Transcript

PERSEPSI DOSEN AKUNTANSI DAN MAHASISWA AKUNTANSI TERHADAP KODE ETIK AKUNTAN

SKRIPSI

Oleh :

Nama : Dewi Sartika NPM : CIC002005

Pembimbing: Dr. Ridwan Nurazi, MSc. NIP. 131 843 045

UNIVERSITAS BENGKULU FAKULTAS EKONOMI JURUSAN AKUNTANSI

20061

Skripsi oleh Dewi Sartika ini Telah diperiksa dan disetujui untuk diuji

Bengkulu, 9 Oktober 2006

Pembimbing,

Dr. Ridwan Nurazi M.Sc. NIP 131 843 045

Mengetahui: Ketua Jurusan Akuntansi

Baihaqi, S.E.,M.Si.,Ak. NIP 132 233 184

2

MOTTO DAN PERSEMBAHAN Kegagalan adalah sebuah cara Allah kepada kita tentang arti kesungguhan. Percayalah, akan ada petunjuk-petunjuk Allah dalam setiap langkah kita menapaki jalan kehidupan ini. Saat kita telah percaya, maka petunjuk itu akan datang dengan tanpa disangka. Yakinlah apapun yang kita hadapi adalah bagian dari rangkaian kemuliaan yang sedang dipersiapkan-Nya untuk kita. Jangan putus asa, jangan lemah hati. Allah selalu bersama orang-orang yang sabar.

Skripsi ini kupersembahkan untuk:Bapak dan Ibuku tercinta, yang selalu memberikan doa serta dorongan baik secara moril dan materil. Tiada kata yang dapat melukiskan terima kasihku padamu. Tiada harga yang mampu membayar segala doa, kasih sayang dan pengorbananmu. Ayukku Dini dan Mas Arief, Adikku Tri, yang selalu memberiku semangat dan motivasi, terima kasih atas doa dan bantuannnya. Serta keponakkanku Gilda yang selalu menghiburku dengan senyumannya. Sahabatku Akt 02: Ria, Nelly, Athie, Iin, Elvi, Widya, Maya, Eva, dan Odank terima kasih atas kekompakkan dan kebersamaannya selama ini. Agamaku, almamaterku dan bangsaku.

3

JURUSAN AKUNTANSI

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS SKRIPSI Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa skripsi dengan judul: PERSEPSI DOSEN AKUNTANSI DAN MAHASISWA AKUNTANSI TERHADAP KODE ETIK AKUNTAN Yang diajukan untuk diuji pada tanggal 9 Oktober 2006, adalah hasil karya saya. Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin atau meniru dalam bentuk rangkaian kalimat atau simbol yang menunjukkan gagasan atau pendapat atau pemikiran dari penulis lain, yang saya akui seolah-olah sebagai tulisan saya sendiri, dan tidak terdapat bagian atau keseluruhan tulisan yang saya salin, tiru, atau yang saya ambil dari tulisan orang lain tanpa memberikan pengakuan pada penulis aslinya. Apabila saya melakukan hal tersebut di atas, baik sengaja maupun tidak, dengan ini saya menyatakan menarik skripsi yang saya ajukan sebagai hasil tulisan saya sendiri. Bila kemudian terbukti bahwa saya ternyata melakukan tindakan menyalin atau meniru tulisan orang lain seolah-olah hasil pemikiran saya sendiri, berarti gelar dan Ijazah yang telah diberikan oleh universitas batal saya terima.

Bengkulu, tanggal 9 Oktober 2006 Yang membuat pernyataan,

Dewi Sartika

4

Lecturers and Accounting Students Perception Accountant Codes Ethics By Dewi Sartika 1) Ridwan Nurazi 2) Abstract The object of this research was Accountant as lecturer and accounting students of Universities at Bengkulu City. This research investigated the differences perception between Accountant as lecturer and accounting students toward ethics codes of accountant. The references of implementation for variable indicator in ethics codes of accountant was instruments developed by Sihwahjoeni and Gudono (1999). This research used the references of ethics variable in acconting curriculum developed by Ludigdo and Machfoeds (2000). This research was explanatory research. The data collected by using questioner. The data was processed by using SPSS-12. The hypothesis was examined by using Independent Sample T-Test. The result of the research shows that there was differences perception between accountant as lecturer and accounting students toward ethics codes of accountant. Auditing is an ethical subject and most of respondents proposed ethics as particular subject. Keyword: Perception of accounting lecturers, accountant code of ethics.

1) Student 2) Supervisor

5

Persepsi Dosen Akuntansi Dan Mahasiswa Akuntansi Terhadap Kode Etik Akuntan Oleh Dewi Sartika 1) Ridwan Nurazi 2) Ringkasan Objek dari penelitian ini yaitu persepsi akuntan pendidik dan mahasiswa akuntansi yang berada pada perguruan tinggi negeri dan swasta di Kota Bengkulu. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan persepsi akuntan pendidik dan mahasiswa akuntansi terhadap kode etik akuntan Indikator variabel kode etik akuntan yang digunakan mengacu pada instrumen yang dikembangkan oleh Sihwahjoeni dan Gudono (2000). Penelitian ini juga menggunakan variabel muatan etika dalam kurikulum akuntansi yang mengacu pada instrumen yang dikembangkan oleh Ludigdo dan Machfoed (1999). Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian explanatory dengan pendekatan survei. Teknik pengumpulan data dengan menggunakan kuisioner yang disebarkan kepada responden yang telah dipilih sebagai sampel dalam penelitian ini. Semua data ini diolah menggunakan SPSS. Pengujian hipotesis penelitian dilakukan dengan menggunakan uji statistik yaitu Independent Sampel T-Test. Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa secara keseluruhan persepsi akuntan pendidik dan mahasiswa akuntansi memiliki perbedaan yang signifikan terhadap kode etik akuntan. Pendapat responden mengenai cakupan muatan etika dalam kurikulum akuntansi adalah mata kuliah Auditing sebagai mata kuliah yang mengandung muatan etika. Sebagian besar (83%) responden mengusulkan muatan etika dalam kurikulum akuntansi untuk diperluas dengan menyajikan secara terpisah sebagai mata kuliah tersendiri. Kata Kunci: Persepsi akuntan pendidik, mahasiswa akuntansi, kode etik akuntan. 1) Calon Sarjana Ekonomi (Akuntansi) 2) Dosen Pembimbing

6

KATA PENGANTAR Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi yang berjudul: Persepsi Dosen Akuntansi Dan Mahasiswa Akuntansi Terhadap Kode Etik Akuntan. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Akuntansi pada Fakultas Ekonomi Universitas Bengkulu. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada Bapak Ridwan Nurazi Ph.D selaku dosen pembimbing skripsi dan pembimbing akademik yang telah banyak memberikan saran, petunjuk, koreksi mulai dari penyusunan usulan proposal penelitian sampai terwujudnya skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada: 1. Ibu Muhartini Salim, SE, MM selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Bengkulu. 2. Bapak Baihaqi, SE, M.Si., Ak dan Ibu Halimatusyadiah, SE, M.Si., Ak selaku ketua dan sekretaris Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Bengkulu. 3. Ibu Sriwirdhamarnelly, SE.,MBM.,Ak dan Ibu Nurna Aziza, SE.,M.Si.,Ak sebagai tim penguji yang memberikan kritik dan saran dalam penyempurnaan skripsi ini.

7

4.

Dosen Dosen Akuntansi dan Mahasiswa Akuntansi yang telah bersedia menjadi responden dalam penelitian ini.

5. 6.

Teman SMU ku intan, ola, ira, eva, johan, adi, martin, riko,indra. Teman sekelompok KKN ku iin, dian, wika, kak kris, nedi, zahid, selamat ya akhirnya cita-cita kita tercapai.

7.

Rekan-rekan serta semua pihak yang telah memberikan andil terhadap penyelesaian skripsi ini. Semoga bantuan-bantuan yang telah diberikan kepada penulis dibalas

hendaknya oleh Allah SWT, dengan pahala yang berlipat ganda dan semoga Allah selalu melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua. Akhirnya dengan segala kerendahan hati penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan. Untuk itu penulis mengharapkan kritikan dan saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini, semoga bermanfaat bagi kita.

Bengkulu, 9 Oktober 2006

Penulis

8

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.................................................................................. HALAMAN PERSETUJUAN.................................................................. HALAMAN PENGESAHAN.................................................................... HALAMAN PERSEMBAHAN DAN MOTTO ...................................... PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS ...................................... ABSTRACT .............................................................................................. RINGKASAN ........................................................................................... KATA PENGANTAR .............................................................................. DAFTAR ISI ............................................................................................. DAFTAR TABEL ..................................................................................... DAFTAR GAMBAR ............................................................................... DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................

i ii iii iv v vi vii viii xi xiii xiv xv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ............................................................................. 1.2 Rumusan Masalah ........................................................................ 1.3 Tujuan Penelitian ......................................................................... 1.4 Manfaat Penelitian ........................................................................

1 7 7 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Persepsi ........................................................................... 2.2 Konsep Dosen Akuntansi............................................................... 2.3 Konsep Etika dan Profesional ...................................................... 2.4 Konsep Kode Etik ........................................................................ 2.5 Konsep Kode Etik Akuntan .......................................................... 2.6 Hipotesis ......................................................................................

9 10 10 12 14 21

BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ............................................................................. 3.2 Populasi dan Sampel Penelitian ................................................... 3.3 Metode Pengumpulan Data .......................................................... 3.4 Definisi Operasional .................................................................... 3.5 Pengukuran Variabel .................................................................... 3.6 Teknik Analisis Data ................................................................... 3.6.1 Uji Validitas.......................................................................... 3.6.2 Uji Reliabilitas ................................................................... 3.6.3 Uji Hipotesis ......................................................................

23 23 24 25 25 26 26 27 27

9

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Responden .................................................................... 4.2 Deskripsi Variabel ........................................................................ 4.3 Hasil Pengujian Kualitas Data ..................................................... 4.3.1 Uji Validitas ....................................................................... 4.3.1 Uji Reliabilitas ................................................................... 4.4 Hasil Pengujian Hipotesis ............................................................ 4.5 Pembahasan ................................................................................. 4.6 Deskriptif Mengenai Cakupan Muatan Etika ...............................

28 32 33 33 33 34 33 38

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan .................................................................................. 5.2 Implikasi Hasil Penelitian ............................................................ 5.3 Keterbatasan Penelitian .............................................................. 5.4 Rekomendasi Untuk Penelitian ....................................................

41 42 42 43

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. LAMPIRAN-LAMPIRAN .....................................................................

44 46

10

DAFTAR TABEL Tabel 4.1 Deskripsi Kuesioner Responden Akuntan Pendidik .................... 27

Tabel 4.2 Deskripsi Kuesioner Responden Mahasiswa Akuntansi ................ 27 Tabel 4.3 Data Responden Berdasarkan Pengalaman Kerja ........................ 28 Tabel 4.4 Data Responden Berdasarkan Jenjang Pendidikan ..........................29 Tabel 4.5 Data Responden Berdasarkan Tahun Angkatan ............................ 29 Tabel 4.6 Statistik Deskriptif Jawaban Responden ........................................ 30 Tabel 4.7 Hasil Pengujian Validitas Data ....................................................... 31 Tabel 4.8 Hasil Pengujian Reliabilitas Data ................................................... 32 Tabel 4.9 Hasil Pengujian Berdasarkan Independent Sample T-Test ............ 32 Tabel 4.10 Jumlah Pendapat Responden Mengenai Mata Kuliah Yang Telah Mencakup Muatan Etika ................................................................ 35 Tabel 4.11 Alternatif Jawaban Responden Atas Belum Cukupnya Muatan Etik Dalam Kurikulum Akuntansi ...................................................................... 35

11

DAFTAR GAMBAR Gambar 1.1 Rerangka Kode Etik IAI 18

12

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Lampiran 2 Lampiran 3 Lampiran 4 Lampiran 5 Lampiran 6 Kuesioner Penelitian Kode Etik Akuntan Kompartemen Akuntan Publik Uji Validitas Uji Reliabilitas Uji Independent Sampel T-Test

13

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semua akuntan wajib bertanggungjawab untuk menjaga citra profesinya. Secara profesional, dalam tindakan kesehariannya, akuntan harus secara konsisten menjaga reputasi profesi dan menghindari tindakan yang merendahkan martabat profesi. Akuntan dalam segala tindakannya diharapkan selalu mempertimbangkan diri pada etika profesi serta bertanggung jawab sebagai profesional.

