Transcript
Page 1: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

DI KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

DI RUMAH SAKIT PALANG MERAH INDONESIA BOGOR

DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 202 DEPOK

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

MUTIARA HILMA, S.Farm

1106153391

ANGKATAN LXXV

FAKULTAS FARMASI

PROGRAM PROFESI APOTEKER

DEPOK

DESEMBER 2012

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 2: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

DI KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

DI RUMAH SAKIT PALANG MERAH INDONESIA BOGOR

DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 202 DEPOK

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar apoteker

MUTIARA HILMA, S.Farm

1106153391

ANGKATAN LXXV

FAKULTAS FARMASI

PROGRAM PROFESI APOTEKER

DEPOK

DESEMBER 2012

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 3: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Laporan Praktek Profesi Apoteker ini adalah hasil karya saya sendiri,

dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk

telah saya nyatakan dengan benar

Nama : Mutiara Hilma

NPM : 1106153391

Tanda Tangan :

Tanggal : 29 Desember 2012

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 4: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademika Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di

bawah ini:

Nama : Mutiara Hilma

NPM : 1106153391

Program Studi : Apoteker

Fakultas : Farmasi

Jenis Karya : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker

demi pengembangan ilmu pengetahuna, menyetujui untuk memberikan kepada

Universitas Indonesia Hak Bebas Royati Non-ekslusif (Non-exclusive Roylty-

Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:

1. Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan

Distribusi Kefarmasian Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat

Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Periode 18 Juni

– 29 Juni 2012

2. Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Rumah Sakit Palang Merah

Indonesia Jl. Padjajaran No.80 Bogor Periode 3 Juli - 25 Agustus 2012

3. Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Kimia Farma No. 202

Jl. Kejayaan Raya Blok IX No. 02 Depok

beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non-

ekslusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan,

mengelola dalam bentuk karya ilmiah saya selama tetap mencantumkan nama

saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Depok

Pada tanggal: 29 Desember 2012

Yang menyatakan,

(Mutiara Hilma)

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 5: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI

KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA

KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

PERIODE 18 JUNI – 29 JUNI 2012

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

MUTIARA HILMA, S.Farm

1106153391

ANGKATAN LXXV

FAKULTAS FARMASI

PROGRAM PROFESI APOTEKER

DEPOK

DESEMBER 2012

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 6: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI

KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA

KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

PERIODE 18 JUNI – 29 JUNI 2012

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar apoteker

MUTIARA HILMA, S.Farm

1106153391

ANGKATAN LXXV

FAKULTAS FARMASI

PROGRAM PROFESI APOTEKER

DEPOK

DESEMBER 2012

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 7: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 8: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

iv

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala

rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat melaksanakan Praktek Kerja

Profesi Apoteker di Kementerian Kesehatan Republik Indonesia pada periode 18

Juni - 29 Juni 2012. Kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) ini

dilaksanakan sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Apoteker, dengan

tujuan untuk meningkatkan pemahaman dan mengaplikasikan ilmu yang telah

diperoleh selama perkuliahan. Dalam ruang yang terbatas ini, dengan segala

kerendahan hati, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan rasa hormat

kepada:

1. Dra. Engko Sosialine Magdalene, Apt. selaku Direktur Bina Produksi dan

Distribusi Kefarmasian dan Pembimbing atas kesempatan yang telah diberikan

kepada penulis untuk mengenal direktorat ini, banyak membantu, dan

membimbing penulis.

2. Pharm. Dr. Joshita Djajadisastra, M.S., Ph.D., Apt selaku pembimbing dari

Fakultas Farmasi Universitas Indonesia yang selalu sabar dalam membimbing

penulis.

3. Prof. Dr. Yahdiana Harahap, Apt., M.S. selaku Dekan Fakultas Farmasi

Universitas Indonesia.

4. Dr. Harmita, Apt selaku Ketua Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi

Universitas Indonesia.

5. Dra. Maura Linda Sitanggang, Apt, Ph.D selaku Direktur Jendral Bina

Kefarmasian dan Alat Kesehatan yang telah memberikan kesempatan kepada

penulis untuk mengenal Kementerian Kesehatan RI.

6. Dra. R. Dettie Yuliati, Apt., Msi. selaku Kasubdit Produksi dan Distribusi

Obat dan Obat Tradisional beserta staf yang telah banyak membantu dan

membimbing penulis.

7. Dra. Ratih Purnama, Apt., MM. selaku Kasubdit Produksi Kosmetika dan

Makanan berserta staf yang telah banyak membantu membimbing penulis.

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 9: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

v

8. Drs. Riza Sultoni, Apt., MM. selaku Kasubdit Produksi dan Distribusi

Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan Sediaan Farmasi Khusus berserta staf

yang telah banyak membantu dan membimbung penulis.

9. Dita Novianti S.Si, Apt, MM selaku Kasubdit Kemandirian Obat dan Bahan

Baku Obat beserta staf yang telah banyak membantu dan membimbing

penulis.

10. Drs. Suhata selaku Kasubag TU Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

Kefarmasian atas kesempatan, bantuan, dan bimbingan yang telah diberikan

kepada penulis.

11. Seluruh staf dan karyawan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia atas

segala keramahan, pengarahan, dan bantuan selama penulis melaksanakan

PKPA.

12. Seluruh staf pengajar dan tata usaha Program Profesi Apoteker Fakultas

Farmasi Universitas Indonesia atas bantuan yang telah diberikan kepada

penulis.

13. Keluargaku tercinta atas semua dukungan, kasih sayang, perhatian, kesabaran,

dorongan, semangat dan doa yang tidak henti-hentinya.

14. Teman-teman Apoteker Angkatan 75 atas dukungan dan kerja sama selama

ini.

15. Semua pihak yang telah memberikan bantuan kepada penulis selama

penyusunan laporan ini.

Akhir kata, penulis berharap Allah SWT berkenan membalas segala

kebaikan semua pihak yang telah membantu. Tak ada gading yang tak retak,

penulis pun menyadari penelitian dan penyusunan laporan PKPA ini masih jauh

dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran untuk

kesempurnaan laporan PKPA ini. Semoga laporan PKPA ini memberikan manfaat

bagi pengembangan ilmu pengetahuan dalam dunia farmasi khususnya dan

masyarakat pada umumnya.

Penulis

2012

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 10: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

vi

ABSTRAK

Nama : Mutiara Hilma

Program Studi : Profesi Apoteker

Judul : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina

Produksi dan Distribusi Kefarmasian Direktorat Jenderal

Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian

Kesehatan Republik Indonesia Periode 18 Juni – 29 Juni

2012

Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

Kefarmasian Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia bertujuan untuk memahami tugas

Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian

Kesehatan RI, khususnya di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian

dan memahami peran serta fungsi profesi apoteker dalam melaksanakan pekerjaan

kefarmasian di Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan

Kementerian Kesehatan RI, khususnya di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

Kefarmasian. Direktorat Produksi dan Distribusi Kefarmasian mencakup industri

farmasi, industri dan usaha obat tradisional, pedagang besar farmasi, narkotik,

psikotropik, prekursor, sediaan farmasi khusus, bahan baku obat, kosmetik dan

makanan. Tugas khusus yang diberikan berjudul Kajian Perbandingan Kebijakan

Impor Sediaan Farmasi Khusus di Malaysia dan Singapura dengan Indonesia.

Tugas khusus ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kebijakan impor sediaan

farmasi lewat jalur khusus atau Special Access Scheme (SAS) di Indonesia,

Malaysia dan Singapura.

Kata Kunci : Direktorat Produksi Distribusi Kefarmasian, Kementerian

Keseharan, Sediaan Farmasi Khusus, Special Access Scheme

(SAS)

Tugas Umum : xi + 47 halaman; 1 gambar; 4 tabel; 8 lampiran

Tugas Khusus : iv + 22 halaman; 3 tabel; 11 lampiran

Daftar Acuan Tugas Umum : 6 (2009-2011)

Daftar Acuan Tugas Khusus : 21 (1998-2012)

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 11: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

vii

ABSTRACT

Name : Mutiara Hilma

Program Study : Apothecary Profession

Title : Apothecary Internship Report at Direktorat Bina Produksi dan

Distribusi Kefarmasian Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian

dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik

Indonesia Period June 18th

– June 29th 2012

Apothecary Internship at Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian

Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian

Kesehatan Republik Indonesia aimed to learn the duty of Direktorat Jenderal Bina

Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, specially Direktorat

Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian and to know the role and functions of

Apothecary profession in Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat

Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, specially Direktorat Bina Produksi dan

Distribusi Kefarmasian. Direktorat Produksi dan Distribusi Kefarmasian include

pharmacy industry, industry and small business of traditional drugs, Retail

Pharmacy Industry, narcotics, psikotropics, precursors, special pharmaceutical

stuff, raw material of drug, cosmetic and food. Special assignment given titled is

Analysis the Difference of Import special pharmaceutical stuff Policy among

Malaysia, Singapore and Indonesia. The aim of this special assigment is to know

the difference of import pharmacy products policy via Special Access Scheme

(SAS) among Indonesia, Malaysia and Singapore.

Keywords : Direktorat Produksi Distribusi Kefarmasian, Kementerian

Keseharan, special pharmaceutical stuff, Special Access

Scheme (SAS)

General Assignment : xi + 47 pages; 1 picture; 4 tables; 8 appendices

Special Assignment : iv + 22 pages; 3 tables; 11 appendices

Bibliography of general assignment : 6 (2009-2011)

Bibliography of special assignment : 21 (1998-2012)

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 12: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

viii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ....................................................................................ii

HALAMAN PENGESAHAN .................................................................... iii

KATA PENGANTAR ................................................................................ iv

ABSTRAK vi

ABSTRACT vii

DAFTAR ISI ................................................................................................viii

DAFTAR GAMBAR xi

DAFTAR TABEL xii

DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xiii

1. PENDAHULUAN ................................................................................. 1

1.1. Latar Belakang ................................................................................ 1

1.2. Tujuan ............................................................................................. 3

2. TINJAUAN UMUM .............................................................................. 4

2.1 Tinjauan Umum Kementerian Kesehatan .......................................... 4

2.1.1 Logo Kementerian Kesehatan ................................................. 4

2.1.2 Visi dan Misi .......................................................................... 5

2.1.3. Strategi .................................................................................. 6

2.1.4. Nilai-Nilai.............................................................................. 6

2.1.5. Tugas ..................................................................................... 7

2.1.6. Fungsi .................................................................................... 7

2.1.7 Tujuan .................................................................................... 8

2.1.8. Sasaran Strategis .................................................................... 8

2.1.9. Arah Kebijakan ...................................................................... 10

2.1.10 Kewenangan ......................................................................... 11

2.1.11 Susunan Organisasi ............................................................... 13

2.2. Tinjauan Tentang Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan

Alat Kesehatan ................................................................................ 14

2.2.1. Tugas dan Fungsi ................................................................... 14

2.2.2. Tujuan ................................................................................... 14

2.2.3. Sasaran dan Indikator ............................................................. 15

2.2.4. Kegiatan ................................................................................ 15

2.2.5. Struktur Organisasi ................................................................ 15

2.2.5.1 Sekertariat Direktorat Jenderal ................................ 15

2.2.5.2 Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan

Kesehatan ............................................................... 16

2.2.5.3 Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian.................. 17

2.2.5.4 Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

Alat Kesehatan ....................................................... 18

2.2.5.5 Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

Kefarmasian ........................................................... 19

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 13: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

ix

3. TINJAUAN KHUSUS DIREKTORAT BINA PRODUKSI

DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN

3.1. Tugas Pokok dan Fungsi .................................................................. 21

3.2. Tujuan ............................................................................................ 21

3.3. Sasaran ........................................................................................... 22

3.4. Strategi ............................................................................................ 22

3.5. Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan

Distribusi Kefarmasian .................................................................... 22

3.6. Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan

Obat Tradisional .............................................................................. 22

3.6.1. Tugas dan Fungsi ................................................................... 22

3.6.2. Struktur Organisasi ................................................................ 23

3.6.2.1 Seksi Standardisasi Produksi dan Distribusi ................ 23

3.6.2.2 Seksi Perizinan Sarana Produksi dan Distribusi ........... 23

3.7. Subdirektorat Produksi Kosmetika dan Makanan .......................... ..24

3.7.1. Tugas dan Fungsi ................................................................... 24

3.7.2. Struktur Organisasi ................................................................ 24

3.7.2.1. Seksi Standarisasi Produksi Kosmetika dan

Makanan 24

3.7.2.2. Seksi Perizinan Sarana Produksi Kosmetika 24

3.8. Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika,

Prekursor, dan Sediaan Farmasi Khusus 25

3.8.1. Tugas dan Fungsi ................................................................... 25

3.8.2. Struktur Organisasi ................................................................ 26

3.8.2.1 Seksi Narkotika, Psikotropika, dan Prekusor Farmasi .. 26

3.8.2.2 Seksi Sediaan Farmasi Khusus .................................... 26

3.9. Subdirektorat Kemadirian Obat dan Bahan Baku Obat ..................... 26

3.9.1. Tugas dan Fungsi ................................................................... 26

3.9.2. Struktur Organisasi ................................................................ 27

3.9.2.1 Seksi Analisa Obat dan Bahan Baku Obat 27

3.9.2.2 Seksi Kerjasama 27

3.10. Sub Bagian Tata Usaha ................................................................. 27

3.10.1. Umum .................................................................................. 27

3.10.2. Kepegawaian ...................................................................... 28

3.10.3. Kerumahtanggaan Direktorat ............................................... 28

3.11. Komponen Kegiatan...................................................................... 29

3.11.1. Capacity Building ............................................................... 29

3.11.2. Pembinaan Industri .............................................................. 29

3.11.3. Aliansi Strategi .................................................................... 30

3.11.4. Kemandirian Bahan Baku Obat ............................................ 30

3.11.5. Penyusunan Pedoman Standar .............................................. 31

3.11.6. Penguatan Regulasi dan Sosialisasi ...................................... 31

3.11.7. Penguatan Infrastruktur/Sarana ............................................ 32

3.11.8. Reposisi dan Revitalisasi Obat Generik ................................ 32

3.12. Sumber Daya Manusia .................................................................. 33

4. PELAKSANAAN DAN PENGAMATAN ............................................ 34

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 14: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

x

5. PEMBAHASAN .................................................................................... 36

5.1. Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional.. 37

5.2. Subdirektorat Produksi Kosmetika dan Makanan .......................... 41

5.3. Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika,

Psikotropika, Prekursor, dan Sediaan Farmasi Khusus................... 42

5.4. Subdirektorat Kemadirian Obat dan Bahan Baku Obat ..................... 44

6. KESIMPULAN DAN SARAN 46

6.1. Kesimpulan ..................................................................................... 46

6.2. Saran ............................................................................................... 46

DAFTAR ACUAN ......................................................................................47

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 15: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Logo Kementerian Kesehatan 4

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 16: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

xii

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Sumber Daya Manusia (SDM) Direktorat Bina Produksi Dan

Distribusi Kefarmasian 33

Tabel 4.1 Jadwal Kegiatan PKPA di Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian

dan Alat Kesehatan 34

Tabel.5.1 Izin Industri Farmasi, Industri Obat Tradisional,

Pedagang Besar Farmasi dan Pedagang Besar Farmasi Bahan

Obat yang diterbitkan oleh 2011 Subdirektorat Produksi dan

Distribusi Obat dan Obat tradisional 40

Tabel 5.2 Izin impor/ekspor prekusor, narkotika, psikotropika dan

prekusor yang diterbitkan oleh 2011 subdirektorat

produksi dan distribusi narkotika, psikotropika, prekursor,

dan sediaan farmasi khusus 43

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 17: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Struktur Organisasi Kementrian Kesehatan 48

Lampiran 2 Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian

dan Alat Kesehatan 49

Lampiran 3 Struktur Organisasi Sekretariat Direktorat Jenderal Bina

Kefarmasian Dan Alat Kesehatan 50

Lampiran 4 Struktur Organisasi Direktorat Bina Obat Publik Dan

Perbekalan Kesehatan 51

Lampiran 5 Struktur Organisasi Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian 52

Lampiran 6 Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi Dan Distribusi

Alat Kesehatan 53

Lampiran 7 Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi Dan Distribusi

Kefarmasian 54

Lampiran 8 Alur Proses Perijinan 55

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 18: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

1 Universitas Indonesia

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun

sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan

ekonomis. Guna terciptanya peningkatan derajat kesehatan setinggi-tingginya,

maka perlu dilakukan upaya kesehatan dan peningkatan pelayanan kesehatan.

Peningkatan upaya kesehatan dapat dilakukan dalam bentuk pencegahan penyakit,

peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit, dan pemulihan kesehatan.

Pelayanan kesehatan dapat berupa pelayanan kesehatan promotif, preventif,

kuratif, rehabilitatif dan tradisional (Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009).

Pelayanan kesehatan promotif adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian

kegiatan pelayanan kesehatan yang lebih mengutamakan kegiatan yang bersifat

promosi kesehatan. Pelayanan kesehatan preventif adalah suatu kegiatan

pencegahan terhadap suatu masalah kesehatan/penyakit. Pelayanan kesehatan

kuratif adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan pengobatan yang

ditujukan untuk penyembuhan penyakit, pengurangan penderitaan akibat

penyakit, pengendalian penyakit, atau pengendalian kecacatan agar kualitas

penderita dapat terjaga seoptimal mungkin. Pelayanan kesehatan rehabilitatif

adalah kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan untuk mengembalikan bekas

penderita ke dalam masyarakat sehingga dapat berfungsi lagi sebagai anggota

masyarakat yang berguna untuk dirinya dan masyarakat semaksimal mungkin

sesuai dengan kemampuannya. Pelayanan kesehatan tradisional adalah

pengobatan dan/atau perawatan dengan cara dan obat yang mengacu pada

pengalaman dan keterampilan turun temurun secara empiris yang dapat

dipertanggungjawabkan dan diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di

masyarakat (Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009).

Peningkatan upaya kesehatan dan pelayanan kesehatan membutuhkan

peran serta baik dari pemerintah selaku perumus kebijakan dan masyarakat

sebagai pelaksana kebijakan agar setiap orang dapat terpenuhi haknya dalam

memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau.

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 19: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

2

Universitas Indonesia

Pemerintah mempunyai tanggung jawab dalam merencanakan, mengatur,

menyelenggarakan, membina, dan mengawasi penyelenggaraan upaya kesehatan

yang merata dan terjangkau oleh masyarakat. Selain itu, pemerintah bertanggung

jawab atas ketersediaan lingkungan, tatanan kesehatan, fasilitas kesehatan, sumber

daya di bidang kesehatan yang adil dan merata bagi seluruh masyarakat untuk

memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya; bertanggung jawab atas

ketersediaan akses terhadap informasi, edukasi, dan fasilitas pelayanan kesehatan

untuk meningkatkan dan memelihara derajat kesehatan yang setinggi-tingginya;

dan bertanggung jawab memberdayakan dan mendorong peran aktif masyarakat

dalam segala bentuk upaya kesehatan dan ketersediaan segala bentuk upaya

kesehatan yang bermutu, aman, efisien, dan terjangkau (Undang-Undang Nomor

36 tahun 2009).

Bagian terpenting dalam rangka melaksanakan upaya kesehatan adalah

perbekalan farmasi dan alat kesehatan yang aman, bermutu dan terjangkau. Untuk

menjamin hal tersebut, maka perlu dibentuk suatu instansi yang bertugas

membina, mengatur dan mengawasi produksi dan distribusi dari perbekalan

farmasi dan alat kesehatan tersebut, sehingga tidak terjadi penyimpangan selama

pelaksanaannya.

Mengingat pentingnya hal tersebut di atas, maka berdasarkan Keputusan

Presiden Nomor 102 tahun 2001 tentang Struktur Organisasi Departemen

Kesehatan Republik Indonesia, dibentuklah Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian

dan Alat Kesehatan. Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor

1144/MENKES/PER/VIII/2010 tanggal 19 Agustus 2010 maka Direktorat

Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan terbagi menjadi Direktorat

Jenderal Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, Direktorat Bina Pelayanan

Farmasi, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan, serta Direktorat

Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian (Kementerian Kesehatan Republik

Indonesia, 2010).

Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian merupakan direktorat

yang pembagian subdirektorat-nya berdasarkan komoditi, yaitu Subdirektorat

Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional, Subdirektorat Produksi

Kosmetika dan Makanan, Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika,

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 20: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

3

Universitas Indonesia

Psikotropika, Prekursor, dan Sediaan Farmasi Khusus serta Subdirektorat

Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat (Kementerian Kesehatan Republik

Indonesia, 2010).

Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian mempunyai tanggung

jawab mensinergikan kebijakan melalui penyusunan kebijakan dan pedoman-

pedoman yang dapat dipergunakan, termasuk di dalamnya upaya-upaya

peningkatan mutu produksi dan distribusi kefarmasian. Direktorat Bina Produksi

dan Distribusi Kefarmasian mempunyai tugas melaksanakan penyiapan,

perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan Norma, Standar, Prosedur dan

Kriteria (NSPK) serta bimbingan teknis dan evaluasi di bidang produksi dan

distribusi kefarmasian (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010).

Para calon apoteker hendaknya memahami peran seorang apoteker dalam

bidang kefarmasian seperti yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah Republik

Indonesia No. 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. Salah satunya

adalah tentang peranan apoteker dalam hal regulasi yang dirancang dan ditetapkan

oleh pemerintah di bidang kefarmasian, maka diadakan Praktek Kerja Profesi

Apoteker (PKPA) di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kesehatan,

Kementerian Kesehatan RI yang berlangsung dari tanggal 18 Juni-29 Juni 2012.

1.2 Tujuan

1.2.1 Memahami tugas Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat

Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, khususnya di Direktorat Bina

Produksi dan Distribusi Kefarmasian.

1.2.2 Memahami peran dan fungsi profesi apoteker dalam melaksanakan

pekerjaan kefarmasian di Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat

Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, khususnya di Direktorat Bina

Produksi dan Distribusi Kefarmasian.

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 21: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

4 Universitas Indonesia

BAB 2

TINJAUAN UMUM

2.1. Tinjauan Umum Kementrian Kesehatan

Kementerian Kesehatan merupakan unsur pelaksana pemerintah

dibidang kesehatan yang dipimpin oleh Menteri Kesehatan dan bertanggung

jawab kepada Presiden.

2.1.1 Logo Kementerian Kesehatan

Gambar 2.1. Logo kementerian kesehatan

Arti simbol-simbol pada logo Bhakti Husada adalah sebagai berikut:

1) Palang Hijau terletak di dalam Bunga Wijayakusuma dengan lima daun

mahkota makna Pancakarsa Husada melambangkan tujuan pembangunan

kesehatan sesuai dengan Sistem Kesehatan Nasional.

2) Bunga Wijayakusuma ditopang oleh lima kelompok daun berwarna hijau

melambangkan Pancakarya Husada pada hakikatnya adalah penjabaran makna

pembangunan kesehatan.

3) Bunga Wijayakusuma dengan lima daun mahkota berwarna putih dan kelopak

daun berwarna hijau mempunyai makna melambangkan pengabdian luhur.

4) Palang Hijau melambangkan pelayanan kesehatan.

5) Tulisan “BHAKTI HUSADA” bermakna pengabdian dalam upaya kesehatan

paripurna.

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 22: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

5

Universitas Indonesia

6) Bentuk garis bulat telur melambangkan kebulatan tekad, keterpaduan dengan

berbagai unsur masyarakat.

Pancakarsa Husada:

1) Peningkatan kemampuan masyarakat menolong dirinya sendiri dalam bidang

kesehatan.

2) Perbaikan mutu lingkungan hidup yang dapat menjamin kesehatan.

3) Peningkatan status gizi masyarakat.

4) Pengurangan kesakitan (morbiditas) dan kematian (mortalitas).

5) Pengembangan keluarga sehat sejahtera dengan semakin diterimanya norma

keluarga kecil, bahagia, dan sejahtera.

Pancakarya Husada:

1) Peningkatan dan pemantapan upaya kesehatan.

2) Pengembangan tenaga kesehatan.

3) Pengendalian, pengadaan, dan pengawasan obat serta makanan, dan bahan

berbahaya bagi kesehatan.

4) Perbaikan gizi dan peningkatan kesehatan lingkungan.

5) Peningkatan dan pemantapan manajemen dan hukum.

2.1.2. Visi dan Misi

Visi yang dimiliki oleh Kementerian Kesehatan adalah “Masyarakat

Sehat Yang Mandiri dan Berkeadilan”. Sedangkan dalam rangka mendukung visi

tersebut, Kementerian Kesehatan memiliki Misi sebagai berikut (Kementerian

Kesehatan Republik Indonesia, 2010a):

a. Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, melalui pemberdayaan

masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat madani.

b. Melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin tersedianya upaya

kesehatan yang paripurna, merata bermutu dan berkeadilan.

c. Menjamin ketersediaan dan pemerataan sumber daya kesehatan.

d. Menciptakan tata kelola kepemerintahan yang baik.

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 23: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

6

Universitas Indonesia

2.1.3. Strategi

Kementerian Kesehatan telah membuat beberapa strategi dalam rangka

pembangunan kesehatan yang dapat mewujudkan visi dan misi yang telah

ditetapkannya. Adapun strategi yang dijalankan adalah (Kementerian Kesehatan

Republik Indonesia, 2010a) : a. Meningkatkan pemberdayaan masyarakat, swasta dan masyarakat madani

dalam pembangunan kesehatan melalui kerja sama nasional dan global.

b. Meningkatkan pelayanan kesehatan yang merata, terjangkau, bermutu dan

berkeadilan, serta berbasis bukti; dengan pengutamaan pada upaya promotif

dan preventif.

c. Pembangunan kesehatan, terutama untuk mewujudkan jaminan sosial

kesehatan nasional.

d. Meningkatkan pengembangan dan pendayagunaan SDM kesehatan yang

merata dan bermutu.

e. Meningkatkan ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan obat dan alat

kesehatan serta menjamin keamanan, khasiat, kemanfaatan, dan mutu sediaan

farmasi, alat kesehatan, dan makanan.

f. Meningkatkan manajemen kesehatan yang akuntabel, transparan, berdayaguna

dan berhasilguna untuk memantapkan desentralisasi kesehatan yang

bertanggungjawab.

2.1.4. Nilai-Nilai

Guna mewujudkan visi dan mengembangkan misi yang ada, Kementerian

Kesehatan menganut dan menjunjung tinggi nilai-nilai, yaitu (Kementerian

Kesehatan Republik Indonesia, 2010a):

a. Pro Rakyat

Dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, Kementerian Kesehatan

selalu mendahulukan kepentingan rakyat dan haruslah menghasilkan yang terbaik

untuk rakyat. Diperolehnya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi setiap

orang adalah salah satu hak asasi manusia tanpa membedakan suku, golongan,

agama, dan status sosial ekonomi.

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 24: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

7

Universitas Indonesia

b. Inklusif

Semua program pembangunan kesehatan harus melibatkan semua

pihak karena pembangunan kesehatan tidak mungkin hanya dilaksanakan oleh

Kementerian Kesehatan saja. Dengan demikian, seluruh komponen masyarakat

harus berpartisipasi aktif, yang meliputi lintas sektor, organisasi profesi,

organisasi masyarakat pengusaha, masyarakat madani dan masyarakat akar

rumput.

c. Responsif

Program kesehatan haruslah sesuai dengan kebutuhan dan keinginan

rakyat, serta tanggap dalam mengatasi permasalahan di daerah, situasi kondisi

setempat, sosial budaya dan kondisi geografis. Faktor-faktor ini menjadi dasar

dalam mengatasi permasalahan kesehatan yang berbeda-beda, sehingga

diperlukan penanganan yang berbeda pula.

d. Efektif

Program kesehatan harus mencapai hasil yang signifikan sesuai target yang

telah ditetapkan dan bersifat efisien.

e. Bersih

Penyelenggaraan pembangunan kesehatan harus bebas dari korupsi, kolusi

dan nepotisme (KKN), transparan, dan akuntabel.

2.1.5. Tugas

Kementerian Kesehatan mempunyai tugas menyelenggarakan urusan di

bidang kesehatan dalam pemerintahan untuk membantu Presiden dalam

menyelenggarakan pemerintahan negara (Kementerian Kesehatan Republik

Indonesia, 2010a).

2.1.6. Fungsi

Dalam melaksanakan tugasnya, Kementerian Kesehatan

menyelenggarakan fungsi sebagai berikut (Kementerian Kesehatan Republik

Indonesia, 2010a):

a. Perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang kesehatan.

b. Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 25: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

8

Universitas Indonesia

Kementerian Kesehatan.

c. Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian Kesehatan.

d. Pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan

Kementerian Kesehatan di daerah.

e. Pelaksanaan kegiatan teknis yang berskala nasional.

2.1.7 Tujuan

Terselenggaranya pembangunan kesehatan secara berhasilguna dan

berdayaguna dalam rangka mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-

tingginya.

Pembangunan kesehatan yang berhasilguna dan berdayaguna dapat dicapai

melalui pembinaan, pengembangan, dan pelaksanaan, serta pemantapan fungsi-

fungsi administrasi kesehatan yang didukung oleh sistem informasi kesehatan,

ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan, serta hukum kesehatan.

Fungsi-fungsi administrasi kesehatan tersebut, terdiri dari perencanaan,

pelaksanaan dan pengendalian, serta pertanggungjawaban penyelenggaraan

pembangunan kesehatan.

2.1.8 Sasaran Strategis (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010a)

Sasaran strategis dalam pembangunan kesehatan tahun 2010-2014, yaitu :

1) Meningkatnya status kesehatan dan gizi masyarakat, dengan:

a) Meningkatnya umur harapan hidup dari 70,7 tahun menjadi 72 tahun

b) Menurunnya angka kematian ibu melahirkan dari 228 menjadi 118 per

100.000 kelahiran hidup

c) Menurunnya angka kematian bayi dari 34 menjadi 24 per 1.000 kelahiran

hidup

d) Menurunnya angka kematian neonatal dari 19 menjadi 15 per 1.000

kelahiran hidup

e) Menurunnya prevalensi anak balita yang pendek (stunting) dari 36,8

persen menjadi kurang dari 32 persen;

f) Persentase ibu bersalin yang ditolong oleh naskes terlatih (cakupan PN)

sebesar 90%;

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 26: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

9

Universitas Indonesia

g) Persentase puskesmas rawat inap yang mampu PONED (Pelatihan Obstetri

Neonatal Emergensi Dasar) sebesar 100%;

h) Persentase Rumah Sakit Kabupaten Kota yang melaksanakan PONEK

(Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Komprehensif) sebesar 100%;

i) Cakupan kunjungan neonatal lengkap (KN lengkap) sebesar 90%.

2) Menurunnya angka kesakitan akibat penyakit menular, dengan :

a) Menurunnya prevalensi Tuberculosis dari 235 menjadi 224 per 100.000

penduduk;

b) Menurunnya kasus malaria (Annual Paracite Index-API) dari 2 menjadi 1

per 1.000 penduduk;

c) Terkendalinya prevalensi HIV pada populasi dewasa dari 0,2 menjadi

dibawah 0,5%;

d) Meningkatnya cakupan imunisasi dasar lengkap bayi usia 0-11 bulan dari

80% menjadi 90%;

e) Persentase desa yang mencapai UCI (Universal Child Imunization) dari

80% menjadi 100%;

f) Angka kesakitan DBD (Demam Berdarah Dengue) dari 55 menjadi 51 per

100.000 penduduk.

3) Menurunnya disparasitas (kesenjangan) status kesehatan dan status gizi antar

wilayah dan antar tingkat sosial ekonomi serta gender

4) Meningkatnya penyediaan anggaran publik untuk kesehatan dalam rangka

mengurangi resiko financial akibat gangguan kesehatan bagi seluruh

penduduk, terutama penduduk miskin.

5) Meningkatnya Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) pada tingkat rumah

tangga dari 50 persen menjadi 70 persen.

6) Terpenuhinya kebutuhan tenaga kesehatan strategis di Daerah Tertinggal,

Terpencil, Perbatasan dan Kepulauan (DTPK).

7) Seluruh provinsi melaksanakan program pengendalian penyakit tidak menular.

8) Seluruh Kabupaten/kota melaksanakan Standar Pelayanan Minimal (SPM).

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 27: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

10

Universitas Indonesia

2.1.9 Arah Kebijakan

Arah kebijakan dan strategi Kementerian Kesehatan didasarkan pada arah

kebijakan dan strategi nasional sebagaimana tercantum di dalam Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 dengan

memperhatikan permasalahan kesehatan yang telah diindentifikasi melalui hasil

review pelaksanaan pembangunan kesehatan sebelumnya.

Dalam pelaksanaan pembangunan kesehatan periode tahun 2010-2014.

Perencanaan program dan kegiatan secara keseluruhan telah dicantumkan di

dalam Rencana Strategis Kementerian Kesehatan. Namun untuk menjamin

terlaksanannya berbagai upaya kesehatan yang dianggap prioritas dan mempunyai

daya ungkit besar di dalam pencapaian hasil pembangunan kesehatan, dilakukan

upaya yang bersifat reformatif dan akseleratif.

Upaya tersebut meliputi pengembangan Jaminan Kesehatan Masyarakat,

peningkatan pelayanan kesehatan di DTPK, ketersediaan, keterjangkauan obat di

seluruh fasilitas kesehatan, saintifikasi jamu, pelaksanaan reformasi birokrasi,

pemenuhan Bantuan Operasional Kesehatan (BOK), Penanganan Daerah

Bermasalah Kesehatan (PDBK), pengembangan pelayanan untuk Rumah Sakit

Indonesia Kelas Dunia (World Class Hospital). Langkah-langkah pelaksanaan

upaya reformasi tersebut disusun di dalam dokumen tersendiri, dan menjadi

dokumen yang tidak terpisahkan dengan dokumen Rencana Strategis Kementerian

Kesehatan 2010-2014 ini.

Upaya kesehatan tersebut juga ditujukan untuk peningkatan akses dan

kualitas pelayanan kesehatan yang dimaksudkan untuk mengurangi kesenjangan

status kesehatan dan gizi masyarakat antar wilayah, gender, dan antar tingkat

sosial ekonomi, melalui : pemihakan kebijakan yang lebih membantu kelompok

miskin dan daerah yang tertinggal, pengalokasikan sumberdaya yang lebih

memihak kepada kelompok miskin dan daerah yang tertinggal, pengembangan

instrumen untuk memonitor kesenjangan antar wilayah dan antar tingkat sosial

ekonomi, dan peningkatan advokasi dan capacity building bagi daerah yang

tertinggal.

Selain itu, untuk dapat meningkatkan akses dan kualitas pelayanan

kesehatan, kedelapan fokus prioritas pembangunan nasional bidang kesehatan

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 28: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

11

Universitas Indonesia

didukung oleh peningkatan kualitas manajemen dan pembiayaan kesehatan,

sistem informasi dan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan, melalui:

1) Peningkatan kualitas perencanaan, penganggaran dan pengawasan

pembangunan kesehatan

2) Pengembangan perencanaan pembangunan kesehatan berbasis wilayah

3) Penguatan peraturan perundangan pembangunan kesehatan

4) Penataan dan pengembangan sistem informasi kesehatan untuk menjamin

ketersediaan data dan informasi kesehatan melalui pengaturan sistem

informasi yang komprehensif dan pengembangan jejaring

5) Pengembangan penguasaan dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi

kesehatan dalam bidang kedokteran, kesehatan masyarakat, rancang bangun

alat kesehatan dan penyediaan bahan baku obat

6) Peningkatan penapisan teknologi kesehatan dari dalam dan luar negeri yang

cost effective

7) Peningkatan pembiayaan kesehatan untuk kegiatan preventif dan promotif

8) Peningkatan pembiayaan kesehatan dalam rangka pencapaian sasaran luaran

dan sasaran hasil

9) Peningkatan pembiayaan kesehatan di daerah untuk mencapai indikator SPM

10) Penguatan advokasi untuk peningkatan pembiayaan kesehatan

11) Pengembangan kemitraan dengan penyedia pelayanan masyarakat dan swasta

12) Peningkatan efisiensi penggunaan anggaran

13) Peningkatan biaya opersional Puskesmas dalam rangka peningkatan kegiatan

preventif dan promotif dengan Bantuan Operasional Kesehatan (BOK).

2.1.10 Kewenangan Kementerian Kesehatan RI mempunyai kewenangan dalam

menyelenggarakan fungsinya. Kewenangan tersebut yaitu (Kementerian

Kesehatan Republik Indonesia, n.d):

a. Penetapan kebijakan nasional di bidang kesehatan untuk mendukung

pembangunan secara makro.

b. Penetapan pedoman untuk menentukan standar pelayanan minimal yang wajib

dilaksanakan oleh Kabupaten/Kota di bidang kesehatan.

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 29: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

12

Universitas Indonesia

c. Penyusunan rencana nasional secara makro di bidang kesehatan.

d. Penetapan persyaratan akreditasi lembaga pendidikan dan sertifikasi tenaga

profesional/ahli serta persyaratan jabatan di bidang kesehatan.

e. Pembinaan dan pengawasan atas penyelenggaraan otonomi daerah yang

meliputi pemberian pedoman, bimbingan, pelatihan, arahan dan supervisi di

bidang kesehatan.

f. Pengaturan penerapan perjanjian atau persetujuan internasional yang disahkan

atas nama Negara di bidang kesehatan.

g. Penetapan standar pemberian izin oleh daerah di bidang kesehatan.

h. Penanggulangan wabah dan bencana yang berskala nasional di bidang

kesehatan.

i. Penetapan kebijakan sistem informasi nasional di bidang kesehatan.

j. Penetapan persyaratan kualifikasi usaha jasa di bidang kesehatan.

k. Penyelesaian perselisihan antar propinsi di bidang kesehatan.

l. Penetapan kebijakan pengendalian angka kelahiran dan penurunan angka

kematian ibu, bayi, dan anak.

m. Penetapan kebijakan sistem jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat.

n. Penetapan pedoman standar pendidikan dan pendayagunaan tenaga kesehatan.

o. Penetapan pedoman pembiayaan pelayanan kesehatan.

p. Penetapan pedoman penapisan, pengembangan dan penerapan teknologi

kesehatan dan standar etika penelitian kesehatan.

q. Penetapan standar nilai gizi dan pedoman sertifikasi teknologi kesehatan dan

gizi.

r. Penetapan standar akreditasi sarana dan prasarana kesehatan.

s. Surveilans epidemiologi serta pengaturan pemberantasan dan penanggulangan

wabah, penyakit menular dan kejadian luar biasa.

t. Penyediaan obat esensial tertentu dan obat untuk pelayanan kesehatan dasar

sangat essential (buffer stock nasional).

u. Kewenangan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

yang berlaku yaitu penempatan dan pemindahan tenaga kesehatan tertentu dan

pemberian izin dan pembinaan produksi dan distribusi alat kesehatan.

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 30: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

13

Universitas Indonesia

2.1.11. Susunan Organisasi

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor: 1144/MENKES/

PER/VIII/2010 mengenai Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan,

susunan organisasi Kementerian Kesehatan terdiri atas (Kementerian Kesehatan

Republik Indonesia, 2010b):

a. Sekretariat Jenderal.

b. Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan.

c. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.

d. Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak.

e. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.

f. Inspektorat Jenderal.

g. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.

h. Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan.

i. Staf Ahli Bidang Teknologi Kesehatan dan Globalisasi.

j. Staf Ahli Bidang Pembiayaan dan Pemberdayaan Masyarakat.

k. Staf Ahli Bidang Perlindungan Faktor Risiko Kesehatan.

l. Staf Ahli Bidang Peningkatan Kapasitas Kelembagaan dan Desentralisasi.

m. Staf Ahli Bidang Mediko Legal.

n. Pusat Data dan Informasi.

o. Pusat Kerja Sama Luar Negeri.

p. Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan.

q. Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan.

r. Pusat Komunikasi Publik.

s. Pusat Promosi Kesehatan.

t. Pusat Inteligensia Kesehatan.

u. Pusat Kesehatan Haji.

Bagan struktur organisasi Kementerian Kesehatan dapat dilihat

pada Lampiran 1.

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 31: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

14

Universitas Indonesia

2.2. Tinjauan Tentang Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan

Alat Kesehatan

Sesuai dengan Permenkes RI Nomor: 1144/Menkes/Per/VIII/2010 tentang

Organisasi Dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina

Kefarmasian dan Alat Kesehatan merupakan unsur pelaksana yang berada di

bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri dan dipimpin oleh seorang

Direktur Jenderal.

2.2.1. Tugas dan Fungsi

Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan mempunyai

tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di

bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan (Kementerian Kesehatan

Republik Indonesia, 2010b).

Dalam melaksanakan tugasnya, Direkorat Jenderal Bina Kefarmasian dan

Alat Kesehatan menyelenggarakan fungsi sebagai berikut:

a. Perumusan kebijakan di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan.

b. Pelaksanaan kebijakan di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan.

c. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pembinaan

kefarmasian dan alat kesehatan.

d. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pembinaan kefarmasian

dan alat kesehatan.

e. Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat

Kesehatan.

2.2.2. Tujuan

Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan memiliki tujuan

sebagai berikut (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010):

a. Terjaminnya ketersediaan, pemerataan dan keterjangkauan obat, dan

perbekalan kesehatan bagi pelayanan kesehatan

b. Terlindunginya masyarakat dari penggunaan obat dan perbekalan kesehatan

yang tidak memenuhi standar mutu, keamanan dan kerasionalan

c. Meningkatnya mutu pelayanan farmasi komunitas dan farmasi rumah sakit

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 32: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

15

Universitas Indonesia

dalam kerangka pelayanan kesehatan komprehensif yang didukung oleh

tenaga farmasi yang profesional.

2.2.3. Sasaran dan Indikator

Sasaran hasil program Kefarmasian dan Alat Kesehatan adalah

meningkatnya sediaan farmasi dan alat kesehatan yang memenuhi standar dan

terjangkau oleh masyarakat. Indikator tercapainya sasaran hasil pada tahun 2014

adalah persentase ketersediaan obat dan vaksin sebesar 100% (Kementerian

Kesehatan Republik Indonesia, 2010a).

2.2.4. Kegiatan

Untuk mencapai sasaran hasil tersebut, maka kegiatan yang akan dilakukan

meliputi (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010a):

a. Peningkatan ketersediaan obat publik dan perbekalan kesehatan.

b. Peningkatan produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan

rumah tangga (PKRT).

c. Peningkatan pelayanan kefarmasian.

d. Peningkatana produksi dan distribusi kefarmasian.

2.2.5. Struktur Organisasi

Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dipimpin

oleh Direktur Jenderal yang bertanggung jawab langsung kepada Menteri

Kesehatan. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan terdiri dari

(Lampiran 2) (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010b):

2.2.5.1 Sekretariat Direktorat Jenderal

Sekretariat Direktorat Jenderal mempunyai tugas melaksanakan pelayanan

teknis administrasi kepada semua unsur di lingkungan Direktorat Jenderal. Dalam

melaksanakan tugasnya, Sekretariat Direktorat Jenderal menyelenggarakan fungsi:

a. Koordinasi dan penyusunan rencana, program, dan anggaran.

b. Pengelolaan data dan informasi.

c. Penyiapan urusan hukum, penataan organisasi, jabatan fungsional, dan

hubungan masyarakat.

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 33: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

16

Universitas Indonesia

d. Pengelolaan urusan keuangan.

e. Pelaksanaan urusan kepegawaian, tata persuratan, kearsipan, gaji, rumah

tangga, dan perlengkapan.

f. Evaluasi dan penyusunan laporan.

Sekretariat Direktorat Jenderal mempunyai struktur organisasi yang terdiri

dari (Lampiran 3):

a. Bagian Program dan Informasi.

b. Bagian Hukum, Organisasi, dan Hubungan Masyarakat.

c. Bagian Keuangan.

d. Bagian Kepegawaian dan Umum.

e. Kelompok Jabatan Fungsional.

2.2.5.2. Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan

Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas

melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan; penyusunan

norma, standar, prosedur, dan kriteria; serta pemberian bimbingan teknis dan

evaluasi di bidang obat publik dan perbekalan kesehatan. Dalam melaksanakan

tugasnya, Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan

menyelenggarakan fungsi:

a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang analisis dan standardisasi harga

obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta

pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan.

b. Pelaksanaan kegiatan di bidang analisis dan standardisasi harga obat,

penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta

pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan.

c. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang

analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik

dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik

dan perbekalan kesehatan.

d. Penyiapan pemberian bimbingan teknis di bidang analisis dan standardisasi

harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan,

serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan.

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 34: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

17

Universitas Indonesia

e. Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang analisis

dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan

perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan

perbekalan kesehatan.

f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat.

Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai

struktur organisasi yang terdiri dari (Lampiran 4):

a. Subdirektorat Analisis dan Standardisasi Harga Obat.

b. Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan.

c. Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan.

d. Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan

Kesehatan.

e. Subbagian Tata Usaha.

f. Kelompok Jabatan Fungsional.

2.2.5.3. Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian

Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian mempunyai tugas melaksanakan

penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan; dan penyusunan norma,

standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di

bidang pelayanan kefarmasian. Dalam melaksanakan tugasnya, Direktorat Bina

Pelayanan Kefarmasian menyelenggarakan fungsi:

a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang standardisasi, farmasi komunitas,

farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional.

b. Pelaksanaan kegiatan di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi

klinik, dan penggunaan obat rasional.

c. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang

standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik, dan penggunaan obat

rasional.

d. Pemberian bimbingan teknis di bidang standardisasi, farmasi komunitas,

farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional.

e. Pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di

bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik, dan penggunaan obat

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 35: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

18

Universitas Indonesia

rasional.

f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat.

Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian mempunyai struktur organisasi

yang terdiri dari (Lampiran 5):

a. Subdirektorat Standarisasi

b. Subdirektorat Farmasi Komunitas

c. Subdirektorat Farmasi Klinik

d. Subdirektorat Penggunaan Obat Rasional

e. Subbagian Tata Usaha

f. Kelompok Jabatan Fungsional

2.2.5.4. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan

Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan mempunyai tugas

melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan; dan penyusunan

norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan

evaluasi di bidang produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan

kesehatan rumah tangga. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 588, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan

menyelenggarakan fungsi:

a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi

dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga.

b. Pelaksanaan kegiatan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan

sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga.

c. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang penilaian,

inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan

rumah tangga.

d. Penyiapan pemberian bimbingan teknis di bidang penilaian, inspeksi,

standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah

tangga.

e. Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang penilaian,

inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan

rumah tangga.

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 36: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

19

Universitas Indonesia

f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat.

Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan mempunyai

struktur organisasi yang terdiri dari (Lampiran 6):

a. Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan.

b. Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik Invitro dan Perbekalan Kesehatan

Rumah Tangga.

c. Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah

Tangga.

d. Subdirektorat Standarisasi dan Sertifikasi.

e. Subbagian Tata Usaha.

f. Kelompok Jabatan Fungsional.

2.2.5.5. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian

Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian mempunyai tugas

melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan; dan penyusunan

norma, standar, prosedur, dan criteria; serta pemberian bimbingan teknis dan

evaluasi di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. Dalam melaksanakan

tugasnya, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian

menyelenggarakan fungsi:

a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang produksi dan distribusi

kefarmasian.

b. Pelaksanaan kegiatan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian.

c. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang

produksi dan distribusi kefarmasian.

d. Penyiapan pemberian bimbingan teknis, pengendalian, kajian dan analisis di

bidang produksi dan distribusi kefarmasian.

e. Pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di

bidang produksi dan distribusi kefarmasian.

f. Pelaksanaan perizinan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian.

g. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat.

Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian mempunyai

struktur organisasi yang terdiri dari (Lampiran 7):

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 37: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

20

Universitas Indonesia

a. Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional.

b. Subdirektorat Produksi Kosmetika dan Makanan.

c. Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan

Sediaan Farmasi Khusus.

d. Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat.

e. Subbagian Tata Usaha.

f. Kelompok Jabatan Fungsional.

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 38: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

21 Universitas Indonesia

BAB 3

TINJAUAN KHUSUS

DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN

3.1. Tugas Pokok dan Fungsi

Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian mempuyai tugas

melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan

norma, standar, prosedur, dan kriteria serta pemberian bimbingan teknis dan

evaluasi di bidang produksi dan distribusi kefarmasian (Kementerian Kesehatan

Republik Indonesia, 2010).

Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian menyelenggarakan

fungsi:

a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang produksi dan distribusi

kefarmasian.

b. Pelaksanaan kegiatan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian.

c. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria dibidang

produksi dan distribusi kefarmasian.

d. Penyiapan pemberian bimbingan teknis, pengendalian, kajian dan analisis

dibidang produksi dan distribusi kefarmasian.

e. Pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di

bidang produksi dan distribusi kefarmasian.

f. Pelaksanaan peizinan dibidang produksi dan distribusi kefarmasian.

g. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga direktorat.

3.2. Tujuan

Tujuan Rencana Aksi Kegiatan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

Kefarmasian tahun 2011 – 2014 adalah sebagai arah dalam penyelenggaraan

program produksi dan distribusi kefarmasian serta pelaksanaan tugas pokok dan

fungsi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian (Direktorat Jenderal

Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2011).

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 39: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

22

Universitas Indonesia

3.3. Sasaran (Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan,

2011)

a. Tersedia bahan baku obat dan obat tradisional.

b. Tersusunnya standar kefarmasian di bidang obat, obat tradisional, kosmetik,

dan makanan.

c. Industri farmasi prakualifikasi WHO.

3.4. Strategi (Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2011)

a. Menyusun dan mengembangkan standar dan persyaratan di bidang produksi

dan distribusi kefarmasian dan makanan.

b. Melaksanakan koordinasi dan pembinaan yang terpadu.

c. Meningkatkan kapasitas SDM yang kompeten dan profesional.

d. Mebentuk aliansi strategis dan mengintegrasikan sumber daya.

3.5. Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

Kefarmasian

Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian

terdiri dari (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010):

a. Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional.

b. Sudirektorat Produksi dan Kosmetika dan Makanan.

c. Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor dan

Sediaan Farmasi Khusus.

d. Subdirekorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat.

e. Subbagian Tata Usaha.

f. Kelompok Jabatan Fungsional.

3.6. Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional

(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010)

3.6.1. Tugas dan Fungsi

Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional

mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan

kebijakan; penyusunan norma, standar, prosedur, dan criteria; perizinan,

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 40: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

23

Universitas Indonesia

bimbingan teknis, pengendalian, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di

bidang produksi dan distribusi obat dan obat tradisional.

Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional

menyelenggarakan fungsi:

a. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang produksi

dan distribusi obat dan obat tradisional.

b. Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang

produksi dan distribusi obat dan obat tradisional.

c. Pelaksanaan pemberian izin sarana produksi dan distribusi obat dan obat

tradisional.

d. Penyiapan bahan bimbingan teknis dan pengendalian di bidang produksi dan

distribusi obat dan obat tradisional.

e. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang

produksi dan distribusi obat dan obat tradisional.

3.6.2. Struktur Organisasi

Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional terdiri

atas:

3.6.2.1 Seksi Standardisasi Produksi dan Distribusi

Seksi Standardisasi Produksi dan Distribusi mempunyai tugas melakukan

penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma,

standar, prosedur, dan kriteria di bidang produksi dan distribusi obat dan obat

tradisional.

3.6.2.2 Seksi Perizinan Sarana Produksi dan Distribusi

Seksi Perizinan Sarana Produksi dan Distribusi mempunyai tugas

melakukan penyiapan bahan pelaksanaan perizinan, bimbingan teknis,

pengendalian, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang sarana

produksi dan distribusi obat dan obat tradisional.

Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional

menangani penerbitan usaha industri farmasi, pedagang besar farmasi, pedagang

besar bahan baku farmasi, industri obat tradisional dan penyusunan standar dan

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 41: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

24

Universitas Indonesia

pedoman di bidang produksi dan distribusi kefarmasian.

3.7. Subdirektorat Produksi Kosmetika dan Makanan (Kementerian

Kesehatan Republik Indonesia, 2010)

3.7.1. Tugas dan Fungsi

Subdirektorat Produksi Kosmetika dan Makanan mempunyai tugas

melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan;

penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria; dan perizinan, bimbingan

teknis, pengendalian, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan dibidang

produksi kosmetika dan makanan.

Subdirektorat Produksi Kosmetika dan Makanan menyelenggarakan

fungsi:

a. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dibidang produksi

kosmetika dan makanan.

b. Penyiapan bahan penyusunan norma standar, prosedur, dan kriteria di bidang

kosmetika dan makanan.

c. Pelaksanaan pemberian izin sarana produksi kosmetika.

d. Penyiapan bahan bimbingan teknis dan pengendalian di bidang produksi

kosmetika dan makanan.

e. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan di bidang

produksi kosmetika dan makanan.

3.7.2. Struktur Organisasi

Subdirektorat Produksi Kosmetika dan Makanan terdiri atas:

3.7.2.1.Seksi Standarisasi Produksi Kosmetika dan Makanan

Seksi Standarisasi Produksi Kosmetika dan Makanan mempunyai tugas

melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan

norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang produksi kosmetika dan makanan.

3.7.2.2.Seksi Perizinan Sarana Produksi Kosmetika Seksi Perizinan Sarana Produksi Kosmetika mempunyai tugas melakukan

penyiapan bahan pelaksanaan perizinan, bimbingan teknis, pengendalian,

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 42: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

25

Universitas Indonesia

pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan dibidang sarana produksi

kosmetika. Subdirektorat Produksi Kosmetika dan Makanan menangani

penerbitan izin usaha di bidang produksi kosmetika dan makanan dan penyusunan

standar dan pedoman di bidang produksi ksometika dan makanan.

3.8. Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika,

Prekursor, dan Sediaan Farmasi Khusus (Kementerian Kesehatan

Republik Indonesia, 2010)

3.8.1. Tugas dan Fungsi

Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor,

dan Sediaan Farmasi Khusus mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan

perumusan dan pelaksanan kebijakan; penyusunan norma, standar, prosedur, dan

kriteria; perizinan, bimbingan teknis, pengendalian, pemantauan, evaluasi dan

penyusunan laporan di bidang produksi dan distribusi narkotika, psikotropika,

prekursor, dan sediaan farmasi khusus.

Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor,

dan Sediaan Farmasi Khusus menyelenggarakan fungsi:

a. Penyiapan bahan perumusan kebijakan di bidang produksi dan distribusi

narkotika, psikotropika, prekursor, dan sediaan farmasi khusus.

b. Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria dan

pedoman di bidang produksi dan distribusi narkotika, psikotropika, prekursor,

dan sediaan farmasi khusus.

c. Pelaksanaan perizinan produksi dan distribusi narkotika, psikotropika,

prekursor, dan sediaan farmasi khusus.

d. Penyiapan bahan bimbingan dan pengendalian di bidang produksi dan

distribusi narkotika, psikotropika, prekursor, dan sediaan farmasi khusus.

e. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan

perizinan produksi dan distribusi narkotika, psikotropika, prekursor, dan

sediaan farmasi khusus.

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 43: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

26

Universitas Indonesia

3.8.2. Struktur Organisasi

Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor,

dan Sediaan Farmasi Khusus terdiri dari atas:

3.8.2.1.Seksi Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi

Seksi Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi mempunyai tugas

melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan

penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, perizinan, serta bimbingan

teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang produksi dan

distribusi narkotika, psikotropika, dan prekursor farmasi.

3.8.2.2.Seksi Sediaan Farmasi Khusus

Seksi Sediaan Farmasi Khusus mempunyai tugas melakukan penyiapan

bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan norma, standar,

prosedur, dan kriteria, perizinan, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi

dan penyusunan laporan di bidang sediaan farmasi khusus.

Subdirekorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekusor

dan Sediaan Farmasi Khusus sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya, maka

dalam hal ini Subdirektorat tersebut menangani/menerbitkan izin import/eksport

narkotika, psikotropika, prekusor, dan sediaan farmasi khusus.

3.9. Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat (Kementerian

Kesehatan Republik Indonesia, 2010)

3.9.1. Tugas dan Fungsi

Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat mempunyai tugas

melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan; dan

penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria serta bimbingan teknis,

pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang kemandirian obat dan

bahan baku obat.

Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat menyelengarakan

fungsi:

a. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang

kemandirian obat dan bahan baku obat.

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 44: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

27

Universitas Indonesia

b. Penyiapan bahan penyusunan norma standar, prosedur, dan kriteria di bidang

kemandirian obat dan bahan baku obat.

c. Penyiapan bahan koordinasi serta pelakasanaan kerjasama lintas program dan

lintas sektor di bidang kemandirian obat dan bahan baku obat.

d. Penyiapan bahan bimbingan teknis di bidang kemandirian obat dan bahan

baku obat.

e. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan dibidang

kemandirian obat dan bahan baku obat.

3.9.2. Struktur Organisasi

Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat terdiri atas:

3.9.2.1. Seksi Analisis Obat dan Bahan Baku Obat

Seksi Analisis Obat dan Bahan Baku Obat mempunyai tugas melakukan

penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan; dan penyusunan norma,

standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi, dan

penyusunan laporan di bidang kemandirian obat dan bahan baku obat.

3.9.2.2. Seksi Kerjasama

Seksi Kerjasama mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan

koordinasi, pelaksanaan kerjasama lintas program dan lintas sektor, pengendalian

serta evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kerjasama di bidang

kemandirian obat dan bahan baku obat.

3.10. Sub Bagian Tata Usaha

Sub Bagian Tata Usaha mempunyai tugas melakukan urusan tata usaha

dan rumah tangga Direktorat dengan perincian sebagai berikut:

3.10.1. Umum

a. Pencatatan surat-menyurat (surat masuk dan surat keluar) dengan sistem

arsiparis untuk keperluan.

b. Distribusi surat masuk dan surat keluar ke Subdit-Subdit maupun eksternal

Direktorat.

c. Pengetikan (komputerisasi) surat-surat terutama untuk keperluan pimpinan.

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 45: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

28

Universitas Indonesia

d. Menyusun daftar kepustakaan untuk keperluan Direktorat.

e. Kearsipan dengan pola atau sistem arsiparis.

3.10.2. Kepegawaian

Membuat data dan informasi kepegawaian antara lain:

a. Daftar nama-nama pejabat berdasarkan nomor urut kepangkatan berikut nama

jabatan, eselon dan golongan.

b. Daftar seluruh pegawai berdasarkan nomor urut kepangkatan dan nama

jabatan serta alamat.

c. Informasi tentang kenaikan pangkat maupun memasuki masa pensiun.

d. Menyusun dan menyimpan berkas-berkas yang berkaitan dengan pegawai

untuk seluruh pegawai.

e. Menyusun dan menyimpan DP3 (Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan)

seluruh pegawai berdasarkan urutan tahun penilaian.

f. Menyusun dan menyimpan data KP4 (Surat Keterangan Untuk Mendapat

Tunjangan Keluarga) maupun daftar riwayat hidup seluruh pegawai.

g. Mengurus kenaikan pangkat pegawai.

h. Membantu pengurusan kenaikan pangkat berkala.

i. Membantu pengurusan pembuatan SIMKA (Sistem Informasi Kepegawaian).

3.10.3. Kerumahtanggaan Direktorat

a. Melakukan inventarisasi barang-barang inventaris milik negara.

b. Melakukan pendataan yang berkaitan dengan pemeliharaan barang-barang

inventaris kerjasama dengan bagian umum dan kepegawaian Setditjen

(Sekertaris Direktorat Jenderal) Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.

c. Melakukan pendataan barang-barang inventaris yang akan diusulkan

penghapusannya secara administratif yang selanjutnya diteruskan ke Bagian

Umum dan Kepegawaian Setditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.

d. Menyiapkan bahan-bahan untuk keperluan rapat atau tamu-tamu Direktur.

e. Menata dan mengatur ruang penyimpanan berkas/barang inventaris di Gudang

Direktorat.

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 46: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

29

Universitas Indonesia

f. Membantu penyelesaian secara administrasi untuk pembayaran telepon

Direktorat.

3.11. Komponen Kegiatan

3.11.1. Capacity Building

3.11.1.1.Komponen Output

Peningkatan kemampuan dan kompetensi petugas pusat dan daerah.

3.11.1.2.Detil Kegiatan

a. Harmonisasi dan peningkatan kemampuan dalam rangka pembinaan produksi

dan distribusi (prodis) kefarmasian.

b. Peningkatan kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM) Direktorat Bina Prodis

Kefarmasian.

c. Training of Trainer (TOT) pembinaan bidang obat dan obat tradisional.

d. TOT pembinaan bidang kosmetik/makanan.

e. TOT penyuluh keamanan pangan dan TOT pengawas pangan bagi petugas

kabupaten/kota.

f. TOT tentang bahan berbahaya.

g. Refreshing training sistem pelaporan dinamika obat PBF.

3.11.2. Pembinaan Industri 3.11.2.1. Komponen Output

Peningkatan kemampuan pelaku usaha di bidang kefarmasian dan

makanan dalam memenuhi persyaratan dan daya saing.

3.11.2.2.Detil Kegiatan a. Bimbingan teknis sistem pelaporan dinamika obat PBF.

b. Peningkatan kemampuan industri obat tradisional.

c. Peningkatan kemampuan industri obat.

d. Peningkatan kemampuan industri kosmetika dan makanan.

e. Coaching/pendampingan bagi KUKM obat tradisional.

f. Peningkatan kemampuan industri obat tradisional.

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 47: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

30

Universitas Indonesia

g. Pembinaan industri farmasi dalam rangka dukungan akselerasi pelaksanaan

prakualifikasi.

3.11.3. Aliansi Strategi

3.11.3.1.Komponen Output

Terlaksananya pembinaan secara terpadu untuk seluruh stakeholder pada

bidang kefarmasian dan makanan.

3.11.3.2.Detil Kegiatan

a. Penyusunan roadmap/blueprint bidang bahan baku obat.

b. Penyusunan roadmap/blueprint bidang kosmetika dan makanan.

c. Aliansi strategis dalam kemandirian di bidang obat.

d. Aliansi strategis dalam kemandirian di bidang obat tradisional.

e. Aliansi strategis bidang narkotika, psikotropika, dan prekursor.

f. Aliansi strategis di bidang prakualifikasi.

g. Koordinasi lintas sektor di bidang produksi dan distribusi kefarmasian.

h. Rapat konsultasi bina produksi dan distribusi kefarmasian.

3.11.4. Kemandirian Bahan Baku Obat 3.11.4.1.Komponen Output

Tersedia masterplan pengembangan kemandirian bahan baku dan uji coba

pembuatan bahan baku eksipien.

3.11.4.2.Detil Kegiatan

a. Studi kelayakan produksi antibiotika (kemandirian di bidang obat).

b. Rapat koordinasi dalam rangka persiapan produksi bahan baku obat.

c. Studi kelayakan pengembangan BBO.

d. Penyusunan masterplan dan amdal unit produksi.

e. Desain dan rancang bangun peralatan.

f. Pemantapan regulasi dalam rangka kemandirian bahan baku obat..

g. Persiapan produksi bahan baku obat.

h. Uji coba pemanfaatan bahan baku obat pada produksi dalam negeri (subsidi

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 48: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

31

Universitas Indonesia

pembiayaan)

3.11.5. Penyusunan Pedoman/Standar

3.11.5.1.Komponen Output

Tersedianya standar yang dapat digunakan untuk pembinaan, pengawasan,

dan pelayanan di bidang kefarmasian dan makanan.

3.11.5.2.Detil Kegiatan

a. Penyusunan dan pengembangan NSPK (Norma, Standar, Prosedur, dan

Kriteria) obat tradisional.

b. Penyusunan dan pengembangan NSPK obat dan bahan baku obat.

c. Pengembangan kodeks kosmetika Indonesia.

d. Penilaian komponen perizinan impor/ekspor narkotika, psikotropika dan

sediaan farmasi khusus.

e. Sertifikasi ISO 9001:2008 untuk 5 jenis pelayanan perijinan.

f. Kajian monografi baru Farmakope Herbal Indonesia (FHI).

g. Penyusunan pedoman penilaian SAS.

3.11.6. Penguatan Regulasi dan Sosialisasi

3.11.6.1.Komponen Output

Tersedianya dan tersosialisasikannya NSPK di bidang kerfarmasian dan

makanan.

3.11.6.2.Detil Kegiatan

a. Penyebaran informasi tentang Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) bermutu,

aman, dan bergizi.

b. Dukungan narasumber prodis kefarmasian.

c. Sosialisasi pedoman pelaksanaan pembinaan produksi obat dan bahan baku

obat.

d. Pemberdayaan masyarakat di bidang kosmetika dan makanan melalui media

cetak.

e. Pameran/bursa peneliti dan industri Indonesia.

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 49: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

32

Universitas Indonesia

f. Sosialisasi pedoman penggunaan bahan tambahan pangan.

3.11.7. Penguatan Infrastruktur/Sarana

3.11.7.1.Komponen Output

Tersedianya dukungan sarana dan prasaranan pelaksanaan tugas dan

fungsi produksi dan distribusi kefarmasian.

