Transcript
Page 1: PROTES PILKADES: PERLAWANAN RAKYAT …contoh.in/wp-content/plugins/download-monitor/download.php?id=P... · juga memicu terjadinya protes ... diharapkan oleh pemerintah Orba, yang

(Kompas, 14 Desember 1997)1

PROTES PILKADES: PERLAWANAN RAKYATTERHADAPHEGEMONINEGARA

M. Syahbudin Latief'

Latar Belakang

"Jumari (28) terkapar bersimbah darah. Warga Desa Karaban,Kecamatan Gabus, Pati (Jateng) ini menjadi korban peluru nyasaryang ditembakkan petugas, saat pengamanan amukan massaberkaitan dengan penyelenggaraan pemi/ihan kepala desa(pi/kades) di Desa Sundoluhur, Keeamatan Kayen, KabupatenPatio Gedung balai desa dibakar, mobil petugas pun sempatdirusak oleh amukan massa, yang diduga datang dari parapendukung salah satu eakades (ealon kepala desa) yang tak lulusujian"

Kutipan berita di atas adalah sekelumit gambaran penyelenggaraanPilkades di Jawa, pada masa pemerintahan Orde Baru 2 Petugas yangmelakukan penembakan, gedung balai desa yang dibakar dan mobilpetugas yang dirusak adalah simbol-simbol yang mewakili kepentingannegara. Adapun massa yang mengamuk adalah rakyat desa, pendukungsalah seorang calon kepala desa, yang merasa kecewa dan tidak puasterhadap penyelenggaraan Pilkades yang dianggap tidakjujur.

Pada era Orde Baru Pilkades telah berlangsung dalam dua gelombang,gelombang 1 dilaksanakan pada periode 1988-1989 dan gelombang II padaperiode 1996-1997. Baik pelaksanaan Pilkades pada gelombang I maupunII menimbulkan berbagai macam gejolak dalam masyarakat desa.' Studi

• Pengarnat MasalahPolitikLokal, StafPusat StudiKependudukan dan Kebijakan UGM.

74 DINAMIKA Pedesaan dan Kawasan Vol. 210212002

http://contoh.in

Page 2: PROTES PILKADES: PERLAWANAN RAKYAT …contoh.in/wp-content/plugins/download-monitor/download.php?id=P... · juga memicu terjadinya protes ... diharapkan oleh pemerintah Orba, yang

Douglas Kammen (2000) menunjukkan bahwa terjadi banyak protesdalam pelaksanaan Pilkades di Jawa."

Protes Pilkades muncul dalam berbagai bentuk dan dipicu oleh banyakalasan. Tabel berikut memperlihatkan macam-macam a1asan dan bentukprotes dalam pelaksanaan Pilkades di Jawa,

L Panitia Korupsi 1 3 21 2 12. Calon ditolak 15 4 11 10 21 23. Calon diijinkan 2 1 3 1 64. Calon tidak disukai 10 1 15. Calon tunggal 3 16. Calon memalsu 1 7

dokumen7. Campur tangan pejabat 1 1 4 18. Menghalangi pemberian 3 2 8 2

suara9. Pemilih tidak 4 2 15 2 4

memenuhi syarat10. Pembelian suara 2 1 24 21L Penghitungan suara 11 8 23 412. Intimidasi 2 2 4 113. Menolak hasil 39 32 22 4 2

Pilkades/kades terpi/ill14. Tidak diketahui 33 23 58 2 4

Total 31 5 114 82 215 12 22Persentase (%) 8,1 1,3 29,8 21,5 56,3 3,1 5,8

Somber: Douglas Kanunen, Pilkades: Democracy, Village Elections andProtest in Indonesia, 2000Ket: J = Jumlah kejadian

K = Ada kekerasan selama prates berlangsungLain-lain = Kirim sural kepada pemerintah, pengaduan ke LSM, laporanlpendekatan

kemedia massa; semuanya dilakukan secara kolektif

DINAMIKA Pedesaan dan Kawasan Vol. 2/0212002 75

http://contoh.in

Page 3: PROTES PILKADES: PERLAWANAN RAKYAT …contoh.in/wp-content/plugins/download-monitor/download.php?id=P... · juga memicu terjadinya protes ... diharapkan oleh pemerintah Orba, yang

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa dalam waktu 17 bulan telahterjadi prates sebanyak 382 kali dalam rangkaian penyelenggaraan Pilka­des di desa-desa di Jawa. Ini artinya dalam satu bulan rata-rata terjadi 22kali prates. JumIah protes itu tentu amat fenomenal. Apalagi, sebanyak 99kasus dari keseluruhan prates yang terjadi disertai dengan tindak keke­rasan (25,9 %). Protes dalam bentuk demonstrasi untuk menolak hasilPilkades (menolak kepala desa terpilih) tampaknya telah menjadi suatukecenderungan umum di desa. Hal itu ditunjukkan oleh besarnya jumlahkejadian, yaitu sebanyak 39 kali. Ini berarti dalam sebulan terjadi antara 2hingga 3 kali protes dalam bentuk demonstrasi menentang hasil Pilkadesdi desa-desa di Jawa, selama penyelenggaraan Pilkades gelombang II.Bahkan, sebanyak 32 kejadian (82 %) disertai dengan tindak kekerasan.

Pertanyaannya kemudian ialah mengapa timbul protes. Apakah dalamsetiap penye1enggaraan Pilkades kerap terjadi kecurangan-kecurangan,yang akhimya menerbitkan ketidakpuasan, kekecewaan dan protes darimasyarakat.

Studi Pilkades di Jawa

Studi tentang Pilkades di Jawa oleh Sartono Kartodirdjo (1992), FransHusken (1994), Enny Nurbaningsih (1994), Douglas Kammen (2000), danNico L. Kana (2000) memperlihatkan perbedaan dalam fokus perhatiandan sudut pandang. Studi Sartono lebih menekankan pada cara-cara yangdigunakan oleh para calon kepala desa untuk menarik simpati masyarakatdalam pemilihan (melalui berbagai taktik, trik, intrik, kasak-kusuk, danintimidasi), sedangkan Husken melihat peristiwa Pilkades dalam kaitannyadengan kedudukan dan peran negara (baik pada masa kolonial maupunOrde Baru). Dari perspektif hukum, Enny Nurbaningsih menemukan ada­nya kelemahan dalam aturan pelaksanaan Pilkades khususnya ketentuantentang pemilihan ulangan, baik oleh karena tidak tercapainya kuorumataupun tidak terpenuhinya jumlah suara terbanyak mutlak (PermendagriNo. 6/1981). Dalam praktik, ketentuan itu tidak dapat dijalankan antaralain karena kesulitan dalam penyediaan anggaran (yang dibebankan kepa­da panitia tingkat desa dan cakades). Kelemahan dalam aspek yuridis ini

