunting) dari 36,8
persen menjadi kurang dari 32 persen;
f) Persentase ibu bersalin yang ditolong oleh naskes terlatih (cakupan PN)
sebesar 90%;
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
9
Universitas Indonesia
g) Persentase puskesmas rawat inap yang mampu PONED (Pelatihan Obstetri
Neonatal Emergensi Dasar) sebesar 100%;
h) Persentase Rumah Sakit Kabupaten Kota yang melaksanakan PONEK
(Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Komprehensif) sebesar 100%;
i) Cakupan kunjungan neonatal lengkap (KN lengkap) sebesar 90%.
2) Menurunnya angka kesakitan akibat penyakit menular, dengan :
a) Menurunnya prevalensi Tuberculosis dari 235 menjadi 224 per 100.000
penduduk;
b) Menurunnya kasus malaria (Annual Paracite Index-API) dari 2 menjadi 1
per 1.000 penduduk;
c) Terkendalinya prevalensi HIV pada populasi dewasa dari 0,2 menjadi
dibawah 0,5%;
d) Meningkatnya cakupan imunisasi dasar lengkap bayi usia 0-11 bulan dari
80% menjadi 90%;
e) Persentase desa yang mencapai UCI (Universal Child Imunization) dari
80% menjadi 100%;
f) Angka kesakitan DBD (Demam Berdarah Dengue) dari 55 menjadi 51 per
100.000 penduduk.
3) Menurunnya disparasitas (kesenjangan) status kesehatan dan status gizi antar
wilayah dan antar tingkat sosial ekonomi serta gender
4) Meningkatnya penyediaan anggaran publik untuk kesehatan dalam rangka
mengurangi resiko financial akibat gangguan kesehatan bagi seluruh
penduduk, terutama penduduk miskin.
5) Meningkatnya Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) pada tingkat rumah
tangga dari 50 persen menjadi 70 persen.
6) Terpenuhinya kebutuhan tenaga kesehatan strategis di Daerah Tertinggal,
Terpencil, Perbatasan dan Kepulauan (DTPK).
7) Seluruh provinsi melaksanakan program pengendalian penyakit tidak menular.
8) Seluruh Kabupaten/kota melaksanakan Standar Pelayanan Minimal (SPM).
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
10
Universitas Indonesia
2.1.9 Arah Kebijakan
Arah kebijakan dan strategi Kementerian Kesehatan didasarkan pada arah
kebijakan dan strategi nasional sebagaimana tercantum di dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 dengan
memperhatikan permasalahan kesehatan yang telah diindentifikasi melalui hasil
review pelaksanaan pembangunan kesehatan sebelumnya.
Dalam pelaksanaan pembangunan kesehatan periode tahun 2010-2014.
Perencanaan program dan kegiatan secara keseluruhan telah dicantumkan di
dalam Rencana Strategis Kementerian Kesehatan. Namun untuk menjamin
terlaksanannya berbagai upaya kesehatan yang dianggap prioritas dan mempunyai
daya ungkit besar di dalam pencapaian hasil pembangunan kesehatan, dilakukan
upaya yang bersifat reformatif dan akseleratif.
Upaya tersebut meliputi pengembangan Jaminan Kesehatan Masyarakat,
peningkatan pelayanan kesehatan di DTPK, ketersediaan, keterjangkauan obat di
seluruh fasilitas kesehatan, saintifikasi jamu, pelaksanaan reformasi birokrasi,
pemenuhan Bantuan Operasional Kesehatan (BOK), Penanganan Daerah
Bermasalah Kesehatan (PDBK), pengembangan pelayanan untuk Rumah Sakit
Indonesia Kelas Dunia (World Class Hospital). Langkah-langkah pelaksanaan
upaya reformasi tersebut disusun di dalam dokumen tersendiri, dan menjadi
dokumen yang tidak terpisahkan dengan dokumen Rencana Strategis Kementerian
Kesehatan 2010-2014 ini.
Upaya kesehatan tersebut juga ditujukan untuk peningkatan akses dan
kualitas pelayanan kesehatan yang dimaksudkan untuk mengurangi kesenjangan
status kesehatan dan gizi masyarakat antar wilayah, gender, dan antar tingkat
sosial ekonomi, melalui : pemihakan kebijakan yang lebih membantu kelompok
miskin dan daerah yang tertinggal, pengalokasikan sumberdaya yang lebih
memihak kepada kelompok miskin dan daerah yang tertinggal, pengembangan
instrumen untuk memonitor kesenjangan antar wilayah dan antar tingkat sosial
ekonomi, dan peningkatan advokasi dan capacity building bagi daerah yang
tertinggal.
Selain itu, untuk dapat meningkatkan akses dan kualitas pelayanan
kesehatan, kedelapan fokus prioritas pembangunan nasional bidang kesehatan
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
11
Universitas Indonesia
didukung oleh peningkatan kualitas manajemen dan pembiayaan kesehatan,
sistem informasi dan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan, melalui:
1) Peningkatan kualitas perencanaan, penganggaran dan pengawasan
pembangunan kesehatan
2) Pengembangan perencanaan pembangunan kesehatan berbasis wilayah
3) Penguatan peraturan perundangan pembangunan kesehatan
4) Penataan dan pengembangan sistem informasi kesehatan untuk menjamin
ketersediaan data dan informasi kesehatan melalui pengaturan sistem
informasi yang komprehensif dan pengembangan jejaring
5) Pengembangan penguasaan dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi
kesehatan dalam bidang kedokteran, kesehatan masyarakat, rancang bangun
alat kesehatan dan penyediaan bahan baku obat
6) Peningkatan penapisan teknologi kesehatan dari dalam dan luar negeri yang
cost effective
7) Peningkatan pembiayaan kesehatan untuk kegiatan preventif dan promotif
8) Peningkatan pembiayaan kesehatan dalam rangka pencapaian sasaran luaran
dan sasaran hasil
9) Peningkatan pembiayaan kesehatan di daerah untuk mencapai indikator SPM
10) Penguatan advokasi untuk peningkatan pembiayaan kesehatan
11) Pengembangan kemitraan dengan penyedia pelayanan masyarakat dan swasta
12) Peningkatan efisiensi penggunaan anggaran
13) Peningkatan biaya opersional Puskesmas dalam rangka peningkatan kegiatan
preventif dan promotif dengan Bantuan Operasional Kesehatan (BOK).
2.1.10 Kewenangan Kementerian Kesehatan RI mempunyai kewenangan dalam
menyelenggarakan fungsinya. Kewenangan tersebut yaitu (Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia, n.d):
a. Penetapan kebijakan nasional di bidang kesehatan untuk mendukung
pembangunan secara makro.
b. Penetapan pedoman untuk menentukan standar pelayanan minimal yang wajib
dilaksanakan oleh Kabupaten/Kota di bidang kesehatan.
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
12
Universitas Indonesia
c. Penyusunan rencana nasional secara makro di bidang kesehatan.
d. Penetapan persyaratan akreditasi lembaga pendidikan dan sertifikasi tenaga
profesional/ahli serta persyaratan jabatan di bidang kesehatan.
e. Pembinaan dan pengawasan atas penyelenggaraan otonomi daerah yang
meliputi pemberian pedoman, bimbingan, pelatihan, arahan dan supervisi di
bidang kesehatan.
f. Pengaturan penerapan perjanjian atau persetujuan internasional yang disahkan
atas nama Negara di bidang kesehatan.
g. Penetapan standar pemberian izin oleh daerah di bidang kesehatan.
h. Penanggulangan wabah dan bencana yang berskala nasional di bidang
kesehatan.
i. Penetapan kebijakan sistem informasi nasional di bidang kesehatan.
j. Penetapan persyaratan kualifikasi usaha jasa di bidang kesehatan.
k. Penyelesaian perselisihan antar propinsi di bidang kesehatan.
l. Penetapan kebijakan pengendalian angka kelahiran dan penurunan angka
kematian ibu, bayi, dan anak.
m. Penetapan kebijakan sistem jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat.
n. Penetapan pedoman standar pendidikan dan pendayagunaan tenaga kesehatan.
o. Penetapan pedoman pembiayaan pelayanan kesehatan.
p. Penetapan pedoman penapisan, pengembangan dan penerapan teknologi
kesehatan dan standar etika penelitian kesehatan.
q. Penetapan standar nilai gizi dan pedoman sertifikasi teknologi kesehatan dan
gizi.
r. Penetapan standar akreditasi sarana dan prasarana kesehatan.
s. Surveilans epidemiologi serta pengaturan pemberantasan dan penanggulangan
wabah, penyakit menular dan kejadian luar biasa.
t. Penyediaan obat esensial tertentu dan obat untuk pelayanan kesehatan dasar
sangat essential (buffer stock nasional).
u. Kewenangan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku yaitu penempatan dan pemindahan tenaga kesehatan tertentu dan
pemberian izin dan pembinaan produksi dan distribusi alat kesehatan.
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
13
Universitas Indonesia
2.1.11. Susunan Organisasi
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor: 1144/MENKES/
PER/VIII/2010 mengenai Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan,
susunan organisasi Kementerian Kesehatan terdiri atas (Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia, 2010b):
a. Sekretariat Jenderal.
b. Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan.
c. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.
d. Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak.
e. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
f. Inspektorat Jenderal.
g. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.
h. Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan.
i. Staf Ahli Bidang Teknologi Kesehatan dan Globalisasi.
j. Staf Ahli Bidang Pembiayaan dan Pemberdayaan Masyarakat.
k. Staf Ahli Bidang Perlindungan Faktor Risiko Kesehatan.
l. Staf Ahli Bidang Peningkatan Kapasitas Kelembagaan dan Desentralisasi.
m. Staf Ahli Bidang Mediko Legal.
n. Pusat Data dan Informasi.
o. Pusat Kerja Sama Luar Negeri.
p. Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan.
q. Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan.
r. Pusat Komunikasi Publik.
s. Pusat Promosi Kesehatan.
t. Pusat Inteligensia Kesehatan.
u. Pusat Kesehatan Haji.
Bagan struktur organisasi Kementerian Kesehatan dapat dilihat
pada Lampiran 1.
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
14
Universitas Indonesia
2.2. Tinjauan Tentang Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan
Alat Kesehatan
Sesuai dengan Permenkes RI Nomor: 1144/Menkes/Per/VIII/2010 tentang
Organisasi Dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan merupakan unsur pelaksana yang berada di
bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri dan dipimpin oleh seorang
Direktur Jenderal.
2.2.1. Tugas dan Fungsi
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan mempunyai
tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di
bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan (Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia, 2010b).
Dalam melaksanakan tugasnya, Direkorat Jenderal Bina Kefarmasian dan
Alat Kesehatan menyelenggarakan fungsi sebagai berikut:
a. Perumusan kebijakan di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan.
b. Pelaksanaan kebijakan di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan.
c. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pembinaan
kefarmasian dan alat kesehatan.
d. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pembinaan kefarmasian
dan alat kesehatan.
e. Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan.
2.2.2. Tujuan
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan memiliki tujuan
sebagai berikut (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010):
a. Terjaminnya ketersediaan, pemerataan dan keterjangkauan obat, dan
perbekalan kesehatan bagi pelayanan kesehatan
b. Terlindunginya masyarakat dari penggunaan obat dan perbekalan kesehatan
yang tidak memenuhi standar mutu, keamanan dan kerasionalan
c. Meningkatnya mutu pelayanan farmasi komunitas dan farmasi rumah sakit
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
15
Universitas Indonesia
dalam kerangka pelayanan kesehatan komprehensif yang didukung oleh
tenaga farmasi yang profesional.
2.2.3. Sasaran dan Indikator
Sasaran hasil program Kefarmasian dan Alat Kesehatan adalah
meningkatnya sediaan farmasi dan alat kesehatan yang memenuhi standar dan
terjangkau oleh masyarakat. Indikator tercapainya sasaran hasil pada tahun 2014
adalah persentase ketersediaan obat dan vaksin sebesar 100% (Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia, 2010a).
2.2.4. Kegiatan
Untuk mencapai sasaran hasil tersebut, maka kegiatan yang akan dilakukan
meliputi (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010a):
a. Peningkatan ketersediaan obat publik dan perbekalan kesehatan.
b. Peningkatan produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan
rumah tangga (PKRT).
c. Peningkatan pelayanan kefarmasian.
d. Peningkatana produksi dan distribusi kefarmasian.
2.2.5. Struktur Organisasi
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dipimpin
oleh Direktur Jenderal yang bertanggung jawab langsung kepada Menteri
Kesehatan. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan terdiri dari
(Lampiran 2) (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010b):
2.2.5.1 Sekretariat Direktorat Jenderal
Sekretariat Direktorat Jenderal mempunyai tugas melaksanakan pelayanan
teknis administrasi kepada semua unsur di lingkungan Direktorat Jenderal. Dalam
melaksanakan tugasnya, Sekretariat Direktorat Jenderal menyelenggarakan fungsi:
a. Koordinasi dan penyusunan rencana, program, dan anggaran.
b. Pengelolaan data dan informasi.
c. Penyiapan urusan hukum, penataan organisasi, jabatan fungsional, dan
hubungan masyarakat.
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
16
Universitas Indonesia
d. Pengelolaan urusan keuangan.
e. Pelaksanaan urusan kepegawaian, tata persuratan, kearsipan, gaji, rumah
tangga, dan perlengkapan.
f. Evaluasi dan penyusunan laporan.
Sekretariat Direktorat Jenderal mempunyai struktur organisasi yang terdiri
dari (Lampiran 3):
a. Bagian Program dan Informasi.
b. Bagian Hukum, Organisasi, dan Hubungan Masyarakat.
c. Bagian Keuangan.
d. Bagian Kepegawaian dan Umum.
e. Kelompok Jabatan Fungsional.
2.2.5.2. Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas
melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan; penyusunan
norma, standar, prosedur, dan kriteria; serta pemberian bimbingan teknis dan
evaluasi di bidang obat publik dan perbekalan kesehatan. Dalam melaksanakan
tugasnya, Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
menyelenggarakan fungsi:
a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang analisis dan standardisasi harga
obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta
pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan.
b. Pelaksanaan kegiatan di bidang analisis dan standardisasi harga obat,
penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta
pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan.
c. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang
analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik
dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik
dan perbekalan kesehatan.
d. Penyiapan pemberian bimbingan teknis di bidang analisis dan standardisasi
harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan,
serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan.
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
17
Universitas Indonesia
e. Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang analisis
dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan
perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan
perbekalan kesehatan.
f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat.
Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai
struktur organisasi yang terdiri dari (Lampiran 4):
a. Subdirektorat Analisis dan Standardisasi Harga Obat.
b. Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan.
c. Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan.
d. Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan
Kesehatan.
e. Subbagian Tata Usaha.
f. Kelompok Jabatan Fungsional.
2.2.5.3. Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian
Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian mempunyai tugas melaksanakan
penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan; dan penyusunan norma,
standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di
bidang pelayanan kefarmasian. Dalam melaksanakan tugasnya, Direktorat Bina
Pelayanan Kefarmasian menyelenggarakan fungsi:
a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang standardisasi, farmasi komunitas,
farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional.
b. Pelaksanaan kegiatan di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi
klinik, dan penggunaan obat rasional.
c. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang
standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik, dan penggunaan obat
rasional.
d. Pemberian bimbingan teknis di bidang standardisasi, farmasi komunitas,
farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional.
e. Pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di
bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik, dan penggunaan obat
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
18
Universitas Indonesia
rasional.
f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat.
Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian mempunyai struktur organisasi
yang terdiri dari (Lampiran 5):
a. Subdirektorat Standarisasi
b. Subdirektorat Farmasi Komunitas
c. Subdirektorat Farmasi Klinik
d. Subdirektorat Penggunaan Obat Rasional
e. Subbagian Tata Usaha
f. Kelompok Jabatan Fungsional
2.2.5.4. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan mempunyai tugas
melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan; dan penyusunan
norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan
evaluasi di bidang produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan
kesehatan rumah tangga. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 588, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan
menyelenggarakan fungsi:
a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi
dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga.
b. Pelaksanaan kegiatan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan
sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga.
c. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang penilaian,
inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan
rumah tangga.
d. Penyiapan pemberian bimbingan teknis di bidang penilaian, inspeksi,
standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah
tangga.
e. Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang penilaian,
inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan
rumah tangga.
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
19
Universitas Indonesia
f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat.
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan mempunyai
struktur organisasi yang terdiri dari (Lampiran 6):
a. Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan.
b. Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik Invitro dan Perbekalan Kesehatan
Rumah Tangga.
c. Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah
Tangga.
d. Subdirektorat Standarisasi dan Sertifikasi.
e. Subbagian Tata Usaha.
f. Kelompok Jabatan Fungsional.
2.2.5.5. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian mempunyai tugas
melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan; dan penyusunan
norma, standar, prosedur, dan criteria; serta pemberian bimbingan teknis dan
evaluasi di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. Dalam melaksanakan
tugasnya, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian
menyelenggarakan fungsi:
a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang produksi dan distribusi
kefarmasian.
b. Pelaksanaan kegiatan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian.
c. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang
produksi dan distribusi kefarmasian.
d. Penyiapan pemberian bimbingan teknis, pengendalian, kajian dan analisis di
bidang produksi dan distribusi kefarmasian.
e. Pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di
bidang produksi dan distribusi kefarmasian.
f. Pelaksanaan perizinan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian.
g. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat.
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian mempunyai
struktur organisasi yang terdiri dari (Lampiran 7):
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
20
Universitas Indonesia
a. Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional.
b. Subdirektorat Produksi Kosmetika dan Makanan.
c. Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan
Sediaan Farmasi Khusus.
d. Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat.
e. Subbagian Tata Usaha.
f. Kelompok Jabatan Fungsional.
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
21 Universitas Indonesia
BAB 3
TINJAUAN KHUSUS
DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN
3.1. Tugas Pokok dan Fungsi
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian mempuyai tugas
melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan
norma, standar, prosedur, dan kriteria serta pemberian bimbingan teknis dan
evaluasi di bidang produksi dan distribusi kefarmasian (Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia, 2010).
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian menyelenggarakan
fungsi:
a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang produksi dan distribusi
kefarmasian.
b. Pelaksanaan kegiatan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian.
c. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria dibidang
produksi dan distribusi kefarmasian.
d. Penyiapan pemberian bimbingan teknis, pengendalian, kajian dan analisis
dibidang produksi dan distribusi kefarmasian.
e. Pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di
bidang produksi dan distribusi kefarmasian.
f. Pelaksanaan peizinan dibidang produksi dan distribusi kefarmasian.
g. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga direktorat.
3.2. Tujuan
Tujuan Rencana Aksi Kegiatan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi
Kefarmasian tahun 2011 – 2014 adalah sebagai arah dalam penyelenggaraan
program produksi dan distribusi kefarmasian serta pelaksanaan tugas pokok dan
fungsi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian (Direktorat Jenderal
Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2011).
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
22
Universitas Indonesia
3.3. Sasaran (Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan,
2011)
a. Tersedia bahan baku obat dan obat tradisional.
b. Tersusunnya standar kefarmasian di bidang obat, obat tradisional, kosmetik,
dan makanan.
c. Industri farmasi prakualifikasi WHO.
3.4. Strategi (Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2011)
a. Menyusun dan mengembangkan standar dan persyaratan di bidang produksi
dan distribusi kefarmasian dan makanan.
b. Melaksanakan koordinasi dan pembinaan yang terpadu.
c. Meningkatkan kapasitas SDM yang kompeten dan profesional.
d. Mebentuk aliansi strategis dan mengintegrasikan sumber daya.
3.5. Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi
Kefarmasian
Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian
terdiri dari (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010):
a. Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional.
b. Sudirektorat Produksi dan Kosmetika dan Makanan.
c. Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor dan
Sediaan Farmasi Khusus.
d. Subdirekorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat.
e. Subbagian Tata Usaha.
f. Kelompok Jabatan Fungsional.
3.6. Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional
(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010)
3.6.1. Tugas dan Fungsi
Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional
mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan
kebijakan; penyusunan norma, standar, prosedur, dan criteria; perizinan,
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
23
Universitas Indonesia
bimbingan teknis, pengendalian, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di
bidang produksi dan distribusi obat dan obat tradisional.
Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional
menyelenggarakan fungsi:
a. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang produksi
dan distribusi obat dan obat tradisional.
b. Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang
produksi dan distribusi obat dan obat tradisional.
c. Pelaksanaan pemberian izin sarana produksi dan distribusi obat dan obat
tradisional.
d. Penyiapan bahan bimbingan teknis dan pengendalian di bidang produksi dan
distribusi obat dan obat tradisional.
e. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang
produksi dan distribusi obat dan obat tradisional.
3.6.2. Struktur Organisasi
Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional terdiri
atas:
3.6.2.1 Seksi Standardisasi Produksi dan Distribusi
Seksi Standardisasi Produksi dan Distribusi mempunyai tugas melakukan
penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma,
standar, prosedur, dan kriteria di bidang produksi dan distribusi obat dan obat
tradisional.
3.6.2.2 Seksi Perizinan Sarana Produksi dan Distribusi
Seksi Perizinan Sarana Produksi dan Distribusi mempunyai tugas
melakukan penyiapan bahan pelaksanaan perizinan, bimbingan teknis,
pengendalian, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang sarana
produksi dan distribusi obat dan obat tradisional.
Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional
menangani penerbitan usaha industri farmasi, pedagang besar farmasi, pedagang
besar bahan baku farmasi, industri obat tradisional dan penyusunan standar dan
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
24
Universitas Indonesia
pedoman di bidang produksi dan distribusi kefarmasian.
3.7. Subdirektorat Produksi Kosmetika dan Makanan (Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia, 2010)
3.7.1. Tugas dan Fungsi
Subdirektorat Produksi Kosmetika dan Makanan mempunyai tugas
melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan;
penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria; dan perizinan, bimbingan
teknis, pengendalian, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan dibidang
produksi kosmetika dan makanan.
Subdirektorat Produksi Kosmetika dan Makanan menyelenggarakan
fungsi:
a. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dibidang produksi
kosmetika dan makanan.
b. Penyiapan bahan penyusunan norma standar, prosedur, dan kriteria di bidang
kosmetika dan makanan.
c. Pelaksanaan pemberian izin sarana produksi kosmetika.
d. Penyiapan bahan bimbingan teknis dan pengendalian di bidang produksi
kosmetika dan makanan.
e. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan di bidang
produksi kosmetika dan makanan.
3.7.2. Struktur Organisasi
Subdirektorat Produksi Kosmetika dan Makanan terdiri atas:
3.7.2.1.Seksi Standarisasi Produksi Kosmetika dan Makanan
Seksi Standarisasi Produksi Kosmetika dan Makanan mempunyai tugas
melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan
norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang produksi kosmetika dan makanan.
3.7.2.2.Seksi Perizinan Sarana Produksi Kosmetika Seksi Perizinan Sarana Produksi Kosmetika mempunyai tugas melakukan
penyiapan bahan pelaksanaan perizinan, bimbingan teknis, pengendalian,
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
25
Universitas Indonesia
pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan dibidang sarana produksi
kosmetika. Subdirektorat Produksi Kosmetika dan Makanan menangani
penerbitan izin usaha di bidang produksi kosmetika dan makanan dan penyusunan
standar dan pedoman di bidang produksi ksometika dan makanan.
3.8. Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika,
Prekursor, dan Sediaan Farmasi Khusus (Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia, 2010)
3.8.1. Tugas dan Fungsi
Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor,
dan Sediaan Farmasi Khusus mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan
perumusan dan pelaksanan kebijakan; penyusunan norma, standar, prosedur, dan
kriteria; perizinan, bimbingan teknis, pengendalian, pemantauan, evaluasi dan
penyusunan laporan di bidang produksi dan distribusi narkotika, psikotropika,
prekursor, dan sediaan farmasi khusus.
Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor,
dan Sediaan Farmasi Khusus menyelenggarakan fungsi:
a. Penyiapan bahan perumusan kebijakan di bidang produksi dan distribusi
narkotika, psikotropika, prekursor, dan sediaan farmasi khusus.
b. Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria dan
pedoman di bidang produksi dan distribusi narkotika, psikotropika, prekursor,
dan sediaan farmasi khusus.
c. Pelaksanaan perizinan produksi dan distribusi narkotika, psikotropika,
prekursor, dan sediaan farmasi khusus.
d. Penyiapan bahan bimbingan dan pengendalian di bidang produksi dan
distribusi narkotika, psikotropika, prekursor, dan sediaan farmasi khusus.
e. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan
perizinan produksi dan distribusi narkotika, psikotropika, prekursor, dan
sediaan farmasi khusus.
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
26
Universitas Indonesia
3.8.2. Struktur Organisasi
Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor,
dan Sediaan Farmasi Khusus terdiri dari atas:
3.8.2.1.Seksi Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi
Seksi Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi mempunyai tugas
melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan
penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, perizinan, serta bimbingan
teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang produksi dan
distribusi narkotika, psikotropika, dan prekursor farmasi.
3.8.2.2.Seksi Sediaan Farmasi Khusus
Seksi Sediaan Farmasi Khusus mempunyai tugas melakukan penyiapan
bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan norma, standar,
prosedur, dan kriteria, perizinan, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi
dan penyusunan laporan di bidang sediaan farmasi khusus.
Subdirekorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekusor
dan Sediaan Farmasi Khusus sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya, maka
dalam hal ini Subdirektorat tersebut menangani/menerbitkan izin import/eksport
narkotika, psikotropika, prekusor, dan sediaan farmasi khusus.
3.9. Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat (Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia, 2010)
3.9.1. Tugas dan Fungsi
Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat mempunyai tugas
melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan; dan
penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria serta bimbingan teknis,
pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang kemandirian obat dan
bahan baku obat.
Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat menyelengarakan
fungsi:
a. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang
kemandirian obat dan bahan baku obat.
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
27
Universitas Indonesia
b. Penyiapan bahan penyusunan norma standar, prosedur, dan kriteria di bidang
kemandirian obat dan bahan baku obat.
c. Penyiapan bahan koordinasi serta pelakasanaan kerjasama lintas program dan
lintas sektor di bidang kemandirian obat dan bahan baku obat.
d. Penyiapan bahan bimbingan teknis di bidang kemandirian obat dan bahan
baku obat.
e. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan dibidang
kemandirian obat dan bahan baku obat.
3.9.2. Struktur Organisasi
Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat terdiri atas:
3.9.2.1. Seksi Analisis Obat dan Bahan Baku Obat
Seksi Analisis Obat dan Bahan Baku Obat mempunyai tugas melakukan
penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan; dan penyusunan norma,
standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi, dan
penyusunan laporan di bidang kemandirian obat dan bahan baku obat.
3.9.2.2. Seksi Kerjasama
Seksi Kerjasama mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan
koordinasi, pelaksanaan kerjasama lintas program dan lintas sektor, pengendalian
serta evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kerjasama di bidang
kemandirian obat dan bahan baku obat.
3.10. Sub Bagian Tata Usaha
Sub Bagian Tata Usaha mempunyai tugas melakukan urusan tata usaha
dan rumah tangga Direktorat dengan perincian sebagai berikut:
3.10.1. Umum
a. Pencatatan surat-menyurat (surat masuk dan surat keluar) dengan sistem
arsiparis untuk keperluan.
b. Distribusi surat masuk dan surat keluar ke Subdit-Subdit maupun eksternal
Direktorat.
c. Pengetikan (komputerisasi) surat-surat terutama untuk keperluan pimpinan.
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
28
Universitas Indonesia
d. Menyusun daftar kepustakaan untuk keperluan Direktorat.
e. Kearsipan dengan pola atau sistem arsiparis.
3.10.2. Kepegawaian
Membuat data dan informasi kepegawaian antara lain:
a. Daftar nama-nama pejabat berdasarkan nomor urut kepangkatan berikut nama
jabatan, eselon dan golongan.
b. Daftar seluruh pegawai berdasarkan nomor urut kepangkatan dan nama
jabatan serta alamat.
c. Informasi tentang kenaikan pangkat maupun memasuki masa pensiun.
d. Menyusun dan menyimpan berkas-berkas yang berkaitan dengan pegawai
untuk seluruh pegawai.
e. Menyusun dan menyimpan DP3 (Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan)
seluruh pegawai berdasarkan urutan tahun penilaian.
f. Menyusun dan menyimpan data KP4 (Surat Keterangan Untuk Mendapat
Tunjangan Keluarga) maupun daftar riwayat hidup seluruh pegawai.
g. Mengurus kenaikan pangkat pegawai.
h. Membantu pengurusan kenaikan pangkat berkala.
i. Membantu pengurusan pembuatan SIMKA (Sistem Informasi Kepegawaian).
3.10.3. Kerumahtanggaan Direktorat
a. Melakukan inventarisasi barang-barang inventaris milik negara.
b. Melakukan pendataan yang berkaitan dengan pemeliharaan barang-barang
inventaris kerjasama dengan bagian umum dan kepegawaian Setditjen
(Sekertaris Direktorat Jenderal) Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
c. Melakukan pendataan barang-barang inventaris yang akan diusulkan
penghapusannya secara administratif yang selanjutnya diteruskan ke Bagian
Umum dan Kepegawaian Setditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
d. Menyiapkan bahan-bahan untuk keperluan rapat atau tamu-tamu Direktur.
e. Menata dan mengatur ruang penyimpanan berkas/barang inventaris di Gudang
Direktorat.
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
29
Universitas Indonesia
f. Membantu penyelesaian secara administrasi untuk pembayaran telepon
Direktorat.
3.11. Komponen Kegiatan
3.11.1. Capacity Building
3.11.1.1.Komponen Output
Peningkatan kemampuan dan kompetensi petugas pusat dan daerah.
3.11.1.2.Detil Kegiatan
a. Harmonisasi dan peningkatan kemampuan dalam rangka pembinaan produksi
dan distribusi (prodis) kefarmasian.
b. Peningkatan kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM) Direktorat Bina Prodis
Kefarmasian.
c. Training of Trainer (TOT) pembinaan bidang obat dan obat tradisional.
d. TOT pembinaan bidang kosmetik/makanan.
e. TOT penyuluh keamanan pangan dan TOT pengawas pangan bagi petugas
kabupaten/kota.
f. TOT tentang bahan berbahaya.
g. Refreshing training sistem pelaporan dinamika obat PBF.
3.11.2. Pembinaan Industri 3.11.2.1. Komponen Output
Peningkatan kemampuan pelaku usaha di bidang kefarmasian dan
makanan dalam memenuhi persyaratan dan daya saing.
3.11.2.2.Detil Kegiatan a. Bimbingan teknis sistem pelaporan dinamika obat PBF.
b. Peningkatan kemampuan industri obat tradisional.
c. Peningkatan kemampuan industri obat.
d. Peningkatan kemampuan industri kosmetika dan makanan.
e. Coaching/pendampingan bagi KUKM obat tradisional.
f. Peningkatan kemampuan industri obat tradisional.
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
30
Universitas Indonesia
g. Pembinaan industri farmasi dalam rangka dukungan akselerasi pelaksanaan
prakualifikasi.
3.11.3. Aliansi Strategi
3.11.3.1.Komponen Output
Terlaksananya pembinaan secara terpadu untuk seluruh stakeholder pada
bidang kefarmasian dan makanan.
3.11.3.2.Detil Kegiatan
a. Penyusunan roadmap/blueprint bidang bahan baku obat.
b. Penyusunan roadmap/blueprint bidang kosmetika dan makanan.
c. Aliansi strategis dalam kemandirian di bidang obat.
d. Aliansi strategis dalam kemandirian di bidang obat tradisional.
e. Aliansi strategis bidang narkotika, psikotropika, dan prekursor.
f. Aliansi strategis di bidang prakualifikasi.
g. Koordinasi lintas sektor di bidang produksi dan distribusi kefarmasian.
h. Rapat konsultasi bina produksi dan distribusi kefarmasian.
3.11.4. Kemandirian Bahan Baku Obat 3.11.4.1.Komponen Output
Tersedia masterplan pengembangan kemandirian bahan baku dan uji coba
pembuatan bahan baku eksipien.
3.11.4.2.Detil Kegiatan
a. Studi kelayakan produksi antibiotika (kemandirian di bidang obat).
b. Rapat koordinasi dalam rangka persiapan produksi bahan baku obat.
c. Studi kelayakan pengembangan BBO.
d. Penyusunan masterplan dan amdal unit produksi.
e. Desain dan rancang bangun peralatan.
f. Pemantapan regulasi dalam rangka kemandirian bahan baku obat..
g. Persiapan produksi bahan baku obat.
h. Uji coba pemanfaatan bahan baku obat pada produksi dalam negeri (subsidi
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
31
Universitas Indonesia
pembiayaan)
3.11.5. Penyusunan Pedoman/Standar
3.11.5.1.Komponen Output
Tersedianya standar yang dapat digunakan untuk pembinaan, pengawasan,
dan pelayanan di bidang kefarmasian dan makanan.
3.11.5.2.Detil Kegiatan
a. Penyusunan dan pengembangan NSPK (Norma, Standar, Prosedur, dan
Kriteria) obat tradisional.
b. Penyusunan dan pengembangan NSPK obat dan bahan baku obat.
c. Pengembangan kodeks kosmetika Indonesia.
d. Penilaian komponen perizinan impor/ekspor narkotika, psikotropika dan
sediaan farmasi khusus.
e. Sertifikasi ISO 9001:2008 untuk 5 jenis pelayanan perijinan.
f. Kajian monografi baru Farmakope Herbal Indonesia (FHI).
g. Penyusunan pedoman penilaian SAS.
3.11.6. Penguatan Regulasi dan Sosialisasi
3.11.6.1.Komponen Output
Tersedianya dan tersosialisasikannya NSPK di bidang kerfarmasian dan
makanan.
3.11.6.2.Detil Kegiatan
a. Penyebaran informasi tentang Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) bermutu,
aman, dan bergizi.
b. Dukungan narasumber prodis kefarmasian.
c. Sosialisasi pedoman pelaksanaan pembinaan produksi obat dan bahan baku
obat.
d. Pemberdayaan masyarakat di bidang kosmetika dan makanan melalui media
cetak.
e. Pameran/bursa peneliti dan industri Indonesia.
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
32
Universitas Indonesia
f. Sosialisasi pedoman penggunaan bahan tambahan pangan.
3.11.7. Penguatan Infrastruktur/Sarana
3.11.7.1.Komponen Output
Tersedianya dukungan sarana dan prasaranan pelaksanaan tugas dan
fungsi produksi dan distribusi kefarmasian.
3.11.7.2.Detil Kegiatan
a. Penyelenggaraan operasional dan pemeliharaan perkantoran.
b. Pemeliharaan software Sistem Pelaporan Narkotika dan Psikotropika
(SIPNAP) dan sistem pelaporan dinamika obat Pedagang Besar Farmasi
(PBF).
c. Evaluasi kinerja dan monitoring kegiatan Direktorat Bina Prodis Kefarmasian.
d. Pemantapan sistem pelaporn dinamika PBF.
e. Penyusunan program dan kegiatan Direktorat Bina Prodis Kefarmasian.
f. Penyusunan laporan akuntanbilitas kinerja Direktorat Bina Prodis
Kefarmasian.
g. Alat pengolah data Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian.
h. Review penerapan SIPNAP dan sistem pelaporan dinamika obat PBF.
i. Implementasi SIPNAP dan sistem pelaporan dinamika obat PBF.
j. Penerapan E-Licensing dalam rangka pelayanan dinamika obat PBF.
k. Penerapan sistem pelaporan industri farmasi.
l. Evaluasi pelaksanaan SAS.
m. Penyelesaian sistem pelaporan dinamika obat PBF dengan sistem registrasi
obat.
3.11.8. Reposisi dan Revitalisasi Obat Generik
3.11.8.1.Komponen Output
Peningkatan penggunaan obat generik yang rasional.
3.11.8.2.Detil Kegiatan
a. Peningkatan kapasitas SDM dalam rangka pengembangan kebijakan di bidang
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
33
Universitas Indonesia
revitalisasi dan reposisi obat generik.
b. Peningkatan kapasitas SDM provinsi dan kabupaten dalam pembinaan industri
kabupaten dalam pembinaan industri farmasi.
c. Pertemuan peningkatan kapasitas industri farmasi dalam penetapan
bioekuivalensi dan bioavailabilitas obat generik.
d. Penyusunan daftar pemasukan terekomendasi dalam menjamin kualitas bahan
baku obat generik.
e. Pembinaan industri farmasi dalam implementasi Cara Pembuatan Obat yang
Baik (CPOB) terkini.
f. Sosialisasi dan promosi obat generik.
g. Bimbingan teknis pada industri dan advokasi percepatan izin edar obat
generik.
h. Pertemuan pembekalan mengenai hak atas kekayaan intelektual terkait obat
generik.
i. Pembuatan profil spesifikasi obat generik.
3.12. Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia yang terdapat pada Direktorat Bina Produksi
dan Distribusi Kefarmasian berjumlah 31 orang dengan perincian sebagai berikut:
Tabel 3.1. Sumber daya manusia (SDM) direktorat bina produksi dan distribusi
kefarmasian
Organisasi Jumlah
SDM
Direktur Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian 1
Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional 6
Subdirektorat Produksi Kosmetika dan Makanan 7
Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika,
Prekursor, dan Sediaan Farmasi Khusus
8
Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat 8
Sub Bagian Tata Usaha 7
Total 37
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
34 Universitas Indonesia
BAB 4
PELAKSANAAN DAN PENGAMATAN
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) dilaksanakan di Direktorat Bina
Produksi dan Distribusi Kefarmasian, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan
Alat Kesehatan, Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Kegiatan PKPA
berlangsung sejak tanggal 18 Juni - 29 Juni 2012, dilakukan mulai pukul 09.00
sampai pukul 16.00 WIB.
Tabel 4.1. Jadwal Kegiatan PKPA di Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan
Alat Kesehatan
No Hari dan Tanggal Kegiatan
1 Senin, 18 Juni
2012
a. Penerimaan mahasiswa PKPA di Direktorat
Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
oleh ibu Dra. Rida W, Apt., MKM
b. Perkenalan mengenai Kementerian Kesehatan
dan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan
Alat Kesehatan oleh ibu Dra. Rida W, Apt.,
MKM
c. Pembagian kelompok PKPA ke dalam
Direktorat yang berada di bawah Direktorat
Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
d. Penjelasan umum dan pengenalan struktur
organisasi di Direktorat Bina Produksi dan
Distribusi Kefarmasian oleh ibu Dra.
Mindarwati, Apt
e. Menelaah peraturan perundang-undangan
(tugas harian dari ibu Dra. Nur Ratih P, Apt.,
M.Si)
2 Selasa, 19 Juni
2012
a. Pembekalan tentang peraturan PKPA di
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan oleh Bapak Drs. Suhata
b. Pre test tertulis tentang obat generik dan
antibiotik oleh bapak Drs. Suhata
c. Pre test tertulis tentang penggunaan obat
rasional oleh Bapak Drs. Suhata.
3 Rabu, 20 Juni
2012
a. Pembekalan materi tentang Subdit Produksi dan
Distribusi Obat dan Obat Tradisional oleh
Kepala Subdit Produksi dan Distribusi Obat dan
Obat Tradisional Ibu Dra. Dettie Yuliati, Apt.,
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
35
Universitas Indonesia
MS
b. Pembekalan materi tentang Subdit Produksi
Kosmetik dan Makanan oleh kepala Subdit
Produksi Kosmetik dan Makanan Ibu Nur Ratih
P, Apt., M.Si
4 Kamis, 21 Juni
2012
a. Kunjungan ke Pusat Pelayanan Terpadu
b. Pembekalan tentang Subdit Produksi dan
Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor
dan Sediaan Farmasi Khusus oleh Kepala
Subdit Produksi dan Distribusi Narkotika,
Psikotropika, Prekursor dan Sediaan Farmasi
Khusus Bapak Drs. Riza Sultoni, Apt., MM
5 Jum’at, 22 Juni
2012
a. Pembekalan materi tentang Subdit Kemandirian
Obat dan Bahan Baku oleh Kepala Seksi Kerja
Sama ibu Rostilawati, S.Si., Apt
b. Mengerjakan tugas umum
c. Mengerjakan tugas khusus
6 Senin, 25 Juni
2012
a. Mengerjakan tugas umum
b. Mengerjakan tugas khusus
c. Kunjungan ke Pusat Pelayanan Terpadu
7 Selasa, 26 Juni
2012 Mengerjakan tugas khusus
8 Rabu, 27 Juni
2012
a. Mengejakan tugas khusus
b. Revisi tugas umum
9 Kamis, 28 Juni
2012
a. Mengerjakan tugas khusus
b. Revisi tugas umum
10 Jum’at, 29 Juni
2012
a. Revisi tugas umum
b. Mengerjakan tugas khusus
c. Perpisahan antara mahasiswa PKPA dengan
Kasubdit, karyawan dan staf Direktorat Bina
Produksi dan Distribusi Kefarmasian
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
36 Universitas Indonesia
BAB 5
PEMBAHASAN
Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua
komponen bangsa untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan
hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya dapat terwujud. Peningkatan derajat kesehatan, kesejahteraan
rakyat dan perlindungan masyarakat dari peredaran obat dan produk yang tidak
bertanggungjawab perlu ditingkatkan dengan mengembangkan suatu sistem
kesehatan nasional. Dalam sistem kesehatan nasional, pembangunan kesehatan
perlu diarahkan demi tercapainya kemampuan hidup sehat bagi semua penduduk. Usaha pemerintah dalam mencapai pembangunan kesehatan yang baik
yaitu dengan membuat beberapa peraturan yang harus dipenuhi baik oleh
produsen (industri obat dan industri obat tradisional) maupun penyalur produk
farmasi (pedagang besar farmasi dan pedagang besar bahan baku farmasi).
Kementertian Kesehatan RI menciptakan direktorat baru, yaitu Direktorat Bina
Produksi dan Distribusi Kefarmasian dalam mempermudah pihak produsen dan
penyalur produk farmasi. Direktorat ini dibentuk pada tanggal 3 Januari 2011,
dengan tujuan untuk membina industri farmasi, industri obat tradisional,
Pedagang Besar Farmasi (PBF) dan Pedagang Besar Bahan Baku Farmasi
(PBBBF) agar mampu memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan (Kementerian
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2011)
Program yang ditetapkan oleh Direktorat Bina Produksi dan Distribusi
Kefarmasian bertujuan untuk menciptakan industri farmasi yang memenuhi
standar atau persyaratan, mandiri (mampu memenuhi teknologi dan bahan baku
sendiri tidak bergantung sepenuhnya dengan impor), serta memiliki daya saing
sehingga dapat memenuhi kebutuhan obat dalam negeri dan menjadi sumber
devisa negara. Agar tujuan tersebut dapat tercapai maka diperlukan komponen-
komponen berikut: capacity building, pedoman, regulasi, infrastruktur,
kemandirian, aliansi strategis, pembinaan industri, reposisi dan revitalisasi obat
generik berlogo (OGB). Capacity Building diperlukan agar menghasilkan
peningkatan kemampuan dan kompetensi petugas pusat dan daerah sehingga
dapat membina industri farmasi dan pabrik besar farmasi. Direktorat Bina
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
37
Universitas Indonesia
Produksi dan Distribusi Kefarmasian melakukan pembinaan bukan pengawasan
sehingga membantu industri farmasi, industri obat tradisional, Pedagang Besar
Farmasi (PBF) dan Pedagang Besar Bahan Baku Farmasi (PBBBF) agar mampu
memenuhi persyaratan (Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan, 2011).
5.1. Subdirektorat Produksi Dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional
Dalam perjalanan sejarahnya dengan didorong dan ditunjang oleh
perkembangan iptek serta kebutuhan upaya kesehatan modern, obat tradisional
(OT) telah banyak mengalami perkembangan. Perkembangan yang dimaksud
mencakup aspek pembuktian khasiat dan keamanannya, jaminan mutu, bentuk
sediaan, cara pemberian, pengemasan dan penampilan serta teknologi produksi.
Hal tersebut dimaksudkan untuk mendorong peningkatan pemanfaatan OT
Indonesia sekaligus menjamin pelestarian jamu, obat herbal terstandar dan
fitofarmaka.
Jamu adalah OT Indonesia yang digunakan secara turun-menurun
berdasarkan pengalaman. Obat herbal terstandar adalah hasil pengembangan jamu
atau hasil penelitian sediaan baru yang khasiat dan keamanannya telah dibuktikan
secara ilmiah atau uji preklinik. Fitofarmaka adalah hasil pengembangan jamu
atau obat herbal terstandar atau hasil penelitian sediaan baru yang khasiat dan
keamanannya sudah dibuktikan melalui uji klinik.
Program pengembangan OT secara berjenjang merupakan implementasi
strategis dari ketentuan UU No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan sekaligus
sebagai upaya pendayagunaan sumber daya alam Indonesia secara
berkesinambungan (sustainable use). Dalam UU No. 23 Tahun 1992 tentang
Kesehatan disebutkan bahwa OT harus memenuhi standar yang ditetapkan. Sesuai
Penjelasan UU No. 23 Tahun 1992, standar yang dimaksud adalah Materia
Medika Indonesia (MMI) atau standar lain yang ditetapkan. Upaya pembuatan
standar bahan OT sudah dimulai jauh sebelum UU No. 23 Tahun 1992 ditetapkan.
Pada tahun 1977 Indonesia telah menerbitkan Materia Medika Indonesia jilid I
(MMI I). MMI I berisi 20 (dua puluh) monografi simplisia, MMI II berisi 21 (dua
puluh satu) monografi simplisia, MMI III berisi 20 (dua puluh) monografi
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
38
Universitas Indonesia
simplisia, MMI IV berisi 20 (dua puluh) monografi simplisia, monografi V berisi
60 (enam puluh) monografi simplisia. MMI belum ditetapkan sabagai standar
wajib karena lebih merupakan spesifikasi simplisia yang menjadi acuan dalam
pemeliharaan dan pengawasan mutu.
Dalam perjalanan sejarah selanjutnya, sekitar tiga dasawarsa terakhir,
teknologi pembuatan OT mengalami banyak perubahan sejalan dengan
meningkatnya permintaan pembuktian khasiat dan keamanan secara ilmiah.
Penggunaan bahan OT bentuk serbuk mulai diganti dengan ekstrak. Untuk
mengantisipasi peredaran penggunaan ekstrak tumbuhan obat yang tidak
memenuhi persyaratan, pada tahun 2000 Departemen Kesehatan telah
menerbitkan buku Parameter Standar Ekstrak Tumbuhan Obat. Pada tahun 2004
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menindaklanjuti dengan menyusun
dan menerbitkan Monografi Ekstrak Tumbuhan Obat Indonesia (METOI) Vol. I
yang berisi 35 monografi ekstrak dan pada tahun 2006 diterbitkan METOI Vol. II
yang memuat 30 monografi ekstrak.
Untuk mencegah atau mengurangi dampak negatif dari perkembangan
lingkungan eksternal seperti perdagangan bebas multi lateral dan perkembangan
faktor internal terhadap kesehatan masyarakat dan industri nasional, Departemen
Kesehatan menerbitkan Kebijakan Obat Tradisional Nasional (Kotranas)
Tahun 2007. Dengan berpedoman pada kontranas, maka pengelolaan dan
pemanfaatan sumber daya alam sebagai obat tradisional menjadi lebih optimal dan
menjamin obat tradisional yang diproduksi memiliki mutu yang baik.
Untuk mencapai tujuan tersebut ditetapkan beberapa langkah kebijakan
antara lain peningkatan produksi, mutu dan daya saing komoditi tumbuhan obat
Indonesia serta penyusunan Farmakope Obat Tradisional Indonesia. Produksi
komoditi tumbuhan obat Indonesia harus memenuhi persyaratan cara budidaya
dan pengolahan pascapanen yang baik sehingga simplisia yang dihasilkan dapat
memenuhi standar yang ditetapkan.
Sebagai pelaksanaan dari langkah kebijakan tersebut, pada tahun 2008
Departemen Kesehatan bersama BPOM serta pakar dari beberapa perguruan
tinggi dan lembaga penelitian menyusun naskah Farmakope Obat Tradisional
Indonesia yang merupakan buku standar simplisia dan ekstrak tumbuhan obat.
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
39
Universitas Indonesia
Dalam proses pembahasan yang intensif di sidang pleno, disepakati nama buku
diubah terakhir menjadi Farmakope Herbal Indonesia (FHI). Untuk menyusun
FHI edisi I telah ditetapkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI
No. 374/Menkes/SK/IV/2008 tentang Panitia Farmakope Obat Tradisional
Indonesia dan Keputusan Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
No. HR.00.DJ.III.272.1 tentang Panitia Pelaksana Penyusun Farmakope Obat
Tradisional Indonesia.
Subdirektorat Obat dan Obat tradisional merupakan salah satu dari empat
subdirektorat yang ada dibawah Direktorat Produksi dan Distribusi Kefarmasian.
Subdirektorat ini mempunyai tugas untuk membuat regulasi dalam hal perizinan,
pemantauan, evaluasi dan pembinaan terhadap industri farmasi, industri obat
tradisional, industri ekstrak bahan alam, pedagang besar farmasi dan pedagang
besar bahan baku farmasi untuk dapat memenuhi persyaratan yang telah
ditetapkan.
Subdirektorat ini memiliki dua seksi yaitu seksi standarisasi produksi dan
distribusi, dan seksi perizinan saranan produksi dan distribusi. Seksi standarisasi
produksi dan distribusi membuat regulasi dalam hal produksi dan distribusi,
sedangkan seksi perizinan saranan produksi dan distribusi menyiapkan bahan
pelaksanaan perizinan, pembinaan, pemantauan dan evaluasi terhadap sarana
produksi, dan distribusi obat dan obat tradisional. Subdirektorat ini bersama
Badan POM atau Balai POM melaksanakan standarisasi terhadap produsen, dan
distributor obat dan obat tradisional. Salah satunya adalah agar produksi suatu
obat sesuai dengan CPOB (cara pembuatan obat yang baik) atau CPOTB (cara
pembuatan obat tradisional yang baik) dan distribusi obat dilaksanakan sesuai
dengan CDOB (cara distribusi obat yang baik). Surat rekomendasi pemenuhan
persyaratan CPOB, CPOTB atau CDOB ini akan dikeluarkan oleh Badan POM
atau Balai POM kepada Direktorat Jenderal Kementerian Kesehatan RI setelah
melakukan audit. Badan usaha seperti Usaha Jamu Racikan dan Usaha Jamu
Gendong tidak harus memiliki izin usaha untuk dapat berproduksi tetapi akan
dilakukan pembinaan terhadap badan usaha ini.
Subdirektorat Obat dan Obat Tradisional ini bertanggungjawab dalam
perizinan dan pembinaan terhadap industri farmasi, industri obat tradisional,
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
40
Universitas Indonesia
pedagang besar farmasi dan pedagang besar bahan baku farmasi untuk dapat
memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Subdirektorat ini bekerja sama
dengan BPOM dalam hal penentuan standarisasi terhadap industri farmasi. Jika
suatu industri farmasi belum memenuhi persyaratan, maka BPOM akan
memberitahukan Kementerian Kesehatan RI untuk menugaskan Dinas Kesehatan
setempat agar melakukan pembinaan terhadap industri farmasi, industri obat
tradisional, pedagang besar farmasi dan pedagang besar bahan baku farmasi
tersebut sampai dapat memenuhi syarat. Setelah pembinaan dilakukan, BPOM
akan melakukan peninjaun kembali terhadap industri dan pedagang besar tersebut. Kerja nyata yang telah dilaksanakan oleh Subdirektorat Obat dan Obat
Tradisional, yaitu pemetaan industri farmasi, industri obat tradisional, pedagang
besar farmasi dan pedagang besar bahan baku farmasi; perizinan industri farmasi,
industri obat tradisional, pedagang besar farmasi dan pedagang besar bahan baku
farmasi; Penyusunan Farmakope Herbal dan Suplemen Farmakope Indonesia;
sosialisasi perizinan dalam mewujudkan pelayanan perizinan terhadap industri
farmasi, industri obat tradisional, pedagang besar farmasi dan pedagang besar
bahan baku farmasi.
Selama tahun 2011, penerbitan izin oleh Subdirektorat Produksi dan
Distribusi Obat dan Obat tradisional terdiri dari berbagai macam kategori,
diantaranya pembaharuan izin, pergantian Apoteker Penanggung Jawab,
perubahan lokasi, persetujuan prinsip, dan pembatalan persetujuan prinsip.
Tabel.5.1. Izin industri farmasi, industri obat tradisional, pedagang besar farmasi
dan pedagang besar farmasi bahan obat yang diterbitkan oleh
Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional tahun
2011.
No. Kategori Jumlah izin yang dikeluarkan
1. Izin IF 24
2. Izin PBF 26
3. Izin PBF-BO 166
4. IOT 30
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
41
Universitas Indonesia
5.2. Subdirektorat Produksi Kosmetik dan Makanan
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No 1175/MENKES/PER/
VIII/2010 tentang izin produksi kosmetika, diatur mengenai tata cara perizinan
produksi kosmetika. Salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam memperoleh
izin produksi kosmetika adalah industri kosmetika harus menerapkan Cara
Pembuatan Kosmetika yang Baik (CPKB) dalam produksinya. CPKB merupakan
seluruh aspek kegiatan pembuatan kosmetika yang bertujuan untuk menjamin
agar produk yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang
ditetapkan sesuai dengan tujuan penggunaannya. Pada industri kosmetik golongan
A, wajib menerapkan seluruh aspek CPKB. Pada industri kosmetik golongan B,
harus mampu menerapkan hygiene sanitasi dan dokumentasi sesuai dengan
CPKB. Diaturnya izin produksi kosmetika ini bertujuan untuk menjamin mutu,
keamanan dan kemanfaatan kosmetika yang beredar di masyarakat.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No 1175/MENKES/PER/
VIII/2010 tentang notifikasi kosmetik, diatur mengenai tata cara untuk
memperoleh notifikasi dari suatu produk kosmetik sebelum diedarkan ke
masyarakat. Notifikasi kosmetik ini ditujukan agar masyarakat dilindungi dari
peredaran dan penggunaan kosmetika yang tidak memenuhi persyaratan mutu,
keamanan, dan kemanfaatan. Pengaturan mengenai notifikasi di bawah
kewenangan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM). Banyak kemudahan
yang didapat setelah diberlakukannya notifikasi, salah satunya adalah penerapan
sistem online dalam melakukan notifikasi. Pendaftar dapat melakukan notifikasi
secara online melalui website http://notifkos.pom.go.id/bpom-notifikasi/. Pada
notifikasi, terdapat kelemahan, yaitu konsumen sulit untuk mengetahui apakah
produk yang beredar tersebut telah ternotifikasi atau belum ternotifikasi. Keadaan
tersebut disebabkan karena dalam notifikasi tidak wajib mencantumkan nomor
notifikasi pada kemasan produk kosmetik. Pada Subdit ini juga dilakukan
standarisasi kosmetik yang beredar dengan menyusun Formularium Kosmetik
Indonesia.
Pada pengaturan produksi makanan, kegiatan yang dilakukan antara lain
melakukan regulasi, pembinaan, pengawasan terhadap industri makanan yang ada
di Indonesia. Pada subdit ini, dilakukan penetapan standar terhadap bahan
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
42
Universitas Indonesia
tambahan dalam makanan, bahan yang tidak boleh digunakan dalam produksi
makanan, serta pembinaan terhadap industri rumah tangga.
Dengan dilakukannya pengawasan dan pembinaan oleh sub Direktorat
Produksi dan Distribusi Kosmetika dan Makanan, diharapkan produk yang sampai
ke konsumen memenuhi syarat mutu dan keamanan.
Selama tahun 2011 Subdirektorat Produksi dan Distribusi Kosmetika dan
Makanan telah menerbitkan izin di bidang industri kosmetika sebanyak 66 (enam
puluh enam) dan melakukan pembinaan pada Industri Rumah Tangga yang
memproduksi makanan.
5.3 Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika,
Prekursor, Dan Sediaan Farmasi Khusus
Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor,
dan Sediaan Farmasi Khusus bertanggung jawab dalam pembinaan terhadap
importir produsen narkotika, psikotropika dan prekursor untuk dapat memenuhi
persyaratan yang telah ditetapkan. Subdirektorat ini bekerjasama dengan BPOM
dalam hal pemberian izin impor bagi importir narkotika, psikotropika, prekursor
dan sediaan farmasi khusus.
Karena sifatnya yang spesifik terhadap penyalahgunaan, maka siapapun
yang akan memproduksi, mengimpor dan mengekspor narkotika, psikotropikadan
prekursor harus mendapat ijin khusus. Dalam hal narkotika menunjuk Kimia
Farma sebagai penanggung jawab untuk distribusi (Undang-Undang Negara
Republik Indonesia, 2009b).
Sediaan farmasi khusus sebenarnya sediaan farmasi yang belum
mempunyai izin edar di Indonesia, namun sangat dibutuhkan untuk pelayanan
kesehatan masyarakat atau juga berupa obat sumbangan dari negara lain. Sediaan
tersebut diberi izin untuk digunakan karena ditujukan bagi pengobatan penyakit
langka salah satunya. Kurangnya nilai komersil pada sediaan ini menyebabkan
tidak ada importir atau produsen yang bersedia mengurus registrasi dan izin
edarnya (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2011).
Permohonan importir prekusor narkotika atau psikotropika dapat
dilakukan secara online dan harus ada laporan tiap bulannya. Layanan prima
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
43
Universitas Indonesia
kepada produsen mengenai permohonan izin impor bagi importir narkotika
disediakan di loket 1 lantai 5 gedung baru Kementerian Kesehatan. Loket 1 yang
berkaitan dengan Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika,
Prekursor, dan Sediaan Farmasi Khusus yaitu melayani perizinan Surat
Persetujuan Impor (SPI), Surat Persetujuan Ekspor (SPE), Importir Terdaftar (IT),
Importir Produsen (IP).
Permohonan izin impor dan ekspor dapat diakukan melalui layanan online
yang terdapat di website www.e-pharm.dinkes.go.id. Namun, pada saat
penyerahan berkas produsen wajib datang untuk memberikan berkas yang
diperlukan. Jika berkas diterima maka selanjutnya akan mengkuti alur perizinan
yang sesuai dengan Lampiran 8 untuk mendapatkan surat persetujuan impor (SPI)
untuk mengimpor sedangkan surat persetujuan ekspor (SPE) diberikan untuk
mengekspor narkotika, psikotropika, prekursor farmasi. Jika berkas ditolak maka
produsen dapat melengkapi persyaratan yang kurang. Waktu yang diperlukan
untuk proses penerbitan izin SPI adalah paling lama 10 hari kerja setelah
dokumen lengkap diterima. Kesalahan yang sering dilakukan oleh pengguna jasa
antara lain kesalahan penulisan dan kesalahan dalam kelengkapan berkas. Petugas
yang melayani produsen pada loket tersebut adalah pegawai di Direktorat Bina
Produksi dan Distribusi Kefarmasian dilakukan secara bergantian setiap harinya,
sehingga seluruh pegawai diwajibkan untuk mengerti tentang tata cara perizinan.
Perizinan yang telah dikeluarkan selama tahun 2011 meliputi izin impor/ekspor
prekusor, narkotika, psikotropika dan prekusor.
Tabel 5.2. Izin impor/ekspor prekusor, narkotika, psikotropika dan prekusor yang
diterbitkan oleh Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika,
Psikotropika, Prekursor, dan Sediaan Farmasi Khusus tahun 2011.
No. Kategori Jumlah
SPI SPE IP
1. Narkotika 49 0 2
2. Psikotropika 167 129 18
3. Prekusor 209 35 29
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
44
Universitas Indonesia
5.4. Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat
Tujuan dari tugas yang diemban oleh subdirektorat Kemandirian Obat dan
Bahan Baku Obat yaitu agar Negara Indonesia dapat mandiri dalam pengadaan
obat dan bahan baku obat. Kemandirian yang dimaksud adalah industri farmasi
mudah mendapatkan bahan baku obat hasil produksi dalam negeri sehingga tidak
terpengaruh dengan kondisi pasar global. Keadaan ini akan menjaga kestabilan
harga obat dalam negeri.
Bahan baku obat menjadi hal yang penting untuk diperhatikan, karena
harga bahan baku obat memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap biaya
produksi dan pada akhirnya mempengaruhi harga obat jadi. Apabila bahan baku
obat dapat diproduksi di dalam negeri, diharapkan harga obat akan lebih mudah
dijangkau oleh masyarakat.
Upaya untuk mewujudkan kemandirian tersebut tertuang dalam program
kerja subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat. Langkah-langkah
yang dilakukan antara lain perencanaan strategi, kajian dan tinjauan tentang
peraturan yang mendukung kemandirian obat dan bahan baku obat di Indonesia.
