Transcript
Page 1: Referat Skrining Kanker Serviks

BAB I

PENDAHULUAN

Kanker Leher Rahim (Kanker Serviks) adalah tumor ganas yang tumbuh di dalam

leher rahim/serviks (bagian terendah dari rahim yang menempel pada puncak vagina. Kanker

serviks biasanya menyerang wanita berusia 35-55 tahun. 90% dari kanker serviks berasal dari

sel skuamosa yang melapisi serviks dan 10% sisanya berasal dari sel kelenjar penghasil

lendir pada saluran servikal yang menuju ke dalam rahim. Karsinoma serviks biasanya timbul

pada zona transisional yang terletak antara epitel sel skuamosa dan epitel sel kolumnar yang

biasanya disebut sebagai squamo columnar junction (SCJ). 1

Hingga saat ini kanker serviks merupakan penyebab kematian terbanyak akibat

penyakit kanker di negara berkembang. Sesungguhnya penyakit ini dapat dicegah bila

program skrining sitologi dan pelayanan kesehatan diperbaiki. Diperkirakan setiap tahun

dijumpai sekitar 500.000 penderita baru di seluruh dunia dan umumnya terjadi di negara 

berkembang. 2

Penyakit ini berawal dari infeksi virus yang merangsang perubahan perilaku sel epitel

serviks. Pada saat ini sedang dilakukan penelitian vaksinasi sebagai upaya pencegahan dan

terapi utama penyakit ini di masa mendatang. 1,2

Risiko terinfeksi Human Papiloma Virus (HPV) dan beberapa kondisi lain seperti

perilaku seksual, kontrasepsi, atau merokok akan mempromosi terjadinya kanker serviks.

Mekanisme timbulnya kanker serviks ini merupakan suatu proses yang kompleks dan sangat

variasi hingga sulit untuk dipahami. 2

Insiden dan mortalitas kanker serviks di dunia menempati urutan kedua setelah kanker

payudara. sementara itu, di negara berkembang masih menempati urutan pertama sebagai

penyebab kematian akibat kanker pada usia reproduktif. Hampir 80% kasus berada di negara

berkembang. Sebelum tahun 1930, kanker servik merupakan penyebab utama kematian

wanita dan kasusnya turun secara drastik semenjak diperkenalkannya teknik skrining pap

smear oleh Papanikolau. Namun, sayang hingga kini program skrining belum lagi

memasyarakat di negara berkembang, hingga mudah dimengerti mengapa insiden kanker

serviks masih tetap tinggi. 3

Page 2: Referat Skrining Kanker Serviks

Hal terpenting menghadapi penderita kanker serviks adalah menegakkan diagnosis

sedini mungkin dan memberikan terapi yang efektif sekaligus prediksi prognosisnya. Hingga

saat ini pilihan terapi masih terbatas pada operasi, radiasi dan kemoterapi, atau kombinasi

dari beberapa modalitas terapi ini. Namun, tentu saja terapi ini masih berupa “simptomatis”

karena masih belum menyentuh dasar penyebab kanker yaitu adanya perubahan perilaku sel.

Terapi yang lebih mendasar atau imunoterapi masih dalam tahap penelitian.

Saat ini pilihan terapi sangat tergantung pada luasnya penyebaran penyakit secara

anatomis dan senantiasa berubah seiring dengan kemajuan teknologi kedokteran. Penentuan

pilihan terapi dan prediksi prognosisnya atau untuk membandingkan tingkat keberhasilan

terapi baru harus berdasarkan pada perluasan penyakit. Secara universal disetujui penentuan

luasnya penyebaran penyakit melalui sistem stadium.

Page 3: Referat Skrining Kanker Serviks

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Kanker Serviks

Kanker serviks uterus adalah keganasan yang paling sering ditemukan dikalangan

wanita. Penyakit ini merupakan proses perubahan dari suatu epitelium yang normal sampai

menjadi karsinoma invasif yang memberikan gejala dan merupakan proses yang perlahan-

lahan dan mengambil waktu bertahun-tahun. 1

Serviks atau leher rahim/mulut rahim merupakan bagian ujung bawah rahim yang

menonjol ke liang sanggama (vagina). Kanker serviks berkembang secara bertahap, tetapi

progresif. Proses terjadinya kanker ini dimulai dengan sel yang mengalami mutasi lalu

berkembang menjadi sel displastik sehingga terjadi kelainan epitel yang disebut displasia.

Dimulai dari displasia ringan, displasia sedang, displasia berat, dan akhirnya menjadi

karsinoma in-situ (KIS), kemudian berkembang lagi menjadi karsinoma invasif. Tingkat

displasia dan KIS dikenal juga sebagai tingkat pra-kanker. Dari displasia menjadi karsinoma

in-situ diperlukan waktu 1-7 tahun, sedangkan karsinoma in-situ menjadi karsinoma invasif

berkisar 3-20 tahun.

Kanker ini 99,7% disebabkan oleh human papilloma virus (HPV) onkogenik, yang

menyerang serviks. Berawal terjadi pada serviks, apabila telah memasuki tahap lanjut, kanker

ini bisa menyebar ke organ-organ lain di seluruh tubuh penderita. 1,3

B. Klasifikasi Kanker Serviks

Ada beberapa klasifikasi tapi yang paling banyak penganutnya adalah yang dibuat

oleh FIGO (International Federation of Ginekoloi and Obstetrics) yaitu sebagai berikut :1

Stage 0: Karsinoma insitu =Karsinoma intraepithelial = Karsinoma preinvasif.

Stage 1: terbatas pada cerviks.

Stage 1 a: Disertai invasi daro stoma ( Karsinoma preklinik) yang hanya diketahui secara

histologi.

Page 4: Referat Skrining Kanker Serviks

Stage 1 b: Semua kasus-kasus lainnya dari stage 1.

Stage 2: Sudah menjalar keluar serviks tapi belum sampai ke panggul, telah mengenai

dinding vagina tapi tidak melebihi 2/3 bagian proximal.

Stage 3: Sudah sampai dinding panggung dan sepertiga bagian bawah vagina

Stage 4: Sudah mengenai organ-organ yang lain

C. Gejala Klinis Kanker Serviks

Tidak khas pada stadium dini. Sering hanya sebagai fluor dengan sedikit darah,

perdarahan postkoital atau perdarahan pervagina yang disangka sebagai perpanjangan waktu

haid. Pada stadium lanjut baru terlihat tanda-tanda yang lebih khas, baik berupa perdarahan

yang hebat (terutama dalam bentuk eksofitik), fluor albus yang berbau dan rasa sakit yang

sangat hebat.

Pada fase prakanker, sering tidak ada gejala atau tanda-tanda yang khas. Namun,

kadang bisa ditemukan gejala-gejala sebagai berikut :

Keputihan atau keluar cairan encer dari vagina. Getah yang keluar dari vagina ini

makin lama akan berbau busuk akibat infeksi dan nekrosis jaringan

Perdarahan setelah sanggama (post coital bleeding) yang kemudian berlanjut menjadi

perdarahan yang abnormal.

Timbulnya perdarahan setelah masa menopause.

Pada fase invasif dapat keluar cairan berwarna kekuning-kuningan, berbau dan dapat

bercampur dengan darah.

Timbul gejala-gejala anemia bila terjadi perdarahan kronis.

Timbul nyeri panggul (pelvis) atau di perut bagian bawah bila ada radang panggul.

Bila nyeri terjadi di daerah pinggang ke bawah, kemungkinan terjadi hidronefrosis.

Selain itu, bisa juga timbul nyeri di tempat-tempat lainnya.

Pada stadium lanjut, badan menjadi kurus kering karena kurang gizi, edema kaki,

timbul iritasi kandung kencing dan poros usus besar bagian bawah (rectum),

Page 5: Referat Skrining Kanker Serviks

terbentuknya fistel vesikovaginal atau rektovaginal, atau timbul gejala-gejala akibat

metastasis jauh.

