Download - Presus Kolesistitis
PRESENTASI KASUSPROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA
Kolesistitis
Pendamping :
dr. Debby Lestary Mintjelungan
Disusun oleh :
dr.Leony Anatasia Maranatha
RUMKIT TK.III R.W. MONGINSIDI
MANADO, SULAWESI UTARA
2015
PRESENTASI KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. HM
Usia : 25 tahun
Jenis Kelamin : Pria
Alamat : Mapanget Barat Lingk.V
Agama : Protestan
Pekerjaan : Swasta
Tanggal Diperiksa : 06 Juli 2015
II. ANAMNESIS
Autoanamnesis dan Alloanamnesis
KELUHAN UTAMA
Pasien mengeluh nyeri perut di daerah bagian kanan atas ± 3 jam SMRS
KELUHAN TAMBAHAN
Pasien mengeluh badan terasa lemah dan mual muntah.
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
± 3 jam SMRS yang lalu pasien merasakan nyeri pada perut kanan atas. Nyeri
menjalar ke bahu sampai tembus ke belakang . Nyeri ini timbul secara mendadak dan
menetap kurang lebih 3 jam SMRS, tidak dipengaruhi oleh makanan khususnya
berlemak. Ada nyeri ulu hati (+),mual (+), muntah(+), frekuensi 10x isi cairan dan
sisa makanan. Ada demam (+) dan menggigil (+) nafsu makan menurun (+) sejak
sakit, Tidak ada batuk (-), sesak (-), nyeri dada (-). Pasien belum mendapatkan
pengobatan. BAK sehari 4-5 kali sehari, berwarna seperti kuning jernih, tidak nyeri,
tidak ada darah. BAB biasa, warna coklat, konsistensi lunak. Riwayat pernah
mengalami penyakit ini sebelumnya (-) . Riwayat penyakit hati, ginjal, jantung, dan
penggunaan jarum suntik disangkal. Riwayat sakit kuning, BAK seperti air teh,
gastritis disangkal OS. Pasien tidak memiliki riwayat penyakit Hipertensi dan DM.
Riwayat keluarga memiliki penyakit seperti ini (-). Tidak ada kebiasaan pola makan
tidak teratur.
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Riwayat penyakit kuning disangkal
Riwayat Hipertensi disangkal
Riwayat DM disangkal
Riwayat Penyakit Jantung disangkal
Riwayat Asma disangkal
RIWAYAT KELUARGA
Riwayat Hipertensi disangkal
Riwayat DM disangkal
Riwayat Penyakit Jantung disangkal
Riwayat Asma disangkal
Riwayat penyakit ginjal, liver, dan empedu disangkal
KEBIASAAN
Riwayat konsumsi alkohol dan rokok disangkal
III. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis; GCS 15 (E=4;M=6;V=5)
Tanda – tanda vital :
TD = 140/100 mmHg
Nadi = 64 x/menit
Laju nafas = 20 x/menit
Suhu = 37,8o C
Berat badan = 60 kg
BMI = Kesan normal
Kepala : normocephali, tidak ada deformitas
Mata : konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik +/+, sekret -/-
pupil isokor 3mm/ 3mm
Telinga : membran timpani intak , sekret -/-, serumen -/-
Hidung : mukosa tidak edema, septum nasi ditengah, sekret -/-, pernafasan cuping
hidung -/-
Mulut : higiene oral cukup, sianosis – , anemis -
Leher : kelenjar getah bening tak teraba
: JVP = 5 - 2 cmH20
Thorax: gynecomastia (-), spider angioma (-)
Paru
Inspeksi : bentuk dada normal, simetris kanan = kiri pada pergerakan napas
statis dan dinamis, retraksi subkostal -
Palpasi : fremitus kanan = kiri
Perkusi : Sonor
Auskultasi : suara nafas vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba 1 jari di ICS 5 linea midklavikula sinistra
Perkusi : batas atas : ICS II sinistra linea parasternalis sinistra
batas kanan : ICS V linea sternalis dextra
batas kiri : ICS V linea axilla anterior
Auskultasi: irama reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Datar, caput medusa (-), spider angioma (-), rash (-), massa (-), striae (-),
luka operasi (-)
Palpasi : Supel, nyeri tekan (+) pada region epigastrik, Murphy sign (+) Nyeri
tekan regio hipokondrium dextra (+). hepar tidak teraba, lien tidak teraba
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+)
Punggung
Inspeksi : Alignment vertebra baik
Palpasi : Gerakan nafas simetris kanan dan kiri, Nyeri ketok CVA -/-
Perkusi : Sonor
Auskultasi : vesikuler +/+, ronkhi -/- wheezing -/-
Kulit : Turgor kulit baik, ruam (-)
Ekstremitas : Akral hangat, capilary refill time < 2 detik, palmar eritem
dextra et sinistra (-), edema (-), digital clubbing (-)
Anus : Tidak diperiksa
Genitalia : Tidak diperiksa
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
LABORATORIUM Tgl 06 juli 2015
Darah Rutin Hasil Urinalisis Hasil
RBC 5.9 Glukosa -
WBC 9.7 Bilirubin +3
HB 16.3 Keton +1
HCT 50 Berat Jenis 1025
Thrombosit 251 PH 7
Protein 30
Urobilinogen 2.0
Nitrit -
Eritrosit +
Leukosit -
V. RESUME
Anamnesis
Pasien laki-laki, 25 tahun datang dengan keluhan nyeri di perut kanan atas ± 3
jam SMRS. Nyeri menjalar ke bahu sampai tembus ke belakang . Nyeri ini timbul
secara mendadak dan menetap kurang lebih 3 jam SMRS, tidak dipengaruhi oleh
makanan Ada nyeri ulu hati (+), mual (+), muntah(+), frekuensi 10x isi cairan dan sisa
makanan. Ada demam (+) dan menggigil (+) nafsu makan menurun (+) sejak sakit.
