Download - Stroke Rspad
UNIVERSITAS INDONESIA
PENATALAKSANAAN PROGRAM OKUPASI TERAPI PADA
LAPORAN KASUS PRAKTIK KLINIK III
Oleh:
Restu Suwandari
1206281335
PRAKTIK KLINIK III PERIODE 3
PROGRAM STUDI OKUPASI TERAPI RUMPUN KESEHATAN
UNIVERSITAS INDONESIA
JAKARTA, 6 APRIL – 1 MEI 2015
LEMBAR PENGESAHAN
Telah diperiksa dengan seksama makalah “ ” kegiatan Praktik Klinik III Periode 3
Program Vokasi Rumpun Kesehatan Universitas Indonesia yang diselenggarakan 6
April –1 Mei 2015 di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto.
Disusun oleh:
Restu Suwandari 1206281335
Demikianlah Makalah Praktik Klinik III Periode 3 disetujui oleh pembimbing dan
instruktur mahasiswa, yaitu :
Jakarta , April 2015
Instruktur dan Pembimbing Mahasiswa Praktik Klinik III Periode 3
Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto.
Triono Hadi, AMd. OT, S.
NIP.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya
penulis dapat menyelesaikan makalah kasus yang berjudul “di Unit Rehabilitasi
Medik Rumah Sakit”.
Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas Praktek Klinik III Periode 3
Program Vokasi Rumpun Kesehatan Program Studi Okupasi Terapi Universitas
Indonesia
Melalui kesempatan yang berharga ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih
yang sebesar-besarnya pada semua pihak yang terlibat dalam pembuatan makalah ini.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan imbalan yang setimpal atas segala
bantuan yang telah diberikan.
Jakarta, April 2015
Penulis
DAFTAR ISILEMBAR PENGESAHAN..........................................................................................ii
KATA PENGANTAR.................................................................................................iii
BAB I............................................................................................................................5
PENDAHULUAN........................................................................................................5
I.1. Definisi...........................................................................................................5
I.2. Anatomi..........................................................................................................6
I.3. Klasifikasi.......................................................................................................8
I.4. Prevalensi......................................................................................................13
I.5. Patofisiologi..................................................................................................14
I.6. Etiologi.........................................................................................................14
I.7. Gejala klinis..................................................................................................15
I.8. Prognosis......................................................................................................16
I.9. Peran OT.......................................................................................................17
I.10. Kerangka Acuan...........................................................................................19
BAB II........................................................................................................................22
PEMBAHASAN.........................................................................................................22
II.1. Data Identitas Pasien....................................................................................22
II.3. Informasi Obyektif (O).................................................................................22
II.4. Assessment (A).............................................................................................23
II.5. Ringkasan Kasus...........................................................................................24
II.6. Prioritas Masalah..........................................................................................24
II.7. Program OT (P)............................................................................................24
BAB III.......................................................................................................................25
KESIMPULAN DAN SARAN..................................................................................25
III.1. Kesimpulan...................................................................................................25
III.2. Saran.............................................................................................................26
BAB I
PENDAHULUAN
Stroke atau Cerebral Vascular Accident (CVA) adalah penyakit neurologi
yang paling sering terjadi pada orang dewasa. Stroke merupakan kematian
jaringan pada otak yang mengakibatkan gangguan fungsi otak. Kerusakan
jaringan otak diakibatkan karena penyumbatan di otak (Iskemik) atau pecahnya
pembuluh darah di otak (Hemoragik), sehingga menyebabkan kematian jaringan
disekitarnya.
Stroke dapat menyebabkan gangguan yang akan timbul pada penderita
ketika terjadi kerusakan jaringan otak berbeda-beda, tergantung letak kerusakan
jaringan, seberapa luas jaringan yang rusak, dan lamanya waktu saat penderita
terserang sampai penderita mendapatkan pengobatan. Ketiga hal itu jugalah yang
nantinya akan mempengaruhi proses pemulihan bagi penderita.
