Transcript

Gambaran Radiologis Kolelithiasis dan Kolesistitis

Pembimbing:dr. Nasirun Zulkarnaen, Sp. Rad

Disusun oleh:Dessy11-2013-085

Kepaniteraan Klinik Ilmu RadiologiFakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida WacanaRS. Mardi RahayuPeriode 8 September 2014 20 September 2014

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan YME atas berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan referat berjudul Gambaran radiologis kolelithiasis dan kolesistitis ini. Adapun referat ini dibuat dengan tujuan untuk memenuhi tugas dalam kegiatan kepaniteraan klinik Ilmu Radiologi di RS Mardi Rahayu, KudusTerimakasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Lisa H, Sp. Rad, dr. Lina, Sp.Rad, dr. Nasirun, Sp. Rad, dr. Bambang, Sp. Rad. Rad atas segala bimbingannya kepada kami, peserta kepaniteraan ini. Terimakasih juga kepada teman-teman kelompok kepaniteraan periode 8 September 2014 20 September 2014 atas kerjasamanya selama menjalani kepaniteraan di RS ini. Besar harapan penulis agar referat ini dapat berguna bagi pembaca khususnya teman sejawat. Kiranya apa yang dituangkan dalam karya tulis ini dapat menambah pengetahuan bagi kita semua sebagai bekal dalam mencapai cita-cita kita menjadi seorang dokter. Tentunya masih banyak kekurangan dalam referat ini, baik dari segi penulisan maupun isi. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari sejawat sekalian. Terimakasih.

Kudus,12 September 2014

Penulis

DAFTAR ISI

Kata Pengantar1Daftar Isi2Bab I Pendahuluan4Bab II Tinjauan pustaka5 II.1 Anatomi5 II.2 Fisiologi6 II.3 Epidemiologi7 II.4 Etiologi7 II.5 Patogenesis dan tipe batu7 II.6 Manifestasi klinis9 II.7 Pemeriksaan penunjang10 II.8 Penatalaksanaan14Bab III Kolesistitis.................................................................................................161. Kolesistitis Akut ............................................................................................16A. Pengertian ..........................................................................................16B. Etiologi dan Patogenesis ....................................................................16C. Gejala Klinis .......................................................................................16D. Pemeriksaan Fisik ...............................................................................17E. Laboratorium ......................................................................................17F. Radiologi .............................................................................................17G. Diagnosis .............................................................................................19H. Penatalaksanaan ..................................................................................19I. Prognosis ..............................................................................................202. Kolesistitis Kronik ...........................................................................................20A. Pengertian ............................................................................................20B. Etiologi ...............................................................................................20C. Gejala Klinis ........................................................................................21D. Radiologi .............................................................................................21E. Diagnosis .............................................................................................23F. Penatalaksanaan ..................................................................................23G. Pencegahan ..........................................................................................23

Bab IV Penutup24Daftar Pustaka25

BAB IPENDAHULUAN

Penyakit batu empedu sudah merupakan masalah kesehatan yang penting di negara barat sedangkan di Indonesia baru mendapatkan perhatian di klinis, sementara publikasi penelitian batu empedu masih terbatas.Sebagian besar pasien dengan batu empedu tidak mempunyai keluhan. Risiko penyandang batu empedu untuk mengalami gejala dan komplikasi relatif kecil. Walaupun demikian, sekali batu empedu mulai menimbulkan serangan nyeri kolik yang spesifik maka risiko untuk mengalami masalah dan penyulit akan terus meningkat. Batu empedu umumnya ditemukan di dalam kandung empedu, tetapi batu tersebut dapat bermigrasi melalui duktus sistikus ke dalam saluran empedu menjadi batu saluran empedu dan disebtu sebagai batu saluran empedu sekunder.Di negara barat 10-15% pasien dengan batu kandung empedu juga disertai batu saluran empedu. Pada beberapa keadaan, batu saluran empedu dapat terbentuk primer di dalam saluran empedu intra-atau ekstra-hepatik tanpa melibatkan kandung empedu. Batu saluran empedu primer lebih banyak ditemukan pada pasien di wilayah Asia dibandingkan dengan pasien di negara barat. Perjalanan batu saluran empedu sekunder belum jelas benar, tetapi komplikasi akan lebih sering dan berat dibandingkan batu kandung empedu asimtomatik.

