Transcript

LAPORAN KASUSPERITONITIS GENERALISATAet causa PERFORASI GASTER

Oleh:Nisia Putri RinayuH1A 007 046

Pembimbing:dr. Arief Zuhan, Sp B

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAANKLINIK MADYA BAGIAN/SMF BEDAHFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM/RSUP NTB2013

PENDAHULUAN

Peritonitis atau peradangan peritoneum merupakan komplikasi berbahaya yang sering terjadi akibat penyebaran infeksi dari organ-organ abdomen (misalnya apendisitis, salpingitis, perforasi ulkus gastroduodenal), ruptura saluran cerna, komplikasi post operasi, iritasi kimiawi, atau dari luka tembus abdomen. Pada keadaan normal, peritoneum resisten terhadap infeksi bakteri (secara inokulasi kecil-kecilan). Kontaminasi yang terus menerus, bakteri yang virulen, resistensi yang menurun, dan adanya benda asing atau enzim pencerna aktif, merupakan faktor-faktor yang memudahkan terjadinya peritonitis. Keputusan untuk melakukan tindakan bedah harus segera diambil karena setiap keterlambatan akan menimbulkan penyakit yang berakibat meningkatkan morbiditas dan mortalitas. Ketepatan diagnosis dan penanggulangannya tergantung dari kemampuan melakukan analisis pada data anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada laporan kasus ini akan dibahas laporan kasus peritonitis generalisata yang disebabkan sekunder akibat perforasi gaster.

TINJUAN PUSTAKA

1. PERITONITIS GENERALISATA1.1. DEFINISI Peritonitis adalah peradangan pada peritoneum (membrane serosa yang melapisi organ abdomen dan menutupi visera abdomen). Peritonitis adalah suatu respon inflamasi atau supuratif dari peritoneum yang disebabkan oleh iritasi kimiawi atau invasi bakteri. 1.2. KLASIFIKASIBerdasarkan patogenesis peritonitis dapat diklasifikasikan sebagai berikut: a. Peritonitis bakterial primerMerupakan peritonitis akibat kontaminasi bakterial secara hematogen pada cavum peritoneum dan tidak ditemukan fokus infeksi dalam abdomen. Penyebabnya bersifat monomikrobial, biasanya E. Coli, Sreptococus atau Pneumococus. Peritonitis bakterial primer dibagi menjadi dua, yaitu:* Spesifik: misalnya Tuberculosis* Non spesifik: misalnya pneumonia non tuberculosis.Faktor resiko yang berperan pada peritonitis ini adalah adanya malnutrisi, keganasan intraabdomen, imunosupresi dan splenektomi. Kelompok resiko tinggi adalah pasien dengan sindrom nefrotik, gagal ginjal kronik, lupus eritematosus sistemik, dan sirosis hepatis dengan asites.b. Peritonitis bakterial akut sekunder (supurativa)Peritonitis yang mengikuti suatu infeksi akut atau perforasi traktus gastrointestinal atau traktus urinarius. Pada umumnya organisme tunggal tidak akan menyebabkan peritonitis yang fatal. Sinergisme dari multipel organisme dapat memperberat terjadinya infeksi ini. Bakteri anaerob, khususnya spesies Bacteroides, dapat memperbesar pengaruh bakteri aerob dalam menimbulkan infeksi. Selain itu luas dan lama kontaminasi suatu bakteri juga dapat memperberat suatu peritonitis. Kuman dapat berasal dari:* Luka/trauma penetrasi, yang membawa kuman dari luar masuk ke dalam?cavum peritoneal.* Perforasi organ-organ dalam perut, contohnya peritonitis yang disebabkan?oleh bahan kimia, perforasi usus sehingga feces keluar dari usus.* Komplikasi dari proses inflamasi organ-organ intra abdominal, misalnya?appendisitis.c. Peritonitis tersier, misalnya:* Peritonitis yang disebabkan oleh jamur* Peritonitis yang sumber kumannya tidak dapat ditemukan. Merupakan peritonitis yang disebabkan oleh iritan langsung, sepertii misalnya empedu, getah lambung, getah pankreas, dan urine.?d. Peritonitis Bentuk lain:* Aseptik/steril peritonitis* Granulomatous peritonitis* Hiperlipidemik peritonitis* Talkum peritonitis

