Transcript

Hemaliny A. SipahutarFK UKRIDA

BAB I

PENDAHULUAN

Dalam permulaan perkembangannya, saluran cerna hanya berupa suatu tabung sederhana dengan beberapa benjolan. Bakal lambung, pada saat ini berupa suatu pelebaran berbentuk kerucut, sedangkan bakal sekum ditandai oleh suatu pelebaran yang asimetris. Duktus vitelinus masih berhubungan dengan saluran kolon usus ini. Pada usia janin bulan kedua dan ketiga terjadi suatu proses yang dapat menerangkan timbulnya cacat bawaan pada bayi dikemudian hari. Usus tumbuh dengan cepat dan berada di dalam tali pusat. Sewaktu usus menarik diri masuk kembali ke dalam rongga perut, duodenum, dan sekum berputar dengan arah berlawanan jarum jam. Duodenum memutar di dorsal arteri dan vena mesenteria superior, sedangkan sekum terletak di fossa iliaka kanan. Secara embriologik, kolon kanan berasal dari usus tengah, sedangkan kolon kiri sampai dengan rectum berasal dari usus belakang. Lapisan otot longitudinal kolon membentuk tiga buah pita yang disebut tenia yang lebih pendek dari kolom itu sendiri sehingga kolon berlipat-lipat dan berbentuk seperti sakulus yang disebut haustra. Kolon transversum dan kolon sigmoideum terletak intraperitoneal dan dilengkapi dengan mesenterium. Dalam perkembangan embriologik kadang terjadi gangguan rotasi usus embrional sehingga kolon kanan dan sekum mempunyai mesenterium yang bebas. Keadaan ini memudahkan terjadinya putaran atau volvulus sebagian besar usus yang sama halnya dapat terjadi dengan mesenterium yang panjang pada kolon sigmoid dengan radiksnya yang sempit. Batas antara kolom dan rectum tampak jelas karena pada rectum ketiga dan tenia tidak tampak lagi. Batas ini terletak di bawah ketinggian promontorium, kira-kira 15 cm dari anus. Pertemuan ketiga tenia di daerah sekum menunjukan pangkal apendiks bila appendiks tidak jelas karena perlengketan.

Sekum, kolon asendens, dan bagian kanan kolon tranversum didarahi oleh cabang a.mesenterika superior yaitu oleh a.ileokolika, a.kolika dextra, dan a.kolika media. Kolon tranversum bagian kiri, kolon descendens, kolon sigmoid, dan sebagian besar rectum didarahi oleh a.mesenterika inferior melalui a.kolika sinistra, a.sigmoid, dan a.hemoroidalis superior.Kanalis analis berasal dari proktoderm yang merupakan invaginasi ectoderm, sedangkan rectum berasal dari entoderm. Karena perbedaan asal anus dan rectum ini maka perdarahan, persarafan, serta pengaliran vena dan limfenya berbeda juga, demikian pula epitel yang menutupinya. Rektum dilapisi mukosa glanduler usus sedangkan kanalis analis oleh anoderm yang merupakan lanjutan epitel berlapis gepeng kulit luar. Sedangkan anus tidak ada mukosa.BAB IIUSUS HALUS2.1 Fisiologi

2.1.1 Cairan dan Elektrolit

Cairan yang terdapat pada saluran cerna berjumlah 6-8 liter yang berasal dari makanan, minuman, air ludah, cairan lambung, empedu, secret pancreas, dan cairan usus halus. Cairan akan diserap kembali melalui katup ileosaecal sehingga hanya setengah liter cairan saja yang akan diteruskan ke kolon. Keluar masuknya cairan melalui sel ini terjadi dengan cara difusi, osmotic, atau dibawah pengaruh tekanan hidrostatik.

2.1.2 Peristalsis, Digesti, dan Absorpsi

Fungsi dari usus halus adalah sebagai transportasi, dan absorpsi cairan, elektrolit, atau unsur makanan. Setiap hari beberapa liter cairan dan puluhan gram makanan yang terdiri atas karbohidrat, lemak, dan protein akan diserap di usus halus, kemudian masuk ke dalam aliran darah. Proses ini sangat efisien karena hampir seluruh makanan terserap, kecuali yang mengandung selulosa yang tidak dapat dicerna. Hampir semua bahan makanan diabsorpsi dalam yeyunum, kecuali vitamin B12 dan asam empedu yang diserap dalam ileum terminale. Isi usus digerakan oleh peristaltik yang terdiri atas dua jenis gerakan, yaitu segmental dan longitudinal. Gerakan intestinal ini diatur oleh system saraf autonom dan hormone.

2.2 Pemeriksaan

Anamnesis dan pemeriksaan fisik merupakan kunci untuk menegakan diagnosis. Pada pemeriksaan fisik, inspeksi sangatlah penting. Contohnya pada Meteorismus yang mungkin merupakan tanda awal peritonitis atau ileus paralitik, dengan gambaran perut kembung pada posisi berbaring terlentang. Perut yang salah satunya tertinggal atau tidak ikut bergerak pada proses pernafasan mungkin menjadi tanda adanya rangsangan peritoneum karena peradangan. Palpasi sangat berguna untuk menemukan massa dan auskultasi untuk menentukan aktivitas peristaltic. Pemeriksaan khusus rotgen dengan enteroklisis menggunakan cairan kontras encer berguna untuk menentukan diagnosis karena memberikan gambaran seluruh panjang usus halus. Enteroskopi yaitu meneropong usus dapat dilakukan melewati bagian ligamen Treitz sampai ke permukaan yeyunum. Dalam endoskopi ini dapat sekaligus dilakukan biopsi .

2.3 Kelainan Bawaan

2.3.1 Divertikulum Meckel

Regresi yang kurang sempurna pada omfalomesenterikus (duktus vitelinus) dapat meninggalkan bermacam-macam kelainan antara lain divertikulum Meckel. Divertikulum Meckel merupakan divertikulum yang sering ditemukan di usus halus dan berasal dari bagian intraabdomen duktus vitelinus. Gejala yang ditunjukan tidak khas, biasa gejala atau keluhan mirip sekali dengan appendisitis akut walaupun letak nyeri dapat berbeda. Pengobatannya sendiri juga sama appendisitis akut yaitu divertikulektomi segera setelah diagnosis ditegakkan untuk mendahului terjadinya perforasi. 2.3.2 Malrotasi usus halus

Pada tahap perkembangan usus dapat terjadi gangguan rotasi dan fiksasi usus pada peritonuem dinding belakang. Malrotasi dapat mengakibatkan gangguan passae dan vaskularisasi. Gambaran klinis berupa gangguan passase usus halus yaitu tanda obstruksi, muntah hijau, dan perut kembung setelah lahir. Tindakan bedah dilakukan apabila terjadi obstruksi usus yang lengkap, parsial maupun berulang yaitu dengan laparatomi dan mengembalikan usus agar tidak berputar dan a. Mesenterika superior tidak terjepit. Sebaiknya tidak mengembalikan usus ke anatomi normal.

2.4 Hambatan Pasase Usus

Hambatan pasase usus dapat disebabkan oleh obstruksi lumen usus atau oleh gangguan peristaltik. Obstruksi usus disebut juga obstruksi mekanik misalnya oleh strangulasi, invaginasi, atau sumbatan di dalam lumen usus. Ileus dinamik dapat disebabkan oleh kelebihan dinamik seperti spasme. Ileus adinamik dapat disebabkan oleh paralisis pada peritonitis umum. Pada obstruksi harus dibedakan lagi obstruksi sederhana dari obstruksi strangulasi. Obstruksi sederhana ialah obstruksi yang tidak disertai terjepitnya pembuluh darah. Pada strangulasi ada pembuluh darah terjepit sehingga terjadi iskemik yang akan berakhir dengan nekrosis atau ganggren yang ditandai dengan gejala umum berat yang disebabkan oleh toksin dari jaringan gangrene. Jadi strangulasi memperlihatkan kombinasi gejala obstruksi dan gejala sistemik akibat adanya toksin dan sepsis.

Obstruksi usus yang disebabkan oleh hernia, invaginasi, adhesi, dan volvulus mungkin sekali disertai strangulasi, sedangkan obstruksi oleh tumor atau askaris adalah obstruksi sederhana yang jarang menyebabkan strangulasi. 2.4.1 Gambaran Klinis Obstruksi usus halus merupakan obstruksi saluran cerna tinggi artinya, disertai dengan pengeluaran banyak cairan dan elektrolit, baik dalam lumen usus bagian oral dari obstruksi maupun oleh muntah. Pada anamnesa obstruksi tinggi sering dapat ditemukan penyebab, misalnya berupa adhesi dalam perut karena pernah dioperasi atau terdapat hernia. Pada pemeriksaan ditemukan tanda dan gejala yang bergantung pada tahap perkembangan obstruksi. Gejala umum berupa syok, oliguri, dan gangguan elektrolit. Selanjutnya ditemukan meteorismus dan kelebihan cairan di usus, hiperperistaltik berkala berupa kolik yang disertai mual dan muntah. Kolik tersebut terlihat pada inspeksi usus dan pada auskultasi sewaktu serangan kolik, hiperperistaltik kedengaran jelas sebagai bunyi nada tinggi. Penderita tampak gelisah dan menggeliat sewaktu kolik dan setelah satu dua kali defekasi tidak ada lagi flatus atau defekasi.