I.1. Definisi
II.1.i Okupasi Terapi
Definisi Okupasi Terapi (OT) menurut Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2013 adalah bentuk pelayanan kesehatan
kepada pasien/klien dengan kelainan/kecacatan fisik dan/atau mental yang
mempunyai gangguan pada kinerja okupasional, dengan menggunakan
aktivitas bermakna (okupasi) untuk mengoptimalkan kemandirian individu
pada area aktivitas kehidupan sehari-hari, produktivitas, dan pemanfaatan
waktu luang. 1
Definisi Okupasi Terapi (OT) merupakan ilmu kesehatan berbasis client
centered yang berfokus pada promosi kesehatan dan kesejahteraan melalui
okupasi yang mempunyai tujuan utama untuk memungkinkan seseorang
berpartisipasi dalam aktivitas keseharian yang dicapai melalui kerjasama
dengan orang lain dan masyarakat untuk meningkatkan kemampuan
keikutsertaan okupasi yang diinginkan, dibutuhkan, atau diharapkan untuk
dilakukan, atau melalui modifikasi okupasi maupun lingkungan yang lebih
baik untuk mendukung mereka dalam keikutsertaan okupasional. 2
II.1.ii Stroke
Stroke atau Cerebral Vascular Accident (CVA) adalah penyakit
neurologi yang paling sering terjadi pada orang dewasa. Stroke adalah
disfungsi kompleks yang disebabkan oleh lesi pada otak. Hal ini
mengakibatkan terjadinya disfungsi upper motor neuron yang menghasilkan
hemiplegia atau paralisis pada salah satu sisi tubuh yang terdiri dari anggota
gerak, badan, dan kadang-kadang wajah dan struktur oral yang kontralateral
dari hemisfer otak yang terdapat lesi.3
WHO mendefinisikan stroke sebagai disfungsi neurologi akut yang
berasal dari peredaran darah...dengan gejala dan tanda yang berhubungan
dengan area lesi pada otak.4
Stroke ischemic adalah stroke terjadi karena adanya penurunan suplai
oksigen di dalam pembuluh darah di otak. Hal ini juga dapat mengakibatkan
kematian jaringan (infark).
Program .....menggunakan sendok garpu yang diberikan terapis adalah
program makan yang bertujuan untuk melatih pergerakan dan meningkatkan
kekuatan otot dari lengan dan tangan kiri pasien serta koordinasi tangan kanan
dan kiri pasien. Selain itu program ini juga bertujuan untuk melatih
kemandirian pasien dengan memberikan aktifitas simulasi makan kepada
pasien.
Program ... yang diberikan terapis kepada pasien berarti terapis
mengajarkan pasien cara memotong kuku kanan menggunakan tangan kirinya.
Program ini bertujuan untuk meningkatkan pergerakan tangan kiri juga untuk
melatih koordinasi motorik halus serta hand skill dari pasien itu sendiri.
I.2. Anatomi
Otak adalah bagian terpenting dalam tubuh manusia, otak menjadi pusat
kontrol dan pengendali tubuh. Otak manusia terdiri dari otak besar atau
(Cerebrum) dan otak kecil (Cerebellum).
Gambar 1.
Cerebrum merupakan bagian terbesar dari otak manusia dibagi menjadi 2
belahan yaitu Hemisfer kanan dan Hemisfer kiri, yang keduanya memiliki fungsi
yang berbeda-beda.
Gambar 2.
Otak besar memiliki 4 buah bagian yang disebut lobus, yang terdiri dari Lobus
Frontal, Lobus Parietal, LobusTemporal, dan Lobus Oksipitalis.
1. Lobus Oksipitalis, yang teletak disebelah posterior (di kepala belakang),
bertanggung jawab untuk pengolahan awal masukan pengelihatan. Sensasi
suara mula-mula diterima oleh
2. Lobus Temporalis, yang terletak disebelah lateral disisi kepala).
3. Lobus Parietalis bertanggung jawab untuk menerima dan megolah
masukan sensorik seperti sentuhan, tekanan, panas, dingin, dan nyeri dari
permukaan tubuh.
4. Lobus Frontalis terletak di korteks bagian depan, bertanggung jawab pada
3 daerah utama yaitu : Motorik voluntary, elaborasi pikiran, kemampuan
bicara.
Cerebellum merupakan bagian yang melekat pada bagian belakang atas
batang otak. Batang Otak merupakan daerah paling tua dan paling kecil di otak,
bersambungan dengan korda spinalis. Bagian ini mengontrol banyak proses untuk
mempertahankan hidup, misalnya bernafas, sirkulasi, dan pencernaan. Melekat ke
bagian atas-belakang dari batang otak adalah serebelum, yang berkenaan dengan
pemeliharaan posisi tubuh dalam ruang yang sesuai dan terkoordinasi bawah-
sadar aktivitas motorik (gerakan). Diatas batang otak, terselip di dalam interior
serebrum adalah diensefalon, yang mengandung dua komponen otak,
hipothalamus yang mengontrol banyak fungsi homeostasis yang penting untuk
mempertahankan stabilitas lingkungan internal, dan thalamus, yang melakukan
sebagian pengolahan sensorik primitive. Kemudian terdapat serebrum yang
merupakan bagian yang paling berkembang pada manusia, yang meliputi 80%
berat total otak. Lapisan luar serebrum yang memiliki banyak lekukan adalah
korteks serebrum. Korteks menutupi bagian tengah yang mengandung nukleus
basal. Korteks serebrum berperan penting dalam sebagian besar fungsi tercanggih
saraf, misalnya inisiasi voluntary gerakan, persepsi sensorik akhir, berpikir sadar,
bahasa, sifat kepribadian, dan faktor-faktor lain yang kita hubungkan dengan
pikiran atau intelektual.5
I.3. Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya stroke dibagi menjadi 2 macam, yaitu:
Tabel 1.