76 DINAMIKA Pedesaan dan Kawasan Vol. 2/0212002

http://contoh.in

Page 4: PROTES PILKADES: PERLAWANAN RAKYAT …contoh.in/wp-content/plugins/download-monitor/download.php?id=P... · juga memicu terjadinya protes ... diharapkan oleh pemerintah Orba, yang

juga memicu terjadinya protes dari penduduk desa, sebagaimana yangterjadi di Desa Ngestiharjo, Ku10n Progo, pada 16 Januari 1993 (Enny N.1994). Sementara itu Kammen menyoroti terjadinya banyak protes, yangsering disertai dengan kekerasan, pada penyelenggaraan Pilkades di Jawa(khususnya di Jawa Tengah) baik pada periode 1988-1989 maupun 1996­1997. Dari hasil telaahnya Kammen berpendapat bahwa protes Pilkadesmerupakan cerminan dari terjadinya persaingan yang sengit di antarawarga desa untuk memiliki kewenangan mengawasi dan "mernanfaatkan"sumberdaya desa (terutama tanah rnilik desa yang subur, terrnasuk tanahbengkok).

Adapun studi Nico 1. Kana di 3 desa di wilayah Kecamatan Suruh,Kabupaten Semarang, menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yangcukup berarti dalam strategi persaingan Pilkades, baik pada masa OrdeBaru maupun pada awal reforrnasi. Faktor adanya garis keturunan darisesepuh desa atau kepala desa terdahulu baik secara langsung maupuntidak (trah lurah, Faktor genealogis), masih menjadi penentu kemenanganseorang cakades.Disarnping itu adanya dukungan dari tokoh-tokoh masya­rakat desa (terrnasuk "tokoh hitam" - dalam kasus penelitian Nico ditemu­kan adanya tokoh preman atau tokoh "kelompok terminal") dan tentu sajapraktik "politik uang"tetap berperan besar. Namun, Nico mencatat bahwapersaingan dalam Pilkades pada masa awal reforrnasi menunjukkan ada­nya tanda-tanda pergeseran dari strategi mobilisasi massa yang berlandas­kan pada solidaritas tradisional ke arah solidaritas asosiasional. Hal ituditunjukkan oleh adanya pengorganisasian para pemilih yang berasal ataubekerja di luar kota (kelompok perantau atau boro), yang didukung oleh(tampilnya) seseorang penyandang dana yang kuat, Selain itu, dalamkampanye "panitia pemenangan" diperlengkapi dengan perangkat komputerdan alat komunikasi HT (handy talkie).

Berdasarkan studi kasus Pilkades di 10 desa di Jawa Tengah, Sartonoberpendapat bahwa proses demokratisasi di desa berlangsung secara wajardan bahkan kesadaran partisipasi politik rakyat sudah sangat maju (1992).Hal itu terjadi karena masyarakat desa tengah mengalami proses peru­bahan perilaku, sikap dan cara berpikir, Perubahan masyarakat desa antaralain terjadi karena dampak pembangunan (modernisasi desa) yang ditandaioleh adanya perbaikan infrastruktur, masuknya sarana transportasi, elektri-

DINAMIKA Pedesaan dan Kawasan Vol. 2/0212002 77

http://contoh.in

Page 5: PROTES PILKADES: PERLAWANAN RAKYAT …contoh.in/wp-content/plugins/download-monitor/download.php?id=P... · juga memicu terjadinya protes ... diharapkan oleh pemerintah Orba, yang

fikasi, sarana komunikasi, monetisasi, dan komersialisasi. Akibat lebihlanjut dari terjadinya perubahan sosial di desa ialah melemahnya ikatankomunal, ikatan primordial dan ikatan patron-client. Hal ini berarti adaperluasan ruang sosial budaya untuk pertumbuhan pribadi ke arah indivi­dualisasi, akumulasi hasil kerja, kreativitas dan semangat kewiraswastaan(entrepreneurship). Perekonomian desa yang semula mengacu pada nilai­nilai moral bergeser ke nilai-nilai yang bersifat rasional (1990). Partisipasirakyat yang tampil dalam Pilkades tidak lagi sepenuhnya berdasarkanikatan moral atau paksaan (coercive), tetapi mulai muncul partisipasi yangbersifat rasional-kalkulatif karena digerakkan oleh pemberian imbalan(remunerasi). Solidaritas komunal masyarakat bergeser ke arah pemben­tukan solidaritas asosiasional (1992). Dengan kata lain telah terjadi trans­fonnasi struktural di desa, yang mengakibatkan diferensiasi kelompokbeserta kepemimpinannya (1990).

Jika dari perspektif transfonnasi struktural Sartono optimis terhadapmasa depan perkembangan politik dan proses demokratisasi di desa(antara lain melalui media Pilkades), maka Husken melihat bahwa pelak­sanaan Pilkades pada masa Orde Baru sesungguhnya merupakan upayapemerintah pusat mengintegrasikan administrasi desa ke dalam satu gariskomando sistem birokrasi pusat. Upaya itu antara lain dilakukan melaluipenyeragaman stnuktur, fungsi, tugas dan bahkan nama "desa" sebagaima­na diatur dalam UU No. 5/1979. Hal itu dapat dilakukan setelah pemerin­tah Orde Baru memiliki sumber keuangan yang memadai, yang didapatdari rezeki minyak (economic boom pada awal I970-an). Oleh karena itu,Husken justnu mempertanyakan apakah Pilkades benar-benar dapat menja­di sarana untuk melahirkan tipe kepemimpinan (kepala desa) banu yangdiharapkan oleh pemerintah Orba, yang memegang prinsip efisiensi, efek­tivitas dan rasionalitas sebagaimana tuntutan pembangunan (1994). Darikajian terhadap Pilkades di 10 desa di Pati, Husken berpendapat negaratelah gagal mendapatkan tipe kepala desa yang diidealkan itu. Pilkadesyang diperkenalkan sejak pemerintahan Raffles (1811-1816), lebih menu­pakan sarana kontrol negara terhadap perkembangan politik rakyat desaketimbang perwujudan demokrasi di tingkat desa. Raffles dan kemudiandilanjutkan oleh pemerintah kolonial Belanda melakukan kebijakan Pilka­des (dengan sistem gaji benupa pemberian tanah bengkok), karena peme-

78 DINAMIKA Pedesaan dan Kawasan Vol. 210212002

http://contoh.in

Page 6: PROTES PILKADES: PERLAWANAN RAKYAT …contoh.in/wp-content/plugins/download-monitor/download.php?id=P... · juga memicu terjadinya protes ... diharapkan oleh pemerintah Orba, yang

rintah tidak mampu membayar besarnya biaya gaji untuk ribuan kepaladesa beserta birokrasinya di seluruh Indonesia (Hindia Belanda), khusus­nya di Jawa. Tindakan ini merupakan implementasi dari politik kolonialBelanda yang dikenal dengan kebijakan indirect rule.