1.3. TANDA dan GEJALA Adanya darah atau cairan dalam rongga peritonium akan memberikan tanda-tanda rangsangan peritonium. Rangsangan peritonium menimbulkan nyeri tekan dan defans muskular, pekak hati bisa menghilang akibat udara bebas di bawah diafragma. Peristaltik usus menurun sampai hilang akibat kelumpuhan sementara usus. Bila telah terjadi peritonitis bakterial, suhu badan penderita akan naik dan terjadi takikardia, hipotensi dan penderita tampak letargik dan syok. Selain itu, nyeri dirasakan semakin bertambah setiap melakukan gerakan yang menyebabkan pergeseran peritonium dengan peritonium. Nyeri subjektif berupa nyeri waktu penderita bergerak seperti jalan, bernafas, batuk, atau mengejan. Nyeri objektif berupa nyeri jika digerakkan seperti palpasi, nyeri tekan lepas, tes psoas, atau tes lainnya. Nyeri lokal yang dirasakan berdasarkan penyebab yang mendasari dan apakah inflamasi yang terloklisir atau generalisata. Pada kasus nyeri terlokalisir, dapat menunjukan penyebab peritonitis. Misalnya nyeri tajam pada area epigastrium menunjukan awal dari perforasi gaster, atau nyeri pada perut kanan bawah yang merupakan tanda-tanda appendiscitis.

1.4. DIAGNOSIS Diagnosis dari peritonitis dapat ditegakkan dengan adanya gambaran klinis, pemeriksaan laboratorium dan X-Ray.a. Gambaran klinisnya tergantung pada luas peritonitis, berat peritonitis dan jenis organisme yang bertanggung jawab. Peritonitis dapat lokal, menyebar, atau umum. Gambaran klinis yang biasa terjadi pada peritonitis bakterial primer yaitu adanya nyeri abdomen, demam, nyeri lepas tekan dan bising usus yang menurun atau menghilang. Sedangkan gambaran klinis pada peritonitis bakterial sekunder yaitu adanya nyeri abdominal yang akut. Nyeri ini tiba-tiba, hebat, dan pada penderita perforasi (misal perforasi ulkus), nyerinya menjadi menyebar keseluruh bagian abdomen. Pada keadaan lain (misal apendisitis), nyerinya mula-mula dikarenakan penyebab utamanya, dan kemudian menyebar secara gradual dari fokus infeksi. Selain nyeri, pasien biasanya menunjukkan gejala dan tanda lain yaitu nausea, vomitus, syok (hipovolemik, septik, dan neurogenik), demam, distensi abdominal, nyeri tekan abdomen dan rigiditas yang lokal, difus atau umum, dan secara klasik bising usus melemah atau menghilang. Gambaran klinis untuk peritonitis non bakterial akut sama dengan peritonitis bakterial. Peritonitis bakterial kronik (tuberculous) memberikan gambaran klinis adanya keringat malam, kelemahan, penurunan berat badan, dan distensi abdominal; sedang peritonitis granulomatosa menunjukkan gambaran klinis nyeri abdomen yang hebat, demam dan adanya tanda-tanda peritonitis lain yang muncul 2 minggu pasca bedah.b. Pemeriksaan laboratoriumPada pemeriksaan laboratorium ditemukan adanya lekositosis, hematokrit yang meningkat dan asidosis metabolik. Pada peritonitis tuberculosa cairan peritoneal mengandung banyak protein (lebih dari 3 gram/100 ml) dan banyak limfosit; basil tuberkel diidentifikasi dengan kultur. Biopsi peritoneum per kutan atau secara laparoskopi memperlihatkan granuloma tuberkuloma yang khas, dan merupakan dasar diagnosa sebelum hasil pembiakan didapat. 3c. Gambaran RadiologisPemeriksaan radiologis merupakan pemeriksaan penunjang untuk pertimbangan dalam memperkirakan pasien dengan abdomen akut. Pada peritonitis dilakukan foto polos abdomen 3 posisi. Gambaran radiologis pada peritonitis akibat perforasi yaitu adanya kekaburan pada cavum abdomen, preperitonial fat dan psoas line menghilang, dan adanya udara bebas subdiafragma atau intra peritoneal.Sebelum terjadi peritonitis, jika penyebabnya adanya gangguan pasase usus (ileus) obstruktif maka pada foto polos abdomen 3 posisi didapatkan gambaran radiologis distensi usus partial, air fluid level, dan herring bone appearance. Sedangkan pada ileus paralitik didapatkan gambaran radiologis yaitu:* Distensi usus general, dimana pelebaran usus menyeluruh sehingga kadang ? kadang susah membedakan anatara intestinum tenue yang melebar atau intestinum crassum.* Air fluid level* Herring bone appearanceBedanya dengan ileus obstruktif : pelebaran usus menyeluruh sehingga air fluid level ada yang pendek ? pendek (usus halus) dan panjang ? panjang (kolon) karena diameter lumen kolon lebih lebar daripada usus halus. Ileus obstruktif bila berlangsung lama dapat menjadi ileus paralitik. Pada kasus peritonitis karena perdarahan, gambarannya tidak jelas pada foto polos abdomen. Gambaran akan lebih jelas pada pemeriksaan USG (ultrasonografi). Gambaran radiologis peritonitis karena perforasi dapat dilihat pada pemeriksaan foto polos abdomen 3 posisi.