BAB IITINJAUAN PUSTAKAKolelithiasis

AnatomiKandung empedu (Vesica fellea) adalah kantong berbentuk buah pear dengan ukuran 30-60cc yang terletak pada permukaan visceral hepar. Vesica fellea dibagi menjadi fundus, corpus dan collum. Fundus berbentuk bulat dan biasanya menonjol dibawah pinggir inferior hepar, dimana fundus berhubungan dengan dinding anterior abdomen setinggi ujung rawan costa IX kanan. Corpus bersentuhan dengan permukaan visceral hati dan arahnya keatas, belakang dan kiri. Collum dilanjutkan sebagai duktus cysticus yang berjalan dalam omentum minus untuk bersatu dengan sisi kanan ductus hepaticus comunis membentuk duktus koledokus. Peritoneum mengelilingi fundus vesica fellea dengan sempurna menghubungkan corpus dan collum dengan permukaan visceral hati.1Pembuluh arteri kandung empedu adalah a. cystica, cabang a. hepaticakanan. V. cystica mengalirkan darah langsung kedalam vena porta. Sejumlah arteri yang sangat kecil dan vena vena juga berjalan antara hati dan kandung empedu.1Pembuluh limfe berjalan menuju ke nodi lymphatici cysticae yang terletak dekat collum vesica fellea. Dari sini, pembuluh limfe berjalan melalui nodilymphatici hepaticum sepanjang perjalanan a. hepatica menuju ke nodilymphatici coeliacus. Saraf yang menuju kekandung empedu berasal dari plexus coeliacus.1

Gambar 1. Anatomi kandung empeduFisiologi Fungsi kandung empedu, yaitu: a. Tempat menyimpan cairan empedu dan memekatkan cairan empedu yang ada di dalamnya dengan cara mengabsorpsi air dan elektrolit. Cairan empedu ini adalah cairan elektrolit yang dihasilkan oleh sel hati.2,3b. Garam empedu menyebabkan meningkatnya kelarutan kolesterol, lemak dan vitamin yang larut dalam lemak, sehingga membantu penyerapannya dari usus. Hemoglobin yang berasal dari penghancuran sel darah merah diubah menjadi bilirubin (pigmen utama dalam empedu) dan dibuang ke dalam empedu. 2,3Kandung empedu mampu menyimpan 40-60 ml empedu. Diluar waktu makan, empedu disimpan sementara di dalam kandung empedu. Empedu hati tidak dapat segera masuk ke duodenum, akan tetapi setelah melewati duktus hepatikus, empedu masuk ke duktus sistikus dan ke kandung empedu. Dalam kandung empedu, pembuluh limfe dan pembuluh darah mengabsorpsi air dari garam-garam anorganik, sehingga empedu dalam kandung empedu kira-kira lima kali lebih pekat dibandingkan empedu hati. 2,3Empedu disimpan dalam kandung empedu selama periode interdigestif dan diantarkan ke duodenum setelah rangsangan makanan. Pengaliran cairan empedu diatur oleh 3 faktor, yaitu sekresi empedu oleh hati, kontraksi kandung empedu, dan tahanan sfingter koledokus. Dalam keadaan puasa, empedu yang diproduksi akan dialih-alirkan ke dalam kandung empedu. Setelah makan, kandung empedu berkontraksi, sfingter relaksasi, dan empedu mengalir ke duodenum. 2,3Memakan makanan akan menimbulkan pelepasan hormon duodenum, yaitu kolesistokinin (CCK), yang merupakan stimulus utama bagi pengosongan kandung empedu, lemak merupakan stimulus yang lebih kuat. Reseptor CCK telah dikenal terletak dalam otot polos dari dinding kandung empedu. Pengosongan maksimum terjadi dalam waktu 90-120 menit setelah konsumsi makanan. Empedu secara primer terdiri dari air, lemak, organik, dan elektrolit, yang normalnya disekresi oleh hepatosit. Zat terlarut organik adalah garam empedu, kolesterol, dan fosfolipid. Sebelum makan, garam-garam empedu menumpuk di dalam kandung empedu dan hanya sedikit empedu yang mengalir dari hati. Makanan di dalam duodenum memicu serangkaian sinyal hormonal dan sinyal saraf sehingga kandung empedu berkontraksi. Sebagai akibatnya, empedu mengalir ke dalam duodenum dan bercampur dengan makanan. 2,3Empedu memiliki fungsi, yaitu membantu pencernaan dan penyerapan lemak, berperan dalam pembuangan limbah tertentu dari tubuh, terutama hemoglobin yang berasal dari penghancuran sel darah merah dan kelebihan kolesterol, garam empedu meningkatkan kelarutan kolesterol, lemak dan vitamin yang larut dalam lemak untuk membantu proses penyerapan, garam empedu merangsang pelepasan air oleh usus besar untuk membantu menggerakkan isinya, bilirubin (pigmen utama dari empedu) dibuang ke dalam empedu sebagai limbah dari sel darah merah yang dihancurkan. 2,3