Iskemik
Hemoragi
StrokeEmbolik
TrombotikLacunar
Subarachnoid
Intraserebral
1. Iskemik
Stroke iskemik adalah tipe stroke yang paling sering terjadi, terhitung
sekitar 80% dari kasus stroke (Fulgham, 2004). Cerebral infark atau
kematian jaringan otak, dihasilkan ketika sirkulasi ke salah satu area otak
tersumbat. Stroke iskemik diklasifikasikan menjadi 3 tipe; stroke
trombotik, lacunar dan embolik.
a. Trombotik
Cerebral thrombosis terjadi ketika sebuah bentuk bekuan darah pada
salah satu arteri yang menyuplai darah ke otak menyebabkan
penyumbatan pada pembuluh darah. Ukuran dan lokasi infark
tergantung pada pembuluh yang tersumbat dan jumlah dari sirkulasi
kolateral. Thrombosis terjadi lebih sering pada pembuluh darah yang
telah rusak oleh atherosclerosis. Atherosclerosis adalah penyakit
degeneratif progresif pada dinding pembuluh darah, sebuah proses
patologi dari proses penuaan normal.
Gambar 3.
b. Lacunar/Penetrating Artery Disease
Lacunar stroke adalah infark kecil, biasanya terdapat pada struktur
otak dalam seperti ganglia basalis, thalamus, pons, kapsul internal,
dan deep white matter. Dalam beberapa bulan, onset dari lacunar
stroke adalah meninggalkan rongga (dalam bahasa Perancis: Lacune)
kecil.
Gambar 4.
c. Embolik
Embolik terjadi ketika bekuan darah yang telah terbentuk di suatu
tempat (thrombus) terpecah dan beredar pada aliran darah hingga
mencapai arteri yang terlalu kecil untuk dilaluinya dan menyumbat
arteri tersebut (Montaner et al,.2008)
Gambar 5.
2. Hemoragik
Gambar 6.
Sekitar 20% dari kasus stroke adalah stroke hemoragik (Amarenco, 2009)
yang disebabkan oleh ruptur didalam pembuluh darah atau aneurysme
yang mengakibatkan pendarahan didalam atau disekitar jaringan otak.
Aneurysme adalah pembengkakan atau tonjolan pada dinding arteri yang
mengakibatkan kelemahan dinding pembuluh; hal ini mengakibatkan
rentan akan ruptur (Mayo Clinic Staff, 2009). Ada dua tipe dari stroke
hemoragik, yaitu:
a. Intraserebral hemoragik
Intraserebral hemoragik menyebabkan pendarahan langsung didalam
otak dan memiliki presentase yang tinggi terhadap kematian akibat
stroke. (Feigin et al., 2009). Seringkali berhubungan dengan
hipertensi. Penyebab lainnya adalah abnormalitas pembuluh darah,
seperti AVM (Arteriovenous Malformations) atau aneurysme, atau
trauma. Darah dapat mengiritasi otak, menyebabkan pembengkakan
atau berubah bentuk menjadi massa yang disebut hematom. Di lain
kasus, terjadi peningkatan tekanan di dalam jaringan otak yang dapat
menghancurkan jaringan otak tersebut.
b. Subarachnoid hemoragik
Sekitar 95% kasus subarachnoid hemoragik disebabkan oleh
kebocoran darah dari aneurysm. Kombinasi dari faktor kongenital dan
degeneratif, biasanya terjadi pada cabang arteri yang dapat memicu
pembentukan aneurysm. Darah bisa menerobos titik lemah dari
aneurysm kapanpun karena kekuatan tekanan arteri dan menyebar
cepat di dalam otak.6
Kedua jenis stroke tersebut sama-sama mampu membuat seseorang memiliki
kecacatan permanen. Berdasarkan letak lesi maka didapatkan suatu gejala
untuk mengetahui hemisfer otak yang terkena, bila kerusakan terjadi di area
hemisfer kanan maka akan mengakibatkan kelumpuhan di sisi tubuh kiri,
begitu juga sebaliknya bila kerusakan terjadi di hemisfer kiri maka akan
mengakibatkan kelumpuhan di sisi kanan. Gangguan yang mungkin terjadi
antara lain:7
Hemiplegi Kanan Hemiplegi Kiri
1. Kesulitan komunikasi verbal
seperti global afasia
2. Berkurangnya penglihatan di sisi
kanan
3. Menurunnya kemampuan
matematika
4. Berkurangnya daya ingat
5. Kesulitan dalam identifikasi sisi
kanan atau kiri
6. Depresi
7. Gangguan dalam perencanaan
gerak
1. Kehilangan lapang pandang
sisi kiri
2. Distractable
3. Impulsive
4. Dressing apraxia
5. Kesulitan dalam aktivitas
crossing the midline
Berdasarkan gejala penyakitnya, stroke diklasifikasikan dalam 3 tipe:
1. Transient Ischemic Attack (TIA)
TIA disebabkan oleh penyumbatan sementara pada suplai darah ke otak.