Riwayat penyakit hati, ginjal, jantung, dan penggunaan jarum suntik disangkal. Pasien
tidak memiliki riwayat penyakit Hipertensi dan DM. Riwayat keluarga memiliki
penyakit seperti ini (-).
Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang Kesadaran : CM (GCS 15)
TD= 140/100 mmHg N= 64 x/menit RR= 20 x/menit Suhu = 37,8o C
sklera ikterik +/+
Abdomen: Nyeri Tekan Epigastrium (+) Murphy sign (+) Nyeri tekan regio
hipokondrium dextra (+)
Pemeriksaan Penunjang
Darah rutin
RBC = 5.9
WBC = 9.7
HB = 16.3
HCT = 50
Thrombosit = 251
Urinalisa
Bilirubin = +3
Keton = +1
Protein= 30
Urobilinogen = 2.0
Eritrosit = +
VI. DIAGNOSIS KERJA
• Kolik Abdomen suspek Kolesistitis Akut
VII. SARAN PEMERIKSAAN
• Pemeriksaan Kimia Darah Standar (SGOT, SGPT, Bilirubin total, bilirubin
direk, bilirubin indirek, Ureum dan kreatinin serum, Asam urat)
• Elektrolit (Na,K,Cl)
• HbsAg, Anti HAV, Anti HCV, DDR
• Foto Polos Abdomen
• USG Abdomen
VIII. TATALAKSANA
• IVFD NaCl 0.9% 20 tpm -Sistenol 3x1 PO
• Pantoprazole 1x40mg IV
• Ondancentron 3x4mg IV (kalo perlu)
• Ketorolak 3x1 IV (kalo perlu)
IX. PROGNOSIS
Quo ad Vitam : Bonam
Quo ad Functionam : Bonam
Quo ad Sanationam : Bonam
Follow Up 1 (Tanggal 07 Juli 2015 )
S : Nyeri perut kanan atas (-) , muntah (+) 2x isi cairan dan makanan
O :
- TTV : TD : 130/80 mmHg
Nadi : 68 x / menit
RR : 18 x / menit
Suhu : 37.20 C
- Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Mata : conjunctiva anemis (-/- ) sklera ikterik (+/+)
Abdomen: Bising usus (+), nyeri tekan regio epigastrium (+)
murphy sign (-) nyeri tekan hipokondrium dextra (+)
Ekstremitas : akral hangat, edema -, capillary refill < 2 detik
- Pemeriksaan Penunjang
Hasil
Ureum 15 Creatinin 0.90
Asam Urat 4.4
SGOT 40
SGPT 42Bilirubin Total 5.4Bilirubin Direk 3
Bilirubin Indirek 2.4Natrium 136Kalium 4.2Chlorida 100
USG Abdomen:
Hepar, pancreas, lien, ginjal kanan dan kiri : tidak ada kelainan
Kantong empedu: bentuk dan ukuran membesar, dinding menebal, batu (-)
Kesan: Kolesistitis
A : Kolesistitis Akut
P : IVFD NaCl 0.9% 20 tpm
Pantoprazole 1x40mg IV
Ondancentron 3x4mg IV (kalo perlu)
Sistenol 3x1 (kalo perlu)
Curcuma tab 3x1 PO
Follow Up 2 (Tanggal 08 Juli 2015 )
S : nyeri perut kanan atas (-) , muntah (-)
O :
- TTV : TD : 120/80 mmHg
Nadi : 72 x / menit
RR : 20 x / menit
Suhu : 36,80 C
- Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Mata : conjunctiva anemis (-/-) sklera ikterik (+/+)
Abdomen: Bising usus (+), nyeri tekan regio epigastrium (+)
murphy sign (-) nyeri tekan hipokondrium dextra (-)
Ekstremitas : akral hangat, edema -, capillary refill < 2 detik
A : Kolesistitis Akut
P : lansoprazol 2x30mg PO
Curcuma tab 3x1 PO
Ciprofloxacin 2x500mg PO
Metronidazole 3x500mg PO
Rawat jalan
KAJIAN KASUS
1. Kolesistitis
Ditegakkan melalui : Anamnesis :
Pasien laki-laki, 25 tahun
± 3 hari SMRS nyeri di perut kanan atas. Nyeri menjalar ke bahu sampai
tembus ke belakang .
