Download - terapi abses

Transcript
Page 1: terapi abses

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Abses adalah infeksi bakteri setempat yang ditandai dengan pengumpulan pus

(bakteri,jaringan nekrotik dan sel darah putih) Proses ini merupakan reaksi perlindungan

oleh jaringan untuk mencegah penyebaran/perluasan infeksi kebagian lain dari tubuh.

2.2 Etiologi

Menurut ahli penyakit infeksi penyebab abses antara lain :

1.      Infeksi Mikrobial

Merupakan penyebab paling sering terjadinya abses. Bakteri melepaskan eksotoksin

yang spesifik yaitu suatu sintesis kimiawi yang merupakan awal radang atau melepaskan

endotoksin yang ada hubunganya dengan dinding  sel.

Menurut Siregar (2004) suatu infeksi bakteri bisa menyebabkan abses melalui

beberapa cara:

a. Bakteri masuk ke bawah kulit akibat luka yang berasal dari tusukan jarum

yang tidak steril

b. Bakteri menyebar dari suatu infeksi di bagian tubuh yang lain

c. Bakteri yang dalam keadaan normal hidup di dalam tubuh manusia dan tidak

menimbulkan gangguan, kadang bisa menyebabkan terbentuknya abses.

Bakteri tersering penyebab abses adalah Staphylococus Aureus.

2.      Reaksi hipersensitivitas.

Terjadi bila ada perubahan respon Imunologi yang menyebabkan jaringan

rusak.

3.      Agen Fisik

Melalui trauma fisik, ultra violet, atau radiasi, terbakar, atau dinding berlebih

(frostbite).

4.      Bahan kimia iritan dan korosif

Terapi abses pada THT- koass THT RSUD Karawang 1

Page 2: terapi abses

Bahan oksidan, asam, basa, akan merusak jaringan dengan cara memprovokasi

terjadinya proses radang, selain itu agen infeksi dapat melepaskan bahan

kimiawi spesifik yang mengiritasi dan langsung menyebabkan radang.

5.      Nekrosis jaringan

Aliran darah yang kurang akan menyebabkan hipoksia dan berkurangnya

makanan pada dearah yang bersangkutan. Menyebabkan kematian jaringan

yang merupakan stimulus kuat penyebab infeksi pada daerah tepi infeksi

sering memperlihatkan suatu respon radang akut.

2.3 Faktor Predisposisi.

abses dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko dibawah ini. Namun, semakin

banyak faktor resiko yang dimiliki seseorang, semakin besar kemungkinan untuk terjadinya

abses. Faktor resiko tersebut antara lain :

1.     Penurunan daya tahan tubuh.

2.     Kurang gizi.

3.     Anemia.

4.     Diabetes

5.     Keganasan(kanker)

6.     Penyakit lainya

7.     Higienis jelek

8.     Kegemukan

9.     Gangguan kemotatik

10.   Sindroma hiper IgE

11.   Carier kronik Staphilococcus Aureus.

12.   Sebagai komplikasi dari dermatitis atopi,. ekscoriasis, scabies, pedikulosis.

2.4        Patofisiologi

Bakteri yang masuk kedalam tubuh akan menyebabkan kerusakanakan jaringan

dengan cara mengeluarkan toksin. Bakteri melepaskan eksotoksin yang spesifik (sintesis),

kimiawi yang secara spesifik mengawali proses peradangan atau melepaskan endotoksin yang

ada hubunganya dengan dinding sel. Reaksi hipersensitivitas terjadi bila ada perubahan

kondisi respon imunologi mengakibatkan perubahan reaksi imun yang merusak jaringan.

Agent  fisik dan bahan kimia oksidan dan korosif menyebabkan kerusakan jaringan,kematian Terapi abses pada THT- koass THT RSUD Karawang 2

Page 3: terapi abses

jaringan menstimulus untuk terjadi infeksi. Infeksi merupakan salah penyebab dari

peradangan, kemerahan merupakan tanda awal yang terlihat  akibat dilatasi arteriol akan

meningkatkan aliran darah ke mikro sirkulasi kalor terjadi bersamaan dengan kemerahan

bersifat lokal. Peningkatan suhu dapat  terjadi secara sistemik.

Akibat endogen pirogen yang dihasilkan makrofag mempengaruhi termoregulasi pada

suhu lebih tinggi sehingga produksi panas meningkat dan terjadi  hipertermi. Peradangan

terjadi perubahan diameter pembuluh darah mengalir keseluruh kapiler, kemudian aliran

darah kembali pelan.  Sel-sel darah mendekati dinding pembuluh darah didaerah zona

plasmatik. Leukosit menempel pada epitel sehingga langkah awal terjadi emigrasi kedalam

ruang ekstravaskuler lambatnya aliran darah yang mengikuti Fase hyperemia meningkatkan

permiabilitas vaskuler mengakibatkan keluarya plasma kedalam jaringan, sedang sel darah

tertinggal dalam pembuluh darah akibat tekanan hidrostatik meningkat dan tekanan osmotik

menurun sehingga terjadi akumulasi cairan didalam rongga ekstravaskuler yang merupakan

bagian dari cairan eksudat  yaitu edema. Regangan dan distorsi jaringan akibat edema dan

tekanan  pus dalam rongga abses menyebabkan rasa nyeri. Mediator kimiawi, termasuk

bradikinin, prostaglandin, dan serotonin merusak ujung saraf sehingga menurunkan ambang

stimulus terhadap reseptor mekanosensitif dan termosensitif yang menimbulkan nyeri.

Adanya edema akan mengganggu gerak jaringan  sehingga mengalami penurunan fungsi

tubuh yang menyebabkan terganggunya mobilitas litas.

Inflamasi terus terjadi selama, masih ada pengrusakan jaringan bila penyabab

kerusakan bisa  diatasi, maka debris akan difagosit dan dibuang oleh  tubuh sampai terjadi

resolusi dan kesembuhan. Reaksi sel fagosit yang berlebihan menyebabkan debris terkumpul

dalam suatu rongga membentuk abses di sel jaringan lain membentuk flegmon. Trauma yang

hebat menimbulkan reaksi tubuh yang berlebihan berupa fagositosis debris yang diikuti

dengan pembentukan jaringan granulasi vaskuler untuk mengganti jaringan yang rusak (fase

organisasi), bila fase destruksi jaringan berhenti akan terjadi fase penyembuhan melalui

jaringan granulasi fibrosa. Tapi bila destruksi jaringan berlangsung terus akan terjadi fase

inflamasi kronik yang akan sembuh bila rangsang yang merusak hilang.

Abses yang tidak diobati akan pecah dan mengeluarkan pus kekuningan sehingga

terjadi kerusakan Integritas kulit. Sedangkan abses yang diinsisi dapat mengakibatkan resiko

penyebaran infeksi.

Terapi abses pada THT- koass THT RSUD Karawang 3

Page 4: terapi abses

2.5. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis dari abses yaitu :

a) Nyeri tekan

b) Nyeri lokal

c) Bengkak

d) Kenaikan suhu

e) Leukositosis

f) Tanda-tanda infeksi :

I. Rubor ( kemerahan ).

II. Kalor (panas) menggigil atau demam ( lebih dari 37,7° C ).

III. Dolor ( nyeri ).

IV. Tumor ( bengkak ) terdapat pus ( rabas ) bau membusuk.

V. Fungtio laesa.

2.6   Komplikasi

Komplikasi mayor dari abses adalah penyebaran abses ke jaringan sekitar atau

jaringan yang jauh dan kematian jaringan setempat yang ekstensif (gangren). Pada sebagian

besar bagian tubuh, abses jarang dapat sembuh dengan sendirinya, sehingga tindakan medis

secepatnya diindikasikan ketika terdapat kecurigaan akan adanya abses. Suatu abses dapat

menimbulkan konsekuensi yang fatal. Meskipun jarang, apabila abses tersebut mendesak

struktur yang vital, misalnya abses leher dalam yang dapat menekan trakea. (Siregar, 2004)

2.7 Diagnosa

A. anamnesis

I. Abses di kulit atau dibawah kulit sangat mudah dikenali, sedangkan abses

dalam seringkali sulit ditemukan.