EpidemiologiKolelithiasis merupakan salah satu penyakit yang umum di seluruh dunia. Prevalensi terjadinya kolelithiasis sangat bervariasi pada setiap negara. Pada negara-negara barat prevalensi terjadinya kolelithiasis berkisar antara 7,9% pada pria dan 16,6% pada wanita, sedangkan pada negara-negara asia, prevalensi antara 3% untuk pria dan 15% untuk wanita.4

EtiologiKolelithiasis dapat disebabkan oleh berbagai macam sebab, salah satu penyebab utama yaitu gender, kolelithiasis lebih banyak mengenai wanita daripada pria. Selain itu faktor umur, gen dan ras mempunyai peranan yang penting juga. Faktor-faktor lain yang dapat mengakibatkan yaitu obesitas, penurunan berat badan yang terlalu cepat, intoleransi glukosa, resistensi insulin, pecandu alkohol, diabetes melitus, hipertrigliserida, obat-obatan dan kehamilan.4

Patogenesis dan tipe batuMenurut gambaran makroskopik dan komposisi kimianya batu saluran empedu dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori mayor, yaitu :

1. Batu kolesterol Empedu yang di supersaturasi dengan kolesterol bertanggung jawab bagi lebih dari 90 % kolelithiasis di negara Barat. Sebagian besar empedu ini merupakan batu kolesterol campuran yang mengandung paling sedikit 75 % kolesterol berdasarkan berat serta dalam variasi jumlah fosfolipid, pigmen empedu, senyawa organik dan inorganik lain. 5,6Proses fisik pembentukan batu kolesterol terjadi dalam empat tahap: Supersaturasi empedu dengan kolesterol. Pembentukan nidus. Kristalisasi/presipitasi. Pertumbuhan batu oleh agregasi/presipitasi lamelar kolesterol dan senyawa lain yang membentuk matriks batu.

2. Batu pigmen coklat atau batu calcium billirubinate Disebut juga batu lumpur atau batu pigmen, sering ditemukan berbentuk tidak teratur, kecil-kecil, dapat berjumlah banyak. Umumnya batu pigmen coklat ini terbentuk di saluran empedu dalam empedu yang terinfeksi. Batu pigmen coklat biasanya ditemukan dengan ukuran diameter kurang dari 1 cm, berwarna coklat kekuningan, lembut dan sering dijumpai di daerah Asia. Batu ini terbentuk akibat faktor stasis dan infeksi saluran empedu. Stasis dapat disebabkan karena disfungsi sfingter Oddi, striktur, operasi bilier, dan parasit. Pada infeksi empedu, kelebihan aktivitas -glucuronidase bakteri dan manusia (endogen) memegang peran kunci dalam patogenesis batu pigmen pada pasien di negara timur. Hidrolisis bilirubin oleh enzim tersebut akan membentuk bilirubin tak terkonjugasi yang akan mengendap sebagai calcium bilirubinate. Enzim -glucuronidase bakteri berasal dari kuman E. coli dan kuman lainnya di saluran empedu. Enzim ini dapat dihambat oleh glucarolactone yang konsentrasinya meningkat pada pasien dengan diet rendah protein dan rendah lemak.5,6

3. Batu pigmen hitam yang kaya akan residu hitam tak terekstrasi.Batu tipe ini banyak dijumpai pada pasien dengan hemolisis kronik atau sirosis hati. Batu pigmen ini terutama terdiri dari derivat polymerized bilirubin. Patogenesis terbentuknya batu pigmen ini belum jelas. Umumnya batu pigmen hitam terbentuk dalam kandung empedu dengan empedu yang steril. Batu empedu jenis ini umumnya berukuran kecil, hitam dengan permukaan yang kasar. Biasanya batu pigmen ini mengandung kurang dari 10% kolesterol.5,6Ada tiga faktor penting yang berperan dalam patogenesis batu kolesterol, 1) hipersaturasi kolesterol dalam kandung empedu, 2) percepatan terjadinya kristalisasi kolesterol dan, 3) gangguan motilitas kandung empedu dan usus.6Adanya pigmen di dalam inti batu empedu berhubungan dengan lumpur kandung empedu pada stadium awal pembentukan batu.Patogenesis batu pigmen melibatkan infeksi saluran empedu, statis empedu, malnutrisi, dan faktor diet. Kelebihan aktivitas enzim -glucuronidase bakteri dan manusia memegang peran kunci dalam patogensis batu pigmen pada pasien di negara timur. Hidrolisis bilirubin oleh enzim tersebut akan membentuk bilirubin tak terkonjugasi yang akan menendap sebagai calcium bilirubinate. Enzim -glucuronidase bakteri berasal dari kuman E.coli dan kuman lainnya disaluran empedu. Enzim ini dapat dihambat oleh glucarolactone yang konsentrasinya meningkat pada pasien dengan diet rendah protein dan rendah lemak.6