1.5. TATALAKSANA Prinsip umum terapi adalah penggantian cairan dan elektrolit yang hilang yang dilakukan secara intravena, pemberian antibiotika yang sesuai, dekompresi saluran cerna dengan penghisapan nasogastrik dan intestinal, pembuangan fokus septik (apendiks, dsb) atau penyebab radang lainnya, bila mungkin mengalirkan nanah keluar dan tindakan-tindakan menghilangkan nyeri. Resusitasi hebat dengan larutan saline isotonik adalah penting. Pengembalian volume intravaskular memperbaiki perfusi jaringan dan pengantaran oksigen, nutrisi, dan mekanisme pertahanan. Keluaran urine tekanan vena sentral, dan tekanan darah harus dipantau untuk menilai keadekuatan resusitasi. Terapi antibiotika harus diberikan sesegera diagnosis peritonitis bakteri dibuat. Antibiotik berspektrum luas diberikan secara empirik, dan kemudian dirubah jenisnya setelah hasil kultur keluar. Pilihan antibiotika didasarkan pada organisme mana yang dicurigai menjadi penyebab. Antibiotika berspektrum luas juga merupakan tambahan drainase bedah. Harus tersedia dosis yang cukup pada saat pembedahan, karena bakteremia akan berkembang selama operasi. Pembuangan fokus septik atau penyebab radang lain dilakukan dengan operasi laparotomi. Insisi yang dipilih adalah insisi vertikal digaris tengah yang menghasilkan jalan masuk ke seluruh abdomen dan mudah dibuka serta ditutup. Jika peritonitis terlokalisasi, insisi ditujukan diatas tempat inflamasi. Tehnik operasi yang digunakan untuk mengendalikan kontaminasi tergantung pada lokasi dan sifat patologis dari saluran gastrointestinal. Pada umumnya, kontaminasi peritoneum yang terus menerus dapat dicegah dengan menutup, mengeksklusi, atau mereseksi viskus yang perforasi. Lavase peritoneum dilakukan pada peritonitis yang difus, yaitu dengan menggunakan larutan kristaloid (saline). Agar tidak terjadi penyebaran infeksi ketempat yang tidak terkontaminasi maka dapat diberikan antibiotika ( misal sefalosporin ) atau antiseptik (misal povidon iodine) pada cairan irigasi. Bila peritonitisnya terlokalisasi, sebaiknya tidak dilakukan lavase peritoneum, karena tindakan ini akan dapat menyebabkan bakteria menyebar ketempat lain. Drainase (pengaliran) pada peritonitis umum tidak dianjurkan, karena pipa drain itu dengan segera akan terisolasi/terpisah dari cavum peritoneum, dan dapat menjadi tempat masuk bagi kontaminan eksogen. Drainase berguna pada keadaan dimana terjadi kontaminasi yang terus-menerus (misal fistula) dan diindikasikan untuk peritonitis terlokalisasi yang tidak dapat direseksi.

1.6. KOMPLIKASI Komplikasi dapat terjadi pada peritonitis bakterial akut sekunder, dimana komplikasi tersebut dapat dibagi menjadi komplikasi dini dan lanjut, yaitu : a. Komplikasi dini* Septikemia dan syok septik* Syok hipovolemik* Sepsis intra abdomen rekuren yang tidak dapat dikontrol dengan kegagalan multi system* Abses residual intraperitoneal* Portal Pyemia (misal abses hepar)b. Komplikasi lanjut* Adhesi* Obstruksi intestinal rekuren

1.7. PROGNOSIS Prognosis untuk peritonitis lokal dan ringan adalah baik, sedangkan pada peritonitis umum prognosisnya mematikan akibat organisme virulen.

2. PERFORASI GASTER2.1. DEFINISI Ulkus merupakan disrupsi atau gangguan dari integritas mukosa gaster dan atau duodenum yang menyebabkan defek, kerusakan, atau rongga pada permukaan luminal yang dapat mencapai muskulasis mukosa. Biasanya gangguan ini bersifat kronikdan bila tidak ditangani dengan baik dapat menyebabkan perforasi/kebocoran gaster.2.2. ETIOLOGI Pada orang dewasa, perforasi ulkus peptik adalah penyebab umum dari morbiditas dan mortalitas akut abdomen sampai sekitar 30 tahun lalu. Angka kejadian menurun secara paralel dengan penurunan umum dari prevalensi ulkus peptik. Ulkus duodenum 2-3 kali lebih sering dari perforasi ulkus gaster. Sekitar satu pertiga perforasi gaster berkaitan dengan karsinoma gaster. Etiologi:a. Perforasi non-trauma, misalnya:* akibat volvulus gaster karena overdistensi dan iskemia* spontan pasa bayi baru lahir yang terimplikasi syok dan stress ulcer.* Ingesti aspirin, anti inflamasi non steroid, dan steroid : terutama pada pasien usia lanjut.* Adanya faktor predisposisi : termasuk ulkus peptic* Perforasi oleh malignansi intraabdomen atau limfoma* Benda asing (misalnya jarum pentul) dapat menyebabkan perforasi esofagus, gaster, atau usus dengan infeksi intraabdomen, peritonitis, dan sepsis.