II. Riwayat trauma, seperti tertusuk jarum yang tidak steril atau terkena peluru.

III. Riwayat infeksi ( suhu tinggi ) sebelumnya yang secara cepat menunjukkan

rasa sakit diikuti adanya eksudat tetapi tidak bisa dikeluarkan.

B. Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik ditemukan :Terapi abses pada THT- koass THT RSUD Karawang 4

Page 5: terapi abses

I. Luka terbuka atau tertutup

II. Organ / jaringan terinfeksi

III. Massa eksudat

IV. Peradangan

V. Abses superficial dengan ukuran bervariasi

VI. Rasa sakit dan bila dipalpasi akan terasa fluktuaktif.

C. Pemeriksaan laboratorium dan diagnostik

Pemeriksaan penunjang dari abses antara lain:

1. Kultur ; Mengidentifikasi organisme penyebab abses sensitivitas

menentukan obat yang paling efektif.

2. Sel darah putih, Hematokrit mungkin meningkat, Leukopenia, Leukositosis

(15.000 - 30.000) mengindikasikan produksi sel darah putih tak matur dalam

jumlah besar.

3. Elektrolit serum, berbagai ketidakseimbangan mungkin terjadi dan

menyebabkan acidosis, perpindahan cairan dan perubahan fungsi ginjal

4. Pemeriksaan pembekuan : Trombositopenia dapat terjadi karena agregasi

trombosit, PT/PTT mungkin memanjang menunjukan koagulopati yang

diasosiasikan dengan iskemia hati/sirkulasi toksin/status syok.

5. Laktat serum : Meningkat dalam acidosis metabolic, disfungsi hati, syok.

6. Glukosa serum, hiperglikemi menunjukkan glukogenesis dan glikogenesis di

dalam hati sebagai respon dari puasa/perubahan seluler dalam metabolism.

7. BUN/Kr : Peningkatan kadar diasosiasikan dengan

dehidrasi,ketidakseimbangan/kegagalan ginjal dan disfungsi/kegagalan hati.

8. GDA : Alkalosis respiratori hipoksemia,tahap lanjut hipoksemia asidosis

respiratorik dan metabolic terjadi karena kegagalan mekanisme kompensasi.

9. Urinalisis : Adanya sel darah putih/bakteri penyebab infeksi sering muncul

protein dan sel darah merah.

10. Sinar X : Film abdominal dan dada bagian bawah yang mengindikasikan udara

bebas di dalam abdomen/organ pelvis.

Terapi abses pada THT- koass THT RSUD Karawang 5

Page 6: terapi abses

2.8 Penatalaksanaan Medis

Menurut Morison (2003), Abses luka biasanya tidak membutuhkan penanganan

menggunakan antibiotik. Namun demikian, kondisi tersebut butuh ditangani dengan

intervensi bedah dan debridement.

Suatu abses harus diamati dengan teliti untuk mengidentifikasi penyebabnya, terutama

apabila disebabkan oleh benda asing, karena benda asing tersebut harus diambil. Apabila

tidak disebabkan oleh benda asing, biasanya hanya perlu dipotong dan diambil absesnya,

bersamaan dengan pemberian obat analgetik dan antibiotik.

Drainase abses dengan menggunakan pembedahan diindikasikan apabila abses telah

berkembang dari peradangan serosa yang keras menjadi tahap nanah yang lebih lunak. Drain

dibuat dengan tujuan mengeluarkan cairan abses yang senantiasa diproduksi bakteri.

Apabila menimbulkan risiko tinggi, misalnya pada area-area yang kritis, tindakan

pembedahan dapat ditunda atau dikerjakan sebagai tindakan terakhir yang perlu dilakukan.

Memberikan kompres hangat dan meninggikan posisi anggota gerak dapat dilakukan untuk

membantu penanganan abses kulit.

Karena sering kali abses disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus, antibiotik

antistafilokokus seperti flucloxacillin atau dicloxacillin sering digunakan. Dengan adanya

kemunculan Staphylococcus aureus resisten Methicillin (MRSA) yang didapat melalui

komunitas, antibiotik biasa tersebut menjadi tidak efektif. Untuk menangani MRSA yang

didapat melalui komunitas, digunakan antibiotik lain: clindamycin, trimethoprim-

sulfamethoxazole, dan doxycycline.

Adapun hal yang perlu diperhatikan bahwa penanganan hanya dengan menggunakan

antibiotik tanpa drainase pembedahan jarang merupakan tindakan yang efektif. Hal tersebut

terjadi karena antibiotik sering tidak mampu masuk ke dalam abses, selain itu antibiotik

tersebut seringkali tidak dapat bekerja dalam pH yang rendah.

Definisi Insisi dan Drainase

Perawatan pada abses pada prinsipnya adalah insisi dan drainase. Insisi adalah

pembuatan jalan keluar nanah secara bedah (dengan scapel). Insisi drainase merupakan

tindakan membuang materi purulent yang toksik, sehingga mengurangi tekanan pada Terapi abses pada THT- koass THT RSUD Karawang 6

Page 7: terapi abses

jaringan, memudahkan suplai darah yang mengandung antibiotik dan elemen pertahanan

tubuh serta meningkatkan kadar oksigen di daerah infeksi (Hambali, 2008).

Drainase adalah tindakan eksplorasi pada fascial space yang terlibat untuk

mengeluarkan nanah dari dalam jaringan, biasanya dengan menggunakan hemostat. untuk

mempertahankan drainase dari pus perlu dilakukan pemasangan drain, misalnya dengan

rubber drain atau penrose drain, untuk mencegah menutupnya luka insisi sebelum drainase

pus tuntas (Lopez-Piriz et al., 2007).

Tujuan Insisi dan Drainase

Tujuan dari tindakan insisi dan drainase, yaitu mencegah terjadinya perluasan

abses/infeksi ke jaringan lain, mengurangi rasa sakit, menurunkan jumlah populasi mikroba

beserta toksinnya, memperbaiki vaskularisasi jaringan (karena pada daerah abses vakularisasi

jaringan biasanya jelek) sehingga tubuh lebih mampu menanggulangi infeksi yang ada dan

pemberian antibiotik lebih efektif, dan mencegah terjadinya jaringan parut akibat drainase

spontan dari abses. Selain itu, drainase dapat juga dilakukan dengan melakukan open bur dan

ekstirpasi jarngan pulpa nekrotik, atau dengan pencabutan gigi penyebab (Topazian et al,

1994).

Tehnik Insisi dan Drainase

Insisi dan drainase biasanya merupakan prosedur bedah yang sederhana. Pengetahuan

tentang anatomi wajah dan leher diperlukan untuk melakukan drainase yang tepat pada abses

yang lebih dalam. Abses seharusnya dikeluarkan bila ada fluktuasi, sebelum pecah dan

pusnya keluar. Insisi dan drainase adalah perawatan yang terbaik pada abses (Topazian et al,

1994).

Insisi tajam yang cepat pada mukosa oral yang berdekatan dengan tulang alveolar

biasanya cukup untuk menghasilkan pengeluaran pus yang banyak, sebuah ungkapan abad

ke-18 dan 19 yang berupa deskriptif dan seruan. Ahli bedah yang dapat membuat relief instan

dan dapat sembuh dengan pengeluaran pus dari abses patut dipuji dan oleh sebab itu lebih

dikenal daripada teman sejawat yang kurang terampil yang menginsisi sebelum waktunya

atau pada tempat yang salah (Peterson, 2003).