Gejala yang muncul sangat cepat dan bertahan kurang dari 24 jam. 75%
dari TIA bertahan kurang dari 5 menit saja. Tanda dan gejala spesifik
tergantung area otak yang terkena, namun dapat meliputi: kebutaan
sekilas pada salah satu mata, hemiparese, hemiplegia, afasia, pusing, dan
penglihatan ganda. Penyakit arteri karotid, atau penyakit arteri bertebral
basilar dapat memicu TIA.
2. Stroke Kecil (RIND)
Pada beberapa kasus ada TIA yang bertahan lebih dari 24 jam. Jika TIA
bertahan 1 hari atau lebih namun kemudian pulih sempurna dengan defisit
neurologi minor, disebut stroke kecil. Stroke kecil yang dapat pulih
sempurna disebur reversible ischemic neurologic deficit (RIND). Satu
episode stroke kecil yang bertahan lebih dari 72 jam dengan
meninggalkan beberapa gangguan neurologi minor disebut partially
reversible ischemic neurologic deficit (PRIND).
3. Subclavian Steal Syndrome
Merupakan kejadian langka yang disebabkan oleh penyempitan arteri
subklavia dibawah klavikula. Gejala terjadi ketika lengan di sisi
pembuluh darah yang menyempit digerakkan. Biasanya pergerakan pada
lengan tersebut akan mengakibatkan pusing, mati rasa, dan kelemahan.
Pada sindrom ini darah “dicuri” dari otak dan sebaliknya dikirimkan ke
lengan yang digerakkan.
I.4. Prevalensi
Stroke adalah penyebab kematian utama urutan ketiga di Amerika Serikat
setelah penyakit jantung dan kanker (Chiuve et al., 2008). Diperkirakan 600.000-
700.000 orang di Amerika Serikat menderita satu episode stroke setiap tahunnya,
dan 4,5 juta penderita stroke masih hidup sampai saat ini. Sekitar 50-70% dari
penderita stroke mendapatkan kembali kemandirian fungsional setelah stroke; 15-
30% penderita stroke iskemik dan hemoragik yang bertahan menderita beberapa
disabilitas permanen.
Dari dua tipe stroke tersebut, stroke hemoragik lebih jarang terjadi (sekitar
20% dari penderita) dibandingkan dengan stroke iskemik yang terjadi pada sekitar
80% dari kasus. Stroke pada anak-anak terjadi sekitar 2,5 kasus per 100.000 anak
per tahun dibandingkan dengan 100 kasus per 100.000 dewasa per tahun (Lawlor
dan Leon,2005). Stroke pada anak lebih sering terjadi pada anak diatas usia 2
tahun. Efek stroke pada anak sama seperti efek yang dideskripsikan terjadi pada
orang dewasa, walaupun etiologi dari stroke pediatri sering tidak diketahui,
penyebab paling umum yang diketahui adalah kecacatan kongenital yang
mempengaruhi struktur jantung.
Di Indonesia stroke juga menduduki posisi ketiga setelah jantung dan
kanker. Sebanyak 28,5% penderita stroke meninggal dunia. Sisanya menderita
kelumpuhan sebagian maupun total. Hanya 15 % saja yang sembuh total dari
serangan stroke dan kecacatan
I.5. Patofisiologi
Otak memerlukan 15% dari curah jantung dan mengonsumsi 20% suplai
oksigen yang tersedia pada seluruh tubuh. Metabolism otak tidak terjadi tanpa
oksigen dan sangat bergantung pada glukosa untuk menyuplai kebutuhan operasi.
Ketika sebuah gangguan atau perdarahan terjadi selama 4-8 menit, kerusakan otak
secara permanen pun terjadi. Kerusakan otak secara permanen ini terjadi dengan
cepat karena neuron dari system saraf pusat tidak mampu beregenerasi.
Bagaimanapun, suplai darah juga terganggu secara bertahap, sirkulasi
kolateraldapat berkembang untuk mencukupi kebutuhan jaringan otak. Defisit
neurologi yang terjadi setelah serangan stroke berkaitan langsung pada luasnya
kematian neuron system saraf pusat. Kembali fungsionalnya individu dengan
stroke berkaitan dengan kembalinya sirkulasi yang memungkinkan neuron untuk
melanjutkan fungsi.8
Cerebral infark atau kematian jaringan otak, dihasilkan ketika sirkulasi ke
salah satu area otak tersumbat. Menyebabkan suplai darah dan oksigen ke otak
berhenti sehingga jaringan otak dengan cepat mengalami kematian.