D. Faktor Penyebab dan Faktor Resiko Kanker Serviks

1. Faktor Penyebab

HPV merupakan penyebab terbanyak. Sebagai tambahan perokok sigaret telah

ditemukan sebagai penyebab juga. Wanita perokok mengandung konsentrat nikotin dan

kotinin didalam serviks mereka yang merusak sel. Laki-laki perokok juga terdapat konsetrat

bahan ini pada sekret genitalnya, dan dapat memenuhi serviks selama intercourse. Defisiensi

beberapa nutrisional dapat juga menyebabkan servikal displasia. National Cancer Institute

merekomendasikan bahwa wanita sebaiknya mengkonsumsi lima kali buah-buahan segar dan

sayuran setiap hari. Jika anda tidak dapat melakukan ini, pertimbangkan konsumsi

multivitamin dengan antioksidan seperti vitamin E atau beta karoten setiap hari. 3

2. Faktor Resiko

Pola hubungan seksual

Studi epidemiologi mengungkapkan bahwa resiko terjangkit kanker serviks

meningkat seiring meningkatnya jumlah pasangan. Aktifitas seksual yang dimulai pada usia

dini, yaitu kurang dari 20 tahun juga dapat dijadikan sebagai faktor resiko terjadinya kanker

serviks. Hal ini diduga ada hubungannya dengan belum matangnya daerah transformasi pada

usia tesebut bila sering terekspos. Frekuensi hubungan seksual juga berpengaruh pada lebih

tingginya resiko pada usia tersebut, tetapi tidak pada kelompok usia lebih tua.

(Schiffman,1996).

Paritas

Kanker serviks sering dijumpai pada wanita yang sering melahirkan. Semakin sering

melahirkan, maka semakin besar resiko terjangkit kanker serviks. Penelitian di Amerika Latin

menunjukkan hubungan antara resiko dengan multiparitas setelah dikontrol dengan infeksi

HPV.

Merokok

Page 6: Referat Skrining Kanker Serviks

Beberapa penelitian menunjukan hubungan yang kuat antara merokok dengan kanker

serviks, bahkan setelah dikontrol dengan variabel konfounding seperti pola hubungan

seksual. Penemuan lain memperlihatkan ditemukannya nikotin pada cairan serviks wanita

perokok bahan ini bersifat sebagai komponen dan bersama-sama dengan karsinogen yang

telah ada selanjutnya mendorong pertumbuhan ke arah kanker.

Kontrasepsi oral

Penelitian secara perspektif yang dilakukan oleh Vessey dkk tahun 1983

(Schiffman,1996) mendapatkan bahwa peningkatan insiden kanker serviks dipengaruhi oleh

lama pemakaian kontrasepsi oral. Penelitian tersebut juga mendapatkan bahwa semua

kejadian kanker serviks invasif terdapat pada pengguna kontrasepsi oral. Penelitian lain

mendapatkan bahwa insiden kanker setelah 10 tahun pemakaian 4 kali lebih tinggi daripada

bukan pengguna kontrasepsi oral. Namun penelitian serupa yang dilakukan oleh peritz dkk

menyimpulkan bahwa aktifitas seksual merupakan confounding yang erat kaitannya dengan

hal tersebut. 3

WHO mereview berbagai penelitian yang menghubungkan penggunaan kontrasepsi

oral dengan resiko terjadinya kanker serviks, menyimpulkan bahwa sulit untuk

menginterpretasikan hubungan tersebut mengingat bahwa lama penggunaan kontrasepsi oral

berinteraksi dengan faktor lain khususnya pola kebiasaan seksual dalam mempengaruhi

resiko kanker serviks. Selain itu, adanya kemungkinan bahwa wanita yang menggunakan

kontrasepsi oral lain lebih sering melakukan pemeriksaan serviks, sehingga displasia dan

karsinoma in situ nampak lebih frekuen pada kelompok tersebut. Diperlukan kehati-hatian

dalam menginterpretasikan asosiasi antara lama penggunaan kontrasepsi oral dengan resiko

kanker serviks karena adanya bias dan faktor confounding.

Defisiensi gizi

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa defisiensi zat gizi tertentu seperti

betakaroten dan vitamin A serta asam folat, berhubungan dengan peningkatan resiko terhadap

displasia ringan dan sedang. Namun sampai saat ini tidak ada indikasi bahwa perbaikan

defisensi gizi tersebut akan menurunkan resiko.

Sosial ekonomi

Page 7: Referat Skrining Kanker Serviks

Studi secara deskriptif maupun analitik menunjukkan hubungan yang kuat antara

kejadian kanker serviks dengan tingkat sosial ekonomi yang rendah. Hal ini juga diperkuat

oleh penelitian yang menunjukkan bahwa infeksi HPV lebih prevalen pada wanita dengan

tingkat pendidkan dan pendapatan rendah. Faktor defisiensi nutrisi, multilaritas dan

kebersihan genitalia juga diduga berhubungan dengan masalah tersebut.

Pasangan seksual

Peranan pasangan seksual dari penderita kanker serviks mulai menjadi bahan yang

menarik untuk diteliti. Penggunaan kondom yang frekuen ternyata memberi resiko yang

rendah terhadap terjadinya kanker serviks. Rendahnya kebersihan genetalia yang dikaitkan

dengan sirkumsisi juga menjadi pembahasan panjang terhadap kejadian kanker serviks.

Jumlah pasangan ganda selain istri juga merupakan faktor resiko yang lain. 3

E. Epidemiologi Kanker Serviks

1. Distribusi Menurut Umur

Proses terjadinya kanker leher rahim dimulai dari sel yang mengalami mutasi lalu

berkembang menjadi sel displastik sehingga terjadi kelainan epitel yang disebut displasia.

Dimulai dari displasia ringan, sedang, displasia berat dan akhirnya menjadi Karsinoma In-

Situ (KIS), kemudian berkembang menjadi karsinoma invasif. Tingkat displasia dan

karsinoma in-situ dikenal juga sebagai tingkatan pra-kanker. Klasifikasi terbaru

menggunakan nama Neoplasma Intraepitel Serviks (NIS). NIS 1 untuk displasia ringan, NIS

2 untuk displasia sedang dan NIS 3 untuk displasia berat dan karsinoma in-situ. 1

Menurut Snyder (1976), NIS umumnya ditemukan pada usia muda setelah hubungan

seks pertama terjadi. Selang waktu antara hubungan seks pertama dengan ditemukan NIS

adalah 2-33 tahun. Untuk jarak hubungan seks pertama dengan NIS 1 selang waktu rata-rata

adalah 12,2 tahun, NIS 1 dengan NIS 2 rata-rata13,9 tahun dan NIS 2 samppai NIS 3 rata-rata

11,7 tahun. Sedangkan menurut Cuppleson LW dan Brown B (1975) menyebutkan bahwa

NIS akan berkembang sesuai dengan pertambahan usia, sehingga NIS pada usia lebih dari 50

tahun sudah sedikit dan kanker infiltratif meningkat 2 kali. 1

Dari laporan FIGO (Internasional Federation Of Gynecology and Obstetrics) tahun

1988, kelompok umur 30-39 tahun dan kelompok umur 60-69 tahun terlihat sama banyaknya.

Page 8: Referat Skrining Kanker Serviks

Secara umum, stadium IA lebih sering ditemukan pada kelompok umur 30-39 tahun,

sedangkan untuk stadium IB dan II sering ditemukan pada kelompok umur 40-49 tahun,

stadium III dan IV sering ditemukan pada kelompok umur 60-69 tahun. 3

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di RSCM Jakarta tahun 1997-1998 ditemukan

bahwa stadium IB-IIB sering terdapat pada kelompok umur 35-44 tahun, sedangkan stadium

IIIB sering didapatkan pada kelompok umur 45-54 tahun. Penelitian yang dilakukan oleh

Litaay, dkk dibeberapa Rumah Sakit di Ujung Pandang (1994-1999) ditemukan bahwa

penderita kanker rahim yang terbanyak berada pada kelompok umur 46-50 tahun yaitu

17,4%. 4

2. Distribusi Menurut Tempat

Frekwensi kanker rahim terbanyak dijumpai pada negara-negara berkembang seperti

Indonesia, India, Bangladesh, Thailand, Vietnam dan Filipina. Di Amerika Latin dan Afrika

Selatan frekwensi kanker rahim juga merupakan penyakit keganasan terbanyak dari semua

penyakit keganasan yang ada lainnya.

