Download - ruptur uretra

Transcript
Page 1: ruptur uretra

I. PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Ruptur uretra adalah suatu kegawatdaruratan bedah yang sering terjadi oleh

karena fraktur pelvis akibat kecelakaan lalulintas atau jatuh dari ketinggian. Sekitar 70%

dari kasus fraktur pelvis yang terjadi akibat dari kecelakaan lalulintas/kecelakaan

kendaraan bermotor, 25% kasus akibat jatuh dari ketinggian, dan 90% kasus cedera uretra

akibat trauma tumpul. Secara keseluruhan pada fraktur pelvis akan terjadi pula cedera

uretra bagian posterior (3,5%-19%) pada pria, dan (0%-6%) pada uretra perempuan.

Fraktur pelvis merupakan penyebab utama terjadinya ruptur uretra posterior

dengan angka kejadian 20 per 100.000 populasi dan penyebab utama terjadinya fraktur

pelvis adalah kecelakaan bermotor (15,5%), diikuti oleh cedera pejalan kaki (13,8%),

jatuh dari ketinggian lebih dari 15 kaki (13%), kecelakaan pada penumpang mobil

(10,2%) dan kecelakaan kerja (6%). Fraktur pelvis merupakan salah satu tanda bahwa

telah terjadi cedera intraabdominal ataupun cedera urogenitalia yang kira-kira terjadi pada

15-20% pasien. Cedera organ terbanyak pada fraktur pelvis adalah pada uretra posterior

(5,8%-14,6%), diikuti oleh cedera hati (6,1%-10,2%) dan cedera limpa (5,2%-5,8%)

(Schreiter. 2006).

Fraktur pelvis yang tidak stabil atau fraktur pada ramus pubis bilateral merupakan

tipe fraktur yang paling memungkinkan terjadinya cedera pada urethra posterior.

Dilaporkan, cedera pada urethra posterior sekitar 16% pada fraktur pubis unilateral dan

meningkat menjadi 41% pada fraktur pubis bilateral. Cedera urethra

Page 2: ruptur uretra

prostatomembranaceus bervariasi mulai dari jenis simple ( 25%), ruptur parsial ( 25%)

dan ruptur komplit ( 50%).

Di Amerika Serikat angka kejadian fraktur pelvis pada laki-laki yang

menyebabkan cedera uretra bervariasi antara 1-25% dengan nilai rata-rata 10%. Cedera

uretra pada wanita dengan fraktur pelvis sebenarnya jarang terjadi, tetapi beberapa

kepustakaan melaporkan insiden kejadiannya sekitar 4-6% (Smith. 2009)

Angka kejadian cedera uretra yang dihubungkan dengan fraktur pelvis

kebanyakan ditemukan pada awal dekade keempat, dengan umur rata-rata 33 tahun.Pada

anak (<12 tahun) angka kejadiannya sekitar 8%.Terdapat perbedaan persentasi angka

kejadian fraktur pelvis yang menyebabkan cedera uretra pada anak dan dewasa. Fraktur

pelvis pada anak sekitar 56% kasus yang merupakan resiko tinggi untuk terjadinya cedera

uretra (Smith. 2009) 

Trauma uretra lebih sering terjadi pada laki-laki dibanding wanita, perbedaan ini

disebabkan karena uretra wanita pendek, lebih mobilitas dan mempunyai ligamentum

pubis yang tidak kaku (Schreiter. 2006)

B. Tujuan

Tujuan pembuatan referat ini yaitu

1. Untuk mengetahui etiologi, mekanisme dan terapi ruptur uretra

2. Untuk mengetahui perbedaan gejala klinis dari ruptur uretra anterior dan posterior

3. Untuk mengetahui tanda kegawatan dan komplikasi ruptur uretra

Page 3: ruptur uretra

II. RUPTUR URETRA

A. Anatomi

Sistem kemih seluruhnya terletak di bagian retroperitoneal, sehingga proses

patologi seperti obstruksi, radang, dan pertumbuhan tumor terjadi di luar rongga

abdomen, tetapi gejalanya dan tandanya mungkin tampak di perut menembus peritoneum

parietal belakang. Gajala dan tanda jarang disertai tanda rangsang peritoneum. Arteri

renalis dan cabangnya merupakan arteri tunggal tanpa kolateral (end artery) sehingga

penyumbatan pada arteri atau cabangnya mengakibatkan infark ginjal. Dinding ureter

mempunyai lapisan otot yang kuat, yang dapat menyebabkan kontraksi hebat disertai

nyeri yang sangat hebat. Dinding muskuler tersebut mempunyai hubungan langsung

dengan lapisan otot dinding pielumdi sebelah cranial dan dengan otot dinding buli-buli di

sebelah kaudal. Ureter menembus dinding muskuler masuk ke kandung kemih secara

miring sehingga dapat mencegah terjadinya aliran balik dari kandung kemih ke ureter.