b. Perforasi trauma (tajam atau tumpul), misalnya:* trauma iatrogenik setelah pemasangan pipa nasogastrik saat endoskopi.* Luka penetrasi ke dada bagian bawah atau abdomen (misalnya tusukan pisau)* Trauma tumpul pada gaster : trauma seperti ini lebih umum pada anak daripada dewasa dan termasuk trauma yang berhubungan dengan pemasangan alat, cedera gagang kemudi sepeda, dan sindrom sabuk pengaman.2.3. PATOFISIOLOGI Dalam keadaan normal, lambung relatif bersih dari bakteri dan mikroorganisme lain karena kadar asam intraluminalnya yang tinggi. Kebanyakan orang yang mengalami trauma abdominal memiliki fungsi gaster normal dan tidak berada dalam resiko kontaminasi bakteri setelah perforasi gaster. Namun, mereka yang sebelumnya sudah memiliki masalah gaster beresiko terhadap kontaminasi peritoneal dengan perforasi gaster. Kebocoran cairan asam lambung ke rongga peritoneal sering berakibat peritonitis kimia yang dalam. Jika kebocoran tidak ditutup dan partikel makanan mencapai rongga peritoneal, peritonitis kimia bertahap menjadi peritonitis bakterial. Pasien mungkin bebas gejala untuk beberapa jam antara peritonitis kimia awal sampai peritonitis bakterial kemudian. Adanya bakteri di rongga peritoneal merangsang influks sel-sel inflamasi akut. Omentum dan organ dalam cenderung untuk melokalisasi tempat inflamasi, membentuk flegmon (ini biasanya terjadi pada perforasi usus besar). Hipoksia yang diakibatkan di area memfasilitasi pertumbuhan bakteri anaerob dan menyebabkan pelemahan aktivitas bakterisid dari granulosit, yang mengarah pada peningkatan aktivitas fagosit granulosit, degradasi sel, hipertonisitas cairan membentuk abses, efek osmotik, mengalirnya lebih banyak cairan ke area abses, dan pembesaran abses abdomen. Jika tidak diterapi, bakteremia, sepsis general, kegagalan multi organ, dan syok dapat terjadi.2.4. GEJALA dan TANDA Gejala-gejala yang dapat timbul pada ulkus peptikum antara lain adalah:* Nyeri epigastrik yang ringan, atau komplikasi upper gastrointestinal yang mengancam nyawa.* Nyeri atau tidak nyaman pada abdomen (biasanya di bagian epigastrik), rasa kembung atau perut terasa penuh, atau kram.* Nyeri pada left upper quadrant, mengindikasikan ulkus gaster.* Nyeri pada malam hari yang dapat membangunkan pasien dari tidur (khususnya antara pukul 12 ? 3 dini hari). Gejala setelah terjadi perforasi* Penurunan berat badan karena muntah, ataupun anoreksia.* Perforasi gaster akan menyebabkan peritonitis akut. * Penderita yang mengalami perforasi akan tampak kesakitan hebat, seperti ditikam di perut. Nyeri ini timbul mendadak, terutama dirasakan di daerah epigastrium karena rangsang peritoneum oleh asam lambung, empedu dan/atau enzim pankreas. Cairan lambung akan mengalir ke kelok parakolika kanan, menimbulkan nyeri perut kanan bawah, kemudian menyebar ke seluruh perut menimbulkan nyeri seluruh perut. * Adanya nyeri di bahu menunjukkan adanya rangsangan peritoneum di permukaan bawah diafragma.* Pekak hati bisa hilang karena adanya udara bebas di bawah diafragma.* Peristaltis usus menurun sampai menghilang akibat kelumpuhan sementara usus.* Bila telah terjadi peritonitis bakteria, suhu badan penderita akan naik dan terjadi takikardia, hipotensi, dan penderita tampak letargik karena syok toksik.* Rangsangan peritoneum menimbulkan nyeri pada setiap gerakan yang menyebabkan pergeseran peritoneum dengan peritoneum. Nyeri subjektif dirasakan waktu penderita bergerak, seperti berjalan, bernapas, menggerakkan badan, batuk, dan mengejan. Nyeri objektif berupa nyeri ketika digerakkan seperti pada saat palpasi, tekanan dilepaskan, colok dubur, tes psoas, dan tes obturator.

