Download - refkas piqi

Transcript

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pneumonia masih menjadi penyakit terbesar penyebab kematian anak dan juga penyebab kematian pada banyak kaum lanjut usia di dunia, Meskipun telah ada kemajuan dalam bidang antibiotik. Tetapi kasus pneumonia masih tetap tinggi1. Menurut WHO, angka kematian bayi di atas 40 per 1000 kelahiran hidup (di Indonesia : 41 per 1000 kelahiran hidup), angka kematian balita di atas 15 per 1000 balita (diIndonesia : 81 per 1000 kelahiran hidup). Proporsi kematian balita akibat pneumonia lebih dari 20 % (di Indonesia 30 %) angka kematian pneumonia balita di atas 4 per 1000 kelahiran hidup (di Indonesia diperkirakan masih diatas 4 per 1000 kelahiran hidup). Menurut SKRT 2001 urutan penyakit menular penyebab kematian pada bayi adalah pneumonia, diare, tetanus, ISPA sementara proporsi penyakit menular penyebab kematian pada balita yaitu pneumonia (22,5%), diare (19,2%) infeksi saluran pernafasan akut (7,5%),malaria (7%), serta campak (5,2%). Angka kejadian pneumonia di Indonesia dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2006 mengalami penurunan. Kasus pneumonia pada tahun 2004 sebanyak 293.184 kasus dengan kasus Angka Insiden (AI) 13,7; tahun 2005 sebanyak 193.689 kasus dengan AI 8,95; dan pada tahun 2006 sebanyak 146.437 kasus dengan AI 6,7 2-6Di Propinsi Jawa Tengah, sebesar 80% - 90% dari seluruh kasus kematian ISPA disebabkan pneumonia. Angka kejadian pneumonia balita di Jawa Tengah pada tahun 2004 sebanyak 424 dengan AI 0,13, tahun 2005 sebanyak 1.093 dengan AI 0,33, dan tahun 2006 sebanyak 3.624 dengan AI 11,0. Bayi dan anak kecil lebih rentan terhadap penyakit ini karena respon imunitas mereka masih belum berkembang dengan baik.7Pneumonia adalah radang parenkim paru8. Kebanyakan kasus pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme, tetapi ada sejumlah penyebab noninfeksi yang kadang-kadang perlu dipertimbangkan. Terjadinya pnemonia pada anak seringkali bersamaan dengan proses infeksi akut pada bronkus (biasa disebut bronchopneumonia)7,8. Bronkopneumonia biasanya dimulai di bronkioli terminalis. Bronkiolus terminalis menjadi tersumbat dengan eksudat mukopurulen membentuk bercak-bercak konsolidasi di lobulus yang bersebelahan. Penyakit ini seringnya bersifat sekunder, mengikuti infeksi dari saluran nafas atas, demam pada infeksi spesifik dan penyakit yang melemahkan sistem pertahanan tubuh. Pada bayi dan orang-orang yang lemah, pneumonia dapat muncul sebagai infeksi primer. 5,6B. TUJUAN

Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah untuk mengetahui cara mendiagnosa terutama secara radiologis dan mengelola pasien dengan tepat berdasarkan data yang diperoleh dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang pada pasien bronchopneumonia.

C. MANFAAT

Manfaat penulisan laporan kasus ini diharapkan dapat dijadikan sebagai media belajar bagi mahasiswa klinik sehingga dapat mendiagnosis terutama secara radiologis dan mengelola pasien dengan permasalahan seperti pada pasien ini secara komprehensif.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI PARU

Struktur dasar jalan nafas telah ada sejak lahir dan berkembang selama neonatus dan dewasa menjadi sistem bronkhopulmonal. Jalan nafas pada setiap usia tidak simetris. Apabila dibagi menjadi dua bagian, ada perbedaan bentuk dan jumlah cabang yang tergantung dari lokasinya. Variasi tersebut menyebabkan implikasi fisiologi yang berbeda5. Alur yang berbeda menyebabkan perbedaan resistensi terhadap aliran udara, sehingga menyebabkan distribusi udara atau partikel yang terhisap tidak merata. Cabang dari bronkus mengalami pengecilan ukuran dan kehilangan kartilago, yang kemudian disebut bronkhiolus. Bronkhiolus terminalis membuka saat pertukaran udara dalam paru-paru6.