3.11.7.2.Detil Kegiatan

a. Penyelenggaraan operasional dan pemeliharaan perkantoran.

b. Pemeliharaan software Sistem Pelaporan Narkotika dan Psikotropika

(SIPNAP) dan sistem pelaporan dinamika obat Pedagang Besar Farmasi

(PBF).

c. Evaluasi kinerja dan monitoring kegiatan Direktorat Bina Prodis Kefarmasian.

d. Pemantapan sistem pelaporn dinamika PBF.

e. Penyusunan program dan kegiatan Direktorat Bina Prodis Kefarmasian.

f. Penyusunan laporan akuntanbilitas kinerja Direktorat Bina Prodis

Kefarmasian.

g. Alat pengolah data Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian.

h. Review penerapan SIPNAP dan sistem pelaporan dinamika obat PBF.

i. Implementasi SIPNAP dan sistem pelaporan dinamika obat PBF.

j. Penerapan E-Licensing dalam rangka pelayanan dinamika obat PBF.

k. Penerapan sistem pelaporan industri farmasi.

l. Evaluasi pelaksanaan SAS.

m. Penyelesaian sistem pelaporan dinamika obat PBF dengan sistem registrasi

obat.

3.11.8. Reposisi dan Revitalisasi Obat Generik

3.11.8.1.Komponen Output

Peningkatan penggunaan obat generik yang rasional.

3.11.8.2.Detil Kegiatan

a. Peningkatan kapasitas SDM dalam rangka pengembangan kebijakan di bidang

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 50: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

33

Universitas Indonesia

revitalisasi dan reposisi obat generik.

b. Peningkatan kapasitas SDM provinsi dan kabupaten dalam pembinaan industri

kabupaten dalam pembinaan industri farmasi.

c. Pertemuan peningkatan kapasitas industri farmasi dalam penetapan

bioekuivalensi dan bioavailabilitas obat generik.

d. Penyusunan daftar pemasukan terekomendasi dalam menjamin kualitas bahan

baku obat generik.

e. Pembinaan industri farmasi dalam implementasi Cara Pembuatan Obat yang

Baik (CPOB) terkini.

f. Sosialisasi dan promosi obat generik.

g. Bimbingan teknis pada industri dan advokasi percepatan izin edar obat

generik.

h. Pertemuan pembekalan mengenai hak atas kekayaan intelektual terkait obat

generik.

i. Pembuatan profil spesifikasi obat generik.

3.12. Sumber Daya Manusia

Sumber daya manusia yang terdapat pada Direktorat Bina Produksi

dan Distribusi Kefarmasian berjumlah 31 orang dengan perincian sebagai berikut:

Tabel 3.1. Sumber daya manusia (SDM) direktorat bina produksi dan distribusi

kefarmasian

Organisasi Jumlah

SDM

Direktur Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian 1

Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional 6

Subdirektorat Produksi Kosmetika dan Makanan 7

Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika,

Prekursor, dan Sediaan Farmasi Khusus

8

Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat 8

Sub Bagian Tata Usaha 7

Total 37

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 51: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

34 Universitas Indonesia

BAB 4

PELAKSANAAN DAN PENGAMATAN

Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) dilaksanakan di Direktorat Bina

Produksi dan Distribusi Kefarmasian, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan

Alat Kesehatan, Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Kegiatan PKPA

berlangsung sejak tanggal 18 Juni - 29 Juni 2012, dilakukan mulai pukul 09.00

sampai pukul 16.00 WIB.

Tabel 4.1. Jadwal Kegiatan PKPA di Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan

Alat Kesehatan

No Hari dan Tanggal Kegiatan

1 Senin, 18 Juni

2012

a. Penerimaan mahasiswa PKPA di Direktorat

Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan

oleh ibu Dra. Rida W, Apt., MKM

b. Perkenalan mengenai Kementerian Kesehatan

dan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan

Alat Kesehatan oleh ibu Dra. Rida W, Apt.,

MKM

c. Pembagian kelompok PKPA ke dalam

Direktorat yang berada di bawah Direktorat

Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan

d. Penjelasan umum dan pengenalan struktur

organisasi di Direktorat Bina Produksi dan

Distribusi Kefarmasian oleh ibu Dra.

Mindarwati, Apt

e. Menelaah peraturan perundang-undangan

(tugas harian dari ibu Dra. Nur Ratih P, Apt.,

M.Si)

2 Selasa, 19 Juni

2012

a. Pembekalan tentang peraturan PKPA di

Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat

Kesehatan oleh Bapak Drs. Suhata

b. Pre test tertulis tentang obat generik dan

antibiotik oleh bapak Drs. Suhata

c. Pre test tertulis tentang penggunaan obat

rasional oleh Bapak Drs. Suhata.

3 Rabu, 20 Juni

2012

a. Pembekalan materi tentang Subdit Produksi dan

Distribusi Obat dan Obat Tradisional oleh

Kepala Subdit Produksi dan Distribusi Obat dan

Obat Tradisional Ibu Dra. Dettie Yuliati, Apt.,

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 52: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

35

Universitas Indonesia

MS

b. Pembekalan materi tentang Subdit Produksi

Kosmetik dan Makanan oleh kepala Subdit

Produksi Kosmetik dan Makanan Ibu Nur Ratih

P, Apt., M.Si

4 Kamis, 21 Juni

2012

a. Kunjungan ke Pusat Pelayanan Terpadu

b. Pembekalan tentang Subdit Produksi dan

Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor

dan Sediaan Farmasi Khusus oleh Kepala

Subdit Produksi dan Distribusi Narkotika,

Psikotropika, Prekursor dan Sediaan Farmasi

Khusus Bapak Drs. Riza Sultoni, Apt., MM

5 Jum’at, 22 Juni

2012

a. Pembekalan materi tentang Subdit Kemandirian

Obat dan Bahan Baku oleh Kepala Seksi Kerja

Sama ibu Rostilawati, S.Si., Apt

b. Mengerjakan tugas umum

c. Mengerjakan tugas khusus

6 Senin, 25 Juni

2012

a. Mengerjakan tugas umum

b. Mengerjakan tugas khusus

c. Kunjungan ke Pusat Pelayanan Terpadu

7 Selasa, 26 Juni

2012 Mengerjakan tugas khusus

8 Rabu, 27 Juni

2012

a. Mengejakan tugas khusus

b. Revisi tugas umum

9 Kamis, 28 Juni

2012

a. Mengerjakan tugas khusus

b. Revisi tugas umum

10 Jum’at, 29 Juni

2012

a. Revisi tugas umum

b. Mengerjakan tugas khusus

c. Perpisahan antara mahasiswa PKPA dengan

Kasubdit, karyawan dan staf Direktorat Bina

Produksi dan Distribusi Kefarmasian

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 53: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

36 Universitas Indonesia

BAB 5

PEMBAHASAN

Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua

komponen bangsa untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan

hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang

setinggi-tingginya dapat terwujud. Peningkatan derajat kesehatan, kesejahteraan

rakyat dan perlindungan masyarakat dari peredaran obat dan produk yang tidak

bertanggungjawab perlu ditingkatkan dengan mengembangkan suatu sistem

kesehatan nasional. Dalam sistem kesehatan nasional, pembangunan kesehatan

perlu diarahkan demi tercapainya kemampuan hidup sehat bagi semua penduduk. Usaha pemerintah dalam mencapai pembangunan kesehatan yang baik

yaitu dengan membuat beberapa peraturan yang harus dipenuhi baik oleh

produsen (industri obat dan industri obat tradisional) maupun penyalur produk

farmasi (pedagang besar farmasi dan pedagang besar bahan baku farmasi).

Kementertian Kesehatan RI menciptakan direktorat baru, yaitu Direktorat Bina

Produksi dan Distribusi Kefarmasian dalam mempermudah pihak produsen dan

penyalur produk farmasi. Direktorat ini dibentuk pada tanggal 3 Januari 2011,

dengan tujuan untuk membina industri farmasi, industri obat tradisional,

Pedagang Besar Farmasi (PBF) dan Pedagang Besar Bahan Baku Farmasi

(PBBBF) agar mampu memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan (Kementerian

Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2011)

Program yang ditetapkan oleh Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

Kefarmasian bertujuan untuk menciptakan industri farmasi yang memenuhi

standar atau persyaratan, mandiri (mampu memenuhi teknologi dan bahan baku

sendiri tidak bergantung sepenuhnya dengan impor), serta memiliki daya saing

sehingga dapat memenuhi kebutuhan obat dalam negeri dan menjadi sumber

devisa negara. Agar tujuan tersebut dapat tercapai maka diperlukan komponen-

komponen berikut: capacity building, pedoman, regulasi, infrastruktur,

kemandirian, aliansi strategis, pembinaan industri, reposisi dan revitalisasi obat

generik berlogo (OGB). Capacity Building diperlukan agar menghasilkan

peningkatan kemampuan dan kompetensi petugas pusat dan daerah sehingga

dapat membina industri farmasi dan pabrik besar farmasi. Direktorat Bina

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 54: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

37

Universitas Indonesia

Produksi dan Distribusi Kefarmasian melakukan pembinaan bukan pengawasan

sehingga membantu industri farmasi, industri obat tradisional, Pedagang Besar

Farmasi (PBF) dan Pedagang Besar Bahan Baku Farmasi (PBBBF) agar mampu

memenuhi persyaratan (Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat

Kesehatan, 2011).

5.1. Subdirektorat Produksi Dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional

Dalam perjalanan sejarahnya dengan didorong dan ditunjang oleh

perkembangan iptek serta kebutuhan upaya kesehatan modern, obat tradisional

(OT) telah banyak mengalami perkembangan. Perkembangan yang dimaksud

mencakup aspek pembuktian khasiat dan keamanannya, jaminan mutu, bentuk

sediaan, cara pemberian, pengemasan dan penampilan serta teknologi produksi.

Hal tersebut dimaksudkan untuk mendorong peningkatan pemanfaatan OT

Indonesia sekaligus menjamin pelestarian jamu, obat herbal terstandar dan

fitofarmaka.

Jamu adalah OT Indonesia yang digunakan secara turun-menurun

berdasarkan pengalaman. Obat herbal terstandar adalah hasil pengembangan jamu

atau hasil penelitian sediaan baru yang khasiat dan keamanannya telah dibuktikan

secara ilmiah atau uji preklinik. Fitofarmaka adalah hasil pengembangan jamu

atau obat herbal terstandar atau hasil penelitian sediaan baru yang khasiat dan

keamanannya sudah dibuktikan melalui uji klinik.

Program pengembangan OT secara berjenjang merupakan implementasi

strategis dari ketentuan UU No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan sekaligus

sebagai upaya pendayagunaan sumber daya alam Indonesia secara

berkesinambungan (sustainable use). Dalam UU No. 23 Tahun 1992 tentang

Kesehatan disebutkan bahwa OT harus memenuhi standar yang ditetapkan. Sesuai

Penjelasan UU No. 23 Tahun 1992, standar yang dimaksud adalah Materia

Medika Indonesia (MMI) atau standar lain yang ditetapkan. Upaya pembuatan

standar bahan OT sudah dimulai jauh sebelum UU No. 23 Tahun 1992 ditetapkan.

Pada tahun 1977 Indonesia telah menerbitkan Materia Medika Indonesia jilid I

(MMI I). MMI I berisi 20 (dua puluh) monografi simplisia, MMI II berisi 21 (dua

puluh satu) monografi simplisia, MMI III berisi 20 (dua puluh) monografi

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 55: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

38

Universitas Indonesia

simplisia, MMI IV berisi 20 (dua puluh) monografi simplisia, monografi V berisi

60 (enam puluh) monografi simplisia. MMI belum ditetapkan sabagai standar

wajib karena lebih merupakan spesifikasi simplisia yang menjadi acuan dalam

pemeliharaan dan pengawasan mutu.

Dalam perjalanan sejarah selanjutnya, sekitar tiga dasawarsa terakhir,

teknologi pembuatan OT mengalami banyak perubahan sejalan dengan

meningkatnya permintaan pembuktian khasiat dan keamanan secara ilmiah.

Penggunaan bahan OT bentuk serbuk mulai diganti dengan ekstrak. Untuk

mengantisipasi peredaran penggunaan ekstrak tumbuhan obat yang tidak

memenuhi persyaratan, pada tahun 2000 Departemen Kesehatan telah

menerbitkan buku Parameter Standar Ekstrak Tumbuhan Obat. Pada tahun 2004

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menindaklanjuti dengan menyusun

dan menerbitkan Monografi Ekstrak Tumbuhan Obat Indonesia (METOI) Vol. I

yang berisi 35 monografi ekstrak dan pada tahun 2006 diterbitkan METOI Vol. II

yang memuat 30 monografi ekstrak.

Untuk mencegah atau mengurangi dampak negatif dari perkembangan

lingkungan eksternal seperti perdagangan bebas multi lateral dan perkembangan

faktor internal terhadap kesehatan masyarakat dan industri nasional, Departemen

Kesehatan menerbitkan Kebijakan Obat Tradisional Nasional (Kotranas)

Tahun 2007. Dengan berpedoman pada kontranas, maka pengelolaan dan

pemanfaatan sumber daya alam sebagai obat tradisional menjadi lebih optimal dan

menjamin obat tradisional yang diproduksi memiliki mutu yang baik.

Untuk mencapai tujuan tersebut ditetapkan beberapa langkah kebijakan

antara lain peningkatan produksi, mutu dan daya saing komoditi tumbuhan obat

Indonesia serta penyusunan Farmakope Obat Tradisional Indonesia. Produksi

komoditi tumbuhan obat Indonesia harus memenuhi persyaratan cara budidaya

dan pengolahan pascapanen yang baik sehingga simplisia yang dihasilkan dapat

memenuhi standar yang ditetapkan.

Sebagai pelaksanaan dari langkah kebijakan tersebut, pada tahun 2008

Departemen Kesehatan bersama BPOM serta pakar dari beberapa perguruan

tinggi dan lembaga penelitian menyusun naskah Farmakope Obat Tradisional

Indonesia yang merupakan buku standar simplisia dan ekstrak tumbuhan obat.

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 56: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

39

Universitas Indonesia

Dalam proses pembahasan yang intensif di sidang pleno, disepakati nama buku

diubah terakhir menjadi Farmakope Herbal Indonesia (FHI). Untuk menyusun

FHI edisi I telah ditetapkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI

No. 374/Menkes/SK/IV/2008 tentang Panitia Farmakope Obat Tradisional

Indonesia dan Keputusan Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan

No. HR.00.DJ.III.272.1 tentang Panitia Pelaksana Penyusun Farmakope Obat

Tradisional Indonesia.

Subdirektorat Obat dan Obat tradisional merupakan salah satu dari empat

subdirektorat yang ada dibawah Direktorat Produksi dan Distribusi Kefarmasian.

Subdirektorat ini mempunyai tugas untuk membuat regulasi dalam hal perizinan,

pemantauan, evaluasi dan pembinaan terhadap industri farmasi, industri obat

tradisional, industri ekstrak bahan alam, pedagang besar farmasi dan pedagang

besar bahan baku farmasi untuk dapat memenuhi persyaratan yang telah

ditetapkan.

Subdirektorat ini memiliki dua seksi yaitu seksi standarisasi produksi dan

distribusi, dan seksi perizinan saranan produksi dan distribusi. Seksi standarisasi

produksi dan distribusi membuat regulasi dalam hal produksi dan distribusi,

sedangkan seksi perizinan saranan produksi dan distribusi menyiapkan bahan

pelaksanaan perizinan, pembinaan, pemantauan dan evaluasi terhadap sarana

produksi, dan distribusi obat dan obat tradisional. Subdirektorat ini bersama

Badan POM atau Balai POM melaksanakan standarisasi terhadap produsen, dan

distributor obat dan obat tradisional. Salah satunya adalah agar produksi suatu

obat sesuai dengan CPOB (cara pembuatan obat yang baik) atau CPOTB (cara

pembuatan obat tradisional yang baik) dan distribusi obat dilaksanakan sesuai

dengan CDOB (cara distribusi obat yang baik). Surat rekomendasi pemenuhan

persyaratan CPOB, CPOTB atau CDOB ini akan dikeluarkan oleh Badan POM

atau Balai POM kepada Direktorat Jenderal Kementerian Kesehatan RI setelah

melakukan audit. Badan usaha seperti Usaha Jamu Racikan dan Usaha Jamu

Gendong tidak harus memiliki izin usaha untuk dapat berproduksi tetapi akan

dilakukan pembinaan terhadap badan usaha ini.

Subdirektorat Obat dan Obat Tradisional ini bertanggungjawab dalam

perizinan dan pembinaan terhadap industri farmasi, industri obat tradisional,

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 57: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

40

Universitas Indonesia

pedagang besar farmasi dan pedagang besar bahan baku farmasi untuk dapat

memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Subdirektorat ini bekerja sama

dengan BPOM dalam hal penentuan standarisasi terhadap industri farmasi. Jika

suatu industri farmasi belum memenuhi persyaratan, maka BPOM akan

memberitahukan Kementerian Kesehatan RI untuk menugaskan Dinas Kesehatan

setempat agar melakukan pembinaan terhadap industri farmasi, industri obat

tradisional, pedagang besar farmasi dan pedagang besar bahan baku farmasi

tersebut sampai dapat memenuhi syarat. Setelah pembinaan dilakukan, BPOM

akan melakukan peninjaun kembali terhadap industri dan pedagang besar tersebut. Kerja nyata yang telah dilaksanakan oleh Subdirektorat Obat dan Obat

Tradisional, yaitu pemetaan industri farmasi, industri obat tradisional, pedagang

besar farmasi dan pedagang besar bahan baku farmasi; perizinan industri farmasi,

industri obat tradisional, pedagang besar farmasi dan pedagang besar bahan baku

farmasi; Penyusunan Farmakope Herbal dan Suplemen Farmakope Indonesia;

sosialisasi perizinan dalam mewujudkan pelayanan perizinan terhadap industri

farmasi, industri obat tradisional, pedagang besar farmasi dan pedagang besar

bahan baku farmasi.

Selama tahun 2011, penerbitan izin oleh Subdirektorat Produksi dan

Distribusi Obat dan Obat tradisional terdiri dari berbagai macam kategori,

diantaranya pembaharuan izin, pergantian Apoteker Penanggung Jawab,

perubahan lokasi, persetujuan prinsip, dan pembatalan persetujuan prinsip.

Tabel.5.1. Izin industri farmasi, industri obat tradisional, pedagang besar farmasi

dan pedagang besar farmasi bahan obat yang diterbitkan oleh

Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional tahun

2011.

No. Kategori Jumlah izin yang dikeluarkan

1. Izin IF 24

2. Izin PBF 26

3. Izin PBF-BO 166

4. IOT 30

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 58: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

41

Universitas Indonesia

5.2. Subdirektorat Produksi Kosmetik dan Makanan

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No 1175/MENKES/PER/

VIII/2010 tentang izin produksi kosmetika, diatur mengenai tata cara perizinan

produksi kosmetika. Salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam memperoleh

izin produksi kosmetika adalah industri kosmetika harus menerapkan Cara

Pembuatan Kosmetika yang Baik (CPKB) dalam produksinya. CPKB merupakan

seluruh aspek kegiatan pembuatan kosmetika yang bertujuan untuk menjamin

agar produk yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang

ditetapkan sesuai dengan tujuan penggunaannya. Pada industri kosmetik golongan

A, wajib menerapkan seluruh aspek CPKB. Pada industri kosmetik golongan B,

harus mampu menerapkan hygiene sanitasi dan dokumentasi sesuai dengan

CPKB. Diaturnya izin produksi kosmetika ini bertujuan untuk menjamin mutu,

keamanan dan kemanfaatan kosmetika yang beredar di masyarakat.

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No 1175/MENKES/PER/

VIII/2010 tentang notifikasi kosmetik, diatur mengenai tata cara untuk

memperoleh notifikasi dari suatu produk kosmetik sebelum diedarkan ke

masyarakat. Notifikasi kosmetik ini ditujukan agar masyarakat dilindungi dari

peredaran dan penggunaan kosmetika yang tidak memenuhi persyaratan mutu,

keamanan, dan kemanfaatan. Pengaturan mengenai notifikasi di bawah

kewenangan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM). Banyak kemudahan

yang didapat setelah diberlakukannya notifikasi, salah satunya adalah penerapan

sistem online dalam melakukan notifikasi. Pendaftar dapat melakukan notifikasi

secara online melalui website http://notifkos.pom.go.id/bpom-notifikasi/. Pada

notifikasi, terdapat kelemahan, yaitu konsumen sulit untuk mengetahui apakah

produk yang beredar tersebut telah ternotifikasi atau belum ternotifikasi. Keadaan

tersebut disebabkan karena dalam notifikasi tidak wajib mencantumkan nomor

notifikasi pada kemasan produk kosmetik. Pada Subdit ini juga dilakukan

standarisasi kosmetik yang beredar dengan menyusun Formularium Kosmetik

Indonesia.

Pada pengaturan produksi makanan, kegiatan yang dilakukan antara lain

melakukan regulasi, pembinaan, pengawasan terhadap industri makanan yang ada

di Indonesia. Pada subdit ini, dilakukan penetapan standar terhadap bahan

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 59: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

42

Universitas Indonesia

tambahan dalam makanan, bahan yang tidak boleh digunakan dalam produksi

makanan, serta pembinaan terhadap industri rumah tangga.

Dengan dilakukannya pengawasan dan pembinaan oleh sub Direktorat

Produksi dan Distribusi Kosmetika dan Makanan, diharapkan produk yang sampai

ke konsumen memenuhi syarat mutu dan keamanan.

Selama tahun 2011 Subdirektorat Produksi dan Distribusi Kosmetika dan

Makanan telah menerbitkan izin di bidang industri kosmetika sebanyak 66 (enam

puluh enam) dan melakukan pembinaan pada Industri Rumah Tangga yang

memproduksi makanan.

5.3 Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika,

Prekursor, Dan Sediaan Farmasi Khusus

Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor,

dan Sediaan Farmasi Khusus bertanggung jawab dalam pembinaan terhadap

importir produsen narkotika, psikotropika dan prekursor untuk dapat memenuhi

persyaratan yang telah ditetapkan. Subdirektorat ini bekerjasama dengan BPOM

dalam hal pemberian izin impor bagi importir narkotika, psikotropika, prekursor

dan sediaan farmasi khusus.

Karena sifatnya yang spesifik terhadap penyalahgunaan, maka siapapun

yang akan memproduksi, mengimpor dan mengekspor narkotika, psikotropikadan

prekursor harus mendapat ijin khusus. Dalam hal narkotika menunjuk Kimia

Farma sebagai penanggung jawab untuk distribusi (Undang-Undang Negara

Republik Indonesia, 2009b).

Sediaan farmasi khusus sebenarnya sediaan farmasi yang belum

mempunyai izin edar di Indonesia, namun sangat dibutuhkan untuk pelayanan

kesehatan masyarakat atau juga berupa obat sumbangan dari negara lain. Sediaan

tersebut diberi izin untuk digunakan karena ditujukan bagi pengobatan penyakit

langka salah satunya. Kurangnya nilai komersil pada sediaan ini menyebabkan

tidak ada importir atau produsen yang bersedia mengurus registrasi dan izin

edarnya (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2011).

Permohonan importir prekusor narkotika atau psikotropika dapat

dilakukan secara online dan harus ada laporan tiap bulannya. Layanan prima

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 60: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

43

Universitas Indonesia

kepada produsen mengenai permohonan izin impor bagi importir narkotika

disediakan di loket 1 lantai 5 gedung baru Kementerian Kesehatan. Loket 1 yang

berkaitan dengan Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika,

Prekursor, dan Sediaan Farmasi Khusus yaitu melayani perizinan Surat

Persetujuan Impor (SPI), Surat Persetujuan Ekspor (SPE), Importir Terdaftar (IT),

Importir Produsen (IP).

Permohonan izin impor dan ekspor dapat diakukan melalui layanan online

yang terdapat di website www.e-pharm.dinkes.go.id. Namun, pada saat

penyerahan berkas produsen wajib datang untuk memberikan berkas yang

diperlukan. Jika berkas diterima maka selanjutnya akan mengkuti alur perizinan

yang sesuai dengan Lampiran 8 untuk mendapatkan surat persetujuan impor (SPI)

untuk mengimpor sedangkan surat persetujuan ekspor (SPE) diberikan untuk

mengekspor narkotika, psikotropika, prekursor farmasi. Jika berkas ditolak maka

produsen dapat melengkapi persyaratan yang kurang. Waktu yang diperlukan

untuk proses penerbitan izin SPI adalah paling lama 10 hari kerja setelah

dokumen lengkap diterima. Kesalahan yang sering dilakukan oleh pengguna jasa

antara lain kesalahan penulisan dan kesalahan dalam kelengkapan berkas. Petugas

yang melayani produsen pada loket tersebut adalah pegawai di Direktorat Bina

Produksi dan Distribusi Kefarmasian dilakukan secara bergantian setiap harinya,

sehingga seluruh pegawai diwajibkan untuk mengerti tentang tata cara perizinan.

Perizinan yang telah dikeluarkan selama tahun 2011 meliputi izin impor/ekspor

prekusor, narkotika, psikotropika dan prekusor.

Tabel 5.2. Izin impor/ekspor prekusor, narkotika, psikotropika dan prekusor yang

diterbitkan oleh Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika,

Psikotropika, Prekursor, dan Sediaan Farmasi Khusus tahun 2011.

No. Kategori Jumlah

SPI SPE IP

1. Narkotika 49 0 2

2. Psikotropika 167 129 18

3. Prekusor 209 35 29

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 61: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

44

Universitas Indonesia

5.4. Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat

Tujuan dari tugas yang diemban oleh subdirektorat Kemandirian Obat dan

Bahan Baku Obat yaitu agar Negara Indonesia dapat mandiri dalam pengadaan

obat dan bahan baku obat. Kemandirian yang dimaksud adalah industri farmasi

mudah mendapatkan bahan baku obat hasil produksi dalam negeri sehingga tidak

terpengaruh dengan kondisi pasar global. Keadaan ini akan menjaga kestabilan

harga obat dalam negeri.

Bahan baku obat menjadi hal yang penting untuk diperhatikan, karena

harga bahan baku obat memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap biaya

produksi dan pada akhirnya mempengaruhi harga obat jadi. Apabila bahan baku

obat dapat diproduksi di dalam negeri, diharapkan harga obat akan lebih mudah

dijangkau oleh masyarakat.

Upaya untuk mewujudkan kemandirian tersebut tertuang dalam program

kerja subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat. Langkah-langkah

yang dilakukan antara lain perencanaan strategi, kajian dan tinjauan tentang

peraturan yang mendukung kemandirian obat dan bahan baku obat di Indonesia.

Untuk mencapai tujuan kemandirian obat dan bahan baku obat, pemerintah

melakukan beberapa hal, dimulai dengan pengalokasian dana untuk riset,

menstimulasi berdirinya industri bahan baku obat, dan mengupayakan kerjasama

distribusi bahan baku obat produksi dalam negeri ke pasar internasional.

Pengalokasian dana riset diberikan pemerintah kepada industri farmasi, perguruan

tinggi, dan lembaga penelitian lainnya dalam rangka memacu penelitian mengenai

bahan baku obat,. Dana ini dapat digunakan untuk mengembangkan bahan baku

obat asli Indonesia seperti ekstrak-ekstrak tanaman asli Indonesia, yang

memenuhi standar internasional. Rencana jangka panjang pemerintah yaitu

mendirikan Pusat Ekstrak Daerah dan Pusat Ekstrak Nasional.

Indonesia memiliki kekayaan alam yang berlimpah namun ada beberapa

faktor yang menghambat kemandirian obat dan bahan baku obat dalam negeri

diantaranya bahan baku hasil penelitian tidak sesuai kebutuhan bahan baku obat di

industri dan tingginya pajak yang dikenakan untuk komponen pembuatan bahan

baku obat. Hal ini mengakibatkan harga bahan baku hasil produksi dalam negeri

menjadi lebih tinggi dari pada harga bahan baku impor. Subdit ini mengkaji upaya

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 62: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

45

Universitas Indonesia

agar dapat menurunkan tarif pajak komponen bahan baku obat dan pemberian

subsidi terhadap komponen yang diperlukan dalam produksi bahan baku obat.

Ketika bahan baku obat berhasil diproduksi secara mandiri di dalam

negeri, pemerintah akan membantu dalam hal pemasaran bahan baku dengan

menjalin kerja sama internasional untuk memperluas pasar bahan baku obat di

luar negeri. Hal tersebut dilakukan jika hasil produksi dari industri bahan baku

obat lokal telah memenuhi standar internasional. Dengan adanya pemasaran bahan

baku obat ke luar negeri, diharapkan industri bahan baku obat akan mendapatkan

profit yang lebih besar.

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 63: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

46 Universitas Indonesia

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan 6.1.1 Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian memiliki tugas

membuat regulasi, membina produsen dan distributor dan evaluasi di

bidang produksi dan distribusi kefarmasian. Hal ini bertujuan untuk

memastikan bahwa produk yang berada di pasaran memenuhi persyaratan

serta terjamin mutu dan keamanannya.

6.1.2 Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian merupakan tempat

bagi seorang apoteker untuk dapat menjalankan sumpah profesi apoteker

yang berkaitan dengan membaktikan hidup guna kepentingan

perikemanusiaan dalam hal pemerintahan. Apoteker di lingkup

pemerintahan, khususnya Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

Kefarmasian dapat memberikan andil di bidang regulasi yang berkaitan

dengan produk dan distribusi kefarmasian.

6.2. Saran

6.2.1 Meningkatkan kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM) setiap pegawai

agar lebih baik lagi dalam pembinaan petugas pusat dan daerah, industri

farmasi, industri obat tradisional, pedagang besar farmasi, dan pedagang

besar bahan baku farmasi.

6.2.2 Menjalin kerjasama di bidang akademik dengan beberapa perguruan tinggi

berkaitan dengan pendidikan kemandirian wirausaha obat tradisional,

bahan baku obat, kosmetika dan makanan.

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 64: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

47

Universitas Indonesia

DAFTAR ACUAN

Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. (2011). Laporan

Tahunan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian Unit Eselon

II. Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2010a). Rencana Strategis

Kementerian Kesehatan Tahun 2010-2014. Jakarta: Kementerian Kesehatan

Republik Indonesia

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2010b). Peraturan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia No. 1144/Menkes/PER/VIII/2010 Tentang

Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan. Jakarta : Kementerian

Kesehatan RI.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (n.d.) Tupoksi. 25 Juni 2012.

http://www.depkes.go.id.

Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Jakarta.

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Jakarta.

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 65: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

LAMPIRAN

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 66: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

Lampiran 1. Struktur Organisasi Kementerian Kesehatan

48

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 67: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

Lampiran 2. Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan

49

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 68: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

Lampiran 3. Struktur Organisasi Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan

50

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 69: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

Lampiran 4. Struktur Organisasi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan

51

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 70: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

Lampiran 5. Struktur Organisasi Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian

52

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 71: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

Lampiran 6. Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan

53

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 72: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

Lampiran 7. Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian

54

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 73: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

Lampiran 8. Alur Proses Perizinan

55

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 74: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

UNIVERSITAS INDONESIA

TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI

KEFARMASIAN

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

PERIODE 18 JUNI – 29 JUNI 2012

KAJIAN PERBANDINGAN KEBIJAKAN IMPOR SEDIAAN

FARMASI KHUSUS DI MALAYSIA DAN SINGAPURA

DENGAN INDONESIA

MUTIARA HILMA, S.Farm

1106153391

ANGKATAN LXXV

FAKULTAS FARMASI

PROGRAM PROFESI APOTEKER

DEPOK

DESEMBER 2012

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 75: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

ii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i

DAFTAR ISI ii

DAFTAR TABEL iii

DAFTAR LAMPIRAN iv

1. PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Tujuan 2

2. TINJAUAN PUSTAKA 3

2.1 Perlindungan Konsumen 3

2.2 Registrasi Obat 3

2.2.1 Registrasi Obat Produksi Dalam Negeri 4

2.2.2 Registrasi Obat Impor 4

2.3 Impor Obat Yang Tidak Teregistrasi 5

2.3.1 Obat Untuk Penggunaan Terapi Khusus 5

2.3.2 Obat Untuk Uji Klinik 6

2.3.3 Obat Donasi 7

3. METODE PENGKAJIAN 11

3.1 Sampel 11

3.2 Metode Pengkajian 11

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 12

4.1 Hasil 12

4.2 Pembahasan 15

5. KESIMPULAN DAN SARAN 21

5.1 Kesimpulan 21

5.2 Saran 21

DAFTAR ACUAN 22

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 76: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

iii

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Kebijakan Impor Obat Tidak Teregistrasi Untuk Terapi Khusus

di Malaysia, Singapura dan Indonesia 12

Tabel 4.2 Kebijakan Impor Obat Tidak Teregistrasi Untuk Penelitian Klinis di

Malaysia, Singapura dan Indonesia 13

Tabel 4.3 Kebijakan Impor Obat Donasi di Malaysia, Singapura dan

Indonesia 14

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 77: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

iv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Formulir Permohonan Izin Impor Obat yang Tidak Teregistrasi

di Malaysia 24

Lampiran 2 Formulir Import Clinical Trial Test Materials (CTM) 25

Lampiran 3 Organisasi Ministry of Health, Malaysia 26

Lampiran 4 Organisasi Kementerian Kesehatan Singapore 27

Lampiran 5 Struktur Organisasi Health Science Authority, Singapore 28

Lampiran 6 Alur Proses Perizinan Impor Produk Obat yang Tidak

Teregistrasi Untuk Tujuan Penggunaan Terapi Khusus di

Malaysia 29

Lampiran 7 Alur Proses Perizinan Impor Produk Obat yang Tidak

Teregistrasi Untuk Tujuan Penggunaan Terapi Khusus di

Singapura 30

Lampiran 8 Alur Proses Perizinan Impor Produk Obat yang Tidak

Teregistrasi Untuk Tujuan Penggunaan Terapi Khusus di

Indonesia 31

Lampiran 9 Alur Proses Perizinan Impor Produk Obat yang Tidak

Teregistrasi Untuk Tujuan Penelitian Klinis di Malaysia 32

Lampiran 10 Alur Proses Perizinan Impor Produk Obat yang Tidak

Teregistrasi Untuk Tujuan Penelitian Klinis di Singapura 33

Lampiran 11 Wawancara Via Email Mengenai Kebijakan Impor Obat yang

Tidak Teregistrasi Untuk Donasi 34

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 78: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

1 Universitas Indonesia

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan adalah hak asasi manusia dan setiap penduduk berhak

mendapatkan pelayanan kesehatan yang optimal. Obat sebagai salah satu unsur

penting dalam upaya kesehatan harus selalu tersedia pada saat dibutuhkan

(Departemen kesehatan Republik Indonesia, 2006).

Obat bukanlah komoditi biasa, dalam peredaran dan penggunaannya

diperlukan adanya safety, quality dan efficacy (SQE), untuk itu diperlukanlah

registrasi. Dalam Undang-Undang RI no. 36 tahun 2009 tentang kesehatan, pasal

106 ayat 1 disebutkan bahwa “Sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya dapat

diedarkan setelah mendapat izin edar.” Izin edar diperoleh setelah obat tersebut

teregistrasi. Tetapi ada sejumlah sediaan farmasi yang belum memiliki izin edar,

namun dibutuhkan untuk pelayanan kesehatan bagi masyarakat (Direktorat

Jenderal Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2002).

Apabila sediaan farmasi yang tidak memiliki izin edar ini masuk melalui

jalur tidak resmi maka keamanan, manfaat, maupun mutunya tidak dapat

dipertanggungjawabkan. Untuk itu disusun suatu jalur yang mengatur tata laksana

impor sediaan farmasi yang tidak teregistrasi ini atau sediaan farmasi khusus guna

melindungi masyarakat baik pasien, provider maupun dunia usaha. Jalur masuk

sediaan farmasi ini disebut juga dengan jalur khusus atau Special Access Scheme

(SAS) (Direktorat Jenderal Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2002;

Badan POM, 2002a). Untuk pemasukan obat lewat jalur khusus atau Special

Access Scheme (SAS) ini, hanya dapat dilakukan oleh badan usaha yang telah

memiliki izin sebagai importir dan/atau eksportir sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan yang berlaku, hal ini demi terjaminnya kemanan,

mutu dan manfaat sediaan farmasi (Departemen Kesehatan Republik Indonesia,

1998).

Terdapat sejumlah alasan bahwa sediaan farmasi ini tidak memiliki izin

edar, salah satunya adalah sediaan farmasi ini tidak mempunyai nilai ekonomi

sehingga tidak ada produsen dan importir yang berminat untuk menyediakan dan

mengedarkannya (Direktorat Jenderal Pelayanan Kefarmasian dan Alat

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 79: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

2

Universitas Indonesia

Kesehatan, 2002). Bagaimanapun, obat sebagai produk dari industri farmasi tidak

lepas dari aspek ekonomi (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2006).

Beberapa negara di dunia juga membuat kebijakan mengenai impor

sediaan farmasi melalui jalur khusus atau Special Access Scheme (SAS).

Pengkajian dengan membandingkan kebijakan impor sediaan farmasi khusus di

Indonesia dengan beberapa negara-negara ASEAN yaitu Malaysia dan Singapura,

perlu dilakukan untuk melihat perbedaan kebijakan di masing-masing negara

sehingga dapat diketahui keunggulan dan kelemahan kebijakan impor sediaan

farmasi khusus di masing-masing negara dan keunggulan kebijakan impor dari

negara tetangga tersebut dapat dijadikan pedoman bagi kebijakan impor sediaan

farmasi khusus di Indonesia yang lebih baik.

1.2 Tujuan

Mengetahui perbedaan kebijakan impor sediaan farmasi lewat jalur khusus

atau Special Access Scheme (SAS) di Indonesia, Malaysia dan Singapura

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 80: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

3 Universitas Indonesia

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perlindungan Konsumen

Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya

kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen. Beberapa

contoh hak konsumen adalah (Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999):

1. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi

barang dan / atau jasa

2. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau

jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang

dijanjikan

3. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan

barang dan/atau jasa

4. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian

sengketa perlindungan konsumen secara patut

5. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak

diskriminatif

6. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila

barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak

sebagaimana mestinya.

Untuk melindungi masyarakat dari peredaran obat yang tidak memenuhi

persyaratan, keamanan, mutu dan kemanfaatan perlu dilakukan penilaian melalui

mekanisme registrasi obat (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008).

2.2 Registrasi Obat

Registrasi obat adalah prosedur pendaftaran dan evaluasi obat untuk

mendapatkan izin edar. Obat yang memiliki izin edar harus memenuhi kriteria

berikut (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008):

a. Khasiat yang meyakinkan dan keamanan yang memadai dibuktikan melalui

percobaan hewan dan uji klinis atau bukti-bukti lain sesuai dengan status

perkembangan ilmu pengetahuan yang bersangkutan

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 81: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

4

Universitas Indonesia

b. Mutu yang memenuhi syarat yang dinilai dari proses produksi sesuai Cara

Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB), spesifikasi dan metoda pengujian

terhadap semua bahan yang digunakan serta produk jadi dengan bukti yang

sahih

c. Penandaan berisi informasi yang lengkap dan objektif yang dapat menjamin

penggunaan obat secara tepat, rasional dan aman

d. Sesuai dengan kebutuhan nyata masyarakat.

e. Kriteria lain adalah khusus untuk psikotropika harus memiliki keunggulan

kemanfaatan dan keamanan dibandingkan dengan obat standar dan obat yang

telah disetujui beredar di Indonesia untuk indikasi yang diklaim.

f. Khusus kontrasepsi untuk program nasional dan obat program lainnya yang

akan ditentukan kemudian, harus dilakukan uji klinik di Indonesia.

2.2.1 Registrasi Obat Produksi Dalam Negeri

Registrasi obat produksi dalam negeri hanya dilakukan oleh industri

farrnasi yang memiliki izin industri farmasi yang dikeluarkan oleh Menteri.

Sedangkan khusus untuk registrasi obat narkotika hanya dapat dilakukan oleh

industri farmasi yang memiliki izin khusus untuk memproduksi narkotika dari

Menteri. Industri farmasi tersebut wajib memenuhi persyaratan CPOB, yang

dibuktikan dengan sertifikat CPOB yang dikeluarkan oleh Kepala Badan.

2.2.2 Registrasi Obat Impor

Obat impor adalah obat hasil produksi industri farmasi luar negeri. Obat

impor diutamakan untuk obat program kesehatan masyarakat, obat penemuan baru

dan obat yang dibutuhkan tapi tidak dapat diproduksi di dalam negeri. Persetujuan

tertulis harus mencakup alih teknologi dengan ketentuan paling lambat dalam

jangka waktu 5 (lima) tahun harus sudah dapat diproduksi di dalam negeri,

kecuali obat yang masih dilindungi paten. Industri farmasi di luar negeri wajib

memenuhi persyaratan CPOB. Pemenuhan persyaratan CPOB obat paten

dibuktikan dengan dokumen yang sesuai. Obat yang diedarkan di wilayah

Indonesia, baik diproduksi di dalam negeri maupun luar negeri, sebelumnya harus

dilakukan registrasi, kecuali untuk obat penggunaan khusus atas permintaan

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 82: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

5

Universitas Indonesia

dokter, obat donasi, obat untuk uji klinis dan obat sampel untuk registrasi

(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008).

2.3 Impor Obat Yang Tidak Teregistrasi

Perundang-undangan seharusnya memberikan akses untuk produk obat

yang tidak teregistrasi dalam kedaan khusus atau darurat. Misalnya pada kasus

pasien yang memiliki penyakit serius yang dapat mengancam hidupnya, adanya

kegagalan penggunaan terapi yang tersedia di negara tersebut, atau dalam kasus

adanya penyakit yang langka dimana obat yang dibutuhkan tidak memiliki izin

registrasi di negara tersebut. Dan beberapa kasus, obat-obat masih dalam

penelitian dan pemerintah tidak memiliki kewajiban mendanai ketersediaan obat

tersebut. Obat-obat yang tidak teregistrasi tetapi dapat diimpor karena alasan-

alasan tertentu, disebut juga dengan sediaan farmasi khusus. Sediaan farmasi

khusus akan diimpor melalui jalur khusus atau Special Access Scheme (SAS).

Harus ada perhatian terhadap hal ini untuk mencegah terjadinya perdagangan

yang bersifat de facto (WHO, 1998).

Beberapa kategori obat yang dapat diimpor tetapi tidak teregistrasi, yaitu

(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008):

a. Obat untuk terapi khusus

b. Obat untuk uji klinik

c. Obat donasi

2.3.1 Obat Untuk Penggunaan Terapi Khusus

Obat untuk penggunaan terapi khusus adalah obat yang dibutuhkan pasien

berdasarkan justifikasi ilmiah dokter dalam jumlah terbatas (Badan POM, 2002a).

Pengadaan obat untuk penggunaan terapi khusus memungkinkan pasien untuk

mendapatkan obat dari negara lain tetapi tidak memiliki izin edar di negara

dimana pasien tersebut berada. Beberapa kondisi yang diizinkan dilakukannya

impor obat yang tidak teregistrasi untuk terapi pasien adalah (Badan POM, 2002a;

The Voice, 2012a):

1. Obat untuk mengatasi penyakit yang mengancam jiwa atau serius dan obat

untuk penyakit langka

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 83: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

6

Universitas Indonesia

2. Obat yang tersedia tidak dapat mengatasi atau mengontrol kondisi pasien

secara memadai

3. Obat dibutuhkan tidak tersedia karena izin edar terhenti sehingga peredaran

obat juga terhenti

Pasien harus diinformasikan bahwa obat yang dibutuhkan untuk terapi

belum memiliki izin edar di negara dimana pasien dirawat. Sehingga akses

terhadap obat terapi khusus ini, terlebih dahulu harus meminta Inform Consent

dari pasien atau keluarga pasien. Inform Consent atau Persetujuan Setelah

Penjelasan (PSP) yaitu surat persetujuan dari pasien/keluarga pasien terhadap

penggunaan obat dari luar negara yang tidak teregistrasi di negara dimana pasien

dirawat. Hal-hal lain yang harus diinformasikan kepada pasien adalah (Diektorat

Jenderal Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2002):

1. Kemungkinan manfaat - resiko dari pengobatan, termasuk resiko yang tidak

diketahui dan efek samping yang timbul lambat.

2. Alternatif pengobatan menggunakan produk lain yang telah mempunyai izin

edar.

Obat piatu atau orphan drug termasuk dalam kategori obat untuk

penggunaan terapi khusus. Orphan drug adalah obat yang sangat dibutuhkan

untuk pengobatan penyakit langka (diderita oleh kurang dari 200.000 orang di

Indonesia) dan telah dibuktikan keamanan dan efektifitasnya (Direktorat Jenderal

Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2002). Industri farmasi tidak tertarik

untuk mengembangkan dan memasarkan orphan drug disebabkan sedikitnya

penggunaan terhadap obat ini (The Voice, 2012a). Beberapa contoh obat yang

termasuk orphan drug adalah (The Voice, 2012b):

1. Rucaparib dan lurbinectedin, obat kanker ovarium

2. Mavoglurant, obat untuk terapi sindrom fragile X

3. Obinutuzumab, obat untuk terapi leukemia limfositik kronik

4. Liposomal daunorubicin, obat untuk terapi leukemia myeloid akut

2.3.2 Obat Untuk Uji Klinik

Obat orphan juga dapat sebagai obat untuk uji klinik. Obat uji dan

pembanding dalam pelaksanaan uji klinik dapat berupa produk luar negeri atau

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 84: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

7

Universitas Indonesia

produk dalam negeri, baik yang sudah memperoleh izin edar maupun yang belum

memperoleh izin edar. Penggunaan obat produk luar negeri dan dalam negeri yang

belum memperoleh izin edar harus mendapatkan persetujuan dari Kepala Badan

POM (Badan POM, 2001).

Pada uji klinik, semua catatan pengiriman obat ke tempat uji klinis, catatan

penggunaan oleh setiap subjek dan catatan produk tidak terpakai yang

dikembalikan ke sponsor atau ditangani dengan cara lain, harus disimpan dengan

baik (Badan POM, 2001).

Setiap obat yang digunakan dalam uji klinik, memiliki catatan yang berisi

tanggal, jumlah, nomor batch/seri, tanggal kadaluarsa dan nomor kode khusus

yang diberikan pada produk yang diteliti. Selain itu, sponsor harus sudah memiliki

data keamanan dan efikasi yang cukup melalui tahapan uji pra-klinik dari obat

untuk mendukung paparan pada manusia dengan cara pemberian, dosis, jangka

waktu pemberian dan populasi uji klinik yang akan diteliti (Badan POM, 2001),

dan juga sponsor harus mengetahui suhu penyimpanan, kondisi penyimpanan, dan

prosedur rekonstitusi. Obat harus dikemas untuk mencegah kontaminasi dan

kerusakan yang mungkin terjadi selama transportasi dan penyimpanan, selain itu

produk yang diteliti harus dijamin tetap stabil selama jangka waktu penggunaan

(Badan POM, 2002b).

2.3.3 Obat Donasi (WHO, 2011)

Donasi obat dapat berasal dari perusahaan farmasi, bantuan pemerintah

suatu negara atau bantuan langsung dari fasilitas kesehatan. Empat prinsip dalam

pelaksanaan donasi obat adalah :

1. Donasi obat hendaklah menguntungkan negara penerima dan berdasarkan

pada kebutuhan negara penerima.

2. Proses pendonasian obat harus mengikuti aturan pemerintahan dan

administratif negara penerima donasi.

3. Harus ada koordinasi dan kolaborasi yang efektif antara pendonor dengan

negara penerima donasi.

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 85: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

8

Universitas Indonesia

4. Obat donasi memiliki standar kualitas, dimana obat yang tidak diterima atau

tidak teregistrasi di negara pendonor, juga tidak boleh diberikan kepada

negara penerima obat donasi.

Pendonasian obat dapat memberikan keuntungan yang banyak kepada

penerima, diantaranya:

1. Obat donasi dapat menyelamatkan hidup dan meringankan penderitaan pasien

apabila dikoordinasikan dan dikelola dengan baik.

2. Obat donasi bisa menjamin keuntungan yang strategis bagi negara penerima.

Obat donasi sering digunakan sebagai pendukung dalam pembangunan

kembali sistem kesehatan atau untuk menjamin masyarakat dapat mengakses

produk kesehatan.

3. Pelaksanaan proses donasi yang tepat dapat menghemat dana

Masalah yang sering timbul dalam pelaksanaan donasi obat yang tidak

tepat adalah:

1. Obat donasi tidak sesuai dengan situasi darurat dan pola penyakit serta tidak

mengikuti aturan dan pedoman donasi yang telah dibuat negara penerima

donasi.

2. Obat donasi yang datang tidak tersortir dan pelabelan dengan berbagai bahasa

asing yang tidak dimengerti negara penerima obat donasi.

3. Beberapa obat donasi juga merupakan obat yang sudah dikembalikan oleh

pasien ke apotek karena berlebih.

4. Obat yang didonasikan adalah dalam jumlah yang tidak tepat sesuai

kebutuhan. Jumlah obat yang diimpor yang begitu melimpah sehingga sulit

untuk dikelola. Hal ini menimbulkan tingginya biaya yang dibutuhkan untuk

distribusi dan penyimpanan.

5. Obat donasi memiliki masa kadaluarsa yang pendek.

Hal yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan donasi obat adalah:

1. Seleksi obat, obat yang didonasikan harus sesuai dengan kebutuhan negara

penerima, baik dari segi jenis obat maupun dari segi jumlahnya. Dalam

keadaan darurat, dimana tidak dapat dilakukannya persetujuan terlebih dahulu

antara pendonor dengan penerima, maka obat-obat yang akan didonasikan

harus sesuai dengan daftar obat esensial nasional yang telah dibuat oleh

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 86: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

9

Universitas Indonesia

negara penerima donor untuk keadaan darurat atau daftar obat esensial WHO

(World Health Organization).

2. Obat yang didonasikan atau ekivalen generiknya haruslah obat yang diizinkan

penggunaannya di negara penerima donasi.

3. Obat donasi haruslah berasal dari sumber terpercaya sehingga terjamin

kualitas obatnya dan sesuai dengan standar kualitas di kedua negara. Obat

yang tidak dapat diterima kualitasnya di negara pendonor juga tidak boleh

digunakan di negara penerima obat.

4. Obat yang sudah diberikan kepada pasien dan kemudian dikembalikan, tidak

boleh didonasikan. Karena kualitas obat tidak dapat dijamin lagi dan sulit

untuk mengelolanya karena kemasan obat yang tidak utuh lagi.

5. Ketika sampai di negara penerima donasi, semua obat harus memiliki waktu

kadaluarsa paling cepat satu (1) tahun.

6. Semua obat donasi harus memiliki label dengan bahasa yang dapat

dimengerti oleh negara penerima donasi. Label pada kontainer harus

mengandung nama generik obat, nomor batch, bentuk sediaan, kekuatan obat,

nama pabrik obat, negara yang memproduksi, kuantitas obat dalam kontainer,

kondisi penyimpanan dan waktu kadaluarsa. Untuk obat injeksi, rute

pemberian harus tertulis pada label.

7. Semua obat donasi harus dikemas dalam kotak dengan ukuran yang sesuai

yang memudahkan proses distribusi dan dispensi.

8. Obat donasi seharusnya tidak boleh dikirim tanpa persetujuan negara

penerima.

9. Biaya transpor internasional dan lokal, penyimpanan, penanganan dan

pembuangan obat-obat yang kadaluarsa atau rusak seharusnya menjadi

tanggungan pendonor, kecuali ada kesepakatan antara kedua belah pihak.

Setiap negara hendaklah membuat aturan donasi sendiri yang didasarkan

pada pedoman obat donasi internasional. Di dalam pedoman tersebut, negara

penerima hendaklah menjelaskan tentang kriteria obat yang dibutuhkan, berapa

kuantitas obat yang dibutuhkan, bagaimana obat didonasikan dan hal-hal apa saja

yang tidak diharapkan. Pedoman obat donasi masing-masing negara tersebut

kemudian dipublikasikan.

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 87: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

10

Universitas Indonesia

Data barang-barang yang masuk ke dalam suatu negara, siapa yang

mendonasikannya dan kemana akan didistribusikan, harus tercatat. Walaupun

dalam keadaan darurat dimana bantuan datang dengan sangat cepat dan tidak

terkoordinasi, untuk itu diperlukan pencatatan yang terpusat. Pencatatan haruslah

mendukung terwujudnya manajemen dan pengorganisasian donasi dengan baik

dan mempromosikan transparansi serta tanggung jawab. Bila memungkinkan,

sistem elektronik dapat diterapkan untuk memudahkan proses pencatatan.

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 88: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

11 Universitas Indonesia

BAB 3

METODE PENGKAJIAN

3.1 Sampel

Regulasi sediaan farmasi khusus negara Malaysia, Singapura dan

Indonesia.

3.2 Metode Pengkajian

Metode yang digunakan dalam pengkajian ini adalah dengan melakukan

penelusuran literatur dari berbagai sumber berupa buku teks dan media elektronik.

Pengkajian yang dilakukan adalah dengan membandingkan regulasi sediaan

farmasi khusus negara Malaysia dan Singapura dengan negara Indonesia berupa

syarat-syarat dokumen permohonan, pihak yang berhak mengajukan permohonan,

jumlah obat yang dapat diimpor, lama berlaku izin dan alur proses permohonan

izin. Sedangkan untuk obat donasi, hal yang dibandingkan adalah alur proses

permohonan izin, syarat obat donasi dan expired date obat.

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 89: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

12 Universitas Indonesia

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Tabel 4.1 Kebijakan Impor Obat Tidak Teregistrasi Untuk Terapi Khusus di

Malaysia, Singapura dan Indonesia

Hal yang

Dibandingkan Malaysia Singapura Indonesia

Syarat

dokumen

permohonan

a. Formulir permohonan

b. Informasi obat dan

jurnal tentang

penelitian obat

a. Formulir

permohonan

b. Dokumen berisi

detail produk

c. Surat keterangan

bahwa dokter

bertanggung jawab

terhadap

penggunaan pada

pasien

a. Formulir

permohonan

b. Informasi khasiat

dan keamanan

obat serta mutu

obat

c. Inform Consent

Pemohon Tidak teridentifikasi Dokter atau apoteker Dokter

Jumlah obat

yang dapat

diimpor

Tidak melebihi 12 bulan

penggunaan

Tidak melebihi 3

bulan penggunaan

Tidak melebihi 12

bulan penggunaan

Lama berlaku

izin 12 bulan 6 bulan 12 bulan

Alur proses

permohonan

a. Dikirim ke Bahagian

Perkhidmatan Farmasi

atau Pharmaceutical

Service Division

b. Pertimbangan dan izin

dikeluarkan oleh

Pihak Berkuasa

Kawalan Dadah atau

Drug Control

Authority

a. Dikirim ke

Pharmaceutical and

Biologics Branch

b. Izin dikeluarkan

oleh Health Product

Regulation Group,

Health Science

Authority

a. Dikirim ke Pusat

Rujukan Obat

Nasional

(PRON)

b. Pertimbangan

oleh Tim Penilai

Pusat

(Kementerian

Kesehatan RI)

c. Izin dikeluarkan

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 90: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

13

Universitas Indonesia

oleh

Kementerian

Kesehatan RI

Tabel 4.2 Kebijakan Impor Obat Tidak Teregistrasi Untuk Penelitian Klinis di

Malaysia, Singapura dan Indonesia

Hal yang

Dibandingkan Malaysia Singapura Indonesia

Syarat

dokumen

permohonan

a. Formulir permohonan

b. Sertifikat registrasi

perusahaan

c. Sertifikat Good

Clinical Practice

(GCP) atau fotokopi

sertifikat Good

Manufacturing

Product (GMP) dari

pabrik

d. Surat untuk

mendapatkan

persetujuan dari Drug

Control Authority

(DCA)

e. Surat izin dari Ethics

Committee of the

Institution dimana

penelitian dilakukan

a. Formulir

permohonan atau

surat permohonan

impor Clinical

Trial Test

Materials (CTM)

b. Sertifikat

percobaan klinis

atau Clinical Trial

Certificate (CTC)

a. Formulir

permohonan

b. Persetujuan

Komisi Ilmiah

dan Komisi Etik

c. Sertifikat CPOB

produsen di luar

negeri

d. Sertifikat analisa

e. Pernyataan

tertulis sponsor

dan peneliti

bersedia untuk

memenuhi standar

CUKB (Cara Uji

Klinik yang Baik)

Pemohon Peneliti atau seseorang

yang memiliki otoritas

di Contract Research

Organisation (CRO)

Sponsor Sponsor atau

Organisasi Riset

Kontrak

Lama berlaku

izin

1 (satu) tahun Izin berlaku untuk

satu (1) kali

pengajuan impor

Tidak teridentifikasi

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 91: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

14

Universitas Indonesia

Alur Proses

Permohonan

a. Dikirim ke Centre for

Investigational New

Product, National

Pharmaceutical

Control Bureau atau

Biro Pengawalan

Farmaseutikal

Kebangsaan,

Kementerian

Kesehatan. Sekaligus

akan di-review.

b. Permohonan

dilanjutkan ke Drug

Evaluation Committee

c. Izin dikeluarkan oleh

Drug Control

Auhtority (DCA)

a. Dikirim secara

online ke Clinical

Trials Branch

(CTB), Health

Product Regulation

Group, Health

Science Authority

b. Izin dikeluarkan

oleh Health Science

Authority

a. Dikirim ke Badan

POM

b. Izin dikeluarkan

oleh Badan POM

Tabel 4.3 Kebijakan Impor Obat Donasi di Malaysia, Singapura dan Indonesia

Hal yang

Dibandingkan Malaysia

Singapura (Tidak

Ada Kebijakan

Tentang Impor Obat

Donasi)

Indonesia

Alur proses

permohonan

Tidak teridentifikasi - 1. Penerima donasi

memberitahu dan

melakukan

pengajuan

permohonan impor

obat donasi pada

Badan POM

2. Izin dikeluarkan

oleh Badan POM

Syarat obat

donasi

1. Obat yang

didonasikan sesuai

- 1. Kemasan utuh

2. Informatif (nama

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 92: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

15

Universitas Indonesia

dengan kebutuhan,

yang dapat

berpedoman kepada

daftar obat esensial

negara Malaysia

atau obat yang biasa

digunakan di

Malaysia

2. Obat yang tidak

dipercaya

penggunannya di

negara pendonor,

juga tidak boleh

digunakan di

Malaysia.

3. Label obat

menggunakan

bahasa yang dapat

dimengerti.

obat, zat khasiat,

kekuatan, no batch,

expired date, cara

penyimpanan dan

produsen obat

Expired date

obat

Minimal satu tahun

sejak obat donasi

sampai di negara

penerima donasi,

kecuali ada

kesepakatan kedua

belah pihak.

- Minimal satu tahun

sejak obat donasi

sampai di negara

penerima donasi

4.2 Pembahasan

Berdasarkan studi literatur yang dilakukan, ada beberapa negara di

ASEAN selain Indonesia yang memiliki peraturan yang mengatur tentang impor

sediaan farmasi khusus atau sediaan farmasi yang tidak teregistrasi di negara

pengimpor tetapi dibutuhkan pada saat-saat tertentu, diantaranya adalah Malaysia

dan Singapura. Dua negara ini dipilih dalam tulisan ini karena dalam pencarian

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 93: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

16

Universitas Indonesia

data-data dan informasi dari internet, dua negara inilah yang paling banyak dan

mudah ditemukan untuk negara di wilayah ASEAN.

Kategori sediaan farmasi yang tidak teregistrasi di Malaysia tetapi dapat

dilakukan pengimporan, diantaranya adalah sediaan farmasi yang digunakan

untuk pengobatan penyakit langka/penyakit kronis seperti kanker, obat untuk

pengujian klinis dan obat yang digunakan ketika negara berada dalam keadaan

sulit (National Pharmaceutical Control Bureau, 2012). Permohonan sediaan

farmasi yang tidak teregistrasi untuk terapi penyakit menggunakan satu macam

formulir, yaitu formulir BPF/103-- KPK01 Pindaan. Pada formulir ini diisikan

nama generik obat, termasuk bentuk sediaan dan kekuatan obat yang akan diimpor

(Lampiran 1).

Persyaratan dokumen yang harus disiapkan untuk melakukan pengajuan

permohonan impor obat yang tidak teregistrasi tersebut, berbeda-beda pada ketiga

negara. Berdasarkan literatur yang didapatkan, Malaysia hanya menetapkan

kelengkapan dokumen berupa formulir permohonan disertai dengan informasi dan

jurnal atau penelitian klinis tentang obat (National Pharmaceutical Control

Bureau, 2012). Sedangkan kebijakan di Singapura, dokumen-dokumen

permohonan yang harus dilengkapi berupa formulir permohonan, dokumen yang

berisi detail produk, dan surat pernyataan bahwa dokter bertanggung jawab

terhadap pasien (Health Science Authority, 2011). Tidak jauh berbeda dengan

Singapura, Indonesia juga membuat persyaratan kelengkapan dokumen berupa

formulir permohonan, detail obat berupa khasiat keamanan obat, informasi mutu

dan jumlah obat. Selain itu, juga ada inform consent (Direktorat Jenderal

Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2002). Inform consent perlu

dimasukkan dalam kelengkapan dokumen permohonan karena setiap perlakuan /

terapi yang akan diberikan kepada pasien, harus atas persetujuan pasien atau

keluarga pasien. Tetapi Indonesia tidak memasukkan surat pernyataan bahwa

dokter bertanggung jawab kepada pasien ke dalam dokumen persyaratan impor

produk obat yang tidak teregistrasinya. Tanggung jawab dokter terhadap pasien

karena obat-obat yang diimpor tersebut belum diuji di negara pengimpor

sedangkan standar kualitas obat di tiap negara berbeda-beda. Selain itu,

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 94: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

17

Universitas Indonesia

pentingnya memasukkan kedua dokumen tersebut untuk mencegah terjadinya

malpraktek atau hal-hal yang tidak baik kepada pasien.

Untuk jumlah obat yang boleh diimpor, Malaysia menetapkan tidak lebih

dari 12 (dua belas) bulan penggunaan (National Pharmaceutical Control Bureau,

2012), begitu juga dengan Indonesia (Direktorat Jenderal Pelayanan Kefarmasian

dan Alat Kesehatan, 2002). Sedangkan Singapura hanya memberikan batasan

jumlah obat untuk 3 (tiga) bulan penggunaan (Health Science Authority, 2011).

Menurut penulis, lama izin yang telah ditetapkan oleh Indonesia yaitu selama 12

(dua belas) bulan penggunaan adalah lebih baik daripada 3 (tiga) bulan seperti

yang ditetapkan oleh Singapura karena pada kasus penyakit-penyakit serius dan

berbahaya, penggunaan obat bisa melebihi 3 (tiga) bulan penggunaan. Sehingga

apabila batasan jumlah obat yang dapat diimpor hanya untuk 3 (tiga) bulan

penggunaan, hal itu dapat memberatkan pemohon dan/ importer ketika harus

melakukan permohonan kembali.

Pemohon yang mengajukan permohonan di Indonesia adalah dokter yang

menangani pasien. Sedangkan di Malaysia tidak dijelaskan siapa yang melakukan

permohonan tersebut tetapi pada formulir permohonan, pada kolom pemohon

tertulis „hospital yang memohon‟. Di Singapura, pemohonnya adalah dokter yang

menangani pasien atau apoteker (Health Science Authority, 2011). Indonesia

sebaiknya juga menetapkan bahwa apoteker dapat menjadi pemohon untuk impor

obat tidak teregistrasi karena semua perbekalan farmasi yang digunakan di rumah

sakit dikelola oleh apoteker sehingga apoketer seharusnya juga diberi wewenang

untuk dapat melakukan permohonan.

Di Malaysia, pemohon yang telah melengkapi dokumen permohonannya,

kemudian mengirimkannya ke Bahagian Perkhidmatan Farmasi atau

Pharmaceutical Service Division, Kementerian Kesihatan Malaysia. Permohonan

akan dipertimbangan dan dikeluarkan oleh Pihak Berkuasa Kawalan Dadah

(PBKD) atau Drug Control Authority (DCA) (National Pharmaceutical Control

Bureau, 2012) (lampiran 7) . Drug Control Authority (DCA) adalah suatu badan

yang memiliki otoritas untuk menjamin tercapainya tujuan peraturan “the Control

of Drugs and Cosmetics Regulation, 1984” dan persetujuan terhadap registrasi

produk obat (National Pharmaceutical Control Bureau, 2009). Berdasarkan

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 95: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

18

Universitas Indonesia

kesamaan fungsinya yaitu memberikan persetujuan terhadap registrasi produk

obat, Drug Control Authority sama dengan Badan POM di Indonesia.

Untuk negara Singapura, kelengkapan permohonan disampaikan kepada

Pharmaceuticals & Biologics Branch (PBB) dan akan diproses dalam waktu 14

hari kerja dan izin akan diberikan oleh Health Products Regulation Group, Health

Sciences Authority (Health Science Authority, 2011) (lampiran 8) . Berdasarkan

tanggung jawabnya terhadap registrasi obat dan memberi izin produk (Health

Products Regulation, 2012a), Pharmaceuticals & Biologics Branch (PBB) juga

sama dengan Badan POM di Indonesia.