Untuk mencapai tujuan kemandirian obat dan bahan baku obat, pemerintah
melakukan beberapa hal, dimulai dengan pengalokasian dana untuk riset,
menstimulasi berdirinya industri bahan baku obat, dan mengupayakan kerjasama
distribusi bahan baku obat produksi dalam negeri ke pasar internasional.
Pengalokasian dana riset diberikan pemerintah kepada industri farmasi, perguruan
tinggi, dan lembaga penelitian lainnya dalam rangka memacu penelitian mengenai
bahan baku obat,. Dana ini dapat digunakan untuk mengembangkan bahan baku
obat asli Indonesia seperti ekstrak-ekstrak tanaman asli Indonesia, yang
memenuhi standar internasional. Rencana jangka panjang pemerintah yaitu
mendirikan Pusat Ekstrak Daerah dan Pusat Ekstrak Nasional.
Indonesia memiliki kekayaan alam yang berlimpah namun ada beberapa
faktor yang menghambat kemandirian obat dan bahan baku obat dalam negeri
diantaranya bahan baku hasil penelitian tidak sesuai kebutuhan bahan baku obat di
industri dan tingginya pajak yang dikenakan untuk komponen pembuatan bahan
baku obat. Hal ini mengakibatkan harga bahan baku hasil produksi dalam negeri
menjadi lebih tinggi dari pada harga bahan baku impor. Subdit ini mengkaji upaya
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
45
Universitas Indonesia
agar dapat menurunkan tarif pajak komponen bahan baku obat dan pemberian
subsidi terhadap komponen yang diperlukan dalam produksi bahan baku obat.
Ketika bahan baku obat berhasil diproduksi secara mandiri di dalam
negeri, pemerintah akan membantu dalam hal pemasaran bahan baku dengan
menjalin kerja sama internasional untuk memperluas pasar bahan baku obat di
luar negeri. Hal tersebut dilakukan jika hasil produksi dari industri bahan baku
obat lokal telah memenuhi standar internasional. Dengan adanya pemasaran bahan
baku obat ke luar negeri, diharapkan industri bahan baku obat akan mendapatkan
profit yang lebih besar.
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
46 Universitas Indonesia
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan 6.1.1 Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian memiliki tugas
membuat regulasi, membina produsen dan distributor dan evaluasi di
bidang produksi dan distribusi kefarmasian. Hal ini bertujuan untuk
memastikan bahwa produk yang berada di pasaran memenuhi persyaratan
serta terjamin mutu dan keamanannya.
6.1.2 Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian merupakan tempat
bagi seorang apoteker untuk dapat menjalankan sumpah profesi apoteker
yang berkaitan dengan membaktikan hidup guna kepentingan
perikemanusiaan dalam hal pemerintahan. Apoteker di lingkup
pemerintahan, khususnya Direktorat Bina Produksi dan Distribusi
Kefarmasian dapat memberikan andil di bidang regulasi yang berkaitan
dengan produk dan distribusi kefarmasian.
6.2. Saran
6.2.1 Meningkatkan kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM) setiap pegawai
agar lebih baik lagi dalam pembinaan petugas pusat dan daerah, industri
farmasi, industri obat tradisional, pedagang besar farmasi, dan pedagang
besar bahan baku farmasi.
6.2.2 Menjalin kerjasama di bidang akademik dengan beberapa perguruan tinggi
berkaitan dengan pendidikan kemandirian wirausaha obat tradisional,
bahan baku obat, kosmetika dan makanan.
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
47
Universitas Indonesia
DAFTAR ACUAN
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. (2011). Laporan
Tahunan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian Unit Eselon
II. Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2010a). Rencana Strategis
Kementerian Kesehatan Tahun 2010-2014. Jakarta: Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2010b). Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia No. 1144/Menkes/PER/VIII/2010 Tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan. Jakarta : Kementerian
Kesehatan RI.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (n.d.) Tupoksi. 25 Juni 2012.
http://www.depkes.go.id.
Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Jakarta.
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Jakarta.
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
LAMPIRAN
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
Lampiran 1. Struktur Organisasi Kementerian Kesehatan
48
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
Lampiran 2. Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
49
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
Lampiran 3. Struktur Organisasi Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
50
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
Lampiran 4. Struktur Organisasi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
51
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
Lampiran 5. Struktur Organisasi Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian
52
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
Lampiran 6. Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan
53
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
Lampiran 7. Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian
54
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
Lampiran 8. Alur Proses Perizinan
55
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
UNIVERSITAS INDONESIA
TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI
KEFARMASIAN
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
PERIODE 18 JUNI – 29 JUNI 2012
KAJIAN PERBANDINGAN KEBIJAKAN IMPOR SEDIAAN
FARMASI KHUSUS DI MALAYSIA DAN SINGAPURA
DENGAN INDONESIA
MUTIARA HILMA, S.Farm
1106153391
ANGKATAN LXXV
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
DESEMBER 2012
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
DAFTAR ISI ii
DAFTAR TABEL iii
DAFTAR LAMPIRAN iv
1. PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Tujuan 2
2. TINJAUAN PUSTAKA 3
2.1 Perlindungan Konsumen 3
2.2 Registrasi Obat 3
2.2.1 Registrasi Obat Produksi Dalam Negeri 4
2.2.2 Registrasi Obat Impor 4
2.3 Impor Obat Yang Tidak Teregistrasi 5
2.3.1 Obat Untuk Penggunaan Terapi Khusus 5
2.3.2 Obat Untuk Uji Klinik 6
2.3.3 Obat Donasi 7
3. METODE PENGKAJIAN 11
3.1 Sampel 11
3.2 Metode Pengkajian 11
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 12
4.1 Hasil 12
4.2 Pembahasan 15
5. KESIMPULAN DAN SARAN 21
5.1 Kesimpulan 21
5.2 Saran 21
DAFTAR ACUAN 22
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
iii
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Kebijakan Impor Obat Tidak Teregistrasi Untuk Terapi Khusus
di Malaysia, Singapura dan Indonesia 12
Tabel 4.2 Kebijakan Impor Obat Tidak Teregistrasi Untuk Penelitian Klinis di
Malaysia, Singapura dan Indonesia 13
Tabel 4.3 Kebijakan Impor Obat Donasi di Malaysia, Singapura dan
Indonesia 14
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
iv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Formulir Permohonan Izin Impor Obat yang Tidak Teregistrasi
di Malaysia 24
Lampiran 2 Formulir Import Clinical Trial Test Materials (CTM) 25
Lampiran 3 Organisasi Ministry of Health, Malaysia 26
Lampiran 4 Organisasi Kementerian Kesehatan Singapore 27
Lampiran 5 Struktur Organisasi Health Science Authority, Singapore 28
Lampiran 6 Alur Proses Perizinan Impor Produk Obat yang Tidak
Teregistrasi Untuk Tujuan Penggunaan Terapi Khusus di
Malaysia 29
Lampiran 7 Alur Proses Perizinan Impor Produk Obat yang Tidak
Teregistrasi Untuk Tujuan Penggunaan Terapi Khusus di
Singapura 30
Lampiran 8 Alur Proses Perizinan Impor Produk Obat yang Tidak
Teregistrasi Untuk Tujuan Penggunaan Terapi Khusus di
Indonesia 31
Lampiran 9 Alur Proses Perizinan Impor Produk Obat yang Tidak
Teregistrasi Untuk Tujuan Penelitian Klinis di Malaysia 32
Lampiran 10 Alur Proses Perizinan Impor Produk Obat yang Tidak
Teregistrasi Untuk Tujuan Penelitian Klinis di Singapura 33
Lampiran 11 Wawancara Via Email Mengenai Kebijakan Impor Obat yang
Tidak Teregistrasi Untuk Donasi 34
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
1 Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesehatan adalah hak asasi manusia dan setiap penduduk berhak
mendapatkan pelayanan kesehatan yang optimal. Obat sebagai salah satu unsur
penting dalam upaya kesehatan harus selalu tersedia pada saat dibutuhkan
(Departemen kesehatan Republik Indonesia, 2006).
Obat bukanlah komoditi biasa, dalam peredaran dan penggunaannya
diperlukan adanya safety, quality dan efficacy (SQE), untuk itu diperlukanlah
registrasi. Dalam Undang-Undang RI no. 36 tahun 2009 tentang kesehatan, pasal
106 ayat 1 disebutkan bahwa “Sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya dapat
diedarkan setelah mendapat izin edar.” Izin edar diperoleh setelah obat tersebut
teregistrasi. Tetapi ada sejumlah sediaan farmasi yang belum memiliki izin edar,
namun dibutuhkan untuk pelayanan kesehatan bagi masyarakat (Direktorat
Jenderal Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2002).
Apabila sediaan farmasi yang tidak memiliki izin edar ini masuk melalui
jalur tidak resmi maka keamanan, manfaat, maupun mutunya tidak dapat
dipertanggungjawabkan. Untuk itu disusun suatu jalur yang mengatur tata laksana
impor sediaan farmasi yang tidak teregistrasi ini atau sediaan farmasi khusus guna
melindungi masyarakat baik pasien, provider maupun dunia usaha. Jalur masuk
sediaan farmasi ini disebut juga dengan jalur khusus atau Special Access Scheme
(SAS) (Direktorat Jenderal Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2002;
Badan POM, 2002a). Untuk pemasukan obat lewat jalur khusus atau Special
Access Scheme (SAS) ini, hanya dapat dilakukan oleh badan usaha yang telah
memiliki izin sebagai importir dan/atau eksportir sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, hal ini demi terjaminnya kemanan,
mutu dan manfaat sediaan farmasi (Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
1998).
Terdapat sejumlah alasan bahwa sediaan farmasi ini tidak memiliki izin
edar, salah satunya adalah sediaan farmasi ini tidak mempunyai nilai ekonomi
sehingga tidak ada produsen dan importir yang berminat untuk menyediakan dan
mengedarkannya (Direktorat Jenderal Pelayanan Kefarmasian dan Alat
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
2
Universitas Indonesia
Kesehatan, 2002). Bagaimanapun, obat sebagai produk dari industri farmasi tidak
lepas dari aspek ekonomi (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2006).
Beberapa negara di dunia juga membuat kebijakan mengenai impor
sediaan farmasi melalui jalur khusus atau Special Access Scheme (SAS).
Pengkajian dengan membandingkan kebijakan impor sediaan farmasi khusus di
Indonesia dengan beberapa negara-negara ASEAN yaitu Malaysia dan Singapura,
perlu dilakukan untuk melihat perbedaan kebijakan di masing-masing negara
sehingga dapat diketahui keunggulan dan kelemahan kebijakan impor sediaan
farmasi khusus di masing-masing negara dan keunggulan kebijakan impor dari
negara tetangga tersebut dapat dijadikan pedoman bagi kebijakan impor sediaan
farmasi khusus di Indonesia yang lebih baik.
1.2 Tujuan
Mengetahui perbedaan kebijakan impor sediaan farmasi lewat jalur khusus
atau Special Access Scheme (SAS) di Indonesia, Malaysia dan Singapura
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
3 Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perlindungan Konsumen
Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya
kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen. Beberapa
contoh hak konsumen adalah (Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999):
1. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi
barang dan / atau jasa
2. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau
jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang
dijanjikan
3. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan
barang dan/atau jasa
4. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian
sengketa perlindungan konsumen secara patut
5. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif
6. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila
barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak
sebagaimana mestinya.
Untuk melindungi masyarakat dari peredaran obat yang tidak memenuhi
persyaratan, keamanan, mutu dan kemanfaatan perlu dilakukan penilaian melalui
mekanisme registrasi obat (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008).
2.2 Registrasi Obat
Registrasi obat adalah prosedur pendaftaran dan evaluasi obat untuk
mendapatkan izin edar. Obat yang memiliki izin edar harus memenuhi kriteria
berikut (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008):
a. Khasiat yang meyakinkan dan keamanan yang memadai dibuktikan melalui
percobaan hewan dan uji klinis atau bukti-bukti lain sesuai dengan status
perkembangan ilmu pengetahuan yang bersangkutan
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
4
Universitas Indonesia
b. Mutu yang memenuhi syarat yang dinilai dari proses produksi sesuai Cara
Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB), spesifikasi dan metoda pengujian
terhadap semua bahan yang digunakan serta produk jadi dengan bukti yang
sahih
c. Penandaan berisi informasi yang lengkap dan objektif yang dapat menjamin
penggunaan obat secara tepat, rasional dan aman
d. Sesuai dengan kebutuhan nyata masyarakat.
e. Kriteria lain adalah khusus untuk psikotropika harus memiliki keunggulan
kemanfaatan dan keamanan dibandingkan dengan obat standar dan obat yang
telah disetujui beredar di Indonesia untuk indikasi yang diklaim.
f. Khusus kontrasepsi untuk program nasional dan obat program lainnya yang
akan ditentukan kemudian, harus dilakukan uji klinik di Indonesia.
2.2.1 Registrasi Obat Produksi Dalam Negeri
Registrasi obat produksi dalam negeri hanya dilakukan oleh industri
farrnasi yang memiliki izin industri farmasi yang dikeluarkan oleh Menteri.
Sedangkan khusus untuk registrasi obat narkotika hanya dapat dilakukan oleh
industri farmasi yang memiliki izin khusus untuk memproduksi narkotika dari
Menteri. Industri farmasi tersebut wajib memenuhi persyaratan CPOB, yang
dibuktikan dengan sertifikat CPOB yang dikeluarkan oleh Kepala Badan.
2.2.2 Registrasi Obat Impor
Obat impor adalah obat hasil produksi industri farmasi luar negeri. Obat
impor diutamakan untuk obat program kesehatan masyarakat, obat penemuan baru
dan obat yang dibutuhkan tapi tidak dapat diproduksi di dalam negeri. Persetujuan
tertulis harus mencakup alih teknologi dengan ketentuan paling lambat dalam
jangka waktu 5 (lima) tahun harus sudah dapat diproduksi di dalam negeri,
kecuali obat yang masih dilindungi paten. Industri farmasi di luar negeri wajib
memenuhi persyaratan CPOB. Pemenuhan persyaratan CPOB obat paten
dibuktikan dengan dokumen yang sesuai. Obat yang diedarkan di wilayah
Indonesia, baik diproduksi di dalam negeri maupun luar negeri, sebelumnya harus
dilakukan registrasi, kecuali untuk obat penggunaan khusus atas permintaan
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
5
Universitas Indonesia
dokter, obat donasi, obat untuk uji klinis dan obat sampel untuk registrasi
(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008).
2.3 Impor Obat Yang Tidak Teregistrasi
Perundang-undangan seharusnya memberikan akses untuk produk obat
yang tidak teregistrasi dalam kedaan khusus atau darurat. Misalnya pada kasus
pasien yang memiliki penyakit serius yang dapat mengancam hidupnya, adanya
kegagalan penggunaan terapi yang tersedia di negara tersebut, atau dalam kasus
adanya penyakit yang langka dimana obat yang dibutuhkan tidak memiliki izin
registrasi di negara tersebut. Dan beberapa kasus, obat-obat masih dalam
penelitian dan pemerintah tidak memiliki kewajiban mendanai ketersediaan obat
tersebut. Obat-obat yang tidak teregistrasi tetapi dapat diimpor karena alasan-
alasan tertentu, disebut juga dengan sediaan farmasi khusus. Sediaan farmasi
khusus akan diimpor melalui jalur khusus atau Special Access Scheme (SAS).
Harus ada perhatian terhadap hal ini untuk mencegah terjadinya perdagangan
yang bersifat de facto (WHO, 1998).
Beberapa kategori obat yang dapat diimpor tetapi tidak teregistrasi, yaitu
(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008):
a. Obat untuk terapi khusus
b. Obat untuk uji klinik
c. Obat donasi
2.3.1 Obat Untuk Penggunaan Terapi Khusus
Obat untuk penggunaan terapi khusus adalah obat yang dibutuhkan pasien
berdasarkan justifikasi ilmiah dokter dalam jumlah terbatas (Badan POM, 2002a).
Pengadaan obat untuk penggunaan terapi khusus memungkinkan pasien untuk
mendapatkan obat dari negara lain tetapi tidak memiliki izin edar di negara
dimana pasien tersebut berada. Beberapa kondisi yang diizinkan dilakukannya
impor obat yang tidak teregistrasi untuk terapi pasien adalah (Badan POM, 2002a;
The Voice, 2012a):
1. Obat untuk mengatasi penyakit yang mengancam jiwa atau serius dan obat
untuk penyakit langka
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
6
Universitas Indonesia
2. Obat yang tersedia tidak dapat mengatasi atau mengontrol kondisi pasien
secara memadai
3. Obat dibutuhkan tidak tersedia karena izin edar terhenti sehingga peredaran
obat juga terhenti
Pasien harus diinformasikan bahwa obat yang dibutuhkan untuk terapi
belum memiliki izin edar di negara dimana pasien dirawat. Sehingga akses
terhadap obat terapi khusus ini, terlebih dahulu harus meminta Inform Consent
dari pasien atau keluarga pasien. Inform Consent atau Persetujuan Setelah
Penjelasan (PSP) yaitu surat persetujuan dari pasien/keluarga pasien terhadap
penggunaan obat dari luar negara yang tidak teregistrasi di negara dimana pasien
dirawat. Hal-hal lain yang harus diinformasikan kepada pasien adalah (Diektorat
Jenderal Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2002):
1. Kemungkinan manfaat - resiko dari pengobatan, termasuk resiko yang tidak
diketahui dan efek samping yang timbul lambat.
2. Alternatif pengobatan menggunakan produk lain yang telah mempunyai izin
edar.
Obat piatu atau orphan drug termasuk dalam kategori obat untuk
penggunaan terapi khusus. Orphan drug adalah obat yang sangat dibutuhkan
untuk pengobatan penyakit langka (diderita oleh kurang dari 200.000 orang di
Indonesia) dan telah dibuktikan keamanan dan efektifitasnya (Direktorat Jenderal
Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2002). Industri farmasi tidak tertarik
untuk mengembangkan dan memasarkan orphan drug disebabkan sedikitnya
penggunaan terhadap obat ini (The Voice, 2012a). Beberapa contoh obat yang
termasuk orphan drug adalah (The Voice, 2012b):
1. Rucaparib dan lurbinectedin, obat kanker ovarium
2. Mavoglurant, obat untuk terapi sindrom fragile X
3. Obinutuzumab, obat untuk terapi leukemia limfositik kronik
4. Liposomal daunorubicin, obat untuk terapi leukemia myeloid akut
2.3.2 Obat Untuk Uji Klinik
Obat orphan juga dapat sebagai obat untuk uji klinik. Obat uji dan
pembanding dalam pelaksanaan uji klinik dapat berupa produk luar negeri atau
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
7
Universitas Indonesia
produk dalam negeri, baik yang sudah memperoleh izin edar maupun yang belum
memperoleh izin edar. Penggunaan obat produk luar negeri dan dalam negeri yang
belum memperoleh izin edar harus mendapatkan persetujuan dari Kepala Badan
POM (Badan POM, 2001).
Pada uji klinik, semua catatan pengiriman obat ke tempat uji klinis, catatan
penggunaan oleh setiap subjek dan catatan produk tidak terpakai yang
dikembalikan ke sponsor atau ditangani dengan cara lain, harus disimpan dengan
baik (Badan POM, 2001).
Setiap obat yang digunakan dalam uji klinik, memiliki catatan yang berisi
tanggal, jumlah, nomor batch/seri, tanggal kadaluarsa dan nomor kode khusus
yang diberikan pada produk yang diteliti. Selain itu, sponsor harus sudah memiliki
data keamanan dan efikasi yang cukup melalui tahapan uji pra-klinik dari obat
untuk mendukung paparan pada manusia dengan cara pemberian, dosis, jangka
waktu pemberian dan populasi uji klinik yang akan diteliti (Badan POM, 2001),
dan juga sponsor harus mengetahui suhu penyimpanan, kondisi penyimpanan, dan
prosedur rekonstitusi. Obat harus dikemas untuk mencegah kontaminasi dan
kerusakan yang mungkin terjadi selama transportasi dan penyimpanan, selain itu
produk yang diteliti harus dijamin tetap stabil selama jangka waktu penggunaan
(Badan POM, 2002b).
2.3.3 Obat Donasi (WHO, 2011)
Donasi obat dapat berasal dari perusahaan farmasi, bantuan pemerintah
suatu negara atau bantuan langsung dari fasilitas kesehatan. Empat prinsip dalam
pelaksanaan donasi obat adalah :
1. Donasi obat hendaklah menguntungkan negara penerima dan berdasarkan
pada kebutuhan negara penerima.
2. Proses pendonasian obat harus mengikuti aturan pemerintahan dan
administratif negara penerima donasi.
3. Harus ada koordinasi dan kolaborasi yang efektif antara pendonor dengan
negara penerima donasi.
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
8
Universitas Indonesia
4. Obat donasi memiliki standar kualitas, dimana obat yang tidak diterima atau
tidak teregistrasi di negara pendonor, juga tidak boleh diberikan kepada
negara penerima obat donasi.
Pendonasian obat dapat memberikan keuntungan yang banyak kepada
penerima, diantaranya:
1. Obat donasi dapat menyelamatkan hidup dan meringankan penderitaan pasien
apabila dikoordinasikan dan dikelola dengan baik.
2. Obat donasi bisa menjamin keuntungan yang strategis bagi negara penerima.
Obat donasi sering digunakan sebagai pendukung dalam pembangunan
kembali sistem kesehatan atau untuk menjamin masyarakat dapat mengakses
produk kesehatan.
3. Pelaksanaan proses donasi yang tepat dapat menghemat dana
Masalah yang sering timbul dalam pelaksanaan donasi obat yang tidak
tepat adalah:
1. Obat donasi tidak sesuai dengan situasi darurat dan pola penyakit serta tidak
mengikuti aturan dan pedoman donasi yang telah dibuat negara penerima
donasi.
2. Obat donasi yang datang tidak tersortir dan pelabelan dengan berbagai bahasa
asing yang tidak dimengerti negara penerima obat donasi.
3. Beberapa obat donasi juga merupakan obat yang sudah dikembalikan oleh
pasien ke apotek karena berlebih.
4. Obat yang didonasikan adalah dalam jumlah yang tidak tepat sesuai
kebutuhan. Jumlah obat yang diimpor yang begitu melimpah sehingga sulit
untuk dikelola. Hal ini menimbulkan tingginya biaya yang dibutuhkan untuk
distribusi dan penyimpanan.
5. Obat donasi memiliki masa kadaluarsa yang pendek.
Hal yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan donasi obat adalah:
1. Seleksi obat, obat yang didonasikan harus sesuai dengan kebutuhan negara
penerima, baik dari segi jenis obat maupun dari segi jumlahnya. Dalam
keadaan darurat, dimana tidak dapat dilakukannya persetujuan terlebih dahulu
antara pendonor dengan penerima, maka obat-obat yang akan didonasikan
harus sesuai dengan daftar obat esensial nasional yang telah dibuat oleh
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
9
Universitas Indonesia
negara penerima donor untuk keadaan darurat atau daftar obat esensial WHO
(World Health Organization).
2. Obat yang didonasikan atau ekivalen generiknya haruslah obat yang diizinkan
penggunaannya di negara penerima donasi.
3. Obat donasi haruslah berasal dari sumber terpercaya sehingga terjamin
kualitas obatnya dan sesuai dengan standar kualitas di kedua negara. Obat
yang tidak dapat diterima kualitasnya di negara pendonor juga tidak boleh
digunakan di negara penerima obat.
4. Obat yang sudah diberikan kepada pasien dan kemudian dikembalikan, tidak
boleh didonasikan. Karena kualitas obat tidak dapat dijamin lagi dan sulit
untuk mengelolanya karena kemasan obat yang tidak utuh lagi.
5. Ketika sampai di negara penerima donasi, semua obat harus memiliki waktu
kadaluarsa paling cepat satu (1) tahun.
6. Semua obat donasi harus memiliki label dengan bahasa yang dapat
dimengerti oleh negara penerima donasi. Label pada kontainer harus
mengandung nama generik obat, nomor batch, bentuk sediaan, kekuatan obat,
nama pabrik obat, negara yang memproduksi, kuantitas obat dalam kontainer,
kondisi penyimpanan dan waktu kadaluarsa. Untuk obat injeksi, rute
pemberian harus tertulis pada label.
7. Semua obat donasi harus dikemas dalam kotak dengan ukuran yang sesuai
yang memudahkan proses distribusi dan dispensi.
8. Obat donasi seharusnya tidak boleh dikirim tanpa persetujuan negara
penerima.
9. Biaya transpor internasional dan lokal, penyimpanan, penanganan dan
pembuangan obat-obat yang kadaluarsa atau rusak seharusnya menjadi
tanggungan pendonor, kecuali ada kesepakatan antara kedua belah pihak.
Setiap negara hendaklah membuat aturan donasi sendiri yang didasarkan
pada pedoman obat donasi internasional. Di dalam pedoman tersebut, negara
penerima hendaklah menjelaskan tentang kriteria obat yang dibutuhkan, berapa
kuantitas obat yang dibutuhkan, bagaimana obat didonasikan dan hal-hal apa saja
yang tidak diharapkan. Pedoman obat donasi masing-masing negara tersebut
kemudian dipublikasikan.
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
10
Universitas Indonesia
Data barang-barang yang masuk ke dalam suatu negara, siapa yang
mendonasikannya dan kemana akan didistribusikan, harus tercatat. Walaupun
dalam keadaan darurat dimana bantuan datang dengan sangat cepat dan tidak
terkoordinasi, untuk itu diperlukan pencatatan yang terpusat. Pencatatan haruslah
mendukung terwujudnya manajemen dan pengorganisasian donasi dengan baik
dan mempromosikan transparansi serta tanggung jawab. Bila memungkinkan,
sistem elektronik dapat diterapkan untuk memudahkan proses pencatatan.
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
11 Universitas Indonesia
BAB 3
METODE PENGKAJIAN
3.1 Sampel
Regulasi sediaan farmasi khusus negara Malaysia, Singapura dan
Indonesia.
3.2 Metode Pengkajian
Metode yang digunakan dalam pengkajian ini adalah dengan melakukan
penelusuran literatur dari berbagai sumber berupa buku teks dan media elektronik.
Pengkajian yang dilakukan adalah dengan membandingkan regulasi sediaan
farmasi khusus negara Malaysia dan Singapura dengan negara Indonesia berupa
syarat-syarat dokumen permohonan, pihak yang berhak mengajukan permohonan,
jumlah obat yang dapat diimpor, lama berlaku izin dan alur proses permohonan
izin. Sedangkan untuk obat donasi, hal yang dibandingkan adalah alur proses
permohonan izin, syarat obat donasi dan expired date obat.
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
12 Universitas Indonesia
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Tabel 4.1 Kebijakan Impor Obat Tidak Teregistrasi Untuk Terapi Khusus di
Malaysia, Singapura dan Indonesia
Hal yang
Dibandingkan Malaysia Singapura Indonesia
Syarat
dokumen
permohonan
a. Formulir permohonan
b. Informasi obat dan
jurnal tentang
penelitian obat
a. Formulir
permohonan
b. Dokumen berisi
detail produk
c. Surat keterangan
bahwa dokter
bertanggung jawab
terhadap
penggunaan pada
pasien
a. Formulir
permohonan
b. Informasi khasiat
dan keamanan
obat serta mutu
obat
c. Inform Consent
Pemohon Tidak teridentifikasi Dokter atau apoteker Dokter
Jumlah obat
yang dapat
diimpor
Tidak melebihi 12 bulan
penggunaan
Tidak melebihi 3
bulan penggunaan
Tidak melebihi 12
bulan penggunaan
Lama berlaku
izin 12 bulan 6 bulan 12 bulan
Alur proses
permohonan
a. Dikirim ke Bahagian
Perkhidmatan Farmasi
atau Pharmaceutical
Service Division
b. Pertimbangan dan izin
dikeluarkan oleh
Pihak Berkuasa
Kawalan Dadah atau
Drug Control
Authority
a. Dikirim ke
Pharmaceutical and
Biologics Branch
b. Izin dikeluarkan
oleh Health Product
Regulation Group,
Health Science
Authority
a. Dikirim ke Pusat
Rujukan Obat
Nasional
(PRON)
b. Pertimbangan
oleh Tim Penilai
Pusat
(Kementerian
Kesehatan RI)
c. Izin dikeluarkan
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
13
Universitas Indonesia
oleh
Kementerian
Kesehatan RI
Tabel 4.2 Kebijakan Impor Obat Tidak Teregistrasi Untuk Penelitian Klinis di
Malaysia, Singapura dan Indonesia
Hal yang
Dibandingkan Malaysia Singapura Indonesia
Syarat
dokumen
permohonan
a. Formulir permohonan
b. Sertifikat registrasi
perusahaan
c. Sertifikat Good
Clinical Practice
(GCP) atau fotokopi
sertifikat Good
Manufacturing
Product (GMP) dari
pabrik
d. Surat untuk
mendapatkan
persetujuan dari Drug
Control Authority
(DCA)
e. Surat izin dari Ethics
Committee of the
Institution dimana
penelitian dilakukan
a. Formulir
permohonan atau
surat permohonan
impor Clinical
Trial Test
Materials (CTM)
b. Sertifikat
percobaan klinis
atau Clinical Trial
Certificate (CTC)
a. Formulir
permohonan
b. Persetujuan
Komisi Ilmiah
dan Komisi Etik
c. Sertifikat CPOB
produsen di luar
negeri
d. Sertifikat analisa
e. Pernyataan
tertulis sponsor
dan peneliti
bersedia untuk
memenuhi standar
CUKB (Cara Uji
Klinik yang Baik)
Pemohon Peneliti atau seseorang
yang memiliki otoritas
di Contract Research
Organisation (CRO)
Sponsor Sponsor atau
Organisasi Riset
Kontrak
Lama berlaku
izin
1 (satu) tahun Izin berlaku untuk
satu (1) kali
pengajuan impor
Tidak teridentifikasi
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
14
Universitas Indonesia
Alur Proses
Permohonan
a. Dikirim ke Centre for
Investigational New
Product, National
Pharmaceutical
Control Bureau atau
Biro Pengawalan
Farmaseutikal
Kebangsaan,
Kementerian
Kesehatan. Sekaligus
akan di-review.
b. Permohonan
dilanjutkan ke Drug
Evaluation Committee
c. Izin dikeluarkan oleh
Drug Control
Auhtority (DCA)
a. Dikirim secara
online ke Clinical
Trials Branch
(CTB), Health
Product Regulation
Group, Health
Science Authority
b. Izin dikeluarkan
oleh Health Science
Authority
a. Dikirim ke Badan
POM
b. Izin dikeluarkan
oleh Badan POM
Tabel 4.3 Kebijakan Impor Obat Donasi di Malaysia, Singapura dan Indonesia
Hal yang
Dibandingkan Malaysia
Singapura (Tidak
Ada Kebijakan
Tentang Impor Obat
Donasi)
Indonesia
Alur proses
permohonan
Tidak teridentifikasi - 1. Penerima donasi
memberitahu dan
melakukan
pengajuan
permohonan impor
obat donasi pada
Badan POM
2. Izin dikeluarkan
oleh Badan POM
Syarat obat
donasi
1. Obat yang
didonasikan sesuai
- 1. Kemasan utuh
2. Informatif (nama
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
15
Universitas Indonesia
dengan kebutuhan,
yang dapat
berpedoman kepada
daftar obat esensial
negara Malaysia
atau obat yang biasa
digunakan di
Malaysia
2. Obat yang tidak
dipercaya
penggunannya di
negara pendonor,
juga tidak boleh
digunakan di
Malaysia.
3. Label obat
menggunakan
bahasa yang dapat
dimengerti.
obat, zat khasiat,
kekuatan, no batch,
expired date, cara
penyimpanan dan
produsen obat
Expired date
obat
Minimal satu tahun
sejak obat donasi
sampai di negara
penerima donasi,
kecuali ada
kesepakatan kedua
belah pihak.
- Minimal satu tahun
sejak obat donasi
sampai di negara
penerima donasi
4.2 Pembahasan
Berdasarkan studi literatur yang dilakukan, ada beberapa negara di
ASEAN selain Indonesia yang memiliki peraturan yang mengatur tentang impor
sediaan farmasi khusus atau sediaan farmasi yang tidak teregistrasi di negara
pengimpor tetapi dibutuhkan pada saat-saat tertentu, diantaranya adalah Malaysia
dan Singapura. Dua negara ini dipilih dalam tulisan ini karena dalam pencarian
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
16
Universitas Indonesia
data-data dan informasi dari internet, dua negara inilah yang paling banyak dan
mudah ditemukan untuk negara di wilayah ASEAN.
Kategori sediaan farmasi yang tidak teregistrasi di Malaysia tetapi dapat
dilakukan pengimporan, diantaranya adalah sediaan farmasi yang digunakan
untuk pengobatan penyakit langka/penyakit kronis seperti kanker, obat untuk
pengujian klinis dan obat yang digunakan ketika negara berada dalam keadaan
sulit (National Pharmaceutical Control Bureau, 2012). Permohonan sediaan
farmasi yang tidak teregistrasi untuk terapi penyakit menggunakan satu macam
formulir, yaitu formulir BPF/103-- KPK01 Pindaan. Pada formulir ini diisikan
nama generik obat, termasuk bentuk sediaan dan kekuatan obat yang akan diimpor
(Lampiran 1).
Persyaratan dokumen yang harus disiapkan untuk melakukan pengajuan
permohonan impor obat yang tidak teregistrasi tersebut, berbeda-beda pada ketiga
negara. Berdasarkan literatur yang didapatkan, Malaysia hanya menetapkan
kelengkapan dokumen berupa formulir permohonan disertai dengan informasi dan
jurnal atau penelitian klinis tentang obat (National Pharmaceutical Control
Bureau, 2012). Sedangkan kebijakan di Singapura, dokumen-dokumen
permohonan yang harus dilengkapi berupa formulir permohonan, dokumen yang
berisi detail produk, dan surat pernyataan bahwa dokter bertanggung jawab
terhadap pasien (Health Science Authority, 2011). Tidak jauh berbeda dengan
Singapura, Indonesia juga membuat persyaratan kelengkapan dokumen berupa
formulir permohonan, detail obat berupa khasiat keamanan obat, informasi mutu
dan jumlah obat. Selain itu, juga ada inform consent (Direktorat Jenderal
Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2002). Inform consent perlu
dimasukkan dalam kelengkapan dokumen permohonan karena setiap perlakuan /
terapi yang akan diberikan kepada pasien, harus atas persetujuan pasien atau
keluarga pasien. Tetapi Indonesia tidak memasukkan surat pernyataan bahwa
dokter bertanggung jawab kepada pasien ke dalam dokumen persyaratan impor
produk obat yang tidak teregistrasinya. Tanggung jawab dokter terhadap pasien
karena obat-obat yang diimpor tersebut belum diuji di negara pengimpor
sedangkan standar kualitas obat di tiap negara berbeda-beda. Selain itu,
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
17
Universitas Indonesia
pentingnya memasukkan kedua dokumen tersebut untuk mencegah terjadinya
malpraktek atau hal-hal yang tidak baik kepada pasien.
Untuk jumlah obat yang boleh diimpor, Malaysia menetapkan tidak lebih
dari 12 (dua belas) bulan penggunaan (National Pharmaceutical Control Bureau,
2012), begitu juga dengan Indonesia (Direktorat Jenderal Pelayanan Kefarmasian
dan Alat Kesehatan, 2002). Sedangkan Singapura hanya memberikan batasan
jumlah obat untuk 3 (tiga) bulan penggunaan (Health Science Authority, 2011).
Menurut penulis, lama izin yang telah ditetapkan oleh Indonesia yaitu selama 12
(dua belas) bulan penggunaan adalah lebih baik daripada 3 (tiga) bulan seperti
yang ditetapkan oleh Singapura karena pada kasus penyakit-penyakit serius dan
berbahaya, penggunaan obat bisa melebihi 3 (tiga) bulan penggunaan. Sehingga
apabila batasan jumlah obat yang dapat diimpor hanya untuk 3 (tiga) bulan
penggunaan, hal itu dapat memberatkan pemohon dan/ importer ketika harus
melakukan permohonan kembali.
Pemohon yang mengajukan permohonan di Indonesia adalah dokter yang
menangani pasien. Sedangkan di Malaysia tidak dijelaskan siapa yang melakukan
permohonan tersebut tetapi pada formulir permohonan, pada kolom pemohon
tertulis „hospital yang memohon‟. Di Singapura, pemohonnya adalah dokter yang
menangani pasien atau apoteker (Health Science Authority, 2011). Indonesia
sebaiknya juga menetapkan bahwa apoteker dapat menjadi pemohon untuk impor
obat tidak teregistrasi karena semua perbekalan farmasi yang digunakan di rumah
sakit dikelola oleh apoteker sehingga apoketer seharusnya juga diberi wewenang
untuk dapat melakukan permohonan.
Di Malaysia, pemohon yang telah melengkapi dokumen permohonannya,
kemudian mengirimkannya ke Bahagian Perkhidmatan Farmasi atau
Pharmaceutical Service Division, Kementerian Kesihatan Malaysia. Permohonan
akan dipertimbangan dan dikeluarkan oleh Pihak Berkuasa Kawalan Dadah
(PBKD) atau Drug Control Authority (DCA) (National Pharmaceutical Control
Bureau, 2012) (lampiran 7) . Drug Control Authority (DCA) adalah suatu badan
yang memiliki otoritas untuk menjamin tercapainya tujuan peraturan “the Control
of Drugs and Cosmetics Regulation, 1984” dan persetujuan terhadap registrasi
produk obat (National Pharmaceutical Control Bureau, 2009). Berdasarkan
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
18
Universitas Indonesia
kesamaan fungsinya yaitu memberikan persetujuan terhadap registrasi produk
obat, Drug Control Authority sama dengan Badan POM di Indonesia.
Untuk negara Singapura, kelengkapan permohonan disampaikan kepada
Pharmaceuticals & Biologics Branch (PBB) dan akan diproses dalam waktu 14
hari kerja dan izin akan diberikan oleh Health Products Regulation Group, Health
Sciences Authority (Health Science Authority, 2011) (lampiran 8) . Berdasarkan
tanggung jawabnya terhadap registrasi obat dan memberi izin produk (Health
Products Regulation, 2012a), Pharmaceuticals & Biologics Branch (PBB) juga
sama dengan Badan POM di Indonesia.
Berdasarkan kebijakan yang berlaku di Indonesia, dokter yang akan
melakukan permohonan impor obat, terlebih dahulu meminta rekomendasi
kepada PRON. PRON (Pusat Rujukan Obat Nasional) adalah pusat pengelolaan
obat, alat kesehatan, dan makanan kesehatan khusus tingkat nasional. PRON akan
meneruskan permintaan rekomendasi ke tim ahli pusat, Kementerian Kesehatan
RI. PRON sekaligus juga membuat tembusan kepada importir/eksportir yang telah
ditunjuk oleh Kementerian Kesehatan. Importir kemudian melakukan pengajuan
permohonan izin impor kepada Kementerian Kesehatan RI. Importir yang
ditunjuk oleh Kementerian Kesehatan RI untuk melakukan pengadaan obat lewat
jalur khusus ini (Spesial Access Scheme) adalah PT Kimia Farma Tbk
(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2004). PT Kimia Farma setelah
mendapatkan izin kemudian melakukan pengadaan obat. Apabila obat sudah
diimpor, obat akan dikirimkan oleh PT Kimia Farma kepada dokter yang
menangani pasien tersebut (Direktorat Jendral Pelayanan Kefarmasian dan Alat
Kesehatan, 2002) (lampiran 9).
Izin impor obat hanya berlaku selama 6 (enam) bulan di Singapura (Health
Science Authority, 2011). Sedangkan di Malaysia dan Indonesia, lama berlaku
izin tidak dijelaskan. Namun, jika dilihat dari kebijakan batasan jumlah obat yang
hanya boleh untuk 12 (dua belas) bulan penggunaan, maka dapat diartikan lama
berlaku izin adalah 12 (dua belas) bulan.
Untuk sediaan farmasi khusus yang diperlukan untuk tujuan penelitian
klinis, di Malaysia terdapat aturan yang mengatur syarat dan prosedur impor
produk tersebut secara legal. Pemohon adalah peneliti itu sendiri atau seseorang
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
19
Universitas Indonesia
yang memiliki otoritas di Contract Research Organisation (CRO) atau Organisasi
Riset Kontrak (National Pharmaceutical Control Bureau, 2009). Begitu juga
dengan Singapura, tetapi pemohon dapat bertindak langsung sebagai importir.
Sedangkan di Indonesia, pemohon adalah sponsor atau Organisasi Riset Kontrak
(Badan POM, 2002b). CRO atau Contract Research Organisation adalah
seseorang atau suatu organisasi (komersial, akademik atau lainnya) yang
dikontrak oleh sponsor untuk melaksanakan satu atau lebih tugas dan fungsi
sponsor dalam uji klinik (Badan POM, 2001).
Dokumen persyaratan permohonan impor obat untuk tujuan klinis di
Singapura hanya formulir permohonan (lampiran 2) dan sertifikat percobaan
klinis atau Clinical Trial Certificate (CTC) (Health Products Regulation, 2011).
Di Malaysia juga diperlukan sertifikat GCP (Good Clinical Practice) dari peneliti
atau Cara Uji Klinik Yang Baik untuk Indonesia. Sertifikat GCP dilampirkan
bersama formulir permohonan. Hal ini menunjukkan bahwa pelaksanaan uji klinik
yang sesuai standar oleh peneliti telah diakui dan dibuktikan melalui sertifikat
GCP tersebut. Sedangkan di Indonesia, yang dilampirkan bersama formulir
permohonan adalah surat pernyataan bahwa sponsor atau peneliti bersedia
memenuhi standar Cara Uji Klinik Yang Baik, yang menunjukkan bahwa
pelaksanaan uji klinik masih dalam proses pemenuhan standar.
Untuk alur proses perizinan impor di Indonesia, semuanya dilakukan oleh
Badan POM, mulai dari penerimaan dokumen permohonan izin impor hingga
pemberian izin (Badan POM, 2002b). Sedangkan di Malaysia, permohonan
diajukan kepada Deputi Direktur Centre for Investigational New Product,
National Pharmaceutical Control Bureau, Ministry of Health, Malaysia.
Kemudian akan dievaluasi oleh Drug Evaluation Committee dan izin akan
dikeluarkan oleh Drug Control Authority (DCA) (National Pharmaceutical
Control Bureau, 2009) (lampiran 10). Dan di Singapura, permohonan dikirimkan
ke bagian Clinical Trials Branch (CTB), Health Product Regulation Group, Health
Science Authority (Health Products Regulation, 2011).
Obat donasi juga merupakan sediaan farmasi khusus karena obat donasi
berasal dari berbagai negara yang sebagian besar tidak teregistrasi di negara
penerima donasi. Mengenai aturan donasi, Malaysia tidak membuat aturan
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
20
Universitas Indonesia
tersendiri, tetapi menggunakan aturan yang telah dibuat oleh WHO (Ministry of
Health Malaysia, 2009). Sedangkan di Singapura, impor produk obat yang tidak
teregistrasi dalam rangka donasi, tidak diizinkan (wawancara dengan Chiang
Kwek Thomas, Senior Regulatory Manager, Pharmaceuticals & Biologics Branch,
4 Juli 2012) (lampiran 11).
Malaysia menyaratkan obat donasi haruslah obat yang sesuai dengan
daftar obat esensial negara pendonor masing-masing, dengan kata lain obat donasi
tersebut sudah teregistrasi di negara pendonor. Obat donasi yang sudah
teregistrasi ini menjamin transparansi dan keamanan penggunaan obat donasi itu
sendiri.
Indonesia, seperti yang dijelaskan dalam permenkes RI nomor 1010 tahun
2008 pasal 2 ayat 4 tentang registrasi obat, untuk menjamin keamanan terhadap
penggunaan obat donasi tersebut, obat-obat yang tidak teregistrasi dan tidak layak
digunakan di negara pendonor, juga tidak layak digunakan di Indonesia sehingga
tidak dilakukan pemberian izin terhadap masuknya obat donasi tersebut (Badan
POM, 2004).
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
21 Universitas Indonesia
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Kebijakan impor sediaan farmasi khusus untuk tujuan pengobatan,
penelitian klinis dan donasi berbeda-beda antara Malaysia, Singapura dan
Indonesia, yaitu:
a. Kebijakan impor sediaan farmasi khusus untuk tujuan pengobatan di Indonesia
berbeda dengan Singapura dalam hal persyaratan dokumen permohonan,
namun hal ini dapat dikolaborasikan dimana Indonesia memasukkan Inform
Consent dalam persyaratannya sedangkan Singapura memasukkan surat
pernyataan bahwa dokter bertanggung jawab terhadap penggunaan obat pada
pasien. Tetapi dalam hal pemohon, Singapura lebih baik karena memberikan
wewenang kepada apoteker sebagai pemohon. Jumlah obat yang dapat diimpor
dan lama berlaku izin, Indonesia dan Malaysia yaitu 12 bulan penggunaan,
sedangkan Singapura yang hanya 6 bulan penggunaan.
b. Syarat permohonan impor obat tidak teregistrasi untuk tujuan penelitian klinis
di Malaysia melampirkan sertifikat Good Clinical Practice (GCP), begitu juga
dengan Singapura Sedangkan Indonesia melampirkan pernyataan tertulis
bahwa sponsor dan peneliti bersedia untuk memenuhi standar CUKB (Cara
Uji Klinik yang Baik). Malaysia juga menyaratkan bahwa permohonan impor
obat harus dievaluasi juga oleh Drug Evaluation Committee, sehingga lebih
menjamin bahwa obat tersebut memang perlu untuk diimpor.
c. Untuk kebijakan impor obat donasi, Indonesia lebih baik karena memiliki
aturan sendiri yang berpedoman pada pedoman donasi internasional. Aturan
tentang impor obat donasi di Malaysia didasarkan pada aturan impor obat
donasi WHO, sedangkan Singapura hanya menyatakan bahwa impor obat
donasi yang tidak teregistrasi tidak diizinkan.
5.2 Saran
Perlu dibandingkan juga Special Access Scheme di Indonesia dengan
negara-negara maju lain di ASEAN selain Malaysia dan Singapura
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
22
Universitas Indonesia
DAFTAR ACUAN
Badan POM. (2004). Prosedur Administratif Penerimaan Dan Distribusi Obat
Donasi Di Indonesia. Jakarta: Badan POM.
Badan POM. (2002a). Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan
Tentang Pemasukan Obat Jalur Khusus. Jakarta: Badan POM.
Badan POM. (2002b). Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
Republik Indonesia nomor 02002/SK/KBPOM Tentang Tata Laksana Uji
Klinik. Jakarta: Badan POM
Badan POM. (2001). Cara Uji Klinik Yang Baik (CUKB) di Indonesia. Jakarta:
Badan POM.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2008). Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia tentang Registrasi Obat. Jakarta: Departemen kesehatan
Republik Indonesia
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2008). Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 1010/MENKES/PER/XI/2008 Tentang Registrasi
Obat. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2006). Kebijakan Obat Nasional.
Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2004). Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 107/MENKES/SK/I/2004 Tentang
Penunjukan PT Kimia Farma (Persero) Tbk Sebagai Perusahaan Yang
Diberikan Izin Untuk Mengimpor Dan Melaksanakan Distribusi Obat, Alat
Dan Makanan Kesehatan Khusus Melalui Akses Khusus (Special Access
Scheme). Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1998). Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 1998 Tentang Pengamanan Sediaan
Farmasi Dan Alat Kesehatan. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.
Direktorat Jenderal Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan. (2002).
Pengelolaan dan Penggunaan Obat, Alat dan Makanan Kesehatan Khusus.
Jakarta: Departemen kesehatan Republik Indonesia.
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
23
Universitas Indonesia
Health Products Regulation. (2012a). Medicines. 25 Juni 2012. www.hsa.gov.sg
Health Products Regulation. (2011). Guideline on Application for Import of
Clinical Trial Test Materials (CTM for Drugs). 08 Oktober 2012.
www.hsa.gov.sg.
Health Science Authority. (2011). Regulatory guidance: guideline to apply for
approval to impor an unregistered medicinal product. Singapore: Health
Products Regulation Group.
Ministry of Health Malaysia. (2009). Malaysian National Medicines Policy
(MNMP).Malaysia: Ministry of Health.
National Pharmaceutical Control Bureau. (2012). Arahan Di Bawah Peraturan-
Peraturan Kawalan Dadah dan Kosmetik 1984: Direktif Mengenai Syarat
Pendaftaran Produk Farmaseutikal Dari Luar Negara Berkaitan Keperluan
Amalan Perkilangan Baik (APB). Selangor: Ministry of Health Malaysia.
National Pharmaceutical Control Bureau. (2009). Guideline for Application of
Clinical Trial Import Licence and Clinical Trial Exemption in Malaysia.
Selangor: Ministry of Health Malaysia
The Voice Of Rare Disease Patients in Europe. (2012a). What Is An Orphan
Drug?. 16 November 2012. http://www.eurordis.org/content/what-orphan-
drug
The Voice Of Rare Disease Patients in Europe. (2012b). Orphan Drug
Designations. 16 November 2012. http://www.eurordis.org/en/content/find-
out-latest-orphan-drug-designations-and-market-authorisations
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.
Jakarta
WHO. (2011). Guidelines for Medicine Donation revised 2010 (third edition).
Geneva: WHO.
WHO. (1998). Marketing Authorization Of Pharmaceutical Products With Special
Reference To Multisource (Generic) Products: A Manual For Drug
Regulatory Authorities. Geneva: WHO
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
LAMPIRAN
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
24
Lampiran 1. Formulir permohonan izin impor obat yang tidak teregistrasi di
Malaysia [Sumber: www.moh.gov.my]
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
25
Lampiran 2. Formulir import clinical trial test materials (CTM) [Sumber:
www.hsa.gov.sg]
Lampiran 3. Alur SAS di Indonesia
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
26
Lampiran 3. Organisasi ministry of health, Malaysia ”telah diolah kembali” [Sumber: www.moh.gov.my]
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
27
Lampiran 4. Organisasi Kementerian Kesehatan Singapore ”telah diolah kembali” [Sumber: www.moh.gov.sg]
27
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
28
Lampiran 5. Struktur organisasi Health Science Authority, Singapore
[Sumber: www.hsa.gov.sg]
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
29
Lampiran 6. Alur proses perizinan impor produk obat yang tidak
teregistrasi untuk tujuan penggunaan terapi khusus di
Malaysia
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
30
Lampiran 7. Alur proses perizinan impor produk obat yang tidak teregistrasi
untuk tujuan penggunaan terapi khusus di Singapura
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
31
Lampiran 8. Alur proses perizinan impor produk obat yang tidak teregistrasi
untuk tujuan penggunaan terapi khusus di Indonesia
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
32
Lampiran 9. Alur proses perizinan impor produk obat yang tidak teregistrasi
untuk tujuan penelitian klinis di Malaysia
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
33
Lampiran 10. Alur proses perizinan impor produk obat yang tidak
teregistrasi untuk tujuan penelitian klinis di Singapura
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
34
Lampiran 11. Wawancara via email mengenai kebijakan impor obat yang tidak teregistrasi untuk donasi
34
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
35
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI
RUMAH SAKIT PALANG MERAH INDONESIA
JL. PADJAJARAN NO.80 BOGOR
PERIODE 3 JULI - 25 AGUSTUS 2012
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
MUTIARA HILMA, S.Farm
1106153391
ANGKATAN LXXV
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
DESEMBER 2012
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI
RUMAH SAKIT PALANG MERAH INDONESIA
JL. PADJAJARAN NO.80 BOGOR
PERIODE 3 JULI-25 AGUSTUS 2012
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar apoteker
MUTIARA HILMA, S.Farm
1106153391
ANGKATAN LXXV
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
DESEMBER 2012
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat, hidayah,
serta karuniaNya yang telah diberikan sehingga penulis dapat melaksanakan
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Rumah Sakit Palang Merah Indonesia,
Jl. Padjajaran No. 80 Bogor yang dimulai pada tanggal 3 Juli – 25 Agustus 2012
serta dapat menyelesaikan laporan ini.
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) ini disusun sebagai
syarat untuk menyelesaikan studi di Program Profesi Apoteker dan memperoleh
gelar Apoteker di Fakultas Farmasi, Universitas Indonesia. Pada kesempatan ini
penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Ibu Supriati, S.Si., Apt., selaku Kepala Instalasi Farmasi dan pembimbing
PKPA di Instalasi RS PMI Bogor, yang telah memberikan bimbingan, arahan
dan nasehat kepada penulis selama PKPA dan penyusunan laporan ini.
2. Ibu Santi Purna Sari, M.Si., Apt., selaku pembimbing dari Fakultas Farmasi,
Universitas Indonesia yang telah memberikan bimbingan, pengerahan dan
nasehat selama penyusunan laporan PKPA ini.
3. Ibu Fransisca, S.Farm., Apt., selaku Apoteker Fungsional di Instalasi Farmasi
RS PMI Bogor yang telah memberikan bimbingan, arahan dan nasehat
kepada penulis selama penyusunan laporan PKPA ini.
4. Bapak dr. Andi Wisnubaroto, Sp.OT.,FICS., selaku Direktur Rumah Sakit
Palang Merah Indonesia Bogor yang telah memberikan izin dan kesempatan
serta menyediakan sarana dan prasaranan melaksanakan PKPA di RS PMI
Bogor.
5. Bapak Tonny Nurony Iskandar selaku Kepala Seksi Kesehatan Lingkungan
dan Pertamanan RS PMI Bogor yang telah memberikan kesempatan untuk
mengetahui kegiatan di Seksi Kesehatan Lingkungan RS PMI Bogor.
6. Ibu Prof. Dr. Yahdiana Harahap, Apt., MS., selaku Dekan Fakultas Farmasi
Universitas Indonesia.
7. Bapak Dr. Harmita, Apt., selaku Ketua Program Profesi Apoteker Fakultas
Farmasi sekaligus sebagai pembimbing akademik yang telah memberikan
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
v
bantuan dan nasihat kepada penulis selama menuntut ilmu di Program Profesi
Apoteker, Fakultas Farmasi Universitas Indonesia.
8. Seluruh dosen dan karyawan Fakultas Farmasi Universitas Indonesia yang
telah memberikan ilmu yang berharga dan bantuan yang sangat berarti bagi
penulis.
9. Seluruh Apoteker Fungsional dan Karyawan Instalasi RS PMI Bogor yang
telah memberikan bantuan, nasehat serta kerjasamanya selama masa PKPA.
10. Semua teman-teman Apoteker Universitas Indonesia angkatan 75 yang telah
memberikan bantuan dan dukungan kepada penulis selama pelaksanaan
Praktek Kerja Profesi Apoteker ini.
11. Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah
membantu penulis dalam penyusunan laporan ini.
Semoga Allah SWT membalas segala kebaikan semua pihak yang telah
membantu. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam laporan ini,
namun penulis berharap semoga laporan ini dapat memberikan manfaat bagi
rekan-rekan sejawat dan semua pihak yang membutuhkan.
Penulis
2012
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
vi
ABSTRAK
Nama : Mutiara Hilma
Program Profesi : Profesi Apoteker
Judul : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Rumah Sakit
Palang Merah Indonesia Jl. Padjajaran No.80 Bogor
Periode 3 Juli - 25 Agustus 2012
Praktek Kerja Profesi Apoteker di Rumah Sakit Palang Merah Indonesia Bogor
bertujuan untuk mengetahui dan memahami peran serta tanggung jawab apoteker
di rumah sakit, dalam hal menejemen dan farmasi kliniknya serta mengetahui
kendala dan tantangan yang dihadapi apoteker dalam menjalankan pelayanan
kefarmasian di rumah sakit. IFRS PMI memiliki misi memberikan pelayanan
terbaik dengan selalu berupaya meningkatkan sumber daya manusia,
mengembangkan pelayanan kefarmasian yang berorientasi kepada pelayanan
pasien, menyediakan obat yang bermutu dan terjangkau bagi semua lapisan
masyarakat. Kegiatan Instalasi Farmasi RS PMI Bogor berupa kegiatan pelayanan
farmasi klinik yang meliputi pelayanan informasi obat (PIO), konseling obat,
monitoring efek samping obat (MESO), dan pemantauan penggunaan obat melalui
ronde (visite) ke ruang rawat dan pelayanan farmasi nonklinik yaitu manajemen
perbekalan kesehatan meliputi perencanaan, pengadaan, pembelian, penerimaan,
penyimpanan, dan distribusi obat maupun alat kesehatan di rumah sakit PMI
Bogor. Tugas khusus yang diberikan berjudul Persentase Obat Generik dan
Antibiotik yang Dilayani Depo Afiat dan Depo Dosis Unit RS PMI Bogor. Tujuan
dari tugas khusus ini adalah untuk mengetahui persentase obat generik dan
persentase obat antibiotik yang dilayani depo Afiat dan depo Dosis Unit serta
golongan antibiotik yang banyak dikeluarkan melalui depo Afiat dan depo Dosis
Unit RS PMI Bogor pada Bulan Juli 2012.
Kata Kunci : Palang Merah Indonesia (PMI) Bogor, Instalasi Farmasi Rumah
Sakit (IFRS), Persentase Generik Antibiotik
Tugas Umum : xi + 70 halaman; 1 tabel; 13 lampiran
Tugas Khusus : iv + 19 halaman; 6 tabel; 2 lampiran
Daftar Acuan Tugas Umum : 12 (2001-2012)
Daftar Acuan Tugas Khusus : 19 (1993-2012)
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
vii
ABSTRACT
Name : Mutiara Hilma
Program Study : Apothecary Profession
Title : Apothecary Internship Report at Rumah Sakit Palang Merah
Indonesia Jl. Padjajaran No. 80 Bogor Period July 3rd
– August
25th
2012
Apothecary Internship at Rumah Sakit Palang Merah Indonesia Bogor aimed to
learn and observe role and responsibility of Apothecary in the hospital, in
management sector and clinical sector and also to know the obstacles and
challenges that apothecary facing. The missions of Hospital Pharmacy Installation
(HPI) PMI are to be the best care giver which always efforts to improve human
resources, develop pharmaceutical care, provide the medicines which have good
quality and achievable for all people. Activities of HPI`s PMI Hospital Bogor are
clinical pharmacy services include Drug Information Services (DIS), drug
counseling, monitoring of Drug Side Effects (DSE), and monitoring drug use
through rounds (visit) to the patient and non clinical pharmacy services include
medical supplies management including planning, procurement, purchasing,
receiving, storage, and distribution of drugs and medical devices that are in the
PMI Bogor hospital. Special assignment given titled is Percentages of Generic
Drug and Antibiotic which served by Depo Afiat and Depo Dosis Unit RS PMI
Bogor on July 2012. The aim of this special assigment is to know the percentage
of generic drug and antibiotic which served by Depo Afiat and Depo Dosis Unit
and also to know the antibiotic group which the most served from both Depo Afiat
and Depo Dosis Unit RS PMI Bogor in July 2012.