Pengembangan dan kesadaran etika atau moral berperan dalam semua area profesi akuntan (Muawanah dan Indriantoro,2002 dalam Nugrahaningsih, 2005). Dalam melaksanakan profesinya, seorang akuntan sangat dipengaruhi dengan etika profesi yang merupakan karakteristik yang berfungsi mengatur tingkah laku para anggotanya (Boyton,1996 dalam Suharjo dan Mardiasmo, 2002). Oleh karena itu dalam memberikan jasa profesional, akuntan diharapkan selalu bertindak tegas dan jujur (Khomsiyah dan Indriantoro,1997 dalam Sihwahjoeni dan Gudono, 1999). Seorang akuntan harus mematuhi standar profesional dan teknis yang relevan. Menurut Purnamasari (2002) profesi akuntan bertanggung jawab atas kepercayaan dari masyarakat berupa tanggung jawab moral dan tanggung jawab profesional. Tanggung jawab moral ini berupa kompetensi dan objektivitas profesi akuntan. Sedangkan tanggung jawab profesional berupa tanggung jawab akuntan terhadap asosiasi profesi yang berdasarkan standar profesi yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). Hal ini sesuai dengan Pasal 1 ayat 2 Kode Etik IAI bahwa : Setiap anggota

14

harus mempertahankan integritas dan objektivitas dalam melaksanakan tugasnya. Seorang profesional harus mampu bersikap adil dan tidak mengikuti prasangka atau pengaruh pihak lain yang melanggar prinsip objektivitas. Pelanggaran akuntan lebih mengarah kepada pelanggaran etika. Seperti akuntan yang melakukan rekayasa terhadap laporan auditnya. Hal ini dapat terjadi karena seorang akuntan mengabaikan standar profesi akuntan disebut juga dengan Kode Etik Akuntan. Kode etik akuntan merupakan panduan dan aturan bagi seluruh anggota IAI, baik yang berpraktik sebagai akuntan publik, bekerja di lingkungan dunia usaha, instansi pemerintah maupun di lingkungan dunia pendidikan dalam pemenuhan tanggung jawab profesionalnya (Sihwahjoeni dan Gudono, 1999). Alasan diperlukannya kode etik sebagai standar perilaku profesional tertinggi pada profesi akuntan adalah kebutuhan akan kepercayaan publik terhadap kualitas jasa yang diberikan profesi akuntan. Kepercayaan masyarakat terhadap kualitas jasa profesional akuntan akan meningkat jika profesi akuntan mewujudkan standar yang tinggi. Menurut Sasongko (1999) profesi akuntan memiliki tujuan untuk memenuhi tanggung jawabnya dengan standar profesionalisme yang tinggi, mencapai tingkat kinerja yang tinggi, dengan orientasi kepada kepentingan publik. Untuk mencapai tujuan tersebut terdapat empat hal yang harus dipenuhi yaitu : kredibilitas, profesionalisme, kualitas jasa dan kepercayaan. Adanya kode etik akuntan, diharapkan setiap profesi akuntan dapat melaksanakan pekerjaannya sesuai dengan standar-standar yang telah ditetapkan. Setiap anggota profesi akuntan wajib menaati kode etik akuntan sebagai wujud

15

kontraprestasi atas kepercayaan masyarakat. Jika terjadi penyimpangan dari kode etik, perilaku akuntan harus dipertanggungjawabkan kepada Badan Pengawas Profesi Akuntan Publik atau Dewan Pertimbangan Profesi IAI (Arens and Loebbecke, 1991). Beberapa hasil penelitian terdahulu baik dari dalam maupun dari luar negeri seperti penelitian oleh Desriani (1993) dalam Wulandari dan Sularso (2002) tentang persepsi akuntan publik terhadap kode etik akuntan Indonesia menyimpulkan bahwa adanya perbedaan persepsi yang signifikan antara kelompok akuntan publik. Penelitian sejenis dilakukan oleh Ludigdo dan Machfoedz (1999) mengenai persepsi akuntan dan mahasiswa terhadap etika bisnis. Penelitian oleh Ludigdo dan Machfoedz (1999) tersebut terdiri dari dua bagian, pertama, mengenai persepsi akuntan dan mahasiswa terhadap etika bisnis dan yang kedua mengenai cakupan muatan etika dalam kurikulum pendidikan tinggi akuntansi. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa adanya perbedaan yang signifikan di antara persepsi akuntan dan Mahasiswa Akuntansi. Penelitian oleh Sihwahjoeni dan Gudono (2000) yang meneliti mengenai persepsi dari tujuh kelompok akuntan publik, akuntan pendidik, akuntan pendidik sekaligus akuntan publik, akuntan manajemen, akuntan pendidik sekaligus akuntan manajemen, akuntan pemerintahan, akuntan pendidik sekaligus akuntan pemerintahan, mengenai kode etik akuntan menyimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan persepsi yang signifikan di antara ketujuh kelompok akuntan tersebut terhadap kode etik akutan. Di antara kelompok profesi akuntan tersebut mempunyai persepsi yang sama positifnya terhadap kode etik akuntan.

16

Penelitian oleh Dania (2001) dalam Winarna dan Retnowati (2003) mengenai pengaruh pendidikan etika profesi akuntan terhadap persepsi Mahasiswa Akuntansi tentang kode etik akuntan Indonesia yang menunjukkan bahwa adanya perbedaan yang signifikan mengenai kode etik akuntan antara Mahasiswa Akuntansi yang belum dengan yang sudah memperoleh pendidikan etika profesi akuntan. Dania (2001) dalam Winarna dan Retnowati (2003) juga menyimpulkan bahwa mata kuliah Auditing sangat berpengaruh terhadap persepsi Mahasiswa Akuntansi tentang kode etik akuntan. Penelitian oleh Purnamasari (2002) tentang persepsi akuntan dan Mahasiswa Akuntansi terhadap kode etik akuntan Indonesia yang menyimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan diantara responden tersebut terhadap kode etik akuntan Indonesia. Penelitian oleh Wulandari dan Sularso (2002) yang meneliti persepsi akuntan pendidik dan Mahasiswa Akuntansi terhadap Kode Etik Akuntan Indonesia menunjukkan terdapat perbedaan persepsi yang signifikan antara akuntan pendidik dan Mahasiswa Akuntansi. Akuntan pendidik mempunyai persepsi yang lebih baik terhadap kode etik akuntan dibandingkan dengan Mahasiswa Akuntansi. Penelitian yang dilakukan oleh Nengah dan Pradana (2003) mengenai persepsi akuntan dan Mahasiswa Akuntansi di Bali terhadap etika bisnis menyimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara akuntan dan Mahasiswa Akuntansi di Bali terhadap etika bisnis. Mahasiswa memiliki persepsi yang lebih bak dibanding akuntan. Selain perbedaan itu, juga terdapat perbedaan

17

yang signifikan antara persepsi mahasiswa tingkat pertama dengan mahasiswa tingkat akhir terhadap etika bisnis. Penelitian oleh Hiltebeitel dan Jones (1992) dalam Wulandari dan Sularso (2002) yang menelii tentang penilaian instruksi etis dalam pendidikan akuntansi yang menunjukkan bahwa pengambilan keputusan etis dipengaruhi oleh pengintegrasian etika ke dalam mata kuliah yang diajarkan. Penelitian oleh Stevens et. al., (1993) dalam Winarna dan Retnowati (2003) mengenai perbandingan evaluasi etis staf pengajar dan mahasiswa sekolah bisnis menyimpulkan bahwa mahasiswa senior lebih berorientasi etis dibanding

freshmen (mahasiswa baru). Dosen lebih cenderung berorientasi etis dibanding mahasiswa. Penelitan oleh OClok dan Okleshen (1993) dalam Winarna dan Retnowati (2003) yang meneliti persepsi dan perilaku etis mehasiswa bisnis dan teknik dari tiga universitas di Midwestern menyatakan bahwa mahasiswa teknik lebih sensitif dibanding mahasiswa bisnis dan kedua kelompok tersebut lebih etis daripada kelompok lain dalam keyakinan tindakan. Penelitian oleh Glen dan Van Loo (1993) dalam Winarna dan Retnowati (2003) yang meneliti tentang perbandingan keputusan dan sikap etis antara mahasiswa bisnis dengan praktisi menyimpulkan bahwa mahasiswa bisnis memiliki kepekaan etis yang lebih rendah dibanding praktisi dalam sikap dan pengambilan keputusan bisnis. Penelitian oleh Ward et. al., (1993) dalam Sihwahjoeni dan Gudono (1999) mengenai kemampuan CPA mengenali dan menilai situasi etis dan tidak etis menyimpulkan bahwa CPA dapat membedakan perilaku etis dan tidak etis.

18

Berdasarkan argumen di atas, maka peneliti mereplikasi penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Wulandari dan Sularso (2002). Di mana penelitian sebelumnya melakukan penelitian pada akuntan pendidik dan Mahasiswa Akuntansi yang berada di Surakarta. Penelitian ini menguji kembali apakah dengan menggunakan teori dan sampel yang sama, tetapi lokasi dan instrumen penelitian yang berbeda akan memberikan hasil yang sama dengan penelitian sebelumnya. Penelitian ini menggunakan sampel, Dosen Akuntansi dan Mahasiswa Akuntansi yang berada di Kota Bengkulu. Jika penelitian sebelumnya menggunakan prinsip etika profesi akuntan sebagai instrumen penelitian, penelitian ini menambah instrumen penelitian dengan menggunakan pernyataan mengenai pelaksanaan, penafsiran dan penyempurnaan kode etik akuntan. Pelanggaran etika tidak akan terjadi jika setiap akuntan memiliki pengetahuan, pemahaman dan kemauan untuk menerapkan nilai-nilai moral dan etika dalam pelaksanaan pekerjaannya (Ludigdo dan Machfoedz, 1999 dalam Wulandari dan Sularso, 2002). Pendidikan akuntansi berpengaruh terhadap etika akuntan (Khomsiyah dan Indriantoro, 1997 dalam Wulandari dan Sularso, 2002). Penurunan praktik etika terjadi dalam profesi akuntan dikarenakan sistem pendidikan akuntansi yang mengajarkan materi etika dalam intensitasnya masih sangat sedikit (Adnan dalam Wulandari dan Sularso, 2002). Irsan (1998) dalam Chrismastuti (2004) berpendapat bahwa untuk menciptakan akuntan yang beretika dan profesional tidak cukup dengan menyediakan perangkat organisasi saja. Usaha yang paling mendasar untuk mempersiapkan seseorang menjadi akuntan yaitu pada waktu pendidikan dimana

19

etika seharusnya diberikan. Oleh karena itu, Dosen Akuntansi dijadikan sampel dalam penelitian ini. Dosen Akuntansi merupakan salah satu bagian dari profesi akuntan, memiliki peranan yang cukup besar dalam membentuk sikap dan

perilaku etis calon akuntan. Penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui seberapa banyak muatan etika dalam kurikulum pendidikan tinggi akuntansi, karena materi etika tidak hanya bertanggung jawab untuk pengetahuan bisnis dan akuntansi tetapi juga bertanggung jawab mendidik mahasiswa agar memiliki kepribadian yang utuh sebagai akuntan. Dilaksanakannya pendidikan etika dalam pendidikan tinggi

akuntansi agar akuntan praktisi diseluruh bidang akuntansi dapat memahami standar etika dalam akuntansi beserta pelaksanaannya dan dapat menerapkannya dalan dunia kerja (Loeb, 1988 dalam Wulandari dan Sularso, 2002). 1. 2 Rumusan masalah Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Apakah terdapat perbedaan persepsi antara Dosen Akuntansi dan Mahasiswa Akuntansi terhadap kode etik akuntan? 2. Seberapa banyakkah muatan etika dalam kurikulum pendidikan tinggi akuntansi? 1.3 Tujuan penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan persepsi antara Dosen Akuntansi dan Mahasiswa Akuntansi yang

berada di Perguruan Tinggi Negeri dan Perguruan Tinggi Swasta di Kota

20

Bengkulu terhadap Kode Etik Akuntan. Serta untuk mengetahui seberapa banyak cakupan materi etika dalam kurikulum perguruan tinggi akuntansi. 1.4 Manfaat penelitian Bagi Mahasiswa Akuntansi diharapkan dapat memahami kode etik akuntan apabila nanti berprofesi sebagai akuntan. Bagi pemakai jasa profesi, dapat meningkatkan kepercayaan mereka terhadap profesi akuntan sebagaimana yang mereka harapkan. Bagi IAI untuk mengetahui seberapa jauh kode etik telah diterapkan oleh profesi akuntan sehingga secara umum dapat diketahui perilaku akuntan dan dapat memberikan citra profesi yang baik serta kemahiran profesionalnya dalam memberikan jasa kepada masyarakat. Bagi akademis dan pihak-pihak lain sebagai masukan dalam mendiskusikan dan meneliti masalah kode etik akuntan .