Sistem pendarahan ureter bersifat segmental dan berasal dari pembuluh arteri ginjal,

gonad, dan buli-buli. (smith, 2009)

Uretra adalah saluran kecil yang dapat mengembang, berjalan dari vesika urinaria

sampai keluar tubuh, yang berfungsi untuk menyalurkan urin dari vesika urinaria hingga

meatus bermuara ke meatus urinarius externus. (smith, 2009)

Secara anatomis, urethra pada pria terbagi dua menjadi pars anterior dan pars

posterior, yang saling berbatasan pada diafragma urogenital. Urethra proksimal mulai dari

perbatasan dengan buli-buli, orificium uretra internum dan uretra prostatica. Urethra

postatica seluruhnya terdapat di dalam prostat dan berlanjut menjadi urethra

Page 4: ruptur uretra

membranaceus. Struktur yang menjaga adalah ligamentum puboprostatika melekatkan

prostat membran pada arkus anterior pubis. Urethra membranaceus terdapat pada ujung

anterior diafragma urogenital dan menjadi bagian proksimal urethra anterior setelah

melewati membran perineum. Urethra bulbosa, agak menonjol pada proksimal anterior,

berjalan di sepanjang bagian proksimal korpus spongiosum dan berlanjut menjadi urethra

pendulosa di sepanjang uretra anterior. Ductus dari glandula Cowper bermuara di urethra

bulbosa. Urethra penil atau pendulosa berjalan di sepanjang penis dimana berakhir pada

fossa naviculare dan meatus urethra eksternus. (smith, 2009)

Uretra diperlengkapi dengan sfingter uretra interna yang terletak pada perbatasan

buli – buli dan uretra, serta sfingter uretra eksterna yang terletak pada perbatasan antara

uretra anterior dan posterior. Sfingter uretra interna terdiri atas otot polos yang dipersarafi

oleh sistem simpatis sehingga pada saat buli – buli penuh, sfingter ini terbuka. Sfingter

uretra eksterna terdiri atas otot bergaris dipersarafi oleh sistem somatik yang dapat

diperintah sesuai dengan keinginan seseorang. Pada saat kencing sfingter ini terbuka dan

tetap tertutup pada saat menahan kencing. Panjang uretra pada pria sekitar 8 inci (20 cm),

Page 5: ruptur uretra

Gambar 1: Potongan sagital organ pelvis pada pria dan perempuan.

sedangkan pada uretra wanita sekitar 11/2 inci (4cm), yang berada di bawah simfisis

pubis dan bermuara di sebelah anterior vagina. Di dalam uretra bermuara kelenjar

pariuretra, diantaranya adalah kelenjar skene. Kurang lebih sepertiga medial uretra,

terdapat sfingter uretra eksterna yang terdiri atas otot bergaris. Tonus otot sfingter uretra

eksterna dan tonus otot levator ani berfungsi mempertahankan agar urin tetap berada di

dalam buli – buli pada saat perasaan ingin miksi. Miksi terjadi jika tekanan intravesica

melebihi tekanan intrauretra akibat kontraksi otot detrusor, dan relaksasi sfingter uretra

eksterna. (smith, 2009)

B. Definisi

Ruptur uretra merupakan trauma uretra yang terjadi karena jejas yang

mengakibatkan memar dinding dengan atau tanpa robekan mukosa baik parsial ataupun

total.Ruptur uretra dibagi berdasarkan anatomi yaitu ruptur uretra anterior dan ruptur

Page 6: ruptur uretra

uretra posterior dengan etiologi yang berbeda diantara keduanya (Sjamjuhidajat, Wim De

Jong. 2004).

C. Etiologi

Trauma uretra terjadi akibat cedera yang berasal dari luar (eksternal) dan cedera

iatrogenik akibat instrumentasi pada uretra. Trauma tumpul yang menimbulkan fraktur

tulang pelvis menyebabkan ruptur uretra pars membranasea, sedangkan trauma tumpul

pada selangkangan atau straddle injury dapat menyebabkan ruptur uretra pars bulbosa.