Pemeriksaan laboratorium umumnya tidak dapat dijadikan pedoman untuk menegakan diagnosis. Pada foto polos rontgen perut, tampak kelok-kelok usus halus yang melebar, mengandung cairan dan banyak udara sehingga member gambaran batas Air Fluid Level yang jelas.

2.4.2 Diagnosis

Ada tidaknya obstruksi tinggi tidak sulit ditentukan asal cukup sabar menantikan timbulnya kolik sehingga dapat melihat gejala kolik yang khas. Pada strangulasi terdapat jepitan atau lilitan yang menyebabkan gangguan peredaran darah sehingga terjadi iskemia, nekrosis, dan gangren. Gangren menyebabkan tanda toksik seperti yang terjadi pada sepsis yaitu takikardia, syok septic, dengan leukositosis.

2.4.3 Penatalaksanaan Obstruksi mekanis di usus dan jepitan atau lilitan harus dihilangkan segera setelah keadan umum diperbaiki. Tindakan umum sebelum dan sewaktu pembedahan meliputi tata laksana dehidrasi, perbaikan, keseimbangan elektrolit, dan dekompresi pipa lambung. Pada strangulasi tidak ada waktu untuk memperbaiki keadaan umum, strangulasi harus segera di operasi.

2.4.4 Bermacam Penyebab Obstruksi Usus

Adhesi. Ileus karena adhesi umumnya tidak disertai strangulasi. Adhesi umumnya berasal dari rangsangan peritoneum akibat peritonitis setempat atau umum, atau pascaoperasi. Adhesi dapat berupa perlengketan atau mungkin dalam bentuk tunggal atau multiple, mungkin setempat maupun luas. Sering juga ditemukan bentuk pita dipotong agar pasase usus pulih kembali. Adhesi yang kambuh mungkin akan menjadi masalah besar. Setelah berulang tiga kali, resiko kambuh menjadi 50%. Pada kasus seperti ini., ditiadakan pendekatan konservatif karena walaupun pembedahan akan memberikan perbaikan pasase usus, kemungkinan besar obstruksi akan kambuh lagi dalam waktu singkat.

Hernia Inkarserata. Obstruksi akibat hernia inkarserata pada anak dapat dikelola secara konservatif dengan posisi Trendelenburg. Jika percobaan reduksi gaya berat ini tidak berhasil dalam waktu 8 jam, harus diadakan herniotomi segera.

Askariasis. Kebanyakan cacing askariasis hidup di usus halus dan yeyunum. Biasanya ada puluhan hingga lebih seratus, tetapi mungkin terdapat ratusan ekor. Obstruksi bisa terjadi di mana-mana di usus halus, tetapi biasanya di ileum terminale, tempat lumen paling sempit. Cacing menyebabkan kontraksi local di dinding usus yang disertai dengan reaksi radang setempat yang tampak di permukaan peritoneum.

Gambaran klinis askariasis diagnosis obstruksi parsial didasarkan atas gambaran klinis yang khas. Obstruksi usus oleh cacing askaris paling sering ditemukan pada anak karena hygiene kurang sehingga infestasi cacing terjadi berulang. Usus halusnya lebih sempit daripada usus halus orang dewasa, sedangkan ukuran cacingnya sama besar. Obstruksi disebabkan oleh gumpalan padat yang terdiri atas sisa makanan dan gumpalan sisa makanan dan puluhan ekor cacing yang mati atau hampir mati akibat pemberian obat cacing. Keadaan umum mungkin tidak terlalu payah, tetapi anak dapat menderita serangan kolik tanpa berhenti jika obstruksinya total. Muntah terjadi sewaktu kolik dan penderita gelisah, kadang cacing keluar lewat mulut atau anus. Perut kembung dan peristaltic terlihat waktu kolik dan adanya demam. Ternyata cacing menyebabkan kontraksi setempat di dinding usus yang disertai dengan reaksi radang local.

Pada pemeriksaan abdomen teraba massa dari gumpalan cacing, berbatas tidak jelas dan mungkin dapat digerakan. Perut biasanya sakit dan terdapat nyeri tekan. Diagnosis obstruksi cacing didukung oleh riwayat pemberian obat cacing atau pencahar pada anamnesis, demam, serangan kolik, muntah, dan cacing keluar dari mulut atau hidung dan anus. Muntah cacing atau pengeluaran cacing per anus tidak membuktikan adanya obstruksi oleh cacing askariasis, tetapi hal ini harus diperhatikan karena keadaannya dapat menjadi abdomen akut. Pada pemeriksaan rontgen terlihat gambaran obstruksi usus halus. Segmen usus yang penuh dengan cacing berisiko tinggi untuk mengalami volvulus, strangulasi, dan perforasi.

2.4.5 Diagnosis BandingMassa diperut dapat disebabkan juga oleh invaginasi, volvulus atau appendicitis. Pada invaginasi massa invaginatum lebih berbatas tegas dan memanjang seperti sosis, disertai pengeluaran lendir bercampur darah per rectum. Obstruksi askarias lengkap harus dibedakan dengan invaginasi atau volvulus. Obstruksi lengkap menuntun untuk dilakukan operasi segera karena mengancam terjadinya volvulus, strangulasi dan perforasi. oleh karena itu, penting sekali untuk membedakan obstruksi lengkap dari obstruksi parsial.

Pada massa apendiks yang menyebabkan obstruksi, massa tidak dapat digerakan, nyeri timbul terus-menerus, naik turun sedangkan penderita tampak sakit berat dan toksik. Pada trauma abdomen, nyeri hebat disertai defans muskuler, sedangkan massa di perut dan obstruksi tidak menonjol jelas, terlihat ada bekas trauma. Pada cacat bawaan tidak teraba massa dan usia biasanya lebih muda. Perdarahan melalui rectum pada anak menunjukan strangulasi dan atau invaginasi.

Pada obstruksi parsial masih ada kemungkinan pasase cairan dan gas ketika spasme dinding usus mengurangi keadaan umum masih lumayan dan massa yang mengandung cacing biasanya teraba seperti kantong cacing seorang nelayan. Pada obstruksi lengkap keadaan umum menjadi buruk. Penderita umumnya demam disertai dengan delirium, apatis, takikardia, atau tanda lain yang menunjukan keadaan toksik.

Pengelolaam konservatif yang dianjurkan pada obstruksi parsial terdiri atas puasakan penderita, pemberian cairan intravena diikuti antihelmentik setelah tanda dan gejala obstruksi hilang. Dianjurkan untuk tidak memberikan antihelmentik atau obat pencahar selama 48-72 jam pertama atau selama gejala obstruksi belum hilang. Dengan antihelmentik cacing jadi lumpuh dan dapat menyebabkan obstruksi parsial berubah menjadi obstruksi total. Seain merangsang gerakan usus, pencahar dapat memic terjadnya volvulus atau invaginasi. Selam ini dapat diberikan sediaan sedatif atau pelemas otot dan dipuasakan. Penderita harus diamati siang malam secara ketat. Setelah tanda dan gejala obstruksi hilang dan massa cacing di peut tidak dapat diraba lagi, dapat diberikan obat cacing yang melumpuhkan sehingga cacing keluar per anum. Jika ada obstruksi lengkap, atau jika pengobatan konservatif tidak berhasil, dilakukan operasi. Kalau mungkin massa dipijit sehingga cacing dapat didiorong masuk ke kolon. Sering hal ini berbahaya karena massa terlalu padat dan usus sudah rapuh. Mungkin diperlukan enterotomi untuk mengeluarkan cacing. Jika dinding usus sudah robek atau mengalami ganggren, dilakukan reseksi usus bagian yang bersangkutan

Invaginasi. Invaginasi atau intususepsi sering ditemukan pada anak dan jarang pada orang dewasa muda atau dewasa. Invaginasi pada anak biasanya bersifat idiopatik karena tidak diketahui penyebabnya. Kebanyakan ditemukan pada kelompok umur 2-12 bulan dan lebih banyak pada laki-laki. Sering terdapat serangan rhinitis atau infeksi saluran napas mendahului serangan invaginasi. Invaginasi seringnya berupa serangan intususepsi ileosekal yang masuk naik ke kolon asendens dan mungkin terus sampai keluar rectum. Invaginasi mungkin dapat mengakibatkan nekrosis iskemik pada bagian usus yang masuk dengan komplikasi perforasi dan peritonitis. Anamnesis memberikan gambaran yang cukup mencurigakan bila bayi yang sehat dan eustrofis tiba-tiba mendapat serangan nyeri perut. Anak tampak gelisah dan tidak dapat ditenangkan, sedangkan diantara serangan biasanya anak tidur tenang karena sudah capai sekali

Serangan klasik terdiri atas nyeri perut, gelisah sewaktu serangan kolik, biasanya keluar lendir campur darah (Red currant Jelly= selai kismis merah) per anum yang berasal dari intususeptum yang tertekan, terbendung, atau mungkin sudah mengalami strangulasi. Anak biasanya muntah sewaktu serangan dan pada pemeriksaan perut dapat diraba massa yang biasanya memanjang dengan batas jelas seperti sosis memanjang. Bila invaginasi disertai strangulasi harus diingat kemungkinan terjadinya peritonitis setelah perforasi. Invaginatum yang masuk jauh dapat ditemukan pada pemeriksaan colok dubur. Ujng invaginatum teraba sperti porsio uterus pada pemeriksaan vagina sehingga dinamani pseudoporsio atau porsio semu. Invaginatum yang keluar dari rectum jarang ditemukan keadaan tersebut harus dibedakan dari prolapsus mukosa rectum. Pada invaginasi didapatkan invaginatum bebas dari \dinding anus, sedangkan prolapsus berhubungan secara sirkuler dengan dinding usus. Pada inspeksi sukar sekali membedakan prolapsus rectum dari invaginasi. Diagnosis dapat ditegakan dengan pemeriksaan jari sekitar penonjolan untuk menentukan ada tidaknya celah terbuka.

