Transcript
Page 1: Refkas Dr.puji Sindrom Nefrotik

REFLEKSI KASUS

SINDROMA NEFROTIK

Diajukan untuk memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Kesehatan Anak

Di Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang

Pembimbing:

dr. Hj. Pujiati Abbas Sp. A

Oleh :

Emirza Nur Wicaksono

01.210.6145

KEPANITERAAN KLINIK

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG

SEMARANG

2015

Page 2: Refkas Dr.puji Sindrom Nefrotik

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sindrom nefrotik merupakan kumpulan gejala-gejala yang terdiri dari

proteinuria massif (≥40 mg/m2 LPB/jam atau rasio protein/kreatinin pada

urine sewaktu >2 mg/mg atau dipstick ≥2+), hipoalbuminemia (≤2,5 gr/dL),

edema, dan dapat disertai hiperkolestrerolemia (250 mg/uL).

Angka kejadian sindrom nefrotik di Amerika dan Inggris berkisar antara

2-7 per 100.000 anak berusia dibawah 18 tahun per tahun, sedangkan di

Indonesia dilaporkan 6 per 100.000 anak per tahun, sedangkan

perbandingan anak laki-laki dan perempuan 2:1. Di Departemen Ilmu

Kesehatan Anak FKUI/RSCM Jakarta, sindrom nefrotik merupakan

penyebab kunjungan sebagian besar pasien di Poliklinik Khusus Nefrologi,

dan merupakan penyebab tersering gagal ginjal anak yang dirawat antara

tahun 1995-2000. Perbandingan anak laki-laki dan perempuan 2:1.

Etiologi sindrom nefrotik secara garis besar dapat dibagi 3 yaitu

kongenital, glomerulopati primer/idiopatik, dan sekunder mengikuti

penyakit sistemik seperti pada purpura Henoch-Schonlein dan lupus

eritematosus sistemik. Sindrom nefrotik pada tahun pertama kehidupan,

terlebih pada bayi berusia kurang dari 6 bulan, merupakan kelainan

kongenital (umumnya herediter) dan mempunyai prognosis buruk. Pada

tulisan ini akan dibicarakan aplikasi klinis dari sindrom nefrotik idiopatik

pada pasien anak yang dirawat di RSI Sultan Agung.

Page 3: Refkas Dr.puji Sindrom Nefrotik

BAB II

CATATAN MEDIK ORIENTASI MASALAH

A. IDENTITAS PASIEN

Nama penderita : An. R.G

Umur/tgl lahir : 9 tahun 3 bulan

Jenis kelamin : Laki-laki

Pendidikan : SD kelas 3

Alamat : Banget Ayu Wetan, Genuk Semarang

Nama ayah : Tn M.

Umur : 44 th

Agama : Islam

Pekerjaan : Buruh Bangunan

Nama ibu : Ny. S.

Umur : 44 th

Agama : Islam

Pekerjaan : Buruh Pabrik

Masuk RS : 29 Agustus 2015

Ruang Perawatan : Bangsal Anak ITH Lantai III (Baitunnisa 1)

B. DATA DASAR

Anamnesis ( Alloanamnesis dan Autoanamnesis)

Autonamnesis dengan pasien dan Alloanamnesis dengan ibu penderita

yang mengetahui riwayat penyakit pasien, dilakukan pada tanggal 29

Agustus 2015 pukul 10.40 WIB di ruang Poliklinik Anak.

Keluhan utama : Bengkak di seluruh tubuh

a) Riwayat Penyakit Sekarang :

Bengkak pada seluruh tubuh sejak 7 hari yang lalu sebelum masuk rumah

sakit. Bengkak diawali pada daerah kelopak mata dan muka sektar 15 hari

yang lalu, terutama pada pagi hari saat bangun tidur, dan bengkak

berkurang saat siang dan sore hari. Bengkak semakin bertambah,

Page 4: Refkas Dr.puji Sindrom Nefrotik

menyebar ke daerah muka, perut, dan kedua tungkai. Selama bengkak, ibu

penderita mengeluh BAK berwarna kuning keruh, tidak ada kemerahan.

Ibu penderita mengaku frekuensi BAK 2 kali dalam sehari. Anak  buang

air besar setiap hari sebanyak 1-2 kali. Keluhan Riwayat nyeri

pinggang, nyeri saat berkemih, atau nyeri perut hebat disangkal. Riwayat

sering terbangun pada malam hari untuk BAK juga disangkal. Keluhan

bengkak ini tidak disertai sesak napas saat tidur dan anak masih bisa tidur

dengan satu bantal. Anak sebelumnya tidak batuk, muntah-muntah,

demam, dan kejang. Selama bengkak anak tidak pernah tampak pucat,

lemah, lesu atau kehilangan nafsu makan. Anak masih bisa beraktivitas

ringan.

b) Riwayat Penyakit Dahulu :

Pasien belum pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya

Riwayat lain:

Faringitis : Disangkal Entiritis : Disangkal

Bronkitis : Disangkal Disentri basiliar : Disangkal

Pnemonia : Disangkal Disentri anaeba : Disangkal

Morbili : Disangkal Thyp.Abdaminalis : Disangkal

Pertusis : Disangkal Cacingan : Disangkal

Varicella : Disangkal Operasi : Disangkal

Difteri : Disangkal Trauma : Disangkal

Malaria : Disangkal Reaksi Obat/alergi : Disangkal

Polio : Disangkal

c) Riwayat Penyakit Keluarga :

Keluarga tidak ada yang sakit seperti ini sebelumnya.

d) Riwayat Sosial Ekonomi :

Ayah & Ibu pasien bekerja sebagai buruh. Ayah, ibu, dan pasien tinggal

serumah. Biaya pengobatan menggunakan BPJS Non PBI.