Ada nyeri ulu hati (+),mual (+), muntah(+), frekuensi 10x isi cairan dan sisa
makanan.
Ada demam (+) dan menggigil (+) nafsu makan menurun (+) sejak sakit.
Riwayat pernah mengalami penyakit ini sebelumnya(-).
Riwayat penyakit hati, ginjal, jantung, dan penggunaan jarum suntik
disangkal.
Pasien tidak memiliki riwayat penyakit Hipertensi dan DM.
Riwayat keluarga memiliki penyakit seperti ini (-).
Pemeriksaan fisik
Suhu 37.8oC , Sklera Ikterik (+/+)
Pemeriksaan Abdomen: Nyeri tekan epigastrium + Murphy sign (+) nyeri tekan
hipokondrium dextra (+)
Pemeriksaan penunjang
Darah
RutinHasil Urinalisis Hasil
WBC 9.7 Bilirubin +3 Ureum 15
HB 16.3 Keton +1 Creatinin 0.90
Thrombosit 251 Protein 30 Asam Urat 4.4
Urobilinogen 2.0 SGOT 40
Eritrosit + SGPT 42
Bilirubin Total 5.4
Bilirubin Direk 3Bilirubin Indirek 2.4
Natrium 136Kalium 4.2
Chlorida 100
USG Abdomen: Kesan Kolesistitis
Saran pemeriksaan penunjang
• HbsAg, Anti HAV, Anti HBV, Anti HCV
Penatalaksanaan
Terapi medikamentosa
• IVFD NaCl 0.9% 20 tpm
• Pantoprazole 1x40mg IV
• Ondancentron 3x4mg IV (kalo perlu)
• Ketorolak 3x1 IV (kalo perlu)
• Curcuma 3x1 PO
• Sistenol 3x1 PO
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Kolesistitis adalah radang dinding kandung empedu yang disertai keluhan nyeri
perut kanan atas, nyeri tekan dan demam. Berdasarkan etiologinya, kolesistitis dapat
dibagi menjadi:
1. Kolesistitis kalkulus, yaitu kolesistitis yang disebabkan batu kandung
empedu yang berada di duktus sistikus.
2. Kolesistitis akalkulus, yaitu kolesistitis tanpa adanya batu empedu.1
Berdasarkan onsetnya, kolesistitis dibagi menjadi kolesistitis akut dan
kolesistitis kronik. Pembagian ini juga berhubungan dengan gejala yang timbul pada
kolesistitis akut dan kronik. Pada kolesistitis akut, terjadi inflamasi akut pada kandung
empedu dengan gejala yang lebih nyata seperti nyeri perut kanan atas, nyeri tekan dan
demam. Sedangkan, kolesistitis kronik merupakan inflamasi pada kandung empedu
yang timbul secara perlahan-lahan dan sangat erat hubungannya dengan litiasis dan
gejala yang ditimbulkan sangat minimal dan tidak menonjol.1
2.2 Patogenesis
Faktor yang mempengaruhi timbulnya serangan kolesistitis akut adalah stasis
cairan empedu, infeksi kuman, dan iskemia dinding kandung empedu. Penyebab
utama kolesistitis akut adalah batu kandung empedu (90%) yang terletak di duktus
sistikus yang menyebabkan stasis cairan empedu, sedangkan sebagian kecil kasus
kolesititis (10%) timbul tanpa adanya batu empedu. Kolesistitis kalkulus akut
disebabkan oleh obstruksi duktus sistikus oleh batu empedu yang menyebabkan
distensi kandung empedu. Akibatnya aliran darah dan drainase limfatik menurun dan
menyebabkan iskemia mukosa dan nekrosis. Diperkirakan banyak faktor yang
berpengaruh seperti kepekatan cairan empedu, kolesterol, lisolesitin, dan
prostaglandin yang merusak lapisan mukosa dinding kandung empedu diikuti oleh
reaksi inflamasi dan supurasi.1,2
Faktor predisposisi terbentuknya batu empedu adalah perubahan susunan
empedu, stasis empedu, dan infeksi kandung empedu. Perubahan susunan empedu
mungkin merupakan faktor terpenting pada pembentukan batu empedu. Sejumlah
penelitian menunjukkan bahwa hati penderita batu kolesterol mensekresi empedu
yang sangat jenuh dengan kolesterol. Kolesterol yang berlebihan ini mengendap
dalam kandung empedu dengan cara yang belum dimengerti sepenuhnya. Stasis
empedu dapat mengakibatkan supersaturasi progresif, perubahan susunan kimia dan
pengendapan unsur tersebut. Gangguan kontraksi kandung empedu atau spasme
sfingter Oddi atau keduanya dapat menyebabkan stasis. Faktor hormonal terutama
pada kehamilan dapat dikaitkan dengan pengosongan kandung empedu yang lebih
lambat. Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat berperan sebagian dalam
pembentukan batu, melalui peningkatan deskuamasi sel dan pembentukan mukus.