2.5. DIAGNOSIS Diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang.a. Tanda dan GejalaPerforasi gaster akan menyebabkan peritonitis akut. Penderita yang mengalami perforasi akan tampak kesakitan hebat, seperti ditikam di perut. Nyeri ini timbul mendadak, terutama dirasakan di daerah epigastrium karena rangsang peritoneum oleh asam lambung, empedu dan/atau enzim pankreas. Cairan lambung akan mengalir ke kelok parakolika kanan, menimbulkan nyeri perut kanan bawah, kemudian menyebar ke seluruh perut menimbulkan nyeri seluruh perut. Pada awal perforasi, belum ada infeksi bakteria, fase ini disebut fase peritonitis kimia. Adanya nyeri di bahu menunjukkan adanya rangsangan peritoneum di permukaan bawah diafragma. Reaksi peritoneum berupa pengenceran zat asam yang merangsang itu akan mengurangi keluhan untuk sementara sampai kemudian terjadi peritonitis bakteria.Rangsangan peritoneum menimbulkan nyeri tekan dan defans muskuler. Pekak hati bisa hilang karena adanya udara bebas di bawah diafragma. Peristaltis usus menurun sampai menghilang akibat kelumpuhan sementara usus. Bila telah terjadi peritonitis bakteria, suhu badan penderita akan naik dan terjadi takikardia, hipotensi, dan penderita tampak letargik karena syok toksik. Rangsangan peritoneum menimbulkan nyeri pada setiap gerakan yang menyebabkan pergeseran peritoneum dengan peritoneum. Nyeri subjektif dirasakan waktu penderita bergerak, seperti berjalan, bernapas, menggerakkan badan, batuk, dan mengejan. Nyeri objektif berupa nyeri ketika digerakkan seperti pada saat palpasi, tekanan dilepaskan, colok dubur, tes psoas, dan tes obturator.b. Pemeriksaan PenunjangSejalan dengan penemuan klinis, metode tambahan yang dapat dilakukan adalah : foto polos abdomen 3 posisi, ultrasonografi dengan vesika urinaria penuh, CT-scan murni dan CT-scan dengan kontras. Jika temuan foto Rontgen dan ultrasonografi tidak jelas, sebaiknya jangan ragu untuk menggunakan CT-scan, dengan pertimbangan metode ini dapat mendeteksi cairan dan jumlah udara yang sangat sedikit sekali pun yang tidak terdeteksi oleh metode yang disebutkan sebelumnya.Perforasi gastrointestinal adalah penyebab umum dari akut abdomen. Isi yang keluar dari perforasi dapat mengandung udara, cairan lambung dan duodenum, empedu, makanan, dan Pada pemeriksaan radiologi foto polos abdomen tiga posisi dapat ditemukan udara bebas atau pneumoperitoneum. Udara bebas terjadi di rongga peritoneum 20 menit setelah perforasi. Pada kasus perforasi karena trauma, perforasi dapat tersembunyi dan tertutup oleh kondisi bedah patologis lain. Posisi supine menunjukkan pneumoperitoneum pada hanya 56% kasus. Sekitar 50% pasien menunjukkan kumpulan udara di abdomen atas kanan, lainnya adalah subhepatika atau di ruang hepatorenal. Di sini dapat terlihat gambaran oval kecil atau linear. Gambaran udara bentuk segitiga kecil juga dapat tampak di antara lekukan usus. Meskipun, paling sering terlihat dalam bentuk seperti kubah atau bentuk bulan setengah di bawah diafragma pada posisi berdiri. Football sign menggambarkan adanya udara bebas di atas kumpulan cairan di bagian tengah abdomen.Ultrasonografi adalah metode awal untuk kebanyakan kondisi akut abdomen. Pemeriksaan ini berguna untuk mendeteksi cairan bebas dengan berbagai densitas, yang pada kasus ini adalah sangat tidak homogen karena terdapat kandungan lambung. Pemeriksaan ini khususnya berharga untuk mendeteksi cairan bebas di pelvik kecil menggunakan teknik kandung kemih penuh. Kebanyakan, ultrasonografi tidak dapat mendeteksi udara bebas.CT scan abdomen adalah metode yang jauh lebih sensitif untuk mendeteksi udara setelah perforasi, bahkan jika udara tampak seperti gelembung dan saat pada foto rontgen murni dinyatakan negatif. Oleh karena itu, CT scan sangat efisien untuk deteksi dini perforasi gaster. Ketika melakukan pemeriksaan, kita perlu menyetel jendelanya agar dapat membedakan antara lemak dengan udara, karena keduanya tampak sebagai area hipodens dengan densitas negatif. Jendela untuk parenkim paru adalah yang terbaik untuk mengatasi masalah ini. Saat CT scan dilakukan dalam posisi supine, gelembung udara pada CT scan terutama berlokasi di depan bagian abdomen. Kita dapat melihat gelembung udara bergerak jika pasien setelah itu mengambil