Terapi abses pada THT- koass THT RSUD Karawang 7

Page 8: terapi abses

Prinsip berikut ini harus digunakan bila memungkinkan pada saat melakukan insisi

dan drainase adalah sebagai berikut (Topazian et al., 1994; Peterson, 2003; Odell, 2004) :

Melakukan insisi pada kulit dan mukosa yang sehat. Insisi yang ditempatkan

pada sisi fluktuasi maksimum di mana jaringannya nekrotik atau mulai

perforasi dapat menyebabkan kerutan, jaringan parut yang tidak estetis

(Gambar 1)

Penempatan insisi untuk drainase ekstraoral infeksi kepala leher.  Insisi pada titik-

titik berikut ini digunakan untuk drainase infeksi pada spasium yang terindikasi: superficial

dan deep temporal, submasseteric, submandibular, submental, sublingual,

pterygomandibular, retropharyngeal,  lateral pharyngeal, retropharyngeal (Peterson, 2003)

Tempatkan insisi pada daerah yang dapat diterima secara estetis, seperti di

bawah bayangan rahang atau pada lipatan kulit alami (Gambar 2).

Terapi abses pada THT- koass THT RSUD Karawang 8

Page 9: terapi abses

Garis Langer wajah. Laserasi yang menyilang garis Langer dari kulit bersifat tidak

menguntungkan dan mengakibatkan penyembuhan yang secara kosmetik jelek. Insisi bagian

fasia ditempatkan sejajar dengan ketegangan kulit. (Pedersen, 1996).

 Apabila memungkinkan tempatkan insisi pada posisi yang bebas agar drainase

sesuai dengan gravitasi.

Lakukan pemotongan tumpul, dengan clamp bedah rapat atau jari, sampai ke

jaringan paling bawah dan jalajahi seluruh bagian kavitas abses dengan

perlahan-lahan sehingga daerah kompartemen pus terganggu dan dapat

diekskavasi. Perluas pemotongan ke akar gigi yang bertanggung jawab terhadap

infeksi

Tempatkan drain (lateks steril atau catheter) dan stabilkan dengan jahitan.

Pertimbangkan penggunaan drain tembus bilateral, infeksi ruang submandibula.

Jangan tinggalkan drain pada tempatnya lebih dari waktu yang ditentukan;

lepaskan drain apabila drainase sudah minimal. Adanya drain dapat

mengeluarkan eksudat dan dapat menjadi pintu gerbang masuknya bakteri

penyerbu sekunder.

Bersihkan tepi luka setiap hari dalam keadaan steril untuk membersihkan

bekuan darah dan debris.

Teknik insisi dilakukan dengan tahapan sebagai berikut (Peterson, 2003) :

(1)   Aplikasi larutan antiseptik sebelum insisi.

(2)  Anestesi dilakukan pada daerah sekitar drainase abses yang akan dilakukan

dengan anestesi infiltrasi.

(3) Untuk mencegah penyebaran mikroba ke jaringan sekitarnya maka

direncanakan insisi :

Menghindari duktus (Wharton, Stensen) dan pembuluh darah besar.

Drainase yang cukup, maka insisi dilakukan pada bagian superfisial

pada titik terendah akumulasi untuk menghindari sakit dan pengeluaran

pus sesuai gravitasi.Terapi abses pada THT- koass THT RSUD Karawang 9

Page 10: terapi abses

Jika memungkinkan insisi dilakukan pada daerah yang baik secara

estetik, jika memungkinkan dilakukan secara intraoral.

Insisi dan drainase abses harus dilakukan pada saat yang tepat, saat

fluktuasi positif.

(4)   Drainase abses diawali dengan hemostat dimasukkan ke dalam rongga abses

dengan ujung tertutup, lakukan eksplorasi kemudian dikeluarkan dengan unjung

terbuka.  Bersamaan dengan eksplorasi, dilakukan pijatan lunak untuk

mempermudah pengeluaran pus.

(5)   Penembatan drain karet di dalam rongga abses dan distabilasi dengan jahitan

pada salah satu tepi insisi untuk menjaga insisi menutup dan drainase.

Standart operasi insisi dan dranage :

1. Siapkan perlengkapan sebagai berikut:

a. Apron

b. Sarung tangan

c. Masker wajah dengan pelindung

d. Povidone iodine atau chlorhexidine

e. Kasa steril

f. Lidocain 1% atau Lidocain + epinefrin atau Bupivacaine

g. Spuit 5-10 ml

h. Jarum

i. Pisau scalpel (nomor 11 atau 15) dengan gagangnya

j. Klem bengkok

k. Normal saline dengan bengkok steril

l. Spuit besar tanpa jarum

m. Gunting

n. Plester

2. Persiapan

Terapi abses pada THT- koass THT RSUD Karawang 10

Page 11: terapi abses

a. Minta persetujuan tindakan dokter kepada pasien atau

keluarga dekatnya

b. Pastikan identitas pasien, tempat pembedahan

c. Cuci tangan dengan sabun antibakteri dan air

d. Pakai sarung tangan dan pelindung muka

e. Letakkan semua perlengkapan pada tempat yang mudah

diraih, diatas meja tindakan

f. Posisikan pasien sehingga daerah drainase terpapar penuh dan

dapat dicapai secara mudah dan kondisinya nyaman untuk

pasien

g. Pastikan cahaya yang memadai agar abses mudah dilihat

h. Bersihkan daerah abses dengan chlorhexidine atau povidon

iodine, dengan gerakan melingkar, mulai pada puncak abses

i. Tutupi daerah disekitar abses untuk mencegah kontaminasi

alat

j. Anestesi atas abses dengan memasukkan jarum dibawah dan

sejajar dengan permukaan kulit.

k. Suntikkan obat anestesi ke dalam jaringan intra dermal

l. Teruskan infiltrasi sampai anda sudah mencapai seluruh

puncak dari abses yang cukup besar untuk menganestesi

daerah insisi

3. Prosedur Insisi dan drainase abses

a. Pegang skalpel dengan jempol dan jari telunjuk untuk

membuat jalan masuk ke abses

b. Buat insisi secara langsung diatas pusat abses kulit

c. Insisi harus dilakukan sepanjang aksis panjang dari kumpulan

cairan

d. Kendalikan skalpel secara berhati-hati selama insisi untuk

mencegah tusukan melalui dinding belakang

e. Perluas insisi untuk membuat lubang yang cukup lebar untuk

Terapi abses pada THT- koass THT RSUD Karawang 11

Page 12: terapi abses

drainase yang memadai dan mencegah pembentuk abses yang

berulang

f. Tekan isi abses

g. Masukkan klem bengkok sampai anda merasakan tahanan dari

jaringan sehat, kemudian buka klem untuk menghancurkan

bagian dalam dari rongga abses

h. Teruskan penghancuran lokulasi dalam gerakan memutar

sampai seluruh rongga abses sudah dieksplorasi

i. Bersihkan luka dengan normal saline, gunakan spuit tanpa

jarum

j. Teruskan irigasi sampai cairan yang keluar dari abses jernih

k. Upayakan agar dinding abses tetap terpisah dan

memungkinkan drainase dari debris yang terinfeksi

4. Perawatan lanjutan

a. Untuk abses sederhana tidak perlu antibiotika.

b. Untuk selulitis yang luas dibawah abses gunakan antibiotika

c. Tutup luka abses dengan kasa steril

d. Keluarkan semua benda-benda dari abses dalam beberapa

hari

e. Jadualkan kontrol 2atau 3 hari sesudah prosedur untuk

mengeluarkan bahan-bahan dari luka

Minta kepada pasien untuk kembali sebelum jadual bila ada tanda-tanda

perburukan, meliputi kemerahan, pembengkakan, atau adanya gejala sistemik seperti

demam

Terapi abses pada THT- koass THT RSUD Karawang 12

Page 13: terapi abses

2.9 Jenis-jenis abses pada THT :

1. ABSES LEHER DALAM

Definisi

Abses leher dalam adalah abses yang terbentuk di dalam ruang

potensial di antara fasia leher dalam sebagai akibat penjalaran infeksi dari

berbagai sumber , seperti gigi, mulut, tenggorok, sinus paranasal, telinga

tengah dan leher. (9)

Jenis-Jenis Abses Leher Dalam

Abses leher dalam dapat berupa abses peritonsil, abses retrofaring,

abses parafaring, abses submandibula, dan angina ludovici (Ludwig’s angina).