21

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Persepsi Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995) persepsi adalah tanggapan langsung dari sesuatu atau proses seseorang untuk mengetahui beberapa hal melalui panca inderanya. Dalam arti yang luas, persepsi merupakan suatu proses yang melibatkan pengetahuan-pengetahuan sebelumnya dalam memperoleh dan menginterpretasikan stimulus yang ditunjukan indra kita (Marlin, 1998 dalam Wahyudin, 2003). Menurut (Retnowati, 2003 dalam Nugrahaningsih, 2005) persepsi mencakup penerimaan, pengorganisasian dan penafsiran stimulus yang telah diorganisasi dengan cara yang dapat mempengaruhi perilaku dan sikap. Gibson dalam Nugrahaningsih (2005) menyatakan ada beberapa faktor penting khusus yang menyebabkan perbedaan individual dalam berperilaku yaitu persepsi, sikap, kepribadian dan belajar. Melalui pemahaman persepsi individu, seseorang dapat meramalkan bagaimana perilaku individu itu didasarkan pada persepsi mereka mengenai apa realita itu, bukan mengenai apa realita itu sendiri. Jadi persepsi dapat diartikan sebagai proses kognitif yang dialami oleh setiap orang dalam memahami setiap informasi tentang lingkungannya melalui panca inderanya. Agar individu dapat menyadari dan dapat membuat persepsi, ada beberapa syarat yang dipenuhi, yaitu: (1) adanya objek yang dipersepsikan (fisik), (2) alat indera/reseptor yaitu alat untuk menerima stimulus (fisiologis), (3) adanya

22

perhatian yang merupakan langkah pertama dalam mengadakan persepsi (Walgito, 1997 dalam Winarna dan Retnowati, 2003).

2. 2 Konsep Dosen Akuntansi Akuntan pendidik menurut Sugiri dan Riyono (2001) adalah profesi akuntan yang menghasilkan akuntan-akuntan baru yang berprofesional, selain mengajar akuntan pendidik ini melakukan pengabdian masyarakat dan penelitian di bidang Akuntansi. Definsi Dosen Akuntansi dalam penelitian ini merupakan lulusan S1 (strata 1) jurusan akuntansi yang mengajar pada perguruan tinggi negeri dan perguruan tinggi swasta di kota Bengkulu.

2. 3 Konsep Etika dan profesional Etika berasal dari bahasa Yunani yaitu ethos dan ethikos. Ethos berarti kebiasaan atau adaptasi dan ethikos berarti perasaan batin atau kecenderungan batin yang mendorong manusia dalam bertingkah laku (Sihwahjoeni dan Gudono,1999). Etika adalah ilmu yang mempelajari apa yang baik dan buruk. Menurut Keraf (1998) etika adalah sebuah refleksi kritis dan rasional mengenai nilai dan norma moral yang menentukan dan terwujud dalam sikap dan pola perilaku hidup manusia, baik secara pribadi maupun sebagai kelompok. Etika adalah norma atau standar perilaku yang memandu pilihan moral mengenai perilaku kita dan hubungan kita dengan orang lain. Etika sering disebut dengan kaidah etik masyarakat, jadi yang dimaksud dengan etika adalah pedoman, patokan, atau ukuran berperilaku yang tercipta

23

melalui konsesus atau kebiasaan yang didasarkan atas nilai baik dan buruk (Purnamasari, 2002). Jika etika ini dilanggar, maka sanksinya bersifat psikologik yaitu dikucilkan atau disingkirkan dari pergaulan masyarakat (Desriani, 1993) dalam Winarna dan Retnowati (2003). Menurut Arens dan Loebecke (1991) profesional adalah tanggung jawab untuk berperilaku yang lebih dari memenuhi tanggung jawab yang dibebankan kepadanya. Sedangkan menurut Salam (1996) profesional adalah seseorang yang hidup dengan mempraktekkan suatu keahlian tertentu atau terlibat dalam suatu kegiatan tertentu yang menuntut keahlian, sementara orang lain melakukan hal yang sama hanya sebagai hobi. Ada beberapa cara bagi profesi akuntan publik untuk berperilaku secara benar yaitu: memilik GAAS dan interpretasinya, pemeriksaan oleh akuntan publik, pengendalian mutu, SEC, pembagian kantor akuntan, memiliki kode etik jabatan, kewajiban hukum kantor Akuntan Publik dan pendidikan lanjutan (Mulyadi, 1999). Dalam konteks etika profesi, mengungkapkan bahwa etika profesional berkaitan dengan perilaku moral (Chua dkk dalam Sihwahjoeni dan Gudono, 1999). Persepsi etika dalam konteks penelitian ini yaitu : Tanggapan atau penerimaan seseorang terhadap suatu peristiwa moral tertentu melalui proses penentuan yang kompleks (dengan penyeimbangan pertimbangan sisi dalam dan sisi luar yang disifati oleh kombinasi unik dari pengalaman dan pembelajaran dari masing-masing individu), sehingga dapat memutuskan tentang apa yang harus dilakukannya dalam situasi tertentu.

24

Menurut Loeb (1988) dalam Wahyudin (1999) pendidikan etika pada pendidikan tinggi akuntansi memiliki tujuan yaitu Mengenalkan persoalan-persoalan dalam akuntansi yang memiliki implikasi etis. Menghubungkan pendidikan akuntansi kepada persoalan-persoalan moral. Mengembangkan kemampuan yang berkaitan dengan konflik etis. Mengembangkan kewajiban dan tanggung jawab secara moral. Menyusun tahapan untuk perubahan dalam perilaku etis. Belajar menghubungkan dengan ketidapastian profesi akuntansi. Mengoperasikan dan memahami sejarah dan komposisi seluruh aspek etika akuntansi dan hubungannya terhadap bidang umum dari etika.

2.4 Konsep Kode Etik. Kode etik adalah sistem norma, nilai dan aturan profesional tertulis yang secara tegas menyatakan apa yang benar dan baik dan apa yang tidak benar dan tidak baik bagi profesional. Kode etik menyatakan perbuatan apa yang benar atau salah, perbuatan apa yang harus dilakukan dan apa yang harus dihindari. Tujuan kode etik agar profesional memberikan jasa sebaik-baiknya kepada pemakai (Sasongko, 1999). Menurut Salam (1996), kode etik adalah batasan-batasan mengenai

pertanggung jawaban dan perilaku-perilaku yang diharapkan serta pertanggung jawaban dan perilaku-perilaku yang diwajibkan. Ketaatan tenaga profesional terhadap kode etik merupakan ketaatan naluriah yang telah bersatu dengan

25

pikiran, jiwa dan perilaku tenaga profesional. Jadi ketaatan itu terbentuk dari masing-masing orang bukan karena paksaan. Dengan demikian bila tenaga profesional melanggar kode etik nya sendiri maka profesinya akan rusak dan yang rugi adalah dirinya sediri. Kode etik sangat diperlukan untuk menyelamatkan reputasi dengan jalan menyediakan kriteria eksplisit yang dapat dipakai untuk mengatur perilaku para anggotanya, meningkatkan praktek secara lebih kompeten dan lebih bertanggung jawab oleh para anggotanya, serta untuk melindungi khalayak dari eksploitasi yang dilakukan oleh praktek-praktek yang tidak kompeten (Arens dan Loebbecke, 1991) Kode etik disusun oleh organisasi profesi sehingga masing-masing profesi memiliki kode etik sendiri. misalnya kode etik akuntan, dokter, guru, pustakawan dan pengacara. Pelanggaran kode etik tidak diadili oleh pengadilan, karena melanggar kode etik tidak selalu berarti melanggar hukum. Sebagai contoh untuk Ikatan Akuntan Indonesia terdapat Kode Etik Akuntan, bila seorang akuntan dianggap melanggar kode etik tersebut, maka dia akan diperiksa oleh Majelis Kode Etik Akuntan Indonesia, bukan oleh pengadilan. Kode etik harus didasari oleh empat aspek yaitu: 1. Profesional. Seseorang yang dipandang memiliki keahlian khusus baik dari segi pendidikan, serta kompetensi mengerjakan sesuatu. Untuk hal tersebut seseorang memperoleh penghargaan termasuk pembayaran yang sesuai. Misalnya: dokter mengobati orang sakit, pengacara ahli dalam bidang hukum. 2. Accountability. Kesanggupan seseorang untuk mempertanggungjawabkan apa pun yang dilakukannya berkaitan dengan profesi serta perannya sehingga ia dapat

26

dipercaya. Misalnya seorang akuntan yang mengerjakan laporan keuangan sebuah perusahaan. Ia harus dapat mempertanggungjawabkan hasil laporan yang dibuat sesuai dengan kondisi perusahaan yang sebernarnya. 3. Menjaga kerahasiaan. Sebuah kemampuan memelihara dengan bersikap hati-hati dalam memberikan informasi. Seorang profesional harus mampu menyeleksi hal-hal yang bisa diinformasikan kepada umum dan informasi yang perlu disimpan sebagai sebuah kerahasiaan. Hal ini dilakukan untuk menjaga reputasi sebuah perusahaan dan profesi yang dijabatnya. Misalnya, seorang konsultan merupakan orang kepercayaan sebuah perusahaan, maka ia harus menjaga informasi yang dimilikinya agar tidak sampai ke pihak yang tidak berkepentingan. 4. Independensi. Sikap netral, tidak memihak salah satu pihak, menyadari batasan-batasan dalam mengungkapkan sesuatu merupakan salah satu pertimbangan kode etik.

2. 5 Kode Etik Akuntan Kode etik akuntan merupakan norma perilaku yang mengatur hubungan antara akuntan dengan para klien, antara akuntan dengan sejawatnya dan profesi akuntan dengan masyarakat (Mulyadi, 1999). Kode etik akuntan dikeluarkan oleh IAI (Ikatan Akuntan Indonesia) merupakan organisasi profesi akuntan di Indonesia yang bebas dan tidak terkait pada perkumpulan apapun. IAI didirikan di Jakarta 29 September 1957 dengan tugas antara lain (Sasongko, 1999) :

27

Menetapkan standar kualitas. Mengembangkan dan menegakkan kode etik. Memelihara martabat dan kehormatan.. Membina moral dan integritas yang tinggi. Menciptakan kepercayaan atas hasil kerja akuntan. Wadah untuk konsultasi, komunikasi, koordinasi serta usaha-usaha bersama lain yang diperlukan. IAI menghasilkan beberapa produk yaitu: Standar Akuntansi Keuangan,

Standar Profesional Akuntan Publik, Kode Etik IAI, Publikasi di bidang Akuntansi, Hasil Penelitian Akuntansi, Akuntansi yang berorientasi pada mutu dan etika serta akuntan bersifat khusus misalnya Akuntan Bersetifikat Akuntan Publik (Sasongko, 1999). Kode etik akuntan Indonesia pertama kali disahkan pada kongres IAI tahun 1973. Kode etik akuntan telah beberapa kali mangalami perubahan yaitu pada kongres IAI tahun 1981, kongres IAI tahun 1986, kongres IAI tahun 1990, kongres IAI tahun 1994, dan kongres IAI tahun 1998. Kode etik IAI yang berlaku hingga sekarang yaitu Kode etik IAI pada kongres tahun 1998 (Wulandari dan Sularso, 2002). Kode etik IAI terdiri dari (1) prinsip etika, (2) aturan etika, (3) interpretasi aturan etika, (4) Tanya dan jawab (Mulyadi, 1999).