posisi decubitus kiri. CT scan juga jauh lebih baik dalam mendeteksi kumpulan cairan di bursa omentalis dan retroperitoneal. Walaupun sensitivitasnya tinggi, CT scan tidak selalu diperlukan berkaitan dengan biaya yang tinggi dan efek radiasinya.Jika kita menduga seseorang mengalami perforasi, dan udara bebas tidak terlihat pada scan murni klasik, kita dapat menggunakan substansi kontras nonionik untuk membuktikan keraguan kita. Salah satu caranya adalah dengan menggunakan udara melalui pipa nasogastrik 10 menit sebelum scanning. Cara kedua adalah dengan memberikan kontras yang dapat larut secara oral minimal 250 ml 5 menit sebelum scanning, yang membantu untuk menunjukkan kontras tapi bukan udara. Komponen barium tidak dapat diberikan pada keadaan ini karena mereka dapat menyebabkan pembentukkan granuloma dan adesi peritoneum. Beberapa penulis menyatakan bahwa CT scan dapat memberi ketepatan sampai 95%.2.6. TATALAKSANA Penderita yang lambungnya mengalami perforasi harus diperbaiki keadaan umumnya sebelum operasi. Pemberian cairan dan koreksi elektrolit, pemasangan pipa nasogastrik, dan pemberian antibiotik mutlak diberikan. Jika gejala dan tanda-tanda peritonitis umum tidak ada, kebijakan nonoperatif mungkin digunakan dengan terapi antibiotik langsung terhadap bakteri gram-negatif dan anaerob. Tujuan dari terapi bedah adalah :* Koreksi masalah anatomi yang mendasari* Koreksi penyebab peritonitis* Membuang setiap material asing di rongga peritoneum yang dapat menghambat fungsi leukosit dan mendorong pertumbuhan bakteri (seperti darah, makanan, sekresi lambung) Laparotomi dilakukan segera setelah upaya suportif dikerjakan. Jahitan saja setelah eksisi tukak yang perforasi belum mengatasi penyakit primernya, tetapi tindakan ini dianjurkan bila keadaan umum kurang baik, penderita usia lanjut, dan terdapat peritonitis purulenta. Bila keadaan memungkinkan, tambahan tindakan vagotomi dan antrektomi dianjurkan untuk mencegah kekambuhan.2.7. KOMPLIKASIa. Infeksi Luka, angka kejadian infeksi berkaitan dengan muatan bakteri pada gasterb. Kegagalan luka operasiKegagalan luka operasi (kerusakan parsial atau total pada setiap lapisan luka operasi) dapat terjadi segera atau lambat. Faktor-faktor berikut ini dihubungkan dengan kegagalan luka operasi :* Malnutrisi* Sepsis* Uremia* Diabetes mellitus* Terapi kortikosteroid* Obesitas* Batuk yang berat* Hematoma (dengan atau tanpa infeksi)c. Abses abdominal terlokalisasid. Kegagalan multiorgan dan syok septikSeptikemia adalah proliferasi bakteri dalam darah yang menimbulkan manifestasi sistemik, seperti kekakuan, demam, hipotermi (pada septikemia gram negatif dengan endotoksemia), leukositosis atau leukopenia (pada septikemia berat), takikardi, dan kolaps sirkuler. Syok septik dihubungkan dengan kombinasi hal-hal berikut:* Hilangnya tonus vasomotor* Peningkatan permeabilitas kapiler* Depresi myocardial* Pemakaian leukosit dan trombosit* Penyebaran substansi vasoaktif kuat, seperti histamin, serotonin, dan prostaglandin, menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler* Aktivasi komplemen dan kerusakan endotel kapilere. Infeksi gram-negatif dihubungkan dengan prognosis yang lebih buruk dari gram-positif, mungkin karena hubungan dengan endotoksemia.f. Gagal ginjal dan ketidakseimbangan cairan, elektrolit, dan pHg. Perdarahan mukosa gaster. Komplikasi ini biasanya dihubungkan dengan kegagalan sistem multipel organ dan mungkin berhubungan dengan defek proteksi oleh mukosa gasterh. Obstruksi mekanik, sering disebabkan karena adesi postoperatifi. Delirium post-operatif. Faktor berikut dapat menyebabkan predisposisi delirium postoperatif:* Usia lanjut* Ketergantungan obat* Demensia* Abnormalitan metabolic* Infeksi* Riwayat delirium sebelumnya* Hipoksia* Hipotensi Intraoperatif/postoperatif2.8. PROGNOSIS Apabila tindakan operasi dan pemberian antibiotik berspektrum luas cepat dilakukan maka prognosisnya dubia ad bonam. Sedangkan bila diagnosis, tindakan, dan pemberian antibiotik terlambat dilakukan maka prognosisnya menjadi dubia ad malam. Hasil terapi meningkat dengan diagnosis dan penatalaksanaan dini. Faktor-faktor berikut akan meningkatkan resiko kematian :* Usia lanjut* Adanya penyakit yang mendasari sebelumnya* Malnutrisi* Timbulnya komplikasi