Abses leher dalam dapat berupa abses peritonsil, abses retrofaring, abses

parafaring, abses submandibula, dan angina ludovici (Ludwig’s angina). (9)

Abses Peritonsil (Quinsy)

Definisi

Abses peritonsil adalah abses pada ruang peritonsil. Ruang peritonsil terletak di antara

kapsul tonsil palatina dan m. pharyngeal.

Etiologi

Abses peritonsil merupakan proses kelanjutan dari infeksi tonsil.(13) Selain itu infeksi

yang bersumber dari kelenjar mukus Weber di kutub atas tonsil dapat menyebabkan abses

Terapi abses pada THT- koass THT RSUD Karawang 13

Page 14: terapi abses

peritonsil. Biasanya kuman penyebab sama dengan penyebab tonsillitis, dapat ditemukan

kuman aerob dan anaerob. (9)

Patologi

Infiltrasi supurasi terjadi paling sering di fosa supratonsil (70%). (13) Hal ini

disebabkan karena daerah superior dan lateral fosa tonsilaris adalah jaringan ikat longgar. (9)

Palatum mole pada sisi yang terkena menjadi oedem dan mendorong uvula ke arah

kontralateral. Peradangan meluas ke jaringan lunak sekitarnya dan menyebabkan rasa nyeri

menelan dan trismus. Trismus disebabkan oleh iritasi pada m. pterigoid interna.

Manifestasi Klinis

Terdapat gejala odinofagia (nyeri menelan) yang hebat, nyeri alih ke telinga pada sisi

yang terkena, hipersalivasi, dan trismus. Pembengkakan menyebabkan gangguan pada

artikulasi suara sehingga bicara menjadi seperti bergumam (hot potato voice). Mungkin

terdapat muntah, demam dan mulut berbau serta pembengkakan kelenjar submandibula

disertai nyeri tekan. Palatum mole tampak membengkak dan menonjol ke depan, dapat teraba

fluktuasi. Uvula terdorong ke sisi kontralateral. Tonsil bengkak, hiperemis, dan terdorong ke

medial.

Terapi abses pada THT- koass THT RSUD Karawang 14

Page 15: terapi abses

Gambar 7. Abses peritonsil

Terapi

Antibiotika golongan penisilin atau klindamisin, dan obat simtomatik diberikan pada

stadium infiltrasi.

Tabel 2 . Bakteri Patogen yang Mungkin Dengan Pilihan Antimikroba Pada

Pasien dengan Abses Peritonsil (13)

ETIOLOGI ANTIBIOTIK

Streptokokus Penisilin

Bakteriodes Sefalosporin

Hemofilus influenza Klindamisin

FusobakteriumTerapi abses pada THT- koass THT RSUD Karawang 15

Page 16: terapi abses

Staphylococcus aureus

Peptokokus

Jika sudah terbentuk abses maka dilakukan pungsi pada daerah abses, kemudian

diinsisi untuk mengeluarkan abses.(9) Tempat insisi ialah di daerah yang paling menonjol atau

lunak, atau pada pertengahan garis yang menghubungkan dasar uvula dengan geraham atas

terakhir pada sisi yang sakit.

Setelah proses drenase abses, pasien dianjurkan untuk operasi tonsilektomi. Bila

dilakukan bersama-sama dengan tindakan drenase abses, disebut tonsilektomi a’chaud. Bila

tonsilektomi dilakukan 3 – 4 hari sesudah drenase abses, disebut tonsilektomi a’ tiede, dan

bila tonsilektomi 4 -6 minggu sesudah drenase abses, disebut tonsilektomi a’froid.

Pada umumnya tonsilektomi dilakukan sesudah infeksi tenang, yaitu 2 – 3 minggu

sesudah drenase abses. (9)

Apabila terdapat kesulitan untuk memastikan apakah selulitis akut atau abses yang

terbentuk, maka dapat dimasukkan jarum ukuran 17 ke dalam tiga lokasi yang tampaknya

paling mungkin untuk menghasilkan aspirasi pus. Jika tidak ditemukan pus maka tampaknya

masih berhubungan dengan selulitis dibandingkan abses. (13)

Tabel 3. Indikasi-Indikasi untuk Tonsilektomi Segera pada Abses Peritonsil

Obstruksi jalan napas atas

Sepsis dengan adenitis servikalis atau abses

leher dalam

Riwayat abses peritonsil sebelumnya

Terapi abses pada THT- koass THT RSUD Karawang 16

Page 17: terapi abses

Riwayat faringitis eksudatif yang berulang

Komplikasi

Abses dapat pecah spontan dan menyebabkan perdarahan, aspirasi paru, atau

piemia. Infeksi dan abses dapat menjalar ke daerah parafaring, sehingga terjadi abses

parafaring. Pada penjalaran selanjutnya, masuk ke mediastinum, sehingga terjadi

mediastinitis. Penjalaran infeksi ke daerah intracranial dapat mengakibatkan thrombus

sinus kavernosus, meningitis, dan abses otak.

Abses Retrofaring

Definisi

Abses retrofaring adalah suatu peradangan yang disertai pembentukan pus

pada daerah retrofaring. Pada umumnya sumber infeksi pada ruang retrofaring berasal

dari proses infeksi di hidung, adenoid, nasofaring dan sinus paranasal, yang menyebar

ke kelenjar limfe retrofaring. Oleh karena kelenjar ini biasanya atrofi pada umur 4 – 5

tahun, maka sebagian besar abses retrofaring terjadi pada anak-anak dan relatif jarang

pada orang dewasa .(14)

Etiologi

Penyebab abses retrofating dapat berupa kuman aerob yaitu, Streptococcus

beta –hemolyticus group A ( paling sering ), Streptococcus pneumoniae,

Streptococcus non – hemolyticus, Staphylococcus aureus , Haemophilus sp dan

kuman anaerob yaitu, Bacteroides sp, Veillonella, Peptostreptococcus, dan

Fusobacteria

Ada beberapa keadaan yang dapat menyebabkan terbentuknya abses

retrofaring, antara lain infeksi saluran napas atas yang menyebabkan limfadenitis

retrofaring, trauma dinding belakang faring oleh benda asing, seperti tulang ikan atau

tindakan medis, intubasi, dan endoskopi. Selain itu dapat juga disebabkan oleh

Tuberkulosis vertebra servikalis bagian atas (abses dingin) dimana pus secara

langsung menyebar melalui ligamentum longitudinal anterior. Selain itu abses dapat

terjadi akibat infeksi TBC pada kelenjar limfe retrofaring yang menyebar dari kelenjar

Terapi abses pada THT- koass THT RSUD Karawang 17

Page 18: terapi abses

limfe servikal. Dengan perbedaan penyebab ini maka abses retrofaring dapat dibagi

menjadi dua, yaitu abses retrofaring akut dan kronis. (15)

Manifestasi Klinis

Gejala utama abses retrofaring adalah rasa nyeri dan sukar menelan. Pada anak

kecil, rasa nyeri akan menyebabkan anak menangis terus dan tidak mau makan atau

minum. Dapat juga terdapat demam, suara sengau, dan sesak napas. Suara sengau

terjadi karena sumbatan oleh abses dapat menganggu resonansi suara. Sesak napas

terjadi karena sumbatan jalan napas. Bila proses peradangan berlanjut meluas ke

laring maka dapat terjadi stridor . Selain itu dapat terjadi kekakuan otot leher ( neck

stiffness ) disertai nyeri pada pergerakan , air liur menetes (drooling). Pada dinding

belakang faring tampak benjolan, biasanya unilateral. Mukosa terlihat bengkak dan

hiperemis. Pada bentuk kronis, perjalanan penyakit lambat dan tidak begitu khas

sampai terjadi pembengkakan yang besar dan menyumbat hidung serta saluran nafas.