Diagnosis invaginasi dapat diduga atas pemeriksaan fisik dan dipastikan dengan pemeriksaan rontgen dengan pemberian enema barium. Sumbatan oleh invaginatum biasanya tampak jelas pada foto. Pengelolaan reposisi hidrostatik dapat dikerjakan sekaligus sewaktu diagnosis rontgen tersebut ditegakan. Syaratnya adalah keadaan umum mengizinkan, tidak ada gejala dan tanda rangsangan peritoneum, anak tidak toksik, dan tidak terdapat obstruksi letak tinggi.

Tekanan hidrostatik tidak boleh melewati satu meter air dan tidak boleh dilakukan pengurutan atau penekanan manual di perut sewaktu dilakukan reposisi hidrostatik ini. Pengelolaan berhasil jika barium kelihatan masuk ileum. Reposisi pneumostatik dengan tekanan udara semakin sering digunakan karena lebih aman dan hasilnya lebih baik daripada reposisi dengan enema barium. Jika reposisi konservatif ini tidak berhasil, terpaksa diadakan reposisi manual dengan mendorong invaginatum dari oral ke arah sudut ileosekal, dorongan dilakukan dengan hati-hati tanpa tarikan dari bagian proksimal.

Invaginasi pada orang muda atau orang dewasa jarang sekali idiopatik. Umumnya ujung invaginatum pada orang dewasa merupakan polip atau tomur lain di usus halus. Invaginasi juga disebabkan oleh pencetus seperti divertikulum meckle yang terbalik masuk lumen usus, duplikasi usus, kelainan vaskuler, atau limfoma. Gejalanya berupa gejala dan tanda obstruksi usus tetap bergantung dari letak ujung invaginasi. Terapi reposisi hidrostatik umumnya tidak mungkin karena jarang merupakan invaginasi ileosekal sehingga invaginatum tidak masuk ke dalam kolon.Selain itu penyebab yang berupa polip atau tumor lain tidak dihilangkan.

VolvulusVolvulus di usus halus agak jarang ditemukan. Pita congenital atau adhesi biasanya dikambing hitamkan tetapi pada operasi sering tidak ditemukan. Kebanyakan volvulus didapat dibagian ileum, diperdarahi oleh a.Ileosekalis dan mudah mengalami strangulasi. Gambaran klinis merupakan gambaran ileus obstruksi tinggi dengan atau tanpa gejalan dan tanda strangulasi.

Kelainan Kongenital. Ganguan pasase usus yang congenital dapat berbentuk stenosis dan atresia. Setiap cacat bawaan berupa stenosis atau atresia dari sebagian saluran cerna akan menyebabkan obstruksi setelah bayi menyusui. Stenosis dapat juga terjadi karena penekanan, misalnya oleh pancreas anulare atau oleh atresia jenis membrane dengan lubang di tengahnya. Pankreas anulare menyebabkan obstruksi usus halus di duodenum bagian kedua.Gejal dan tanda seperti itu juga ditemukan pada atresia atau malrotasi usus.

Bayi yang mengalami gangguan pasase lambung akibat kelainan bawaan perutnya buncit tetapi buncit ini tidak tegang, kecuali bila ada perforasi. Hampir semua bayi dengan obstruksi usus akan muntah. Muntahannya berwarna hijau bila letak obstruksi distal dari ampula vater. Umumnya makin tinggi obstruksi makin dini gejala muntah akan timbul. Mekonium umumnya tidak ada, kalau ada hanya berupa massa hijau atau pucat yang meleleh dari anus tanpa dorongan udara. Suhu badan bayi akan naik bila sudah terjadi dehidrasi atau terjadi infeksi sekunder. Radang kronik. Setiap radang kronik terutama morbus crohn, dapat menyebabkan obstruksi karena udem, hipertrofi, dan fibrosis yang biasanya terjadi pada penyakit kronik itu. Dengan tindakan konservatif yang antara lain terdiri atas pantang makan dan disusul oleh diet khusus, umumnya obstruksi mutlak dapat dihindari. Jika diperlukan pembedahan, umumnya dapat dilakukan reseksi sebagian usus yang sakit. Selalu harus diingat kemungkinan besar terjadi kekambuhan penyakit di sekitar anastomosis atau ditempat lain di usus.

Tumor. Tumor usus halus agak jarang menyebabkan obstruksi usus, kecuali jika ia menimbulkan invaginasi. Proses keganasan terutama karsinoma ovarium dan karsinoma kolon, dapat menyebabkan obstruksi usus. Obstruksi ini terutama disebabkan oleh kumpulan metastasis di peritoneum atau di mesenterium yang menekan usus. Bila pengelolaan konservatif tidak berhasil, dianjurkan operasi sebagai tindakan paliatif.

Tumpukan Sisa Makanan. Obstruksi usus halus akibat bahan makanan ditemukan pada orang yang pernah mengalami gastrektomi, obstruksi biasanya terjadi pada daerah anastomosis. Obstruksi lain yang jarang ditemukan dapat terjadi setelah makan banyak sekali buah-buahan yang mengandung banyak serat yang menyebabkan obstruksi di ileum terminale. Seperti serat buah jeruk atau biji buah tertentu yang banyak ditelan sekaligus. Keadaan yang luar biasa demikian harus dibedakan dari impaksi feces kering pada orang tua yang terjadi di kolon pada penderita yang kurang gerak.

Kompresi Duodenum Oleh Arteri Mesenterika Superior dapat mengenai bagian ketiga duodenum (pars horisontalis). Duodenum pars horisontalis terletak retroperitoneal di depan korus vertebra, yaitu tempat duodenum dilintasi dari atas ke bawah oleh a. mesenterika superior yang setelah bercabang dari aorta masuk ke mesenterium. Duodenum dapat terjepit dalam sudut antara arteria tersebut dan aorta. Sudut tersebut berbeda besarnya antara individu yaitu dengan rentang 20-70 derajat. Pada keadaan hiperekstensi seperti terjadi pada pemasangan gips tubuh, atau setelah trauma, kecelakaan berat, atau luka bakar luas, dan keadaan imobilisasi lain yang menuntut sikap baring terlentang, dapat ditemukan obstruksi tinggi usus halus. Penderita menunjukan retensi lambung dengan muntahan yang mengandung empedu. Pada pemeriksaan jasmani perut tidak kembung, kecuali bagian ulu hati dan tidak nyeri. Diagnosis tidak sukar ditentukan asal dipikirkan kemungkinan yang klasik ini. Foto polos perut bagian atas menunjukan dilatasi lambung dan duodenum tanpa isi usus halus dan usus besar.

Penderita akan segera pulih setelah gangguan keseimbangan cairan, elektrolit, dan asam basa diperbaiki dan hiperekstensi atau sikap baring terlentang ditiadakan. Keadaan kronik karena kompresi duodenum di sudut arteri ini, jarang sekali ditemukan dan jarang memerlukan tindakan bedah.

2.5 Radang Usus Halus2.5.1 Radang Akut

Tifus Abdominalis. Peforasi (sekitar 2%) dan perdarahan (10-20%) usus halus oleh enteritis pada demam tifoid mungkin memerlukan pertolongan bedah. Perforasi dibagi manjadi dua yaitu khas dan tidak khas. Bentuk khas agak jarang ditemukan karena pada demam tifoid sering kelokan usus halus saling lengket sehingga ketika terjadi perforasi isi usus, tidak sekaligus menyebar di rongga perut. Penderita demam tifoid agak jarang datang dengan nyeri seperti pada perforasi tukak peptic lambung atau appendicitis akut. Akan tetapi, jika perforasi bebas menyebar, penderita akan menunjukan gejala dan tanda peritonitis generalisata dalam waktu beberapa jam saja. Jika demikian, penderita tampak sakit berat, toksik, apatik, dengan nyeri seluruh perut, dehidrasi, dan syok. Setelah perforasi, keadaan umum biasanya cepat memburuk karena toksemia. Yang penting ialah menentukan sudah berapa lama perforasi terjadi dan apakah ada peritonitis terbatas atau generalisata. Setiap penderita dengan demam tifoid dan nyeri perut harus diperiksa setiap hari akan kemungkinan perforasi usus.

Laparatomi dilakukan atas indikasi perforasi atau perdarahan yang tidak dapat diatasi secara konservatif. Perforasi akan diatasi dengan penutupan lubang di dinding usus, eksisi bagian yang mengalami perforasi atau reseksi bagian usus. Pembilasan rongga perut dan pengaliran dilakukan jika ada peritonitis purulenta.

Perdarahan yang tampil sebagai syok hipovolemik dan anemia ditangani dengan pemberian infuse. Jika perdarahan tidak berhenti, harus dilakukan laparatomi untuk mengeluarkan bagian usus yang mengandung tukak yang berdarah. Melena merupakan tanda adanya perdarahan yang sudah lama karena biasanya ada obstipasi, sedangkan darah segar pada tinja menunjukan pasase usus dipercepat dan ini dapat ditemukan pada penderita demam tifoid yang toksik dan syok.

Sebelum operasi dimulai, harus diadakan perbaikan keadaan umum dengan pemberian cukup cairan, elektrolit yang dibutuh, dan darah jika perlu. Sonde lambung memang perlu dipasang dan antibiotic diberikan untuk Salmonella Typhi, basil gram negative, dan basil anaerob.