Pemasangan kateter atau businasi pada uretra yang kurang hati-hati dapat menimbulkan

robekan uretra karena false route atau salah jalan, demikian pula tindakan operasi trans

uretra dapat menimbulkan cedera uretra iatrogenik (Purnomo, Basuki. 2012).

Ketika uretra mengalami trauma kemungkinan juga berkaitan dengan

perkembangan penyakit obstruksi atau striktur uretra. Striktur uretra ketika uretra

mengalami trauma atau luka karena infeksi dalam jangka panjang, mengakibatkan

terganggunya saluran berkemih dan semen (Purnomo, Basuki. 2012)

D. Epidemiologi

Fraktur pelvis merupakan penyebab utama terjadinya ruptur uretra posterior

dengan angka kejadian 20 per 100.000 populasi dan penyebab utama terjadinya fraktur

pelvis adalah kecelakaan bermotor (15,5%), diikuti oleh cedera pejalan kaki (13,8%),

jatuh dari ketinggian lebih dari 15 kaki (13%), kecelakaan pada penumpang mobil

(10,2%) dan kecelakaan kerja (6%). Fraktur pelvis merupakan salah satu tanda bahwa

telah terjadi cedera intraabdominal ataupun cedera urogenitalia yang kira-kira terjadi pada

Page 7: ruptur uretra

15-20% pasien. Cedera organ terbanyak pada fraktur pelvis adalah pada uretra posterior

(5,8%-14,6%), diikuti oleh cedera hati (6,1%-10,2%) dan cedera limpa (5,2%-5,8%)

(Schreiter. 2006).

Di Amerika Serikat angka kejadian fraktur pelvis pada laki-laki yang

menyebabkan cedera uretra bervariasi antara 1-25% dengan nilai rata-rata 10%. Cedera

uretra pada wanita dengan fraktur pelvis sebenarnya jarang terjadi, tetapi beberapa

kepustakaan melaporkan insiden kejadiannya sekitar 4-6% (Smith. 2009)

Angka kejadian cedera uretra yang dihubungkan dengan fraktur pelvis

kebanyakan ditemukan pada awal dekade keempat, dengan umur rata-rata 33 tahun.Pada

anak (<12 tahun) angka kejadiannya sekitar 8%.Terdapat perbedaan persentasi angka

kejadian fraktur pelvis yang menyebabkan cedera uretra pada anak dan dewasa. Fraktur

pelvis pada anak sekitar 56% kasus yang merupakan resiko tinggi untuk terjadinya cedera

uretra (Smith. 2009) 

Trauma uretra lebih sering terjadi pada laki-laki dibanding wanita, perbedaan ini

disebabkan karena uretra wanita pendek, lebih mobilitas dan mempunyai ligamentum

pubis yang tidak kaku (Schreiter. 2006)

E. Klasifikasi

Ruptur uretra dibagi berdasarkan anatomi:

1. Ruptur uretra anterior

Terletak di proksimal diafragma urogenital, hampir selalu disertai fraktur tulang

pelvis. Akibat fraktur tulang pelvis, terjadi robekan pars membranasea karena prostat

dengan uretra prostatika tertarik ke cranial bersama fragmen fraktur, sedangkan

Page 8: ruptur uretra

uretra membranasea terikat di diafragma urogenital. Ruptur uretra posterior dapat

terjadi total atau inkomplit. Pada rupture total, uretra terpisah seluruhnya dan

ligamentum puboprostatikum robek sehingga buli-bulidan prostat terlepas ke kranial.

(Purnomo, Basuki. 2012)

2. Ruptur uretra posterior

Terletak di distal dari diafragma urogenital. Terbagi atas 3 segmen, yaitu:

Bulbous urethra, Pendulous urethra, Fossa navicularis. Namun, yang paling sering

terjadi adalah rupture uretra pada pars bulbosa yang disebabkan oleh Saddle Injury,

dimana robekan uretra terjadi antara ramus inferior os pubis dan benda yang

menyebabkannya. (Purnomo, Basuki. 2012)

Gambar 2. Anatomi uretra pada laki-laki

F. Gambaran Klinis

Page 9: ruptur uretra

Kecurigaan adanya trauma uretra adalah jika didapatkan perdarahan peruretram,

yaitu terdapat darah yang keluar dari meatus uretra eksternum setelah mengalami

trauma.Perdarahan peruretram ini harus dibedakan dengan hematuria yaitu urine yang

bercampur dengan darah.Pada trauma uretra yang berat, pasien seringkali mengalami

retensio urin (Sjamjuhidajat, Wim De Jong. 2004).