Keywords : Palang Merah Indonesia (PMI) Bogor, Clinical Pharmacy, HPI,
Percentage of Generics Antibiotics
General Assignment : xi + 70 pages; 1 table; 13 appendices
Special Assignment : iv + 19 pages; 6 tables; 2 appendices
Bibliography of general assignment : 12 (2001-2012)
Bibliography of special assignment : 19 (1993-2012)
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ii
HALAMAN PENGESAHAN iii
KATA PENGANTAR iv
ABSTRAK vi
ABSTRACT vii
DAFTAR ISI viii
DAFTAR TABEL x
DAFTAR LAMPIRAN xi
1. PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Tujuan 2
2. DASAR TEORI 3
2.1 Rumah Sakit 3
2.2 Instalasi Farmasi Rumah Sakit 11
3. TINJAUAN UMUM RS PMI BOGOR 21
3.1 Sejarah RS PMI Bogor 21
3.2 Visi dan Misi RS PMI Bogor 22
3.3 Klasifikasi RS PMI Bogor 22
3.4 Struktur Organisasi RS PMI Bogor 23
3.5 Fasilitas Pelayanan Kesehatan di RS PMI 23
3.6 Indikator Kinerja RS PMI Bogor 27
3.7 CSSD (Centralized Sterile Supply Departement) 27
3.8 Kesehatan Lingkungan 28
4. TINJAUAN KHUSUS INSTALASI FARMASI RS PMI BOGOR 31
4.1 Visi, Misi, Falasafah dan Tujuan Instalasi RS PMI Bogor 31
4.2 Tugas Pokok dan Fungsi Instalasi Farmasi RS PMI Bogor 32
4.3 Sistem Pelayanan Farmasi RS PMI Bogor 33
4.4 Cakupan Pelayanan Instalasi Farmasi RS PMI 33
4.5 Kebijakan di IFRS PMI Bogor 35
4.6 Fasilitas di IFRS PMI Bogor 40
4.7 Organisasi Instalasi Farmasi RS PMI Bogor 40
4.8 Sub Instalasi Perbekalan Farmasi 41
4.9 Sub Instalasi Pelayanan Farmasi Klinik 48
4.10 Sub Instalasi Pengendalian Mutu 55
4.11 Komite Farmasi dan Terapi RS PMI Bogor 55
4.12 Pengelelolaan Narkotika 56
4.13 Pengelolaan Psikotropika 58
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
ix
5. PEMBAHASAN 60
6. KESIMPULAN DAN SARAN 69
6.1 Kesimpulan 69
6.2 Saran 69
DAFTAR ACUAN 70
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
x
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Persentase BOR, ALOS, GDR, NDR, BTO, dan TOI periode
Januari-Juli 2012 27
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Struktur Organisasi dan Tata Laksana RS PMI Bogor 71
Lampiran 2. Struktur Organisasi Instalasi Farmasi Rumah Sakit PMI
Bogor 72
Lampiran 3. Denah Depo Farmasi Reguler 1 RS PMI Bogor 73
Lampiran 4. Denah Depo Farmasi Reguler II 74
Lampiran 5. Denah Depo Farmasi Afiat 75
Lampiran 6. Denah Depo Farmasi Dosis Unit 76
Lampiran 7. Form Resep RI-7 77
Lampiran 8. Kartu Gudang 78
Lampiran 9. Surat Pesanan Narkotika 79
Lampiran 10. Surat Pesanan Psikotropika 80
Lampiran 11. Alur Pengelolaan Sampah Non Medis 81
Lampiran 12. Alur Pengelolaan Sampah Medis 82
Lampiran 13. Bagan Alir Penanganan Limbah 83
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
1
Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran,
kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi
pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomi
(Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009).
Rumah sakit merupakan salah satu sarana kesehatan dan merupakan
rujukan pelayanan kesehatan dengan fungsi utama menyelenggarakan upaya
kesehatan yang bersifat penyembuhan dan pemulihan bagi pasien (Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, 2004a).
Obat sebagai salah satu unsur yang penting dalam upaya kesehatan, mulai
dari upaya peningkatan kesehatan, pencegahan, diagnosis, pengobatan dan
pemulihan harus diusahakan agar selalu tersedia pada saat dibutuhkan. Akses
terhadap obat terutama obat esensial merupakan salah satu hak azasi manusia.
Dengan demikian penyediaan obat esensial merupakan kewajiban bagi pemerintah
dan institusi pelayanan kesehatan baik publik maupun swasta. Obat berbeda
dengan komoditas perdagangan lainnya, karena selain merupakan komoditas
perdagangan, obat juga memiliki fungsi sosial (Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, 2005).
Tuntutan pasien dan masyarakat akan mutu pelayanan farmasi,
mengharuskan adanya perubahan pelayanan dari paradigma lama Drug Oriented
ke paradigma baru patient oriented dengan filosofi Pharmaceutical Care
(Pelayanan Kefarmasian). Praktek pelayanan kefarmasian merupakan kegiatan
yang terpadu dengan tujuan untuk mengidentifikasi, mencegah dan menyelesaikan
masalah obat dan masalah yang berhubungan dengan kesehatan. Mutu pelayanan
farmasi rumah sakit merupakan pelayanan farmasi yang merujuk pada tingkat
kesempurnaan pelayanan dalam menimbulkan kepuasan pasien sesuai dengan
tingkat kepuasan rata-rata masyarakat, dan penyelenggaraannya sesuai dengan
standar pelayanan profesi yang ditetapkan serta sesuai dengan kode etik profesi
farmasi (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2004a).
1
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
2
Universitas Indonesia
1.2 Tujuan
Tujuan pelaksanaan kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di
Rumah Sakit PMI Bogor adalah :
1.2.1 Mengetahui dan memahami peran serta tanggung jawab apoteker di rumah
sakit
1.2.2 Mengetahui dan memahami peran apoteker dalam manajemen di rumah
sakit
1.2.3 Mengetahui dan memahami peran apoteker dalam farmasi klinik di rumah
sakit
1.2.4 Mengetahui kendala dan tantangan yang dihadapi oleh apoteker dalam
menjalankan pelayanan kefarmasian di rumah sakit
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
3
Universitas Indonesia
BAB 2
DASAR TEORI
2.1 Rumah Sakit
2.1.1 Definisi Rumah Sakit
Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan
rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat (Undang-Undang Nomor 39 tahun
2009), sedangkan menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 340/MENKES/PER/III/2010, rumah sakit adalah institusi pelayanan
kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara
paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat
(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2010).
2.1.2 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit (Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009)
2.1.2.1 Tugas Rumah Sakit
Tugas Rumah Sakit menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
44 Tahun 2009 adalah memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara
paripurna.
2.1.2.2 Fungsi Rumah Sakit
Untuk menjalankan tugas tersebut, rumah sakit mempunyai fungsi :
a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai
dengan standar pelayanan rumah sakit.
b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan
kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis.
c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam
rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan.
d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi
bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan
memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.
3
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
4
Universitas Indonesia
2.1.3 Struktur Organisasi Rumah Sakit
Struktur organisasi berfungsi untuk memberikan penjelasan bagaimana
pembagian kekuasaan dan tanggung jawab masing-masing organisasi, supaya
setiap orang mengerti tugas dan wewenangnya masing-masing. Struktur
organisasi yang diterapkan di rumah sakit tergantung pada situasi dan kondisi
rumah sakit, serta disesuaikan dengan tujuan yang ingin dicapai (Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, 2004a).
Organisasi rumah sakit paling sedikit terdiri atas kepala rumah sakit atau
direktur rumah sakit, unsur pelayanan medis, unsur keperawatan, unsur penunjang
medis, komite medis, satuan pemeriksa umum dan internal (Undang-Undang
Nomor 39 tahun 2009).
2.1.4 Klasifikasi Rumah Sakit (Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
2010)
Sistem klasifikasi rumah sakit yang seragam diperlukan untuk
memberikan kemudahan dalam mengetahui identitas, organisasi, jenis pelayanan
yang diberikan, pemilik, dan kapasitas tempat tidur. Di samping itu, agar dapat
mengadakan evaluasi yang lebih tepat utuk satu golongan rumah sakit tertentu.
Berdasarkan Undang-Undang nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit, rumah
sakit dapat dibagi berdasarkan jenis pelayanan dan pengelolaannya.
2.1.4.1 Klasifikasi Berdasarkan Pelayanan yang Diberikan
a. Rumah Sakit Umum
Rumah Sakit Umum (RSU) adalah rumah sakit yang memberikan
pelayanan kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit. Rumah Sakit Umum
Kelas A harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling
sedikit 4 (empat) pelayanan medik spesialis dasar, 5 (lima) pelayanan spesialis
penunjang medik, 12 (dua belas) pelayanan medik spesialis lain dan 13 (tiga
belas) pelayanan medik sub spesialis. RSU kelas A harus memiliki jumlah tempat
tidur minimal sebanyak 400 buah.
Rumah Sakit Umum Kelas B harus mempunyai fasilitas dan kemampuan
pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) pelayanan medik spesialis dasar, 4
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
5
Universitas Indonesia
(empat) pelayanan spesialis penunjang medik, 8 (delapan) pelayanan medik
spesialis lainnya dan 2 (dua) pelayanan medik subspesialis. RSU Kelas B harus
memiliki jumlah tempat tidur minimal sebanyak 200 buah.
Rumah Sakit Umum Kelas C harus mempunyai fasilitas dan kemampuan
pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) pelayanan medik spesialis dasar dan 4
(empat) pelayanan spesialis penunjang medik. RSU Kelas C harus memiliki
jumlah tempat tidur minimal sebanyak 100 buah.
Rumah Sakit Umum Kelas D harus mempunyai fasilitas dan kemampuan
pelayanan medik paling sedikit 2 (dua) pelayanan medik spesialis dasar. RSU
Kelas D harus memiliki jumlah tempat tidur minimal sebanyak 50 buah.
b. Rumah Sakit Khusus
Rumah Sakit Khusus adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan
utama pada satu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur,
organ, jenis penyakit atau kekhususan lainnya. Jenis Rumah Sakit khusus antara
lain Rumah Sakit Khusus Ibu dan Anak, Jantung, Kanker, Orthopedi, Paru, Jiwa,
Kusta, Mata, Ketergantungan Obat, Stroke, Penyakit Infeksi, Bersalin, Gigi dan
Mulut, Rehabilitasi Medik, Telinga Hidung Tenggorokan, Bedah, Ginjal, Kulit
dan Kelamin.
Rumah Sakit Khusus Kelas A adalah rumah sakit khusus yang mempunyai
fasilitas dan kemampuan paling sedikit pelayanan medik spesialis dan pelayanan
medik subspesialis sesuai kekhususan yang lengkap.
Rumah Sakit Khusus Kelas B adalah rumah sakit khusus yang mempunyai
fasilitas dan kemampuan paling sedikit pelayanan medik spesialis dan pelayanan
medik subspesialis sesuai kekhususan yang terbatas.
Rumah Sakit Khusus Kelas C adalah rumah sakit khusus yang mempunyai
fasilitas dan kemampuan paling sedikit pelayanan medik spesialis dan pelayanan
medik subspesialis sesuai kekhususan yang minimal.
2.1.4.2 Klasifikasi Berdasarkan Pengelolaannya
a. Rumah Sakit Publik
Rumah sakit publik adalah rumah sakit yang dikelola oleh pemerintah,
baik pusat maupun daerah dan diselenggarakan oleh Departemen Kesehatan,
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
6
Universitas Indonesia
Departemen Pertahanan dan Keamanan, maupun Badan Usaha Milik Negara
(BUMN). Rumah sakit ini umumnya bersifat non profit.
Berdasarkan cara pengelolaannya, rumah sakit publik dibagi atas :
1) Rumah sakit yang langsung dikelola oleh Departemen Kesehatan
2) Rumah sakit yang langsung dikelola oleh Departemen Pertahanan dan
Keamanan
3) Rumah sakit yang langsung dikelola oleh Badan Usaha Milik Negara
(BUMN)
4) Rumah sakit yang langsung dikelola oleh Pemerintah Daerah
b. Rumah Sakit Privat
Rumah Sakit Privat (Swasta) adalah rumah sakit umum yang dikelola oleh
badan hukum dengan tujuan profit yang berbentuk Perseroan Terbatas atau
Persero. Rumah sakit swasta terdiri atas :
1) Rumah Sakit Umum Swasta Pratama, yaitu rumah sakit umum swasta
yang memberikan pelayanan medik bersifat umum, setara dengan rumah
sakit pemerintahan kelas D
2) Rumah Sakit Umum Swasta Madya, yaitu rumah sakit umum swasta yang
memberikan pelayanan medik bersifat umum dan spesialitik dalam 4
cabang, setara dengan rumah sakit pemerintahan kelas C
3) Rumah Sakit Umum Swasta Utama, yaitu rumah sakit umum swasta yang
memberikan pelayanan medik bersifat umum, spesialitik, dan
subspesialitik, setara dengan rumah sakit pemerintahan kelas B
2.1.5 Indikator Kinerja Rumah Sakit
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129 tahun 2008, Standar
Pelayanan Minimal Rumah Sakit merupakan alat ukur mutu layanan rumah sakit
yang dapat mendukung pencapaian indikator kinerja rumah sakit. Indikator yang
digunakan menurut buku Statistik Rumah Sakit Indonesia (Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, 2001) adalah Bed Occupation Rate, Gross Death
Rate, Average Length of Stay, Net Death Rate, Bed Turn Over, dan Turn Over
Interval.
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
7
Universitas Indonesia
2.1.5.1 Bed Occupancy Rate (BOR)
BOR adalah persentase pemakaian tempat tidur pada suatu satuan waktu
tertentu, dihitung dengan rumus :
hariJumlahxtidurtempatJumlah
xperawahariJumlahxpenderitaJumlah %100tan
Idealnya nilai BOR suatu rumah sakit adalah 60-80%
2.1.5.2 Gross Death Rate (GDR)
GDR adalah angka kematian umum untuk tiap 1000 penderita keluar. Nilai
GDR yang dapat di tolerir adalah kurang dari 45 orang per 1000 penderita keluar
(4,5%).
2.1.5.3 Net Death Rate (NDR)
NDR adalah angka kematian yang terjadi lebih dari 48 jam setelah dirawat
untuk tiap-tiap 1000 penderita keluar. Nilai NDR yang dapat ditolerir adalah
kurang dari 25 orang per 1000 penderita keluar (2,5%).
2.1.5.4 Average Length of Stay (ALOS)
ALOS adalah rata-rata lama perawatan seorang pasien, dihitung dengan
rumus :
keluaryangpenderitaJumlah
perawahariJumlahxpenderitaJumlah tan
Nilai ideal ALOS suatu rumah sakit adalah 6-9 hari. ALOS merupakan
indikasi dari efisiensi pelayanan suatu rumah sakit. Apabila nilai ALOS kurang
dari nilai ideal, maka dapat dikatakan pasien sembuh dari penyakitnya dan tidak
dirawat lagi dengan penyakit yang sama.
2.1.5.5 Bed Turn Over (BTO)
BTO adalah nilai rata-rata berapa kali dalam satu periode tertentu, satu
tempat tidur rumah sakit dipakai. Idealnya selama 1 tahun, 1 tempat tidur rata-rata
dipakai 40-50 kali atau rata-rata 4 kali sebulan. Indikator ini memberi gambaran
tingkat efisiensi dari pada pemakaian tempat tidur.
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
8
Universitas Indonesia
2.1.5.6 Turn Over Interval (TOI)
TOI adalah rata-rata hari, dimana tempat tidur tidak ditempati dari saat
terisi ke saat terisi berikutnya. Idealnya interval satu tempat tidur kosong adalah 1-
3 hari. Makin rendah TOI, maka semakin tinggi resiko terjadinya infeksi
nosokomial.
2.1.6 Panitia Farmasi dan Terapi (Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
2004a)
Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) merupakan organisasi yang mewakili
hubungan komunikasi antara para staf medis dengan staf farmasi, sehingga
anggotanya terdiri dari dokter yang mewakili spesialisasi-spesialisasi yang ada di
rumah sakit dan apoteker wakil dari Farmasi Rumah Sakit, serta tenaga kesehatan
lainnya.
Tujuan :
a. Menerbitkan kebijakan-kebijakan mengenai pemilihan obat, penggunaan obat
serta evaluasinya
b. Melengkapi staf profesional di bidang kesehatan dengan pengetahuan terbaru
yang berhubungan dengan obat dan penggunaan obat sesuai dengan kebutuhan
2.1.6.1 Organisasi dan Kegiatan
Susunan kepanitian Panitia Farmasi dan Terapi serta kegiatan yang
dilakukan bagi tiap rumah sakit dapat bervariasi sesuai dengan kondisi rumah
sakit setempat :
a. Panitia Farmasi dan Terapi harus sekurang-kurangnya terdiri dari 3 (tiga)
dokter, apoteker dan perawat. Untuk rumah sakit yang besar tenaga dokter
bisa lebih dari 3 (tiga) orang yang mewakili semua staf medis fungsional yang
ada.
b. Ketua Panitia Farmasi dan Terapi dipilih dari dokter yang ada di dalam
kepanitiaan dan jika rumah sakit tersebut mempunyai ahli farmakologi klinik,
maka sebagai ketua adalah farmakolog. Sekretarisnya adalah apoteker dari
instalasi farmasi atau apoteker yang ditunjuk.
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
9
Universitas Indonesia
c. Panitia Farmasi dan Terapi harus mengadakan rapat secara teratur, sedikitnya
2 (dua) bulan sekali dan untuk rumah sakit besar rapatnya diadakan sebulan
sekali. Rapat Panitia Farmasi dan Terapi dapat mengundang pakar-pakar dari
dalam maupun dari luar rumah sakit yang dapat memberikan masukan bagi
pengelolaan Panitia Farmasi dan Terapi.
d. Segala sesuatu yang berhubungan dengan rapat PFT (Panitia Farmasi dan
Terapi) diatur oleh sekretaris, termasuk persiapan dari hasil-hasil rapat.
e. Membina hubungan kerja dengan panitia di dalam rumah sakit yang
sasarannya berhubungan dengan penggunaan obat.
2.1.6.2 Fungsi dan Ruang Lingkup
a. Mengembangkan formularium di rumah sakit dan merevisinya. Pemilihan obat
untuk dimasukan dalam formularium harus didasarkan pada evaluasi secara
subjektif terhadap efek terapi, keamanan serta harga obat dan juga harus
meminimalkan duplikasi dalam tipe obat, kelompok dan produk obat yang
sama.
b. Panitia Farmasi dan Terapi harus mengevaluasi dalam menyetujui atau
menolak produk obat baru atau dosis obat yang diusulkan oleh anggota staf
medis.
c. Menetapkan pengelolaan obat yang digunakan di rumah sakit dan yang
termasuk dalam kategori khusus.
d. Membantu instalasi farmasi dalam mengembangkan tinjauan terhadap
kebijakan-kebijakan dan peraturan-peraturan mengenai penggunaan obat di
rumah sakit sesuai peraturan yang berlaku secara lokal maupun nasional.
e. Melakukan tinjauan terhadap penggunaan obat di rumah sakit dengan
mengkaji medical record dibandingkan dengan standar diagnosa dan terapi.
Tinjauan ini dimaksudkan untuk meningkatkan secara terus menerus
penggunaan obat secara rasional.
f. Mengumpulkan dan meninjau laporan mengenai efek samping obat.
g. Menyebarluaskan ilmu pengetahuan yang menyangkut obat kepada staf medis
dan perawat.
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
10
Universitas Indonesia
2.1.6.3 Kewajiban Panitia Farmasi dan Terapi
a. Memberikan rekomendasi pada pimpinan rumah sakit untuk mencapai budaya
pengelolaan dan penggunaan obat secara rasional
b. Mengkoordinir pembuatan pedoman diagnosis dan terapi, formularium rumah
sakit, pedoman penggunaan antibiotika dan lain-lain
c. Melaksanakan pendidikan dalam bidang pengelolaan dan penggunaan obat
terhadap pihak-pihak yang terkait
d. Melaksanakan pengkajian pengelolaan dan penggunaan obat dan memberikan
umpan balik atas hasil pengkajian tersebut
2.1.6.4 Peran Apoteker dalam Panitia Farmasi dan Terapi
Peran apoteker dalam panitia ini sangat strategis dan penting karena semua
kebijakan dan peraturan dalam mengelola dan menggunakan obat di seluruh unit
di rumah sakit ditentukan dalam panitia ini. Agar dapat mengemban tugasnya
secara baik dan benar, para apoteker harus secara mendasar dan mendalam
dibekali dengan ilmu-ilmu farmakologi, farmakologi klinik, farmakoepidemologi,
dan farmakoekonomi disamping ilmu-ilmu lain yang sangat dibutuhkan untuk
memperlancar hubungan profesionalnya dengan para petugas kesehatan lain di
rumah sakit.
2.1.6.5 Tugas Apoteker dalam Panitia Farmasi dan Terapi
a. Menjadi salah seorang anggota panitia (Wakil Ketua/Sekretaris)
b. Menetapkan jadwal pertemuan
c. Mengajukan acara yang akan dibahas dalam pertemuan
d. Menyiapkan dan memberikan semua informasi yang dibutuhkan untuk
pembahasan dalam pertemuan
e. Mencatat semua hasil keputusan dalam pertemuan dan melaporkan pada
pimpinan rumah sakit
f. Menyebarluaskan keputusan yang sudah disetujui oleh pimpinan kepada
seluruh pihak yang terkait
g. Melaksanakan keputusan-keputusan yang sudah disepakati dalam pertemuan
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
11
Universitas Indonesia
h. Menunjang pembuatan pedoman diagnosis dan terapi, pedoman penggunaan
antibiotika dan pedoman penggunaan obat dalam kelas terapi lain
i. Membuat formularium rumah sakit berdasarkan hasil kesepakatan Panitia
Farmasi dan Terapi
j. Melaksanakan pendidikan dan pelatihan
k. Melaksanakan pengkajian dan penggunaan obat
l. Melaksanakan umpan balik hasil pengkajian pengelolaan dan penggunaan
obat pada pihak terkait
2.2 Instalasi Farmasi Rumah Sakit (Siregar, 2004)
2.2.1 Definisi Instalasi Farmasi Rumah Sakit
Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) adalah bagian/unit/divisi atau
fasilitas di rumah sakit, tempat penyelenggaraan semua kegiatan pekerjaan
kefarmasian yang ditujukan untuk keperluan rumah sakit itu sendiri. Pekerjaan
kefarmasian adalah pembuatan, termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi,
pengamanan pengadaan, penyimpanan dan distribusi obat, pengelolaan obat,
pelayanan atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat,
bahan obat, dan obat tradisional.
Jadi, instalasi farmasi rumah sakit dapat didefinisikan sebagai suatu
departemen atau unit atau bagian di suatu rumah sakit di bawah pimpinan seorang
apoteker atau dibantu oleh beberapa orang apoteker yang memenuhi persyaratan
peraturan perundang-undangan yang berlaku dan kompeten secara professional,
tempat atau fasilitas penyelenggaraan yang bertanggung jawab atas seluruh
pekerjaan serta pelayanan kefarmasian, yang terdiri atas :
a. Pelayanan paripurna, mencakup perencanaan, pengadaan, produksi,
penyimpanan, perbekalan kesehatan/sediaan farmasi, dispensing obat
berdasarkan resep bagi penderita rawat tinggal dan rawat jalan, pengendalian
mutu, dan pengendalian distribusi dan penggunaan seluruh perbekalan
kesehatan di rumah sakit
b. Pelayanan farmasi klinik umum dan spesialis, mencakup pelayanan langsung
pada penderita
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
12
Universitas Indonesia
2.2.2 Visi dan Misi
Visi IFRS merupakan suatu pernyataan tentang keadaan atau status suatu
IFRS yang diinginkan oleh pimpinan IFRS pada suatu titik waktu tertentu yang
akan datang. Visi rumah sakit dan visi IFRS adalah dasar bagi semua aspek dari
rencana strategis IFRS. Jadi, visi merupakan suatu impian apoteker rumah sakit
tentang suatu IFRS yag dikehendaki menjadi kenyataan pada waktu tertentu.
Sedangkan misi adalah pengembangan suatu peta yang akan diikuti IFRS untuk
mencapai visi itu.
2.2.3 Tujuan Instalasi Farmasi Rumah Sakit
Tujuan kegiatan IFRS antara lain :
a. Memberi manfaat kepada penderita, rumah sakit, sejawat profesi kesehatan,
dan kepada profesi farmasi oleh apoteker rumah sakit yang kompeten dan
memenuhi syarat
b. Membantu dan menyediakan perbekalan yang memadai oleh apoteker rumah
sakit yang memenuhi syarat
c. Menjamin praktik profesional yang bermutu tinggi melalui penetapan dan
pemeliharaan standar etika professional, pendidikan dan pencapaian, melalui
peningkatan kesejahteraan ekonomi
d. Meningkatkan penelitian dalam praktik farmasi rumah sakit dan dalam
farmasetik pada umumnya
e. Menyebarkan pengetahuan farmasi dengan mengadakan pertukaran informasi
antara para apoteker rumah sakit, anggota profesi, dan spesialis
f. Memperluas dan memperkuat kemampuan apoteker rumah sakit untuk :
1. Secara efektif mengelola suatu pelayanan farmasi yang terorganisasi
2. Mengembangkan dan memberikan pelayanan klinik
3. Melakukan dan berpartisipasi dalam penelitian klinik dan farmasi dan
dalam program edukasi untuk praktisi kesehatan, penderita, mahasiswa,
dan masyarakat
g. Meningkatkan pengetahuan dan pengertian praktik farmasi rumah sakit
kontemporer bagi masyarakat, pemerintah, industri farmasi, dan professional
kesehatan lainnya
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
13
Universitas Indonesia
h. Membantu menyediakan personel pendukung yang bermutu untuk IFRS
i. Membantu dalam pengembangan dan kemajuan profesi kefarmasian
2.2.4 Tugas dan Tanggung jawab IFRS
Tugas utama IFRS adalah pengelolaan mulai dari perencanaan, pengadaan,
penyimpanan, penyiapan, peracikan, pelayaan langsung kepada penderita, sampai
dengan pengendalian semua perbekalan kesehatan yang beredar dan digunakan
dalam rumah sakit baik untuk penderita rawat tinggal, rawat jalan, maupun untuk
seemua unit termasuk poliklinik rumah sakit. IFRS bertanggung jawab
mengembangkan suatu pelayanan yang luas dan terkoordinasi dengan baik dan
tepat untuk memenuhi kebutuhan berbagai bagian/unit diagnosis dan terapi, unit
pelayanan keperawatan, staf medik, dan rumah sakit keseluruhan untuk
kepentingan pelayanan penderita yang lebih baik.
2.2.5 Lingkup Fungsi IFRS
IFRS mempunyai fungsi nonklinik dan fungsi klinik. Fungsi nonklinik
biasanya tidak memerlukan interaksi dengan profesional kesehatan lain, sekalipun
semua pelayanan farmasi harus disetujui oleh staf medik melalui panitia farmasi
dan terapi (PFT). Lingkup farmasi nonklinik adalah perencanaan, penetapan
spesifikasi produk dan pemasok, pengadaan, pembelian, produksi, penyimpanan,
pengemasan dan pengemasan kembali, distribusi, dan pengendalian semua
perbekalan kesehatan yang beredar dan digunakan di rumah sakit secara
keseluruhan. Distribusi obat menjadi fungsi farmasi klinik bila dalam sistem
distribusi rumah sakit apoteker berinteraksi dengan dokter, perawat, dan
penderita.
Fungsi Klinik adalah fungsi yang secara langsung dilakukan sebagai
bagian terpadu dari perawatan penderita atau memerlukan interaksi dengan
profesional kesehatan lain yang secara langsung terlibat dalam pelayanan
penderita. Lingkup fungsi farmasi klinik mencakup fungsi farmasi yang dilakukan
dalam program rumah sakit, yaitu pemantauan terapi obat (PTO); evaluasi
penggunaan obat (EPO); penanganan bahan sitostatik; pelayanan di unit
perawatan kritis; pemeliharaan formularium; penelitian; pengendalian infeksi di
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
14
Universitas Indonesia
rumah sakit; sentra informasi obat; pemantauan dan pelaporan reaksi obat
merugikan (ROM); sistem formularium; panitia farmasi dan terapi; sistem
pemantauan kesalahan obat; buletin terapi obat; program edukasi bagi apoteker,
dokter, dan perawat; investigasi obat; dan unit gawat darurat.
2.2.6 Sistem Distribusi Obat dan Alat Kesehatan oleh Instalasi Farmasi Rumah
Sakit
Pendistribusian merupakan kegiatan mendistribusikan perbekalan farmasi
di rumah sakit untuk pelayanan individu dalam proses terapi bagi pasien rawat
inap dan rawat jalan serta untuk menunjang pelayanan medis. Sistem distribusi
dirancang atas dasar kemudahan untuk dijangkau oleh pasien dengan
mempertimbangkan :
a. Efisiensi dan efektifitas sumber daya yang ada
b. Metode sentralisasi atau desentralisasi
c. Sistem floor stock, resep individu, dispensing dosis unit atau kombinasi
Sistem distribusi obat berdasarkan jenis pasien dapat dibedakan menjadi
distribusi untuk pasien rawat jalan (out patient) dan distribusi untuk pasien rawat
inap (in patient). Berdasarkan ada atau tidaknya satelit farmasi, sistem distribusi
obat dibagi menjadi dua sistem, yaitu sistem pelayanan terpusat (sentralisasi) dan
sistem pelayanan terbagi (desentralisasi)
2.2.6.1 Distribusi Berdasarkan Ada/Tidaknya Satelit Farmasi
a. Sistem Pelayanan Terpusat (Sentralisasi)
Sistem pelayanan terpusat adalah sistem pendistribusian perbekalan
farmasi yang dipusatkan pada salah satu tempat, yaitu instalasi farmasi. Pada
sistem sentralisasi, seluruh kebutuhan perbekalan farmasi setiap unit pemakaian,
baik untuk kebutuhan individu maupun kebutuhan barang dasar ruangan
disediakan langsung dari pusat pelayanan farmasi tersebut.
b. Sistem Pelayanan Terbagi (Desentralisasi)
Sistem pelayanan terbagi adalah sistem pendistribusian perbekalan farmasi
yang mempunyai cabang di dekat unit perawatan atau pelayanan. Cabang ini
dikenal dengan istilah depo atau satelit farmasi. Pada sistem desentralisasi,
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
15
Universitas Indonesia
penyimpanan dan pendistribusian perbekalan farmasi ruangan tidak dilayani oleh
pusat pelayanan farmasi. Instalasi farmasi dalam hal ini bertanggung jawab
terhadap efektivitas dan keamanan perbekalan farmasi yang ada di depo farmasi.
2.2.6.2 Distribusi Berdasarkan Jenis Pasien
a. Pendistribusian Perbekalan Farmasi untuk Pasien Rawat Jalan
Merupakan kegiatan pendistribusian perbekalan farmasi untuk memenuhi
kebutuhan pasien rawat jalan di rumah sakit yang diselenggarakan secara
sentralisasi dan atau desentralisasi dengan sistem resep perorangan oleh apotik
rumah sakit.
b. Pendistribusian Perbekalan Farmasi untuk Pasien Rawat Inap
Merupakan kegiatan pendistribusian perbekalan farmasi untuk memenuhi
kebutuhan pasien rawat inap di rumah sakit yang diselenggarakan secara
sentralisasi dan atau desentralisasi dengan sistem persediaan lengkap di ruangan,
sistem resep perorangan, sistem unit dosis dan sistem kombinasi oleh satelit
farmasi.
1) Sistem Distribusi Obat Resep Individual Sentralisasi
Resep individual adalah order/resep yang ditulis dokter untuk tiap
penderita, sedangkan sentralisasi adalah semua order/resep tersebut yang
disiapkan dan didistribusikan dari IFRS sentral. Sistem distribusi obat resep
individual sentralisasi adalah tatanan kegiatan penghantaran sediaan obat oleh
IFRS sentral sesuai dengan yang ditulis pada order/resep atas nama pasien tertentu
melalui perawat ke ruang penderita tersebut.
Dalam sistem ini, semua obat yang diperlukan untuk pengobatan di-
dispensing dari IFRS. Resep asli dikirim oleh perawat ke IFRS, kemudian order /
resep itu diproses sesuai kaidah “cara dispensing yang baik” dan obat disiapkan
untuk didistribusikan kepada penderita tertentu.
Keuntungan sistem distribusi obat resep individual, yaitu:
a. Semua resep/ order dikaji langsung oleh apoteker, yang juga dapat memberi
keterangan atau informasi kepada perawat berkaitan dengan obat penderita.
b. Memberi kesempatan interaksi profesional antara apoteker-tenaga kesehatan-
penderita.
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
16
Universitas Indonesia
c. Memungkinkan pengendalian yang lebih dekat atas perbekalan.
d. Mempermudah penagihan biaya obat penderita.
Keterbatasan sistem distribusi obat resep individual, yaitu:
a. Kemungkinan keterlambatan sediaan obat sampai pada penderita.
b. Jumlah kebutuhan personel di IFRS meningkat.
c. Memerlukan jumlah perawat dan waktu yang lebih banyak untuk penyiapan
obat di ruang pada waktu konsumsi obat.
d. Terjadinya kesalahan obat karena kurang pemeriksaan pada waktu penyiapan
konsumsi.
2) Sistem Distribusi Obat Persediaan Lengkap di Ruang
Dalam sistem distribusi obat persediaan lengkap di ruang, semua obat
yang dibutuhkan penderita tersedia dalam ruang penyimpanan obat di ruang
tersebut, kecuali obat yang jarang digunakan atau obat yang sangat mahal.
Persediaan obat di ruang di pasok oleh IFRS. Biasanya, sekali seminggu personel
IFRS memeriksa persediaan obat di ruang, lalu menambah obat yang
persediaannnya sudah sampai tanda batas pengisian kembali. Obat yang di-
dispensing di bawah sistem ini terdiri atas obat penggunaan umum yang biayanya
dibebankan pada biaya paket perawatan menyeluruh dan order obat yang harus
dibayar sebagai biaya obat. Obat penggunaan umum ini terdiri atas obat yang
tertera dalam daftar yang telah ditetapkan ole PFT dan IFRS yang tersedia di unit
perawat, misalnya kapas pembersih luka, larutan antiseptik, dan obat tidur.
Biasanya obat ini dibayar sebagai bagian dari biaya pelayanan perawatan. Obat
yang harus dibayar tersedia pada tiap unit perawat dan penderita yang
menggunakannya akan membayarnya sebagai biaya obat.
Definisi dari sistem distribusi obat persediaan lengkap di ruang adalah
tatanan kegiatan penghantaran sediaan obat sesuai dengan yang ditulis dokter
pada order obat, yang disiapkan dari persediaan di ruang oleh perawat dan dengan
mengambil dosis/unit obat dari wadah persediaan dan langsung diberikan kepada
penderita di ruang itu.
Keuntungan sistem distribusi obat persediaan lengkap di ruang, yaitu:
a. Obat yang diperlukan segera tersedia bagi penderita
b. Peniadaan pengembalian obat yang tidak terpakai ke IFRS
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
17
Universitas Indonesia
c. Pengurangan penyalinan kembali order obat
d. Pengurangan jumlah personel IFRS yang diperlukan
Keterbatasan sistem distribusi obat persediaan lengkap di ruang, yaitu:
a. Kesalahan obat sangat meningkat karena order obat tidak dikaji oleh apoteker.
Di samping itu, penyiapan obat dan konsumsi obat dilakukan oleh perawat
sendiri, tidak ada pemeriksaan ganda.
b. Persediaan obat di unit meningkat, dengan fasilitas ruangan yang sangat
terbatas. Pengendalian persediaan dan mutu kurang diperhatikan oleh perawat.
Akibatnya, penyimpanan tidak teratur, mutu obat cepat merosot, dan tanggal
kadaluwarsa kurang diperhatikan.
c. Pencurian obat meningkat
d. Meningkatnya bahaya karena kerusakan obat
e. Penambahan modal investasi, untuk menyediakan fasilitas penyimpanan obat
yang sesuai di setiap daerah perawatan penderita
f. Diperlukan waktu tambahan bagi perawat untuk menangani obat
g. Meningkatnya kerugian karena kerusakan obat
Keterbatasan/kelemahan sistem distribusi obat persediaan lengkap di ruang
sangat banyak. Oleh karena itu, sistem ini hendaknya tidak digunakan lagi. Dalam
sistem ini, tanggung jawab besar dibebankan pada perawat, yaitu menginterpretasi
order dan menyiapkan obat, yang sebetulnya adalah tanggungjawab apoteker.
Dewasa ini telah diperkenalkan sistem distribusi obat desentralisasi yang
melaksanakan sistem persediaan lengkap di ruang, tetapi di bawah pimpinan
seorang apoteker. Jika sistem desentralisasi ini dilakukan, banyak kekurangan dari
sistem distribusi obat persediaan lengkap di ruang akan dapat diatasi.
3) Sistem Distribusi Obat Kombinasi Resep Individual dan Persediaan di
Ruang
Rumah sakit yang menerapkan sistem ini, selain menerapkan sistem
distribusi resep/order individual sentralisasi, juga menerapkan distribusi
persediaan di ruangan yang terbatas. Jenis dan jumlah obat yang tersedia di
ruangan (daerah penderita) ditetapkan oleh PFT dengan masukan dari IFRS dan
dari pelayanan keperawatan. Sistem kombinasi biasanya diadakan untuk
mengurangi beban kerja IFRS. Obat yang disediakan di ruangan adalah obat yang
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
18
Universitas Indonesia
diperlukan oleh banyak penderita, setiap hari diperlukan, dan biasanya adalah obat
yang harganya relatif murah, mencakup obat resep atau obat bebas.
Sistem distribusi obat kombinasi ini memiliki beberapa keuntungan, yaitu:
a. Semua resep / order individual dikaji langsung oleh apoteker
b. Adanya kesempatan berinteraksi profesional antara apoteker-tenaga
kesehatan-penderita
c. Obat yang diperlukan dapat segera tersedia bagi penderita (obat persediaan di
ruang)
d. Beban IFRS dapat berkurang
Sistem distribusi obat ini memiliki beberapa keterbatasan, yaitu:
a. Kemungkinan keterlambatan obat sampai kepada penderita (obat resep
individual)
b. Kesalahan obat dapat terjadi (obat dari persediaan di ruang)
4) Sistem Distribusi Obat Dosis Unit
Istilah “dosis unit” sebagaimana digunakan rumah sakit, berhubungan
dengan jenis kemasan dan juga sistem untuk mendistribusikan kemasan itu. Obat
dosis unit adalah obat yang diorder oleh dokter untuk penderita, terdiri atas satu
atau beberapa jenis obat yang masing-masing dalam kemasan dosis unit tunggal
dalam jumlah persediaan yang cukup untuk suatu waktu tertentu.
Sistem distribusi obat dosis unit adalah metode dispensing dan
pengendalian obat yang dikoordinasi IFRS dalam rumah sakit. Kegunaan utama
dari sistem ini, yaitu mengurangi kesalahan obat dan mengurangi keterlibatan
perawat dalam penyiapan obat. Sistem distribusi obat dosis unit dioperasikan
dengan salah satu dari tiga metode dibawah ini, yang pilihannya tergantung pada
kebijakan dan kondisi suatu rumah sakit.
a. Sistem Distribusi Obat Dosis Unit Sentralisasi
Distribusi dilakukan oleh IFRS sentral ke semua daerah perawatan penderita
rawat tinggal di rumah sakit secara keseluruhan
b. Sistem Distribusi Obat Dosis Unit Desentralisasi
Dilakukan oleh beberapa cabang IFRS di rumah sakit yang secara keseluruhan
dikelola oleh apoteker yang sama dengan pengelolaan dan pengendalian oleh
IFRS sentral.
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
19
Universitas Indonesia
c. Sistem Distribusi Obat Dosis Unit Kombinasi Sentralisasi Dan Desentralisasi
Biasanya hanya dosis mula dan dosis keadaan darurat dilayani cabang IFRS.
Dosis selanjutnya dilayani oleh IFRS sentral. Semua pekerjaan tersentralisasi
lain, seperti pengemasan dan pencampuran sediaan intravena juga dimulai dari
IRFS sentral.
Beberapa keuntungan sistem distribusi obat dosis unit yang lebih rinci
sebagai berikut.
a. Penderita menerima pelayanan IFRS 24 jam sehari dan penderita hanya
membayar obat yang dikonsumsinya saja.
b. Semua dosis yang diperlukan pada unit perawat telah disiapkan IFRS. Jadi,
perawat mempunyai waktu lebih banyak untuk perawatan langsung penderita.
c. Adanya sistem pemeriksaan ganda dengan menginterpretasi resep atau order
dokter dan membuat profil pengobatan penderita (P-3) oleh apoteker, dan
perawat memeriksa obat yang disiapkan IFRS sebelum dikonsumsikan. Jadi
sistem ini mengurangi kesalahan obat.
d. Peniadaan duplikasi order obat yang berlebihan dan pengurangan pekerjaan
menulis di unit perawat dan IFRS.
e. Pengurangan biaya kerugian obat yang tidak terbayar oleh penderita.
f. Penyiapan sediaan intravena dan rekontitusi obat oleh IFRS.
g. Mengurangi kehilangan pendapatan.
h. Menghemat ruangan di unit perawat dengan meniadakan persediaan ruah obat-
obatan.
i. Meniadakan pencurian dan pemborosan obat.
j. Memperluas cakupan dan pengendalian IFRS di rumah sakit secara
keseluruhan sejak dokter menulis resep atau order sampai penderita menerima
dosis unit.
k. Kemasan dosis unit secara tersendiri-sendiri diberi etiket dengan nama obat,
kekuatan, nomor kendali dan kemasan tetap utuh sampai obat dikonsumsikan
oleh penderita. Hal ini mengurangi kesempatan salah obat, juga membantu
penelusuran kembali kemasan apabila terjadi penarikan obat.
l. Sistem komunikasi pengorderan dan penghantaran obat bertambah baik.
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
20
Universitas Indonesia
m. Apoteker dapat datang ke unit perawat atau ruang penderita, untuk melakukan
konsultasi obat, membantu memberikan masukan pada tim, sebagai upaya
yang diperlukan untuk perawatan penderita yang lebih baik.
n. Pengurangan biaya total kegiatan yang berkaitan obat.
o. Peningkatan pengendalian obat dan pemantauan penggunaan obat
menyeluruh.
p. Pengendalian yang lebih besar oleh apoteker atas pola beban kerja IFRS dan
penjadwalan staf.
q. Penyesuaian yang lebih besar untuk prosedur komputerisasi dan otomatisasi.
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
21
Universitas Indonesia
BAB 3
TINJAUAN UMUM RS PMI BOGOR
3.1 Sejarah RS PMI Bogor
Rumah Sakit Palang Merah Indonesia (RS PMI) Bogor didirikan pada
tahun 1931 atas prakarsa kelompok sosial orang-orang Belanda. Pada tahun 1938
pengelolaannya dilakukan oleh NERKAI (Nederlansch Rode Kruis Afdeling Van
Indonesie). Pada tahun 1942-1945 pengelolaannya dilakukan oleh penguasa
Jepang, namun setelah Jepang kalah perang dan meninggalkan Indonesia pada
tahun 1945, pengelolannya dilakukan kembali oleh NERKAI (RS PMI Bogor,
2011a). Tahun 1948 pengelolaan rumah sakit dihibahkan kepada pengurus Palang
Merah Indonesia Cabang Bogor dan diberi nama Rumah Sakit Kedung Halang
yang dipimpin oleh Respondek.
Pada tahun 1951, kepengurusan diserahkan kepada Markas Besar Palang
Merah Indonesia dan kemudian ditunjuk sebagai rumah sakit umum, kemudian
berganti nama menjadi Rumah Sakit Umum Palang Merah Indonesia (RSU PMI)
Bogor. Dalam hal pengelolaannya, tahun 1964 dibentuk suatu Yayasan Rumah
Sakit Umum PMI Bogor yang diketuai oleh Ibu Hartini Soekarno dan berinduk
pada markas besar Palang Merah Indonesia. Kemudian pada tahun 1965 RS PMI
Bogor bekerja sama dengan RS Cipto Mangunkusumo (RSCM) dengan cara
memperbantukan tenaga medis dan paramedis RSCM di RS PMI Bogor. Tahun
1966, Yayasan Rumah Sakit PMI Bogor dibubarkan dengan sebelumnya telah
merestorasi bangunan RSU PMI Bogor (RS PMI Bogor, 2011a).
Pada tahun 1991 RS PMI Bogor dinyatakan sebagai RS Swasta tipe B. RS
PMI Bogor sudah memiliki ijin tetap menyelenggarakan rumah sakit pada tahun
1992. Pada tanggal 14 September1994 dilakukan pemugaran RS PMI Bogor
dengan ditandai acara peletakan batu pertama oleh Ibu Tien Soeharto. Untuk
meningkatkan pelayanan pada masyarakat, maka pada tanggal 15 Maret 1999
dibuka ruang perawatan paviliun melati lantai III, Instalasi Bedah Sentral di lantai
II, serta pusat diagnostik di lantai I gedung paviliun melati. Penambahan ruang
perawatan kelas I & II mawar di gedung sayap kanan depan menghadap Kebun
Raya Bogor pada tanggal 1 Juni 1999, Paviliun Anggrek kelas I & II di eks kamar
bedah pada tahun 2000. RS PMI Bogor memiliki tenaga medis dokter spesialis
21
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
22
Universitas Indonesia
yang lengkap dan berpengalaman yang ditunjang dengan peralatan diagnostik
yang modern dan lengkap. Renovasi gedung unit gawat darurat (emergency) di
lakukan bulan agustus 2002 dan tanggal 14 Juli 2002 dimulai renovasi eks ruang
perawatan Paviliun Mawar menjadi Poliklinik Afiat yang beroperasi pada bulan
Januari 2003 serta pemindahan ruang perawatan Paviliun Melati (VIP) ke lantai
IV dan Pavilium Mawar ke lantai III Gedung Melati. RS PMI Bogor memperluas
pembangunannya, yaitu dengan diresmikannya Gedung Gardenia pada tanggal 21
Februari 2012 oleh H.M. Jusuf Kalla. Pembangunan ini bertujuan untuk
meningkatkan fasilitas serta pelayanan untuk masyarakat.
3.2 Visi dan Misi RS PMI Bogor
3.2.1 Visi
RS PMI Bogor memiliki visi yaitu menjadi rumah sakit yang memberikan
pelayanan terbaik dengan unggulan di bidang traumatik dan kegawatdaruratan.
(RS PMI Bogor, 2011a)
3.2.2 Misi
RS PMI Bogor memiliki misi, yaitu (RS PMI Bogor, 2011a) :
1. Memberikan pelayanan terbaik dengan selalu berupaya meningkatkan sumber
daya manusia.
2. Mengembangkan layanan unggulan dibidang traumatik dan kegawatdaruratan
3. Melakukan upaya menjadi rumah sakit rujukan di wilayah Bogor dengan
berlandaskan prinsip-prinsip kepalang merahan yang dikelola secara
sosioekonomi
3.3 Klasifikasi RS PMI Bogor
RS PMI Bogor berdasarkan jumlah tempat tidurnya diklasifikasikan
sebagai rumah sakit kelas B dengan total kapasitas rawat inap sebanyak 250
tempat tidur. Berdasarkan kepemilikannya diklasifikasikan sebagai rumah sakit
swasta utama dan merupakan rumah sakit rujukan pelayanan medis di wilayah
Bogor dan sekitarnya (RS PMI Bogor, 2011a).
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
23
Universitas Indonesia
3.4 Struktur Organisasi RS PMI Bogor
RS PMI Bogor berada dalam naungan Yayasan Palang Merah Indonesia
yang dipimpin oleh Ketua Umum Pengurus Pusat PMI dan diawasi oleh Badan
Pengawas. Dalam menjalankan fungsi pelayanan, RS PMI Bogor dipimpin oleh
seorang dokter dengan jabatan sebagai direktur dibantu oleh 3 wakil direktur,
yaitu (RS PMI Bogor, 2011a) :
a. Wakil direktur bidang pelayanan medik dan keperawatan, membawahi
instalasi-instalasi, kepala bidang keperawatan, dan kepala bidang rekam medik
b. Wakil direktur sarana dan prasarana, membawahi kepala bidang sekretariat,
kepala bidang Sumber Daya Manusia (SDM), kepala bidang Pemeliharaan
dan Perawatan Rumah Sakit dan kepala bidang logistik
c. Wakil direktur bidang keuangan, membawahi kepala bidang anggaran RS,
kepala bidang akutansi dan perpajakan
3.5 Fasilitas Pelayanan Kesehatan di RS PMI Bogor
Fasilitas pelayanan kesehatan di RS PMI Bogor adalah (RS PMI Bogor, 2011a) :
1. Ruang Perawatan
a. Ruang Perawatan Dewasa
1) Kelas VVIP (Paviliun Prof. Dr. Sujudi) terdiri dari ruang Platinum (3
tempat tidur), ruang Gold (4 tempat tidur), dan ruang Silver (8 tempat
tidur)
2) Kelas VIP (Paviliun Melati) memiliki kapasitas 17 tempat tidur
3) Kelas I (Paviliun Mawar) memiliki kapasitas 22 tempat tidur
4) Kelas I Seruni memiliki kapasitas 6 tempat tidur, Seruni II memiliki 6
tempat tidur, Seruni III memiliki 24 tempat tidur (12 tempat tidur untuk
pasien bedah, 12 tempat tidur untuk pasien Obgin)
5) Kelas I dan II (Paviliun anggrek) memiliki 11 kapasitas tempat tidur untuk
kelas I dan 16 tempat tidur untuk kelas II
6) Kelas II terdiri dari ruang Cempaka untuk penyakit dalam pria (8 tempat
tidur), ruang Soka untuk penyakit dalam wanita (12 tempat tidur), ruang
Dahlia untuk bedah wanita dan anak (13 tempat tidur)
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
24
Universitas Indonesia
7) Kelas III (bangsal) terdiri dari ruang Cempaka (16 tempat tidur), ruang
Soka (14 tempat tidur), ruang Dahlia (9 tempat tidur)
8) Kelas II plus Aster terdiri dari 6 tempat tidur
b. Ruang perawatan anak, terdiri dari :
1) Kelas II dan III (Paviliun Aster) memiliki kapasitas 24 tempat tidur
2) Ruang Pengawasan
c. Ruang perawatan intensif yang terdiri dari :
1) ICU dan ICCU (Paviliun Gardenia) memiliki kapasitas 8 tempat tidur
untuk ICU dan 3 tempat tidur untuk ICCU.
2) NICU (Ruang Alamanda) memiliki kapasitas 4 tempat tidur untuk level I
dan 16 tempat tidur untuk level II.
2. Ruang Tindakan
a. IGD
b. Ruang Bersalin
c. Instalasi Bedah Sentral
3. Fasilitas Rawat Jalan
a. Poliklinik regular, melayani :
1) Bedah (umum, saraf, urologi, orthopedi, mulut)
2) Penyakit dalam
3) Mata
4) Paru
5) THT
6) Kulit dan kelamin
7) Psikiatri
8) Saraf
9) Anak, imunisasi, Klinik ASI
10) Jantung dan pembuluh darah
11) Rehabilitasi medik dan fisioterapi
12) Umum
13) Gigi dan Mulut
14) Konsultasi gizi
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
25
Universitas Indonesia
b. Poliklinik Afiat, melayani :
1) Bedah (Anak, plastik, umum, tumor, saraf, urologi, othopedi, mulut)
2) Umum
3) Anak
4) Penyakit dalam
5) Mata
6) Paru
7) Saraf
8) THT
9) Kulit dan kelamin
10) Anak, imunisasi, klinik ASI
11) Rehabilitasi medik dan fisioterapi
12) Gigi dan mulut
13) Ginjal
14) Jantung dan pembuluh darah
15) Psikiatri
16) Psikologi
17) Laboratorium
18) Treadmill
19) USG
20) Ekokardiografi
21) Radiologi
22) Panoramic, Sephalometri
23) Fisioterapi
24) Farmasi
25) Optik
26) Alat Bantu dengar
c. Medical check up
1) Paket pemeriksaan RS PMI
2) MCU Basic
3) MCU Intermediate
4) MCU Advance
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
26
Universitas Indonesia
5) MCU Eksklusif
6) Paket pemeriksaan pribadi
7) Paket pemeriksaan perusahaan/asuransi
4. Penunjang Medik
a. Radiologi (X-ray, Helical CT Scan, Dental Panoramic)
b. Elektromedik (USG, Treadmill, EKG, Spirometri, Audiometri, Ophtometri,
Uroflowmetri)
c. Laboratorium (Patologi klinik, Patologi anatomi, Mikrobiologi)
d. Farmasi
1) Depo Farmasi Reguler I (24 jam), melayani Dosis Unit, Rawat Jalan dan
Rawat Inap bagi pasien dengan klaim pembayaran umum, Jamkesmas,
Jamsostek, asuransi lain, dan jaminan perusahaan.
2) Depo Farmasi Reguler II melayani pasien rawat jalan dengan klaim
pembayaran tunai dan kredit perusahaan
3) Depo Farmasi Klinik Afiat melayani pasien rawat jalan dengan klaim
pembayaran umum, asuransi, dan perusahaan
4) Depo Farmasi Dosis Unit melayani resep dosis unit pasien rawat inap
paviliun VVIP, ruang rawat Melati, Mawar, anggrek, dan Seruni kelas I.
e. Hemodialisa
f. Bank darah (24 jam)
g. Rehab medik
1) Fisioterapi
2) Speech theraphy
3) Lumbal Traksi, Cervical Traksi, Infra Red, Faradiasi, Ultra Sound,
Nebulizer, SWD, MWD
4) Latihan gerak (pasive exercise, active exercise, breathing exercise,
ambulasi), Parafin bath
5) Massage (wolker, kruk, tongkat, Transculaneus Electrical Nerve
Stimulation/TENS
6) Ambulans
5. Fasilitas lain, yaitu kedokteran forensik
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
27
Universitas Indonesia
3.6 Indikator Kinerja RS PMI Bogor
Indikator kerja yang digunakan RS PMI Bogor adalah BOR, ALOS, GDR,
NDR, BTO, dan TOI. Besaran nilai dari masing-masing indikator dapat dilihat
pada Tabel 3.1 (Bidang Perencanaan dan Rekam Medis RS PMI Bogor, 2012) :
Tabel 3.1 Persentase BOR, ALOS, GDR, NDR, BTO, dan TOI periode Januari-
Juli 2012
Bulan
(2012)
BOR
(%)
ALOS
(Hari)
GDR
(%)
NDR
(%)
BTO
(Kali)
TOI
(Hari)
Januari 76,23 3,73 2,53 1,32 6,76 1,09
Februari 75,75 3,96 2,30 0,83 6,36 1,11
Maret 74,06 4,10 3,18 1,50 6,45 1,25
April 74,36 4,03 3,64 1,75 6,18 1,24
Mei 71,40 4,28 2,23 0,92 6,08 1,46
Juni 70,19 4,00 3,33 1,36 5,91 1,51
Juli 66,84 3,84 3,56 1,88 6,18 1,66
3.7 CSSD (Centralized Sterile Supply Departement)
CSSD RS PMI Bogor adalah unit sterilisasi yang berada di bawah Instalasi
Bedah Setral dan berfungsi melaksanakan kegiatan sterilisasi alat-alat bedah yang
telah terpakai, linen, dan alat kesehatan lain yang memerlukan kondisi steril. Juga
termasuk penyimpanan, pemeliharaan, dan pendistribusian kembali alat-alat
tersebut ke unit yang membutuhkan, terutama untuk memenuhi kebutuhan
Instalasi Bedah Sentral, sedangkan alat-alat kesehatan yang ada di ruangan
lainnya dapat disterilkan di CSSD melalui permintaan khusus.
Waktu operasional CSSD RS PMI Bogor adalah 24 jam sehari, setiap hari
kerja. Tugas CSSD RS PMI Bogor adalah :
a. Menerima barang yang sudah dipakai dari ruang bedah, perawatan, poliklinik
seperti instrument, sarung tangan, dan alat kesehatan lain utuk dicuci, disusun
menjadi set-set tindakan, disterilisasi, dan didistribusikan ke unit yang
membutuhkan.
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
28
Universitas Indonesia
b. Menerima barang yang belum disterilkan dan barang-barang sekali pakai dari
luar untuk disimpan, disterilkan, dan didistribusikaan
c. Menerima linen bersih untuk disusun dalam set-set tindakan, disterilkan, dan
didistribusikan
d. Mempersiapkan bahan-bahan kebutuhan dan alat untuk pelayanan pasien,
seperti kain kasa, perban, dan lain-lain yang memerlukan kondisi steril
Ruangan CSSD RS PMI Bogor dibagi menjadi ruang dekontaminasi dan
pencucian, ruang packing, ruang sterilisasi, dan ruang penyimpanan. Proses
dekontaminasi menggunakan desinfektan glutaraldehid, dan proses pencucian alat
menggunakan deterjen.
Pada proses sterilisasi, jenis sterilisasi yang dilakukan adalah sterilisasi
panas basah (uap) menggunakan 2 buah autoklaf, yaitu tipe prevakum dan tipe
gravitasi. Sterilisasi menggunakan autoklaf tipe prevakum dan berlangsung 30
menit pada suhu 1340C, sedangkan untuk tipe gravitasi berlangsung selama 30
menit pada suhu 1210C. Indikator yang digunakan adalah indiator kimia, mekanik,
dan biologi.
Indikator kimia yang digunakan adalah indikator eksternal berupa kertas
indikator (autoclave tape) yang ditempelkan pada bahan yang akan disterilisasi.
Indikator mekanik berupa indikator yang terdapat dalam mesin autoklaf. Indikator
biologi digunakan untuk memeriksa kesterilan mesin, melalui pemeriksaan angka
total kuman setiap dilakukan perawatan alat. Bahan pembungkus (packing) yang
digunakan terdiri dari plastik dan kain. Waktu kadaluarsa alat kesehatan dan
bahan yang dibungkus dengan kain adalah dua hari, sedangkan yang dibungkus
dengan plastik adalah satu bulan.
3.8 Kesehatan Lingkungan ( RS PMI Bogor, 2010)
Pengelolaan kesehatan lingkungan dimaksudkan untuk menekan sekecil
mungkin dampak negatif yang dihasilkan rumah sakit. Pengelolaan lingkungan
RS PMI Bogor meliputi pengelolaan dan pemantauan lingkungan. Hal ini
dilaksanakan oleh Seksi Kesehatan Lingkungan di bawah bidang PPRS RS PMI
Bogor. Upaya pengelolaan lingkungan yang dilakukan meliputi upaya
pengelolaan kualitas udara (di dalam dan luar ruangan), pengelolaan pengendalian
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
29
Universitas Indonesia
kebisingan (berasal dari blower Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) dan
genset RS PMI Bogor), pengelolaan limbah (cair dan padat).
3.8.1 Limbah Rumah Sakit
Limbah rumah sakit adalah semua limbah yang dihasilkan dari kegiatan
rumah sakit dalam bentuk padat, cair, dan gas. Limbah padat rumah sakit adalah
semua limbah rumah sakit yang berbentuk padat sebagai akibat kegiatan rumah
sakit yang terdiri dari limbah medis padat dan non-medis. Limbah cair adalah
semua air buangan termasuk tinja yang berasal dari kegiatan rumah sakit yang
kemungkinan mengandung mikroorganisme, bahan kimia beracun dan radioaktif
yang berbahaya bagi kesehatan. Limbah gas adalah semua limbah yang berbentuk
gas yang berasal dari kegiatan pembakaran di rumah sakit seperti insinerator,
dapur, perlengkapan generator, anastesi, dan pembuatan obat sitotoksik
(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2004b).
Limbah medis padat adalah limbah padat yang terdiri dari limbah
infeksius, limbah patologi, limbah benda tajam, limbah farmasi, limbah sitotoksis,
limbah kimiawi, limbah radioaktif, limbah kontainer bertekanan, dan limbah
dengan kandungan logam berat yang tinggi (Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, 2004b). Limbah padat non-medis adalah limbah padat yang dihasilkan
dari kegiatan di rumah sakit di luar medis yang berasal dari dapur, perkantoran,
taman, dan halaman yang dapat dimanfaatkan kembali apabila ada teknologinya
(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2004b).
Limbah yang dihasilkan oleh RS PMI Bogor berupa limbah padat dan
limbah cair. Limbah padat domestik RS PMI Bogor dikelola bersama dengan
Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kota Bogor, sedangkan limbah
padat medis dikelola oleh PT. Wastec.
Limbah padat domestik dan limbah padat medis dibedakan melalui warna
kantong plastiknya. Kantong plastik hitam digunakan untuk mengemas limbah
padat domestik, kantong plastik warna kuning digunakan untuk mengemas limbah
padat medis (infeksius), patologi dan anatomi. Kantong plastik ungu untuk limbah
sitostatik. Alur pengelolaan sampah non medis dapat dilihat pada lampiran 11
dan alur pengolahan sampah medis dapat dilihat pada lampiran 12.
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
30
Universitas Indonesia
Limbah cair RS PMI Bogor dikelola oleh IPAL (Instalasi Pengelolaan Air
Limbah) dan bekerja sama dengan PT. Sandifa Putra Yumada. Uji laboratorium
hasil olahan air limbah dilakukan setiap bulan oleh BPLHD. Pengelolaan limbah
cair di IPAL menggunakan metode Biological Extended Aerator Tank. Metode ini
adalah optimalisasi kinerja bakteri aerob utuk mengurangi materi organik dalam
air limbah, dengan menggunakan media pertumbuhan bakteri aerob mealui
bantuan transfer oksigen untuk memenuhi kebutuhan proses metabolisme
mikroorganisme tersebut.. Limbah cair yang berasal dari ruang dikelola secara
terpadu. Penanganan limbah cair ini meliputi proses fisik yang berfungsi
menyaring sampah (barscreen) dan lemak (grease trap) yang ikut mengalir
bersama air limbah, homogenasi debit dan kualitas air (kolam equalizing),
pengolahan limbah dalam kolam reaktor biologi yang berasal dari lumpur aktif
yang dicampur bakteri aerob, penyaring lumpur (settling tube), dan proses
disinfeksi. Bagan alir penanganan limbah dapat di lihat pada Lampiran 13.