Berdasarkan kebijakan yang berlaku di Indonesia, dokter yang akan

melakukan permohonan impor obat, terlebih dahulu meminta rekomendasi

kepada PRON. PRON (Pusat Rujukan Obat Nasional) adalah pusat pengelolaan

obat, alat kesehatan, dan makanan kesehatan khusus tingkat nasional. PRON akan

meneruskan permintaan rekomendasi ke tim ahli pusat, Kementerian Kesehatan

RI. PRON sekaligus juga membuat tembusan kepada importir/eksportir yang telah

ditunjuk oleh Kementerian Kesehatan. Importir kemudian melakukan pengajuan

permohonan izin impor kepada Kementerian Kesehatan RI. Importir yang

ditunjuk oleh Kementerian Kesehatan RI untuk melakukan pengadaan obat lewat

jalur khusus ini (Spesial Access Scheme) adalah PT Kimia Farma Tbk

(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2004). PT Kimia Farma setelah

mendapatkan izin kemudian melakukan pengadaan obat. Apabila obat sudah

diimpor, obat akan dikirimkan oleh PT Kimia Farma kepada dokter yang

menangani pasien tersebut (Direktorat Jendral Pelayanan Kefarmasian dan Alat

Kesehatan, 2002) (lampiran 9).

Izin impor obat hanya berlaku selama 6 (enam) bulan di Singapura (Health

Science Authority, 2011). Sedangkan di Malaysia dan Indonesia, lama berlaku

izin tidak dijelaskan. Namun, jika dilihat dari kebijakan batasan jumlah obat yang

hanya boleh untuk 12 (dua belas) bulan penggunaan, maka dapat diartikan lama

berlaku izin adalah 12 (dua belas) bulan.

Untuk sediaan farmasi khusus yang diperlukan untuk tujuan penelitian

klinis, di Malaysia terdapat aturan yang mengatur syarat dan prosedur impor

produk tersebut secara legal. Pemohon adalah peneliti itu sendiri atau seseorang

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 96: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

19

Universitas Indonesia

yang memiliki otoritas di Contract Research Organisation (CRO) atau Organisasi

Riset Kontrak (National Pharmaceutical Control Bureau, 2009). Begitu juga

dengan Singapura, tetapi pemohon dapat bertindak langsung sebagai importir.

Sedangkan di Indonesia, pemohon adalah sponsor atau Organisasi Riset Kontrak

(Badan POM, 2002b). CRO atau Contract Research Organisation adalah

seseorang atau suatu organisasi (komersial, akademik atau lainnya) yang

dikontrak oleh sponsor untuk melaksanakan satu atau lebih tugas dan fungsi

sponsor dalam uji klinik (Badan POM, 2001).

Dokumen persyaratan permohonan impor obat untuk tujuan klinis di

Singapura hanya formulir permohonan (lampiran 2) dan sertifikat percobaan

klinis atau Clinical Trial Certificate (CTC) (Health Products Regulation, 2011).

Di Malaysia juga diperlukan sertifikat GCP (Good Clinical Practice) dari peneliti

atau Cara Uji Klinik Yang Baik untuk Indonesia. Sertifikat GCP dilampirkan

bersama formulir permohonan. Hal ini menunjukkan bahwa pelaksanaan uji klinik

yang sesuai standar oleh peneliti telah diakui dan dibuktikan melalui sertifikat

GCP tersebut. Sedangkan di Indonesia, yang dilampirkan bersama formulir

permohonan adalah surat pernyataan bahwa sponsor atau peneliti bersedia

memenuhi standar Cara Uji Klinik Yang Baik, yang menunjukkan bahwa

pelaksanaan uji klinik masih dalam proses pemenuhan standar.

Untuk alur proses perizinan impor di Indonesia, semuanya dilakukan oleh

Badan POM, mulai dari penerimaan dokumen permohonan izin impor hingga

pemberian izin (Badan POM, 2002b). Sedangkan di Malaysia, permohonan

diajukan kepada Deputi Direktur Centre for Investigational New Product,

National Pharmaceutical Control Bureau, Ministry of Health, Malaysia.

Kemudian akan dievaluasi oleh Drug Evaluation Committee dan izin akan

dikeluarkan oleh Drug Control Authority (DCA) (National Pharmaceutical

Control Bureau, 2009) (lampiran 10). Dan di Singapura, permohonan dikirimkan

ke bagian Clinical Trials Branch (CTB), Health Product Regulation Group, Health

Science Authority (Health Products Regulation, 2011).

Obat donasi juga merupakan sediaan farmasi khusus karena obat donasi

berasal dari berbagai negara yang sebagian besar tidak teregistrasi di negara

penerima donasi. Mengenai aturan donasi, Malaysia tidak membuat aturan

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 97: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

20

Universitas Indonesia

tersendiri, tetapi menggunakan aturan yang telah dibuat oleh WHO (Ministry of

Health Malaysia, 2009). Sedangkan di Singapura, impor produk obat yang tidak

teregistrasi dalam rangka donasi, tidak diizinkan (wawancara dengan Chiang

Kwek Thomas, Senior Regulatory Manager, Pharmaceuticals & Biologics Branch,

4 Juli 2012) (lampiran 11).

Malaysia menyaratkan obat donasi haruslah obat yang sesuai dengan

daftar obat esensial negara pendonor masing-masing, dengan kata lain obat donasi

tersebut sudah teregistrasi di negara pendonor. Obat donasi yang sudah

teregistrasi ini menjamin transparansi dan keamanan penggunaan obat donasi itu

sendiri.

Indonesia, seperti yang dijelaskan dalam permenkes RI nomor 1010 tahun

2008 pasal 2 ayat 4 tentang registrasi obat, untuk menjamin keamanan terhadap

penggunaan obat donasi tersebut, obat-obat yang tidak teregistrasi dan tidak layak

digunakan di negara pendonor, juga tidak layak digunakan di Indonesia sehingga

tidak dilakukan pemberian izin terhadap masuknya obat donasi tersebut (Badan

POM, 2004).

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 98: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

21 Universitas Indonesia

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Kebijakan impor sediaan farmasi khusus untuk tujuan pengobatan,

penelitian klinis dan donasi berbeda-beda antara Malaysia, Singapura dan

Indonesia, yaitu:

a. Kebijakan impor sediaan farmasi khusus untuk tujuan pengobatan di Indonesia

berbeda dengan Singapura dalam hal persyaratan dokumen permohonan,

namun hal ini dapat dikolaborasikan dimana Indonesia memasukkan Inform

Consent dalam persyaratannya sedangkan Singapura memasukkan surat

pernyataan bahwa dokter bertanggung jawab terhadap penggunaan obat pada

pasien. Tetapi dalam hal pemohon, Singapura lebih baik karena memberikan

wewenang kepada apoteker sebagai pemohon. Jumlah obat yang dapat diimpor

dan lama berlaku izin, Indonesia dan Malaysia yaitu 12 bulan penggunaan,

sedangkan Singapura yang hanya 6 bulan penggunaan.

b. Syarat permohonan impor obat tidak teregistrasi untuk tujuan penelitian klinis

di Malaysia melampirkan sertifikat Good Clinical Practice (GCP), begitu juga

dengan Singapura Sedangkan Indonesia melampirkan pernyataan tertulis

bahwa sponsor dan peneliti bersedia untuk memenuhi standar CUKB (Cara

Uji Klinik yang Baik). Malaysia juga menyaratkan bahwa permohonan impor

obat harus dievaluasi juga oleh Drug Evaluation Committee, sehingga lebih

menjamin bahwa obat tersebut memang perlu untuk diimpor.

c. Untuk kebijakan impor obat donasi, Indonesia lebih baik karena memiliki

aturan sendiri yang berpedoman pada pedoman donasi internasional. Aturan

tentang impor obat donasi di Malaysia didasarkan pada aturan impor obat

donasi WHO, sedangkan Singapura hanya menyatakan bahwa impor obat

donasi yang tidak teregistrasi tidak diizinkan.

5.2 Saran

Perlu dibandingkan juga Special Access Scheme di Indonesia dengan

negara-negara maju lain di ASEAN selain Malaysia dan Singapura

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 99: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

22

Universitas Indonesia

DAFTAR ACUAN

Badan POM. (2004). Prosedur Administratif Penerimaan Dan Distribusi Obat

Donasi Di Indonesia. Jakarta: Badan POM.

Badan POM. (2002a). Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan

Tentang Pemasukan Obat Jalur Khusus. Jakarta: Badan POM.

Badan POM. (2002b). Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan

Republik Indonesia nomor 02002/SK/KBPOM Tentang Tata Laksana Uji

Klinik. Jakarta: Badan POM

Badan POM. (2001). Cara Uji Klinik Yang Baik (CUKB) di Indonesia. Jakarta:

Badan POM.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2008). Peraturan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia tentang Registrasi Obat. Jakarta: Departemen kesehatan

Republik Indonesia

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2008). Peraturan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia Nomor 1010/MENKES/PER/XI/2008 Tentang Registrasi

Obat. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2006). Kebijakan Obat Nasional.

Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2004). Keputusan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia Nomor 107/MENKES/SK/I/2004 Tentang

Penunjukan PT Kimia Farma (Persero) Tbk Sebagai Perusahaan Yang

Diberikan Izin Untuk Mengimpor Dan Melaksanakan Distribusi Obat, Alat

Dan Makanan Kesehatan Khusus Melalui Akses Khusus (Special Access

Scheme). Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1998). Peraturan Pemerintah

Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 1998 Tentang Pengamanan Sediaan

Farmasi Dan Alat Kesehatan. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik

Indonesia.

Direktorat Jenderal Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan. (2002).

Pengelolaan dan Penggunaan Obat, Alat dan Makanan Kesehatan Khusus.

Jakarta: Departemen kesehatan Republik Indonesia.

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 100: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

23

Universitas Indonesia

Health Products Regulation. (2012a). Medicines. 25 Juni 2012. www.hsa.gov.sg

Health Products Regulation. (2011). Guideline on Application for Import of

Clinical Trial Test Materials (CTM for Drugs). 08 Oktober 2012.

www.hsa.gov.sg.

Health Science Authority. (2011). Regulatory guidance: guideline to apply for

approval to impor an unregistered medicinal product. Singapore: Health

Products Regulation Group.

Ministry of Health Malaysia. (2009). Malaysian National Medicines Policy

(MNMP).Malaysia: Ministry of Health.

National Pharmaceutical Control Bureau. (2012). Arahan Di Bawah Peraturan-

Peraturan Kawalan Dadah dan Kosmetik 1984: Direktif Mengenai Syarat

Pendaftaran Produk Farmaseutikal Dari Luar Negara Berkaitan Keperluan

Amalan Perkilangan Baik (APB). Selangor: Ministry of Health Malaysia.

National Pharmaceutical Control Bureau. (2009). Guideline for Application of

Clinical Trial Import Licence and Clinical Trial Exemption in Malaysia.

Selangor: Ministry of Health Malaysia

The Voice Of Rare Disease Patients in Europe. (2012a). What Is An Orphan

Drug?. 16 November 2012. http://www.eurordis.org/content/what-orphan-

drug

The Voice Of Rare Disease Patients in Europe. (2012b). Orphan Drug

Designations. 16 November 2012. http://www.eurordis.org/en/content/find-

out-latest-orphan-drug-designations-and-market-authorisations

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

Jakarta

WHO. (2011). Guidelines for Medicine Donation revised 2010 (third edition).

Geneva: WHO.

WHO. (1998). Marketing Authorization Of Pharmaceutical Products With Special

Reference To Multisource (Generic) Products: A Manual For Drug

Regulatory Authorities. Geneva: WHO

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 101: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

LAMPIRAN

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 102: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

24

Lampiran 1. Formulir permohonan izin impor obat yang tidak teregistrasi di

Malaysia [Sumber: www.moh.gov.my]

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 103: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

25

Lampiran 2. Formulir import clinical trial test materials (CTM) [Sumber:

www.hsa.gov.sg]

Lampiran 3. Alur SAS di Indonesia

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 104: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

26

Lampiran 3. Organisasi ministry of health, Malaysia ”telah diolah kembali” [Sumber: www.moh.gov.my]

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 105: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

27

Lampiran 4. Organisasi Kementerian Kesehatan Singapore ”telah diolah kembali” [Sumber: www.moh.gov.sg]

27

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 106: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

28

Lampiran 5. Struktur organisasi Health Science Authority, Singapore

[Sumber: www.hsa.gov.sg]

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 107: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

29

Lampiran 6. Alur proses perizinan impor produk obat yang tidak

teregistrasi untuk tujuan penggunaan terapi khusus di

Malaysia

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 108: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

30

Lampiran 7. Alur proses perizinan impor produk obat yang tidak teregistrasi

untuk tujuan penggunaan terapi khusus di Singapura

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 109: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

31

Lampiran 8. Alur proses perizinan impor produk obat yang tidak teregistrasi

untuk tujuan penggunaan terapi khusus di Indonesia

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 110: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

32

Lampiran 9. Alur proses perizinan impor produk obat yang tidak teregistrasi

untuk tujuan penelitian klinis di Malaysia

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 111: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

33

Lampiran 10. Alur proses perizinan impor produk obat yang tidak

teregistrasi untuk tujuan penelitian klinis di Singapura

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 112: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

34

Lampiran 11. Wawancara via email mengenai kebijakan impor obat yang tidak teregistrasi untuk donasi

34

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 113: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

35

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 114: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI

RUMAH SAKIT PALANG MERAH INDONESIA

JL. PADJAJARAN NO.80 BOGOR

PERIODE 3 JULI - 25 AGUSTUS 2012

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

MUTIARA HILMA, S.Farm

1106153391

ANGKATAN LXXV

FAKULTAS FARMASI

PROGRAM PROFESI APOTEKER

DEPOK

DESEMBER 2012

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 115: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI

RUMAH SAKIT PALANG MERAH INDONESIA

JL. PADJAJARAN NO.80 BOGOR

PERIODE 3 JULI-25 AGUSTUS 2012

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar apoteker

MUTIARA HILMA, S.Farm

1106153391

ANGKATAN LXXV

FAKULTAS FARMASI

PROGRAM PROFESI APOTEKER

DEPOK

DESEMBER 2012

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 116: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 117: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

iv

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat, hidayah,

serta karuniaNya yang telah diberikan sehingga penulis dapat melaksanakan

Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Rumah Sakit Palang Merah Indonesia,

Jl. Padjajaran No. 80 Bogor yang dimulai pada tanggal 3 Juli – 25 Agustus 2012

serta dapat menyelesaikan laporan ini.

Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) ini disusun sebagai

syarat untuk menyelesaikan studi di Program Profesi Apoteker dan memperoleh

gelar Apoteker di Fakultas Farmasi, Universitas Indonesia. Pada kesempatan ini

penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Ibu Supriati, S.Si., Apt., selaku Kepala Instalasi Farmasi dan pembimbing

PKPA di Instalasi RS PMI Bogor, yang telah memberikan bimbingan, arahan

dan nasehat kepada penulis selama PKPA dan penyusunan laporan ini.

2. Ibu Santi Purna Sari, M.Si., Apt., selaku pembimbing dari Fakultas Farmasi,

Universitas Indonesia yang telah memberikan bimbingan, pengerahan dan

nasehat selama penyusunan laporan PKPA ini.

3. Ibu Fransisca, S.Farm., Apt., selaku Apoteker Fungsional di Instalasi Farmasi

RS PMI Bogor yang telah memberikan bimbingan, arahan dan nasehat

kepada penulis selama penyusunan laporan PKPA ini.

4. Bapak dr. Andi Wisnubaroto, Sp.OT.,FICS., selaku Direktur Rumah Sakit

Palang Merah Indonesia Bogor yang telah memberikan izin dan kesempatan

serta menyediakan sarana dan prasaranan melaksanakan PKPA di RS PMI

Bogor.

5. Bapak Tonny Nurony Iskandar selaku Kepala Seksi Kesehatan Lingkungan

dan Pertamanan RS PMI Bogor yang telah memberikan kesempatan untuk

mengetahui kegiatan di Seksi Kesehatan Lingkungan RS PMI Bogor.

6. Ibu Prof. Dr. Yahdiana Harahap, Apt., MS., selaku Dekan Fakultas Farmasi

Universitas Indonesia.

7. Bapak Dr. Harmita, Apt., selaku Ketua Program Profesi Apoteker Fakultas

Farmasi sekaligus sebagai pembimbing akademik yang telah memberikan

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 118: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

v

bantuan dan nasihat kepada penulis selama menuntut ilmu di Program Profesi

Apoteker, Fakultas Farmasi Universitas Indonesia.

8. Seluruh dosen dan karyawan Fakultas Farmasi Universitas Indonesia yang

telah memberikan ilmu yang berharga dan bantuan yang sangat berarti bagi

penulis.

9. Seluruh Apoteker Fungsional dan Karyawan Instalasi RS PMI Bogor yang

telah memberikan bantuan, nasehat serta kerjasamanya selama masa PKPA.

10. Semua teman-teman Apoteker Universitas Indonesia angkatan 75 yang telah

memberikan bantuan dan dukungan kepada penulis selama pelaksanaan

Praktek Kerja Profesi Apoteker ini.

11. Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah

membantu penulis dalam penyusunan laporan ini.

Semoga Allah SWT membalas segala kebaikan semua pihak yang telah

membantu. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam laporan ini,

namun penulis berharap semoga laporan ini dapat memberikan manfaat bagi

rekan-rekan sejawat dan semua pihak yang membutuhkan.

Penulis

2012

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 119: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

vi

ABSTRAK

Nama : Mutiara Hilma

Program Profesi : Profesi Apoteker

Judul : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Rumah Sakit

Palang Merah Indonesia Jl. Padjajaran No.80 Bogor

Periode 3 Juli - 25 Agustus 2012

Praktek Kerja Profesi Apoteker di Rumah Sakit Palang Merah Indonesia Bogor

bertujuan untuk mengetahui dan memahami peran serta tanggung jawab apoteker

di rumah sakit, dalam hal menejemen dan farmasi kliniknya serta mengetahui

kendala dan tantangan yang dihadapi apoteker dalam menjalankan pelayanan

kefarmasian di rumah sakit. IFRS PMI memiliki misi memberikan pelayanan

terbaik dengan selalu berupaya meningkatkan sumber daya manusia,

mengembangkan pelayanan kefarmasian yang berorientasi kepada pelayanan

pasien, menyediakan obat yang bermutu dan terjangkau bagi semua lapisan

masyarakat. Kegiatan Instalasi Farmasi RS PMI Bogor berupa kegiatan pelayanan

farmasi klinik yang meliputi pelayanan informasi obat (PIO), konseling obat,

monitoring efek samping obat (MESO), dan pemantauan penggunaan obat melalui

ronde (visite) ke ruang rawat dan pelayanan farmasi nonklinik yaitu manajemen

perbekalan kesehatan meliputi perencanaan, pengadaan, pembelian, penerimaan,

penyimpanan, dan distribusi obat maupun alat kesehatan di rumah sakit PMI

Bogor. Tugas khusus yang diberikan berjudul Persentase Obat Generik dan

Antibiotik yang Dilayani Depo Afiat dan Depo Dosis Unit RS PMI Bogor. Tujuan

dari tugas khusus ini adalah untuk mengetahui persentase obat generik dan

persentase obat antibiotik yang dilayani depo Afiat dan depo Dosis Unit serta

golongan antibiotik yang banyak dikeluarkan melalui depo Afiat dan depo Dosis

Unit RS PMI Bogor pada Bulan Juli 2012.

Kata Kunci : Palang Merah Indonesia (PMI) Bogor, Instalasi Farmasi Rumah

Sakit (IFRS), Persentase Generik Antibiotik

Tugas Umum : xi + 70 halaman; 1 tabel; 13 lampiran

Tugas Khusus : iv + 19 halaman; 6 tabel; 2 lampiran

Daftar Acuan Tugas Umum : 12 (2001-2012)

Daftar Acuan Tugas Khusus : 19 (1993-2012)

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 120: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

vii

ABSTRACT

Name : Mutiara Hilma

Program Study : Apothecary Profession

Title : Apothecary Internship Report at Rumah Sakit Palang Merah

Indonesia Jl. Padjajaran No. 80 Bogor Period July 3rd

– August

25th

2012

Apothecary Internship at Rumah Sakit Palang Merah Indonesia Bogor aimed to

learn and observe role and responsibility of Apothecary in the hospital, in

management sector and clinical sector and also to know the obstacles and

challenges that apothecary facing. The missions of Hospital Pharmacy Installation

(HPI) PMI are to be the best care giver which always efforts to improve human

resources, develop pharmaceutical care, provide the medicines which have good

quality and achievable for all people. Activities of HPI`s PMI Hospital Bogor are

clinical pharmacy services include Drug Information Services (DIS), drug

counseling, monitoring of Drug Side Effects (DSE), and monitoring drug use

through rounds (visit) to the patient and non clinical pharmacy services include

medical supplies management including planning, procurement, purchasing,

receiving, storage, and distribution of drugs and medical devices that are in the

PMI Bogor hospital. Special assignment given titled is Percentages of Generic

Drug and Antibiotic which served by Depo Afiat and Depo Dosis Unit RS PMI

Bogor on July 2012. The aim of this special assigment is to know the percentage

of generic drug and antibiotic which served by Depo Afiat and Depo Dosis Unit

and also to know the antibiotic group which the most served from both Depo Afiat

and Depo Dosis Unit RS PMI Bogor in July 2012.

Keywords : Palang Merah Indonesia (PMI) Bogor, Clinical Pharmacy, HPI,

Percentage of Generics Antibiotics

General Assignment : xi + 70 pages; 1 table; 13 appendices

Special Assignment : iv + 19 pages; 6 tables; 2 appendices

Bibliography of general assignment : 12 (2001-2012)

Bibliography of special assignment : 19 (1993-2012)

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 121: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

viii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ii

HALAMAN PENGESAHAN iii

KATA PENGANTAR iv

ABSTRAK vi

ABSTRACT vii

DAFTAR ISI viii

DAFTAR TABEL x

DAFTAR LAMPIRAN xi

1. PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Tujuan 2

2. DASAR TEORI 3

2.1 Rumah Sakit 3

2.2 Instalasi Farmasi Rumah Sakit 11

3. TINJAUAN UMUM RS PMI BOGOR 21

3.1 Sejarah RS PMI Bogor 21

3.2 Visi dan Misi RS PMI Bogor 22

3.3 Klasifikasi RS PMI Bogor 22

3.4 Struktur Organisasi RS PMI Bogor 23

3.5 Fasilitas Pelayanan Kesehatan di RS PMI 23

3.6 Indikator Kinerja RS PMI Bogor 27

3.7 CSSD (Centralized Sterile Supply Departement) 27

3.8 Kesehatan Lingkungan 28

4. TINJAUAN KHUSUS INSTALASI FARMASI RS PMI BOGOR 31

4.1 Visi, Misi, Falasafah dan Tujuan Instalasi RS PMI Bogor 31

4.2 Tugas Pokok dan Fungsi Instalasi Farmasi RS PMI Bogor 32

4.3 Sistem Pelayanan Farmasi RS PMI Bogor 33

4.4 Cakupan Pelayanan Instalasi Farmasi RS PMI 33

4.5 Kebijakan di IFRS PMI Bogor 35

4.6 Fasilitas di IFRS PMI Bogor 40

4.7 Organisasi Instalasi Farmasi RS PMI Bogor 40

4.8 Sub Instalasi Perbekalan Farmasi 41

4.9 Sub Instalasi Pelayanan Farmasi Klinik 48

4.10 Sub Instalasi Pengendalian Mutu 55

4.11 Komite Farmasi dan Terapi RS PMI Bogor 55

4.12 Pengelelolaan Narkotika 56

4.13 Pengelolaan Psikotropika 58

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 122: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

ix

5. PEMBAHASAN 60

6. KESIMPULAN DAN SARAN 69

6.1 Kesimpulan 69

6.2 Saran 69

DAFTAR ACUAN 70

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 123: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

x

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Persentase BOR, ALOS, GDR, NDR, BTO, dan TOI periode

Januari-Juli 2012 27

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 124: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Struktur Organisasi dan Tata Laksana RS PMI Bogor 71

Lampiran 2. Struktur Organisasi Instalasi Farmasi Rumah Sakit PMI

Bogor 72

Lampiran 3. Denah Depo Farmasi Reguler 1 RS PMI Bogor 73

Lampiran 4. Denah Depo Farmasi Reguler II 74

Lampiran 5. Denah Depo Farmasi Afiat 75

Lampiran 6. Denah Depo Farmasi Dosis Unit 76

Lampiran 7. Form Resep RI-7 77

Lampiran 8. Kartu Gudang 78

Lampiran 9. Surat Pesanan Narkotika 79

Lampiran 10. Surat Pesanan Psikotropika 80

Lampiran 11. Alur Pengelolaan Sampah Non Medis 81

Lampiran 12. Alur Pengelolaan Sampah Medis 82

Lampiran 13. Bagan Alir Penanganan Limbah 83

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 125: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

1

Universitas Indonesia

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran,

kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat

kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi

pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomi

(Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009).

Rumah sakit merupakan salah satu sarana kesehatan dan merupakan

rujukan pelayanan kesehatan dengan fungsi utama menyelenggarakan upaya

kesehatan yang bersifat penyembuhan dan pemulihan bagi pasien (Departemen

Kesehatan Republik Indonesia, 2004a).

Obat sebagai salah satu unsur yang penting dalam upaya kesehatan, mulai

dari upaya peningkatan kesehatan, pencegahan, diagnosis, pengobatan dan

pemulihan harus diusahakan agar selalu tersedia pada saat dibutuhkan. Akses

terhadap obat terutama obat esensial merupakan salah satu hak azasi manusia.

Dengan demikian penyediaan obat esensial merupakan kewajiban bagi pemerintah

dan institusi pelayanan kesehatan baik publik maupun swasta. Obat berbeda

dengan komoditas perdagangan lainnya, karena selain merupakan komoditas

perdagangan, obat juga memiliki fungsi sosial (Departemen Kesehatan Republik

Indonesia, 2005).

Tuntutan pasien dan masyarakat akan mutu pelayanan farmasi,

mengharuskan adanya perubahan pelayanan dari paradigma lama Drug Oriented

ke paradigma baru patient oriented dengan filosofi Pharmaceutical Care

(Pelayanan Kefarmasian). Praktek pelayanan kefarmasian merupakan kegiatan

yang terpadu dengan tujuan untuk mengidentifikasi, mencegah dan menyelesaikan

masalah obat dan masalah yang berhubungan dengan kesehatan. Mutu pelayanan

farmasi rumah sakit merupakan pelayanan farmasi yang merujuk pada tingkat

kesempurnaan pelayanan dalam menimbulkan kepuasan pasien sesuai dengan

tingkat kepuasan rata-rata masyarakat, dan penyelenggaraannya sesuai dengan

standar pelayanan profesi yang ditetapkan serta sesuai dengan kode etik profesi

farmasi (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2004a).

1

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 126: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

2

Universitas Indonesia

1.2 Tujuan

Tujuan pelaksanaan kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di

Rumah Sakit PMI Bogor adalah :

1.2.1 Mengetahui dan memahami peran serta tanggung jawab apoteker di rumah

sakit

1.2.2 Mengetahui dan memahami peran apoteker dalam manajemen di rumah

sakit

1.2.3 Mengetahui dan memahami peran apoteker dalam farmasi klinik di rumah

sakit

1.2.4 Mengetahui kendala dan tantangan yang dihadapi oleh apoteker dalam

menjalankan pelayanan kefarmasian di rumah sakit

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 127: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

3

Universitas Indonesia

BAB 2

DASAR TEORI

2.1 Rumah Sakit

2.1.1 Definisi Rumah Sakit

Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan

pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan

rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat (Undang-Undang Nomor 39 tahun

2009), sedangkan menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 340/MENKES/PER/III/2010, rumah sakit adalah institusi pelayanan

kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara

paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat

(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2010).

2.1.2 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit (Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009)

2.1.2.1 Tugas Rumah Sakit

Tugas Rumah Sakit menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor

44 Tahun 2009 adalah memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara

paripurna.

2.1.2.2 Fungsi Rumah Sakit

Untuk menjalankan tugas tersebut, rumah sakit mempunyai fungsi :

a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai

dengan standar pelayanan rumah sakit.

b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan

kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis.

c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam

rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan.

d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi

bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan

memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.

3

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 128: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

4

Universitas Indonesia

2.1.3 Struktur Organisasi Rumah Sakit

Struktur organisasi berfungsi untuk memberikan penjelasan bagaimana

pembagian kekuasaan dan tanggung jawab masing-masing organisasi, supaya

setiap orang mengerti tugas dan wewenangnya masing-masing. Struktur

organisasi yang diterapkan di rumah sakit tergantung pada situasi dan kondisi

rumah sakit, serta disesuaikan dengan tujuan yang ingin dicapai (Departemen

Kesehatan Republik Indonesia, 2004a).

Organisasi rumah sakit paling sedikit terdiri atas kepala rumah sakit atau

direktur rumah sakit, unsur pelayanan medis, unsur keperawatan, unsur penunjang

medis, komite medis, satuan pemeriksa umum dan internal (Undang-Undang

Nomor 39 tahun 2009).

2.1.4 Klasifikasi Rumah Sakit (Departemen Kesehatan Republik Indonesia,

2010)

Sistem klasifikasi rumah sakit yang seragam diperlukan untuk

memberikan kemudahan dalam mengetahui identitas, organisasi, jenis pelayanan

yang diberikan, pemilik, dan kapasitas tempat tidur. Di samping itu, agar dapat

mengadakan evaluasi yang lebih tepat utuk satu golongan rumah sakit tertentu.

Berdasarkan Undang-Undang nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit, rumah

sakit dapat dibagi berdasarkan jenis pelayanan dan pengelolaannya.

2.1.4.1 Klasifikasi Berdasarkan Pelayanan yang Diberikan

a. Rumah Sakit Umum

Rumah Sakit Umum (RSU) adalah rumah sakit yang memberikan

pelayanan kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit. Rumah Sakit Umum

Kelas A harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling

sedikit 4 (empat) pelayanan medik spesialis dasar, 5 (lima) pelayanan spesialis

penunjang medik, 12 (dua belas) pelayanan medik spesialis lain dan 13 (tiga

belas) pelayanan medik sub spesialis. RSU kelas A harus memiliki jumlah tempat

tidur minimal sebanyak 400 buah.

Rumah Sakit Umum Kelas B harus mempunyai fasilitas dan kemampuan

pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) pelayanan medik spesialis dasar, 4

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 129: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

5

Universitas Indonesia

(empat) pelayanan spesialis penunjang medik, 8 (delapan) pelayanan medik

spesialis lainnya dan 2 (dua) pelayanan medik subspesialis. RSU Kelas B harus

memiliki jumlah tempat tidur minimal sebanyak 200 buah.

Rumah Sakit Umum Kelas C harus mempunyai fasilitas dan kemampuan

pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) pelayanan medik spesialis dasar dan 4

(empat) pelayanan spesialis penunjang medik. RSU Kelas C harus memiliki

jumlah tempat tidur minimal sebanyak 100 buah.

Rumah Sakit Umum Kelas D harus mempunyai fasilitas dan kemampuan

pelayanan medik paling sedikit 2 (dua) pelayanan medik spesialis dasar. RSU

Kelas D harus memiliki jumlah tempat tidur minimal sebanyak 50 buah.

b. Rumah Sakit Khusus

Rumah Sakit Khusus adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan

utama pada satu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur,

organ, jenis penyakit atau kekhususan lainnya. Jenis Rumah Sakit khusus antara

lain Rumah Sakit Khusus Ibu dan Anak, Jantung, Kanker, Orthopedi, Paru, Jiwa,

Kusta, Mata, Ketergantungan Obat, Stroke, Penyakit Infeksi, Bersalin, Gigi dan

Mulut, Rehabilitasi Medik, Telinga Hidung Tenggorokan, Bedah, Ginjal, Kulit

dan Kelamin.

Rumah Sakit Khusus Kelas A adalah rumah sakit khusus yang mempunyai

fasilitas dan kemampuan paling sedikit pelayanan medik spesialis dan pelayanan

medik subspesialis sesuai kekhususan yang lengkap.

Rumah Sakit Khusus Kelas B adalah rumah sakit khusus yang mempunyai

fasilitas dan kemampuan paling sedikit pelayanan medik spesialis dan pelayanan

medik subspesialis sesuai kekhususan yang terbatas.

Rumah Sakit Khusus Kelas C adalah rumah sakit khusus yang mempunyai

fasilitas dan kemampuan paling sedikit pelayanan medik spesialis dan pelayanan

medik subspesialis sesuai kekhususan yang minimal.

2.1.4.2 Klasifikasi Berdasarkan Pengelolaannya

a. Rumah Sakit Publik

Rumah sakit publik adalah rumah sakit yang dikelola oleh pemerintah,

baik pusat maupun daerah dan diselenggarakan oleh Departemen Kesehatan,

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 130: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

6

Universitas Indonesia

Departemen Pertahanan dan Keamanan, maupun Badan Usaha Milik Negara

(BUMN). Rumah sakit ini umumnya bersifat non profit.

Berdasarkan cara pengelolaannya, rumah sakit publik dibagi atas :

1) Rumah sakit yang langsung dikelola oleh Departemen Kesehatan

2) Rumah sakit yang langsung dikelola oleh Departemen Pertahanan dan

Keamanan

3) Rumah sakit yang langsung dikelola oleh Badan Usaha Milik Negara

(BUMN)

4) Rumah sakit yang langsung dikelola oleh Pemerintah Daerah

b. Rumah Sakit Privat

Rumah Sakit Privat (Swasta) adalah rumah sakit umum yang dikelola oleh

badan hukum dengan tujuan profit yang berbentuk Perseroan Terbatas atau

Persero. Rumah sakit swasta terdiri atas :

1) Rumah Sakit Umum Swasta Pratama, yaitu rumah sakit umum swasta

yang memberikan pelayanan medik bersifat umum, setara dengan rumah

sakit pemerintahan kelas D

2) Rumah Sakit Umum Swasta Madya, yaitu rumah sakit umum swasta yang

memberikan pelayanan medik bersifat umum dan spesialitik dalam 4

cabang, setara dengan rumah sakit pemerintahan kelas C

3) Rumah Sakit Umum Swasta Utama, yaitu rumah sakit umum swasta yang

memberikan pelayanan medik bersifat umum, spesialitik, dan

subspesialitik, setara dengan rumah sakit pemerintahan kelas B

2.1.5 Indikator Kinerja Rumah Sakit

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129 tahun 2008, Standar

Pelayanan Minimal Rumah Sakit merupakan alat ukur mutu layanan rumah sakit

yang dapat mendukung pencapaian indikator kinerja rumah sakit. Indikator yang

digunakan menurut buku Statistik Rumah Sakit Indonesia (Departemen

Kesehatan Republik Indonesia, 2001) adalah Bed Occupation Rate, Gross Death

Rate, Average Length of Stay, Net Death Rate, Bed Turn Over, dan Turn Over

Interval.

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 131: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

7

Universitas Indonesia

2.1.5.1 Bed Occupancy Rate (BOR)

BOR adalah persentase pemakaian tempat tidur pada suatu satuan waktu

tertentu, dihitung dengan rumus :

hariJumlahxtidurtempatJumlah

xperawahariJumlahxpenderitaJumlah %100tan

Idealnya nilai BOR suatu rumah sakit adalah 60-80%

2.1.5.2 Gross Death Rate (GDR)

GDR adalah angka kematian umum untuk tiap 1000 penderita keluar. Nilai

GDR yang dapat di tolerir adalah kurang dari 45 orang per 1000 penderita keluar

(4,5%).

2.1.5.3 Net Death Rate (NDR)

NDR adalah angka kematian yang terjadi lebih dari 48 jam setelah dirawat

untuk tiap-tiap 1000 penderita keluar. Nilai NDR yang dapat ditolerir adalah

kurang dari 25 orang per 1000 penderita keluar (2,5%).

2.1.5.4 Average Length of Stay (ALOS)

ALOS adalah rata-rata lama perawatan seorang pasien, dihitung dengan

rumus :

keluaryangpenderitaJumlah

perawahariJumlahxpenderitaJumlah tan

Nilai ideal ALOS suatu rumah sakit adalah 6-9 hari. ALOS merupakan

indikasi dari efisiensi pelayanan suatu rumah sakit. Apabila nilai ALOS kurang

dari nilai ideal, maka dapat dikatakan pasien sembuh dari penyakitnya dan tidak

dirawat lagi dengan penyakit yang sama.

2.1.5.5 Bed Turn Over (BTO)

BTO adalah nilai rata-rata berapa kali dalam satu periode tertentu, satu

tempat tidur rumah sakit dipakai. Idealnya selama 1 tahun, 1 tempat tidur rata-rata

dipakai 40-50 kali atau rata-rata 4 kali sebulan. Indikator ini memberi gambaran

tingkat efisiensi dari pada pemakaian tempat tidur.

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 132: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

8

Universitas Indonesia

2.1.5.6 Turn Over Interval (TOI)

TOI adalah rata-rata hari, dimana tempat tidur tidak ditempati dari saat

terisi ke saat terisi berikutnya. Idealnya interval satu tempat tidur kosong adalah 1-

3 hari. Makin rendah TOI, maka semakin tinggi resiko terjadinya infeksi

nosokomial.

2.1.6 Panitia Farmasi dan Terapi (Departemen Kesehatan Republik Indonesia,

2004a)

Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) merupakan organisasi yang mewakili

hubungan komunikasi antara para staf medis dengan staf farmasi, sehingga

anggotanya terdiri dari dokter yang mewakili spesialisasi-spesialisasi yang ada di

rumah sakit dan apoteker wakil dari Farmasi Rumah Sakit, serta tenaga kesehatan

lainnya.

Tujuan :

a. Menerbitkan kebijakan-kebijakan mengenai pemilihan obat, penggunaan obat

serta evaluasinya

b. Melengkapi staf profesional di bidang kesehatan dengan pengetahuan terbaru

yang berhubungan dengan obat dan penggunaan obat sesuai dengan kebutuhan

2.1.6.1 Organisasi dan Kegiatan

Susunan kepanitian Panitia Farmasi dan Terapi serta kegiatan yang

dilakukan bagi tiap rumah sakit dapat bervariasi sesuai dengan kondisi rumah

sakit setempat :

a. Panitia Farmasi dan Terapi harus sekurang-kurangnya terdiri dari 3 (tiga)

dokter, apoteker dan perawat. Untuk rumah sakit yang besar tenaga dokter

bisa lebih dari 3 (tiga) orang yang mewakili semua staf medis fungsional yang

ada.

b. Ketua Panitia Farmasi dan Terapi dipilih dari dokter yang ada di dalam

kepanitiaan dan jika rumah sakit tersebut mempunyai ahli farmakologi klinik,

maka sebagai ketua adalah farmakolog. Sekretarisnya adalah apoteker dari

instalasi farmasi atau apoteker yang ditunjuk.

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 133: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

9

Universitas Indonesia

c. Panitia Farmasi dan Terapi harus mengadakan rapat secara teratur, sedikitnya

2 (dua) bulan sekali dan untuk rumah sakit besar rapatnya diadakan sebulan

sekali. Rapat Panitia Farmasi dan Terapi dapat mengundang pakar-pakar dari

dalam maupun dari luar rumah sakit yang dapat memberikan masukan bagi

pengelolaan Panitia Farmasi dan Terapi.

d. Segala sesuatu yang berhubungan dengan rapat PFT (Panitia Farmasi dan

Terapi) diatur oleh sekretaris, termasuk persiapan dari hasil-hasil rapat.

e. Membina hubungan kerja dengan panitia di dalam rumah sakit yang

sasarannya berhubungan dengan penggunaan obat.

2.1.6.2 Fungsi dan Ruang Lingkup

a. Mengembangkan formularium di rumah sakit dan merevisinya. Pemilihan obat

untuk dimasukan dalam formularium harus didasarkan pada evaluasi secara

subjektif terhadap efek terapi, keamanan serta harga obat dan juga harus

meminimalkan duplikasi dalam tipe obat, kelompok dan produk obat yang

sama.

b. Panitia Farmasi dan Terapi harus mengevaluasi dalam menyetujui atau

menolak produk obat baru atau dosis obat yang diusulkan oleh anggota staf

medis.

c. Menetapkan pengelolaan obat yang digunakan di rumah sakit dan yang

termasuk dalam kategori khusus.

d. Membantu instalasi farmasi dalam mengembangkan tinjauan terhadap

kebijakan-kebijakan dan peraturan-peraturan mengenai penggunaan obat di

rumah sakit sesuai peraturan yang berlaku secara lokal maupun nasional.

e. Melakukan tinjauan terhadap penggunaan obat di rumah sakit dengan

mengkaji medical record dibandingkan dengan standar diagnosa dan terapi.

Tinjauan ini dimaksudkan untuk meningkatkan secara terus menerus

penggunaan obat secara rasional.

f. Mengumpulkan dan meninjau laporan mengenai efek samping obat.

g. Menyebarluaskan ilmu pengetahuan yang menyangkut obat kepada staf medis

dan perawat.

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 134: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

10

Universitas Indonesia

2.1.6.3 Kewajiban Panitia Farmasi dan Terapi

a. Memberikan rekomendasi pada pimpinan rumah sakit untuk mencapai budaya

pengelolaan dan penggunaan obat secara rasional

b. Mengkoordinir pembuatan pedoman diagnosis dan terapi, formularium rumah

sakit, pedoman penggunaan antibiotika dan lain-lain

c. Melaksanakan pendidikan dalam bidang pengelolaan dan penggunaan obat

terhadap pihak-pihak yang terkait

d. Melaksanakan pengkajian pengelolaan dan penggunaan obat dan memberikan

umpan balik atas hasil pengkajian tersebut

2.1.6.4 Peran Apoteker dalam Panitia Farmasi dan Terapi

Peran apoteker dalam panitia ini sangat strategis dan penting karena semua

kebijakan dan peraturan dalam mengelola dan menggunakan obat di seluruh unit

di rumah sakit ditentukan dalam panitia ini. Agar dapat mengemban tugasnya

secara baik dan benar, para apoteker harus secara mendasar dan mendalam

dibekali dengan ilmu-ilmu farmakologi, farmakologi klinik, farmakoepidemologi,

dan farmakoekonomi disamping ilmu-ilmu lain yang sangat dibutuhkan untuk

memperlancar hubungan profesionalnya dengan para petugas kesehatan lain di

rumah sakit.

2.1.6.5 Tugas Apoteker dalam Panitia Farmasi dan Terapi

a. Menjadi salah seorang anggota panitia (Wakil Ketua/Sekretaris)

b. Menetapkan jadwal pertemuan

c. Mengajukan acara yang akan dibahas dalam pertemuan

d. Menyiapkan dan memberikan semua informasi yang dibutuhkan untuk

pembahasan dalam pertemuan

e. Mencatat semua hasil keputusan dalam pertemuan dan melaporkan pada

pimpinan rumah sakit

f. Menyebarluaskan keputusan yang sudah disetujui oleh pimpinan kepada

seluruh pihak yang terkait

g. Melaksanakan keputusan-keputusan yang sudah disepakati dalam pertemuan

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 135: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

11

Universitas Indonesia

h. Menunjang pembuatan pedoman diagnosis dan terapi, pedoman penggunaan

antibiotika dan pedoman penggunaan obat dalam kelas terapi lain

i. Membuat formularium rumah sakit berdasarkan hasil kesepakatan Panitia

Farmasi dan Terapi

j. Melaksanakan pendidikan dan pelatihan

k. Melaksanakan pengkajian dan penggunaan obat

l. Melaksanakan umpan balik hasil pengkajian pengelolaan dan penggunaan

obat pada pihak terkait

2.2 Instalasi Farmasi Rumah Sakit (Siregar, 2004)

2.2.1 Definisi Instalasi Farmasi Rumah Sakit

Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) adalah bagian/unit/divisi atau

fasilitas di rumah sakit, tempat penyelenggaraan semua kegiatan pekerjaan

kefarmasian yang ditujukan untuk keperluan rumah sakit itu sendiri. Pekerjaan

kefarmasian adalah pembuatan, termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi,

pengamanan pengadaan, penyimpanan dan distribusi obat, pengelolaan obat,

pelayanan atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat,

bahan obat, dan obat tradisional.

Jadi, instalasi farmasi rumah sakit dapat didefinisikan sebagai suatu

departemen atau unit atau bagian di suatu rumah sakit di bawah pimpinan seorang

apoteker atau dibantu oleh beberapa orang apoteker yang memenuhi persyaratan

peraturan perundang-undangan yang berlaku dan kompeten secara professional,

tempat atau fasilitas penyelenggaraan yang bertanggung jawab atas seluruh

pekerjaan serta pelayanan kefarmasian, yang terdiri atas :

a. Pelayanan paripurna, mencakup perencanaan, pengadaan, produksi,

penyimpanan, perbekalan kesehatan/sediaan farmasi, dispensing obat

berdasarkan resep bagi penderita rawat tinggal dan rawat jalan, pengendalian

mutu, dan pengendalian distribusi dan penggunaan seluruh perbekalan

kesehatan di rumah sakit

b. Pelayanan farmasi klinik umum dan spesialis, mencakup pelayanan langsung

pada penderita

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 136: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

12

Universitas Indonesia

2.2.2 Visi dan Misi

Visi IFRS merupakan suatu pernyataan tentang keadaan atau status suatu

IFRS yang diinginkan oleh pimpinan IFRS pada suatu titik waktu tertentu yang

akan datang. Visi rumah sakit dan visi IFRS adalah dasar bagi semua aspek dari

rencana strategis IFRS. Jadi, visi merupakan suatu impian apoteker rumah sakit

tentang suatu IFRS yag dikehendaki menjadi kenyataan pada waktu tertentu.

Sedangkan misi adalah pengembangan suatu peta yang akan diikuti IFRS untuk

mencapai visi itu.

2.2.3 Tujuan Instalasi Farmasi Rumah Sakit

Tujuan kegiatan IFRS antara lain :

a. Memberi manfaat kepada penderita, rumah sakit, sejawat profesi kesehatan,

dan kepada profesi farmasi oleh apoteker rumah sakit yang kompeten dan

memenuhi syarat

b. Membantu dan menyediakan perbekalan yang memadai oleh apoteker rumah

sakit yang memenuhi syarat

c. Menjamin praktik profesional yang bermutu tinggi melalui penetapan dan

pemeliharaan standar etika professional, pendidikan dan pencapaian, melalui

peningkatan kesejahteraan ekonomi

d. Meningkatkan penelitian dalam praktik farmasi rumah sakit dan dalam

farmasetik pada umumnya

e. Menyebarkan pengetahuan farmasi dengan mengadakan pertukaran informasi

antara para apoteker rumah sakit, anggota profesi, dan spesialis

f. Memperluas dan memperkuat kemampuan apoteker rumah sakit untuk :

1. Secara efektif mengelola suatu pelayanan farmasi yang terorganisasi

2. Mengembangkan dan memberikan pelayanan klinik

3. Melakukan dan berpartisipasi dalam penelitian klinik dan farmasi dan

dalam program edukasi untuk praktisi kesehatan, penderita, mahasiswa,

dan masyarakat

g. Meningkatkan pengetahuan dan pengertian praktik farmasi rumah sakit

kontemporer bagi masyarakat, pemerintah, industri farmasi, dan professional

kesehatan lainnya

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 137: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

13

Universitas Indonesia

h. Membantu menyediakan personel pendukung yang bermutu untuk IFRS

i. Membantu dalam pengembangan dan kemajuan profesi kefarmasian

2.2.4 Tugas dan Tanggung jawab IFRS

Tugas utama IFRS adalah pengelolaan mulai dari perencanaan, pengadaan,

penyimpanan, penyiapan, peracikan, pelayaan langsung kepada penderita, sampai

dengan pengendalian semua perbekalan kesehatan yang beredar dan digunakan

dalam rumah sakit baik untuk penderita rawat tinggal, rawat jalan, maupun untuk

seemua unit termasuk poliklinik rumah sakit. IFRS bertanggung jawab

mengembangkan suatu pelayanan yang luas dan terkoordinasi dengan baik dan

tepat untuk memenuhi kebutuhan berbagai bagian/unit diagnosis dan terapi, unit

pelayanan keperawatan, staf medik, dan rumah sakit keseluruhan untuk

kepentingan pelayanan penderita yang lebih baik.

2.2.5 Lingkup Fungsi IFRS

IFRS mempunyai fungsi nonklinik dan fungsi klinik. Fungsi nonklinik

biasanya tidak memerlukan interaksi dengan profesional kesehatan lain, sekalipun

semua pelayanan farmasi harus disetujui oleh staf medik melalui panitia farmasi

dan terapi (PFT). Lingkup farmasi nonklinik adalah perencanaan, penetapan

spesifikasi produk dan pemasok, pengadaan, pembelian, produksi, penyimpanan,

pengemasan dan pengemasan kembali, distribusi, dan pengendalian semua

perbekalan kesehatan yang beredar dan digunakan di rumah sakit secara

keseluruhan. Distribusi obat menjadi fungsi farmasi klinik bila dalam sistem

distribusi rumah sakit apoteker berinteraksi dengan dokter, perawat, dan

penderita.

Fungsi Klinik adalah fungsi yang secara langsung dilakukan sebagai

bagian terpadu dari perawatan penderita atau memerlukan interaksi dengan

profesional kesehatan lain yang secara langsung terlibat dalam pelayanan

penderita. Lingkup fungsi farmasi klinik mencakup fungsi farmasi yang dilakukan

dalam program rumah sakit, yaitu pemantauan terapi obat (PTO); evaluasi

penggunaan obat (EPO); penanganan bahan sitostatik; pelayanan di unit

perawatan kritis; pemeliharaan formularium; penelitian; pengendalian infeksi di

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 138: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

14

Universitas Indonesia

rumah sakit; sentra informasi obat; pemantauan dan pelaporan reaksi obat

merugikan (ROM); sistem formularium; panitia farmasi dan terapi; sistem

pemantauan kesalahan obat; buletin terapi obat; program edukasi bagi apoteker,

dokter, dan perawat; investigasi obat; dan unit gawat darurat.

2.2.6 Sistem Distribusi Obat dan Alat Kesehatan oleh Instalasi Farmasi Rumah

Sakit

Pendistribusian merupakan kegiatan mendistribusikan perbekalan farmasi

di rumah sakit untuk pelayanan individu dalam proses terapi bagi pasien rawat

inap dan rawat jalan serta untuk menunjang pelayanan medis. Sistem distribusi

dirancang atas dasar kemudahan untuk dijangkau oleh pasien dengan

mempertimbangkan :

a. Efisiensi dan efektifitas sumber daya yang ada

b. Metode sentralisasi atau desentralisasi

c. Sistem floor stock, resep individu, dispensing dosis unit atau kombinasi

Sistem distribusi obat berdasarkan jenis pasien dapat dibedakan menjadi

distribusi untuk pasien rawat jalan (out patient) dan distribusi untuk pasien rawat

inap (in patient). Berdasarkan ada atau tidaknya satelit farmasi, sistem distribusi

obat dibagi menjadi dua sistem, yaitu sistem pelayanan terpusat (sentralisasi) dan

sistem pelayanan terbagi (desentralisasi)

2.2.6.1 Distribusi Berdasarkan Ada/Tidaknya Satelit Farmasi

a. Sistem Pelayanan Terpusat (Sentralisasi)

Sistem pelayanan terpusat adalah sistem pendistribusian perbekalan

farmasi yang dipusatkan pada salah satu tempat, yaitu instalasi farmasi. Pada

sistem sentralisasi, seluruh kebutuhan perbekalan farmasi setiap unit pemakaian,

baik untuk kebutuhan individu maupun kebutuhan barang dasar ruangan

disediakan langsung dari pusat pelayanan farmasi tersebut.

b. Sistem Pelayanan Terbagi (Desentralisasi)

Sistem pelayanan terbagi adalah sistem pendistribusian perbekalan farmasi

yang mempunyai cabang di dekat unit perawatan atau pelayanan. Cabang ini

dikenal dengan istilah depo atau satelit farmasi. Pada sistem desentralisasi,

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 139: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

15

Universitas Indonesia

penyimpanan dan pendistribusian perbekalan farmasi ruangan tidak dilayani oleh

pusat pelayanan farmasi. Instalasi farmasi dalam hal ini bertanggung jawab

terhadap efektivitas dan keamanan perbekalan farmasi yang ada di depo farmasi.

2.2.6.2 Distribusi Berdasarkan Jenis Pasien

a. Pendistribusian Perbekalan Farmasi untuk Pasien Rawat Jalan

Merupakan kegiatan pendistribusian perbekalan farmasi untuk memenuhi

kebutuhan pasien rawat jalan di rumah sakit yang diselenggarakan secara

sentralisasi dan atau desentralisasi dengan sistem resep perorangan oleh apotik

rumah sakit.

b. Pendistribusian Perbekalan Farmasi untuk Pasien Rawat Inap

Merupakan kegiatan pendistribusian perbekalan farmasi untuk memenuhi

kebutuhan pasien rawat inap di rumah sakit yang diselenggarakan secara

sentralisasi dan atau desentralisasi dengan sistem persediaan lengkap di ruangan,

sistem resep perorangan, sistem unit dosis dan sistem kombinasi oleh satelit

farmasi.

1) Sistem Distribusi Obat Resep Individual Sentralisasi

Resep individual adalah order/resep yang ditulis dokter untuk tiap

penderita, sedangkan sentralisasi adalah semua order/resep tersebut yang

disiapkan dan didistribusikan dari IFRS sentral. Sistem distribusi obat resep

individual sentralisasi adalah tatanan kegiatan penghantaran sediaan obat oleh

IFRS sentral sesuai dengan yang ditulis pada order/resep atas nama pasien tertentu

melalui perawat ke ruang penderita tersebut.

Dalam sistem ini, semua obat yang diperlukan untuk pengobatan di-

dispensing dari IFRS. Resep asli dikirim oleh perawat ke IFRS, kemudian order /

resep itu diproses sesuai kaidah “cara dispensing yang baik” dan obat disiapkan

untuk didistribusikan kepada penderita tertentu.

Keuntungan sistem distribusi obat resep individual, yaitu:

a. Semua resep/ order dikaji langsung oleh apoteker, yang juga dapat memberi

keterangan atau informasi kepada perawat berkaitan dengan obat penderita.

b. Memberi kesempatan interaksi profesional antara apoteker-tenaga kesehatan-

penderita.

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 140: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

16

Universitas Indonesia

c. Memungkinkan pengendalian yang lebih dekat atas perbekalan.

d. Mempermudah penagihan biaya obat penderita.

Keterbatasan sistem distribusi obat resep individual, yaitu:

a. Kemungkinan keterlambatan sediaan obat sampai pada penderita.

b. Jumlah kebutuhan personel di IFRS meningkat.

c. Memerlukan jumlah perawat dan waktu yang lebih banyak untuk penyiapan

obat di ruang pada waktu konsumsi obat.

d. Terjadinya kesalahan obat karena kurang pemeriksaan pada waktu penyiapan

konsumsi.

2) Sistem Distribusi Obat Persediaan Lengkap di Ruang

Dalam sistem distribusi obat persediaan lengkap di ruang, semua obat

yang dibutuhkan penderita tersedia dalam ruang penyimpanan obat di ruang

tersebut, kecuali obat yang jarang digunakan atau obat yang sangat mahal.

Persediaan obat di ruang di pasok oleh IFRS. Biasanya, sekali seminggu personel

IFRS memeriksa persediaan obat di ruang, lalu menambah obat yang

persediaannnya sudah sampai tanda batas pengisian kembali. Obat yang di-

dispensing di bawah sistem ini terdiri atas obat penggunaan umum yang biayanya

dibebankan pada biaya paket perawatan menyeluruh dan order obat yang harus

dibayar sebagai biaya obat. Obat penggunaan umum ini terdiri atas obat yang

tertera dalam daftar yang telah ditetapkan ole PFT dan IFRS yang tersedia di unit

perawat, misalnya kapas pembersih luka, larutan antiseptik, dan obat tidur.

Biasanya obat ini dibayar sebagai bagian dari biaya pelayanan perawatan. Obat

yang harus dibayar tersedia pada tiap unit perawat dan penderita yang

menggunakannya akan membayarnya sebagai biaya obat.

Definisi dari sistem distribusi obat persediaan lengkap di ruang adalah

tatanan kegiatan penghantaran sediaan obat sesuai dengan yang ditulis dokter

pada order obat, yang disiapkan dari persediaan di ruang oleh perawat dan dengan

mengambil dosis/unit obat dari wadah persediaan dan langsung diberikan kepada

penderita di ruang itu.

Keuntungan sistem distribusi obat persediaan lengkap di ruang, yaitu:

a. Obat yang diperlukan segera tersedia bagi penderita

b. Peniadaan pengembalian obat yang tidak terpakai ke IFRS

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 141: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

17

Universitas Indonesia

c. Pengurangan penyalinan kembali order obat

d. Pengurangan jumlah personel IFRS yang diperlukan

Keterbatasan sistem distribusi obat persediaan lengkap di ruang, yaitu:

a. Kesalahan obat sangat meningkat karena order obat tidak dikaji oleh apoteker.

Di samping itu, penyiapan obat dan konsumsi obat dilakukan oleh perawat

sendiri, tidak ada pemeriksaan ganda.

b. Persediaan obat di unit meningkat, dengan fasilitas ruangan yang sangat

terbatas. Pengendalian persediaan dan mutu kurang diperhatikan oleh perawat.

Akibatnya, penyimpanan tidak teratur, mutu obat cepat merosot, dan tanggal

kadaluwarsa kurang diperhatikan.

c. Pencurian obat meningkat

d. Meningkatnya bahaya karena kerusakan obat

e. Penambahan modal investasi, untuk menyediakan fasilitas penyimpanan obat

yang sesuai di setiap daerah perawatan penderita

f. Diperlukan waktu tambahan bagi perawat untuk menangani obat

g. Meningkatnya kerugian karena kerusakan obat

Keterbatasan/kelemahan sistem distribusi obat persediaan lengkap di ruang

sangat banyak. Oleh karena itu, sistem ini hendaknya tidak digunakan lagi. Dalam

sistem ini, tanggung jawab besar dibebankan pada perawat, yaitu menginterpretasi

order dan menyiapkan obat, yang sebetulnya adalah tanggungjawab apoteker.

Dewasa ini telah diperkenalkan sistem distribusi obat desentralisasi yang

melaksanakan sistem persediaan lengkap di ruang, tetapi di bawah pimpinan

seorang apoteker. Jika sistem desentralisasi ini dilakukan, banyak kekurangan dari

sistem distribusi obat persediaan lengkap di ruang akan dapat diatasi.

3) Sistem Distribusi Obat Kombinasi Resep Individual dan Persediaan di

Ruang

Rumah sakit yang menerapkan sistem ini, selain menerapkan sistem

distribusi resep/order individual sentralisasi, juga menerapkan distribusi

persediaan di ruangan yang terbatas. Jenis dan jumlah obat yang tersedia di

ruangan (daerah penderita) ditetapkan oleh PFT dengan masukan dari IFRS dan

dari pelayanan keperawatan. Sistem kombinasi biasanya diadakan untuk

mengurangi beban kerja IFRS. Obat yang disediakan di ruangan adalah obat yang

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 142: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

18

Universitas Indonesia

diperlukan oleh banyak penderita, setiap hari diperlukan, dan biasanya adalah obat

yang harganya relatif murah, mencakup obat resep atau obat bebas.

Sistem distribusi obat kombinasi ini memiliki beberapa keuntungan, yaitu:

a. Semua resep / order individual dikaji langsung oleh apoteker

b. Adanya kesempatan berinteraksi profesional antara apoteker-tenaga

kesehatan-penderita

c. Obat yang diperlukan dapat segera tersedia bagi penderita (obat persediaan di

ruang)

d. Beban IFRS dapat berkurang

Sistem distribusi obat ini memiliki beberapa keterbatasan, yaitu:

a. Kemungkinan keterlambatan obat sampai kepada penderita (obat resep

individual)

b. Kesalahan obat dapat terjadi (obat dari persediaan di ruang)

4) Sistem Distribusi Obat Dosis Unit

Istilah “dosis unit” sebagaimana digunakan rumah sakit, berhubungan

dengan jenis kemasan dan juga sistem untuk mendistribusikan kemasan itu. Obat

dosis unit adalah obat yang diorder oleh dokter untuk penderita, terdiri atas satu

atau beberapa jenis obat yang masing-masing dalam kemasan dosis unit tunggal

dalam jumlah persediaan yang cukup untuk suatu waktu tertentu.

Sistem distribusi obat dosis unit adalah metode dispensing dan

pengendalian obat yang dikoordinasi IFRS dalam rumah sakit. Kegunaan utama

dari sistem ini, yaitu mengurangi kesalahan obat dan mengurangi keterlibatan

perawat dalam penyiapan obat. Sistem distribusi obat dosis unit dioperasikan

dengan salah satu dari tiga metode dibawah ini, yang pilihannya tergantung pada

kebijakan dan kondisi suatu rumah sakit.

a. Sistem Distribusi Obat Dosis Unit Sentralisasi

Distribusi dilakukan oleh IFRS sentral ke semua daerah perawatan penderita

rawat tinggal di rumah sakit secara keseluruhan

b. Sistem Distribusi Obat Dosis Unit Desentralisasi

Dilakukan oleh beberapa cabang IFRS di rumah sakit yang secara keseluruhan

dikelola oleh apoteker yang sama dengan pengelolaan dan pengendalian oleh

IFRS sentral.

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 143: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

19

Universitas Indonesia

c. Sistem Distribusi Obat Dosis Unit Kombinasi Sentralisasi Dan Desentralisasi

Biasanya hanya dosis mula dan dosis keadaan darurat dilayani cabang IFRS.

Dosis selanjutnya dilayani oleh IFRS sentral. Semua pekerjaan tersentralisasi

lain, seperti pengemasan dan pencampuran sediaan intravena juga dimulai dari

IRFS sentral.

Beberapa keuntungan sistem distribusi obat dosis unit yang lebih rinci

sebagai berikut.

a. Penderita menerima pelayanan IFRS 24 jam sehari dan penderita hanya

membayar obat yang dikonsumsinya saja.

b. Semua dosis yang diperlukan pada unit perawat telah disiapkan IFRS. Jadi,

perawat mempunyai waktu lebih banyak untuk perawatan langsung penderita.

c. Adanya sistem pemeriksaan ganda dengan menginterpretasi resep atau order

dokter dan membuat profil pengobatan penderita (P-3) oleh apoteker, dan

perawat memeriksa obat yang disiapkan IFRS sebelum dikonsumsikan. Jadi

sistem ini mengurangi kesalahan obat.

d. Peniadaan duplikasi order obat yang berlebihan dan pengurangan pekerjaan

menulis di unit perawat dan IFRS.

e. Pengurangan biaya kerugian obat yang tidak terbayar oleh penderita.

f. Penyiapan sediaan intravena dan rekontitusi obat oleh IFRS.

g. Mengurangi kehilangan pendapatan.

h. Menghemat ruangan di unit perawat dengan meniadakan persediaan ruah obat-

obatan.

i. Meniadakan pencurian dan pemborosan obat.

j. Memperluas cakupan dan pengendalian IFRS di rumah sakit secara

keseluruhan sejak dokter menulis resep atau order sampai penderita menerima

dosis unit.

k. Kemasan dosis unit secara tersendiri-sendiri diberi etiket dengan nama obat,

kekuatan, nomor kendali dan kemasan tetap utuh sampai obat dikonsumsikan

oleh penderita. Hal ini mengurangi kesempatan salah obat, juga membantu

penelusuran kembali kemasan apabila terjadi penarikan obat.

l. Sistem komunikasi pengorderan dan penghantaran obat bertambah baik.

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 144: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

20

Universitas Indonesia

m. Apoteker dapat datang ke unit perawat atau ruang penderita, untuk melakukan

konsultasi obat, membantu memberikan masukan pada tim, sebagai upaya

yang diperlukan untuk perawatan penderita yang lebih baik.

n. Pengurangan biaya total kegiatan yang berkaitan obat.

o. Peningkatan pengendalian obat dan pemantauan penggunaan obat

menyeluruh.

p. Pengendalian yang lebih besar oleh apoteker atas pola beban kerja IFRS dan

penjadwalan staf.

q. Penyesuaian yang lebih besar untuk prosedur komputerisasi dan otomatisasi.

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 145: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

21

Universitas Indonesia

BAB 3

TINJAUAN UMUM RS PMI BOGOR

3.1 Sejarah RS PMI Bogor

Rumah Sakit Palang Merah Indonesia (RS PMI) Bogor didirikan pada

tahun 1931 atas prakarsa kelompok sosial orang-orang Belanda. Pada tahun 1938

pengelolaannya dilakukan oleh NERKAI (Nederlansch Rode Kruis Afdeling Van

Indonesie). Pada tahun 1942-1945 pengelolaannya dilakukan oleh penguasa

Jepang, namun setelah Jepang kalah perang dan meninggalkan Indonesia pada

tahun 1945, pengelolannya dilakukan kembali oleh NERKAI (RS PMI Bogor,

2011a). Tahun 1948 pengelolaan rumah sakit dihibahkan kepada pengurus Palang

Merah Indonesia Cabang Bogor dan diberi nama Rumah Sakit Kedung Halang

yang dipimpin oleh Respondek.

Pada tahun 1951, kepengurusan diserahkan kepada Markas Besar Palang

Merah Indonesia dan kemudian ditunjuk sebagai rumah sakit umum, kemudian

berganti nama menjadi Rumah Sakit Umum Palang Merah Indonesia (RSU PMI)

Bogor. Dalam hal pengelolaannya, tahun 1964 dibentuk suatu Yayasan Rumah

Sakit Umum PMI Bogor yang diketuai oleh Ibu Hartini Soekarno dan berinduk

pada markas besar Palang Merah Indonesia. Kemudian pada tahun 1965 RS PMI

Bogor bekerja sama dengan RS Cipto Mangunkusumo (RSCM) dengan cara

memperbantukan tenaga medis dan paramedis RSCM di RS PMI Bogor. Tahun

1966, Yayasan Rumah Sakit PMI Bogor dibubarkan dengan sebelumnya telah

merestorasi bangunan RSU PMI Bogor (RS PMI Bogor, 2011a).