Ruptur uretra posterior terdapat tanda patah tulang pelvis, pada daerah suprapubik

dan abdomen bagian bawah, dijumpai jejas hematom dan nyeri tekan.Bila disertai ruptur

kandung kemih, bisa ditemukan tanda rangsangan peritoneum (Purnomo, Basuki. 2012).

Ruptur uretra anterior terdapat daerah memar atau hematom pada penis dan

skrotum. Beberapa tetes darah segar di meatus uretra merupakan tanda klasik cedera

uretra. Bila terjadi ruptur uretra total, penderita mengeluh tidak bisa buang air kecil sejak

terjadi trauma dan nyeri perut bagian bawah dan daerah suprapubik.Pada perabaan

mungkin ditemukan kandung kemih yang penuh (Smith. 2009).

Cedera uretra karena kateterisasi dapat menyebabkan obstruksi karena udem atau

bekuan darah.Abses periuretral atau sepsis mengakibatkan demam.Ekstravasasi urin

dengan atau tanpa darah dapat meluas jauh, tergantung fasia yang turut rusak.Pada

ekstravasasi ini mudah timbul infiltrat yang disebut infiltrat urin yang mengakibatkan

selulitis dan septisemia bila terjadi infeksi (Smith. 2009).

G. Penegakan Diagnosis

Pasien yang menderita trauma uretra posterior seringkali datang dalam keadaan syok

karena terdapat fraktur pelvis atau cedera organ lain yang menimbulkan banyak

perdarahan. Ruptur uretra posterior seringkali memberikan gambaran yang khas berupa:

Page 10: ruptur uretra

perdarahan peruretram, retensio urin pada pemeriksaan colok dubur, didapatkan adanya

floating prostate (prostat melayang) didalam suatu hematom (Purnomo, Basuki. 2012).

Dapat diduga terjadi cedera urethra dari anamnesis atau trauma yang nyata pada

pelvis atau perineum. Pada penderita yang sadar , riwayat miksi perlu diketahui untuk

mengetahui waktu terakhir miksi, pancaran urine, nyeri saat miksi dan adanya hematuria.

Rupture uretra posterior harus dicurigai jika terdapat tanda fraktur pelvis :

a) Perdarahan per uretra. Merupakan tanda utama dari rupture uretra posterior,

ditemukan pada 37%-93% penderita dengan cedera urethra posterior .Dengan

timbulnya darah, setiap instrumentasi terhadap urethra ditunda sampai keseluruhan

urethra sudah dilakukan pencitraan (uretrografi). Darah di introitus vagina ditemukan

pada 80% penderita perempuan dengan fraktur pelvis dan cedera urethra.

b) Retensi urin

c) Pada pameriksaan Rectal Tuse didapatkan Floating prostat yakni prostat seperti

mengapung karena tidak terfiksasi lagi pada diafragma urogenital.

d) Pada pemeriksaan uretrografi didapatkan ekstravasasi kontras dan terdapat fraktur

pelvis.

Page 11: ruptur uretra

Gambar 3. Ruptur uretra posterior

Ruptur uretra anterior biasanya pasien mengeluhkan perdarahan peruretram, berkaitan

dengan cedera kangkang.Jika terdapat robekan pada korpus spongiosum, terlihat adanya

hematom pada penis atau hematom kupu-kupu.Pada keadaan ini pasien seringkali tidak

dapat miksi (Purnomo, Basuki. 2012).

Trauma uretra anterior yang terdiri dari uretra pars glanularis, pars pendulans, dan

pars bulbosa. Pada ruptur uretra anterior, didapatkan:

a) Perdarahan per-uretra/ hematuri.

b) Kadang terjadi retensi urine.

c) Hematom kupu-kupu/butterfly hematom/ jejas perineum.

Uretra anterior terbungkus di dalam korpus spongiosum penis. Korpus

spongiosum bersama dengan corpora kavernosa penis dibungkus oleh fasia Buck dan

fasia Colles. Jika terjadi rupture uretra beserta korpus spongiosum darah dan urin keluar

Page 12: ruptur uretra

dari uretra tetapi masih terbatas pada fasia Buck, dan secara klinis terlihat hematoma

yang terbatas pada penis. Namun jika fasia Buck ikut robek, ekstravasasi urin dan darah

hanya dibatasi oleh fasia Colles sehingga darah dapat menjalar hingga skrotum atau ke

dinding abdomen. Oleh karena itu robekan ini memberikan gambaran seperti kupu-kupu

sehingga disebut butterfly hematoma atau hematoma kupu-kupu.