Manifestasi klinisBatu kandung empedu (Kolelithiasis) Asimtomatik Batu yang terdapat dalam kandung empedu sering tidak memberikan gejala (asimtomatik). Dapat memberikan gejala nyeri akut akibat kolesistitis, nyeri bilier, nyeri abdomen kronik berulang ataupun dyspepsia atau mual. Studi perjalanan penyakit sampai 50 % dari semua pasien dengan batu kandung empedu, tanpa mempertimbangkan jenisnya, adalah asimtomatik. Kurang dari 25 % dari pasien yang benar-benar mempunyai batu empedu asimtomatik akan merasakan gejalanya yang membutuhkan intervensi setelah periode waktu 5 tahun. Tidak ada data yang merekomendasikan kolesistektomi rutin dalam semua pasien dengan batu empedu asimtomatik.5,6 Simtomatik Keluhan utamanya berupa nyeri di daerah epigastrium, kuadran kanan atas. Rasa nyeri lainnya adalah kolik bilier yang berlangsung lebih dari 15 menit, dan kadang baru menghilang beberapa jam kemudian. Kolik biliaris, nyeri post prandial kuadran kanan atas, biasanya dipresipitasi oleh makanan berlemak, terjadi 30-60 menit setelah makan, berakhir setelah beberapa jam dan kemudian pulih, disebabkan oleh batu empedu, dirujuk sebagai kolik biliaris. Mual dan muntah sering kali berkaitan dengan serangan kolik biliaris. 5,6 Pasien dengan komplikasi batu empedu Kolesistitis akut merupakan komplikasi penyakit batu empedu yang paling umum dan sering meyebabkan kedaruratan abdomen, khususnya diantara wanita usia pertengahan dan manula. Peradangan akut dari kandung empedu, berkaitan dengan obstruksi duktus sistikus atau dalam infundibulum. Gambaran tipikal dari kolesistitis akut adalah nyeri perut kanan atas yang tajam dan konstan, baik berupa serangan akut ataupun didahului sebelumnya oleh rasa tidak nyaman di daerah epigastrium post prandial. Nyeri ini bertambah saat inspirasi atau dengan pergerakan dan dapat menjalar kepunggung atau ke ujung skapula. Keluhan ini dapat disertai mual, muntah dan penurunan nafsu makan, yang dapat berlangsung berhari-hari. Pada pemeriksaan dapat dijumpai tanda toksemia, nyeri tekan pada kanan atas abdomen dan tanda klasik Murphy sign (pasien berhenti bernafas sewaktu perut kanan atas ditekan). Masa yang dapat dipalpasi ditemukan hanya dalam 20% kasus. Kebanyakan pasien akhirnya akan mengalami kolesistektomi terbuka atau laparoskopik. 5,6

Batu saluran empedu (Koledokolitiasis) Pada batu duktus koledokus, riwayat nyeri atau kolik di epigastrium dan perut kanan atas disertai tanda sepsis, seperti demam dan menggigil bila terjadi kolangitis. Apabila timbul serangan kolangitis yang umumnya disertai obstruksi, akan ditemukan gejala klinis yang sesuai dengan beratnya kolangitis tersebut. Kolangitis akut yang ringan sampai sedang biasanya kolangitis bakterial non piogenik yang ditandai dengan trias Charcot yaitu demam dan menggigil, nyeri didaerah hati, dan ikterus. Apabila terjadi kolangiolitis, biasanya berupa kolangitis piogenik intrahepatik, akan timbul 5 gejala pentade Reynold, berupa tiga gejala trias Charcot, ditambah syok, dan kekacauan mental atau penurunan kesadaran sampai koma. Koledokolitiasis sering menimbulkan masalah yang sangat serius karena komplikasi mekanik dan infeksi yang mungkin mengancam nyawa. Batu duktus koledokus disertai dengan bakterobilia dalam 75% persen pasien serta dengan adanya obstruksi saluran empedu, dapat timbul kolangitis akut. Episode parah kolangitis akut dapat menyebabkan abses hati. Migrasi batu empedu kecil melalui ampula vateri sewaktu ada saluran umum diantara duktus koledokus distal dan duktus pankreatikus dapat menyebabkan pankreatitis batu empedu. Tersangkutnya batu empedu dalam ampula akan menyebabkan ikterus obstruktif. 5,6