Pada tahun 1991 RS PMI Bogor dinyatakan sebagai RS Swasta tipe B. RS

PMI Bogor sudah memiliki ijin tetap menyelenggarakan rumah sakit pada tahun

1992. Pada tanggal 14 September1994 dilakukan pemugaran RS PMI Bogor

dengan ditandai acara peletakan batu pertama oleh Ibu Tien Soeharto. Untuk

meningkatkan pelayanan pada masyarakat, maka pada tanggal 15 Maret 1999

dibuka ruang perawatan paviliun melati lantai III, Instalasi Bedah Sentral di lantai

II, serta pusat diagnostik di lantai I gedung paviliun melati. Penambahan ruang

perawatan kelas I & II mawar di gedung sayap kanan depan menghadap Kebun

Raya Bogor pada tanggal 1 Juni 1999, Paviliun Anggrek kelas I & II di eks kamar

bedah pada tahun 2000. RS PMI Bogor memiliki tenaga medis dokter spesialis

21

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 146: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

22

Universitas Indonesia

yang lengkap dan berpengalaman yang ditunjang dengan peralatan diagnostik

yang modern dan lengkap. Renovasi gedung unit gawat darurat (emergency) di

lakukan bulan agustus 2002 dan tanggal 14 Juli 2002 dimulai renovasi eks ruang

perawatan Paviliun Mawar menjadi Poliklinik Afiat yang beroperasi pada bulan

Januari 2003 serta pemindahan ruang perawatan Paviliun Melati (VIP) ke lantai

IV dan Pavilium Mawar ke lantai III Gedung Melati. RS PMI Bogor memperluas

pembangunannya, yaitu dengan diresmikannya Gedung Gardenia pada tanggal 21

Februari 2012 oleh H.M. Jusuf Kalla. Pembangunan ini bertujuan untuk

meningkatkan fasilitas serta pelayanan untuk masyarakat.

3.2 Visi dan Misi RS PMI Bogor

3.2.1 Visi

RS PMI Bogor memiliki visi yaitu menjadi rumah sakit yang memberikan

pelayanan terbaik dengan unggulan di bidang traumatik dan kegawatdaruratan.

(RS PMI Bogor, 2011a)

3.2.2 Misi

RS PMI Bogor memiliki misi, yaitu (RS PMI Bogor, 2011a) :

1. Memberikan pelayanan terbaik dengan selalu berupaya meningkatkan sumber

daya manusia.

2. Mengembangkan layanan unggulan dibidang traumatik dan kegawatdaruratan

3. Melakukan upaya menjadi rumah sakit rujukan di wilayah Bogor dengan

berlandaskan prinsip-prinsip kepalang merahan yang dikelola secara

sosioekonomi

3.3 Klasifikasi RS PMI Bogor

RS PMI Bogor berdasarkan jumlah tempat tidurnya diklasifikasikan

sebagai rumah sakit kelas B dengan total kapasitas rawat inap sebanyak 250

tempat tidur. Berdasarkan kepemilikannya diklasifikasikan sebagai rumah sakit

swasta utama dan merupakan rumah sakit rujukan pelayanan medis di wilayah

Bogor dan sekitarnya (RS PMI Bogor, 2011a).

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 147: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

23

Universitas Indonesia

3.4 Struktur Organisasi RS PMI Bogor

RS PMI Bogor berada dalam naungan Yayasan Palang Merah Indonesia

yang dipimpin oleh Ketua Umum Pengurus Pusat PMI dan diawasi oleh Badan

Pengawas. Dalam menjalankan fungsi pelayanan, RS PMI Bogor dipimpin oleh

seorang dokter dengan jabatan sebagai direktur dibantu oleh 3 wakil direktur,

yaitu (RS PMI Bogor, 2011a) :

a. Wakil direktur bidang pelayanan medik dan keperawatan, membawahi

instalasi-instalasi, kepala bidang keperawatan, dan kepala bidang rekam medik

b. Wakil direktur sarana dan prasarana, membawahi kepala bidang sekretariat,

kepala bidang Sumber Daya Manusia (SDM), kepala bidang Pemeliharaan

dan Perawatan Rumah Sakit dan kepala bidang logistik

c. Wakil direktur bidang keuangan, membawahi kepala bidang anggaran RS,

kepala bidang akutansi dan perpajakan

3.5 Fasilitas Pelayanan Kesehatan di RS PMI Bogor

Fasilitas pelayanan kesehatan di RS PMI Bogor adalah (RS PMI Bogor, 2011a) :

1. Ruang Perawatan

a. Ruang Perawatan Dewasa

1) Kelas VVIP (Paviliun Prof. Dr. Sujudi) terdiri dari ruang Platinum (3

tempat tidur), ruang Gold (4 tempat tidur), dan ruang Silver (8 tempat

tidur)

2) Kelas VIP (Paviliun Melati) memiliki kapasitas 17 tempat tidur

3) Kelas I (Paviliun Mawar) memiliki kapasitas 22 tempat tidur

4) Kelas I Seruni memiliki kapasitas 6 tempat tidur, Seruni II memiliki 6

tempat tidur, Seruni III memiliki 24 tempat tidur (12 tempat tidur untuk

pasien bedah, 12 tempat tidur untuk pasien Obgin)

5) Kelas I dan II (Paviliun anggrek) memiliki 11 kapasitas tempat tidur untuk

kelas I dan 16 tempat tidur untuk kelas II

6) Kelas II terdiri dari ruang Cempaka untuk penyakit dalam pria (8 tempat

tidur), ruang Soka untuk penyakit dalam wanita (12 tempat tidur), ruang

Dahlia untuk bedah wanita dan anak (13 tempat tidur)

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 148: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

24

Universitas Indonesia

7) Kelas III (bangsal) terdiri dari ruang Cempaka (16 tempat tidur), ruang

Soka (14 tempat tidur), ruang Dahlia (9 tempat tidur)

8) Kelas II plus Aster terdiri dari 6 tempat tidur

b. Ruang perawatan anak, terdiri dari :

1) Kelas II dan III (Paviliun Aster) memiliki kapasitas 24 tempat tidur

2) Ruang Pengawasan

c. Ruang perawatan intensif yang terdiri dari :

1) ICU dan ICCU (Paviliun Gardenia) memiliki kapasitas 8 tempat tidur

untuk ICU dan 3 tempat tidur untuk ICCU.

2) NICU (Ruang Alamanda) memiliki kapasitas 4 tempat tidur untuk level I

dan 16 tempat tidur untuk level II.

2. Ruang Tindakan

a. IGD

b. Ruang Bersalin

c. Instalasi Bedah Sentral

3. Fasilitas Rawat Jalan

a. Poliklinik regular, melayani :

1) Bedah (umum, saraf, urologi, orthopedi, mulut)

2) Penyakit dalam

3) Mata

4) Paru

5) THT

6) Kulit dan kelamin

7) Psikiatri

8) Saraf

9) Anak, imunisasi, Klinik ASI

10) Jantung dan pembuluh darah

11) Rehabilitasi medik dan fisioterapi

12) Umum

13) Gigi dan Mulut

14) Konsultasi gizi

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 149: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

25

Universitas Indonesia

b. Poliklinik Afiat, melayani :

1) Bedah (Anak, plastik, umum, tumor, saraf, urologi, othopedi, mulut)

2) Umum

3) Anak

4) Penyakit dalam

5) Mata

6) Paru

7) Saraf

8) THT

9) Kulit dan kelamin

10) Anak, imunisasi, klinik ASI

11) Rehabilitasi medik dan fisioterapi

12) Gigi dan mulut

13) Ginjal

14) Jantung dan pembuluh darah

15) Psikiatri

16) Psikologi

17) Laboratorium

18) Treadmill

19) USG

20) Ekokardiografi

21) Radiologi

22) Panoramic, Sephalometri

23) Fisioterapi

24) Farmasi

25) Optik

26) Alat Bantu dengar

c. Medical check up

1) Paket pemeriksaan RS PMI

2) MCU Basic

3) MCU Intermediate

4) MCU Advance

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 150: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

26

Universitas Indonesia

5) MCU Eksklusif

6) Paket pemeriksaan pribadi

7) Paket pemeriksaan perusahaan/asuransi

4. Penunjang Medik

a. Radiologi (X-ray, Helical CT Scan, Dental Panoramic)

b. Elektromedik (USG, Treadmill, EKG, Spirometri, Audiometri, Ophtometri,

Uroflowmetri)

c. Laboratorium (Patologi klinik, Patologi anatomi, Mikrobiologi)

d. Farmasi

1) Depo Farmasi Reguler I (24 jam), melayani Dosis Unit, Rawat Jalan dan

Rawat Inap bagi pasien dengan klaim pembayaran umum, Jamkesmas,

Jamsostek, asuransi lain, dan jaminan perusahaan.

2) Depo Farmasi Reguler II melayani pasien rawat jalan dengan klaim

pembayaran tunai dan kredit perusahaan

3) Depo Farmasi Klinik Afiat melayani pasien rawat jalan dengan klaim

pembayaran umum, asuransi, dan perusahaan

4) Depo Farmasi Dosis Unit melayani resep dosis unit pasien rawat inap

paviliun VVIP, ruang rawat Melati, Mawar, anggrek, dan Seruni kelas I.

e. Hemodialisa

f. Bank darah (24 jam)

g. Rehab medik

1) Fisioterapi

2) Speech theraphy

3) Lumbal Traksi, Cervical Traksi, Infra Red, Faradiasi, Ultra Sound,

Nebulizer, SWD, MWD

4) Latihan gerak (pasive exercise, active exercise, breathing exercise,

ambulasi), Parafin bath

5) Massage (wolker, kruk, tongkat, Transculaneus Electrical Nerve

Stimulation/TENS

6) Ambulans

5. Fasilitas lain, yaitu kedokteran forensik

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 151: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

27

Universitas Indonesia

3.6 Indikator Kinerja RS PMI Bogor

Indikator kerja yang digunakan RS PMI Bogor adalah BOR, ALOS, GDR,

NDR, BTO, dan TOI. Besaran nilai dari masing-masing indikator dapat dilihat

pada Tabel 3.1 (Bidang Perencanaan dan Rekam Medis RS PMI Bogor, 2012) :

Tabel 3.1 Persentase BOR, ALOS, GDR, NDR, BTO, dan TOI periode Januari-

Juli 2012

Bulan

(2012)

BOR

(%)

ALOS

(Hari)

GDR

(%)

NDR

(%)

BTO

(Kali)

TOI

(Hari)

Januari 76,23 3,73 2,53 1,32 6,76 1,09

Februari 75,75 3,96 2,30 0,83 6,36 1,11

Maret 74,06 4,10 3,18 1,50 6,45 1,25

April 74,36 4,03 3,64 1,75 6,18 1,24

Mei 71,40 4,28 2,23 0,92 6,08 1,46

Juni 70,19 4,00 3,33 1,36 5,91 1,51

Juli 66,84 3,84 3,56 1,88 6,18 1,66

3.7 CSSD (Centralized Sterile Supply Departement)

CSSD RS PMI Bogor adalah unit sterilisasi yang berada di bawah Instalasi

Bedah Setral dan berfungsi melaksanakan kegiatan sterilisasi alat-alat bedah yang

telah terpakai, linen, dan alat kesehatan lain yang memerlukan kondisi steril. Juga

termasuk penyimpanan, pemeliharaan, dan pendistribusian kembali alat-alat

tersebut ke unit yang membutuhkan, terutama untuk memenuhi kebutuhan

Instalasi Bedah Sentral, sedangkan alat-alat kesehatan yang ada di ruangan

lainnya dapat disterilkan di CSSD melalui permintaan khusus.

Waktu operasional CSSD RS PMI Bogor adalah 24 jam sehari, setiap hari

kerja. Tugas CSSD RS PMI Bogor adalah :

a. Menerima barang yang sudah dipakai dari ruang bedah, perawatan, poliklinik

seperti instrument, sarung tangan, dan alat kesehatan lain utuk dicuci, disusun

menjadi set-set tindakan, disterilisasi, dan didistribusikan ke unit yang

membutuhkan.

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 152: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

28

Universitas Indonesia

b. Menerima barang yang belum disterilkan dan barang-barang sekali pakai dari

luar untuk disimpan, disterilkan, dan didistribusikaan

c. Menerima linen bersih untuk disusun dalam set-set tindakan, disterilkan, dan

didistribusikan

d. Mempersiapkan bahan-bahan kebutuhan dan alat untuk pelayanan pasien,

seperti kain kasa, perban, dan lain-lain yang memerlukan kondisi steril

Ruangan CSSD RS PMI Bogor dibagi menjadi ruang dekontaminasi dan

pencucian, ruang packing, ruang sterilisasi, dan ruang penyimpanan. Proses

dekontaminasi menggunakan desinfektan glutaraldehid, dan proses pencucian alat

menggunakan deterjen.

Pada proses sterilisasi, jenis sterilisasi yang dilakukan adalah sterilisasi

panas basah (uap) menggunakan 2 buah autoklaf, yaitu tipe prevakum dan tipe

gravitasi. Sterilisasi menggunakan autoklaf tipe prevakum dan berlangsung 30

menit pada suhu 1340C, sedangkan untuk tipe gravitasi berlangsung selama 30

menit pada suhu 1210C. Indikator yang digunakan adalah indiator kimia, mekanik,

dan biologi.

Indikator kimia yang digunakan adalah indikator eksternal berupa kertas

indikator (autoclave tape) yang ditempelkan pada bahan yang akan disterilisasi.

Indikator mekanik berupa indikator yang terdapat dalam mesin autoklaf. Indikator

biologi digunakan untuk memeriksa kesterilan mesin, melalui pemeriksaan angka

total kuman setiap dilakukan perawatan alat. Bahan pembungkus (packing) yang

digunakan terdiri dari plastik dan kain. Waktu kadaluarsa alat kesehatan dan

bahan yang dibungkus dengan kain adalah dua hari, sedangkan yang dibungkus

dengan plastik adalah satu bulan.

3.8 Kesehatan Lingkungan ( RS PMI Bogor, 2010)

Pengelolaan kesehatan lingkungan dimaksudkan untuk menekan sekecil

mungkin dampak negatif yang dihasilkan rumah sakit. Pengelolaan lingkungan

RS PMI Bogor meliputi pengelolaan dan pemantauan lingkungan. Hal ini

dilaksanakan oleh Seksi Kesehatan Lingkungan di bawah bidang PPRS RS PMI

Bogor. Upaya pengelolaan lingkungan yang dilakukan meliputi upaya

pengelolaan kualitas udara (di dalam dan luar ruangan), pengelolaan pengendalian

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 153: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

29

Universitas Indonesia

kebisingan (berasal dari blower Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) dan

genset RS PMI Bogor), pengelolaan limbah (cair dan padat).

3.8.1 Limbah Rumah Sakit

Limbah rumah sakit adalah semua limbah yang dihasilkan dari kegiatan

rumah sakit dalam bentuk padat, cair, dan gas. Limbah padat rumah sakit adalah

semua limbah rumah sakit yang berbentuk padat sebagai akibat kegiatan rumah

sakit yang terdiri dari limbah medis padat dan non-medis. Limbah cair adalah

semua air buangan termasuk tinja yang berasal dari kegiatan rumah sakit yang

kemungkinan mengandung mikroorganisme, bahan kimia beracun dan radioaktif

yang berbahaya bagi kesehatan. Limbah gas adalah semua limbah yang berbentuk

gas yang berasal dari kegiatan pembakaran di rumah sakit seperti insinerator,

dapur, perlengkapan generator, anastesi, dan pembuatan obat sitotoksik

(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2004b).

Limbah medis padat adalah limbah padat yang terdiri dari limbah

infeksius, limbah patologi, limbah benda tajam, limbah farmasi, limbah sitotoksis,

limbah kimiawi, limbah radioaktif, limbah kontainer bertekanan, dan limbah

dengan kandungan logam berat yang tinggi (Departemen Kesehatan Republik

Indonesia, 2004b). Limbah padat non-medis adalah limbah padat yang dihasilkan

dari kegiatan di rumah sakit di luar medis yang berasal dari dapur, perkantoran,

taman, dan halaman yang dapat dimanfaatkan kembali apabila ada teknologinya

(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2004b).

Limbah yang dihasilkan oleh RS PMI Bogor berupa limbah padat dan

limbah cair. Limbah padat domestik RS PMI Bogor dikelola bersama dengan

Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kota Bogor, sedangkan limbah

padat medis dikelola oleh PT. Wastec.

Limbah padat domestik dan limbah padat medis dibedakan melalui warna

kantong plastiknya. Kantong plastik hitam digunakan untuk mengemas limbah

padat domestik, kantong plastik warna kuning digunakan untuk mengemas limbah

padat medis (infeksius), patologi dan anatomi. Kantong plastik ungu untuk limbah

sitostatik. Alur pengelolaan sampah non medis dapat dilihat pada lampiran 11

dan alur pengolahan sampah medis dapat dilihat pada lampiran 12.

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 154: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

30

Universitas Indonesia

Limbah cair RS PMI Bogor dikelola oleh IPAL (Instalasi Pengelolaan Air

Limbah) dan bekerja sama dengan PT. Sandifa Putra Yumada. Uji laboratorium

hasil olahan air limbah dilakukan setiap bulan oleh BPLHD. Pengelolaan limbah

cair di IPAL menggunakan metode Biological Extended Aerator Tank. Metode ini

adalah optimalisasi kinerja bakteri aerob utuk mengurangi materi organik dalam

air limbah, dengan menggunakan media pertumbuhan bakteri aerob mealui

bantuan transfer oksigen untuk memenuhi kebutuhan proses metabolisme

mikroorganisme tersebut.. Limbah cair yang berasal dari ruang dikelola secara

terpadu. Penanganan limbah cair ini meliputi proses fisik yang berfungsi

menyaring sampah (barscreen) dan lemak (grease trap) yang ikut mengalir

bersama air limbah, homogenasi debit dan kualitas air (kolam equalizing),

pengolahan limbah dalam kolam reaktor biologi yang berasal dari lumpur aktif

yang dicampur bakteri aerob, penyaring lumpur (settling tube), dan proses

disinfeksi. Bagan alir penanganan limbah dapat di lihat pada Lampiran 13.

Indikator biologis yang digunakan dalam penanganan limbah cair adalah

ikan nila yang ditempatkan pada kolam penanganan limbah akhir. Air bersih hasil

pengolahan limbah cair dialirkan ke Sungai Ciparigi. Kualitas air hasil pengolahan

juga diukur menggunakan parameter kimia tertentu untuk melihat keamanan hasil

limbah yang telah diolah dan memenuhi batas-batas kandungan zat tertentu yang

ditetapkan oleh pemerintah.

Penanganan infeksi nosokomial dilakukan setiap 6 bulan sekali dengan

melakukan pemeriksaan angka total kuman pada masing-masing ruangan melalui

biakan di cawan petri. Angka total kuman masing-masing ruangan tidak boleh

melebihi standar yang telah ditentukan oleh Keputusan Menteri Kesehatan Nomor

1204/MENKES/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah

Sakit.

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 155: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

31

Universitas Indonesia

BAB 4

TINJAUAN KHUSUS

INSTALASI FARMASI RS PMI BOGOR

4.1 Visi Misi, Falsafah dan Tujuan IFRS PMI Bogor (RS PMI Bogor,

2011b)

4.1.1 Visi

Menjadi Instalasi Farmasi Rumah Sakit yang memberikan pelayanan

terbaik dan profesional, serta mendukung penyediaan perbekalan farmasi di

bidang traumatik dan kegawatdaruratan.

4.1.2 Misi

a. Memberikan pelayanan terbaik dengan selalu berupaya meningkatkan sumber

daya manusia.

b. Mengembangkan pelayanan kefarmasian yang berorientasi kepada pelayanan

pasien.

c. Menyediakan obat yang bermutu dan terjangkau bagi semua lapisan

masyarakat.

4.1.3 Falsafah

Selalu melakukan pelayanan terbaik dalam pengelolaan perbekalan

farmasi dan pelayanan kefarmasian.

4.1.4 Tujuan

a. Melangsungkan pelayanan farmasi yang optimal baik dalam keadaan biasa

maupun dalam keadaan gawat darurat, sesuai dengan keadaan pasien maupun

fasilitas yang tersedia.

b. Menyelenggarakan kegiatan pelayanan profesional berdasarkan prosedur

kefarmasian dan etik profesi.

c. Melaksanakan KIE ( Komunikasi, Informasi dan Edukasi ) mengenai obat.

d. Menjalankan pengawasan obat berdasarkan aturan-aturan yang berlaku.

e. Melakukan dan memberi pelayanan bermutu melalui analisa, telaah dan

evaluasi pelayanan.

31

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 156: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

32

Universitas Indonesia

f. Mengadakan penelitian di bidang farmasi dan peningkatan metoda.

4.2 Tugas Pokok dan Fungsi IFRS PMI Bogor (RS PMI Bogor, 2011b)

4.2.1 Tugas Pokok

a. Melangsungkan pelayanan farmasi yang optimal.

b. Menyelenggarakan kegiatan pelayanan farmasi profesional berdasarkan

prosedur kefarmasian dan etik profesi.

c. Melaksanakan Komunikasi, Informasi dan Edukasi ( KIE ).

d. Memberikan pelayanan mutu melalui analisis dan evaluasi untuk

meningkatkan mutu pelayanan farmasi.

e. Melakukan pengawasan berdasarkan aturan-aturan yang berlaku.

f. Menyelenggarakan pendidikan dan pengembangan di bidang farmasi.

g. Mengadakan penelitian dan pengembangan di bidang farmasi.

h. Memfasilitasi dan mendorong tersusunnya standar pengobatan dan

formularium rumah sakit.

4.2.2 Fungsi

Fungsi pelayanan farmasi terdiri fungsi pengelolaan perbekalan farmasi

dan fungsi pelayanan kefarmasian dalam penggunaan obat dan alat kesehatan.

a. Pengelolaan Perbekalan farmasi

1. Memilih perbekalan farmasi sesuai kebutuhan pelayanan rumah sakit.

2. Merencanakan kebutuhan perbekalan farmasi secara optimal.

3. Mengadakan perbekalan farmasi yang berpedoman pada perencanaan yang

telah dibuat sesuai ketentuan yang berlaku.

4. Memproduksi perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan pelayanan

kesehatan di rumah sakit.

5. Menerima perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan ketentuan

yang berlaku.

6. Menyimpan perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan persyaratan

kefarmasian.

7. Mendistribusikan perbekalan farmasi ke unit-unit pelayanan di rumah

sakit.

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 157: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

33

Universitas Indonesia

b. Pelayanan Kefarmasian Dalam Penggunaan Obat dan Alat Kesehatan

1. Mengkaji instruksi pengobatan/resep pasien.

2. Mengidentifiksi masalah yang berkaitan dengan penggunaan obat dan alat

kesehatan.

3. Mencegah dan mengatasi masalah yang berkaitan dengan obat dan alat

kesehatan.

4. Memantau efektifitas dan keamanan penggunaan obat dan alat kesehatan.

5. Memberikan informasi kepada petugas kesehatan, pasien/keluarga.

6. Memberikan konseling kepada pasien/keluarga.

7. Melakukan pencatatan setiap kegiatan.

8. Melaporkan setiap kegiatan.

4.3 Sistem Pelayanan Farmasi RS PMI Bogor (RS PMI Bogor, 2011b)

Sistem pelayanan di Instalasi Farmasi RS PMI Bogor menggunakan sistem

pelayanan satu pintu, dimana Instalasi Farmasi memiliki kewenangan penuh

dalam pengelolaan perbekalan farmasi.

1. Instalasi Farmasi RS berkewajiban mengelola obat secara berdaya guna dan

berhasil guna.

2. Instalasi Farmasi RS bertanggungjawab terhadap obat yang beredar dengan

melaksanakan pengendalian pelayanan dan pemantauan penggunaan obat di

rumah sakit.

3. Pemberlakuan satu kebijakan dan satu Standar Operasional Prosedur (SOP)

bagi seluruh kegiatan pengelolaan perbekalan farmasi dan pelayanan

kefarmasian di seluruh unit rumah sakit.

4.4 Cakupan Pelayanan Instalasi Farmasi RS PMI Bogor (RS PMI Bogor,

2011b)

Cakupan pelayanan Instalasi Farmasi terdiri atas:

1. Pengelolaan Perbekalan Farmasi

a. Pemilihan perbekalan farmasi

Dilakukan berdasarkan Formularium RS yang dibuat oleh Sub Komite

Farmasi dan Terapi.

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 158: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

34

Universitas Indonesia

b. Perencanaan perbekalan farmasi

Dilakukan oleh Kepala Gudang Farmasi I dan Kepala Gudang Farmasi II.

Perencanaan meliputi rencana tahunan yang kemudian dijabarkan dalam

rencana triwulan, bulanan dan mingguan.

c. Pengadaan perbekalan farmasi

Dilakukan oleh Kepala Gudang Farmasi I dan Bidang Pengadaan Logistik

(Gudang Farmasi II).

d. Produksi perbekalan farmasi

Dilakukan di bawah tanggung jawab Kepala Depo Farmasi Reguler I.

e. Penerimaan perbekalan farmasi

Dilakukan oleh Kepala Gudang Farmasi I dan Kepala Gudang Farmasi II.

f. Penyimpanan perbekalan farmasi

Dilakukan oleh Kepala Gudang Farmasi I dan Kepala Gudang Farmasi II.

g. Pendistribusian perbekalan farmasi

Perbekalan kesehatan di Gudang Farmasi I didistribusikan ke Depo

Farmasi Reguler I, Depo Farmasi Afiat, Depo Farmasi Reguler 2 dan Depo

Farmasi Unit Dosis.

Perbekalan kesehatan Gudang Farmasi II didistribusikan ke ruang rawat

inap, poliklinik, Instalasi Bedah Sentral (IBS) dan Instalasi Gawat Darurat

(IGD).

2. Pelayanan Kefarmasian

a. Pengkajian Resep

Dilakukan oleh apoteker dan asisten apoteker di tiap depo farmasi.

b. Dispensing

Dilakukan oleh asisten apoteker dan juru racik di tiap depo farmasi.

c. Pemantauan dan pelaporan efek samping obat

Dilakukan oleh apoteker di tiap depo farmasi.

d. Pelayanan informasi obat

Dilakukan oleh apoteker di tiap depo farmasi.

e. Konseling

Dilakukan oleh apoteker di Depo Farmasi Reguler II.

f. Ronde/ visite pasien

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 159: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

35

Universitas Indonesia

Dilakukan oleh apoteker di Depo Farmasi Unit Dosis.

g. Pengkajian penggunaan obat

Dilakukan oleh apoteker di Depo Farmasi Unit Dosis.

4.5 Kebijakan di IFRS PMI Bogor (RS PMI Bogor, 2011b)

a. Kebijakan Umum

1. Instalasi Farmasi mengelola semua perbekalan farmasi yang ada di rumah

sakit meliputi perencanaan, pengadaan, penerimaan, produksi obat

sederhana, penyimpanan, distribusi, pengendalian, penghapusan,

administrasi dan pelaporan serta evaluasi.

2. Obat-obatan yang dipergunakan di RS PMI diusulkan oleh Komite

Farmasi dan Terapi dan ditetapkan oleh Direktur. Obat-obatan tersebut

tercantum dalam Buku Standar Obat dan disusun setiap 2 (dua) tahun.

Bila obat yang diminta tidak masuk di dalam standar obat, maka Instalasi

Farmasi berhak mengganti dengan obat yang sesuai, yang isi dan

kualitasnya sama dengan yang tercantum dalam buku standar dengan

sepengetahuan dokter yang menulis resep tersebut.

3. Instalasi Farmasi mengelola perbekalan farmasi untuk resep dan untuk

persediaan ruang rawat Inap, IGD, IBS dan Poliklinik.

4. Instalasi Farmasi mengelola perbekalan Farmasi untuk pasien rawat Inap,

rawat Jalan, karyawan dan perusahaan.

5. Instalasi farmasi terdiri dari 4 (empat) depo yaitu Depo Farmasi Reguler I,

Depo Farmasi Reguler II, Depo Farmasi Afiat dan Depo Dosis Unit.

6. Instalasi Farmasi melakukan Pelayanan Farmasi Klinik yang meliputi

konseling, MESO (Monitoring Efek Samping Obat), dan pemantauan

penggunaan obat.

7. Instalasi Farmasi melakukan pelayanan dosis unit untuk ruang-ruang

Paviliun Prof.Dr. Sujudi, Melati, Mawar, Anggrek, Seruni I, dan pasien

Rawat inap yang menggunakan Jamkesmas dan Jamkesda Kota serta

Askes, Askes Swasta, dan Jamkesda Kabupaten di luar DPHO (Daftar

Plafon Harga Obat) dan DOT (Daftar Obat Tambahan).

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 160: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

36

Universitas Indonesia

Sedangkan pasien umum di ruangan lainnya (Dahlia, Cempaka, dll)

dilayani dengan resep perorangan.

b. Kebijakan Khusus Perencanaan

Perencanaan perbekalan farmasi disusun berdasarkan formularium RS

dengan mempertimbangkan pola konsumsi dan epidemiologi.

c. Pengadaan

1. Pengadaan perbekalan farmasi harus dilakukan melalui distributor resmi.

2. Pengadaan untuk pelayanan resep dilakukan secara rutin seminggu 2 kali.

3. Pengadaan untuk stok persediaan ruangan rawat inap, IBS, IGD dan

Poliklinik dilakukan sebulan dua kali.

d. Penerimaan

Obat – obat dari PBF diterima oleh bagian Gudang Farmasi I dan Gudang

Farmasi II.

e. Penyimpanan

Penyimpanan dilakukan dengan sistem FIFO (First In First Out) dan

FEFO (First Expired First Out), dikelompokkan sesuai bentuk sediaan dan

disusun secara alfabetis.

f. Distribusi

1. Distribusi perbekalan farmasi ke pasien menggunakan sistem resep

perorangan dan dosis unit.

2. Distribusi perbekalan farmasi perawatan ke ruang rawat inap, IBS, IGD

dan poliklinik menggunakan sistem persediaan ruangan (floor stock).

g. Pengendalian

1. Pengendalian stok perbekalan farmasi di gudang farmasi, di ruang racik,

IBS, IGD, poliklinik maupun ruang rawat inap dilakukan dengan

menggunakan program pengendalian stok.

2. Untuk gudang farmasi, ruang racik dan poliklinik stok fisik dilakukan

sebulan sekali.

3. Untuk ruang rawat inap, IBS, IGD stok fisik dilakukan semingu sekali.

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 161: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

37

Universitas Indonesia

h. Stok

1. Stok di Gudang Farmasi I terdiri atas obat dan alat kesehatan untuk

memenuhi kebutuhan di Depo Farmasi Reguler I, Depo Farmasi Reguler

II, Depo Farmasi Afiat dan Depo Dosis Unit.

2. Stok di Gudang Farmasi II terdiri atas alat kesehatan, reagensia,

diagnostika, radiografi dan oksigen untuk memenuhi kebutuhan Ruang

Rawat Inap, IGD, IBS, Poliklinik dan Penunjang.

i. Pemusnahan

Instalasi Farmasi melakukan pemusnahan perbekalan farmasi yang sudah

kadaluarsa setahun sekali.

j. Administrasi, keuangan dan pelaporan

1. Setiap penjualan baik tunai maupun kredit diproses menggunakan

komputer.

2. Setiap hari dilakukan pengecekan antara uang yang masuk dengan data

yang tersimpan dalam laporan komputer.

3. Semua kegiatan keuangan dicatat dalam buku kas, buku bank dan

komputer.

4. Instalasi farmasi melakukan pembayaran ke PBF sebulan 2 kali yaitu

setiap tanggal 5 dan 20.

5. Arsip keuangan disimpan di dalam ruang arsip selama 5 tahun, setiap awal

tahun melakukan pemusnahan arsip yang sudah lebih dari 5 tahun.

6. Resep disimpan selama 3 tahun, setiap awal tahun melakukan pemusnahan

resep yang sudah lebih dari 3 tahun.

7. Instalasi Farmasi membuat Laporan Bulanan ke Direktur RS PMI berupa

Laporan Keuangan dan Stok Obat.

k. Kebijakan khusus di Depo Farmasi Reguler I

1. Pelayanan kefarmasian bagi pasien rawat jalan di Poliklinik Reguler dan

rawat inap diberikan dari Depo Farmasi Reguler I.

2. Melayani permintaan perbekalan farmasi atas dasar resep dokter dan RI 7

yang ditulis oleh dokter RS PMI Bogor.

3. Dibuka terus menerus (24 jam/hari) baik hari kerja maupun hari libur.

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 162: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

38

Universitas Indonesia

4. Depo Farmasi Reguler I mengambil perbekalan farmasi dari Gudang

Farmasi I.

5. Pelayanan resep di Instalasi Farmasi Poliklinik Reguler meliputi : tunai;

kredit perusahaan; kredit rumah sakit; kredit karyawan; dosis unit untuk

jamkesmas dan jamkesda kota; dosis unit untuk askes, askes swasta dan

jamkesda kabupaten di luar DPHO (Daftar Plafon Harga Obat) dan DOT

(Daftar Obat Tambahan); dan pembayaran dengan kartu kredit atau debet

l. Kebijakan Khusus di Depo Farmasi Reguler II

1. Pelayanan Kefarmasian bagi pasien rawat jalan Poliklinik Reguler juga

diberikan dari Depo Farmasi Reguler II.

2. Melayani permintaan perbekalan farmasi atas dasar resep dokter yang

ditulis oleh dokter Poliklinik Reguler.

3. Dibuka pada hari kerja jam 9.00 sampai dengan jam 14.00. Hari Minggu

dan hari libur nasional tutup.

4. Depo Farmasi Reguler II mengambil perbekalan farmasi dari Gudang

Farmasi I.

5. Pelayanan resep di Instalasi Pelayanan Resep Poliklinik Reguler, meliputi;

resep tunai dan resep kredit perusahaan

m. Kebijakan Khusus di Depo Farmasi Afiat

1. Pelayanan Kefarmasian Poliklinik Afiat diberikan dari Depo Farmasi

Afiat.

2. Permintaan perbekalan farmasi atas dasar resep dokter yang ditulis oleh

dokter Poliklinik Afiat.

3. Dibuka pada hari kerja jam 8.00 sampai dengan jam 21.00. Hari Minggu

dan hari libur nasional tutup

4. Depo Farmasi Afiat mengambil perbekalan farmasi dari Gudang Farmasi

I.

5. Pelayanan resep di Depo Farmasi Afiat, meliputi : resep tunai, resep kredit

perusahaan, dan pembayaran dengan kartu kredit atau debet

n. Kebijakan Khusus Depo Dosis Unit

1. Pelayanan dosis unit diberikan dari Depo Dosis Unit.

2. Melayani permintaan perbekalan farmasi atas dasar resep dokter dan

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 163: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

39

Universitas Indonesia

RI 7 yang ditulis oleh dokter RS PMI Bogor.

3. Dibuka pada hari kerja jam 8.00 sampai dengan jam 21.00. Hari Minggu

dan hari libur nasional tutup.

4. Depo Dosis Unit mengambil perbekalan farmasi dari Gudang Farmasi I.

5. Hanya melayani dosis unit untuk pasien yang dirawat di Paviliun Prof.Dr.

Sujudi, Melati, Mawar, Anggrek, dan Seruni I, baik itu umum, perusahaan

dan karyawan

o. Kebijakan Khusus Gudang Farmasi I

1. Melakukan perencanaan, penerimaan, pendistribusian, pengendalian

perbekalan farmasi untuk Depo Reguler I, Depo Reguler II, Depo Afiat

dan Depo Dosis Unit.

2. Melakukan stok fisik ke seluruh depo setiap pagi.

3. Stok di Gudang Farmasi I terdiri atas obat dan alat kesehatan.

p. Kebijakan Khusus Gudang Farmasi II

1. Melakukan perencanaan, penerimaan, pendistribusian, pengendalian

perbekalan farmasi untuk ruang rawat inap, IGD, IBS dan Poliklinik.

2. Melakukan penerimaan dan pendistribusian perbekalan farmasi, reagensia,

radiografi untuk Instalasi Laboratorium, Instalasi Radiologi, Instalasi

Hemodialisa dan penunjang lain.

3. Melakukan stok fisik ke seluruh ruang rawat inap dengan jadwal sebagai

berikut :

Senin : IBS, OK, Anastesi

Selasa : Mawar, Anggrek, Aster

Rabu : IGD, Pav. Prof. Dr. Sujudi

Kamis : Melati, Seruni, VK

Jum’at : Gardena, Dahlia, Alamanda

Sabtu : Cempaka, Soka.

4. Stok di Gudang Farmasi II terdiri atas obat, alat kesehatan, reagensia,

diagnostika, radiografi dan oksigen untuk Ruang Rawat Inap, IGD, IBS,

Poliklinik, Instalasi Laboratorium, Instalasi Radiologi, Instalasi

Hemodialisa dan penunjang lain.

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 164: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

40

Universitas Indonesia

5. Stok di Ruang Rawat Inap dan Poliklinik terdiri atas obat, alkes dan

oksigen.

4.6 Fasilitas di IFRS PMI Bogor (RS PMI Bogor, 2011b)

Fasilitas yang dimiliki Instalasi Farmasi RS PMI Bogor adalah :

a. Ruang kepala instalasi farmasi RS

b. Ruang administrasi farmasi

c. Ruang gudang arsip, merupakan tempat penyimpanan resep, faktur, laporan

dan sebagainya

d. Ruang apoteker

e. Sub instalasi perbekalan farmasi, mencakup Depo Farmasi Reguler I, Depo

Farmasi Reguler II, Depo Farmasi Afiat dan Depo Dosis Unit, Gudang

Farmasi I dan Gudang Farmasi II.

4.7 Organisasi Instalasi Farmasi RS PMI Bogor (RS PMI Bogor, 2011b)

Instalasi Farmasi kegiatannya berada di bawah pimpinan dan pengawasan

Wakil Direktur Pelayanan Medik dan Keperawatan. Instalasi Farmasi dipimpin

oleh seorang kepala instalasi farmasi. Dalam melakukan pengawasan terhadap

seluruh kegiatan instalasi farmasi, kepala instalasi farmasi dibantu oleh 3 (tiga)

kepala sub instalasi farmasi, yaitu kepala sub instalasi pengelolaan perbekalan

farmasi, kepala sub instalasi pelayanan farmasi klinis dan kepala sub instalasi

pengendalian mutu.

Kepala sub instalasi pengelolaan perbekalan farmasi melakukan supervisi

terhadap kegiatan pengelolaan perbekalan farmasi di depo farmasi reguler I, depo

farmasi reguler II, depo farmasi afiat, depo dosis unit, gudang farmasi I dan

gudang farmasi II. Setiap depo farmasi dikepalai oleh kepala depo yang

melakukan pengelolaan perbekalan farmasi dan pekerjaan kefarmasian dibantu

oleh asisten apoteker dan juru resep. Sedangkan setiap gudang farmasi dikepalai

oleh kepala gudang yang melakukan pekerjaan pengelolaan perbekalan farmasi

dengan dibantu oleh pelaksana gudang.

Kepala sub instalasi pelayanan farmasi klinis melakukan supervisi

terhadap jalannya kegiatan pelayanan farmasi klinis yang dilakukan oleh tim

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 165: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

41

Universitas Indonesia

farmasi klinis rawat jalan dan tim farmasi klinis rawat inap. Kepala sub instalasi

pengendalian mutu melakukan supervisi terhadap kegiatan pengendalian mutu

dengan dibantu oleh kepala pengolahan data farmasi, kepala pengendalian

keuangan farmasi (dibantu oleh pelaksana urusan penerimaan keuangan dan

pelaksana urusan pembayaran keuangan), serta kepala pengawasan mutu farmasi.

4.8 Sub Instalasi Perbekalan Farmasi (RS PMI Bogor, 2011b)

4.8.1 Depo Farmasi Reguler I

Depo farmasi reguler I melayani pasien umum, perusahaan, jamkesmas

dan karyawan baik rawat jalan maupun rawat inap. Sistem distribusi obat

menggunakan sistem resep individu dan sistem dosis unit.

a. Sistem Resep Individu

Sistem resep individu merupakan cara distribusi obat dan alat kesehatan,

baik kepada pasien rawat jalan maupun rawat inap khususnya kelas 2 dan 3

berdasarkan resep yang ditulis oleh dokter.

b. Sistem Dosis Unit

Sistem dosis unit menyediakan obat dan alat kesehatan hanya untuk pasien

umum, perusahaan dan karyawan, yang dirawat di paviliun dr.sujudi, melati,

mawar, anggrek dan seruni I dan yang berstatus Askes, Askes swasta yang tidak

termasuk dalam DPHO serta jamkesmas. Sistem ini berjalan dengan adanya

instruksi pengobatan yang diberikan dokter berupa RI-7 yang kemudian disiapkan

oleh petugas untuk satu dosis pemakaian dalam satu hari, dimulai dari sore,

malam, pagi dan siang. Dalam sistem ini, obat-obat dengan rejimen khusus seperti

obat yang diminum setengah jam sebelum makan, dipisahkan penempatannya.

Dosis unit kemudian diserahkan kepada perawat atau dijemput oleh perawat ke

depo untuk kemudian diberikan kepada pasien. Denah depo farmasi reguler I

dapat dilihat pada lampiran 3.

4.8.2 Depo Farmasi Reguler II

Depo farmasi reguler II melayani pasien umum, kredit perusahaan dan

karyawan untuk rawat jalan dengan menggunakan sistem resep individu. Denah

depo farmasi reguler II dapat dilihat pada lampiran 4.

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 166: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

42

Universitas Indonesia

4.8.3 Depo Farmasi Afiat

Depo farmasi afiat melayani pasien yang berstatus umum maupun pasien

jaminan dari asuransi swasta dan perusahaan yang bekerjasama dengan RS PMI

Bogor. Pelayanan hanya diberikan kepada pasien rawat jalan yang berasal dari

poliklinik afiat. Denah depo farmasi afiat dapat dilihat pada lampiran 5.

4.8.4 Depo Farmasi Dosis Unit

Pelayanan dosis unit di depo farmasi dosis unit melayani pasien rawat inap

paviliun VVIP, ruang rawat melati, mawar, anggrek dan seruni. Bagian ini

melayani obat yang sudah dikemas untuk satu kali pemakaian selama 24 jam.

Penyiapan obat sesuai dengan permintaan yang tertera pada RI-7. RI-7 merupakan

form salinan resep yang berisi obat oral, parenteral dan alat kesehatan beserta

aturan pakainya. Denah depo farmasi dosis unit dapat dilihat pada lampiran 6 dan

formulir RI-7 dapat dilihat pada lampiran 7.

4.8.5 Gudang Farmasi I

Kegiatan di gudang farmasi I meliputi perencanaan, pemesanan,

penerimaan, penyimpanan barang dan pendistribusian perbekalan farmasi.

Pendistribusian perbekalan farmasi hanya diperuntukkan bagi depo farmasi

reguler I, depo farmasi reguler II, depo farmasi afiat, depo farmasi dosis unit dan

depo gudang farmasi II.

a. Perencanaan

Perencanaan barang dan perbekalan farmasi adalah proses kegiatan dalam

pemilihan jenis, jumlah dan harga perbekalan farmasi. Tujuannya adalah

pemenuhan kebutuhan perbekalan farmasi secara optimal, yang disusun

berdasarkan formularium rumah sakit. Prosedur perencanaan perbekalan farmasi

yaitu kepala instalasi farmasi RS menyusun rencana anggaran belanja (RAB)

selama satu tahun dengan melihat data realisasi belanja tahun sebelumnya dengan

mempertimbangkan kemungkinan kenaikan harga tahun ini dan rencana

pengembangan.

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 167: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

43

Universitas Indonesia

Setiap awal bulan, kepala gudang farmasi mencetak laporan mutasi bulan

sebelumnya, kemudian menyusun kebutuhan bulan yang akan datang. Rencana

belanja mingguan dilakukan melalui proses berikut:

1. Pelaksana gudang menghitung stok barang yang ada di gudang, kemudian

mencocokkan dengan stok minimal gudang dan keperluan barang selama

satu minggu.

2. Pelaksana gudang membuat daftar kebutuhan barang dan kemudian

diserahkan kepada kepala sub instalasi gudang.

3. Kepala gudang membuat rencana pembelian satu minggu

4. Kepala instalasi farmasi RS memeriksa rencana pembelian barang untuk

satu minggu.

5. Jika sudah diketahui oleh kepala instalasi farmasi RS maka kepala gudang

membuat surat pesanan barang.

b. Pengadaan

Pengadaan perbekalan farmasi di gudang farmasi I dilakukan seminggu

dua kali. Prosedur pengadaan perbekalan farmasi di gudang farmasi adalah:

1. Pelaksana gudang memeriksan barang yang hampir habis berdasarkan data

stok minimal yang harus ada di gudang kemudian mencatatnya ke dalam

buku pesanan dan menyerahkannya kepada kepala gudang farmasi.

2. Kepala gudang farmasi I membuat surat pesanan (SP) kemudian

ditandatangani oleh kepala instalasi farmasi dan kepala bidang pengadaan

logistik.

3. SP diserahkan oleh kepala gudang farmasi I ke PBF.

4. Khusus untuk narkotik dan psikotropika, surat pesanan menggunakan

blanko khusus.

c. Penerimaan

Penerimaan barang dan perbekalan farmasi merupakan kegiatan menerima

perbekalan farmasi yang sudah dipesan oleh kepala gudang farmasi dan bidang

pengadaan logistik. Tujuan penerimaan perbekalan farmasi adalah agar

perbekalan farmasi yang diterima sesuai dengan pesanan, baik mutu maupun

jumlahnya. Perbekalan farmasi diterima oleh instalasi farmasi rumah sakit melalui

bagian gudang farmasi.

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 168: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

44

Universitas Indonesia

Adapun prosedur dari penerimaan barang dan perbekalan farmasi ini

meliputi:

1. Pelaksana gudang menerima barang dari distributor.

2. Pelaksana gudang memeriksa keadaan barang secara fisik (kemasan asli,

bentuk, warna, tanggal kadaluarsa) kemudian mencocokkannya dengan

faktur PBF dan surat pesanan.

3. Bila barang yang diterima cacat, tidak sesuai pesanan, ataupun jika tanggal

kadaluarsanya sudah dekat (<1 tahun) maka barang tersebut dikembalikan

dengan menuliskan retur pada faktur PBF.

4. Kepala gudang farmasi menandatangani faktur.

5. Kepala gudang farmasi atau pelaksana gudang memberi nomor urut pada

faktur.

6. Pelaksanan gudang mendistribusikan faktur satu lembar untuk pembukuan

dan satu lembar untuk arsip gudang.

7. Pelaksanan gudang mencatat barang dalam komputer dan kartu stok.

8. Staf administrasi membuat laporan penerimaan barang (LPB) yang

ditandatangani oleh kepala gudang farmasi, kasub instalasi pengelolaan

perbekalan farmasi dan disetujui oleh kepala instalasi farmasi.

d. Penyimpanan Barang dan Perbekalan Farmasi

Penyimpanan adalah kegiatan penyelenggaraan dan pengaturan sediaan

farmasi di dalam ruang penyimpanan. Penyimpanan barang di gudang farmasi

harus dilengkapi dengan pendingin ruangan (AC). Perbekalan farmasi

dikelompokkan berdasarkan sediaan dan diurutkan secara alfabetis dan

menggunakan sistem FIFO (First In First Out) dan FEFO (First Expire First Out).

Adapun prosedur dari penyimpanan perbekalan farmasi ini meliputi:

1. Setelah barang diterima, kemudian barang disimpan di gudang.

2. Obat-obat dan perbekalan farmasi yang didistribusikan dari gudang setiap

pagi ke depo-depo, akan disimpan dalam rak obat sesuai jenis sediaannya.

3. Dalam kelompok 1 jenis sediaan, perbekalan farmasi di susun menurut

alfabetis.

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 169: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

45

Universitas Indonesia

4. Barang-barang disusun sedemikian rupa sehingga barang-barang yang

mempunyai tanggal kadaluarsa paling dekat berada di bagian yang paling

depan agar mudah terjangkau.

5. Untuk obat-obat narkotika dan psikotropika di simpan secara khusus dalam

lemari yang terpisah dan terkunci.

6. Untuk vaksin, serum dan obat-obat yang termolabil di simpan didalam

lemari pendingin.

7. Bahan mudah terbakar disimpan di tempat terpisah.

8. Obat luar dipisahkan dari obat dalam.

e. Distibusi Perbekalan Farmasi dari Gudang Farmasi

Distribusi adalah proses penyerahan perbekalan farmasi dari gudang ke

depo farmasi. Tujuannya adalah agar perbekalan farmasi di depo farmasi tersedia

dengan jumlah yang cukup. Semua perbekalan farmasi yang didistribusikan ke

depo farmasi harus tercatat dengan baik. Adapun prosedur dari distribusi

perbekalan farmasi ini adalah setiap sore pelaksana depo farmasi membuat daftar

kebutuhan barang di lembar bukti permintaan barang, kemudian ditandatangani

oleh kepala depo farmasi, pelaksana gudang mengeluarkan barang sesuai

permintaan pada bukti permintaan barang dan setelah barang diterima oleh depo

farmasi, pelaksana gudang memasukkan pengeluaran barang ke dalam komputer

dan kartu stok.

4.8.6 Gudang Farmasi II

Gudang farmasi II menyediakan perbekalan farmasi yang terdiri dari obat,

alat kesehatan, alat diagnostik dan gas medis serta semua bahan dan peralatan

yang diperlukan untuk ruang rawat inap, IBS, IGD, poliklinik dan penunjang.

Kegiatan dari gudang farmasi perawatan adalah mengelola perbekalan farmasi

yang meliputi proses perencanaan, pemesanan, penerimaan, penyimpanan,

pendistribusian, pengawasan, pemeliharaan, penghapusan, pemantauan,

administrasi dan pelaporan serta evaluasi yang diperlukan bagi kegiatan

pelayanan.

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 170: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

46

Universitas Indonesia

a. Perencanaan

Kepala instalasi farmasi menyusun RAB untuk satu tahun. Setiap awal

triwulan, kepala gudang farmasi II mencetak laporan mutasi bulan sebelumnya,

kemudian menyusun kebutuhan triwulan yang akan datang. RAB triwulan

diperiksa oleh kepala instalasi farmasi dan disahkan oleh Ketua Panitia Anggaran.

Kemudian RAB triwulan yang telah disetujui oleh panitia anggaran diserahkan

kepada bidang pengadaan logistik (Gudang Farmasi II). Setiap tanggal 25, kepala

gudang farmasi II mencetak laporan mutasi bulan sebelumnya, menghitung stok

yang ada kemudian menyusun kebutuhan untuk bulan yang akan datang. RAB

bulanan diperiksa dan disetujui oleh kepala instalasi farmasi. Pengadaan barang

direncanakan sebulan dua kali yaitu tanggal 25 dan 10. RAB bulanan yang telah

disetujui oleh kepala instalasi farmasi diserahkan kepada bidang pengadaan

logistik untuk direalisasikan pengadaannya.

b. Pengadaan

Pengadaaan perbekalan farmasi di gudang farmasi II dilakukan sebulan

dua kali. Prosedur pengadaan perbekalan farmasi di gudang farmasi adalah:

1. Pelaksana gudang memeriksa barang yang hampir habis berdasarkan data

stok minimal yang harus ada di gudang, kemudian mencatatnya ke dalam

buku pesanan, dan menyerahkannya kepada kepala gudang farmasi II.

2. Bidang pengadaan logistik membuat surat pesanan (SP), kemudian

ditandatangani oleh kepala bidang pengadaan logistik dan direktur.

3. SP diserahkan oleh bidang pengadaan logistik ke distributor.

4. Khusus untuk narkotika dan psikotropika, surat pesanan menggunakan

blanko khusus.

c. Penerimaan

Prosedur dari penerimaan barang dan perbakalan farmasi di gudang farmasi II

adalah:

1. Pelaksana gudang menerima barang dari distributor.

2. Pelaksana gudang memeriksa keadaan barang secara fisik (kemasan asli,

bentuk, warna, tanggal kadaluarsa) kemudian mencocokkannya dengan

faktur PBF dan surat pesanan.

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 171: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

47

Universitas Indonesia

3. Bila barang yang diterima cacat, tidak sesuai pesanan ataupun jika tanggal

kadaluarsa sudah dekat (<1 tahun), maka barang tersebut dikembalikan

dengan menuliskan retur pada faktur PBF.

4. Kepala gudang farmasi menandatangani faktur.

5. Kepala gudang farmasi atau pelaksanan gudang memberi nomor urut pada

faktur.

6. Pelaksana gudang mendistribusikan faktur satu lembar untuk arsip gudang

dan satu lembar untuk pengadaan logistik.

7. Pelaksana gudang mencatat barang dalam komputer dan kartu stok. Kartu

stok dapat dilihat pada lampiran 8.

8. Staf administrasi membuat Laporan Penerimaan Barang (LPB) yang

ditandatangani oleh kepala gudang farmasi, kasub instalasi pengelolaan

sediaan farmasi dan disetujui oleh kepala instalasi farmasi.

d. Penyimpanan

Petugas gudang menyimpan perbekalan farmasi di gudang dengan

menggunakan sistem FIFO dan FEFO. Prosedur penyimpanan di gudang farmasi

II sama dengan gudang farmasi I.

e. Distribusi

Gudang farmasi II mendistribusikan perbekalan farmasi ke ruang rawat

inap, IGD, IBS, poliklinik dan penunjang. Prosedur distribusi di gudang farmasi II

adalah:

1. Surat permintaan barang dibuat oleh penanggung jawab perbekalan farmasi

masing-masing unit, kemudian ditandatangani kepala ruangan dan diketahui

oleh pejabat yang berwenang.

2. Surat permintaan barang kemudian disetujui oleh kepala instalasi farmasi

untuk ruang rawat inap dan poliklinik. Sedangkan untuk IGD, IBS, inst.

laboratorium, inst. radiologi, inst. forensik, inst. patologi, inst. rehabilitasi

medik, dan poli gigi ditandatangani oleh wakil direktur bidang pelayanan

medik dan keperawatan.

3. Pelaksana gudang menyiapkan perbekalan farmasi yang diminta.

4. Kepala gudang farmasi II memeriksa perbekalan yang sudah disiapkan.

5. Barang diserahkan kepada petugas unit terkait.

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 172: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

48

Universitas Indonesia

6. Setelah memeriksa kebenaran barang dan jumlahnya, petugas unit terkait

dan kepala gudang farmasi II menandatangani surat permintaan barang.

4.9 Sub Instalasi Pelayanan Farmasi Klinik (RS PMI Bogor, 2011b)

Pelayanan ini merupakan suatu kedekatan profesional yang dilakukan

melalui penerapan pengetahuan, keahlian, keterampilan dan perilaku apoteker

bekerja sama dengan pasien dan profesi kesehatan, untuk menjamin penggunaan

obat dan alat kesehatan sesuai indikasi, efektif, aman dan terjangkau oleh pasien.

Pada pelayanan ini kepala instalasi farmasi dibantu oleh apoteker farmasi klinik.

Tugas pokok dari pelayanan farmasi klinik adalah mengatur dan

menyelenggarakan kegiatan farmasi klinik di instalasi farmasi. Kegiatan farmasi

klinik yang diselenggarakan di instalasi farmasi RS PMI Bogor meliputi:

4.9.1 Pengkajian Resep

Pengkajian resep merupakan kegiatan dalam pelayanan kefarmasian yang

dimulai dari seleksi persyaratan administrasi, persyaratan farmasi dan persyaratan

klinis baik untuk pasien rawat jalan dan rawat inap. Tujuan dari pengkajian resep

adalah menjamin pemberian obat yang dapat membahayakan pasien.

Prosedur pengkajian resep yang dilakukan oleh instalasi farmasi RS PMI Bogor

adalah

1. Asisten apoteker yang bertugas sebagai kasir meneliti kelengkapan resep

yang meliputi:

a. Nama, umur, jenis kelamin, dan berat badan pasien

b. Nama dan paraf dokter

c. Tanggal resep

d. Ruangan/poliklinik asal resep

2. Jika ada kekurangan/ketidakjelasan dari data-data tersebut kasir akan

meminta konfirmasi kepada ruangan/poliklinis asal resep tersebut.

3. Apoteker/asisten apoteker memeriksa kesesuaian farmasetik dari resep yang

meliputi:

a. Bentuk dan kekuatan sediaan

b. Dosis dan jumlah obat

c. Stabilitas dan ketersediaan obat

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 173: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

49

Universitas Indonesia

d. Aturan, cara, dan teknik penggunaan obat

4. Apoteker kemudian mengkaji resep secara klinis dengan memeriksa:

a. Ketepatan indikasi, dosis, dan waktu penggunaan obat

b. Apakah ada duplikasi pengobatan

c. Adanya alergi atau interaksi obat dengan obat lain, serta efek samping obat

yang paling sering timbul.

d. Kontraindikasi dari obat

e. Efek adiktif dari penggunaan bersama obat lain

5. Jika ada data yang kurang/temuan yang meragukan dari resep

dikonfirmasikan ke dokter.

4.9.2 Dispensing

Dispensing merupakan kegiatan pelayanan yang dimulai dari tahap

validasi, interpretasi, menyiapkan/meracik obat, memberikan label/etiket,

penyerahan obat yang memadai disertai sistem dokumentasi. Tujuan kegiatan ini

adalah memberikan pelayanan yang tertib, cepat, tepat dan efisien.

Prosedur dispensing di RS PMI Bogor adalah

1. Sistem Resep Perorangan

a. Penerimaan resep, asisten apoteker yang bertugas sebagai kasir menerima resep

dan kelengkapannya dari pasien

b. Perhitungan harga resep

c. Penyediaan obat

1) Kasir/asisten apoteker menyerahkan resep kepada asisten apoteker penulis

etiket.

2) Asisten apoteker menulis etiket sesuai dengan ketentuan yang berlaku:

menulis nama pasien, tanggal, nomor resep dan cara pemakaian.

3) Asisten apoteker menyerahkan etiket dan resep kepada juru resep untuk

diambil obat atau alat kesehatannya.

4) Juru resep menyerahkan resep yang sudah diisi obat kepada asisten apoteker

pemeriksa.

5) Pada setiap pekerjaan, petugas membubuhkan paraf.

d. Pemeriksaan dan pengkajian resep

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 174: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

50

Universitas Indonesia

Asisten apoteker memeriksa kesesuaian obat/alat kesehatan dengan resep

dokter, nama obat, bentuk sediaan, jumlah obat dan aturan pakainya.

1) Apoteker memeriksa kembali kesesuaian obat/alat kesehatan dengan resep

dokter, serta mengkaji resep secara klinis dengan memeriksa kesesuaian

dosis, indikasi dan waktu penggunaan obat.

2) Jika terdapat kesalahan dalam penyediaan obat, apoteker menginstruksikan

kepada asisten apoteker/juru resep untuk memperbaiki kesalahan

penyediaan obat.

3) Jika terdapat masalah yang berkaitan dengan obat (DRP/ Drug Related

Problem), apoteker menghubungi dokter secara langsung ataupun melalui

telepon.

e. Penyerahan obat

1) Apoteker memanggil pasien berdasarkan nomor urut resep

2) Apoteker memeriksa kesesuaian kuitansi atau no.urut pemanggilan pasien

dengan struk yang tercetak pada resep.

3) Apoteker/asisten apoteker menyerahkan obat/alat kesehatan kepada pasien

disertai pemberian informasi obat yang memadai mengenai indikasi dan

penjelasan aturan pakai obat dan berapa lama obat harus dikonsumsi,

apakah harus dihabiskan, diminum secara rutin atau diminum hingga gejala

sembuh saja.

4) Apoteker menanyakan apakah ada riwayat alergi terhadap obat.

5) Apoteker menjelaskan efek samping obat yang kemungkinan besar terjadi

(jika ada)

6) Apoteker menanyakan apakah ada obat lain yang sedang dikunsumsi untuk

mencegah interaksi obat yang merugikan dan duplikasi obat.

7) Apoteker mencatat nomor telepon pasien untuk memudahkan komunikasi.

8) Untuk pasien jaminan perusahaan/asuransi, pasien diminta menandatangani

struk obat.

9) Apoteker memberi paraf pada bagian penyerahan obat.

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 175: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

51

Universitas Indonesia

2. Sistem Dosis Unit

a. Setelah menerima formulir RI-7 dari ruangan, petugas instalasi farmasi harus

memeriksa kelengkapan data yang tercantum pada RI-7 yaitu nama pasien,

umur, ruangan, no.registrasi, no.rekam medis, nama dokter dan paraf dokter.

b. Bila terdapat masalah berkaitan dengan obat (DRP), apoteker

mengkonfirmasikan kepada dokter.

c. Asisten apoteker memberi tanda V pada kolom obat yang akan disiapkan

kemudian menulis etiketnya, untuk pasien askes yang obatnya tidak masuk

DPHO diisi di depo farmasi reguler I dengan memberi tanda *** pada kolom

obat. Juru resep mengambil dan memasukkan obat ke dalam kantong obat.

d. Apoteker/asisten apoteker memeriksa obat yang telah disiapkan, meliputi:

nama obat, kekuatan obat, jumlah obat dan aturan pakai.

e. Setelah diperiksa, asisten apoteker memberi paraf pada bagian atas tanda V

f. Asisten apoteker mencatat nama pasien, nama obat, kekuatan obat, jumlah

obat, no.registrasi pasien, nama dokter dan aturan pakai obat pada buku

ekspedisi. Asisten apoteker membuat kuitansi tagihan rangkap dua, kuitansi

merah ditempel di lembar RI-7 sedangkan kuitansi putih diberikan ke kasir dan

dimasukkan ke billing rumah sakit.

g. Setelah membuat kuitansi, asisten apoteker menuliskan harga tagihan ke buku

ekspedisi.

h. Setelah memasukkan ke billing, asisten apoteker membubuhkan tanda garis

( ) di bawah kuitansi.

i. Obat kemudian diserahkan ke ruang rawat atau dijemput oleh perawat, petugas

yang menerima harus tandatangan pada buku ekspedisi.

j. Kuitansi diserahkan ke bagian keuangan, petugas yang menerima harus

tandatangan pada buku ekspedisi.

k. Bila ada penggantian obat-obat yang diberikan, ditulis disamping obat yang

diminta pada RI-7.

l. RI-7 untuk pasien baru langsung diambil oleh perawat. Instalasi farmasi

langsung menyiapkan obat-obatnya dan menyerahkan kepada perawat.

m. Untuk RI-7 yang diterima oleh instalasi farmasi sebelum jam 10.00, obat

diserahkan ke ruangan paling lambat jam 14.00

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 176: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

52

Universitas Indonesia

n. Untuk RI-7 yang diterima oleh instalasi farmasi antara jam 10.00- 12.00, obat

diserahkan paling lambat jam 17.00

4.9.3 Pemantauan dan Pelaporan Efek Samping Obat

Merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap obat yang

merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang digunakan

pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi. Tujuan kegiatan ini

adalah:

a. Menemukan ESO (Efek Samping Obat) sedini mungkin terutama yang berat,

tidak dikenal dan frekuensinya jarang.

b. Menentukan frekuensi dan insiden ESO yang sudah sangat dikenal dan yang

baru saja ditemukan.

c. Mengenal semua faktor yang mungkin dapat menimbulkan atau

mempengaruhi timbulnya ESO atau mempengaruhi angka kejadian dan

hebatnya ESO.

Kegiatan yang dilakukan meliputi:

a. Sub komite farmasi dan terapi memberikan blanko isian MESO ke seluruh

rawat inap yang ada di RS PMI Bogor.

b. Bila perawat menjumpai gejala efek samping obat, maka perawat harus

melaporkan kepada dokter yang merawat pasien tersebut.

c. Dokter akan mengisi blanko MESO

d. Kepala ruang kemudian menyerahkan formulir MESO yang sudah diisi

kepada sub komite farmasi dan terapi.

e. Sub komite farmasi dan terapi membahas laporan MESO tersebut.

f. Sub komite farmasi dan terapi akan melaporkan kejadian MESO tersebut

kepada panitia MESO nasional.

4.9.4 Pelayanan Informasi Obat

Merupakan kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh apoteker untuk

memberikan informasi secara akurat, tidak bias dan terkini kepada dokter,

apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya dan pasien. Tujuan kegiatan ini

adalah:

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 177: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

53

Universitas Indonesia

1. Menyediakan informasi tentang obat kepada pasien dan tenaga kesehatan di

lingkungan rumah sakit.

2. Menyediakan informasi untuk membuat kebijakan-kebijakan yang

berhubungan dengan obat, terutama bagi komite farmasi dan terapi

3. Menunjang terapi obat yang rasional

Kegiatan yang dilakukan meliputi:

1. Pada waktu menyerahkan obat kepada pasien, apoteker memberikan informasi

tentang obat meliputi: cara pakai, dosis, penyimpanan, penggunaan, interaksi

obat, efek samping dan obat-obatan yang harus dihabiskan.