Menurut Kammen, ada dua alasan mengapa seorang warga desa inginmenjadi kepala desa, Pertama, kepala desa memiliki kewenangan untukmengontrol sumberdaya desa (termasuk tanah dan hutan), sehingga memi­liki kesempatan untuk memanfaatkan sumberdaya itu untuk kepentinganpribadi. Kedua, kepala desa adalah "pintu masuk" bagi orang dari luardesa untuk mendapatkan atau memanfaatkan sumberdaya desa (baik rna­nusia maupun alamnya). Oleh karena itu, protes Pilkades mencerminkanadanya persaingan antar warga desa untuk mendapatkan kewenanganmengontrol sumberdaya desa. Di samping itu protes Pilkades juga ber­kaitan dengan peran negara dalam fungsinya mejembatani hubungan ataukepentingan antar kelas agraris desa. Kammen melihat peristiwa Pilkadesmenyingkapkan adanya dua kelompok sosial di pedesaan Jawa yangsebagian saling tumpang tindih. Di satu pihak ada kelompok elit pemiliktanah (the landed elite), sementara di pihak lain terdapat petani-petanirniskin dan tidak merniliki tanah. Seorang calon kades yang kebetulankaya dapat memobilisasi baik sumberdaya material maupun manusiauntuk memenangkan Pilkades. Dalam pandangan petani rniskin tindakanitu tidak menjadi masalah. Pertanyaannya, apakah mobilisasi sumberdayadan/atau penggunaan jabatan oleh si kaya itu akan membawa keuntunganbagi si miskin. Jika menguntungkan bagi si rniskin, sang cakades akanditerima dan mendapat dukungan. Akan tetapi, jika sang cajon dianggaptelah menggunakan sumberdaya desa untuk keuntungan pribadi ataukelompoknya, maka penduduk miskin desa akan marah dan meJakukanprates.

Hubungan Negara - Rakyat

Studi ini ingin mengkaji munculnya prates Pilkades dalam perspektifhubungan negara dengan rakyat (negara vis-a-vis rakyat di desa).' StudiHusken (1994) dan Kammen (2000) sesungguhnya juga menyinggungkehadiran negara dalam peristiwa Pilkades. Hiisken melihat negara dalarnperannya sebagai penyeJenggara birokrasi modem (bersifat legal-rasional).

DINAMIKA Pedesaan danKawasan Vol. 2/0212002 79

http://contoh.in

Page 7: PROTES PILKADES: PERLAWANAN RAKYAT …contoh.in/wp-content/plugins/download-monitor/download.php?id=P... · juga memicu terjadinya protes ... diharapkan oleh pemerintah Orba, yang

Penataan birokrasi di tingkat desa oleh pemerintah Orde Baru (diantaranyamelalui penyelenggaraan Pilkades berdasarkan UU No. 5/1979), 6 menurutpengamatan Hiisken, telah gagal menghasilkan elit desa yang modern(efisien dan rasional) yang dibayangkan akan dapat mengikuti gaya biro­krasi pusat, demi memacu gerak pembangunan, Yang terjadi adalah mun­culnya para kepaia desa yang tetap berorientasi kepada nilai-nilaiprimordial dan menjunjung nilai-nilai lama (tradisionai), Sementara ituKammen (2000) melihat negara dalam fungsinya sebagai mediator danregulator kepentingan atau hubungan antara petani pemilik tanah (petanikaya) dan petani tuna kisma (petani miskin), yang dapat diduga biaskepada petani kaya (kebijakan betting on the strongy? Munculnya protesPilkades, menurut Karnmen, lebih disebabkan karena perebutan faktorekonomis (tanah bondho desa dan bengkokv. Dari perspektif ekonornipolitik dapat dikatakan bahwa kebijakan Pilkades sesungguhnya hanyamenguntungkan penduduk desa yang mampu (petani kaya), yang memang"dikehendaki" oleh negara, DaJam pelaksanaan Pilkades, kepentingannegara tampak dalam keterlibatan aparatnya sebagai panitia Pilkades ditingkat kabupaten, yang memiliki "hak veto" untuk meluluskan ataumenggugurkan seorang cakades tanpa kriteria yang jelas (melalui meka­nisme litsus, ujian lisan dan tertulis)."

Dalam kajian tentang hubungan antara negara dengan rakyat desa,kebijakan pembangunan masyarakat desa (pMD) dipandang sebagai salahsatu mata rantai yang menghubungkan kedua unit politik itu9 Sebagaibagian dari proses pembangunan nasional, kebijakan PMD juga dikonsep­tualisasikan sebagai cara pengkonsolidasian wilayah teritorial dan pengin­tegrasian kehidupan masyarakat desa ke dalam kehidupan nasional (M.Mas'oed, 1994). Dalam perspektif ini, program PMD yang dilakukan olehpemerintah Orde Baru mengandung dua proses yang berjalan serentaknamun kontradiktif 10 Pertama, PMD merupakan proses "mernasukkandesa ke dalam negara" (the village becomes part of the state), yaitu meli­batkan rakyat desa agar berperanserta dalam aktivitas masyarakat yanglebih luas (process of citizen partisipationj. Hal ini dilakukan melaluipengenalan lembaga-lembaga baru dalam kehidupan desa dan penyebarangagasan modernitas. Kedua, PMD juga merupakan proses "rnemasukkannegara ke dalam desa" (the state becomes part of the village). Ini adalah