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, berupa riwayat infeksi saluran

napas bagian atas atau trauma, gejala dan tanda klinik, serta pemeriksaan penunjang

foto Rontgen jaringan lunak leher lateral.

Pada foto Rontgen akan tampak pelebaran ruang retrofaring lebih dari 7 mm

pada anak dan dewasa serta pelebaran retrotrakeal lebih dari 14 mm pada anak dan

lebih dari 22 mm pada orang dewasa. Selain itu juga dapat terlihat berkurangnya

lordosis vertebra servikal. (9) Diagnosis banding dari abses retrofaring dapat berupa

adenoiditis, tumor, dan aneurisma aorta.

Terapi

Terapi abses retrofaring ialah medikamentosa dan bedah. Sebagai

medikamentosa dapat diberikan antibiotik. Pemberian antibiotik secara parenteral

sebaiknya diberikan secepatnya tanpa menunggu hasil kultur pus. Antibiotik yang

diberikan harus mencakup terhadap kuman aerob dan anaerob, Gram positif dan Gram

negatif. Dahulu diberikan kombinasi Penisilin G dan Metronidazole sebagai terapi

utama, tetapi sejak dijumpainya peningkatan kuman yang menghasilkan B –

laktamase kombinasi obat ini sudah banyak ditinggalkan. Pilihan utama adalah

Clindamycin yang dapat diberikan tersendiri atau dikombinasikan dengan

Terapi abses pada THT- koass THT RSUD Karawang 18

Page 19: terapi abses

sefalosporin generasi kedua ( seperti Cefuroxime ).Pemberian antibiotik biasanya

dilakukan selama lebih kurang 10 hari.Selain antibiotik, juga diberikan obat

simptomatik, suportif dan pengobatan TBC jika ada indikasi.

Sebagai terapi bedah dapat dilakukan pungsi dan insisi abses melalui

laringoskopi langsung dalam posisi pasien baring Trendelnburg, yaitu dimana leher

dalam keadaan hiperekstensi dan kepala lebih rendah dari bahu. Hal ini dimaksudkan

agar tidak terjadi aspirasi. Tindakan dapat dilakukan dalam analgesia local dan

anestesia umum. Pasien dirawat inap sampai gejala dan tanda infeksi reda.

Komplikasi

Komplikasi yang mungkin terjadi dari abses retrofaring adalah didasari dari

arah penjalarannya. Penjalaran dapat terjadi ke ruang parafaring, ruang vaskuler

visera, mediastinum dimana menyebabkan mediastinitis. Selain itu dapat

menyebabkan komplikasi berupa sumbatan jalan napas sampai asfiksia dan bila pecah

spontan dapat menyebabkan pneumonia aspirasi dan abses paru.

Abses Parafaring

Definisi

Abses parafaring adalah peradangan yang disertai pembentukan pus pada

ruang parafaring.

Etiologi

Berdasarkan bakteri penyebab sebagian besar abses leher dalam disebabkan

oleh campuran berbagai jenis kuman baik aerob maupun anaerob. Golongan

aerob penyebabterbanyak adalah kuman Streptokokus, Staphycoccus.

Golongan anaerob penyebab tersering adalah

Bakteroides, Peptostreptokokus Eubakterium, Fusobakterium dan Pseudomonas.

Ruang parafaring dapat mengalami infeksi secara  langsung akibat

tusukan saat tonsilektomi, limfogen dan hematogen. Pada tonsilektomi tanpa

analgesia, ujung jarum suntik yang telah terkontaminasi kuman dapat menembus

Terapi abses pada THT- koass THT RSUD Karawang 19

Page 20: terapi abses

lapisan otot tipis (m. konstriktor faring superior) yang memisahkan ruang parafaring

dari fosa tonsilaris sehingga peradangan terjadi.

Pada penyebaran secara limfogen, supurasi kelenjar limfa leher bagian dalam,

gigi, tonsil, faring, hidung, sinus paranasal, mastoid, dan vertebra servikal dapat

merupakan sumber infeksi untuk terjadinya abses parafaring. (9)

Penjalaran infeksi juga dapat menyebar secara langsung dari ruang peritonsil,

retrofaring, atau submandibula.

Manifestasi Klinis

Gejala dan tanda yang utama adalah trismus, indurasi, atau pembengkakan di

sekitar angulus mandibula, demam tinggi dan pembengkakan dinding lateral faring,

sehingga menonjol ke arah medial. (9)

Terapi

Secara umum terapi abses leher dalam terdiri dari medikamentosa dan

drainase. Untuk terapi antibiotic diberi antibiotika dosis tinggi secara parenteral

terhadap kuman aerob dan anaerob. Evakuasi abses harus segera dilakukan bila tidak

ada perbaikan dengan antibiotik dalam 24-48 jam dengan cara eksplorasi dan

narkosis.(9) Caranya melalui insisi dari luar dan intra oral.

Insisi dari luar dilakukan 2 ½ jari di bawah dan sejajar mandibula. Secara

tumpul eksplorasi dilanjutkan dari batas anterior m. sternokleidomastoideus kea rah

atas belakang menyusuri bagian medial mandibula dan m. pterigoid interna, mencapai

ruang parafaring dengan terabanya prosesus stiloid. Bila nanah terdapat di dalam

selubung karotis, insisi dilanjutkan vertical dari pertengahan insisi horizontal ke

bawah di depan m. sternokleidomastoideus.

Insisi intraoral dilakukan pada dinding lateral faring. Dengan memakai klem

arteri eksplorasi dilakukan dengan menembus m. konstriktor faring superior ke dalam

ruang parafaring anterior.

Insisi intraoral dilakukan bila perlu dan sebagai terapi tambahan terhadap

insisi eksternal. Pasien dirawat inap sampai gejala dan tanda infeksi reda.

KomplikasiTerapi abses pada THT- koass THT RSUD Karawang 20

Page 21: terapi abses

Komplikasi yang paling berbahaya dari abses parafaring adalah terkenanya

pembuluh darah di sekitarnya. Dapat terjadi tromboflebitis septic vena jugularis. Juga

dapat terjadi perdarahan masif yang tiba-tiba akibat dari erosi arteri karotis interna. (13)

Komplikasi lainnya adalah penjalaran proses peradangan baik secara

hematogen, limfogen, atau perkontinuitatum, ke daerah sekitarnya sehingga dapat

menyebabkan infeksi intrakranial dan mesdiatinum.

Abses Submandibula

Definisi

Abses submandibula adalah suatu peradangan yang disertai pembentukan pus

pada daerah submandibula (16) Keadaan ini merupakan salah satu infeksi pada leher

bagian dalam (deep neck infection). Pada umumnya sumber infeksi pada ruang

submandibula berasal dari proses infeksi dari gigi, dasar mulut, faring, kelenjar limfe

submandibula. Mungkin juga kelanjutan infeksi dari ruang leher dalam lain.

Etiologi

Infeksi dapat bersumber dari gigi, dasar mulut, faring, kelenjar limfe

submandibula. Mungkin juga kelanjutan infeksi dari ruang leher dalam lain. Sebanyak

61% kasus abses submandibula disebabkan oleh infeksi gigi. (7)

Infeksi pada ruang ini berasal dari gigi molar kedua dan ketiga dari mandibula,

jika apeksnya ditemukan di bawah perlekatan dari musculus mylohyoid. infeksi dari

gigi dapat menyebar ke ruang submandibula melalui beberapa jalan yaitu secara

langsung melalui pinggir myolohioid, posterior dari ruang sublingual, periostitis dan

melalui ruang mastikor.