Diagnosis Banding. Appendicitis perforata mulai dengan nyeri perut baru kemudian penderita menjadi demam. Jika appendicitis sudah menyebabkan toksemia dan dehidrasi karena peritonitis umum, diagnosis pasti mustahil ditegakan sebelum dilakukan laparatomi, tetapi anamnesis dapat membantu. Umumnya appendicitis akut mengalami perforasi pada hari kedua atau ketiga masa sakit, sedangkan demam tifoid pada minggu kedua atau ketiga. Walaupun demikian, perforasi dapat terjadi lebih dini, bahkan dapat ditemukan pada minggu pertama.

Perforasi lambung atau duodenum pada tukak peptic umumnya terjadi tiba-tiba pada orang dengan riwayat anamnesis tukak peptic. Perluasan peritonitis adneksitis akut atau perforasi abses adneksitis pada penyakit infeksi panggul tentu didahului oleh anamnesis adneksitis akut yang disertai dengan tanda infeksi saluran kemih.

Strangulasi usus umumnya juga terjadi mendadak, kedua lipat paha harus diperiksa untuk menyingkirkan kemungkinan hernia inkarserata. Kolitis nekrotikans amuba kadang perlu dipertimbangkan. Anamnesis biasanya menunjukan diare dengan lendir dan darah, disusul oleh nyeri perut yang mulai di kanan bawah dan meluas ke seluruh perut disertai kembung dan defans muskuler, keadaan umum penderita cepat memburuk.

2.5.2 Radang Kronik

Enteritis TBC. Enteritis tuberculosis disebabkan oleh infeksi M. Tuberkulosis jenis bovin yang mencemari susu ternak atau merupakan infeksi sekunder pada penderita tuberculosis paru terbuka yang menelan sputumnya sendiri. Enteritis tbc biasanya bersarang di ileum terminale dalam bentuk radang kronik hipertrofik. Biasanya terjadi kontraksi dan spasme setempat akibat rangsangan peradangan mukosa. Kemudian dapat terjadi tukak tuberculosis multiple dan stenosis.

Gambaran klinis menunjukan obstipasi atau diare yang sering disertai serangan nyeri perut berkala karena kejang dan kolik. Pada pemeriksaan perut mungkin teraba massa , seperti mungkin ditemukan pada morbus Crohn atau massa appendicitis. Walaupun jarang, dapat terjadi komplikasi obstruksi, perforasi, dan perdarahan.

Pengelolaan terdiri atas perawatan penderita seperti umumnya dianjurkan pada penderita dengan enteritis hipertrofik yang cenderung menyebabkan obstruksi. Dengan sendirinya juga diberikan pengobatan khas tuberkulostatik.Tindakan bedah jarang diperlukan, kecuali jika pengobatan konservatif tidak berhasil mengatasi komplikasi.

Enteritis Regionalis. Penyakit ini ditemukan pada tahun 1932 oleh Crohn. Pada mulanya penyakit ini dianggap suatu radang kronik di ileum terminale sehingga diberi nama enteritis terminalis. Setelah beberapa tahun ternyata kelainannya ditemukan di mana-mana di saluran cerna sehingga dinamai enteristis regionalis. Penyakit radang kronik yang membentuk granulasi ini tidak diketahui penyebabnya dan sering kambuh. Pada awal penyakit ditemukan udem dinding usus disertai talengiektasi. Kemudian terjadi granulasi mukosa diikuti dengan ulserasi dan nekrosis. Gambaran klinis umumnya dimulai dengan keluhan samar-samar di perut, yang berkembang menjadi serangan nyeri perut yang kumatan disertai dengan diare dan kolik atau kejat usus. Biasanya ada demam dan keadaan umum sering memburuk.

Pada pemeriksaan abdomen sering ditemukan massa usus yang meradang dan nyeri seperti massa apendiks. Serangan pertama mungkin datang tiba-tiba sehingga sukar dibedakan dari appendiks akuta. Pada stadium lanjut mungkin terjadi obstruksi parsial yang sedapat mungkin dikelola secara konservatif. Penderita obstruksi ini dapat mengalami penyulit berupa perforasi didalam massa radang yang mengakibatkan fistel intern antarkelok usus, maupun fistel ekstern yang paling sering terjadi perianal. Perdarahan berbahaya jarang terjadi pada enteritis kronik ini.

Diagnosis ditegakan berdasarkan gambaran klinis. Gambaran rontgen umumnya menunjukan penyempitan lumen usus sepanjang bagian yang dihinggapi penyakit Pengelolaan enteritis regionalis terdiri atas tindakan konservatif. Pembedahan dilakukan bila terdapat obstruksi yang tidak pulih. Reseksi diusahakan sekecil mungkin, bila tidak mungkin dapat dipertimbangkan untuk melakukan operasi lintas usus. Perforasi yang mengakibatkan abses dan/ fistel juga memerlukan tindak bedah. Fistel jarang sembuh dengan tindakan konservatif.

Aktinomikosis. Infeksi oleh Actinomyces israelli, suatu organisme yang digolongkan bakteri anaerob yang membentuk hifa dan spora biasanya ditemukan dimulut manusia, dapat menyebabkan infeksi paru. Secara sekunder dapat terjadi obstruksi di region ileosekal. Gambaran klinis tidak menunjukan gejala dan tanda khas. Sering terbentuk fistel intern kesegmen usus dan fistel ekstern ke kulit, umumnya di dinding perut kanan bawah.

Enteritis Radiasi. Enteritis radiasi dapat disebabkan oleh setiap penyinaran dengan sinar pengion. Sinar ini keluar pada ledakan senjata atom, kecelakaan di pabrik nuklir atom, pada pemeriksaan dengan bahan radioaktif, dan pada setiap penggunaan sinar rontgen. Enteritis akut umpamanya terjadi akibat penyinaran pada kecelakaan dalam laboratorium. Gambaran klinis enteritis radiasi akut disertai perdarahan dan diare karena mukosa mengelupas. Pada korban lain terdapat gambaran klinis dengan obstipasi atau diare yang berselang seling dengan nyeri perut berkala akibat kejang dan kolik. Biasa ada tanda malabsorpsi. Selain itu, tentu ada kerusakan sumsum merah tulang dengan tanda akibat depresi hematopoetik dan destruksi gonad.

Enteritis radiasi kronik menyebabkan penebalan dinding usus yang menimbulkan stenosis lumen disertai tanda inflamasi kronik peritoneum dengan perlekatan banyak yang longgar dan rapuh. Keluhan enteritis kronik dapat timbul langsung setelah paparan radiasi atau timbul lebih lambat setelah bertahun-tahun, bahkan puluhan tahun setelah paparan dengan sindrom nyeri perut, serangan disertai kolik, mual, muntah diare, atau tanda obstruksi. Biasanya ada gejala dan tanda malabsorpsi.

Obstruksi akut atau kronik, tukak multiple, perforasi, abses dan fistel merupakan komplikasi enteritis radiasi. Pada penyulit tersebut tidak dapat dihindari pertolongan bedah. Operasi umumnya tidak mudah karena jaringan mungkin rapuh, sementara penyembuhan jaringan sering terhambat dan kurang sempurna.

2.6 Tumor Usus HalusNeoplasma

Tumor Jinak

Lebih separuh tumor jinak ditemukan di ileum, sisanya diduodenum dan yeyunum. Polip adenomatosa menduduki tempat nomor satu, disusul oleh lipoma, leiomioma, dan hemangioma. Tumor jinak yang sering memberi gejala biasanya adalah leiomioma.

Gambaran klinis. kebanyakan tumor jinak diusus halus tidak menimbulkan gangguan yang berarti selama hidup. Kadang gejalanya tidak jelas atau tidak khas sehingga kelainan tidak terdeteksi, kecuali bila terjadi penyulit. Tumor usus halus dapat menimbulkan komplikasi perdarahan dan obstruksi. Perdarahan massif jarang terjadi. Obstruksi dapat disebabkan oleh tumornya sendiri atau secara tidak langsung oleh invaginasi. Pada kasus demikian tumor menjadi ujung invaginatum. Perforasi yang berakibat peritonitis, abses, atau fistel juga sangat jarang terjadi.

Tumor Ganas

Gambaran klinis sama dengan tumor jinak. Separuh kasus tumor ganas terdapat di ileum. Keluhannya samar, seperti penurunan berat badan dan nyeri perut. Agak jarang terdapat obstruksi, perdarahan, atau perforasi. Jenis yang ditemukan ialah limfoma maligna, karsinoid, dan adenokarsinoma. Sindrom klinis yang luar biasa, seperti sindrom Peutz-Jeghers, yang ditandai polip multiple dengan kelainan pigmen kulit, dan sindrom Gardner yaitu sindrom Peutz-Jeghers disertai osteoma, jarang ditemukan.

Diagnosis tumor usus halus umumnya baru ditegakan setelah atau sewaktu laparatomi. Terapi berupa pengangkatan tumor. Pada tumor jinak tindak bedah ditujukan untuk memulihkan pasase usus, sedangkan pada tumor ganas sedapat mungkin dilakukan reseksi radikal.