Penelitian yang dilakukan oleh American Cancer Society (2000) membuktikan bahwa

kanker rahim lebih sering terjadi pada kelompok wanita minoritas seperti imigran Vietnam,

Afrika dan wanita India. Hal ini berkaitan dengan anggapan mereka bahwa wanita yang tidak

melakukan gonta-ganti pasangan (promikuitas) tidak perlu melakukan Pap smear.

Menurut perkiraan Departemen Kesehatan tahun 1988-1994 insidens kanker serviks

mencapai 100/100.000 penduduk pertahun, sedangkan proporsi kanker serviks dari semua

jenis kanker dibeberapa bagian patologi anatomi pada tahun 2000, seperti Surabaya

ditemukan sebesar 24,3%, Yogyakarta 25,7%, Bandung sebesar 25,1%, Surakarta sebesar

28,2% dan Medan sebesar 16,9%. 2

F. Patologi Kanker Serviks

Karsinoma serviks/kanker serviks timbul dibatasi antara epitel yang melapisi

ektoserviks (portio) dan endoserviks kanalis serviks yang disebut squamo columnar junction

(SCJ). Pada wanita muda SCJ terletak diluar OUE, sedang pada wanita diatas 35 tahun,

didalam kanalis serviks.

Page 9: Referat Skrining Kanker Serviks

Tumor dapat tumbuh : 1

Eksofitik. Mulai dari SCJ kearah lumen vagina sebagai massa proliferatif yang

mengalami infeksi sekunder dan nekrosis.

Endofitik. Mulai dari SCJ tumbuh kedalam stroma serviks dan cenderung infiltratif

membentuk ulkus

Ulseratif. Mulai dari SCJ dan cenderung merusak struktur jaringan pelvis dengan

melibatkan fornices vagina untuk menjadi ulkus yang luas. Serviks normal secara

alami mengalami metaplasi/erosi akibat saling desak kedua jenis epitel yang

melapisinya. Dengan masuknya mutagen, portio yang erosif (metaplasia skuamos)

yang semula faali berubah menjadi patologik (diplatik-diskariotik) melalui tingkatan

NIS-I, II, III dan KIS untuk akhirnya menjadi karsinoma invasive. Sekali menjadi

mikroinvasive, proses keganasan akan berjalan terus. 1

Gambar 1. Lokasi Kanker Leher Rahim

Page 10: Referat Skrining Kanker Serviks

Gambar 2. Progresivitas Kanker Serviks

Gambar 3. Perbandingan Gambaran Serviks yang Normal dan Abnormal

G. Penyebaran Kanker Serviks

Page 11: Referat Skrining Kanker Serviks

Pada umumnya secara limfogen melalui pembuluh getah bening menuju 3 arah : a) ke

arah fornices dan dinding vagina, b) ke arah korpus uterus, dan c) ke arah parametrium dan

dalam tingkatan yang lanjut menginfiltrasi septum rektovaginal dan kandung kemih.1

Melalui pembuluh getah bening dalam parametrium kanan dan kiri sel tumor dapat

menyebar ke kelenjar iliak luar dan kelenjar iliak dalam (hipogastrika). Penyebaran melalui

pembuluh darah (bloodborne metastasis) tidak lazim. Karsinoma serviks umumnya terbatas

pada daerah panggul saja. Tergantung dari kondisi immunologik tubuh penderita KIS akan

berkembang menjadi mikro invasif dengan menembus membrana basalis dengan kedalaman

invasi <1mm dan sel tumor masih belum terlihat dalam pembuluh limfa atau darah. Jika sel

tumor sudah terdapat >1mm dari membrana basalis, atau <1mm tetapi sudah tampak dalam

pembuluh limfa atau darah, maka prosesnya sudah invasif. Tumor mungkin sudah

menginfiltrasi stroma serviks, akan tetapi secara klinis belum tampak sebagai karsinoma.

Tumor yang demikian disebut sebagai ganas praklinik (tingkat IB-occult). Sesudah tumor

menjadi invasif, penyebaran secara limfogen melalui kelenjar limfa regional dan secara

perkontinuitatum (menjalar) menuju fornices vagina, korpus uterus, rektum, dan kandung

kemih, yang pada tingkat akhir (terminal stage) dapat menimbulkan fistula rektum atau

kandung kemih. Penyebaran limfogen ke parametrium akan menuju kelenjar limfa regional

melalui ligamentum latum, kelenjar-kelenjar iliak, obturator, hipogastrika, prasakral,

praaorta, dan seterusnya secara teoritis dapat lanjut melalui trunkus limfatikus di kanan dan

vena subklavia di kiri mencapai paru-paru, hati , ginjal, tulang dan otak. 1

Biasanya penderita sudah meninggal lebih dahulu disebabkan karena perdarahan-

perdarahan yang eksesif dan gagal ginjal menahun akibat uremia oleh karena obstruksi ureter

di tempat ureter masuk ke dalam kandung kencing.

Penyebaran karsinoma serviks terjadi melalui 3 jalan yaitu perkontinuitatum ke dalam

vagina, septum rektovaginal dan dasar kandung kemih. Penyebaran secara limfogen terjadi

terutama paraservikal dalam parametrium dan stasiun-stasiun kelenjar di pelvis minor, baru

kemudian mengenai kelenjar para aortae terkena dan baru terjadi penyebaran hematogen

(hepar, tulang). 1

Secara limfogen melalui pembuluh getah bening menuju 3 arah:

fornices dan dinding vagina

korpus uteri

Page 12: Referat Skrining Kanker Serviks

parametrium dan dalam tingkatan lebih lanjut menginfiltrasi septum rektovagina dan

kandung kemih.

Penyebaran limfogen ke parametrium akan menuju kelenjar kelenjar limfe regional

melalui ligamentum latum, kelenjar iliaka, obturator, hipogastrika, parasakral, paraaorta, dan

seterusnya ke trunkus limfatik di kanan dan vena subklvia di kiri mencapai paru, hati, ginjal,

tulang serta otak. 1

H. Diagnosis Kanker Serviks

Diagnosis kanker serviks tidaklah sulit apalagi tingkatannya sudah lanjut. Yang

menjadi masalah adalah bagaimana melakukan skrining untuk mencegah kanker serviks,

dilakukan dengan deteksi, eradikasi, dan pengamatan terhadap lesi prakanker serviks.

Kemampuan untuk mendeteksi dini kanker serviks disertai dengan kemampuan dalam

penatalaksanaan yang tepat akan dapat menurunkan angka kematian akibat kanker serviks. 1,3

Keputihan. Keputihan merupakan gejala yang paling sering ditemukan, berbau busuk

akibat infeksi dan nekrosis jaringan.

Pendarahan kontak merupakan 75-80% gejala karsinoma serviks. Perdarahan timbul

akibat terbukanya pembuluh darah, yang makin lama makin sering terjadi diluar

senggama.

Rasa nyeri, terjadi akibat infiltrasi sel tumor ke serabut saraf.

Gejala lainnya adalah gejala-gejala yang timbul akibat metastase jauh.

Tiga komponen utama yang saling mendukung dalam menegakkan diagnosa kanker

serviks adalah: 3

1. Sitologi.

Bila dilakukan dengan baik ketelitian melebihi 90%. Tes Pap sangat bermanfaat untuk

mendeteksi lesi secara dini. Sediaan sitologi harus mengandung komponen ektoserviks dan

endoserviks.

Page 13: Referat Skrining Kanker Serviks

Gambar 4. Pemeriksaan Pap Smear

Page 14: Referat Skrining Kanker Serviks

Gambar 5. Pemeriksaan Pap Smear untuk Deteksi Dini Kanker Leher Rahim

2. Kolposkopi.

Kolposkopi adalah pemeriksaan dengan menggunakan kolposkop, yaitu suatu alat

seperti mikroskop bertenaga rendah dengan sumber cahaya di dalamnya. Pemeriksaan

kolposkopi merupakan pemeriksaan standar bila ditemukan pap smear yang abnormal.

Pemeriksaan dengan kolposkopi, merupakan pemeriksaan dengan pembesaran, melihat

kelainan epitel serviks, pembuluh darah setelah pemberian asam asetat. Pemeriksaan

kolposkopi tidak hanya terbatas pada serviks, tetapi pemeriksaan meliputi vulva dan vagina.

Tujuan pemeriksaan kolposkopi bukan untuk membuat diagnosa histologik, tetapi untuk

menentukan kapan dan dimana biopsi harus dilakukan.