Kesan sosial ekonomi : Cukup

Page 5: Refkas Dr.puji Sindrom Nefrotik

C. DATA KHUSUS

Riwayat Perinatal :

Anak laki-laki lahir dari ibu P1 A0 hamil 37 minggu, antenatal care

teratur, penyakit kehamilan tidak ada, masa gestasi cukup bulan, lahir

secara spontan di bidan, anak lahir langsung menangis, berat badan lahir

3000 gram.

Riwayat Makan-Minum

Anak tidaak diberikan ASI sama sekali dengan alasan tidak keluar

sehingga diberikn susu formula. Umur 4 bulan selain susu formula,

mendapat makanan pendamping berupa bubur susu, umur 6 bulan

mendapat makanan pendamping berupa nasi tim dan sayur. Umur 1 tahun

hingga sekarang mulai mendapat makanan orang dewasa (nasi, lauk, sayur

dan buah). Anak makan 3-4 kali sehari.

Kesan : Kualitas dan kuantitas diit kurang

Riwayat Imunisasi Dasar

No Jenis Imunisasi Jumlah Dasar

1. BCG 1x 1 bulan

2. Polio 1x 0 bulan

3. Hepatitis B 1x 0 bulan

4. DPT 0x

5. Campak 1x 9 bulan

Kesan : Imunisasi dasar tidak lengkap

Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan

- Tersenyum : 2 bulan

- Miring dan tengkurap : 3 bulan

- Duduk tanpa berpegangan : 7 bulan

- Berdiri berpegangan : 9 bulan

- Berjalan : 1 tahun

Kesan : Pertumbuhan dan Perkembangan sesuai dengan umur

Pemeriksaan status gizi ( Z score ) :

Anak laki-laki, umur 9 tahun 3 bulan

Page 6: Refkas Dr.puji Sindrom Nefrotik

BB = 22,5 kg

TB = 122 cm

BMI = 15,11

WAZ = BB – median = -1,64 SD (Gizi Normal)

SD

HAZ = TB – median = -1.54 SD (Normal)

SD

WHZ = BB – median = -0.26 SD (Normal)

SD

Kesan : Gizi Normal

BSA= √(22,5x122)/3600

= 0.87

1. Pemeriksaan Fisik

Tanggal 29 Agustus 2015 jam 10.40

Kesan umum : Tampak lemah, kurang aktif, kesadaran composmentis

Tanda vital

- Tekanan Darah : 110/70 mmHg

- Nadi : 100 x/ menit, isi dan tegangan cukup

- Laju nafas : 21 x/ menit

- Suhu : 37,2° C ( axilla )

Status Internus

Kepala : mesocephale

Rambut : hitam, tidak mudah dicabut

Kulit : petekie ( - ), sianosis ( - ) turgor kembali cepat

Mata : edem palpebra ( +/+ ) konjungtiva anemis ( -/- )

Hidung : epistaksis ( -/- ), nafas cuping hidung ( -/- )

Telinga : discharge ( -/- )

Mulut : bibir kering ( - ), bibir sianosis ( - ), gusi berdarah ( - )

Leher : simetris, pembesaran kelenjar limfe ( - )

Tenggorok: faring hiperemis ( - )

Page 7: Refkas Dr.puji Sindrom Nefrotik

THORAX :

Paru-paru :

Inspeksi : Bentuk normal, hemithorax dextra dan sinistra

simetris, retraksi (-)

Palpasi : Stem fremitus kanan = Stem fremitus kiri

Perkusi : Sonor di seluruh lapangan paru

Auskultasi : Suara dasar vesikuler, suara tambahan (-)

Jantung

Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak

Perkusi : Batas kiri atas : ICS II linea parasternalis sinistra

Batas pinggang : ICS III linea mid clavicula sinistra

Batas kanan bawah : ICS V linea parasternalis dextra

Batas kiri bawah : ICS V 2 cm medial linea mid

clavicula sinistra

Palpasi : Iktus cordis tidak teraba

Auskultasi

Irama : Reguler

Bunyi Jantung : BJ I dan BJ II normal reguler

Bising : (-)

ABDOMEN :

Inspeksi : Cembung

Auskultasi : Peristaltik (+) normal

Perkusi : Redup, Pekak sisi (+), Pekak Alih (+)

Palpasi : Nyeri tekan (-), supel, Hepar & Lien tidak teraba

EKSTREMITAS

Superior Inferior

Akral dingin

Akral sianosis

Reflek Patologis

Piting edema

Capillary refill

-/-

+/+

-/-

-/-

< 2 detik/< 2detik

-/-

+/+

-/-

+/+

< 2 detik/< 2detik

Alat kelamin : laki-laki, dalam batas normal

Page 8: Refkas Dr.puji Sindrom Nefrotik

HASIL LABORATORIUM

Hematologi rutin

Hemoglobin 15 11,5-15,5 g/dL

Hematokrit 44.5 32-42%

Leukosit 6.7 4,5-10,5 103/ul

Trombosit 444 150-450 103/ul

Kolesterol total 421 < 200 mg/dl

Protein total 4,5 6,7-7,8 g/dl

Albumin 2, 34 3,5-5,0 g/dl

Globulin 1,96 1,5-3,0 g/dl

Urine rutin

Warna Kuning Kuning

Kejernihan Keruh Jernih

Protein urin 300mg/dl <30 mg/dL

Glukosa (reduksi) Negatif Negatif

Keton Negatif Negatif

Urobilinogen Normal Normal

Bilirubin Negatif <1 mg/dL

pH 6.0 4.8 – 7.5 mg/dL

Benda keton Negatif Negarif

Berat Jenis 1.025 1.015-1.025

MAKROSKOPIS

Epitel 8-10 8-15 /LPB

Eritrosit 0-1 0-1 /LPB

Epitel 4-6 5-15/LPK

Silinder 6-8 (hialin)