Sebagian besar abses leher dalam disebabkan oleh campuran berbagai kuman,

baik kuman aerob, anaerob, maupun fakultatif anaerob. Kuman aerob yang sering

ditemukan adalah Stafilokokus, Streptococcus sp, Haemofilus influenza, Streptococcus

Pneumonia, Moraxtella catarrhalis, Klebsiell sp, Neisseria sp. Kuman anaerob yang

sering ditemukan pada abses leher dalam adalah kelompok batang gram negatif,

seperti Bacteroides, Prevotella, maupun Fusobacterium.Tabel 4. Hasil kultur abses leher dalam Bagian THT-KL dr. M.Djamil Padang periode April 2010-Oktober 2010 (6)

Jenis Kuman Jumlah %

Terapi abses pada THT- koass THT RSUD Karawang 21

Page 22: terapi abses

Streptocccus α haemoliticus

Klepsiella sp

Enterobacter sp

Staphylococcus aureus

Staphilococcus epidermidis

E. Coli

Proteus vulgaris

6

4

3

2

1

1

1

3

7

2

5

1

9

1

2,5

6

6

6

Manifestasi Klinis

Pasien biasanya akan mengeluhkan demam, air liur yang banyak, trismus

akibat keterlibatan musculus pterygoid, disfagia dan sesak nafas akibat sumbatan

jalan nafas oleh lidah yang terangkat ke atas dan terdorong ke belakang. Pada

pemeriksaan fisik didapatkan adanya pembengkakan di daerah submandibula (gambar

8), fluktuatif, dan nyeri tekan. Pada insisi didapatkan material yang bernanah atau

purulent. Angulus mandibula dapat diraba. Lidah terangkat ke atas dan terdorong ke

belakang. (18)

Terapi abses pada THT- koass THT RSUD Karawang 22

Page 23: terapi abses

Gambar 8. Abses submandibula(19)

Terapi

Terapi yang diberikan pada abses submandibula adalah :

1. Antibiotik (parenteral)

Untuk mendapatkan jenis antibiotik yang sesuai dengan kuman penyebab, uji

kepekaan perlu dilakukan. Namun, pemberian antibiotik secara parenteral sebaiknya

diberikan secepatnya tanpa menunggu hasil kultur pus. Antibiotik kombinasi

(mencakup terhadap kuman aerob dan anaerob, gram positip dan gram negatif) adalah

pilihan terbaik mengingat kuman penyebabnya adalah campuran dari berbagai kuman.

Secara empiris kombinasi ceftriaxone dengan metronidazole masih cukup baik.

Setelah hasil uji sensistivitas kultur pus telah didapat pemberian antibiotik dapat

disesuaikan.

Berdasarkan uji kepekaaan, kuman aerob memiliki angka sensitifitas tinggi

terhadap terhadap ceforazone sulbactam, moxyfloxacine, ceforazone, ceftriaxone, yaitu

lebih dari 70%. Metronidazole dan klindamisin angka sensitifitasnya masih tinggi

terutama untuk kuman anaerob gram negatif. Antibiotik biasanya dilakukan selama

lebih kurang 10 hari.

2. Bila abses telah terbentuk, maka evakuasi abses dapat dilakukan.

Evakuasi abses dapat dilakukan dalam anestesi lokal untuk abses yang dangkal dan

terlokalisasi atau eksplorasi dalam narkosis bila letak abses dalam dan luas. Insisi

dibuat pada tempat yang paling berfluktuasi atau setinggi os hioid, tergantung letak dan

luas abses.2 Bila abses belum terbentuk, dilakukan panatalaksaan secara konservatif

Terapi abses pada THT- koass THT RSUD Karawang 23

Page 24: terapi abses

dengan antibiotik IV, setelah abses terbentuk (biasanya dalam 48-72 jam) maka

evakuasi abses dapat dilakukan.(18)

3. Mengingat adanya kemungkinan sumbatan jalan nafas, maka tindakan

trakeostomi perlu dipertimbangkan.

Gambar 9. Insisi abses submandibula (19)

4. Pasien dirawat inap 1-2 hari hingga gejala dan tanda infeksi reda.

Komplikasi

Proses peradangan dapat menjalar secara hematogen, limfogen atau langsung

(perkontinuitatum) ke daerah sekitarnya. Infeksi dari submandibula paling sering

meluas ke ruang parafaring karena pembatas antara ruangan ini cukup tipis. (18)

Perluasan ini dapat secara langsung atau melalui ruang mastikor melewati musculus

pterygoid medial kemudian ke parafaring. Selanjutnya infeksi dapat menjalar ke daerah

potensial lainnya.

Penjalaran ke atas dapat mengakibatkan peradangan intrakranial, ke bawah

menyusuri selubung karotis mencapai mediastinum menyebabkan medistinitis. Abses

juga dapat menyebabkan kerusakan dinding pembuluh darah. Bila pembuluh karotis

mengalami nekrosis, dapat terjadi ruptur, sehimgga terjadi perdarahan hebat, bila terjadi

periflebitis atau endoflebitis, dapat timbul tromboflebitis dan septikemia.

ANGINA LUDOVICI

Definisi

Angina Ludovici ialah infeksi ruang submandibula berupa selulitis dengan

tanda khas berupa pembengkakan seluruh ruang submandibula, tidak membentuk

abses, sehingga keras pada perabaan submandibula. (9)

Terapi abses pada THT- koass THT RSUD Karawang 24

Page 25: terapi abses

Penyakit ini termasuk dalam grup penyakit infeksi odontogen, di mana infeksi

bakteri berasal dari rongga mulut seperti gigi, lidah, gusi, tenggorokan, dan leher.

Karakter spesifik yang membedakan angina Ludwig dari infeksi oral lainnya ialah

infeksi ini harus melibatkan dasar mulut serta kedua ruang submandibularis

(sublingualis dan submaksilaris) pada kedua sisi (bilateral).

Etiologi

Dilaporkan sekitar 90% kasus angina Ludwig disebabkan oleh odontogen baik

melalui infeksi dental primer, postekstraksi gigi maupun oral hygiene yang kurang.

Selain itu, 95% kasus angina Ludwig melibatkan ruang submandibular bilateral dan

gangguan jalan nafas merupakan komplikasi paling berbahaya yang seringkali

merenggut nyawa. Rute infeksi pada kebanyakan kasus ialah dari terinfeksinya molar

ketiga rahang bawah atau dari perikoronitis, yang merupakan infeksi dari gusi sekitar

gigi molar ketiga yang erupsi sebagian. Hal ini mengakibatkan pentingnya

mendapatkan konsultasi gigi untuk molar bawah ketiga pada tanda pertama sakit,

perdarahan dari gusi, kepekaan terhadap panas/dingin atau adanya bengkak di sudut

rahang.

Selain gigi molar ketiga, gigi molar kedua bawah juga menjadi penyebab

odontogenik dari angina Ludwig. Gigi-gigi ini mempunyai akar yang terletak pada

tingkat m. myohyloid, dan abses seperti perimandibular abses akan menyebar ke ruang

submandibular. Di samping itu, perawatan gigi terakhir juga dapat menyebabkan

angina Ludwig, antara lain: penyebaran organisme dari gangren pulpa ke jaringan

periapikal saat dilakukan terapi endodontik, serta inokulasi Streptococcus yang

berasal dari mulut dan tenggorokan ke lidah dan jaringan submandibular oleh

manipulasi instrumen saat perawatan gigi.

Ada juga penyebab lain yang sedikit dilaporkan antara lain adenitis kelenjar

submandibula, fraktur mandibula terbuka, infeksi sekunder akibat keganasan mulut,

abses peritonsilar, infeksi kista ductus thyroglossus, epiglotitis, injeksi obat intravena

melalui leher, trauma oleh karena bronkoskopi, intubasi endotrakeal, laserasi oral,

luka tembus di lidah, infeksi saluran pernafasan atas, dan trauma pada dasar mulut.