Tumor Karsinoid

Karsinoid maligna dapat terjadi di saluran cerna kebanyakan di appendiks, dan agak jarang di usus halus dan rectum. Karsinoid melepaskan hormone serotonin yang umumnya tidak aktif karena diubah di hati, tetapi hormone dari metastasis di hati, ovarium, atau di bronkus yang tidak melalui hepar dapat menimbulkan kumpulan gejala akibat hormone serotonin berupa serangan kemerahan wajah, diare, dan konstriksi bronkus asmatika. Mungkin didapat kelainan katup jantung kanan karena deposisi kolagen, sedangkan kadar serotonin di darah dan kadar 5-hydroxyindoleacetic acid (5HIAA) di urin meninggi. Metastasis dapat terjadi di hati, paling sering dari karsinoid di luar appendiks. Pengelolaannya terdiri atas pengangkatan metastasis, mungkin perlu dilakukan berulang-ulang. Gambaran klinis ditentukan oleh aktifitas hormonal. Prognosis hidup 5 tahun penderita karsinoid usus halus setelah reseksi 70 persent, sedangkan untuk penderita dengan metastasis, ketahanan hidup 5 tahun antara 20 dan 40 persen.2.7 Trauma abdomen Usus halus dapat mengalami cedera akibat trauma tumpul atau trauma tajam tembus peritoneum yang mengenai usus, organ lain atau diafragma. Kerusakan dapat berupa robekan usus, perforasi, kontusio memar, dengan atau tanpa perforasi, terlepasnya usus dari mesenterium, atau cedera mesenterium. Juga dapat dijumpai hematom atau udem pada mesenterium dan hematom dinding usus.

Gejala yang menunjukan adanya gangguan viseral adalah nyeri, defans muskular, ileus paralitik, dan leukositosis. Untuk mengetahui adanya perforasi dapat dilakukan foto abdomen dalam posisi tubuh tegak yang mungkin menunjukkan adanya udara bebas di diafragma. Observasi pada trauma tajam atau tumpul jika tidak ada keluhan dan tanda yang mengarah pada pendarahan atau perforasi dengan atau tanpa peritonitis. Tindkan bedah dapat dilakukan segera bila tanda pendarahan atau peritonitis menjadi jelas. Pada tindakan bedah dilakukan berbagai jenis anatomosis yang berupa ujung ke ujung, sisi ke sisi, ujung ke sisi, dan sisi ke ujung yang dapat disambung dengan cara isoperistaltsis atau antiperistaltis. 2.8 Apendiks VermiformisApendiks atau umbai cacing adalah organ dalam tubuh yang tidak tau fungsinya. Apendiks merupakan organ berbentuk tabung yang panjang ukurannya 10 cm kisarnya 3-15 cm dan berpangkal dio saekum. Apendiks sering mengalami perdangan yang disebabkan oleh bakteri. Namun faktor pencetusnya dapat disebabkan oelh pada dewasa sering disebabkan oleh fecalit dan pada anak-anak sering disebabkan oleh hiperplasia jaringan limf. Apendiks akut gamabaran klinisnya nyeri viseral di daerah epigastrium menjalar sekitar umbilikus dan beberapa jam nyeri berpindah ke kanan bawah titik McBurney. Disini nyeri dirasakan bertambah tajam dan lebih jelas sehingga merupakan nyeri somatik setempat. Keluhan ini sering disertai dengan mual, dan muntah. Pemeriksaan. Demam biasanya ringan dengan suhu sekitar 37,5 38,5 0 C. Bila suhu tinggi mungkin terjadi perforasi. Kembung sering terlihat pada penderita dengan komplikasi perforasi. Penonjolan perut kanan bawah bisa dilihat pada massa atau abses periapendikuler. Laboratorium pemeriksaan leuokosit membantu menegakkan diagnosis apendisitis akut. Pada kebanyakan terdapat leukositosis terlebih pada kasus dengan komplikasi. Diagnosi banding dapat Gastroenteritis, demam dengue, limfadengitis mesenterika, kelainan ovulasi, infeksi panggul, kehamilan di luar kandungan, kista ovarium terpuntir, dan urolitiasis pielum atau ureter kanan.

BAB III

KOLON

3.1 Fisiologi

Fungsi usus besar ialah menyerap air, vitamin, dan elektrolit, eksresi mucus, serta menyimpan feces, dan kemudian mendorongnya ke luar. Dari 700-1000ml cairan usus halus yang diterima oleh kolon, hanya 150-200 ml yang dikeluarkan sebagai feces setiap harinya. Udara ditelan sewaktu makan, minum, atau menelan ludah. Oksigen dan CO2 di dalamnya diserap di usus, sedangkan nitrogen bersama dengan gas hasil pencernaan dan peragian dikeluarkan sebagai flatus. Jumlah gas di dalam usus mencapai 500 ml sehari. Pada infeksi usus, produksi gas meningkat dan bila mendapat obstruksi usus gas tertimbun di saluran cerna yang menimbulkan flatulensi.

3.2 Obstruksi Kolon PatofisiologiPengaruh obstruksi kolon tidak sehebat pengaruhnya pada obstruksi usus halus, karena pada obstruksi kolon, hampir tidak pernah terjadi strangulasi kecuali pada volvulus. Kolon merupakan alat penyimpanan feces sehingga secara relatif fungsi kolon sebagai alat penyerapan sedikit sekali. Oleh karena itu kehilangan cairan dan elektrolit berjalan lambat pada obstruksi kolon distal. Gambaran klinis ini disebut obstruksi rendah, berlainan dengan ileus usus halus yang dinamai ileus tinggi. Obstruksi kolon yang berlarut-larut akan menimbulkan distensi yang amat besar selama katup ileosekal tetap utuh. Bila terjadi insufisiensi katup, timbul refluk dari kolon ke dalam ileum terminale sehingga ileum turut membesar. Oleh karena itu, gejala dan tanda obstruksi tinggi atau obstruksi rendah tergantung dari kompetensi valvula Bauhin.

Dinding usus halus kuat dan tebal karena terdiri atas dua lapis otot, yang sirkuler dan longitudinal. Oleh karena itu, tidak akan terjadi distensi berlebihan atau rupture. Sebaliknya, dinding usus besar tipis, cuma satu otot sirkularis sehingga mudah mengalami distensi. Dinding sekum merupakan bagian kolon yang paling tipis. Oleh karena itu, dapat terjadi rupture bila terlalu teregang.

Diagnosis.

Anamnesa. Gejala permulaan obstruksi kolon adalah perubahan kebiasaan buang air besar, terutama berupa obstipasi dan kembung yang kadang disertai kolik pada perut bagian bawah. Akhirnya penderita mengeluh konstipasi absolute dengan keinginan defekasi dan flatus.

Pemeriksaan Fisik. Pada pemeriksaan fisik diperhatikan adanya pembesaran perut yang tidak pada tempatnya. Misalnya pembesaran setempat karena peristalsis yang hebat sehingga terlihat gelombang usus ataupun kontur usus pada dinding perut. Keadaan seperti ini disertai muntah terlihat pada obstruksi usus halus.

Pemeriksaan Penunjang. Laboratorium tidak membantu menentukan diagnosis. Foto polos abdomen sedapat mungkin dibuat pada posisi tegak dengan sinar mendatar. Posisi datar perlu untuk melihat distribusi gas, sedangkan pada sikap tegak untuk melihat batas udara-air dan letak obstruksi. Bila penderita terlalu lemah untuk duduk, cukup dengan posisi berbaring di sisi kiri.

Komplikasi. Pada obstruksi kolon dapat terjadi dilatasi progresif pada sekum yang berakhir dengan perforasi sekum sehingga terjadi pencemaran rongga perut dengan akibat peritonitis umum.3.3 Volvulus

Volvulus Sekum

Volvulus sekum terjadi karena kelainan bawaan kolon kanan yang tidak terletak retroperitoneal, tetapi tergantung pada perpanjangan mesenterium usus halus. Jadi ada factor mesenterium yang panjang dan sekum yang mobile karena tidak terfiksasi. Sumbu rotasi volvulus terletak sekitar ileokolika. Rotasi bisa mencapai 720 derajat. Volvulus sekum jarang ditemukan dibandingkan volvulus sigmoid. Angka kejadian volvulus sekum hanya 10 persen. Angka kejadian di Indonesia rendah, tetapi cukup banyak kasus ditemukan di Minahasa.

Gejala klinis sama dengan obstruksi usus halus. Serangan nyeri perut yang bersifat kolik makin hebat disertai mual muntah yang timbul lebih cepat dari gejala obstipasi. Nyeri biasanya ditemukan disekitar pusat. Distensi abdomen tidak mencolok, tetapi gambaran hiperperistalsis amat jelas dan terdengar borborigmi. Gambaran klinis ini berlangsung singkat. Foto polos abdomen dapat memberikan patognomonis berupa gambaran segmen sekum yang amat besar berbentuk ovoid di tengah perut, selain itu terdapat dilatasi usus halus dengan permukaan air yang jelas, dan gambaran kolon sama sekali tidak terlihat. Terapinya adalah reseksi ileosekal dengan ileokolostomi terminolateral. Reseksi dianjurkan untuk mencegah kekambuhan.