28

1. Prinsip etika Prinsip etika memberikan kerangka dasar bagi aturan etika, yang mengatur

pelaskanaan pemberian jasa profesional oleh anggota. Prinsip etika (Sasongko, 1999) terdiri dari : Tanggung jawab. Dalam melaksanakan tanggung jawab sebagai

profesional, akuntan harus menjalankan kepekaan profesional dan pertimbangan moral dalam semua aktivitas mereka. Kepentingan publik. Akuntan harus menerima kewajiban untuk bertindak yang mendahulukan kepentingan masyarakat, menghormati kepercayaan masyarakat, dan menunjukkan komitmen pada profesionalisme. Integritas. Untuk mempertahankan dan memperluas kepercayaan

masyarakat, akuntan harus melaksanakan semua tanggung jawab profesional dengan kepekaan integritas yang paling tinggi. Objektivitas. Akuntan harus mempertahankan objektivitas dan bebas dari pertentangan kepentingan dalam melaksanakan tanggung jawab profesional. Kompetensi. Akuntan harus mematuhi standar teknis dan etis profesi, berusaha keras untuk terus menerus meningkatkan kompetensi dan mutu jasa dan melaksanakan tanggung jawab profesional sesuai dengan kemampuan yang terbaik. Kerahasiaan. Seorang akuntan dalam praktek publik tidak dibenarkan mengungkapkan semua informasi rahasia klien tanpa izin khusus dari klien.

29

Perilaku profesional. Seorang akuntan harus bertindak dan berperilaku sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan. Standar teknis. Setiap akuntan harus menaati standar-standar yang telah ditetapkan dan interpretasi oleh lembaga-lembaga yang ditunjuk oleh dewan. 2. Aturan etika terdiri dari : Aturan-aturan yang berlaku dalam kode etik dirumuskan dan disahkan dalam kongres IAI yang melibatkan seluruh anggota IAI tanpa melihat

kenggotaan kompartemen anggota yang bersangkutan. Setelah tahun 1998, seluruh kompartemen IAI telah memiliki aturan etika masing-masing. Dengan demikian, kode etik IAI memiliki empat aturan etika kompartemen, yaitu: aturan etika kompartemen Akuntan Publik (KAP), kompartemen Akuntan Pendidik (KAPd), Kompartemen Akuntan Manajemen (KAM), Kompartemen Akuntan Sektor Publik (KASP). Aturan ini disahkan oleh rapat anggota kompartemen dan hanya mengikat anggota kompartemen yang bersangkutan (Winarna dan Retnowati, 2003). Aturan etika kompartemen Akuntan Publik terdiri dari: (1) aturan nomor 100 tentang independensi, integritas dan objektivitas, (2) aturan nomor 200 tentang standar umum dan prinsip akuntansi, (3) aturan nomor 300 tentang tanggung jawab kepada klien, (4) aturan 400 tentang tanggung jawab kepada rekan, (5) aturan nomor 500 tentang tanggung jawab dan praktik lain (Mulyadi, 1999).

30

3. Interpretasi aturan etika. Interpretasi aturan etika merupakan interpretasi yang dikeluarkan oleh Pengurus Kompartemen setelah memperhatikan tanggapan dari anggota dan pihak-pihak berkepentingan lainnya sebagai panduan dalam penerapan aturan etika, tanpa dimaksudkan untuk membatasi lingkup dan penerapannya (Winarna dan Retnowati, 2003). Interpretasi aturan etika terdiri dari: Informasi dalam praktek profesional. Fee profesional yang dapat merusak citra peofesi. Tanggung jawab kepada rekan seprofesi. Perbuatan dan perkataan yang mendiskreditkan profesi. Iklan dan promosi kegiataan. 4. Tanya dan Jawab Tanya dan jawab memberikan penjelasan atas setiap pertanyaan dari anggota Kompartemen tentang Aturan Etika beserta interpretasinya. Kode perilaku profesional menurut Arens dan Loebeckke (1991) terdiri dari : Prinsip-prinsip. Standar ideal dari perilaku etis yang dapat dicapai dalam terminology filosofi. Peraturan perilaku. Standar minimum perilaku etis yang ditetapkan sebagai peraturan khusus. Merupakan suatu keharusan. Interpretasi peraturan perilaku. Tidak merupakan keharusan tetapi para praktisi harus memahaminya. Ketetapan etis. Penjelasan dan jawaban yang diterbitkan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan peraturan perilaku yang diajukan oleh para praktisi

31

dan lainnya yang tertarik pada persyaratan etika. Tidak merupakan keharusan tetapi para praktisi harus memahaminya. Menurut Sasongko (1999) untuk mewujudkan tujuan profesi akuntansi, ada empat hal yang harus dipenuhi yaitu: 1. Kredibilitas, masyarakat membutuhkan kredibilitas informasi dan sistem informasi. 2. Profesionalisme, diperlukan individu yang dengan jelas dapat diidentifikasikan oleh pemakai jasa akuntan sebagai profesional dibidang akuntansi. 3. Kualitas jasa, terdapatnya keyakinan bahwa semua jasa yang diperoleh dari akuntan diberikan dengan standar kinerja yang tinggi. Kepercayaan, memberikan keyakinan kepada klien bahwa dalam menjalankan tugasnya seorang akuntan selalu berlandaskan pada etika profesional.

32

Gambar 1. Rerangka Kode Etik IAI (SPAP, 2001)

Tanggungjawab profesi Kepentingan umum Integritas Objektivitas Kompetensi dan kehati-hatian Profesional Kerahasiaan Perilaku profesional Standar teknis

PRINSIPIAI Pusat

IAI-KAP ATURA

100 Independensi, integritas, objektivitas

200 Standar umum, prinsip akuntansi

300 Tanggung jawab kepada klien

400 Tanggungjawab kepada rekan

500 Tanggungjawab dan praktek lain

INTERPRETASI ATURAN ETIKA

PENGURUS

IAI-KAP

TANYA DAN JAWAB

33

2. 6 Hipotesis Penelitian yang dilakukan oleh Widiastuti (2003) mengenai pengaruh perbedaan level hierarkis auditor terhadap kode etik akuntan IAI menunjukkan adanya persepsi yang positif terhadap kode etik akuntan. Hal ini didukung juga oleh penelitian yang dilakukan oleh Sihwahjoeni dan Gudono (1999) yang menunjukkan bahwa adanya kesamaan arah positif antara akuntan dan Mahasiswa Akuntansi terhadap kode etik akuntan. Hasil penelitian tersebut secara tidak langsung di dukung oleh penelitian yang dilakukan oleh OClock dan Okleshen (1993) dalam Winarna dan Retnowati (2003) yang menyimpulkan bahwa mahasiswa teknik lebih sensitif daripada mahasiswa bisnis, dalam hal keyakinan dan tindakan mahasiswa teknik dan mahasiswa bisnis merasa lebih etis daripada kelompok lainnya. Penelitian oleh Ward et. al (1993) dalam Sihwahjoeni dan Gudono (1999) menyimpulkan bahwa Certified Public Accountants (CPA) dapat membedakan perilaku etis dan tidak etis dalam derajat tertentu. Penelitian yang dilakukan oleh Desriani (1993) dalam Wulandari dan Sularso (2002) menyimpulkan bahwa terdapat perbedaan persepsi mengenai kode etik akuntan di antara akuntan publik dan Mahasiswa Akuntansi. Penelitian ini juga di dukung oleh penelitian yang dilakukan Purnamasari (2002), Wulandari dan Sularso (2002), dan Winarna dan Retnowati (2003). Secara tidak langsung penelitian tersebut di dukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Dania (2001) dalam Winarna dan Retnowati (2003) yang menyimpulkan bahwa pendidikan etika profesi akuntan berpengaruh terhadap

34

persepsi Mahasiswa Akuntansi mengenai kode etik akuntan. Mahasiswa yang belum dan yang sudah memperoleh pendidikan etika profesi akuntan memiliki perbedaan persepsi mengenai kode etik akuntan. Berdasarkan argumen di atas, maka peneliti mengajukan hipotesis sebagai berikut: Ho : Tidak terdapat perbedaan persepsi yang signifikan antara Dosen Akuntansi dan Mahasiswa Akuntansi terhadap kode etik akuntan. Ha : Terdapat perbedaan persepsi yang signifikan antara Dosen

Akuntansi dan Mahasiswa Akuntansi terhadap kode etik akuntan.

35

BAB III METODELOGI PENELITIAN

3.1

Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian explanatory yaitu penelitian atas

pengujian hipotesis yang bersifat menjelaskan (Santoso dan Tjiptono, 2001).

3.2 Populasi dan sampel penelitian Populasi merupakan sekelompok orang, kejadian atau segala sesuatu yang mempunyai karakteristik tertentu (Indriantoro, 2002). Populasi yang dijadikan dalam objek penelitian ini adalah Dosen Akuntansi dan Mahasiswa Akuntansi yang berada pada perguruan tinggi negeri dan perguruan tinggi swasta di kota Bengkulu. Sampel adalah bagian dari jumlah populasi (Kuncoro, 2003). Cara pengambilan sampel dilakukan dengan non probability sampling yaitu pengambilan sampel secara tidak acak. Pemilihan sampel pada penelitian ini dilakukan dengan cara purposive sampling yaitu metode pengumpulan informasi dari target-target tertentu atau tiap-tipe orang tertentu yang dapat memberikan informasi yang dibutuhkan. Sampel yang dipilih yaitu: (1) Dosen Akuntansi, merupakan lulusan minimal strata 1 (S1) jurusan akuntansi yang mengajar pada perguruan tinggi negeri dan perguruan tinggi swasta di Kota Bengkulu. (2) Mahasiswa Akuntansi, merupakan mahasiswa Jurusan Akuntansi pada perguruan tinggi negeri dan perguruan tinggi swasta di Kota Bengkulu yang

36

telah mengambil mata kuliah Auditing I karena pada mata kuliah ini materi etika profesi diperkenalkan. Responden dari perguruan tinggi negeri dalam penelitian ini adalah Dosen Akuntansi dan Mahasiswa Akuntansi yang ada di Universitas Bengkulu dan perguruan tinggi swasta adalah Dosen Akuntansi dan Mahasiswa Akuntansi yang berada pada Universitas Muhamadiyah Bengkulu (UMB) dan STIE Dehasen. Dalam menentukan jumlah sampel yang akan digunakan, maka peneliti menggunakan pedoman kasar (rules of thumb) yang dikemukan oleh Roscoe dalam Sularso (2003), yaitu: 1. Jumlah sampel yang tepat untuk penelitian adalah 30 10 tahun Total 1 9 1 11 UMB 0 14 0 14 STIE Dehasen 0 5 0 5 1 28 1 30 3% 94% 3% 100%

Pengalaman kerja

Total

Persentase

Sumber : Data primer diolah, 2006

Secara keseluruhan

hanya terdapat 1 orang Dosen Akuntansi yang

memiliki pekerjaan sampingan sebagai praktisi (akuntan intern atau akuntan pemerintah atau akuntan publik atau akuntan manajemen). Berdasarkan tabel 4.4 jenjang pendidikan tertinggi yang diraih oleh Dosen Akuntansi adalah 10 orang (33%) yang berpendidikan S1, 19 orang (64%) yang berpendidikan S2 dan 1 orang (3%) yang berpendidikan S3.