Pemeriksaan penunjangPemeriksaan Radiologis Foto polos abdomenFoto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang khas karena hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat radioopak. Kadang kandung empedu yang mengandung empedu berkalsium tinggi dapat dilihat dengan foto polos abdomen. Pada peradangan akut dengan kandung empedu yang membesar atau hidrops, kandung empedu kadang terlihat sebagai massa jaringan lunak dikuadran kanan atas yang menekan gambaran udara dalam usus besar, flexura hepatica.7 Gambar 2. Foto rongent pada kolelithiasis UltrasonografiPemeriksaan ini merupakan metode noninvasif yang sangat bermanfaat dan merupakan pilihan pertama untuk mendeteksi kolelithiasis dengan nilai sensitifitas dan spesifisitas lebih dari 95%.7

Ultrasonografi dapat memberikan informasi yang cukup lengkap mengenai : Memastikan adanya batu empedu Menunjukkan berapa batu empedu yang ada dan juga ukurannya. Melihat lokasi dari batu empedu tesebut. Apakah di dalam kandung empedu atau didalam duktus.

Ada 2 jenis pemeriksaan menggunakan ultrasonografi, yaitu : Ultrasonografi transabdominalPemeriksaan ini tidak menimbulkan rasa nyeri, murah dan tidak membahayakan pasien. Hampir sekitar 97% batu empedu dapat didiagnosis dengan ultrasonografi transabdominal, namun kurang baik dalam mengidentifikasi batu empedu yang berlokasi di dalam duktus dan hanya dapat mengidentifikasi batu empedu dengan ukuran lebih besar dari 45 mm.7 Ultrasonografi endoskopiUltrasonografi endoskopik dapat memberikan gambaran yang lebih baik daripada ultrasonografi transabdominal. Karena sifatnya yang lebih invasif dan juga dapat mendeteksi batu empedu yang berlokasi di duktus biliaris lebih baik. Kekurangannya adalah mahal dari segi biaya dan banyak menimbulkan risiko bagi pasien.7Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi untuk mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu intrahepatik maupun ekstrahepatik. Juga dapat dilihat dinding kandung empedu yang menebal karena fibrosis atau udem karena peradangan maupun sebab lain. Batu yang terdapat pada duktus koledokus distal kadang sulit dideteksi, karena terhalang udara didalam usus. Dengan ultrasonografi punktum maksimum rasa nyeri pada batu kandung empedu yang gangren lebih jelas daripada dengan palpasi biasa.7

Gambar 3. Hasil USG menunjukan adanya batu pada kandung empedu

CT scan Menunjukan batu empedu dan dilatasi saluran empedu.7

Gambar 4. CT-Scan abdomen atas menunjukkan batu empedu multiple Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatography (ERCP)Yaitu sebuah kanul yang dimasukan ke dalam duktus koledukus dan duktus pancreatikus, kemudian bahan kontras disuntikkan ke dalam duktus tersebut. Fungsi ERCP ini memudahkan visualisasi langsung stuktur bilier dan memudahkan akses ke dalam duktus koledukus bagian distal untuk mengambil batu empedu, selain itu ERCP berfungsi untuk membedakan ikterus yang disebabkan oleh penyakit hati (ikterus hepatoseluler dengan ikterus yang disebabkan oleh obstuksi bilier dan juga dapat digunakan untuk menyelidiki gejala gastrointestinal pada pasien-pasien yang kandung empedunya sudah diangkat.ERCP ini berisiko terjadinya tanda-tanda perforasi/ infeksi.7,8

Gambar 5. ERCP menunjukkan batu empedu di duktus ekstrahepatik (panah pendek) dan di duktus intrahepatik (panah panjang) Magnetic Resonance Cholangio-pancreatography (MRCP)Magnetic resonance cholangio-pancreatography atau MRCP adalah modifikasi dari Magnetic Resonance Imaging (MRI), yang memungkinkan untuk mengamati duktus biliaris dan duktus pankreatikus. MRCP dapat mendeteksi batu empedu di duktus biliaris dan juga bila terdapat obstruksi duktus.6-8