Volvulus Sigmoid

Faktor predisposisi ialah mesenterium yang panjang dengan basis yang sempit. Konstipasi kronik berat sebagian besar dialami penderita volvulus sigmoid. Volvulus sigmoid sering mengalami strangulasi bila tidak dilakukan dekompresi. Volvulus sigmoid ditemukan jauh lebih banyak daripada volvulus sekum, yaitu sekitar 90 persen. Kelainan ini terutama ditemukan pada orang yang lebih tua dan lebih banyak pada lelaki daripada perempuan. Volvulus juga ditemukan pada orang dengan gangguan mental, pengaruh obat neuroleptik, gangguan kardiovaskuoler, dan penyakit paru kronik yang berat. Pada anamnesis umumnya penderita sudah berulang-ulang mengalami serangan nyeri perut yang samar dengan kolik usus dan perut yang gembung. Gejala dan tanda ini hilang setelah penderita flatus berulang kali. Nyeri perut volvulus bersifat intermiten disertai kejang perut bagian bawah yang berlangsung cepat disertai obstipasi total. Mual dan muntah kadang timbul lambat sekali. Distensi abdomen berlangsung dengan lebih cepat karena distensi sigmoid berlebihan. Biasanya kontur sigmoid tampak di dinding perut seperti ban mobil yang juga kelihatan pada foto perut bersama dengan tanda paruh burung pada dasar volvulus. Syok dan tanda toksik lain sangat mendukung adanya strangulasi sigmoid.

Tampak distensi perut yang mencolok. Pada perkusi terdengar timpani karena sigmoid yang besar sekali. Pada foto polos perut terlihat jelas distensi usus besar yang mengisi separuh perut kiri dengan kedua ujung segmen usus pada dasarnya berbentuk tapal kuda atau paruh burung. Dengan foto barium ditemukan obstruksi dengan gambaran paruh burung, yaitu konfigurasi obstruksi akibat torsi. Yang penting ialah dekompresi lengkung sigmoid yang dapat dilakukan dengan rektoskop, endoskop, atau pipa lentur yang besar. Dekompresi cara ini berhasil pada 80% penderita bila belum ada strangulasi. Kalau dekompresi berhasil, dianjurkan sigmoidektomi elektif setelah beberapa minggu untuk mencegah kekambuhan.

Tindak bedah berupa sigmoidektomi dengan anastomosis terminoterminal. Bila keadaan umum atau keadaan local tidak mengizinkan untuk melakukan anastomosis primer, dapat dilakukan prosedur Hartmann. Prosedur Hartmann terdiri atas sigmoid dan kolokutaneostomi ujung kolon oral dan penutupan ujung kolon anal. Setelah keadaan umum mengizinkan baru dilakukan anastomosis kolokolostomi dengan meniadakan kolokutaneostomi. Bila keadaan umum tidak mengizinkan, cukup dilakukan detorsi, kemudian fiksasi sigmoid (sigmoidopeksi). Tindakan semacam ini menimbulkan kekambuhan 90%. Angka kambuh tinggi juga terjadi pada kompresi dengan rektoskop, kolonoskop, atau pipa fleksibel. Oleh karena itu, sebaiknya direncanakan sigmoidektomi elektif setelah keadaan umum baik.

3.4 Divertikulosis

Divertikel saluran cerna paling sering ditemukan dikolon, khususnya di sigmoid. Divertikel kolon adalah divertikel palsu karena terdiri atas mukosa yang menonjol melalui lapisan otot seperti hernia kecil. Divertikel sejati jarang ditemukan di kolon. Divertikel ini disebut divertikel pulsi karena disebabkan oleh tekanan tinggi di usus bagian distal ini. Besarnya berkisar antara beberapa millimeter sampai dua sentimeter. Leher divertikel atau pintunya biasanya sempit, tetapi mungkin lebar. Kadang terbentuk fekolith didalamnya. Pada orang barat, 95% divertikel kolon terdapat di sigmoid. Divertikel soliter di sekum atau divertikel multiple di kolon ascendens, yang jarang ditemukan, biasanya terdapat pada orang asia.

Divertikulosis sigmoid sering disertai obstipasi yang dipengaruhi oleh diet terutama makanan kurang berserat. Patogenesis dipengaruhi tekanan intralumen dan defek dinding sigmoid. Tekanan intralumen bergantung kepadatan feces yang meningkat bila kekurangan serat.Defek kecil pada lapisan otot dinding usus ditemukan pada tempat keluarnya arteri ke ependiks epiploika (tidak punya hubungan dengan omentum majus). Terapi konservatif berupa anjuran diet kaya serat. Reseksi kolon sigmoid untuk divertikulosis tanpa penyulit tidak dianjurkan.

Divertikulosis, yaitu adanya divertikel semu multiple tidak bergejala pada 80% penderita. keluhan dan tandanya berupa serangan nyeri, obstipasi, dan diare oleh gangguan motilitas sigmoid. Pada pemeriksaan didapatkan nyeri tekan local ringan dan sigmoid sering dapat diraba sebagai struktur padat. Tidak ada demam atau leukositosis bila tidak ada radang. Keadaan umum tidak terganggu dan tanda sistemik juga tidak ada. Pada foto rontgen barium tampak divertikel dengan spasme local dan penebalan dinding yang menyebabkan penyempitan lumen. Untuk menyingkirkan karsinoma kolon, diperlukan kolonoskopi.

3.5 Kolitis

Kolitis Ulserosa

Penyakit idiopatik ini ditemukan terutama pada orang muda (15-30 tahun) dan lanjut usia (60 tahun), perempuan sedikit lebih banyak daripada lelaki. Penyebabnya tidak diketahui, mungkin autoimun terhadap rangsangan dari luar. Kolitis ulserosa merupakan penyakit inflamasi mukosa yang membentuk abses di kripta Lieberkuhn yang bergabung menjadi tukak. Daerah antara ulkus tampak udem dan proliferasi radang yang mirip dengan polip (pseudopolip atau polip radang).

Kebanyakan colitis ulserosa ditemukan di rectum (proktitis ulserativa). Penyakit ini sering meluas ke kolon descendens dan pada satu dari tiga penderita mengenai seluruh kolon. Gambaran klinis tanda utama ialah perdarahan dari rectum dan diare bercampur darah, nanah, dan lendir. Biasanya disertai tenesmi dan kadang inkontinensia alvus. Biasanya penderita mengalami demam, mual, muntah, dan penurunan berat badan. Komplikasi sistemik antara lain berupa piodermi dan artopati. Pada colitis ulserosa terdapat juga berbagai manifestasi diluar kolon.

Pada pemeriksaan perut kadang didapat nyeri tekan dan pada colok dubur mungkin terasa nyeri karena fisura. Pada rekto(sigmoido)skopi tampak gambaran radang. Pada pemeriksaan laboratorium didapat anemia, leukositosis dan peningkatan laju endap darah. Pada pemeriksaan pencitraan kolon dilihat kelainan mukosa dan hilangnya haustra. Tidak ada pemeriksaan atau tes khas. Kolonoskopi harus dibuat dengan hati-hati karena dinding kolon sangat tipis.

Diagnosis Banding yang harus dipikirkan ialah karsinoma kolon, diverticulitis, demam tifoid, morbus Crohn, tuberculosis, dan amubiasis. Biopsi dan pemeriksaan biakan perlu untuk menyingkirkan penyakit lain dan menentukan diagnosis. Komplikasi penyulit dapat ditemukan pada anus dan kolon. Dianus terdapat fisura, abses perianal, dan fistel perianal. Perforasi kolon dapat terjadi terutama di sigmoid dan kolon descendens. Komplikasi lain berupa dilatasi kolon toksik biasanya menyebabkan perforasi fatal. Dilatasi kolon akut atau megakolon disebabkan oleh progresifitas penyakit di dinding yang dapat dicetuskan oleh pemberian sediaan opiate atau pemeriksaan rontgen barium. Penderita tampak sakit berat, dengan takikardia dan syok toksik. Diagnosis dapat dibuat dengan foto polos perut.

Gambaran Klinis megakolon toksik juga dapat ditemukan pada morbus Crohn, demam tifoid, dan amubiasis. Perdarahan hebat biasanya mengancam jiwa, tetapi jarang terjadi. Striktur kolon dapat ditemukan pada penyakit kronik yang menimbulkan nekrosis, polip, atau karsinoma. Karsinoma merupakan penyulit lambat yang ditemukan pada 25% penderita setalh 20 tahun dan pada 30-40% setelah 30 tahun. Karsinoma sering timbl multisentrik. Juga dikolon bagian kanan. Oleh karena itu bila ditemukan dysplasia epitel mukosa pada pemeriksaan biopsy, harus dipertimbangkan untuk melakukan kolektomi total.

Tata Laksana terapi konservatif terdiri atas istirahat diet, pemberian sulfasalasin, dan kortikosteroid local dan sistemik. Pembedahan kadang diperlukan baik pada keadaan akut maupun kronik. Pada colitis ulserosa akut, laparatomi dilakukan pada perforasi, ancaman perforasi, dan dilatasi kolon akut. Pada megakolon toksik yang tidak membaik setelah diberikan pengobatan, harus dilakukan kolektomi. Hal serupa berlaku pada perdarahan hebat dan colitis fulminans. Kolitis ulserosa fulminans dapat membaik dalam kurang dari lima hari kalau diberikan pengobatan yang memadai.

Tindak bedah dilakukan pada penyakit yang membandel, misalnya tidak ada perubahan dengan terapi optimal, malahan terjadi malnutrisi, kelelahan menetap, tidak dapat bekerja, atau menikmati hubungan social, gangguan tumbuh kembang, gangguan sistemik, dan ancaman karsinoma kolon. Pada colitis ulserosa, umumnya dianjurkan kolektomi total anastomosis ileoanal dengan kantong ileal. Mukosa rectum seluruhnya turut dikeluarkan dengan mempertahankan otot dasar panggul dan sfingter anus. Reservoar biasanya dibuat dari ileum terminale. Prognosis setela kolektomi elektif dengan reservoir dan anstomosis ileoanal cukup baik. Mortalitas pembedahan sekitar 1%. Sembilan puluh persen penderita dapat hidup dan bekerja normal kembali. Sekitar 3% mengalami impotensi dan 10% mengalami gangguan seksual lain.