2. Apabila ada pertanyaan yang diajukan oleh pasien, perawat, dokter melalui

telepon atau tatap muka:

a. Catat pertanyaan dalam buku informasi dan edukasi

b. Catat jawabannya

c. Jika tidak bisa langsung dijawab, jawaban dicari melalui kepustakan

perusahaan farmasi, dekpes atau sumber informasi lain

d. Jika sudah dapat jawabannya, hubungi penanya

3. Membuat buletin, leaflet dan poster tentang obat.

4. Dalam satu tahun, minimal tiga kali apoteker memberikan penyuluhan kepada

tenaga farmasi di lingkungan instalasi farmasi.

4.9.5 Konseling

Merupakan suatu proses yang sistematik untuk mengidentifikasi dan

merupakan penyelesaian masalah pasien yang berkaitan dengan pengambilan dan

penggunaan obat pasien rawat jalan dan pasien rawat inap. Tujuan konseling

adalah memberikan pemahaman yang benar mengenai obat, tujuan pengobatan,

jadwal pengobatan, cara menggunakan obat, lama penggunaan obat, efek samping

obat, tanda-tanda toksisitas, cara penyimpanan obat.

1. Apoteker memilih pasien yang akan dilakukan konseling sesuai dengan

kriteria yang sudah ditentukan.

2. Konseling dilakukan di ruang konseling yang aman, nyaman, dan bebas

gangguan.

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 178: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

54

Universitas Indonesia

3. Konseling dapat dilakukan berdasarkan jenis penyakit pasien, pengobatan dan

kondisi pasien.

4. Apoteker sebagai konselor akan menilai pemahaman pasien mengenai proses

penyakit yang berkaitan dengan pengobatannya dari beberapa pertanyaan,

kemudian memberikan informasi yang akurat dan efektif mengenai obat-obat

yang diberikan pada pasien dan kemungkinan tindakan rehabilitasi, preventif

dan promosi kesehatan, dan terakhir pasien akan dievaluasi pemahamannya

terhadap informasi yang telah diberikan.

4.9.6 Ronde/Visite Pasien

Merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap untuk memantau

penggunaan obat dan masalah-masalah yang berkaitan dengan obat (DRP/ Drug

Related Problem) di ruang rawat inap. Tujuan visite pasien adalah

1. Bekerja sama dengan dokter dan tenaga kesehatan lain untuk mengatasi

masalah yang berkaitan dengan penggunaan obat di ruang perawatan.

2. Menerapkan secara langsung pengetahuan farmakologi terapeutik.

Prosedur ronde/visite pasien yaitu:

1. Apoteker memiliki pasien yang memerlukan pemantauan terapi dengan

melihat lembar pemakaian obat-obatan (RI-7) pasien.

2. Apoteker menelaah medical record pasien untuk mengkaji data-data

pengobatan pasien.

3. Apoteker memperkenalkan diri dan menerangkan tujuan dari kunjungan

tersebut kepada pasien.

4. Untuk pasien baru dirawat, apoteker menanyakan terapi yang terdahulu dan

memperkirakan masalah yang mungkin terjadi

5. Apoteker menerangkan serta memberikan lembar informasi obat-obat yang

digunakan pasien selama terapi di ruang perawatan.

Apoteker membuat catatan permasalahan pasien yang berkaitan dengan

obat dan menuliskan rekomendasi hasil kunjungan di lembar khusus untuk

dimasukkan dalam medical record pasien.

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 179: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

55

Universitas Indonesia

4.9.7 Pengkajian Penggunaan Obat

Merupakan program evaluasi penggunaan obat yang terstruktur dan

berkesinambungan untuk menjamin obat-obat yang digunakan sesuai indikasi,

efektif, aman dan terjangkau oleh pasien. Tujuan dari pengkajian penggunaan obat

adalah mendapatkan gambaran pola penggunaan obat di rumah sakit. Pengkajian

penggunaan obat dilakukan oleh mahasiswa farmasi yang sedang melaksanakan

praktek kerja profesi di RS PMI Bogor dengan arahan dari apoteker RS PMI

Bogor.

4.10 Sub Instalasi Pengendalian Mutu

Sub instalasi pengendalian mutu bertujuan mengevaluasi pelayanan

farmasi yang dilakukan oleh instalasi farmasi RS PMI Bogor sehingga dapat

ditemukan rumusan-rumusan masalah yang dapat dicari solusinya demi

pengendalian dan peningkatan mutu pelayanan farmasi. Program evaluasi dan

pengendalian mutu pelayanan instalasi farmasi RS PMI Bogor mencakup

kegiatan:

a. Evaluasi kecepatan pelayanan resep

b. Pertemuan rutin karyawan instalasi farmasi

c. Survey kepuasan pelanggan

4.11 Komite Farmasi dan Terapi RS PMI Bogor

Komite Farmasi dan Terapi merupakan kelompok kerja khusus yang

bertugas membantu komite medis dalam pelaksanaan tugas-tugas klinis bidang

medis dan dibentuk sesuai dengan kebutuhan rumah sakit. Kepengurusannya

ditetapkan dengan surat keputusan Direktur RS PMI Bogor atas usul Ketua

Komite Medis. Keanggotaan komite ini terdiri dari anggota tetap, anggota tidak

tetap, dan anggota luar biasa SMF (Satuan Media Fungsional).

Komposisi komite ini terdiri dari ketua, sekretaris dan anggota. Fungsinya

adalah melaksanakan kebijakan Komite Medik di bidang Farmasi dan Terapi.

Adapun tugas dari Komite Farmasi dan Terapi RS PMI Bogor adalah

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 180: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

56

Universitas Indonesia

a. Memberikan rekomendasi kepada direktur RS PMI Bogor melalui Komite

Medis dalam menyusun pola kebijakan di bidang farmasi dan terapi serta

penggunaan obat dan alat kesehatan

b. Memantau dan evaluasi penggunaan obat secara rasional

c. Berperan dalam memecahkan masalah dalam pengelolaan obat dan alat

kesehatan. Komite farmasi dan terapi bertanggungjawab kepada komite medis.

Tujuan umum dari komite farmasi dan terapi RS PMI Bogor adalah

a. Memberikan usulan kebijakan mengenai pemilihan obat, penggunaan obat dan

evaluasinya

b. Melengkapi staf profesional di bidang kesehatan dengan pengetahuan terbaru

yang berhubungan dengan obat dan penggunaan obat sesuai dengan

kebutuhan.

Tujuan khusus dari komite farmasi dan terapi RS PMI Bogor adalah

a. Mengembangkan, merevisi secara berkala Formularium RS PMI Bogor dan

memantau pemakaian obat-obat formularium

b. Mengembangkan dan meninjau kebijakan dan peraturan tentang penggunaan

obat di RS PMI sesuai peraturan tentang penggunaan obat yang berlaku baik

lokal dan nasional.

c. Mengumpulkan dan meninjau laporan efek samping obat, dan kejadian

kesalahan pemberian obat.

d. Menyebarluaskan imu pengetahuan yang berhubungan dengan obat kepada

staf medis dan paramedis.

4.12 Pengelolaan Narkotika

Pengelolaan narkotika di Instalasi Farmasi RS PMI Bogor meliputi

pemesanan, penyimpanan, pelayanan resep, pelaporan dan pemusnahan narkotika.

4.12.1 Pemesanan Narkotika

Rumah sakit hanya dapat memesan narkotika melalui pedagang besar

farmasi (PBF Kimia Farma) dengan menggunakan surat pesanan (SP) yang

ditandatangani oleh apoteker serta dilengkapi dengan nama jelas, Nomor SIK dan

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 181: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

57

Universitas Indonesia

stempel narkotika. Satu SP hanya digunakan untuk memesan satu jenis narkotika.

Surat pesanan narkotika dapat dilihat pada lampiran 9.

4.12.2 Penyimpanan Narkotika

Penyimpanan narkotika dilakukan di dalam lemari khusus sesuai dengan

peraturan perundang-undangan yang telah ditetapkan serta ditempatkan di tempat

yang aman dan tidak terlihat oleh umum. Anak kunci lemari khusus narkotika

dipegang oleh asisten apoteker yang dikuasakan. Pencatatan stok obat narkotika

dilakukan setiap hari melalui kontrol kartu stok.

4.12.3 Pelayanan Narkotika

Pelayanan obat narkotika harus menggunakan resep asli dari dokter.

Apabila pasien tidak menebus narkotika seluruhnya maka resep dibuat copy resep

tetapi sisanya hanya bisa ditebus di rumah sakit yang menyimpan resep asli.

Penyerahan obat kepada pasien harus dengan mencantumkan alamat dan nomor

telepon pasien yang jelas.

4.12.4 Pelaporan Narkotika

Rumah sakit wajib menyusun dan mengirimkan laporan bulanan yang

ditandatangani oleh apoteker. Laporan tersebut terdiri dari laporan penggunaan

bahan baku narkotika, laporan penggunaan sediaan jadi narkotika dan laporan

khusus penggunaan morfin, petidin dan derivatnya. Laporan setiap penggunaan

atau pengeluaran narkotika setiap bulan ditujukan kepada Kepala Dinas Kesehatan

Kota Bogor dengan tembusan, Kepala Dinas Kesehatan Propinsi, Kepala Balai

POM Bogor dan instalasi farmasi RS PMI Bogor (sebagai arsip).

4.12.5 Pemusnahan Narkotika

Kepala instalasi farmasi RS PMI Bogor melakukan pemusnahan sesuai

dengan perundang-undangan yang berlaku. Pemusnahan dilakukan untuk

narkotika yang telah kadaluarsa maupun untuk narkotika yang telah rusak. RS

PMI mengajukan surat permohonan untuk pemusnahan yang ditandatangani oleh

apoteker kemudian dikirimkan ke Balai POM Bogor. Sebelum pemusnahan

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 182: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

58

Universitas Indonesia

dilakukan, dibuat berita acara pemusnahan narkotika yang ditandatangani oleh

apoteker. Berita acara pemusnahan berisi:

a. Hari, tanggal, bulan dan tahun pemusnahan

b. Nama apoteker

c. Nama seorang saksi dari pemerintah dan seorang saksi lain dari rumah sakit

d. Nama dan jumlah narkotika yang dimusnahkan

e. Cara pemusnahan (dibakar, dihancurkan, dipendam)

Berita acara pemusnahan kemudian dikirimkan kepada kepala dinas

kesehatan kota bogor dengan tembusan; kepala dinas kesehatan propinsi, kepala

balai POM bogor dan instalasi farmasi RS PMI bogor (sebagai arsip).

4.13 Pengelolaan Psikotropika

Pengelolaan psikotropika di instalasi farmasi RS PMI Bogor meliputi

pemesanan, penyimpanan, pelayanan resep, pelaporan dan pemusnahan

psikotropika.

4.13.1 Pemesanan Psikotropika

Pemesanan psikotropika dilakukan dengan menggunakan surat pesanan

psikotropika yang ditandatangani oleh apoteker, dimana setiap satu surat pesanan

dapat digunakan untuk memesan beberapa jenis psikotropika. Contoh surat

pesanan psikotropika dapat dilihat pada lampiran 10.

4.13.2 Penyimpanan Psikotropika

Psikotropika disimpan terpisah dengan obat-obat lain dalam suatu rak atau

lemari khusus yang kuat, diletakkan ditempat yang aman dan tidak terlihat oleh

umum. Lemari tidak boleh digunakan untuk menyimpan barang lain selain

psikotropika, serta kunci lemari tersebut dipegang oleh asisten apoteker yang

dikuasakan. Pemasukan dan pengeluaran psikotropika dicatat dalam kartu stok

psikotropika.

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 183: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

59

Universitas Indonesia

4.13.3 Pelayanan Resep Psikotropika

Obat psikotropika dapat diserahkan kepada pasien berdasarkan resep

dokter atau salinan resep dengan terlebih dahulu diskrining kelengkapan resepnya.

Penyerahan obat kepada pasien harus dengan mencantumkan alamat dan nomor

telepon pasien yang jelas.

4.13.4 Pelaporan Psikotropika

Pelaporan psokotropika dilakukan satu bulan sekali dengan ditandatangani

oleh apoteker, ditujukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kesehatan Kota Bogor

dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi setempat, Kepala

Balai POM Bogor serta Instalasi Farmasi RS PMI Bogor (sebagai arsip).

4.13.5 Pemusnahan Psikotropika

Kepala Instalasi Farmasi RS PMI Bogor melakukan pemusnahan sesuai

dengan perundang-undangan yang berlaku. Pemusnahan dilakukan untuk

psikotropika yang telah kadaluarsa maupun untuk psikotropika yang telah rusak.

Sebelum pemusnahan dilakukan, dibuat berita acara pemusnahan psikotropika

yang ditandatangani oleh apoteker. Berita acara pemusnahan kemudian

dikirimkan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kota Bogor dengan tembusan Kepala

Dinas Kesehatan Propinsi, Kepala Balai POM Bogor dan Instalasi Farmasi RS

PMI Bogor (sebagai arsip).

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 184: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

60

Universitas Indonesia

BAB 5

PEMBAHASAN

Rumah Sakit Palang Merah Indonesia (RS PMI) Bogor merupakan Rumah

Sakit Umum Swasta tipe B dan berada di bawah Badan Pengawas Palang Merah

Indonesia. RS PMI Bogor dipimpin oleh seorang dokter yang menjabat sebagai

Direktur Rumah Sakit.

RS PMI Bogor memiliki indikator evaluasi efisiensi pelayanan RS berupa

BOR, ALOS, GDR, NDR, BTO, dan TOI. Pada bulan Januari-Juli 2012 tingkat

BOR di RS PMI Bogor masih termasuk ideal yaitu antara 66,84%-76,23%,

sedangkan nilai ALOS antara 3,73-4,28 hari maka dapat dikatakan pasien sembuh

dari penyakitnya dan tidak dirawat lagi dengan penyakit yang sama. Nilai GDR

antara 2,23%-3,64% dan nilai NDR antara 0,83%-1,88%, menunjukan indikasi

pelayanan yang baik. Nilai BTO antara 5,91-6,18 kali, nilai ini sudah lebih tinggi

daripada nilai BTO perbulan. Nilai TOI 1,09-1,66 hari, semakin tinggi nilai TOI,

semakin rendah resiko terjadinya infeksi nosokomial (Departemen Kesehatan

Republik Indonesia, 2001).

Instalasi Farmasi Rumah Sakit PMI Bogor dipimpin oleh seorang apoteker

yang bertanggung jawab atas semua kegiatan di instalasi farmasi. Dalam

menjalankan tugasnya, apoteker IFRS PMI Bogor dibantu oleh lima orang

apoteker yang bertanggug jawab atas pelaksanaan kegiatan kefarmasian. Kegiatan

kefarmasian tersebut meliputi pelayanan farmasi klinis dan non klinis.

Pengelolaan perbekalan farmasi di Instalasi Rumah Sakit PMI Bogor

menggunakan sistem satu pintu, dimana instalasi farmasi memiliki kewenangan

dalam pengelolaan perbekalan farmasi di rumah sakit. Selain IFRS, ada juga unit

lain yang melakukan pengelolaan perbekalan farmasi yaitu depo ASKES yang

melayani pasien khusus ASKES.

Kegiatan pengelolaan perbekalan farmasi yaitu pemilihan perbekalan

farmasi, perencanaan perbekalan farmasi, pengadaan perbekalan farmasi, produksi

perbekalan farmasi, penerimaan perbekalan farmasi, penyimpanan perbekalan

farmasi dan pendistribusian perbekalan farmasi. Pemilihan perbekalan farmasi

dilakukan pada saat rapat Komite Farmasi dan Terapi yang diadakan setiap dua

60

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 185: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

61

Universitas Indonesia

(2) tahun sekali, yaitu penentuan obat-obat yang akan dimasukkan dalam

formularium RS PMI Bogor.

Perencanaan perbekalan farmasi dilakukan oleh masing-masing kepala

gudang, yaitu kepala gudang I yang mengelola perbekalan farmasi berupa obat-

obat dan alat kesehatan yang akan didistribusikan ke depo-depo di RS PMI Bogor

dan kepala gudang II yang mengelola perbekalan farmasi berupa obat, alat

kesehatan, alat diagnostik dan gas medis serta semua peralatan yang diperlukan

untuk ruang rawat, IGD, IBS dan poliklinik. Perencanaan perbekalan farmasi

berdasarkan formularium RS dengan mempertimbangkan pola konsumsi dan

epidemiologi. Perencanaan perbekalan dilakukan dengan menyusun Rencana

Anggaran Belanja selama satu tahun dengan melihat data realisasi tahun

sebelumnya serta mempertimbangkan kemungkinan kenaikan harga tahun ini dan

rencana pengembangan.

Pengadaan perbekalan farmasi oleh gudang farmasi I dilakukan dua (2)

kali seminggu sedangkan pengadaan perbekalan farmasi oleh Gudang II atau

Bidang Pengadaan Logistik dilakukan dua (2) kali dalam sebulan, yaitu setiap

tanggal 25 dan tanggal 10. Kegiatan pengadaan perbekalan farmasi sudah bekerja

sama dengan PBF-PBF tertentu.

Setelah dilakukan pengadaan, proses pengelolaan perbekalan farmasi

selanjutnya adalah penerimaan perbekalan farmasi. Penerimaan dilakukan oleh

masing-masing kepala gudang I dan kepala gudang II. Apabila kepala gudang

sedang tidak berada di tempat, penerimaan perbekalan farmasi dapat dilakukan

oleh petugas gudang. Pada saat barang datang, petugas gudang akan mencocokkan

barang yang datang dan faktur dari PBF dengan surat permintaan (SP).

Kecocokan yang dilihat diantaranya adalah jenis barang yang dipesan, bentuk

sediaan, kekuatan obat, dan jumlah obat. Selain itu juga harus diperiksa kemasan

obat, apakah masih baik atau rusak dan tanggal kadaluarsa obat. Jika obat atau alat

kesehatan tersebut rusak atau memiliki masa kadaluarsa kurang dari satu tahun,

maka barang tersebut di retur, yaitu dengan menulis retur pada faktur PBF

tersebut. Apabila sudah ada kesesuaian antara barang, faktur dengan surat

permintaan, maka faktur kemudian ditandatangani oleh kepala gudang.

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 186: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

62

Universitas Indonesia

Barang yang sudah diterima dari PBF kemudian disimpan. Hal yang harus

diperhatikan pertama kali saat akan melakukan penyimpanan perbekalan farmasi

adalah kondisi penyimpanan. Obat-obat yang harus disimpan pada suhu dingin

(2-8o C) dan bisa rusak apabila terlalu lama berada pada suhu diatas suhu dingin,

maka harus segera disimpan dalam lemari pendingin. Obat-obat yang lain

kemudian disimpan pada rak di gudang. Penyimpanan obat dipisahkan

berdasarkan bentuk sediaan dan kemudian disusun berdasarkan alfabetis untuk

memudahkan pencarian barang. Sedangkan untuk obat injeksi, obat juga

dipisahkan antara obat dagang dengan obat generik yang kemudian juga

dipisahkan berdasarkan alfabetis. Penyimpanan obat di depo-depo juga

menggunakan sistem yang sama dengan di gudang yaitu berdasarkan bentuk

sediaan dan secara alfabetis, hal ini untuk memudahkan pencarian obat. Dan

untuk mencegah penggunaan obat yang kadaluarsa, maka penyusunan obat

dilakukan berdasarkan sistem FEFO (First Expire First Out) dan FIFO (First In

First Out).

Dalam penyimpanannya di depo-depo, khusus obat narkotika dan

psikotropika dilengkapi dengan kartu stok, dimana setiap pengambilan obat dalam

proses dispensing, dicatat nomor struk pasien dan jumlah obat narkotika atau

psikotropika yang diambil pada masing-masing kartu stok obat. Hal ini dilakukan

untuk memudahkan penulusuran jika terjadi kehilangan barang. Namun dengan

banyaknya pasien dan obat-obat yang dikelola, untuk obat-obat lainnya, tidak

menggunakan kartu stok tetapi menggunakan sistem komputerisasi saja.

Selain menyimpan obat-obat yang dipesan melalui PBF, Instalasi Farmasi

RS PMI Bogor juga menyimpan obat produksi sendiri. Proses produksi dilakukan

untuk obat-obat tertentu yang nonsteril, seperti Obat Batuk Hitam (OBH),

pengenceran H2O2, borax gliserin, bedak salisil, carbol glicerin, dan natrium

bikarbonat. Sedangkan produksi steril yaitu pelayanan aseptik dispensing, seperti

IV admixture belum dapat dilaksanakan oleh farmasi, dan masih dilakukan oleh

perawat di ruang rawat. Salah satu tujuan rumah sakit melakukan produksi adalah

untuk menghemat biaya pengadaan. Produksi obat-obat di Instalasi Farmasi

dilakukan di ruang produksi depo reguler I. Proses produksi sudah terjadwal

dengan daftar piket asisten apoteker yang memproduksi. Setiap obat yang

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 187: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

63

Universitas Indonesia

diproduksi, hendaklah dibuatkan tanggal pembuatannya dan ditinggalkan satu

sampel untuk selalu dipantau sebagai indikator jika obat sudah tidak bisa

digunakan lagi. Sehingga jika hal itu memang terjadi, obat yang diproduksi

tersebut akan ditarik dari seluruh depo.

Pendistribusian perbekalan farmasi yang diterapkan di RS PMI Bogor

adalah sistem desentralisasi, dimana gudang farmasi I mendistribusikan obat-obat

dan perbekalan farmasi lain ke depo-depo RS PMI Bogor. Setiap sore, depo-depo

akan memeriksa setiap obat yang hampir habis dan mencatatanya dalam buku

amprahan. Data-data obat yang dibutuhkan setiap depo tersebut kemudian

diberikan kepada gudang farmasi I. Setiap pagi gudang farmasi I akan

menyediakan perbekalan farmasi yang dibutuhkan masing-masing depo tersebut.

Obat-obat yang sudah disiapkan kemudian akan dihantarkan ke depo-depo setiap

pagi. Sedangkan gudang farmasi II akan melakukan distribusi ke ruang rawat

inap, poliklinik, IGD dan IBS. Pendistribusian juga dilakukan setiap pagi, sekali

seminggu. Dimana setiap ruangan memiliki jadwal tersendiri.

Pendistribusian perbekalan farmasi ke pasien menggunakan sistem resep

perorangan, sistem resep dosis unit dan sistem floor stock. Sistem resep

perorangan dilakukan untuk pasien rawat jalan dan ada juga sebagian dilakukan

pada pasien rawat inap. Sistem resep dosis unit untuk pasien rawat inap akan lebih

menguntungkan pasien karena pasien hanya membayar obat yang mereka gunakan

saja, sedangkan untuk obat yang sudah terlanjut diberikan kepada pasien tetapi

tidak jadi digunakan, dikembalikan atau diretur ke depo dosis unit sehingga dapat

menghemat biaya pengobatan. Selain itu, apoteker juga lebih mudah untuk

mengontrol penggunaan obat pada pasien.

Untuk rumah sakit sendiri, sistem distribusi seperti ini juga

menguntungkan karena rumah sakit mendapatkan income atas biaya jasa

penyediaan obat. Kekurangan dari sistem dosis unit ini adalah dibutuhkannya

banyak tenaga farmasi dalam penyediaan obat. Sistem peresepan dosis unit ini

baru diterapkan pada pasien di ruang rawat inap VVIP, VIP, Kelas I dan Kelas II.

Untuk sistem floor stock, menyediakan semua perbekalan farmasi di ruang rawat

yang mungkin bisa digunakan oleh semua pasien, seperti perban, kain kasa,

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 188: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

64

Universitas Indonesia

betadine, paracetamol, dan lain-lain. Tujuan dari sistem floor stock ini adalah

memberikan pelayanan yang cepat kepada pasien.

Pelayanan kefarmasian klinis di instalasi farmasi adalah pengkajian resep,

dispensing, pemantauan dan pelaporan efek samping obat, pelayanan informasi

obat, konseling, ronde/visite pasien dan kajian penggunaan obat. Pengkajian resep

dilakukan oleh apoteker dan asisten apoteker di setiap depo. Pengkajian resep

yang dilakukan dengan melihat kelengkapan administratif, kesesuaian farmasetik

dan pertimbangan klinis. Apabila terdapat nama pasien yang kurang jelas terbaca,

maka kasir atau asisten aspoteker akan menanyakan langsung kepada pasien nama

pasien tersebut, begitu juga dengan umur. Apabila obat yang diresepkan tidak

tersedia di depo-depo, maka apoteker atau asisten apoteker akan menelpon dokter

yang meresepkan untuk mengganti dengan obat lain. Begitu juga apabila terdapat

ketidakrasionalan peresepan obat atau aturan pakai obat yang salah atau tidak

jelas, maka asisten apoteker atau apoteker akan menelpon dokter yang

bersangkutan untuk meminta kejelasan.

Bila semua yang tertulis pada resep sudah benar, maka kemudian

dilakukan dispensing oleh asisten apoteker atau juru racik, dan sering juga

dilakukan oleh apoteker apabila tenaga pendispensing kurang. Dispensing

dilakukan sesuai dengan urutan nomor struk pasien. Peracikan untuk membuat

puyer, untuk semua depo di RS PMI Bogor sudah menggunakan blender untuk

mempercepat dan mempermudah pengerjaan. Tapi kadang ada juga menggunakan

cara manual yaitu menggunakan alu dan lumpang, terutama untuk obat yang

jumlahnya sedikit. Pengemasan obat puyer pun sudah menggunakan kemasan

khusus yang kemudian dapat dipanaskan menggunakan alat pemanas untuk

menutup kemasan tersebut. Cara ini dapat meningkatkan kecepatan pelayanan

resep dan pasien pun tidak perlu waktu yang lama untuk menunggu obat

disiapkan.

Peracikan apabila menggunakan jumlah tablet yang tidak utuh contohnya

7,5 tablet, maka asisten apoteker akan mengambil obat yang akan diracik tersebut

kemudian memotongnya. Sisa potongan akan disimpan untuk digunakan lagi. Hal

ini seharusnya tidak boleh dilakukan karena obat yang sudah dibuka dan dipotong

tersebut dapat mengalami kerusakan, sehingga dapat merugikan pasien lain yang

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 189: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

65

Universitas Indonesia

mendapatkan sisa potongan obat. Dari segi ekonomi, pasien memang tidak

dirugikan karena pasien tetap membayar sebanyak jumlah obat yang didapat.

Sebaiknya, pasien tetap membayar dan mendapatkan jumlah utuh tablet yaitu 8

tablet jika penambahan setengah tablet tidak begitu mempengaruhi dosis.

Sehingga tidak ada pihak yang dirugikan terhadap hal ini.

Setelah obat disiapkan, kemudian apoteker yang akan menyerahkan obat

memeriksa lagi kesesuaian jenis obat yang diambil, kekuatan obat, jumlah, aturan

pakai yang tertulis pada etiket dan copy resep apabila ada. Apoteker kemudian

memanggil pasien dan meminta pasien menuliskan nomor telepon yang bisa

dihubungi. Hal ini berguna apabila terjadinya kesalahan obat atau dosis obat yang

diberikan yang diketahui setelah pasien pulang, sehingga mudah untuk

menghubunginya lagi. Setelah pasien menuliskan nomor teleponnya, kemudian

apoteker menjelaskan jenis obat yang akan diberikan kepada pasien, dosis obat,

aturan pakai, efek samping, penyimpanan dan interaksi obat-obat atau obat-

makanan serta hal-hal tertentu yang harus diketahui seperti penggunaan antibiotik

yang harus dihabiskan.

Pelayanan farmasi klinik yang dilakukan di RS PMI Bogor adalah PIO

(Pelayanan Informasi Obat), konseling, ronde/visite pasien, serta monitoring

penggunaan dan efek samping obat. Ruangan PIO di RS PMI Bogor adalah di

Depo Farmasi Reguler I. Disana terdapat perputakaan kecil yang menyimpan

buku-buku referensi. PIO yang baru berjalan di depo-depo RS PMI Bogor adalah

pemberian informasi obat pada saat penyerahan obat kepada apoteker. Sedangkan

PIO berupa pemberian informasi tentang obat kepada dokter, perawat dan pasien

melalui telepon atau tatap muka belum terlaksana. Hal ini disebabkan oleh

kurangnya tenaga apoteker. Pemberian PIO pada saat penyerahan obat kepada

pasien, hendaknya disediakan komputer yang selalu online sehingga apoteker bisa

dengan mudah mencari informasi atau jawaban yang tepat atas pertanyaan pasien.

PIO juga dapat dilakukan dengan membuat brosur, leaflet atau poster untuk

meningkatkan pengetahuan pasien maupun tenaga kesehatan di rumah sakit

tentang obat dan pengobatannya.

Pelayanan farmasi klinik lain yang dilakukan adalah konseling, yang

hanya dilakukan oleh apoteker di depo farmasi reguler II untuk pasien rawat jalan.

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 190: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

66

Universitas Indonesia

Salah satu hal yang mendukung proses konseling dapat berjalan di depo ini adalah

tersedianya ruangan khusus konseling. Tetapi hal yang masih menjadi kendala

adalah jumlah apoteker yang sedikit. Penyerahan obat yang juga dilakukan oleh

apoteker menjadi terhambat karena apoteker juga melakukan konseling sehingga

pasien harus menunggu lama untuk mendapatkan obat. Pasien yang akan

dikonseling akan dipanggil pada saat akan penyerahan obat, kemudian diminta

oleh apoteker untuk masuk ke ruangan konseling.

Selain di depo farmasi reguler II, konseling juga dilakukan oleh apoteker

yang dinas di depo dosis unit, yaitu terhadap pasien pulang. Pasien pulang yang

akan dikonseling hanya pasien yang mendapat obat dalam jumlah banyak, pasien

yang mendapatkan obat yang membutuhkan kedisiplinan dalam penggunaan

obatnya dan juga untuk pasien dengan penyakit kronis. Informasi yang diberikan

berupa jenis obat yang diterima pasien, dosis obat, indikasi, aturan pakai,

penyimpanan, efek samping obat-obat yang harus dihabiskan dan hal-hal lain

yang harus diketahui pasien. Pasien akan diberikan juga selembar kertas yang

berisi tentang penjelasan tentang obat-obat yang telah dijelaskan. Hal ini untuk

meningkatkan kepatuhan pasien dalam pengobatan.

Ronde atau visite yang dilakukan apoteker di RS PMI Bogor hanya

terbatas pada pasien yang menerima pelayanan dosis unit dan belum dilakukan

bersama tenaga medis. Visite pasien dilakukan oleh apoteker yang dinas di depo

dosis unit. Visite pasien lebih difokuskan kepada pasien yang mendapatkan obat

dalam jenis yang banyak dan pasien dengan penyakit kronis dan parah. Tujuan

dilakukannya kegiatan ronde ini adalah untuk pemantauan perkembangan pasien

terhadap pengobatan yang diberikan serta pemantauan terhadap ada atau tidaknya

DRP selama pasien menjalani pengobatan.

Monitoring terhadap medication error dilakukan dengan melakukan

pencatatan apabila apoteker menemukan adanya error tersebut pada masing-

masing depo. Beberapa medication error yang dicatat seperti kesalahan

pemberian obat, kesalahan pemberian jumlah obat, salah pasien, ketidaksesuaian

dosis, alergi obat, kesalahan dalam pemberian harga obat dan kesalahan pada saat

penyerahan. Jumlah kesalahan yang terjadi akan dijumlahkan setiap bulannya

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 191: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

67

Universitas Indonesia

untuk dilaporkan kepada kepala instalasi farmasi kemudian dievaluasi untuk

perbaikan di masa mendatang.

Instalasi Farmasi juga berperan dalam Komite Farmasi dan Terapi (KFT).

Kepala Instalasi Farmasi menduduki jabatan sekretaris KFT. Dalam KFT, dibahas

tentang pengelolaan perbekalan kesehatan, pemilihan terapi yang akan diberikan

untuk penyakit tertentu, pembuatan formularium, pemantauan penggunaan obat

dan efek samping obat. Dalam hal pemantauan efek samping penggunaan obat

(MESO), KFT memberikan lembaran MESO ke seluruh rawat inap dan perawat

yang mengetahui adanya efek samping obat yang muncul pada pasien, harus

melaporkannya ke dokter yang merawat pasien tersebut dan mengisi blangko

MESO tersebut. Kepala ruang rawat akan menyerahkan laporan MESO tersebut

ke KFT dan kemudian dibahas.

Dalam kegiatannya, suatu rumah sakit akan menghasilkan limbah. Ada

dua tipe limbah di rumah sakit yaitu medis atau infeksius dan nonmedis atau

noninfeksius. Pengolahan limbah dilakukan oleh Seksi Kesehatan Lingkungan.

Untuk mengolah limbah cair, RS PMI Bogor memiliki IPAL (Instalasi

Pengolahan Air Limbah). Hasil olahan air limbahnya dilakukan uji laboratorium

setiap bulan ke BPLHD (Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah).

Limbah padat terbagi atas limbah non medis, medis dan sitostatika.

Limbah padat non medis dimasukkan dalam kantong plastik hitam dan

selanjutnya dibuang ke tempat pembuangan terakhir dan selanjutnya diangkut

oleh pihak DLHK (Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan).

Limbah medis atau infeksius dikumpul dalam kantong plastik kuning dan

penanganannya dilakukan oleh pihak ketiga, yaitu PT. Wastec Internasional.

Setelah serah terima antara PT. Wastec Internasional dengan Unit Kesehatan

Lingkungan, semua limbah medis tersebut menjadi tanggung jawab PT. Wastec

Internasional. RS PMI Bogor memilih untuk bekerja sama dengan pihak ketiga

dalam pengolahan limbah ini adalah karena alat insenerator RS PMI sudah rusak

dan butuh biaya besar untuk pengadaannya lagi, kemudian hasil proses insenerator

tersebut akhirnya akan menghasilkan limbah lagi, apabila pengolahan limbah

dilakukan oleh RS PMI sendiri, limbah hasil insenerator akan memberikan

dampak buruk bagi kesehatan lingkungan RS PMI Bogor.

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 192: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

68

Universitas Indonesia

Rumah Sakit PMI Bogor juga memiliki unit CSSD (central sterile supply

departement). Secara struktural, CSSD berada di bawah instalasi bedah sentral

(IBS). CSSD memenuhi kebutuhan sterilisasi ruang bedah dan ruang perawatan.

CSSD berada dekat dengan ruang bedah, sehingga memudahkan proses sterilisasi

dari alat dan bahan ruang bedah menjadi lebih cepat.

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 193: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

69

Universitas Indonesia

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

6.1.1 Apoteker memiliki peran dan tanggung jawab penting di rumah sakit,

yaitu dalam hal manajemen pengelolaan perbekalan farmasi dan pelayanan

farmasi klinis.

6.1.2 Dalam hal manajemen pengelolaan perbekalan farmasi, apoteker dapat

memberikan usulan mengenai perencanaan perbekalan farmasi yang harus

ada di rumah sakit dan menjamin agar pengadaan perbekalan farmasi tetap

lancar sehingga tidak ada kekosongan perbekalan farmasi.

6.1.3 Dalam hal pelayanan farmasi klinis, apoteker memantau ketepatan obat,

dosi obat, dan lama penggunaan. Apoteker juga memberikan informasi

penting terkait penggunaan obat serta pelaksanaan konseling untuk pasien

tertentu.

6.1.4 Kendala apoteker di rumah sakit dalam hal pelayanan farmasi klinis adalah

belum adanya kepercayaan dari tenaga kesehatan lain terhadap kompetensi

apoteker, dan sedikitnya tenaga apoteker menyebabkan sulitnya

pelaksanaan pelayanan farmasi klinis.

6.2 Saran

6.2.1 Pelaksanaan konseling perlu ditingkatkan, tidak hanya di depo Farmasi

Reguler II, tetapi juga di semua depo.

6.2.2 Memberikan bimbingan dan pemahaman kepada para asisten apoteker

tentang pentingnya pelaksanaan pelayanan farmasi klinis sehingga dapat

mendukung setiap kegiatan yang dilakukan oleh apoteker.

6.2.3 Calon apoteker perlu dilibatkan langsung dalam kegiatan farmasi klinik

seperti konseling, ronde dan pemberian informasi obat kepada pasien,

dengan dibimbing langsung oleh apoteker.

6.2.4 Perlu diterapkannya dispensing aseptik oleh apoteker atau tenaga farmasi

69

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 194: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

70

Universitas Indonesia

DAFTAR ACUAN

Bidang Perencanaan dan Rekam Medis RS PMI Bogor. (2012). Data Utilitas

Rawat Inap. Bogor: RS PMI Bogor

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2001). Buku Statistik Rumah Sakit

Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2004a). Keputusan Menteri

Kesehatan RI Nomor 1197/MENKES/SK/X/2004 tentang Standar

Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit. Jakarta : Kementerian Kesehatan

Republik Indonesia

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2004b). Keputusaan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1204/MENKES/SK/X/2004 tentang

Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit. Jakarta : Kementerian

Kesehatan Republik Indonesia.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2005). Kebijakan Obat Nasional.

Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2010). Peraturan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia Nomor 340/MENKES/Per/III/2010 tentang

Klasifikasi Rumah Sakit. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik

Indonesia.

RS PMI Bogor. (2011a). Profil RS PMI Bogor. Bogor: RS PMI Bogor

RS PMI Bogor. (2011b). Pedomaan Pelayanan Instalasi RS PMI Bogor Tahun

2011. Bogor: RS PMI Bogor

RS PMI Bogor. (2010). Profil Seksi Kesehatan Lingkungan dan Pertamanan.

Bogor: RS PMI Bogor

Siregar, Charles J.P. (2004). Farmasi Rumah Sakit: Teori&Penerapan. Jakarta:

Penerbit Buku Kedokteran EGC

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Jakarta.

Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit. Jakarta

70

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 195: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

LAMPIRAN

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 196: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

71

Lampiran I. Struktur organisasi dan tata laksana RS PMI Bogor

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 197: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

72

Lampiran 2. Struktur organisasi instalasi farmasi rumah sakit PMI Bogor [Sumber: RS PMI Bogor, 2011]

WAKIL DIREKTUR

BIDANG PELAYANAN

MEDIK DAN

KEPERAWATAN

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 198: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

73

Lampiran 3. Denah depo farmasi reguler 1 RS PMI Bogor [Sumber: RS PMI

Bogor, 2011]

L1

RUANG KA.

INSTALASI FARMASI

RUANG SHOLAT

RUANG PERPUSTAKAAN

RUANG ADMINISTASI

RUANG ARSIP

RUANG

PRODUKSI

GUDANG FARMASI I

RUANG RACIK

RUANG

PELAYANAN

KM

ruang

PIO

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 199: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

74

Lampiran 4. Denah depo farmasi reguler II [Sumber: RS PMI Bogor, 2011]

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 200: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

75

Lampiran 5. Denah depo farmasi afiat [Sumber: RS PMI Bogor, 2011]

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 201: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

76

Lampiran 6. Denah depo farmasi dosis unit [Sumber: RS PMI Bogor, 2011]

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 202: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

77

Lampiran 7. Form resep RI-7

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 203: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

78

Lampiran 8. Kartu gudang

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 204: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

79

Lampiran 9. Surat pesanan narkotika

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 205: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

80

Lampiran 10. Surat pesanan psikotropika

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 206: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

81

Lampiran 11. Alur pengelolaan sampah non medis [Sumber: RS PMI Bogor, 2011

81

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 207: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

82

Lampiran 12. Alur pengelolaan sampah medis [Sumber: RS PMI Bogor, 2011]

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 208: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

83

Lampiran 13. Bagan alir penanganan limbah [Sumber: RS PMI Bogor, 2011]

83

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 209: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

UNIVERSITAS INDONESIA

TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

DI INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT PALANG MERAH

INDONESIA BOGOR

PERIODE 3 JULI – 25 AGUSTUS 2012

PERSENTASE OBAT GENERIK DAN ANTIBIOTIK YANG

DILAYANI DEPO AFIAT DAN DEPO DOSIS UNIT RS PMI

BOGOR

MUTIARA HILMA, S.Farm

1106153391

ANGKATAN LXXV

FAKULTAS FARMASI

PROGRAM PROFESI APOTEKER

DEPOK

DESEMBER 2012

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 210: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

ii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i

DAFTAR ISI ii

DAFTAR TABEL iii

DAFTAR LAMPIRAN iv

1. PENDAHULUAN 1

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Tujuan 2

2. TINJAUAN PUSTAKA 3

2.1 Obat 3

2.2 Kebijakan Obat Nasional 3

2.3 Perbedaan Obat Generik dan Obat Paten 4

2.4 Obat Generik 5

2.5 Antibiotik 7

3. METODE PENELITIAN 12

3.1 Pengambilan Data 12

3.2 Pengolahan Data 12

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 13

4.1 Hasil 13

4.2 Pembahasan 14

5. KESIMPULAN DAN SARAN 18

DAFTAR ACUAN 19

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 211: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

iii

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Jumlah dan Persentase Obat Generik yang Dilayani Depo Afiat

Bulan Juli 2012 13

Tabel 4.2 Jumlah dan Persentase Antibiotik yang Dilayani Depo Afiat

Bulan Juli 2012 13

Tabel 4.3 Golongan Antibiotik yang Banyak Dilayani Depo Afiat Bulan

Juli 2012 13

Tabel 4.4 Jumlah dan Persentase Obat Generik yang Dilayani Depo Dosis

Unit Bulan Juli 2012 13

Tabel 4.5 Jumlah dan Persentase Antibiotik yang Dilayani Depo Dosis

Unit Bulan Juli 2012 14

Tabel 4.6 Golongan Antibiotik yang Banyak Dilayani Depo Dosis Unit

Bulan Juli 2012 14

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 212: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

iv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Sepuluh (10) Golongan Antibiotik yang Banyak Dilayani

Depo Dosis Unit Bulan Juli 2012 21

Lampiran 2. Sepuluh (10) Golongan Antibiotik yang Banyak Dilayani

Depo Afiat Bulan Juli 2012 24

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 213: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

1

Universitas Indonesia

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan

meningkatkan kesehatan, bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang

optimal bagi masyarakat. Upaya kesehatan diselenggarakan dengan pendekatan

pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit

(preventif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan

(rehabilitatif) (Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2006).

Obat adalah salah satu unsur yang penting dalam upaya kesehatan.

Sebagai produk dari industri farmasi, obat dengan sendirinya tidak lepas dari

aspek ekonomi. Obat merupakan salah satu komponen biaya terbesar dalam

pelayanan kesehatan. Tingginya biaya obat menjadi salah satu permasalahan

dalam pelaksanaan upaya kesehatan di Indonesia. Keterjangkauan obat oleh

masyarakat dapat dicapai melalui pemanfaatan obat generik (Departemen

Kesehatan Republik Indonesia, 2006). Untuk itu, Pemerintah memberlakukan

kebijakan mengenai penggunaan obat generik.

Diantara kebijakan pemerintah tersebut adalah dengan dikeluarkannya

Keputusan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

HK.02.02/MENKES/068/2010 tentang Ketetapan Kewajiban Menggunakan

Obat Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah dan kebijakan dalam

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 tahun 2009 tentang

Pekerjaan Kefarmasian pasal 24 ayat b bahwa apoteker dapat mengganti obat

merek dagang dengan obat generik yang sama komponen aktifnya atau obat

merek dagang lain atas persetujuan dokter dan/atau pasien.

Sejak tahun 1989, Pemerintah juga telah menggulirkan kebijakan Obat

Generik Berlogo melalui SK Menkes No 085/Menkes/Per/I/1989 agar

masyarakat mendapatkan obat yang bermutu, aman dan efektif dengan harga yang

terjangkau dan tercukupi jenis maupun jumlahnya (Yusuf, 2012). Kebijakan-

kebijakan yang telah dikeluarkan pemerintah tersebut menunjukkan bahwa

pemerintah benar-benar menggalakkan penggunaan obat generik di semua sektor

pelayanan kesehatan terutama pada sektor pemerintahan.

1

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 214: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

2

Universitas Indonesia

Selain bermanfaat dalam pelaksanaan upaya kesehatan, obat juga dapat

merugikan kesehatan bila tidak memenuhi persyaratan atau bila digunakan secara

tidak tepat atau disalahgunakan (Departemen Kesehatan Republik Indonesia,

2006). Praktek farmasi dalam suatu rumah sakit memiliki tanggung jawab besar,

salah satunya terhadap keamanan dan ketepatan penggunaan obat (Siregar, 2003).

Antibiotik adalah salah satu golongan obat yang sering digunakan secara

tidak rasional. Penggunaan antibiotik sembarangan, baik pemilihan antibiotik

yang tidak tepat maupun intensitas penggunaan antibiotik yang relatif tinggi

menimbulkan berbagai permasalahan dan merupakan ancaman global bagi

kesehatan terutama resistensi bakteri terhadap antibiotik. Sekitar 40-62%

antibiotik digunakan secara tidak tepat, antara lain untuk penyakit-penyakit yang

sebenarnya tidak memerlukan antibiotik. Pada penelitian kualitas penggunaan

antibiotik di berbagai bagian rumah sakit ditemukan 30% sampai dengan 80%

tidak didasarkan pada indikasi (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,

2011).

Salah satu upaya pemerintah dalam mewujudkan penggunaan antibiotik

yang rasional adalah dengan dibuatnya Pedoman Umum Penggunaan Antibiotik

dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

2406/MENKES/PER/XII/2011. Pedoman Umum Penggunaan Antibiotik ini

diharapkan dapat digunakan sebagai acuan dalam menyusun kebijakan antibiotik

di fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah maupun swasta dan mengoptimalkan

penggunaannya sehingga dapat meningkatkan kerasionalan penggunaan antibiotik

(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2011). Selain itu, evaluasi

penggunaan obat khususnya antibiotik merupakan salah satu bentuk tanggung

jawab farmasis di lingkungan rumah sakit dalam rangka mempromosikan

penggunaan antibiotik yang rasional.

1.2 Tujuan

Untuk mengetahui persentase obat generik dan persentase obat antibiotik

yang dilayani depo Afiat dan depo Dosis Unit serta golongan antibiotik yang

banyak dikeluarkan melalui depo Afiat dan depo Dosis Unit RS PMI Bogor pada

Bulan Juli 2012

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 215: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

3

Universitas Indonesia

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Obat

Obat merupakan sediaan atau paduan bahan-bahan yang siap digunakan

untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistim fisiologi atau keadaan patologi

dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan,

peningkatan, kesehatan dan kontrasepsi (Departemen Kesehatan Republik

Indonesia, 2006). Definisi lain dari obat adalah substansi yang membawa

perubahan pada fungsi biologis melalui aksi kimianya (Katzung, 2007).

2.2 Kebijakan Obat Nasional (Departemen Kesehatan Republik Indonesia,

2006)

Akses terhadap obat, terutama obat esensial merupakan salah satu hak

asasi manusia. Dengan demikian penyediaannya merupakan kewajiban bagi

pemerintah dan institusi pelayanan kesehatan baik publik maupun swasta.

Departemen Kesehatan RI mendefinisikan obat esensial sebagai obat yang terpilih

yang paling dibutuhkan untuk pelayanan kesehatan, mencakup upaya diagnosis,

profilaksi, terapi, dan rehabilitasi, yang harus selalu tersedia pada unit pelayanan

kesehatan sesuai dengan fungsi dan tingkatnya.

Akses masyarakat terhadap obat esensial dipengaruhi oleh empat faktor

utama, yaitu penggunaan obat yang rasional; harga yang terjangkau; pendanaan

yang berkelanjutan; dan sistem kesehatan beserta sistem suplai obat yang dapat

diandalkan. Obat berbeda dengan komoditas perdagangan lainnya, karena terdapat

ketidak seimbangan atau asimetri informasi diantara pihak-pihak yang terkait

mengenai kualitas, keamanan penggunaan, khasiat, nilai rupiah dan ketepatan

penggunaan yang spesifik untuk setiap obat.

Dalam hal kerasionalan pengobatan, pasien menerima obat yang sesuai

dengan kebutuhan klinisnya, dalam dosis yang sesuai dengan kebutuhan

individualnya, untuk jangka waktu pengobatan yang memadai dengan biaya yang

serendah mungkin bagi setiap individu dan bagi masyarakat banyak.

Ketidakrasionalan penggunaan obat yang sering terjadi adalah polifarmasi,

3

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 216: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

4

Universitas Indonesia

penggunaan antimikroba yang tidak tepat, penggunaan injeksi secara berlebihan,

penulisan resep yang tidak sesuai dengan pedoman klinis, pengobatan sendiri

secara tidak tepat (umumnya menyangkut obat yang harus dengan resep dokter).

Untuk mengatasi hal-hal tersebut, perlu adanya campur tangan pemerintah

sehingga konsumen atau pasien tidak dirugikan. Salah satu upaya pemerintah

adalah dengan adanya Kebijakan Obat Nasional (KONAS).

KONAS merupakan dokumen resmi yang berisi pernyataan komitmen

semua pihak baik pusat, propinsi, kabupaten-kota yang menetapkan tujuan dan

sasaran nasional di bidang obat beserta prioritasnya, untuk menggariskan strategi

dan peran berbagai pihak dalam penerapan komponen-komponen pokok kebijakan

untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan.

Tujuan umum dari KONAS adalah untuk menjamin:

1. Ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan obat esensial;

2. Terjaminnya kualitas, keamanan, dan khasiat semua obat yang beredar dan

masyarakat terlindung dari salah penggunaan dan penyalahgunaan obat;

3. Penggunaan obat yang rasional.

2.3 Perbedaan Obat Generik dan Obat Paten

Obat dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu obat paten dan obat generik.

Obat paten adalah obat yang baru ditemukan dan memiliki waktu paten tertentu

tergantung jenis obatnya. Menurut UU No. 14 Tahun 2001 tentang Paten, masa

berlaku paten di Indonesia adalah 20 tahun. Perusahaan farmasi yang memiliki

hak paten tersebut dapat memproduksi obat itu secara eksklusif hingga masa

patennya habis dan kemudian obat tersebut berganti menjadi golongan obat

generik (Obat generik, 2011).

Obat generik adalah obat dengan nama International Nonpropieritary

Names (INN) yang ditetapkan dalam Farmakope Indonesia atau buku standar

lainnya untuk zat berkhasiat yang dikandungnya (Kementerian Kesehatan

Republik Indonesia, 2010a). Obat generik memiliki harga yang lebih murah

dibandingkan obat paten karena tidak ada biaya penelitian yang dibebankan

kepada harga jual sedangkan pada harga obat paten terdapat biaya penelitian

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 217: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

5

Universitas Indonesia

antara lain uji pra klinik in vitro dan in vivo, uji pada hewan coba, maupun uji

klinik dan promosi obat tersebut (Obat generik, 2011).

2.4 Obat Generik

2.4.1 Pengenalan Umum

Obat generik ada dua jenis, yaitu Obat Generik Berlogo (OGB) dan obat

generik bermerek (branded generic). Obat generik berlogo adalah obat yang

umumnya disebut obat generik saja sedangkan obat generik bermerek atau

bernama dagang merupakan obat generik dengan nama dagang yang

menggunakan nama milik produsen obat yang bersangkutan (Obat generik, 2012).

Obat generik bermerek memiliki harga jual yang lebih mahal karena harganya

ditentukan oleh kebijakan perusahaan farmasi tersebut sedangkan obat generik

berlogo telah ditetapkan harganya oleh pemerintah agar lebih mudah dijangkau

masyarakat (Obat generik, 2011).

Kualitas obat generik tidak kalah dengan obat bermerek lainnya. Hal ini

dikarenakan obat generik juga mengikuti persyaratan dalam Cara Pembutan Obat

yang Baik (CPOB) yang dikeluarkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan

Republik Indonesia (BPOM RI). Selain itu, obat generik juga harus lulus uji

bioavailabilitas/bioekivalensi (BA/BE). Uji ini dilakukan untuk menjaga mutu

obat generik. Perbedaan antara obat bermerek dan obat generik hanya terdapat

pada tampilan obat yang lebih menawan dan kemasan yang lebih bagus sehingga

terasa lebih istimewa (Obat generik, 2011).

2.4.2 Kebijakan Obat Generik

Untuk menunjang upaya kesehatan, terutama yang diselenggarakan oleh

pemerintah, telah ditetapkan kebijakan obat generik yang mencakup 499 jenis

obat. Untuk dapat tercapainya penggunaan obat generik yang lebih besar, ada

beberapa kebijakan-kebijakan terkait obat generik yang ditetapkan oleh

pemerintah, diantaranya adalah (Badan POM Republik Indonesia, 2008):

1. Produksi obat generik dengan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB).

Produksi dilakukan oleh produsen yang memenuhi syarat CPOB dan

disesuaikan dengan kebutuhan akan obat generik dalam pelayanan kesehatan.

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 218: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

6

Universitas Indonesia

2. Pengendalian mutu obat generik secara ketat

3. Distribusi dan penyediaan obat generik di unit-unit pelayanan kesehatan sesuai

cara Distribusi Obat yang Baik. Dalam Keputusan Menteri Kesehatan,

terutama fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah, wajib menyediakan obat

generik untuk pasien rawat jalan dan rawat inap (Kementerian Kesehatan

Republik Indonesia, 2010c).

4. Peresepan berdasarkan nama generik, bukan nama dagang

5. Penggantian (substitusi) dengan obat generik diusulkan diberlakukan di unit-

unit pelayanan kesehatan. Hal ini terdapat dalam peraturan pemerintah no.51

tahun 2009 tentang pekerjaan kefarmasian.

6. Informasi dan komunikasi mengenai obat generik bagi dokter dan masyarakat

luas secara berkesinambungan.

7. Pemantauan dan evaluasi berkala terhadap penggunaan obat generik.

Pemantauan oleh IFRS di Rumah Sakit Pemerintahan. Hasil pemantauan

dilaporkan kepada kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota (Kementerian

Kesehatan Republik Indonesia, 2010c).

Dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

HK.03.01//Menkes/146/I/2010 tentang Harga Obat Generik, dijelaskan bahwa

Apotek, Rumah Sakit dan Sarana Pelayanan Kesehatan lain yang melayani

penyerahan obat generik harus menggunakan HET (harga eceran tertinggi)

sebagai harga patokan tertinggi (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,

2010b).

2.4.3 Hambatan Masyarakat Terhadap Obat Generik

Penggunaan obat generik oleh masyarakat masih memiliki banyak

hambatan, baik dari masyarakatnya sendiri maupun dari dokter yang meresepkan

dan pemerintah. Beberapa hambatan tersebut diantaranya adalah (Dwiprahasto,

2010):

1. Kurangnya informasi tentang obat generik oleh masyarakat, salah satunya

disebabkan oleh kurang konsistennya pemerintah dalam menerapkan kebijakan

obat generik.

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 219: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

7

Universitas Indonesia

Contoh tidak konsistennya pemerintah adalah pada setiap pergantian kabinet

isu generik biasanya hanya terdengar sehari dua hari dan setelah itu mati.

Berbagai kebijakan yang dituangkan dalam Surat Keputusan Menteri

Kesehatan seolah-olah tidak berdaya ketika berhadapan dengan realita di

lapangan.

2. Keinginan dari masyarakat sendiri untuk diresepkan obat merek dagang.

3. Medical representative yang selalu mempromosikan obat generik bermerek

(branded generic) dari perusahaan farmasi kepada para dokter.

4. Banyaknya dokter yang masih meresepkan obat merek dagang.

Hal ini salah satunya disebabkan oleh promosi obat dari Medical

representative.

2.5 Antibiotik

2.5.1 Pengertian

Antibiotik adalah substansi yang diproduksi oleh suatu mikroorganisme

atau substansi yang mirip yang keseluruhan atau sebagiannya diproduksi melalui

sintesis kimia, yang dalam konsentrasi rendah menghambat pertumbuhan

mikroorganisme lain (Hugo & Russell, 1998).

Intensitas penggunaan antibiotik yang relatif tinggi menimbulkan berbagai

permasalahan dan merupakan ancaman global bagi kesehatan terutama resistensi

bakteri terhadap antibiotik. Selain berdampak pada morbiditas dan mortalitas,

juga memberi dampak negatif terhadap ekonomi dan sosial yang sangat tinggi.

Pada awalnya resistensi terjadi di tingkat rumah sakit, tetapi lambat laun juga

berkembang di lingkungan masyarakat, khususnya Streptococcus pneumoniae

(SP), Staphylococcus aureus, dan Escherichia coli (Kementerian Kesehatan

Republik Indonesia, 2011).

2.5.2 Klasifikasi

Penggolongan antibiotik berdasarkan mekanisme kerja (Kementerian

Kesehatan Republik Indonesia, 2011; Schmitz, Lepper and Heidrich, 2009):

1. Obat yang Menghambat Sintesis atau Merusak Dinding Sel Bakteri

a. Antibiotik Beta-Laktam

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 220: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

8

Universitas Indonesia

Antibiotik beta-laktam mengganggu sintesis dinding sel bakteri, dengan

menghambat langkah terakhir dalam sintesis peptidoglikan, yaitu

heteropolimer yang memberikan stabilitas mekanik pada dinding sel bakteri.

1) Penisilin

Antibiotik yang tergolong penisilin adalah Penisilin G, Penisilin V,

Metisilin, Nafsilin, Oksasilin, Kloksasilin, Dikloksasilin, Ampisilin,

Amoksisilin, Karbenisilin, Tikarsilin, Mezlosilin, Azlosilin, dan

Piperasilin.

2) Sefalosforin

Antibiotik yang tergolong sefalosporin adalah:

Generasi I : Sefaleksin, Sefalotin, Sefazolin, Sefradin, Sefadroksil

Generasi II : Sefaklor, Sefamandol, Sefuroksim, Sefoksitin, Sefotetan,

Sefmetazol, Sefprozil.

Generasi III : Sefotaksim, Seftriakson, Seftazidim, Sefiksim,

Sefoperazon, Seftizoksim, Sefpodoksim, Moksalaktam.

Generasi IV : Sefepim dan sefpirom

3) Monobaktam (beta-laktam monosiklik), contoh : Aztreonam.

4) Karbapenem, contoh: Imipenem, Meropenem dan Doripenem.

5) Inhibitor beta-laktamase, contoh: Asam Klavulanat, Sulbaktam, dan

Tazobaktam.

b. Basitrasin

Basitrasin adalah kelompok yang terdiri dari antibiotik polipeptida, yang

utama adalah basitrasin A. Basitrasin tersedia dalam bentuk salep mata dan

kulit, serta bedak untuk topikal. Basitrasin jarang menyebabkan

hipersensitivitas. Pada beberapa sediaan, sering dikombinasi dengan neomisin

dan/atau polimiksin.

c . Vankomisin

d. Fosfomisin

2. Obat yang Memodifikasi atau Menghambat Sintesis Protein

Obat antibiotik yang termasuk golongan ini adalah

a. Aminoglikosida

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 221: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

9

Universitas Indonesia

Contoh obat: Streptomisin, Neomisin, Kanamisin, Gentamisin, Tobramisin,

Amikasin dan Netilmisin.

b. Tetrasiklin

Antibiotik yang termasuk ke dalam golongan ini adalah Tetrasiklin,

Doksisiklin, Oksitetrasiklin, Minosiklin, dan Klortetrasiklin.

c. Kloramfenikol

d. Makrolida (Eritromisin, Azitromisin, Klaritromisin, Roksitromisin).

e. Klindamisin

f. Mupirosin

g. Spektinomisin

3. Obat Antimetabolit yang Menghambat Enzim - Enzim Esensial dalam

Metabolisme Folat.

a. Sulfonamid dan Trimetoprim

4. Obat yang Mempengaruhi Sintesis atau Metabolisme Asam Nukleat

a. Kuinolon

1) Asam nalidiksat

2) Fluorokuinolon

Golongan fluorokuinolon meliputi Norfloksasin, Siprofloksasin,

Ofloksasin, Moksifloksasin, Pefloksasin, Levofloksasin, dan lain-lain.

b. Nitrofuran

Nitrofuran meliputi Nitrofurantoin, Furazolidin, dan Nitrofurazon.

5. Obat yang Mempengaruhi Membran Sitoplasma

Berdasarkan pada struktur amphifilnya, obat ini dapat terhimpun di

membran sel dan mengganggu pertukaran zat (seperti: asam-asam amino, derivat

purin dan pirimidin) karena peningkatan permeabilitas sehingga mengakibatkan

arus keluar dari zat-zat tersebut secara masif. Hilangnya unsur esensial ini

mengakibatkan terhentinya reaksi-reaksi biosintetik dan pada akhirnya kematian

sel. Antibiotik yang memiliki mekanisme kerja seperti ini adalah:

a. Polimiksin

b. Gramisidin

c. Nistatin

d. Amfoterisin B

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 222: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

10

Universitas Indonesia

Faktor-Faktor yang harus dipertimbangkan pada penggunaan antibiotik

adalah (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2011):

1. Resistensi mikroorganisme terhadap antibiotik

Resistensi adalah kemampuan bakteri untuk menetralisir dan melemahkan

daya kerja antibiotik. Satuan resistensi dinyatakan dalam satuan KHM (Kadar

Hambat Minimal) atau Minimum Inhibitory Concentration (MIC) yaitu kadar

terendah antibiotik (µg/mL) yang mampu menghambat tumbuh dan

berkembangnya bakteri. Peningkatan nilai KHM menggambarkan tahap awal

menuju resisten.

2. Faktor Farmakokinetik dan Farmakodinamik

Pemahaman mengenai sifat farmakokinetik dan farmakodinamik antibiotik

sangat diperlukan untuk menetapkan jenis dan dosis antibiotik secara tepat. Agar

dapat menunjukkan aktivitasnya sebagai bakterisida ataupun bakteriostatik,

antibiotik harus memiliki beberapa sifat berikut ini :

a. Aktivitas mikrobiologi. Antibiotik harus terikat pada tempat ikatan spesifiknya

(misalnya ribosom atau ikatan penisilin pada protein).

b. Kadar antibiotik pada tempat infeksi harus cukup tinggi. Semakin tinggi kadar

antibiotik semakin banyak tempat ikatannya pada sel bakteri.

c. Antibiotik harus tetap berada pada tempat ikatannya untuk waktu yang cukup

memadai agar diperoleh efek yang adekuat.

d. Kadar hambat minimal. Kadar ini menggambarkan jumlah minimal obat yang

diperlukan untuk menghambat pertumbuhan bakteri.

Secara umum terdapat dua kelompok antibiotik berdasarkan sifat

farmakokinetikanya, yaitu;

a. Time dependent killing. Lamanya antibiotik berada dalam darah dalam kadar

diatas KHM sangat penting untuk memperkirakan outcome klinik ataupun

kesembuhan. Pada kelompok ini kadar antibiotik dalam darah diatas KHM

paling tidak selama 50% interval dosis. Contoh antibiotik yang tergolong time

dependent killing antara lain penisilin, sefalosporin, dan makrolida).

b. Concentration dependent. Semakin tinggi kadar antibiotika dalam darah

melampaui KHM maka semakin tinggi pula daya bunuhnya terhadap bakteri.

Untuk kelompok ini diperlukan rasio kadar/KHM sekitar 10.

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 223: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

11

Universitas Indonesia

Ini mengandung arti bahwa rejimen dosis yang dipilih haruslah memiliki kadar

dalam serum atau jaringan 10 kali lebih tinggi dari KHM. Jika gagal mencapai

kadar ini di tempat infeksi atau jaringan akan mengakibatkan kegagalan terapi.

Situasi inilah yang selanjutnya menjadi salah satu penyebab timbulnya

resistensi.

3. Faktor Interaksi Obat dan Efek Samping Obat

Pemberian antibiotik secara bersamaan dengan antibiotik lain, obat lain

atau makanan dapat menimbulkan efek yang tidak diharapkan. Efek dari interaksi

yang dapat terjadi cukup beragam mulai dari yang ringan seperti penurunan

absorpsi obat atau penundaan absorpsi hingga meningkatkan efek toksik obat

lainnya. Sebagai contoh pemberian siprofloksasin bersama dengan teofilin dapat

meningkatkan kadar teofilin dan dapat berisiko terjadinya henti jantung atau

kerusakan otak permanen. Demikian juga pemberian doksisiklin bersama dengan

digoksin akan meningkatkan efek toksik dari digoksin yang bisa fatal bagi pasien.

4. Faktor Biaya

Peresepan antibiotik yang mahal, dengan harga di luar batas kemampuan

keuangan pasien akan berdampak pada tidak terbelinya antibiotik oleh pasien,

sehingga mengakibatkan terjadinya kegagalan terapi.

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 224: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

12

Universitas Indonesia

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Pengambilan Data

Data diambil secara retrospektif pada Bulan Juli 2012. Data-data obat

yang diambil dari depo Afiat adalah dari rekapan resep Bulan Juli 2012 yang

dilayani pada hari kerja yaitu hari senin sampai hari jumat, sedangkan untuk depo

Dosis Unit, data obat diambil dari buku ekspedisi yang selalu ditulis setiap kali

ada obat yang dilayani, dengan pengambilan data adalah dari keseluruhan hari

pada Bulan Juli 2012.

3.2 Pengolahan Data (WHO, 1993)

Pengolahan data obat-obat generik dan obat-obat antibiotik dilakukan

secara manual.

3.2.1 Obat Generik

Persentase obat generik dikalkulasikan dengan membagi jumlah obat

generik yang dilayani dengan jumlah total obat yang dilayani dikali 100%

% obat generik = jumlah obat generik

jumlah total obat 𝑥 100%

3.2.2 Antibiotik

Persentase antibiotik dikalkulasikan dengan membagi jumlah resep

antibiotik dengan jumlah total resep dan dikali 100%.