Page 15: Referat Skrining Kanker Serviks

Gambar 6. Colposcopy Untuk Mengambil Jaringan yang Abnormal

3. Biopsi

Biopsi dilakukan di daerah abnormal di bagian yang telah dilakukan kolposkopi. Jika

kanalis servikalis sulit dinilai, sampel diambil secara konisasi.

Gambar 7. Biopsi Kerucut pada Serviks (Leher Rahim)

Page 16: Referat Skrining Kanker Serviks

I. Pengobatan untuk Kanker Serviks

Pemilihan pengobatan untuk kanker serviks tergantung kepada lokasi dan ukuran

tumor, stadium penyakit, usia, keadaan umum penderita dan rencana penderita untuk hamil

lagi. 3

1. Pembedahan

Pada karsinoma in situ (kanker yang terbatas pada lapisan serviks paling luar), seluruh

kanker seringkali dapat diangkat dengan bantuan pisau bedah ataupun melalui loop

electrosurgical excision procedure (LEEP). Dengan pengobatan tersebut, penderita masih

bisa memiliki anak. Karena kanker bisa kembali kambuh, dianjurkan untuk menjalani

pemeriksaan ulang dan Pap smear setiap 3 bulan selama 1 tahun pertama dan selanjutnya

setiap 6 bulan. Jika penderita tidak memiliki rencana untuk hamil lagi, dianjurkan untuk

menjalani histerektomi. Pada kanker invasif, dilakukan histerektomi dan pengangkatan

struktur di sekitarnya (prosedur ini disebut histerektomi radikal) serta kelenjar getah bening.

Pada wanita muda, ovarium (indung telur) yang normal dan masih berfungsi tidak diangkat.

2. Terapi penyinaran

Terapi penyinaran (radioterapi) efektif untuk mengobati kanker invasif yang masih

terbatas pada daerah panggul. Pada radioterapi digunakan sinar berenergi tinggi untuk

merusak sel-sel kanker dan menghentikan pertumbuhannya. Ada 2 macam radioterapi, yaitu :

o Radiasi eksternal : sinar berasar dari sebuah mesin besar

Penderita tidak perlu dirawat di rumah sakit, penyinaran biasanya dilakukan sebanyak

5 hari/minggu selama 5-6 minggu.

o Radiasi internal : zat radioaktif terdapat di dalam sebuah kapsul dimasukkan langsung

ke dalam serviks. Kapsul ini dibiarkan selama 1-3 hari dan selama itu penderita

dirawat di rumah sakit. Pengobatan ini bisa diulang beberapa kali selama 1-2 minggu.

Efek samping dari terapi penyinaran adalah :

= Iritasi rektum dan vagina

= Kerusakan kandung kemih dan rektum

= Ovarium berhenti berfungsi.

Page 17: Referat Skrining Kanker Serviks

3. Kemoterapi

Jika kanker telah menyebar ke luar panggul, kadang dianjurkan untuk menjalani

kemoterapi. Pada kemoterapi digunakan obat-obatan untuk membunuh sel-sel kanker. Obat

anti-kanker bisa diberikan melalui suntikan intravena atau melalui mulut. Kemoterapi

diberikan dalam suatu siklus, artinya suatu periode pengobatan diselingi dengan periode

pemulihan, lalu dilakukan pengobatan, diselingi dengan pemulihan.

4. Terapi biologis

Pada terapi biologis digunakan zat-zat untuk memperbaiki sistem kekebalan tubuh

dalam melawan penyakit. Terapi biologis dilakukan pada kanker yang telah menyebar ke

bagian tubuh lainnya. Yang paling sering digunakan adalah interferon, yang bisa

dikombinasikan dengan kemoterapi.

J. Pencegahan dan Penanganan Kanker Serviks

Pengendalian kanker serviks dengan pencegahan dapat dibagi menjadi tiga bagian,

yaitu pencegahan primer, pencegahan sekunder, dan pencegahan tersier Strategi kesehatan

masyarakat dalam mencegah kematian karena kanker serviks antara lain adalah dengan

pencegahan primer dan pencegahan sekunder.2

Pencegahan Primer

Pencegahan primer merupakan kegiatan yang dapat dilakukan oleh setiap orang untuk

menghindari diri dari faktor-faktor yang dapat menyebabkan timbulnya kanker serviks. Hal

ini dapat dilakukan dengan cara menekankan perilaku hidup sehat untuk mengurangi atau

menghindari faktor resiko seperti kawin muda, pasangan seksual ganda dan lain-lain. Selain

itu juga pencegahan primer dapat dilakukan dengan imunisasi HPV pada kelompok

masyarakat

Pencegahan sekunder

Pencegahan sekunder kanker serviks dilakukan dengan deteksi dini dan skrining

kanker serviks yang bertujuan untuk menemukan kasus-kasus kanker serviks secara dini

sehingga kemungkinan penyembuhan dapat ditingkatkan. Perkembangan kanker serviks

memerlukan waktu yang lama. Dari prainvasif ke invasive memerlukan waktu sekitar 10

Page 18: Referat Skrining Kanker Serviks

tahun atau lebih. Pemeriksaan sitologi merupakan metode sederhana dan sensitive untuk

mendeteksi karsinoma pra invasive. Bila diobati dengan baik, karsinoma pra invasive

mempunyai tingkat penyembuhan mendekati 100%. Diagnosa kasus pada fase invasive hanya

memiliki tingkat ketahanan sekitar 35%. Program skrining dengan pemeriksaan sitologi

dikenal dengan Pap mear test dan telah dilakukan di Negara-negara maju. Pencegahan

dengan pap smear terbukti mampu menurunkan tingkat kematian akibat kanker serviks 50-

60% dalam kurun waktu 20 tahun (WHO,1986).

Selain itu, terdapat juga 3 tingkatan pencegahan dan penanganan kanker serviks, yaitu :

1. Pencegahan Tingkat Pertama

a) Promosi Kesehatan Masyarakat misalnya :

o Kampanye kesadaran masyarakat

o Program pendidikan kesehatan masyarakat

o Promosi kesehatan

b) Pencegahan khusus, misalnya :

o Interfensi sumber keterpaparan

o Kemopreventif

2. Pencegahan Tingkat Kedua

a) Diagnosis dini, misalnya screening

b) Pengobatan, misalnya :

o Kemoterapi

o Bedah

3. Pencegahan Tingkat Ketiga

a) Rehabilitasi, misalnya perawatan rumah sedangkan penanganan kanker umumnya

ialah secara pendekatan multidisiplin. Hasil pengobatan radioterapi dan operasi

Page 19: Referat Skrining Kanker Serviks

radikal kurang lebih sama, meskipun sebenarnya sukar untuk dibandingkan karena

umumnya yang dioperasi penderita yang masih muda dan umumnya baik.

b) Meski kanker serviks menakutkan, namun kita semua bisa mencegahnya. Anda dapat

melakukan banyak tindakan pencegahan sebelum terinfeksi HPV dan akhirnya

menderita kanker serviks.

c) Miliki pola makan sehat, yang kaya dengan sayuran, buah dan sereal untuk

merangsang sistem kekebalan tubuh. Misalnya mengkonsumsi berbagai karotena,

vitamin A, C, dan E, dan asam folat dapat mengurangi risiko terkena kanker serviks.

d) Hindari merokok. Banyak bukti menunjukkan penggunaan tembakau dapat

meningkatkan risiko terkena kanker serviks.

e) Hindari seks sebelum menikah atau di usia sangat muda atau belasan tahun.

f) Hindari berhubungan seks selama masa haid terbukti efektif untuk mencegah dan

menghambat terbentuknya dan berkembangnya kanker serviks.

g) Hindari berhubungan seks dengan banyak partner.

h) Secara rutin menjalani tes Pap smear secara teratur. Saat ini tes Pap smear bahkan

sudah bisa dilakukan di tingkat Puskesmas dengan harga terjangkau.

i) Alternatif tes Pap smear yaitu tes Inspeksi Visual Asam (IVA) dengan biaya yang

lebih murah dari Pap smear. Tujuannya untuk deteksi dini terhadap infeksi HPV.

j) Pemberian vaksin atau vaksinasi HPV untuk mencegah terinfeksi HPV.

k) Melakukan pembersihan organ intim atau dikenal dengan istilah vagina toilet. Ini

dapat dilakukan sendiri atau dapat juga dengan bantuan dokter ahli. Tujuannya untuk

membersihkan organ intim wanita dari kotoran dan penyakit.