1-3 (granula)

0-1 (hialin)

Kristal Amorf (+) -

Lain-lain - -

Page 9: Refkas Dr.puji Sindrom Nefrotik

ASSESMENT : (Diagnosis Kerja)

Sindroma Nefrotik

Status Gizi Baik

Assesment : Sindroma Nefrotik

DD :

Glomerulonefritis Akut

Ip..Dx :

S :

O : Foto thorax, USG Abomen

Ip.Tx :

Infus 2A ½ N 23 tpm

BB = 20 Kg

20 Kg 20 x 100 = 2000

2.5 Kg 2 x 50 = 250 +

2250 cc

22 5 0 x 15 x 4 = 23,3 = 23 tpm

24x60

Furosemid 1-2mg/KgBB/kali 2 x 20 mg

Colsansentrin 3 x 500 mg

Prednison 60mg/m2/hari (dihitung berdasarkan LPT)

60*0.87 = 52.3 mg/hari 4-4-3 tablet (per tablet 5 mg)

Vitamin C 1 x 50 mg

Vipalbumin 3 x 2 capsul

Ip.Mx

Keadaaan Umum

Tanda-Tanda vital

Urin Tampung

Balance cairan

Berat badan

Page 10: Refkas Dr.puji Sindrom Nefrotik

Lingkar perut

Ip.Ex

– Membatasi asupan Na dengan menghindari makanan yang asin

– Minum obat teratur

Assestment : Gizi Baik

DD :

– Gizi Buruk

– Gizi Kurang

IPDx: S: -

O: -

IP Tx : Kebutuhan kalori BB: 22 kg, t: 36,5oC

(22.5x22.6)+495 = 1006.75 kkal/hari

Karbohidrat = 60% x 1006.75 = 604,05 kkal

Lemak = 35% x 1006.75 = 352,36 kkal

Protein =5% x 1006.75 = 50.33 kkal

IP Mx : Keadaan umum pasien, penimbangan berat badan dan tinggi

badan secara teratur

IP Ex : Makan teratur dengan gizi seimbang

Page 11: Refkas Dr.puji Sindrom Nefrotik

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi

Sindrom nefrotik merupakan kumpulan gejala-gejala yang terdiri dari

proteinuria massif (≥40 mg/m2 LPB/jam atau rasio protein/kreatinin pada

urine sewaktu >2 mg/mg atau dipstick ≥2+), hipoalbuminemia (≤2,5 gr/dL),

edema, dan dapat disertai hiperkolestrerolemia (250 mg/uL).

Terdapat beberapa definisi/batasan yang dipakai pada Sindrom Nefrotik,

antara lain :

1. Remisi, yaitu proteinuria negatif atau trace (proteinuria <4 mg/m2

LBP/jam) selama 3 hari berturut-turut dalam 1 minggu.

2. Relaps, yaitu proteinuria ≥ 2+ (proteinuria ≥40 mg/m2 LBP/jam)

selama 3 hari berturut-turut dalam 1 minggu.

3. Relaps jarang, yaitu relaps yang terjadi kurang dari 2 kali dalam 6

bulan pertama setelah respon awal, atau kurang dari 4 kali per tahun

pengamatan.

4. Relaps sering (frequent relapse), yaitu relaps terjadi ≥2 kali dalam 6

bulan pertama atau ≥ 4 kali dalam periode satu tahun.

5. Dependen steroid, yaitu keadaan dimana terjadi relaps saat dosis

steroid diturunkan atau dalam 14 hari setelah pengobatan

dihentikan, dalam hal ini terjadi 2 kali berturut-turut.

6. Resisten steroid, yaitu suatu keadaan tidak terjadinya remisi pada

pengobatan prednisone dosis penuh (full dose) 2 mg/kgBB/hari

selama 4 minggu.

3.2 Epidemiologi

Sindrom nefrotik lebih sering terjadi pada pria dibandingkan wanita (2:1)

dan kebanyakan terjadi pada umur 2 dan 6 tahun. Telah dilaporkan terjadi

paling muda pada anak umur 6 bulan dan paling tua pada masa dewasa.

SNKM terjadi pada 85-90% pasien dibawah umur 6 tahun dan di Indonesia

dilaporkan 6 kasus per 100.000 anak per tahun. Pada penelitian di Jakarta

(Wila Wirya) menemukan hanya 44,2% tipe kelainan minimal dari 364

Page 12: Refkas Dr.puji Sindrom Nefrotik

anak dengan sindrom nefrotik primer yang dibiopsi, sedangkan ISKDC

melaporkan penelitiannya diantara 521 pasien, 76,4% merupakan tipe

kelainan minimal.

Angka kejadian sindrom nefrotik pada anak dibawah usia 18 tahun

diperkirakan berkisar 2-7 kasus per 100.000 anak per tahun, dengan onset

tertinggi pada usia 2-3 tahun. Hampir 50% penderita mulai sakit saat

berusia 1-4 tahun, 75% mempunyai onset sebelum berusia 10 tahun.

3.3 Etiologi

Secara klinis sindrom nefrotik dibagi menjadi 2 golongan, yaitu :

1. Sindrom nefrotik primer (idiopatik)

Dikatakan sindrom nefrotik primer oleh karena sindrom nefrotik ini

secara primer terjadi akibat kelainan pada glomerulus itu sendiri tanpa

ada penyebab lain. Golongan ini paling sering dijumpai pada anak.