Gambar 6. Hasil MRCP dan Hasil MRI

PenatalaksanaanKonservatif a). Lisis batu dengan obat-obatan Sebagian besar pasien dengan batu empedu asimtomatik tidak akan mengalami keluhan dan jumlah, besar, dan komposisi batu tidak berhubungan dengan timbulnya keluhan selama pemantauan. Kalaupun nanti timbul keluhan umumnya ringan sehingga penanganan dapat elektif. Terapi disolusi dengan asam ursodeoksilat untuk melarutkan batu empedu kolesterol dibutuhkan waktu pemberian obat 6-12 bulan dan diperlukan monitoring hingga dicapai disolusi. Terapi efektif pada ukuran batu kecil dari 1 cm dengan angka kekambuhan 50 % dalam 5 tahun.4

b). Disolusi kontak Metode ini didasarkan pada prinsip PTC dan instilasi langsung pelarut kolesterol ke kandung empedu. Prosedur ini invasif dan kerugian utamanya adalah angka kekambuhan yang tinggi.4

c). Litotripsi (Extarcorvoral Shock Wave Lithotripsy =ESWL) Litotripsi gelombang elektrosyok meskipun sangat populer beberapa tahun yang lalu, analisis biaya-manfaat pada saat ini hanya terbatas untuk pasien yang benar-benar telah dipertimbangkan untuk menjalani terapi ini. Efektifitas ESWL memerlukan terapi adjuvant asam ursodeoksilat.4

Penanganan operatif a). Open kolesistektomi Operasi ini merupakan standar untuk penanganan pasien dengan batu empedu simtomatik. Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut. Komplikasi yang berat jarang terjadi, meliputi trauma CBD, perdarahan, dan infeksi. Data baru-baru ini menunjukkan mortalitas pada pasien yang menjalani kolesistektomi terbuka pada tahun 1989, angka kematian secara keseluruhan 0,17 %, pada pasien kurang dari 65 tahun angka kematian 0,03 % sedangkan pada penderita diatas 65 tahun angka kematian mencapai 0,5 %.4,6

b). Kolesistektomi laparoskopik Kelebihan tindakan ini meliputi nyeri pasca operasi lebih minimal, pemulihan lebih cepat, hasil kosmetik lebih baik, menyingkatkan perawatan di rumah sakit dan biaya yang lebih murah. Indikasi tersering adalah nyeri bilier yang berulang. Kontra indikasi absolut serupa dengan tindakan terbuka yaitu tidak dapat mentoleransi tindakan anestesi umum dan koagulopati yang tidak dapat dikoreksi. Komplikasi yang terjadi berupa perdarahan, pankreatitis, bocor stump duktus sistikus dan trauma duktus biliaris. Resiko trauma duktus biliaris sering dibicarakan, namun umumnya berkisar antara 0,51%. Dengan menggunakan teknik laparoskopi kualitas pemulihan lebih baik, tidak terdapat nyeri, kembali menjalankan aktifitas normal dalam 10 hari, cepat bekerja kembali, dan semua otot abdomen utuh sehingga dapat digunakan untuk aktifitas olahraga.4,6 c). Kolesistektomi minilaparatomi. Modifikasi dari tindakan kolesistektomi terbuka dengan insisi lebih kecil dengan efek nyeri pasca operasi lebih rendah. Jika tidak ditemukan gejala, maka tidak perlu dilakukan pengobatan. Nyeri yang hilang-timbul bisa dihindari atau dikurangi dengan menghindari atau mengurangi makanan berlemak.4,6

Penatalaksanaan dietPada kasus kolelithiasis jumlah kolesterol dalam empedu ditentukan oleh jumlah lemak yang dimakan karena sel-sel hepatik mensintesis kolesterol dari metabolismelemak, sehingga klien dianjurkan/dibatasi dengan makanan cair rendah lemak. Menghindari kolesterol yang tinggi terutama yang berasal dari lemak hewani. Suplemen bubuk tinggi protein dan karbohidrat dapat diaduk ke dalam susu skim dan adapun makanan tambahan seperti: buah yang dimasak, nasi ketela, daging tanpa lemak, sayuranyang tidak membentuk gas, roti, kopi/teh. 4

BAB IIITINJAUAN PUSTAKAKolesistitis

Kolesistitis AkutA. PengertianRadang kandung empedu (Kolesistitis akut) adalah reaksi inflamasi akut dinding kandung empedu yang disertai keluhan nyeri perut kanan atas, nyeri tekan, dan demam. 1