Page 20: Referat Skrining Kanker Serviks

BAB III

DETEKSI DINI KANKER SERVIKS

WHO menyebutkan 4 komponen penting yang menjadi pilar dalam penanganan

kanker serviks, yaitu : pencegahan infeksi HPV, deteksi dini melalui peningkatan

kewaspadaan dan program skrining yang terorganisasi, diagnosis dan tatalaksana, serta

perawatan paliatif untuk kasus lanjut. 5, 6

Deteksi dini kanker serviks meliputi program skirining yang terorganisasi dengan

sasaran perempuan kelompok usia tertentu, pembentukan sistem rujukan yang efektif pada

tiap tingkat pelayanan kesehatan, dan edukasi bagi petugas kesehatan dan perempuan usia

produktif.5

Skrining dan pengobatan lesi displasia (atau disebut juga lesi prakanker) memerlukan

biaya yang lebih murah bila dibanding pengobatan dan penatalaksanaan kanker serviks.

Beberapa hal penting yang perlu direncanakan dalam melakukan deteksi dini kanker, supaya

skrining yang dilaksanakan terprogram dan terorganisasi dengan baik, tepat sasaran dan

efektif, terutama berkaitan dengan sumber daya yang terbatas.

1. Sasaran yang akan menjalani skrining

WHO mengindikasikan skrining dilakukan pada kelompok berikut : 7 .

1) setiap perempuan yang berusia antara 25-35 tahun, yang belum pernah menjalani tes

Pap sebelumnya, atau pernah mengalami tes Pap 3 tahun sebelumnya atau lebih.

2) Perempuan yang ditemukan lesi abnormal pada pemeriksaan tes Pap sebelumnya

3) Perempuan yang mengalami perdarahan abnormal pervaginam, perdarahan pasca

sanggama atau perdarahan pasca menopause atau mengalami tanda dan gejala

abnormal lainnya

4) perempuan yang ditemukan ketidaknormalan pada serviksnya

Page 21: Referat Skrining Kanker Serviks

Amerika Serikat dan Eropa merekomendasikan sasaran dan interval skrining kanker

servik seperti tampak pada tabel berikut8:

Pedoman pencegahan dan skrining kanker di Eropa dan Amerika

European

guidelines

for quality

assurance in

cervical

cancer

screening;

2007

ACS

(Americ

an

Cancer

Society)

; 2007

ACOG

(American

College of

Obstetricians

&

Gynecologists

); 2003

http://www.ac

og.org

ASCCP

(Americ

an

Society

for

Colposc

opy &

Cervical

Patholog

y); 2006

US Preventive Service

Task Force; 2003

http://www.preventiveservi

ces.ahrq.gov

Waktu

awal

skrining

dengan

tes Pap

Usia 20–30

tahun

Kira-

kira 3

tahun

setelah

aktivitas

seksual

yang

pertama,

namun

tidak

lebih

dari usia

21 tahun

Kira-kira 3

tahun setelah

aktivitas

seksual yang

pertama,

namun tidak

lebih dari usia

21 tahun

Tidak

ada

laporan

Kira-kira 3 tahun setelah

aktivitas seksual yang

pertama, namun tidak lebih

dari usia 21 tahun

Penggun

aan tes

HPV

Belum

direkomenda

sikan, masih

Bersama

an

dengan

Bersama

an

dengan

Tidak cukup evidens

Page 22: Referat Skrining Kanker Serviks

pada

program

skrining

menunggu

hasil

penelitian

pemerik

saan

sitologi

pada

wanita ≥

30 tahun

pemerik

saan

sitologi

pada

wanita ≥

30 tahun

Interval

Skrining

Tes Pap

konvensi

onal

Tiap 3–5

tahun

Tiap

tahun;

atau tiap

2–3

tahun

untuk

wanita

usia ≥

30 tahun

dengan

3 kali

berturut-

turut

hasil

skrining

negatif

Tiap tahun;

atau tiap 2–3

tahun untuk

wanita usia ≥

30 tahun

dengan 3 kali

berturut-turut

hasil skrining

negatif

Tidak

ada

laporan

Sekurang-kurangnya tiap 3

tahun

skrining

dengan

tes HPV

Tidak ada

laporan

Tiap 3

tahun

bila

hasil tes

HPV

Tiap 3 tahun

bila hasil tes

HPV dan

sitologi

negatif

Tidak

ada

laporan

Tidak cukup evidens

Page 23: Referat Skrining Kanker Serviks

dan

sitologi

negatif

Penghent

ian

skrining

Setelah usia

60–65 tahun

dengan ≥ 3

kali berturut-

turut hasil

skrining

negatif

Wanita

usia ≥

70 tahun

dengan

≥ 3 kali

berturut-

turut

hasil tes

negatif

dan

tanpa

hasil tes

abnorma

l dalam

10 tahun

terakhir

Dari bukti-

bukti yang

ada tidak

dapat ditarik

kesimpulan

untuk

menentukan

batas usia

penghentian

skrining

Tidak

ada

laporan

Untuk wanita usia ≥ 65

tahun dengan hasil tes

negatif, yang bukan risiko

tinggi kanker serviks

Manaje

ment

hasil

skrining

yang

abnorma

l - ASC-

US -

ASC-H -

LSIL -

HSIL

ASC-US:

reflex HPV

testing;

LSIL: ulang

pemeriksaan

sitologi atau

kolposkopi;

ASC-H:

kolposkopi;

HSIL:

kolposkopi

dan biopsi.

Tidak

ada

laporan

Tidak ada

laporan

ASC-

US:

HPV

tes, atau

ulang

tes

sitologi,

atau

lakukan

kolposk

opi pada

wanita ≥

Tidak ada laporan

Page 24: Referat Skrining Kanker Serviks

20

tahun;

ASC-H:

kolposk

opi

LSIL:

kolposk

opi

HSIL:

segera

lakukan

LEEP

atau

kolposk

opi

dengan

endocer

vical

assessm

ent.

(Dikutip dari Barzon et al. Infectious Agents and Cancer 2008 3:14 doi:10.1186/1750-9378-

3-14)

2. Interval skrining

American Cancer Society (ACS) merekomendasikan idealnya skrining dimulai 3

tahun setelah dimulainya hubungan seksual melalui vagina.9 Beberapa penelitian

menyebutkan bahwa risiko munculnya lesi prakanker baru terjadi setelah 3-5 tahun setelah

paparan HPV yang pertama.9 Interval yang ideal untuk dilakukan skrining adalah 3 tahun.9

Skrining 3 tahun sekali memberi hasil yang hampir sama dengan skrining tiap tahun.10 ACS

merekomendasikan skrining tiap tahun dengan metode tes Pap konvensional atau 2 tahun

Page 25: Referat Skrining Kanker Serviks

sekali bila menggunakan pemeriksaan sitologi cairan (liquid-based cytology) setelah skrining

yang pertama.9 Setelah perempuan berusia 30 tahun, atau setelah 3 kali berturut-turut skrining

dengan hasil negatif, skrining cukup dilakukan 2-3 tahun sekali.9 Bila dana sangat terbatas

skrining dapat dilakukan tiap 10 tahun atau sekali seumur hidup dengan tetap memberikan

hasil yang signifikan.11

WHO merekomendasikan5 :

- Bila skrining hanya mungkin dilakukan 1 kali seumur hidup maka sebaiknya dilakukan

pada perempuan antara usia 35-45 tahun.

- Untuk perempuan usia 25-49 tahun, bila sumber daya memungkinkan, skrining hendaknya

dilakukan 3 tahun sekali.

- Untuk perempuan dengan usia diatas 50 tahun, cukup dilakukan 5 tahun sekali

- Bila 2 kali berturut-turut hasil skrining sebelumnya negatif, perempuan usia diatas 65 tahun,

tidak perlu menjalani skrining.