80 DINAMIKA Pedesaan dan Kawasan Vol. 210212002

http://contoh.in

Page 8: PROTES PILKADES: PERLAWANAN RAKYAT …contoh.in/wp-content/plugins/download-monitor/download.php?id=P... · juga memicu terjadinya protes ... diharapkan oleh pemerintah Orba, yang

proses memperluas kekuasaan dan hegemoni negara sehingga merasuk kedalam kehidupan masyarakat desa, yang mengakibatkan peningkatanketergantungan desa terhadap negara (process of extended domination).Proses pertama membuka peluang bagi rakyat desa untuk terlibat dalamaktivitas pembangunan nasional. Melalui program PMD warga desa dapat .memperoleh akses ke berbagai jenis sumberdaya pembangunan yang dimi­liki negara (material maupun politik). Berbagai jenis proyek pembangunantelah berfungsi sebagai penyalur banyak sumberdaya ke pedesaan. Seba­gian besar kebijakan publik itu telah berhasil memobilisasi penduduk desasehingga bisa menerapkan hak, kewajiban dan tanggungjawab sebagaiwarga negara. Dengan demikian, proses ini telah membuka jalan menujupartisipasi, modernisasi, dan demokratisasi. Dalam proses kedua(penetrasi negara ke dalam desa), warga desa akan punya akses kesumberdaya negara jika negara juga memiliki akses ke kehidupan desa.Melalui berbagai aturan main yang mendukung program PMD, negaramenuntut monopoli pengabsahan atas lembaga-lembaga dan proseduryang disusunnya, yang tentu akan mempengaruhi corak kehidupan sehari­hari warga desa." Penetrasi itu dilakukan antara lain melalui kooptasi ataupembentukan lembaga baru yang didominasi negara (misal: LKMD), ataumelalui pejabat negara yang ditugaskan di desa. Akibatnya, lembaga desayang berbeda dengan bentuk yang ditentukan oleh negara kehilangankeabsahannya (Hirsch, 1989; M. Mas'oed, 1994).

Bagaimana posisi dan peranan pemerintah desa (terutama kepala desa)dalam proses penetrasi negara ke dalam desa. Untuk memaharni posisi danperan pemerintah desa ada dua hal yang harus dicermati, yaitu: prosesrekrutmen kepala desa dan fungsi perangkat desa. Bukan rahasia lagibahwa keberhasilan seseorang untuk terpilih menjadi kepala desa, lebihditentukan oleh wewenang di atas desa daripada oleh para pemilih daridalam desa. Akibatnya, tanggungjawab dan ketergantungan kepala desakepada pejabat negara di atas desa lebih besar ketimbang kepada warga­nya sendiri.F Kecenderungan orientasi keluar dari kepala desa besertaperangkatnya dapat pula dipahami dari begitu banyak dan beragarnnyafungsi yang harus ditangani oleh kepala desa. Hal itu berlaku sejakpemerintah Orde Baru menilai prestasi seorang kepala desa atas dasarkemampuannya melaksanakan kebijakan yang dibuat oleh pejabat pusat,

DINAMIKA Pedesaan dan Kawasan Vol. 2/0212002 81

http://contoh.in

Page 9: PROTES PILKADES: PERLAWANAN RAKYAT …contoh.in/wp-content/plugins/download-monitor/download.php?id=P... · juga memicu terjadinya protes ... diharapkan oleh pemerintah Orba, yang

bukan kemampuannya mengembangkan dan mengelola surnberdayalokal.!' Sementara itu, hampir semua departemen memiliki proyek pemba­ngunan yang pelaksanaannya memerlukan kepala desa sebagai pelaksanrlapangan. Konsekuensinya, sebagian besar waktu dan tenaga kepala des,tercurah kepada proses penerapan kebijakan dari atas. Sebaliknya, kesern­patan untuk memperhatikan hubungannya dengan warga desa menjadamat kurang. Akibatnya lebih lanjut ia!ah kepala desa menempati posiskunci dalam relasi negara-desa. OIeh karena negara adalah pemilik sumberdaya yang sangat besar, maka posisi kunci itu membuka kesempatarbesar bagi kepala desa untuk memanfaatkannya demi memperkuat kedudukannya (baik secara ekonomis maupun politis) di hadapan warga desanya.

Penetrasi negara ke dalam kehidupan rakyat desa dapat berjalan efektiselama Orde Baru karena dua alasan. Pertama, adanya dukungan jaringaiadministrasi tentorial militer yang berjalan sejajar dengan jaringan administrasi teritoria! sipil. Di tingkat desa kehadiran negara direpresentasikaioleh lembaga pemerintah desa dan institusi keamanan negara, yang terdirdan aparat kepolisian (Bimmas= Bimbingan Masyarakat Desa) dan milite(Babinsa= Bintara Pembina Desa). Kedua, adanya sistem perwakilaikepentingan, yang menghubungkan negara dengan rakyat desa melalujaringan organisasi-organisasi fungsional non-ideologis (model "korporatisme negara"). Dalam sistem perwakilan kepentingan model "korporatisme negara" (state corporatism), partisipasi spontan rakyat menjadlemah karena digantikan oleh organisasi-organisasi yang dibentuk olelnegara untuk memobilisasi rakyat untuk melaksanakan policy pemerintahCiri organisasi yang bersifat state corporatism ialah: unit konstituennyberjumlah terbatas, tunggal, keanggotaan bersifat wajib, tidak satinbersaing, diatur secara hirarkis, rekrutmen anggota berdasarkan fungiatau profesinya, memperoleh monopoli dalam mewakilkan kepentingapada bidang tertentu, mendapat pengakuan/ijin dari (atau bahkan diciptakan sendiri oleh) pemerintah dan pemilihan kepemimpinan serta artikula:kepentingannya dikendalikan oleh pemerintah. Sistem ini dirancang untumeniadakan konflik antar kelas dan antar kelompok kepentingan, sertuntuk menciptakan hubungan antara negara dan rakyat yang bersifaserasi, penuh solidaritas dan kerjasama. Penerapan model "korporatis:nnegara" oleh pemerintah Orde Baru telah menghilangkan kemajemuka

82 OINAMIKA Pedesaan dan Kawasan Vol. 2/021200

http://contoh.in

Page 10: PROTES PILKADES: PERLAWANAN RAKYAT …contoh.in/wp-content/plugins/download-monitor/download.php?id=P... · juga memicu terjadinya protes ... diharapkan oleh pemerintah Orba, yang

dalam kehidupan sosial dan politik pedesaan, selain itu memunculkanpengorganisasian kepentingan masyarakat dalam wadah-wadah yang serbatunggal. Petani rnisalnya diwadahi dalam HKTI, nelayan dan HNSI kaumibu dalam PKK, pemuda dalam Karang Taruna, kegiatan koperasi dalamKUD dan seterusnya. Pemerintah berusaha sungguh-sungguh agar ormas­onnas inilah yang menjadi satu-satunya jembatan antara negara denganrakyat, karena cara ini diyakini dapat meminimalkan konflik sosial danmemaksimalkan produktivitas ekonomi. Namun, dalam praktiknya organi­sasi-organisasi itu lebih banyak dimanfaatkan oleh pemerintah sebagai alatuntuk mengendalikan perilaku (politik) warga desa. Ormas-onnas ituhampir tidak pernah memperjuangkan kepentingan anggotanya secarasungguh-sungguh (M. Mas'oed, 1994; Isbonoini S, 1996).