43

Tabel 4.4 Data Responden Berdasarkan Jenjang Pendidikan Dosen Akuntansi Jumlah 10 19 1 30 Persentase 33% 64% 3% 100%

Jenjang pendidikan S S1 S2 S3 Total

Sumber : Data primer diolah, 2006

Jumlah keseluruhan Mahasiswa Akuntansi 82 orang terdiri dari 49 orang angkatan 2003 dan 33 orang angkatan 2002. Pada Tabel 4.5 dapat dilihat jumlah Mahasiswa Akuntansi pada UNIB angkatan 2002 sebanyak 13 responden (26%) dan mahasiswa angkatan 2003 sebanyak 15 responden (46%). Pada UMB jumlah mahasiswa angkatan 2002 sebanyak 18 responden (37%) dan mahasiswa angkatan 2003 sebanyak 10 responden (30%). Pada STIE Dehasen jumlah Mahasiswa Akuntansi angkatan 2002 sebanyak 18 responden (37%) dan mahasiswa angkatan 2003 sebanyak 8 responden (24%). Tabel 4.5 Data Responden Berdasarkan Tahun Angkatan Mahasiswa Angkatan % 2002 UNIB 13 26% UMB 18 37% STIE Dehasen 18 37% Total 49 100% Sumber : Data primer diolah, 2006 Universitas Mahasiswa Angkatan % 2003 15 46% 10 30% 8 24% 33 100%

Total 28 28 26 82

Persentase 34% 34% 32% 100%

44

4.2 Deskripsi Variabel Untuk memberikan gambaran jawaban responden dari masing-masing variabel penelitian, dapat dilihat pada tabel statistik deskriptif dibawah ini :

Tabel 4. 6 Statistik Deskriptif Jawaban Responden Variabel Prinsip kode etik akuntan Pelaksanaan kode etik Penafsiran & penyempurnaan kode etik Kode Etik Sumber : Data primer diolah, 2006 N 112 112 112 112 Min 60 21 13 100 Max 77 29 20 124 Mean 69,18 25,25 16,59 111,02 Std Dvs 3,976 1,924 1,717 5,431

Berdasarkan tabel 4.6 di atas dapat kita lihat statistik deskriptif jawaban responden, skor minimum dan maximum jawaban responden untuk prinsip kode etik akuntan adalah sebesar 60 dan 77 dengan jawaban rata-rata responden sebesar 69,18 dan standar deviasi 3,976. Pernyataan pelaksanaan kode etik akuntan memiliki skor minimum dan maximum sebesar 21 dan 29 dengan rata-rata jawaban responden sebesar 25,25 dan standar deviasi sebesar 1,924. Pernyataan penafsiran dan penyempurnaan kode etik akuntan memiliki skor minimum dan maximum sebesar 13 dan 20 dengan rata-rata jawaban responden sebesar 16,59 dan standar deviasi sebesar 1,717. Untuk seluruh pernyataan mengenai kode etik akuntan memiliki skor minimum dan maximum sebesar 100 dan 124 dengan ratarata jawaban responden sebesar 111,02 dan standar deviasi sebesar 5,431.

45

4.3 Hasil Pengujian Kualitas Data 4.3.1 Uji Validitas Dalam pengujian validitas data dilakukan dengan menggunakan pendekatan Pearson Correlation yang dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 4.7 Hasil Pengujian Validitas Data

Pernyataan mengenai kode etika akuntan Prinsip kode etik akuntan (pernyataan no 1-17) Pelaksanaan kode etik akuntan (pernyataan no 1-7)

Pearson Correlation 0,203* - 0,561** 0,444**- 0.673**

Sgnfk 0,000 0,000 0,000

Penafsiran & penyempurnaan kode etik akuntan 0,336**- 0,853** (pernyataan no 1-4) Kode etik akuntan (total pernyataan) ** signifikan pada level 0,01 * signifikan pada level 0,05 Sumber: Data primer diolah,2006 0,430**- 0,886**

0,000

Berdasarkan tabel 4.7 di atas, pernyataan mengenai pelaksanaan kode etik akuntan memiliki tingkat korelasi yang paling tinggi yaitu sebesar 0,444**0,673** Hasil pengujian validitas menunjukkan korelasi positif pada level 0,01 dan 0,05 yang berarti bahwa dari semua pernyataan dalam kuesioner mampu mengungkapkan perilaku etika bagi akuntan dan mahasiswa di kota Bengkulu. Jadi secara umum semua butir pernyataan adalah valid.

4.3.2

Uji Reliabilitas Uji reliabilitas data dalam penelitian ini menggunakan alat uji Cronbachs

Alpha, dapat dilihat pada tabel 4.8. Pada tabel tersebut dapat dilihat bahwa

46

pernyataan mengenai pelaksanaan kode etik akuntan memiliki tingkat konsisten yang paling tinggi. Tingkat konsisten dari keseluruhan pernyataan mengenai kode etik akuntan cukup baik karena berada pada tingkat di atas 0,6 yaitu 0,746 sehingga seluruh buitr pernyataan dalam kuesioner adalah reliabel.

Tabel 4.8 Hasil Pengujian Reliabilitas Data Pernyataan mengenai kode etika akuntan Prinsip kode etik akuntan (pernyataan no 1-17) Pelaksanaan kode etik akuntan (pernyataan no 1-7) Penafsiran & penyempurnaan kode etik akuntan Cronbachs Alpha 0,625 0,643 0,605 0,746

(pernyataan no 1-4) Kode etik akuntan (total pernyataan) Sumber : Data primer diolah, 2006

4.4 Pengujian Hipotesis Dalam penelitian ini pengujian hipotesis menggunakan alat analisis statistik Independent Sample T- Test. Untuk menjawab hipotesis, dasar argumentasi yang digunakan adalah hasil perhitungan statistik pada tabel 4.9 di bawah ini:

47

Tabel 4.9 Hasil Pengujian Hipotesis Berdasarkan Independent Sample T-Test Pernyataan mengenai kode etik akuntan Prinsip kode etik akuntan (pernyataan no 1- 17) Pelaksanaan kode etik akuntan (pernyataan no 1-7) Penafsiran & penyempurnaan kode etik akuntan T-Test t-value 2,449 0,055 1,035 2,134 p-value 0,016 0,956 0,303 0,035

(pernyataan no 1-4) Kode etik akuntan (total pernyataan) Sumber : Data primer diolah, 2006

Berdasarkan tabel 4.9 di atas, hasil pengujian hipotesis menggunakan Independent Sample T-Test menunjukkan bahwa p-value untuk keseluruhan perhitungan adalah 0,035 ini berarti nilai probabilitas signifikan < 0,05 jadi Ho ditolak dan Ha diterima. Hasil pengujian ini menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara persepsi Dosen Akuntansi dan Mahasiswa Akuntansi

terhadap kode etik akuntan. Jika dilihat dari masing-masing pernyataan, untuk pernyataan kode etik akuntan memiliki perbedaaan yang signifikan antara persepsi Dosen Akuntansi dan Mahasiswa Akuntansi yang dapat dilihat dari nilai p-value lebih kecil dari 0,05 yaitu 0,016. Pada pelaksanaan kode etik akuntan tidak terdapat perbedaan yang signifikan persepsi antara akuntan pendidik dan Mahasiswa Akuntansi yang dapat dilihat dari nilai p-value lebih besar dari 0,05 yaitu 0,956. Hal ini juga sama terjadi pada pernyataan penafsiran dan penyempurnaan kode etik akuntan, yang tidak memiliki perbedaan persepsi

antara Dosen Akuntansi dan Mahasiswa Akuntansi dengan nilai p-value lebih besar dari 0,05 yaitu 0,303.

48

4.5 Pembahasan 4.5.1 Hasil Pengujian Ho Untuk kedua variabel pelaksanaan, penafsiran dan penyempurnaan kode etik akuntan, Dosen Akuntansi dan Mahasiswa Akuntansi memiliki persepsi yang sama terhadap variabel ini. Hal ini dapat dilihat dari masing-masing jumlah mean (25,27) dan (16,87) yang sama pada kedua responden ini, berarti bahwa Ho diterima. Kedua responden ini menilai bahwa dalam melaksanakan tugasnya, seorang akuntan harus menjaga ketaatan terhadap kode etik akuntan. Secara umum responden menyatakan setuju apabila kepatuhan terhadap kode etik perlu diawasi untuk penyempurnaan kode etik serta perlunya penafsiran kode etik. Hal ini sesuai dengan Kode Etik Akuntan pada Bab V mengenai pelaksanaan kode etik yang terdiri dari: Pasal 7 (1) Setiap anggota wajib menghayati dan mengamalkan kode etik ini dengan penuh rasa tanggung jawab, baik secara perorangan maupun bersama dengan rekan anggota lainnya. (2) Setiap anggota harus selalu berusaha untuk saling mengingatkan sesama anggota terhadap tindakan-tindakan yang dinilai tidak etis. (3) Setiap anggota harus meminta petunjuk dari Komita Kode Etik Ikatan

Akuntan Indonesia, dalam hal adanya masalah etika yang tidak jelas pengaturannya. (4) Setiap anggota harus melaporkan setiap tindakan yang melanggar kode etik ini, sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

49

Pasal 8 (1) Dewan Pertimbangan Profesi bertugas untuk menjaga ketaatan terhadap kode etik. Tata cara mengenai Dewan Pertimbangan Profesi diatur dalam ketentuan sendiri. (2) Dalam menjalankan tugas sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 pada hal ini, Dewan Pertimbangan Profesi dapat mengenakan sanksi pelanggaran kode etik, sebagaimana diatur dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga Ikatan Akuntan Indonesia.

Penyempurnaan kode etik akuntan pada Bab VI yang berisi: Pasal 9. (1) Komite Kode Etik akan menerbitkan suplemen yang memperjelas pelaksanaan kode etik ini untuk masalah-masalah tertentu. (2) Untuk pertanyaan-pertanyaan yang dimaksud dalam pasal 7 ayat (3), Komite Kode Etik akan memberikan petunjuk tertulis, yang akan ditertibkan dengan pertanyaannya sebagai interpretasi kode etik. (3) Penyempurnaan kode etik di lakukan oleh kongres.

Hasil penelitian ini selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh Nugrahaningsih (2005). Untuk variabel prinsip kode etik akuntan, diketahui bahwa Dosen Akuntansi mempunyai persepsi yang lebih baik daripada Mahasiswa Akuntansi. Hal ini dapat dilihat dari nilai mean Dosen Akuntansi (70,67) yang lebih besar

50

dari nilai mean Mahasiswa Akuntansi (68,63), yang berarti bahwa Ha diterima. Hal ini disebabkan karena Dosen Akuntansi lebih banyak memiliki pengalaman dan pemahaman dibandingkan dengan Mahasiswa Akuntansi mengenai prinsip kode etik akuntan. Hasil penelitian ini selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh Ludigdo dan Machfoedz (1999) dan Wulandari dan Sularso (2002). Berdasarkan hasil pengujian hipotesis di atas, secara keseluruhan responden berpersepsi positif terhadap kode etik akuntan yang meliputi: prinsip kode etik akuntan, pelaksanaan kode etik akuntan, penafsiran dan penyempurnaan kode etik akuntan menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara persepsi Dosen Akuntansi dan Mahasiswa Akuntansi terhadap kode etik akuntan, yang berarti bahwa Ha diterima. hal ini dapat dilihat dari persentase jawaban setuju yang lebih besar dari jawaban tidak setuju, sehingga dapat diketahui bahwa seluruh responden memiliki perilaku yang etis.

4.6 Deskriptif mengenai cakupan muatan etika. Berdasarkan uji proporsi yang dilakukan mengenai cakupan muatan etika dalam kurikulum pendidikan tinggi akuntansi dapat disimpulkan bahwa untuk mata kuliah khusus Akuntansi yaitu Auditing menempati urutan teratas, dari 112 responden Dosen Akuntansi dan Mahasiswa Akuntansi sebanyak 91%. Hal ini disebabkan karena dalam mata kuliah Auditing terdapat meteri khusus yang membahas mengenai masalah etika profesi akuntan. Hasil selanjutnya diikuti oleh mata kuliah Teori Akuntansi yang disusul dengan mata kuliah Perpajakan. Hasil ini tidak selaras dengan hasil penelitian oleh Sri dan Pradana (2003), dimana

51

urutan kedua adalah mata kuliah Perpajakan yang disusul dengan mata kuliah Teori Akuntansi. Untuk mata kuliah umum, pendidikan Agama yang menempati urutan teratas disusul oleh mata kuliah pendidikan Pancasila. Hasil ini dapat dilihat pada tabel 4.10 di bawah ini :

Tabel 4.10 Jumlah Pendapat Responden Mengenai Mata Kuliah Yang Telah Mencakup Muatan Etika. No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. Mata kuliah Jumlah pendapat 108 102 100 79 77 76 68 61 56 52 48 41 32 24 persentase 96 % 91 % 89 % 71 % 69 % 68 % 61 % 54 % 50 % 46 % 43 % 37 % 29 % 21 %

Pendidikan Agama Auditing Pendidikan Pancasila Teori Akuntansi Perpajakan Ilmu Budaya Dasar Akuntansi Pemerintahan Sistem Informasi Akuntansi Pengantar Akuntansi Akuntansi Manajemen/Biaya Akuntansi Keuangan Manajemen Keuangan Sistem Informasi Manajemen Lain-lain : kewarganegaraan 14. Akuntansi keprilakuan Komunikasi bisnis Sumber : Data primer diolah, 2006

Analisis berikutnya dari 112 responden, 19 (17%) responden menyatakan bahwa kurikulum pendidikan tinggi akuntansi yang ada sudah cukup memberikan bekal etika bagi mahasiswa untuk terjun di dunia usaha, dan 93 (83%) responden lainnya menjawab belum. Selanjutnya responden yang menjawab bahwa kurikulum pendidikan tinggi akuntansi yang ada sekarang belum cukup memberikan bekal etika bagi mahasiswa, maka peneliti memberikan empat