- Tidak semua perempuan direkomendasikan melakukan skrining setahun sekali

3. Metode skrining yang akan digunakan

Ada beberapa metode skrining yang dapat digunakan, tergantung dari ketersediaan

sumber daya. Metode skrining yang baik memiliki beberapa persyaratan, yaitu akurat, dapat

diulang kembali (reproducible), murah, mudah dikerjakan dan ditindak-lanjuti, akseptabel,

serta aman.1 Beberapa metode yang diakui WHO adalah sebagai berikut5 :

A. TES PAP KONVENTIONAL

Tes pap adalah suatu cara untuk mendapatkan bahan sediaan sitologi servikovaginal,

penamaan tersebut berasal dari nama seorang serjana kedokteran kelahiran Yunani bernama

Goerge N. Papanicolaou (1928), yang mempelopori pemeriksaan sel-sel mulut rahim untuk

menemukan kanker. Nama lain dari tes Pap adalah Pap Smear. Dalam pelaksanaannya dapat

di lakukan oleh dokter ahli (Obstetri-Ginekologi), dokter umum, bidan dan tenaga medis lain

yang sudah terlatih. Sediaan apus kemudian dikirimkan ke laboratorium sitologi untuk

dipulas dan diperiksa di bawah mikroskop oleh Ahli Patologi Anatomi. (Bonfiglo TA, 1997)

Salah satu tujuan pemeriksaan tes Pap adalah untuk skrining/penapisan sel-sel serviks

(sitodiagnosis) dari wanita yang tampak sehat dan atau tanpa gejala, apabila terdapat kelainan

Page 26: Referat Skrining Kanker Serviks

yang mengarah ke prakanker maupun kanker in-situ maka perlu dilakukan pemeriksaan lebih

lanjut dengan cara biopsi jaringan yang di perlukan untuk konfirmasi. (Kurman RJ, 1994).

Sitodiagnosis yang tepat tergantung pada sediaan yang dibuat dengan baik, fiksasi dan

pewarnaan yang baik serta tentu saja pemeriksaan mikroskopik yang tepat. Supaya

didapatkan pengertian yang baik antara pembuat tes Pap dan laboratorium penting adanya

informasi klinik yang lengkap. (Kurman RJ, 1994)

Tujuan utama tes Pap adalah untuk mengetahui sel-sel kanker dalam stadium dini.

Tujuan umum adalah untuk mengetahui sel-sel mulut rahim:

- Normal atau tidak

- Jenis kelainannya radang, prakanker atau kanker

- Derajat kelainan

- Evaluasi sitohormonal

Selain melihat gambaran sel-selnya, pemeriksaan sitologi juga sekaligus dapat

memberikan informasi mengenai organisme penyebab peradangan (jamur, parasit dll) serta

memantau hasil terapi. (Kuman RJ, 1994: Bonfiglo TA,1997)

Pada beberapa forum ilmiah International, klasifikasi sistem Bethesda lebih sering

digunakan. Beberapa dengan di Indonesia, klasifikasi sitologi yang sering digunakan yaitu

sistem Papanicolau dan sistem displasia. Pada sistem Bethesda dikenal istilah LSIL (Low

Grade Squamous Intraepitel Lesion=Lesi Intraepitel Skuamosa Derajat Rendah (LISR)) yang

meliputi kondiloma dan NIS I, dan HSIL (High Grade Squamous Intraepitel Lesion= Lesi

Intraepitel Skuamosa Derajat Tinggi (LIST)) yang meliputi NIS II, NIS III dan Karsinoma In-

situ (KIS). 1,3

Telah diakui, bahwa dengan pemeriksaan Tes Pap telah membuktikan mampu

menurunkan kematian akibat kanker serviks dibeberapa negara, walaupun tentu ada

kekurangan. Sensitivitas tes Pap untuk mendeteksi NIS berkisar 50-98%. sedang negatif

palsu antara 8-30 % untuk lesi skuamosa. (Tulinias H, 1984;Cremer DW, 1994). 40% untuk

lesi adenomatosa. Adapun spesifisitas tes Pap adalah 93%, nilai prediksi positif adalah

80,2% dan nilai prediksi negatif adalah 91,3%. Harus hati-hati justru pada lesi serviks invasif,

karena negatif palsu dapat mencapai 50% akibat tertutup darah, adanya radang dan jaringan

Page 27: Referat Skrining Kanker Serviks

nekrotik. (Cole P,1979; Cremer DW, 1994) Fakta ini menunjukkan, bahwa pada lesi invasif

kemampuan pemeriksa melihat serviks secara makroskopik sangat di perlukan. Kemudian di

tegaskan bahwa hasil tes Pap hanya sebagai petunjuk, dasar terapi untuk lesi di serviks harus

berdasarkan hasil histopatologi. Karena itu hasil tes Pap abnormal harus diikuti dengan

prosedur diagnosik selanjutnya. Dari hasil tes Pap abnormal, pasien dapat dikatagorikan pada

kelompok:

- Negatif

- Ada infeksi, atipik, maka tes Pap perlu diulang

- Abnormal : LISR, dapat dilakukan tes Pap ulang 4 bulan, atau dilakukan

kolposkopi “see and treat”. LIST, perlu dilakukan kolposkopi dan biopsi.

(Nuranna L, 1999)

Cara Pemeriksaan Tes Pap

1) Pasien berbaring di meja ginekologi dan di posisikan secara ginekologis.

2) Dokter atau pun tenaga medis duduk dengan pandangan lurus ke vagina ( gunakan masker ).

3) Bersihkan kemaluan luar dengan menggunakan kasa steril yang di basahi dengan saflon mulai dari

anterior ke posterior ( cukup satu kali usapan ).

4) Gunakan speculum yang sesuai dengan ukuran lubang vagina

5) Pasang speculum dan tampakan portio secara jelas

6) Minta asisten untuk menyiapakan 2 gelas objek dan spatula aire, cytobrush, lidi kapas.

7) Dengan menggukan spatula aire lakuakan swap di mulut serviks secara gentle ( putar spatula aire

360 )̀

8) Pulaskan hasil swap di gelas obyek.

9) Dengan menggunkan cytobrush lakuakan swap di endoserviks secara gentle ( putar spatula aire 360

derajat searah jarum jam)

10) Pulaskan hasil swap di gelas obyek , lakukan fiksasi dengan merendam gelas obyek didalam larutan

alcohol 96%

11) Lakukan swap lender serviks dan vagina dengan lidi kapas.

12) Pulaskan hasil swap pada gelas obyek, teteskan KOH dan tutup dengan penutup gelas obyek.

13) Bersihkan vagina dan mulut serviks

14) Lepaskan speculum secara gentle dan rendam dalam larutan klorin.

Page 28: Referat Skrining Kanker Serviks

Gambar 8. Cara Pemeriksaan Pap Smear

B. KOLPOSKOPI

Yang pertama kali memperkenalkan kolposkopi adalah Hiselman pada tahun 1925.

Pemeriksaan kolposkopi telah digunakan secara luas di Eropa dan Amerika Selatan untuk

diagnosis kelainan pada serviks.

Kolposkopi adalah pemeriksaan dengan kolposkop, yaitu suatu alat yang dapat

disamakan dengan mikroskop bertenaga rendah dengan sumber cahaya didalamnya

(pembesaran 10-40 kali). Untuk menampilkan portio dipulas terlebih dahulu dengan Asam

Asetat 3-5%. Portio dengan kelainan (infeksi HPV atau NIS) terlihat bercak putih atau

perubahan corakan pembuluh darah. 11

Page 29: Referat Skrining Kanker Serviks

Alat ini selain dilengkapi sumber cahaya juga dilengkapi dengan filter hijau waktu

melihat gambaran pembuluh darah dan juga dapat di hubungkan dengan kamera foto atau

TV. 11

Pemeriksaan ini merupakan cara pemeriksaan dengan meneliti perubahan dari

permukaan epitel serviks dan ujung-ujung pembuluh darah didaerah tersebut. Pemeriksaan

kolposkopi disamping untuk membuat diagnosis, juga dapat mengarahkan dimana biopsi

dilakukan, sehingga banyak tindakan konisasi dapat dihindari. 11 Pemeriksaan kolposkopi

dapat mempertinggi ketepatan deteksi sitologi menjadi 98,7% dan menurunkan frekuensi

melakukan konisasi sebanyak 96%.