Jalan nafas dilapisi oleh membran epitel yang berganti secara bertahap dari epitel kolumner bertingkat bersilia di bronkus menjadi epitel kubus bersilia pada area tempat pertukaran udara. Sillia berfungsi untuk menghantarkan mukus dari pinggir jalan nafas ke faring. Sistem transport mukosilier ini berperan penting dalam mekanisme pertahanan paru. Sel goblet pada trakhea dan bronkhus memproduksi musin dalam retikulum endoplasma kasar dan apparatus golgi. Sel goblet meningkat jumlahnya pada beberapa gangguan seperti bronkhitis kronis yang hasilnya terjadi hipersekresi mukus dan peningkatan produksi sputum3,6. Unit pertukaran udara (terminal respiratory) terdiri dari bronkhiolus distal sampai terminal : bronkhiolus respiratorius, duktus alveolaris dan alveoli5.

Pada pemeriksaan luar pulmo dekstra lebih pendek dan lebih berat dibanding pulmo sinistra. Pulmo dekstra dan sinistra dibagi oleh alur yang disebut incissura interlobaris dalam beberapa Lobus Pulmonis6.

Pulmo dekstra dibagi menjadi 3 lobi, yaitu:

1. Lobus Superior.

Dibagi menjadi 3 segmen: apikal, posterior, inferior

2. Lobus Medius.

Dibagi menjadi 2 segmen: lateralis dan medialis

3. Lobus Inferior.

Dibagi menjadi 5 segmen: apikal, mediobasal, anterobasal, laterobasal, posterobasalPulmo sinistra dibagi menjadi 2 lobi, yaitu:

1. Lobus Superior

Dibagi menjadi segmen: apikoposterior, anterior, lingularis superior, lingularis inferior.

2. Lobus Inferior

Dibagi menjadi 4 segmen: apikal, anteromediobasal, laterobasal, dan posterobasal.

B. DEFINISI BRONCHOPNEUMONIABronchopneumonia merupakan salah satu bagian dari penyakit Pneumonia. Broncopneumonia adalah salah satu infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah dari parenkim paru yang meilbatkan bronkus/bronkiolus yang berupa distribusi berbentuk bercak-bercak yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing4,7.Bronchopneumonia adalah peradangan paru, biasanya dimulai di bronkioli terminalis. Bronkiolus terminalis menjadi tersumbat dengan eksudat mukopurulen membentuk bercak-bercak konsolidasi di libulus yang bersebelahan. Penyakit ini seringnya bersifat sekunder, mengikuti infeksi dari saluran nafas atas, demam pada infeksi spesifik dan penyakit yang melemahkan system pertahanan tubuh. Pada bayi dan orang-orang yang lemah, Pneumonia dapat muncul sebagai infeksi primer8.

C. ETIOLOGIPenyebab bronkopneumonia yang biasa dijumpai adalah1:1. Faktor Infeksia. Pada neonatus: Streptokokus grup B, Respiratory Sincytial Virus (RSV)

b. Pada bayi:

Virus: Virus parainfluensa, virus influenza, adenovirus, RSV, cutomegalovirus

Organisme atipikal: Chlamidia trachomatis, Pneumocytis

Bakteri: Streptokokus pneumoni, Hemofilus influenza, Mycobacterium tuberculosa, B. Pertusisc. Pada anak-anak:

Virus: Parainfluenza, Influenza virus, Adenovirus, RSP

Organisme atipikal: Mycoplasma pneumonia

Bakteri: Pneumokokus, Mycobakterium tuberculosa

d. Pada anak besar-dewasa muda:

Organisme atipikal: Mycoplasma pneumonia, C. trachomatis

Bakteri: Pneumokokus, B.Pertusis, M.tuberculosis

2. Faktor Non Infeksi1,8Terjadi akibat disfungsi menelan atau refluks esophagus meliputi:a. Bronkopneumonia hidrokarbon: Terjadi oleh karena aspirasi selama penelanan muntah atau sonde lambung (za hidrokarbon seperti pelitus, minyak tanah dan bensin).