I.6. Etiologi
Menurut Baughman, C Diane.dkk (2000) stroke biasanya di akibatkan dari
salah satu tempat kejadian, yaitu:
1. Trombosis (Bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher)
2. Embolisme serebral (Bekuan darah atau material lain yang di bawa ke otak
dari bagian otak atau dari bagian tubuh lain)
3. Isiansia (Penurunan aliran darah ke arah otak)
4. Hemoragik serebral (Pecahnya pembuluh darah serebral dengan perlahan ke
dalam jaringan otak atau ruang sekitar otak). Akibatnya adalah gangguan
suplai darah ke otak, menyebabkan kehilangan gerak, pikir, memori, bicara,
atau sensasi baik sementara atau permanen.
5. Hamil dan Melahirkan. kondisi yang disebut Baby Blues yang membuat
hormon adrenalin meningkat sehingga memicu tekanan darah, sehingga
memicu serangan stroke. Diketahui pula perubahan hormonal pada masa
akhir kehamilan juga memicu serangan stroke hemoragik.
Faktor yang menentukan timbulnya gejala stroke dikenal sebagai faktor resiko
stroke. Faktor resiko stroke ada yang dapat dikontrol dan ada yang tidak dapat
dikontrol.
Faktor resiko yang dapat dikontrol yaitu :
1. Hipertensi
2. Diabetes mellitus
3. Merokok
4. Penyakit jantung
5. Obesitas
6. Penyalahgunaan obat
7. Gaya hidup
Faktor resiko yang tidak dapat dikontrol yaitu:
1. Usia
2. Jenis kelamin
3. Herediter
4. Riwayat stroke sebelumnya
5. Faktor hormonal
I.7. Gejala klinis
The National Stroke Strategy for England (Department of Health, 2007)
memiliki cara untuk membuat individu semakin mengenal gejala-gejala stroke.
Mereka mempromosikan tentang “FAST”. Hal ini sangat penting, dengan adanya
tim asosiasi stroke diharapkan setiap orang dapat mengenali gejala stroke karena
stroke dapat terjadi dalam waktu yang cepat.
Facial Weakness : Bisakah orang tersebut tersenyum.
Arm Weakness : Dapatkah orang tersebut mengangkat tangannya.
Speech Problem : Dapatkah orang tersebut mengucap kata–kata dengan jelas
dan mengerti kata–kata yang kita sebutkan.
Time to Call 118 (*for Indonesian)
Sedangkan American Heart Association and National Stroke Association
mendistribusikan pamflet untuk membantu publik mengenali gejala awal pada
stroke.
1. Mati rasa dan kelemahan pada wajah, lengan, atau kaki terutama pada
salah satu sisi tubuh secara tiba-tiba.
2. Kebingungan, terdapat masalah pada berbicara dan memahami secara
tiba-tiba.
3. Terdapat masalah dalam melihat dengan salah satu atau kedua mata
secara tiba-tiba.
4. Masalah dalam berjalan, pusing, kehilangan keseimbangan dan
koordinasi secara tiba-tiba.
5. Sakit kepala berat dengan penyebab yang tidak diketahui secara tiba-tiba.
I.8. Prognosis
Stroke mengakibatkan kerusakan pada jaringan saraf yang menyebabkan
berbagai macam defisit neurologi berdasarkan lesi yang kehilangan suplai darah.
Jika terjadi kematian sel neuron, dianggap permanen dan tidak dapat diperbaiki
selama belum ditemukan cara meregenerasi sel saraf. Namun sistem saraf
memiliki level plastisitas yang tinggi, terutama selama masa awal perkembangan
dan perbedaan individual dalam koneksi neural dan perilaku yang dipelajari
memegang peran penting dalam masa perbaikan fungsional.
Secara umum prognosis masa perbaikan fungsi lebih baik pada pasien
muda karena otak yang muda lebih plastis atau karena pasien muda juga lebih
baik kondisi fisiknya.
Komplikasi sekunder penting utuk dipertimbangkan dalam masa perbaikan
dan rehabilitasi, kemungkinan komplikasi tersebut lebih melumpuhkan
dibandingkan stroke itu sendiri. Komplikasi komplikasi tersebut seperti depresi,
kejang, tromboembolik, subluksasi bahu, nyeri bahu, shoulder-hand syndrome,
tonus otot yang abnormal, dan reaksi asosiasi. Penderita stroke dengan sensasi
yang baik, spastisitas minimal, beberapa selektif motor kontrol, dan tidak ada
kontraktur akan membuat perubahan kemampuan fungsional yang paling baik.