52

alternatif jawaban untuk memecahkan masalah tersebut. Berdasarkan jawaban responden atas keempat alternatif tersebut menunjukkan bahwa 33 (35%) responden memilih alternatif ketiga yaitu diperluas dengan menyajikan secara terpisah sebagai mata kuliah tersendiri, kemudian 28 (30%) responden memilih alternatif pertama yaitu diperluas dengan mengintegrasikan ke mata kuliah tertentu, 28 (30%) responden juga memilih alternaitf kedua yaitu diperluas dengan mengintegrasikan ke semua mata kuliah dan responden yang berpendapat lain berjumlah 4 (5%). Hal ini tidak sependapat dengan penelitian yang dilakukan oleh Wulandari dan Sularso (2002) menempatkan alternatif diperluas dengan

mengintegrasikan ke mata kuliah tertentu di urutan pertama, alternatif diperluas dengan mengintegrasikan ke semua mata kuliah di urutan kedua, alternatif diperluas dengan menyajikan secara terpisah sebagai mata kuliah tersendiri di urutan ketiga dan alternatif pendapat lain di urutan keempat. Hal ini dapat dilihat dari tabel 4.11 dibawah ini:

Tabel 4.11 Alternatif Jawaban Responden Atas Belum Cukupnya Muatan Etika Dalam Kurikulum Akuntansi No 1 2 3 4 Alternatif jawaban Respon den 28 28 33 4 93 (%) 30% 30% 35% 5% 100%

Diperluas dgn mengintegrasikan ke mata kuliah tertentu. Diperluas dgn mengintegrasikan ke semua mata kuliah. Dipeluas dgn menyajikan secara terpisah sbg mata kuliah tersendiri. Pendapat lain. Total Sumber: Data primer diolah, 2006

53

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil pengujian hipotesis dengan menggunakan alat analisis statistik Independent Sample T-Test yang telah dibahas pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Terdapat perbedaan yang signifikan antara persepsi Dosen Akuntansi dan Mahasiswa Akuntansi terhadap kode etik akuntan. Dilihat dari mean kedua kelompok tersebut diketahui bahwa mean Dosen Akuntansi (70,67) memiliki persepsi sedikit lebih baik dibandingkan dengan mean Mahasiswa Akuntansi (68,63). Hal ini disebabkan karena Dosen Akuntansi lebih banyak memiliki pengalaman dibandingkan dengan Mahasiswa Akuntansi mengenai kode etik akuntan. 2. Berdasarkan pendapat responden mengenai cakupan muatan etika dalam kurikulum akuntansi pada perguruan tinggi di Kota Bengkulu. Pada mata kuliah khusus akuntansi, mata kuliah Auditing menempati urutan teratas, kemudian disusul dengan mata kuliah Teori Akuntansi dan Perpajakan. Dari 112 responden, 93 (83%) responden menyatakan bahwa kurikulum pendidikan tinggi akuntansi yang ada sekarang belum cukup memberikan bekal etika bagi mahasiswa untuk terjun ke dunia bisnis/kerja, dan 19 (17%)

responden lainnya menjawab sudah. Atas ketidakcukupan muatan etika dalam kurikulum pendidikan tinggi akuntansi sekarang maka sebagian besar

54

responden mengusulkan untuk dipeluas dengan menyajikan secara terpisah sebagai mata kuliah tersendiri. 5.2 Implikasi hasil penelitian Berdasarkan pembahasan masalah dan kesimpulan diatas, penulis bermaksud mengajukan beberapa saran. Adapun saran-saran yang diajukan adalah sebagai berikut: 1. Bagi Mahasiswa Akuntansi Mahasiswa Akuntansi hendaknya terus meningkatkan wawasan

pengetahuannya mengenai kode etik akuntan, tidak hanya terbatas pada pengetahuan yang telah diperoleh lewat perkuliahan di kampus. Hal ini berguna untuk membentuk persepsi yang lebih akurat mengenai kode etik akuntan, dan pengetahuan serta pemahaman yang dimiliki bertambah luas. 2. Bagi Dosen Akuntansi Dosen Akuntansi diharapkan selalu melaksanakan profesinya sesuai dengan kode etik akuntan yang telah ditetapkan oleh IAI. Dosen Akuntansi wajib memberikan bekal etika kepada mahasiswa untuk memahami standar etika dalam akuntansi agar dapat menerapkannya dalam dunia kerja. 5.3 Keterbatasan Penelitian a. Objek dalam penelitian ini hanya Dosen Akuntansi pada perguruan tinggi di Kota Bengkulu. b. Penelitin ini hanya mengambil objek penelitian pada prinsip, pelaksanaan serta penafsiran dan penyempurnaan kode etika akuntan. c. Area survai pada penelitian ini hanya berada di kota Bengkulu.

55

5.4 Rekomendasi Untuk Penelitian Selanjutnya Keterbatasan dalam penelitian ini diharapkan dapat diperbaiki bagi penelitian selanjutnya. a. Supaya penelitian menjadi lebih baik lagi, sebaiknya dilakukan penelitian dengan memperbesar area survai yang tidak hanya berada di Kota Bengkulu saja tetapi seluruh Indonesia. Agar lebih mewakili populasi di seluruh Indonesia. b. Penelitian selanjutnya hendaknya memperluas sampel penelitian yang tidak hanya Dosen Akuntansi saja, tetapi juga akuntan publik, akuntan pemerintahan dan akuntan manajemen. Sehingga penelitian dengan topik ini dapat lebih akurat dan komprehensif. c. Penelitian selanjutnya hendaknya memperluas instrumen penelitian karena kode etik akuntan tidak hanya menyangkut prinsip etika akuntan saja tetapi meliputi aturan etika dan interpretasi aturan etika.

56

DAFTAR PUSTAKA

Arens and Loebbecke, 1991. Auditing. Terjemahan oleh Amir Abadi Yusuf, 1995. Salemba Empat. Jakarta. Chrimastuti, Agnes, A. 2004. Hubungan Sifat Machiavellin, Pembelajaran Etika Dalam Mata Kuliah Etika dan Sikap Etis Akuntan. SNAVII. Denpasar. Gozali, Imam. 2005. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Indriantoro, N dan Bambang, 2002. Metodelogi Penelitian Bisnis : Untuk Akuntansi Dan Manajemen, Cetakan kedua. Edisi Pertama. BPFE. Yogyakarta. Keraf A Sonny, 1998. Etika Bisnis Membangun Citra Bisnis Sebagai Profesi Luhur. Cetakan ketiga Kanius. Yogyakarta. Kuncoro, Mudrajat. 2003. Metode Riset Untuk Bisnis dan Ekonomi. Penerbit Erlangga. Jakarta. Ludigdo, Unti, dan M. Machfoedz, 1999. Persepsi Akuntan dan Mahasiswa Akuntansi terhadap Etika Bisnis. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia vol. 1. Jan: 13-28. Mulyadi,1999. Auditing I. Salemba Empat. Jakarta. Murtanto dan Marini. 1999. Persepsi Akuntan Pria dan Akuntan Wanita Serta Mahasiswa dan Mahasiswi Akuntansi Terhadap Etika Bisnis dan Etika Profesi. SNAVI. Surabaya. Nengah dan Pradana. 2003. Persepsi Akuntan dan Mahasiswa Bali Terhadap Etika Bisnis. SNA VI. Surabaya. Nugrahaningsih, Putri, 2005. Analasis Perbedaan Perilaku Etis Auditor Di KAP Dalam Etika Profesi. SNA VIII. Solo Purnamasari, Indri, Dian, 2002. Persepsi Akuntan dan Mahasiswa Akuntansi terhadap Kode Etik Akuntan. Assets Vol. 4. No. 1 :29-37. Salam, Burhanudin, 1996. Etika Sosial. Penerbit Rineka Cipta. Santoso, Singgih dan Fandy Tjiptono, 2001. Riset Pemasaran. Media Komputindo. Jakarta.

57

Sasongko, Nanang, 1999. Perkembangan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) Pada Masa Reformasi (Sebuah Telaah Teoritis). {On-

line}http:/www.google.com Sihwahjoeni dan M. Gudono, 1999. Persepsi Akuntan terhadap Kode Etik Akuntan. SNA II. Surabaya.

Sugiri, Slamet dan Bogat Agus Riyono. 2001. Pengantar Akuntansi I. Edisi Keempat. Penerbit YKPN. Yogyakarta. Suharjo, Yohanes dan Mardiasmo, 2003. Persepsi Akuntan Publik, Pemakai Informasi Akuntansi dan Mahasiswa Akuntansi terhadap Advertensi Kantor Akuntan Publik Pada Eks Semarang. KOMPAK. No. 4. Januari. Hal 1-13. Sularso, Sri. 2003. Metode Penelitian Akuntansi: Sebuah Pendekatan Replikasi. BPFE. Yogyakarta. Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1995. Kamus Beasar Bahasa Indonesia. Edisi Kedua. Jakarta. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Widiasturi, Indah, 2003. Pengaruh Perbedaan Level Hierarkis Auditor Dlam Kantor Akuntan Publik Terhadap Pesepsi Tentang Kode Etik Akuntan. Jurnal Akuntansi & Bisnis. Vol 3. 53-65. Wulandari, Retno dan Sri Sularso, 2002. Persepsi Akuntan Pendidik dan Mahasiswa Akuntansi terhadap Kode Etik Akuntan Indonesia. Perspektif. Vol 7, no. 2 : 71-87. Winarna , Jaka dan Ninuk Retnowati, 2003. Persepsi Akuntan Publik, Akuntan Pendidik dan Mahasiswa Akuntansi Terhadap Kode Etik Akuntan Indonesia. SNA VI. Surabaya.

58

Kuesioner PERSEPSI AKUNTAN PENDIDIK DAN MAHASISWA AKUNTANSI TERHADAP KODE ETIK AKUNTAN

Yth. Bapak/Ibu/Sdr/I Responden Di Tempat. Peneliti menyampaikan penghargaan dan rasa terima kasih yang setinggitingginya atas kesediaan Bapak/Ibu/Sdr/I meluangkan sedikit waktu yang dimiliki untuk membaca dan mengisi kuesioner ini. Kesediaan tersebut merupakan suatu bantuan yang tak ternilai bagi jurusan akuntansi dan penyelesaian skripsi peneliti. Bapak/Ibu/Sdr/I diminta untuk menjawab semua pertanyaan berikut secara terbuka, jujur dan apa adanya. Jawabaan tidak akan mempengaruhi kinerja maupun karier Bapak/Ibu/Sdr/I dan tidak ada jawaban yang bernilai benar atau salah, informasi yang diberikan akan dijamin kerahasiaannya. I. Data diri Responden 1. Nama : 2. status : ( ) akuntan pendidik ( ) Mahasiswa Akuntansi 3. Jika status anda akuntan pendidik (hanya dijawab oleh akuntan pendidik) : a. Nama perguruan tinggi tempat mengajar b. Pengalaman bekerja sebagai staf pengajar : ( ) < 1 tahun ( ) 1-10 tahun ( ) >10 tahun c. Apakah selain bekerja sebagai akuntan pendidik, Anda juga mempunyai pekerjaan sampingan sebagai praktisi ( akuntan intern atau akuntan pemerintah atau akuntan publik atau akuntan manajemen)? ( ) Ya ( ) Tidak d. Jenjang pendidikan tertinggi yang telah anda raih : ( ) S-1 ( ) S-2 ( ) S-3 4. Jika status anda Mahasiswa Akuntansi ( hanya dijawab oleh Mahasiswa Akuntansi) : a. Nama perguruan tinggi almamater.. b. Terdaftar sebagai mahasiswa S-1 Akuntansi tahun. c. Apakah Anda sudah pernah mengikuti mata kuliah Auditing I? ( ) sudah ( ) belum d. Apakah Anda mengetahui Kode Etik Akuntan Indonesia yang pertama kali dibahas dalam mata kuliah Auditing I ? ( ) Ya ( ) Tidak Pernyataan pada bagian II, III dan IV bertujuan untuk mengetahui persepsi Bapak/Ibu/Sdr/Sdri atas pernyataan mengenai kode etik akuntan, dengan memberi tanda silang (X) pada kolom yang tersedia. Alternatif jawaban adalah sebagai berikut:

59

Sangat tidak setuju (STS) Tidak setuju (TS) Cukup setuju (CS) Setuju (S) Sangat setuju (SS)

skor 1 skor 2 skor 3 skor 4 skor 5

II. Pernyataan mengenai Kode Etik Akuntan No. pernyataan 1. Akuntan harus mempertahankan nama baik profesi dengan menjunjung tinggi etika profesi serta hukum Negara tempat ia melaksanakan pekerjaan. Dalam melaksanakan tugas profesionalnya, seorang akuntan harus selalu berpedoman pada kode etik agar dapat bertugas secara bertanggung jawab dan obyektif. Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional, akuntan harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya. Akuntan berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik dan menunjukkan komitmen atas profesionalisme. Untuk memelihara dan meningkatakan kepercayaan publik, setiap akuntan harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin. Integritas mengharuskan seorang akuntan untuk bersikap jujur dan berterus terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa. Setiap akuntan harus menjaga objektifitas dan bebas dari kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya. Pada saat ini, saya (sebagai Akuntan publik) sedang mengaudit perusahaan X, disamping jasa audit yang saya diberikan, pada saat yang sama saya juga memberikan jasa pembukuan kepada klien saya tersebut. Akuntan harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan kehati-hatian, kompetensi dan ketekunan.