b. Bronkopneumonia lipoid: terjadi akibat pemasukan obat yang mengandung minyak secara intranasal, termasuk jeli petroleum. Setiap keadaan yang menganggu mekanisme menelan seperti palatoskizis, pemberian makanan dengan posisi horizontal, atau pemaksaan pemberian makanan seperti minyak pada anak yang sedang menangis. Keparahan penyakit tergantung pada jenis minyak yang terinhalasi. Jenis minyak binatang yang mengandung asam lemak tinggi bersifat paling merusak contohnya seperti susu dan minyak ikan.

D. PATOGENESIS

E. MANIFESTASI KLINIK

Gambaran klinik biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas akut bagian atas selama beberapa hari, kemudian diikuti dengan demam, menggigil. Suhu tubuh kadang-kadang melebihi 40 0C, sakit tenggorok, nyeri otot, dan sendi. Juga disertai batuk dengan sputum mukoid atau purulen, kadang-kadang berdarah4,5,8.F. PEMERIKSAAN FISIK

Dalam pemeriksaan fisik penderita bronkhopneumoni ditemukan hal-hal sebagai berikut8 :a. Pada setiap nafas terdapat retraksi otot epigastrik, interkostal, suprasternal, dan pernapasan cuping hidung. Tanda objektif yang merefleksikan adanya distres pernapasan adalah retraksi dinding dada; penggunaan otot tambahan yang terlihat dan cuping hidung; orthopnea; dan pergerakan pernafasan yang berlawanan. Tekanan intrapleura yang bertambah negatif selama inspirasi melawan resistensi tinggi jalan nafas menyebabkan retraksi bagian-bagian yang mudah terpengaruh pada dinding dada, yaitu jaringan ikat inter dan sub kostal, dan fossae supraklavikula dan suprasternal. Kebalikannya, ruang interkostal yang melenting dapat terlihat apabila tekanan intrapleura yang semakin positif. Retraksi lebih mudah terlihat pada bayi baru lahir dimana jaringan ikat interkostal lebih tipis dan lebih lemah dibandingkan anak yang lebih tua. Kontraksi yang terlihat dari otot sternokleidomastoideus dan pergerakan fossae supraklavikular selama inspirasi merupakan tanda yang paling dapat dipercaya akan adanya sumbatan jalan nafas. Pada infant, kontraksi otot ini terjadi akibat head bobbing, yang dapat diamati dengan jelas ketika anak beristirahat dengan kepala disangga tegal lurus dengan area suboksipital. Apabila tidak ada tanda distres pernapasan yang lain pada head bobbing, adanya kerusakan sistem saraf pusat dapat dicurigai. Pengembangan cuping hidung adalah tanda yang sensitif akan adanya distress pernapasan dan dapat terjadi apabila inspirasi memendek secara abnormal (contohnya pada kondisi nyeri dada). Pengembangan hidung memperbesar pasase hidung anterior dan menurunkan resistensi jalan napas atas dan keseluruhan. Selain itu dapat juga menstabilkan jalan napas atas dengan mencegah tekanan negatif faring selama inspirasi.

b. Pada palpasi ditemukan vokal fremitus yang simetris.

Konsolidasi yang kecil pada paru yang terkena tidak menghilangkan getaran fremitus selama jalan napas masih terbuka, namun bila terjadi perluasan infeksi paru (kolaps paru/atelektasis) maka transmisi energi vibrasi akan berkurang.

c. Pada perkusi tidak terdapat kelainan

d. Pada auskultasi ditemukan crackles sedang nyaring. Crackles adalah bunyi non musikal, tidak kontinyu, interupsi pendek dan berulang dengan spektrum frekuensi antara 200-2000 Hz. Bisa bernada tinggi ataupun rendah (tergantung tinggi rendahnya frekuensi yang mendominasi), keras atau lemah (tergantung dari amplitudo osilasi) jarang atau banyak (tergantung jumlah crackles individual) halus atau kasar (tergantung dari mekanisme terjadinya). Crackles dihasilkan oleh gelembung-gelembung udara yang melalui sekret jalan napas/jalan napas kecil yang tiba-tiba terbuka.