% antibiotik =jumlah resep antibiotik

total jumlah resep x 100%

12

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 225: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

13

Universitas Indonesia

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Tabel 4.1 Jumlah dan persentase obat generik yang dilayani depo afiat Bulan Juli

2012

Jumlah Total Obat Jumlah Obat Generik Persentase Obat Generik Yang

Dilayani

6660 1277 19,17%

Tabel 4.2 Jumlah dan persentase antibiotik yang dilayani depo afiat Bulan Juli

2012

Jumlah Total Resep

Antibiotik Jumlah Total Resep

Persentase Obat Antibiotik Yang

Dilayani

898 lembar 2380 lembar 37,7%

Tabel 4.3 Golongan antibiotik yang banyak dilayani depo afiat Bulan Juli 2012

No. Golongan Antibiotik

Yang Banyak Dilayani Jumlah Persentase

1. Sefalosporin 409 41,1%

2. Quinolone 230 23,1%

3. Makrolida 136 13,7%

4. Aminoglikosida 135 13,6%

5. Penisillin + inhibitor β

laktamase

86 8,6%

Total 996 100%

Tabel 4.4 Jumlah dan persentase obat generik yang dilayani depo dosis unit Bulan

Juli 2012

Jumlah Total Obat Jumlah Obat Generik Persentase Obat Generik Yang

Dilayani

3745 759 20,27%

13

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 226: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

14

Universitas Indonesia

Tabel 4.5 Jumlah dan persentase antibiotik yang dilayani depo dosis unit Bulan

Juli 2012

Jumlah Total Resep

Antibiotik Jumlah Total Resep

Persentase Obat Antibiotik Yang

Dilayani

247 lembar 351 lembar 70,4%

Tabel 4.6 Golongan antibiotik yang banyak dilayani depo dosis unit Bulan Juli

2012

No. Golongan antibiotik yang

banyak dilayani Jumlah Persentase

1. Sefalosporin 438 71,7%

2. Quinolone 82 13,4%

3. Anti-TB agent 44 7,2%

4. Karbapenem 38 6,2%

5. Aminoglikosida 9 1,5%

Total 611 100%

4.2 Pembahasan

Evaluasi obat generik dan obat antibiotik dilakukan pada depo Afiat yang

khusus melayani rawat jalan dan depo Dosis Unit yang khusus melayani rawat

inap. Data-data obat yang diambil adalah data-obat obat pada resep terbaru pada

saat PKPA dilakukan, yaitu pada Bulan Juli 2012. Data yang diambil untuk depo

Afiat adalah data obat yang dilayani pada hari senin sampai hari jumat saja,

sedangkan untuk depo Dosis Unit, data obat yang diambil adalah setiap hari

karena pelayanan obat di depo Dosis Unit adalah penggunaan obat perhari,

sehingga apabila data yang diambil hanya data pada hari kerja saja maka data

jumlah penggunaan obat akan berkurang dari total penggunaan obat yang

seharusnya. Data obat yang dilayani oleh Depo Afiat diambil dari rekapan resep

pada Bulan Juli 2012 yang disimpan di Depo Afiat, sedangkan data obat yang

dilayani oleh Depo Dosis Unit diambil dari buku ekspedisi. Buku ekspedisi yaitu

buku yang berisi data-data obat yang dilayani oleh Depo Dosis Unit. Setiap kali

ada permintaan obat dari ruangan rawat inap yang hanya dilayani oleh Depo Dosis

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 227: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

15

Universitas Indonesia

Unit, dan setelah data obat yang keluar diinput ke komputer, lalu jenis obat,

kekuatan serta jumlah obat dicatat dalam buku ekspedisi tersebut.

Dari semua data obat yang terkumpul yang dilayani pada Bulan Juli 2012,

di Depo Afiat diketahui ada 6660 total obat, diantaranya 1277 obat generik yang

dilayani atau sekitar 19,17%. Persentase obat generik yang dilayani depo Afiat

pada Bulan Juli 2012 yaitu sebesar 19,17% ini, masih rendah bila dibandingkan

dengan persentase penggunaan obat generik di fasilitas pelayanan kesehatan di

Indonesia pada tahun 2011 yaitu 82% (Kementerian Kesehatan Republik

Indonesia, 2012). Untuk obat antibiotik, persentase obat yang dilayani depo Afiat

pada Bulan Juli 2012 adalah sebanyak 898 lembar resep antibiotik atau sekitar

37,7% dari 2380 lembar resep. Golongan antibiotik yang dilayani paling banyak

pada Bulan Juli 2012 adalah sefalosporin, diikuti oleh quinolone, makrolida,

aminoglikosida dan penisillin + inhibitor β laktamase.

Total obat yang dilayani Depo Dosis Unit pada Bulan Juli 2012 adalah

3745 obat, diantaranya terdapat 759 obat generik atau sekitar 20,27%. Sedangkan

persentase obat antibiotik yang dilayani adalah 247 lembar atau 70,4% dari 351

lembar resep yang dilayani. Golongan antibiotik yang dilayani paling banyak

adalah sefalosporin, diikuti oleh quinolone, anti-TB agen, karbapenem, dan

terakhir adalah aminoglikosida.

Persentase obat generik yang dilayani pada Bulan Juli 2012 yaitu sebesar

20,27%, juga masih rendah bila dibandingkan dengan persentase penggunaan obat

generik di fasilitas pelayanan kesehatan di Indonesia pada tahun 2011 yaitu 82%

(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2012). Kecilnya angka persentase

penggunaan obat generik pada kedua depo ini dapat dipengaruhi oleh banyak

faktor. Diantaranya, beberapa obat generik memang tidak masuk dalam daftar

formularium RS PMI Bogor sehingga peresepan yang dilakukan menggunakan

obat generik bermerek (branded generic) dan obat-obat tertentu memang tidak

memiliki generiknya. Contoh obat generik yang tidak masuk dalam formularium

RS PMI Bogor adalah azitromisin tablet, diltiazem HCl tablet, eritromisin tablet,

fluconazole tablet, klonidin tablet, kloramfenikol kaplet, loperamide tablet,

lisinopril tablet, ramipril tablet, dan spironolakton tablet.

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 228: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

16

Universitas Indonesia

Selain itu, peresepan obat generik bermerek (branded generic) yang masih

sangat tinggi oleh para dokter yang sering dikunjung oleh Medical Representative

dari perusahaan-perusahaan farmasi yang menawarkan bonus-bonus kepada para

dokter apabila rajin meresepkan obat dari industri obatnya. Peresepan obat dagang

yang masih tinggi oleh para dokter inipun juga dapat dikarenakan oleh kebijakan

pemerintah tentang kewajiban menggunakan obat generik baru diberlakukan

untuk fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah (Kementerian Kesehatan Republik

Indonesia, 2010a), sehingga para dokter di RS PMI Bogor yang merupakan RS

swasta merasa tidak perlu mengikuti peraturan pemerintah tersebut. Semua faktor

tersebut menyebabkan rendahnya persentase obat generik yang dilayani.

Penggunaan antibiotik pada pasien rawat inap, seperti penggunaan

antibiotik pada propilaksis sebelum operasi, penggunaan antibiotik pada saat

operasi dan pasca operasi, pemberian antibiotik untuk pengobatan dan mungkin

juga pemberian antibiotik karena infeksi yang timbul kemudian, atau infeksi

nosokomial. Persentase penggunaan antibiotik berdasarkan antibiotik yag dilayani

Depo Dosis Unit tidak mencapai 100%. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan

antibiotik cukup diperhatikan karena penggunaan antibiotik profilaksis tidak

selalu diperlukan. Penggunaan antibiotik profilaksis pada operasi bersih tidak

perlu diberikan dan pemberian pada kelas operasi bersih kontaminasi pun perlu

dipertimbangkan manfaat dan risikonya karena bukti ilmiah mengenai efektivitas

antibiotik profilaksis belum ditemukan (Kementerian Kesehatan Republik

Indonesia, 2011).

Perhitungan persentase penggunaan antibiotik merupakan salah satu

indikator penggunaan obat di fasilitas pelayanan kesehatan. Berdasarkan pada

hasil penelitian WHO untuk negara Indonesia, persentase peresepan antibiotik

adalah sebesar 43% (WHO, 1993). Persentase penggunaan antibiotik saja tidak

dapat dijadikan acuan apakah penggunaan obat antibiotik sudah baik atau belum.

Karena rendahnya penggunaan antibiotik belum tentu mengidentifikasikan bahwa

penggunaan antibiotik sudah selektif, karena bisa jadi rendahnya persentase

penggunaan antibiotik disebabkan oleh masih banyaknya penyakit yang

seharusnya diberikan antibiotik tetapi tidak diberikan atau pasien yang seharusnya

mendapatkan antibiotik tetapi tidak membeli antibiotik tersebut, begitupun apabila

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 229: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

17

Universitas Indonesia

persentase penggunaan antibiotik sangat tinggi, bisa saja karena adanya

penggunaan antibiotik yang berlebihan, dimana terdapat penyakit yang

seharusnya tidak perlu atau belum perlu diberikan antibiotik, tetapi diberikan.

Untuk mengevaluasi penggunaan antibiotik secara lebih mendalam, masih banyak

lagi data yang dibutuhkan, seperti data pola penyakit, pola kuman, lama

penggunaan antibiotik dan lain-lain.

Masih banyak lagi hal-hal yang harus dibenahi agar peresepan obat dapat

rasional yang diantaranya mencakup penggunaan obat generik dan antibiotik

menjadi lebih baik. Pencapaian ini membutuhkan peran dari berbagai pihak, baik

dari dokter, apoteker, pemerintah dan pasien itu sendiri. Apabila semua pihak

tersebut sudah berperan dengan sebaik-baiknya, maka penggunaan obat yang

rasional oleh masyarakat pun akan lebih realistis.

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 230: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

18

Universitas Indonesia

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Jumlah obat generik yang dilayani depo Afiat pada Bulan Juli 2012 adalah

1277 obat (19,17%), dan untuk depo Dosis Unit adalah sebanyak 759 obat

(20,27%). Sedangkan jumlah obat antibiotik yang dilayani depo Afiat pada Bulan

Juli 2012 adalah 898 lembar (37,7%), dan untuk depo Dosis Unit adalah 247

lembar (70,4%). Antibiotik yang paling banyak dilayani oleh depo Afiat dan depo

Dosis Unit pada Bulan Juli 2012 adalah golongan sefalosforin.

5.2 Saran

Disarankan agar dapat dilakukan penelitian terhadap kerasionalan

peresepan antibiotik yang dikaitkan dengan pola kuman di RS PMI Bogor,

pemilihan antibiotik, ketepatan dosis, lama penggunaan antibiotik dan usia pasien.

18

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 231: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

19

Universitas Indonesia

DAFTAR ACUAN

Badan POM Republik Indonesia. (2008). Informatorium Obat Nasional

Indonesia. Jakarta: Badan POM Repbulik Indonesia

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2004). Sistem Kesehatan Nasional.

Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2006). Kebijakan Obat Nasional.

Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia

Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. (2006). Keputusan

Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1197/MENKES/SK/X/2004

tentang Standar Pelayanan Farmasi Di Rumah Sakit. Jakarta: Departemen

Kesehatan Republik Indonesia

Dwiprahasto, Iwan. (2010). Isu Kebijakan Obat Generik. 22 Agustus 2012.

http://arsip.kebijakankesehatanindonesia.net/?q=node/125

Hugo, W.B & Russell, A.D. (1998). Pharmaceutical Microbiology (sixth edition).

United Kingdom: The Black Science

Katzung, Bertram G. (2007). Basic & Clinical Pharmacology (10th edition). New

York: McGraw-Hill Companies

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2012). Profil Data Kesehatan

Indonesia Tahun 2011. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2011). Peraturan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2406/MENKES/PER/XII/2011

tentang Pedoman Umum Penggunaan Antibiotik. Jakarta: Kementerian

Kesehatan Republik Indonesia

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2010a). Peraturan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia No. HK.02.02/MENKES/068/I/2010 Tentang

Kewajiban Menggunakan Obat Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan

Pemerintah. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2010b). Keputusan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.03.01//Menkes/146/I/2010

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 232: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

20

Universitas Indonesia

tentang Harga Obat Generik. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik

Indonesia

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2010c). Keputusan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.03.01/MENKES/159/I/2010

tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penggunaan Obat Generik

Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah. Jakarta: Kementerian

Kesehatan Republik Indonesia.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2009). Peraturan Pemerintah

Republik Indonesia Nomor 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian.

Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

Obat Generik. (2011). Don’t Judge It By The Name. 01 Agustus 2012. Program

Studi Kimia Institut Teknologi Bandung.

http://www.chem.itb.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&c

atid=1%3Anews&id=42%3Aobat-generik&lang=in

Obat Generik Diwajibkan. (2012). 01 Agustus 2012.

whttp://www.ikatanapotekerindonesia.net/pharmacy-news/34-pharmacy-

news/1104-obat-generik-diwajibkan.html

Schmitz, G., Lepper, H., and Heidrich, M. (2009). Farmakologi dan Toksikologi

(Edisi 3). Jakarta: Buku Kedokteran EGC

Siregar, Charles J.P. (2003). Farmasi Rumah Sakit: Teori dan Penerapan. Jakarta:

Buku Kedokteran EGC

WHO. (1993). How to Investigate Drug Use in Health Facilities: Selected Drug

Use Indicators-EDM Research (Series No. 007). 6 September 2012.

http://apps.who.int/medicinedocs/en/d/Js2289e/ Yusuf, M. (2012). Mengenal Obat Generik Berlogo. 01 Agustus 2012.

www.kabarindonesia.com

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 233: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

LAMPIRAN

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 234: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

21

Lampiran 1. Sepuluh (10) golongan antibiotik yang banyak dilayani Depo

Dosis Unit Bulan Juli 2012

Golongan

Antibiotik Antibiotik Jumlah Total

Sefalosporin (β

lactam)

Cefixim kp 100 mg 2 438

Cefixim sirup 60 mg/ 30 ml 1

Cefspan® syr 3

Sporetik® kp 100 mg 11

Sporetik® DS 60 ml 1

Sporetik® syr 100 mg/ 5 ml 6

Sporetik® inj 1

Lanfix® 200 mg 10

Lanfix® 100 mg 13

Starcef® syr 3

Ceftazidime inj 1

Ceftum® inj 1g 2

Sodime® inj 1g 7

Zidifect® inj 4

Triject® inj 1g 36

Ceftriaxone inj 1g 55

Socef® inj 1g 17

Gracef® inj 1g 21

Ecotrixon® inj 1g 4

Terfacef® inj 1g 82

Starxon® inj 1g 8

Cefadroxil 500 mg 6

Cefadroxil 250 mg 2

Cefadroxil syr 2

Widrox® 500 mg 2

Cefat® 500 mg 13

Cefat® 250 mg 2

Rycef® inj 1g 2

Cefoktaxim inj 1g 13

Clacef® inj 1g 2

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 235: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

22

Lampiran 1. Sepuluh (10) golongan antibiotik yang banyak dilayani Depo

Dosis Unit Bulan Juli 2012 (Lanjutan)

Lancef® inj 1

Taxegram® inj 1g 20

Taxegram® 0,5 g 1

Cephalox® inj 1g 3

Ferzobat® inj 1g 4

Bifotik® inj 7

Sulbacef® inj 1g 8

Ceropid® inj 1g 12

Soperam® inj 1g 4

Lanpirom® inj 1g 4

Bactirom® inj 1

Sopirom® inj 7

Meiact® 200 mg 14

Macef® inj 1

Ceforim® inj 1g 18

Cefabiotik® kp 500 mg 1

Quinolone Ciprofloxacin 500 mg 4 82

Ciprofloxacin inj 2

Baquinor® 500 mg 24

Quidex® inf 1

Cetafloxo® 500 mg 6

Lefos® 500 mg 1

Cravit® 500 mg 2

Cravit® inf 1

Lexa® kp 500 mg 3

Lexa® inf 750 mg 10

Lecofloxacin inf 5

Levofloxacin inj 1

Levofloxacin tb 500 mg 7

Levocin® 500 mg 5

Levocin® inj 1

Levocin® inf 3

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 236: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

23

Lampiran 1. Sepuluh (10) golongan antibiotik yang banyak dilayani Depo

Dosis Unit Bulan Juli 2012 (Lanjutan)

Voxin® tb 4

Levovid® inf 2

Agen Anti-TB Rimcure® 1 44

Rimstar® 5

Rimactazid® 450/300 14

Santibi® 500 mg 4

Etambutol 500 mg 8

Pirazinamid 12

Karbapenem Lanmer® inj 1g 10 38

Merosan® inj 17

Meropenem inj 1

Pelastin® inj 1g 10

Aminoglikosida C tobroson®

1 9

Sagestam® inj 80 mg 7

Garamycin® salep 1

Penisillin +

inhibitor β

laktamase

Claneksi® 500 mg tb 5 7

Clabat® 250 mg forte syr 1

Clabat® 500 mg 1

Trimetoprim +

sulfonamid

Sanprima® sirup 1 3

Sanprima® F 2

Penisillin Amoxan® 500 mg 2 2

Makrolida Zibramax® 1 2

Erysanbe® 250 mg 1

Kloramfenikol Col san cetin® DS 1 1

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 237: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

24

Lampiran 2. Sepuluh (10) golongan antibiotik yang banyak dilayani Depo

Afiat Bulan Juli 2012

Golongan

Antibiotik Antibiotik Jumlah Total

Sefalosforin Cefixim kp 100 mg 35 409

Cefixim sir 60 mg/ 30 ml 2

Cefspan®

200 mg 6

Cefspan®

sir 2

Sporetik®

kp 100 mg 82

Sporetik®

DS 60ml 13

Tocef®

sir 2

Lanfix®

200mg 32

Lanfix®

100mg 15

Starcef®

100mg 11

Cefotaxim inj 1g 5

Taxegram®

inj 1g 2

Ceftriakson inj 1g 11

Socef®

100 mg 1

Cefadroxil 500mg 37

Cefat®

500mg 55

Cefat®

250mg 1

Cefat®

sir 11

Ethicef®

500mg kp 49

Ethicef®

sir 4

Qidrox®

500 7

widrox®

1

Meiact®

200 mg 16

Sulbacef®

inj 1

Ceforim®

inj 1g 1

Cefim®

inj 1g 1

Cefabiotik®

kp 500mg 6

Quinolone Dexaflox®

400 mg 1 230

Ofloxacin 400mg 8

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 238: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

25

Lampiran 2. Sepuluh (10) golongan antibiotik yang banyak dilayani Depo

Afiat Bulan Juli 2012 (Lanjutan)

Ofloxacin 200mg 1

Floxa®

ED MDS 3

Tarivid®

otic sol 3 mg/ml 1

Tarivid®

ED 2

Tariflox®

400mg 2

Ethiflox®

400mg 6

Ethiflox®

200mg 3

Cravit®

500 2

Cravid®

ED 1

Lefos®

500mg 7

Lexa®

kpl 9

Levofloxacin inf 1

Levofloxacin tb 500mg 14

LFX®

MD 5

Levocin®

500 tb 28

Mosardal®

500mg 3

Voxin®

500 mg 13

Volox®

500 1

Levovid®

500mg 5

Ciprofloxacin 500mg 43

Ciprofloxacin inf 1

Baquinor®

500mg 36

Baquinor®

0,3% ED 1

Cetafloxo®

500mg 7

Wiaflox®

500mg 2

Interflox®

500mg 24

Makrolida Zistic®

kp 500mg 66 136

Zistic ®

sir 2

Zibramax®

500mg 16

Eritromisin sir 2

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 239: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

26

Lampiran 2. Sepuluh (10) golongan antibiotik yang banyak dilayani Depo

Afiat Bulan Juli 2012 (Lanjutan)

Bicrolid®

250mg 11

Spiramysin 500mg 9

Spirasin®

500 mg 4

Erysanbe®

200 18

Erysanbe®

250 2

Erysanbe®

500 6

Aminoglikosida Cinogenta®

krim 10g 22 135

Gentamisin inj 80mg/2 ml 5

Gentamycin 0,1% 5g SK 1

Sagestam®

krim 2

Sagestam®

ED 4

Sagestam®

inj 80mg 5

Garamycin®

krim 6

C gentamisin®

ED 27

C tobroson®

52

Gentasolon®

5g krim 8

Streptomycin inj 3

Penisillin + inhibitor β

laktamase

Famoxiclav®

625mg 12 86

Claneksi®

125mg sir 6

Claneksi®

forte sir 3

Claneksi®

tb 10

Clabat®

250mg forte sir 10

Clabat®

500mg 13

Dexyclav®

500mg 18

Picyn®

inj 1,5g 1

Co-amoxiclav 625mg 13

Agen Anti-TB Rifampisin 450mg 7 75

Rifampisin 300mg 5

Rifampisin 600mg 6

INH 300mg 13

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 240: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

27

Lampiran 2. Sepuluh (10) golongan antibiotik yang banyak dilayani Depo

Afiat Bulan Juli 2012 (Lanjutan)

INH 100mg 5

Etambutol 500mg 8

Santibi®

500 5

pyrazinamida 8

INH ciba 400mg +vit B 1

Rimstar®

4FDC 10

Rimactazid®

450/300 4

Santibi®

plus 3

Penisillin Amoxicillin®

125mg 3 51

Amoksisillin 500mg 11

Amoxan®

forte 250mg/ml 2

Amoxan®

125mg/ml dry 3

Amoxan®

500mg 25

Amoxan®

250mg 1

Ethimox®

500mg 2

Leomoxyl®

500 mg 4

Klindamisin Klindamisin 150mg kp 2 48

Klindamisin 300mg 9

Medi-klin®

gel 9

Clinbercin®

kp 4

Prolic®

150mg 7

Prolic®

300mg 17

Polimiksin + aminoglikosida

Polidemisin®

ED 3 28

Cendo xitrol®

6

C polydex®

ED 4

otopain®

15

Kloramfenikol Biothicol®

500mg 1 20

Biothicol®

syr 125mg 2

Thiamfenicol 500 2

Colsancetine®

inj 1

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 241: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

28

chloramfecort®

6

C mycos®

EO 8

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 242: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 202

JL. KEJAYAAN RAYA BLOK IX NO. 02 DEPOK

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

MUTIARA HILMA, S.Farm

1106153391

ANGKATAN LXXV

FAKULTAS FARMASI

PROGRAM PROFESI APOTEKER

DEPOK

DESEMBER 2012

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 243: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 202

JL. KEJAYAAN RAYA BLOK IX NO. 02 DEPOK

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar apoteker

MUTIARA HILMA, S.Farm

1106153391

ANGKATAN LXXV

FAKULTAS FARMASI

PROGRAM PROFESI APOTEKER

DEPOK

DESEMBER 2012

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 244: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 245: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

iv

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala nikmat

dan karunia, serta bantuan dan pertolongan yang telah diberikan sehingga penulis

dapat melaksanakan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Apotek Kimia

Farma No.202 Jl. Kejayaan Raya Blok IX No. 2, Depok, yang dimulai pada

tanggal 3 September hingga 6 Oktober 2012 dan menyelesaikan laporan ini.

Kegiatan PKPA dan penyusunan laporan ini merupakan bagian dari

program pendidikan profesi Apoteker dengan tujuan untuk meningkatkan

pemahaman, pengetahuan, dan keterampilan calon apoteker mengenai dunia

kerjanya. Dengan mengikuti kegiatan PKPA ini, nantinya apoteker diharapkan

akan langsung dapat mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilan yang

dimilikinya saat memasuki dunia kerja.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Faharuddin, S.Si, Apt selaku pembimbing dari Apotek Kimia Farma No. 202

yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan selama PKPA.

2. Dra. Azizahwati, MS., Apt. selaku pembimbing dari Fakultas Farmasi

Universitas Indonesia yang telah memberikan masukan dan saran dalam

penyusunan laporan ini.

3. Prof. Dr. Yahdiana Harahap, Apt., MS., selaku Dekan Fakultas Farmasi

Universitas Indonesia.

4. Dr. Harmita, Apt. selaku Ketua Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi

Universitas Indonesia.

5. Seluruh staf dan karyawan Apotek Kimia Farma No. 202 Depok atas segala

keramahan, pengarahan, bimbingan dan kebaikan yang telah diberikan selama

pelaksanaan PKPA.

6. Seluruh staf pengajar program profesi Apoteker Fakultas Farmasi.

7. Keluarga yang telah memberikan bantuan moril dan materil sehingga

pelaksanaan PKPA dan penyelesaian laporan menjadi lancar.

8. Semua teman-teman apoteker Universitas Indonesia angkatan 75 serta semua

pihak yang telah memberikan bantuan dan semangat kepada penulis selama

pelaksanaan PKPA.

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 246: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

v

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan laporan ini. Oleh

karena itu, penulis mengharapkan adanya kritik dan saran untuk

menyempurnakan laporan ini. Akhir kata, semoga laporan ini dapat bermanfaat.

Penulis

2012

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 247: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

ABSTRAK

Nama : Mutiara Hilma

Program Studi : Profesi Apoteker

Judul : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Kimia

Farma No. 202 Jl. Kejayaan Raya Blok IX No. 02 Depok

Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Kimia Farma No. 202 Depok bertujuan

untuk mengetahui dan memahami peran apoteker di apotek dalam bidang

manajemen apotek maupun pelayanan kefarmasian serta mengetahui dan

memahami kegiatan kefarmasian baik secara teknis maupun non teknis di apotek.

Kegiatan menejemen di apotek Kimia Farma No.202 Depok meliputi

perencanaan, pengadaan, penyimpanan, pencatatan, dan pelaporan. Sedangkan

kegiatan pelayanan kefarmasiannya meliputi penyerahan resep, pelayanan non

resep, dan swamedikasi. Tugas khusus yang diberikan berjudul Analisa Resep

Pengobatan Penyakit Hipertensi di Apotek Kimia Farma No.202 Depok. Tugas

khusus ini bertujuan agar dapat memahami bagaimana penatalaksanaan hipertensi

melalui contoh resep. Penatalaksanaan hipertensi meliputi terapi non farmakologi

dan terapi farmakologi. Terapi nonfarmakologi berupa modifikasi gaya hidup

seperti menjaga berat badan ideal, konsumsi banyak buah dan sayur, diet rendah

sodium, olahraga teratur dan mengurangi konsumsi alkohol. Terapi farmakologi

berupa diuretik, β bloker, ACE inhibitor, Angiostensin II Receptor Blocker, dan

Calsium Channel Blocker.

Kata Kunci : Apotek Kimia Farma 202 Depok, Hipertensi, Analisi Resep

Tugas Umum : viii + 51 halaman; 17 lampiran

Tugas Khusus : v + 27 halaman; 3 gambar; 3 tabel; 2 lampiran

Daftar Acuan Tugas Umum : 10 (1978-2012)

Daftar Acuan Tugas Khusus : 12 (2000-2012)

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 248: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

ABSTRACT

Name : Mutiara Hilma

Program Study : Apothecary Profession

Title : Apothecary Internship Report at Apotek Kimia Farma No. 202

Jl. Kejayaan Raya Blok IX No. 02 Depok

Apothecary Internship at Apotek Kimia Farma No. 202 Depok aimed to know and

to understand roles of Apothecary in Apotek, in management sector and drug

servies and also to know and to learn pharmacy activities, tehnical and non

tehnical. Management activities in Apotek Kimia Farma No.202 Depok include

planning, supplying, saving, recording dan reporting. Drug services consists of

prescription service, non-prescription service, and swamedication. Special

assignment given titled is Analysis of prescription for Hipertension Therapy in

Apotek Kimia Farma No. 202 Depok. The aim of this special assigment is to

understand how the hipertension therapy through samples of prescription.

Hipertension therapy are nonpharmacology and pharmacology. Nonpharmacology

therapy include life style modifications, examples: mantain normal body weight,

consume a diet rich in fruits, vegetables, and lowfat dairy products with a reduced

content of saturated and total fat; dietary sodium reduction; physical activity; and

moderation of alcohol consumption. Pharmacology therapy include diuretics, β

bloker, ACE inhibitor, Angiostensin II Receptor Blocker, dan Calsium Channel

Blocker.

Keywords : Apotek Kimia Farma 202 Depok, Hypertension, Analysis

prescription

General Assignment : viii + 51 pages; 17 appendices

Special Assignment : v + 27 pages; 3 pictures; 3 tables; 2 appendices

Bibliography of general assignment : 10 (1978-2012)

Bibliography of special assignment : 12 (2000-2012)

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 249: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

v

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN....................................................................... iii

KATA PENGANTAR ................................................................................ iv

ABSTRAK ................................................................................................... v

ABSTRACT ................................................................................................. vi

DAFTAR ISI ............................................................................................... viii

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ ix

I. PENDAHULUAN ................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ................................................................................. 1

1.2 Tujuan .............................................................................................. 2

2. TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 3

2.1 Definisi Apotek ................................................................................. 3

2.2 Landasan Hukum Apotek .................................................................. 3

2.3 Tugas dan Fungsi Apotek……………………………………. ........... 4

2.4 Persyaratan Apotek…………………………………………... ........... 4

2.5 Tata Cara Perizinan Apotek………………………………….. ........... 8

2.6 Pengelolaan Apotek………………………………………….. ........... 9

2.7 Pelayanan Apotek……………………………………………. ........... 10

2.8 Pencabutan Izin Apotek……………………………………… ........... 14

2.9 Pengelolaan Narkotika……………………………………….. ........... 15

2.10 Pengelolaan Psikotropika…………………………………….. ........... 19

3. TINJAUAN UMUM ................................................................................ 22

3.1 PT. Kimia Farma (Persero), Tbk ....................................................... 22

3.2 PT. Kimia Farma Apotek ................................................................... 23

4. TINJAUAN KHUSUS ............................................................................ 26

4.1 Bisnis Manager Wilayah Bogor ......................................................... 26

4.2 Apotek Kimia Farma No. 202 Depok……………………….. ............ 30

4.3 Kegiatan Apotek……………………………………………... ........... 35

5. PEMBAHASAN ..................................................................................... 44

6. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 50

6.1 Kesimpulan ....................................................................................... 50

6.2 Saran ................................................................................................. 50

DAFTAR ACUAN ...................................................................................... 51

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 250: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

vi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Struktur Organisasi PT Kimia Farma Apotek .................... 52

Lampiran 2 Struktur Organisasi bisnis Manajer Apotek Wilayah Bogor 53

Lampiran 3 Denah Lokasi Apotek Kimia Farma No. 202 Depok .......... 54

Lampiran 4 Layout Apotek Kimia Farma No. 202 Depok ..................... 55

Lampiran 5 Struktur Organisasi Apotek Kimia Farma No. 202............. 56

Lampiran 6 Bon Permintaan Barang Apotek ........................................ 57

Lampiran 7 Alur Pelayanan Penerimaan Resep .................................... 58

Lampiran 8 Kartu Stok ......................................................................... 59

Lampiran 9 Surat Pemesanan Narkotika ............................................... 60

Lampiran 10 Laporan Penggunaan Narkotika ......................................... 61

Lampiran 11 Surat Pesanan Psikotropika ............................................... 62

Lampiran 12 Laporan Penggunaan Psikotropika..................................... 63

Lampiran 13 Etiket ................................................................................ 64

Lampiran 14 Salinan Resep .................................................................... 65

Lampiran 15 Kuitansi Pembayaran Resep Tunai .................................... 66

Lampiran 16 Bon Pengambilan Obat ...................................................... 67

Lampiran 17 Label ................................................................................. 68

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 251: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

1 Universitas Indonesia

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pelayanan kesehatan adalah upaya yang diselenggarakan secara pribadi

maupun bersama-sama untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan,

menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga,

kelompok atau masyarakat. Oleh karena itu, diperlukan adanya suatu

pembangunan kesehatan untuk meningkatkan kesadaran, kenyamanan dan

kemampuan hidup sehat bagi setiap orang dalam rangka mewujudkan derajat

kesehatan yang optimal sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum

(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2004a). Untuk mencapai tujuan

tersebut, maka dilakukan upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh di setiap

lapisan masyarakat, termasuk dalam hal penggunaan dan pendistribusian obat.

Apotek sebagai salah satu sarana penyaluran obat dan perbekalan farmasi,

mempunyai peran dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat untuk

memperoleh perbekalan farmasi yang bermutu dan terjamin serta terjangkau

harganya. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.

1332/MENKES/SK/X/2002 yang merupakan perubahan atas Peraturan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia No. 922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan

dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek, definisi apotek adalah suatu tempat

tertentu, tempat dilakukannya pekerjaan kefarmasian dan penyaluran perbekalan

farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat. Perbekalan farmasi

yang dimaksud adalah obat, bahan obat, obat asli Indonesia (obat tradisional), alat

kesehatan, dan kosmetika.

Apotek sebagai salah satu sarana penyalur perbekalan farmasi yang

berhubungan langsung dengan masyarakat, dituntut untuk dapat memberikan

pelayanan terbaik dalam memenuhi kebutuhan masyarakat akan obat dan alat

kesehatan. Terlebih lagi, pelayanan kefarmasian pada saat ini telah mengalami

pergeseran orientasi, yang semula berorientasi pada pengelolaan obat (drug

oriented) sebagai komoditi, telah beralih menjadi berorientasi pada pasien, dengan

tujuan untuk meningkatkan kualitas hidup dari pasien (patient oriented). Oleh

karena itu, Apoteker Pengelola Apotek harus memiliki pengetahuan dan

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 252: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

2

Universitas Indonesia

kompetensi yang baik (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2004b). Selain

ilmu kefarmasian, seorang Apoteker Pengelola Apotek juga dituntut untuk dapat

menguasai ilmu-ilmu ekonomi, seperti ilmu manajemen dan ilmu akuntansi,

sehingga seluruh kegiatan di apotek dapat memberikan keuntungan yang optimal

tanpa harus menghilangkan fungsi sosialnya di masyarakat.

Oleh karena itu, program profesi apoteker Universitas Indonesia bekerja

sama dengan Apotek Kimia Farma menyelenggarakan Praktek Kerja Profesi

Apoteker (PKPA) yang berlangsung selama 5 minggu sejak tanggal 3

September 2012 sampai dengan 6 Oktober 2012. PKPA ini dilaksanakan

dengan harapan agar calon apoteker dapat mengembangkan teori yang

diperoleh selama perkuliahan.

1.2. Tujuan

Pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Kimia Farma bagi

para calon apoteker bertujuan untuk:

1.2.1 Mengetahui dan memahami peran apoteker di apotek dalam bidang

manajemen apotek maupun pelayanan kefarmasian.

1.2.2 Mengetahui dan memahami kegiatan kefarmasian baik secara teknis

maupun non teknis yang dilakukan di apotek.

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 253: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

3 Universitas Indonesia

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Apotek

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

No.1332/MENKES/SK/X/2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri

Kesehatan RI No.922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara

Pemberian Izin Apotek, disebutkan bahwa apotek merupakan suatu tempat

tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi,

perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat. Yang dimaksud dengan

pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan

farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan, dan pendistribusian atau

penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan

informasi obat, serta pengembangan obat, bahan dan obat tradisional. Sediaan

farmasi yang dimaksud adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetika

(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009).

2.2 Landasan Hukum Apotek

Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang apotek dan

kegiatannya adalah :

a. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 51 tahun 2009 tentang

Pekerjaan Kefarmasian.

b. Undang-undang Republik Indonesia No.35 tahun 2009 tentang Narkotika.

c. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1027/ MENKES/ SK/

IX/ 2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek.

d. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1332/ MENKES/

SK/X/2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan

No.922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian

Izin Apotek.

e. Undang-undang Republik Indonesia No.5 tahun 1997 tentang Psikotropika.

f. Peraturan Menteri Kesehatan No.688/MENKES/PER/VII/1997 tentang

Psikotropika.

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 254: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

4

Universitas Indonesia

g. Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 1980 tanggal 14 Juli 1980 sebagai

Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun 1965 tentang Apotek.

h. Peraturan Menteri Kesehatan No.28/MENKES/PER/I/1978 tentang

Penyimpanan Narkotika.

2.3 Tugas dan Fungsi Apotek

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 1980 pasal 2, apotek

mempunyai tugas dan fungsi sebagai berikut :

a. Tempat pengabdian profesi seorang apoteker yang telah mengucapkan sumpah

jabatan.

b. Sarana farmasi yang melaksanakan peracikan, pengubahan bentuk,

pencampuran dan penyerahan obat atau bahan obat.

c. Sarana penyalur perbekalan farmasi yang harus menyebarkan obat yang

diperlukan masyarakat secara meluas dan merata.

2.4 Persyaratan Apotek

Apotek baru yang akan beroperasi harus mempunyai Surat Izin Apotek

(SIA), yaitu surat izin yang diberikan oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia

kepada apoteker atau apoteker yang bekerjasama dengan pemilik sarana untuk

menyelenggarakan kegiatan apotek di suatu tempat tertentu. Izin apotek berlaku

untuk seterusnya selama apotek yang bersangkutan masih aktif melakukan

kegiatan dan Apoteker Pengelola Apotek dapat melaksanakan pekerjaannya serta

masih memenuhi persyaratan (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2002).

Persyaratan pendirian sebuah apotek menurut Peraturan Menteri

Kesehatan No.922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara

Pemberian Izin Apotek yaitu :

a. Untuk mendapatkan izin apotek, apoteker atau apoteker yang bekerjasama

dengan pemilik sarana yang telah memenuhi persyaratan harus siap dengan

tempat, perlengkapan termasuk sediaan farmasi dan perbekalan lainnya yang

merupakan milik sendiri atau milik pihak lain.

b. Sarana apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan kegiatan

pelayanan komoditi lainnya di luar sediaan farmasi.

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 255: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

5

Universitas Indonesia

c. Apotek dapat melakukan kegiatan pelayanan komoditi lainnya di luar sediaan

farmasi.

2.4.1 Apoteker Pengelola Apotek

Apoteker Pengelola Apotek adalah apoteker yang telah diberi Surat Izin

Apotek (SIA). Untuk menjadi Apoteker Pengelola Apotek, harus memenuhi

persyaratan sebagai berikut (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1993) :

a. Ijazahnya telah terdaftar pada Departemen Kesehatan.

b. Telah mengucapkan sumpah/janji sebagai apoteker.

c. Memiliki Surat Izin Kerja dari Menteri

d. Memenuhi syarat-syarat kesehatan fisik dan mental untuk melaksanakan

tugasnya sebagai apoteker.

e. Tidak bekerja di suatu perusahaan farmasi dan tidak menjadi Apoteker

Pengelola Apotek di apotek lain.

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

No.889/MENKES/PER/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktek, dan Izin Kerja

Tenaga Kefarmasian, seorang apoteker sebelum menjalankan pekerjaan

kefarmasian wajib memiliki Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA). Seorang

apoteker harus memenuhi beberapa persyaratan untuk memperoleh STRA,

seperti:

a. Memiliki ijazah apoteker.

b. Memiliki sertifikat kompetensi profesi.

c. Memiliki surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji apoteker.

d. Memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki

surat izin praktik.

e. Membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika

profesi.

Apoteker yang telah memenuhi syarat untuk memperoleh STRA,

selanjutnya dapat mengajukan permohonan kepada KFN (Komite Farmasi

Nasional) dengan membuat surat permohonan STRA yang harus melampirkan

(Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2009; Kementerian Kesehatan

Republik Indonesia, 2011) :

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 256: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

6

Universitas Indonesia

a. Fotokopi ijazah apoteker.

b. Fotokopi surat sumpah/janji apoteker.

c. Fotokopi sertifikat kompetensi profesi yang masih berlaku.

d. Surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki surat izin

praktik.

e. Surat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi.

f. Pas foto terbaru berwarna ukuran 4 x 6 cm sebanyak 2 (dua) lembar dan

ukuran 2 x 3 cm sebanyak 2 (dua) lembar.

Setiap tenaga kefarmasian yang akan menjalankan pekerjaan kefarmasian

wajib memiliki surat izin sesuai tempat tenaga kefarmasian bekerja. Surat izin

sebagaimana dimaksud berupa SIPA bagi apoteker penanggung jawab dan

apoteker pendamping di fasilitas pelayanan kefarmasian. SIPA bagi apoteker

penanggung jawab di fasilitas pelayanan kefarmasian hanya diberikan untuk 1

(satu) tempat fasilitas kefarmasian.; sedangkan SIPA bagi apoteker pendamping

dapat diberikan untuk paling banyak 3 (tiga) tempat fasilitas pelayanan

kefarmasian.

SIPA dikeluarkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tempat

pekerjaan kefarmasian tersebut dilakukan. Untuk memperoleh SIPA, apoteker

mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tempat

pekerjaan kefarmasian dilaksanakan. Permohonan SIPA harus melampirkan:

a. Fotokopi STRA yang dilegalisir oleh KFN.

b. Surat pernyataan mempunyai tempat praktik profesi atau surat keterangan dari

pimpinan fasilitas pelayanan kefarmasian atau dari pimpinan fasilitas produksi

atau distribusi/penyaluran.

c. Surat rekomendasi dari organisasi profesi.

d. Pas foto berwarna ukuran 4 x 6 sebanyak 2 (dua) lembar dan 3 x 4 sebanyak 2

(dua) lembar.

2.4.2 Bangunan

Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

No.922/MENKES/PER/X/1993, luas apotek tidak diatur lagi, namun harus

memenuhi persyaratan teknis sehingga kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 257: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

7

Universitas Indonesia

serta kegiatan pemeliharaan perbekalan farmasi dapat terjamin. Menurut

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1027/MENKES

/SK/IX/2004, bangunan apotek berlokasi pada daerah yang mudah dikenali oleh

masyarakat. Bangunan di apotek harus mempunyai luas bangunan yang cukup

dan memenuhi persyaratan teknis, sehingga dapat menjamin kelancaran

pelaksanaan tugas dan fungsi apotek. Suatu apotek paling sedikit memiliki ruang

tunggu pasien, ruang peracikan dan penyerahan obat, ruang administrasi, ruang

kerja Apoteker, tempat pencucian alat dan kamar kecil. Bangunan apotek

dilengkapi dengan sumber air yang memenuhi syarat kesehatan, sumber

penerangan sehingga dapat memberikan penerangan yang memadai, alat

pemadam kebakaran, ventilasi dan sanitasi yang baik, papan nama apotek beserta

keterangan nama Apoteker Penanggung jawab Apotek (APA).

2.4.3 Sumber Daya Manusia

Sumber daya manusia yang terdapat di apotek antara lain Apoteker

Pengelola Apotek, yaitu apoteker yang telah diberi Surat Izin Apotek (SIA);

Apoteker Pendamping, yaitu apoteker yang bekerja di apotek disamping Apoteker

Pengelola Apotek dan atau menggantikannya pada jam-jam tertentu pada hari

buka apotek; Asisten Apoteker, yaitu mereka yang berdasarkan peraturan

perundang-undangan yang berlaku berhak melakukan pekerjaan kefarmasian

sebagai Asisten Apoteker; personalia lain yang membantu kegiatan di apotek,

antara lain juru resep yang membantu asisten apoteker dalam menyiapkan obat-

obat untuk diracik, pemegang kas/kasir dan petugas kebersihan.

2.4.4 Perlengkapan

Perlengkapan yang harus ada di apotek adalah peralatan untuk membuat,

mengolah dan meracik obat seperti timbangan, mortir dan alu, gelas ukur dan lain-

lain; tempat penyimpanan perbekalan farmasi seperti lemari dan rak untuk

menyimpan obat, lemari pendingin, lemari khusus untuk menyimpan narkotika

dan psikotropika; wadah pengemas dan pembungkus seperti etiket obat; peralatan

administrasi seperti blanko pemesanan obat, salinan resep dan kartu stok; dan

buku standar yang berhubungan dengan kegiatan apotek.

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 258: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

8

Universitas Indonesia

2.5 Tata Cara Perizinan Apotek (Departemen Kesehatan Republik

Indonesia, 2002)

Izin apotek diberikan oleh Menteri Kesehatan yang wewenangnya

kemudian dilimpahkan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Kepala

Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota wajib melaporkan pelaksanaan pemberian izin,

pencairan izin dan pencabutan izin apotek sekali setahun kepada Menteri dan

tembusan disampaikan kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi.

Tata cara pengurusan izin apotek adalah :

a. Permohonan izin apotek diajukan kepada Kepala Dinas Kesehatan

Kabupaten/Kota dengan menggunakan contoh formulir model APT-1.

b. Dengan menggunakan Formulir APT-2 Kepala Dinas Kesehatan

Kabupaten/Kota selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah menerima

permohonan dapat meminta bantuan teknis kepada Kepala Balai POM untuk

melakukan pemeriksaan setempat terhadap kesiapan apotek untuk melakukan

kegiatan.

c. Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM selambat-

lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah permintaan bantuan teknis dari Kepala

Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melaporkan hasil pemeriksaan setempat

dengan menggunakan contoh formulir APT-3.

d. Dalam hal pemeriksaan dan pelaporan oleh Balai POM tidak dilaksanakan,

apoteker pemohon dapat membuat surat pernyataan siap melakukan kegiatan

kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dengan tembusan

kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi dengan menggunakan contoh

formulir model APT-4.

e. Dalam jangka waktu 12 (dua belas) hari kerja setelah diterima laporan hasil

pemeriksaan oleh Balai POM, atau pernyataan dari pemohon untuk siap

melakukan kegiatan, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat

mengeluarkan Surat Izin Apotek dengan menggunakan contoh formulir model

APT-5.

f. Dalam hal hasil pemeriksaan Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau

Kepala Balai POM masih belum memenuhi syarat, Kepala Dinas Kesehatan

Kabupaten/Kota setempat dalam waktu 12 (dua belas) hari kerja

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 259: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

9

Universitas Indonesia

mengeluarkan Surat Penundaan dengan menggunakan contoh formulir model

APT-6.

g. Terhadap Surat Penundaan, apoteker diberi kesempatan untuk melengkapi

persyaratan yang belum dipenuhi selambat-lambatnya dalam jangka waktu 1

(satu) bulan sejak tanggal Surat Penundaan.

h. Jika permohonan izin apotek tidak memenuhi persyaratan atau lokasi apotek

tidak sesuai dengan permohonan, maka Kepala Dinas Kesehatan

Kabupaten/Kota setempat dalam jangka waktu selambat-lambatnya 12 (dua

belas) hari kerja wajib mengeluarkan Surat Penolakan disertai dengan alasan-

alasannya dengan menggunakan contoh formulir model APT-7.

2.6 Pengelolaan Apotek (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2002).

Pengelolaan apotek meliputi :

a. Pembuatan, pengolahan, peracikan, pengubahan bentuk pencampuran,

penyimpanan dan penyerahan obat atau bahan obat.

b. Pengadaan, penyimpanan, penyaluran dan penyerahan perbekalan farmasi

lainnya.

c. Pelayanan informasi mengenai perbekalan farmasi, yang meliputi pelayanan

informasi tentang obat dan perbekalan farmasi lainnya yang diberikan, baik

kepada dokter dan tenaga kesehatan lainnya maupun kepada masyarakat dan

pengamatan serta pelaporan informasi mengenai khasiat keamanan, bahaya

dan atau mutu obat dan perbekalan farmasi lainnya.

Dalam mengelola apotek, seorang apoteker wajib menyediakan,

meyimpan dan menyerahkan perbekalan farmasi yang bermutu baik dan yang

keabsahannya terjamin. Obat dan perbekalan farmasi lainnya yang karena sesuatu

hal tidak dapat digunakan lagi atau dilarang digunakan, maka harus dimusnahkan

dengan cara dibakar atau ditanam atau dengan cara lain yang ditetapkan oleh

Menteri. Pemusnahan dilakukan oleh Apoteker Pengelola Apotek atau Apoteker

Pengganti yang dibantu oleh sekurang-kurangnya seorang karyawan apotek. Pada

saat pemusnahan, dibuat berita acara pemusnahan dengan menggunakan contoh

formulir model APT-8.

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 260: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

10

Universitas Indonesia

Dalam pelaksanaan pengelolaan apotek, Apoteker Pengelola Apotek dapat

dibantu oleh Asisten Apoteker yang melakukan pekerjaan kefarmasian di apotek

di bawah pengawasan apoteker.

Tanggung jawab pengelolaan apotek dapat dialihkan oleh Apoteker Pengelola

Apotek dengan ketentuan :

a. Pada setiap pengalihan tanggung jawab pengelolaan kefarmasian yang

disebabkan karena penggantian Apoteker Pengelola Apotek kepada Apoteker

Pengganti, wajib dilakukan serah terima resep, narkotika, obat dan perbekalan

farmasi lainnya serta kunci-kunci tempat penyimpanan narkotika dan

psikotropika. Pada saat serah terima, wajib dibuat berita acara serah terima

sesuai dengan bentuk yang telah ditentukan dalam rangkap empat yang

ditandatangani oleh kedua belah pihak, yang melakukan serah terima dengan

menggunakan contoh formulir model APT-10.

b. Apabila Apoteker Pengelola Apotek meninggal dunia, dalam jangka waktu

dua kali dua puluh empat jam, ahli waris Apoteker Pengelola Apotek wajib

melaporkan kejadian tersebut secara tertulis kepada Kepala Dinas Kesehatan

Kabupaten/Kota. Apabila di apotek tersebut tidak terdapat Apoteker

Pendamping, maka wajib disertai penyerahan resep, narkotika, psikotropika,

obat keras dan kunci tempat penyimpanan narkotika dan psikotropika. Pada

saat penyerahan dibuat Berita Acara Serah Terima kepada Kepala Kantor

Wilayah atau petugas yang diberi wewenang selaku pihak yang menerima

dengan menggunakan contoh formulir model APT-11.

2.7 Pelayanan Apotek

Dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

No.1332/MENKES/SK/X/2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri

Kesehatan RI No.922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara

Pemberian Izin Apotek disebutkan mengenai beberapa ketentuan umum dalam

pelayanan apotek, antara lain :

a. Apotek wajib melayani resep dokter, dokter gigi dan dokter hewan yang

sepenuhnya berada dalam tanggung jawab Apoteker Pengelola Apotek.

b. Apoteker wajib melayani resep sesuai dengan tanggung jawab dan

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 261: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

11

Universitas Indonesia

keahlian profesinya yang dilandasi pada kepentingan masyarakat.

c. Apoteker tidak diizinkan untuk mengganti obat generik yang tertulis di

dalam resep dengan obat paten.

d. Dalam hal pasien tidak mampu menebus obat yang tertulis di dalam

resep, apoteker wajib berkonsultasi dengan dokter untuk pemilihan obat

yang lebih tepat.

e. Apoteker wajib memberikan informasi yang berkaitan dengan penggunaan

obat yang diserahkan kepada pasien dan mengenai penggunaan obat secara

tepat, aman, rasional atas permintaan masyarakat. Apabila apoteker

menganggap bahwa dalam resep terdapat kekeliruan atau penulisan resep

yang tidak tepat, maka apoteker harus memberitahukan dokter yang

menulis resep tersebut. Apabila dokter tetap dengan pendiriannya, dokter

wajib menyatakan secara tertulis atau membubuhkan tanda tangan di atas

resep.

f. Salinan resep harus ditandatangani oleh apoteker.

g. Resep harus dirahasiakan dan disimpan di apotek dengan baik dalam

jangka waktu 3 (tiga) tahun.

h. Resep atau salinan resep hanya boleh diperlihatkan kepada dokter

penulis resep atau yang merawat penderita, penderita yang bersangkutan,

petugas kesehatan atau petugas lain yang berwenang menurut peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

i. Apoteker Pengelola Apotek, Apoteker Pendamping atau Apoteker

Pengganti diizinkan untuk menjual obat keras yang dinyatakan sebagai Daftar

Obat Wajib Apotek tanpa resep yang telah ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.

j. Apabila Apoteker Pengelola Apotek berhalangan melakukan tugasnya

pada jam buka apotek, Apoteker Pengelola Apotek dapat menunjuk

Apoteker Pendamping. Apoteker Pendamping bertanggung jawab atas

pelaksanaan tugas pelayanan kefarmasian selama yang bersangkutan

bertugas menggantikan Apoteker Pengelola Apotek.

k. Apoteker pendamping adalah apoteker yang bekerja di apotek

disamping Apoteker Pengelola Apotek (APA) dan/atau menggantikannya

pada jam-jam tertentu pada hari buka apotek.

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 262: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

12

Universitas Indonesia

l. Apabila Apoteker Pengelola Apotek dan Apoteker Pendamping karena hal-

hal tertentu berhalangan melakukan tugasnya, Apoteker Pengelola Apotek

dapat menunjuk Apoteker Pengganti. Penunjukan harus dilaporkan kepada

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada

Kepala Dinas Kesehatan Propinsi setempat dengan menggunakan contoh

formulir model APT-9.

m. Apoteker pengganti adalah apoteker yang menggantikan Apoteker Pengelola

Apotek selama Apoteker Pengelola Apotek tersebut tidak berada di

tempat lebih dari 3 bulan terus-menerus, telah memiliki Surat Izin Kerja

dan tidak bertindak sebagai Apoteker Pengelola Apotek di apotek lain.

n. Apabila Apoteker Pengelola Apotek berhalangan melakukan tugasnya

lebih dari 2 (dua) tahun secara terus menerus, maka Surat Izin Apotek atas

nama apoteker yang bersangkutan dicabut.

Pelayanan yang dilakukan di apotek harus menerapkan pelayanan

kefarmasian (pharmaceutical care) yaitu bentuk pelayanan dan tanggung jawab

langsung profesi apoteker dalam pekerjaan kefarmasian untuk meningkatkan

kualitas hidup pasien. Untuk mewujudkan pelayanan kefarmasian, farmasis harus

menerapkan standar pelayanan yang baik dalam memberikan pelayanan kepada

pelanggan, yang meliputi pelayanan resep, promosi dan edukasi, d a n

pelayanan residensial (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2004b).

2.7.1 Pelayanan Resep (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2004b)

a. Skrining resep meliputi persyaratan administratif (nama, SIP dan

alamat dokter; tanggal penulisan resep; tanda tangan/paraf dokter penulis resep;

nama, alamat, umur, jenis kelamin dan berat badan pasien; nama obat, potensi,

dosis, jumlah obat yang diminta; cara pemakaian yang jelas serta informasi

lainnya yang diperlukan), kesesuaian farmasetik (bentuk sediaan, dosis,

potensi, stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama pemberian), dan pertimbangan

klinis (adanya alergi, efek samping, interaksi, kesesuaian dosis, durasi, jumlah

obat dan lain-lain).

b. Penyiapan obat meliputi peracikan (menyiapkan, menimbang,

mencampur, mengemas dan memberikan etiket pada wadah), penulisan etiket

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 263: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

13

Universitas Indonesia

harus jelas dan dapat dibaca, kemasan obat harus cocok dan rapi

sehingga terjaga kualitasnya, penyerahan obat oleh apoteker dengan melakukan

pemeriksaan akhir terhadap kesesuaian antara obat dan resep, dan pemberian

informasi serta konseling kepada pasien. Informasi obat yang diberikan

kepada pasien harus benar, jelas, mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis,

bijaksana dan terkini. Informasi ini sekurang-kurangnya meliputi cara

pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan,

aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi.

Setelah penyerahan obat kepada pasien, apoteker harus melaksanakan

monitoring penggunaan obat, terutama untuk pasien kardiovaskular, diabetes,

tuberkulosis, asma dan penyakit kronis lainnya.

c. Konseling didefinisikan sebagai proses komunikasi dua arah yang

sistematik antara apoteker dan pasien untuk mengidentifikasi dan memecahkan

masalah yang berkaitan dengan obat dan pengobatan. Apoteker harus

memberikan konseling mengenai sediaan farmasi, pengobatan dan perbekalan

kesehatan lainnya sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien

atau yang bersangkutan terhindar dari bahaya penyalahgunaan atau

penggunaan salah sediaan farmasi atau perbekalan kesehatan lainnya.

2.7.2 Promosi dan Edukasi (Departemen Kesehatan Republik Indonesia,

2004b)

Dalam rangka pemberdayaan masyarakat, apoteker harus berpartisipasi

secara aktif dalam promosi dan edukasi kepada pasien. Apoteker ikut membantu

penyebaran informasi antara lain dengan penyebaran leaflet/brosur, poster,

penyuluhan dan lainnya.

2.7.3 Pelayanan Residensial (Departemen Kesehatan Republik Indonesia,

2004b)

Pelayanan residensial adalah pelayanan apoteker sebagai care giver dalam

pelayanan kefarmasian di rumah-rumah khususnya untuk kelompok lansia dan

pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya. Untuk itu apoteker harus

membuat catatan pengobatan pasien (medication record).

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 264: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

14

Universitas Indonesia

2.8 Pencabutan Izin Apotek (Departemen Kesehatan Republik Indonesia,

2002).

2.8.1 Kriteria Pencabutan Izin Apotek

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melakukan pencabutan Surat

Izin Apotek (SIA) apabila :

a. Apoteker sudah tidak lagi memenuhi ketentuan yang tercantum

dalam persyaratan sebagai Apoteker Pengelola Apotek.

b. Apoteker tidak memenuhi kewajiban sebagai Apoteker Pengelola Apotek.

c. Apoteker Pengelola Apotek tidak melakukan tugasnya lebih dari 2 (dua)

tahun secara terus menerus.

d. Terjadi pelanggaran terhadap ketentuan perundang-undangan

yang berhubungan dengan kegiatan di apotek.

e. Surat Izin Kerja Apoteker Pengelola Apotek dicabut.

f. Pemilik sarana apotek terbukti terlibat dalam pelanggaran perundang-

undangan di bidang obat.

g. Apotek tidak lagi memenuhi persyaratan, baik dalam hal tempat atau

lokasi, perlengkapan, serta kegiatan pelayanan di apotek.

2.8.2 Ketentuan Pencabutan Izin Apotek

Ketentuan mengenai pencabutan izin apotek berdasarkan Keputusan

Menteri Kesehatan RI No. 1322/MENKES/SK/X/2002 tentang Ketentuan dan

Tata Cara Pemberian Izin Apotek adalah :

a. Pelaksanaan pencabutan izin apotek dilakukan setelah dikeluarkan

peringatan secara tertulis kepada Apoteker Pengelola Apotek sebanyak 3

(tiga) kali berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing 2 (dua)

bulan dengan menggunakan formulir model APT-12 dan pembekuan izin

apotek untuk jangka waktu selama-lamanya 6 (enam) bulan sejak

dikeluarkannya penetapan pembekuan kegiatan apotek dengan

menggunakan contoh formulir model APT-13.

b. Pembekuan izin apotek dapat dicairkan apabila apotek telah

membuktikan memenuhi seluruh persyaratan sesuai dengan ketentuan

dengan menggunakan contoh formulir model APT-14.

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 265: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

15

Universitas Indonesia

c. Pencairan izin apotek dilakukan setelah menerima laporan pemeriksaan

dari Tim Pemeriksaan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat.

d. Keputusan pencabutan Surat Izin Apotek oleh Kepala Dinas

Kesehatan Kabupaten/Kota disampaikan langsung kepada apotek yang

bersangkutan dengan menggunakan contoh formulir model APT-15 dan

tembusan kepada Menteri Kesehatan dan Kepala Dinas Kesehatan

Propinsi setempat serta Kepala Balai Pengawas Obat dan Makanan

setempat.

2.8.3 Kewajiban Apoteker Pengelola Apotek setelah Pencabutan Surat

Izin Apotek

Apabila Surat Izin Apotek dicabut, Apoteker Pengelola Apotek atau

Apoteker Pengganti wajib mengamankan perbekalan farmasi sesuai peraturan

perundang-undangan yang berlaku. Pengamanan dilakukan dengan mengikuti tata

cara sebagai berikut (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2002) :

a. Dilakukan inventarisasi terhadap seluruh persediaan narkotika, obat

keras tertentu dan obat lainnya serta seluruh resep yang tersedia di apotek.

b. Narkotika, psikotropika dan resep harus dimasukkan dalam tempat

yang tertutup dan terkunci.

c. Apoteker Pengelola Apotek wajib melaporkan secara tertulis kepada

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tentang penghentian kegiatan

disertai laporan inventarisasi seluruh perbekalan farmasi di apotek.

2.9 Pengelolaan Narkotika (Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009)

Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan

tanaman, baik sintesis maupun semisintesis, yang dapat menyebabkan penurunan

atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan

rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan. Narkotika dibedakan dalam

tiga golongan yaitu:

a. Narkotika golongan I, yang dapat digunakan untuk kepentingan dan

pengembangan ilmu pengetahuan dan dilarang digunakan untuk kepentingan

lainnya, serta mempunyai potensi yang sangat tinggi untuk menimbulkan

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 266: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

16

Universitas Indonesia

ketergantungan. Contohnya tanaman Papaver somniferum (kecuali biji),

Erythroxylon coca, dan Cannabis sativa.

b. Narkotika golongan II, yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan

sebagai pilihan terakhir dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan

ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi untuk menimbulkan

ketergantungan. Contohnya adalah morfin dan petidin.

c. Narkotika golongan III, yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan

dalam terapi dan atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta

mempunyai potensi ringan untuk menimbulkan ketergantungan, contohnya

yaitu Codein.

Tujuan dari undang-undang tentang narkotika yaitu :

a. Menjamin ketersediaan narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan

dan atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

b. Mencegah, melindungi dan menyelamatkan bangsa Indonesia

dari penyalahgunaan narkotika.

c. Memberantas peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika.

d. Menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi penyalah

guna dan pecandu narkotika.

Kegiatan pengelolaan narkotika yang dilakukan di apotek meliputi

pemesanan narkotika, penyimpanan narkotika, pelayanan resep yang mengandung

narkotika, pelaporan narkotika dan pemusnahan narkotika.

2.9.1 Pemesanan Narkotika

Pengadaan narkotika di apotek dilakukan dengan pemesanan tertulis

melalui Surat Pesanan (SP) narkotika kepada Pedagang Besar Farmasi (PBF) PT.

Kimia Farma (Persero) Tbk. Surat Pesanan narkotika harus ditandatangani oleh

Apoteker Penanggung Jawab Apotek dengan mencantumkan nama jelas, nomor

SIK, SIA dan stempel apotek. Satu Surat Pesanan narkotika terdiri dari rangkap

empat dan hanya dapat digunakan untuk memesan satu jenis obat narkotika.

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 267: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

17

Universitas Indonesia

2.9.2 Penyimpanan Narkotika (Departemen Kesehatan Republik Indonesia,

1978).

Apotek harus memiliki tempat khusus untuk penyimpanan narkotika.

Lemari khusus yang digunakan untuk menyimpan narkotika tidak boleh

digunakan untuk menyimpan barang lain selain narkotika dan anak kunci

lemari khusus harus dipegang oleh penanggung jawab atau pegawai lain

yang ditunjuk. Lemari khusus harus ditempatkan di tempat yang aman dan

tidak terlihat oleh umum. Persyaratan untuk lemari atau tempat khusus

penyimpanan narkotika harus memenuhi ketentuan sebagai berikut :

a. Harus dibuat seluruhnya dari kayu atau bahan lain yang kuat.

b. Harus mempunyai kunci yang kuat.

c. Dibagi dua masing-masing dengan kunci yang berlainan, bagian

pertama digunakan untuk menyimpan morfin, petidin dan garam-garamnya

serta bagian kedua untuk persediaan narkotika lainnya yang dipakai sehari-

hari.

d. Apabila tempat khusus tersebut berupa lemari berukuran kurang

dari 40x80x100 cm, maka lemari tersebut harus dibaut pada tembok atau

lantai.

2.9.3 Pelayanan Resep yang Mengandung Narkotika

Narkotika hanya digunakan untuk kepentingan pengobatan dan atau ilmu

pengetahuan serta dapat digunakan untuk kepentingan pengobatan hanya

berdasarkan resep dokter. Penyerahan narkotika dari apotek kepada pasien

hanya dapat dilakukan berdasarkan resep dari dokter (Undang-Undang Nomor 35

Tahun 2009).

Apotek dilarang melayani salinan resep yang mengandung narkotika.

Untuk resep narkotika yang baru dilayani sebagian, apotek boleh membuat salinan

resep, tetapi salinan resep tersebut hanya boleh dilayani di apotek yang

menyimpan resep asli. Salinan resep narkotika dengan tulisan iter tidak boleh

dilayani sama sekali. Oleh karena itu, dokter tidak boleh menambah tulisan iter

pada resep yang mengandung narkotika.

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 268: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

18

Universitas Indonesia

2.9.4 Pelaporan Narkotika

Undang-undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika menyatakan

bahwa apotek wajib membuat, menyampaikan dan menyimpan laporan berkala

mengenai pemasukan dan/atau pengeluaran narkotika yang berada dalam

penguasaannya. Pelaporan penggunaan narkotika telah dikembangkan dalam

bentuk perangkat lunak atau program Sistem Pelaporan Narkotika dan

Psikotropika (SIPNAP) sejak tahun 2006 oleh Kementerian Kesehatan. Sistem

Pelaporan Narkotika dan Psikotropika (SIPNAP) adalah sistem yang mengatur

pelaporan penggunaan Narkotika dan Psikotropika dari Unit Layanan

(Puskesmas, Rumah Sakit dan Apotek) ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota

dengan menggunakan pelaporan elektronik selanjutnya Dinas Kesehatan

Kabupaten/Kota melaporkan ke tingkat yang lebih tinggi (Dinkes Provinsi dan Dit

jen Binfar dan Alkes) melalui mekanisme pelaporan online yang menggunakan

fasilitas internet. Namun, penerapan undang-undang ini belum dilaksanakan

secara menyeluruh di Indonesia.