Termasuk dalam sindrom nefrotik primer adalah sindrom nefrotik

kongenital, salah satu jenis sindrom nefrotik yang ditemukan sejak anak

itu lahir atau usia dibawah 1 tahun.

Sekitar 90% anak dengan sindrom nefrotik merupakan sindrom

nefrotik idiopatik. Sindrom nefrotik idiopatik terdiri dari 3 tipe secara

histologis :sindrom nefrotik kelainan minimal, glomerulonephritis

proliferative (mesangial proliferation), dan glomerulosklerosis fokal

segmental. Ketiga gangguan ini dapat mewakili 3 penyakit berbeda

dengan manifestasi klinis yang serupa; dengan kata lain, ketiga

gangguan ini mewakili suatu spektrum dari satu penyakit tunggal.

Klasifikasi

Sindrom nefrotik kelainan minimal (SNKM)

Pada 85% dari kasus sindrom nefrotik pada anak, glomerulus terlihat

normal atau memperlihatkan peningkatan minimal pada sel mesangial

dan matriksnya. Penemuan pada mikroskop immunofluorescence

biasanya negatif, dan mikroskop elektron hanya memperlihatkan

hilangnya epithelial cell foot processes (podosit) pada glomerulus.

Lebih dari 95% anak dengan SNKM berespon dengan terapi

kortikosteroid.

Page 13: Refkas Dr.puji Sindrom Nefrotik

Glomerulonephritis proliferative (Mesangial proliferation)

Pada 5% dari total kasus sindrom nefrotik ditandai dengan adanya

peningkatan sel mesangial yang difus dan matriks pada pemeriksaan

mikroskop biasa. Mikroskop immunofluorescence dapat

memperlihatkan jejak 1+ IgM mesangial dan/atau IgA. Mikroskop

elektron memperlihatkan peningkatan dari sel mesangial dan matriks

diikuti dengan menghilangnya sel podosit. Sekitar 50% pasien dengan

lesi histologis ini berespon dengan terapi kortikosteroid.

Glomerulosklerosis fokal segmental (Focal segmental

glomerulosclerosis/FSGS)

Pada kasus 10% dari kasus sindrom nefrotik, glomerulus

memperlihatkan proliferasi mesangial dan jaringan parut segmental

pada pemeriksaan dengan mikroskop biasa. Mikroskop

immunofluorescence menunjukkan adanya IgM dan C3 pada area

yang mengalami sklerosis. Pada pemeriksaan dengan mikroskop

elektron, dapat dilihat jaringan parut segmental pada glomerular tuft

disertai dengan kerusakan pada lumen kapiler glomerulus. Lesi serupa

dapat terlihat pula pada infeksi HIC, refluks vesicoureteral, dan

penyalahgunaan heroin intravena. Hanya 20% pasien dengan FSGS

yang berespon dengan terapi prednisone. Penyakit ini biasanya

bersifat progresif, pada akhirnya dapat melibatkan semua glomeruli,

dan menyebabkan penyakit ginjal stadium akhir (end stage renal

disease) pada kebanyakan pasien.

Glomerulonefritis membrano proliferative (GNMP)

Ditandai dengan penebalan membrane basalis dan proliferasi seluler

(hiperselularitas), serta infiltrasi sel PMN. Dengan mikroskop cahaya,

MBG menebal dan terdapat proliferasi difus sel-sel mesangial dan

suatu penambahan matriks mesangial. Perluasan mesangium berlanjut

ke dalam kumparan kapiler perifer, menyebabkan reduplikasi

membrane basalis (“jejak-trem” atau kontur lengkap). Kelainan ini

Page 14: Refkas Dr.puji Sindrom Nefrotik

sering ditemukan pada nefritis setelah infeksi streptococcus yang

progresif dan pada sindrom nefrotik. Ada MPGN tipe I dan tipe II.

Glomerulopati membranosa (GM)

Penyakit progresif lambat pada dewasa dan usia pertengahan secara

morfologi khas oleh kelainan berbatas jelas pada MBG. Jarang

ditemukan pada anak-anak. Mengenai beberapa lobus glomerulus,

sedangkan yang lain masih normal. Perubahan histologik terutama

adalah penebalan membrane basalis yang terlihat baik dengan

mikroskop cahaya maupun elektron.

2. Sindrom nefrotik sekunder

Timbul sebagai akibat dari suatu penyakit sistemik atau sebagai

akibat dari berbagai sebab yang nyata seperti misalnya efek samping

obat. Penyebab yang sering dijumpai adalah :

Penyakit metabolic atau kongenital : diabetes mellitus,

amiloidosis, sindrom Alport, miksedema

Infeksi : hepatitis B, malaria, schistosomiasis, lepra, sifilis,

streptokokus, AIDS

Toksin dan allergen : logam berat (Hg), penisillamin, probenesid,

racun serangga, bisa ular

Penyakit sistemik imunologik : lupus eritematosus sistemik,

purpura Henoch-Schinlein, sarkoidosis

Neoplasma : tumor paru, penyakit hodgin, tumor gastrointestinal

3.4 Patofisiologi

Protenuria

Proteinuria merupakan kelainan dasar SN. Proteinuri sebagian besar

berasal dari kebocoran glomerulus (proteinuri glomerular) dan hanya

sebagian kecil berasal dari sekresi tubulus (proteinuri tubular).

Perubahan integritas membrana basalis glomerulus terhadap protein

plasma dan protein utama yang dieksresikan dalam urin adalah albumin.