Gambar 9. Pemeriksaan dengan kolposkopi

Lima hal yang harus di perhatikan dalam penilaian kolposkopi adalah:

1) Pola pembuluh darah

2) Jarak antar kapiler

3) Pola permukaan epitel

4) Kegelapan jaringan

5) Batas-batas proses

Setelah kolposkopi, maka pasien dapat dikatagorikan:

Kolposkopi normal

Page 30: Referat Skrining Kanker Serviks

Ada kelainan pada zona transformasi, dan perlu di biopsi.

Kolposkopi dengan pandang tak memuaskan misalnya karena sambungan

skuamosa kolumnar tak tampak seluruhnya atau tak tampak sebagian. Pada

keadaan ini, maka tergantung pada hasil tes Pap. Bila hasil tes Pap adalah

HPV, atau atipik atau displasia ringan, maka dapat di pertimbangkan untuk

merencanakan pemeriksaan Tes Pap dalam interval waktu tertentu, misalnya 4

bulan. Namun bila hasil tes Pap termasuk LIST atau lesi serviks invasif, maka

prosedur konisasi perlu di lakukan. 11

Penggunaan kolposkopi dapat sebagai alat skrining awal. Tetapi karena alat

kolposkopi termasuk alat yang mahal, maka hal ini hanya bisa di lakukan di pusat-pusat

kesehatan tertentu, tidak bisa dijadikan alat skrining massal, dan alat ini lebih sering di

gunakan sebagai prosedur pemeriksaan lanjut dari hasil tes Pap abnormal. Jadi bila kita

melakukan skrining dengan kolposkopi keuntungannya: dapat memvisualisasikan daerah

transformasi, visualisasi lesi, biopsi lebih terarah. Kerugiannya: peralatan mahal

membutuhkan pendidikan dan kurang spesifik.

C. TES DNA-HPV

Telah dibuktikan bahwa lebih 90% kondiloma serviks, semua neoplasma intraepitel

serviks (NIS) dan kanker serviks mengandung DNA HPV. Hubungan kuat dan tiap tipe HPV

mempunyai hubungan patologik yang berbeda. Tes DNA HPV merupakan metode molekuler

untuk menentukan tipe HPV resiko tinggi. Dikenal berbagai tipe HPV, sehingga kini telah

ada sampai 60 tipe yang di kelompokkan

Tipe HPV resiko rendah: tipe 6 dan 11, yang jarang di temukan pada karsinoma

invasif, kecuali karsinoma varikosa.

Tipe HPV resiko tinggi: HPV tipe 16, 18, 31, dan 45.

Berdasarkan pengenalan derajat resiko dari HPV, maka menurut ahli yang

mengunggulkan peran HPV dan tipenya, menyatakan bahwa “HPV Typing” sangat penting

dalam menindaklanjuti penemuan HPV serviks. Bila dari hasil “HPV Typing” dikenal HPV

tipe resiko rendah, maka tindak lanjutnya follow up saja. Namun bila dikenal HPV tipe resiko

Page 31: Referat Skrining Kanker Serviks

tinggi perlu ditindak lanjut. HPV Typing dilakukan dengan hibridasi DNA, spesifikasi tes

DNA-HPV lebih rendah dari Tes Pap dan biayanya mahal.

D. INSPEKSI VISUAL

Inspeksi visual terdiri dari Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA) dan Inspeksi Visual

dengan Lugol Iodin (VILI). Inspeksi visual dengan asam asetat (IVA) maksudnya adalah

melihat serviks secara langsung tanpa alat pembesaran setelah pengusapan serviks dengan

asam asetat 3-5% untuk mendeteksi adanya NIS. Asam asetat digunakan untuk meningkatkan

dan membuat tanda terhadap epitel, terhadap lesi prakanker atau kanker sebenarnya.

Metode IVA memberi peluang dilakukannya skrining secara luas di tempat-tempat

yang memiliki sumberdaya terbatas, karena metode ini memungkinkan diketahuinya hasil

dengan segera dan terutama karena hasil skrining dapat segera ditindaklanjuti.12 Metode satu

kali kunjungan (single visit approach) dengan melakukan skrining metode IVA dan tindakan

bedah krio untuk temuan lesi prakanker (see and treat) memberikan peluang untuk

peningkatan cakupan deteksi dini kanker serviks, sekaligus mengobati lesi prakanker.

Dasar Pemeriksaan IVA

Pemeriksaan inspkesi visual dengan Asam Asetat (IVA) adalah pemeriksaan yang

pemeriksanya (dokter/bidan/paramedis) mengamati serviks yang telah diberi asam Asetat/

asam cuka 3-5% secara inspekulo dan dilihat dengan pengamatan mata telanjang. 13

Pemeriksaan IVA pertama kali di perkenalkan oleh Hinselman (1925) dengan cara

memulas serviks dengan kapas yang telah dicelupkan dalam asam asetat 3-5%. Pemberian

asam asetat itu akan mempengaruhi epitel abnormal, bahkan juga akan meningkatkan

osmolaritas cairan ekstraseluler yang bersifat hipertonik, dan akan menarik cairan dari

intraseluler sehingga membran akan kolaps dan jarak anter sel akan semakin dekat. Sebagai

akibatnya, jika permukaan epitel mendapat sinar, sinar tersebut tidak akan diteruskan ke

stroma, tetapi dipantulkan keluar sehingga permukaan epitel abnormal akan berwarna putih,

disebut (acetowhite). 13

Page 32: Referat Skrining Kanker Serviks

Gambar 10. Acetowhite

Gambar 11. Hasil pemeriksaan dengan IVA

Page 33: Referat Skrining Kanker Serviks

Daerah metaplasia yang merupakan daerah peralihan akan berwarna putih juga setelah

pemulasan dengan asam asetat tetapi dengan intensitas yang kurang dan cepat menghilang.

Hal ini membedakannya dengan proses prakanker yang epitel putihnya lebih tajam dan lebih

lama menghilang karena asam asetat berpenetrasi lebih dalam sehingga terjadi koagulasi

protein lebih banyak. Jika makin putih dan makin jelas, makin tinggi derajat kelainan

jaringannya. Dibutuhkan 1-2 menit untuk dapat melihat perubahan-perubahan pada epitel

serviks yang diberi 5% larutan asam asetat akan berespons lebih cepat daripada 3% larutan

tersebut. Efek akan menghilang sekitar 50-60 detik sehingga dengan pemberian asam asetat

akan didapatkan hasil gambaran serviks yang normal (merah homogen) dan bercak putih

(mencurigakan displasia). Lesi yang tampak sebelum aplikasi larutan asam asetat bukan

merupakan epitel putih, tetapi disebut leukoplakia; biasanya disebabkan oleh proses

keratosis.13

Teknik Pemeriksaan IVA dan Interpretasi

Prinsip metode IVA adalah melihat perubahan warna menjadi putih (acetowhite) pada

lesi prakanker jaringan ektoserviks rahim yang diolesi larutan asam asetoasetat (asam cuka).

Bila ditemukan lesi makroskopis yang dicurigai kanker, pengolesan asam asetat tidak

dilakukan namun segera dirujuk ke sarana yang lebih lengkap. Perempuan yang sudah

menopause tidak direkomendasikan menjalani skrining dengan metode IVA karena zona

transisional leher rahim pada kelompok ini biasanya berada pada Endoserviks rahim dalam

kanalis servikalis sehingga tidak bisa dilihat dengan inspeksi spekulum.5

Perempuan yang akan diskrining berada dalam posisi litotomi, kemudian dengan

spekulum dan penerangan yang cukup, dilakukan inspeksi terhadap kondisi serviksnya.

Setiap abnormalitas yang ditemukan, bila ada dicatat. Kemudian serviks dioles dengan

larutan asam asetat 3-5% dan didiamkan selama kurang lebih 1-2 menit. Setelah itu dilihat

hasilnya. Serviks yang normal akan tetap berwarna merah muda, sementara hasil positif bila

ditemukan area plak atau ulkus yang berwarna putih. Lesi prakanker ringan/jinak (NIS 1)

menunjukkan lesi putih pucat yang bisa berbatasan dengan sambungan skuamokolumnar.