2.9.5 Pemusnahan Narkotika

Pemusnahan narkotika dilakukan terhadap narkotika yang rusak,

kadaluarsa, dan tidak memenuhi syarat lagi. Pemusnahan tersebut harus

disaksikan oleh petugas dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Apoteker

Pengelola Apotek membuat berita acara pemusnahan paling sedikit rangkap 3

(tiga) yang memuat :

a. Nama, jenis, sifat, dan jumlah

b. Keterangan mengenai tempat, jam, hari, tanggal, bulan, dan tahun dilakukan

pemusnahan

c. Keterangan mengenai pemilik, apoteker pimpinan apotek dan dokter

pemilik narkotika

d. Tanda tangan dan identitas lengkap pelaksana dan pejabat atau pihak

terkait lainnya yang menyaksikan pemusnahan (saksi dari pemerintah dan

seorang saksi dari perusahaan atau badan tersebut).

Berita acara pemusnahan narkotika harus dikirimkan kepada Dinas

Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada Dinas Kesehatan Propinsi,

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 269: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

19

Universitas Indonesia

Kepala Balai Besar POM setempat, dan satu disimpan untuk arsip apotek.

2.10 Pengelolaan Psikotropika

Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia No.5 tahun 1997 tentang

psikotropika, psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintesis

bukan narkotika yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada

susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktifitas mental dan

prilaku. Tujuan pengaturan di bidang psikotropika adalah untuk menjamin

ketersediaan psikotropika guna kepentingan pelayanan kesehatan dan ilmu

pengetahuan, mencegah terjadinya penyalahgunaan psikotropika, serta

memberantas peredaran gelap psikotropika. Psikotropika dibagi menjadi beberapa

golongan :

a. Psikotropika golongan I adalah psikotropika yang hanya dapat digunakan

untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta

mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan sindrom ketergantungan.

Contohnya adalah ekstasi.

b. Psikotropika golongan II adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan,

digunakan dalam terapi, dan/atau atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta

mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan.

Contohnya adalah amfetamin.

c. Psikotropika golongan III adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan

banyak digunakan dalam terapi, dan/atau atau untuk tujuan ilmu pengetahuan

serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan.

Contohnya adalah fenobarbital.

d. Psikotropika golongan IV adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan

dan sangat luas digunakan dalam terapi, dan/atau atau untuk tujuan

ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan

sindrom ketergantungan. Contohnya adalah diazepam dan nitrazepam.

Ruang lingkup pengaturan psikotropika dalam Undang-Undang No.5

tahun 1997 adalah segala hal yang berhubungan dengan psikotropika yang

mengakibatkan ketergantungan.

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 270: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

20

Universitas Indonesia

2.10.1 Pemesanan Psikotropika (Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997)

Pemesanan psikotropika dilakukan dengan menggunakan Surat Pesanan

Psikotropika yang ditandatangani oleh APA dengan mencantumkan nomor SIA

dan SIK. Surat pesanan tersebut dibuat rangkap tiga dan setiap surat dapat

digunakan untuk memesan beberapa jenis psikotropika.

2.10.2 Penyimpanan Psikotropika (Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997)

Penyimpanan obat psikotropika sampai dengan saat ini belum diatur

dengan peraturan perundang-undangan. Namun untuk mencegah penyalahgunaan

obat-obat psikotropika, maka sebaiknya obat-obat tersebut disimpan di dalam rak

atau lemari yang terpisah dengan obat lain.

2.10.3 Penyerahan Psikotropika (Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997)

a. Penyerahan psikotropika dari apotek kepada apotek lainnya diberikan

berdasarkan surat permintaan tertulis yang ditandatangani oleh Apoteker

Pengelola Apotek.

b. Penyerahan psikotropika dari apotek kepada rumah sakit diberikan

berdasarkan surat permintaan tertulis yang ditandatangani oleh direktur

rumah sakit.

c. Penyerahan psikotropika dari apotek kepada puskesmas diberikan

berdasarkan surat permintaan tertulis dari kepala puskesmas.

d. Penyerahan psikotropika dari apotek kepada balai pengobatan diberikan

berdasarkan surat permintaan tertulis dari dokter penanggung jawab balai

pengobatan.

e. Penyerahan psikotropika dari apotek kepada dokter diberikan berdasarkan

resep dokter.

f. Penyerahan psikotropika dari apotek kepada pasien diberikan berdasarkan

resep dokter.

2.10.4 Pelaporan Psikotropika (Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997)

Apotek berkewajiban menyusun dan mengirimkan laporan bulanan

melalui perangkat lunak atau program Sistem Pelaporan Narkotika dan

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 271: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

21

Universitas Indonesia

Psikotropika (SIPNAP). Mekanisme pelaporan psikotropika sama dengan

pelaporan narkotika.

2.10.5 Pemusnahan Psikotropika (Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997)

Pemusnahan psikotropika dilakukan dengan membuat berita acara dan

disaksikan oleh pejabat yang ditunjuk. Pemusnahan psikotropika tersebut

dilakukan apabila kadaluarsa, tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada

pelayanan kesehatan dan atau pengembangan ilmu pengetahuan, atau berkaitan

dengan tindak pidana.

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 272: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

22 Universitas Indonesia

BAB 3

TINJAUAN UMUM

3.1 PT. Kimia Farma (Persero), Tbk

3.1.1 Sejarah PT. Kimia Farma (Persero), Tbk. (Tim PKPA PT. Kimia

Farma Apotek, 2012)

PT. Kimia Farma merupakan Badan Usaha Milik Negara yang menjadi

perintis dalam industri farmasi Indonesia. Sejarah awal PT. Kimia Farma berawal

pada tahun 1917 ketika N.V. Chemicalien Handle Rathkamp & Co., perusahaan

farmasi pertama di Hindia Timur didirikan. Kemudian pada tahun 1957,

berdasarkan Undang-Undang No.74/1957, terjadi nasionalisasi

perusahaan-perusahaan Belanda. Dengan adanya nasionalisasi tersebut, maka

pada tahun 1960, berdasarkan Undang-Undang No.19/PRP/ tahun 1960

tentang Perusahaan Negara dan PP No. 69 tahun 1961, Departemen Kesehatan

mengganti Bapphar (Badan Pusat Penguasa Perusahaan Farmasi Belanda)

menjadi BPU (Badan Pimpinan Umum) Farmasi Negara dan membentuk PN

Farmasi yaitu PNF. Radja Farma, PNF. Nurani Farma, PNF. Nakula Farma,

PNF. Bhineka Kina Farma, PNF. Bio Farma, PNF. Sari Husada dan PNF. Kasa

Husada.

Pada tahun 1969, sesuai dengan Instruksi Presiden No. 17 yang

dituangkan dalam Peraturan Pemerintah No. 3 tahun 1969, pemerintah

melebur beberapa perusahaan farmasi menjadi PN. Farmasi Bhineka Kimia

Farma. Pada tanggal 16 Agustus 1971, berdasarkan PP No.16/1971, PNF.

Kimia Farma dan PNF. Sari Husada bergabung menjadi PT (Persero)

Kimia Farma dengan bidang usaha industri farmasi, industri kimia dan

makanan kesehatan, perkebunan obat, pertambangan farmasi dan kimia, serta

perdagangan farmasi, kimia dan ekspor-impor. Selanjutnya pada tanggal 4 Juli

2000 berdasarkan Surat Menteri Negara Penanaman Modal dan Pembinaan

BUMN No. S-59/M-PM/BUMN/2000, PT. Kimia Farma (Persero), Tbk. resmi

terdaftar di Bursa Efek Jakarta (BEJ) sebagai perusahaan publik. Agar dapat

mengelola perusahaan secara terarah, pada tanggal 4 Januari 2002 Direksi

PT. Kimia Farma (Persero), Tbk. mendirikan 2 (dua) anak perusahaan

yaitu PT. Kimia Farma Apotek dan PT. Kimia Farma Trading and

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 273: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

23

Universitas Indonesia

Distribution.

3.1.2 Visi dan Misi (Tim PKPA PT. Kimia Farma Apotek, 2012)

Visi perusahaan PT. Kimia Farma (Persero), Tbk. adalah komitmen pada

peningkatan kualitas kesehatan dan lingkungan. Misi perusahaan adalah :

a. Mengembangkan industri kimia dan farmasi dengan melakukan penelitian dan

pengembangan produk yang inovatif.

b. Mengembangkan bisnis pelayanan kesehatan terpadu (health care provider)

yang berbasis jaringan distribusi dan jaringan apotek.

c. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan mengembangkan sistem

informasi perusahaan.

3.1.3 Motto

PT. Kimia Farma, Tbk yang memiliki filosofi “I CARE” yang menjadi

pedoman dalam bekerja demi meningkatkan kualitas hidup. Yang dimaksud “I

CARE” tersebut adalah:

1. I (Innovative), memiliki budaya berpikir out of the box dan membangun

produk unggulan

2. C (Customer First), mengutamakan pelanggan sebagai rekan kerja/mitra

3. A (Accountbility), bertanggungjawab atas amanah yang dipercayakan oleh

perusahaan dengan memegang teguh profesionalisme, integritas, dan

kerjasama

4. R (Responsibility), memiliki tanggung jawab pribadi untuk bekerja tepat

waktu, tepat sasaran dan dapat diandalkan.

5. E (Eco Friendly), menciptakan dan menyediakan produk maupun jasa layanan

yang ramah lingkungan.

3.2 PT. Kimia Farma Apotek (Tim PKPA PT. Kimia Farma Apotek, 2012)

PT. Kimia Farma Apotek mengelola kurang lebih 400 apotek yang

tersebar di seluruh tanah air. PT. Kimia Farma Apotek memimpin pasar

dibidang perapotekan dengan penguasaan pasar sebesar 19% dari total penjualan

apotek di seluruh Indonesia.

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 274: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

24

Universitas Indonesia

Apotek Kimia Farma melayani resep dokter dan menyediakan pelayanan

lain, misalnya praktek dokter, optik, dan pelayanan obat bebas atau Over the

Counter (OTC) serta pusat pelayanan informasi obat. Apotek Kimia Farma

dipimpin oleh tenaga apoteker yang bekerja penuh seharian sehingga dapat

melayani informasi obat dengan baik. Struktur organisasi PT. Kimia Farma

Apotek dapat dilihat pada Lampiran 1.

Visi PT. Kimia Farma Apotek adalah menjadi perusahaan jaringan layanan

Farmasi yang terkemuka di Indonesia. Misi dari PT. Kimia Farma Apotek adalah

memberikan jasa layanan prima atas ritel farmasi dan jasa terkait serta

memberikan solusi jasa layanan kefarmasian bagi pelanggan, meningkatkan nilai

perusahaan untuk pemegang saham dan pihak-pihak yang berkepentingan dengan

berdasarkan prinsip GCG, mengembangkan kompetensi dan komitmen sumber

daya manusia yang lebih profesional untuk meningkatkan nilai perusahaan dan

kesejahteraan sumber daya manusia.

Terdapat dua jenis apotek Kimia Farma, yaitu apotek administrator yang

sekarang disebut Bisnis Manajer (BM) dan apotek pelayanan. Apotek bisnis

manajer membawahi beberapa apotek pelayanan yang berada dalam suatu

wilayah dan bertugas menangani pembelian, penyimpanan barang dan

administrasi apotek pelayanan yang berada dibawahnya.

Secara umum keuntungan yang diperoleh melalui konsep BM adalah

koordinasi modal kerja menjadi lebih mudah, d a n apotek pelayanan

akan lebih fokus pada kualitas pelayanan sehingga mutu pelayanan akan

meningkat. Hal tersebut diharapkan akan meningkatkan penjualan. Selain itu,

keuntungan lainnya adalah merasionalkan jumlah sumber daya manusia terutama

tenaga administrasi, sehingga menghasilkan biaya administrasi yang efisien,

dan meningkatkan keuntungan dalam hal pengadaan barang karena dengan

pembelian dalam jumlah besar, pemasok akan memberikan diskon yang lebih

besar.

Saat ini terdapat 34 Bisnis Unit di seluruh Indonesia, dibagi dalam tiga

strata berdasarkan besar kecilnya omzet, yaitu:

a. Strata A, meliputi Jaya I, Jaya II, rumah sakit Jakarta, Bandung, Yogyakarta

dan Denpasar.

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 275: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

25

Universitas Indonesia

b. Strata B meliputi Balik Papan, Samarinda, Banjarmasin, Bogor, Tanggerang,

Manado, dan lain-lain.

c. Strata C, meliputi Kendari, Lampung, Jaya Pura, dan lain-lain.

Untuk wilayah Jabodetabek, apotek BM dibagi menjadi lima unit bisnis

yaitu :

a. BM Jaya I membawahi wilayah Jakarta Selatan dan Jakarta Barat dengan

BM di Apotek Kimia Farma No. 42, Kebayoran Baru.

b. BM Jaya II membawahi wilayah Jakarta Utara, Jakarta Pusat, Jakarta Timur

dan Bekasi dengan BM di Apotek Kimia Farma No. 48, Matraman.

c. BM Bogor, membawahi wilayah Bogor, Depok dan Sukabumi dengan BM di

Apotek Kimia Farma No. 7, Bogor.

d. BM Tangerang membawahi wilayah Provinsi Banten dengan BM di Apotek

Kimia Farma No. 78, Tangerang.

e. BM Rumah Sakit di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo.

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 276: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

26 Universitas Indonesia

BAB 4

TINJAUAN KHUSUS

4.1 Bisnis Manajer Wilayah Bogor

Bisnis Manajer wilayah Bogor membawahi 20 apotek pelayanan

yang tersebar di wilayah Bogor, Depok, Sukabumi, dan Cianjur. Bisnis

Manajer wilayah Bogor tersebut bertempat di Apotek Kimia Farma No.7, Jl. H.

Ir. Juanda No.30, Bogor.

Bisnis Manajer (BM) bertanggung jawab terhadap kegiatan pengadaan

dan administrasi atau ketatausahaan dari apotek-apotek pelayanan yang

berada di bawah pengelolaannya. Struktur organisasi BM terdiri dari

seorang Manajer Bisnis yang membawahi supervisor pelayanan, supervisor

pengadaan dan supervisor administrasi dan keuangan. Struktur organisasi BM

Bogor dapat dilihat pada Lampiran 2.

Tugas dan fungsi dari masing-masing bagian yang ada dalam BM

wilayah Bogor adalah sebagai berikut:

4.1.1 Bisnis Manajer (BM)

a. Memimpin bisnis apotek di daerahnya yang menjadi tanggung

jawabnya untuk mencapai kinerja (hasil usaha) secara efektif dan efisien,

sesuai dengan sasaran dan kebijakan yang digariskan Direksi PT. Kimia

Farma Apotek.

b. Mengkoordinir, merencanakan, membina, serta mengendalikan

pengelolaan apotek pelayanan dalam grupnya untuk mencapai kinerja

masing-masing apotek secara efektif dan efisien.

c. Melaksanakan pengembangan usaha di daerahnya berkoordinasi dengan

manajer pelayanan dan pengembangan usaha.

4.1.2 Bagian Pengadaan/Pembelian

Bagian ini dipimpin oleh supervisor pengadaan yang bertanggung

jawab langsung pada Bisnis Manajer. Dalam melaksanakan tugasnya,

bagian pembelian harus merencanakan semua perbekalan farmasi yang

akan dibeli secara cermat dan sesuai dengan kebutuhan apotek-apotek

pelayanan yang berada di bawah pengelolaannya.

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 277: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

27

Universitas Indonesia

Tugas dan fungsi bagian pembelian meliputi:

a. Mendata kebutuhan barang berdasarkan Bon Permintaan Barang Apotek

(BPBA) yang dibuat oleh masing-masing apotek pelayanan dan

mengelompokkan berdasarkan distributornya.

b. Merencanakan dan membuat Surat Pesanan barang ke distributor yang

bersangkutan sesuai dengan BPBA yang diajukan oleh apotek pelayanan.

c. Memilih distributor yang telah memiliki izin dari Departemen Kesehatan,

serta memperhatikan mutu barang, pelayanan tepat waktu, harga bersaing

dan pembayaran lunak.

d. Menentukan dan melakukan negosiasi harga beli barang dan masa

pembayaran dengan distributor.

e. Memeriksa kembali harga dan diskon yang telah disepakati dengan

distributor.

f. Mengkonfirmasikan kembali ke distributor apabila barang yang dipesan

belum datang.

g. Menentukan keputusan pembelian terhadap permintaan BPBA yang

diajukan oleh apotek pelayanan, dengan memperhatikan anggaran, harga

barang dan jenis barang yang diminta (fast moving/slow moving).

h. Bertanggung jawab terhadap perolehan harga beli.

i. Bertanggung jawab terhadap kelengkapan barang.

4.1.3 Bagian Administrasi Keuangan

Bagian keuangan dijalankan oleh petugas kasir besar yang

bertanggung jawab kepada Bisnis Manager.

Tugas dan fungsi kasir besar, antara lain :

a. Menyiapkan uang kecil untuk diserahkan ke kasir kecil.

b. Menerima setoran penjualan tunai berdasarkan bukti setoran kasir dari

apotek pelayanan

c. Menerima hasil penagihan piutang dagang berupa uang tunai, cek atau giro

dari bagian penagihan.

d. Mengeluarkan uang untuk keperluan rutin dengan sepengetahuan / perintah

unit BM seperti: uang transpor, gaji pegawai, pembayaran hutang dagang

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 278: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

28

Universitas Indonesia

yang telah jatuh tempo, dan lain-lain.

e. Membuat laporan mingguan saldo kas/bank

f. Menerima dan mengeluarkan uang (surat berharga) sesuai dengan bukti-

bukti dokumen yang sah dan disetujui oleh APA.

g. Menjaga dan memelihara keamanan dari risiko kehilangan dan kerusakan

uang (surat berharga)

h. Bertanggung jawab terhadap keuangan perusahaan.

4.1.4 Bagian Administrasi/Ketatausahaan

Fungsi bagian administrasi/ketatausahaan adalah sebagai pelaksana

pembuatan laporan akuntansi keuangan dan sebagai pengawas kesesuaian proses

pelaksanaan pengumpulan data, pencatatan, penyajian laporan dan pengarsipan

data dari seluruh fungsi kegiatan yang ada di apotek terhadap sistem yang

berlaku di apotek. Bagian ini dipimpin oleh seorang supervisor administrasi dan

keuangan yang bertanggung jawab kepada BM. Supervisor administrasi dan

keuangan bertugas mengkoordinir semua kegiatan administrasi di apotek yang

ada di bawahnya, meliputi administrasi hutang dagang, administrasi piutang

dagang, administrasi kas bank, administrasi pajak, administrasi inkaso dan

administrasi umum.

4.1.4.1 Administrasi Hutang Dagang

Bagian ini melaksanakan semua kegiatan administrasi pembelian barang

di apotek, yaitu :

a. Mencatat seluruh faktur pembelian di kartu hutang masing-masing

distributor sebagai hutang dagang.

b. Menerima kontrabon dari distributor (faktur asli, pajak dan surat pesanan)

dan membuat tanda terima faktur untuk distributor seminggu sebelum jatuh

tempo pembayaran.

c. Mencocokkan salinan faktur dengan yang asli dan menyimpannya sampai

jatuh tempo.

d. Menyerahkan struk hutang dagang ke bagian keuangan untuk dibuatkan

bukti pengeluaran kas.

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 279: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

29

Universitas Indonesia

e. Melengkapi berkas-berkas seperti faktur asli, salinan faktur, SP barang dan

bukti pengeluaran kas untuk diserahkan ke kasir besar.

f. Membuat laporan hutang dagang

g. Membuat laporan saldo mutasi hutang dagang.

4.1.4.2 Administrasi Piutang Dagang

Bagian ini melaksanakan semua kegiatan administrasi penjualan kredit di

apotek, kegiatannya meliputi :

a. Mengumpulkan faktur-faktur resep kredit setiap hari disertai faktur

penjualan, salinan resep dan kuitansi lalu mengelompokkannya berdasarkan

masing-masing debitur.

b. Membuat rekap tagihan perbulan untuk masing-masing debitur.

c. Membuat kuitansi penagihan perbulan untuk masing-masing debitur (dibuat

5 rangkap yaitu 1 untuk bagian administrasi inkaso, 1 lembar untuk bagian

administrasi piutang dagang dan 3 lembar untuk ditagihkan kepada debitur).

d. Mencocokkan resep/faktur penjualan kredit dengan data yang ada di

komputer.

e. Mencatat piutang dagang dalam kartu piutang dagang.

f. Membuat laporan piutang dagang setiap bulan.

4.1.4.3 Administrasi Inkaso

Kegiatan bagian administrasi inkaso meliputi :

a. Bertanggung jawab menyimpan dan menerbitkan alat-alat tagih (dibuat oleh

bagian administrasi piutang dagang) yang terdiri dari rekap tagihan, kuitansi

penagihan dan bukti fotokopi resep kredit.

b. Setiap bulan, menerbitkan tagihan ke masing-masing debitur, kemudian

dibuat tanda terima kuitansi dari debitur.

c. Tanda terima kuitansi kemudian disimpan di map tunggu sampai jatuh tempo

pelunasan piutang tiba.

d. Setelah jatuh tempo, tanda terima kuitansi ditagihkan ke debitur oleh bagian

penagihan untuk dilunasi oleh debitur, hasil pelunasan diserahkan ke bagian

kasir besar.

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 280: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

30

Universitas Indonesia

e. Setelah dilunasi, bagian administrasi inkaso akan menerbitkan nota inkaso

sebagai bukti pelunasan piutang.

f. Setiap bulan dilakukan stok kuitansi untuk melihat apakah terdapat debitur

yang belum melunasi piutangnya.

4.1.4.4 Administrasi Kas Bank

Bagian ini bertugas untuk mencatat seluruh penerimaan dan pengeluaran

melalui kas atau bank. Kegiatannya adalah membuat laporan saldo kas/bank

berdasarkan dokumen penjualan tunai dan penerimaan piutang, pembayaran

hutang dan dokumen biaya variabel dan biaya tetap.

4.1.4.5 Administrasi Umum

a. Umum

Bertugas menyiapkan bahan-bahan rapat, melakukan kegiatan

surat-menyurat, serta bertanggung jawab terhadap seluruh barang

inventaris perusahaan.

b. Sumber Daya Manusia/Kepegawaian

Bertugas membuat daftar gaji pegawai, IP (Iuran Pensiun), ISP (Iuran

Sosial Pensiun), Iuran Jamsostek, mengajukan kenaikan pangkat dan membuat

surat usulan kenaikan pangkat bagi pegawai.

c. Teknologi Informasi

Bertanggung jawab atas kelancaran sistem yang digunakan di Bisnis

Manajer wilayah Bogor baik perangkat lunak maupun perangkat keras.

4.2. Apotek Kimia Farma No. 202 Depok

4.2.1 Lokasi Apotek

Apotek Kimia Farma No.202 terletak di Jalan Kejayaan Raya Blok IX

No.2 Depok Timur. Lokasi apotek cukup strategis karena berada di daerah

dekat perumahan penduduk, klinik dokter, laboratorium klinik, dan berada di

jalan raya yang dilalui kendaraan dua arah, sehingga mudah dijangkau oleh

masyarakat. Apotek ini juga mempunyai tempat praktek dokter spesialis anak,

penyakit dalam, saraf, dan fisioterapi.

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 281: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

31

Universitas Indonesia

4.2.2 Tata Ruang Apotek

Penataan ruang apotek bertujuan untuk memberikan kemudahan dan

kenyamanan bagi pelanggan dan karyawan apotek. Bangunan terdiri dari dua

lantai. Pembagian ruangan yang terdapat di apotek antara lain ruang

tunggu, tempat penyerahan resep dan pengambilan obat, swalayan farmasi, ruang

peracikan, ruang dokter, ruang apoteker, gudang, dan ruang lain-lain. (Lampiran

4)

4.2.2.1 Ruang Tunggu

Dilengkapi dengan pendingin ruangan untuk memberikan

kenyamanan pada pelanggan yang sedang menunggu penyiapan obat. Pada ruang

ini terdapat counter tempat penyerahan resep dan pengambilan obat yang berupa

meja setinggi dada orang dewasa (± 130 cm). Tempat ini membatasi ruang dalam

apotek dengan pelanggan. Ruangan ini juga dilengkapi dengan swalayan farmasi

yang berada di sebelah kiri dan tengah dari pintu masuk apotek. Barang-barang

yang dijual di swalayan farmasi berupa obat-obat bebas, kosmetik, produk susu,

alat kesehatan, dan lain-lain.

4.2.2.2 Ruang Peracikan

Di ruang peracikan terdapat 2 meja besar, dimana salah satunya

digunakan untuk membaca resep, mengambilkan obat, menulis etiket, menulis

kuitansi, dan pemeriksaan obat beserta etiket oleh asisten apoteker yang sedang

bertugas. Meja yang lainnya digunakan khusus untuk peracikan obat. Di dalam

ruang peracikan juga terdapat rak-rak obat, rak obat askes, se r t a lemari

narkotika dan psikotropika yang berada di bagian atas dari meja racik.

Meja peracikan digunakan untuk meracik obat-obatan. Bahan obat

yang sering digunakan untuk peracikan terletak di lemari bagian atas meja

peracikan. Penataan obat-obat di rak obat dipisahkan menurut efek

farmakologis dan bentuk sediaan kemudian disusun berdasarkan alfabetis. Di

ruangan ini juga terdapat lemari pendingin untuk menyimpan sediaan yang

membutuhkan suhu penyimpanan khusus seperti suppositoria, ovula, insulin,

dan sebagainya.

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 282: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

32

Universitas Indonesia

4.2.2.3 Ruangan Lainnya

Ruang apoteker terletak bersebelahan dengan ruang praktek dokter. Selain

itu, juga terdapat gudang yang digunakan sebagai tempat penyimpanan barang.

Di bagian belakang apo t ek terdapat lemari arsip dan ruangan dapur.

4.2.3 Struktur Organisasi

Apotek Kimia Farma No.202 dipimpin oleh seorang Manajer Apotek

Pelayanan (MAP) yang bertindak sebagai Apoteker Pengelola Apotek (APA).

APA bertanggung jawab terhadap keseluruhan kegiatan apotek dan membawahi

secara langsung pelaksana teknis apotek yang merupakan Asisten Apoteker (AA).

Struktur organisasi apotek dapat dilihat pada Lampiran 5.

Personalia di apotek terdiri dari Apoteker Pengelola Apotek (APA),

apoteker pendamping, supervisor layanan farmasi, supervisor swalayan farmasi,

pelaksana layanan farmasi, pelaksana swalayan farmasi dan SPG (Sales

Promotion Girl).

4.2.3.1. Apoteker Pengelola Apotek (APA)

APA mempunyai tugas sebagai berikut:

a. Pengkoordinasi pelaksanaan fungsi profesi kefarmasian di apotek dengan

pemberian bimbingan bagi seluruh sumber daya sesuai dengan profesinya,

untuk memastikan bahwa Apoteker Pengelola Apotek dapat bekerja

mengelola apotek sesuai dengan profesinya sebagai apoteker.

b. Pengelola dan pengawas kegiatan operasional layanan farmasi di apotek

yang menjadi tanggung jawab dalam hal pelayanan, untuk memastikan

pencapaian kinerja apotek dalam hal pelayanan (tidak ada kesalahan obat dan

keluhan pelanggan).

c. Pengarah dan pengidentifikasi potensi seluruh SDM dalam kegiatan

operasional Apotek Pelayanan di bawah tanggung jawabnya, untuk

memastikan seluruh karyawan dapat bekerja secara optimal sesuai dengan

potensi dan tugasnya masing-masing sehingga target apotek pelayanan

tercapai.

d. Pengawas pelaksanaan pemberian layanan swamedikasi sesuai dengan

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 283: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

33

Universitas Indonesia

profesinya, untuk mempertahankan citra baik perusahaan dan loyalitas

pelanggan.

e. Pelatih seluruh SDM sesuai dengan kebutuhan di apotek, guna

mendukung terciptanya SDM yang berkualitas.

f. Pelaksana validasi penjualan dan stok opname untuk memastikan sistem

informasi berjalan dengan baik.

4.2.3.2 Apoteker Pendamping

Apoteker Pendamping merupakan apoteker yang bertugas melakukan

pelayanan farmasi ketika APA tidak berada di apotek. Apotek belum

mempunyai seorang apoteker pendamping. Semua tugas apoteker di apotek

dikerjakan oleh seorang APA.

4.2.3.3 Supervisor Layanan Farmasi

Tugas dari supervisor layanan farmasi adalah :

a. Pengkoordinasi kegiatan pelayanan di apotek untuk memberikan

pelayanan kepada pelanggan sesuai dengan standar dan prosedur.

b. Pengkoordinasi pembagian tanggung jawab lemari obat serta pelaksana

verifikasi permintaan barang dari penanggung jawab lemari obat untuk

memastikan tingkat persediaan barang yang optimal.

c. Pelaksana kegiatan pelaporan penggunaan narkotika dan psikotropika kepada

APA sebelum dilaporkan ke Balai Besar POM dan Suku Dinas

Kesehatan, untuk memastikan tingkat penggunaan yang sesuai dengan

kebutuhan, standar, dan prosedur yang berlaku.

d. Pengkoordinasi kegiatan stok opname, yaitu mencocokkan barang yang ada

dengan catatan pada kartu dan komputer, untuk memastikan kesesuaian

data barang dalam sistem dan barang secara aktual.

e. Pengkoordinasi kegiatan pemasukan resep kredit untuk mendukung

kelancaran proses penagihan lebih lanjut.

f. Pengelola persiapan Bon Permintaan Barang Apotek (BPBA) agar dapat

diselesaikan sesuai dengan target waktu dan ketentuan serta prosedur yang

berlaku.

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 284: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

34

Universitas Indonesia

4.2.3.4 Supervisor Swalayan Farmasi

Tugas dari supervisor swalayan farmasi adalah:

a. Pengelola dan pengawas kelengkapan, penataan, kerapian, dan kebersihan

obat-obat di swalayan apotek yang dilakukan o leh p elaksana swalayan

farmasi serta prosedur pemberian pelayanan kepada pelanggan yang

dilakukan bawahan berdasarkan tata cara yang telah ditetapkan untuk

memastikan kenyamanan, kelengkapan swalayan apotek dan pemberian

pelayanan yang baik bagi pelanggan.

b. Pengatur jadwal kerja SPG (Sales Promotion Girl) berdasarkan tingkat

keramaian kunjungan, untuk memastikan kelancaran sistem pelayanan

swalayan di apotek. Menyusun perencanaan pengadaan barang berdasarkan

kebutuhan obat di swalayan apotek, dan untuk menjamin tersedianya

kelengkapan barang/obat-obatan di apotek tersebut.

c. Penyusun perencanaan pengadaan barang berdasarkan kebutuhan obat

dan Laporan Penjualan Harian (LPH) apotek, untuk menjamin

kelengkapan barang/obat-obatan di apotek dan evaluasi target penjualan

harian serta perhitungan laba dan rugi.

4.2.3.5 Pelaksana Layanan Farmasi

Pelaksana layanan farmasi bertugas :

a. Pemberi pelayanan kepada pasien, mulai dari penerimaan resep sebelum

diberikan kepada kasir, perhitungan harga resep apabila diperlukan,

pengambilan obat dari bagian persiapan, dan penyerahan obat kepada pasien

disertai pencatatan informasi penting, untuk memastikan pelayanan

terintegrasi dengan baik dan sesuai dengan kebutuhan pelanggan.

b. Pelaksana konfirmasi kepada dokter penulis resep bila ditemukan

kejanggalan pada resep dan melakukan koreksi dengan persetujuan dokter

penulis resep.

c. Pelaksana proses peracikan (menakar, menggerus, dan mengemas obat)

untuk memastikan bahwa jumlah obat dan dosis obat yang telah tertulis di

dalam resep tepat.

d. Pemberi pelayanan untuk penjualan obat bebas, untuk memastikan proses

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 285: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

35

Universitas Indonesia

penjualan obat bebas dilakukan sesuai dengan ketentuan dan prosedur yang

berlaku.

e. Mengecek barang yang datang, untuk mengetahui kesesuaian barang yang

datang sesuai dengan barang yang dipesan melalui BPBA.

f. Pemberi informasi mengenai barang-barang yang akan dibeli ke bagian

pembelian, untuk mendukung proses pemesanan dan pembelian barang.

4.2.3.6 Pelaksana Swalayan Farmasi (Non Asisten Apoteker)

Pelaksana swalayan farmasi bertugas :

a. Pemberi pelayanan kepada pelanggan dalam hal pemberian informasi dan

saran mengenai obat dan letak obat di swalayan, untuk mendukung

pemberian layanan yang baik dan sesuai dengan kebutuhan pelanggan.

b. Pelaksana kegiatan penataan dan pengelompokan barang/obat sesuai

dengan jenis dan tata letak yang telah ditentukan, untuk memudahkan

pelanggan dalam mencari barang yang dibutuhkannya.

c. Penanggung jawab persediaan barang yang ada di swalayan dan

pembukuan persediaan barang yang ada berdasarkan abjad ke komputer dan

buku stok opname untuk mengetahui tingkat ketersediaan barang/obat.

4.3 Kegiatan Apotek

4.3.1 Kegiatan Teknis Kefarmasian

Apotek melaksanakan kegiatan teknis kefarmasian meliputi pengadaan,

penyimpanan, peracikan, penjualan obat dan perbekalan farmasi lainnya serta

pengelolaan narkotika dan psikotropika.

4.3.1.1 Pengadaan/Pembelian Barang

Apotek Kimia Farma No.202 merupakan salah satu apotek pelayanan dari

PT. Kimia Farma yang berdasarkan wilayahnya berada dibawah koordinasi dari

BM Bogor. Karena itu, pengadaan barang di apotek dilakukan dengan sistem

Distribution Center (DC) melalui BM Bogor. Pengadaan dilakukan dengan

cara pengumpulan data barang-barang yang akan dipesan. Pemesanan barang

diprioritaskan berdasarkan sistem pareto. Permintaan barang dilakukan

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 286: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

36

Universitas Indonesia

dengan cara mengirimkan Bon Permintaan Barang Apotek (BPBA) secara

online melalui program Sistem Informasi Manajemen dan Keuangan Apotek

(SIMKA) yang akan melanjutkan proses pemesanan ke BM Bogor.

Pemesanan barang ke distributor dilakukan oleh bagian pembelian BM

Bogor dengan memperhatikan terlebih dahulu mengenai harga yang ditawarkan,

besarnya potongan, sistem pembayaran yang ringan dengan jangka waktu yang

lama serta pelayanan yang baik, cepat, dan tepat waktu. Prosedur pembelian

barang dilakukan sebagai berikut :

a. Petugas pembelian barang mengumpulkan data barang yang harus dibeli BM

berdasarkan informasi dari buku defekta dari gudang dan BPBA

b. Petugas pembelian akan melakukan perundingan terlebih dahulu mengenai

harga, besarnya potongan, cara dan jangka waktu pembayaran

c. Bagian pembelian membuat Surat Pesanan (SP). Contoh SP dapat dilihat

pada Lampiran 6. Kemudian ditandatangani oleh BM dan dibuat tiga

rangkap. Lembar pertama (putih) diserahkan ke distributor sebagai tanda

bukti pemesanan barang. Lembar kedua (merah) diserahkan pada petugas

untuk mencocokkan bila barang pesanan datang, setelah selesai disimpan

sebagai arsip o l e h seksi pembelian untuk mengontrol barang yang

dipesan. Lembar ketiga diserahkan ke bagian tata usaha BM untuk

dibukukan ke hutang dagang.

d. Setiap pesanan yang datang harus disertai dengan faktur dari distributor yang

bersangkutan.

e. Penerima barang bertanggung jawab mencocokkan barang yang diterima

dengan faktur dan salinan surat pesanan dan memeriksa kesesuaian barang

yang diterima dengan jumlah dan spesifikasi yang dipesan, keadaan fisik,

dan tanggal kadaluarsa.

f. Penerima barang menandatangani barang yang telah memenuhi syarat,

memberi tanggal dan nomor urut penerimaan barang pada kolom yang tersedia

dan stempel apotek pada faktur asli dan fotokopi faktur (salinan faktur).

g. Barang yang telah diterima kemudian dicatat oleh petugas penerima barang

dalam kartu stok barang

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 287: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

37

Universitas Indonesia

4.3.1.2 Penataan Obat

a. Penataan Obat di Ruang Peracikan.

Penyimpanan obat brand name disusun secara alfabetis dan

dikelompokkan sesuai dengan efek farmakologis (antibiotik, analgetik-

antiinflamasi, susunan saraf pusat, pencernaan, hormon, diabetes, jantung d a n

hipertensi, serta suplemen) dan bentuk sediaan obat (padat, semisolid dan cairan)

serta tempat khusus lemari pendingin untuk menyimpan obat yang harus

disimpan pada suhu rendah seperti suppositoria, injeksi dan lain-lain. Obat

generik disusun secara alfabetis dan disimpan pada bagian depan ruang

peracikan. Obat narkotika dan psikotropika disimpan di lemari tertutup, terpisah

dan selalu dalam keadaan terkunci. Sedangkan obat asuransi kesehatan (askes)

dipisahkan dengan obat lain agar memudahkan dalam mempersiapkan obat

dan tidak tercampur dengan obat non askes. Setiap pengeluaran dan pemasukan

barang dicatat dalam kartu stok. Kartu stok tersebut diletakkan di dalam kotak

masing-masing barang. Contoh kartu stok dapat dilihat pada Lampiran 8.

b. Penataan Barang Di Ruang Swalayan Farmasi

Produk-produk seperti alat kesehatan, vitamin, obat bebas, obat bebas

terbatas, produk bayi, kosmetik, dan produk rumah tangga disusun pada rak

swalayan agar mudah dilihat dan tampak menarik oleh konsumen.

4.3.1.3 Pengelolaan Obat Narkotika

a. Pemesanan Narkotika

APA membuat pemesanan melalui SP narkotika (model N.9 rangkap 4).

Satu rangkap SP narkotik hanya berlaku untuk satu jenis obat narkotika.

Pemesanan dilakukan ke Pedagang Besar Farmasi (PBF) Kimia Farma selaku

distributor tunggal. Berdasarkan surat pemesanan tersebut, PBF mengirimkan

narkotika beserta faktur ke apotek. Surat Pemesanan (SP) yang asli dan dua

lembar salinan SP diserahkan ke PBF yang bersangkutan, dan satu lembar

sebagai arsip apotek. Contoh SP narkotika dapat dilihat pada Lampiran 9.

b. Penerimaan Narkotika

Penerimaan narkotika dari PBF wajib dilakukan oleh Apoteker Pengelola

Apotek (APA). Kemudian APA akan menandatangani faktur tersebut setelah

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 288: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

38

Universitas Indonesia

diperiksa kesesuaian dengan surat pesanan, meliputi jenis dan jumlah narkotika

yang dipesan.

c. Penyimpanan Narkotika

Di apotek Kimia Farma No 202, obat-obat yang termasuk

golongan narkotika disimpan dalam lemari khusus dari bahan dasar kayu

yang terkunci dengan baik. Lemari khusus narkotika diletakkan di tempat

yang aman yaitu melekat di dinding bagian atas. Lemari khusus tersebut

mempunyai kunci yang dipegang oleh asisten apoteker penanggung jawab

narkotika. Setiap obat narkotika dilengkapi kartu stok yang diletakkan dalam

lemari dan dicantumkan tanggal kadaluarsanya.

d. Pelayanan Narkotika

Apotek hanya melayani resep narkotika dari resep asli atau salinan

resep yang dibuat oleh apotek sendiri yang belum diambil sama sekali atau

baru diambil sebagian. Apotek tidak melayani pembelian obat narkotika tanpa

resep dokter.

e. Pelaporan Narkotika

Undang-undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika menyatakan

bahwa apotek wajib membuat, menyampaikan dan menyimpan laporan berkala

mengenai pemasukan dan/atau pengeluaran narkotika yang berada dalam

penguasaannya. Pelaporan penggunaan narkotika telah dikembangkan dalam

bentuk perangkat lunak atau program Sistem Pelaporan Narkotika dan

Psikotropika (SIPNAP) sejak tahun 2006 oleh Kementerian Kesehatan. Sistem

Pelaporan Narkotika dan Psikotropika (SIPNAP) adalah sistem yang mengatur

pelaporan penggunaan Narkotika dan Psikotropika dari Unit Layanan

(Puskesmas, Rumah Sakit dan Apotek) ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota

dengan menggunakan pelaporan elektronik selanjutnya Dinas Kesehatan

Kabupaten/Kota melaporkan ke tingkat yang lebih tinggi (Dinkes Provinsi dan Dit

jen Binfar dan Alkes) melalui mekanisme pelaporan online yang menggunakan

fasilitas internet. Namun, penerapan undang-undang ini belum dilaksanakan

secara menyeluruh di Indonesia. Contoh formulir pelaporan narkotika dapat

dilihat pada Lampiran 10.

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 289: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

39

Universitas Indonesia

4.3.1.4 Pengelolaan Psikotropika

a. Pemesanan Psikotropika

Obat golongan psikotropika dipesan melalui BPBA yang dikirim ke BM

Bogor. Pemesanan obat psikotropika dilakukan dengan menggunakan SP

Psikotropika yang ditandatangani oleh Manajer Bisnis. Satu SP dapat digunakan

untuk memesan beberapa jenis psikotropika. SP dibuat tiga rangkap, 2 lembar

diserahkan ke PBF yang bersangkutan dan 1 lembar sebagai arsip di apotek.

Contoh SP psikotropika dapat dilihat pada Lampiran 11.

b. Penyimpanan Psikotropika

Seperti halnya narkotika, obat golongan psikotropika juga disimpan di

lemari khusus yang terpisah dari sediaan lain. Lemari ini terletak berdampingan

dengan lemari khusus penyimpanan narkotika.

c. Pelaporan Psikotropika

Apotek berkewajiban menyusun dan mengirimkan laporan bulanan

melalui perangkat lunak atau program Sistem Pelaporan Narkotika dan

Psikotropika (SIPNAP). Mekanisme pelaporan psikotropika sama dengan

pelaporan narkotika. Contoh formulir pelaporan psikotropika dapat dilihat pada

Lampiran 12.

4.3.1.5 Stok Opname

Kegiatan stok opname dilakukan untuk memeriksa apakah jumlah barang

yang tersedia sama dengan jumlah barang yang tercatat. Stok opname ini

dilakukan oleh asisten apoteker dibantu oleh petugas apotek yang lain dan

seluruh kegiatan ini di bawah tanggung jawab APA. Tujuan dari stok opname ini

adalah :

a. Menghitung jumlah fisik barang yang ada di stok untuk dicocokkan dengan

data transaksi pada komputer. Hal ini berguna untuk mendeteksi secara dini

adanya kebocoran atau kehilangan barang dagangan atau obat-obatan.

b. Mendata barang-barang yang kadaluarsa atau mendekati waktu kadaluarsa.

c. Barang-barang yang kadaluarsa dipisahkan dari barang lain kemudian dibuat

laporannya tersendiri.

d. Mendeteksi barang-barang slow moving dan fast moving serta mencari upaya

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 290: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

40

Universitas Indonesia

yang sebaiknya dilakukan.

Stok opname dilakukan setiap akhir bulan. Data hasil stok opname,

dilaporkan ke APA. Pelaporan ini bertujuan untuk memberikan informasi

kepada APA mengenai kondisi dan nilai barang stok opname tersebut.

Kemudian APA sebagai pimpinan apotek akan melakukan validasi data. Data

yang telah divalidasi selanjutnya dikirimkan ke BM Apotek Kimia Farma No.7

Bogor.

4.3.1.6 Pelayanan Resep

a. Pelayanan Resep Dibayar Tunai

Pelayanan ini merupakan penjualan obat berdasarkan resep dokter yang

ditebus pasien dengan membayar tunai. Prosedur pelayanan resep ini diawali

dengan penerimaan resep oleh asisten apoteker. Resep yang diterima diperiksa

kelengkapan resep dan ketersediaan obatnya. Data pasien yang meliputi nama,

alamat, dan nomor resep dimasukkan ke dalam komputer setelah pasien

melakukan pembayaran. Kemudian pasien diberi nomor urut tunggu untuk

mengambil obat (sesuai dengan nomor urut resep). Selanjutnya resep tersebut

diserahkan kepada asisten apoteker di ruang peracikan.

Asisten apoteker mengerjakan resep tersebut dibantu oleh juru resep.

Setelah obat disiapkan kemudian dikemas dan diberi etiket (Lampiran 13).

Pasien ya ng memerlukan kuitansi akan dibuatkan oleh asisten apoteker. Salinan

resep dibuat bila resep tersebut perlu diulang (iter) atau baru ditebus

sebagian. Contoh salinan resep dapat dilihat pada Lampiran 14, contoh

kuitansi pembayaran resep tunai dapat dilihat pada Lampiran 15, dan contoh

bon pengambilan obat dapat dilihat pada Lampiran 16 serta contoh label dapat

dilihat pada Lampiran 17.

Obat diserahkan kepada pasien sesuai dengan nomor urut resep disertai

dengan informasi aturan pakai dan informasi lain yang diperlukan. Lembaran

resep asli disimpan sekurang-kurangnya tiga tahun dan disusun berdasarkan

nomor urut dan tanggal resep.

b. Pelayanan Resep dengan Pembayaran Kredit

Pelayanan resep ini merupakan pelayanan terhadap resep obat yang

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 291: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

41

Universitas Indonesia

berasal dari suatu instansi atau perusahaan yang mengadakan kerjasama dengan

apotek. Apotek Kimia Farma No. 202 Depok mengadakan kerjasama dengan PT.

Askes. Untuk menebus obat, peserta askes harus membawa beberapa

persyaratan. Peserta askes swasta harus membawa fotokopi kartu askes, resep

asli dan fotokopi, dimana resep dari rumah sakit harus disertai Surat Jaminan

Pelayanan (SJP) atau lembar kuning. Peserta askes negeri harus membawa

fotokopi kartu askes, Syarat Jaminan Pelayanan (SJP) asli (lembaran kuning), dan

fotokopi kartu untuk pengambilan obat satu bulan atau resep kronis. Bagi peserta

askes negeri dengan resep kronis yang belum mempunyai kartu putih,

peserta wajib membawa fotokopi kartu askes tiga lembar, fotokopi resep

lima lembar, dan fotokopi SJP dua lembar. Apabila salah satu obat tidak

masuk ke dalam DPHO (Daftar Plafon dan Harga Obat), maka pasien

harus membayar obat tersebut.

Pada dasarnya prosedur pelayanan resep dengan pembayaran kredit

tidak berbeda dengan pembayaran tunai, kecuali pada pemberian harga dan

pembayarannya. Pasien tidak langsung membayar t una i, me la inkan cukup

menunjukkan kartu identitas kepegawaian kepada petugas apotek dan

memenuhi administrasinya. Pelayanan resep tersebut harus dicatat pada laporan

harian apotek oleh petugas tata usaha apotek. Untuk resep-resep dokter dibayar

kredit dan telah dihargai kemudian diberikan kepada petugas tata usaha untuk

dijumlahkan berdasarkan masing-masing instansi agar selanjutnya dapat

dilakukan penagihan pada saat jatuh tempo pembayaran.

Penebusan resep dengan pembayaran kredit selain peserta askes dapat

dilayani dengan membawa kartu pegawai dan mendapat persetujuan dari instansi

yang bersangkutan. Setelah persyaratan administrasi dilengkapi, obat disiapkan

dan dibuatkan faktur, kemudian obat diserahkan kepada pasien. Pada saat

penyerahan obat, pasien diminta menandatangani dan menuliskan nomor telepon

pada lembar resep peserta askes, sedangkan pasien peserta selain askes diminta

untuk menandatangani faktur.

c. Penyimpanan Resep

Resep disimpan sebagai arsip apotek dalam jangka waktu tiga tahun.

Pada penyimpanannya, resep disusun berdasarkan tanggal dan nomor resep

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 292: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

42

Universitas Indonesia

untuk mempermudah penelusuran resep apabila diperlukan baik untuk

kepentingan pasien maupun pemeriksaan. Resep asuransi kesehatan

dipisahkan dari resep lainnya. Begitu juga dengan resep yang

mengandung obat narkotika dan psikotropika. Setiap tiga tahun resep dapat

dimusnahkan dengan cara dibakar dan dibuat berita acara pemusnahan resep.

4.3.1.7 Penjualan Barang Swalayan

Penjualan ini meliputi obat bebas, obat bebas terbatas, kosmetik,

dan alat kesehatan (kecuali alat suntik), dan kebutuhan rumah tangga. Struk

bukti pembayaran dicetak dua rangkap, dimana satu lembar diberikan kepada

konsumen sebagai bukti pembayaran dan lembar lainnya disimpan di apotek

sebagai arsip.

4.3.1.8 Peracikan

Setiap resep yang masuk ke bagian peracikan dikerjakan sesuai dengan

nomor urut kecuali resep yang diberi tanda cito maka resep tersebut dikerjakan

terlebih dahulu. Obat racikan disiapkan pada satu wadah untuk selanjutnya diracik

sesuai dengan resep. Setiap pengambilan obat harus dicatat pada kartu stok barang

yang tersedia pada masing-masing tempat penyimpanan obat. Alur pelayanan

penerimaan resep dapat dilihat pada lampiran 7.

4.3.1.9 Pelayanan Informasi Obat

Pelayanan informasi obat dilakukan setiap kali petugas apotek

menyerahkan obat kepada pasien. Informasi yang diberikan meliputi cara

pemakaian obat, cara penyimpanan obat (bagi obat-obat yang membutuhkan

kondisi penyimpanan khusus), jangka waktu pengobatan, dan makanan yang harus

dihindari selama terapi. Petugas juga memberikan kesempatan kepada pasien

untuk bertanya apabila ada hal yang belum dimengerti.

4.3.1.10 Pelayanan Swamedikasi

Pelayanan swamedikasi dilakukan oleh apoteker atau asisten

apoteker. Keluhan disampaikan oleh pasien kepada apoteker. Informasi mengenai

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 293: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

43

Universitas Indonesia

kondisi pasien dapat juga diperoleh dengan menanyakan riwayat pasien.

Berdasarkan informasi tersebut, pasien akan dipilihkan obat yang sesuai dengan

kondisinya. Setelah dilakukan pembayaran, obat kemudian diserahkan kepada

pasien dengan disertai pemberian informasi mengenai dosis dan aturan pakai obat.

4.3.2 Kegiatan Non Teknis Kefarmasian

Kegiatan non teknis kefarmasian meliputi pencatatan administrasi harian

apotek yang dilakukan oleh kasir. Pelaksanaan kegiatan adminiitrasi di apotek

dibagi menjadi administrasi pembelian dan administrasi penjualan. Kegiatan

transaksi penjualan baik tunai maupun kredit di apotek dikirim dalam bentuk

laporan ke apotek bisnis manajer setiap bulan. Laporan penjualan kredit dibuat

dengan melampirkan resep kredit.

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 294: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

44 Universitas Indonesia

BAB 5

PEMBAHASAN

Apotek merupakan sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan

praktek kefarmasian oleh apoteker. Apoteker sebagai pengelola apotek harus

mempunyai kemampuan, baik dari segi pelayanan kefarmasian maupun

manajerial, agar peranan apotek dapat berjalan dengan seimbang. Kegiatan

manajerial yang dimaksud adalah perencanaan, pengorganisasian, dan

pengawasan kegiatan yang berlangsung di apotek.

Salah satu faktor yang menentukan keberhasilan suatu apotek adalah

lokasi. Apotek Kimia Farma No.202 terletak di Jl. Kejayaan IX No. 2 Depok.

Apotek ini dapat dikatakan berada di lokasi strategis dan menguntungkan karena

berada di kawasan padat penduduk, dekat dengan Pasar Agung Depok, dilalui

oleh lalu lintas dua arah yang cukup ramai, serta kemudahan dalam mengakses

apotek. Selain itu, apotek ini dekat dengan rumah sakit dan banyak klinik dokter

seperti KJP Centre, Klinik Kurnia, Rumah Sakit Bersalin Budi, dan Rumah Sakit

Hermina. Dapat disimpulkan bahwa lokasi tersebut memiliki potensi pasar yang

baik .

Apotek mempunyai ruang praktek dokter spesialis anak yang dibuka hari

senin-jumat pada pukul 18.00-20.00 WIB. Selain itu terdapat juga praktek

fisioterapi yang melayani terapi uap dan terapi stroke. Dengan adanya praktek

dokter, jumlah resep yang masuk akan meningkat. Di sekitar apotek terdapat dua

apotek pesaing dengan jarak kurang lebih 20 m dan 100 m.

Secara umum desain eksterior dan interior apotek sudah baik dilihat dari

segi kelengkapan fasilitas dan penataan produk OTC. Bangunan apotek ini

memilki ciri khusus yaitu adanya logo Kimia Farma apotek di depan apotek yang

berdampingan dengan papan nama bertuliskan praktek dokter. Selain itu,

diseberang jalan apotek juga terdapat petunjuk arah berlogo apotek Kimia Farma

No.202 Depok. Keberadaan logo Kimia Farma ini membuat apotek mudah

dikenali sehingga dapat menarik pelanggan, terutama yang telah mengenal

reputasi Kimia Farma. Desain bangunan depan dibuat dengan kaca transparan

yang besar sehingga memudahkan konsumen atau pelanggan melihat keadaan

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 295: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

45

Universitas Indonesia

dalam apotek. Apotek ini juga mempunyai halaman parkir cukup luas dan dijaga

oleh petugas parkir.

Tata ruang Apotek Kimia Farma No.202 Depok terdiri dari ruang tunggu,

tempat penerimaan resep dan kasir, ruang penyimpanan obat, ruang peracikan,

ruang apoteker, dan ruang administrasi. Ruang tunggu apotek dirasa cukup

nyaman karena dilengkapi dengan pendingin ruangan, adanya televisi, dan

disediakan koran. Apotek juga telah dilengkapi dengan sarana penunjang seperti

toilet dan musholla yang dapat digunakan oleh pelanggan apotek.

Tempat penerimaan resep, kasir (pembayaran), dan penyerahan obat

berada pada satu tempat yang hanya dibatasi oleh meja setinggi dada orang

dewasa. Terdapat dua orang kasir yang dibedakan menjadi kasir untuk OTC dan

kasir untuk melayani resep. Pembagian ini ditujukan untuk efektifitas dalam

pelayanan, namun dalam pelaksanaannya belum maksimal karena pasien masih

kurang paham mengenai alur pembayaran. Hal ini disebabkan karena kurang

jelasnya petunjuk mengenai kasir untuk OTC dan kasir untuk pelayanan resep.

Proses peracikan pulvis dilakukan dengan menggunakan lumpang-alu atau

menggunakan alat penghancur tablet. Pulvis kemudian dibungkus dengan kertas

pembungkus yang disegel dengan mesin press. Pengisian kapsul dilakukan secara

konvensional sehingga membutuhkan waktu lama. Proses peracikan, baik pulvis,

salep, krim ataupun kapsul sangat sering dilakukan. Hal ini disebabkan karena

pada apotek terdapat praktek dokter spesialis anak sehingga resep racikan yang

diterima apotek juga cukup banyak. Sehubungan dengan proses peracikan yang

sering dilakukan, maka alangkah baiknya jika ruang peracikan selalu dijaga

kebersihannya.

Swalayan farmasi terletak di bagian kanan ruang tunggu. Di ruangan ini

disediakan obat-obat bebas, alat kesehatan, perbekalan rumah tangga, kosmetik

dan minuman ringan. Swalayan farmasi memiliki beberapa gondola. Ada

beberapa pengelompokan produk di gondola tersebut, diantaranya adalah Baby

and Child Care, Paper Product, Milk and Nutrition, Oral Care, Medicine, dan

Vitamin.

Swalayan farmasi memiliki kelemahan yaitu memerlukan ruangan yang

cukup besar dan sangat rentan terhadap tindakan pencurian. Oleh sebab itu, kasir

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 296: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

46

Universitas Indonesia

ditempatkan pada posisi tengah, sehingga kasir juga dapat mengawasi situasi

ruang swalayan secara menyeluruh. Selain itu, apotek juga menempatkan SPG

(Sales Promotion Girl) untuk produk tertentu sehingga selain berfungsi melayani

kebutuhan pelanggan di ruang swalayan farmasi, SPG (Sales Promotion Girl) ini

juga dapat membantu mengawasi barang-barang dari tindakan pencurian.

Penataan barang di rak swalayan terlihat kurang rapi. Dimana penataan

barang banyak yang tidak mengikuti aturan penataan yang telah dibuat oleh Kimia

Farma Apotek. Untuk produk sejenis, yang memiliki ukuran paling tinggi berada

di sebelah kanan dan yang terendah berada di sebelah kiri. Seharusnya produk

sejenis dengan ukuran tertinggi berada di kiri dan yang terendah berada di sebelah

kanan. Khusus untuk produk yang termasuk dalam kategori medicine, disusun

secara alfabetis agar memudahkan pelanggan mencari obat yang dibutuhkan.

Di ruang racik, obat-obat dipisahkan berdasarkan bentuk sediaan dan

disusun di rak penyimpanan menurut efek farmakologisnya. Semua obat sediaan

padat dan cair yang tidak memerlukan kondisi penyimpanan khusus diletakkan di

tempat yang tidak terkena cahaya matahari langsung. Obat-obat yang memerlukan

kondisi penyimpanan khusus seperti suppositoria disimpan dalam lemari

pendingin. Setiap obat diletakkan dalam kotak disertai label nama obat,

kekuatannya (jika obat tersebut tersedia dalam dua kekuatan atau lebih) dan logo

kimia farma. Penyimpanan dua (2) macam obat dalam satu kotak atau dua (2) obat

sejenis dengan kekuatan yang berbeda memiliki kelemahan, dimana dapat terjadi

salah pengambilan obat sehingga dapat merugikan pasien dan juga apotek.

Untuk memudahkan penelusuran, kotak-kotak disusun berdasarkan abjad

nama obat. Setiap kotak penyimpanan obat dilengkapi dengan kartu stok. Obat-

obat juga dikelompokkan lagi menjadi obat generik, injeksi, obat Askes, tetes

mata, tetes telinga, salep, krim, sirup, emulsi dan drops. Penyusunan obat

berdasarkan efek farmakologis dinilai baik sebab memudahkan asisten apoteker

dan tenaga kefarmasian lainnya untuk mengetahui obat-obat yang termasuk ke

dalam efek farmakologis tertentu. Seperti, mengetahui obat-obat apa saja yang

memiliki efek farmakologis pada kardiovaskular. Selain itu, juga memudahkan

tenaga kefarmasian untuk menginformasikan kepada pasien tentang obat tersebut.

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 297: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

47

Universitas Indonesia

Alangkah baiknya jika untuk obat generik juga disusun berdasarkan efek

farmakologisnya.

Penyimpanan obat narkotika dan psikotropika disimpan terpisah dari obat-

obat lain di dalam lemari khusus yang terdapat pada dinding bagian atas di

apotek. Lemari khusus tersebut dilengkapi dengan kunci dan dipegang oleh

asisten apoteker penanggung jawab narkotika dan psikotropika. Penyimpanan

narkotika belum memenuhi ketentuan yang berlaku karena lemari narkotika

belum sepenuhnya dikunci setiap selesai digunakan. Hal tersebut disebabkan oleh

salah satu faktor yaitu adanya kesulitan petugas untuk mengunci dan menutup

lemari saat harus menyiapkan resep ketika pasien ramai dan karena letak lemari

berada jauh dari jangkauan petugas. Selain itu, satu bagian dari lemari narkotika

hendaklah menyimpan morfin, petidin dan derivatnya dan bagian lemari narkotika

yang lain menyimpan narkotik lainnya yang dipakai sehari-hari, tetapi lemari

narkotik di Apotek Kimia Farma no.202 Depok hanya menyimpan narkotika

berdasarkan alfabetis.

Pengelolaan resep sangat baik dan rapi. Resep obat yang telah diserahkan

dikumpulkan berdasarkan tanggal kemudian disusun berdasarkan nomor resep dan

ditempatkan dalam lemari khusus sehingga memudahkan petugas dalam

melakukan penelusuran resep Untuk resep yang terdapat obat psikotropika

disusun berdasarkan tanggal dan selanjutnya jumlah dan nama psikotropika yang

digunakan dilaporkan penggunaannya setiap bulannya melalui program SIPNAP.

Untuk resep narkotika dilakukan penyusunan secara terpisah dan sebelumnya

telah diberikan tanda garis merah pada narkotika serta dilaporkan penggunaannya

setiap bulannya melalui program SIPNAP.

Pemenuhan fungsi pelayanan yang baik perlu diterapkan di dalam

menjalankan kegiatan kefarmasian di apotek. Apoteker Pengelola Apotek (APA)

sangat penting memperhatikan beberapa faktor yang sangat berpengaruh terhadap

kualitas pelayanan apotek. Kualitas pelayanan merupakan salah satu faktor

pendorong yang paling penting dalam memperoleh kemajuan apotek karena

sangat mempengaruhi tingkat kepuasan dan loyalitas pelanggan yang pada

akhirnya berpengaruh pada nilai penjualan (omset). Beberapa faktor yang

mempengaruhi hal tersebut adalah kualifikasi sumber daya manusia dan

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 298: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

48

Universitas Indonesia

pembagian tugas (job description) yang jelas dan terperinci untuk setiap tahap

dari fungsi pelayanan. Pelayanan apotek Kimia Farma Nomor 202 Depok dinilai

sudah cukup baik, namun masih ada beberapa hal yang perlu diperbaiki. Salah

satu kendala yang masih perlu diperbaiki diantaranya adalah pasien masih

mengeluhkan masalah kecepatan dan ketanggapan petugas dalam melayani

pasien. Kualifikasi sumber daya manusia yang harus dimiliki dalam melayani

konsumen atau pelanggan adalah cekatan, terampil, ramah, dan informatif.

Petugas apotek diutamakan seorang tenaga yang cepat tanggap, mampu membaca

situasi dan suasana hati pasien dalam menangani keluhan dan dapat membantu

konsumen dalam memperoleh obat yang tepat.

Apotek juga memberikan pelayanan swamedikasi. Pasien dapat

menyampaikan keluhannya kepada petugas apotek kemudian petugas mencarikan

obat yang sesuai dengan kondisi pasien. Hal ini menguntungkan pasien sebab

pasien tidak perlu berobat ke dokter, sehingga dapat menghemat waktu dan biaya.

Bentuk peningkatan kualitas pelayanan yang dilakukan adalah dengan layanan

antar obat (delivery service) tanpa dikenakan biaya tambahan. Pengantaran obat

dilakukan oleh petugas pengantaran yang merangkap sebagai pembantu pelaksana

layanan farmasi, menggunakan kendaraan dinas apotek berupa sepeda motor.

Waktu pelayanan pengantaran obat bergantung pada perjanjian dengan pelanggan

maupun ketersediaan obat yang ada.

Pengembangan dan peningkatan serta penyesuaian merupakan suatu aspek

yang harus selalu diperhatikan oleh apotek dalam menghadapi kondisi pasar,

pesaing, perkembangan produk, dan layanan kesehatan terus berubah sepanjang

waktu. Pengembangan apotek dapat berupa pelatihan sumber daya manusia,

promosi atau penyaluran ide-ide kreatif sehingga dapat menunjang peningkatan

kualitas pelayanan kefarmasian di apotek.

Praktek Kerja Profesi Apoteker dilaksanakan selama lebih kurang 5

minggu telah memberikan gambaran kepada calon apoteker tentang tata cara

pengelolaan kegiatan kefarmasian dari segi pelayanan dan manajerial di suatu

apotek. Dengan demikian, diharapkan agar pada saat memasuki dunia kerja yang

sesungguhnya para calon apoteker telah memiilki bekal dalam menerapkan ilmu

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 299: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

49

Universitas Indonesia

kefarmasian dan mengembangkan segala aspek yang dianggap paling prinsip dan

penting dalam melakukan pekerjaan kefarmasian.

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 300: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

50 Universitas Indonesia

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

6.1.1 Peran apoteker di apotek Kimia Farma no. 202 Depok dalam mengelola

sebuah apotek adalah sebagai pemimpin dan menentukan kebijakan serta

pengawas dalam setiap kegiatan di apotek, seperti pengadaan barang,

penerimaan barang dan penyimpanan barang. Sedangkan peran apoteker

dalam pelayanan farmasi tidak begitu berjalan.

6.1.2 Kegiatan yang berlangsung di apotek mencakup kegiatan teknis

kefarmasian yang meliputi pengadaan, penyimpanan, pengelolaan

narkotika dan psikotropika, pelayanan resep dan penyiapan obat,

penyerahan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya serta

memberikan pelayanan informasi obat dan swamedikasi kepada pasien.

Sedangkan kegiatan non teknis kefarmasian meliputi pengelolaan

administrasi pembelian dan administrasi penjualan.

6.2 Saran

6.2.1 Kualitas pelayanan dalam hal kecepatan menyiapkan obat bagi pelanggan

sebaiknya ditingkatkan agar tidak ada pelanggan yang mengeluh.

6.2.2 Peningkatan pelayanan kefarmasian di apotek juga dapat dilakukan dengan

cara memberikan konseling kepada pasien tertentu.

6.2.3 Penataan produk OTC sebaiknya diatur dengan sistem yang telah

ditetapkan Kimia Farma mengenai aturan merchandise.