Dalam keadaan normal membran basal glomerulus (MBG) mempunyai

mekanisme penghalang untuk mencegah kebocoran protein. Mekanisme

Page 15: Refkas Dr.puji Sindrom Nefrotik

penghalang pertama berdasarkan ukuran molekul (size barrier) dan yang

kedua berdasarkan muatan listrik (change barrier). Pada SN kedua

mekanisme penghalang tersebut ikut terganggu. Selain konfigurasi

molekul protein juga menentukan lolos tidaknya protein melalui MBG.

Proteinuria dibedakan menjadi selektif dan non-selektif berdasarkan

ukuran molekul protein yang keluar melalui urin. Proteinuria selektif

apabila yang keluar terdiri dari molekul kecil misalnya albumin.

Sedangkan non-selektif apabila protein yang keluar terdiri dari molekul

besar seperti immunoglobulin. Selektivitas proteinuria ditentukan oleh

keutuhan struktur MBG.

Hipoalbuminemia

Hipoalbuminemi disebabkan oleh hilangnya albumin melalui urin dan

peningkatan katabolisme albumin di ginjal. Sintesis protein di hati

biasanya meningkat (namun tidak memadai untuk mengganti kehilangan

albumin dalam urin), tetapi mungkin normal atau menurun.

Edema

Edema pada SN dapat diterangkan dengan teori underfill dan

overfill. Teori underfill menjelaskan bahwa hipoalbuminemia merupakan

faktor kunci terjadinya edema pada SN. Hipoalbuminemia menyebabkan

penurunan tekanan onkotik plasma sehingga cairan bergeser dari

intravaskular ke jaringan intestitium dan terjadi edema. Akibat

penurunan tekanan onkotik plasma dan bergesernya cairan plasma terjadi

hipovolemia dan ginjal melakukan kompensasi dengan meningkatkan

retensi natrium dan air. Mekanisme kompensasi ini akan memperbaiki

volume intravaskular tetapi juga akan mengeksaserbasi terjadinya

hipoalbuminemia sehingga edema semakin berlanjut.

Teori overfill menjelaskan bahwa retensi natrium adalah defek renal

utama. Retensi natrium oleh ginjal menyebabkan cairan ekstraseluler

meningkat sehingga terjadi edema. Penurunan laju filtrasi glomerulus

akibat kerusakan ginjal akan menambah retensi natrium dan edema

akibat teraktivasinya sistem Renin-angiotensin-aldosteron terutama

kenaikan konsentrasi hormone aldosteron yang akan mempengaruhi sel-

Page 16: Refkas Dr.puji Sindrom Nefrotik

sel tubulus ginjal untuk mengabsorbsi ion natrium sehingga ekskresi ion

natrium (natriuresis) menurun. Selain itu juga terjadi kenaikan aktivasi

saraf simpatetik dan konsentrasi katekolamin yang menyebabkan

tahanan atau resistensi vaskuler glomerulus meningkat, hal ini

mengakibatkan penurunan LFG dan kenaikan desakan Starling kapiler

peritubuler sehingga terjadi penurunan ekskresi natrium.

Hiperlipidemia

Kolesterol serum, very low density lipoprotein (VLDL), low density

lipoprotein (LDL), trigliserida meningkat sedangkan high density

lipoprotein (HDL) dapat meningkat, normal, atau menurun. Hal ini

disebabkan peningkatan sintesis lipid di hepar dan penurunan

katabolisme di perifer (penurunan pengeluaran lipoprotein, VLDL,

kilomikron dan intermediate density lipoprotein dari darah). Peningkatan

sintesis lipoprotein lipid distimulasi oleh penurunan albumin serum dan

penurunan tekanan onkotik.

3.5 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis yang paling sering ditemukan adalah edema yang

menyeluruh dan terdistribusi mengikuti gaya gravitasi bumi. Edema sering

ditemukan dimulai dari daerah wajah dan kelopak mata pada pagi hari,

yang kemudian menghilang, digantikan oleh edema di daerah pretibial pada

sore hari.

Anak biasanya dating dengan keluhan edema ringan, dimana awalnya

terjadi di sekitar mata dan ekstremitas bawah. Sindrom nefrotik pada

mulanya diduga sebagai gangguan alergi karena pembengkakan periorbital

yang menurun dari hari ke hari. Seiring waktu, edema semakin meluas,

dengan pembentukan asites, efusi pleura, dan edema genital. Anoreksia,

iritabilitas, nyeri perut, dan diare sering terjadi. Hipertensi dan hematuria

jarang ditemukan. Differensial diagnosis untuk anak dengan edema adalah

penyakit hati, penyakit jantung kongenital, glomerulonefritis akut atau

kronis, dan malnutrisi protein.

Asites sering ditemukan tanpa odem anasarka, terutama pada anak kecil

dan bayi yang jaringannya lebih resisten terhadap pembentukan edema

Page 17: Refkas Dr.puji Sindrom Nefrotik

interstisial dibandingkan anak yang lebih besar. Efusi transudat lain sering

ditemukan, seperti efusi pleura. Bila tidak diobati edema dapat menjadi

anasarka, sampai ke skrotum atau daerah vulva.

Pada pemeriksaan fisik harus disertai pemeriksaan berat badan, tinggi

badan, lingkar perut, dan tekanan darah. Tekanan darah umunya normal

atau rendah, namun 21% pasien mempunyai tekanan darah tinggi yang

sifatnya sementara, terutama pada pasien yang pernah mengalami deplesi

volume intravaskuler berat. Keadaan ini disebabkan oleh sekresi rennin

berlebihan, sekresi aldosteron, dan vasokonstriktor lainnnya, sebagai respon

tubuh terhadap hipovolemia. Pada sindrom nefrotik kelainan minimal

(SNKM) dan glomerulosklerosis fokal segmental (GSFS) jarang ditemukan

hipertensi yang menetap. Dalam laporan ISKDC (Internasional Study of

Kidney Disease in Children), pada SNKM ditemukan 22% disertai

hematuria mikroskopik, 15-20% disertai hipertensi, dan 32% dengan

peningkatan kadar kreatinin dan ureum darah yang bersifat bersementara.