Gambar 4. Hematoma pada ruptur uretra anterior

H. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien dengan curiga trauma

uretra adalah: USG, akan tetapi tidak sesuai karena kondisi yang akut dan posisi organ

retroperitoneal. Penelitian yang dilakukan di Amerika menunjukkan hasil yang signifikan

untuk pemeriksaan dengan menggunakan IVP (Intra Venous Pyelogram).Untuk pasien

dengan kondisi stabil dapat menggunakan pemeriksaan ct-scan (Pereira et al. 2010).

Uretrografi retrograde telah menjadi pilihan pemeriksaan untuk mendiagnosis

cedera uretra karena akurat, sederhana dan cepat dilakukan pada keadaan trauma.

Sementara CT Scan merupakan pemeriksaan yang ideal untuk saluran kemih bagian atas

dan cedera vesika urinaria dan terbatas dalam mendiagnosis cedera uretra.Sementara MRI

Page 13: ruptur uretra

berguna untuk pemeriksaan pelvis setelah trauma sebelum dilakukan rekonstuksi,

pemeriksaan ini tidak berperan dalam pemeriksaan cadera uretra.Sama halnya dengan

USG uretra yang memiliki keterbatasan dalam pelvis dan vesika urinaria untuk

menempatkan kateter suprapubik (Rosentain. 2006).

Gambar 5. Uretrografi retrograde

I. Mekanisme Ruptur Uretra

Trauma tumpul atau tembus dapat menyebabkan cedera uretra anterior. Trauma

tumpul adalah diagnosis yang sering dan cedera pada segmen uretra pars bulbosa paling

sering (85%), karena fiksasi uretra pars bulbosa dibawah dari tulang pubis, tidak seperti

Page 14: ruptur uretra

uretra pars pendulosa yang mobile. Trauma tumpul pada uretra pars bulbosa biasanya

disebabkan olehstraddle injury atau trauma pada daerah perineum. Uretra pars bulbosa

terjepit diantara ramus inferior pubis dan benda tumpul, menyebabkan memar atau

laserasi pada uretra (Brandes. 2006).

Tidak seperti cedera pada uretra pars prostatomembranous, Trauma tumpul uretra

anterior jarang berhubungan dengan trauma organ lainnya. Kenyataannya, straddle

injury menimbulkan cedera cukup ringan, membuat pasien tidak mencari penanganan

pada saat kejadian.Pasien biasanya datang dengan striktur uretra setelah kejadian yang

intervalnya bulan atau tahun (Brandes. 2006).

Cedera uretra anterior dapat juga berhubungan dengan trauma penis (10% sampai

20% dari kasus).Mekanisme cedera adalah trauma langsung atau cedera pada saat

berhubungan intim, dimana penis yang sementara ereksi menghantam ramus pubis

wanita, menyebabkan robeknya tunika albuginea(Rosentein. 2006).

Cedera uretra posterior terjadi sebagai akibat dari adanya gaya geser

pada prostatomembranosa junction sehingga prostat terlepas dari fiksasi pada diafragma

urogenitalia. Dengan adanya pergeseran prostat, maka uretra pars membranasea teregang

dengan cepat dan kuat. Uretra posterior difiksasi pada dua tempat yaitu fiksasi uretra pars

membranasea pada ramus ischiopubis oleh diafragma urogenitalia dan uretra pars

prostatika ke simphisis oleh ligamentum puboprostatikum (Rosentein. 2006).

J. Algoritma Ruptur Uretra (Pereiera. 2010)

Page 15: ruptur uretra

Gambar 6. Algoritma penanganan ruptur uretra

K. Terapi

Penanganan pada pasien dengan ruptur uretra, terutama ruptur uretra posterior

yang dapat mengakibatkan pasien jatuh dalam keadaan syok karena perdarahan yang

banyak, maka penanganan awal adalah dengan resusitasi cairan untuk kondisi

hemodinamik stabil.Pada ruptur uretra anterior jarang mengakibatkan syok.Selain

resusitasi atasi nyeri yang dikeluhkan pasien dengan pemberian analgetik (Santucci.

2012).

Ruptur uretra posterior ketika tidak disertai cedera organ intraabdomen maka

cukup dilakukan sistostomi. Reparasi uretra dilakukan 2-3 hari kemudian dengan

melakukan anastomosis ujung ke ujung, dan pemasangan kateter silicon selama 3

minggu. Apabila disertai dengan cedera organ lain, sehingga tidak memungkinkan untuk

dilakukan reparasi dalam waktu 2-3 hari, maka dilakukan pemasangan kateter secara

langsir (rail roading).