Indikator biologis yang digunakan dalam penanganan limbah cair adalah
ikan nila yang ditempatkan pada kolam penanganan limbah akhir. Air bersih hasil
pengolahan limbah cair dialirkan ke Sungai Ciparigi. Kualitas air hasil pengolahan
juga diukur menggunakan parameter kimia tertentu untuk melihat keamanan hasil
limbah yang telah diolah dan memenuhi batas-batas kandungan zat tertentu yang
ditetapkan oleh pemerintah.
Penanganan infeksi nosokomial dilakukan setiap 6 bulan sekali dengan
melakukan pemeriksaan angka total kuman pada masing-masing ruangan melalui
biakan di cawan petri. Angka total kuman masing-masing ruangan tidak boleh
melebihi standar yang telah ditentukan oleh Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
1204/MENKES/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah
Sakit.
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
31
Universitas Indonesia
BAB 4
TINJAUAN KHUSUS
INSTALASI FARMASI RS PMI BOGOR
4.1 Visi Misi, Falsafah dan Tujuan IFRS PMI Bogor (RS PMI Bogor,
2011b)
4.1.1 Visi
Menjadi Instalasi Farmasi Rumah Sakit yang memberikan pelayanan
terbaik dan profesional, serta mendukung penyediaan perbekalan farmasi di
bidang traumatik dan kegawatdaruratan.
4.1.2 Misi
a. Memberikan pelayanan terbaik dengan selalu berupaya meningkatkan sumber
daya manusia.
b. Mengembangkan pelayanan kefarmasian yang berorientasi kepada pelayanan
pasien.
c. Menyediakan obat yang bermutu dan terjangkau bagi semua lapisan
masyarakat.
4.1.3 Falsafah
Selalu melakukan pelayanan terbaik dalam pengelolaan perbekalan
farmasi dan pelayanan kefarmasian.
4.1.4 Tujuan
a. Melangsungkan pelayanan farmasi yang optimal baik dalam keadaan biasa
maupun dalam keadaan gawat darurat, sesuai dengan keadaan pasien maupun
fasilitas yang tersedia.
b. Menyelenggarakan kegiatan pelayanan profesional berdasarkan prosedur
kefarmasian dan etik profesi.
c. Melaksanakan KIE ( Komunikasi, Informasi dan Edukasi ) mengenai obat.
d. Menjalankan pengawasan obat berdasarkan aturan-aturan yang berlaku.
e. Melakukan dan memberi pelayanan bermutu melalui analisa, telaah dan
evaluasi pelayanan.
31
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
32
Universitas Indonesia
f. Mengadakan penelitian di bidang farmasi dan peningkatan metoda.
4.2 Tugas Pokok dan Fungsi IFRS PMI Bogor (RS PMI Bogor, 2011b)
4.2.1 Tugas Pokok
a. Melangsungkan pelayanan farmasi yang optimal.
b. Menyelenggarakan kegiatan pelayanan farmasi profesional berdasarkan
prosedur kefarmasian dan etik profesi.
c. Melaksanakan Komunikasi, Informasi dan Edukasi ( KIE ).
d. Memberikan pelayanan mutu melalui analisis dan evaluasi untuk
meningkatkan mutu pelayanan farmasi.
e. Melakukan pengawasan berdasarkan aturan-aturan yang berlaku.
f. Menyelenggarakan pendidikan dan pengembangan di bidang farmasi.
g. Mengadakan penelitian dan pengembangan di bidang farmasi.
h. Memfasilitasi dan mendorong tersusunnya standar pengobatan dan
formularium rumah sakit.
4.2.2 Fungsi
Fungsi pelayanan farmasi terdiri fungsi pengelolaan perbekalan farmasi
dan fungsi pelayanan kefarmasian dalam penggunaan obat dan alat kesehatan.
a. Pengelolaan Perbekalan farmasi
1. Memilih perbekalan farmasi sesuai kebutuhan pelayanan rumah sakit.
2. Merencanakan kebutuhan perbekalan farmasi secara optimal.
3. Mengadakan perbekalan farmasi yang berpedoman pada perencanaan yang
telah dibuat sesuai ketentuan yang berlaku.
4. Memproduksi perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan pelayanan
kesehatan di rumah sakit.
5. Menerima perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan ketentuan
yang berlaku.
6. Menyimpan perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan persyaratan
kefarmasian.
7. Mendistribusikan perbekalan farmasi ke unit-unit pelayanan di rumah
sakit.
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
33
Universitas Indonesia
b. Pelayanan Kefarmasian Dalam Penggunaan Obat dan Alat Kesehatan
1. Mengkaji instruksi pengobatan/resep pasien.
2. Mengidentifiksi masalah yang berkaitan dengan penggunaan obat dan alat
kesehatan.
3. Mencegah dan mengatasi masalah yang berkaitan dengan obat dan alat
kesehatan.
4. Memantau efektifitas dan keamanan penggunaan obat dan alat kesehatan.
5. Memberikan informasi kepada petugas kesehatan, pasien/keluarga.
6. Memberikan konseling kepada pasien/keluarga.
7. Melakukan pencatatan setiap kegiatan.
8. Melaporkan setiap kegiatan.
4.3 Sistem Pelayanan Farmasi RS PMI Bogor (RS PMI Bogor, 2011b)
Sistem pelayanan di Instalasi Farmasi RS PMI Bogor menggunakan sistem
pelayanan satu pintu, dimana Instalasi Farmasi memiliki kewenangan penuh
dalam pengelolaan perbekalan farmasi.
1. Instalasi Farmasi RS berkewajiban mengelola obat secara berdaya guna dan
berhasil guna.
2. Instalasi Farmasi RS bertanggungjawab terhadap obat yang beredar dengan
melaksanakan pengendalian pelayanan dan pemantauan penggunaan obat di
rumah sakit.
3. Pemberlakuan satu kebijakan dan satu Standar Operasional Prosedur (SOP)
bagi seluruh kegiatan pengelolaan perbekalan farmasi dan pelayanan
kefarmasian di seluruh unit rumah sakit.
4.4 Cakupan Pelayanan Instalasi Farmasi RS PMI Bogor (RS PMI Bogor,
2011b)
Cakupan pelayanan Instalasi Farmasi terdiri atas:
1. Pengelolaan Perbekalan Farmasi
a. Pemilihan perbekalan farmasi
Dilakukan berdasarkan Formularium RS yang dibuat oleh Sub Komite
Farmasi dan Terapi.
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
34
Universitas Indonesia
b. Perencanaan perbekalan farmasi
Dilakukan oleh Kepala Gudang Farmasi I dan Kepala Gudang Farmasi II.
Perencanaan meliputi rencana tahunan yang kemudian dijabarkan dalam
rencana triwulan, bulanan dan mingguan.
c. Pengadaan perbekalan farmasi
Dilakukan oleh Kepala Gudang Farmasi I dan Bidang Pengadaan Logistik
(Gudang Farmasi II).
d. Produksi perbekalan farmasi
Dilakukan di bawah tanggung jawab Kepala Depo Farmasi Reguler I.
e. Penerimaan perbekalan farmasi
Dilakukan oleh Kepala Gudang Farmasi I dan Kepala Gudang Farmasi II.
f. Penyimpanan perbekalan farmasi
Dilakukan oleh Kepala Gudang Farmasi I dan Kepala Gudang Farmasi II.
g. Pendistribusian perbekalan farmasi
Perbekalan kesehatan di Gudang Farmasi I didistribusikan ke Depo
Farmasi Reguler I, Depo Farmasi Afiat, Depo Farmasi Reguler 2 dan Depo
Farmasi Unit Dosis.
Perbekalan kesehatan Gudang Farmasi II didistribusikan ke ruang rawat
inap, poliklinik, Instalasi Bedah Sentral (IBS) dan Instalasi Gawat Darurat
(IGD).
2. Pelayanan Kefarmasian
a. Pengkajian Resep
Dilakukan oleh apoteker dan asisten apoteker di tiap depo farmasi.
b. Dispensing
Dilakukan oleh asisten apoteker dan juru racik di tiap depo farmasi.
c. Pemantauan dan pelaporan efek samping obat
Dilakukan oleh apoteker di tiap depo farmasi.
d. Pelayanan informasi obat
Dilakukan oleh apoteker di tiap depo farmasi.
e. Konseling
Dilakukan oleh apoteker di Depo Farmasi Reguler II.
f. Ronde/ visite pasien
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
35
Universitas Indonesia
Dilakukan oleh apoteker di Depo Farmasi Unit Dosis.
g. Pengkajian penggunaan obat
Dilakukan oleh apoteker di Depo Farmasi Unit Dosis.
4.5 Kebijakan di IFRS PMI Bogor (RS PMI Bogor, 2011b)
a. Kebijakan Umum
1. Instalasi Farmasi mengelola semua perbekalan farmasi yang ada di rumah
sakit meliputi perencanaan, pengadaan, penerimaan, produksi obat
sederhana, penyimpanan, distribusi, pengendalian, penghapusan,
administrasi dan pelaporan serta evaluasi.
2. Obat-obatan yang dipergunakan di RS PMI diusulkan oleh Komite
Farmasi dan Terapi dan ditetapkan oleh Direktur. Obat-obatan tersebut
tercantum dalam Buku Standar Obat dan disusun setiap 2 (dua) tahun.
Bila obat yang diminta tidak masuk di dalam standar obat, maka Instalasi
Farmasi berhak mengganti dengan obat yang sesuai, yang isi dan
kualitasnya sama dengan yang tercantum dalam buku standar dengan
sepengetahuan dokter yang menulis resep tersebut.
3. Instalasi Farmasi mengelola perbekalan farmasi untuk resep dan untuk
persediaan ruang rawat Inap, IGD, IBS dan Poliklinik.
4. Instalasi Farmasi mengelola perbekalan Farmasi untuk pasien rawat Inap,
rawat Jalan, karyawan dan perusahaan.
5. Instalasi farmasi terdiri dari 4 (empat) depo yaitu Depo Farmasi Reguler I,
Depo Farmasi Reguler II, Depo Farmasi Afiat dan Depo Dosis Unit.
6. Instalasi Farmasi melakukan Pelayanan Farmasi Klinik yang meliputi
konseling, MESO (Monitoring Efek Samping Obat), dan pemantauan
penggunaan obat.
7. Instalasi Farmasi melakukan pelayanan dosis unit untuk ruang-ruang
Paviliun Prof.Dr. Sujudi, Melati, Mawar, Anggrek, Seruni I, dan pasien
Rawat inap yang menggunakan Jamkesmas dan Jamkesda Kota serta
Askes, Askes Swasta, dan Jamkesda Kabupaten di luar DPHO (Daftar
Plafon Harga Obat) dan DOT (Daftar Obat Tambahan).
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
36
Universitas Indonesia
Sedangkan pasien umum di ruangan lainnya (Dahlia, Cempaka, dll)
dilayani dengan resep perorangan.
b. Kebijakan Khusus Perencanaan
Perencanaan perbekalan farmasi disusun berdasarkan formularium RS
dengan mempertimbangkan pola konsumsi dan epidemiologi.
c. Pengadaan
1. Pengadaan perbekalan farmasi harus dilakukan melalui distributor resmi.
2. Pengadaan untuk pelayanan resep dilakukan secara rutin seminggu 2 kali.
3. Pengadaan untuk stok persediaan ruangan rawat inap, IBS, IGD dan
Poliklinik dilakukan sebulan dua kali.
d. Penerimaan
Obat – obat dari PBF diterima oleh bagian Gudang Farmasi I dan Gudang
Farmasi II.
e. Penyimpanan
Penyimpanan dilakukan dengan sistem FIFO (First In First Out) dan
FEFO (First Expired First Out), dikelompokkan sesuai bentuk sediaan dan
disusun secara alfabetis.
f. Distribusi
1. Distribusi perbekalan farmasi ke pasien menggunakan sistem resep
perorangan dan dosis unit.
2. Distribusi perbekalan farmasi perawatan ke ruang rawat inap, IBS, IGD
dan poliklinik menggunakan sistem persediaan ruangan (floor stock).
g. Pengendalian
1. Pengendalian stok perbekalan farmasi di gudang farmasi, di ruang racik,
IBS, IGD, poliklinik maupun ruang rawat inap dilakukan dengan
menggunakan program pengendalian stok.
2. Untuk gudang farmasi, ruang racik dan poliklinik stok fisik dilakukan
sebulan sekali.
3. Untuk ruang rawat inap, IBS, IGD stok fisik dilakukan semingu sekali.
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
37
Universitas Indonesia
h. Stok
1. Stok di Gudang Farmasi I terdiri atas obat dan alat kesehatan untuk
memenuhi kebutuhan di Depo Farmasi Reguler I, Depo Farmasi Reguler
II, Depo Farmasi Afiat dan Depo Dosis Unit.
2. Stok di Gudang Farmasi II terdiri atas alat kesehatan, reagensia,
diagnostika, radiografi dan oksigen untuk memenuhi kebutuhan Ruang
Rawat Inap, IGD, IBS, Poliklinik dan Penunjang.
i. Pemusnahan
Instalasi Farmasi melakukan pemusnahan perbekalan farmasi yang sudah
kadaluarsa setahun sekali.
j. Administrasi, keuangan dan pelaporan
1. Setiap penjualan baik tunai maupun kredit diproses menggunakan
komputer.
2. Setiap hari dilakukan pengecekan antara uang yang masuk dengan data
yang tersimpan dalam laporan komputer.
3. Semua kegiatan keuangan dicatat dalam buku kas, buku bank dan
komputer.
4. Instalasi farmasi melakukan pembayaran ke PBF sebulan 2 kali yaitu
setiap tanggal 5 dan 20.
5. Arsip keuangan disimpan di dalam ruang arsip selama 5 tahun, setiap awal
tahun melakukan pemusnahan arsip yang sudah lebih dari 5 tahun.
6. Resep disimpan selama 3 tahun, setiap awal tahun melakukan pemusnahan
resep yang sudah lebih dari 3 tahun.
7. Instalasi Farmasi membuat Laporan Bulanan ke Direktur RS PMI berupa
Laporan Keuangan dan Stok Obat.
k. Kebijakan khusus di Depo Farmasi Reguler I
1. Pelayanan kefarmasian bagi pasien rawat jalan di Poliklinik Reguler dan
rawat inap diberikan dari Depo Farmasi Reguler I.
2. Melayani permintaan perbekalan farmasi atas dasar resep dokter dan RI 7
yang ditulis oleh dokter RS PMI Bogor.
3. Dibuka terus menerus (24 jam/hari) baik hari kerja maupun hari libur.
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
38
Universitas Indonesia
4. Depo Farmasi Reguler I mengambil perbekalan farmasi dari Gudang
Farmasi I.
5. Pelayanan resep di Instalasi Farmasi Poliklinik Reguler meliputi : tunai;
kredit perusahaan; kredit rumah sakit; kredit karyawan; dosis unit untuk
jamkesmas dan jamkesda kota; dosis unit untuk askes, askes swasta dan
jamkesda kabupaten di luar DPHO (Daftar Plafon Harga Obat) dan DOT
(Daftar Obat Tambahan); dan pembayaran dengan kartu kredit atau debet
l. Kebijakan Khusus di Depo Farmasi Reguler II
1. Pelayanan Kefarmasian bagi pasien rawat jalan Poliklinik Reguler juga
diberikan dari Depo Farmasi Reguler II.
2. Melayani permintaan perbekalan farmasi atas dasar resep dokter yang
ditulis oleh dokter Poliklinik Reguler.
3. Dibuka pada hari kerja jam 9.00 sampai dengan jam 14.00. Hari Minggu
dan hari libur nasional tutup.
4. Depo Farmasi Reguler II mengambil perbekalan farmasi dari Gudang
Farmasi I.
5. Pelayanan resep di Instalasi Pelayanan Resep Poliklinik Reguler, meliputi;
resep tunai dan resep kredit perusahaan
m. Kebijakan Khusus di Depo Farmasi Afiat
1. Pelayanan Kefarmasian Poliklinik Afiat diberikan dari Depo Farmasi
Afiat.
2. Permintaan perbekalan farmasi atas dasar resep dokter yang ditulis oleh
dokter Poliklinik Afiat.
3. Dibuka pada hari kerja jam 8.00 sampai dengan jam 21.00. Hari Minggu
dan hari libur nasional tutup
4. Depo Farmasi Afiat mengambil perbekalan farmasi dari Gudang Farmasi
I.
5. Pelayanan resep di Depo Farmasi Afiat, meliputi : resep tunai, resep kredit
perusahaan, dan pembayaran dengan kartu kredit atau debet
n. Kebijakan Khusus Depo Dosis Unit
1. Pelayanan dosis unit diberikan dari Depo Dosis Unit.
2. Melayani permintaan perbekalan farmasi atas dasar resep dokter dan
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
39
Universitas Indonesia
RI 7 yang ditulis oleh dokter RS PMI Bogor.
3. Dibuka pada hari kerja jam 8.00 sampai dengan jam 21.00. Hari Minggu
dan hari libur nasional tutup.
4. Depo Dosis Unit mengambil perbekalan farmasi dari Gudang Farmasi I.
5. Hanya melayani dosis unit untuk pasien yang dirawat di Paviliun Prof.Dr.
Sujudi, Melati, Mawar, Anggrek, dan Seruni I, baik itu umum, perusahaan
dan karyawan
o. Kebijakan Khusus Gudang Farmasi I
1. Melakukan perencanaan, penerimaan, pendistribusian, pengendalian
perbekalan farmasi untuk Depo Reguler I, Depo Reguler II, Depo Afiat
dan Depo Dosis Unit.
2. Melakukan stok fisik ke seluruh depo setiap pagi.
3. Stok di Gudang Farmasi I terdiri atas obat dan alat kesehatan.
p. Kebijakan Khusus Gudang Farmasi II
1. Melakukan perencanaan, penerimaan, pendistribusian, pengendalian
perbekalan farmasi untuk ruang rawat inap, IGD, IBS dan Poliklinik.
2. Melakukan penerimaan dan pendistribusian perbekalan farmasi, reagensia,
radiografi untuk Instalasi Laboratorium, Instalasi Radiologi, Instalasi
Hemodialisa dan penunjang lain.
3. Melakukan stok fisik ke seluruh ruang rawat inap dengan jadwal sebagai
berikut :
Senin : IBS, OK, Anastesi
Selasa : Mawar, Anggrek, Aster
Rabu : IGD, Pav. Prof. Dr. Sujudi
Kamis : Melati, Seruni, VK
Jum’at : Gardena, Dahlia, Alamanda
Sabtu : Cempaka, Soka.
4. Stok di Gudang Farmasi II terdiri atas obat, alat kesehatan, reagensia,
diagnostika, radiografi dan oksigen untuk Ruang Rawat Inap, IGD, IBS,
Poliklinik, Instalasi Laboratorium, Instalasi Radiologi, Instalasi
Hemodialisa dan penunjang lain.
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
40
Universitas Indonesia
5. Stok di Ruang Rawat Inap dan Poliklinik terdiri atas obat, alkes dan
oksigen.
4.6 Fasilitas di IFRS PMI Bogor (RS PMI Bogor, 2011b)
Fasilitas yang dimiliki Instalasi Farmasi RS PMI Bogor adalah :
a. Ruang kepala instalasi farmasi RS
b. Ruang administrasi farmasi
c. Ruang gudang arsip, merupakan tempat penyimpanan resep, faktur, laporan
dan sebagainya
d. Ruang apoteker
e. Sub instalasi perbekalan farmasi, mencakup Depo Farmasi Reguler I, Depo
Farmasi Reguler II, Depo Farmasi Afiat dan Depo Dosis Unit, Gudang
Farmasi I dan Gudang Farmasi II.
4.7 Organisasi Instalasi Farmasi RS PMI Bogor (RS PMI Bogor, 2011b)
Instalasi Farmasi kegiatannya berada di bawah pimpinan dan pengawasan
Wakil Direktur Pelayanan Medik dan Keperawatan. Instalasi Farmasi dipimpin
oleh seorang kepala instalasi farmasi. Dalam melakukan pengawasan terhadap
seluruh kegiatan instalasi farmasi, kepala instalasi farmasi dibantu oleh 3 (tiga)
kepala sub instalasi farmasi, yaitu kepala sub instalasi pengelolaan perbekalan
farmasi, kepala sub instalasi pelayanan farmasi klinis dan kepala sub instalasi
pengendalian mutu.
Kepala sub instalasi pengelolaan perbekalan farmasi melakukan supervisi
terhadap kegiatan pengelolaan perbekalan farmasi di depo farmasi reguler I, depo
farmasi reguler II, depo farmasi afiat, depo dosis unit, gudang farmasi I dan
gudang farmasi II. Setiap depo farmasi dikepalai oleh kepala depo yang
melakukan pengelolaan perbekalan farmasi dan pekerjaan kefarmasian dibantu
oleh asisten apoteker dan juru resep. Sedangkan setiap gudang farmasi dikepalai
oleh kepala gudang yang melakukan pekerjaan pengelolaan perbekalan farmasi
dengan dibantu oleh pelaksana gudang.
Kepala sub instalasi pelayanan farmasi klinis melakukan supervisi
terhadap jalannya kegiatan pelayanan farmasi klinis yang dilakukan oleh tim
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
41
Universitas Indonesia
farmasi klinis rawat jalan dan tim farmasi klinis rawat inap. Kepala sub instalasi
pengendalian mutu melakukan supervisi terhadap kegiatan pengendalian mutu
dengan dibantu oleh kepala pengolahan data farmasi, kepala pengendalian
keuangan farmasi (dibantu oleh pelaksana urusan penerimaan keuangan dan
pelaksana urusan pembayaran keuangan), serta kepala pengawasan mutu farmasi.
4.8 Sub Instalasi Perbekalan Farmasi (RS PMI Bogor, 2011b)
4.8.1 Depo Farmasi Reguler I
Depo farmasi reguler I melayani pasien umum, perusahaan, jamkesmas
dan karyawan baik rawat jalan maupun rawat inap. Sistem distribusi obat
menggunakan sistem resep individu dan sistem dosis unit.
a. Sistem Resep Individu
Sistem resep individu merupakan cara distribusi obat dan alat kesehatan,
baik kepada pasien rawat jalan maupun rawat inap khususnya kelas 2 dan 3
berdasarkan resep yang ditulis oleh dokter.
b. Sistem Dosis Unit
Sistem dosis unit menyediakan obat dan alat kesehatan hanya untuk pasien
umum, perusahaan dan karyawan, yang dirawat di paviliun dr.sujudi, melati,
mawar, anggrek dan seruni I dan yang berstatus Askes, Askes swasta yang tidak
termasuk dalam DPHO serta jamkesmas. Sistem ini berjalan dengan adanya
instruksi pengobatan yang diberikan dokter berupa RI-7 yang kemudian disiapkan
oleh petugas untuk satu dosis pemakaian dalam satu hari, dimulai dari sore,
malam, pagi dan siang. Dalam sistem ini, obat-obat dengan rejimen khusus seperti
obat yang diminum setengah jam sebelum makan, dipisahkan penempatannya.
Dosis unit kemudian diserahkan kepada perawat atau dijemput oleh perawat ke
depo untuk kemudian diberikan kepada pasien. Denah depo farmasi reguler I
dapat dilihat pada lampiran 3.
4.8.2 Depo Farmasi Reguler II
Depo farmasi reguler II melayani pasien umum, kredit perusahaan dan
karyawan untuk rawat jalan dengan menggunakan sistem resep individu. Denah
depo farmasi reguler II dapat dilihat pada lampiran 4.
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
42
Universitas Indonesia
4.8.3 Depo Farmasi Afiat
Depo farmasi afiat melayani pasien yang berstatus umum maupun pasien
jaminan dari asuransi swasta dan perusahaan yang bekerjasama dengan RS PMI
Bogor. Pelayanan hanya diberikan kepada pasien rawat jalan yang berasal dari
poliklinik afiat. Denah depo farmasi afiat dapat dilihat pada lampiran 5.
4.8.4 Depo Farmasi Dosis Unit
Pelayanan dosis unit di depo farmasi dosis unit melayani pasien rawat inap
paviliun VVIP, ruang rawat melati, mawar, anggrek dan seruni. Bagian ini
melayani obat yang sudah dikemas untuk satu kali pemakaian selama 24 jam.
Penyiapan obat sesuai dengan permintaan yang tertera pada RI-7. RI-7 merupakan
form salinan resep yang berisi obat oral, parenteral dan alat kesehatan beserta
aturan pakainya. Denah depo farmasi dosis unit dapat dilihat pada lampiran 6 dan
formulir RI-7 dapat dilihat pada lampiran 7.
4.8.5 Gudang Farmasi I
Kegiatan di gudang farmasi I meliputi perencanaan, pemesanan,
penerimaan, penyimpanan barang dan pendistribusian perbekalan farmasi.
Pendistribusian perbekalan farmasi hanya diperuntukkan bagi depo farmasi
reguler I, depo farmasi reguler II, depo farmasi afiat, depo farmasi dosis unit dan
depo gudang farmasi II.
a. Perencanaan
Perencanaan barang dan perbekalan farmasi adalah proses kegiatan dalam
pemilihan jenis, jumlah dan harga perbekalan farmasi. Tujuannya adalah
pemenuhan kebutuhan perbekalan farmasi secara optimal, yang disusun
berdasarkan formularium rumah sakit. Prosedur perencanaan perbekalan farmasi
yaitu kepala instalasi farmasi RS menyusun rencana anggaran belanja (RAB)
selama satu tahun dengan melihat data realisasi belanja tahun sebelumnya dengan
mempertimbangkan kemungkinan kenaikan harga tahun ini dan rencana
pengembangan.
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
43
Universitas Indonesia
Setiap awal bulan, kepala gudang farmasi mencetak laporan mutasi bulan
sebelumnya, kemudian menyusun kebutuhan bulan yang akan datang. Rencana
belanja mingguan dilakukan melalui proses berikut:
1. Pelaksana gudang menghitung stok barang yang ada di gudang, kemudian
mencocokkan dengan stok minimal gudang dan keperluan barang selama
satu minggu.
2. Pelaksana gudang membuat daftar kebutuhan barang dan kemudian
diserahkan kepada kepala sub instalasi gudang.
3. Kepala gudang membuat rencana pembelian satu minggu
4. Kepala instalasi farmasi RS memeriksa rencana pembelian barang untuk
satu minggu.
5. Jika sudah diketahui oleh kepala instalasi farmasi RS maka kepala gudang
membuat surat pesanan barang.
b. Pengadaan
Pengadaan perbekalan farmasi di gudang farmasi I dilakukan seminggu
dua kali. Prosedur pengadaan perbekalan farmasi di gudang farmasi adalah:
1. Pelaksana gudang memeriksan barang yang hampir habis berdasarkan data
stok minimal yang harus ada di gudang kemudian mencatatnya ke dalam
buku pesanan dan menyerahkannya kepada kepala gudang farmasi.
2. Kepala gudang farmasi I membuat surat pesanan (SP) kemudian
ditandatangani oleh kepala instalasi farmasi dan kepala bidang pengadaan
logistik.
3. SP diserahkan oleh kepala gudang farmasi I ke PBF.
4. Khusus untuk narkotik dan psikotropika, surat pesanan menggunakan
blanko khusus.
c. Penerimaan
Penerimaan barang dan perbekalan farmasi merupakan kegiatan menerima
perbekalan farmasi yang sudah dipesan oleh kepala gudang farmasi dan bidang
pengadaan logistik. Tujuan penerimaan perbekalan farmasi adalah agar
perbekalan farmasi yang diterima sesuai dengan pesanan, baik mutu maupun
jumlahnya. Perbekalan farmasi diterima oleh instalasi farmasi rumah sakit melalui
bagian gudang farmasi.
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
44
Universitas Indonesia
Adapun prosedur dari penerimaan barang dan perbekalan farmasi ini
meliputi:
1. Pelaksana gudang menerima barang dari distributor.
2. Pelaksana gudang memeriksa keadaan barang secara fisik (kemasan asli,
bentuk, warna, tanggal kadaluarsa) kemudian mencocokkannya dengan
faktur PBF dan surat pesanan.
3. Bila barang yang diterima cacat, tidak sesuai pesanan, ataupun jika tanggal
kadaluarsanya sudah dekat (<1 tahun) maka barang tersebut dikembalikan
dengan menuliskan retur pada faktur PBF.
4. Kepala gudang farmasi menandatangani faktur.
5. Kepala gudang farmasi atau pelaksana gudang memberi nomor urut pada
faktur.
6. Pelaksanan gudang mendistribusikan faktur satu lembar untuk pembukuan
dan satu lembar untuk arsip gudang.
7. Pelaksanan gudang mencatat barang dalam komputer dan kartu stok.
8. Staf administrasi membuat laporan penerimaan barang (LPB) yang
ditandatangani oleh kepala gudang farmasi, kasub instalasi pengelolaan
perbekalan farmasi dan disetujui oleh kepala instalasi farmasi.
d. Penyimpanan Barang dan Perbekalan Farmasi
Penyimpanan adalah kegiatan penyelenggaraan dan pengaturan sediaan
farmasi di dalam ruang penyimpanan. Penyimpanan barang di gudang farmasi
harus dilengkapi dengan pendingin ruangan (AC). Perbekalan farmasi
dikelompokkan berdasarkan sediaan dan diurutkan secara alfabetis dan
menggunakan sistem FIFO (First In First Out) dan FEFO (First Expire First Out).
Adapun prosedur dari penyimpanan perbekalan farmasi ini meliputi:
1. Setelah barang diterima, kemudian barang disimpan di gudang.
2. Obat-obat dan perbekalan farmasi yang didistribusikan dari gudang setiap
pagi ke depo-depo, akan disimpan dalam rak obat sesuai jenis sediaannya.
3. Dalam kelompok 1 jenis sediaan, perbekalan farmasi di susun menurut
alfabetis.
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
45
Universitas Indonesia
4. Barang-barang disusun sedemikian rupa sehingga barang-barang yang
mempunyai tanggal kadaluarsa paling dekat berada di bagian yang paling
depan agar mudah terjangkau.
5. Untuk obat-obat narkotika dan psikotropika di simpan secara khusus dalam
lemari yang terpisah dan terkunci.
6. Untuk vaksin, serum dan obat-obat yang termolabil di simpan didalam
lemari pendingin.
7. Bahan mudah terbakar disimpan di tempat terpisah.
8. Obat luar dipisahkan dari obat dalam.
e. Distibusi Perbekalan Farmasi dari Gudang Farmasi
Distribusi adalah proses penyerahan perbekalan farmasi dari gudang ke
depo farmasi. Tujuannya adalah agar perbekalan farmasi di depo farmasi tersedia
dengan jumlah yang cukup. Semua perbekalan farmasi yang didistribusikan ke
depo farmasi harus tercatat dengan baik. Adapun prosedur dari distribusi
perbekalan farmasi ini adalah setiap sore pelaksana depo farmasi membuat daftar
kebutuhan barang di lembar bukti permintaan barang, kemudian ditandatangani
oleh kepala depo farmasi, pelaksana gudang mengeluarkan barang sesuai
permintaan pada bukti permintaan barang dan setelah barang diterima oleh depo
farmasi, pelaksana gudang memasukkan pengeluaran barang ke dalam komputer
dan kartu stok.
4.8.6 Gudang Farmasi II
Gudang farmasi II menyediakan perbekalan farmasi yang terdiri dari obat,
alat kesehatan, alat diagnostik dan gas medis serta semua bahan dan peralatan
yang diperlukan untuk ruang rawat inap, IBS, IGD, poliklinik dan penunjang.
Kegiatan dari gudang farmasi perawatan adalah mengelola perbekalan farmasi
yang meliputi proses perencanaan, pemesanan, penerimaan, penyimpanan,
pendistribusian, pengawasan, pemeliharaan, penghapusan, pemantauan,
administrasi dan pelaporan serta evaluasi yang diperlukan bagi kegiatan
pelayanan.
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
46
Universitas Indonesia
a. Perencanaan
Kepala instalasi farmasi menyusun RAB untuk satu tahun. Setiap awal
triwulan, kepala gudang farmasi II mencetak laporan mutasi bulan sebelumnya,
kemudian menyusun kebutuhan triwulan yang akan datang. RAB triwulan
diperiksa oleh kepala instalasi farmasi dan disahkan oleh Ketua Panitia Anggaran.
Kemudian RAB triwulan yang telah disetujui oleh panitia anggaran diserahkan
kepada bidang pengadaan logistik (Gudang Farmasi II). Setiap tanggal 25, kepala
gudang farmasi II mencetak laporan mutasi bulan sebelumnya, menghitung stok
yang ada kemudian menyusun kebutuhan untuk bulan yang akan datang. RAB
bulanan diperiksa dan disetujui oleh kepala instalasi farmasi. Pengadaan barang
direncanakan sebulan dua kali yaitu tanggal 25 dan 10. RAB bulanan yang telah
disetujui oleh kepala instalasi farmasi diserahkan kepada bidang pengadaan
logistik untuk direalisasikan pengadaannya.
b. Pengadaan
Pengadaaan perbekalan farmasi di gudang farmasi II dilakukan sebulan
dua kali. Prosedur pengadaan perbekalan farmasi di gudang farmasi adalah:
1. Pelaksana gudang memeriksa barang yang hampir habis berdasarkan data
stok minimal yang harus ada di gudang, kemudian mencatatnya ke dalam
buku pesanan, dan menyerahkannya kepada kepala gudang farmasi II.
2. Bidang pengadaan logistik membuat surat pesanan (SP), kemudian
ditandatangani oleh kepala bidang pengadaan logistik dan direktur.
3. SP diserahkan oleh bidang pengadaan logistik ke distributor.
4. Khusus untuk narkotika dan psikotropika, surat pesanan menggunakan
blanko khusus.
c. Penerimaan
Prosedur dari penerimaan barang dan perbakalan farmasi di gudang farmasi II
adalah:
1. Pelaksana gudang menerima barang dari distributor.
2. Pelaksana gudang memeriksa keadaan barang secara fisik (kemasan asli,
bentuk, warna, tanggal kadaluarsa) kemudian mencocokkannya dengan
faktur PBF dan surat pesanan.
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
47
Universitas Indonesia
3. Bila barang yang diterima cacat, tidak sesuai pesanan ataupun jika tanggal
kadaluarsa sudah dekat (<1 tahun), maka barang tersebut dikembalikan
dengan menuliskan retur pada faktur PBF.
4. Kepala gudang farmasi menandatangani faktur.
5. Kepala gudang farmasi atau pelaksanan gudang memberi nomor urut pada
faktur.
6. Pelaksana gudang mendistribusikan faktur satu lembar untuk arsip gudang
dan satu lembar untuk pengadaan logistik.
7. Pelaksana gudang mencatat barang dalam komputer dan kartu stok. Kartu
stok dapat dilihat pada lampiran 8.
8. Staf administrasi membuat Laporan Penerimaan Barang (LPB) yang
ditandatangani oleh kepala gudang farmasi, kasub instalasi pengelolaan
sediaan farmasi dan disetujui oleh kepala instalasi farmasi.
d. Penyimpanan
Petugas gudang menyimpan perbekalan farmasi di gudang dengan
menggunakan sistem FIFO dan FEFO. Prosedur penyimpanan di gudang farmasi
II sama dengan gudang farmasi I.
e. Distribusi
Gudang farmasi II mendistribusikan perbekalan farmasi ke ruang rawat
inap, IGD, IBS, poliklinik dan penunjang. Prosedur distribusi di gudang farmasi II
adalah:
1. Surat permintaan barang dibuat oleh penanggung jawab perbekalan farmasi
masing-masing unit, kemudian ditandatangani kepala ruangan dan diketahui
oleh pejabat yang berwenang.
2. Surat permintaan barang kemudian disetujui oleh kepala instalasi farmasi
untuk ruang rawat inap dan poliklinik. Sedangkan untuk IGD, IBS, inst.
laboratorium, inst. radiologi, inst. forensik, inst. patologi, inst. rehabilitasi
medik, dan poli gigi ditandatangani oleh wakil direktur bidang pelayanan
medik dan keperawatan.
3. Pelaksana gudang menyiapkan perbekalan farmasi yang diminta.
4. Kepala gudang farmasi II memeriksa perbekalan yang sudah disiapkan.
5. Barang diserahkan kepada petugas unit terkait.
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
48
Universitas Indonesia
6. Setelah memeriksa kebenaran barang dan jumlahnya, petugas unit terkait
dan kepala gudang farmasi II menandatangani surat permintaan barang.
4.9 Sub Instalasi Pelayanan Farmasi Klinik (RS PMI Bogor, 2011b)
Pelayanan ini merupakan suatu kedekatan profesional yang dilakukan
melalui penerapan pengetahuan, keahlian, keterampilan dan perilaku apoteker
bekerja sama dengan pasien dan profesi kesehatan, untuk menjamin penggunaan
obat dan alat kesehatan sesuai indikasi, efektif, aman dan terjangkau oleh pasien.
Pada pelayanan ini kepala instalasi farmasi dibantu oleh apoteker farmasi klinik.
Tugas pokok dari pelayanan farmasi klinik adalah mengatur dan
menyelenggarakan kegiatan farmasi klinik di instalasi farmasi. Kegiatan farmasi
klinik yang diselenggarakan di instalasi farmasi RS PMI Bogor meliputi:
4.9.1 Pengkajian Resep
Pengkajian resep merupakan kegiatan dalam pelayanan kefarmasian yang
dimulai dari seleksi persyaratan administrasi, persyaratan farmasi dan persyaratan
klinis baik untuk pasien rawat jalan dan rawat inap. Tujuan dari pengkajian resep
adalah menjamin pemberian obat yang dapat membahayakan pasien.
Prosedur pengkajian resep yang dilakukan oleh instalasi farmasi RS PMI Bogor
adalah
1. Asisten apoteker yang bertugas sebagai kasir meneliti kelengkapan resep
yang meliputi:
a. Nama, umur, jenis kelamin, dan berat badan pasien
b. Nama dan paraf dokter
c. Tanggal resep
d. Ruangan/poliklinik asal resep
2. Jika ada kekurangan/ketidakjelasan dari data-data tersebut kasir akan
meminta konfirmasi kepada ruangan/poliklinis asal resep tersebut.
3. Apoteker/asisten apoteker memeriksa kesesuaian farmasetik dari resep yang
meliputi:
a. Bentuk dan kekuatan sediaan
b. Dosis dan jumlah obat
c. Stabilitas dan ketersediaan obat
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
49
Universitas Indonesia
d. Aturan, cara, dan teknik penggunaan obat
4. Apoteker kemudian mengkaji resep secara klinis dengan memeriksa:
a. Ketepatan indikasi, dosis, dan waktu penggunaan obat
b. Apakah ada duplikasi pengobatan
c. Adanya alergi atau interaksi obat dengan obat lain, serta efek samping obat
yang paling sering timbul.
d. Kontraindikasi dari obat
e. Efek adiktif dari penggunaan bersama obat lain
5. Jika ada data yang kurang/temuan yang meragukan dari resep
dikonfirmasikan ke dokter.
4.9.2 Dispensing
Dispensing merupakan kegiatan pelayanan yang dimulai dari tahap
validasi, interpretasi, menyiapkan/meracik obat, memberikan label/etiket,
penyerahan obat yang memadai disertai sistem dokumentasi. Tujuan kegiatan ini
adalah memberikan pelayanan yang tertib, cepat, tepat dan efisien.
Prosedur dispensing di RS PMI Bogor adalah
1. Sistem Resep Perorangan
a. Penerimaan resep, asisten apoteker yang bertugas sebagai kasir menerima resep
dan kelengkapannya dari pasien
b. Perhitungan harga resep
c. Penyediaan obat
1) Kasir/asisten apoteker menyerahkan resep kepada asisten apoteker penulis
etiket.
2) Asisten apoteker menulis etiket sesuai dengan ketentuan yang berlaku:
menulis nama pasien, tanggal, nomor resep dan cara pemakaian.
3) Asisten apoteker menyerahkan etiket dan resep kepada juru resep untuk
diambil obat atau alat kesehatannya.
4) Juru resep menyerahkan resep yang sudah diisi obat kepada asisten apoteker
pemeriksa.
5) Pada setiap pekerjaan, petugas membubuhkan paraf.
d. Pemeriksaan dan pengkajian resep
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
50
Universitas Indonesia
Asisten apoteker memeriksa kesesuaian obat/alat kesehatan dengan resep
dokter, nama obat, bentuk sediaan, jumlah obat dan aturan pakainya.
1) Apoteker memeriksa kembali kesesuaian obat/alat kesehatan dengan resep
dokter, serta mengkaji resep secara klinis dengan memeriksa kesesuaian
dosis, indikasi dan waktu penggunaan obat.
2) Jika terdapat kesalahan dalam penyediaan obat, apoteker menginstruksikan
kepada asisten apoteker/juru resep untuk memperbaiki kesalahan
penyediaan obat.
3) Jika terdapat masalah yang berkaitan dengan obat (DRP/ Drug Related
Problem), apoteker menghubungi dokter secara langsung ataupun melalui
telepon.
e. Penyerahan obat
1) Apoteker memanggil pasien berdasarkan nomor urut resep
2) Apoteker memeriksa kesesuaian kuitansi atau no.urut pemanggilan pasien
dengan struk yang tercetak pada resep.
3) Apoteker/asisten apoteker menyerahkan obat/alat kesehatan kepada pasien
disertai pemberian informasi obat yang memadai mengenai indikasi dan
penjelasan aturan pakai obat dan berapa lama obat harus dikonsumsi,
apakah harus dihabiskan, diminum secara rutin atau diminum hingga gejala
sembuh saja.
4) Apoteker menanyakan apakah ada riwayat alergi terhadap obat.
5) Apoteker menjelaskan efek samping obat yang kemungkinan besar terjadi
(jika ada)
6) Apoteker menanyakan apakah ada obat lain yang sedang dikunsumsi untuk
mencegah interaksi obat yang merugikan dan duplikasi obat.
7) Apoteker mencatat nomor telepon pasien untuk memudahkan komunikasi.
8) Untuk pasien jaminan perusahaan/asuransi, pasien diminta menandatangani
struk obat.
9) Apoteker memberi paraf pada bagian penyerahan obat.
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
51
Universitas Indonesia
2. Sistem Dosis Unit
a. Setelah menerima formulir RI-7 dari ruangan, petugas instalasi farmasi harus
memeriksa kelengkapan data yang tercantum pada RI-7 yaitu nama pasien,
umur, ruangan, no.registrasi, no.rekam medis, nama dokter dan paraf dokter.
b. Bila terdapat masalah berkaitan dengan obat (DRP), apoteker
mengkonfirmasikan kepada dokter.
c. Asisten apoteker memberi tanda V pada kolom obat yang akan disiapkan
kemudian menulis etiketnya, untuk pasien askes yang obatnya tidak masuk
DPHO diisi di depo farmasi reguler I dengan memberi tanda *** pada kolom
obat. Juru resep mengambil dan memasukkan obat ke dalam kantong obat.
d. Apoteker/asisten apoteker memeriksa obat yang telah disiapkan, meliputi:
nama obat, kekuatan obat, jumlah obat dan aturan pakai.
e. Setelah diperiksa, asisten apoteker memberi paraf pada bagian atas tanda V
f. Asisten apoteker mencatat nama pasien, nama obat, kekuatan obat, jumlah
obat, no.registrasi pasien, nama dokter dan aturan pakai obat pada buku
ekspedisi. Asisten apoteker membuat kuitansi tagihan rangkap dua, kuitansi
merah ditempel di lembar RI-7 sedangkan kuitansi putih diberikan ke kasir dan
dimasukkan ke billing rumah sakit.
g. Setelah membuat kuitansi, asisten apoteker menuliskan harga tagihan ke buku
ekspedisi.
h. Setelah memasukkan ke billing, asisten apoteker membubuhkan tanda garis
( ) di bawah kuitansi.
i. Obat kemudian diserahkan ke ruang rawat atau dijemput oleh perawat, petugas
yang menerima harus tandatangan pada buku ekspedisi.
j. Kuitansi diserahkan ke bagian keuangan, petugas yang menerima harus
tandatangan pada buku ekspedisi.
k. Bila ada penggantian obat-obat yang diberikan, ditulis disamping obat yang
diminta pada RI-7.
l. RI-7 untuk pasien baru langsung diambil oleh perawat. Instalasi farmasi
langsung menyiapkan obat-obatnya dan menyerahkan kepada perawat.
m. Untuk RI-7 yang diterima oleh instalasi farmasi sebelum jam 10.00, obat
diserahkan ke ruangan paling lambat jam 14.00
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
52
Universitas Indonesia
n. Untuk RI-7 yang diterima oleh instalasi farmasi antara jam 10.00- 12.00, obat
diserahkan paling lambat jam 17.00
4.9.3 Pemantauan dan Pelaporan Efek Samping Obat
Merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap obat yang
merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang digunakan
pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi. Tujuan kegiatan ini
adalah:
a. Menemukan ESO (Efek Samping Obat) sedini mungkin terutama yang berat,
tidak dikenal dan frekuensinya jarang.
b. Menentukan frekuensi dan insiden ESO yang sudah sangat dikenal dan yang
baru saja ditemukan.
c. Mengenal semua faktor yang mungkin dapat menimbulkan atau
mempengaruhi timbulnya ESO atau mempengaruhi angka kejadian dan
hebatnya ESO.
Kegiatan yang dilakukan meliputi:
a. Sub komite farmasi dan terapi memberikan blanko isian MESO ke seluruh
rawat inap yang ada di RS PMI Bogor.
b. Bila perawat menjumpai gejala efek samping obat, maka perawat harus
melaporkan kepada dokter yang merawat pasien tersebut.
c. Dokter akan mengisi blanko MESO
d. Kepala ruang kemudian menyerahkan formulir MESO yang sudah diisi
kepada sub komite farmasi dan terapi.
e. Sub komite farmasi dan terapi membahas laporan MESO tersebut.
f. Sub komite farmasi dan terapi akan melaporkan kejadian MESO tersebut
kepada panitia MESO nasional.
4.9.4 Pelayanan Informasi Obat
Merupakan kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh apoteker untuk
memberikan informasi secara akurat, tidak bias dan terkini kepada dokter,
apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya dan pasien. Tujuan kegiatan ini
adalah:
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
53
Universitas Indonesia
1. Menyediakan informasi tentang obat kepada pasien dan tenaga kesehatan di
lingkungan rumah sakit.
2. Menyediakan informasi untuk membuat kebijakan-kebijakan yang
berhubungan dengan obat, terutama bagi komite farmasi dan terapi
3. Menunjang terapi obat yang rasional
Kegiatan yang dilakukan meliputi:
1. Pada waktu menyerahkan obat kepada pasien, apoteker memberikan informasi
tentang obat meliputi: cara pakai, dosis, penyimpanan, penggunaan, interaksi
obat, efek samping dan obat-obatan yang harus dihabiskan.
2. Apabila ada pertanyaan yang diajukan oleh pasien, perawat, dokter melalui
telepon atau tatap muka:
a. Catat pertanyaan dalam buku informasi dan edukasi
b. Catat jawabannya
c. Jika tidak bisa langsung dijawab, jawaban dicari melalui kepustakan
perusahaan farmasi, dekpes atau sumber informasi lain
d. Jika sudah dapat jawabannya, hubungi penanya
3. Membuat buletin, leaflet dan poster tentang obat.
4. Dalam satu tahun, minimal tiga kali apoteker memberikan penyuluhan kepada
tenaga farmasi di lingkungan instalasi farmasi.
4.9.5 Konseling
Merupakan suatu proses yang sistematik untuk mengidentifikasi dan
merupakan penyelesaian masalah pasien yang berkaitan dengan pengambilan dan
penggunaan obat pasien rawat jalan dan pasien rawat inap. Tujuan konseling
adalah memberikan pemahaman yang benar mengenai obat, tujuan pengobatan,
jadwal pengobatan, cara menggunakan obat, lama penggunaan obat, efek samping
obat, tanda-tanda toksisitas, cara penyimpanan obat.
1. Apoteker memilih pasien yang akan dilakukan konseling sesuai dengan
kriteria yang sudah ditentukan.
2. Konseling dilakukan di ruang konseling yang aman, nyaman, dan bebas
gangguan.
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
54
Universitas Indonesia
3. Konseling dapat dilakukan berdasarkan jenis penyakit pasien, pengobatan dan
kondisi pasien.
4. Apoteker sebagai konselor akan menilai pemahaman pasien mengenai proses
penyakit yang berkaitan dengan pengobatannya dari beberapa pertanyaan,
kemudian memberikan informasi yang akurat dan efektif mengenai obat-obat
yang diberikan pada pasien dan kemungkinan tindakan rehabilitasi, preventif
dan promosi kesehatan, dan terakhir pasien akan dievaluasi pemahamannya
terhadap informasi yang telah diberikan.
4.9.6 Ronde/Visite Pasien
Merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap untuk memantau
penggunaan obat dan masalah-masalah yang berkaitan dengan obat (DRP/ Drug
Related Problem) di ruang rawat inap. Tujuan visite pasien adalah
1. Bekerja sama dengan dokter dan tenaga kesehatan lain untuk mengatasi
masalah yang berkaitan dengan penggunaan obat di ruang perawatan.
2. Menerapkan secara langsung pengetahuan farmakologi terapeutik.
Prosedur ronde/visite pasien yaitu:
1. Apoteker memiliki pasien yang memerlukan pemantauan terapi dengan
melihat lembar pemakaian obat-obatan (RI-7) pasien.
2. Apoteker menelaah medical record pasien untuk mengkaji data-data
pengobatan pasien.
3. Apoteker memperkenalkan diri dan menerangkan tujuan dari kunjungan
tersebut kepada pasien.
4. Untuk pasien baru dirawat, apoteker menanyakan terapi yang terdahulu dan
memperkirakan masalah yang mungkin terjadi
5. Apoteker menerangkan serta memberikan lembar informasi obat-obat yang
digunakan pasien selama terapi di ruang perawatan.
Apoteker membuat catatan permasalahan pasien yang berkaitan dengan
obat dan menuliskan rekomendasi hasil kunjungan di lembar khusus untuk
dimasukkan dalam medical record pasien.
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
55
Universitas Indonesia
4.9.7 Pengkajian Penggunaan Obat
Merupakan program evaluasi penggunaan obat yang terstruktur dan
berkesinambungan untuk menjamin obat-obat yang digunakan sesuai indikasi,
efektif, aman dan terjangkau oleh pasien. Tujuan dari pengkajian penggunaan obat
adalah mendapatkan gambaran pola penggunaan obat di rumah sakit. Pengkajian
penggunaan obat dilakukan oleh mahasiswa farmasi yang sedang melaksanakan
praktek kerja profesi di RS PMI Bogor dengan arahan dari apoteker RS PMI
Bogor.
4.10 Sub Instalasi Pengendalian Mutu
Sub instalasi pengendalian mutu bertujuan mengevaluasi pelayanan
farmasi yang dilakukan oleh instalasi farmasi RS PMI Bogor sehingga dapat
ditemukan rumusan-rumusan masalah yang dapat dicari solusinya demi
pengendalian dan peningkatan mutu pelayanan farmasi. Program evaluasi dan
pengendalian mutu pelayanan instalasi farmasi RS PMI Bogor mencakup
kegiatan:
a. Evaluasi kecepatan pelayanan resep
b. Pertemuan rutin karyawan instalasi farmasi
c. Survey kepuasan pelanggan
4.11 Komite Farmasi dan Terapi RS PMI Bogor
Komite Farmasi dan Terapi merupakan kelompok kerja khusus yang
bertugas membantu komite medis dalam pelaksanaan tugas-tugas klinis bidang
medis dan dibentuk sesuai dengan kebutuhan rumah sakit. Kepengurusannya
ditetapkan dengan surat keputusan Direktur RS PMI Bogor atas usul Ketua
Komite Medis. Keanggotaan komite ini terdiri dari anggota tetap, anggota tidak
tetap, dan anggota luar biasa SMF (Satuan Media Fungsional).
Komposisi komite ini terdiri dari ketua, sekretaris dan anggota. Fungsinya
adalah melaksanakan kebijakan Komite Medik di bidang Farmasi dan Terapi.
Adapun tugas dari Komite Farmasi dan Terapi RS PMI Bogor adalah
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
56
Universitas Indonesia
a. Memberikan rekomendasi kepada direktur RS PMI Bogor melalui Komite
Medis dalam menyusun pola kebijakan di bidang farmasi dan terapi serta
penggunaan obat dan alat kesehatan
b. Memantau dan evaluasi penggunaan obat secara rasional
c. Berperan dalam memecahkan masalah dalam pengelolaan obat dan alat
kesehatan. Komite farmasi dan terapi bertanggungjawab kepada komite medis.
Tujuan umum dari komite farmasi dan terapi RS PMI Bogor adalah
a. Memberikan usulan kebijakan mengenai pemilihan obat, penggunaan obat dan
evaluasinya
b. Melengkapi staf profesional di bidang kesehatan dengan pengetahuan terbaru
yang berhubungan dengan obat dan penggunaan obat sesuai dengan
kebutuhan.
Tujuan khusus dari komite farmasi dan terapi RS PMI Bogor adalah
a. Mengembangkan, merevisi secara berkala Formularium RS PMI Bogor dan
memantau pemakaian obat-obat formularium
b. Mengembangkan dan meninjau kebijakan dan peraturan tentang penggunaan
obat di RS PMI sesuai peraturan tentang penggunaan obat yang berlaku baik
lokal dan nasional.
c. Mengumpulkan dan meninjau laporan efek samping obat, dan kejadian
kesalahan pemberian obat.
d. Menyebarluaskan imu pengetahuan yang berhubungan dengan obat kepada
staf medis dan paramedis.
4.12 Pengelolaan Narkotika
Pengelolaan narkotika di Instalasi Farmasi RS PMI Bogor meliputi
pemesanan, penyimpanan, pelayanan resep, pelaporan dan pemusnahan narkotika.
4.12.1 Pemesanan Narkotika
Rumah sakit hanya dapat memesan narkotika melalui pedagang besar
farmasi (PBF Kimia Farma) dengan menggunakan surat pesanan (SP) yang
ditandatangani oleh apoteker serta dilengkapi dengan nama jelas, Nomor SIK dan
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
57
Universitas Indonesia
stempel narkotika. Satu SP hanya digunakan untuk memesan satu jenis narkotika.
Surat pesanan narkotika dapat dilihat pada lampiran 9.
4.12.2 Penyimpanan Narkotika
Penyimpanan narkotika dilakukan di dalam lemari khusus sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang telah ditetapkan serta ditempatkan di tempat
yang aman dan tidak terlihat oleh umum. Anak kunci lemari khusus narkotika
dipegang oleh asisten apoteker yang dikuasakan. Pencatatan stok obat narkotika
dilakukan setiap hari melalui kontrol kartu stok.
4.12.3 Pelayanan Narkotika
Pelayanan obat narkotika harus menggunakan resep asli dari dokter.
Apabila pasien tidak menebus narkotika seluruhnya maka resep dibuat copy resep
tetapi sisanya hanya bisa ditebus di rumah sakit yang menyimpan resep asli.
Penyerahan obat kepada pasien harus dengan mencantumkan alamat dan nomor
telepon pasien yang jelas.
4.12.4 Pelaporan Narkotika
Rumah sakit wajib menyusun dan mengirimkan laporan bulanan yang
ditandatangani oleh apoteker. Laporan tersebut terdiri dari laporan penggunaan
bahan baku narkotika, laporan penggunaan sediaan jadi narkotika dan laporan
khusus penggunaan morfin, petidin dan derivatnya. Laporan setiap penggunaan
atau pengeluaran narkotika setiap bulan ditujukan kepada Kepala Dinas Kesehatan
Kota Bogor dengan tembusan, Kepala Dinas Kesehatan Propinsi, Kepala Balai
POM Bogor dan instalasi farmasi RS PMI Bogor (sebagai arsip).
4.12.5 Pemusnahan Narkotika
Kepala instalasi farmasi RS PMI Bogor melakukan pemusnahan sesuai
dengan perundang-undangan yang berlaku. Pemusnahan dilakukan untuk
narkotika yang telah kadaluarsa maupun untuk narkotika yang telah rusak. RS
PMI mengajukan surat permohonan untuk pemusnahan yang ditandatangani oleh
apoteker kemudian dikirimkan ke Balai POM Bogor. Sebelum pemusnahan
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
58
Universitas Indonesia
dilakukan, dibuat berita acara pemusnahan narkotika yang ditandatangani oleh
apoteker. Berita acara pemusnahan berisi:
a. Hari, tanggal, bulan dan tahun pemusnahan
b. Nama apoteker
c. Nama seorang saksi dari pemerintah dan seorang saksi lain dari rumah sakit
d. Nama dan jumlah narkotika yang dimusnahkan
e. Cara pemusnahan (dibakar, dihancurkan, dipendam)
Berita acara pemusnahan kemudian dikirimkan kepada kepala dinas
kesehatan kota bogor dengan tembusan; kepala dinas kesehatan propinsi, kepala
balai POM bogor dan instalasi farmasi RS PMI bogor (sebagai arsip).
4.13 Pengelolaan Psikotropika
Pengelolaan psikotropika di instalasi farmasi RS PMI Bogor meliputi
pemesanan, penyimpanan, pelayanan resep, pelaporan dan pemusnahan
psikotropika.
4.13.1 Pemesanan Psikotropika
Pemesanan psikotropika dilakukan dengan menggunakan surat pesanan
psikotropika yang ditandatangani oleh apoteker, dimana setiap satu surat pesanan
dapat digunakan untuk memesan beberapa jenis psikotropika. Contoh surat
pesanan psikotropika dapat dilihat pada lampiran 10.
4.13.2 Penyimpanan Psikotropika
Psikotropika disimpan terpisah dengan obat-obat lain dalam suatu rak atau
lemari khusus yang kuat, diletakkan ditempat yang aman dan tidak terlihat oleh
umum. Lemari tidak boleh digunakan untuk menyimpan barang lain selain
psikotropika, serta kunci lemari tersebut dipegang oleh asisten apoteker yang
dikuasakan. Pemasukan dan pengeluaran psikotropika dicatat dalam kartu stok
psikotropika.
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
59
Universitas Indonesia
4.13.3 Pelayanan Resep Psikotropika
Obat psikotropika dapat diserahkan kepada pasien berdasarkan resep
dokter atau salinan resep dengan terlebih dahulu diskrining kelengkapan resepnya.
Penyerahan obat kepada pasien harus dengan mencantumkan alamat dan nomor
telepon pasien yang jelas.
4.13.4 Pelaporan Psikotropika
Pelaporan psokotropika dilakukan satu bulan sekali dengan ditandatangani
oleh apoteker, ditujukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kesehatan Kota Bogor
dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi setempat, Kepala
Balai POM Bogor serta Instalasi Farmasi RS PMI Bogor (sebagai arsip).
4.13.5 Pemusnahan Psikotropika
Kepala Instalasi Farmasi RS PMI Bogor melakukan pemusnahan sesuai
dengan perundang-undangan yang berlaku. Pemusnahan dilakukan untuk
psikotropika yang telah kadaluarsa maupun untuk psikotropika yang telah rusak.
Sebelum pemusnahan dilakukan, dibuat berita acara pemusnahan psikotropika
yang ditandatangani oleh apoteker. Berita acara pemusnahan kemudian
dikirimkan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kota Bogor dengan tembusan Kepala
Dinas Kesehatan Propinsi, Kepala Balai POM Bogor dan Instalasi Farmasi RS
PMI Bogor (sebagai arsip).
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
60
Universitas Indonesia
BAB 5
PEMBAHASAN
Rumah Sakit Palang Merah Indonesia (RS PMI) Bogor merupakan Rumah
Sakit Umum Swasta tipe B dan berada di bawah Badan Pengawas Palang Merah
Indonesia. RS PMI Bogor dipimpin oleh seorang dokter yang menjabat sebagai
Direktur Rumah Sakit.
RS PMI Bogor memiliki indikator evaluasi efisiensi pelayanan RS berupa
BOR, ALOS, GDR, NDR, BTO, dan TOI. Pada bulan Januari-Juli 2012 tingkat
BOR di RS PMI Bogor masih termasuk ideal yaitu antara 66,84%-76,23%,
sedangkan nilai ALOS antara 3,73-4,28 hari maka dapat dikatakan pasien sembuh
dari penyakitnya dan tidak dirawat lagi dengan penyakit yang sama. Nilai GDR
antara 2,23%-3,64% dan nilai NDR antara 0,83%-1,88%, menunjukan indikasi
pelayanan yang baik. Nilai BTO antara 5,91-6,18 kali, nilai ini sudah lebih tinggi
daripada nilai BTO perbulan. Nilai TOI 1,09-1,66 hari, semakin tinggi nilai TOI,
semakin rendah resiko terjadinya infeksi nosokomial (Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, 2001).