Hegemoni Kekuasaan'"

Di atas telah disinggung kecenderungan meluasnya kekuasaan negarayang bersifat hegemonik, seiring dengan masuknya negara ke dalam desa(the state becomes part of the village). Studi ini hendak mernanfaatkankonsep hegemoni dari Antonio Gramsci (1891-1937); seorang tokohpernikir, aktivis, jurnalis dan politisi partai komunis Italia. 15 Hegemoniialah sebuah istilah yang digunakan oleh Gramsci dan para pengikutnyauntuk menunjukkan aspek-aspek non-kekerasan dari tindakan penguasa,yaitu kemampuan kelas dominan menguasai rakyat melalui agen-agennyadengan menyiasati nilai-nilai dan kepercayaan masyarakat (Miller, 1987)."Masyarakat yang ditindas (oleh negara) tetapi merasa 'bahagia' dalamketertindasannya", itulah hegemoni. Dengan kata lain, hegemoni ialahideologi yang berhasil mendorninasi kesadaran masyarakat, yang tanpasadar te1ah digiring masuk ke dalam cengkeraman suatu sistem kekuasaannegara (D. Kristanto, 2000). Dalam hubungan yang bersifat hegemonik,"kepemimpinan intelektual dan moral" suatu kelompok sosial terhadapkelompok sosiallain amat menonjol (A. Irwan, 1995).16

Telaah Gramsci tentang hegemoni berpusat pada persoalan tertin­dasnya kesadaran masyarakat oleh negara. Hubungan negara denganrakyat merupakan tempat bersemayamnya hegemoni kekuasaan, dimanakehidupan rakyat mengalarni penjajahan oleh kekuasaan negara. Akibat­nya, masyarakat tidak berdaya, karena tidak ada ruang bagi rakyat untuk

DINAMIKA Pedesaan dan Kawasan Vol. 2/0212002 83

http://contoh.in

Page 11: PROTES PILKADES: PERLAWANAN RAKYAT …contoh.in/wp-content/plugins/download-monitor/download.php?id=P... · juga memicu terjadinya protes ... diharapkan oleh pemerintah Orba, yang

mengembangkan kesadarannya secara mandiri. Segala aspek kehidupanrakyat diatur oleh negara dan "anehnya" penindasan itu tidak disadari olehrakyat.

Hegemoni merupakan suatu kemenangan yang diperoleh bukan mela­lui suatu perebutan kekuasaan secara fisik (peperangan), namun lebihmerupakan suatu kemenangan lewat konsensus. Kemenangan konsensusbisa diperoleh melalui lembaga-Iembaga yang ada dalam masyarakat.Lewat lembaga-lembaga itu diciptakan suatu struktur kekuasaan yangkuat, dimana masyarakat digiring untuk menilai dan memandang per­soalan sosial-politik dalam kerangka tertentu yang seakan sudah diatursedemikian rupa, sehingga mau tidak mau masyarakat tunduk untuk meli­hat realitas sosial dan politik sebagimana yang sudah digariskan olehnegara lewat lembaga-lembaganya.

Negara yang bersifat hegemonik selalu berusaha untuk mengorganisasimassa, yang dibarengi dengan usaha untuk menebarkan paham-pahamideologi yang dominan kepada rnasyarakat.!" Jadi, ideologi merupakansalah satu faktor penting dalam proses hegemonisasi. Ideologi adalahbagaikan jerat yang bisa mematahkan kesadaran massa rakyat sehinggatakluk pada dominasi kekuasaan. Dalam masyarakat modem dimanakapitalisme menjadi pilar utamanya, peranan ideologi lebih berupa "ja­ringan aktivitas perekonomian". Ada kecenderungan kuat bahwa manusiaharus tunduk pada "logika ekonomi". Martabat manusia diukur dari sum­bangannya pada proses produksi barang dan jasa, secara sempit. Jerat-jeratideologi yang memunculkan aturan hegemonik mempunyai tingkatan-·tingkatan tertentu. Ada pengandaian bahwa seorang buruh, petani ataupedagang kecil mempunyai tingkat hegemoni tersendiri. Seorang sarjana,ulama dan para ahli juga berada pada tingkat hegemoninya sendiri.Seorang konglomerat dan para pejabat tinggi negara mempunyai tingkathegemoni tertentu. Tingkatan-tingkatan itu didasarkan pada pemahamandan kepentingan mereka terhadap negara. Itulah yang menjadi alasanmengapa seorang warga negara rnelakukan penyesuaian diri (conformity)terhadap negara. Ada tiga alasan mengapa orang melakukan konformitasterhadap negara. Pertama, karena takut akan konsekuensi atau resiko. Disini konformitas ditempuh melalui tekanan dan sangsi yang menakutkanyang dilakukan oleh aparat negara. Kedua, karena terbiasa mengikuti cara-

84 DINAMlKA Pedesaan dan Kawasan Vol. 210212002

http://contoh.in

Page 12: PROTES PILKADES: PERLAWANAN RAKYAT …contoh.in/wp-content/plugins/download-monitor/download.php?id=P... · juga memicu terjadinya protes ... diharapkan oleh pemerintah Orba, yang

cara tertentu untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Konformitas tipekedua sesungguhnya merupakan bentuk partisipasi rakyat, namun tidakdiwujudkan secara wajar sebab orang tidak memiliki kemampuan dankeberanian untuk menolak. Ketiga, konformitas yang muncul karena kesa­daran dan persetujuan dengan unsur tertentu dalam masyarakat. MenurutGramsci, hegemoni ditandai dengan ripe konformitas yang terakhir.