B. Etiologi dan PatogenesisFaktor yang mempengaruhi timbulnya serangan kolesistitis akut adalah statis cairan empedu, infeksi kuman, dan iskemia dinding kandung empedu. Penyebab utama kolesistitis akut adalah batu kandung empedu (90%) yang terletak di duktus sistikus yang menyebabkan statis cairan empedu, sedangkan sebagian kecil kasus timbul tanpa adanya batu empedu (kolesistitis akut akalkulus). Bagaimana statis di duktus sistikus dapat menyebabkan kolesistitis akut, masih belum jelas. Diperkirakan banyak faktor yang berpengaruh, seperti kepekatan cairan empedu, kolesterol, lisolesitin, dan prostaglandin yang merusak lapisan mukosa dinding kandung empedu diikuti oleh reaksi inflamasi dan supurasi. 1Kolesistitis akut akalkulus dapat timbul pada pasien yang dirawat cukup lama dan mendapat nutrisi secara parenteral, pada sumbatan karena keganasan kandung empedu, batu di saluran empedu, atau merupakan salah satu komplikasi penyakit lain seperti demam tifoid dan diabetes melitus. 1

C. Gejala KlinisKeluhan yang agak khas untuk serangan kolesistitis akut adalah kolik perut di sebelah kanan atas epigastrium dan nyeri tekan serta kenaikan suhu tubuh. Kadang-kadang rasa sakit menjalar ke pundak atau skapula kanan dan dapat berlangsung sampai 60 menit tanpa reda. Berat ringannya keluhan sangat bervariasi tergantung dari adanya kelainan inflamasi ringan sampai dengan gangren atau perforasi kandung empedu. Penderita kadang mengalami demam, mual, dan muntah, Pada orang lanjut usia, demam sering kali tidak begitu nyata dan nyeri lebih terlokalisasi hanya pada perut kanan atas. 1

D. Pemeriksaan FisikTeraba masa kandung empedu, nyeri tekan disertai tanda-tanda peritonitis lokal (tanda Murphy). 1

E. Laboratorium Ikterus dijumpai pada 20% kasus, umumnya derajat ringan (bilirubin 75th) mempunyai prognosis jelek di samping kemungkinan banyak timbul komplikasi pasca bedah.2

Kolesistitis KronikKolesistitis kronik lebih sering dijumpai di klinis, dan sangat erat hubungannya dengan litiasis dan lebih sering timbulnya perlahan-lahan. 1

A. PengertianKolesistitis kronis adalah peradangan menahun dari dinding kandung empedu, yang ditandai dengan serangan berulang dari nyeri perut yang tajam dan hebat. 1

B. EtiologiKolesistitis kronis terjadi akibat serangan berulang dari kolesistitis akut, yang menyebabkan terjadinya penebalan dinding kandung empedu dan penciutan kandung empedu. Pada akhirnya kandung empedu tidak mampu menampung empedu.Penyakit ini lebih sering terjadi pada wanita dan angka kejadiannya meningkat pada usia diatas 40 tahun. Faktor resiko terjadinya kolesistitis kronis adalah adanya riwayat kolesistitis akut sebelumnya. 1

C. Gejala KlinisTimbulnya gejala bisa dipicu oleh makan makanan berlemak. Gejalanya sangat minimal dan tidak menonjol, seperti dispepsia, rasa penuh di epigastrium, dan nausea khususnya setelah makan makanan berlemak tinggi, yang kadang-kadang hilang setelah bersendawa. 1

D. Radiologi Ultrasonografi dapat memperlihatkan kolelitiasis dan afungsi kandung empedu. Pada USG, dinding menjadi sangat tebal dan eko cairan lebih terlihat hiperekoik. Sering terdapat pada kolesistitis kronik lanjut dimana kandung empedu sudah mengisut. Kadang-kadang hanya eko batunya saja yang terlihat.

Gambar 12. USG Kolesistitis Kronis

Endoscopic retrograde choledochopancreaticography (ERCP) sangat bermanfaat untuk memperlihatkan adanya batu di kandung empedu dan duktus koledokus.

Gambar 13. Hasil pemeriksaan ERCP

Kolesistogram (untuk kolesistitis kronik): Menyatakan batu pada sistem empedu.