Morbus Crohn

Morbus Crohn atau enteritis regional yang ditemukan di kolon biasanya disebut colitis granulomatosa atau colitis transmural karena penyakit ini mengenai semua lapisan dinding usus. Pada kurang lebih 50%penderita morbus Crohn, kolon juga terlibat, pada 25% semata-mata berupa colitis Crohn. Diare, nyeri, kejat perut, dan penyulit sistemik kira-kira sama pada morbus Crohn usus halus dan morbus Crohn usus besar. Morbus Crohn cenderung kambuh seumur hidup, di setiap bagian saluran cerna.

Penyulit anorektal berupa abses perianal, fistel perianal, fisura anus, dan striktur rectum. Fistel perianal biasanya multiple. Perdarahan dan dilatasi toksik juga ditemukan. Diagnosis banding dengan kolitis kronik lain kadang sukar ditentukan karena morbus Crohn merupakan radang granulomatosa di seluruh dinding, sedangkan colitis ulserosa secara primer merupakan inflamasi terbatas pada selaput lendir kolon. Resiko kejadian karsinoma kolon pada morbus Crohn lebih besar.

Tata Laksana. Terapi berupa tindakan konservatif seperti diet, imunosupresan, dan kortikosteroid. Kadang diperlukan nutrisi parenteral. Penanganan bedah hanya diperlukan pada penyakit yang embandel, abses, fistel, obstruksi, penyakit fulminan, perdarahan, atau keganasan. Kadang diperlukan kolektomi. Pada stenosis sedapat mungkin dilakukan plastik usus dan bukan reseksi. Biasanya angka residif tingi. Pembedahan merupakan tindakan paliatif, seperti halnya penanganan konservatif.

Kolitis Iskemik

Kolitis iskemik dapat disebabkan oleh oklusi a.mesenterika atau kelainan bukan oklusi. Iskemia dapat ditemukan terutama pada orang usia lanjut atau pasca bedah penderita dengan gizi buruk setelah bedah aorta (a.mesenterika inferior), tindak bedah kolon proksimal, dan operasi obstruksi. Iskemia kolon juga ditemukan pada penderita diabetes mellitus, pancreatitis, dan penyakit berat. Kadang iskemianya dapat pulih kembali dan sembuh dengan fibrosis.

Gambaran Klinis penderita mengeluh nyeri perut hebat yang akut, disertai diare berdarah dan tanda sistemik sakit berat. Pada palpasi, perut nyeri tekan. Pada kolonoskopi terlihat colitis pseudomembranosa. Foto rontgen tidak memperlihatkan tanda khas. Penanggulangan terdiri atas pemberian infuse, antibiotic, dan pemantauan. Jika gejala, tanda okal dan tanda sistemik tidak membaik dalam waktu beberapa jam, harus dlakukan laparatomi untuk reseksi bagian usus yang ganggren.

Kolitis karena Antibiotik

Kolitis dapat timbul sebagai efek samping pemberian antibiotic karena gangguan perrimbangan kuman di kolon sehingga salah satu jenis tumbuh berlebihan. Gejala klinis berupa diare ringan sampai diare berat bercampur darah dalam waktu singkat dapat mengancam hidup. Kolitis dapat timbul berangsur-angsur atau tiba-tiba. Patologi menunjukan colitis pseudomembranosa berupa lapisan fibrinosa pada mukosa yang mengandung clostridium dificile. Terapi berupa pemberian Metronidazole atau Vankomisin oral. Antibiotik yang diberikan sebelumnya harus segera dihentikan. Kolitis Amuba

Kolitis amuba menunjukan gejala atau tanda yang jelas. Kadang timbul gejala berupa diare dengan atau tanpa bercampur darah atau lendir. Penyakit dapat timbul sebagai serangan akut dengan demam, menggigil, nyeri hebat, dan tenesmi. Penyulit yang mungkin terjadi ialah perdarahan, perforasi, megakolon toksik, dan colitis fulminans. Pentulit amubiasis kolon di daerah perianal yait abses, fistel, prolaps, dan kelainan granulomatosa. Pad fistel kronik dapat terjadi amubiasis kulit di region perianal, sacral, dan gluteal.

Kolitis fulminans atau megakolon toksik tidak khas untuk colitis amuba. Kolitis fulminans, tanpa atau dengan megakolon toksik merupakan keadaan kegawatan yang dapat terjadi pada setiap jenis colitis seperti pada febris tifoidea, colitis ulserosa, colitis karena antibiotic, dan colitis iskemik. Keadaan gawat darurat paling sering dijumpai pada colitis amuba. Insidens colitis fulminans amuba pada pria sama dengan wanita. Secara patologis seluruh dinding kolon mengalami inflamasi sehingga selalu disertai peritonitis karena kebocoran dinding secara difus melalui tukak multiple. Penderita tiba-tiba sakit keras setelah mengalami diare selalma waktu tertentu. Penanggulangannya dengan kolektomi bagian yang terkena. Mungkin diperlukan kolektomi total.

Terapi amubiasis ekstra-enteral berupa pemberian amubisid. Tindak bedah darurat diperlukan pada perforasi, ancaman perforasi, perdarahan massif, invaginasi, atau colitis fulminans.

Amuboma. Penyulit berupa amuboma, ditemukan terutama di sekum dan kolon asendens. Amuboma adalah tumor radang kronik di kolon dan rectum, brupa tumor bulat atau lonjong berwarna kelabu dan terdiri atas jaringan granulasi dengan sedikit fibrosis. Gejalanya yaitu serangan nyeri perut, obstipasi, tanda obstruksi, dan feces dengan atau bercampur darah. Diagnosis dapat ditegakan dengan kolonoskopi dan foto enema barium dan penentuan zat anti Amoeba Histolytica. Diagnosis banding adalah karsinoma kolon dan massa perut karena radang lain seperti periadenitis. Terapi dengan kombinasi amubisid jaringan seperti Metronidazole atau emetin, dan amubisid kontak seperti diloksinid.3.6 Neoplasma

Neoplasma Jinak

Polip, berasal dari epitel mukosa dan merupakan neoplasma jinak terbanyak di kolon dan rectum. Polip juvenile terdapat pada anak berusia sekitar 5tahun dan ditemukan diseluruh kolon. Umumnya mengalami regresi spontan, dan tidak ganas. Gejala klinis utama adalah perdarahan spontan dari rectum, kadang disertai lendir. Karena selalu bertangkai kadang dapat menonjol keluar dari anus pada saat defekasi. Polip hiperplastik merupakan polip kecil dari epitel mukosa yang hiperplastik dan metaplastik. Umumnya tidak bergejala. Polip adenomatosa adalah polip bertangkai yang jarang ditemukan pada usia di bawah 21 tahun. Insiden meninkat sesuai dengan meningkatnya usia. Gambaran klinis umumnya tidak ada, kecuali perdarahan dari rectum dan prolaps polip dari anus disertai anemia. Merupakan polip pramaligna, paling banyak terletak di sigmoid dan rectum.

Polip-Adenoma-Karsinoma, polip adenomatosa merupakan plip pramaligna yang mungkin mengalami perubahan hiperplasi dan berpotensi menjadi ganas, terutama pada usia tua. Letak di rektosigmoid sebagai rambut halus, dimana adang memproduksi banyak sekali lendir, sehingga menyebabkan diare berlendir yang mungkin disertai hipokalemia.

Poliposis Kolon atau Poliposis Familial, merupakan penyakit herediter , jarang ditemukan. Letak tersebar sepanjang kolon dan rectum, multiple dan umumnya tidak bergejala. Kadang timbul gejala berupa mulas dan bab berdarah.

Neoplasma Ganas

Etiologi, berbagai polip kolon dapat berdegenarasi maligna dan setiap polip kolon harus dicurigai. Radang kronik kolon seperti colitis ulserosa atau colitis amuba kronik juga beresiko tinggi. Faktor genetic kadang berperan walaupun jarang. Kekurangan serat dan sayur mayor hijau serta kelebihan lemak hewani dalam diet merupakan factor resiko karsinoma kolorektal. Letak, terbanyak pada rectum dan sigmoid. Patologi secara makroskopik terdapat tiga tipe karsinoma kolon dan rectum.

1. Tipe polipoid atau vegetatif tumbuh menonjol ke dalam lumen usus, berbenuk bunga kol dan ditemukan terutama di sekum dan kolon ascendens2. Tipe skirus, mengakbatkan penyempitan sehingga stenosis dan gejala obstruksi terutama ditemukan di kolon descendens, sigmoid, dan rectum

3. Tipe Ulseratif terjadi karena nekrosis di bagian sentral terdapat di rectum. Pada tahap lanjut, sebagian besar karsinoma kolon mengalami ulserasi menjadi tukak maligna.

Klasifikasi Tumor

Berdasarkan klasifikasi Dukes, yang dibagi berdasarkan infiltrasi karsinoma di dinding usus. Metastasis karsinoma kolon dan rectum mulai berkembang pada mukosa dan bertumbuh sambil menembus dinding dan meluas secara sirkuler ke arah oral. Didaerah rectum penyebaran ke arah anal jarang melebih 2cm. Penyebaran perkontinuitatum menembus jaringan sekitar atau organ sekitarnya misalnya ureter, buli-buli, uterus, vagina, atau prostat. Penyebaran limfogen terjadi ke kelenjar parailika, mesenterium, dan paraaorta. Penyebaran hematogen ke hati. Penyebaran peritoneal mengakibatkan peritonitis karsinomatosis dengan atau tanpa ascites.