Organisme yang paling banyak ditemukan pada penderita angina Ludwig

melalui isolasi adalah Streptococcus viridians dan Staphylococcus aureus. Bakteri

anaerob yang diisolasi seringkali berupa bacteroides, peptostreptococci, dan

peptococci.

Terapi abses pada THT- koass THT RSUD Karawang 25

Page 26: terapi abses

Bakteri gram positif yang telah diisolasi adalah Fusobacterium nucleatum,

Aerobacter aeruginosa, spirochetes, Veillonella, Candida, Eubacteria, dan spesies

Clostridium. Bakteri Gram negatif yang diisolasi antara lain spesies Neisseria,

Escherichia coli, spesies Pseudomonas, Haemophillus influenza dan spesies

Klebsiella.

Manifestasi Klinis

Gejala klinis umum angina Ludwig meliputi malaise, lemah, lesu, malnutrisi,

dan dalam kasus yang parah dapat menyebabkan stridor atau kesulitan bernapas.

Gejala klinis ekstra oral meliputi eritema, pembengkakan, perabaan yang keras seperti

papan (board-like) serta peninggian suhu pada leher dan jaringan ruang

submandibula-sublingual yang terinfeksi, disfonia (hot potato voice) akibat edema

pada organ vokal. Gejala klinis intra oral meliputi pembengkakkan, nyeri dan

peninggian lidah, nyeri menelan (disfagia), hipersalivasi (drooling), kesulitan dalam

artikulasi bicara (disarthria).

Pemeriksaan fisik dapat memperlihatkan adanya demam dan takikardi dengan

karakteristik dasar mulut yang tegang dan keras. Karies pada gigi molar bawah dapat

dijumpai. Biasanya ditemui pula indurasi dan pembengkakkan ruang submandibular

yang dapat disertai dengan lidah yang terdorong ke atas. Trismus dapat terjadi dan

menunjukkan adanya iritasi pada m. masticator. Tanda-tanda penting seperti pasien

tidak mampu menelan air liurnya sendiri, dispneu, takipneu, stridor inspirasi dan

sianosis menunjukkan adanya hambatan pada jalan napas yang perlu mendapat

penanganan segera.

Gambar 10. Pembengkakkan berat dari submandibula bilateral dan regio

cervikal anterior pada anak usia 4 bulan dengan angina Ludwig

Terapi abses pada THT- koass THT RSUD Karawang 26

Page 27: terapi abses

Gambar 11. Edema dan indurasi dari dasar mulut mengakibatkan peninggian

lidah pada anak usia 5 tahun dengan angina Ludwig

Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik, dan

pemeriksaan penunjang. Gejala awal biasanya berupa nyeri pada area gigi yang

terinfeksi. Dagu terasa tegang dan nyeri saat menggerakkan lidah. Penderita mungkin

akan mengalami kesulitan membuka mulut, berbicara, dan menelan, yang

mengakibatkan keluarnya air liur terus-menerus serta kesulitan bernapas. Penderita

juga dilaporkan mengalami kesulitan makan dan minum. Dapat dijumpai demam dan

rasa menggigil.

Dasar mulut akan terlihat merah dan membengkak. Saat infeksi menyebar ke

belakang mulut, peradangan pada dasar mulut akan menyebabkan lidah terdorong ke

atas-belakang sehingga menyumbat jalan napas. Jika laring ikut membengkak, saat

bernapas akan terdengar suara tinggi (stridor). Biasanya penderita akan mengalami

dehidrasi akibat kurangnya cairan yang diminum maupun makanan yang dimakan.

Demam tinggi mungkin ditemui, yang mengindikasikan adanya infeksi sistemik.

Radiografi foto polos dari leher kurang berperan dalam mendiagnosis atau

menilai dalamnya abses leher, foto polos ini dapat menunjukkan luasnya

pembengkakkan jaringan lunak. Radiografi dada dapat menunjukkan perluasan proses

infeksi ke mediastinum dan paru-paru. Foto panoramik rahang dapat membantu

menentukan letak fokal infeksi atau abses, serta struktur tulang rahang yang

terinfeksi. CT-scan merupakan metode pencitraan terpilih karena dapat memberikan

evaluasi radiologik terbaik pada abses leher dalam. CT-scan dapat mendeteksi

Terapi abses pada THT- koass THT RSUD Karawang 27

Page 28: terapi abses

akumulasi cairan, penyebaran infeksi serta derajat obstruksi jalan napas sehingga

dapat sangat membantu dalam memutuskan kapan dibutuhkannya pernapasan buatan.

Terapi

Penatalaksaan angina Ludwig memerlukan tiga fokus utama, yaitu paling

utama, menjaga patensi jalan napas. Terapi antibiotik secara progesif, dibutuhkan

untuk mengobati dan membatasi penyebaran infeksi. Terakhir juga mugnkin

dibutuhkan dekompresi ruang submandibular, sublingual, dan submental.

Trakeostomi awalnya dilakukan pada kebanyakan pasien, namun dengan

adanya teknik intubasi serta penempatan fiber-optic Endotracheal Tube yang lebih

baik, maka kebutuhan akan trakeostomi berkurang. Intubasi dilakukan melalui hidung

dengan menggunakan teleskop yang fleksibel saat pasien masih sadar dan dalam

posisi tegak. Jika tidak memungkinkan, dapat dilakukan krikotiroidotomi atau

trakheotomi dengan anestesi lokal.(20)

Pemberian dexamethasone IV selama 48 jam, di samping terapi antibiotik dan

operasi dekompresi, dilaporkan dapat membantu proses intubasi dalam kondisi yang

lebih terkontrol, menghindari kebutuhan akan trakheotomi/krikotiroidotomi, serta

mengurangi waktu pemulihan di rumah sakit. Diawali dengan dosis 10mg, lalu diikuti

dengan pemberian dosis 4 mg tiap 6 jam selama 48 jam. (20)

Setelah patensi jalan napas telah teratasi maka antibiotik IV segera diberikan.

Awalnya pemberian Penicillin G dosis tinggi (2-4 juta unit IV terbagi setiap 4 jam)

merupakan lini pertama pengobatan angina Ludwig. Namun, dengan meningkatnya

prevalensi produksi beta-laktamase terutama pada Bacteroides sp, penambahan

metronidazole, clindamycin, cefoxitin, piperacilin-tazobactam, amoxicillin-

clavulanate harus dipertimbangkan. Kultur darah dapat membantu mengoptimalkan

regimen terapi. (20)

Selain itu, dilakukan pula eksplorasi dengan tujuan dekompresi (mengurangi

ketegangan) dan evaluasi pus, di mana pada umumnya angina Ludwig jarang terdapat

pus atau jaringan nekrosis. Eksplorasi lebih dalam dapat dilakukan memakai cunam

tumpul. Jika terbentuk nanah, dilakukan insisi dan drainase. Insisi dilakukan di garis

tengah secara horisontal setinggi os hyoid (3-4 jari di bawah mandibula). Insisi

dilakukan di bawah dan paralel dengan corpus mandibula melalui fascia dalam

sampai kedalaman kelenjar submaksila. Insisi vertikal tambahan dapat dibuat di atas

Terapi abses pada THT- koass THT RSUD Karawang 28

Page 29: terapi abses

os hyoid sampai batas bawah dagu. Jika gigi yang terinfeksi merupakan fokal infeksi

dari penyakit ini, maka gigi tersebut harus diekstraksi untuk mencegah kekambuhan.

Pasien di rawat inap sampai infeksi reda.

Gambar 12. Kondisi pasien post-trakeostomi namun masih

membutuhkan drainase abses. Tampak depan dan samping menunjukkan

pembengkakkan submandibular dan sublingual.