6.2.4 Sarana dan prasarana di apotek sebaiknya lebih diperbaiki.

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 301: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

51 Universitas Indonesia

DAFTAR ACUAN

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2009). Peraturan Pemerintah Republik

Indonesia No. 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta:

Departemen Kesehatan Republik Indonesia

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2004a). Sistem Kesehatan Nasional.

Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2004b). Keputusan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia Nomor 1027/MENKES/ SK/IX/2004 tentang Standar

Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik

Indonesia

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2002). Peraturan Menteri Kesehatan

No. 1332/MENKES/SK/X/2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri

Kesehatan Nomor 922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata

Cara Pemberian Izin Apotek. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik

Indonesia

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1993). Peraturan Menteri Kesehatan

Nomor 922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara

Pemberian Izin Apotek. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1978). Peraturan Menteri Kesehatan

No. 28/MENKES/PER/I/1978 tentang Penyimpanan Narkotika. Jakarta :

Departemen Kesehatan Republik Indonesia

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2011). Peraturan Pemerintah Republik

Indonesia No. 88/ MENKES/PER/X/2011 tentang Registrasi Izin Prakik dan

Izin Kerja Tenaga Kefarmasian. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik

Indonesia

Tim PKPA PT. Kimia Farma Apotek. (2012). Materi Praktek Kerja Profesi

Apoteker. Jakarta : Tim PKPA PT. Kimia Farma Apotek.

Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika. Jakarta

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Jakarta

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 302: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

LAMPIRAN

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 303: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

52

Lampiran 1. Struktur organisasi PT Kimia Farma Apotek

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 304: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

50

Lampiran 2. Struktur organisasi bisnis manager apotek wilayah Bogor

Bisnis Manager Bogor

Manager Apotek

Pelayanan

supervisor

pelayanan

farmasi

supervisor

keuangan dan

akuntansi

adm. pajak adm.

perhutangan

adm. kas

bank

pengadaan

pengeluaran

barang

penerimaan

barang

gudang

53

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 305: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

54

Lampiran 3. Denah lokasi Apotek Kimia Farma no. 202 Depok

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 306: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

55

Lampiran 4. Layout Apotek Kimia Farma no.202 Depok

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 307: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

56

Lampiran 5. Struktur organisasi Apotek Kimia Farma no.202

Pelaksana

swalayan

farmasi

SPG (Sales

Promotion

Girl)

koordinator

pelayanan

(asisten

apoteker)

koordinator

swalayan

(asisten

apoteker)

MAP (manager

apotek Pelayanan)

Pelaksana

layanan

farmasi

Pelaksana

layanan

farmasi

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 308: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

57

Lampiran 6. Bon permintaan barang apotek

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 309: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

58

Lampiran 7. Alur pelayanan penerimaan resep

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 310: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

59

Lampiran 8. Kartu stok

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 311: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

60

Lampiran 9. Surat pemesanan narkotika

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 312: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

61

Lampiran 10. Laporan penggunaan narkotika

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 313: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

62

Lampiran 11. Surat pesanan psikotropika

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 314: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

63

Lampiran 12. Laporan penggunaan psikotropika

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 315: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

64

Lampiran 13. Etiket

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 316: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

65

Lampiran 14. Salinan resep

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 317: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

66

Lampiran 15. Kuitansi pembayaran resep tunai

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 318: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

67

Lampiran 16. Bon pengambilan obat

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 319: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

68

Lampiran 17. Label

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 320: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

UNIVERSITAS INDONESIA

TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 202

JL. KEJAYAAN RAYA BLOK IX NO. 02 DEPOK

ANALISA RESEP PENGOBATAN PENYAKIT HIPERTENSI

DI APOTEK KIMIA FARMA NO.202 DEPOK

MUTIARA HILMA, S.Farm

1106153391

ANGKATAN LXXV

FAKULTAS FARMASI

PROGRAM PROFESI APOTEKER

DEPOK

DESEMBER 2012

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 321: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

ii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i

DAFTAR ISI ii

DAFTAR GAMBAR iii

DAFTAR TABEL iv

DAFTAR LAMPIRAN v

1. PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Tujuan 2

2. TINJAUAN PUSTAKA 3

2.1 Definisi Hipertensi 3

2.2 Etiologi Hipertensi 3

2.3 Klasifikasi Hipertensi 4

2.4 Faktor Resiko Dan Gejala 4

2.5 Patofisiologi 5

2.6 Kerusakan Organ Target 9

2.7 Komplikasi Hipertensi 9

2.8 Penatalaksanaan 11

3. METODE PENGKAJIAN 20

3.1 Sampel 20

3.2 Metode 20

4. ANALISA RESEP HIPERTENSI 21

4.1 Resep 1 21

4.2 Resep 2 23

5. KESIMPULAN DAN SARAN 26

5.1 Kesimpulan 26

5.2 Saran 26

DAFTAR ACUAN 27

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 322: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

iii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Algoritma terapi hipertensi 19

Gambar 4.1 Contoh resep 1 penyakit hipertensi 21

Gambar 4.2 Contoh resep 2 penyakit hipertensi 23

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 323: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

iv

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Klasifikasi Hipertensi 4

Tabel 2.2 Modifikasi Gaya Hidup Untuk Mencegah dan Mengontrol

Hipertensi 12

Tabel 2.3 Obat Antihipertensi 14

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 324: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

v

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Monografi Komposisi Resep 1 29

Lampiran 2. Monografi Komposisi Resep 2 31

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 325: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

1

Universitas Indonesia

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hipertensi atau penyakit tekanan darah tinggi merupakan penyakit

kardiovaskular, dimana terjadi peningkatan persisten tekanan pembuluh darah

arteri (Dipiro et al., 2009). Tekanan darah normal versi JNC (Joint National

Committee) VII adalah kurang dari 120/80 mmHg dan apabila tekanan darah lebih

besar dari 120/80 mmHg berarti sudah termasuk kategori prehipertensi.

Sedangkan seseorang dikatakan hipertensi apabila secara berulang hasil

pemeriksaan tekanan darahnya menunjukkan besar sama dari 140/90 mmHg.

Prevalensi hipertensi atau tekanan darah di Indonesia cukup tinggi.

Prevalensi nasional hipertensi pada penduduk umur > 18 tahun adalah sebesar

29,8% (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2008). Tekanan darah

tinggi merupakan penyakit degeneratif dan umumnya tekanan darah meningkat

secara perlahan dengan bertambahnya umur, dimana risiko untuk menderita

hipertensi meningkat pada populasi ≥ 55 tahun (Direktorat Bina Farmasi

Komunitas Dan Klinik, 2006).

Hipertensi, merupakan salah satu faktor risiko yang paling berpengaruh

terhadap kejadian penyakit jantung dan pembuluh darah (Masalah hipertensi,

2012), sehingga penderita hipertensi beresiko untuk mengalami komplikasi.

Selain itu, hipertensi juga beresiko menimbulkan penyakit diabetes melitus.

Menurut laporan nasional Riset Kesehatan Dasar pada tahun 2007, prevalensi

diabetes melitus lebih tinggi pada kelompok hipertensi dibandingkan dengan

yang tidak hipertensi. Hipertensi merupakan salah satu penyakit tidak menular

yang mendominasi sebagai penyebab kematian pada kelompok umur 55-64

tahun (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2008).

Hanya 7,2% penderita penyakit hipertensi yang sudah mengetahui bahwa

mereka memiliki penyakit tersebut dan hanya 0,4% kasus yang minum obat

hipertensi (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2008). Pemberian

edukasi kepada pasien disertai dengan usaha dari tenaga kesehatan, dapat

1

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 326: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

2

Universitas Indonesia

membantu menurunkan angka keparahan dan kematian akibat hipertensi tersebut

(Riaz, 2012).

Apoteker sebagai salah satu tenaga kesehatan, diharapkan dapat membantu

penanganan penyakit hipertensi dengan mengarahkan pasien untuk lebih peka

terhadap diri mereka sendiri sehingga memeriksakan dirinya lebih dini dan juga

membantu dalam pemilihan terapi hipertensi yang tepat serta memotivasi pasien

untuk patuh dalam pengobatan, memberikan informasi dan konseling.

1.2 Tujuan

Tujuan dibuatnya tugas analisis resep pengobatan penyakit hipertensi ini

adalah agar dapat memahami bagaimana penatalaksanaan hipertensi melalui

contoh resep.

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 327: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

3

Universitas Indonesia

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Hipertensi adalah terjadinya peningkatan secara tidak normal tekanan

arteri dalam sirkulasi sistemik (Silbernagl and Lang, 2000). Tekanan darah arteri

adalah tekanan yang diukur pada dinding arteri dalam millimeter merkuri

(mmHg). Dua tekanan darah arteri yang biasanya diukur, tekanan darah sistolik

(TDS) dan tekanan darah diastolik (TDD). TDS diperoleh selama kontraksi

jantung dan TDD diperoleh setelah kontraksi sewaktu bilik jantung diisi (Dipiro et

al., 2009).

2.2 Etiologi (Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik, 2006).

Pada kebanyakan pasien etiologi patofisiologi-nya tidak diketahui

(essensial atau hipertensi primer). Hipertensi primer ini tidak dapat disembuhkan

tetapi dapat di kontrol. Lebih dari 90% pasien dengan hipertensi merupakan

hipertensi essensial (hipertensi primer). Hipertensi sering turun temurun dalam

suatu keluarga, hal ini setidaknya menunjukkan bahwa faktor genetik memegang

peranan penting pada patogenesis hipertensi primer.

Kelompok lain dari populasi dengan persentase rendah mempunyai

penyebab yang khusus, dikenal sebagai hipertensi sekunder. Penyebab hipertensi

sekunder adalah karena faktor endogen dan atau faktor eksogen. Bila penyebab

hipertensi sekunder dapat diidentifikasi, hipertensi pada pasien-pasien ini dapat

disembuhkan secara potensial. Pada kebanyakan kasus, disfungsi renal akibat

penyakit ginjal kronis atau penyakit renovaskular adalah penyebab hipertensi

sekunder yang paling sering. Obat-obat tertentu, baik secara langsung ataupun

tidak, dapat menyebabkan hipertensi atau memperberat hipertensi dengan

menaikkan tekanan darah.

3

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 328: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

4

Universitas Indonesia

2.3 Klasifikasi Hipertensi (Department Of Health And Human Services U.S,

2004)

Klasifikasi tekanan darah oleh JNC 7 untuk pasien dewasa (umur ≥ 18

tahun) berdasarkan rata-rata pengukuran dua tekanan darah atau lebih pada dua

atau lebih kunjungan klinis mencakup 4 kategori:

Tabel 2.1. Klasifikasi Hipertensi

Klasifikasi Tekanan

Darah

Tekanan darah Sistolik

(mmHg)

Tekanan Darah

Diastolik (mmHg)

Normal <120 <80

Prehipertensi 120-139 80-89

Hipertensi Stage 1 140-159 90-99

Hipertensi Stage 2 >160 >100

Prehipertensi sebenarnya bukanlah tergolong penyakit, tetapi prehipertensi

adalah sebuah tanda yang digunakan untuk mengidentifikasi apakah seseorang

memiliki resiko tinggi untuk menderita penyakit hipertensi, sehingga baik pasien

maupun tenaga kesehatan harus waspada pada level prehipertensi ini, agar

penyakit hipertensi bisa dicegah atau diperlambat perkembangannya.

2.4 Faktor Resiko dan Gejala

2.4.1 Faktor Resiko (Department Of Health And Human Services U.S, 2004)

Sejumlah faktor penyebab hipertensi telah diidentifikasi, diantaranya adalah:

1. Obesitas

2. Asupan garam (Na) berlebihan

3. Penurunan aktivitas fisik

4. Kurang asupan buah, sayur dan potassium

5. Konsumsi alkohol berlebihan

Untuk mencegah timbulnya penyakit hipertensi, terutama sekali bagi

orang-orang yang sudah mencapai level prehipertensi, maka faktor-faktor resiko

diatas harus dihindari.

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 329: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

5

Universitas Indonesia

2.4.2 Gejala (Dipiro et al., 2009)

Secara umum pasien dapat terlihat sehat dan kebanyakan asimptomatik.

Nilai tekanan darah sebelumnya adalah berada pada level prehipertensi atau

kategori hipertensi.

2.5 Patofisiologi (Dipiro et al., 2009)

2.5.1 Mekanisme Humoral

Beberapa ketidaknormalan humoral berperan dalam perkembangan

hipertensi esensial. Ketidaknormalan terkait dengan RAAS (Renin – Angiostensin

– Aldosteron System), hormon natriuretik dan hiperinsulinemia.

2.5.1.1 Renin-Angiostensin-Aldosteron System

Sistem RAA (Renin-Angiotensin-Aldosteron) merupakan suatu sistem

kompleks dalam tubuh yang mempengaruhi hampir seluruh komponen yang

mengatur tekanan darah dalam tubuh. Regulasi dan aktivasi sistem ini diatur oleh

ginjal. Sistem RAA meregulasi kesetimbangan elektrolit Na+, K

+ dan cairan

tubuh.

Renin adalah enzim yang tersimpan dalam sel jukstaglomerular di ginjal.

Pelepasan renin dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu :

1. Faktor intrarenal, contohnya :

a. Tekanan perfusi darah ke ginjal

Sel jukstaglomerular berperan sebagai baroreseptor yang mendeteksi

tekanan darah ke ginjal. Ketika sel tersebut mendeteksi penurunan tekanan

arteri ginjal dan aliran darah ke ginjal maka terjadi stimulasi sekresi renin.

b. Rangsangan katekolamin (simpatis)

Rangsangan simpatis secara langsung ke arteriol afferen akan mengaktivasi

sel jukstaglomerular yang menstimulasi pelepasan renin.

c. Angiotensin II

2. Faktor ekstrarenal, contohnya :

a. Kadar Na+, K

+ dan Cl

-

Penurunan kadar ion-ion tersebut dalam darah maupun sel akan dideteksi

oleh sel jukstaglomerular dan menyebabkan pelepasan renin.

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 330: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

6

Universitas Indonesia

Renin mengkatalisasi konversi angiostensinogen menjadi angiostensin I

dalam darah. Angiostensin I akan dikonversikan menjadi angiostensin II oleh

angiostensin-converting enzym (ACE). Angiotensin II akan berikatan pada

reseptornya yang terdiri dari subtipe AT1 dan AT2. Subtipe AT1 adalah subtipe

yang berperan dalam regulasi tekanan darah. Subtipe tersebut terletak pada otak,

ginjal, miokardium, pembuluh darah perifer dan kelenjar adrenal. Subtipe AT2,

tidak berpengaruh dalam tekanan darah, terletak pada jaringan medula adrenal,

uterus dan otak.

Sirkulasi angiostensin II dapat meningkatkan tekanan darah melalui

peningkatan tekanan perifer dan volume darah.

1. Peningkatan tekanan perifer melalui :

a. Reseptor di pembuluh darah perifer, angiotensin II menyebabkan

vasokonstriksi pada pembuluh darah

b. Reseptor di medula adrenal, angiotensin II menyebabkan pelepasan

katekolamin yang berperan sebagai neurotransmitter saraf simpatis.

Perangsangan saraf simpatis akan meningkatkan tekanan darah melalui

efek vasokonstriksi (tekanan perifer meningkat) dan kontraktilitas jantung

(volume darah meningkat).

2. Peningkatan volume darah melalui :

a. Reseptor di korteks adrenal, angiotensin II menyebabkan pelepasan

aldosteron. Aldosteron berperan dalam menginduksi reabsorpsi air dan

Na+. Hal tersebut menyebabkan volume darah meningkat.

b. Reseptor di ginjal dan usus, angiotensin II menginduksi reabsorpsi air dan

Na+.

c. Reseptor di sistem saraf pusat, angiotensin II merangsang pelepasan ADH

atau vasopressin. ADH akan mengakibatkan reabsorpsi air dan akibatnya

meningkatkan volume darah. Selain itu, rangsangan angiotensin II pada

saraf pusat akan menginduksi pelepasan mediator saraf simpatis dari

medulla oblongata dan akhirnya menyebabkan rangsangan saraf simpatis

semakin meningkat yang berujung pada peningkatan tekanan darah.

d. Reseptor di jantung, angotensin II menyebabkan peningkatan kontraktilitas

otot jantung yang berakibat pada peningkatan kardiak output. Peningkatan

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 331: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

7

Universitas Indonesia

kardiak output berakibat pada meningkatnya volume darah yang

dipompakan ke dalam pembuluh darah.

2.5.1.2 Hormon Natriuretik

Hormon natriuretik menghambat enzim Na K ATPase dan kemudian

mengganggu transpor Na melewati membran sel. Apabila ginjal kehilangan

kemampuannya untuk mengeliminasi Na, volume darah akan meningkat. Hormon

ini juga menghambat keluarnya Na secara transpor aktif melewati sel otot polos

arteriolar. Peningkatan konsentrasi Na dalam sel, akan meningkatkan tekanan

darah.

2.5.1.3 Resistensi Insulin dan Hiperinsulinemia

Peningkatan konsentrasi insulin dapat menyebabkan hipertensi karena

terjadinya peningkatan retensi Na ginjal dan meningkatnya aktivitas sistem saraf

simpatis. Insulin juga dapat meningkatkan tekanan darah dengan meningkatkan

kalsium intrasel, yang kemudian dapat menyebabkan resistensi pembuluh darah.

Mekanisme dari resistensi insulin dan hiperinsulinemia menyebabkan hipertensi

sebenarnya tidak diketahui pasti, tapi keterkaitannya sangat kuat karena obesitas,

dislipidemia dan peningkatan glukosa puasa sering ditemukan pada pasien

hipertensi.

2.5.2 Pengaruh Saraf Simpatis

Sejumlah reseptor dapat meningkatkan dan menghambat pelepasan NE

yang berlokasi di permukaan sinaps pada ujung simpatis. Reseptor α dan β

presinaptik memainkan peran dalam feedback positif dan negatif terhadap vesikel

yang berisi norepinefrin (NE).

1. Stimulasi reseptor α presinaptik (α2) menyebabkan penghambatan pelepasan

NE.

2. Stimulasi reseptor β presinaptik, menyebabkan pelepasan NE.

3. Stimulasi reseptor α postsinaptik (α1) pada artriol dan venula, menyebabkan

vasokontriksi.

4. Stimulasi reseptor β postsinaptik

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 332: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

8

Universitas Indonesia

Ada 2 tipe reseptor β postsinaptik, β1 dan β2.

a. Stimulasi reseptor β1 pada jantung, menyebabkan peningkatan kecepatan

denyut jantung dan kontraktilitasnya

b. Stimulasi reseptor β2 pada arteriol dan venula, menyebabkan vasodilatasi.

Sistem reflex baroreseptor adalah mekanisme feedback negatif utama

untuk mengontrol aktivitas simpatis. Perubahan dengan cepat tekanan arteri, akan

mengaktifkan baroreseptor dan kemudian mentranmisikan impuls ke brainsystem.

Dalam sistem refleks ini, penurunan tekanan darah arteri dapat menstimulasi

baroreseptor, menyebabkan vasokontriksi dan peningkatan kecepatan denyut

jantung dan meningkatnya kekuatan kontraksi jantung.

2.5.3 Komponen Autoregulatory Peripheral

Ginjal biasanya mempertahankan tekanan darah normal melalui

mekanisme adaptif tekanan-volume. Saat tekanan darah drop, ginjal akan

merespon dengan meningkatkan retensi Na dan air. Perubahan ini membuat

volume plasma bertambah dan meningkatkan tekanan darah. Dan sebaliknya, saat

tekanan darah meningkat diatas normal, eksresi Na dan air meningkat untuk

menurunkan volume plasma dan kardiak output.

2.5.4 Mekanisme Endotel Pembuluh Darah

Endotel pembuluh darah dan otot polos memainkan peran penting dalam

pengaturan tekanan darah. Fungsi pengaturan ini dimediasi oleh substansi

vasoaktif yang disintesa oleh sel endotel. Kekurangan substan vasodilatasi ini

(prostasiklin dan bradikinin) atau kelebihan substan vasokontriksi (angiotensin II)

berkontribusi pada terjadinya hipertensi esensial.

Oksida Nitrat (NO) yang diproduksi di endotelium, merelaksasi epitel

pembuluh darah dan sangat berpotensi sebagai vasodilator. Sistem oksida nitrat

merupakan regulator penting pada tekanan darah arteri. Pasien hipertensi mungkin

kekurangan oksida nitrat, sehingga menimbulkan ketidakmampuan

bervasodilatasi.

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 333: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

9

Universitas Indonesia

2.6 Kerusakan Organ Target (Department Of Health And Human Services

U.S, 2004)

Hipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh, baik secara

langsung maupun tidak langsung. Kerusakan organ-organ target yang umum

ditemui pada pasien hipertensi adalah:

1. Jantung

a. Hipertrofi ventrikel kiri

b. Infark miokard

c. Gagal jantung

2. Otak

a. Strok atau transient ischemic attack

3. Penyakit ginjal kronis

4. Penyakit arteri perifer

Tekanan darah tinggi dalam jangka waktu lama akan merusak endothel

arteri dan mempercepat atherosklerosis.

5. Retinopati

Hipertensi adalah faktor resiko utama untuk penyakit serebrovaskular. Bila

penderita hipertensi memiliki faktor-faktor resiko kardiovaskular lain (umur lebih

dari 55 tahun untuk laki-laki dan lebih dari 65 tahun untuk wanita, diabetes

melitus, dislipidemia, obesitas, kurang beraktifitas, merokok), maka akan

meningkatkan mortalitas dan morbiditas akibat gangguan kardiovaskularnya

tersebut (Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik, 2006).

2.7 Komplikasi Hipertensi

Kerusakan organ target dapat berkembang menjadi komplikasi hipertensi.

Komplikasi kardiovaskular merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas

pada pasien hipertensi, yang dihubungkan dengan keparahan peningkatan tekanan

darah dan tambahan faktor resiko kardiovaskular (Dipiro et al., 2009).

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 334: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

10

Universitas Indonesia

2.7.1 Infark Miokard

Pasien hipertensi memiliki resiko tinggi terhadap infark miokard yang

dapat menyebabkan kematian. Infark miokard disebabkan oleh iskemia. Suplay

oksigen ke otot jantung pada pasien hipertensi terbatas padahal kebutuhan oksigen

meningkat yang disebabkan oleh penambahan massa otot jantung. Penambahan

massa otot jantung ini dikarenakan jantung pada pasien hipertensi, memompa

darah lebih keras ke seluruh tubuh, hal ini mengakibatkan otot-otot jantung akan

bertambah tebal. Kebutuhan oksigen yang lebih tinggi dari suplay oksigen ke otot

jantung menyebabkan terjadinya iskemia jantung. Penurunan TDS dan TDD

berarti menurunkan resiko iskemia dan mencegah penyakit kardiovaskular. Hal ini

karena menurunnya kebutuhan oksigen otot jantung (Department Of Health And

Human Services U.S, 2004).

2.7.2 Gagal Jantung

Gagal jantung dapat terjadi karena disfungsi diastolik dan disfungsi

sistolik. Dimana pada pasien hipertensi, jantung dan pembuluh darah memompa

darah lebih keras ke seluruh tubuh, hal ini mengakibatkan otot-otot jantung akan

bertambah tebal. Hipertensi dan penebalan otot jantung yang berlangsung lama ini

dapat menurunkan fungsi jantung, sehingga jantung tidak mampu

mempertahankan aliran darah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan

metabolisme tubuh. Berbagai macam sistem neurohormonal, khususnya renin-

angiostensin aldosteron dan sistem saraf pusat akan diaktivasi dalam merespon

disfungsi ventrikular kiri dan pengaktivasian ini menyebabkan pembesaran

ventrikular kiri dan menurunkan kontraktilitas jantung. Target tekanan darah

pada pasien hipertensi dengan komplikasi gagal jantung tidak dapat ditentukan

dengan pasti tetapi penurunan tekanan darah dapat memberikan manfaat yang

cukup berarti. Pada percobaan klinis yang berhasil, target tekanan darah sistolik

yang dicapai adalah 110-130 mmHg (Department Of Health And Human Services

U.S, 2004).

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 335: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

11

Universitas Indonesia

2.7.3 Stroke

Stroke merupakan salah satu penyakit akibat komplikasi hipertensi pada

otak. Tekanan darah yang sangat tinggi dapat mengakibatkan terjadinya gangguan

peredaran darah otak. Terdapat stroke hemoragik dan stroke nonhemoragik atau

stroke iskemik. Pada stroke hemoragik, terjadi pendarahan akibat pecahnya

pembuluh darah di otak. Sedangkan stroke iskemik pada hipertensi, terjadi akibat

proses tromboemboli yang dapat menghambat aliran darah di pembuluh darah

otak sehingga otak kekurangan suplai oksigen. Pada umumnya, target tekanan

darah yang akan dicapai pada hipertensi dengan komplikasi stroke adalah kurang

dari 130/80 mmHg (Dipiro et al., 2009).

2.7.4 Penyakit Ginjal Kronis dan Gagal Ginjal

Penyakit ginjal dan kegagalan ginjal dapat terjadi karena kerusakan

progresif akibat tekanan tinggi pada pada jaringan ginjal atau arteri ginjal dan

pada kapiler-kapiler ginjal, glomerulus. Dengan rusaknya glomerulus, darah akan

mengalir ke unit-unit fungsional ginjal, nefron akan terganggu dan dapat berlanjut

menjadi hipoksik dan kematian. Penyakit ginjal kronis ditandai dengan

mikroalbuminuria (≥30 mg albumin dalam urin 24 jam) yang kemudian dapat

berkembang menjadi kegagalan ginjal. Target tekanan darah yang akan dicapai

adalah adalah kurang dari 130/80 mmHg, dapat memperlambat penurunan fungsi

ginjal (Dipiro et al., 2009)..

2.8 Penatalaksanaan

Tujuan terapi hipertensi adalah menurunkan morbiditas dan mortalitas

terkait hipertensi. Morbiditas dan mortalitas ini terkait dengan kerusakan organ-

organ. Penurunan nilai tekanan darah tidak menjamin kerusakan organ tidak

terjadi, hanya saja dapat menurunkan resiko penyakit kardiovaskular dan

kerusakan organ target (Dipiro et al., 2009).

Target nilai tekanan darah yang di rekomendasikan dalam JNC VII:

a. Kebanyakan pasien < 140/90 mm Hg

b. Pasien dengan diabetes < 130/80 mm Hg

c. Pasien dengan penyakit ginjal kronis < 130/80 mm Hg

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 336: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

12

Universitas Indonesia

2.8.1 Terapi Nonfarmakologi

Terapi nonfarmakologi yang dilakukan adalah perubahan gaya hidup.

Untuk pasien prehipertensi, perubahan gaya hidup saja dapat dilakukan, tetapi

untuk pasien hipertensi, perubahan gaya hidup saja tidak akan cukup (Dipiro et

al., 2009).

Tabel 2.2 Modifikasi gaya hidup untuk mencegah dan mengontrol hipertensi

(Department Of Health And Human Services U.S, 2004)

Modifikasi Rekomendasi Kira-kira Penurunan

Tekanan Darah

(Range)*

Penurunan berat

badan

Mempertahankan berat badan

normal (BMI 18,5-24,9 kg/m2)

5-20 mmHg/10 kg

penurunan berat badan

Adopsi pola makan

DASH

Konsumsi banyak buah, sayur dan

susu rendah lemak

8-14 mmHg

Diet rendah sodium Kurangi asupan garam hingga

tidak lebih 100 mmol per hari (2,4

g sodium atau 6 g sodium klorida)

2-8 mmHg

Aktivitas fisik Aktivitas fisik aerobik secara

teratur seperti jalan kaki 30

menit/hari, beberapa hari/minggu.

4-9 mmHg

Kurangi konsumsi

alkohol

Tidak lebih dari 2 gelas/hari untuk

laki-laki dan 1 gelas/hari untuk

wanita

2-4 mmHg

Keterangan: DASH (Dietary Approach To Stop Hypertension)

Perubahan gaya hidup dapat menurunkan tekanan darah, mencegah atau

menunda penyakit hipertensi, meningkatkan efektivitas obat antihipertensi dan

menurunkan resiko kardiovaskular.

2.8.2 Terapi Farmakologi

Lebih dari dua pertiga pasien hipertensi tidak dapat dikontrol hanya

dengan satu jenis obat, tetapi dengan dua atau lebih kombinasi obat antihipertensi

dari kelas obat yang berbeda. Penambahan obat kedua dari kelas yang berbeda ini

dimulai apabila pemakaian obat tunggal dengan dosis lazim gagal mencapai target

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 337: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

13

Universitas Indonesia

tekanan darah. Apabila tekanan darah diatas 20/10 mmHg diatas target, dapat

dipertimbangkan untuk memulai terapi dengan dua obat/lebih (Department Of

Health And Human Services U.S, 2004)

2.8.2.1 Diuretik

Empat subkelas diuretik digunakan untuk mengobati hipertensi yaitu

tiazid, loop, agen penahan kalium, dan antagonis aldosteron. JNC 7

merekomendasikan diuretik tipe tiazid sebagai lini pertama untuk kebanyakan

pasien apabila terapi nonfarmakologi tidak dapat mencapai target tekanan darah,

baik sendiri atau dikombinasi dengan salah satu dari kelas lain. Pada pasien

dengan fungsi ginjal cukup ( ± GFR> 30 ml/menit), tiazid paling efektif untuk

menurunkan tekanan darah. Bila fungsi ginjal berkurang, diuretik yang lebih kuat

diperlukan untuk mengatasi peningkatan retensi sodium dan air. Furosemid

2x/hari dapat digunakan (Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik, 2006).

Diuretik penahan kalium adalah obat antihipertensi yang lemah bila

digunakan sendiri tetapi memberikan efek aditif bila dikombinasi dengan

golongan tiazid atau loop. Selanjutnya diuretik ini dapat menggantikan kalium

dan magnesium yang hilang akibat pemakaian diuretik lain (Direktorat Bina

Farmasi Komunitas Dan Klinik, 2006). .

Mekanisme kerja diuretik tiazide menurunkan tekanan darah tidaklah

pasti. Tiazide menurunkan volume cairan ekstrasel dengan menghambat

symporter Na-Cl di tubulus distal sehingga menurunkan kardiak output. Tiazide

juga menyebabkan vasodilatasi, dimana hidroklortiazide membuka channel K+

untuk mengaktivasi Ca2+

, dan menyebabkan hiperpolarisasi sel otot polos

pembuluh darah, menurunkan Ca2+

yang masuk dan menurunkan vasokontriksi

(Goodman&Gilman’s, 2008).

Efek samping (Department Of Health And Human Services U.S, 2004):

a. Peningkatan asam urat (jarang terjadi bila dosis hidroklortiazide ≤50 mg/hari

atau klorthalidone ≤25 mg).

b. Peningkatan disfungsi seksual (bila penggunaan tiazide dosis tinggi)

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 338: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

14

Universitas Indonesia

c. Tiazide menginduksi hipokalemia, penggunaan tiazide pada pasien

hipokalemia sebaiknya dihindari atau dapat digunakan bersama suplemen

potassium, atau tiazide diganti dengan diuretik hemat kalium

d. Gangguan metabolisme (pada dosis tinggi), seperti hiperglikemia dan

glikosuria pada diabetes.

Perhatian: penggunaan pada pasien yang mengalami gangguan keseimbangan

cairan dan elektrolit dan geriatri

Interaksi (Goodman&Gilman’s, 2008):

a. Tiazide dengan diuretik loop henle mempotensiasi terjadinya aritmia

b. Diuretik dengan kortikosteroid dapat meningkatkan terjadinya hipokalemia

c. Diuretik dengan NSAID, menghambat sintesis prostaglandin ginjal dan

menurunkan efek antihipertensi diuretik

d. NSAID, antagonis reseptor β adrenergik dan ACEI dapat menurunkan

konsentrasi plasma aldosteron dan mempotensiasi efek hiperkalemia bila

digunakan bersama diuretik hemat kalium.

Tabel 2.3 Obat antihipertensi (Department Of Health And Human Services U.S,

2004)

Kelas Nama obat Dosis

lazim (mg/hari)

Frekuensi

pemberian

Keterangan

Diuretik tiazide Klortalidon 12,5-25 1 Gunakan pada pagi

hari hidroklortiazide 12,5-50 1

Indapamide 1,25-2,5 1

Metolazone 0,5-1 1

Diuretik loop

henle

Bumetanide 0,5-2 2 Gunakan pagi dan

sore hari Furosemide 20-80 2

Torsemide 2,5-10 1

Diuretik hemat kalium

Amiloride 5-10 1-2

Triamteren 50-100 1-2

Aldosteron

reseptor bloker

Eplerenone 50-100 1 Gunakan di pagi hari

spironolactone 25-50 1

ACEI Captopril 25-100 2 Dosis awal harus

dikurangi 50% pada pasien yang sudah

diberi diuretik, yg

kekurangan cairan atau sudah tua sekali,

untuk mencegah

hipotensi. Dapat menyebabkan

hiperkalemia pada

Enalapril 5-40 1-2

Fosinopril 10-40 1

Lisinoril 10-40 1

Moexipril 7,5-30 1

Perindopril 4-8 1

Quinapril 10-80 1

Ramipril 2,5-20 1

Angiostensin II

Reseptor

Kandesartan 8-32 1

Eprosartan 400-800 1-2

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 339: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

15

Universitas Indonesia

Blocker Irbesartan 150-300 1 penyakit ginjal kronis,

bersamaan dg diuretik

hemat kalium,

antagonis aldosteron atau ARB/ACEI

Losartan 25-100 1-2

Olmesartan 20-40 1

Valsartan 80-320 1-2

Beta blocker

Kardioselektif

Atenolol

25-100

1

Pemberhentian tiba-

tiba menyebabkan rebound

hypertension;

keuntungan

tambahan pada pasien dengan

atrial tachyarrythmia

Betaxolol 5-20 1

Bisoprolol 2,5-10 1

Metoprolol 50-100 1-2

Beta blocker Nonselektif

Nadolol 40-120 1 Pemberhentian tiba-tiba dapat

menyebabkan rebound

hypertension; dapat

memperparah asma

Propranolol 40-160 2

Propranolol LA

(long-acting)

60-180 1

Timolol 20-40 2

Beta bloker

dengan aktivitas simpatomimetik

instrinsik

Acebutolol 200-800 2 Pemberhentian tiba-

tiba dapat menyebabkan

rebound hypertension;

kontraindikasi pada

pasien pasca infark miokard, efek

samping dan efek

metabolik lebih sedikit, tetapi tidak

kardioprotektif seperti

penyekat beta yang

lain.

Penbutolol 10-40 1

Pindolol 10-40 2

Kombinasi

alpha-beta

bloker

Karvedilol 12,5-50 2 Pemberhentian tiba-

tiba dapat

menyebabkan rebound hypertension

Labetolol 200-800 1

Antagonis

kalsium (CCB)

Amlodipin 2,5-10 1 Dihidropiridin yang

bekerja

cepat (long-acting) harus dihindari,

terutama nifedipin

dan nicardipin

Felodipin 2,5-20 1

Isradipin 2,5-10 2

Nicardipin SR 60-120 2

Nifedipin LA 30-60 1

Diltiazem SR 180-360 1

Verapamil SR 180-360 1

Alpha 1 bloker Doxazosin 1-16 1 Dosis pertama harus diberikan malam

sebelum tidur Prazosin 2-20 2-3

Terazosin 1-20 1-2

Agonis sentral

alpha 2

Klonidin 0,1-0,8 2 Paling efektif

diberikan bersama diuretik untuk

mengurangi retensi

cairan

Metildopa 250-1000 2

Vasodilator arteri langsung

Minoxidil 2,5-80 1-2

Hidralazin 25-100 2

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 340: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

16

Universitas Indonesia

2.8.2.2 β Blocker

Ada beberapa mekanisme agen β-blocker dalam menurunkan tekanan

darah, diantaranya adalah agen β-blocker menurunkan tekanan darah dengan cara

menurunkan kardiak output, bekerja pada kompleks justaglomerular untuk

menurunkan sekresi renin dan mengurangi produksi angiostensi II yang

bersikulasi, mengubah sensitivitas baroreseptor, dan meningkatkan biosintesis

prostasiklin.

Efek samping: Beta bloker tanpa aktivitas simpatomimetik instrinsik

meningkatkan konsentrasi trigliserida dalam plasma dan menurunkan HDL. Beta

bloker dengan aktivitas simpatomimetik intrinsik memiliki sedikit atau tidak ada

efek pada lipid.

Perhatian: Sebaiknya hindari penggunaan pada pasien asma, disfungsi nodus SA

atau AV, atau kombinasi dengan obat lain yang dapat menghambat konduksi AV

seperti verapamil. Untuk pasien diabetes tipe 1, lebih baik diterapi dengan obat

kelas lain (seperti ACEI)

Interaksi: NSAID seperti indometasin dapat menurunkan efek antihipertensi

propranolol dan mungkin juga beta bloker lainnya. Epineprin dapat menyebabkan

hipertensi menjadi parah bila digunakan bersama beta bloker nonselektif.

2.8.2.3 ACE Inhibitor (ACEI) (Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik,

2006)

ACEI menghambat perubahan angiotensin I menjadi angiotensin II,

dimana angiotensin II adalah vasokonstriktor poten yang juga merangsang sekresi

aldosteron. ACEI juga memblok degradasi bradikinin dan merangsang sintesa zat-

zat yang menyebabkan vasodilatasi, termasuk prostaglandin E2 dan prostasiklin.

Peningkatan bradikinin meningkatkan efek penurunan tekanan darah dari ACEI.

ACEI menurunkan morbiditas dan mortalitas pada pasien dengan gagal jantung

dan memperlambat progres penyakit ginjal.

Efek samping: ACEI mengurangi aldosteron dan dapat menaikkan kosentrasi

kalium serum. Biasanya kenaikkannya sedikit, tetapi hiperkalemia dapat terjadi.

Batuk kering yang persisten terlihat pada 20% pasien.

Kontraindikasi: perempuan hamil dan pasien dengan riwayat angioedema.

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 341: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

17

Universitas Indonesia

Interaksi: ACEI cendrung meningkatkan efikasi diuretik dan dosis yang kecil dari

diuretik dapat meningkatkan efek antihipertensi dari ACEI. Sehingga penggunaan

dosis tinggi diuretik dengan ACEI dapat menyebabkan penurunan yang besar

terhadap tekanan darah.

2.8.2.4 Angiostensin II Receptor Blocker (ARB) (Direktorat Bina Farmasi

Komunitas dan Klinik, 2006)

ARB menghambat secara langsung reseptor angiotensinogen II tipe 1

(AT1) yang memediasi efek angiotensinogen II yang sudah diketahui pada

manusia seperti: vasokonstriksi, pelepasan aldosteron, aktivasi simpatetik,

pelepasan hormon antidiuretik dan konstriksi arteriol efferen dari glomerulus.

ARB tidak memblok reseptor angiotensinogen tipe 2 (AT2). Jadi efek yang

menguntungkan dari stimulasi AT2 (seperti vasodilatasi, perbaikan jaringan, dan

penghambatan pertumbuhan sel) tetap utuh dengan penggunaan ARB.

Efek samping: ARB mempunyai efek samping paling rendah dibandingkan

dengan obat antihipertensi lainnya. Karena tidak mempengaruhi bradikinin, ARB

tidak menyebabkan batuk kering seperti ACEI. Sama halnya dengan ACEI, ARB

dapat menyebabkan insufisiensi ginjal, hiperkalemi, dan hipotensi ortostatik.

Angioedema jarang terjadi.

Kontraindikasi: ARB tidak boleh digunakan pada wanita hamil.

Interaksi: ARB bersama CCB dapat menimbulkan sakit kepala sedang, hipotensi

simtomatik terjadi ketika ARB diberikan bersama dengan diuretik loop atau

tiazide dosis tinggi, sedangkan ARB menyebabkan hiperkalemia jika diberikan

bersama dengan diuretik hemat kalium (Baxter, 2008).

2.8.2.5 Calcium Channel Blocker (CCB) (Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan

Klinik, 2006)

CCB mempunyai indikasi khusus untuk yang beresiko tinggi penyakit

koroner dan diabetes, tetapi sebagai obat tambahan atau pengganti. Diltiazem

ekivalen dengan diuretik dan penyekat beta dalam menurunkan kejadian

kardiovaskular. CCB dihidropiridin long-acting dapat digunakan sebagai terapi

tambahan bila diuretik tiazid tidak dapat mengontrol tekanan darah, terutama pada

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 342: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

18

Universitas Indonesia

pasien lansia dengan tekanan darah sistolik meningkat. CCB bekerja dengan

menghambat influx kalsium sepanjang membran sel. Beberapa contoh obat yang

tergolong CCB dihidropiridin adalah amlodipine, nicardipine, dan nifedipine.

CCB nondihidropiridin (verapamil dan diltiazem) menurunkan denyut

jantung dan memperlambat konduksi nodal atriventrikular. Verapamil

menghasilkan efek negatif inotropik dan kronotropik yang bertanggung jawab

terhadap kecenderungannya untuk memperparah atau menyebabkan gagal jantung

pada pasien resiko tinggi. Diltiazem juga mempunyai efek ini tetapi tidak sebesar

verapamil. Nifedipin yang bekerja cepat (immediate-release) telah dikaitkan

dengan meningkatnya insiden efek samping kardiovaskular dan tidak disetujui

untuk pengobatan hipertensi.

Efek samping: Efek samping yang lain dari dihidropiridin adalah pusing, flushing,

sakit kepala, edema perifer, mood changes, dan gangguan gastrointestinal. Efek

samping pusing, flushing, sakit kepala, dan edema perifer lebih jarang terjadi pada

nondihidropiridin verapamil dan diltiazem karena vasodilatasinya tidak sekuat

dihidropiridin.

Interaksi Obat: verapamil dan juga diltiazem (lebih sedikit) dapat menyebabkan

interaksi obat. Verapamil dan diltiazem harus diberikan secara hati-hati dengan

penyekat beta untuk mengobati hipertensi karena meningkatkan resiko

penyumbatan jantung dengan kombinasi ini. Bila CCB perlu di kombinasi dengan

penyekat beta, dihidropirine harus dipilih karena tidak akan meningkatkan resiko

penyumbatan jantung.

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 343: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

19

Universitas Indonesia

Gambar 2.1 Algoritma terapi hipertensi (Department Of Health And Human

Services U.S, 2004)

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 344: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

20

Universitas Indonesia

BAB 3

METODE PENGKAJIAN

3.1 Sampel

Sampel resep pada analisis ini adalah salinan resep pengobatan

hipertensi yang dilayani di Apotek Kimia Farma No. 202 Depok, berjumlah

2 lembar salinan resep. Pengambilan data dilakukan di Apotek Kimia Farma

No. 202 Depok pada saat praktek kerja profesi apoteker dilakukan.

3.2 Metode

Metode analisis resep hipertensi yang digunakan adalah studi kasus

yang bersifat eksploratif kualitatif dengan didukung penelusuran literatur dari

berbagai sumber berupa buku teks dan media elektronik. Pengkajian yang

dilakukan meliputi skrining resep secara administratif, kesesuaian farmasetik,

dan pertimbangan klinis serta pengkajian peran apoteker dalam pemberian

informasi terkait obat kepada pasien yang mendapat pengobatan hipertensi.

20

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 345: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

21

Universitas Indonesia

BAB 4

ANALISA RESEP HIPERTENSI

Resep pengobatan hipertensi dianalisis kerasionalannya dengan

melakukan skrining resep. Skrining resep meliputi persyaratan administratif

(Nama, SIP, alamat dokter; tanggal penulisan resep; tanda tangan/paraf

dokter penulis resep; nama, alamat, umur, jenis kelamin, dan berat badan

pasien; nama obat, potensi, jumlah yang diminta; cara pemakaian yang jelas;

informasi lainnya), kesesuaian farmasetik (bentuk sediaan, dosis, potensi,

stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama pemberian), serta pertimbangan

klinis (adanya alergi, efek samping, interaksi, kesesuaian dosis, durasi,

jumlah obat, dan lain – lain) (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2004).

4.1 Resep 1

Gambar 4.1 Contoh resep 1 penyakit hipertensi dari Apotek Kimia Farma no.

202

Skrining resep yang dilakukan terhadap resep 1 berupa kelengkapan

administratif dapat dikatakan lengkap, dimana ada nama dokter tetapi tidak ada

alamat dan nomor izin praktek dokter, dan tanda tangan atau paraf dokter

disebabkan karena sampel yang diambil adalah salinan resep. Data tanggal, bulan

dan tahun penulisan resep, nama pasien, nama obat, dosis obat, jumlah obat yang

diminta, dan aturan pakai ada ditulis. Untuk umur pasien dan jenis kelamin, tidak

dituliskan tetapi karena pada salinan resep dituliskan untuk ‘tuan’, maka pasien

Dokter : COPY RESEP

Tanggal : 26 September 2012

Pasien : Tn. X

R/ Exforge 160/10 no. XXX

S1dd1

Det

R/ Nifedipine 10 no. XC

S3dd1

Nedet

R/ HCT 25 mg no. X

S1ddI

Det

PCC

21

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 346: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

22

Universitas Indonesia

merupakan orang dewasa laki-laki. Data berat badan juga tidak dituliskan, tetapi

karena obat-obat yang diresepkan tidak membutuhkan data berat badan maka hal

itu tidak menjadi masalah dan kalaupun diperlukan, dapat menanyakannya

langsung kepada pasien. Selain itu, salinan resep ini memiliki kesesuaian dalam

hal farmasetik, dimana obat-obat yang diresepkan sesuai dengan bentuk sediaan

dan potensi yang tersedia.

Untuk pertimbangan klinis, semua obat sesuai indikasi. Dimana exforge®

160/10, nifedipine dan hidroklortiazide digunakan menurunkan tekanan darah.

Untuk alergi, Apoteker atau asisten apoteker dapat menanyakan langsung kepada

pasien apakah memiliki alergi terhadap salah satu obat yang diresepkan.

Sedangkan untuk efek samping, apoteker dapat menginformasikannya kepada

pasien pada saat penyerahan obat.

Obat-obat yang diresepkan juga tidak ada yang berinteraksi satu sama lain

(The Medical Letter, 2006) sehingga aman dikonsumsi oleh pasien. Tetapi resep

ini polifarmasi, dimana nifedipine dan amlodipine yang terkandung dalam

exforge® merupakan golongan yang sama yaitu calsium channel blocker.

Valsartan yang merupakan obat antihipertensi golongan angiostensin II reseptor

bloker (ARB) merupakan golongan antihipertensi yang memiliki efek samping

paling rendah (Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik, 2006). Sehingga

pemilihan exforge® adalah tepat dan nifedipine sebaiknya tidak perlu diberikan

lagi. Monografi obat-obat yang diresepkan dapat dilihat pada lampiran 1.

Jika dilihat dari dosis obat yang diberikan, penyakit pasien sudah lebih

parah karena dosis yang digunakan bukan merupakan dosis awal lagi, sudah

merupakan dosis yang lebih tinggi yaitu exforge® dengan valsartan 160 mg dan

amlodipine 10 mg. Sedangkan untuk dosis hidroklortiazide adalah 25 mg sehari

yang juga merupakan dosis yang lebih tinggi dari dosis awal (Sweetman, 2005).

Informasi yang harus diberikan apoteker pada saat penyerahan obat adalah

jenis obat, indikasi serta dosis obat yang akan diminum pasien. Aturan pakai obat

berupa sehari sekali, dimana apabila pasien memulai minum obat pada siang hari.

Untuk efek samping, apoteker dapat memberitahukan efek samping yang mungkin

muncul selama mengkonsumsi obat-obat tersebut, seperti edema pada

pergelangan kaki, sensasi panas di wajah, lelah, pusing, sakit kepala,

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 347: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

23

Universitas Indonesia

hiperurisemia dan serangan gout pada beberapa pasien. Untuk terapi

nonfarmakologi, yaitu berupa modifikasi gaya hidup. Pasien disarankan untuk

menjaga pola makan, tidak boleh makan makanan yang mengandung garam

tinggi, konsumsi banyak buah, sayur dan susu rendah lemak, lakukan olahraga

yang sesuai secara teratur, menjauhi rokok dan alkohol, dan juga jangan stress.

4.2 Resep 2

Gambar 4.2 Contoh resep 2 penyakit hipertensi dari Apotek Kimia Farma no.

202

Untuk resep kedua, kelengkapan administrasi resep dapat dikatakan cukup

lengkap. Karena contoh kedua ini juga merupakan salinan resep sehingga alamat

dokter dan nomor izin praktek serta paraf dokter tidak ada. Pada salinan resep

juga tidak terdapat umur, jenis kelamin dan berat badan pasien. Salinan resep

ditujukan untuk seorang ‘tuan’ dimana sudah menjelaskan bahwa pasien adalah

laki-laki dewasa. Untuk berat badan apabila diperlukan, apoteker atau asisten

apoteker dapat menanyakannya langsung kepada pasien. Dosis nopril®, salah satu

obat yang diresepkan tidak dicantumkan, hal seperti ini dianggap bahwa dosis

obat yang diambil adalah dosis terkecil. Selain itu, aturan pakai simvastatin masih

kurang lengkap dimana dokter yang menuliskan resep tidak menuliskan waktu

penggunaan simvastatin, yaitu pada malam hari.

Dokter : COPY RESEP

Tanggal : 26 Mei 2012

Pasien : Tn. X

R/ Bisoprolol 5 no. XXX

S1dd1

Det -

R/ Thrombo aspilet no. XXX

S1dd1

Det -

R/ Simvastatin 20 mg no. X

S1ddI

Det -

R/ Nopril no. XXX

S1dd1

Det -

PCC

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 348: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

24

Universitas Indonesia

Salinan resep juga sesuai dalam hal farmasetik. Dimana obat-obat yang

diresepkan sesuai dengan bentuk sediaan dan potensi yang tersedia. Untuk

pertimbangan klinis, semua obat yang diresepkan sesuai indikasi. Dan dari

komposisi obat yang diresepkan, terdapat simvastatin, dapat diketahui bahwa

pasien sudah mengalami komplikasi, yaitu hipertensi dan hiperkolesterol.

Sedangkan thrombo aspilet®

digunakan sebagai pengagregasi platelet yang

disebabkan oleh hiperkolesterol. Untuk alergi, apoteker atau asisten apoteker

dapat menanyakannya langsung kepada pasien apabila memiliki alergi terhadap

salah satu dari obat-obat yang diresepkan.

Untuk efek samping, semua obat memiliki efek samping terhadap

gangguan gastrointestinal terutama sekali thrombo aspilet®, maka semua obat

harus diminum setelah makan untuk mengurangi efek terhadap gastrointestinal.

Apoteker dapat menuliskan aturan pakai tersebut pada etiket dan juga

menginformasikannya langsung kepada pasien pada saat penyerahan obat.

Dari obat-obat yang diresepkan terdapat interaksi antara thrombo aspilet®

dengan nopril®. Thrombo aspilet

® yang mengandung aspirin dan nopril

® yng

mengandung lisinopril berinteraksi dengan menurunkan efek hipotensif nopril®.

Tetapi hal ini tidak masalah karena penggunaan thrombo aspilet®

adalah 80

mg/hari, dimana literatur menyebutkan bahwa penggunaan aspirin dibawah 325

mg/hari mungkin tidak akan menimbulkan interaksi (The Medical Letter, 2006).

Salinan resep tersebut juga bukan merupakan polifarmasi. Monografi obat-obat

yang diresepkan dapat dilihat pada lampiran 2.

Informasi yang harus diberikan kepada pasien pada saat penyerahan obat

adalah jenis obat, indikasi serta dosis obat yang akan diminum pasien. Aturan

pakai obat berupa sehari sekali, dimana apabila pasien memulai minum obat pada

siang hari, kecuali untuk simvastatin, besok hari obat-obat tersebut juga harus

diminum pada siang hari. Sedangkan untuk simvastatin harus diminum pada

malam hari karena pembentukan kolesterol itu meningkat di malam hari. Untuk

nopril®, dosis pertama juga harus diminum saat akan tidur (Sweetman, 2005).

Terkait efek samping kepada gastrointestinal, pasien hendaklah meminum obat-

obat ini setelah makan untuk mengurangi efek terhadap gastrointestinal. Selain

itu, apoteker juga harus memberikan informasi tentang terapi nonfarmakologi,

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 349: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

25

Universitas Indonesia

berupa modifikasi gaya hidup. Pasien diinformasikan untuk menjaga pola makan,

tidak boleh makan makanan yang mengandung garam tinggi dan juga berlemak

dan berkolesterol tinggi, konsumsi banyak buah, sayur dan susu rendah lemak,

lakukan olahraga yang sesuai secara teratur, menjauhi rokok dan alkohol, dan juga

jangan stress.

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 350: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

26

Universitas Indonesia

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

5.1.1 Hipertensi adalah penyakit kardiovaskular yang terjadi karena adanya

peningkatan persisten tekanan pembuluh darah arteri. Diuretik tiazide

merupakan lini pertama terapi hipertensi. Penggunaan kombinasi kelas

antihipertensi (diuretik, angiostensin converting enzym inhibitor,

angiostensin II receptor blocker, β blocker, dan calsium channel blocker)

diperlukan untuk terapi hipertensi stage 2 atau hipertensi komplikasi.

Pengobatan farmakologi harus diikuti dengan terapi nonfarmakologi

seperti mempertahankan berat badan ideal, banyak mengkonsumsi buah

dan sayur, asupan garam yang tidak berlebihan, dan olahraga secara

teratur.

5.1.2 Contoh kedua resep sudah cukup rasional, dan untuk resep pertama,

nifedipine sebaiknya tidak perlu diberikan lagi.

5.2 Saran

Pharmaceutical care oleh apoteker perlu diterapkan dalam pengobatan

semua pengobatan penyakit agar pengetahuan dan kesadaran pasien meningkat

terhadap penyakit dan pengobatan dan terapi menjadi menjadi lebih optimal.

26

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 351: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

27

Universitas Indonesia

DAFTAR ACUAN

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. (2008). Riset Kesehatan Dasar

(RISKESDAS) 2007. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia

Baxter, K. (2008). Stockley’s Drug Interactions (Eight Edition). London/Chicago:

Pharmaceutical Press

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2004). Keputusan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004 tentang

Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Jakarta: Departemen

Kesehatan Republik Indonesia.

Department Of Health And Human Services U.S. (2004). The Seventh Report of

the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and

Treatment of High Blood Pressure. Boston: National Institutes of Health

Dipiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke, G.R., Wells, B.G., and Posey, L.M.

(2009). Pharmacotherapi, Apathophysiologic Approach (seventh edition).

New York: McGraw Hill.

Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik. (2006). Pharmaceutical Care

Untuk Penyakit Hipertensi. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik

Indonesia

Goodman&Gilman’s. (2008). Manual Pharmacology and Therapeutics. New

York: McGraw Hill

Masalah hipertensi di Indonesia. (2012). 13 oktober 2012,

http://www.depkes.go.id/index.php/component/content/article/43-

newsslider/1909-masalah-hipertensi-di-indonesia.html

Riaz, K. (2012). Hypertension. 13 Oktober 2012.

http://emedicine.medscape.com/article/241381-overview

Sweetman, S.C. (2005). Martindale: The Complete Drug Reference (edition 35th

)

(CD-ROM version 2.0.2270.31370). London/Chicago: The Pharmaceutical

Press Software

Silbernagl, S and Lang, F. (2000). Color Atlas of Pathophysiology. New York:

Thieme

27

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 352: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

28

Universitas Indonesia

The Medical Letter. (2006). Adverse Drug Interactions Program (CD-ROM

version 1.9). New York: The Medical Letter

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 353: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

LAMPIRAN

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 354: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

29

Lampiran 1. Monografi Komposisi Resep 1

Exforge®

160/10

(Novartis

Indonesia)

Komposisi Tiap tablet mengandung valsartan 160 mg dan amlodipine

10 mg

Indikasi Hipertensi esensial pada pasien dengan tekanan darah

yang tidak cukup dikendalikan hanya dengan monoterapi

Golongan Valsartan merupakan antihipertensi golongan

Angiostensin II Receptor Blocker (ARB) dan Amlodipine

adalah antihipertensi golongan Calcium Channel Blocker

(CCB)

Kontra

indikasi

Gagal ginjal berat (CrCl<10 ml/monitor), angioedema

herediter atau angioedema yang timbul selama terapi awal

dengan ACEI atau antagonis reseptor angiostensin II, dan

ibu hamil dan menyusui

Perhatian Gangguan fungsi hati atau obstruksi saluran empedu,

menjalani transplantasi ginjal, gangguan fungsi ginjal,

dan stenosis katup aorta atau mitral.

Interaksi

Obat

Tidak ada interaksi antara obat-obat yang diresepkan

Efek

samping

Edema perifer dan wajah atau juga pada pergelangan

kaki, sensasi panas di wajah, lelah, pusing, sakit kepala

Dosis Valsartan, dosis awal 80 mg/hari, bila diperlukan, dapat

dinaikkan menjadi 160 mg/hari dan maksimal 320

mg/hari

Amlodipine, dosis awal 5 mg/hari, bila diperlukan dapat

dinaikkan menjadi 10 mg/hari.

Nifedipine

(Hexpharm)

Komposisi Tiap tablet mengandung nifedipine 10 mg

Indikasi Pengobatan tambahan pada hipertensi

Golongan Calcium channel blocker (CCB)

Kontra

indikasi

Syok kardiogenik; stenosis aorta lanjut; kehamilan;

porfiria

Perhatian Hentikan jika terjadi nyeri iskemik atau nyeri yang ada

memburuk dalam waktu singkat setelah awal pengobatan;

gagal jantung atau gangguan fungsi ventrikel kiri yang

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 355: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

30

Lampiran 1. Monografi Komposisi Resep 1 (Lanjutan)

bermakna (memburuknya gagal jantung teramati);

hipotensi berat; dan kurangi dosis pada gangguan hati,

diabetes melitus, dapat menghambat persalinan.

Interaksi

Obat

Tidak ada interaksi antara obat-obat yang diresepkan

Efek

samping

Pusing, sakit kepala, muka merah, letargi; takikardi,

palpitasi; juga edema kaki, ruam kulit (eritema

multiforme), mual, sering urinasi; nyeri mata, hiperplasia

gusi; depresi; telangiektasia.

Dosis Dosis awal nifedipine long-acting dapat diberikan 10-40

mg 2 kali sehari, atau 20-90 mg sehari

Hidroklortiaz

ide

Komposisi Mengandung hidroklortiazide 25 mg

Indikasi Diuretik untuk menurunkan tekanan darah, mengatasi

udem pada gagal jantung dan dengan gangguan hati dan

ginjal, pencegahan udem terkait kortikosteroid dan

estrogen

Golongan Diuretik tiazide

Kontra

indikasi

Pasien yang mengalami hipokalemia

Perhatian Hati-hati penggunaan diuretik pada pasien yang sedang

dalam penggantian cairan tubuh dan adanya gangguan

elektrolit atau pasien yang memiliki resiko terhadap

perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh

seperti geriatri. Hindari penggunaan pada pasien yang

sedang dalam pemulihan penyakit hari parah

Interaksi

Obat

Tidak ada interaksi antara obat-obat yang diresepkan

Efek

samping

Kemungkinan menyebabkan hiperglikemia dan glikosuria

pada pasien diabetes, hiperuricemia dan serangan gout

pada beberapa pasien, dan ketidakseimbangan elektrolit

Dosis Dosis awal 12,5 mg dan dapat dinaikkan menjadi 25-50

mg sehari. Bila diperlukan, dosis hingga 100 mg/hari

dapat digunakan, tapi jarang sekali.

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 356: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

31

Lampiran 2. Monografi Komposisi Resep 2

Bisoprolol

(Hexpharm)

Komposisi Tiap tablet mengandung bisoprolol 5 mg

Indikasi Sebagai terapi tunggal atau kombinasi dengan

antihipertensi lain

Golongan β blocker

Kontra

indikasi

Kardiak output yang rendah dan gagal jantung yang tidak

terkompensasi, sinus bradikardia, shock kardiogenik,

bronkospasme, haemorrhage parah dan kehamilan.

Perhatian Penyakit bronkospasme, hipertiroid, penyakit pembuluh

darah perifer, dibawah pengaruh anestesi, sedang dalam

pengontrolan gula darah, geriatri, ibu menyusui.

Interaksi

Obat

Tidak ada interaksi bisoprolol dengan obat yang

diresepkan

Efek

samping

Bradikardia, mual, muntah, diare atau konstipasi, tidak

nyaman perut, photophobia, menurunnya kemampuan

sexual, insomnia.

Dosis Dosis yang biasanya digunakan untuk terapi hipertensi

adalah 5-10 mg/hari, dengan dosis maksimal 20 mg/hari.

Dosis harus diturunkan pada pasien dengan perbaikan

fungsi hati dan ginjal.

Thrombo

aspilet®

(medifarma)

Komposisi Tiap tablet mengandung asetosal 80 mg

Indikasi Pengobatan dan pencegahan proses pembekuan dalam

pembuluh darah (agregasi platelet) seperti pada infark

miokard akut dan pasca stroke.

Golongan Anti-platelet

Kontra

indikasi

Hipersensitif (termasuk asma), tukak lambung (termasuk

maag), pernah atau sering mengalami pendarahan di

bawah kulit, hemofilia dan trombositopenia, penderita

sedang diterapi dengan antikoagulan.

Perhatian Hati-hati penggunaan pada pasien maag atau tukak

lambung, asma dan gangguan laergi; seharusnya tidak

diberikan pada pasien haemophilia atangguan

haemorrhagic lainnya, begitu juga dengan pasien gout

(dosis terendah pun dapat meningkatkan konsentrasi asam

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 357: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

32

Lampiran 2. Monografi Komposisi Resep 2 (Lanjutan)

urat).

Interaksi

Obat

Thrombo aspilet®

(aspirin) dengan Nopril®

(lisinopril)

berinteraksi dengan menurunkan efek hipotensif dari

nopril; Nopril®

(ACE inhibitors) dapat mengantagonis efek

menguntungan aspirin dalam mencegah kematian akibat

infark miokard.

Efek

samping

Iritasi lambung, mual dan muntah, pemakaian jangka

panjang dapat terjadi pendarahan lambung, tukak lambung.

Dosis Untuk mengurangi resiko berulangnya TIA, stroke,

kematian: 50 - 325mg/hari. Coronary Artery Desease &

infark miokard : pencegahan: 160-325mg/hari, dimulai

paling lama 24 jam setelah MI terjadi kemudian diteruskan

selama 30 hari paling sedikit. Angina stabil kronis: dosis

75-325mg/hari segera setelah didiagnosa (kecuali ada

kontraindikasi aspirin).

Simvastatin

(Hexpharm)

Komposisi Tiap tablet mengandung simvastatin 10 mg

Indikasi Mengurangi kadar kolesterol total dan LDL, dan sebagai

antihiperkolesterol primer maupun sekunder

Golongan Obat kardiovaskular (penurun kolesterol)

Kontra

indikasi

Pasien dengan penyakit hati yang aktif (tes fungsi hati

abnormal yang persisten) , pada kehamilan dan menyusui,

porphyria

Perhatian Digunakan dengan peringatan (hati-hati) pada pasien

dengan faktor resiko mengalami myopathy; pasien diberi

nasehat untuk melaporkan nyeri otot yang terjadi padanya.

Hindari penggunaannya pada porphyria

Interaksi

Obat

Tidak ada interaksi simvastatin dengan obat yang

diresepkan

Efek

samping

Gangguan gastrointestinal. Efek samping lain adalah

sakitkepala, pusing, pendangankabur, insomnia

Dosis Dosis awal 10-20 mg pada malam hari, sedangkan dosis

awal pada pasien dengan resiko kardiovaskular adalah 40

mg. Dosis dapat disesuaikan dalam waktu 4 minggu

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012

Page 358: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA ...lib.ui.ac.id/.../2015-12/20351917-PR-mutiara_hilma.pdfLaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

33

Lampiran 2. Monografi Komposisi Resep 2 (Lanjutan)

menjadi 80 mg sehari sekali pada malam hari.

Nopril®

(Kimia

Farma)

Komposisi Tiap tablet mengandung lisinopril dihidrat 5mg; 10 mg

Indikasi Monoterapi atau kombinasi dengan antihipertensi lain

untuk hipertensi esensial dan hipertensi renovaskular

Golongan Angiostensin Converting Enzym inhibitor (ACEI)

Kontra

indikasi

Hipersensitif terhadap komponen obat, punya riwayat

angioedema yang berhubungan dengan terapi ACEI

sebelumnya, angioedema herediter atau idiopatik.

Perhatian Observasi adanya hipotensi simtomatik pada pasien gagal

jantung kongestif dengan atau tanpa insufisiensi ginjal,

pasien yang menjalani bedah mayor atau anestesi dengan

obat yang menyebabkan hipotensi; hamil; laktasi dan

anak

Interaksi

Obat

Thrombo aspilet®

(aspirin) dengan Nopril®

(lisinopril)

berinteraksi dengan menurunkan efek hipotensif dari

nopril; Nopril®

(ACE inhibitors) dapat mengantagonis

efek menguntungan aspirin dalam mencegah kematian

akibat infark miokard.

Efek

samping

Ruam kulit; angioedema pada wajah, bibir dan lidah;

palpitasi, takikardia, nyeri abdomen, gangguan

pencernaan, bronkospasme.

Dosis Dosis yang biasa digunakan adalah 10 mg/hari, dosis

pertama diberikan pada saat akan tidur.

Laporan penelitian..., Mutiara Hilma, FF UI, 2012


Top Related