G. PEMERIKSAAN RADIOLOGIS

1. Pneumonia lobularis (bronkopneumonia)

Merupakan pneumonia yang terjadi pada ujung akhir bronkhiolus yang dapat tersumbat oleh eksudat mukopurulen untuk membentuk bercak konsolidasi dalam lobus. Gambaran radiologis mempunyai bentuk difus bilateral dengan peningkatan corakan bronkhovaskular dan infiltrat kecil dan halus yang tersebar di pinggir lapang paru. Bayangan bercak ini sering terlihat pada lobus bawah. Tampak infiltrate peribronkial yang semi opak dan inhomogen di daerah hilus yang menyebabkan batas jantung menghilang (silhoute sign)3,2.

Tampak juga air bronkogram, dapat terjadi nekrosis dan kavitas pada parenkim paru. Pada keadaan yang lebih lanjut dimana semakin banyak alveolus yang terlibat maka gambaran opak menjadi terlihat homogen.

2. Pneumonia lobaris

Merupakan pneumonia yang terjadi pada seluruh atau satu bagian besar dari lobus paru dan bila kedua lobus terkena bias dikatakan sebagai pneumonia lobaris. Pada foto thoraks PA posisi erek tampak infiltrate di parenkim paru perifer yang semiopak, homogeny tipis awan berbatas tegas, bagian perifer lebih opak disbanding bagian sentral. Konsolidasi parenkim paru tanpa melibatkan jalan udara mengakibatkan timbulnya air bronkogram. Tampak pelebaran dinding bronkhiolus. Tidak ada volume loss pada pneumonia tipe ini3,2. 3. Pneumonia interstitial

Merupakan pneumonia yang dapat terjadi di dalam dinding alveolar. Penumonia interstitial ditandai dengan pola linear atau retikuler pada parenkim paru. Pada tahap akhir, dijumpai penebalan jaringan interstitial sebagai densitas noduler yang kecil3,2.

H. DIAGNOSIS BANDING

Bronchiolitis

TBC Paru

Atelektasis

Abses Paru

I. KOMPLIKASI

Empiema

Atelektasis

Perikarditis

Pleuritis

Otitis Media Akut (OMA)

BAB III

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN

Nama

: Ny. LutasrikUmur

: 68 tahun

Pekerjaan

: -

Alamat

: Bumi Harjo Rt 3/2 Guntur Demak

Nomor RM

: 1169066Tanggal pemeriksaan: 18 Mei 2012

B. ANAMNESIS

RPS:

Pasien datang dengan keluhan sesak napas kurang lebih 5 hari yang lalu, disertai batuk berdahak, pilek, panas terus menerus, BAB dan BAK (+), mual dan muntah (-). RPD : Belum pernah sakit seperti ini sebelumnyaRPK : Keluarga tidak ada yang sakit seperti ini

Rsosek : Teman dan tetangga tidak ada yang sakit seperti ini

C. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum: lemah

Kesadaran

: composmentis

Tanda Vital

Nadi

: 88 x/menit, regular, isi cukup

Suhu

: 38,1 0C

Frek.Pernafasan: 30 x/menit

Pemeriksaan Fisik Lainnya

Kepala

: normocephal, rambut tidak mudah dicabut

Mata

: conjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)Telinga: simetris kiri dan kanan, discharge (-/-)

Hidung: pernafasan cuping hidung (-/-), secret (-/-), septum deviasi (-)

Mulut

: perioral sianosis (-), faring hiperemis (-), tonsil T1-T1

Leher

: pembesaran KGB (-), retraksi suprasternal (-)

Thorak

: cor: tampak dalam batas normal

pulmo: terdapat ronkhi (+/+)

Abdomen: datar, supel, BAK (+)

Ekstremitas: ekstremitas atas (ka/ki) dan bawah (ka/ki) tampak dalam batas normal

D. FOTO RONTGEN THORAKCor: CTR tidak dapat dinilai (posisi AP), Batas kiri jantung bergeser ke laterokaudalPulmo : Corakan vaskuler meningkat dengan blurring vaskuler, tampak bercak diperihiller kanan-kiri dan lapangan bawah paru kanan, diafragma dan sinus kostofrenikus tak tampak kelainan.