STS 1

TS 2

CS 3

S 4

SS 5

2.

3.

4.

5.

6.

7

8.

9.

60

10.

11.

12. 13.

14.

15.

16.

17.

Akuntan bertanggung jawab untuk selalu meningkatkan kecakapan profesional sehingga mampu memberikan manfaat yang optimal bagi masyarakat, pemerintah, dan dunia usaha. Sebagai akuntan, saya selalu menolak setiap penugasan yang tidak dapat saya selesaikan. Sebagai akuntan, saya dibenarkan untuk memberikan pernyataan pendapat akuntan. Akuntan boleh menggunakan untuk kepentingan sendiri atau kepentingan pihak ketiga (selain norma profesi, hukum, atau Negara), suatu pengetahuan atau informasi yang ia peroleh dari pelaksanaan tugas profesional. Akuntan memiliki kewajiban untuk memastikan bahwa staf di bawah pengawasannya dan orang-orang yang diminta nasihat dan bantuannya menghormati prinsip kerahasiaan. Setiap akuntan harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang mendiskreditkan profesi. Setiap akuntan harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahlian dan kehatihatiannya, akuntan berkewajiaban melaksanakan penugasan dari penerimaan jasa, selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan objektivitas.

III. Pernyataan pelaksanaan kode etik No. Pernyataan 1. Saya wajib menghayati dan mangamalkan kode etik akuntan dengan penuh rasa tanggung jawab. Saya berkewajiban moral untuk memelihara palaksanaan kode etik, sehingga hasil pekerjaan saya sebagai akuntan berkualitas. Saya mempunyai kewajiban untuk memastikan bahwa orang-orang yang

STS 1

TS 2

CS 3

S 4

SS 5

2.

3.

61

4. 5.

6.

7.

terlibat dalam pemberian jasa profesional mematuhi prinsip objektivitas. Saya tidak wajib menghayati dan mengamalkan kode etik. Saya mempunyai kewajiban untuk memastikan bahwa staf di bawah pengawasan saya dan orang-orang yang diminta nasehat dan bantuannya menghormati kerahasian klien. Saya boleh menerima atau menawarkan hadiah atau entetaiment yang dapat menimbulkan pengaruh terhadap pertimbangan profesional mereka atau terhadap orang-orang yang berhubungan dengan mereka. Saya harus melaksanakan jasa profesional sesuai dengan standar teknis dan standar profesional yang relevan.

IV. Pernyataan mengenai penafsiran dan penyerpurnaan kode etik. No. Pernyataan STS TS CS S 1 2 3 4 1. IAI menertibkan penafsiran kode etik, guna memenuhi pertanyaan yang timbul sehubungan dengan pelaksanaan kode etik dikemudian hari. 2. Kepatuhan para anggota dalam melaksanakan kode etik dipantau sebagai dasar penyempurnaan pelaksanaannya dalam menjalankan tugas profesi. 3. Dalam kepengurusan pusat IAI perlu dibentuk komite etik, yang tata kerjanya ditentukan sendiri. 4. Kongres IAI berhak melakukan penyempurnaan kode etik jika diperlukan.

SS 5

Pertanyaan bagian V bertujuan untuk mengetahui pendapat Bapak/Ibu/Sdr/Sdri mengenai cakupan muatan etika dalam kurikulum pendidikan tinggi akuntansi. Anda diminta memberi tanda silang (X) pada alternatif jawaban yang sesuai dengan pendapat Anda. V. Pertanyaan mengenai materi Etika dalam Kurikulum 1. Berikan tanda silang (x) pada tempat yang telah disediakan untuk menyatakan mata kuliah-mata kuliah berikut ini yang menurut Anda telah mencakup muatan etika (boleh lebih dari satu ) :

62

) Pendidikan Agama ( ) Pendidikan Pancasila ) Ilmu Budaya Dasar ( ) Ilmu Alamiah Dasar ) Auditing ( ) Teori Akuntansi ) Akuntansi Keuangan ( ) Akuntansi Manajemen/Biaya ) Sistem Informasi Akuntansi ( ) Sistem Informasi Manajemen ) Perpajakan ( ) Pengantar Akuntansi ) Manajemen Keuangan ( ) Akuntansi Pemerintahan ) Lian-lain, jika ada sebutkan : 1.. 2.. 3.. 2. Menurut Anda, apakah kurikulum pendidikan tinggi akuntansi yang ada sekarang ini sudah cukup mampu memberikan bekal etika bagi mahasiswa untuk terjun di dunia usaha ? ( ) sudah ( ) belum 3. Jika belum, menurut Anda muatan etika dalam kurikulum seharusnya : ( ) Diperluas dengan mengintegrasikan ke mata kuliah-mata kuliah tertentu. ( )Diperluas dengan mengintegrasikan ke semua mata kuliah yang diajarkan. ( ) Diperluas dengan menyajikan secara terpisah sebagai mata kuliah tersendiri. ( ) Atau Anda mempunyai pendapat lain ? Sebutkan.

( ( ( ( ( ( ( (

63

KODE ETIK AKUNTAN INDONESIA BAB I : KEPRIBADIAN Pasal 1 (1) Setiap anggota harus selalu mempertahankan nama baik profesi dan menjunjung tinggi peraturan dan etika profesi serta hukum Negara dimana ia melaksanakan pekerjaannya. (2) Setiap anggota harus mempertahankan integritas dan objektivitas dalam melaksanakan tugasnya. Dengan mempertahankan integritas, ia akan

bertindak jujur, tegas tanpa pretense. Dengan mempertahankan objektivitas, ia akan bertindak adil tanpa dipengaruhi tekanan atau permintaan pihak tertentu atau kepentingan pribadinya.

BAB II : KECAKAPAN PROFESIONAL Pasal 2 (1) (a) Seorang anggota harus melaksanakan tugasnya sesuai dengan standar teknis dan profesional yang relevan. (b) Jika seorang anggota mempekerjakan staf dan ahli lainnya untuk melaksanakan tugas profesionalnya, ia harus menjelaskan kepada mereka, keterikatan akuntan pada kode etik. Dan ia tetap bertanggung jawab atas pekerjaan tersebut secara keseluruhan. Ia juga berkewajiban untuk bertindak sesuai dengan kode etik, jika ia memilih ahli lain untuk memberi saran atau bila merekomendasikan ahli lain itu kepada kliennya.

64

(2)

Setiap anggota harus meningkatkan kecakapan profesionalnya, agar mampu memberikan manfaat optimum dalam pelaksanaan tugasnya.

(3)

Setiap anggota harus menolak setiap penugasan yang tidak akan dapat diselesaikannya. Pasal 3 Setiap anggota yang tidak bekerja sebagai akuntan publik tidak boleh

memberikan pernyataan pendapat akuntan, kecuali bagi akuntan yang menurut perundangundangan yang berlaku harus memberikan pernyataan pendapat akuntan. BAB III : TANGGUNG JAWAB Pasal 4 Setiap anggota harus menjaga kerahasiaan informasi yang diperoleh dalam tugasnya, dan tidak boleh terlibat dalam pengungkapan dan pemanfaatan

informasi tersebut, tanpa seijin pihak yang memberi tugas, kecuali jika hal itu dikehendaki oleh norma profesi, hukum atau Negara. Pasal 5 Setiap anggota harus bisa mempertanggungjawabkan mutu pekerjaan atau pelaksanaan tuganya. Ia tidak boleh terlibat dalam usaha atau pekerjaan lain pada saat bersamaan, yang bisa menyebabkan penyimpangan objektivitas atau ketidak konsistensian dalam pekerjaannya.

65

BAB IV : KETENTUAN KHUSUS Pasal 6 Jika terlibat dalam profesi akuntan publik, setiap anggota : (1) Harus mempertahankan sikap independensi. Ia harus bebas dari semua kepentingan yang bisa dipandang tidak sesuai dengan integritas maupun objektivitasnya. Tanpa tergantung efek sebenarnya dari kepentingan itu. (2) Harus melaksanakan tugasnya sesuai dengan Standar Akuntan Publik. (3) Harus memberi penjelasan yang cukup mengenai tujuan pembubuhan tanda tangan untuk hal-hal yang telah diatur dalam Standar Profesional Akuntan Publik. (4) Harus menegaskan bahwa ia tidak menjamin terwujudnya ramalan atau proyeksi, jika ia melaksanakan pekerjaan yang berhubungan dengan ramalan atau proyeksi. (5) Dalam melaksnakan penugasan pemeriksaan laporan keuangan, dilarang menerima imbalan lain selain honorarium untuk penugasan yang bersangkutan. Honorarium tersebut tidak boleh tergantung pada manfaat yang akan diperoleh kliennya. (6) Harus memelihara hubungan baik dengan rekan seprofesi. Hal ini terutama berlaku bila ia mengganti atau diganti rekan seprofesi atau bila ada kebutuhan untuk bekerjasama. (7) Tidak boleh memberi saran atau pandangan mengenai pendapat atau pemeriksaan akuntan publik lain tanpa terlebih dahulu berkonsultasi dengan rekan yang bersangkutan.

66

(8) Dilarang mengiklankan atau mengijinkan orang lain untuk mengiklankan nama atau jasa yang diberikannya, kecuali yang sifatnya pemberitahuan. (9) Tidak boleh menawarkan jasanya secara tertulis kepada calon klien, kecuali atas permintaan calon klien yang bersangkutan. (10) Dalam usaha memperoleh penugasan, dilarang memberikan imbalan dalam bentuk apapun kepada pihak-pihak yang secara langsung atau tidak langsung turut menentukan penugasan tersebut, kecuali dalam hal pengambialihan sebagian atau seluruh pekerjaan akuntan publik lain.

BAB V : PELAKSANAAN KODE ETIK Pasal 7 (5) Setiap anggota wajib menghayati dan mengamalkan kode etik ini dengan penuh rasa tanggung jawab, baik secara perorangan maupun bersama dengan rekan anggota lainnya. (6) Setiap anggota harus selalu berusaha untuk saling mengingatkan sesama anggota terhadap tindakan-tindakan yang dinilai tidak etis. (7) Setiap anggota harus meminta petunjuk dari Komita Kode Etik Ikatan

Akuntan Indonesia, dalam hal adanya masalah etika yang tidak jelas pengaturannya. (8) Setiap anggota harus melaporkan setiap tindakan yang melanggar kode etik ini, sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

67

Pasal 8 (3) Dewan Pertimbangan Profesi bertugas untuk menjaga ketaatan terhadap kode etik. Tata cara mengenai Dewan Pertimbangan Profesi diatur dalam ketentuan sendiri. (4) Dalam menjalankan tugas sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 pada hal ini, Dewan Pertimbangan Profesi dapat mengenakan sanksi pelanggaran kode etik, sebagaimana diatur dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga Ikatan Akuntan Indonesia.

BAB VI : SUPLEMEN DAN PENYEMPURNAAN Pasal 9 (4) Komite Kode Etik akan menerbitkan suplemen yang memperjelas pelaksanaan kode etik ini untuk masalah-masalah tertentu. (5) Untuk pertanyaan-pertanyaan yang dimaksud dalam pasal 7 ayat (3), Komite Kode Etik akan memberikan petunjuk tertulis, yang akan ditertibkan dengan pertanyaannya sebagai interpretasi kode etik. (6) Penyempurnaan kode etik di lakukan oleh kongres.