Pasien sindrom nefrotik perlu diwaspadai sebagai gejala syok dikarenakan

kekurangan perfusi ke daerah splanchnik atau akibat peritonitis.

Diagnosis banding antara lain Diabetic Nephropathy, Light Chain-

Associated Renal Disorders, Focal Segmental Glomerulosclerosis,

Glomerulonephritis akut/kronis, HIV Nephropathy, IgA Nephropathy.

3.6 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan antara lain :

Urinalisis dan bila perlu biakan urin

Protein urin kuantitatif, dapat berupa urin 24 jam atau rasio protein/

kreatinin pada urin pertama pagi hari

Pemeriksaan darah antara lain

o Darah tepi lengkap (hemoglobin, leukosit, hitung jenis,

trombosit, hematokrit, LED)

o Kadar albumin dan kolesterol plasma

o Kadar ureum, kreatinin, serta klirens kreatinin dengan cara

klasik atau dengan rumus Schwartz

o Titer ASTO

Page 18: Refkas Dr.puji Sindrom Nefrotik

o Kadar komplemen C3 bila dicurigai Lupus Eritematosus

Sistemik, pemeriksaan ditambah dengan komplemen C4, ANA

(Ana nuclear antibody) dan anti ds-DNA

Indikasi biopsi ginjal :

- Sindrom Nefrotik dengan hematuri nyata, hipertensi, kadar kreatinin dan

ureum plasma meninggi, atau kadar komplemen serum menurun

- Sindrom Nefrotik resisten steroid

- Sindrom Nefrotik dependen steroid

3.7 Penatalaksanaan

Pada kasus sindrom nefrotik yang diketahui untuk pertama kalinya,

sebaiknya penderita di rawat di rumah sakit dengan tujuan untuk

mempercepat pemeriksaan dan evaluasi pengaturan diet, penanggulangan

edema, memulai pengobatan steroid, dan edukasi bagi orang tua. Sebelum

pengobatan steroid dimulai, dilakukan uji Mantoux. Bila hasilnya positif

diberikan profilaksis INH bersama steroid, dan bila ditemukan tuberculosis

(OAT). Perawatan pada sindrom nefrotik relaps dilakukan bila disertai

edema anasarka yang berat atau disertai komplikasi muntah, infeksi berat,

gagal ginjal, atau syok. Tirah baring tidak perlu dipaksakan dan aktivitas

disesuaikan dengan kemampuan pasien.

Pemberian diet tinggi protein tidak diperlukan. Bahkan sekarang

dianggap kontra indikasi, karena akan menambah beban glomerolus untuk

mengeluarkan sisa metabolisme protein (hiperfiltasi) dan menyebabkan

terjadinya sklerosis glomerolus. Sehingga cukup diberikan diet protein

normal sesuai dengan RDA (Recommended Daily Allowances) yaitu

2gram/kgBB/hari. Diet rendah protein akan menyebabkan malnutrisi energy

protein (MEP) dan hambatan pertumbuhan anak. Diet rendah garam (1-

2gram/hari) hanya diperlukan jika anak menderita edema.

a. Pengobatan Inisial

Sesuai dengan anjuran ISKDC (International Study on Kidney

Diseases in Children) pengobatan inisial pada sindrom nefrotik

dimulai dengan pemberian prednisone dosis penuh (full dose) 60

mg/m2 LPB/hari (maksimal 80mg/hari), dibagi dalam 3 dosis, untuk

Page 19: Refkas Dr.puji Sindrom Nefrotik

menginduksi remisi. Dosis prednisone dihitung berdasarkan berat

badan ideal (berat badan terhadap tinggi badan). Prednisone dalam

dosis penuh inisial diberikan selama 4 minggu. Setelah pemberian

steroid dalam 2 minggu pertama, remisi telah terjadi pada 80%

kasus, dan remisi mencapai 94% setelah pengobatan steroid 4

minggu. Bila terjadi remisi pada remisi pada 4 minggu pertama,

maka pemberian steroid dilanjutkan dengan 4 minggu kedua dengan

dosis 40mg/m2 LPB/hari (2/3 dosis awal) secara alternating (selang

sehari), 1 kali sehari setelah makan pagi. Bila setelah 4 minggu

pengobatan steroid dosis penuh, tidak terjadi remisi, pasien

dinyatakan sebagai resisten steroid. (Gambar 1)

b. Pengobatan Relaps

Meskipun pada pengobatan inisial terjadi remisi total pada 94%

pasien, tetapi pada sebagian besar akan mengalami relaps (60-70%)

dan 50% diantaranya mengalami relaps sering. Skema pengobatan

relaps dapat dilihat di gambar 2, yaitu diberikan prednisone dosis

penuh sampai remisi (maksimal 4 minggu) dilanjutkan dengan

prednisone dosis alternating selama 4 minggu. Pada sindrom

nefrotik yang mengalami proteinuria ≥ 2+ kembali tetapi tanpa

edema, sebelum dimulai pemberian prednisone, terlebih dahulu

dicari pemicunya, biasanya infeksi saluran napas atas. Bila ada

infeksi, diberikan antibiotic 5-7 hari dan bila setelah pemberian

antibiotic kemudian proteinuria menghilang, tidak perlu diberikan

pengobatan relaps. Bila sejak awal ditemukan proteinuria ≥ 2+

disertai edema, maka didiagnosis sebagai relaps, dan diberi

pengobatan relaps.