Instalasi Farmasi Rumah Sakit PMI Bogor dipimpin oleh seorang apoteker
yang bertanggung jawab atas semua kegiatan di instalasi farmasi. Dalam
menjalankan tugasnya, apoteker IFRS PMI Bogor dibantu oleh lima orang
apoteker yang bertanggug jawab atas pelaksanaan kegiatan kefarmasian. Kegiatan
kefarmasian tersebut meliputi pelayanan farmasi klinis dan non klinis.
Pengelolaan perbekalan farmasi di Instalasi Rumah Sakit PMI Bogor
menggunakan sistem satu pintu, dimana instalasi farmasi memiliki kewenangan
dalam pengelolaan perbekalan farmasi di rumah sakit. Selain IFRS, ada juga unit
lain yang melakukan pengelolaan perbekalan farmasi yaitu depo ASKES yang
melayani pasien khusus ASKES.
Kegiatan pengelolaan perbekalan farmasi yaitu pemilihan perbekalan
farmasi, perencanaan perbekalan farmasi, pengadaan perbekalan farmasi, produksi
perbekalan farmasi, penerimaan perbekalan farmasi, penyimpanan perbekalan
farmasi dan pendistribusian perbekalan farmasi. Pemilihan perbekalan farmasi
dilakukan pada saat rapat Komite Farmasi dan Terapi yang diadakan setiap dua
60
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
61
Universitas Indonesia
(2) tahun sekali, yaitu penentuan obat-obat yang akan dimasukkan dalam
formularium RS PMI Bogor.
Perencanaan perbekalan farmasi dilakukan oleh masing-masing kepala
gudang, yaitu kepala gudang I yang mengelola perbekalan farmasi berupa obat-
obat dan alat kesehatan yang akan didistribusikan ke depo-depo di RS PMI Bogor
dan kepala gudang II yang mengelola perbekalan farmasi berupa obat, alat
kesehatan, alat diagnostik dan gas medis serta semua peralatan yang diperlukan
untuk ruang rawat, IGD, IBS dan poliklinik. Perencanaan perbekalan farmasi
berdasarkan formularium RS dengan mempertimbangkan pola konsumsi dan
epidemiologi. Perencanaan perbekalan dilakukan dengan menyusun Rencana
Anggaran Belanja selama satu tahun dengan melihat data realisasi tahun
sebelumnya serta mempertimbangkan kemungkinan kenaikan harga tahun ini dan
rencana pengembangan.
Pengadaan perbekalan farmasi oleh gudang farmasi I dilakukan dua (2)
kali seminggu sedangkan pengadaan perbekalan farmasi oleh Gudang II atau
Bidang Pengadaan Logistik dilakukan dua (2) kali dalam sebulan, yaitu setiap
tanggal 25 dan tanggal 10. Kegiatan pengadaan perbekalan farmasi sudah bekerja
sama dengan PBF-PBF tertentu.
Setelah dilakukan pengadaan, proses pengelolaan perbekalan farmasi
selanjutnya adalah penerimaan perbekalan farmasi. Penerimaan dilakukan oleh
masing-masing kepala gudang I dan kepala gudang II. Apabila kepala gudang
sedang tidak berada di tempat, penerimaan perbekalan farmasi dapat dilakukan
oleh petugas gudang. Pada saat barang datang, petugas gudang akan mencocokkan
barang yang datang dan faktur dari PBF dengan surat permintaan (SP).
Kecocokan yang dilihat diantaranya adalah jenis barang yang dipesan, bentuk
sediaan, kekuatan obat, dan jumlah obat. Selain itu juga harus diperiksa kemasan
obat, apakah masih baik atau rusak dan tanggal kadaluarsa obat. Jika obat atau alat
kesehatan tersebut rusak atau memiliki masa kadaluarsa kurang dari satu tahun,
maka barang tersebut di retur, yaitu dengan menulis retur pada faktur PBF
tersebut. Apabila sudah ada kesesuaian antara barang, faktur dengan surat
permintaan, maka faktur kemudian ditandatangani oleh kepala gudang.
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
62
Universitas Indonesia
Barang yang sudah diterima dari PBF kemudian disimpan. Hal yang harus
diperhatikan pertama kali saat akan melakukan penyimpanan perbekalan farmasi
adalah kondisi penyimpanan. Obat-obat yang harus disimpan pada suhu dingin
(2-8o C) dan bisa rusak apabila terlalu lama berada pada suhu diatas suhu dingin,
maka harus segera disimpan dalam lemari pendingin. Obat-obat yang lain
kemudian disimpan pada rak di gudang. Penyimpanan obat dipisahkan
berdasarkan bentuk sediaan dan kemudian disusun berdasarkan alfabetis untuk
memudahkan pencarian barang. Sedangkan untuk obat injeksi, obat juga
dipisahkan antara obat dagang dengan obat generik yang kemudian juga
dipisahkan berdasarkan alfabetis. Penyimpanan obat di depo-depo juga
menggunakan sistem yang sama dengan di gudang yaitu berdasarkan bentuk
sediaan dan secara alfabetis, hal ini untuk memudahkan pencarian obat. Dan
untuk mencegah penggunaan obat yang kadaluarsa, maka penyusunan obat
dilakukan berdasarkan sistem FEFO (First Expire First Out) dan FIFO (First In
First Out).
Dalam penyimpanannya di depo-depo, khusus obat narkotika dan
psikotropika dilengkapi dengan kartu stok, dimana setiap pengambilan obat dalam
proses dispensing, dicatat nomor struk pasien dan jumlah obat narkotika atau
psikotropika yang diambil pada masing-masing kartu stok obat. Hal ini dilakukan
untuk memudahkan penulusuran jika terjadi kehilangan barang. Namun dengan
banyaknya pasien dan obat-obat yang dikelola, untuk obat-obat lainnya, tidak
menggunakan kartu stok tetapi menggunakan sistem komputerisasi saja.
Selain menyimpan obat-obat yang dipesan melalui PBF, Instalasi Farmasi
RS PMI Bogor juga menyimpan obat produksi sendiri. Proses produksi dilakukan
untuk obat-obat tertentu yang nonsteril, seperti Obat Batuk Hitam (OBH),
pengenceran H2O2, borax gliserin, bedak salisil, carbol glicerin, dan natrium
bikarbonat. Sedangkan produksi steril yaitu pelayanan aseptik dispensing, seperti
IV admixture belum dapat dilaksanakan oleh farmasi, dan masih dilakukan oleh
perawat di ruang rawat. Salah satu tujuan rumah sakit melakukan produksi adalah
untuk menghemat biaya pengadaan. Produksi obat-obat di Instalasi Farmasi
dilakukan di ruang produksi depo reguler I. Proses produksi sudah terjadwal
dengan daftar piket asisten apoteker yang memproduksi. Setiap obat yang
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
63
Universitas Indonesia
diproduksi, hendaklah dibuatkan tanggal pembuatannya dan ditinggalkan satu
sampel untuk selalu dipantau sebagai indikator jika obat sudah tidak bisa
digunakan lagi. Sehingga jika hal itu memang terjadi, obat yang diproduksi
tersebut akan ditarik dari seluruh depo.
Pendistribusian perbekalan farmasi yang diterapkan di RS PMI Bogor
adalah sistem desentralisasi, dimana gudang farmasi I mendistribusikan obat-obat
dan perbekalan farmasi lain ke depo-depo RS PMI Bogor. Setiap sore, depo-depo
akan memeriksa setiap obat yang hampir habis dan mencatatanya dalam buku
amprahan. Data-data obat yang dibutuhkan setiap depo tersebut kemudian
diberikan kepada gudang farmasi I. Setiap pagi gudang farmasi I akan
menyediakan perbekalan farmasi yang dibutuhkan masing-masing depo tersebut.
Obat-obat yang sudah disiapkan kemudian akan dihantarkan ke depo-depo setiap
pagi. Sedangkan gudang farmasi II akan melakukan distribusi ke ruang rawat
inap, poliklinik, IGD dan IBS. Pendistribusian juga dilakukan setiap pagi, sekali
seminggu. Dimana setiap ruangan memiliki jadwal tersendiri.
Pendistribusian perbekalan farmasi ke pasien menggunakan sistem resep
perorangan, sistem resep dosis unit dan sistem floor stock. Sistem resep
perorangan dilakukan untuk pasien rawat jalan dan ada juga sebagian dilakukan
pada pasien rawat inap. Sistem resep dosis unit untuk pasien rawat inap akan lebih
menguntungkan pasien karena pasien hanya membayar obat yang mereka gunakan
saja, sedangkan untuk obat yang sudah terlanjut diberikan kepada pasien tetapi
tidak jadi digunakan, dikembalikan atau diretur ke depo dosis unit sehingga dapat
menghemat biaya pengobatan. Selain itu, apoteker juga lebih mudah untuk
mengontrol penggunaan obat pada pasien.
Untuk rumah sakit sendiri, sistem distribusi seperti ini juga
menguntungkan karena rumah sakit mendapatkan income atas biaya jasa
penyediaan obat. Kekurangan dari sistem dosis unit ini adalah dibutuhkannya
banyak tenaga farmasi dalam penyediaan obat. Sistem peresepan dosis unit ini
baru diterapkan pada pasien di ruang rawat inap VVIP, VIP, Kelas I dan Kelas II.
Untuk sistem floor stock, menyediakan semua perbekalan farmasi di ruang rawat
yang mungkin bisa digunakan oleh semua pasien, seperti perban, kain kasa,
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
64
Universitas Indonesia
betadine, paracetamol, dan lain-lain. Tujuan dari sistem floor stock ini adalah
memberikan pelayanan yang cepat kepada pasien.
Pelayanan kefarmasian klinis di instalasi farmasi adalah pengkajian resep,
dispensing, pemantauan dan pelaporan efek samping obat, pelayanan informasi
obat, konseling, ronde/visite pasien dan kajian penggunaan obat. Pengkajian resep
dilakukan oleh apoteker dan asisten apoteker di setiap depo. Pengkajian resep
yang dilakukan dengan melihat kelengkapan administratif, kesesuaian farmasetik
dan pertimbangan klinis. Apabila terdapat nama pasien yang kurang jelas terbaca,
maka kasir atau asisten aspoteker akan menanyakan langsung kepada pasien nama
pasien tersebut, begitu juga dengan umur. Apabila obat yang diresepkan tidak
tersedia di depo-depo, maka apoteker atau asisten apoteker akan menelpon dokter
yang meresepkan untuk mengganti dengan obat lain. Begitu juga apabila terdapat
ketidakrasionalan peresepan obat atau aturan pakai obat yang salah atau tidak
jelas, maka asisten apoteker atau apoteker akan menelpon dokter yang
bersangkutan untuk meminta kejelasan.
Bila semua yang tertulis pada resep sudah benar, maka kemudian
dilakukan dispensing oleh asisten apoteker atau juru racik, dan sering juga
dilakukan oleh apoteker apabila tenaga pendispensing kurang. Dispensing
dilakukan sesuai dengan urutan nomor struk pasien. Peracikan untuk membuat
puyer, untuk semua depo di RS PMI Bogor sudah menggunakan blender untuk
mempercepat dan mempermudah pengerjaan. Tapi kadang ada juga menggunakan
cara manual yaitu menggunakan alu dan lumpang, terutama untuk obat yang
jumlahnya sedikit. Pengemasan obat puyer pun sudah menggunakan kemasan
khusus yang kemudian dapat dipanaskan menggunakan alat pemanas untuk
menutup kemasan tersebut. Cara ini dapat meningkatkan kecepatan pelayanan
resep dan pasien pun tidak perlu waktu yang lama untuk menunggu obat
disiapkan.
Peracikan apabila menggunakan jumlah tablet yang tidak utuh contohnya
7,5 tablet, maka asisten apoteker akan mengambil obat yang akan diracik tersebut
kemudian memotongnya. Sisa potongan akan disimpan untuk digunakan lagi. Hal
ini seharusnya tidak boleh dilakukan karena obat yang sudah dibuka dan dipotong
tersebut dapat mengalami kerusakan, sehingga dapat merugikan pasien lain yang
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
65
Universitas Indonesia
mendapatkan sisa potongan obat. Dari segi ekonomi, pasien memang tidak
dirugikan karena pasien tetap membayar sebanyak jumlah obat yang didapat.
Sebaiknya, pasien tetap membayar dan mendapatkan jumlah utuh tablet yaitu 8
tablet jika penambahan setengah tablet tidak begitu mempengaruhi dosis.
Sehingga tidak ada pihak yang dirugikan terhadap hal ini.
Setelah obat disiapkan, kemudian apoteker yang akan menyerahkan obat
memeriksa lagi kesesuaian jenis obat yang diambil, kekuatan obat, jumlah, aturan
pakai yang tertulis pada etiket dan copy resep apabila ada. Apoteker kemudian
memanggil pasien dan meminta pasien menuliskan nomor telepon yang bisa
dihubungi. Hal ini berguna apabila terjadinya kesalahan obat atau dosis obat yang
diberikan yang diketahui setelah pasien pulang, sehingga mudah untuk
menghubunginya lagi. Setelah pasien menuliskan nomor teleponnya, kemudian
apoteker menjelaskan jenis obat yang akan diberikan kepada pasien, dosis obat,
aturan pakai, efek samping, penyimpanan dan interaksi obat-obat atau obat-
makanan serta hal-hal tertentu yang harus diketahui seperti penggunaan antibiotik
yang harus dihabiskan.
Pelayanan farmasi klinik yang dilakukan di RS PMI Bogor adalah PIO
(Pelayanan Informasi Obat), konseling, ronde/visite pasien, serta monitoring
penggunaan dan efek samping obat. Ruangan PIO di RS PMI Bogor adalah di
Depo Farmasi Reguler I. Disana terdapat perputakaan kecil yang menyimpan
buku-buku referensi. PIO yang baru berjalan di depo-depo RS PMI Bogor adalah
pemberian informasi obat pada saat penyerahan obat kepada apoteker. Sedangkan
PIO berupa pemberian informasi tentang obat kepada dokter, perawat dan pasien
melalui telepon atau tatap muka belum terlaksana. Hal ini disebabkan oleh
kurangnya tenaga apoteker. Pemberian PIO pada saat penyerahan obat kepada
pasien, hendaknya disediakan komputer yang selalu online sehingga apoteker bisa
dengan mudah mencari informasi atau jawaban yang tepat atas pertanyaan pasien.
PIO juga dapat dilakukan dengan membuat brosur, leaflet atau poster untuk
meningkatkan pengetahuan pasien maupun tenaga kesehatan di rumah sakit
tentang obat dan pengobatannya.
Pelayanan farmasi klinik lain yang dilakukan adalah konseling, yang
hanya dilakukan oleh apoteker di depo farmasi reguler II untuk pasien rawat jalan.
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
66
Universitas Indonesia
Salah satu hal yang mendukung proses konseling dapat berjalan di depo ini adalah
tersedianya ruangan khusus konseling. Tetapi hal yang masih menjadi kendala
adalah jumlah apoteker yang sedikit. Penyerahan obat yang juga dilakukan oleh
apoteker menjadi terhambat karena apoteker juga melakukan konseling sehingga
pasien harus menunggu lama untuk mendapatkan obat. Pasien yang akan
dikonseling akan dipanggil pada saat akan penyerahan obat, kemudian diminta
oleh apoteker untuk masuk ke ruangan konseling.
Selain di depo farmasi reguler II, konseling juga dilakukan oleh apoteker
yang dinas di depo dosis unit, yaitu terhadap pasien pulang. Pasien pulang yang
akan dikonseling hanya pasien yang mendapat obat dalam jumlah banyak, pasien
yang mendapatkan obat yang membutuhkan kedisiplinan dalam penggunaan
obatnya dan juga untuk pasien dengan penyakit kronis. Informasi yang diberikan
berupa jenis obat yang diterima pasien, dosis obat, indikasi, aturan pakai,
penyimpanan, efek samping obat-obat yang harus dihabiskan dan hal-hal lain
yang harus diketahui pasien. Pasien akan diberikan juga selembar kertas yang
berisi tentang penjelasan tentang obat-obat yang telah dijelaskan. Hal ini untuk
meningkatkan kepatuhan pasien dalam pengobatan.
Ronde atau visite yang dilakukan apoteker di RS PMI Bogor hanya
terbatas pada pasien yang menerima pelayanan dosis unit dan belum dilakukan
bersama tenaga medis. Visite pasien dilakukan oleh apoteker yang dinas di depo
dosis unit. Visite pasien lebih difokuskan kepada pasien yang mendapatkan obat
dalam jenis yang banyak dan pasien dengan penyakit kronis dan parah. Tujuan
dilakukannya kegiatan ronde ini adalah untuk pemantauan perkembangan pasien
terhadap pengobatan yang diberikan serta pemantauan terhadap ada atau tidaknya
DRP selama pasien menjalani pengobatan.
Monitoring terhadap medication error dilakukan dengan melakukan
pencatatan apabila apoteker menemukan adanya error tersebut pada masing-
masing depo. Beberapa medication error yang dicatat seperti kesalahan
pemberian obat, kesalahan pemberian jumlah obat, salah pasien, ketidaksesuaian
dosis, alergi obat, kesalahan dalam pemberian harga obat dan kesalahan pada saat
penyerahan. Jumlah kesalahan yang terjadi akan dijumlahkan setiap bulannya
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
67
Universitas Indonesia
untuk dilaporkan kepada kepala instalasi farmasi kemudian dievaluasi untuk
perbaikan di masa mendatang.
Instalasi Farmasi juga berperan dalam Komite Farmasi dan Terapi (KFT).
Kepala Instalasi Farmasi menduduki jabatan sekretaris KFT. Dalam KFT, dibahas
tentang pengelolaan perbekalan kesehatan, pemilihan terapi yang akan diberikan
untuk penyakit tertentu, pembuatan formularium, pemantauan penggunaan obat
dan efek samping obat. Dalam hal pemantauan efek samping penggunaan obat
(MESO), KFT memberikan lembaran MESO ke seluruh rawat inap dan perawat
yang mengetahui adanya efek samping obat yang muncul pada pasien, harus
melaporkannya ke dokter yang merawat pasien tersebut dan mengisi blangko
MESO tersebut. Kepala ruang rawat akan menyerahkan laporan MESO tersebut
ke KFT dan kemudian dibahas.
Dalam kegiatannya, suatu rumah sakit akan menghasilkan limbah. Ada
dua tipe limbah di rumah sakit yaitu medis atau infeksius dan nonmedis atau
noninfeksius. Pengolahan limbah dilakukan oleh Seksi Kesehatan Lingkungan.
Untuk mengolah limbah cair, RS PMI Bogor memiliki IPAL (Instalasi
Pengolahan Air Limbah). Hasil olahan air limbahnya dilakukan uji laboratorium
setiap bulan ke BPLHD (Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah).
Limbah padat terbagi atas limbah non medis, medis dan sitostatika.
Limbah padat non medis dimasukkan dalam kantong plastik hitam dan
selanjutnya dibuang ke tempat pembuangan terakhir dan selanjutnya diangkut
oleh pihak DLHK (Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan).
Limbah medis atau infeksius dikumpul dalam kantong plastik kuning dan
penanganannya dilakukan oleh pihak ketiga, yaitu PT. Wastec Internasional.
Setelah serah terima antara PT. Wastec Internasional dengan Unit Kesehatan
Lingkungan, semua limbah medis tersebut menjadi tanggung jawab PT. Wastec
Internasional. RS PMI Bogor memilih untuk bekerja sama dengan pihak ketiga
dalam pengolahan limbah ini adalah karena alat insenerator RS PMI sudah rusak
dan butuh biaya besar untuk pengadaannya lagi, kemudian hasil proses insenerator
tersebut akhirnya akan menghasilkan limbah lagi, apabila pengolahan limbah
dilakukan oleh RS PMI sendiri, limbah hasil insenerator akan memberikan
dampak buruk bagi kesehatan lingkungan RS PMI Bogor.
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
68
Universitas Indonesia
Rumah Sakit PMI Bogor juga memiliki unit CSSD (central sterile supply
departement). Secara struktural, CSSD berada di bawah instalasi bedah sentral
(IBS). CSSD memenuhi kebutuhan sterilisasi ruang bedah dan ruang perawatan.
CSSD berada dekat dengan ruang bedah, sehingga memudahkan proses sterilisasi
dari alat dan bahan ruang bedah menjadi lebih cepat.
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
69
Universitas Indonesia
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
6.1.1 Apoteker memiliki peran dan tanggung jawab penting di rumah sakit,
yaitu dalam hal manajemen pengelolaan perbekalan farmasi dan pelayanan
farmasi klinis.
6.1.2 Dalam hal manajemen pengelolaan perbekalan farmasi, apoteker dapat
memberikan usulan mengenai perencanaan perbekalan farmasi yang harus
ada di rumah sakit dan menjamin agar pengadaan perbekalan farmasi tetap
lancar sehingga tidak ada kekosongan perbekalan farmasi.
6.1.3 Dalam hal pelayanan farmasi klinis, apoteker memantau ketepatan obat,
dosi obat, dan lama penggunaan. Apoteker juga memberikan informasi
penting terkait penggunaan obat serta pelaksanaan konseling untuk pasien
tertentu.
6.1.4 Kendala apoteker di rumah sakit dalam hal pelayanan farmasi klinis adalah
belum adanya kepercayaan dari tenaga kesehatan lain terhadap kompetensi
apoteker, dan sedikitnya tenaga apoteker menyebabkan sulitnya
pelaksanaan pelayanan farmasi klinis.
6.2 Saran
6.2.1 Pelaksanaan konseling perlu ditingkatkan, tidak hanya di depo Farmasi
Reguler II, tetapi juga di semua depo.
6.2.2 Memberikan bimbingan dan pemahaman kepada para asisten apoteker
tentang pentingnya pelaksanaan pelayanan farmasi klinis sehingga dapat
mendukung setiap kegiatan yang dilakukan oleh apoteker.
6.2.3 Calon apoteker perlu dilibatkan langsung dalam kegiatan farmasi klinik
seperti konseling, ronde dan pemberian informasi obat kepada pasien,
dengan dibimbing langsung oleh apoteker.
6.2.4 Perlu diterapkannya dispensing aseptik oleh apoteker atau tenaga farmasi
69
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
70
Universitas Indonesia
DAFTAR ACUAN
Bidang Perencanaan dan Rekam Medis RS PMI Bogor. (2012). Data Utilitas
Rawat Inap. Bogor: RS PMI Bogor
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2001). Buku Statistik Rumah Sakit
Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2004a). Keputusan Menteri
Kesehatan RI Nomor 1197/MENKES/SK/X/2004 tentang Standar
Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit. Jakarta : Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2004b). Keputusaan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1204/MENKES/SK/X/2004 tentang
Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit. Jakarta : Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2005). Kebijakan Obat Nasional.
Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2010). Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 340/MENKES/Per/III/2010 tentang
Klasifikasi Rumah Sakit. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.
RS PMI Bogor. (2011a). Profil RS PMI Bogor. Bogor: RS PMI Bogor
RS PMI Bogor. (2011b). Pedomaan Pelayanan Instalasi RS PMI Bogor Tahun
2011. Bogor: RS PMI Bogor
RS PMI Bogor. (2010). Profil Seksi Kesehatan Lingkungan dan Pertamanan.
Bogor: RS PMI Bogor
Siregar, Charles J.P. (2004). Farmasi Rumah Sakit: Teori&Penerapan. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Jakarta.
Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit. Jakarta
70
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
LAMPIRAN
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
71
Lampiran I. Struktur organisasi dan tata laksana RS PMI Bogor
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
72
Lampiran 2. Struktur organisasi instalasi farmasi rumah sakit PMI Bogor [Sumber: RS PMI Bogor, 2011]
WAKIL DIREKTUR
BIDANG PELAYANAN
MEDIK DAN
KEPERAWATAN
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
73
Lampiran 3. Denah depo farmasi reguler 1 RS PMI Bogor [Sumber: RS PMI
Bogor, 2011]
L1
RUANG KA.
INSTALASI FARMASI
RUANG SHOLAT
RUANG PERPUSTAKAAN
RUANG ADMINISTASI
RUANG ARSIP
RUANG
PRODUKSI
GUDANG FARMASI I
RUANG RACIK
RUANG
PELAYANAN
KM
ruang
PIO
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
74
Lampiran 4. Denah depo farmasi reguler II [Sumber: RS PMI Bogor, 2011]
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
75
Lampiran 5. Denah depo farmasi afiat [Sumber: RS PMI Bogor, 2011]
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
76
Lampiran 6. Denah depo farmasi dosis unit [Sumber: RS PMI Bogor, 2011]
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
77
Lampiran 7. Form resep RI-7
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
78
Lampiran 8. Kartu gudang
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
79
Lampiran 9. Surat pesanan narkotika
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
80
Lampiran 10. Surat pesanan psikotropika
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
81
Lampiran 11. Alur pengelolaan sampah non medis [Sumber: RS PMI Bogor, 2011
81
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
82
Lampiran 12. Alur pengelolaan sampah medis [Sumber: RS PMI Bogor, 2011]
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
83
Lampiran 13. Bagan alir penanganan limbah [Sumber: RS PMI Bogor, 2011]
83
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
UNIVERSITAS INDONESIA
TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
DI INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT PALANG MERAH
INDONESIA BOGOR
PERIODE 3 JULI – 25 AGUSTUS 2012
PERSENTASE OBAT GENERIK DAN ANTIBIOTIK YANG
DILAYANI DEPO AFIAT DAN DEPO DOSIS UNIT RS PMI
BOGOR
MUTIARA HILMA, S.Farm
1106153391
ANGKATAN LXXV
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
DESEMBER 2012
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
DAFTAR ISI ii
DAFTAR TABEL iii
DAFTAR LAMPIRAN iv
1. PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Tujuan 2
2. TINJAUAN PUSTAKA 3
2.1 Obat 3
2.2 Kebijakan Obat Nasional 3
2.3 Perbedaan Obat Generik dan Obat Paten 4
2.4 Obat Generik 5
2.5 Antibiotik 7
3. METODE PENELITIAN 12
3.1 Pengambilan Data 12
3.2 Pengolahan Data 12
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 13
4.1 Hasil 13
4.2 Pembahasan 14
5. KESIMPULAN DAN SARAN 18
DAFTAR ACUAN 19
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
iii
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Jumlah dan Persentase Obat Generik yang Dilayani Depo Afiat
Bulan Juli 2012 13
Tabel 4.2 Jumlah dan Persentase Antibiotik yang Dilayani Depo Afiat
Bulan Juli 2012 13
Tabel 4.3 Golongan Antibiotik yang Banyak Dilayani Depo Afiat Bulan
Juli 2012 13
Tabel 4.4 Jumlah dan Persentase Obat Generik yang Dilayani Depo Dosis
Unit Bulan Juli 2012 13
Tabel 4.5 Jumlah dan Persentase Antibiotik yang Dilayani Depo Dosis
Unit Bulan Juli 2012 14
Tabel 4.6 Golongan Antibiotik yang Banyak Dilayani Depo Dosis Unit
Bulan Juli 2012 14
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
iv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Sepuluh (10) Golongan Antibiotik yang Banyak Dilayani
Depo Dosis Unit Bulan Juli 2012 21
Lampiran 2. Sepuluh (10) Golongan Antibiotik yang Banyak Dilayani
Depo Afiat Bulan Juli 2012 24
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
1
Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan, bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang
optimal bagi masyarakat. Upaya kesehatan diselenggarakan dengan pendekatan
pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit
(preventif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan
(rehabilitatif) (Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2006).
Obat adalah salah satu unsur yang penting dalam upaya kesehatan.
Sebagai produk dari industri farmasi, obat dengan sendirinya tidak lepas dari
aspek ekonomi. Obat merupakan salah satu komponen biaya terbesar dalam
pelayanan kesehatan. Tingginya biaya obat menjadi salah satu permasalahan
dalam pelaksanaan upaya kesehatan di Indonesia. Keterjangkauan obat oleh
masyarakat dapat dicapai melalui pemanfaatan obat generik (Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, 2006). Untuk itu, Pemerintah memberlakukan
kebijakan mengenai penggunaan obat generik.
Diantara kebijakan pemerintah tersebut adalah dengan dikeluarkannya
Keputusan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
HK.02.02/MENKES/068/2010 tentang Ketetapan Kewajiban Menggunakan
Obat Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah dan kebijakan dalam
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 tahun 2009 tentang
Pekerjaan Kefarmasian pasal 24 ayat b bahwa apoteker dapat mengganti obat
merek dagang dengan obat generik yang sama komponen aktifnya atau obat
merek dagang lain atas persetujuan dokter dan/atau pasien.
Sejak tahun 1989, Pemerintah juga telah menggulirkan kebijakan Obat
Generik Berlogo melalui SK Menkes No 085/Menkes/Per/I/1989 agar
masyarakat mendapatkan obat yang bermutu, aman dan efektif dengan harga yang
terjangkau dan tercukupi jenis maupun jumlahnya (Yusuf, 2012). Kebijakan-
kebijakan yang telah dikeluarkan pemerintah tersebut menunjukkan bahwa
pemerintah benar-benar menggalakkan penggunaan obat generik di semua sektor
pelayanan kesehatan terutama pada sektor pemerintahan.
1
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
2
Universitas Indonesia
Selain bermanfaat dalam pelaksanaan upaya kesehatan, obat juga dapat
merugikan kesehatan bila tidak memenuhi persyaratan atau bila digunakan secara
tidak tepat atau disalahgunakan (Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
2006). Praktek farmasi dalam suatu rumah sakit memiliki tanggung jawab besar,
salah satunya terhadap keamanan dan ketepatan penggunaan obat (Siregar, 2003).
Antibiotik adalah salah satu golongan obat yang sering digunakan secara
tidak rasional. Penggunaan antibiotik sembarangan, baik pemilihan antibiotik
yang tidak tepat maupun intensitas penggunaan antibiotik yang relatif tinggi
menimbulkan berbagai permasalahan dan merupakan ancaman global bagi
kesehatan terutama resistensi bakteri terhadap antibiotik. Sekitar 40-62%
antibiotik digunakan secara tidak tepat, antara lain untuk penyakit-penyakit yang
sebenarnya tidak memerlukan antibiotik. Pada penelitian kualitas penggunaan
antibiotik di berbagai bagian rumah sakit ditemukan 30% sampai dengan 80%
tidak didasarkan pada indikasi (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,
2011).
Salah satu upaya pemerintah dalam mewujudkan penggunaan antibiotik
yang rasional adalah dengan dibuatnya Pedoman Umum Penggunaan Antibiotik
dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
2406/MENKES/PER/XII/2011. Pedoman Umum Penggunaan Antibiotik ini
diharapkan dapat digunakan sebagai acuan dalam menyusun kebijakan antibiotik
di fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah maupun swasta dan mengoptimalkan
penggunaannya sehingga dapat meningkatkan kerasionalan penggunaan antibiotik
(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2011). Selain itu, evaluasi
penggunaan obat khususnya antibiotik merupakan salah satu bentuk tanggung
jawab farmasis di lingkungan rumah sakit dalam rangka mempromosikan
penggunaan antibiotik yang rasional.
1.2 Tujuan
Untuk mengetahui persentase obat generik dan persentase obat antibiotik
yang dilayani depo Afiat dan depo Dosis Unit serta golongan antibiotik yang
banyak dikeluarkan melalui depo Afiat dan depo Dosis Unit RS PMI Bogor pada
Bulan Juli 2012
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
3
Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Obat
Obat merupakan sediaan atau paduan bahan-bahan yang siap digunakan
untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistim fisiologi atau keadaan patologi
dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan,
peningkatan, kesehatan dan kontrasepsi (Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, 2006). Definisi lain dari obat adalah substansi yang membawa
perubahan pada fungsi biologis melalui aksi kimianya (Katzung, 2007).
2.2 Kebijakan Obat Nasional (Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
2006)
Akses terhadap obat, terutama obat esensial merupakan salah satu hak
asasi manusia. Dengan demikian penyediaannya merupakan kewajiban bagi
pemerintah dan institusi pelayanan kesehatan baik publik maupun swasta.
Departemen Kesehatan RI mendefinisikan obat esensial sebagai obat yang terpilih
yang paling dibutuhkan untuk pelayanan kesehatan, mencakup upaya diagnosis,
profilaksi, terapi, dan rehabilitasi, yang harus selalu tersedia pada unit pelayanan
kesehatan sesuai dengan fungsi dan tingkatnya.
Akses masyarakat terhadap obat esensial dipengaruhi oleh empat faktor
utama, yaitu penggunaan obat yang rasional; harga yang terjangkau; pendanaan
yang berkelanjutan; dan sistem kesehatan beserta sistem suplai obat yang dapat
diandalkan. Obat berbeda dengan komoditas perdagangan lainnya, karena terdapat
ketidak seimbangan atau asimetri informasi diantara pihak-pihak yang terkait
mengenai kualitas, keamanan penggunaan, khasiat, nilai rupiah dan ketepatan
penggunaan yang spesifik untuk setiap obat.
Dalam hal kerasionalan pengobatan, pasien menerima obat yang sesuai
dengan kebutuhan klinisnya, dalam dosis yang sesuai dengan kebutuhan
individualnya, untuk jangka waktu pengobatan yang memadai dengan biaya yang
serendah mungkin bagi setiap individu dan bagi masyarakat banyak.
Ketidakrasionalan penggunaan obat yang sering terjadi adalah polifarmasi,
3
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
4
Universitas Indonesia
penggunaan antimikroba yang tidak tepat, penggunaan injeksi secara berlebihan,
penulisan resep yang tidak sesuai dengan pedoman klinis, pengobatan sendiri
secara tidak tepat (umumnya menyangkut obat yang harus dengan resep dokter).
Untuk mengatasi hal-hal tersebut, perlu adanya campur tangan pemerintah
sehingga konsumen atau pasien tidak dirugikan. Salah satu upaya pemerintah
adalah dengan adanya Kebijakan Obat Nasional (KONAS).
KONAS merupakan dokumen resmi yang berisi pernyataan komitmen
semua pihak baik pusat, propinsi, kabupaten-kota yang menetapkan tujuan dan
sasaran nasional di bidang obat beserta prioritasnya, untuk menggariskan strategi
dan peran berbagai pihak dalam penerapan komponen-komponen pokok kebijakan
untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan.
Tujuan umum dari KONAS adalah untuk menjamin:
1. Ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan obat esensial;
2. Terjaminnya kualitas, keamanan, dan khasiat semua obat yang beredar dan
masyarakat terlindung dari salah penggunaan dan penyalahgunaan obat;
3. Penggunaan obat yang rasional.
2.3 Perbedaan Obat Generik dan Obat Paten
Obat dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu obat paten dan obat generik.
Obat paten adalah obat yang baru ditemukan dan memiliki waktu paten tertentu
tergantung jenis obatnya. Menurut UU No. 14 Tahun 2001 tentang Paten, masa
berlaku paten di Indonesia adalah 20 tahun. Perusahaan farmasi yang memiliki
hak paten tersebut dapat memproduksi obat itu secara eksklusif hingga masa
patennya habis dan kemudian obat tersebut berganti menjadi golongan obat
generik (Obat generik, 2011).
Obat generik adalah obat dengan nama International Nonpropieritary
Names (INN) yang ditetapkan dalam Farmakope Indonesia atau buku standar
lainnya untuk zat berkhasiat yang dikandungnya (Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia, 2010a). Obat generik memiliki harga yang lebih murah
dibandingkan obat paten karena tidak ada biaya penelitian yang dibebankan
kepada harga jual sedangkan pada harga obat paten terdapat biaya penelitian
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
5
Universitas Indonesia
antara lain uji pra klinik in vitro dan in vivo, uji pada hewan coba, maupun uji
klinik dan promosi obat tersebut (Obat generik, 2011).
2.4 Obat Generik
2.4.1 Pengenalan Umum
Obat generik ada dua jenis, yaitu Obat Generik Berlogo (OGB) dan obat
generik bermerek (branded generic). Obat generik berlogo adalah obat yang
umumnya disebut obat generik saja sedangkan obat generik bermerek atau
bernama dagang merupakan obat generik dengan nama dagang yang
menggunakan nama milik produsen obat yang bersangkutan (Obat generik, 2012).
Obat generik bermerek memiliki harga jual yang lebih mahal karena harganya
ditentukan oleh kebijakan perusahaan farmasi tersebut sedangkan obat generik
berlogo telah ditetapkan harganya oleh pemerintah agar lebih mudah dijangkau
masyarakat (Obat generik, 2011).
Kualitas obat generik tidak kalah dengan obat bermerek lainnya. Hal ini
dikarenakan obat generik juga mengikuti persyaratan dalam Cara Pembutan Obat
yang Baik (CPOB) yang dikeluarkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan
Republik Indonesia (BPOM RI). Selain itu, obat generik juga harus lulus uji
bioavailabilitas/bioekivalensi (BA/BE). Uji ini dilakukan untuk menjaga mutu
obat generik. Perbedaan antara obat bermerek dan obat generik hanya terdapat
pada tampilan obat yang lebih menawan dan kemasan yang lebih bagus sehingga
terasa lebih istimewa (Obat generik, 2011).
2.4.2 Kebijakan Obat Generik
Untuk menunjang upaya kesehatan, terutama yang diselenggarakan oleh
pemerintah, telah ditetapkan kebijakan obat generik yang mencakup 499 jenis
obat. Untuk dapat tercapainya penggunaan obat generik yang lebih besar, ada
beberapa kebijakan-kebijakan terkait obat generik yang ditetapkan oleh
pemerintah, diantaranya adalah (Badan POM Republik Indonesia, 2008):
1. Produksi obat generik dengan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB).
Produksi dilakukan oleh produsen yang memenuhi syarat CPOB dan
disesuaikan dengan kebutuhan akan obat generik dalam pelayanan kesehatan.
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
6
Universitas Indonesia
2. Pengendalian mutu obat generik secara ketat
3. Distribusi dan penyediaan obat generik di unit-unit pelayanan kesehatan sesuai
cara Distribusi Obat yang Baik. Dalam Keputusan Menteri Kesehatan,
terutama fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah, wajib menyediakan obat
generik untuk pasien rawat jalan dan rawat inap (Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia, 2010c).
4. Peresepan berdasarkan nama generik, bukan nama dagang
5. Penggantian (substitusi) dengan obat generik diusulkan diberlakukan di unit-
unit pelayanan kesehatan. Hal ini terdapat dalam peraturan pemerintah no.51
tahun 2009 tentang pekerjaan kefarmasian.
6. Informasi dan komunikasi mengenai obat generik bagi dokter dan masyarakat
luas secara berkesinambungan.
7. Pemantauan dan evaluasi berkala terhadap penggunaan obat generik.
Pemantauan oleh IFRS di Rumah Sakit Pemerintahan. Hasil pemantauan
dilaporkan kepada kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota (Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia, 2010c).
Dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
HK.03.01//Menkes/146/I/2010 tentang Harga Obat Generik, dijelaskan bahwa
Apotek, Rumah Sakit dan Sarana Pelayanan Kesehatan lain yang melayani
penyerahan obat generik harus menggunakan HET (harga eceran tertinggi)
sebagai harga patokan tertinggi (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,
2010b).
2.4.3 Hambatan Masyarakat Terhadap Obat Generik
Penggunaan obat generik oleh masyarakat masih memiliki banyak
hambatan, baik dari masyarakatnya sendiri maupun dari dokter yang meresepkan
dan pemerintah. Beberapa hambatan tersebut diantaranya adalah (Dwiprahasto,
2010):
1. Kurangnya informasi tentang obat generik oleh masyarakat, salah satunya
disebabkan oleh kurang konsistennya pemerintah dalam menerapkan kebijakan
obat generik.
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
7
Universitas Indonesia
Contoh tidak konsistennya pemerintah adalah pada setiap pergantian kabinet
isu generik biasanya hanya terdengar sehari dua hari dan setelah itu mati.
Berbagai kebijakan yang dituangkan dalam Surat Keputusan Menteri
Kesehatan seolah-olah tidak berdaya ketika berhadapan dengan realita di
lapangan.
2. Keinginan dari masyarakat sendiri untuk diresepkan obat merek dagang.
3. Medical representative yang selalu mempromosikan obat generik bermerek
(branded generic) dari perusahaan farmasi kepada para dokter.
4. Banyaknya dokter yang masih meresepkan obat merek dagang.
Hal ini salah satunya disebabkan oleh promosi obat dari Medical
representative.
2.5 Antibiotik
2.5.1 Pengertian
Antibiotik adalah substansi yang diproduksi oleh suatu mikroorganisme
atau substansi yang mirip yang keseluruhan atau sebagiannya diproduksi melalui
sintesis kimia, yang dalam konsentrasi rendah menghambat pertumbuhan
mikroorganisme lain (Hugo & Russell, 1998).
Intensitas penggunaan antibiotik yang relatif tinggi menimbulkan berbagai
permasalahan dan merupakan ancaman global bagi kesehatan terutama resistensi
bakteri terhadap antibiotik. Selain berdampak pada morbiditas dan mortalitas,
juga memberi dampak negatif terhadap ekonomi dan sosial yang sangat tinggi.
Pada awalnya resistensi terjadi di tingkat rumah sakit, tetapi lambat laun juga
berkembang di lingkungan masyarakat, khususnya Streptococcus pneumoniae
(SP), Staphylococcus aureus, dan Escherichia coli (Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia, 2011).
2.5.2 Klasifikasi
Penggolongan antibiotik berdasarkan mekanisme kerja (Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia, 2011; Schmitz, Lepper and Heidrich, 2009):
1. Obat yang Menghambat Sintesis atau Merusak Dinding Sel Bakteri
a. Antibiotik Beta-Laktam
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
8
Universitas Indonesia
Antibiotik beta-laktam mengganggu sintesis dinding sel bakteri, dengan
menghambat langkah terakhir dalam sintesis peptidoglikan, yaitu
heteropolimer yang memberikan stabilitas mekanik pada dinding sel bakteri.
1) Penisilin
Antibiotik yang tergolong penisilin adalah Penisilin G, Penisilin V,
Metisilin, Nafsilin, Oksasilin, Kloksasilin, Dikloksasilin, Ampisilin,
Amoksisilin, Karbenisilin, Tikarsilin, Mezlosilin, Azlosilin, dan
Piperasilin.
2) Sefalosforin
Antibiotik yang tergolong sefalosporin adalah:
Generasi I : Sefaleksin, Sefalotin, Sefazolin, Sefradin, Sefadroksil
Generasi II : Sefaklor, Sefamandol, Sefuroksim, Sefoksitin, Sefotetan,
Sefmetazol, Sefprozil.
Generasi III : Sefotaksim, Seftriakson, Seftazidim, Sefiksim,
Sefoperazon, Seftizoksim, Sefpodoksim, Moksalaktam.
Generasi IV : Sefepim dan sefpirom
3) Monobaktam (beta-laktam monosiklik), contoh : Aztreonam.
4) Karbapenem, contoh: Imipenem, Meropenem dan Doripenem.
5) Inhibitor beta-laktamase, contoh: Asam Klavulanat, Sulbaktam, dan
Tazobaktam.
b. Basitrasin
Basitrasin adalah kelompok yang terdiri dari antibiotik polipeptida, yang
utama adalah basitrasin A. Basitrasin tersedia dalam bentuk salep mata dan
kulit, serta bedak untuk topikal. Basitrasin jarang menyebabkan
hipersensitivitas. Pada beberapa sediaan, sering dikombinasi dengan neomisin
dan/atau polimiksin.
c . Vankomisin
d. Fosfomisin
2. Obat yang Memodifikasi atau Menghambat Sintesis Protein
Obat antibiotik yang termasuk golongan ini adalah
a. Aminoglikosida
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
9
Universitas Indonesia
Contoh obat: Streptomisin, Neomisin, Kanamisin, Gentamisin, Tobramisin,
Amikasin dan Netilmisin.
b. Tetrasiklin
Antibiotik yang termasuk ke dalam golongan ini adalah Tetrasiklin,
Doksisiklin, Oksitetrasiklin, Minosiklin, dan Klortetrasiklin.
c. Kloramfenikol
d. Makrolida (Eritromisin, Azitromisin, Klaritromisin, Roksitromisin).
e. Klindamisin
f. Mupirosin
g. Spektinomisin
3. Obat Antimetabolit yang Menghambat Enzim - Enzim Esensial dalam
Metabolisme Folat.
a. Sulfonamid dan Trimetoprim
4. Obat yang Mempengaruhi Sintesis atau Metabolisme Asam Nukleat
a. Kuinolon
1) Asam nalidiksat
2) Fluorokuinolon
Golongan fluorokuinolon meliputi Norfloksasin, Siprofloksasin,
Ofloksasin, Moksifloksasin, Pefloksasin, Levofloksasin, dan lain-lain.
b. Nitrofuran
Nitrofuran meliputi Nitrofurantoin, Furazolidin, dan Nitrofurazon.
5. Obat yang Mempengaruhi Membran Sitoplasma
Berdasarkan pada struktur amphifilnya, obat ini dapat terhimpun di
membran sel dan mengganggu pertukaran zat (seperti: asam-asam amino, derivat
purin dan pirimidin) karena peningkatan permeabilitas sehingga mengakibatkan
arus keluar dari zat-zat tersebut secara masif. Hilangnya unsur esensial ini
mengakibatkan terhentinya reaksi-reaksi biosintetik dan pada akhirnya kematian
sel. Antibiotik yang memiliki mekanisme kerja seperti ini adalah:
a. Polimiksin
b. Gramisidin
c. Nistatin
d. Amfoterisin B
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
10
Universitas Indonesia
Faktor-Faktor yang harus dipertimbangkan pada penggunaan antibiotik
adalah (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2011):
1. Resistensi mikroorganisme terhadap antibiotik
Resistensi adalah kemampuan bakteri untuk menetralisir dan melemahkan
daya kerja antibiotik. Satuan resistensi dinyatakan dalam satuan KHM (Kadar
Hambat Minimal) atau Minimum Inhibitory Concentration (MIC) yaitu kadar
terendah antibiotik (µg/mL) yang mampu menghambat tumbuh dan
berkembangnya bakteri. Peningkatan nilai KHM menggambarkan tahap awal
menuju resisten.
2. Faktor Farmakokinetik dan Farmakodinamik
Pemahaman mengenai sifat farmakokinetik dan farmakodinamik antibiotik
sangat diperlukan untuk menetapkan jenis dan dosis antibiotik secara tepat. Agar
dapat menunjukkan aktivitasnya sebagai bakterisida ataupun bakteriostatik,
antibiotik harus memiliki beberapa sifat berikut ini :
a. Aktivitas mikrobiologi. Antibiotik harus terikat pada tempat ikatan spesifiknya
(misalnya ribosom atau ikatan penisilin pada protein).
b. Kadar antibiotik pada tempat infeksi harus cukup tinggi. Semakin tinggi kadar
antibiotik semakin banyak tempat ikatannya pada sel bakteri.
c. Antibiotik harus tetap berada pada tempat ikatannya untuk waktu yang cukup
memadai agar diperoleh efek yang adekuat.
d. Kadar hambat minimal. Kadar ini menggambarkan jumlah minimal obat yang
diperlukan untuk menghambat pertumbuhan bakteri.
Secara umum terdapat dua kelompok antibiotik berdasarkan sifat
farmakokinetikanya, yaitu;
a. Time dependent killing. Lamanya antibiotik berada dalam darah dalam kadar
diatas KHM sangat penting untuk memperkirakan outcome klinik ataupun
kesembuhan. Pada kelompok ini kadar antibiotik dalam darah diatas KHM
paling tidak selama 50% interval dosis. Contoh antibiotik yang tergolong time
dependent killing antara lain penisilin, sefalosporin, dan makrolida).
b. Concentration dependent. Semakin tinggi kadar antibiotika dalam darah
melampaui KHM maka semakin tinggi pula daya bunuhnya terhadap bakteri.
Untuk kelompok ini diperlukan rasio kadar/KHM sekitar 10.
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
11
Universitas Indonesia
Ini mengandung arti bahwa rejimen dosis yang dipilih haruslah memiliki kadar
dalam serum atau jaringan 10 kali lebih tinggi dari KHM. Jika gagal mencapai
kadar ini di tempat infeksi atau jaringan akan mengakibatkan kegagalan terapi.
Situasi inilah yang selanjutnya menjadi salah satu penyebab timbulnya
resistensi.
3. Faktor Interaksi Obat dan Efek Samping Obat
Pemberian antibiotik secara bersamaan dengan antibiotik lain, obat lain
atau makanan dapat menimbulkan efek yang tidak diharapkan. Efek dari interaksi
yang dapat terjadi cukup beragam mulai dari yang ringan seperti penurunan
absorpsi obat atau penundaan absorpsi hingga meningkatkan efek toksik obat
lainnya. Sebagai contoh pemberian siprofloksasin bersama dengan teofilin dapat
meningkatkan kadar teofilin dan dapat berisiko terjadinya henti jantung atau
kerusakan otak permanen. Demikian juga pemberian doksisiklin bersama dengan
digoksin akan meningkatkan efek toksik dari digoksin yang bisa fatal bagi pasien.
4. Faktor Biaya
Peresepan antibiotik yang mahal, dengan harga di luar batas kemampuan
keuangan pasien akan berdampak pada tidak terbelinya antibiotik oleh pasien,
sehingga mengakibatkan terjadinya kegagalan terapi.
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
12
Universitas Indonesia
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Pengambilan Data
Data diambil secara retrospektif pada Bulan Juli 2012. Data-data obat
yang diambil dari depo Afiat adalah dari rekapan resep Bulan Juli 2012 yang
dilayani pada hari kerja yaitu hari senin sampai hari jumat, sedangkan untuk depo
Dosis Unit, data obat diambil dari buku ekspedisi yang selalu ditulis setiap kali
ada obat yang dilayani, dengan pengambilan data adalah dari keseluruhan hari
pada Bulan Juli 2012.
3.2 Pengolahan Data (WHO, 1993)
Pengolahan data obat-obat generik dan obat-obat antibiotik dilakukan
secara manual.
3.2.1 Obat Generik
Persentase obat generik dikalkulasikan dengan membagi jumlah obat
generik yang dilayani dengan jumlah total obat yang dilayani dikali 100%
% obat generik = jumlah obat generik
jumlah total obat 𝑥 100%
3.2.2 Antibiotik
Persentase antibiotik dikalkulasikan dengan membagi jumlah resep
antibiotik dengan jumlah total resep dan dikali 100%.
% antibiotik =jumlah resep antibiotik
total jumlah resep x 100%
12
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
13
Universitas Indonesia
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Tabel 4.1 Jumlah dan persentase obat generik yang dilayani depo afiat Bulan Juli
2012
Jumlah Total Obat Jumlah Obat Generik Persentase Obat Generik Yang
Dilayani
6660 1277 19,17%
Tabel 4.2 Jumlah dan persentase antibiotik yang dilayani depo afiat Bulan Juli
2012
Jumlah Total Resep
Antibiotik Jumlah Total Resep
Persentase Obat Antibiotik Yang
Dilayani
898 lembar 2380 lembar 37,7%
Tabel 4.3 Golongan antibiotik yang banyak dilayani depo afiat Bulan Juli 2012
No. Golongan Antibiotik
Yang Banyak Dilayani Jumlah Persentase
1. Sefalosporin 409 41,1%
2. Quinolone 230 23,1%
3. Makrolida 136 13,7%
4. Aminoglikosida 135 13,6%
5. Penisillin + inhibitor β
laktamase
86 8,6%
Total 996 100%
Tabel 4.4 Jumlah dan persentase obat generik yang dilayani depo dosis unit Bulan
Juli 2012
Jumlah Total Obat Jumlah Obat Generik Persentase Obat Generik Yang
Dilayani
3745 759 20,27%
13
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
14
Universitas Indonesia
Tabel 4.5 Jumlah dan persentase antibiotik yang dilayani depo dosis unit Bulan
Juli 2012
Jumlah Total Resep
Antibiotik Jumlah Total Resep
Persentase Obat Antibiotik Yang
Dilayani
247 lembar 351 lembar 70,4%
Tabel 4.6 Golongan antibiotik yang banyak dilayani depo dosis unit Bulan Juli
2012
No. Golongan antibiotik yang
banyak dilayani Jumlah Persentase
1. Sefalosporin 438 71,7%
2. Quinolone 82 13,4%
3. Anti-TB agent 44 7,2%
4. Karbapenem 38 6,2%
5. Aminoglikosida 9 1,5%
Total 611 100%
4.2 Pembahasan
Evaluasi obat generik dan obat antibiotik dilakukan pada depo Afiat yang
khusus melayani rawat jalan dan depo Dosis Unit yang khusus melayani rawat
inap. Data-data obat yang diambil adalah data-obat obat pada resep terbaru pada
saat PKPA dilakukan, yaitu pada Bulan Juli 2012. Data yang diambil untuk depo
Afiat adalah data obat yang dilayani pada hari senin sampai hari jumat saja,
sedangkan untuk depo Dosis Unit, data obat yang diambil adalah setiap hari
karena pelayanan obat di depo Dosis Unit adalah penggunaan obat perhari,
sehingga apabila data yang diambil hanya data pada hari kerja saja maka data
jumlah penggunaan obat akan berkurang dari total penggunaan obat yang
seharusnya. Data obat yang dilayani oleh Depo Afiat diambil dari rekapan resep
pada Bulan Juli 2012 yang disimpan di Depo Afiat, sedangkan data obat yang
dilayani oleh Depo Dosis Unit diambil dari buku ekspedisi. Buku ekspedisi yaitu
buku yang berisi data-data obat yang dilayani oleh Depo Dosis Unit. Setiap kali
ada permintaan obat dari ruangan rawat inap yang hanya dilayani oleh Depo Dosis
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
15
Universitas Indonesia
Unit, dan setelah data obat yang keluar diinput ke komputer, lalu jenis obat,
kekuatan serta jumlah obat dicatat dalam buku ekspedisi tersebut.
Dari semua data obat yang terkumpul yang dilayani pada Bulan Juli 2012,
di Depo Afiat diketahui ada 6660 total obat, diantaranya 1277 obat generik yang
dilayani atau sekitar 19,17%. Persentase obat generik yang dilayani depo Afiat
pada Bulan Juli 2012 yaitu sebesar 19,17% ini, masih rendah bila dibandingkan
dengan persentase penggunaan obat generik di fasilitas pelayanan kesehatan di
Indonesia pada tahun 2011 yaitu 82% (Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia, 2012). Untuk obat antibiotik, persentase obat yang dilayani depo Afiat
pada Bulan Juli 2012 adalah sebanyak 898 lembar resep antibiotik atau sekitar
37,7% dari 2380 lembar resep. Golongan antibiotik yang dilayani paling banyak
pada Bulan Juli 2012 adalah sefalosporin, diikuti oleh quinolone, makrolida,
aminoglikosida dan penisillin + inhibitor β laktamase.
Total obat yang dilayani Depo Dosis Unit pada Bulan Juli 2012 adalah
3745 obat, diantaranya terdapat 759 obat generik atau sekitar 20,27%. Sedangkan
persentase obat antibiotik yang dilayani adalah 247 lembar atau 70,4% dari 351
lembar resep yang dilayani. Golongan antibiotik yang dilayani paling banyak
adalah sefalosporin, diikuti oleh quinolone, anti-TB agen, karbapenem, dan
terakhir adalah aminoglikosida.
Persentase obat generik yang dilayani pada Bulan Juli 2012 yaitu sebesar
20,27%, juga masih rendah bila dibandingkan dengan persentase penggunaan obat
generik di fasilitas pelayanan kesehatan di Indonesia pada tahun 2011 yaitu 82%
(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2012). Kecilnya angka persentase
penggunaan obat generik pada kedua depo ini dapat dipengaruhi oleh banyak
faktor. Diantaranya, beberapa obat generik memang tidak masuk dalam daftar
formularium RS PMI Bogor sehingga peresepan yang dilakukan menggunakan
obat generik bermerek (branded generic) dan obat-obat tertentu memang tidak
memiliki generiknya. Contoh obat generik yang tidak masuk dalam formularium
RS PMI Bogor adalah azitromisin tablet, diltiazem HCl tablet, eritromisin tablet,
fluconazole tablet, klonidin tablet, kloramfenikol kaplet, loperamide tablet,
lisinopril tablet, ramipril tablet, dan spironolakton tablet.
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
16
Universitas Indonesia
Selain itu, peresepan obat generik bermerek (branded generic) yang masih
sangat tinggi oleh para dokter yang sering dikunjung oleh Medical Representative
dari perusahaan-perusahaan farmasi yang menawarkan bonus-bonus kepada para
dokter apabila rajin meresepkan obat dari industri obatnya. Peresepan obat dagang
yang masih tinggi oleh para dokter inipun juga dapat dikarenakan oleh kebijakan
pemerintah tentang kewajiban menggunakan obat generik baru diberlakukan
untuk fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah (Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia, 2010a), sehingga para dokter di RS PMI Bogor yang merupakan RS
swasta merasa tidak perlu mengikuti peraturan pemerintah tersebut. Semua faktor
tersebut menyebabkan rendahnya persentase obat generik yang dilayani.
Penggunaan antibiotik pada pasien rawat inap, seperti penggunaan
antibiotik pada propilaksis sebelum operasi, penggunaan antibiotik pada saat
operasi dan pasca operasi, pemberian antibiotik untuk pengobatan dan mungkin
juga pemberian antibiotik karena infeksi yang timbul kemudian, atau infeksi
nosokomial. Persentase penggunaan antibiotik berdasarkan antibiotik yag dilayani
Depo Dosis Unit tidak mencapai 100%. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan
antibiotik cukup diperhatikan karena penggunaan antibiotik profilaksis tidak
selalu diperlukan. Penggunaan antibiotik profilaksis pada operasi bersih tidak
perlu diberikan dan pemberian pada kelas operasi bersih kontaminasi pun perlu
dipertimbangkan manfaat dan risikonya karena bukti ilmiah mengenai efektivitas
antibiotik profilaksis belum ditemukan (Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia, 2011).
Perhitungan persentase penggunaan antibiotik merupakan salah satu
indikator penggunaan obat di fasilitas pelayanan kesehatan. Berdasarkan pada
hasil penelitian WHO untuk negara Indonesia, persentase peresepan antibiotik
adalah sebesar 43% (WHO, 1993). Persentase penggunaan antibiotik saja tidak
dapat dijadikan acuan apakah penggunaan obat antibiotik sudah baik atau belum.
Karena rendahnya penggunaan antibiotik belum tentu mengidentifikasikan bahwa
penggunaan antibiotik sudah selektif, karena bisa jadi rendahnya persentase
penggunaan antibiotik disebabkan oleh masih banyaknya penyakit yang
seharusnya diberikan antibiotik tetapi tidak diberikan atau pasien yang seharusnya
mendapatkan antibiotik tetapi tidak membeli antibiotik tersebut, begitupun apabila
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
17
Universitas Indonesia
persentase penggunaan antibiotik sangat tinggi, bisa saja karena adanya
penggunaan antibiotik yang berlebihan, dimana terdapat penyakit yang
seharusnya tidak perlu atau belum perlu diberikan antibiotik, tetapi diberikan.
Untuk mengevaluasi penggunaan antibiotik secara lebih mendalam, masih banyak
lagi data yang dibutuhkan, seperti data pola penyakit, pola kuman, lama
penggunaan antibiotik dan lain-lain.
Masih banyak lagi hal-hal yang harus dibenahi agar peresepan obat dapat
rasional yang diantaranya mencakup penggunaan obat generik dan antibiotik
menjadi lebih baik. Pencapaian ini membutuhkan peran dari berbagai pihak, baik
dari dokter, apoteker, pemerintah dan pasien itu sendiri. Apabila semua pihak
tersebut sudah berperan dengan sebaik-baiknya, maka penggunaan obat yang
rasional oleh masyarakat pun akan lebih realistis.
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
18
Universitas Indonesia
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Jumlah obat generik yang dilayani depo Afiat pada Bulan Juli 2012 adalah
1277 obat (19,17%), dan untuk depo Dosis Unit adalah sebanyak 759 obat
(20,27%). Sedangkan jumlah obat antibiotik yang dilayani depo Afiat pada Bulan
Juli 2012 adalah 898 lembar (37,7%), dan untuk depo Dosis Unit adalah 247
lembar (70,4%). Antibiotik yang paling banyak dilayani oleh depo Afiat dan depo
Dosis Unit pada Bulan Juli 2012 adalah golongan sefalosforin.
5.2 Saran
Disarankan agar dapat dilakukan penelitian terhadap kerasionalan
peresepan antibiotik yang dikaitkan dengan pola kuman di RS PMI Bogor,
pemilihan antibiotik, ketepatan dosis, lama penggunaan antibiotik dan usia pasien.
18
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
19
Universitas Indonesia
DAFTAR ACUAN
Badan POM Republik Indonesia. (2008). Informatorium Obat Nasional
Indonesia. Jakarta: Badan POM Repbulik Indonesia
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2004). Sistem Kesehatan Nasional.
Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2006). Kebijakan Obat Nasional.
Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. (2006). Keputusan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1197/MENKES/SK/X/2004
tentang Standar Pelayanan Farmasi Di Rumah Sakit. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia
Dwiprahasto, Iwan. (2010). Isu Kebijakan Obat Generik. 22 Agustus 2012.
http://arsip.kebijakankesehatanindonesia.net/?q=node/125
Hugo, W.B & Russell, A.D. (1998). Pharmaceutical Microbiology (sixth edition).
United Kingdom: The Black Science
Katzung, Bertram G. (2007). Basic & Clinical Pharmacology (10th edition). New
York: McGraw-Hill Companies
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2012). Profil Data Kesehatan
Indonesia Tahun 2011. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2011). Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2406/MENKES/PER/XII/2011
tentang Pedoman Umum Penggunaan Antibiotik. Jakarta: Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2010a). Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia No. HK.02.02/MENKES/068/I/2010 Tentang
Kewajiban Menggunakan Obat Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Pemerintah. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2010b). Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.03.01//Menkes/146/I/2010
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
20
Universitas Indonesia
tentang Harga Obat Generik. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2010c). Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.03.01/MENKES/159/I/2010
tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penggunaan Obat Generik
Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah. Jakarta: Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2009). Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian.
Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Obat Generik. (2011). Don’t Judge It By The Name. 01 Agustus 2012. Program
Studi Kimia Institut Teknologi Bandung.
http://www.chem.itb.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&c
atid=1%3Anews&id=42%3Aobat-generik&lang=in
Obat Generik Diwajibkan. (2012). 01 Agustus 2012.
whttp://www.ikatanapotekerindonesia.net/pharmacy-news/34-pharmacy-
news/1104-obat-generik-diwajibkan.html
Schmitz, G., Lepper, H., and Heidrich, M. (2009). Farmakologi dan Toksikologi
(Edisi 3). Jakarta: Buku Kedokteran EGC
Siregar, Charles J.P. (2003). Farmasi Rumah Sakit: Teori dan Penerapan. Jakarta:
Buku Kedokteran EGC
WHO. (1993). How to Investigate Drug Use in Health Facilities: Selected Drug
Use Indicators-EDM Research (Series No. 007). 6 September 2012.
http://apps.who.int/medicinedocs/en/d/Js2289e/ Yusuf, M. (2012). Mengenal Obat Generik Berlogo. 01 Agustus 2012.
www.kabarindonesia.com
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
LAMPIRAN
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
21
Lampiran 1. Sepuluh (10) golongan antibiotik yang banyak dilayani Depo
Dosis Unit Bulan Juli 2012
Golongan
Antibiotik Antibiotik Jumlah Total
Sefalosporin (β
lactam)
Cefixim kp 100 mg 2 438
Cefixim sirup 60 mg/ 30 ml 1
Cefspan® syr 3
Sporetik® kp 100 mg 11
Sporetik® DS 60 ml 1
Sporetik® syr 100 mg/ 5 ml 6
Sporetik® inj 1
Lanfix® 200 mg 10
Lanfix® 100 mg 13
Starcef® syr 3
Ceftazidime inj 1
Ceftum® inj 1g 2
Sodime® inj 1g 7
Zidifect® inj 4
Triject® inj 1g 36
Ceftriaxone inj 1g 55
Socef® inj 1g 17
Gracef® inj 1g 21
Ecotrixon® inj 1g 4
Terfacef® inj 1g 82
Starxon® inj 1g 8
Cefadroxil 500 mg 6
Cefadroxil 250 mg 2
Cefadroxil syr 2
Widrox® 500 mg 2
Cefat® 500 mg 13
Cefat® 250 mg 2
Rycef® inj 1g 2
Cefoktaxim inj 1g 13
Clacef® inj 1g 2
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
22
Lampiran 1. Sepuluh (10) golongan antibiotik yang banyak dilayani Depo
Dosis Unit Bulan Juli 2012 (Lanjutan)
Lancef® inj 1
Taxegram® inj 1g 20
Taxegram® 0,5 g 1
Cephalox® inj 1g 3
Ferzobat® inj 1g 4
Bifotik® inj 7
Sulbacef® inj 1g 8
Ceropid® inj 1g 12
Soperam® inj 1g 4
Lanpirom® inj 1g 4
Bactirom® inj 1
Sopirom® inj 7
Meiact® 200 mg 14
Macef® inj 1
Ceforim® inj 1g 18
Cefabiotik® kp 500 mg 1
Quinolone Ciprofloxacin 500 mg 4 82
Ciprofloxacin inj 2
Baquinor® 500 mg 24
Quidex® inf 1
Cetafloxo® 500 mg 6
Lefos® 500 mg 1
Cravit® 500 mg 2
Cravit® inf 1
Lexa® kp 500 mg 3
Lexa® inf 750 mg 10
Lecofloxacin inf 5
Levofloxacin inj 1
Levofloxacin tb 500 mg 7
Levocin® 500 mg 5
Levocin® inj 1
Levocin® inf 3
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
23
Lampiran 1. Sepuluh (10) golongan antibiotik yang banyak dilayani Depo
Dosis Unit Bulan Juli 2012 (Lanjutan)
Voxin® tb 4
Levovid® inf 2
Agen Anti-TB Rimcure® 1 44
Rimstar® 5
Rimactazid® 450/300 14
Santibi® 500 mg 4
Etambutol 500 mg 8
Pirazinamid 12
Karbapenem Lanmer® inj 1g 10 38
Merosan® inj 17
Meropenem inj 1
Pelastin® inj 1g 10
Aminoglikosida C tobroson®
1 9
Sagestam® inj 80 mg 7
Garamycin® salep 1
Penisillin +
inhibitor β
laktamase
Claneksi® 500 mg tb 5 7
Clabat® 250 mg forte syr 1
Clabat® 500 mg 1
Trimetoprim +
sulfonamid
Sanprima® sirup 1 3
Sanprima® F 2
Penisillin Amoxan® 500 mg 2 2
Makrolida Zibramax® 1 2
Erysanbe® 250 mg 1
Kloramfenikol Col san cetin® DS 1 1
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
24
Lampiran 2. Sepuluh (10) golongan antibiotik yang banyak dilayani Depo
Afiat Bulan Juli 2012
Golongan
Antibiotik Antibiotik Jumlah Total
Sefalosforin Cefixim kp 100 mg 35 409
Cefixim sir 60 mg/ 30 ml 2
Cefspan®
200 mg 6
Cefspan®
sir 2
Sporetik®
kp 100 mg 82
Sporetik®
DS 60ml 13
Tocef®
sir 2
Lanfix®
200mg 32
Lanfix®
100mg 15
Starcef®
100mg 11
Cefotaxim inj 1g 5
Taxegram®
inj 1g 2
Ceftriakson inj 1g 11
Socef®
100 mg 1
Cefadroxil 500mg 37
Cefat®
500mg 55
Cefat®
250mg 1
Cefat®
sir 11
Ethicef®
500mg kp 49
Ethicef®
sir 4
Qidrox®
500 7
widrox®
1
Meiact®
200 mg 16
Sulbacef®
inj 1
Ceforim®
inj 1g 1
Cefim®
inj 1g 1
Cefabiotik®
kp 500mg 6
Quinolone Dexaflox®
400 mg 1 230
Ofloxacin 400mg 8
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
25
Lampiran 2. Sepuluh (10) golongan antibiotik yang banyak dilayani Depo
Afiat Bulan Juli 2012 (Lanjutan)
Ofloxacin 200mg 1
Floxa®
ED MDS 3
Tarivid®
otic sol 3 mg/ml 1
Tarivid®
ED 2
Tariflox®
400mg 2
Ethiflox®
400mg 6
Ethiflox®
200mg 3
Cravit®
500 2
Cravid®
ED 1
Lefos®
500mg 7
Lexa®
kpl 9
Levofloxacin inf 1
Levofloxacin tb 500mg 14
LFX®
MD 5
Levocin®
500 tb 28
Mosardal®
500mg 3
Voxin®
500 mg 13
Volox®
500 1
Levovid®
500mg 5
Ciprofloxacin 500mg 43
Ciprofloxacin inf 1
Baquinor®
500mg 36
Baquinor®
0,3% ED 1
Cetafloxo®
500mg 7
Wiaflox®
500mg 2
Interflox®
500mg 24
Makrolida Zistic®
kp 500mg 66 136
Zistic ®
sir 2
Zibramax®
500mg 16
Eritromisin sir 2
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
26
Lampiran 2. Sepuluh (10) golongan antibiotik yang banyak dilayani Depo
Afiat Bulan Juli 2012 (Lanjutan)
Bicrolid®
250mg 11
Spiramysin 500mg 9
Spirasin®
500 mg 4
Erysanbe®
200 18
Erysanbe®
250 2
Erysanbe®
500 6
Aminoglikosida Cinogenta®
krim 10g 22 135
Gentamisin inj 80mg/2 ml 5
Gentamycin 0,1% 5g SK 1
Sagestam®
krim 2
Sagestam®
ED 4
Sagestam®
inj 80mg 5
Garamycin®
krim 6
C gentamisin®
ED 27
C tobroson®
52
Gentasolon®
5g krim 8
Streptomycin inj 3
Penisillin + inhibitor β
laktamase
Famoxiclav®
625mg 12 86
Claneksi®
125mg sir 6
Claneksi®
forte sir 3
Claneksi®
tb 10
Clabat®
250mg forte sir 10
Clabat®
500mg 13
Dexyclav®
500mg 18
Picyn®
inj 1,5g 1
Co-amoxiclav 625mg 13
Agen Anti-TB Rifampisin 450mg 7 75
Rifampisin 300mg 5
Rifampisin 600mg 6
INH 300mg 13
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
27
Lampiran 2. Sepuluh (10) golongan antibiotik yang banyak dilayani Depo
Afiat Bulan Juli 2012 (Lanjutan)
INH 100mg 5
Etambutol 500mg 8
Santibi®
500 5
pyrazinamida 8
INH ciba 400mg +vit B 1
Rimstar®
4FDC 10
Rimactazid®
450/300 4
Santibi®
plus 3
Penisillin Amoxicillin®
125mg 3 51
Amoksisillin 500mg 11
Amoxan®
forte 250mg/ml 2
Amoxan®
125mg/ml dry 3
Amoxan®
500mg 25
Amoxan®
250mg 1
Ethimox®
500mg 2
Leomoxyl®
500 mg 4
Klindamisin Klindamisin 150mg kp 2 48
Klindamisin 300mg 9
Medi-klin®
gel 9
Clinbercin®
kp 4
Prolic®
150mg 7
Prolic®
300mg 17
Polimiksin + aminoglikosida
Polidemisin®
ED 3 28
Cendo xitrol®
6
C polydex®
ED 4
otopain®
15
Kloramfenikol Biothicol®
500mg 1 20
Biothicol®
syr 125mg 2
Thiamfenicol 500 2
Colsancetine®
inj 1
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
28
chloramfecort®
6
C mycos®
EO 8
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 202
JL. KEJAYAAN RAYA BLOK IX NO. 02 DEPOK
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
MUTIARA HILMA, S.Farm
1106153391
ANGKATAN LXXV
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
DESEMBER 2012
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 202
JL. KEJAYAAN RAYA BLOK IX NO. 02 DEPOK
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar apoteker
MUTIARA HILMA, S.Farm
1106153391
ANGKATAN LXXV
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
DESEMBER 2012
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala nikmat
dan karunia, serta bantuan dan pertolongan yang telah diberikan sehingga penulis
dapat melaksanakan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Apotek Kimia
Farma No.202 Jl. Kejayaan Raya Blok IX No. 2, Depok, yang dimulai pada
tanggal 3 September hingga 6 Oktober 2012 dan menyelesaikan laporan ini.
Kegiatan PKPA dan penyusunan laporan ini merupakan bagian dari
program pendidikan profesi Apoteker dengan tujuan untuk meningkatkan
pemahaman, pengetahuan, dan keterampilan calon apoteker mengenai dunia
kerjanya. Dengan mengikuti kegiatan PKPA ini, nantinya apoteker diharapkan
akan langsung dapat mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilan yang
dimilikinya saat memasuki dunia kerja.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Faharuddin, S.Si, Apt selaku pembimbing dari Apotek Kimia Farma No. 202
yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan selama PKPA.
2. Dra. Azizahwati, MS., Apt. selaku pembimbing dari Fakultas Farmasi
Universitas Indonesia yang telah memberikan masukan dan saran dalam
penyusunan laporan ini.
3. Prof. Dr. Yahdiana Harahap, Apt., MS., selaku Dekan Fakultas Farmasi
Universitas Indonesia.
4. Dr. Harmita, Apt. selaku Ketua Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi
Universitas Indonesia.
5. Seluruh staf dan karyawan Apotek Kimia Farma No. 202 Depok atas segala
keramahan, pengarahan, bimbingan dan kebaikan yang telah diberikan selama
pelaksanaan PKPA.
6. Seluruh staf pengajar program profesi Apoteker Fakultas Farmasi.
7. Keluarga yang telah memberikan bantuan moril dan materil sehingga
pelaksanaan PKPA dan penyelesaian laporan menjadi lancar.
8. Semua teman-teman apoteker Universitas Indonesia angkatan 75 serta semua
pihak yang telah memberikan bantuan dan semangat kepada penulis selama
pelaksanaan PKPA.
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
v
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan laporan ini. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan adanya kritik dan saran untuk
menyempurnakan laporan ini. Akhir kata, semoga laporan ini dapat bermanfaat.
Penulis
2012
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
ABSTRAK
Nama : Mutiara Hilma
Program Studi : Profesi Apoteker
Judul : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Kimia
Farma No. 202 Jl. Kejayaan Raya Blok IX No. 02 Depok
Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Kimia Farma No. 202 Depok bertujuan
untuk mengetahui dan memahami peran apoteker di apotek dalam bidang
manajemen apotek maupun pelayanan kefarmasian serta mengetahui dan
memahami kegiatan kefarmasian baik secara teknis maupun non teknis di apotek.
Kegiatan menejemen di apotek Kimia Farma No.202 Depok meliputi
perencanaan, pengadaan, penyimpanan, pencatatan, dan pelaporan. Sedangkan
kegiatan pelayanan kefarmasiannya meliputi penyerahan resep, pelayanan non
resep, dan swamedikasi. Tugas khusus yang diberikan berjudul Analisa Resep
Pengobatan Penyakit Hipertensi di Apotek Kimia Farma No.202 Depok. Tugas
khusus ini bertujuan agar dapat memahami bagaimana penatalaksanaan hipertensi
melalui contoh resep. Penatalaksanaan hipertensi meliputi terapi non farmakologi
dan terapi farmakologi. Terapi nonfarmakologi berupa modifikasi gaya hidup
seperti menjaga berat badan ideal, konsumsi banyak buah dan sayur, diet rendah
sodium, olahraga teratur dan mengurangi konsumsi alkohol. Terapi farmakologi
berupa diuretik, β bloker, ACE inhibitor, Angiostensin II Receptor Blocker, dan
Calsium Channel Blocker.
Kata Kunci : Apotek Kimia Farma 202 Depok, Hipertensi, Analisi Resep
Tugas Umum : viii + 51 halaman; 17 lampiran
Tugas Khusus : v + 27 halaman; 3 gambar; 3 tabel; 2 lampiran
Daftar Acuan Tugas Umum : 10 (1978-2012)
Daftar Acuan Tugas Khusus : 12 (2000-2012)
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
ABSTRACT
Name : Mutiara Hilma
Program Study : Apothecary Profession
Title : Apothecary Internship Report at Apotek Kimia Farma No. 202
Jl. Kejayaan Raya Blok IX No. 02 Depok
Apothecary Internship at Apotek Kimia Farma No. 202 Depok aimed to know and
to understand roles of Apothecary in Apotek, in management sector and drug
servies and also to know and to learn pharmacy activities, tehnical and non
tehnical. Management activities in Apotek Kimia Farma No.202 Depok include
planning, supplying, saving, recording dan reporting. Drug services consists of
prescription service, non-prescription service, and swamedication. Special
assignment given titled is Analysis of prescription for Hipertension Therapy in
Apotek Kimia Farma No. 202 Depok. The aim of this special assigment is to
understand how the hipertension therapy through samples of prescription.
Hipertension therapy are nonpharmacology and pharmacology. Nonpharmacology
therapy include life style modifications, examples: mantain normal body weight,
consume a diet rich in fruits, vegetables, and lowfat dairy products with a reduced
content of saturated and total fat; dietary sodium reduction; physical activity; and
moderation of alcohol consumption. Pharmacology therapy include diuretics, β
bloker, ACE inhibitor, Angiostensin II Receptor Blocker, dan Calsium Channel
Blocker.
Keywords : Apotek Kimia Farma 202 Depok, Hypertension, Analysis
prescription
General Assignment : viii + 51 pages; 17 appendices
Special Assignment : v + 27 pages; 3 pictures; 3 tables; 2 appendices
Bibliography of general assignment : 10 (1978-2012)
Bibliography of special assignment : 12 (2000-2012)
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
v
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN....................................................................... iii
KATA PENGANTAR ................................................................................ iv
ABSTRAK ................................................................................................... v
ABSTRACT ................................................................................................. vi
DAFTAR ISI ............................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ ix
I. PENDAHULUAN ................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................. 1
1.2 Tujuan .............................................................................................. 2
2. TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 3
2.1 Definisi Apotek ................................................................................. 3
2.2 Landasan Hukum Apotek .................................................................. 3
2.3 Tugas dan Fungsi Apotek……………………………………. ........... 4
2.4 Persyaratan Apotek…………………………………………... ........... 4
2.5 Tata Cara Perizinan Apotek………………………………….. ........... 8
2.6 Pengelolaan Apotek………………………………………….. ........... 9
2.7 Pelayanan Apotek……………………………………………. ........... 10
2.8 Pencabutan Izin Apotek……………………………………… ........... 14
2.9 Pengelolaan Narkotika……………………………………….. ........... 15
2.10 Pengelolaan Psikotropika…………………………………….. ........... 19
3. TINJAUAN UMUM ................................................................................ 22
3.1 PT. Kimia Farma (Persero), Tbk ....................................................... 22
3.2 PT. Kimia Farma Apotek ................................................................... 23
4. TINJAUAN KHUSUS ............................................................................ 26
4.1 Bisnis Manager Wilayah Bogor ......................................................... 26
4.2 Apotek Kimia Farma No. 202 Depok……………………….. ............ 30
4.3 Kegiatan Apotek……………………………………………... ........... 35
5. PEMBAHASAN ..................................................................................... 44
6. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 50
6.1 Kesimpulan ....................................................................................... 50
6.2 Saran ................................................................................................. 50
DAFTAR ACUAN ...................................................................................... 51
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
vi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Struktur Organisasi PT Kimia Farma Apotek .................... 52
Lampiran 2 Struktur Organisasi bisnis Manajer Apotek Wilayah Bogor 53
Lampiran 3 Denah Lokasi Apotek Kimia Farma No. 202 Depok .......... 54
Lampiran 4 Layout Apotek Kimia Farma No. 202 Depok ..................... 55
Lampiran 5 Struktur Organisasi Apotek Kimia Farma No. 202............. 56
Lampiran 6 Bon Permintaan Barang Apotek ........................................ 57
Lampiran 7 Alur Pelayanan Penerimaan Resep .................................... 58
Lampiran 8 Kartu Stok ......................................................................... 59
Lampiran 9 Surat Pemesanan Narkotika ............................................... 60
Lampiran 10 Laporan Penggunaan Narkotika ......................................... 61
Lampiran 11 Surat Pesanan Psikotropika ............................................... 62
Lampiran 12 Laporan Penggunaan Psikotropika..................................... 63
Lampiran 13 Etiket ................................................................................ 64
Lampiran 14 Salinan Resep .................................................................... 65
Lampiran 15 Kuitansi Pembayaran Resep Tunai .................................... 66
Lampiran 16 Bon Pengambilan Obat ...................................................... 67
Lampiran 17 Label ................................................................................. 68
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
1 Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pelayanan kesehatan adalah upaya yang diselenggarakan secara pribadi
maupun bersama-sama untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan,
menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga,
kelompok atau masyarakat. Oleh karena itu, diperlukan adanya suatu
pembangunan kesehatan untuk meningkatkan kesadaran, kenyamanan dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang dalam rangka mewujudkan derajat
kesehatan yang optimal sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum
(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2004a). Untuk mencapai tujuan
tersebut, maka dilakukan upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh di setiap
lapisan masyarakat, termasuk dalam hal penggunaan dan pendistribusian obat.
Apotek sebagai salah satu sarana penyaluran obat dan perbekalan farmasi,
mempunyai peran dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat untuk
memperoleh perbekalan farmasi yang bermutu dan terjamin serta terjangkau
harganya. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1332/MENKES/SK/X/2002 yang merupakan perubahan atas Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia No. 922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan
dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek, definisi apotek adalah suatu tempat
tertentu, tempat dilakukannya pekerjaan kefarmasian dan penyaluran perbekalan
farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat. Perbekalan farmasi
yang dimaksud adalah obat, bahan obat, obat asli Indonesia (obat tradisional), alat
kesehatan, dan kosmetika.
Apotek sebagai salah satu sarana penyalur perbekalan farmasi yang
berhubungan langsung dengan masyarakat, dituntut untuk dapat memberikan
pelayanan terbaik dalam memenuhi kebutuhan masyarakat akan obat dan alat
kesehatan. Terlebih lagi, pelayanan kefarmasian pada saat ini telah mengalami
pergeseran orientasi, yang semula berorientasi pada pengelolaan obat (drug
oriented) sebagai komoditi, telah beralih menjadi berorientasi pada pasien, dengan
tujuan untuk meningkatkan kualitas hidup dari pasien (patient oriented). Oleh
karena itu, Apoteker Pengelola Apotek harus memiliki pengetahuan dan
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
2
Universitas Indonesia
kompetensi yang baik (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2004b). Selain
ilmu kefarmasian, seorang Apoteker Pengelola Apotek juga dituntut untuk dapat
menguasai ilmu-ilmu ekonomi, seperti ilmu manajemen dan ilmu akuntansi,
sehingga seluruh kegiatan di apotek dapat memberikan keuntungan yang optimal
tanpa harus menghilangkan fungsi sosialnya di masyarakat.
Oleh karena itu, program profesi apoteker Universitas Indonesia bekerja
sama dengan Apotek Kimia Farma menyelenggarakan Praktek Kerja Profesi
Apoteker (PKPA) yang berlangsung selama 5 minggu sejak tanggal 3
September 2012 sampai dengan 6 Oktober 2012. PKPA ini dilaksanakan
dengan harapan agar calon apoteker dapat mengembangkan teori yang
diperoleh selama perkuliahan.
1.2. Tujuan
Pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Kimia Farma bagi
para calon apoteker bertujuan untuk:
1.2.1 Mengetahui dan memahami peran apoteker di apotek dalam bidang
manajemen apotek maupun pelayanan kefarmasian.
1.2.2 Mengetahui dan memahami kegiatan kefarmasian baik secara teknis
maupun non teknis yang dilakukan di apotek.
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
3 Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Apotek
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.1332/MENKES/SK/X/2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri
Kesehatan RI No.922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara
Pemberian Izin Apotek, disebutkan bahwa apotek merupakan suatu tempat
tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi,
perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat. Yang dimaksud dengan
pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan
farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan, dan pendistribusian atau
penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan
informasi obat, serta pengembangan obat, bahan dan obat tradisional. Sediaan
farmasi yang dimaksud adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetika
(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009).
2.2 Landasan Hukum Apotek
Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang apotek dan
kegiatannya adalah :
a. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 51 tahun 2009 tentang
Pekerjaan Kefarmasian.
b. Undang-undang Republik Indonesia No.35 tahun 2009 tentang Narkotika.
c. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1027/ MENKES/ SK/
IX/ 2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek.
d. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1332/ MENKES/
SK/X/2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan
No.922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian
Izin Apotek.
e. Undang-undang Republik Indonesia No.5 tahun 1997 tentang Psikotropika.
f. Peraturan Menteri Kesehatan No.688/MENKES/PER/VII/1997 tentang
Psikotropika.
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
4
Universitas Indonesia
g. Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 1980 tanggal 14 Juli 1980 sebagai
Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun 1965 tentang Apotek.
h. Peraturan Menteri Kesehatan No.28/MENKES/PER/I/1978 tentang
Penyimpanan Narkotika.
2.3 Tugas dan Fungsi Apotek
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 1980 pasal 2, apotek
mempunyai tugas dan fungsi sebagai berikut :
a. Tempat pengabdian profesi seorang apoteker yang telah mengucapkan sumpah
jabatan.
b. Sarana farmasi yang melaksanakan peracikan, pengubahan bentuk,
pencampuran dan penyerahan obat atau bahan obat.
c. Sarana penyalur perbekalan farmasi yang harus menyebarkan obat yang
diperlukan masyarakat secara meluas dan merata.
2.4 Persyaratan Apotek
Apotek baru yang akan beroperasi harus mempunyai Surat Izin Apotek
(SIA), yaitu surat izin yang diberikan oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia
kepada apoteker atau apoteker yang bekerjasama dengan pemilik sarana untuk
menyelenggarakan kegiatan apotek di suatu tempat tertentu. Izin apotek berlaku
untuk seterusnya selama apotek yang bersangkutan masih aktif melakukan
kegiatan dan Apoteker Pengelola Apotek dapat melaksanakan pekerjaannya serta
masih memenuhi persyaratan (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2002).
Persyaratan pendirian sebuah apotek menurut Peraturan Menteri
Kesehatan No.922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara
Pemberian Izin Apotek yaitu :
a. Untuk mendapatkan izin apotek, apoteker atau apoteker yang bekerjasama
dengan pemilik sarana yang telah memenuhi persyaratan harus siap dengan
tempat, perlengkapan termasuk sediaan farmasi dan perbekalan lainnya yang
merupakan milik sendiri atau milik pihak lain.
b. Sarana apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan kegiatan
pelayanan komoditi lainnya di luar sediaan farmasi.
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
5
Universitas Indonesia
c. Apotek dapat melakukan kegiatan pelayanan komoditi lainnya di luar sediaan
farmasi.
2.4.1 Apoteker Pengelola Apotek
Apoteker Pengelola Apotek adalah apoteker yang telah diberi Surat Izin
Apotek (SIA). Untuk menjadi Apoteker Pengelola Apotek, harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1993) :
a. Ijazahnya telah terdaftar pada Departemen Kesehatan.
b. Telah mengucapkan sumpah/janji sebagai apoteker.
c. Memiliki Surat Izin Kerja dari Menteri
d. Memenuhi syarat-syarat kesehatan fisik dan mental untuk melaksanakan
tugasnya sebagai apoteker.
e. Tidak bekerja di suatu perusahaan farmasi dan tidak menjadi Apoteker
Pengelola Apotek di apotek lain.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.889/MENKES/PER/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktek, dan Izin Kerja
Tenaga Kefarmasian, seorang apoteker sebelum menjalankan pekerjaan
kefarmasian wajib memiliki Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA). Seorang
apoteker harus memenuhi beberapa persyaratan untuk memperoleh STRA,
seperti:
a. Memiliki ijazah apoteker.
b. Memiliki sertifikat kompetensi profesi.
c. Memiliki surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji apoteker.
d. Memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki
surat izin praktik.
e. Membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika
profesi.
Apoteker yang telah memenuhi syarat untuk memperoleh STRA,
selanjutnya dapat mengajukan permohonan kepada KFN (Komite Farmasi
Nasional) dengan membuat surat permohonan STRA yang harus melampirkan
(Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2009; Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia, 2011) :
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
6
Universitas Indonesia
a. Fotokopi ijazah apoteker.
b. Fotokopi surat sumpah/janji apoteker.
c. Fotokopi sertifikat kompetensi profesi yang masih berlaku.
d. Surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki surat izin
praktik.
e. Surat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi.
f. Pas foto terbaru berwarna ukuran 4 x 6 cm sebanyak 2 (dua) lembar dan
ukuran 2 x 3 cm sebanyak 2 (dua) lembar.
Setiap tenaga kefarmasian yang akan menjalankan pekerjaan kefarmasian
wajib memiliki surat izin sesuai tempat tenaga kefarmasian bekerja. Surat izin
sebagaimana dimaksud berupa SIPA bagi apoteker penanggung jawab dan
apoteker pendamping di fasilitas pelayanan kefarmasian. SIPA bagi apoteker
penanggung jawab di fasilitas pelayanan kefarmasian hanya diberikan untuk 1
(satu) tempat fasilitas kefarmasian.; sedangkan SIPA bagi apoteker pendamping
dapat diberikan untuk paling banyak 3 (tiga) tempat fasilitas pelayanan
kefarmasian.
SIPA dikeluarkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tempat
pekerjaan kefarmasian tersebut dilakukan. Untuk memperoleh SIPA, apoteker
mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tempat
pekerjaan kefarmasian dilaksanakan. Permohonan SIPA harus melampirkan:
a. Fotokopi STRA yang dilegalisir oleh KFN.
b. Surat pernyataan mempunyai tempat praktik profesi atau surat keterangan dari
pimpinan fasilitas pelayanan kefarmasian atau dari pimpinan fasilitas produksi
atau distribusi/penyaluran.
c. Surat rekomendasi dari organisasi profesi.
d. Pas foto berwarna ukuran 4 x 6 sebanyak 2 (dua) lembar dan 3 x 4 sebanyak 2
(dua) lembar.
2.4.2 Bangunan
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.922/MENKES/PER/X/1993, luas apotek tidak diatur lagi, namun harus
memenuhi persyaratan teknis sehingga kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
7
Universitas Indonesia
serta kegiatan pemeliharaan perbekalan farmasi dapat terjamin. Menurut
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1027/MENKES
/SK/IX/2004, bangunan apotek berlokasi pada daerah yang mudah dikenali oleh
masyarakat. Bangunan di apotek harus mempunyai luas bangunan yang cukup
dan memenuhi persyaratan teknis, sehingga dapat menjamin kelancaran
pelaksanaan tugas dan fungsi apotek. Suatu apotek paling sedikit memiliki ruang
tunggu pasien, ruang peracikan dan penyerahan obat, ruang administrasi, ruang
kerja Apoteker, tempat pencucian alat dan kamar kecil. Bangunan apotek
dilengkapi dengan sumber air yang memenuhi syarat kesehatan, sumber
penerangan sehingga dapat memberikan penerangan yang memadai, alat
pemadam kebakaran, ventilasi dan sanitasi yang baik, papan nama apotek beserta
keterangan nama Apoteker Penanggung jawab Apotek (APA).
2.4.3 Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia yang terdapat di apotek antara lain Apoteker
Pengelola Apotek, yaitu apoteker yang telah diberi Surat Izin Apotek (SIA);
Apoteker Pendamping, yaitu apoteker yang bekerja di apotek disamping Apoteker
Pengelola Apotek dan atau menggantikannya pada jam-jam tertentu pada hari
buka apotek; Asisten Apoteker, yaitu mereka yang berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku berhak melakukan pekerjaan kefarmasian
sebagai Asisten Apoteker; personalia lain yang membantu kegiatan di apotek,
antara lain juru resep yang membantu asisten apoteker dalam menyiapkan obat-
obat untuk diracik, pemegang kas/kasir dan petugas kebersihan.
2.4.4 Perlengkapan
Perlengkapan yang harus ada di apotek adalah peralatan untuk membuat,
mengolah dan meracik obat seperti timbangan, mortir dan alu, gelas ukur dan lain-
lain; tempat penyimpanan perbekalan farmasi seperti lemari dan rak untuk
menyimpan obat, lemari pendingin, lemari khusus untuk menyimpan narkotika
dan psikotropika; wadah pengemas dan pembungkus seperti etiket obat; peralatan
administrasi seperti blanko pemesanan obat, salinan resep dan kartu stok; dan
buku standar yang berhubungan dengan kegiatan apotek.
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
8
Universitas Indonesia
2.5 Tata Cara Perizinan Apotek (Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, 2002)
Izin apotek diberikan oleh Menteri Kesehatan yang wewenangnya
kemudian dilimpahkan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota wajib melaporkan pelaksanaan pemberian izin,
pencairan izin dan pencabutan izin apotek sekali setahun kepada Menteri dan
tembusan disampaikan kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi.
Tata cara pengurusan izin apotek adalah :
a. Permohonan izin apotek diajukan kepada Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota dengan menggunakan contoh formulir model APT-1.
b. Dengan menggunakan Formulir APT-2 Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah menerima
permohonan dapat meminta bantuan teknis kepada Kepala Balai POM untuk
melakukan pemeriksaan setempat terhadap kesiapan apotek untuk melakukan
kegiatan.
c. Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM selambat-
lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah permintaan bantuan teknis dari Kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melaporkan hasil pemeriksaan setempat
dengan menggunakan contoh formulir APT-3.
d. Dalam hal pemeriksaan dan pelaporan oleh Balai POM tidak dilaksanakan,
apoteker pemohon dapat membuat surat pernyataan siap melakukan kegiatan
kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dengan tembusan
kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi dengan menggunakan contoh
formulir model APT-4.
e. Dalam jangka waktu 12 (dua belas) hari kerja setelah diterima laporan hasil
pemeriksaan oleh Balai POM, atau pernyataan dari pemohon untuk siap
melakukan kegiatan, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat
mengeluarkan Surat Izin Apotek dengan menggunakan contoh formulir model
APT-5.
f. Dalam hal hasil pemeriksaan Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau
Kepala Balai POM masih belum memenuhi syarat, Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota setempat dalam waktu 12 (dua belas) hari kerja
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
9
Universitas Indonesia
mengeluarkan Surat Penundaan dengan menggunakan contoh formulir model
APT-6.
g. Terhadap Surat Penundaan, apoteker diberi kesempatan untuk melengkapi
persyaratan yang belum dipenuhi selambat-lambatnya dalam jangka waktu 1
(satu) bulan sejak tanggal Surat Penundaan.
h. Jika permohonan izin apotek tidak memenuhi persyaratan atau lokasi apotek
tidak sesuai dengan permohonan, maka Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota setempat dalam jangka waktu selambat-lambatnya 12 (dua
belas) hari kerja wajib mengeluarkan Surat Penolakan disertai dengan alasan-
alasannya dengan menggunakan contoh formulir model APT-7.
2.6 Pengelolaan Apotek (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2002).
Pengelolaan apotek meliputi :
a. Pembuatan, pengolahan, peracikan, pengubahan bentuk pencampuran,
penyimpanan dan penyerahan obat atau bahan obat.
b. Pengadaan, penyimpanan, penyaluran dan penyerahan perbekalan farmasi
lainnya.
c. Pelayanan informasi mengenai perbekalan farmasi, yang meliputi pelayanan
informasi tentang obat dan perbekalan farmasi lainnya yang diberikan, baik
kepada dokter dan tenaga kesehatan lainnya maupun kepada masyarakat dan
pengamatan serta pelaporan informasi mengenai khasiat keamanan, bahaya
dan atau mutu obat dan perbekalan farmasi lainnya.
Dalam mengelola apotek, seorang apoteker wajib menyediakan,
meyimpan dan menyerahkan perbekalan farmasi yang bermutu baik dan yang
keabsahannya terjamin. Obat dan perbekalan farmasi lainnya yang karena sesuatu
hal tidak dapat digunakan lagi atau dilarang digunakan, maka harus dimusnahkan
dengan cara dibakar atau ditanam atau dengan cara lain yang ditetapkan oleh
Menteri. Pemusnahan dilakukan oleh Apoteker Pengelola Apotek atau Apoteker
Pengganti yang dibantu oleh sekurang-kurangnya seorang karyawan apotek. Pada
saat pemusnahan, dibuat berita acara pemusnahan dengan menggunakan contoh
formulir model APT-8.
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
10
Universitas Indonesia
Dalam pelaksanaan pengelolaan apotek, Apoteker Pengelola Apotek dapat
dibantu oleh Asisten Apoteker yang melakukan pekerjaan kefarmasian di apotek
di bawah pengawasan apoteker.
Tanggung jawab pengelolaan apotek dapat dialihkan oleh Apoteker Pengelola
Apotek dengan ketentuan :
a. Pada setiap pengalihan tanggung jawab pengelolaan kefarmasian yang
disebabkan karena penggantian Apoteker Pengelola Apotek kepada Apoteker
Pengganti, wajib dilakukan serah terima resep, narkotika, obat dan perbekalan
farmasi lainnya serta kunci-kunci tempat penyimpanan narkotika dan
psikotropika. Pada saat serah terima, wajib dibuat berita acara serah terima
sesuai dengan bentuk yang telah ditentukan dalam rangkap empat yang
ditandatangani oleh kedua belah pihak, yang melakukan serah terima dengan
menggunakan contoh formulir model APT-10.
b. Apabila Apoteker Pengelola Apotek meninggal dunia, dalam jangka waktu
dua kali dua puluh empat jam, ahli waris Apoteker Pengelola Apotek wajib
melaporkan kejadian tersebut secara tertulis kepada Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota. Apabila di apotek tersebut tidak terdapat Apoteker
Pendamping, maka wajib disertai penyerahan resep, narkotika, psikotropika,
obat keras dan kunci tempat penyimpanan narkotika dan psikotropika. Pada
saat penyerahan dibuat Berita Acara Serah Terima kepada Kepala Kantor
Wilayah atau petugas yang diberi wewenang selaku pihak yang menerima
dengan menggunakan contoh formulir model APT-11.
2.7 Pelayanan Apotek
Dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.1332/MENKES/SK/X/2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri
Kesehatan RI No.922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara
Pemberian Izin Apotek disebutkan mengenai beberapa ketentuan umum dalam
pelayanan apotek, antara lain :
a. Apotek wajib melayani resep dokter, dokter gigi dan dokter hewan yang
sepenuhnya berada dalam tanggung jawab Apoteker Pengelola Apotek.
b. Apoteker wajib melayani resep sesuai dengan tanggung jawab dan
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
11
Universitas Indonesia
keahlian profesinya yang dilandasi pada kepentingan masyarakat.
c. Apoteker tidak diizinkan untuk mengganti obat generik yang tertulis di
dalam resep dengan obat paten.
d. Dalam hal pasien tidak mampu menebus obat yang tertulis di dalam
resep, apoteker wajib berkonsultasi dengan dokter untuk pemilihan obat
yang lebih tepat.
e. Apoteker wajib memberikan informasi yang berkaitan dengan penggunaan
obat yang diserahkan kepada pasien dan mengenai penggunaan obat secara
tepat, aman, rasional atas permintaan masyarakat. Apabila apoteker
menganggap bahwa dalam resep terdapat kekeliruan atau penulisan resep
yang tidak tepat, maka apoteker harus memberitahukan dokter yang
menulis resep tersebut. Apabila dokter tetap dengan pendiriannya, dokter
wajib menyatakan secara tertulis atau membubuhkan tanda tangan di atas
resep.
f. Salinan resep harus ditandatangani oleh apoteker.
g. Resep harus dirahasiakan dan disimpan di apotek dengan baik dalam
jangka waktu 3 (tiga) tahun.
h. Resep atau salinan resep hanya boleh diperlihatkan kepada dokter
penulis resep atau yang merawat penderita, penderita yang bersangkutan,
petugas kesehatan atau petugas lain yang berwenang menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
i. Apoteker Pengelola Apotek, Apoteker Pendamping atau Apoteker
Pengganti diizinkan untuk menjual obat keras yang dinyatakan sebagai Daftar
Obat Wajib Apotek tanpa resep yang telah ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.
j. Apabila Apoteker Pengelola Apotek berhalangan melakukan tugasnya
pada jam buka apotek, Apoteker Pengelola Apotek dapat menunjuk
Apoteker Pendamping. Apoteker Pendamping bertanggung jawab atas
pelaksanaan tugas pelayanan kefarmasian selama yang bersangkutan
bertugas menggantikan Apoteker Pengelola Apotek.
k. Apoteker pendamping adalah apoteker yang bekerja di apotek
disamping Apoteker Pengelola Apotek (APA) dan/atau menggantikannya
pada jam-jam tertentu pada hari buka apotek.
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
12
Universitas Indonesia
l. Apabila Apoteker Pengelola Apotek dan Apoteker Pendamping karena hal-
hal tertentu berhalangan melakukan tugasnya, Apoteker Pengelola Apotek
dapat menunjuk Apoteker Pengganti. Penunjukan harus dilaporkan kepada
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada
Kepala Dinas Kesehatan Propinsi setempat dengan menggunakan contoh
formulir model APT-9.
m. Apoteker pengganti adalah apoteker yang menggantikan Apoteker Pengelola
Apotek selama Apoteker Pengelola Apotek tersebut tidak berada di
tempat lebih dari 3 bulan terus-menerus, telah memiliki Surat Izin Kerja
dan tidak bertindak sebagai Apoteker Pengelola Apotek di apotek lain.
n. Apabila Apoteker Pengelola Apotek berhalangan melakukan tugasnya
lebih dari 2 (dua) tahun secara terus menerus, maka Surat Izin Apotek atas
nama apoteker yang bersangkutan dicabut.
Pelayanan yang dilakukan di apotek harus menerapkan pelayanan
kefarmasian (pharmaceutical care) yaitu bentuk pelayanan dan tanggung jawab
langsung profesi apoteker dalam pekerjaan kefarmasian untuk meningkatkan
kualitas hidup pasien. Untuk mewujudkan pelayanan kefarmasian, farmasis harus
menerapkan standar pelayanan yang baik dalam memberikan pelayanan kepada
pelanggan, yang meliputi pelayanan resep, promosi dan edukasi, d a n
pelayanan residensial (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2004b).
2.7.1 Pelayanan Resep (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2004b)
a. Skrining resep meliputi persyaratan administratif (nama, SIP dan
alamat dokter; tanggal penulisan resep; tanda tangan/paraf dokter penulis resep;
nama, alamat, umur, jenis kelamin dan berat badan pasien; nama obat, potensi,
dosis, jumlah obat yang diminta; cara pemakaian yang jelas serta informasi
lainnya yang diperlukan), kesesuaian farmasetik (bentuk sediaan, dosis,
potensi, stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama pemberian), dan pertimbangan
klinis (adanya alergi, efek samping, interaksi, kesesuaian dosis, durasi, jumlah
obat dan lain-lain).
b. Penyiapan obat meliputi peracikan (menyiapkan, menimbang,
mencampur, mengemas dan memberikan etiket pada wadah), penulisan etiket
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
13
Universitas Indonesia
harus jelas dan dapat dibaca, kemasan obat harus cocok dan rapi
sehingga terjaga kualitasnya, penyerahan obat oleh apoteker dengan melakukan
pemeriksaan akhir terhadap kesesuaian antara obat dan resep, dan pemberian
informasi serta konseling kepada pasien. Informasi obat yang diberikan
kepada pasien harus benar, jelas, mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis,
bijaksana dan terkini. Informasi ini sekurang-kurangnya meliputi cara
pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan,
aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi.
Setelah penyerahan obat kepada pasien, apoteker harus melaksanakan
monitoring penggunaan obat, terutama untuk pasien kardiovaskular, diabetes,
tuberkulosis, asma dan penyakit kronis lainnya.
c. Konseling didefinisikan sebagai proses komunikasi dua arah yang
sistematik antara apoteker dan pasien untuk mengidentifikasi dan memecahkan
masalah yang berkaitan dengan obat dan pengobatan. Apoteker harus
memberikan konseling mengenai sediaan farmasi, pengobatan dan perbekalan
kesehatan lainnya sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien
atau yang bersangkutan terhindar dari bahaya penyalahgunaan atau
penggunaan salah sediaan farmasi atau perbekalan kesehatan lainnya.
2.7.2 Promosi dan Edukasi (Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
2004b)
Dalam rangka pemberdayaan masyarakat, apoteker harus berpartisipasi
secara aktif dalam promosi dan edukasi kepada pasien. Apoteker ikut membantu
penyebaran informasi antara lain dengan penyebaran leaflet/brosur, poster,
penyuluhan dan lainnya.
2.7.3 Pelayanan Residensial (Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
2004b)
Pelayanan residensial adalah pelayanan apoteker sebagai care giver dalam
pelayanan kefarmasian di rumah-rumah khususnya untuk kelompok lansia dan
pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya. Untuk itu apoteker harus
membuat catatan pengobatan pasien (medication record).
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
14
Universitas Indonesia
2.8 Pencabutan Izin Apotek (Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
2002).
2.8.1 Kriteria Pencabutan Izin Apotek
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melakukan pencabutan Surat
Izin Apotek (SIA) apabila :
a. Apoteker sudah tidak lagi memenuhi ketentuan yang tercantum
dalam persyaratan sebagai Apoteker Pengelola Apotek.
b. Apoteker tidak memenuhi kewajiban sebagai Apoteker Pengelola Apotek.
c. Apoteker Pengelola Apotek tidak melakukan tugasnya lebih dari 2 (dua)
tahun secara terus menerus.
d. Terjadi pelanggaran terhadap ketentuan perundang-undangan
yang berhubungan dengan kegiatan di apotek.
e. Surat Izin Kerja Apoteker Pengelola Apotek dicabut.
f. Pemilik sarana apotek terbukti terlibat dalam pelanggaran perundang-
undangan di bidang obat.
g. Apotek tidak lagi memenuhi persyaratan, baik dalam hal tempat atau
lokasi, perlengkapan, serta kegiatan pelayanan di apotek.
2.8.2 Ketentuan Pencabutan Izin Apotek
Ketentuan mengenai pencabutan izin apotek berdasarkan Keputusan
Menteri Kesehatan RI No. 1322/MENKES/SK/X/2002 tentang Ketentuan dan
Tata Cara Pemberian Izin Apotek adalah :
a. Pelaksanaan pencabutan izin apotek dilakukan setelah dikeluarkan
peringatan secara tertulis kepada Apoteker Pengelola Apotek sebanyak 3
(tiga) kali berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing 2 (dua)
bulan dengan menggunakan formulir model APT-12 dan pembekuan izin
apotek untuk jangka waktu selama-lamanya 6 (enam) bulan sejak
dikeluarkannya penetapan pembekuan kegiatan apotek dengan
menggunakan contoh formulir model APT-13.
b. Pembekuan izin apotek dapat dicairkan apabila apotek telah
membuktikan memenuhi seluruh persyaratan sesuai dengan ketentuan
dengan menggunakan contoh formulir model APT-14.
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
15
Universitas Indonesia
c. Pencairan izin apotek dilakukan setelah menerima laporan pemeriksaan
dari Tim Pemeriksaan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat.
d. Keputusan pencabutan Surat Izin Apotek oleh Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota disampaikan langsung kepada apotek yang
bersangkutan dengan menggunakan contoh formulir model APT-15 dan
tembusan kepada Menteri Kesehatan dan Kepala Dinas Kesehatan
Propinsi setempat serta Kepala Balai Pengawas Obat dan Makanan
setempat.
2.8.3 Kewajiban Apoteker Pengelola Apotek setelah Pencabutan Surat
Izin Apotek
Apabila Surat Izin Apotek dicabut, Apoteker Pengelola Apotek atau
Apoteker Pengganti wajib mengamankan perbekalan farmasi sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Pengamanan dilakukan dengan mengikuti tata
cara sebagai berikut (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2002) :
a. Dilakukan inventarisasi terhadap seluruh persediaan narkotika, obat
keras tertentu dan obat lainnya serta seluruh resep yang tersedia di apotek.
b. Narkotika, psikotropika dan resep harus dimasukkan dalam tempat
yang tertutup dan terkunci.
c. Apoteker Pengelola Apotek wajib melaporkan secara tertulis kepada
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tentang penghentian kegiatan
disertai laporan inventarisasi seluruh perbekalan farmasi di apotek.
2.9 Pengelolaan Narkotika (Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009)
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan
tanaman, baik sintesis maupun semisintesis, yang dapat menyebabkan penurunan
atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan
rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan. Narkotika dibedakan dalam
tiga golongan yaitu:
a. Narkotika golongan I, yang dapat digunakan untuk kepentingan dan
pengembangan ilmu pengetahuan dan dilarang digunakan untuk kepentingan
lainnya, serta mempunyai potensi yang sangat tinggi untuk menimbulkan
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
16
Universitas Indonesia
ketergantungan. Contohnya tanaman Papaver somniferum (kecuali biji),
Erythroxylon coca, dan Cannabis sativa.
b. Narkotika golongan II, yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan
sebagai pilihan terakhir dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan
ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi untuk menimbulkan
ketergantungan. Contohnya adalah morfin dan petidin.
c. Narkotika golongan III, yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan
dalam terapi dan atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta
mempunyai potensi ringan untuk menimbulkan ketergantungan, contohnya
yaitu Codein.
Tujuan dari undang-undang tentang narkotika yaitu :
a. Menjamin ketersediaan narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan
dan atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
b. Mencegah, melindungi dan menyelamatkan bangsa Indonesia
dari penyalahgunaan narkotika.
c. Memberantas peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika.
d. Menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi penyalah
guna dan pecandu narkotika.
Kegiatan pengelolaan narkotika yang dilakukan di apotek meliputi
pemesanan narkotika, penyimpanan narkotika, pelayanan resep yang mengandung
narkotika, pelaporan narkotika dan pemusnahan narkotika.
2.9.1 Pemesanan Narkotika
Pengadaan narkotika di apotek dilakukan dengan pemesanan tertulis
melalui Surat Pesanan (SP) narkotika kepada Pedagang Besar Farmasi (PBF) PT.
Kimia Farma (Persero) Tbk. Surat Pesanan narkotika harus ditandatangani oleh
Apoteker Penanggung Jawab Apotek dengan mencantumkan nama jelas, nomor
SIK, SIA dan stempel apotek. Satu Surat Pesanan narkotika terdiri dari rangkap
empat dan hanya dapat digunakan untuk memesan satu jenis obat narkotika.
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
17
Universitas Indonesia
2.9.2 Penyimpanan Narkotika (Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
1978).
Apotek harus memiliki tempat khusus untuk penyimpanan narkotika.
Lemari khusus yang digunakan untuk menyimpan narkotika tidak boleh
digunakan untuk menyimpan barang lain selain narkotika dan anak kunci
lemari khusus harus dipegang oleh penanggung jawab atau pegawai lain
yang ditunjuk. Lemari khusus harus ditempatkan di tempat yang aman dan
tidak terlihat oleh umum. Persyaratan untuk lemari atau tempat khusus
penyimpanan narkotika harus memenuhi ketentuan sebagai berikut :
a. Harus dibuat seluruhnya dari kayu atau bahan lain yang kuat.
b. Harus mempunyai kunci yang kuat.
c. Dibagi dua masing-masing dengan kunci yang berlainan, bagian
pertama digunakan untuk menyimpan morfin, petidin dan garam-garamnya
serta bagian kedua untuk persediaan narkotika lainnya yang dipakai sehari-
hari.
d. Apabila tempat khusus tersebut berupa lemari berukuran kurang
dari 40x80x100 cm, maka lemari tersebut harus dibaut pada tembok atau
lantai.
2.9.3 Pelayanan Resep yang Mengandung Narkotika
Narkotika hanya digunakan untuk kepentingan pengobatan dan atau ilmu
pengetahuan serta dapat digunakan untuk kepentingan pengobatan hanya
berdasarkan resep dokter. Penyerahan narkotika dari apotek kepada pasien
hanya dapat dilakukan berdasarkan resep dari dokter (Undang-Undang Nomor 35
Tahun 2009).
Apotek dilarang melayani salinan resep yang mengandung narkotika.
Untuk resep narkotika yang baru dilayani sebagian, apotek boleh membuat salinan
resep, tetapi salinan resep tersebut hanya boleh dilayani di apotek yang
menyimpan resep asli. Salinan resep narkotika dengan tulisan iter tidak boleh
dilayani sama sekali. Oleh karena itu, dokter tidak boleh menambah tulisan iter
pada resep yang mengandung narkotika.
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
18
Universitas Indonesia
2.9.4 Pelaporan Narkotika
Undang-undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika menyatakan
bahwa apotek wajib membuat, menyampaikan dan menyimpan laporan berkala
mengenai pemasukan dan/atau pengeluaran narkotika yang berada dalam
penguasaannya. Pelaporan penggunaan narkotika telah dikembangkan dalam
bentuk perangkat lunak atau program Sistem Pelaporan Narkotika dan
Psikotropika (SIPNAP) sejak tahun 2006 oleh Kementerian Kesehatan. Sistem
Pelaporan Narkotika dan Psikotropika (SIPNAP) adalah sistem yang mengatur
pelaporan penggunaan Narkotika dan Psikotropika dari Unit Layanan
(Puskesmas, Rumah Sakit dan Apotek) ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
dengan menggunakan pelaporan elektronik selanjutnya Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota melaporkan ke tingkat yang lebih tinggi (Dinkes Provinsi dan Dit
jen Binfar dan Alkes) melalui mekanisme pelaporan online yang menggunakan
fasilitas internet. Namun, penerapan undang-undang ini belum dilaksanakan
secara menyeluruh di Indonesia.
2.9.5 Pemusnahan Narkotika
Pemusnahan narkotika dilakukan terhadap narkotika yang rusak,
kadaluarsa, dan tidak memenuhi syarat lagi. Pemusnahan tersebut harus
disaksikan oleh petugas dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Apoteker
Pengelola Apotek membuat berita acara pemusnahan paling sedikit rangkap 3
(tiga) yang memuat :
a. Nama, jenis, sifat, dan jumlah
b. Keterangan mengenai tempat, jam, hari, tanggal, bulan, dan tahun dilakukan
pemusnahan
c. Keterangan mengenai pemilik, apoteker pimpinan apotek dan dokter
pemilik narkotika
d. Tanda tangan dan identitas lengkap pelaksana dan pejabat atau pihak
terkait lainnya yang menyaksikan pemusnahan (saksi dari pemerintah dan
seorang saksi dari perusahaan atau badan tersebut).
Berita acara pemusnahan narkotika harus dikirimkan kepada Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada Dinas Kesehatan Propinsi,
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
19
Universitas Indonesia
Kepala Balai Besar POM setempat, dan satu disimpan untuk arsip apotek.
2.10 Pengelolaan Psikotropika
Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia No.5 tahun 1997 tentang
psikotropika, psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintesis
bukan narkotika yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada
susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktifitas mental dan
prilaku. Tujuan pengaturan di bidang psikotropika adalah untuk menjamin
ketersediaan psikotropika guna kepentingan pelayanan kesehatan dan ilmu
pengetahuan, mencegah terjadinya penyalahgunaan psikotropika, serta
memberantas peredaran gelap psikotropika. Psikotropika dibagi menjadi beberapa
golongan :
a. Psikotropika golongan I adalah psikotropika yang hanya dapat digunakan
untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta
mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan sindrom ketergantungan.
Contohnya adalah ekstasi.
b. Psikotropika golongan II adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan,
digunakan dalam terapi, dan/atau atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta
mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan.
Contohnya adalah amfetamin.
c. Psikotropika golongan III adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan
banyak digunakan dalam terapi, dan/atau atau untuk tujuan ilmu pengetahuan
serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan.
Contohnya adalah fenobarbital.
d. Psikotropika golongan IV adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan
dan sangat luas digunakan dalam terapi, dan/atau atau untuk tujuan
ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan
sindrom ketergantungan. Contohnya adalah diazepam dan nitrazepam.
Ruang lingkup pengaturan psikotropika dalam Undang-Undang No.5
tahun 1997 adalah segala hal yang berhubungan dengan psikotropika yang
mengakibatkan ketergantungan.
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
20
Universitas Indonesia
2.10.1 Pemesanan Psikotropika (Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997)
Pemesanan psikotropika dilakukan dengan menggunakan Surat Pesanan
Psikotropika yang ditandatangani oleh APA dengan mencantumkan nomor SIA
dan SIK. Surat pesanan tersebut dibuat rangkap tiga dan setiap surat dapat
digunakan untuk memesan beberapa jenis psikotropika.
2.10.2 Penyimpanan Psikotropika (Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997)
Penyimpanan obat psikotropika sampai dengan saat ini belum diatur
dengan peraturan perundang-undangan. Namun untuk mencegah penyalahgunaan
obat-obat psikotropika, maka sebaiknya obat-obat tersebut disimpan di dalam rak
atau lemari yang terpisah dengan obat lain.
2.10.3 Penyerahan Psikotropika (Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997)
a. Penyerahan psikotropika dari apotek kepada apotek lainnya diberikan
berdasarkan surat permintaan tertulis yang ditandatangani oleh Apoteker
Pengelola Apotek.
b. Penyerahan psikotropika dari apotek kepada rumah sakit diberikan
berdasarkan surat permintaan tertulis yang ditandatangani oleh direktur
rumah sakit.
c. Penyerahan psikotropika dari apotek kepada puskesmas diberikan
berdasarkan surat permintaan tertulis dari kepala puskesmas.
d. Penyerahan psikotropika dari apotek kepada balai pengobatan diberikan
berdasarkan surat permintaan tertulis dari dokter penanggung jawab balai
pengobatan.
e. Penyerahan psikotropika dari apotek kepada dokter diberikan berdasarkan
resep dokter.
f. Penyerahan psikotropika dari apotek kepada pasien diberikan berdasarkan
resep dokter.
2.10.4 Pelaporan Psikotropika (Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997)
Apotek berkewajiban menyusun dan mengirimkan laporan bulanan
melalui perangkat lunak atau program Sistem Pelaporan Narkotika dan
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
21
Universitas Indonesia
Psikotropika (SIPNAP). Mekanisme pelaporan psikotropika sama dengan
pelaporan narkotika.
2.10.5 Pemusnahan Psikotropika (Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997)
Pemusnahan psikotropika dilakukan dengan membuat berita acara dan
disaksikan oleh pejabat yang ditunjuk. Pemusnahan psikotropika tersebut
dilakukan apabila kadaluarsa, tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada
pelayanan kesehatan dan atau pengembangan ilmu pengetahuan, atau berkaitan
dengan tindak pidana.
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
22 Universitas Indonesia
BAB 3
TINJAUAN UMUM
3.1 PT. Kimia Farma (Persero), Tbk
3.1.1 Sejarah PT. Kimia Farma (Persero), Tbk. (Tim PKPA PT. Kimia
Farma Apotek, 2012)
PT. Kimia Farma merupakan Badan Usaha Milik Negara yang menjadi
perintis dalam industri farmasi Indonesia. Sejarah awal PT. Kimia Farma berawal
pada tahun 1917 ketika N.V. Chemicalien Handle Rathkamp & Co., perusahaan
farmasi pertama di Hindia Timur didirikan. Kemudian pada tahun 1957,
berdasarkan Undang-Undang No.74/1957, terjadi nasionalisasi
perusahaan-perusahaan Belanda. Dengan adanya nasionalisasi tersebut, maka
pada tahun 1960, berdasarkan Undang-Undang No.19/PRP/ tahun 1960
tentang Perusahaan Negara dan PP No. 69 tahun 1961, Departemen Kesehatan
mengganti Bapphar (Badan Pusat Penguasa Perusahaan Farmasi Belanda)
menjadi BPU (Badan Pimpinan Umum) Farmasi Negara dan membentuk PN
Farmasi yaitu PNF. Radja Farma, PNF. Nurani Farma, PNF. Nakula Farma,
PNF. Bhineka Kina Farma, PNF. Bio Farma, PNF. Sari Husada dan PNF. Kasa
Husada.
Pada tahun 1969, sesuai dengan Instruksi Presiden No. 17 yang
dituangkan dalam Peraturan Pemerintah No. 3 tahun 1969, pemerintah
melebur beberapa perusahaan farmasi menjadi PN. Farmasi Bhineka Kimia
Farma. Pada tanggal 16 Agustus 1971, berdasarkan PP No.16/1971, PNF.
Kimia Farma dan PNF. Sari Husada bergabung menjadi PT (Persero)
Kimia Farma dengan bidang usaha industri farmasi, industri kimia dan
makanan kesehatan, perkebunan obat, pertambangan farmasi dan kimia, serta
perdagangan farmasi, kimia dan ekspor-impor. Selanjutnya pada tanggal 4 Juli
2000 berdasarkan Surat Menteri Negara Penanaman Modal dan Pembinaan
BUMN No. S-59/M-PM/BUMN/2000, PT. Kimia Farma (Persero), Tbk. resmi
terdaftar di Bursa Efek Jakarta (BEJ) sebagai perusahaan publik. Agar dapat
mengelola perusahaan secara terarah, pada tanggal 4 Januari 2002 Direksi
PT. Kimia Farma (Persero), Tbk. mendirikan 2 (dua) anak perusahaan
yaitu PT. Kimia Farma Apotek dan PT. Kimia Farma Trading and
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
23
Universitas Indonesia
Distribution.