Dengan demikian, konsep hegemoni Gramsci memiliki dua pengertianyang saling terkait. Pertama, terbentuknya konsensus di tingkat rakyatbawah. Tahap ini terjadi ketika rekayasa hegemoni negara memunculkansosok negara yang kuat, sedangkan rakyat digiring pada persetujuansukare1a terhadap aturan yang ada. Proses hegemoni terjadi ketika carahidup, cara berpikir dan pandangan atau pemikiran rakyat bawah telahmenerima dan meniru cara berpikir dan gaya hidup dari kelompok elityang mendominasi dan mengeksploitasi mereka. Ini berarti ideologi darigolongan yang mendominasi telah diambil alih secara sukarela olehgolongan yang didominasi (M. Fakih, 2000). Kedua, hegemoni tampilsecara kuat lewat aturan yang tercipta dari sistem ekonomi korporatifDalam negara yang bersifat hegemonik, ideologi ekonomi menempatiposisi superior. Institusi ekonomi menjadi andalan untuk menundukkanrakyat. Para penguasa berusaha mencari iegitimasi kekuasaannya melaluiwibawa ekonomi. Penguasa yang sukses ialah penguasa yang berhasilmembangun ekonomi masyarakatnya. Hal itu penting bagi pemegangkekuasaan untuk merebut hati rakyat agar tetap memberikan kepercayaankepadanya. Oleh karena itu, etika politik selalu mendasarkan diri padaaspek ekonomi sebagai tolok ukur segala tingkah laku politik.

DINAMlKA Pedesaan dan Kawasan Vol. 2/0212002 85

http://contoh.in

Page 13: PROTES PILKADES: PERLAWANAN RAKYAT …contoh.in/wp-content/plugins/download-monitor/download.php?id=P... · juga memicu terjadinya protes ... diharapkan oleh pemerintah Orba, yang

Referensi

Alexander Irwan dan Edriana, Pemilu Pelanggaran Asas Luber: Hegemon,Tak Sampai. Jakarta, Pustaka Sinar Harapan, 1995

Analisis lsi Surat Kabar 1.1'11 Sentral Bulan Juni 1988 di D.l. Yogyakartcdan Jawa Tengah: Pemilihan Kepala Desa. Laporan PenelitianYogyakarta, BalaiPenelitian Pers dan Pendapat Umum (BP3U), 1988

Dedy Kristanto, Negara dan Hegemoni. Konsep Hegemoni Kekuasaai.menurut Antonio Gramsci dalam Pemikiran Walter L. Adamsordan Norberto Bobbio serta Kritik Atasnya dalam Pemikiran Jame:C. Scoll. Skripsi. Jakarta, Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, 2000.

------------------, "Menertawakan Kekuasaan ala Antonio Gramsci". BasisNo. 09-10, Sept-Okt 2001,59-64.

Enny Nurbaningsih, Laporan Penelitian Pelaksanaan Pemilihan UlangarKepala Desa: Studi Kasus di Desa Ngestiharjo Kabupaten KuloiProgo, di Desa Timbulharjo Kabupaten Bantu! dan di DescKalinanas Kabupaten Boyolali, FH UGM, 1994.

Hirsch, Philip, "The State in the Village: Interpreting Rural Developmenin Thailand" Development and Change, Vol. 20 (I), 1989, 35-56.

Husken, Frans, Negara dan Petani di Jawa. Sebuah Perbandingan TigcZaman (Peasants and Policy in Colonial and Postcolonial Java. ThrUnderlying Continuity). Seri Bacaan Dunia Berkembang. Frant:Fanon Foundation, 1982.

-----------------, "Village Elections in Central Java. State Control or LoeaDemocracy?", dalam Hans Antlov and Sven Cederroth (ed.)Leadership on Java: Gentle Hints, Authoritarian Rule. LondonCurzon Press, 1994.

-----------------, Masyarakat Desa dalam Perubahan Zaman: SejaraiDiferensiasi Sosial di Jawa 1830-1980. Jakarta, Grasindo, 1998.

86 DINAMIKA Pedesaan dan Kawasan Vol. 2/021200:

http://contoh.in

Page 14: PROTES PILKADES: PERLAWANAN RAKYAT …contoh.in/wp-content/plugins/download-monitor/download.php?id=P... · juga memicu terjadinya protes ... diharapkan oleh pemerintah Orba, yang

Isbonoini Suyanto, "Negara dan Desa: Dampak Politik BirokratisasiPemerintahan Desa".Makalah Seminar Nasional Pembangunan,Polilik don Pemerinlahan Desa. Asosiasi Ilmu Politik Indonesia(AIPI),. Jember, 8 Juli 1996.

Kammen, Douglas, "Pilkades: Democracy, Village Elections and Protest .in Indonesia". Makalah Seminar Intemasional Dinamika PolitikLokal di Indonesia: Perubahan, Tantangan dan Harapan. YayasanPercik-Ford Foundation. Yogyakarta, 3-7 Juli 2000.

Laitin, David D., "Hegemony and Religious Conflict: British ImperialControl and Political Cleavages in Yorubaland", dalam Peter B.Evans, et.al. (ed.), Bringing the State Back In. Cambridge,Cambridge University Press, 1987.

Lambang Triyono, "Negara dan Petani di Masa Orde Baru". Prisma, No.12, Desember 1994, 73-84.

Mansour Fakih, "Grarnsci di Indonesia: Pengantar", dalam Roger Simon,Gagasan-gagasan Politik Gramsci (Gramsci's Political Thought).Yogyakarta, Insist dan Pustaka Pelajar, 2000.

Miller, D., "Hegemony", dalam David Miller (ed.), The BlackwellEncyclopaedia 0/Political Thought, Blackwell Reference. Oxford,Basil Blackwell Ltd., 1987, p. 200

Mohtar Mas'oed, "Korporatisme dan Birokrasi Desa", dalam Politik,Birokrasi don Pembangunan. Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 1994.

Nico L. Kana, "Strategi PengeloJaan Persaingan Politik Elit Desa di Wila­yah Kecamatan Suruh: Kasus Pemilihan Kepala Desa''. MakalahSeminar Intemasional Dinamika Politik Lokal di Indonesia: Peru­bahan, Tantangan, dan Harapan. Percik-Ford Foundation. Yogya­kana, 3-7 Juli 2000.

Parsudi Suparlan (ed.), Pembangunan Yang Terpadu dan Berkesinam­bungan. Keterpaduan Pemanfaatan Sumber-sumber don PotensiMasyarakat untuk Peningkatan dan Pengembangan PembangunanMasyarakat Pedesaan yang Berkesinambungan. Jakarta, BalitbangDepsos, 1994

DINAMIKA Pedesaan danKawasan Vol. 210212002 87

http://contoh.in

Page 15: PROTES PILKADES: PERLAWANAN RAKYAT …contoh.in/wp-content/plugins/download-monitor/download.php?id=P... · juga memicu terjadinya protes ... diharapkan oleh pemerintah Orba, yang

"Pemilihan Kepala Desa: Kepentingan Birokrasi atau PengernbanganDemokrasi". Kompas, 14 Desember 1997.