Lesi yang lebih parah (NIS 2-3 seterusnya) menunjukkan lesi putih tebal dengan batas yang

tegas, dimana salah satu tepinya selalu berbatasan dengan sambungan skuamokolumnar

(SSK) .:

Page 34: Referat Skrining Kanker Serviks

Kategori Temuan IVA :

Katagori temuan IVA 5

1. Negatif - tak ada lesi bercak putih (acetowhite lesion)

- bercak putih pada polip endoservikal atau

kista nabothi

- garis putih mirip lesi acetowhite pada

sambungan skuamokolumnar

2. Positif 1 (+1) - samar, transparan, tidak jelas, terdapat lesi

bercak putih yang ireguler pada serviks

- lesi bercak putih yang tegas, membentuk

sudut (angular), geographic acetowhite

lessions yang terletak jauh dari sambungan

skuamokolumnar

3. Positif 2 (+2) - lesi acetowhite yang buram, padat dan

berbatas jelas sampai ke sambungan

skuamokolumnar

- lesi acetowhite yang luas, circumorificial,

1. Normal Licin, merah muda, bentuk

porsio normal

2. Infeksi servisitis (inflamasi,

hiperemis) banyak fluor

ektropion polip

3. Positif IVA plak putih epitel acetowhite

(bercak putih)

4.Kanker leher Rahim pertumbuhan seperti bunga

kol pertumbuhan mudah

berdarah

Page 35: Referat Skrining Kanker Serviks

berbatas tegas, tebal dan padat -pertumbuhan

pada leher rahim menjadi acetowhite

Buku emas untuk pegangan diagnosis lesi prakanker serviks adalah biopsi yang

dipandu oleh kolposkopi. Apabila hasil skrining positif, perempuan yang diskrining akan

menjalani prosedur selanjutnya yaitu konfirmasi untuk penegakkan diagnosis melalui biopsi

yang dipandu oleh kolposkopi. Setelah itu baru dilakukan pengobatan lesi prakanker. Ada

beberapa cara yang dapat digunakan yaitu kuretase endoservikal, krioterapi, dan loop

electrosurgical excision procedure (LEEP) , laser, konisasi, sampai histerektomi simpel. 5

Tabel . Perbedaan beberapa metode skrining

Dikutip dari Comprehensive Cervical Cancer Control. A Guide to Essential Practice. Geneva

: WHO, 2006.

Metode Prosedur Kelebihan Kekurangan Status

Sitologi

konvensional

(Tes Pap)

Sampel diambil

oleh tenaga

kesehatan dan

diperiksa oleh

sitoteknisi di

laboratorium

-Metode yang

telah lama

dipakai

-Diterima secara

luas

-Pencatatan

hasil

pemeriksaan

permanen

-Training dan

mekanisme

kontrol kualitas

telah baku

-Investasi yang

sederhana pada

program yang

telah ada dapat

meningkatkan

pelayanan

-Hasil tes tidak

didapat dengan

segera

-Diperlukan

sistem yang

efektif untuk

follow up

wanita yang

diperiksa

setelah ada hasil

pemeriksaan

-Diperlukan

transport bahan

sediaan dari

tempat

pemeriksaan ke

laboratorium,

transport hasil

pemeriksaan ke

-Telah lama

digunakan di

banyak negara

sejak tahun 1950

-Terbukti

menurunkan

angka kematian

akibat kanker

leher rahim di

negara-negara

maju

Page 36: Referat Skrining Kanker Serviks

-Spesifisitas

tinggi

klinik

-Sensitivitas

sedang

Liquid Base

Citology

Sampel diambil

oleh tenaga

kesehatan,

dimasukkan

dalam cairan

fiksasi dan

dikirim untuk

diproses dan di

periksa di

laboratorium

-Jarang

diperlukan

pengambilan

sample ulang

bila bahan

sediaan tidak

adekuat

-Waktu yang

dibutuhkan

untuk

pembacaan hasil

lebih singkat

bila dilakukan

oleh sitoteknisi

yang

berpengalaman

-Sampel dapat

digunakan juga

untuk tes

molekuler

(misalnya HPV

tes)

-Hasil tes tidak

didapat dengan

segera

-Fasilitas

laboratorium

lebih mahal dan

canggih

Tes DNA HPV -Tes DNA HPV

secara

molekuler.

-Pengambilan

sampel dapat

dilakukan

-Pengambilan

sampel lebih

mudah

-Proses

pembacaan

otomatis oleh

-Hasil tes tidak

didapat dengan

segera

-Biaya lebih

mahal

-Fasilitas

-Digunakan

secara komersial

di negara-negara

maju sebagai

tambahan

pemeriksaan

Page 37: Referat Skrining Kanker Serviks

sendiri oleh

wanita dan

dibawa ke

laboratorium

alat khusus

-Dapat

dikombinasi

dengan Tes Pap

untuk

meningkatkan

sensitivitas

-Spesifitas

tinggi terutama

pada perempuan

>35 tahun

laboratorium

lebih mahal dan

canggih

-Perlu reagen

khusus

-Spesifitas

rendah pada

perempuan

muda (,35

tahun)

sitologi

Metode Visual

(IVA dan VILI)

Pemulasan leher

rahim dapat

dilakukan oleh

tenaga

kesehatan yang

terlatih (bidan/

dokter/perawat)

-Mudah dan

murah

-Hasil didapat

dengan segera

-Sarana yang

dibutuhkan

sederhana

-Dapat

dikombinasi

dengan

tatalaksana

segera lainnya

yang cukup

dengan

pendekatan

sekali

kunjungan

(single visit

approach)

-Spesifitas

rendah,

sehingga

berisiko

overtreatment

-Tidak ada

dokumentasi

hasil

pemeriksaan

-Tidak cocok

untuk skrining

pada perempuan

pasca

menopause

-Belum ada

standarisasi

-Seringkali

perlu training

ulang untuk

tenaga

kesehatan

-Belum cukup

data dan

penelitian yang

mendukung,

terutama

sehubungan

dengan efeknya

terhadap

penurunan angka

kejadian dan

kematian kanker

leher rahim

-Saat ini hanya

direkomendasikan

pada daerah

proyek

Page 38: Referat Skrining Kanker Serviks

DAFTAR PUSTAKA

1. Wiknjosastro H. Ilmu Kandungan. Ed.2. Jakarta: PT.Bina Pustaka Surwono

Prawiroharjo. 2009

2. Dirjen Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI, Badan Registrasi Kanker IAPI,

Yayasan Kanker Indonesia. Kanker di Indonesia tahun 1997, Data histopatologik.

3. Andrijono, Kanker Leher rahim, Divisi Onkologi, Dep.Obstetri-Ginekologi

FKUI.2007

4. Aziz, MF. Masalah pada kanker serviks. Cermin Dunia Kedokteran, Jakarta, 2001:

133;5-7

5. World Health Organization. Comprehensive Cervical Cancer Control. A Guide to

Essential Practice. Geneva : WHO, 2006.

6. Preventing cervical cancer in low-resources settings. Outlook. Volume 18, number 1,

September 2000.

7. Bosch FX, Manos MM, Munos N, et al. Prevalence of human papilloma virus in

cervical cancer : A worldwide prespective. International biological study on cervical

8. Barzon et al.Guidelines of the Italian Society for Virology on HPV testing and

vaccination for cervical cancer prevention. Infectious Agents and Cancer 2008 3:14

doi:10.1186/1750-9378-3-14cancer (IBSCC) Study group. J Natl Cancer Inst

1995;87:796-802.

9. Saslow D, Runowicz CD, Solomon D, Moscicki AB, Smith RA, Eyre HJ, Cohen C,

American Cancer Society: American Cancer Society guidelines for the early detection

of cervical neoplasia and cancer. CA Cancer J Clin 2002, 52:342-362. PubMed

Abstract | Publisher Full Text

10. Coleman Met al, Time trends in cancer incidence, mortality, and prevalence

worldwide, version 1.0. Lyon, IARC, 1995 (IARC Scientific Publication No. 121)

11. Miller AB, Cervical cancer screening programmes : managerial guidelines. Geneva :

WHO 1992

12. Megevand E, Denny L, Dehaeck K, Soeters R, Bloch B. Acetic acid visualization of

the cervix : an alternative to cytologic screening. Obstet Gynecol. 1996;88(3):383-6.

13. Burghardt E. Histopathology of cervical epithelium. In : Burghardt E. Colposcopy

cervical pathology. Textbook and atlas. 2nd revised and enlarged ed. Stutgart-New

York Georg Thieme Verlag, 1991 : 8-60


Top Related