Gambar 14. Hasil pemeriksaan kolesistografi

CT Scan: Dapat menyatakan kista kandung empedu, dilatasi duktus empedu, dan membedakan antara ikterik obstruksi /non obstruksi.7-9 Gambar 15. Hasil pemeriksaan CT-Scan

E. DiagnosisDiagnosis kolesistitis kronik sering sulit ditegakkan. Riwayat penyakit batu kandung empedu di keluarga, ikterus dan kolik berulang, nyeri lokal di daerah kandung empedu disertai tanda Murphy positif dapat menyokong menegakkan diagnosis.2

F. PenatalaksanaanPengobatan yang biasa dilakukan adalah pembedahan. Kolesistektomi bisa dilakukan melalui pembedahan perut maupun melalui laparoskopi. Penderita yang memiliki resiko pembedahan tinggi karena keadaan medis lainnya, dianjurkan untuk menjalani diet rendah lemak dan menurunkan berat badan. Bisa diberikan antasid dan obat-obat antikolinergik. 2

G. PencegahanSeseorang yang pernah mengalami serangan kolesistitis akut dan kandung empedunya belum diangkat, sebaiknya mengurangi asupan lemak dan menurunkan berat badannya. 2

BAB IVPENUTUP

Kolelithiasis atau batu empedu merupakan penyakit yang cukup sering diderita oleh wanita, terutama usia antara 20-60 tahun. Batu empedu umumnya dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu: Batu kolesterol, batu bilirubin atau batu pigmen coklat dan batu pimen hitam. Batu kolesterol merupakan yang tersering ditemukan, dengan kandungan kolesterol lebih dari 70%. Batu empedu dapat ditemukan di dalam kandung empedu itu sendiri, atau dapat juga ditemukan di saluran-saluran empedu, seperti duktus sistikus atau duktus koledokus. Sekitar 80% pasien dengan batu empedu, biasanya asimtomatis. Sedangkan pada yang simtomatik, keluhan utamanya biasa berupa nyeri di daerah epigastrium, kuadran kanan atas atau prekordium, dan kolik bilier. Penyebab dari batu empedu ini belum diketahui secara pasti, tetapi diperkirakan ada 3 faktor predisposisi terpenting, yaitu: Gangguan metabolisme yang menyebabkan perubahan komposisi empedu, stasis empedu, dan infeksi kandung empedu. Adanya faktor resiko terbentuknya batu empedu dikenal dengan 4F yaitu fatty, fourty, fertile dan female.Ada banyak cara untuk mendeteksi batu empedu, tetapi yang paling akurat dan sering digunakan adalah ultrasonografi. Tindakan operatif atau kolesistektomi merupakan terapi pilihan pada pasien dengan batu empedu.Radang kandung empedu (Kolesistitis akut) adalah reaksi inflamasi akut dinding kandung empedu yang disertai keluhan nyeri perut kanan atas, nyeri tekan, dan demam. Kolesistitis kronik lebih sering dijumpai di klinis, dan sangat erat hubungannya dengan litiasis dan lebih serinng timbulnya perlahan-lahan. Pemeriksaan radiologis merupakan cara pemeriksaan sekaligus cara evaluasi, yang memegang peranan penting di samping pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan klinis lainnya.Jika diagnosis sudah pasti dan resikonya kecil, biasanya dilakukan pembedahan untuk mengangkat kandung empedu pada hari pertama atau kedua. Penderita dengan kolesistitis kronik pada umumnya dilakukan kolesistektomi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Cahyono JBSB. Batu empedu. Edisi ke-5. Yogyakarta: Kanisius; 2009.h. 21-62. Sjamsuhidayat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2005. 570-9.3. Guyton AC, Hall JE. Sistem Saluran Empedu. Dalam: Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi ke-9. Jakarta: EGC, 1997. 1028-1029. 4. Resyetnyak VI. Concept of the pathogenesis and treatment of cholelithiasis. Diunduh dari: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3295849/ , 13 Agustus 20145. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi ke-6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2012.h. 502-36. Lesmana LA. Penyakit batu empedu. Dalam: Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid 1. Edisi ke 5. Jakarta: InternaPublishing; 2009.h. 721-57. Altun. GASTROINTESTINAL IMAGING: MRImaging of Acute and Chronic Cholecystitis. Di unduh dari : http://radiology.rsna.org/content/244/1/174. full.pdf+html?sid=ddd041b4-7a1a-410a-ac3d-2a98aa6374aa , 13 Agustus 20148. Heuman DM. Gallstones (Cholelithiasis) Di unduh dari : http://emedicine.medscape.com/article/774352-overview , 13 Agustus 20149. http://pharos.co.id/news-a-media/beritakesehatan/461-kolesistitis-radang-kandung-empedu.html , 13 Agustus 2014

23


Top Related