Cerebral injuries pada hemisfer otak kiri (Boyd dan Winstein, 2003)
Stroke pada hemisfer otak kiri menghasilkan gejala berikut:
1. Kehilangan gerak sadar dan koordinasi pada muka, tubuh, dan ekstremitas
pada sisi kanan.
2. Terganggu pada sensasi, termasuk diskriminasi suhu, nyeri, dan
proprioceptive pada sisi kanan.
3. Defisit pada bahasa, disebut afasia dimana pasien tidak mampu bicara atau
memahami pembicaraan, penulisan, atau gesture.
4. Bermasalah pada artikulasi dalam berbicara yang disebabkan oleh
gangguan pada kontrol otot bibir, mulut, lidah dan pita suara (disartria).
5. Kelemahan pada lapang pandang biasanya pada sisi kanan.
6. Memiliki kepribadian yang lambat dan sangat berhati-hati.
7. Defisit memori pada kejadian lampau dan yang baru saja terjadi.
Cerebral injuries pada hemisfer otak kanan (Boyd dan Winstein, 2003)
Stroke pada hemisfer otak kanan menghasilkan gejala berikut:
1. Kelemahan (hemiparese) dan paralisis (hemiplegi) pada sisi kiri tubuh
(wajah, tubuh, dan ekstremitas).
2. Gangguan sensasi (sentuhan, nyeri, suhu, proprioceptif) pada sisi tubuh
bagian kiri.
3. Defisit spasial dan persepsi.
4. Unilateral neglect, dimana penderita stroke neglect pada sisi tubuh sebelah
kiri, atau lingkungan di sisi kirinya.
5. Dressing apraxia dimana penderita stroke tidak mampu menghubungkan
artikel tentang pakaian ke tubuhnya.
6. Kecacatan penglihatan pada sisi kiri lapang pandang, atau hemianopsia
homonim pada sisi kiri, dimana penderita stroke memiliki kecacatan pada
setiap mata (temporal pada setengah mata kiri, dan nasal pada setengah
mata kanan)
7. Perilaku impulsif, pergerakan cepat dan tidak tepat, serta error judging.
I.9. Peran OT
Peran okupasi terapi pada kasus stroke berdasarkan Occupational
Performance Component:
1. Motorik
a. Memperbaiki postur.
b. Mengembalikan kekuatan otot.
c. Mengembalikan lingkup gerak sendi.
d. Aktivitas fungsional.
e. Terapis mengajarkan pasien untuk menjaga sisi hemiparese dan
menghindari gerakan abnormal yang dapat menimbulkan deformitas
dan postur abnormal karena spastisitas.
2. Sensori
a. Manajemen nyeri: mengurangi rasa nyeri, menurunkan kecemasan
pasien, mengurangi risiko imobilisasi, dan membuat pasien memiliki
motivasi untuk memulai aktivitas.
b. Melatih keseimbangan pasien agar pasien memperbaiki kontol
postural yang dapat meningkatkan kemandirian pasien dalam
melakukan aktivitas sehari-hari.
3. Kognitif
Terapis mengajarkan pasien dalam transfer, ambulasi, mobilitas dengan
instruksi yang berulang dan menggunakan kata-kata yang sederhana.
4. Interpersonal dan Intrapersonal
a. Meningkatkan kemampuan pasien dalam berkomunikasi dan
sosialisasi dengan orang lain.
b. Edukasi kepada pasien untuk ikut dalam setiap aktivitas atau kegiatan
yang bersosialisasi ke orang lain, misalnya club stroke.
c. Memberikan motivasi kepada pasien untuk tetap bersemangat dan
mandiri selama beraktivitas.
d. Terapis memberikan aktivitas yang disukai pasien untuk mengatasi
stress dan depresi.
5. Self care
a. Edukasi dan latihan pada pasien tentang aktivitas perawatan diri.
b. Modifikasi alat, cara, lingkungan atau menggunakan alat bantu dan
penyederhanaan kerja jika pasien bermasalah dengan ketahanan.
c. ADL training (mobilitas, transfer, ambulasi, dll).
6. Produktivitas
a. Evaluasi kebutuhan kerja pasien dengan fungsi yang masih dimiliki
pasien.
b. Sarankan alternatif pekerjaan lain.
c. Lihat apakah masih ada kemungkinan untuk mengadaptasi atau
memodifikasi pekerjaan sesuai dengan fungsi yang masih dimiliki
pasien.
7. Leisure
a. Menentukan sebuah aktivitas waktu luang yang disenangi oleh pasien.
b. Membuat terapi kelompok.
I.10. Kerangka Acuan
II.10.i Neuro Developmental Treatment (NDT)
Menurut Bobath, hemiplegi dapat menyebabkan timbulnya gangguan
koordinasi, tonus abnormal dan hilangnya control postural disamping gerak
involunter yang lain yang tidak diharapkan. Gangguan-gangguan ini harus
dihilangkan dengan inhibisi dan fasilitasi (dengan handling, key point of control
dan reflex inhibiting pattern).