LAPORAN KASUS

1. IDENTITAS PASIENNama : Iq. SaharJenis Kelamin: PerempuanUsia: 70 tahunPekerjaan : -Agama : Islam Alamat: Narmada, Lombok BaratTanggal MRS: 22 April 2013Tanggal Pemeriksaan: 24 April 2013 Rekam Medis: 51 08 912. ANAMNESA (alloanamnesa)* Keluhan Utama Nyeri seluruh lapang perut * Riwayat Penyakit SekarangOs mengeluh nyeri seluruh lapang perut dirasakan sejak 3 hari yang lalu. Nyeri dirasakan tiba-tiba, dengan intensitas nyeri kuat terasa seperti ditikam pisau. Awalnya dirasakan disekitar daerah epigastrium, kemudian menyebar ke seluruh lapang abdomen. Nyeri dirasakan memberat bila pasien bergerak, bernapas, batuk atau mengedan. Nyeri berkurang bila pasien berbaring. Selain nyeri, pasien juga mengeluh badan terasa lemas dan nafsu makan menurun. Mual (+) tapi tidak pernah sampai muntah. Perut terasa kembung (+). Demam (-). BAB (+), 1-2 x/hari, feses berupa cairan berwarna keruh, ampas (-). BAK (+) 3-4 x/hri, warna kuning.Beberapa tahun terakhir os mengeluh sering timbul nyeri atau rasa tidak nyaman pada ulu hati, dirasakan hilang timbul. Terutama sering kambuh sejak 3 bulan terakhir. Nyeri ulu hati disertai rasa kembung atau perut terasa penuh. Nyeri ulu hati biasanya muncul bila pasien terlambat makan. Mereda dengan istirahat dan minum obat penghilang nyeri.

* Riwayat Penyakit DahuluOs mengaku tidak pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya. Riwayat HT (-), DM (-), Penyakit Kuning (-), Gangguan Jantung (-), Gangguan Ginjal (-), Riwayat Operasi sebelumnya (-), Riwayat trauma atau operasi dibagian abdomen sebelumnya (-). Riwayat nyeri sendi lutut (+), sering kambuh, bisa setiap bulan. Bila sedang kambuh pasien biasanya berobat ke puskesmas atau dokter praktek dan diberi obat penghilang nyeri. Riwayat maag (+), sering mengeluh nyeri ulu hati dan perut terasa kembung dan penuh.* Riwayat Penyakit Keluarga Tidak ada keluarga os yang mengaku memiliki keluhan serupa sengan os. Riwayat keluarga yang mengalami tumor pada saluran cerna (-). Riwayat keluarga os HT (-), DM (-), penyakit jantung (-), penyakit ginjal (-).* Riwayat Pengobatan Os mengaku sering mengkonsumsi obat obatan penghilang nyeri untuk nyeri sendi yang sering dialami. Riwayat mengkonsumsi jamu-jamuan disangkal pasien.* Riwayat Alergi Os menyangkal adanya alergi terhadap jenis makanan atau obat-obatan tertentu.3. PEMERIKSAAN FISIK UMUMa. Status PresentKeadaan umum : SedangKesadaran : Compos MentisGCS: E4V5M6Vital sign: Tekanan Darah: 140/80 mmHgNadi: 92x/menitFrekuensi napas: 20x/menitSuhu: 35,6 ?Cb. Pemeriksaan Fisik Umum Kepala-Leher1. Kepala: Kulit pucat, normochepali, turgor kulit normal, radang (-).2. Mata: Mata cowong (-), konjungtiva anemis +/+, sklera ikterus -/-, edema palpebra (-), pupil isokor ? 3 mm, reflek pupil langsung dan tidak langsung +/+.3. THT : Otorea (-), rinorea (-), jejas (-)4. Mulut : mukosa bibir pucat (+), kering (-), atrofi papil lidah (-), lidah kotor/thypoid tongue (-), rosea spot (-). 4. Leher: Massa (-), tidak terdapat pembesaran KGB.Thorax Pulmo :Inspeksi : Bentuk simetris, gerakan dinding dada simetris, pelebaran sela iga (-), tipe pernafasan thorakoabdominal.Palpasi : Pengembangan dinding dada simetris, fremitus raba sama, nyeri tekan (-), krepitasi (-)Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru.Auskultasi: Vesikuler +/+, ronki -/-, whezing -/-. Cor :Inspeksi : Iktus cordis tidak tampakPalpasi : Iktus cordis teraba ICS V midclavikula line sinistra Perkusi : batas kanan jantung pada ICS II parasternal line dextra, batas kiri pada ICS V midklavikula line sinistraAuskultasi : S1S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-)AbdomenInspeksi : Kulit keriput, distensi (-), pelebaran vena colateral (-), Kaput medusa (-), massa (-), darm contour (-), darm steifung (-).Auskultasi: BU (+) menurunPerkusi: Sonor pada upper abdomen, pekak hepar menghilang, timpani (+) pada lower abdomen, pemeriksaan undulasi (-), Shifting Dullness (-).Palpasi: Abdomen distensi (-), massa (-), hepar tak teraba, lien tak teraba, defans muscular (+) seluruh kuadran.Inguinal Inspeksi : Hernia (-), Massa (-).Palpasi : Teraba denyut arteri femoralis (+), Hernia (-), massa (-), nyeri tekan (-). Urology Ginjal Costovertebralis Dextra et SinistraInspeksi : massa (-).Palpasi : nyeri tekan (-), massa (-), Ballotement (-),Perkusi : nyeri ketok CVA (-). Vesica UrinariaSuprapubic Inspeksi : permukaan kulit rata, massa (-)Palpasi : massa (-), nyeri tekan (+). Genitalia Eksterna Inspeksi : bentuk normal, indurasi (-), massa (-), edema (-), scar (-). Perianal Inspeksi : tanda-tanda radang (-), massa (-), abses (-).Palpasi : massa (-), nyeri (-) Anal Inspeksi : anus (+), hemmoroid externa (-), feses (-), darah (-), lendir (-). Ekstremitas atas:Warna kulit normal, turgor kulit menurun, edema -/-, akral hangat +/+, CRT < 2 detik. Ekstremitas bawah:Warna kulit normal, turgor kulit menurun, edema -/-, akral hangat +/+.c. Status LokalisAbdomenInspeksi : Kulit keriput, distensi (-), pelebaran vena colateral (-), Kaput medusa (-), massa (-), darm contour (-), darm steifung (-).Auskultasi: BU (+) menurunPerkusi: Sonor pada upper abdomen, pekak hepar menghilang, timpani (+) pada lower abdomen, pemeriksaan undulasi (-), Shifting Dullness (-).Palpasi: Abdomen distensi (-), massa (-), hepar tak teraba, lien tak teraba, defans muscular (+) seluruh kuadran.