Pratikno, Beberapa Masalah Dalam Penerapan Struktur OrganisasiPemerintahan Desa Berdasarkan UU No. 5/1979. Laporan Peneli­tian. Fisipol UGM, 1988.

----------, "Pergeseran Negara dan Masyarakat Dalam 'Desa'", dalamDadang J (peny), Arus Bawah Demokrasi: Otonomi dan Pember­dayaan Desa. Yogyakarta, LPU, 2000

Sartono Kartodirdjo,"Beberapa Segi Perubahan Struktural Dalam Perkem­bangan Masyarakat Pedesaan", Prospek Pedesaan 1986. P3PKUGM,1986.

------------------------, "Transforrnasi Struktural di Pedesaan. Beberapa Po­kok Permasalahan". Prospek Pedesaan 1987. P3PK UGM, 1987a.

------------------------, Faktor-faktor Endogin Masyarakat Pedesaan. Kepe­mimpinan, Kaderisasi, Komunikasi dan Lembaga-lembaga. P3PKUGM,1987b.

------------------------, "Kepemimpinan dan Pilkades Dalam Proses Demo­kratisasi". Prospek Pedesaan 1990. P3PK UGM, 1990.

------------------------ (ed.), Pesta Demokrasi di Pedesaan: Studi KasusPemilihan Kepala Desa di Jawa Tengah dan DIY. Yogyakarta,Aditya Media, 1992.

88 DINAMIKA Pedesaan dan Kawasan Vol. 2/0212002

http://contoh.in

Page 16: PROTES PILKADES: PERLAWANAN RAKYAT …contoh.in/wp-content/plugins/download-monitor/download.php?id=P... · juga memicu terjadinya protes ... diharapkan oleh pemerintah Orba, yang

Catatan kaki

I Kejadian itu dipicu oleh rasa sakit hati para pendukungsalah seorang calon kepala desaalas serangkaian dugaan kecurangan yang terjadi selarna proses Pilkades berlangsung,yang mengakibatkansang calon gagal ikul daiam pemilihan. Kecurangan-kecurangan ituantara lain: banyakpendukungsang cakadestidal< mendapatkankartu suara, adanyapern­belian suara, penyelenggaraan ujian tidak transparan. Lihat "Pemilihan Kepala Desa:Kcpentingan Birokrasi atauPengembanganDemokrasi". Kompas, 14 Desember 1997.

2 Pilkades pada masa Orde Bam diselenggarakan berdasarkan UU No. 511979 tentangPemerintahan Desa. Pasa!7 undang-undangitu mcnycbutkan: "Masajabatan kepala desaadalah 8 (delapan) tahun terhitung sejak tanggal pelantikannyadan dapat diangkat kem­bali untuk I (satu) kali masa jabatan berikutnya". UU No. 511979 dikeluarkan pada IDesember 1979.

, Penyebabnya: jumlah pemilih tidal< memenuhi kuorum, calon tunggal tidal< terpilih,calon favorit tidak Iulus ujian tulis, calon tersangkut OT (organisasi terlarang), penghi­tungan suara dilakukan dua kali (secara terbuka dan secara tertutup), kelcbihan suarapemilih (ada pemilih tidak sah), aksi boikot (sebagianpemilih sengaja tidak memberikansuaranya). Lihat Laporan PenelitianAnalisis lsi Sural Kabar lsu Sentral Bulan Juni 1988di D.I. Yogyakarta dan Jawa Tengah: Pemilihan Kepala Desa. Balai Penelitian Pers danPendapal Umum (BP3U)Yogyakana, hal 13 dan Kompas, op.cit.

4 Menurut Kanunen, pada gelombang I terjadi 109 kasus protes, sedangkan pada gelom­bang 11 lerjadi 410 kasus (393 kasus atau 97 % terjadi di Jawa). Lihat Douglas Kammen."Pilkades: Democracy, Village Elections and Protest In Indonesia". MakaJah SeminarInternasional Dinamika Politik Lokal di Indonesia: Perubahan, Tantangan, dan Harap­an, Pcrcik-FordFoundation, Yogyakarta, 3-7 Juli 2000.

5 Ada dua paradigma dalam studi tentang hubunganantara negaradengan dcsa. Pertama,paradigma masuknya desa ke dalam negara (the entry of vii/age into state). Kedua,paradigma perluasan kekuasaan dan hegemoni negara ke dalam desa (extension ofstatepower and hegemony into the Village). Lihat Hirsch (1989).

• Tujuan pemerintah mengeluarkanUUNo. 5/I979 ialah menggerakkan masyarakaldesamenjadi dinamisdan berpartisipasidaiam gerak pembangunan.Lihat Isbodroini S (19%).

7 Lihat HUsken (1982).

8 Titik kritis dalam prosedur Pilkades adalah pada proses penyaringan yang dilakukan.oleh pejabatkabupaten, Pada tahap penyaringandi tingkat kabupaten, kriteria penentuanlulus atau tidak daiam ujian awal tidak begitu jelas. Sulit diketahui apakah yang Iulusujian itu memang dinilai memiliki kemampuanyang diperlukan dalam jabatan itu. Olehkarena ini, tidak heran jika banyak calon berusaha melakukan berbagai cara untukmendapat vrestu" daripejabatkabupaten. Lihat M. Mas'oed, 1994,127-128.

DINAMIKA Pedesaan dan Kawasan Vol. 2/0212002 89

http://contoh.in

Page 17: PROTES PILKADES: PERLAWANAN RAKYAT …contoh.in/wp-content/plugins/download-monitor/download.php?id=P... · juga memicu terjadinya protes ... diharapkan oleh pemerintah Orba, yang

, Kebijakan pembangunan masyarakat desa (PMD) adalah sebuah produk kebijakarpublik. Kebijakan publik adalah bagian dari mekanisme yang digunakan oleh pemerintaluntuk menyelesaikan persoalan politik. Pada umumnya kebijakan publik dimanfaatkaroleh pemerintah sebagai sarana untuk mencapai tujuan polilik paling dasar, yainmempertahankan kekuasaan. Hal itu dilakukan dengan cara memobilisasi pendukung darmelemahkan penentang politiknya. Kebijakan yang tampak sangat teknis, seperti pro.gram penanggulangan kemiskinan, juga tidak lepas dari upaya pencapaian tujuan politikitu. Lihat M. Mas'oed, ibid. Penyelenggaraan Pilkades adalah bagian dari kebijakarPMD. Karena Pilkades diadakan alas dasar UU No. 5/1979 yang merupakan salah sanproduk kebijakan publik yang dikeluarkan oleh pemerintah.