Page 20: Refkas Dr.puji Sindrom Nefrotik

Jumlah kejadian relaps dalam 6 bulan pertama pasca pengobatan

inisial, sangat penting, karen dapat meramalkan perjalanan penyakit

selanjutnya. Berdasarkan relaps yang terjadi dalam 6 bulan pertama

pasca pengobatan steroid inisial, pasien dapat dibagi dalam

beberapa penggolongan, yaitu :

1. Tidak ada relaps sama sekali (30%)

2. Relaps jarang : jumlah relaps < 2 kali (10-20%)

3. Relaps sering : jumlah relaps ≥ 2 kali (40-50%)

4. Dependen steroid : yaitu keadaan dimana terjadi relaps saat

dosis steroid diturunkan atau dalam 14 hari setelah

pengobatan dihentikan, dalam hal ini terjadi 2 kali berturut-

turut.

c. Pengobatan Sindrom Nefrotik relaps sering atau dependen steroid

Pengobatan Sindrom Nefrotik relaps sering atau dependen steroid

ada 4 pilihan, yaitu :

1. Pemberian steroid jangka panjang

2. Pemberian Levamisol

3. Pengobatan dengan sitostatik

4. Pengobatan dengan siklosporin (pilihan terakhir)

Selain itu perlu dicari focus infeksi, seperti tuberculosis, infeksi

di gigi atau cacingan. Bila telah dinyatakan sebagai sindrom nefrotik

relaps sering/dependen steroid, setelah mencapai remisi dengan

prednisone dosis penuh, diteruskan dengan steroid alternating

dengan dosis yang diturunkan perlahan/ bertahap 0,2mg/kgBB

Page 21: Refkas Dr.puji Sindrom Nefrotik

sampai dosis terkecil yang tidak menimbulkan relaps yaitu antara

0,1-0,5mg/kgBB alternating. Dosis ini disebut threshold dan dapat

diteruskan selama 6-12 bulan, kemudian dicoba dihentikan.

Umumnya anak usia sekolah dapat mentolerir prednisone

0,5mg/kgBB dan anak usia pra sekolah sampai 1mg/kgBB secara

alternating.

Keterangan : prednisone dosis penuh setiap hari sampai remisi

(maksimal 4 minggu), dialnjutkan dengan prednisone alternating 40

mg/m2 LPB/hari dan imunosupresan/sitostatik oral (siklofosfamid 2-

3 mg/kgBB/hari) dosis tunggal selama 8 minggu

Keterangan : prednisone dosis penuh setiap hari sampai remisi

(maksimal 4 minggu) dilanjutkan dengan siklofosfamid puls dengan

dosis 500-750 mg/m2 LPB diberikan melalui infuse 1x sebulan

selama 6 bulan berturut-turut dan prednisone alternating 40 mg/m2

LPB/hari selama 12 minggu. Kemudian prednisone di-tapering-off

dengan dosis 1 mg/kgBB/hari selama 1 bulan, dilanjutkan dengan

0,5mg/kgBB/hari selama 1 bulan (lama tapering-off 2 bulan).

Page 22: Refkas Dr.puji Sindrom Nefrotik

Atau

prednisone dosis penuh setiap hari sampai remisi (maksimal 4

minggu) dilanjutkan dengan siklofosfamid oral 2-3 mg/kgBB/hari

dosis tunggal selama 12 minggu dan prednisone alternating 40

mg/m2 LPB/hari selama 12 minggu. Kemudian prednisone di-

tapering-off dengan dosis 1 mg/kgBB/hari selama 1 bulan,

dilanjutkan dengan 0,5mg/kgBB/hari selama 1 bulan (lama

tapering-off 2 bulan).

d. Pengobatan Sindrom Neftrotik Resisten Steroid

1. Siklofosfamid

Sebagai alkylating agent, siklofosfamid bersifat sitotoksik dan

imunosupresif. Siklofosfamid menunjukan kemampuan

memperpanjang masa remisi dan mencegah kambuh sering.

Indikasi penggunaan siklofosfamid yaitu bila terjadi kegagalan

mempertahankan remisi dengan menggunakan terapi prednisone

tanpa menyebabkan keracunan steroid. Siklofosfamid diberikan

3 mg/kgBB/hari sebagai dosis tunggal selama 12 minggu. Terapi

prednisone selang sehari tetap diberikan selama penggunaan

siklofosfamid ini.

Selama pemberian siklofosfamid perlu diperhatikan efek

samping yang mungkin terjadi antara lain : leucopenia,

gangguan gastrointestinal, infeksi varicella disseminate, sistisis

hemoragik, alopesia, keganasan, azoospermia, dan infertilitas.

Selama terapi dengan siklofosfamid, kadar leukosit perlu

diperiksa setiap minggu, dan pengobatan perlu dihentikan

dahulu bila kadar leukosit menjadi ≤ 5000/mm3.

2. Klorambusil

Klorambusil efektif bila dikombinasikan dengan terapi steroid

dalam menginduksi remisi pada penderita ketergantungan

steroid dan kambuh sering. Dosis yang umumnya digunakan

adalah 0,2 mg/kgBB/hari selama 8-12 minggu.

Page 23: Refkas Dr.puji Sindrom Nefrotik

3. Levamisol

Levamisol sebenarnya merupakan obat antihelmentik. Obat ini

juga mempengaruhi fungsi sel T seperti imunosupresan lainnya,

tetapi sifatnya memberikan stimulasi terhadap sel T. Dosis

levamisol 2,5 mg/kgBB diberikan selang sehari selama 4-12

bulan.