Gambaran klinis karsinoma kolon kiri sering bersifat skelrotik sehingga lebih banak menimbulkan stenosis dan obstruksi, feces sudah menjadi padat. Sedangkan karsinoma kolon kanan jarang terjadi stenosis dan feces masih cair sehingga tidak ada factor obstruksi. Karsinoma kolon kiri dan rectum sering menyebabkan perubahan pola defekasi, seperti konstipasi atau defekasi dengan tenesmi. Makin ke distal letak tumor, feces makin menipis atau seperti kotoran kambing, atau lebih cair disertai darah atau lendir.

Tumor di sekum dan kolon ascendens tidak khas. Dispepsia, kelemahan umum, penurunan berat badan, dan anemia merupakan gejala umum. Nyeri pada kolon kiri lebih nyata daripada kolon kanan. Tempat yang dirasakan sakit berbeda karena asal embriogenik yang berlainan, yaitu usus tengah dan usus belakang. Nyeri dari kolon kiri bermula di bawah umbilikus sedangkan dari kolon kanan bermula dari epigastrium. Pemeriksaan palpasi perut dapat digunakan untuk meraba massa yang ada di sigmoid, sedangkan kolon yang lain tidak teraba. Terabanya massa berarti tumor sudah tahap lanjut, oleh karena umumnya massa tidak teraba pada tahap dini. Pemeriksaan penunjang lain yaitu, colok dubur, rektosigmoidoskopi, foto kolon dengan barium, biopsy melalui endoskopi.

Diagnosis Banding berbagai kelainan di rongga perut yang bergejala sama atau mirip dengan karsinoma kolorektal adalah ulkus peptic, neoplasma lambung, kolestitis, abses hati, neoplasma hati, abses apendiks, massa periapendikuler, amuboma, diverticulitis, colitis ulserosa, enteritis regionalis, proktitis pascaradiasi dan polip rectum. Penyulit yang sering terjadi yaitu Obstruksi dan Perforasi. Tata Laksana adalah tindakan bedah untuk kuratif dan kemoterapi dan radiasi untuk paliatif tapi tidak memberikan manfaat kuratif. Tindakan bedah meliputi reseksi luas karsinoma primer dan kelenjar limfe egional. Pada tumor sekum atau kolon ascendens dilakukan hemikolektomi kanan, kemudian anastomosis ujung ke ujung. Pada tumor di kolon tranversum dilakukan reseksi kolon tranversum, kemudian anastomosis ujung ke ujung. Sedangkan pada tumor kolon descendens dilakukan hemikolektomi kiri. Tumor di sigmoid dilakukan reseksi sigmoid dan pada tumor di rectum sepertiga proksimal dilakukan reseksi anterior, rectum sepertiga tengah dilakukan resksi dengan mempertahankan sfingter ani, rectum sepertiga distal dilakukan amputasi rectum melalui reseksi adominoperineal Quenu-Miles. Pada Miles procedure, kelenjar limfe pararektum dan retroperitoneal juga direseksi. Pada operasi ini anus turut direseksi melalui incise perineal. Tumor yang teraba pada colok dubur umumnya dianggap terlalu rendah untuk tindakan preservasi sfingter anus. Hanya pada tumor tahap dini eksisi local dengan mempertahankan anus dapat dipertanggung jawabkan.

Reseksi anterior rendah pada rectum dilakkan melalui laparotomi dengan menggunakan alat stapler untuk membuat anastomosis kolorektal atau koloanal rendah. Eksisi local melalui rektoskop dapat dilakukan pada karsinoma terbatas. Penyulit yang sering terjadi pada reseksi rectum abdominoperineal radikal dan reseksi rectum anterior rendah adalh gangguan fungsi seks. Pada diseksi kelenjar limfe pararektal dan daerah retroperitoneal sekitar promontorium dan didaerah (pre) aortal dilakukan eksisi saraf autonom, simpatik, mapun parasimpatik. Prognosis bergantung pada ada tidaknya metastasis jauh yaitu klasifikasi enyebaran tumor dan tingkat keganasan sel tumor.

Reseksi Luas pada Karsinoma Kolon : A. Caecal Cancer; B. Hepatic Flexure Cancer; C. Transverse Colon Cancer; D. Splenic Flexure Cancer; E. Descending Colon Cancer; F. Sigmoid Colon Cancer

3.7 Kolostomi

Kolostomi merupakan kolokutaneostomi yang disebut juga anus preternaturalis yang dibuat untuk sementara atau meneta. Kolostomi sementara dibuat, misalnya pada penderita gawat perut dengan peritonitis yang telah dilakukan reseksi sebagian kolon. Pada keadaan demikian, membebani anastomosis baru dengan pasase feces merupakan tindakan yang tidak dat dipertanggung jawabkan. Oleh karena itu untuk pengamanan anastomosis, aliran feces dialihkan sementara melalui kolostomi dua stoma yang biasanya disebut stom laras ganda. Dengan cara Hartmann, pembuatan anastomosis ditunda sampai radang diperut telah reda. Kolostomi dibuat atas indikasi dkompresi usus pada obstruksi, stoma sementara untu bedah reseksi usus pada radang, atau perforasi, dan sebagai anus setelah reseksi usus distal untuk melindungi anastomosis distal.

BAB IVANOREKTUM4.1 Fisiologis Anorektum

Kanalis analis berasal dari proktoderm yang merupakan invaginasi ektoderm, sedangkan rektum berasal dari entoderm. Karena perbedaan asal anus dan rektum ini maka peredaran darah, persarafan, aliran vena dan limfnya juga beda, demikian pula epitel yang menutupinya. Rektum ditutupi oleh mukosa glanduler usus sedangkan kanalis analis oleh anoderm yang merupakan lanjutan epitel berlapis gepeng kulit luar. Tidak ada yang disebut mukosa anus. Daerah batasan rektum dan kanali analis ditandai dengan perubahan epitel. Kanalis analis dan kulit luar disekitannya kaya akan persarafan sensoris somatik dan peka terhadapa rangsangan nyeri, sedangkan mukosa rektum mempunyai persarafan autonom dan tidak peka terhadap rangasangan nyeri. Nyeri bukanlah gejala awal terhadap karsinoma rektum, sementara fisura anus nyeri sekali. Darah vena di atas garis anorektum mengalir melalui sistem porta, sedangkan yang berasal anus dialirkan ke sistem cava melalui cabang V. Iliaka. Kanalis analis berukuran kurang lebih 3 cm. Sumbunya mengarah ke ventrokranial yaitu kearah umbilikus dan membentuk sudut yang nyata ke dorsal dengan rektum dalam keadaan istirahat. Pada saat defekasi sudut ini menjadi lebih besar. 4.2 Kelainan BawaanEtiologi dan Klasifikasi

Kelainan bawaan anus disebabkan oleh gangguan pertumbuhan, fusi, dan pembentukan anus dari tonjolan embriogenik. Pada kelaianan bawaan anus umumnya tidak ada kelainan rectum, sfingter, dan otot dasar panggul. Namun demikian pada agenesis anus, sfingter intern mungkin tidak memadai. Kelainan bawaan rectum terjadi karena gangguan pemisahan kloaka menjadi rectum dan sinus urogenital sehingga biasanya disertai dengan gangguan perkembangan septum urorektal yang memisahkannya. Dalam hal ini terjadi fistel antara saluran kemih dan saluran genital. Pada kelainan rectum yang tinggi, sfingter intern tidak ada sedangkan sfingter ekstern hipoplastik.

Penanganan atresia anus dilakukan sesuai dengan letak ujung atresia terhadap otot dasar panggul. Untuk itu dibuat pembagian anomali tersebut menjadi supralevator dan transelevator. Pada kelainan rendah (distal), rectum menembus m.levator anus sehingga jarak antara kulit dan ujung rectum paling jauh 1 cm. Kelainan intermedia merupakan kelainan menengah, ujung rectum mencapai tingkat m. levator anus tetapi tidak menembusnya, sedangkan kelainan supralevator yang disebut kelainan tinggi tidak mencapai tingkat m.levator anus dengan jarak antara ujung buntu rectum sampai ke kulit perineum lebih dari 1 cm.

Kelainan rendah dapat merupakan stenosis anus yang hanya membutuhkan dilatasi membrane atau merupakan membrane anus tipis yang mudah dibuka segera setelah anak lahir. Agenesis anus yang disertai fistel perineum juga dapat ditangani segera setelah anak lahir. Kelainan tinggi biasanya disertai dengan fistel ke saluran kencing atau ke saluran genital.

Klasifikasi Wingspread

LAKI-LAKI

Kelompok I

Kelainan Tindakan

- Fistel urin Kolostomi neonates dam

- Atresia rectum Operasi definitive pada usia 4-6 bulan

- Perineum Datar

- Fistel tidak ada

- Invertogram dari udara >1 cm dari kulit

Kelompok II

- Fistel Perineum Operasi langsung pada Neonatus

- Membran Anal

- Stenosis Anus

- Fistel tidak ada

- Invertogram dari udara 1 cm dari kulit

Kelompok II

- Fistel Perineum Operasi langsung pada Neonatus

- Stenosis Anus

- Fistel tidak ada

- Invertogram dari udara


Top Related