10 Lihat Hirsch, op.cil.

II Birokratisasi pernerintahan desa berarti mendudukkan pemerintahan desa sebagaiperpanjangan tangan negara, UU No. 5/1979 dan Kepmendagri No. 27/1984 (tentangSusunan Organisasi dan Tata KeIja LKMD) telah mengubah mekanisme pemerintahandesa. Undang-undang itu yang direncanakan dapat mendinamiskan masyarakat dalarrmemacu pertumbuhan ekonomi yang pada gilirannya akan meningkatkan taraf hidupmasyarakat pedesaan, lelah menggeser mekanisme pemerintahan desa yang telah merekawarisi dari generasi ke generasi. Melalui LMD, LKMD serta organisasi lainnya sepertiKarang Taruna atau PKK, desa sekarang berwajah etatis, birokratis dan sangat dependen.Dapat dikatakan desa telah kehilangan sifatnya yang populis ataupun demokratis. Lilia I

Isbonoini S, op.cit.

12 Kecenderungan ini tampaknya memang "diinginkan" oleh negara, Pasal 3 sarnpaidengan pasal 20 UU No. 5/1979 mengukuhkan watak otoritarianisme danoutward orien­ted dari kepala desa. Pasal-pasal itu mendudukkan desa merupakan bagian yang lekatdengan pemerintah di atasnya. UU No. 511979 dan Kepmendagri No. 2711984 telahmenobatkan kepala kepala desa sebagai "penguasa tunggal", karena kepala desa rneme­gang kekuasaan baik eksekutif maupun legislatif. Dari segi pertanggungjawaban punundang-undang itu telah "rnerusak" desa, yakni desa tidak lagi mempunyai kekuasaanyang otonom karena kepala desa bukan bertanggungjawab kepada rakyatnya tetapi kepa­da instansi di atasnya yaitu kepada BupatiIWalikotamadya Kepala Daerah Tingkat II.Setelah itu kepala desa hanya menyampaikan keterangan pertanggungjawabannya kepadaLMD. Kepala desa juga bukan dicopot oleh rakyat yang memilihnya tetapi oleh Bupa­tilWalikotamadya Kepala Daerah Tingkat II alas nama Gubemur Kepala Daerah Tingkat I.Jelas bahwa UU No. 5/1979 telah mengubah pola mekanisme kepemimpinan danstrukturkekuasaan desa. Lihat Isbonoini S, ibid.

13 Menurut pendapat penulis, perubahan kriteria penilaian prestasi dan keabsahan kepaladesa ini menunjukkan penurunan derajat atau kualitas figur kepala desa, dari seorang"perencana atau pemikir" menjadi sekedar seorang "pelaksana lapangan". Pergeseran ituterjadi seiring dengan diambilnya kekuasaan-kekuasaan adat desa untuk rnengelola ber-

90 DINAMIKA Pedesaan dan Kawasan Vol. 210212002

http://contoh.in

Page 18: PROTES PILKADES: PERLAWANAN RAKYAT …contoh.in/wp-content/plugins/download-monitor/download.php?id=P... · juga memicu terjadinya protes ... diharapkan oleh pemerintah Orba, yang

bagai sumberdaya lokal untuk diserahkan kepada pernerintah di atasnya. Sebelum UUNo. 5/19791ahir, desa telah kehilangan sebagian besar sumber penghasilannya, seperti:kekuasaan atas tanah yang didasarkan atas hak ulayat, kekuasaan untuk menggali pasirdan kerikil dari dasar kali atau danau, kekuasaan atas butan desa, kekuasaan atas pasardesa dan sumber-sumber lain yang menurut adat ada pada desa. Lihat Selo Soemardjan,"Potensi Desa Untuk Membangun", dalam Parsudi Suparlan (ed.), 1994, 94-95.

\4 Topik ini mendapat inspirasi antara lain dari tulisan Dedy Kristanto (2000, 2001)

is Teori hegemoni Gramsei termasuk dalam teori strukturalis semi-otonom (SSo). TeoriSSo memandang negara sebagai lembaga politik yang bersifat semi-otonom. Teori inimemfokuskan pada soal bagaimana negara berperan menghadapi konflik berbagai kelasdan kelompok dalam masyarakat. Negara lebih berperan sebagai penengah konflik antaraberbagai kelas dan kelompok dalam masyarakat. Ditinjau dari teori ini, pembangunanyang dilakukan oleh pemerintah negara-negara dunia ketiga adalah upaya menggalangsumberdaya untuk menengahi konflik yang teIjadi di antara kelas dan kelompok yangada; terutama di antara kapital asing, kapital domestik dankelompok-kelompok miskin.Lihat Lambang T (1994).

is Gramsei berpendapat bahwa keunggulan sebuah kelompok sosial dapat dicapai melaluidna eara yaitu: "dominasi" atau pemaksaan kehendak, dan "kepemimpinan intelektualdan moral". Supremasi dalam bentuk kedua itulah yang dimaksud Gramsci sebagaihegemoni. Grarnsci menyadari bahwa pada kenyataannya dalam masyarakat selalu adayang memerintah dan yang diperintah. Yang menjadi masalah adalah bagaimana caranyaagar penguasa dapat memerintah dengan efektif, yaitu menearijalan yang meminimalkanperlawanan dan menciptakan ketaatan spontan di pihak yang diperintah. Pendek kala,bagaimana caranya menciptakan hegemoni, Lihat A. Irwan (1995).

17 Dalam kasus di Yoruba, Nigeria, praktik hegemoni ditandai oleh adanya penyiasatanterhadap kekuatan masyarakat loka! (manipulasi sumberdaya) dan "indoktrinasi" ideologiyang dilakukan oleh aparat adrninistrasi kolonial. Dengan menggunakan model kontrolhegemonik, pemerintah kolonial Inggris berhasil memanfaatkan elit lokal Yoruba yangmemiliki legitimasi kuat untuk mengembangkan suatu masyarakat yang terstruktur dalampelapisan keagamaan yang bersifat non-politis. Dengan melakukan kooptasi terhadap clitlokal yang legitimate ini, pemerintah kolonial Inggris berhasil mengontrol/rnempolitisasimasyarakat Yoruba yang berbeda agama dan membangun konsensus. Lihat Laitin (1987).

DINAMIKA Pedesaan dan Kawasan Vol. 2/0212002 91

http://contoh.in


Top Related