Beberapa istilah yang terdapat pada pendekatan Bobath :
1. Koordinasi abnormal
Pola aktifasi gerak yang urutanya menyimpang dari normal sehingga
menyebabkan tentang pola gerak streotipik yang tidak efisien.
2. Tonus abnormal
Tonus otot lebih tinggi (hipertonus) atau lebih rendah dari normal
(hipotonus).
3. Reaksi asosiasi
Perubahan yang tidak diharapkan (involunter) pada tonus otot dan dan
posisi anggota gerak hemiplegi menjadi tidak fungsional saat anggota
gerak yang sehat mengerjakan aktifitas perlu usaha yang keras.
4. Fasilitasi
Semua usaha baik manual maupun verbal yang digunakan untuk
meningkatkan kualitas gerak dari tonus otot yang lemah (hipotonus)
menjadi lebih normal. Fasilitasi dapat berupa weight bearing pada sisi
hemiplegik dan memberikan klien kesempatan untuk mengerjakan
aktivitasnya.
5. Inhibisi
Teknik manual dan positioning yang digunakan untuk mengurangi dan
menghilangkan pengaruh spastisitas dan atau reflek abnormal.
6. Handling
Cara memegang yang didisain untuk merubah tonus otot dan
menormalkan kualitas gerak dengan cara menyeimbangkan koordinasi
otot agonis, antagonis dan sinergi, inhibisi pola abnormal dan fasilitasi
respon otomatis.
7. Key point of control
Letak bagian tubuh yang digunakan untuk mengontrol gerak.
8. Reflex inhibiting pattern
Posisi yang berlawanan dari tarikan otot yang spastik, digunakan untuk
inhibisi tonus abnormal dan fasilitasi pola aktifasi otot lebih normal, serta
mencegah input abnormal.
Prinsip-prinsip Neuro Developmental Treatment adalah :
1. Treatment bertujuan untuk melatih kembali respon abnormal pada sisi
hemiplegi
2. Hindari aktifitas yang memperkuat respon gerak abnormal dan tonus
abnormal
3. Aktifitas yang digunakan harus memperkuat atau medorong timbulnya
pola gerak normal pada trunk dan ekstremitas.
4. Terapis membantu klien menggunakan kontrol motorik yang ada pada
sisi hemiplegi untuk occupational performance
5. Bila sisi hemipegi tidak kuat, terapis harus mengembangkan kompensasi
dan adaptasi yang dapat mendoorng menggunakan sisi hemiplegi dan
mengurangi timbulya gerak abnormal pada postur asimetrik.
6. Teknik normalisasi otot Proper positioning
Tidur : Miring pada sisi hemiplegi, miring pada sisi yang sehat,
terlentang
Duduk
Ajarkan weight bearing pada posisi duduk dengan lengan pronasi
disanggah meja. Pada posisi duduk dapat terjadi subluksasi shoulder
makin besar maka perlu diperhatikan. Subluksasi harus dikembalikan
dulu sebelum fasilitasi dan pertahankan posisi ini.
Weight bearing over the hemiplegic side
Weight bearing adalah aspek penting NDT untuk mempertahankan
kekuatan otot, normalitas tonus dan meingkatkan aktifitas otot..
Trunk rotation
Klien hemiplegi sering menunjukan pola blocklike dimana antara
shoulder girdle dan pelvic girdle seperti tidak terpisah. Untuk memutus
blocklike tersebut terapis mendesain aktifitas yang melibatkan gerakan
rotasi trunk.
BAB II
PEMBAHASAN
II.1. Data Identitas Pasien
Nama : Ny. P
Umur : Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat :
No. Registrasi :
Kiriman Dokter : dr.
Alasan Rujukan : ADL Training
Tanggal Pemeriksaan : 9 April 2015
Nama OT : Mahasiswi OT Restu Suwandari
II.2. Informasi Subjektif (S)
II.2.i Riwayat Penyakit Sekarang
II.2.ii Riwayat Penyakit Dahulu
II.2.iii Riwayat Penyakit Keluarga
II.2.iv Riwayat Sosial Ekonomi
II.2.v Harapan
.
II.3. Informasi Obyektif (O)
Gambaran Umum:
No. Tanggal Komponen Aset Limitasi
1.
April 2015
Tekanan darah 110/70 mmHg2. Nadi 92x / menit3. Hb 9,9 gr/dl4. RR 20x/Menit5. Riwayat
penyakitAsthma (+)Gastritis (+)Anemia (+)
6. GCS Skor : 15 (nilai tertinggi)
II.4. Assessment (A)
No. Tanggal Komponen Aset Limitasi
1.2.3.4.
5678910111213
AKS :
Productivity :
Pasien belum mampu bekerja.