3.1.2 Visi dan Misi (Tim PKPA PT. Kimia Farma Apotek, 2012)
Visi perusahaan PT. Kimia Farma (Persero), Tbk. adalah komitmen pada
peningkatan kualitas kesehatan dan lingkungan. Misi perusahaan adalah :
a. Mengembangkan industri kimia dan farmasi dengan melakukan penelitian dan
pengembangan produk yang inovatif.
b. Mengembangkan bisnis pelayanan kesehatan terpadu (health care provider)
yang berbasis jaringan distribusi dan jaringan apotek.
c. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan mengembangkan sistem
informasi perusahaan.
3.1.3 Motto
PT. Kimia Farma, Tbk yang memiliki filosofi “I CARE” yang menjadi
pedoman dalam bekerja demi meningkatkan kualitas hidup. Yang dimaksud “I
CARE” tersebut adalah:
1. I (Innovative), memiliki budaya berpikir out of the box dan membangun
produk unggulan
2. C (Customer First), mengutamakan pelanggan sebagai rekan kerja/mitra
3. A (Accountbility), bertanggungjawab atas amanah yang dipercayakan oleh
perusahaan dengan memegang teguh profesionalisme, integritas, dan
kerjasama
4. R (Responsibility), memiliki tanggung jawab pribadi untuk bekerja tepat
waktu, tepat sasaran dan dapat diandalkan.
5. E (Eco Friendly), menciptakan dan menyediakan produk maupun jasa layanan
yang ramah lingkungan.
3.2 PT. Kimia Farma Apotek (Tim PKPA PT. Kimia Farma Apotek, 2012)
PT. Kimia Farma Apotek mengelola kurang lebih 400 apotek yang
tersebar di seluruh tanah air. PT. Kimia Farma Apotek memimpin pasar
dibidang perapotekan dengan penguasaan pasar sebesar 19% dari total penjualan
apotek di seluruh Indonesia.
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
24
Universitas Indonesia
Apotek Kimia Farma melayani resep dokter dan menyediakan pelayanan
lain, misalnya praktek dokter, optik, dan pelayanan obat bebas atau Over the
Counter (OTC) serta pusat pelayanan informasi obat. Apotek Kimia Farma
dipimpin oleh tenaga apoteker yang bekerja penuh seharian sehingga dapat
melayani informasi obat dengan baik. Struktur organisasi PT. Kimia Farma
Apotek dapat dilihat pada Lampiran 1.
Visi PT. Kimia Farma Apotek adalah menjadi perusahaan jaringan layanan
Farmasi yang terkemuka di Indonesia. Misi dari PT. Kimia Farma Apotek adalah
memberikan jasa layanan prima atas ritel farmasi dan jasa terkait serta
memberikan solusi jasa layanan kefarmasian bagi pelanggan, meningkatkan nilai
perusahaan untuk pemegang saham dan pihak-pihak yang berkepentingan dengan
berdasarkan prinsip GCG, mengembangkan kompetensi dan komitmen sumber
daya manusia yang lebih profesional untuk meningkatkan nilai perusahaan dan
kesejahteraan sumber daya manusia.
Terdapat dua jenis apotek Kimia Farma, yaitu apotek administrator yang
sekarang disebut Bisnis Manajer (BM) dan apotek pelayanan. Apotek bisnis
manajer membawahi beberapa apotek pelayanan yang berada dalam suatu
wilayah dan bertugas menangani pembelian, penyimpanan barang dan
administrasi apotek pelayanan yang berada dibawahnya.
Secara umum keuntungan yang diperoleh melalui konsep BM adalah
koordinasi modal kerja menjadi lebih mudah, d a n apotek pelayanan
akan lebih fokus pada kualitas pelayanan sehingga mutu pelayanan akan
meningkat. Hal tersebut diharapkan akan meningkatkan penjualan. Selain itu,
keuntungan lainnya adalah merasionalkan jumlah sumber daya manusia terutama
tenaga administrasi, sehingga menghasilkan biaya administrasi yang efisien,
dan meningkatkan keuntungan dalam hal pengadaan barang karena dengan
pembelian dalam jumlah besar, pemasok akan memberikan diskon yang lebih
besar.
Saat ini terdapat 34 Bisnis Unit di seluruh Indonesia, dibagi dalam tiga
strata berdasarkan besar kecilnya omzet, yaitu:
a. Strata A, meliputi Jaya I, Jaya II, rumah sakit Jakarta, Bandung, Yogyakarta
dan Denpasar.
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
25
Universitas Indonesia
b. Strata B meliputi Balik Papan, Samarinda, Banjarmasin, Bogor, Tanggerang,
Manado, dan lain-lain.
c. Strata C, meliputi Kendari, Lampung, Jaya Pura, dan lain-lain.
Untuk wilayah Jabodetabek, apotek BM dibagi menjadi lima unit bisnis
yaitu :
a. BM Jaya I membawahi wilayah Jakarta Selatan dan Jakarta Barat dengan
BM di Apotek Kimia Farma No. 42, Kebayoran Baru.
b. BM Jaya II membawahi wilayah Jakarta Utara, Jakarta Pusat, Jakarta Timur
dan Bekasi dengan BM di Apotek Kimia Farma No. 48, Matraman.
c. BM Bogor, membawahi wilayah Bogor, Depok dan Sukabumi dengan BM di
Apotek Kimia Farma No. 7, Bogor.
d. BM Tangerang membawahi wilayah Provinsi Banten dengan BM di Apotek
Kimia Farma No. 78, Tangerang.
e. BM Rumah Sakit di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo.
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
26 Universitas Indonesia
BAB 4
TINJAUAN KHUSUS
4.1 Bisnis Manajer Wilayah Bogor
Bisnis Manajer wilayah Bogor membawahi 20 apotek pelayanan
yang tersebar di wilayah Bogor, Depok, Sukabumi, dan Cianjur. Bisnis
Manajer wilayah Bogor tersebut bertempat di Apotek Kimia Farma No.7, Jl. H.
Ir. Juanda No.30, Bogor.
Bisnis Manajer (BM) bertanggung jawab terhadap kegiatan pengadaan
dan administrasi atau ketatausahaan dari apotek-apotek pelayanan yang
berada di bawah pengelolaannya. Struktur organisasi BM terdiri dari
seorang Manajer Bisnis yang membawahi supervisor pelayanan, supervisor
pengadaan dan supervisor administrasi dan keuangan. Struktur organisasi BM
Bogor dapat dilihat pada Lampiran 2.
Tugas dan fungsi dari masing-masing bagian yang ada dalam BM
wilayah Bogor adalah sebagai berikut:
4.1.1 Bisnis Manajer (BM)
a. Memimpin bisnis apotek di daerahnya yang menjadi tanggung
jawabnya untuk mencapai kinerja (hasil usaha) secara efektif dan efisien,
sesuai dengan sasaran dan kebijakan yang digariskan Direksi PT. Kimia
Farma Apotek.
b. Mengkoordinir, merencanakan, membina, serta mengendalikan
pengelolaan apotek pelayanan dalam grupnya untuk mencapai kinerja
masing-masing apotek secara efektif dan efisien.
c. Melaksanakan pengembangan usaha di daerahnya berkoordinasi dengan
manajer pelayanan dan pengembangan usaha.
4.1.2 Bagian Pengadaan/Pembelian
Bagian ini dipimpin oleh supervisor pengadaan yang bertanggung
jawab langsung pada Bisnis Manajer. Dalam melaksanakan tugasnya,
bagian pembelian harus merencanakan semua perbekalan farmasi yang
akan dibeli secara cermat dan sesuai dengan kebutuhan apotek-apotek
pelayanan yang berada di bawah pengelolaannya.
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
27
Universitas Indonesia
Tugas dan fungsi bagian pembelian meliputi:
a. Mendata kebutuhan barang berdasarkan Bon Permintaan Barang Apotek
(BPBA) yang dibuat oleh masing-masing apotek pelayanan dan
mengelompokkan berdasarkan distributornya.
b. Merencanakan dan membuat Surat Pesanan barang ke distributor yang
bersangkutan sesuai dengan BPBA yang diajukan oleh apotek pelayanan.
c. Memilih distributor yang telah memiliki izin dari Departemen Kesehatan,
serta memperhatikan mutu barang, pelayanan tepat waktu, harga bersaing
dan pembayaran lunak.
d. Menentukan dan melakukan negosiasi harga beli barang dan masa
pembayaran dengan distributor.
e. Memeriksa kembali harga dan diskon yang telah disepakati dengan
distributor.
f. Mengkonfirmasikan kembali ke distributor apabila barang yang dipesan
belum datang.
g. Menentukan keputusan pembelian terhadap permintaan BPBA yang
diajukan oleh apotek pelayanan, dengan memperhatikan anggaran, harga
barang dan jenis barang yang diminta (fast moving/slow moving).
h. Bertanggung jawab terhadap perolehan harga beli.
i. Bertanggung jawab terhadap kelengkapan barang.
4.1.3 Bagian Administrasi Keuangan
Bagian keuangan dijalankan oleh petugas kasir besar yang
bertanggung jawab kepada Bisnis Manager.
Tugas dan fungsi kasir besar, antara lain :
a. Menyiapkan uang kecil untuk diserahkan ke kasir kecil.
b. Menerima setoran penjualan tunai berdasarkan bukti setoran kasir dari
apotek pelayanan
c. Menerima hasil penagihan piutang dagang berupa uang tunai, cek atau giro
dari bagian penagihan.
d. Mengeluarkan uang untuk keperluan rutin dengan sepengetahuan / perintah
unit BM seperti: uang transpor, gaji pegawai, pembayaran hutang dagang
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
28
Universitas Indonesia
yang telah jatuh tempo, dan lain-lain.
e. Membuat laporan mingguan saldo kas/bank
f. Menerima dan mengeluarkan uang (surat berharga) sesuai dengan bukti-
bukti dokumen yang sah dan disetujui oleh APA.
g. Menjaga dan memelihara keamanan dari risiko kehilangan dan kerusakan
uang (surat berharga)
h. Bertanggung jawab terhadap keuangan perusahaan.
4.1.4 Bagian Administrasi/Ketatausahaan
Fungsi bagian administrasi/ketatausahaan adalah sebagai pelaksana
pembuatan laporan akuntansi keuangan dan sebagai pengawas kesesuaian proses
pelaksanaan pengumpulan data, pencatatan, penyajian laporan dan pengarsipan
data dari seluruh fungsi kegiatan yang ada di apotek terhadap sistem yang
berlaku di apotek. Bagian ini dipimpin oleh seorang supervisor administrasi dan
keuangan yang bertanggung jawab kepada BM. Supervisor administrasi dan
keuangan bertugas mengkoordinir semua kegiatan administrasi di apotek yang
ada di bawahnya, meliputi administrasi hutang dagang, administrasi piutang
dagang, administrasi kas bank, administrasi pajak, administrasi inkaso dan
administrasi umum.
4.1.4.1 Administrasi Hutang Dagang
Bagian ini melaksanakan semua kegiatan administrasi pembelian barang
di apotek, yaitu :
a. Mencatat seluruh faktur pembelian di kartu hutang masing-masing
distributor sebagai hutang dagang.
b. Menerima kontrabon dari distributor (faktur asli, pajak dan surat pesanan)
dan membuat tanda terima faktur untuk distributor seminggu sebelum jatuh
tempo pembayaran.
c. Mencocokkan salinan faktur dengan yang asli dan menyimpannya sampai
jatuh tempo.
d. Menyerahkan struk hutang dagang ke bagian keuangan untuk dibuatkan
bukti pengeluaran kas.
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
29
Universitas Indonesia
e. Melengkapi berkas-berkas seperti faktur asli, salinan faktur, SP barang dan
bukti pengeluaran kas untuk diserahkan ke kasir besar.
f. Membuat laporan hutang dagang
g. Membuat laporan saldo mutasi hutang dagang.
4.1.4.2 Administrasi Piutang Dagang
Bagian ini melaksanakan semua kegiatan administrasi penjualan kredit di
apotek, kegiatannya meliputi :
a. Mengumpulkan faktur-faktur resep kredit setiap hari disertai faktur
penjualan, salinan resep dan kuitansi lalu mengelompokkannya berdasarkan
masing-masing debitur.
b. Membuat rekap tagihan perbulan untuk masing-masing debitur.
c. Membuat kuitansi penagihan perbulan untuk masing-masing debitur (dibuat
5 rangkap yaitu 1 untuk bagian administrasi inkaso, 1 lembar untuk bagian
administrasi piutang dagang dan 3 lembar untuk ditagihkan kepada debitur).
d. Mencocokkan resep/faktur penjualan kredit dengan data yang ada di
komputer.
e. Mencatat piutang dagang dalam kartu piutang dagang.
f. Membuat laporan piutang dagang setiap bulan.
4.1.4.3 Administrasi Inkaso
Kegiatan bagian administrasi inkaso meliputi :
a. Bertanggung jawab menyimpan dan menerbitkan alat-alat tagih (dibuat oleh
bagian administrasi piutang dagang) yang terdiri dari rekap tagihan, kuitansi
penagihan dan bukti fotokopi resep kredit.
b. Setiap bulan, menerbitkan tagihan ke masing-masing debitur, kemudian
dibuat tanda terima kuitansi dari debitur.
c. Tanda terima kuitansi kemudian disimpan di map tunggu sampai jatuh tempo
pelunasan piutang tiba.
d. Setelah jatuh tempo, tanda terima kuitansi ditagihkan ke debitur oleh bagian
penagihan untuk dilunasi oleh debitur, hasil pelunasan diserahkan ke bagian
kasir besar.
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
30
Universitas Indonesia
e. Setelah dilunasi, bagian administrasi inkaso akan menerbitkan nota inkaso
sebagai bukti pelunasan piutang.
f. Setiap bulan dilakukan stok kuitansi untuk melihat apakah terdapat debitur
yang belum melunasi piutangnya.
4.1.4.4 Administrasi Kas Bank
Bagian ini bertugas untuk mencatat seluruh penerimaan dan pengeluaran
melalui kas atau bank. Kegiatannya adalah membuat laporan saldo kas/bank
berdasarkan dokumen penjualan tunai dan penerimaan piutang, pembayaran
hutang dan dokumen biaya variabel dan biaya tetap.
4.1.4.5 Administrasi Umum
a. Umum
Bertugas menyiapkan bahan-bahan rapat, melakukan kegiatan
surat-menyurat, serta bertanggung jawab terhadap seluruh barang
inventaris perusahaan.
b. Sumber Daya Manusia/Kepegawaian
Bertugas membuat daftar gaji pegawai, IP (Iuran Pensiun), ISP (Iuran
Sosial Pensiun), Iuran Jamsostek, mengajukan kenaikan pangkat dan membuat
surat usulan kenaikan pangkat bagi pegawai.
c. Teknologi Informasi
Bertanggung jawab atas kelancaran sistem yang digunakan di Bisnis
Manajer wilayah Bogor baik perangkat lunak maupun perangkat keras.
4.2. Apotek Kimia Farma No. 202 Depok
4.2.1 Lokasi Apotek
Apotek Kimia Farma No.202 terletak di Jalan Kejayaan Raya Blok IX
No.2 Depok Timur. Lokasi apotek cukup strategis karena berada di daerah
dekat perumahan penduduk, klinik dokter, laboratorium klinik, dan berada di
jalan raya yang dilalui kendaraan dua arah, sehingga mudah dijangkau oleh
masyarakat. Apotek ini juga mempunyai tempat praktek dokter spesialis anak,
penyakit dalam, saraf, dan fisioterapi.
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
31
Universitas Indonesia
4.2.2 Tata Ruang Apotek
Penataan ruang apotek bertujuan untuk memberikan kemudahan dan
kenyamanan bagi pelanggan dan karyawan apotek. Bangunan terdiri dari dua
lantai. Pembagian ruangan yang terdapat di apotek antara lain ruang
tunggu, tempat penyerahan resep dan pengambilan obat, swalayan farmasi, ruang
peracikan, ruang dokter, ruang apoteker, gudang, dan ruang lain-lain. (Lampiran
4)
4.2.2.1 Ruang Tunggu
Dilengkapi dengan pendingin ruangan untuk memberikan
kenyamanan pada pelanggan yang sedang menunggu penyiapan obat. Pada ruang
ini terdapat counter tempat penyerahan resep dan pengambilan obat yang berupa
meja setinggi dada orang dewasa (± 130 cm). Tempat ini membatasi ruang dalam
apotek dengan pelanggan. Ruangan ini juga dilengkapi dengan swalayan farmasi
yang berada di sebelah kiri dan tengah dari pintu masuk apotek. Barang-barang
yang dijual di swalayan farmasi berupa obat-obat bebas, kosmetik, produk susu,
alat kesehatan, dan lain-lain.
4.2.2.2 Ruang Peracikan
Di ruang peracikan terdapat 2 meja besar, dimana salah satunya
digunakan untuk membaca resep, mengambilkan obat, menulis etiket, menulis
kuitansi, dan pemeriksaan obat beserta etiket oleh asisten apoteker yang sedang
bertugas. Meja yang lainnya digunakan khusus untuk peracikan obat. Di dalam
ruang peracikan juga terdapat rak-rak obat, rak obat askes, se r t a lemari
narkotika dan psikotropika yang berada di bagian atas dari meja racik.
Meja peracikan digunakan untuk meracik obat-obatan. Bahan obat
yang sering digunakan untuk peracikan terletak di lemari bagian atas meja
peracikan. Penataan obat-obat di rak obat dipisahkan menurut efek
farmakologis dan bentuk sediaan kemudian disusun berdasarkan alfabetis. Di
ruangan ini juga terdapat lemari pendingin untuk menyimpan sediaan yang
membutuhkan suhu penyimpanan khusus seperti suppositoria, ovula, insulin,
dan sebagainya.
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
32
Universitas Indonesia
4.2.2.3 Ruangan Lainnya
Ruang apoteker terletak bersebelahan dengan ruang praktek dokter. Selain
itu, juga terdapat gudang yang digunakan sebagai tempat penyimpanan barang.
Di bagian belakang apo t ek terdapat lemari arsip dan ruangan dapur.
4.2.3 Struktur Organisasi
Apotek Kimia Farma No.202 dipimpin oleh seorang Manajer Apotek
Pelayanan (MAP) yang bertindak sebagai Apoteker Pengelola Apotek (APA).
APA bertanggung jawab terhadap keseluruhan kegiatan apotek dan membawahi
secara langsung pelaksana teknis apotek yang merupakan Asisten Apoteker (AA).
Struktur organisasi apotek dapat dilihat pada Lampiran 5.
Personalia di apotek terdiri dari Apoteker Pengelola Apotek (APA),
apoteker pendamping, supervisor layanan farmasi, supervisor swalayan farmasi,
pelaksana layanan farmasi, pelaksana swalayan farmasi dan SPG (Sales
Promotion Girl).
4.2.3.1. Apoteker Pengelola Apotek (APA)
APA mempunyai tugas sebagai berikut:
a. Pengkoordinasi pelaksanaan fungsi profesi kefarmasian di apotek dengan
pemberian bimbingan bagi seluruh sumber daya sesuai dengan profesinya,
untuk memastikan bahwa Apoteker Pengelola Apotek dapat bekerja
mengelola apotek sesuai dengan profesinya sebagai apoteker.
b. Pengelola dan pengawas kegiatan operasional layanan farmasi di apotek
yang menjadi tanggung jawab dalam hal pelayanan, untuk memastikan
pencapaian kinerja apotek dalam hal pelayanan (tidak ada kesalahan obat dan
keluhan pelanggan).
c. Pengarah dan pengidentifikasi potensi seluruh SDM dalam kegiatan
operasional Apotek Pelayanan di bawah tanggung jawabnya, untuk
memastikan seluruh karyawan dapat bekerja secara optimal sesuai dengan
potensi dan tugasnya masing-masing sehingga target apotek pelayanan
tercapai.
d. Pengawas pelaksanaan pemberian layanan swamedikasi sesuai dengan
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
33
Universitas Indonesia
profesinya, untuk mempertahankan citra baik perusahaan dan loyalitas
pelanggan.
e. Pelatih seluruh SDM sesuai dengan kebutuhan di apotek, guna
mendukung terciptanya SDM yang berkualitas.
f. Pelaksana validasi penjualan dan stok opname untuk memastikan sistem
informasi berjalan dengan baik.
4.2.3.2 Apoteker Pendamping
Apoteker Pendamping merupakan apoteker yang bertugas melakukan
pelayanan farmasi ketika APA tidak berada di apotek. Apotek belum
mempunyai seorang apoteker pendamping. Semua tugas apoteker di apotek
dikerjakan oleh seorang APA.
4.2.3.3 Supervisor Layanan Farmasi
Tugas dari supervisor layanan farmasi adalah :
a. Pengkoordinasi kegiatan pelayanan di apotek untuk memberikan
pelayanan kepada pelanggan sesuai dengan standar dan prosedur.
b. Pengkoordinasi pembagian tanggung jawab lemari obat serta pelaksana
verifikasi permintaan barang dari penanggung jawab lemari obat untuk
memastikan tingkat persediaan barang yang optimal.
c. Pelaksana kegiatan pelaporan penggunaan narkotika dan psikotropika kepada
APA sebelum dilaporkan ke Balai Besar POM dan Suku Dinas
Kesehatan, untuk memastikan tingkat penggunaan yang sesuai dengan
kebutuhan, standar, dan prosedur yang berlaku.
d. Pengkoordinasi kegiatan stok opname, yaitu mencocokkan barang yang ada
dengan catatan pada kartu dan komputer, untuk memastikan kesesuaian
data barang dalam sistem dan barang secara aktual.
e. Pengkoordinasi kegiatan pemasukan resep kredit untuk mendukung
kelancaran proses penagihan lebih lanjut.
f. Pengelola persiapan Bon Permintaan Barang Apotek (BPBA) agar dapat
diselesaikan sesuai dengan target waktu dan ketentuan serta prosedur yang
berlaku.
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
34
Universitas Indonesia
4.2.3.4 Supervisor Swalayan Farmasi
Tugas dari supervisor swalayan farmasi adalah:
a. Pengelola dan pengawas kelengkapan, penataan, kerapian, dan kebersihan
obat-obat di swalayan apotek yang dilakukan o leh p elaksana swalayan
farmasi serta prosedur pemberian pelayanan kepada pelanggan yang
dilakukan bawahan berdasarkan tata cara yang telah ditetapkan untuk
memastikan kenyamanan, kelengkapan swalayan apotek dan pemberian
pelayanan yang baik bagi pelanggan.
b. Pengatur jadwal kerja SPG (Sales Promotion Girl) berdasarkan tingkat
keramaian kunjungan, untuk memastikan kelancaran sistem pelayanan
swalayan di apotek. Menyusun perencanaan pengadaan barang berdasarkan
kebutuhan obat di swalayan apotek, dan untuk menjamin tersedianya
kelengkapan barang/obat-obatan di apotek tersebut.
c. Penyusun perencanaan pengadaan barang berdasarkan kebutuhan obat
dan Laporan Penjualan Harian (LPH) apotek, untuk menjamin
kelengkapan barang/obat-obatan di apotek dan evaluasi target penjualan
harian serta perhitungan laba dan rugi.
4.2.3.5 Pelaksana Layanan Farmasi
Pelaksana layanan farmasi bertugas :
a. Pemberi pelayanan kepada pasien, mulai dari penerimaan resep sebelum
diberikan kepada kasir, perhitungan harga resep apabila diperlukan,
pengambilan obat dari bagian persiapan, dan penyerahan obat kepada pasien
disertai pencatatan informasi penting, untuk memastikan pelayanan
terintegrasi dengan baik dan sesuai dengan kebutuhan pelanggan.
b. Pelaksana konfirmasi kepada dokter penulis resep bila ditemukan
kejanggalan pada resep dan melakukan koreksi dengan persetujuan dokter
penulis resep.
c. Pelaksana proses peracikan (menakar, menggerus, dan mengemas obat)
untuk memastikan bahwa jumlah obat dan dosis obat yang telah tertulis di
dalam resep tepat.
d. Pemberi pelayanan untuk penjualan obat bebas, untuk memastikan proses
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
35
Universitas Indonesia
penjualan obat bebas dilakukan sesuai dengan ketentuan dan prosedur yang
berlaku.
e. Mengecek barang yang datang, untuk mengetahui kesesuaian barang yang
datang sesuai dengan barang yang dipesan melalui BPBA.
f. Pemberi informasi mengenai barang-barang yang akan dibeli ke bagian
pembelian, untuk mendukung proses pemesanan dan pembelian barang.
4.2.3.6 Pelaksana Swalayan Farmasi (Non Asisten Apoteker)
Pelaksana swalayan farmasi bertugas :
a. Pemberi pelayanan kepada pelanggan dalam hal pemberian informasi dan
saran mengenai obat dan letak obat di swalayan, untuk mendukung
pemberian layanan yang baik dan sesuai dengan kebutuhan pelanggan.
b. Pelaksana kegiatan penataan dan pengelompokan barang/obat sesuai
dengan jenis dan tata letak yang telah ditentukan, untuk memudahkan
pelanggan dalam mencari barang yang dibutuhkannya.
c. Penanggung jawab persediaan barang yang ada di swalayan dan
pembukuan persediaan barang yang ada berdasarkan abjad ke komputer dan
buku stok opname untuk mengetahui tingkat ketersediaan barang/obat.
4.3 Kegiatan Apotek
4.3.1 Kegiatan Teknis Kefarmasian
Apotek melaksanakan kegiatan teknis kefarmasian meliputi pengadaan,
penyimpanan, peracikan, penjualan obat dan perbekalan farmasi lainnya serta
pengelolaan narkotika dan psikotropika.
4.3.1.1 Pengadaan/Pembelian Barang
Apotek Kimia Farma No.202 merupakan salah satu apotek pelayanan dari
PT. Kimia Farma yang berdasarkan wilayahnya berada dibawah koordinasi dari
BM Bogor. Karena itu, pengadaan barang di apotek dilakukan dengan sistem
Distribution Center (DC) melalui BM Bogor. Pengadaan dilakukan dengan
cara pengumpulan data barang-barang yang akan dipesan. Pemesanan barang
diprioritaskan berdasarkan sistem pareto. Permintaan barang dilakukan
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
36
Universitas Indonesia
dengan cara mengirimkan Bon Permintaan Barang Apotek (BPBA) secara
online melalui program Sistem Informasi Manajemen dan Keuangan Apotek
(SIMKA) yang akan melanjutkan proses pemesanan ke BM Bogor.
Pemesanan barang ke distributor dilakukan oleh bagian pembelian BM
Bogor dengan memperhatikan terlebih dahulu mengenai harga yang ditawarkan,
besarnya potongan, sistem pembayaran yang ringan dengan jangka waktu yang
lama serta pelayanan yang baik, cepat, dan tepat waktu. Prosedur pembelian
barang dilakukan sebagai berikut :
a. Petugas pembelian barang mengumpulkan data barang yang harus dibeli BM
berdasarkan informasi dari buku defekta dari gudang dan BPBA
b. Petugas pembelian akan melakukan perundingan terlebih dahulu mengenai
harga, besarnya potongan, cara dan jangka waktu pembayaran
c. Bagian pembelian membuat Surat Pesanan (SP). Contoh SP dapat dilihat
pada Lampiran 6. Kemudian ditandatangani oleh BM dan dibuat tiga
rangkap. Lembar pertama (putih) diserahkan ke distributor sebagai tanda
bukti pemesanan barang. Lembar kedua (merah) diserahkan pada petugas
untuk mencocokkan bila barang pesanan datang, setelah selesai disimpan
sebagai arsip o l e h seksi pembelian untuk mengontrol barang yang
dipesan. Lembar ketiga diserahkan ke bagian tata usaha BM untuk
dibukukan ke hutang dagang.
d. Setiap pesanan yang datang harus disertai dengan faktur dari distributor yang
bersangkutan.
e. Penerima barang bertanggung jawab mencocokkan barang yang diterima
dengan faktur dan salinan surat pesanan dan memeriksa kesesuaian barang
yang diterima dengan jumlah dan spesifikasi yang dipesan, keadaan fisik,
dan tanggal kadaluarsa.
f. Penerima barang menandatangani barang yang telah memenuhi syarat,
memberi tanggal dan nomor urut penerimaan barang pada kolom yang tersedia
dan stempel apotek pada faktur asli dan fotokopi faktur (salinan faktur).
g. Barang yang telah diterima kemudian dicatat oleh petugas penerima barang
dalam kartu stok barang
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
37
Universitas Indonesia
4.3.1.2 Penataan Obat
a. Penataan Obat di Ruang Peracikan.
Penyimpanan obat brand name disusun secara alfabetis dan
dikelompokkan sesuai dengan efek farmakologis (antibiotik, analgetik-
antiinflamasi, susunan saraf pusat, pencernaan, hormon, diabetes, jantung d a n
hipertensi, serta suplemen) dan bentuk sediaan obat (padat, semisolid dan cairan)
serta tempat khusus lemari pendingin untuk menyimpan obat yang harus
disimpan pada suhu rendah seperti suppositoria, injeksi dan lain-lain. Obat
generik disusun secara alfabetis dan disimpan pada bagian depan ruang
peracikan. Obat narkotika dan psikotropika disimpan di lemari tertutup, terpisah
dan selalu dalam keadaan terkunci. Sedangkan obat asuransi kesehatan (askes)
dipisahkan dengan obat lain agar memudahkan dalam mempersiapkan obat
dan tidak tercampur dengan obat non askes. Setiap pengeluaran dan pemasukan
barang dicatat dalam kartu stok. Kartu stok tersebut diletakkan di dalam kotak
masing-masing barang. Contoh kartu stok dapat dilihat pada Lampiran 8.
b. Penataan Barang Di Ruang Swalayan Farmasi
Produk-produk seperti alat kesehatan, vitamin, obat bebas, obat bebas
terbatas, produk bayi, kosmetik, dan produk rumah tangga disusun pada rak
swalayan agar mudah dilihat dan tampak menarik oleh konsumen.
4.3.1.3 Pengelolaan Obat Narkotika
a. Pemesanan Narkotika
APA membuat pemesanan melalui SP narkotika (model N.9 rangkap 4).
Satu rangkap SP narkotik hanya berlaku untuk satu jenis obat narkotika.
Pemesanan dilakukan ke Pedagang Besar Farmasi (PBF) Kimia Farma selaku
distributor tunggal. Berdasarkan surat pemesanan tersebut, PBF mengirimkan
narkotika beserta faktur ke apotek. Surat Pemesanan (SP) yang asli dan dua
lembar salinan SP diserahkan ke PBF yang bersangkutan, dan satu lembar
sebagai arsip apotek. Contoh SP narkotika dapat dilihat pada Lampiran 9.
b. Penerimaan Narkotika
Penerimaan narkotika dari PBF wajib dilakukan oleh Apoteker Pengelola
Apotek (APA). Kemudian APA akan menandatangani faktur tersebut setelah
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
38
Universitas Indonesia
diperiksa kesesuaian dengan surat pesanan, meliputi jenis dan jumlah narkotika
yang dipesan.
c. Penyimpanan Narkotika
Di apotek Kimia Farma No 202, obat-obat yang termasuk
golongan narkotika disimpan dalam lemari khusus dari bahan dasar kayu
yang terkunci dengan baik. Lemari khusus narkotika diletakkan di tempat
yang aman yaitu melekat di dinding bagian atas. Lemari khusus tersebut
mempunyai kunci yang dipegang oleh asisten apoteker penanggung jawab
narkotika. Setiap obat narkotika dilengkapi kartu stok yang diletakkan dalam
lemari dan dicantumkan tanggal kadaluarsanya.
d. Pelayanan Narkotika
Apotek hanya melayani resep narkotika dari resep asli atau salinan
resep yang dibuat oleh apotek sendiri yang belum diambil sama sekali atau
baru diambil sebagian. Apotek tidak melayani pembelian obat narkotika tanpa
resep dokter.
e. Pelaporan Narkotika
Undang-undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika menyatakan
bahwa apotek wajib membuat, menyampaikan dan menyimpan laporan berkala
mengenai pemasukan dan/atau pengeluaran narkotika yang berada dalam
penguasaannya. Pelaporan penggunaan narkotika telah dikembangkan dalam
bentuk perangkat lunak atau program Sistem Pelaporan Narkotika dan
Psikotropika (SIPNAP) sejak tahun 2006 oleh Kementerian Kesehatan. Sistem
Pelaporan Narkotika dan Psikotropika (SIPNAP) adalah sistem yang mengatur
pelaporan penggunaan Narkotika dan Psikotropika dari Unit Layanan
(Puskesmas, Rumah Sakit dan Apotek) ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
dengan menggunakan pelaporan elektronik selanjutnya Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota melaporkan ke tingkat yang lebih tinggi (Dinkes Provinsi dan Dit
jen Binfar dan Alkes) melalui mekanisme pelaporan online yang menggunakan
fasilitas internet. Namun, penerapan undang-undang ini belum dilaksanakan
secara menyeluruh di Indonesia. Contoh formulir pelaporan narkotika dapat
dilihat pada Lampiran 10.
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
39
Universitas Indonesia
4.3.1.4 Pengelolaan Psikotropika
a. Pemesanan Psikotropika
Obat golongan psikotropika dipesan melalui BPBA yang dikirim ke BM
Bogor. Pemesanan obat psikotropika dilakukan dengan menggunakan SP
Psikotropika yang ditandatangani oleh Manajer Bisnis. Satu SP dapat digunakan
untuk memesan beberapa jenis psikotropika. SP dibuat tiga rangkap, 2 lembar
diserahkan ke PBF yang bersangkutan dan 1 lembar sebagai arsip di apotek.
Contoh SP psikotropika dapat dilihat pada Lampiran 11.
b. Penyimpanan Psikotropika
Seperti halnya narkotika, obat golongan psikotropika juga disimpan di
lemari khusus yang terpisah dari sediaan lain. Lemari ini terletak berdampingan
dengan lemari khusus penyimpanan narkotika.
c. Pelaporan Psikotropika
Apotek berkewajiban menyusun dan mengirimkan laporan bulanan
melalui perangkat lunak atau program Sistem Pelaporan Narkotika dan
Psikotropika (SIPNAP). Mekanisme pelaporan psikotropika sama dengan
pelaporan narkotika. Contoh formulir pelaporan psikotropika dapat dilihat pada
Lampiran 12.
4.3.1.5 Stok Opname
Kegiatan stok opname dilakukan untuk memeriksa apakah jumlah barang
yang tersedia sama dengan jumlah barang yang tercatat. Stok opname ini
dilakukan oleh asisten apoteker dibantu oleh petugas apotek yang lain dan
seluruh kegiatan ini di bawah tanggung jawab APA. Tujuan dari stok opname ini
adalah :
a. Menghitung jumlah fisik barang yang ada di stok untuk dicocokkan dengan
data transaksi pada komputer. Hal ini berguna untuk mendeteksi secara dini
adanya kebocoran atau kehilangan barang dagangan atau obat-obatan.
b. Mendata barang-barang yang kadaluarsa atau mendekati waktu kadaluarsa.
c. Barang-barang yang kadaluarsa dipisahkan dari barang lain kemudian dibuat
laporannya tersendiri.
d. Mendeteksi barang-barang slow moving dan fast moving serta mencari upaya
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
40
Universitas Indonesia
yang sebaiknya dilakukan.
Stok opname dilakukan setiap akhir bulan. Data hasil stok opname,
dilaporkan ke APA. Pelaporan ini bertujuan untuk memberikan informasi
kepada APA mengenai kondisi dan nilai barang stok opname tersebut.
Kemudian APA sebagai pimpinan apotek akan melakukan validasi data. Data
yang telah divalidasi selanjutnya dikirimkan ke BM Apotek Kimia Farma No.7
Bogor.
4.3.1.6 Pelayanan Resep
a. Pelayanan Resep Dibayar Tunai
Pelayanan ini merupakan penjualan obat berdasarkan resep dokter yang
ditebus pasien dengan membayar tunai. Prosedur pelayanan resep ini diawali
dengan penerimaan resep oleh asisten apoteker. Resep yang diterima diperiksa
kelengkapan resep dan ketersediaan obatnya. Data pasien yang meliputi nama,
alamat, dan nomor resep dimasukkan ke dalam komputer setelah pasien
melakukan pembayaran. Kemudian pasien diberi nomor urut tunggu untuk
mengambil obat (sesuai dengan nomor urut resep). Selanjutnya resep tersebut
diserahkan kepada asisten apoteker di ruang peracikan.
Asisten apoteker mengerjakan resep tersebut dibantu oleh juru resep.
Setelah obat disiapkan kemudian dikemas dan diberi etiket (Lampiran 13).
Pasien ya ng memerlukan kuitansi akan dibuatkan oleh asisten apoteker. Salinan
resep dibuat bila resep tersebut perlu diulang (iter) atau baru ditebus
sebagian. Contoh salinan resep dapat dilihat pada Lampiran 14, contoh
kuitansi pembayaran resep tunai dapat dilihat pada Lampiran 15, dan contoh
bon pengambilan obat dapat dilihat pada Lampiran 16 serta contoh label dapat
dilihat pada Lampiran 17.
Obat diserahkan kepada pasien sesuai dengan nomor urut resep disertai
dengan informasi aturan pakai dan informasi lain yang diperlukan. Lembaran
resep asli disimpan sekurang-kurangnya tiga tahun dan disusun berdasarkan
nomor urut dan tanggal resep.
b. Pelayanan Resep dengan Pembayaran Kredit
Pelayanan resep ini merupakan pelayanan terhadap resep obat yang
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
41
Universitas Indonesia
berasal dari suatu instansi atau perusahaan yang mengadakan kerjasama dengan
apotek. Apotek Kimia Farma No. 202 Depok mengadakan kerjasama dengan PT.
Askes. Untuk menebus obat, peserta askes harus membawa beberapa
persyaratan. Peserta askes swasta harus membawa fotokopi kartu askes, resep
asli dan fotokopi, dimana resep dari rumah sakit harus disertai Surat Jaminan
Pelayanan (SJP) atau lembar kuning. Peserta askes negeri harus membawa
fotokopi kartu askes, Syarat Jaminan Pelayanan (SJP) asli (lembaran kuning), dan
fotokopi kartu untuk pengambilan obat satu bulan atau resep kronis. Bagi peserta
askes negeri dengan resep kronis yang belum mempunyai kartu putih,
peserta wajib membawa fotokopi kartu askes tiga lembar, fotokopi resep
lima lembar, dan fotokopi SJP dua lembar. Apabila salah satu obat tidak
masuk ke dalam DPHO (Daftar Plafon dan Harga Obat), maka pasien
harus membayar obat tersebut.
Pada dasarnya prosedur pelayanan resep dengan pembayaran kredit
tidak berbeda dengan pembayaran tunai, kecuali pada pemberian harga dan
pembayarannya. Pasien tidak langsung membayar t una i, me la inkan cukup
menunjukkan kartu identitas kepegawaian kepada petugas apotek dan
memenuhi administrasinya. Pelayanan resep tersebut harus dicatat pada laporan
harian apotek oleh petugas tata usaha apotek. Untuk resep-resep dokter dibayar
kredit dan telah dihargai kemudian diberikan kepada petugas tata usaha untuk
dijumlahkan berdasarkan masing-masing instansi agar selanjutnya dapat
dilakukan penagihan pada saat jatuh tempo pembayaran.
Penebusan resep dengan pembayaran kredit selain peserta askes dapat
dilayani dengan membawa kartu pegawai dan mendapat persetujuan dari instansi
yang bersangkutan. Setelah persyaratan administrasi dilengkapi, obat disiapkan
dan dibuatkan faktur, kemudian obat diserahkan kepada pasien. Pada saat
penyerahan obat, pasien diminta menandatangani dan menuliskan nomor telepon
pada lembar resep peserta askes, sedangkan pasien peserta selain askes diminta
untuk menandatangani faktur.
c. Penyimpanan Resep
Resep disimpan sebagai arsip apotek dalam jangka waktu tiga tahun.
Pada penyimpanannya, resep disusun berdasarkan tanggal dan nomor resep
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
42
Universitas Indonesia
untuk mempermudah penelusuran resep apabila diperlukan baik untuk
kepentingan pasien maupun pemeriksaan. Resep asuransi kesehatan
dipisahkan dari resep lainnya. Begitu juga dengan resep yang
mengandung obat narkotika dan psikotropika. Setiap tiga tahun resep dapat
dimusnahkan dengan cara dibakar dan dibuat berita acara pemusnahan resep.
4.3.1.7 Penjualan Barang Swalayan
Penjualan ini meliputi obat bebas, obat bebas terbatas, kosmetik,
dan alat kesehatan (kecuali alat suntik), dan kebutuhan rumah tangga. Struk
bukti pembayaran dicetak dua rangkap, dimana satu lembar diberikan kepada
konsumen sebagai bukti pembayaran dan lembar lainnya disimpan di apotek
sebagai arsip.
4.3.1.8 Peracikan
Setiap resep yang masuk ke bagian peracikan dikerjakan sesuai dengan
nomor urut kecuali resep yang diberi tanda cito maka resep tersebut dikerjakan
terlebih dahulu. Obat racikan disiapkan pada satu wadah untuk selanjutnya diracik
sesuai dengan resep. Setiap pengambilan obat harus dicatat pada kartu stok barang
yang tersedia pada masing-masing tempat penyimpanan obat. Alur pelayanan
penerimaan resep dapat dilihat pada lampiran 7.
4.3.1.9 Pelayanan Informasi Obat
Pelayanan informasi obat dilakukan setiap kali petugas apotek
menyerahkan obat kepada pasien. Informasi yang diberikan meliputi cara
pemakaian obat, cara penyimpanan obat (bagi obat-obat yang membutuhkan
kondisi penyimpanan khusus), jangka waktu pengobatan, dan makanan yang harus
dihindari selama terapi. Petugas juga memberikan kesempatan kepada pasien
untuk bertanya apabila ada hal yang belum dimengerti.
4.3.1.10 Pelayanan Swamedikasi
Pelayanan swamedikasi dilakukan oleh apoteker atau asisten
apoteker. Keluhan disampaikan oleh pasien kepada apoteker. Informasi mengenai
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
43
Universitas Indonesia
kondisi pasien dapat juga diperoleh dengan menanyakan riwayat pasien.
Berdasarkan informasi tersebut, pasien akan dipilihkan obat yang sesuai dengan
kondisinya. Setelah dilakukan pembayaran, obat kemudian diserahkan kepada
pasien dengan disertai pemberian informasi mengenai dosis dan aturan pakai obat.
4.3.2 Kegiatan Non Teknis Kefarmasian
Kegiatan non teknis kefarmasian meliputi pencatatan administrasi harian
apotek yang dilakukan oleh kasir. Pelaksanaan kegiatan adminiitrasi di apotek
dibagi menjadi administrasi pembelian dan administrasi penjualan. Kegiatan
transaksi penjualan baik tunai maupun kredit di apotek dikirim dalam bentuk
laporan ke apotek bisnis manajer setiap bulan. Laporan penjualan kredit dibuat
dengan melampirkan resep kredit.
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
44 Universitas Indonesia
BAB 5
PEMBAHASAN
Apotek merupakan sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan
praktek kefarmasian oleh apoteker. Apoteker sebagai pengelola apotek harus
mempunyai kemampuan, baik dari segi pelayanan kefarmasian maupun
manajerial, agar peranan apotek dapat berjalan dengan seimbang. Kegiatan
manajerial yang dimaksud adalah perencanaan, pengorganisasian, dan
pengawasan kegiatan yang berlangsung di apotek.
Salah satu faktor yang menentukan keberhasilan suatu apotek adalah
lokasi. Apotek Kimia Farma No.202 terletak di Jl. Kejayaan IX No. 2 Depok.
Apotek ini dapat dikatakan berada di lokasi strategis dan menguntungkan karena
berada di kawasan padat penduduk, dekat dengan Pasar Agung Depok, dilalui
oleh lalu lintas dua arah yang cukup ramai, serta kemudahan dalam mengakses
apotek. Selain itu, apotek ini dekat dengan rumah sakit dan banyak klinik dokter
seperti KJP Centre, Klinik Kurnia, Rumah Sakit Bersalin Budi, dan Rumah Sakit
Hermina. Dapat disimpulkan bahwa lokasi tersebut memiliki potensi pasar yang
baik .
Apotek mempunyai ruang praktek dokter spesialis anak yang dibuka hari
senin-jumat pada pukul 18.00-20.00 WIB. Selain itu terdapat juga praktek
fisioterapi yang melayani terapi uap dan terapi stroke. Dengan adanya praktek
dokter, jumlah resep yang masuk akan meningkat. Di sekitar apotek terdapat dua
apotek pesaing dengan jarak kurang lebih 20 m dan 100 m.
Secara umum desain eksterior dan interior apotek sudah baik dilihat dari
segi kelengkapan fasilitas dan penataan produk OTC. Bangunan apotek ini
memilki ciri khusus yaitu adanya logo Kimia Farma apotek di depan apotek yang
berdampingan dengan papan nama bertuliskan praktek dokter. Selain itu,
diseberang jalan apotek juga terdapat petunjuk arah berlogo apotek Kimia Farma
No.202 Depok. Keberadaan logo Kimia Farma ini membuat apotek mudah
dikenali sehingga dapat menarik pelanggan, terutama yang telah mengenal
reputasi Kimia Farma. Desain bangunan depan dibuat dengan kaca transparan
yang besar sehingga memudahkan konsumen atau pelanggan melihat keadaan
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
45
Universitas Indonesia
dalam apotek. Apotek ini juga mempunyai halaman parkir cukup luas dan dijaga
oleh petugas parkir.
Tata ruang Apotek Kimia Farma No.202 Depok terdiri dari ruang tunggu,
tempat penerimaan resep dan kasir, ruang penyimpanan obat, ruang peracikan,
ruang apoteker, dan ruang administrasi. Ruang tunggu apotek dirasa cukup
nyaman karena dilengkapi dengan pendingin ruangan, adanya televisi, dan
disediakan koran. Apotek juga telah dilengkapi dengan sarana penunjang seperti
toilet dan musholla yang dapat digunakan oleh pelanggan apotek.
Tempat penerimaan resep, kasir (pembayaran), dan penyerahan obat
berada pada satu tempat yang hanya dibatasi oleh meja setinggi dada orang
dewasa. Terdapat dua orang kasir yang dibedakan menjadi kasir untuk OTC dan
kasir untuk melayani resep. Pembagian ini ditujukan untuk efektifitas dalam
pelayanan, namun dalam pelaksanaannya belum maksimal karena pasien masih
kurang paham mengenai alur pembayaran. Hal ini disebabkan karena kurang
jelasnya petunjuk mengenai kasir untuk OTC dan kasir untuk pelayanan resep.
Proses peracikan pulvis dilakukan dengan menggunakan lumpang-alu atau
menggunakan alat penghancur tablet. Pulvis kemudian dibungkus dengan kertas
pembungkus yang disegel dengan mesin press. Pengisian kapsul dilakukan secara
konvensional sehingga membutuhkan waktu lama. Proses peracikan, baik pulvis,
salep, krim ataupun kapsul sangat sering dilakukan. Hal ini disebabkan karena
pada apotek terdapat praktek dokter spesialis anak sehingga resep racikan yang
diterima apotek juga cukup banyak. Sehubungan dengan proses peracikan yang
sering dilakukan, maka alangkah baiknya jika ruang peracikan selalu dijaga
kebersihannya.
Swalayan farmasi terletak di bagian kanan ruang tunggu. Di ruangan ini
disediakan obat-obat bebas, alat kesehatan, perbekalan rumah tangga, kosmetik
dan minuman ringan. Swalayan farmasi memiliki beberapa gondola. Ada
beberapa pengelompokan produk di gondola tersebut, diantaranya adalah Baby
and Child Care, Paper Product, Milk and Nutrition, Oral Care, Medicine, dan
Vitamin.
Swalayan farmasi memiliki kelemahan yaitu memerlukan ruangan yang
cukup besar dan sangat rentan terhadap tindakan pencurian. Oleh sebab itu, kasir
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
46
Universitas Indonesia
ditempatkan pada posisi tengah, sehingga kasir juga dapat mengawasi situasi
ruang swalayan secara menyeluruh. Selain itu, apotek juga menempatkan SPG
(Sales Promotion Girl) untuk produk tertentu sehingga selain berfungsi melayani
kebutuhan pelanggan di ruang swalayan farmasi, SPG (Sales Promotion Girl) ini
juga dapat membantu mengawasi barang-barang dari tindakan pencurian.
Penataan barang di rak swalayan terlihat kurang rapi. Dimana penataan
barang banyak yang tidak mengikuti aturan penataan yang telah dibuat oleh Kimia
Farma Apotek. Untuk produk sejenis, yang memiliki ukuran paling tinggi berada
di sebelah kanan dan yang terendah berada di sebelah kiri. Seharusnya produk
sejenis dengan ukuran tertinggi berada di kiri dan yang terendah berada di sebelah
kanan. Khusus untuk produk yang termasuk dalam kategori medicine, disusun
secara alfabetis agar memudahkan pelanggan mencari obat yang dibutuhkan.
Di ruang racik, obat-obat dipisahkan berdasarkan bentuk sediaan dan
disusun di rak penyimpanan menurut efek farmakologisnya. Semua obat sediaan
padat dan cair yang tidak memerlukan kondisi penyimpanan khusus diletakkan di
tempat yang tidak terkena cahaya matahari langsung. Obat-obat yang memerlukan
kondisi penyimpanan khusus seperti suppositoria disimpan dalam lemari
pendingin. Setiap obat diletakkan dalam kotak disertai label nama obat,
kekuatannya (jika obat tersebut tersedia dalam dua kekuatan atau lebih) dan logo
kimia farma. Penyimpanan dua (2) macam obat dalam satu kotak atau dua (2) obat
sejenis dengan kekuatan yang berbeda memiliki kelemahan, dimana dapat terjadi
salah pengambilan obat sehingga dapat merugikan pasien dan juga apotek.
Untuk memudahkan penelusuran, kotak-kotak disusun berdasarkan abjad
nama obat. Setiap kotak penyimpanan obat dilengkapi dengan kartu stok. Obat-
obat juga dikelompokkan lagi menjadi obat generik, injeksi, obat Askes, tetes
mata, tetes telinga, salep, krim, sirup, emulsi dan drops. Penyusunan obat
berdasarkan efek farmakologis dinilai baik sebab memudahkan asisten apoteker
dan tenaga kefarmasian lainnya untuk mengetahui obat-obat yang termasuk ke
dalam efek farmakologis tertentu. Seperti, mengetahui obat-obat apa saja yang
memiliki efek farmakologis pada kardiovaskular. Selain itu, juga memudahkan
tenaga kefarmasian untuk menginformasikan kepada pasien tentang obat tersebut.
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
47
Universitas Indonesia
Alangkah baiknya jika untuk obat generik juga disusun berdasarkan efek
farmakologisnya.
Penyimpanan obat narkotika dan psikotropika disimpan terpisah dari obat-
obat lain di dalam lemari khusus yang terdapat pada dinding bagian atas di
apotek. Lemari khusus tersebut dilengkapi dengan kunci dan dipegang oleh
asisten apoteker penanggung jawab narkotika dan psikotropika. Penyimpanan
narkotika belum memenuhi ketentuan yang berlaku karena lemari narkotika
belum sepenuhnya dikunci setiap selesai digunakan. Hal tersebut disebabkan oleh
salah satu faktor yaitu adanya kesulitan petugas untuk mengunci dan menutup
lemari saat harus menyiapkan resep ketika pasien ramai dan karena letak lemari
berada jauh dari jangkauan petugas. Selain itu, satu bagian dari lemari narkotika
hendaklah menyimpan morfin, petidin dan derivatnya dan bagian lemari narkotika
yang lain menyimpan narkotik lainnya yang dipakai sehari-hari, tetapi lemari
narkotik di Apotek Kimia Farma no.202 Depok hanya menyimpan narkotika
berdasarkan alfabetis.
Pengelolaan resep sangat baik dan rapi. Resep obat yang telah diserahkan
dikumpulkan berdasarkan tanggal kemudian disusun berdasarkan nomor resep dan
ditempatkan dalam lemari khusus sehingga memudahkan petugas dalam
melakukan penelusuran resep Untuk resep yang terdapat obat psikotropika
disusun berdasarkan tanggal dan selanjutnya jumlah dan nama psikotropika yang
digunakan dilaporkan penggunaannya setiap bulannya melalui program SIPNAP.
Untuk resep narkotika dilakukan penyusunan secara terpisah dan sebelumnya
telah diberikan tanda garis merah pada narkotika serta dilaporkan penggunaannya
setiap bulannya melalui program SIPNAP.
Pemenuhan fungsi pelayanan yang baik perlu diterapkan di dalam
menjalankan kegiatan kefarmasian di apotek. Apoteker Pengelola Apotek (APA)
sangat penting memperhatikan beberapa faktor yang sangat berpengaruh terhadap
kualitas pelayanan apotek. Kualitas pelayanan merupakan salah satu faktor
pendorong yang paling penting dalam memperoleh kemajuan apotek karena
sangat mempengaruhi tingkat kepuasan dan loyalitas pelanggan yang pada
akhirnya berpengaruh pada nilai penjualan (omset). Beberapa faktor yang
mempengaruhi hal tersebut adalah kualifikasi sumber daya manusia dan
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
48
Universitas Indonesia
pembagian tugas (job description) yang jelas dan terperinci untuk setiap tahap
dari fungsi pelayanan. Pelayanan apotek Kimia Farma Nomor 202 Depok dinilai
sudah cukup baik, namun masih ada beberapa hal yang perlu diperbaiki. Salah
satu kendala yang masih perlu diperbaiki diantaranya adalah pasien masih
mengeluhkan masalah kecepatan dan ketanggapan petugas dalam melayani
pasien. Kualifikasi sumber daya manusia yang harus dimiliki dalam melayani
konsumen atau pelanggan adalah cekatan, terampil, ramah, dan informatif.
Petugas apotek diutamakan seorang tenaga yang cepat tanggap, mampu membaca
situasi dan suasana hati pasien dalam menangani keluhan dan dapat membantu
konsumen dalam memperoleh obat yang tepat.
Apotek juga memberikan pelayanan swamedikasi. Pasien dapat
menyampaikan keluhannya kepada petugas apotek kemudian petugas mencarikan
obat yang sesuai dengan kondisi pasien. Hal ini menguntungkan pasien sebab
pasien tidak perlu berobat ke dokter, sehingga dapat menghemat waktu dan biaya.
Bentuk peningkatan kualitas pelayanan yang dilakukan adalah dengan layanan
antar obat (delivery service) tanpa dikenakan biaya tambahan. Pengantaran obat
dilakukan oleh petugas pengantaran yang merangkap sebagai pembantu pelaksana
layanan farmasi, menggunakan kendaraan dinas apotek berupa sepeda motor.
Waktu pelayanan pengantaran obat bergantung pada perjanjian dengan pelanggan
maupun ketersediaan obat yang ada.
Pengembangan dan peningkatan serta penyesuaian merupakan suatu aspek
yang harus selalu diperhatikan oleh apotek dalam menghadapi kondisi pasar,
pesaing, perkembangan produk, dan layanan kesehatan terus berubah sepanjang
waktu. Pengembangan apotek dapat berupa pelatihan sumber daya manusia,
promosi atau penyaluran ide-ide kreatif sehingga dapat menunjang peningkatan
kualitas pelayanan kefarmasian di apotek.
Praktek Kerja Profesi Apoteker dilaksanakan selama lebih kurang 5
minggu telah memberikan gambaran kepada calon apoteker tentang tata cara
pengelolaan kegiatan kefarmasian dari segi pelayanan dan manajerial di suatu
apotek. Dengan demikian, diharapkan agar pada saat memasuki dunia kerja yang
sesungguhnya para calon apoteker telah memiilki bekal dalam menerapkan ilmu
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
49
Universitas Indonesia
kefarmasian dan mengembangkan segala aspek yang dianggap paling prinsip dan
penting dalam melakukan pekerjaan kefarmasian.
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
50 Universitas Indonesia
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
6.1.1 Peran apoteker di apotek Kimia Farma no. 202 Depok dalam mengelola
sebuah apotek adalah sebagai pemimpin dan menentukan kebijakan serta
pengawas dalam setiap kegiatan di apotek, seperti pengadaan barang,
penerimaan barang dan penyimpanan barang. Sedangkan peran apoteker
dalam pelayanan farmasi tidak begitu berjalan.
6.1.2 Kegiatan yang berlangsung di apotek mencakup kegiatan teknis
kefarmasian yang meliputi pengadaan, penyimpanan, pengelolaan
narkotika dan psikotropika, pelayanan resep dan penyiapan obat,
penyerahan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya serta
memberikan pelayanan informasi obat dan swamedikasi kepada pasien.
Sedangkan kegiatan non teknis kefarmasian meliputi pengelolaan
administrasi pembelian dan administrasi penjualan.
6.2 Saran
6.2.1 Kualitas pelayanan dalam hal kecepatan menyiapkan obat bagi pelanggan
sebaiknya ditingkatkan agar tidak ada pelanggan yang mengeluh.
6.2.2 Peningkatan pelayanan kefarmasian di apotek juga dapat dilakukan dengan
cara memberikan konseling kepada pasien tertentu.
6.2.3 Penataan produk OTC sebaiknya diatur dengan sistem yang telah
ditetapkan Kimia Farma mengenai aturan merchandise.
6.2.4 Sarana dan prasarana di apotek sebaiknya lebih diperbaiki.
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
51 Universitas Indonesia
DAFTAR ACUAN
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2009). Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia No. 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2004a). Sistem Kesehatan Nasional.
Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2004b). Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 1027/MENKES/ SK/IX/2004 tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik
Indonesia
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2002). Peraturan Menteri Kesehatan
No. 1332/MENKES/SK/X/2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata
Cara Pemberian Izin Apotek. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik
Indonesia
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1993). Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara
Pemberian Izin Apotek. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1978). Peraturan Menteri Kesehatan
No. 28/MENKES/PER/I/1978 tentang Penyimpanan Narkotika. Jakarta :
Departemen Kesehatan Republik Indonesia
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2011). Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia No. 88/ MENKES/PER/X/2011 tentang Registrasi Izin Prakik dan
Izin Kerja Tenaga Kefarmasian. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia
Tim PKPA PT. Kimia Farma Apotek. (2012). Materi Praktek Kerja Profesi
Apoteker. Jakarta : Tim PKPA PT. Kimia Farma Apotek.
Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika. Jakarta
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Jakarta
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
LAMPIRAN
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
52
Lampiran 1. Struktur organisasi PT Kimia Farma Apotek
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
50
Lampiran 2. Struktur organisasi bisnis manager apotek wilayah Bogor
Bisnis Manager Bogor
Manager Apotek
Pelayanan
supervisor
pelayanan
farmasi
supervisor
keuangan dan
akuntansi
adm. pajak adm.
perhutangan
adm. kas
bank
pengadaan
pengeluaran
barang
penerimaan
barang
gudang
53
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
54
Lampiran 3. Denah lokasi Apotek Kimia Farma no. 202 Depok
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
55
Lampiran 4. Layout Apotek Kimia Farma no.202 Depok
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
56
Lampiran 5. Struktur organisasi Apotek Kimia Farma no.202
Pelaksana
swalayan
farmasi
SPG (Sales
Promotion
Girl)
koordinator
pelayanan
(asisten
apoteker)
koordinator
swalayan
(asisten
apoteker)
MAP (manager
apotek Pelayanan)
Pelaksana
layanan
farmasi
Pelaksana
layanan
farmasi
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
57
Lampiran 6. Bon permintaan barang apotek
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
58
Lampiran 7. Alur pelayanan penerimaan resep
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
59
Lampiran 8. Kartu stok
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
60
Lampiran 9. Surat pemesanan narkotika
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
61
Lampiran 10. Laporan penggunaan narkotika
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
62
Lampiran 11. Surat pesanan psikotropika
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
63
Lampiran 12. Laporan penggunaan psikotropika
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
64
Lampiran 13. Etiket
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
65
Lampiran 14. Salinan resep
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
66
Lampiran 15. Kuitansi pembayaran resep tunai
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
67
Lampiran 16. Bon pengambilan obat
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
68
Lampiran 17. Label
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
UNIVERSITAS INDONESIA
TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 202
JL. KEJAYAAN RAYA BLOK IX NO. 02 DEPOK
ANALISA RESEP PENGOBATAN PENYAKIT HIPERTENSI
DI APOTEK KIMIA FARMA NO.202 DEPOK
MUTIARA HILMA, S.Farm
1106153391
ANGKATAN LXXV
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
DESEMBER 2012
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
DAFTAR ISI ii
DAFTAR GAMBAR iii
DAFTAR TABEL iv
DAFTAR LAMPIRAN v
1. PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Tujuan 2
2. TINJAUAN PUSTAKA 3
2.1 Definisi Hipertensi 3
2.2 Etiologi Hipertensi 3
2.3 Klasifikasi Hipertensi 4
2.4 Faktor Resiko Dan Gejala 4
2.5 Patofisiologi 5
2.6 Kerusakan Organ Target 9
2.7 Komplikasi Hipertensi 9
2.8 Penatalaksanaan 11
3. METODE PENGKAJIAN 20
3.1 Sampel 20
3.2 Metode 20
4. ANALISA RESEP HIPERTENSI 21
4.1 Resep 1 21
4.2 Resep 2 23
5. KESIMPULAN DAN SARAN 26
5.1 Kesimpulan 26
5.2 Saran 26
DAFTAR ACUAN 27
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Algoritma terapi hipertensi 19
Gambar 4.1 Contoh resep 1 penyakit hipertensi 21
Gambar 4.2 Contoh resep 2 penyakit hipertensi 23
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
iv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Klasifikasi Hipertensi 4
Tabel 2.2 Modifikasi Gaya Hidup Untuk Mencegah dan Mengontrol
Hipertensi 12
Tabel 2.3 Obat Antihipertensi 14
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
v
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Monografi Komposisi Resep 1 29
Lampiran 2. Monografi Komposisi Resep 2 31
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
1
Universitas Indonesia
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hipertensi atau penyakit tekanan darah tinggi merupakan penyakit
kardiovaskular, dimana terjadi peningkatan persisten tekanan pembuluh darah
arteri (Dipiro et al., 2009). Tekanan darah normal versi JNC (Joint National
Committee) VII adalah kurang dari 120/80 mmHg dan apabila tekanan darah lebih
besar dari 120/80 mmHg berarti sudah termasuk kategori prehipertensi.