4. Siklosporin

Pemberian siklosporin (CyA) dilakukan sesudah remisi dicapai

dengan steroid. Umumnya terapi ini digunakan bila

siklofosfamid kurang efektif. Dosis awal yang digunakan yaitu 5

mg/kgBB/hari.

Dalam penggunaannya, kadar dalam darah perlu dikontrol

karena memberikan efek nefrotoksik. Siklosporin dapat

menyebabkan kelainan histologist bahkan pada penderita yang

ginjalnya normal sekalipun. Efek samping lain yang sering

ditemukan yaitu hipertrikosis, hyperplasia gusi, gejala

gastrointestinal, dan hipertensi.

e. Penderita lama (pengobatan relaps)

Relaps tidak frekuen : prednisone 2mg/kgBB/hari dibagi 3

dosis, diberikan 3 hari sampai ada remisi. Dilanjutkan dosis

intermitten dibagi dalam 3 dosis selama 4 minggu.

Relaps frekuen : berikan prednisone dosis penuh sampai

remisi, kemudian dilanjutkan sitostatika atau imunosupresen,

siklofosfamid atau klorampusil bersama-sama dengan

prednisone dosis intermiten selama 8 minggu.

f. Penderita rawat jalan

Pemeriksaan fisik dilakukan dengan menimbang berat

badan, mengukur tinggi badan, tekanan darah, dan

pemeriksaan tanda-tanda lainnya

Page 24: Refkas Dr.puji Sindrom Nefrotik

Pemeriksaan penunjang yang harus dievaluasi adalah urin

rutin, darah tepi, kadar urin serta kreatinin darah 3-6 bulan

sekali tergantung pada situasi

Terapi yang dilakukan pada penderita rawat jalan antara lain

remisi total (tanpa terapi), remisi parsial/rest protein 1+ tanpa obat,

proteinuria +/++ tanpa edema dan disertai gejala infeksi, berikan

antibiotika (ampisillin atau amoksisillin) 3-5 hari. Bila tetap ada

proteinuria maka dianggap sebagai relaps.

g. Pengobatan tambahan

Mengatasi edema anasarka dengan memberikan diuretik,

furosemid 1-2mg/kgBB/kali, 2 kali sehari peroral

Edema menetap, berikan albumin (IVFD) 0,5-1g/kgBB atau

plasma 10-20 ml/kgBB/hari, dilanjutkan dengan furosemid

i.v. 1 mg/kgBB/kali

Mengatasi renjatan yang diduga karena hipoalbuminemia

(1,5g/dL) berikan albumin atau plasma darah

3.8 Komplikasi

1. Infeksi

Pada sindrom nefrotik mudah terjadi infeksi dan paling sering

adalah selulitis dan peritonitis. Hal ini disebabkan karena terjadi

kebocoran IgG dan komplemen faktor B dan D di urin. Bila terjadi

penyulit infeksi bacterial (pneumonia pneumokokal atau peritonitis,

selulitis, sepsis, ISK) diberikan antibiotic yang sesuai dan dapat

disertai pemberian immunoglobulin G intravena. Untuk mencegah

infeksi digunakan vaksin pneumokokus. Pemakaian imunosupresan

menambah resiko terjadinya infeksi virus seperti campak, herpes.

Bila terjadi peritonitis primer (biasanya disebabkan oleh kuman

gram negatif dan Streptococcus pneumoniae) perlu sefalosporin

generasi ketiga yaitu sefataksim atau seftriakson, selama 10-14 hari.

2. Hiperlipidemia

Pada sindrom nefrotik relaps atau resisten steroid terjadi

peningkatan kadar kolesterol LDL dan VLDL, trigliserida, dan

Page 25: Refkas Dr.puji Sindrom Nefrotik

lipoprotein (a) (Lpa) sedangkan kolesterol HDL menurun atau

normal. Zat-zat tersebut bersifat aterogenik dan trombogenik. Pada

sindrom nefrotik sensitive steroid, karena peningkatan zat-zat

tersebut sementara, cukup dengan pengurangan diit lemak.

3. Hipokalsemia

Terjadi hipokalsemia karena :

Penggunaan steroid jangka panjang yang menimbulkan

osteoporosis dan osteopenia

Kebocoran metabolit vitamin D

Oleh karena itu pada sindrom nefrotik relaps sering dan sindrom

nefrotik resisten steroid dianjurkan pemberian suplementasi kalsium

500mg/hari dan vitamin D. Bila telah terjadi tetani, diobati dengan

kalsium glukonas 50mg/kgBB intravena.

4. Hipovolemia

Pemberian diuretik yang berlebihan atau dalam keadaan sindrom

nefrotik relaps dapat mengakibatkan hipovolemia dengan gejala

hipotensi, takikardia, ekstremitas dingin dan sering disertai sakit

perut.

Penyulit lain yang dapat terjadi diantaranya hipertensi, syok

hipovolemik, gagal ginjal akut, gagal ginjal kronik (setelah 5-15

tahun). Penanganan sama dengan penanganan keadaan ini pada

umumnya. Bila terjadi gagal ginjal kronik, selain hemodialisis, dapat

dilakukan transplantasi ginjal.

3.9 Prognosis

Prognosis baik bila penderita sindrom nefrotik memberikan respons yang

baik terhadap pengobatan kortikosteroid dan jarang terjadi relaps. Prognosis

jangka panjang sindrom nefrotik kelainan minimal selama pengamatan 20

tahun menunjukan hanya 4-5% menjadi gagal ginjal terminal, sedangkan

pada glomerulosklerosis, 25% menjadi gagal ginjal terminal dalam 5 tahun,

dan pada sebagian besar lainnya disertai penurunan fungsi ginjal.


Top Related