4. RESUMENy. S, perempuan, 70 tahun datang dengan keluhan nyeri seluruh perut.1. Dirasakan sejak 3 hari yang lalu, nyeri muncul tiba-tiba. Awalnya di epigastrium tapi cepat menyebar keseluruh lapang abdomen. Nyeri seperti ditarik, menetap diseluruh bagian perut, semakin terasa jika pasien bergerak atau terbatuk, berkurang jika os berbaring. BAB sedikit-sedikit, berbentuk seperti cairan keruh, darah (-), lendir (-). Rasa tidak tuntas BAB (+).2. Riwayat nyeri ulu hati terutama dirasakan memberat 3 bulan terakhir.3. Riwayat nyeri sendi, sering kambuh bisa setiap bulan. Rutin konsumsi obat anti nyeri.Pemeriksaan Fisik.Dari status generalis, anemia (+), febris (-), takikardi (-), takipnoe (-), turgor kulit menurun, mata cowong (-). Dari status lokalis, Inspeksi abdomen: Kulit keriput, distensi (-), pelebaran vena colateral (-), Kaput medusa (-), massa (-), darm contour (-), darm steifung (-). Auskultasiabdomen: BU (+) menurun. Perkusiabdomen : Sonor pada upper abdomen, pekak hepar menghilang, timpani (+) pada lower abdomen, pemeriksaan undulasi (-), Shifting Dullness (-). Palpasi abdomen: Abdomen distensi (-), massa (-), hepar tak teraba, lien tak teraba, defans muscular (+) seluruh kuadran.5. DIAGNOSIS :Peritonitis Generalisata et causa susp. Perforasi Gaster6. DIAGNOSIS BANDING 1. Perforasi Appendisitis2. Pankreatitis7. USULAN PEMERIKSAAN ;a. Cek DL, LFT, GDS, BT, CT, Elektrolit Na, K, Clb. Foto BNO tiga posisi

8. HASIL PEMERIKSAANa. DLPemeriksaanNilaiHb6,7RBC3,31HCT33,4MCV66,7MCH19,1MCHC28,6WBC9,5PLT340

b. Kimia KlinikPemeriksaanNilaiSGOT26SGPT32Albumin3,3GDS153KREATININ2,2UREUM67BT2f 20hCT6f 10h

c. Foto BNO 3 posisi

Kesimpulan: Pneumoperitoneum luas karena perforasi gaster

9. RENCANA TERAPIa. Terapi Simptomatik? Observasi keadaan umum dan vital sign? Pasang NGT, DC, Puasa? IVFD NaCl 0,9 % 20 tpm? Inj Ketorolac 1 ampul / 12 jam? Inj Ranitidin 1 ampul / 12 jamb. Terapi DefinitifPro Laparatomi Eksplorasi10. PROGNOSIS Dubia


Top Related