Gambar 13. Kondisi pasien 3 hari post-operasi, memperlihatkan

drainase submandibula bilateral dan occluded tracheostomy tube.Terapi abses pada THT- koass THT RSUD Karawang 29

Page 30: terapi abses

Komplikasi

Angina Ludwig merupakan selulitis bilateral dari ruang submandibular yang

terdiri dari dua ruang yaitu ruang sublingual dan ruang submaksilar. Secara klinis,

kedua ruang ini berfungsi sebagai satu kesatuan karena adanya hubungan bebas serta

kesamaan dalam tanda dan gejala klinis. Celah buccopharingeal, yang dibentuk oleh

m. styloglossus melalui m. constrictor media dan superior, merupakan penghubung

antara ruang submandibular dengan ruang pharingeal lateral. Infeksi angina Ludwig

dapat menyebar secara langsung melalui celah buccopharingeal ini ke ruang

pharingeal lateral, di mana selulitis akan dengan cepat menjadi berbahaya serta

menimbulkan obstruksi jalan napas yang berat. (20) Akibat barrier anatomik yang

tidak dibatasi, infeksi dapat menyebar secara mudah ke jaringan leher, ruang fascia

retropharingeal, bahkan hingga mediastinum dan ruang subphrenik. Selain gejala

obstruksi jalan napas yang dapat terjadi tiba-tiba, komplikasi dari angina Ludwig

dapat berupa trombosis sinus kavernosus, aspirasi dari sekret yang terinfeksi, dan

pembentukan abses subphrenik. Komplikasi lebih lanjut yang telah dilaporkan

meliputi sepsis, mediastinitis, efusi perikardial/pleura, empiema, infeksi dari carotid

sheath yang mengakibatkan ruptur a. carotis, dan thrombophlebitis supuratif dari v.

jugularis interna. (20)

2. Abses citelli

Definisi

Abses Citelli merupakan salah satukomplikasi ekstra temporal dari otitismedia

supuratif. Komplikasi dapat terjadi akibat otitis media supuratif akut, tetapi biasanya

sekunder dari otitismedia supuratif kronik terutama tipe maligna. Abses Citelli adalah abses

subperiosteal yang menyebar melalu iaspek medial dari kavum mastoid ke dalam fosa

digastrikus dan merupakan perluasan dari infeksi pada mastoid. Lokalisasi penjebolan nanah

pada mastoiditis bergantung dari luasnya pneumatisasi.

Beberapa abses yang berhubungan dengan mastoiditis adalah abses retro-aurikuler,

abses zygomaticus, abses Bezold dan abses Luc. Absesretro-aurikuler yang paling sering

terjadi, sedangkan abses Citelli sampai saat ini insidennya belum diketahui Pada abses Citelli

pembengkakan terlihat di daerah digastric triangle dileher.

Lokasi penjebolan nanah tergantung dari letak pembengkakan. Bila penjebolan nanah

terjadi pada permukaan mastoid disebut abses subperiosteal, dan merupakan abses yang

Terapi abses pada THT- koass THT RSUD Karawang 30

Page 31: terapi abses

paling sering ditemukan. Bila di depan dan atas daun telinga disebut abses zigomatik, bila di

bawah ujung mastoid medial dari m.sternokleidomastoideus disebut abses Bezold, dan bila

pembengkakan terlihat di bagian dalam dari pars oseus meatus disebut abses meatal (Luc’s

abscess).

Penatalaksanaan

Prinsip penatalaksana anmastoiditis akut tanpa tanda-tanda abses adalah pemberian

antibiotik dan steroid dosis tinggi. Hasil kultur dan sensitivitas digunakan dalam pemilihan

jenis antibiotik. Sambil menunggu informasidari mikrobiologi, dapat digunakan antibiotik

berdasarkan prinsip berikut:

1. antibiotik harus cocok untuk strain bakteri yang paling sering menjadi

penyebab pada otitis media2

2. antibiotik harus dapat menembus sawar darah otak

3. pemilihan spektrum terapi harus mempertimbangkan adanya resistensi

beberapa obat terhadap Streptococcuspneumoniae (40-50%) resisten penisilin,

±25% resisten ceftriaxone.

4. Bila tidak ada tanda-tanda peredaan gejala nyeri dan panas tinggi dalam 36-48

jam setelah dimulainya terapi, dilakukan mastoidektomi.

5. Pada mastoiditis akut dengan tanda-tanda pembengkakan di sekitar telinga,

maka tindakan pertama adalah usaha pengeluaran nanah dari pembengkakan

tersebut. Pertama-tama, hendaknya dilakukan palpasi pada pembengkakan.

Bila teraba fluktuasi yang jelas, maka insisi dilakukan pada daerah tersebut.

Bila terdapat keraguan sebaiknya dilakukan fungsi aspirasi percobaan dengan

jarum yang besar, kemudian dilakukan aspirasi. Bila sesudah insisi tidak ada

tanda-tanda penurunan gejala nyeri dan panas, maka dilakukan mastoidektomi.

6. Antibiotik diberikan selama dua minggu.

7. Pengobatan lain adalah pemberian analgesik, antipiretik dan

antibiotiktopikal/kombinasi steroid.

3. Abses septum nasi

Definisi

Abses septum nasi adalah pus yang terkumpul di antara tulang rawan dengan

mukoperikondrium atau tulang septum dengan mukoperiosteum yang melapisinya.

Terapi abses pada THT- koass THT RSUD Karawang 31

Page 32: terapi abses

Kasus ini sangat jarang ditemukan sehingga sangat sedikit dibicarakan dalam berbagai

kepustakaan. Abses septum biasanya didahului oleh trauma hidung yang kadang-

kadang sangat ringan sehingga tidak dirasakan oleh penderita, akibatnya timbul

hematomaseptum yang bila terinfeksi akan menjadi abses. Pada umumnya, abses

septum nasi yang besar, terasa nyeri dan mukosa mengalami inflamasi dan ditutupi

oleh eksudat.

Abses septum dapat berakibat serius pada hidung oleh karena menyebabkan

nekrosis kartilago septum yang kemudian menjadi destruksi dan lambat laun menjadi

hidung pelana. Komplikasi yang sangat berbahaya berupa infeksi intrakranial

sehingga setiap abses septum nasi harus dianggap sebagai kasus emergensi yang

memerlukan penanganan yang tepat dansegera

Hematoma atau abses septum nasi harus dianggap sebagai kasus darurat dalam

bidang THT dan tindakan penanggulangannya harus segera dilakukan untuk

mencegah komplikasi.

Terapi

Penatalaksanaan abses septum nasi yang dianjurkan saat ini yaitu drainase ,

antibiotik parenteral dan rekonstruksi defek septum. Tujuan dari rekonstruksi adalah

untuk menyangga dorsum nasi, memelihara keutuhan dan ketebalan septum,

mencegah perforasi septum yang lebih besar dan mencegah obstruksi nasal akibat

deformitas. Insisi dan drainase abses septum nasi dapa tdilakukan dalam anestesi lokal

atau anestesi umum. Sebelum insisi terlebih dahulu dilakukan aspirasi abses dan

dikirim ke laboratorium untuk pemeriksaan kultur dan tes sensitifitas. Insisi

dilakukan 2 mm dari kaudal kartilagokira-kira perbatasan antara kulit dan mukosa

(hemitransfiksi) atau caudal septal incision (CSI) pada daerah sisi kiri septum nasi.

Septum nasi dibuka secara perlahan-lahan tanpa merusak mukosa. Jaringan granulasi,

debris dan kartilago yang nekrosis diangkat dengan menggunakan kuret dan suction.

Sebaiknya semua jaringan kartilago yang patologis diangkat. Dilakukan pemasangan

tampon anterior dan pemasangan salir untuk mencegah rekurensi. Drainase bilateral

merupakan kontraindikasi karena dapat menyebabkan perforasi septum nasi. Pada

abses bilateral atau nekrosis dari tulang rawan septum nasi dianjurkan untuk segera

melakukan eksplorasi dan rekonstruksi septum nasi dengan pemasangan implantulang

rawan.

Terapi abses pada THT- koass THT RSUD Karawang 32


Top Related