Sedangkan seseorang dikatakan hipertensi apabila secara berulang hasil
pemeriksaan tekanan darahnya menunjukkan besar sama dari 140/90 mmHg.
Prevalensi hipertensi atau tekanan darah di Indonesia cukup tinggi.
Prevalensi nasional hipertensi pada penduduk umur > 18 tahun adalah sebesar
29,8% (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2008). Tekanan darah
tinggi merupakan penyakit degeneratif dan umumnya tekanan darah meningkat
secara perlahan dengan bertambahnya umur, dimana risiko untuk menderita
hipertensi meningkat pada populasi ≥ 55 tahun (Direktorat Bina Farmasi
Komunitas Dan Klinik, 2006).
Hipertensi, merupakan salah satu faktor risiko yang paling berpengaruh
terhadap kejadian penyakit jantung dan pembuluh darah (Masalah hipertensi,
2012), sehingga penderita hipertensi beresiko untuk mengalami komplikasi.
Selain itu, hipertensi juga beresiko menimbulkan penyakit diabetes melitus.
Menurut laporan nasional Riset Kesehatan Dasar pada tahun 2007, prevalensi
diabetes melitus lebih tinggi pada kelompok hipertensi dibandingkan dengan
yang tidak hipertensi. Hipertensi merupakan salah satu penyakit tidak menular
yang mendominasi sebagai penyebab kematian pada kelompok umur 55-64
tahun (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2008).
Hanya 7,2% penderita penyakit hipertensi yang sudah mengetahui bahwa
mereka memiliki penyakit tersebut dan hanya 0,4% kasus yang minum obat
hipertensi (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2008). Pemberian
edukasi kepada pasien disertai dengan usaha dari tenaga kesehatan, dapat
1
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
2
Universitas Indonesia
membantu menurunkan angka keparahan dan kematian akibat hipertensi tersebut
(Riaz, 2012).
Apoteker sebagai salah satu tenaga kesehatan, diharapkan dapat membantu
penanganan penyakit hipertensi dengan mengarahkan pasien untuk lebih peka
terhadap diri mereka sendiri sehingga memeriksakan dirinya lebih dini dan juga
membantu dalam pemilihan terapi hipertensi yang tepat serta memotivasi pasien
untuk patuh dalam pengobatan, memberikan informasi dan konseling.
1.2 Tujuan
Tujuan dibuatnya tugas analisis resep pengobatan penyakit hipertensi ini
adalah agar dapat memahami bagaimana penatalaksanaan hipertensi melalui
contoh resep.
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
3
Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Hipertensi adalah terjadinya peningkatan secara tidak normal tekanan
arteri dalam sirkulasi sistemik (Silbernagl and Lang, 2000). Tekanan darah arteri
adalah tekanan yang diukur pada dinding arteri dalam millimeter merkuri
(mmHg). Dua tekanan darah arteri yang biasanya diukur, tekanan darah sistolik
(TDS) dan tekanan darah diastolik (TDD). TDS diperoleh selama kontraksi
jantung dan TDD diperoleh setelah kontraksi sewaktu bilik jantung diisi (Dipiro et
al., 2009).
2.2 Etiologi (Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik, 2006).
Pada kebanyakan pasien etiologi patofisiologi-nya tidak diketahui
(essensial atau hipertensi primer). Hipertensi primer ini tidak dapat disembuhkan
tetapi dapat di kontrol. Lebih dari 90% pasien dengan hipertensi merupakan
hipertensi essensial (hipertensi primer). Hipertensi sering turun temurun dalam
suatu keluarga, hal ini setidaknya menunjukkan bahwa faktor genetik memegang
peranan penting pada patogenesis hipertensi primer.
Kelompok lain dari populasi dengan persentase rendah mempunyai
penyebab yang khusus, dikenal sebagai hipertensi sekunder. Penyebab hipertensi
sekunder adalah karena faktor endogen dan atau faktor eksogen. Bila penyebab
hipertensi sekunder dapat diidentifikasi, hipertensi pada pasien-pasien ini dapat
disembuhkan secara potensial. Pada kebanyakan kasus, disfungsi renal akibat
penyakit ginjal kronis atau penyakit renovaskular adalah penyebab hipertensi
sekunder yang paling sering. Obat-obat tertentu, baik secara langsung ataupun
tidak, dapat menyebabkan hipertensi atau memperberat hipertensi dengan
menaikkan tekanan darah.
3
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
4
Universitas Indonesia
2.3 Klasifikasi Hipertensi (Department Of Health And Human Services U.S,
2004)
Klasifikasi tekanan darah oleh JNC 7 untuk pasien dewasa (umur ≥ 18
tahun) berdasarkan rata-rata pengukuran dua tekanan darah atau lebih pada dua
atau lebih kunjungan klinis mencakup 4 kategori:
Tabel 2.1. Klasifikasi Hipertensi
Klasifikasi Tekanan
Darah
Tekanan darah Sistolik
(mmHg)
Tekanan Darah
Diastolik (mmHg)
Normal <120 <80
Prehipertensi 120-139 80-89
Hipertensi Stage 1 140-159 90-99
Hipertensi Stage 2 >160 >100
Prehipertensi sebenarnya bukanlah tergolong penyakit, tetapi prehipertensi
adalah sebuah tanda yang digunakan untuk mengidentifikasi apakah seseorang
memiliki resiko tinggi untuk menderita penyakit hipertensi, sehingga baik pasien
maupun tenaga kesehatan harus waspada pada level prehipertensi ini, agar
penyakit hipertensi bisa dicegah atau diperlambat perkembangannya.
2.4 Faktor Resiko dan Gejala
2.4.1 Faktor Resiko (Department Of Health And Human Services U.S, 2004)
Sejumlah faktor penyebab hipertensi telah diidentifikasi, diantaranya adalah:
1. Obesitas
2. Asupan garam (Na) berlebihan
3. Penurunan aktivitas fisik
4. Kurang asupan buah, sayur dan potassium
5. Konsumsi alkohol berlebihan
Untuk mencegah timbulnya penyakit hipertensi, terutama sekali bagi
orang-orang yang sudah mencapai level prehipertensi, maka faktor-faktor resiko
diatas harus dihindari.
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
5
Universitas Indonesia
2.4.2 Gejala (Dipiro et al., 2009)
Secara umum pasien dapat terlihat sehat dan kebanyakan asimptomatik.
Nilai tekanan darah sebelumnya adalah berada pada level prehipertensi atau
kategori hipertensi.
2.5 Patofisiologi (Dipiro et al., 2009)
2.5.1 Mekanisme Humoral
Beberapa ketidaknormalan humoral berperan dalam perkembangan
hipertensi esensial. Ketidaknormalan terkait dengan RAAS (Renin – Angiostensin
– Aldosteron System), hormon natriuretik dan hiperinsulinemia.
2.5.1.1 Renin-Angiostensin-Aldosteron System
Sistem RAA (Renin-Angiotensin-Aldosteron) merupakan suatu sistem
kompleks dalam tubuh yang mempengaruhi hampir seluruh komponen yang
mengatur tekanan darah dalam tubuh. Regulasi dan aktivasi sistem ini diatur oleh
ginjal. Sistem RAA meregulasi kesetimbangan elektrolit Na+, K
+ dan cairan
tubuh.
Renin adalah enzim yang tersimpan dalam sel jukstaglomerular di ginjal.
Pelepasan renin dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu :
1. Faktor intrarenal, contohnya :
a. Tekanan perfusi darah ke ginjal
Sel jukstaglomerular berperan sebagai baroreseptor yang mendeteksi
tekanan darah ke ginjal. Ketika sel tersebut mendeteksi penurunan tekanan
arteri ginjal dan aliran darah ke ginjal maka terjadi stimulasi sekresi renin.
b. Rangsangan katekolamin (simpatis)
Rangsangan simpatis secara langsung ke arteriol afferen akan mengaktivasi
sel jukstaglomerular yang menstimulasi pelepasan renin.
c. Angiotensin II
2. Faktor ekstrarenal, contohnya :
a. Kadar Na+, K
+ dan Cl
-
Penurunan kadar ion-ion tersebut dalam darah maupun sel akan dideteksi
oleh sel jukstaglomerular dan menyebabkan pelepasan renin.
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
6
Universitas Indonesia
Renin mengkatalisasi konversi angiostensinogen menjadi angiostensin I
dalam darah. Angiostensin I akan dikonversikan menjadi angiostensin II oleh
angiostensin-converting enzym (ACE). Angiotensin II akan berikatan pada
reseptornya yang terdiri dari subtipe AT1 dan AT2. Subtipe AT1 adalah subtipe
yang berperan dalam regulasi tekanan darah. Subtipe tersebut terletak pada otak,
ginjal, miokardium, pembuluh darah perifer dan kelenjar adrenal. Subtipe AT2,
tidak berpengaruh dalam tekanan darah, terletak pada jaringan medula adrenal,
uterus dan otak.
Sirkulasi angiostensin II dapat meningkatkan tekanan darah melalui
peningkatan tekanan perifer dan volume darah.
1. Peningkatan tekanan perifer melalui :
a. Reseptor di pembuluh darah perifer, angiotensin II menyebabkan
vasokonstriksi pada pembuluh darah
b. Reseptor di medula adrenal, angiotensin II menyebabkan pelepasan
katekolamin yang berperan sebagai neurotransmitter saraf simpatis.
Perangsangan saraf simpatis akan meningkatkan tekanan darah melalui
efek vasokonstriksi (tekanan perifer meningkat) dan kontraktilitas jantung
(volume darah meningkat).
2. Peningkatan volume darah melalui :
a. Reseptor di korteks adrenal, angiotensin II menyebabkan pelepasan
aldosteron. Aldosteron berperan dalam menginduksi reabsorpsi air dan
Na+. Hal tersebut menyebabkan volume darah meningkat.
b. Reseptor di ginjal dan usus, angiotensin II menginduksi reabsorpsi air dan
Na+.
c. Reseptor di sistem saraf pusat, angiotensin II merangsang pelepasan ADH
atau vasopressin. ADH akan mengakibatkan reabsorpsi air dan akibatnya
meningkatkan volume darah. Selain itu, rangsangan angiotensin II pada
saraf pusat akan menginduksi pelepasan mediator saraf simpatis dari
medulla oblongata dan akhirnya menyebabkan rangsangan saraf simpatis
semakin meningkat yang berujung pada peningkatan tekanan darah.
d. Reseptor di jantung, angotensin II menyebabkan peningkatan kontraktilitas
otot jantung yang berakibat pada peningkatan kardiak output. Peningkatan
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
7
Universitas Indonesia
kardiak output berakibat pada meningkatnya volume darah yang
dipompakan ke dalam pembuluh darah.
2.5.1.2 Hormon Natriuretik
Hormon natriuretik menghambat enzim Na K ATPase dan kemudian
mengganggu transpor Na melewati membran sel. Apabila ginjal kehilangan
kemampuannya untuk mengeliminasi Na, volume darah akan meningkat. Hormon
ini juga menghambat keluarnya Na secara transpor aktif melewati sel otot polos
arteriolar. Peningkatan konsentrasi Na dalam sel, akan meningkatkan tekanan
darah.
2.5.1.3 Resistensi Insulin dan Hiperinsulinemia
Peningkatan konsentrasi insulin dapat menyebabkan hipertensi karena
terjadinya peningkatan retensi Na ginjal dan meningkatnya aktivitas sistem saraf
simpatis. Insulin juga dapat meningkatkan tekanan darah dengan meningkatkan
kalsium intrasel, yang kemudian dapat menyebabkan resistensi pembuluh darah.
Mekanisme dari resistensi insulin dan hiperinsulinemia menyebabkan hipertensi
sebenarnya tidak diketahui pasti, tapi keterkaitannya sangat kuat karena obesitas,
dislipidemia dan peningkatan glukosa puasa sering ditemukan pada pasien
hipertensi.
2.5.2 Pengaruh Saraf Simpatis
Sejumlah reseptor dapat meningkatkan dan menghambat pelepasan NE
yang berlokasi di permukaan sinaps pada ujung simpatis. Reseptor α dan β
presinaptik memainkan peran dalam feedback positif dan negatif terhadap vesikel
yang berisi norepinefrin (NE).
1. Stimulasi reseptor α presinaptik (α2) menyebabkan penghambatan pelepasan
NE.
2. Stimulasi reseptor β presinaptik, menyebabkan pelepasan NE.
3. Stimulasi reseptor α postsinaptik (α1) pada artriol dan venula, menyebabkan
vasokontriksi.
4. Stimulasi reseptor β postsinaptik
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
8
Universitas Indonesia
Ada 2 tipe reseptor β postsinaptik, β1 dan β2.
a. Stimulasi reseptor β1 pada jantung, menyebabkan peningkatan kecepatan
denyut jantung dan kontraktilitasnya
b. Stimulasi reseptor β2 pada arteriol dan venula, menyebabkan vasodilatasi.
Sistem reflex baroreseptor adalah mekanisme feedback negatif utama
untuk mengontrol aktivitas simpatis. Perubahan dengan cepat tekanan arteri, akan
mengaktifkan baroreseptor dan kemudian mentranmisikan impuls ke brainsystem.
Dalam sistem refleks ini, penurunan tekanan darah arteri dapat menstimulasi
baroreseptor, menyebabkan vasokontriksi dan peningkatan kecepatan denyut
jantung dan meningkatnya kekuatan kontraksi jantung.
2.5.3 Komponen Autoregulatory Peripheral
Ginjal biasanya mempertahankan tekanan darah normal melalui
mekanisme adaptif tekanan-volume. Saat tekanan darah drop, ginjal akan
merespon dengan meningkatkan retensi Na dan air. Perubahan ini membuat
volume plasma bertambah dan meningkatkan tekanan darah. Dan sebaliknya, saat
tekanan darah meningkat diatas normal, eksresi Na dan air meningkat untuk
menurunkan volume plasma dan kardiak output.
2.5.4 Mekanisme Endotel Pembuluh Darah
Endotel pembuluh darah dan otot polos memainkan peran penting dalam
pengaturan tekanan darah. Fungsi pengaturan ini dimediasi oleh substansi
vasoaktif yang disintesa oleh sel endotel. Kekurangan substan vasodilatasi ini
(prostasiklin dan bradikinin) atau kelebihan substan vasokontriksi (angiotensin II)
berkontribusi pada terjadinya hipertensi esensial.
Oksida Nitrat (NO) yang diproduksi di endotelium, merelaksasi epitel
pembuluh darah dan sangat berpotensi sebagai vasodilator. Sistem oksida nitrat
merupakan regulator penting pada tekanan darah arteri. Pasien hipertensi mungkin
kekurangan oksida nitrat, sehingga menimbulkan ketidakmampuan
bervasodilatasi.
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
9
Universitas Indonesia
2.6 Kerusakan Organ Target (Department Of Health And Human Services
U.S, 2004)
Hipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh, baik secara
langsung maupun tidak langsung. Kerusakan organ-organ target yang umum
ditemui pada pasien hipertensi adalah:
1. Jantung
a. Hipertrofi ventrikel kiri
b. Infark miokard
c. Gagal jantung
2. Otak
a. Strok atau transient ischemic attack
3. Penyakit ginjal kronis
4. Penyakit arteri perifer
Tekanan darah tinggi dalam jangka waktu lama akan merusak endothel
arteri dan mempercepat atherosklerosis.
5. Retinopati
Hipertensi adalah faktor resiko utama untuk penyakit serebrovaskular. Bila
penderita hipertensi memiliki faktor-faktor resiko kardiovaskular lain (umur lebih
dari 55 tahun untuk laki-laki dan lebih dari 65 tahun untuk wanita, diabetes
melitus, dislipidemia, obesitas, kurang beraktifitas, merokok), maka akan
meningkatkan mortalitas dan morbiditas akibat gangguan kardiovaskularnya
tersebut (Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik, 2006).
2.7 Komplikasi Hipertensi
Kerusakan organ target dapat berkembang menjadi komplikasi hipertensi.
Komplikasi kardiovaskular merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas
pada pasien hipertensi, yang dihubungkan dengan keparahan peningkatan tekanan
darah dan tambahan faktor resiko kardiovaskular (Dipiro et al., 2009).
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
10
Universitas Indonesia
2.7.1 Infark Miokard
Pasien hipertensi memiliki resiko tinggi terhadap infark miokard yang
dapat menyebabkan kematian. Infark miokard disebabkan oleh iskemia. Suplay
oksigen ke otot jantung pada pasien hipertensi terbatas padahal kebutuhan oksigen
meningkat yang disebabkan oleh penambahan massa otot jantung. Penambahan
massa otot jantung ini dikarenakan jantung pada pasien hipertensi, memompa
darah lebih keras ke seluruh tubuh, hal ini mengakibatkan otot-otot jantung akan
bertambah tebal. Kebutuhan oksigen yang lebih tinggi dari suplay oksigen ke otot
jantung menyebabkan terjadinya iskemia jantung. Penurunan TDS dan TDD
berarti menurunkan resiko iskemia dan mencegah penyakit kardiovaskular. Hal ini
karena menurunnya kebutuhan oksigen otot jantung (Department Of Health And
Human Services U.S, 2004).
2.7.2 Gagal Jantung
Gagal jantung dapat terjadi karena disfungsi diastolik dan disfungsi
sistolik. Dimana pada pasien hipertensi, jantung dan pembuluh darah memompa
darah lebih keras ke seluruh tubuh, hal ini mengakibatkan otot-otot jantung akan
bertambah tebal. Hipertensi dan penebalan otot jantung yang berlangsung lama ini
dapat menurunkan fungsi jantung, sehingga jantung tidak mampu
mempertahankan aliran darah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme tubuh. Berbagai macam sistem neurohormonal, khususnya renin-
angiostensin aldosteron dan sistem saraf pusat akan diaktivasi dalam merespon
disfungsi ventrikular kiri dan pengaktivasian ini menyebabkan pembesaran
ventrikular kiri dan menurunkan kontraktilitas jantung. Target tekanan darah
pada pasien hipertensi dengan komplikasi gagal jantung tidak dapat ditentukan
dengan pasti tetapi penurunan tekanan darah dapat memberikan manfaat yang
cukup berarti. Pada percobaan klinis yang berhasil, target tekanan darah sistolik
yang dicapai adalah 110-130 mmHg (Department Of Health And Human Services
U.S, 2004).
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
11
Universitas Indonesia
2.7.3 Stroke
Stroke merupakan salah satu penyakit akibat komplikasi hipertensi pada
otak. Tekanan darah yang sangat tinggi dapat mengakibatkan terjadinya gangguan
peredaran darah otak. Terdapat stroke hemoragik dan stroke nonhemoragik atau
stroke iskemik. Pada stroke hemoragik, terjadi pendarahan akibat pecahnya
pembuluh darah di otak. Sedangkan stroke iskemik pada hipertensi, terjadi akibat
proses tromboemboli yang dapat menghambat aliran darah di pembuluh darah
otak sehingga otak kekurangan suplai oksigen. Pada umumnya, target tekanan
darah yang akan dicapai pada hipertensi dengan komplikasi stroke adalah kurang
dari 130/80 mmHg (Dipiro et al., 2009).
2.7.4 Penyakit Ginjal Kronis dan Gagal Ginjal
Penyakit ginjal dan kegagalan ginjal dapat terjadi karena kerusakan
progresif akibat tekanan tinggi pada pada jaringan ginjal atau arteri ginjal dan
pada kapiler-kapiler ginjal, glomerulus. Dengan rusaknya glomerulus, darah akan
mengalir ke unit-unit fungsional ginjal, nefron akan terganggu dan dapat berlanjut
menjadi hipoksik dan kematian. Penyakit ginjal kronis ditandai dengan
mikroalbuminuria (≥30 mg albumin dalam urin 24 jam) yang kemudian dapat
berkembang menjadi kegagalan ginjal. Target tekanan darah yang akan dicapai
adalah adalah kurang dari 130/80 mmHg, dapat memperlambat penurunan fungsi
ginjal (Dipiro et al., 2009)..
2.8 Penatalaksanaan
Tujuan terapi hipertensi adalah menurunkan morbiditas dan mortalitas
terkait hipertensi. Morbiditas dan mortalitas ini terkait dengan kerusakan organ-
organ. Penurunan nilai tekanan darah tidak menjamin kerusakan organ tidak
terjadi, hanya saja dapat menurunkan resiko penyakit kardiovaskular dan
kerusakan organ target (Dipiro et al., 2009).
Target nilai tekanan darah yang di rekomendasikan dalam JNC VII:
a. Kebanyakan pasien < 140/90 mm Hg
b. Pasien dengan diabetes < 130/80 mm Hg
c. Pasien dengan penyakit ginjal kronis < 130/80 mm Hg
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
12
Universitas Indonesia
2.8.1 Terapi Nonfarmakologi
Terapi nonfarmakologi yang dilakukan adalah perubahan gaya hidup.
Untuk pasien prehipertensi, perubahan gaya hidup saja dapat dilakukan, tetapi
untuk pasien hipertensi, perubahan gaya hidup saja tidak akan cukup (Dipiro et
al., 2009).
Tabel 2.2 Modifikasi gaya hidup untuk mencegah dan mengontrol hipertensi
(Department Of Health And Human Services U.S, 2004)
Modifikasi Rekomendasi Kira-kira Penurunan
Tekanan Darah
(Range)*
Penurunan berat
badan
Mempertahankan berat badan
normal (BMI 18,5-24,9 kg/m2)
5-20 mmHg/10 kg
penurunan berat badan
Adopsi pola makan
DASH
Konsumsi banyak buah, sayur dan
susu rendah lemak
8-14 mmHg
Diet rendah sodium Kurangi asupan garam hingga
tidak lebih 100 mmol per hari (2,4
g sodium atau 6 g sodium klorida)
2-8 mmHg
Aktivitas fisik Aktivitas fisik aerobik secara
teratur seperti jalan kaki 30
menit/hari, beberapa hari/minggu.
4-9 mmHg
Kurangi konsumsi
alkohol
Tidak lebih dari 2 gelas/hari untuk
laki-laki dan 1 gelas/hari untuk
wanita
2-4 mmHg
Keterangan: DASH (Dietary Approach To Stop Hypertension)
Perubahan gaya hidup dapat menurunkan tekanan darah, mencegah atau
menunda penyakit hipertensi, meningkatkan efektivitas obat antihipertensi dan
menurunkan resiko kardiovaskular.
2.8.2 Terapi Farmakologi
Lebih dari dua pertiga pasien hipertensi tidak dapat dikontrol hanya
dengan satu jenis obat, tetapi dengan dua atau lebih kombinasi obat antihipertensi
dari kelas obat yang berbeda. Penambahan obat kedua dari kelas yang berbeda ini
dimulai apabila pemakaian obat tunggal dengan dosis lazim gagal mencapai target
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
13
Universitas Indonesia
tekanan darah. Apabila tekanan darah diatas 20/10 mmHg diatas target, dapat
dipertimbangkan untuk memulai terapi dengan dua obat/lebih (Department Of
Health And Human Services U.S, 2004)
2.8.2.1 Diuretik
Empat subkelas diuretik digunakan untuk mengobati hipertensi yaitu
tiazid, loop, agen penahan kalium, dan antagonis aldosteron. JNC 7
merekomendasikan diuretik tipe tiazid sebagai lini pertama untuk kebanyakan
pasien apabila terapi nonfarmakologi tidak dapat mencapai target tekanan darah,
baik sendiri atau dikombinasi dengan salah satu dari kelas lain. Pada pasien
dengan fungsi ginjal cukup ( ± GFR> 30 ml/menit), tiazid paling efektif untuk
menurunkan tekanan darah. Bila fungsi ginjal berkurang, diuretik yang lebih kuat
diperlukan untuk mengatasi peningkatan retensi sodium dan air. Furosemid
2x/hari dapat digunakan (Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik, 2006).
Diuretik penahan kalium adalah obat antihipertensi yang lemah bila
digunakan sendiri tetapi memberikan efek aditif bila dikombinasi dengan
golongan tiazid atau loop. Selanjutnya diuretik ini dapat menggantikan kalium
dan magnesium yang hilang akibat pemakaian diuretik lain (Direktorat Bina
Farmasi Komunitas Dan Klinik, 2006). .
Mekanisme kerja diuretik tiazide menurunkan tekanan darah tidaklah
pasti. Tiazide menurunkan volume cairan ekstrasel dengan menghambat
symporter Na-Cl di tubulus distal sehingga menurunkan kardiak output. Tiazide
juga menyebabkan vasodilatasi, dimana hidroklortiazide membuka channel K+
untuk mengaktivasi Ca2+
, dan menyebabkan hiperpolarisasi sel otot polos
pembuluh darah, menurunkan Ca2+
yang masuk dan menurunkan vasokontriksi
(Goodman&Gilman’s, 2008).
Efek samping (Department Of Health And Human Services U.S, 2004):
a. Peningkatan asam urat (jarang terjadi bila dosis hidroklortiazide ≤50 mg/hari
atau klorthalidone ≤25 mg).
b. Peningkatan disfungsi seksual (bila penggunaan tiazide dosis tinggi)
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
14
Universitas Indonesia
c. Tiazide menginduksi hipokalemia, penggunaan tiazide pada pasien
hipokalemia sebaiknya dihindari atau dapat digunakan bersama suplemen
potassium, atau tiazide diganti dengan diuretik hemat kalium
d. Gangguan metabolisme (pada dosis tinggi), seperti hiperglikemia dan
glikosuria pada diabetes.
Perhatian: penggunaan pada pasien yang mengalami gangguan keseimbangan
cairan dan elektrolit dan geriatri
Interaksi (Goodman&Gilman’s, 2008):
a. Tiazide dengan diuretik loop henle mempotensiasi terjadinya aritmia
b. Diuretik dengan kortikosteroid dapat meningkatkan terjadinya hipokalemia
c. Diuretik dengan NSAID, menghambat sintesis prostaglandin ginjal dan
menurunkan efek antihipertensi diuretik
d. NSAID, antagonis reseptor β adrenergik dan ACEI dapat menurunkan
konsentrasi plasma aldosteron dan mempotensiasi efek hiperkalemia bila
digunakan bersama diuretik hemat kalium.
Tabel 2.3 Obat antihipertensi (Department Of Health And Human Services U.S,
2004)
Kelas Nama obat Dosis
lazim (mg/hari)
Frekuensi
pemberian
Keterangan
Diuretik tiazide Klortalidon 12,5-25 1 Gunakan pada pagi
hari hidroklortiazide 12,5-50 1
Indapamide 1,25-2,5 1
Metolazone 0,5-1 1
Diuretik loop
henle
Bumetanide 0,5-2 2 Gunakan pagi dan
sore hari Furosemide 20-80 2
Torsemide 2,5-10 1
Diuretik hemat kalium
Amiloride 5-10 1-2
Triamteren 50-100 1-2
Aldosteron
reseptor bloker
Eplerenone 50-100 1 Gunakan di pagi hari
spironolactone 25-50 1
ACEI Captopril 25-100 2 Dosis awal harus
dikurangi 50% pada pasien yang sudah
diberi diuretik, yg
kekurangan cairan atau sudah tua sekali,
untuk mencegah
hipotensi. Dapat menyebabkan
hiperkalemia pada
Enalapril 5-40 1-2
Fosinopril 10-40 1
Lisinoril 10-40 1
Moexipril 7,5-30 1
Perindopril 4-8 1
Quinapril 10-80 1
Ramipril 2,5-20 1
Angiostensin II
Reseptor
Kandesartan 8-32 1
Eprosartan 400-800 1-2
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
15
Universitas Indonesia
Blocker Irbesartan 150-300 1 penyakit ginjal kronis,
bersamaan dg diuretik
hemat kalium,
antagonis aldosteron atau ARB/ACEI
Losartan 25-100 1-2
Olmesartan 20-40 1
Valsartan 80-320 1-2
Beta blocker
Kardioselektif
Atenolol
25-100
1
Pemberhentian tiba-
tiba menyebabkan rebound
hypertension;
keuntungan
tambahan pada pasien dengan
atrial tachyarrythmia
Betaxolol 5-20 1
Bisoprolol 2,5-10 1
Metoprolol 50-100 1-2
Beta blocker Nonselektif
Nadolol 40-120 1 Pemberhentian tiba-tiba dapat
menyebabkan rebound
hypertension; dapat
memperparah asma
Propranolol 40-160 2
Propranolol LA
(long-acting)
60-180 1
Timolol 20-40 2
Beta bloker
dengan aktivitas simpatomimetik
instrinsik
Acebutolol 200-800 2 Pemberhentian tiba-
tiba dapat menyebabkan
rebound hypertension;
kontraindikasi pada
pasien pasca infark miokard, efek
samping dan efek
metabolik lebih sedikit, tetapi tidak
kardioprotektif seperti
penyekat beta yang
lain.
Penbutolol 10-40 1
Pindolol 10-40 2
Kombinasi
alpha-beta
bloker
Karvedilol 12,5-50 2 Pemberhentian tiba-
tiba dapat
menyebabkan rebound hypertension
Labetolol 200-800 1
Antagonis
kalsium (CCB)
Amlodipin 2,5-10 1 Dihidropiridin yang
bekerja
cepat (long-acting) harus dihindari,
terutama nifedipin
dan nicardipin
Felodipin 2,5-20 1
Isradipin 2,5-10 2
Nicardipin SR 60-120 2
Nifedipin LA 30-60 1
Diltiazem SR 180-360 1
Verapamil SR 180-360 1
Alpha 1 bloker Doxazosin 1-16 1 Dosis pertama harus diberikan malam
sebelum tidur Prazosin 2-20 2-3
Terazosin 1-20 1-2
Agonis sentral
alpha 2
Klonidin 0,1-0,8 2 Paling efektif
diberikan bersama diuretik untuk
mengurangi retensi
cairan
Metildopa 250-1000 2
Vasodilator arteri langsung
Minoxidil 2,5-80 1-2
Hidralazin 25-100 2
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
16
Universitas Indonesia
2.8.2.2 β Blocker
Ada beberapa mekanisme agen β-blocker dalam menurunkan tekanan
darah, diantaranya adalah agen β-blocker menurunkan tekanan darah dengan cara
menurunkan kardiak output, bekerja pada kompleks justaglomerular untuk
menurunkan sekresi renin dan mengurangi produksi angiostensi II yang
bersikulasi, mengubah sensitivitas baroreseptor, dan meningkatkan biosintesis
prostasiklin.
Efek samping: Beta bloker tanpa aktivitas simpatomimetik instrinsik
meningkatkan konsentrasi trigliserida dalam plasma dan menurunkan HDL. Beta
bloker dengan aktivitas simpatomimetik intrinsik memiliki sedikit atau tidak ada
efek pada lipid.
Perhatian: Sebaiknya hindari penggunaan pada pasien asma, disfungsi nodus SA
atau AV, atau kombinasi dengan obat lain yang dapat menghambat konduksi AV
seperti verapamil. Untuk pasien diabetes tipe 1, lebih baik diterapi dengan obat
kelas lain (seperti ACEI)
Interaksi: NSAID seperti indometasin dapat menurunkan efek antihipertensi
propranolol dan mungkin juga beta bloker lainnya. Epineprin dapat menyebabkan
hipertensi menjadi parah bila digunakan bersama beta bloker nonselektif.
2.8.2.3 ACE Inhibitor (ACEI) (Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik,
2006)
ACEI menghambat perubahan angiotensin I menjadi angiotensin II,
dimana angiotensin II adalah vasokonstriktor poten yang juga merangsang sekresi
aldosteron. ACEI juga memblok degradasi bradikinin dan merangsang sintesa zat-
zat yang menyebabkan vasodilatasi, termasuk prostaglandin E2 dan prostasiklin.
Peningkatan bradikinin meningkatkan efek penurunan tekanan darah dari ACEI.
ACEI menurunkan morbiditas dan mortalitas pada pasien dengan gagal jantung
dan memperlambat progres penyakit ginjal.
Efek samping: ACEI mengurangi aldosteron dan dapat menaikkan kosentrasi
kalium serum. Biasanya kenaikkannya sedikit, tetapi hiperkalemia dapat terjadi.
Batuk kering yang persisten terlihat pada 20% pasien.
Kontraindikasi: perempuan hamil dan pasien dengan riwayat angioedema.
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
17
Universitas Indonesia
Interaksi: ACEI cendrung meningkatkan efikasi diuretik dan dosis yang kecil dari
diuretik dapat meningkatkan efek antihipertensi dari ACEI. Sehingga penggunaan
dosis tinggi diuretik dengan ACEI dapat menyebabkan penurunan yang besar
terhadap tekanan darah.
2.8.2.4 Angiostensin II Receptor Blocker (ARB) (Direktorat Bina Farmasi
Komunitas dan Klinik, 2006)
ARB menghambat secara langsung reseptor angiotensinogen II tipe 1
(AT1) yang memediasi efek angiotensinogen II yang sudah diketahui pada
manusia seperti: vasokonstriksi, pelepasan aldosteron, aktivasi simpatetik,
pelepasan hormon antidiuretik dan konstriksi arteriol efferen dari glomerulus.
ARB tidak memblok reseptor angiotensinogen tipe 2 (AT2). Jadi efek yang
menguntungkan dari stimulasi AT2 (seperti vasodilatasi, perbaikan jaringan, dan
penghambatan pertumbuhan sel) tetap utuh dengan penggunaan ARB.
Efek samping: ARB mempunyai efek samping paling rendah dibandingkan
dengan obat antihipertensi lainnya. Karena tidak mempengaruhi bradikinin, ARB
tidak menyebabkan batuk kering seperti ACEI. Sama halnya dengan ACEI, ARB
dapat menyebabkan insufisiensi ginjal, hiperkalemi, dan hipotensi ortostatik.
Angioedema jarang terjadi.
Kontraindikasi: ARB tidak boleh digunakan pada wanita hamil.
Interaksi: ARB bersama CCB dapat menimbulkan sakit kepala sedang, hipotensi
simtomatik terjadi ketika ARB diberikan bersama dengan diuretik loop atau
tiazide dosis tinggi, sedangkan ARB menyebabkan hiperkalemia jika diberikan
bersama dengan diuretik hemat kalium (Baxter, 2008).
2.8.2.5 Calcium Channel Blocker (CCB) (Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan
Klinik, 2006)
CCB mempunyai indikasi khusus untuk yang beresiko tinggi penyakit
koroner dan diabetes, tetapi sebagai obat tambahan atau pengganti. Diltiazem
ekivalen dengan diuretik dan penyekat beta dalam menurunkan kejadian
kardiovaskular. CCB dihidropiridin long-acting dapat digunakan sebagai terapi
tambahan bila diuretik tiazid tidak dapat mengontrol tekanan darah, terutama pada
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
18
Universitas Indonesia
pasien lansia dengan tekanan darah sistolik meningkat. CCB bekerja dengan
menghambat influx kalsium sepanjang membran sel. Beberapa contoh obat yang
tergolong CCB dihidropiridin adalah amlodipine, nicardipine, dan nifedipine.
CCB nondihidropiridin (verapamil dan diltiazem) menurunkan denyut
jantung dan memperlambat konduksi nodal atriventrikular. Verapamil
menghasilkan efek negatif inotropik dan kronotropik yang bertanggung jawab
terhadap kecenderungannya untuk memperparah atau menyebabkan gagal jantung
pada pasien resiko tinggi. Diltiazem juga mempunyai efek ini tetapi tidak sebesar
verapamil. Nifedipin yang bekerja cepat (immediate-release) telah dikaitkan
dengan meningkatnya insiden efek samping kardiovaskular dan tidak disetujui
untuk pengobatan hipertensi.
Efek samping: Efek samping yang lain dari dihidropiridin adalah pusing, flushing,
sakit kepala, edema perifer, mood changes, dan gangguan gastrointestinal. Efek
samping pusing, flushing, sakit kepala, dan edema perifer lebih jarang terjadi pada
nondihidropiridin verapamil dan diltiazem karena vasodilatasinya tidak sekuat
dihidropiridin.
Interaksi Obat: verapamil dan juga diltiazem (lebih sedikit) dapat menyebabkan
interaksi obat. Verapamil dan diltiazem harus diberikan secara hati-hati dengan
penyekat beta untuk mengobati hipertensi karena meningkatkan resiko
penyumbatan jantung dengan kombinasi ini. Bila CCB perlu di kombinasi dengan
penyekat beta, dihidropirine harus dipilih karena tidak akan meningkatkan resiko
penyumbatan jantung.
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
19
Universitas Indonesia
Gambar 2.1 Algoritma terapi hipertensi (Department Of Health And Human
Services U.S, 2004)
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
20
Universitas Indonesia
BAB 3
METODE PENGKAJIAN
3.1 Sampel
Sampel resep pada analisis ini adalah salinan resep pengobatan
hipertensi yang dilayani di Apotek Kimia Farma No. 202 Depok, berjumlah
2 lembar salinan resep. Pengambilan data dilakukan di Apotek Kimia Farma
No. 202 Depok pada saat praktek kerja profesi apoteker dilakukan.
3.2 Metode
Metode analisis resep hipertensi yang digunakan adalah studi kasus
yang bersifat eksploratif kualitatif dengan didukung penelusuran literatur dari
berbagai sumber berupa buku teks dan media elektronik. Pengkajian yang
dilakukan meliputi skrining resep secara administratif, kesesuaian farmasetik,
dan pertimbangan klinis serta pengkajian peran apoteker dalam pemberian
informasi terkait obat kepada pasien yang mendapat pengobatan hipertensi.
20
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
21
Universitas Indonesia
BAB 4
ANALISA RESEP HIPERTENSI
Resep pengobatan hipertensi dianalisis kerasionalannya dengan
melakukan skrining resep. Skrining resep meliputi persyaratan administratif
(Nama, SIP, alamat dokter; tanggal penulisan resep; tanda tangan/paraf
dokter penulis resep; nama, alamat, umur, jenis kelamin, dan berat badan
pasien; nama obat, potensi, jumlah yang diminta; cara pemakaian yang jelas;
informasi lainnya), kesesuaian farmasetik (bentuk sediaan, dosis, potensi,
stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama pemberian), serta pertimbangan
klinis (adanya alergi, efek samping, interaksi, kesesuaian dosis, durasi,
jumlah obat, dan lain – lain) (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2004).
4.1 Resep 1
Gambar 4.1 Contoh resep 1 penyakit hipertensi dari Apotek Kimia Farma no.
202
Skrining resep yang dilakukan terhadap resep 1 berupa kelengkapan
administratif dapat dikatakan lengkap, dimana ada nama dokter tetapi tidak ada
alamat dan nomor izin praktek dokter, dan tanda tangan atau paraf dokter
disebabkan karena sampel yang diambil adalah salinan resep. Data tanggal, bulan
dan tahun penulisan resep, nama pasien, nama obat, dosis obat, jumlah obat yang
diminta, dan aturan pakai ada ditulis. Untuk umur pasien dan jenis kelamin, tidak
dituliskan tetapi karena pada salinan resep dituliskan untuk ‘tuan’, maka pasien
Dokter : COPY RESEP
Tanggal : 26 September 2012
Pasien : Tn. X
R/ Exforge 160/10 no. XXX
S1dd1
Det
R/ Nifedipine 10 no. XC
S3dd1
Nedet
R/ HCT 25 mg no. X
S1ddI
Det
PCC
21
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
22
Universitas Indonesia
merupakan orang dewasa laki-laki. Data berat badan juga tidak dituliskan, tetapi
karena obat-obat yang diresepkan tidak membutuhkan data berat badan maka hal
itu tidak menjadi masalah dan kalaupun diperlukan, dapat menanyakannya
langsung kepada pasien. Selain itu, salinan resep ini memiliki kesesuaian dalam
hal farmasetik, dimana obat-obat yang diresepkan sesuai dengan bentuk sediaan
dan potensi yang tersedia.
Untuk pertimbangan klinis, semua obat sesuai indikasi. Dimana exforge®
160/10, nifedipine dan hidroklortiazide digunakan menurunkan tekanan darah.
Untuk alergi, Apoteker atau asisten apoteker dapat menanyakan langsung kepada
pasien apakah memiliki alergi terhadap salah satu obat yang diresepkan.
Sedangkan untuk efek samping, apoteker dapat menginformasikannya kepada
pasien pada saat penyerahan obat.
Obat-obat yang diresepkan juga tidak ada yang berinteraksi satu sama lain
(The Medical Letter, 2006) sehingga aman dikonsumsi oleh pasien. Tetapi resep
ini polifarmasi, dimana nifedipine dan amlodipine yang terkandung dalam
exforge® merupakan golongan yang sama yaitu calsium channel blocker.
Valsartan yang merupakan obat antihipertensi golongan angiostensin II reseptor
bloker (ARB) merupakan golongan antihipertensi yang memiliki efek samping
paling rendah (Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik, 2006). Sehingga
pemilihan exforge® adalah tepat dan nifedipine sebaiknya tidak perlu diberikan
lagi. Monografi obat-obat yang diresepkan dapat dilihat pada lampiran 1.
Jika dilihat dari dosis obat yang diberikan, penyakit pasien sudah lebih
parah karena dosis yang digunakan bukan merupakan dosis awal lagi, sudah
merupakan dosis yang lebih tinggi yaitu exforge® dengan valsartan 160 mg dan
amlodipine 10 mg. Sedangkan untuk dosis hidroklortiazide adalah 25 mg sehari
yang juga merupakan dosis yang lebih tinggi dari dosis awal (Sweetman, 2005).
Informasi yang harus diberikan apoteker pada saat penyerahan obat adalah
jenis obat, indikasi serta dosis obat yang akan diminum pasien. Aturan pakai obat
berupa sehari sekali, dimana apabila pasien memulai minum obat pada siang hari.
Untuk efek samping, apoteker dapat memberitahukan efek samping yang mungkin
muncul selama mengkonsumsi obat-obat tersebut, seperti edema pada
pergelangan kaki, sensasi panas di wajah, lelah, pusing, sakit kepala,
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
23
Universitas Indonesia
hiperurisemia dan serangan gout pada beberapa pasien. Untuk terapi
nonfarmakologi, yaitu berupa modifikasi gaya hidup. Pasien disarankan untuk
menjaga pola makan, tidak boleh makan makanan yang mengandung garam
tinggi, konsumsi banyak buah, sayur dan susu rendah lemak, lakukan olahraga
yang sesuai secara teratur, menjauhi rokok dan alkohol, dan juga jangan stress.
4.2 Resep 2
Gambar 4.2 Contoh resep 2 penyakit hipertensi dari Apotek Kimia Farma no.
202
Untuk resep kedua, kelengkapan administrasi resep dapat dikatakan cukup
lengkap. Karena contoh kedua ini juga merupakan salinan resep sehingga alamat
dokter dan nomor izin praktek serta paraf dokter tidak ada. Pada salinan resep
juga tidak terdapat umur, jenis kelamin dan berat badan pasien. Salinan resep
ditujukan untuk seorang ‘tuan’ dimana sudah menjelaskan bahwa pasien adalah
laki-laki dewasa. Untuk berat badan apabila diperlukan, apoteker atau asisten
apoteker dapat menanyakannya langsung kepada pasien. Dosis nopril®, salah satu
obat yang diresepkan tidak dicantumkan, hal seperti ini dianggap bahwa dosis
obat yang diambil adalah dosis terkecil. Selain itu, aturan pakai simvastatin masih
kurang lengkap dimana dokter yang menuliskan resep tidak menuliskan waktu
penggunaan simvastatin, yaitu pada malam hari.
Dokter : COPY RESEP
Tanggal : 26 Mei 2012
Pasien : Tn. X
R/ Bisoprolol 5 no. XXX
S1dd1
Det -
R/ Thrombo aspilet no. XXX
S1dd1
Det -
R/ Simvastatin 20 mg no. X
S1ddI
Det -
R/ Nopril no. XXX
S1dd1
Det -
PCC
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
24
Universitas Indonesia
Salinan resep juga sesuai dalam hal farmasetik. Dimana obat-obat yang
diresepkan sesuai dengan bentuk sediaan dan potensi yang tersedia. Untuk
pertimbangan klinis, semua obat yang diresepkan sesuai indikasi. Dan dari
komposisi obat yang diresepkan, terdapat simvastatin, dapat diketahui bahwa
pasien sudah mengalami komplikasi, yaitu hipertensi dan hiperkolesterol.
Sedangkan thrombo aspilet®
digunakan sebagai pengagregasi platelet yang
disebabkan oleh hiperkolesterol. Untuk alergi, apoteker atau asisten apoteker
dapat menanyakannya langsung kepada pasien apabila memiliki alergi terhadap
salah satu dari obat-obat yang diresepkan.
Untuk efek samping, semua obat memiliki efek samping terhadap
gangguan gastrointestinal terutama sekali thrombo aspilet®, maka semua obat
harus diminum setelah makan untuk mengurangi efek terhadap gastrointestinal.
Apoteker dapat menuliskan aturan pakai tersebut pada etiket dan juga
menginformasikannya langsung kepada pasien pada saat penyerahan obat.
Dari obat-obat yang diresepkan terdapat interaksi antara thrombo aspilet®
dengan nopril®. Thrombo aspilet
® yang mengandung aspirin dan nopril
® yng
mengandung lisinopril berinteraksi dengan menurunkan efek hipotensif nopril®.
Tetapi hal ini tidak masalah karena penggunaan thrombo aspilet®
adalah 80
mg/hari, dimana literatur menyebutkan bahwa penggunaan aspirin dibawah 325
mg/hari mungkin tidak akan menimbulkan interaksi (The Medical Letter, 2006).
Salinan resep tersebut juga bukan merupakan polifarmasi. Monografi obat-obat
yang diresepkan dapat dilihat pada lampiran 2.
Informasi yang harus diberikan kepada pasien pada saat penyerahan obat
adalah jenis obat, indikasi serta dosis obat yang akan diminum pasien. Aturan
pakai obat berupa sehari sekali, dimana apabila pasien memulai minum obat pada
siang hari, kecuali untuk simvastatin, besok hari obat-obat tersebut juga harus
diminum pada siang hari. Sedangkan untuk simvastatin harus diminum pada
malam hari karena pembentukan kolesterol itu meningkat di malam hari. Untuk
nopril®, dosis pertama juga harus diminum saat akan tidur (Sweetman, 2005).
Terkait efek samping kepada gastrointestinal, pasien hendaklah meminum obat-
obat ini setelah makan untuk mengurangi efek terhadap gastrointestinal. Selain
itu, apoteker juga harus memberikan informasi tentang terapi nonfarmakologi,
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
25
Universitas Indonesia
berupa modifikasi gaya hidup. Pasien diinformasikan untuk menjaga pola makan,
tidak boleh makan makanan yang mengandung garam tinggi dan juga berlemak
dan berkolesterol tinggi, konsumsi banyak buah, sayur dan susu rendah lemak,
lakukan olahraga yang sesuai secara teratur, menjauhi rokok dan alkohol, dan juga
jangan stress.
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
26
Universitas Indonesia
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
5.1.1 Hipertensi adalah penyakit kardiovaskular yang terjadi karena adanya
peningkatan persisten tekanan pembuluh darah arteri. Diuretik tiazide
merupakan lini pertama terapi hipertensi. Penggunaan kombinasi kelas
antihipertensi (diuretik, angiostensin converting enzym inhibitor,
angiostensin II receptor blocker, β blocker, dan calsium channel blocker)
diperlukan untuk terapi hipertensi stage 2 atau hipertensi komplikasi.
Pengobatan farmakologi harus diikuti dengan terapi nonfarmakologi
seperti mempertahankan berat badan ideal, banyak mengkonsumsi buah
dan sayur, asupan garam yang tidak berlebihan, dan olahraga secara
teratur.
5.1.2 Contoh kedua resep sudah cukup rasional, dan untuk resep pertama,
nifedipine sebaiknya tidak perlu diberikan lagi.
5.2 Saran
Pharmaceutical care oleh apoteker perlu diterapkan dalam pengobatan
semua pengobatan penyakit agar pengetahuan dan kesadaran pasien meningkat
terhadap penyakit dan pengobatan dan terapi menjadi menjadi lebih optimal.
26
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
27
Universitas Indonesia
DAFTAR ACUAN
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. (2008). Riset Kesehatan Dasar
(RISKESDAS) 2007. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia
Baxter, K. (2008). Stockley’s Drug Interactions (Eight Edition). London/Chicago:
Pharmaceutical Press
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2004). Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004 tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.
Department Of Health And Human Services U.S. (2004). The Seventh Report of
the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and
Treatment of High Blood Pressure. Boston: National Institutes of Health
Dipiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke, G.R., Wells, B.G., and Posey, L.M.
(2009). Pharmacotherapi, Apathophysiologic Approach (seventh edition).
New York: McGraw Hill.
Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik. (2006). Pharmaceutical Care
Untuk Penyakit Hipertensi. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik
Indonesia
Goodman&Gilman’s. (2008). Manual Pharmacology and Therapeutics. New
York: McGraw Hill
Masalah hipertensi di Indonesia. (2012). 13 oktober 2012,
http://www.depkes.go.id/index.php/component/content/article/43-
newsslider/1909-masalah-hipertensi-di-indonesia.html
Riaz, K. (2012). Hypertension. 13 Oktober 2012.
http://emedicine.medscape.com/article/241381-overview
Sweetman, S.C. (2005). Martindale: The Complete Drug Reference (edition 35th
)
(CD-ROM version 2.0.2270.31370). London/Chicago: The Pharmaceutical
Press Software
Silbernagl, S and Lang, F. (2000). Color Atlas of Pathophysiology. New York:
Thieme
27
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
28
Universitas Indonesia
The Medical Letter. (2006). Adverse Drug Interactions Program (CD-ROM
version 1.9). New York: The Medical Letter
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
LAMPIRAN
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
29
Lampiran 1. Monografi Komposisi Resep 1
Exforge®
160/10
(Novartis
Indonesia)
Komposisi Tiap tablet mengandung valsartan 160 mg dan amlodipine
10 mg
Indikasi Hipertensi esensial pada pasien dengan tekanan darah
yang tidak cukup dikendalikan hanya dengan monoterapi
Golongan Valsartan merupakan antihipertensi golongan
Angiostensin II Receptor Blocker (ARB) dan Amlodipine
adalah antihipertensi golongan Calcium Channel Blocker
(CCB)
Kontra
indikasi
Gagal ginjal berat (CrCl<10 ml/monitor), angioedema
herediter atau angioedema yang timbul selama terapi awal
dengan ACEI atau antagonis reseptor angiostensin II, dan
ibu hamil dan menyusui
Perhatian Gangguan fungsi hati atau obstruksi saluran empedu,
menjalani transplantasi ginjal, gangguan fungsi ginjal,
dan stenosis katup aorta atau mitral.
Interaksi
Obat
Tidak ada interaksi antara obat-obat yang diresepkan
Efek
samping
Edema perifer dan wajah atau juga pada pergelangan
kaki, sensasi panas di wajah, lelah, pusing, sakit kepala
Dosis Valsartan, dosis awal 80 mg/hari, bila diperlukan, dapat
dinaikkan menjadi 160 mg/hari dan maksimal 320
mg/hari
Amlodipine, dosis awal 5 mg/hari, bila diperlukan dapat
dinaikkan menjadi 10 mg/hari.
Nifedipine
(Hexpharm)
Komposisi Tiap tablet mengandung nifedipine 10 mg
Indikasi Pengobatan tambahan pada hipertensi
Golongan Calcium channel blocker (CCB)
Kontra
indikasi
Syok kardiogenik; stenosis aorta lanjut; kehamilan;
porfiria
Perhatian Hentikan jika terjadi nyeri iskemik atau nyeri yang ada
memburuk dalam waktu singkat setelah awal pengobatan;
gagal jantung atau gangguan fungsi ventrikel kiri yang
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
30
Lampiran 1. Monografi Komposisi Resep 1 (Lanjutan)
bermakna (memburuknya gagal jantung teramati);
hipotensi berat; dan kurangi dosis pada gangguan hati,
diabetes melitus, dapat menghambat persalinan.
Interaksi
Obat
Tidak ada interaksi antara obat-obat yang diresepkan
Efek
samping
Pusing, sakit kepala, muka merah, letargi; takikardi,
palpitasi; juga edema kaki, ruam kulit (eritema
multiforme), mual, sering urinasi; nyeri mata, hiperplasia
gusi; depresi; telangiektasia.
Dosis Dosis awal nifedipine long-acting dapat diberikan 10-40
mg 2 kali sehari, atau 20-90 mg sehari
Hidroklortiaz
ide
Komposisi Mengandung hidroklortiazide 25 mg
Indikasi Diuretik untuk menurunkan tekanan darah, mengatasi
udem pada gagal jantung dan dengan gangguan hati dan
ginjal, pencegahan udem terkait kortikosteroid dan
estrogen
Golongan Diuretik tiazide
Kontra
indikasi
Pasien yang mengalami hipokalemia
Perhatian Hati-hati penggunaan diuretik pada pasien yang sedang
dalam penggantian cairan tubuh dan adanya gangguan
elektrolit atau pasien yang memiliki resiko terhadap
perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh
seperti geriatri. Hindari penggunaan pada pasien yang
sedang dalam pemulihan penyakit hari parah
Interaksi
Obat
Tidak ada interaksi antara obat-obat yang diresepkan
Efek
samping
Kemungkinan menyebabkan hiperglikemia dan glikosuria
pada pasien diabetes, hiperuricemia dan serangan gout
pada beberapa pasien, dan ketidakseimbangan elektrolit
Dosis Dosis awal 12,5 mg dan dapat dinaikkan menjadi 25-50
mg sehari. Bila diperlukan, dosis hingga 100 mg/hari
dapat digunakan, tapi jarang sekali.
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
31
Lampiran 2. Monografi Komposisi Resep 2
Bisoprolol
(Hexpharm)
Komposisi Tiap tablet mengandung bisoprolol 5 mg
Indikasi Sebagai terapi tunggal atau kombinasi dengan
antihipertensi lain
Golongan β blocker
Kontra
indikasi
Kardiak output yang rendah dan gagal jantung yang tidak
terkompensasi, sinus bradikardia, shock kardiogenik,
bronkospasme, haemorrhage parah dan kehamilan.
Perhatian Penyakit bronkospasme, hipertiroid, penyakit pembuluh
darah perifer, dibawah pengaruh anestesi, sedang dalam
pengontrolan gula darah, geriatri, ibu menyusui.
Interaksi
Obat
Tidak ada interaksi bisoprolol dengan obat yang
diresepkan
Efek
samping
Bradikardia, mual, muntah, diare atau konstipasi, tidak
nyaman perut, photophobia, menurunnya kemampuan
sexual, insomnia.
Dosis Dosis yang biasanya digunakan untuk terapi hipertensi
adalah 5-10 mg/hari, dengan dosis maksimal 20 mg/hari.
Dosis harus diturunkan pada pasien dengan perbaikan
fungsi hati dan ginjal.
Thrombo
aspilet®
(medifarma)
Komposisi Tiap tablet mengandung asetosal 80 mg
Indikasi Pengobatan dan pencegahan proses pembekuan dalam
pembuluh darah (agregasi platelet) seperti pada infark
miokard akut dan pasca stroke.
Golongan Anti-platelet
Kontra
indikasi
Hipersensitif (termasuk asma), tukak lambung (termasuk
maag), pernah atau sering mengalami pendarahan di
bawah kulit, hemofilia dan trombositopenia, penderita
sedang diterapi dengan antikoagulan.
Perhatian Hati-hati penggunaan pada pasien maag atau tukak
lambung, asma dan gangguan laergi; seharusnya tidak
diberikan pada pasien haemophilia atangguan
haemorrhagic lainnya, begitu juga dengan pasien gout
(dosis terendah pun dapat meningkatkan konsentrasi asam
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
32
Lampiran 2. Monografi Komposisi Resep 2 (Lanjutan)
urat).
Interaksi
Obat
Thrombo aspilet®
(aspirin) dengan Nopril®
(lisinopril)
berinteraksi dengan menurunkan efek hipotensif dari
nopril; Nopril®
(ACE inhibitors) dapat mengantagonis efek
menguntungan aspirin dalam mencegah kematian akibat
infark miokard.
Efek
samping
Iritasi lambung, mual dan muntah, pemakaian jangka
panjang dapat terjadi pendarahan lambung, tukak lambung.
Dosis Untuk mengurangi resiko berulangnya TIA, stroke,
kematian: 50 - 325mg/hari. Coronary Artery Desease &
infark miokard : pencegahan: 160-325mg/hari, dimulai
paling lama 24 jam setelah MI terjadi kemudian diteruskan
selama 30 hari paling sedikit. Angina stabil kronis: dosis
75-325mg/hari segera setelah didiagnosa (kecuali ada
kontraindikasi aspirin).
Simvastatin
(Hexpharm)
Komposisi Tiap tablet mengandung simvastatin 10 mg
Indikasi Mengurangi kadar kolesterol total dan LDL, dan sebagai
antihiperkolesterol primer maupun sekunder
Golongan Obat kardiovaskular (penurun kolesterol)
Kontra
indikasi
Pasien dengan penyakit hati yang aktif (tes fungsi hati
abnormal yang persisten) , pada kehamilan dan menyusui,
porphyria
Perhatian Digunakan dengan peringatan (hati-hati) pada pasien
dengan faktor resiko mengalami myopathy; pasien diberi
nasehat untuk melaporkan nyeri otot yang terjadi padanya.
Hindari penggunaannya pada porphyria
Interaksi
Obat
Tidak ada interaksi simvastatin dengan obat yang
diresepkan
Efek
samping
Gangguan gastrointestinal. Efek samping lain adalah
sakitkepala, pusing, pendangankabur, insomnia
Dosis Dosis awal 10-20 mg pada malam hari, sedangkan dosis
awal pada pasien dengan resiko kardiovaskular adalah 40
mg. Dosis dapat disesuaikan dalam waktu 4 minggu
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012
33
Lampiran 2. Monografi Komposisi Resep 2 (Lanjutan)
menjadi 80 mg sehari sekali pada malam hari.
Nopril®
(Kimia
Farma)
Komposisi Tiap tablet mengandung lisinopril dihidrat 5mg; 10 mg
Indikasi Monoterapi atau kombinasi dengan antihipertensi lain
untuk hipertensi esensial dan hipertensi renovaskular
Golongan Angiostensin Converting Enzym inhibitor (ACEI)
Kontra
indikasi
Hipersensitif terhadap komponen obat, punya riwayat
angioedema yang berhubungan dengan terapi ACEI
sebelumnya, angioedema herediter atau idiopatik.
Perhatian Observasi adanya hipotensi simtomatik pada pasien gagal
jantung kongestif dengan atau tanpa insufisiensi ginjal,
pasien yang menjalani bedah mayor atau anestesi dengan
obat yang menyebabkan hipotensi; hamil; laktasi dan
anak
Interaksi
Obat
Thrombo aspilet®
(aspirin) dengan Nopril®
(lisinopril)
berinteraksi dengan menurunkan efek hipotensif dari
nopril; Nopril®
(ACE inhibitors) dapat mengantagonis
efek menguntungan aspirin dalam mencegah kematian
akibat infark miokard.
Efek
samping
Ruam kulit; angioedema pada wajah, bibir dan lidah;
palpitasi, takikardia, nyeri abdomen, gangguan
pencernaan, bronkospasme.
Dosis Dosis yang biasa digunakan adalah 10 mg/hari, dosis
pertama diberikan pada saat akan tidur.
Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012