Page 16: ruptur uretra

Gambar 7. Tehnik kateterisasi railroading

Pada ruptur uretra anterior total, langsung dilakukan pemulihan uretra dengan

anastomosis ujung ke ujung melalui sayatan perineal. Dipasang kateter silicon selama 3

minggu. Bila ruptur parsial, dilakukan sistostomi dan pemasangan kateter foley di uretra

selama 7-10 hari, sampai terjadi epitelisasi uretra yang cedera.Kateter sistostomi dicabut

apabila ketika kateter sistostomi di klem, pasien bisa buang air kecil (Sjamjuhidajat, Wim

De Jong. 2004).

L. Komplikasi

Page 17: ruptur uretra

Komplikasi dini setelah rekontruksi uretra pada ruptur uretra anterior adalah

infeksi, hematoma, abses periuretral, fistel uretrokutan, dan epididimitis. Komplikasi

lanjut yang paling sering terjadi adalah striktur uretra (Smith. 2009)

Komplikasi pada ruptur uretra posterior: Striktur, impotensi, dan inkotinensia urin

merupakan komplikasi rupture prostatomembranosa paling berat yang disebabkan trauma

pada sistem urinaria. Striktur yang mengikuti perbaikan primer dan anastomosis terjadi

sekitar 50% dari kasus.Jika dilakukan sistotomi suprapubik, dengan pendekatan “delayed

repair” maka insidens striktur dapat dikurangi sampai sekitar 5%.Insidens impotensi

setelah “primary repair”, sekitar 30-80% (rata-rata sekitar 50%).Hal ini dapat dikurangi

hingga 30-35% dengan drainase suprapubik pada rekontruksi uretra tertunda. Jumlah

pasien yang mengalami inkotinensia urin <2 % biasanya bersamaan dengan fraktur tulang

sakrum yang berat dan cedera nervus S2-4 (Tanagho. 2008)

M. Prognosis

Prognosis pada pasien dengan ruptur uretra ketika penanganan awal baik dan

tepat akan lebih baik. Ruptur uretra anterior mempunyai prognosis yang lebih baik ketika

diketahui tidak menimbulkan striktur uretra karena apabila terjadi infeksi dapat membaik

dengan terapi yang tepat. Sedangkan pada ruptur uretra posterior ketika disertai dengan

komplikasi yang berat maka prognosis akan lebih buruk (Palinrungi. 2009).

Page 18: ruptur uretra

Daftar pustaka

Anonym, anatomi dan fisiologi traktur urinarius. Diakases pada hari selasa, tanggal 25 maret 2014. Diunduh dari: http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/114/jtptunimus-gdl-langgengse-5657-2-babii.pdf

Brandes S. Initial management of anterior and posterior urethral injuries .In : McAninch JW, Resinck MI, editors. Urologic clinics of north america. Philadelpia : Elseivers Sanders; 2006. p. 87-95

Palinrungi AM. Lecture notes on urological emergencies & trauma. Makassar: Division of Urology, Departement of Surgery, Faculty of Medicine, Hasanuddin University; 2009. p. 131-6

Pereira, Bruno. A review of ureteral injuries after external trauma. In Journal of Trauma, Resuscitation and Emergency Medicine 2010

Purnomo, Basuki. Dasar-Dasar Urologi.Edisi ketiga. Jakarta: Sagung Seto; 2012. P. 188

Rosentein DI, Alsikafi NF .Diagnosis and classification of urethral injuries.In : McAninch JW, Resinck MI, editors. Urologic clinics of north america. Philadelpia : Elseivers Sanders; 2006 . p. 74-83

Santucci. 2012. Manajement of iatrogenic uretral injury

Schreiter F, et al. Reconstruction of the bulbar and membranous urethra. In : Schreiter F, et al, editors. Urethral reconstructive surgery.Germany : Springer Medizin Verlag Heidelberg; 2006 . p.107-20

Sjamsuhidajat R, Jong WM. Buku ajar ilmu bedah. Edisi 2.Jakarta : EGC; 2005. p. 770-2

Tanagho EA, et al. Injuries to the genitourinary tract. In : McAninch, editor. Smith’s general urology.17th Edition. United States of America : Mc Graw Hill; 2008. p.278-93


Top Related