Kesan: COR : suspek kardiomegali (LV)

PULMO : Edem Pulmo

Bronkopneumonia

BAB IV

PEMBAHASANBerdasarkan laporan kasus yang telah diuraikan di atas, didapatkan seorang pasien berumur 68 tahun dengan keluhan Pasien datang dengan keluhan sesak napas kurang lebih 5 hari yang lalu, disertai batuk berdahak, pilek, panas terus menerus, BAB dan BAK (+), mual dan muntah (-). Sebelumnya belum pernah mengalami sakit yang sama.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan nadi 88 x/menit, suhu 38,1 0C, RR 30 x/menit. Dari data anamnesa dan pemeriksaan fisik perlu dicurigai adanya infeksi saluran pernafasan akut.

Pada pemeriksaan radiologi didapatkan adanya corakan vaskuler meningkat di sertai blurring vascular , tampak bercak diperihiller kanan-kiri dan lapangan paru bawah kanan, diafragma dan sinus kostofrenikus tak tampak kelainan.

Dari semua data diatas pasien dicurigai terkena bronkopneumonia dengan differensial diagnosis proses spesifik.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Dari anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang pasien di diagnosa bronkopneumoni.

B. SARANPasien di motivasi untuk meminum obat teratur dan mematuhi nasihat dokter. DAFTAR PUSTAKA1. Bennet, N.J. 2010. Pediatrics, Pneumonia. Diakses tgl 13 April 2011 dari http://emedicine.medscape.com/article/967822-overview2. Ekayuda I, editor. Radiologi Diagnostik. Edisi ke-2. Jakarta: Balai penerbit FKUI. 2009

3. Jeri, Adli. Bagian Ilmu Radiologi. RSUD Kodya Yogyakarta. Gambaran Radiologi Bronkopneumonia. Diakses tgl 15 April 2011 dari http://www.fkumyecase.net/wiki/index.php4. Konsensus Pneumonia. Bagian Pulmonologi FKUI/RSUP Persahabatan. Jakarta : 2000

5. Mansjoer A, Wardhani WI, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jilid 2 Penerbit Media Aesculapius FK UI, Jakarta 2000

6. Reinhard V. Putz, Reinhard Pabst. Atlas Anatomi Manusia Sobotta Jilid 2. Edisi 21. Buku Kedokteran EGC. Jakarta : 2000

7. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak, Buku Kuliah Kesehatan Anak, Jilid 3 Bagian Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta 19978. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi Idrus, Setiati S, et all: editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi keempat , Jilid II. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2007Bakteri Stafilokokus aureus

Bakteri Haemofilus influezae

Mycoplasma

Penderita akit berat yang dirawat di RS

Penderita yang mengalami penurunn

sistem pertahanan tubuh

Kontaminasi peralatan RS

Saluran nafas atas

Kuman berlebih di bronkus

Kuman terbawa disaluran pencernaan

Infeksi saluran pernafasan bawah

Diare

Akumulasi secret di bronkus

Proses peradangan

Bersihan jalan nafas tidak efektif

Malabsorbsi

Peningkatan peristaltic usus

Infeksi saluran pencernaan

Peningkatan flora normal dalam usus

Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit

Edema paru

Dilatasi pembuluh darah

Intake kurang

anoreksia

Bau mulut tidak sedap

Mukus brokus meningkat

Nutrisi kurang dari kebutuhan

Peningkatan Suhu

Edema antara kaplier dan alveoli

Peningkatan metabolisme

Suplai O2 menurun

Penurunan compliance paru

Pengerasan dinding paru

Gangguan difusi dalam plasma

Eksudat plasma masuk alveoli

Evaporasi meningkat

Fatigue

Akumulasi asam laktat

Metabolisme anaeraob meningkat

Hipoksia

Retraksi dada / nafas cuping hidung

Dispneu

Hiperventilasi

Intoleransi aktifitas

Gangguan pola nafas

12


Top Related