Leisure :
II.5. Ringkasan Kasus
II.6. Prioritas Masalah
II.7. Program OT (P)
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
III.1. Kesimpulan
Stroke atau Cerebral Vascular Accident (CVA) adalah penyakit neurologi
yang paling sering terjadi pada orang dewasa. Stroke adalah disfungsi kompleks
yang disebabkan oleh lesi pada otak. Hal ini mengakibatkan terjadinya disfungsi
upper motor neuron yang menghasilkan hemiplegia atau paralisis pada salah satu
sisi tubuh, termasuk anggota gerak, badan, dan kadang-kadang wajah dan struktur
oral yang kontralateral dari hemisfer otak yang terdapat lesi.
Ny. N usia 86 tahun dengan diagnosa OCVD Stroke Hemiparese Sinistra,
datang ke unit OT RS Dr. Suyoto mengeluh ada kelemahan pada sisi tubuh
sebelah kirinya. LGS terbatas terutama pada shoulder dengan kekuatan otot UE
dan LE sinistra kesan rata-rata 3. Pasien sudah mulai mampu berjalan dengan
menggunakan tongkat, namun masih menyeret kaki dengan pola jalan hemiplegic
gait. Pasien mudah lelah namun mampu menyelesaikan aktifitas terapi dengan
istirahat yang cukup. Koordinasi motorik halus belum adekuat, masih kesulitan
makan dengan menggunakan dua tangan. ADL sebagian besar mandiri, namun
masih kesulitan terutama pada aktifitas makan dan mobilisasi. Aktifitas mandi
masih dibantu. Pasien sudah tidak bekerja.
Program yang diberikan kepada pasien adalah sebagai berikut:
1. Pasien mampu makan menggunakan sendok garpu secara mandiri.
2. Pasien mampu memotong kuku kanan dengan tangan kiri secara mandiri.
Menurut pengamatan yang telah dilakukan, perkembangan yang ditunjukkan oleh
pasien sudah baik. LGS masih terbatas namun koordinasi motorik sudah terlihat
walau masih belum adekuat, hand skill baik grasp dan pinch sudah ada namun
belum adekuat.
III.2. Saran
Untuk mendukung tercapainya tujuan proses terapi perlu adanya
kerjasama antara terapis, pasien, dan keluarga pasien.
Saran untuk terapis adalah:
1. Memberikan edukasi kepada pasien untuk mengulangi gerakan dan aktifitas
yang dilakukan oleh terapis dirumahnya.
2. Memberikan motivasi kepada pasien untuk rajin mengikuti kegiatan terapi.
3. Memberikan edukasi kepada pasien tentang konservasi energi dan
penyederhanaan kerja serta menjaga postur tubuh yang benar.
Saran untuk pasien adalah:
1. Mengulangi kembali gerakan dan aktifitas yang dilakukan saat sesi terapi di
rumah dengan petunjuk yang sudah diberitahukan oleh terapis.
2. Meminimalisasikan meminta bantuan orang lain saat masih bisa melakukan
sendiri aktifitas kehidupan sehari-hari.
3. Melakukan saran terapis dalam hal konservasi energi, penyederhanaan
kerja dan menjaga postur tubuh yang benar.
Saran untuk keluarga adalah:
1. Memberikan motivasi kepada pasien untuk selalu semangat dan rajin ikut
terapi.
2. Memberikan kesempatan kepada pasien untuk melakukan aktifitas
kehidupan sehari-hari dengan mandiri tanpa bantuan penuh.
3. Menciptakan kondisi lingkungan rumah yang aman, nyaman, dan kondusif
bagi pasien.
DAFTAR PUSTAKA
1. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pekerjaan dan Praktik Okupasi Terapis.
2. World Federation of Occupational Therapist Website.http://www.wfot.org/aboutus/aboutoccupationaltherapy/definitionofoccupationaltherapy.aspx . Diakses pada tanggal 25 Juni 2014 pukul 22.53 WIB.
3. Pedretti, Lorraine Williams, dkk. 1996. Occupational Therapy Practice Skills for Physical Dysfunction Fourth Edition. Mosby:United States.
4. Pedretti, Lorraine Williams, dkk. 2006. Occupational Therapy Practice Skills for Physical Dysfunction Sixth Edition. Mosby:United States
5. Wahyu, Genis Ginanjar. 2010.Stroke Hanya Menyerang Orang Tua?. B first:Yogyakarta
6. Atchison, Ben.J, dkk. 2012. Conditions in Occupational Therapy Fourth Edition. Wolters Kluwers:Philadelphia
7. Reed, Kathlyn L. 1991. Quick Refference to Occupational Therapy. Aspen Publisher:United States.
8. Conway-Rutkowski, Barbara Lang. 1982. Neurological and Neurosurgical Nursing 8th Edition. Mosby:United States