BAB VII : PENUTUP Pasal 10 Kode etik ini mengikat seluruh anggota Ikatan Akuntan Indonesia.

68

BAB VIII: PENGESAHAN Pasal 11 (1) Ketentuan Kode Etik Akuntan Indonesia ini disahkan dan mulai berlaku sejak tanggal 22 September 1990. (2) Ketentuan Kode Etik Akuntan Indonesia ini ditetapkan sebagai keputusan Kongres IAI ke 6 tanggal 22 September 1990 jam 14.30 WIB.

69

KOMPARTEMEN AKUNTAN PUBLIK 100. Independensi, integritas, dan objektivitas. 101. Independensi Dalam menjalankan tugasnya anggota KAP harus selalu

mempertahankan sikap mental independent di dalam memberikan jasa profesional sebagaimana diatur dalam Standar Profesional Akuntan Publik yang ditetapkan oleh IAI. Sikap mental independen tersebut harus meliputi independen dalam fakta amupun dalam penampilan. 102. Integritas dan Objektivitas. Dalam menjalankan tugasnya anggota KAP harus mempertahankan integritas dan objektivitas, harus bebas dari benturan kepentingan dan tidak boleh membiarkan faktor salah saji material yang diketahuinya atau mengalihkan pertimbangannya kepada pihak lain. 200. Standar Umum Dan Prinsip Akuntansi. 201. Standar Umum Anggota KAP harus mematuhi standar berikut ini beserta interpretasi yang terkait yang dikeluarkan oleh badan pengatur standar yang ditetapkan IAI : a. Kompetensi profesional. Anggota KAP hanya boleh melakukan pemberian jasa profesional yang secara layak diharapkan dapat diselesaikan dengan kompetensi

profesional. b. Kecermatan dan keseksamaan profesional.

70

Anggota KAP wajib melakukan pemberian jasa profesional dengan kecermatan dan keseksamaan profesional. c. Perencanaan dan Supervisi. Anggota KAP wajib merencanakan dan mensupervisi secara memadai setiap pelaksanaan pemberian jasa profesionalnya. d. Data Relevan yang Memadai. Anggota KAP wajib memperoleh data relevan yang memadai untuk menjadi dasar yang layak bagi kesimpulan atau rekomendasi sehubungan dengan pelaksanaan jasa profesionalnya. 202. Kepatuhan terhadap Standar. Anggota KAP yang melaksanakan penugasan jasa auditing, atestasi, review, kompilasi, konsultasi manajemen, perpajakan atau jasa profesional lainnya, wajib mematuhi standar yang dikeluarkan oleh badan pengatur standar yang telah ditetapkan oleh IAI. 203.Prinsip-prinsip Akuntansi. Anggota KAP tidak diperkenankan : a. Menyatakan pendapat atau memberikan penegasan bahwa laporan keuangan atau data keuangan lain suatu entitas disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum. b. Menyatakan bahwa ia tidak menemukan perlunya modifikasi material yang harus dilakukan terhadap laporan atau data tersebut agar sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku, apabila laporan tersebut memuat penyimpangan yang berdampak material terhadap laporan atau data secara

71

keseluruhan dari prinsip-prinsip akuntansi yang ditetapkan oleh badan pengatur standar yang ditetapkan IAI. Dalam kondisi tersebut anggota KAP dapat tetap mematuhi ketentuan dalam butir ini selama anggota KAP dapat menunjukkan bahwa laporan atau data akan menyesatkan apabila tidak memuat penyimpangan seperti itu, dengan cara

mengungkapkan penyimpangan dan estimasi dampaknya, serta alasan mengapa kepatuhan atas prinsip akuntansi yang berlaku umum akan menghasilkan laporan yang menyesatkan. 300. Tanggung Jawab Kepada Klien. 301. Informasi Klien yang Rahasia. Anggota KAP tidak diperkenankan mengungkapkan informasi klien yang rahasia, tanpa persetujuan dari klien. Ketentuan ini tidak dimaksudkan untuk : a. Membebaskan anggota KAP dari kewajiban profesionalnya sesuai

dengan aturan etika kepatuhan terhadap standar dan prinsip-prinsip akuntansi. b. Mempengaruhi kewajiban anggota KAP dengan cara apapun untuk mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku seperti panggilan resmi penyidikan pejabat pengusut atau melarang kepatuhan anggota KAP terhadap ketentuan peraturan yang berlaku. c. Melarang review praktik profesional seorang anggota sesuai dengan kewenangan IAI.

72

d.

Menghalangi anggota dari pengajuan pengaduan keluhan atau pemberian komentar atas penyidikan yang dilakukan oleh badan yang dibentuk IAIKAP dalam rangka penegakan disiplin anggota. Anggota yang terlibat dalam penyidikan dan review di atas, tidak boleh

memanfaatkannya untuk keuntungan diri pribadi mereka atau mengungkapkan informasi klien yang harus dirahasiakan yang diketahuinya dalam pelaksanaan tugasnya. Larangan ini tidak boleh membatasi anggota dalam pemberian informasi sehubungan dengan proses penyidikan atau penegakan disiplin sebagaimana telah diungkapkan dalam butir 4 di atas atau review praktik profesional seperti telah disebutkan di atas dalam butir 3 di atas. 302. Fee Profesional. a. Besaran Fee. Besarnya fee anggota dapat bervariasi tergantung antara lain: resiko penugasn, kompleksitas jasa yang diberikan, tingkat keahlian yang diperlukan untuk melaksanakan jasa tersebut, struktur biaya KAP yang bersangkutan dan pertimbangan profesional lainnya. Anggota KAP tidak diperkenankan mendapatkan klien dengan cara menawarkan fee yang dapat merusak citra profesi. c. Fee Kontinjen. Fee kontinjen adalah fee yang yang ditetapkan untuk pelaksanaan suatu jasa profesional tanpa adanya fee yang akan dibebankan, kecuali ada temuan atau hasil tertentu dimana jumlah ditetapkan oleh pengadilan atau badan pengatur atau dalam hal perpajakan, jika dasar penetapan adalah

73

hasil penyelesaian hukum atau temuan badan pengatur. Anggota KAP tidak diperkenankan untuk menetapkan fee kontijen apabila penetapan tersebut dapat mengurangi independensi. 400. Tanggung Jawab Kepada Rekan Seprofesi. 401. Tanggung jawab kepada rekan seprofesi. Anggota wajib memelihara citra profesi, dengan tidak melakukan perkataan dan perbuatan yang dapat merusak reputasi rekan seprofesi. 402. Komunikasi antar Akuntan Publik. Anggota wajib berkomunikasi tertulis dengan akuntan publik pendahuluan bila menerima penugasan audit menggantikan akuntan publik pendahulu atau untuk tahun buku yang sama ditunjuk akuntan publik lain dengan jenis dan periode serta tujuan yang berlainan. Akuntan publik terdahulu wajib menanggapi secara tertulis permintaan

komunikasi dari akuntan pengganti secara memadai. Akuntan publik tidak diperkenankan menerima penugasan atestasi yang jenis atestasi dan periodenya sama dengan penugasan akuntan yang lebih dahulu ditunjuk klien, kecuali apabila penugasan tersebut dilaksanakan untuk memenuhi ketentuan perundang-undangan atau peraturan yang dibuat oleh badan yang berwenamg. 500. Tanggung Jawab Dan Praktik Lain. 501. Perbuatan dan perkataan yang mendiskreditkan. Anggota tidak diperkenankan melakukan tindakan atau

mengucapkan perkataan yang mencemarkan profesi.

74

502.

Iklan, promosi dan kegiatan pemasaran lainnya. Anggota dalam menjalankan praktik akuntan publik diperkenankan

mencari

klien

melalui

pemasangan

iklan,

melakukan

promosi

pemasaran dan kegiatan pemasarn lainnya sepanjang tidak merendahkan citra profesi. 503. Komisi dan Fee Referal. a. Komisi adalah imbalan dalam bentuk uang atau barang atau bentuk lainnya yang diberikan atau diterima kepada/dari klien/ pihak lain untuk memperoleh penugasan dari klien/pihak lain. Anggota KAP tidak diperkenankan untuk memberikan atau menerima komisi apabila pemberian atau penerimaan komisi tersebut dapat mengurangi independensi. b. Fee Referal (rujukan) adalah imbalan yang dibayarkan atau diterima kepada atau dari sesama penyedia jasa profesional akuntan publik. Fee referal hanya diperkenankan bagi sesama profesi.

504. Bentuk Organisasi dan Nama KAP. Anggota hanya dapat berpraktik akuntan publik dalam bentuk organisasi yang diizinkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku dan atau yang tidak menyesatkan dan merendahkan citra profesi.

75

Uji Reliability tentang kode etik akuntanCase Processing Summary N Cases Valid Excluded Totala

112 0 112

% 100,0 ,0 100,0

a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.

Reliability Statistics Cronbach's Alpha Based on Standardized N of Items Items ,666 17

Cronbach's Alpha ,625

76

Item Statistics X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 X11 X12 X13 X14 X15 X16 X17 Mean 4,68 4,63 4,32 4,48 4,39 4,28 4,01 3,06 4,06 4,29 3,21 3,71 2,96 3,99 4,31 4,43 4,37 Std. Deviation ,469 ,486 ,469 ,502 ,491 ,660 ,561 ,774 ,451 ,544 ,922 ,592 ,900 ,622 ,616 ,596 ,600 N 112 112 112 112 112 112 112 112 112 112 112 112 112 112 112 112 112

Summary Item Statistics Mean Minimum Maximum Item Means 4,069 2,964 4,679 Item Variances ,383 ,203 ,849 Inter-Item Covariance ,034 -,124 ,157 Range 1,714 ,646 ,281

Maximum / Minimum Variance N of Ite 1,578 ,281 1 4,178 ,038 1 -1,263 ,003 1

The covariance matrix is calculated and used in the analysis.

Scale Statistics Mean 69,18 Variance Std. Deviation N of Items 15,806 3,976 17

77

Uji Reliability tentang pelaksanaan kode etik akuntanCase Processing Summary N Cases Valid Excluded a Total 112 0 112 % 100,0 ,0 100,0

a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.Reliability Statistics Cronbach's Alpha Based on Standardized N of Items Items ,650 7Item Statistics Y1 Y2 Y3 Y4 Y5 Y6 Y7 Mean 4,60 4,50 3,74 1,80 3,77 2,40 4,44 Std. Deviation ,492 ,520 ,460 ,442 ,424 ,492 ,566 N 112 112 112 112 112 112 112

Cronbach's Alpha ,643

Summary Item Statistics Mean MinimumMaximum Range 3,607 1,804 4,598 2,795 ,237 ,180 ,320 ,141 ,049 -,012 ,174 ,186 Maximum / Minimum VarianceN of Items 2,550 1,203 7 1,781 ,002 7 -14,325 ,003 7

Item Means Item Variances Inter-Item Covaria

The covariance matrix is calculated and used in the analysis.

78

Scale Statistics Mean 25,25 Variance Std. Deviation N of Items 3,703 1,924 7

Uji Reliability tentang penyempurnaan dan penafsiran kode etikReliability Statistics Cronbach's Alpha Based on Standardized Items ,601

Cronbach's Alpha ,605

N of Items 4

Case Processing Summary N Cases Valid a Excluded Total 112 0 112 % 100,0 ,0 100,0

Item Statistics Z1 Z2 Z3 Z4 Mean Std. Deviation 4,58 ,496 4,34 ,562 3,15 ,893 4,52 ,502 N 112 112 112 112

a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.

79

Uji Validitas variabel kode etik akuntanDescriptive Statistics X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 X11 X12 X13 X14 X16 X17 TotalX Mean 4,68 4,63 4,32 4,48 4,39 4,28 4,01 3,06 4,06 4,29 3,21 3,71 2,96 3,99 4,43 4,37 69,18 Std. Deviation ,469 ,486 ,469 ,502 ,491 ,660 ,561 ,774 ,451 ,544 ,922 ,592 ,900 ,622 ,596 ,600 3,976 N 112 112 112 112 112 112 112 112 112 112 112 112 112 112 112 112 112

80

Correlations

X1

X1

X2

X3

X4

X5

X6

X7

X8

X9

X10

X11

X12

X13

X14

X16

81

X17

TotalX

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig.


Top Related