Akan tetapi, infeksi mungkin lebih sering sebagai akibat adanya batu empedu
daripada menjadi penyebab terbentuknya batu empedu.4
Meskipun mekanisme terjadinya kolesistitis akalkulus belum jelas, beberapa
teori telah diajukan untuk menjelaskan mekanisme terjadinya penyakit ini. Penyebab
utama penyakit ini dipikirkan akibat stasis empedu dan peningkatan litogenisitas
empedu. Pasien-pasien dalam kondisi kritis lebih mungkin terkena kolesistitis karena
meningkatnya viskositas empedu akibat demam dan dehidrasi dan akibat tidak
adanya pemberian makan per oral dalam jangka waktu lama sehingga menghasilkan
penurunan atau tidak adanya rangsangan kolesistokinin untuk kontraksi kandung
empedu. Selain itu, kerusakan pada kandung empedu mungkin merupakan hasil dari
tertahannya empedu pekat, suatu senyawa yang sangat berbahaya. Pada pasien dengan
puasa yang berkepanjangan, kandung empedu tidak pernah mendapatkan stimulus
dari kolesistokinin yang berfungsi merangsang pengosongan kandung empedu,
sehingga empedu pekat tersebut tertahan di lumen. Iskemia dinding kandung empedu
yang terjadi akibat lambatnya aliran empedu pada demam, dehidrasi, atau gagal
jantung juga berperan dalam patogenesis kolesistitis akalkulus.5
Penelitian yang dilakukan oleh Cullen et al memperlihatkan kemampuan
endotoksin dalam menyebabkan nekrosis, perdarahan, penimbunan fibrin yang luas,
dan hilangnya mukosa secara ekstensif, sesuai dengan iskemia akut yang menyertai.
Endotoksin juga menghilangkan respons kontraktilitas terhadap kolesistokinin (CCK)
sehingga menyebabkan stasis kandung empedu.5
2.3 Diagnosis
Pasien kolesistitis akut memiliki riwayat nyeri hebat pada abdomen bagian atas
yang bertahan dalam beberapa jam hingga akhirnya mereka mencari pertolongan ke
unit gawat darurat lokal. Secara umum, pasien kolesistitis akut juga sering merasa
mual dan muntah serta pasien melaporkan adanya demam. Tanda-tanda iritasi
peritoneal juga dapat muncul, dan pada beberapa pasien menjalar hingga ke bahu
kanan atau skapula. Kadang-kadang nyeri bermula dari regio epigastrium dan
kemudian terlokalisir di kuadran kanan atas (RUQ). Meskipun nyeri awal
dideskripsikan sebagai nyeri kolik, nyeri ini kemudian akan menetap pada semua
kasus kolesistitis. Pada kolesistitis akalkulus, riwayat penyakit yang didapatkan sangat
terbatas. Seringkali, banyak pasien sangat kesakitan (kemungkinan akibat ventilasi
mekanik) dan tidak bisa menceritakan riwayat atau gejala yang muncul.6,7
Gambar 2.1 Algoritma diagnosis kolesistitis8
Pada pemeriksaan fisik, biasanya ditemukan nyeri tekan di kuadran kanan atas
abdomen, dan seringkali teraba massa atau teraba penuh. Palpasi kuadran kanan atas
saat inspirasi seringkali menyebabkan rasa tidak nyaman yang berat yang
menyebabkan pasien berhenti menghirup napas, hal ini disebut sebagai tanda Murphy
positif. Terdapat tanda-tanda peritonitis lokal dan demam.6,7
Dari pemeriksaan laboratorium pada pasien akut kolesistitis, dapat ditemukan
leukositosis dan peningkatan kadar C-reactive protein (CRP). Pada 15% pasien,
ditemukan peningkatan ringan dari kadar aspartate aminotransferase (AST), alanine
aminotransferase (ALT), alkali fosfatase (AP) dan bilirubin jika batu tidak berada di
duktus biliaris. Alkali fosfatasi digunakan untuk evaluasi bukti obstruksi duktus
umum, tes amilasi/lipase dapat evaluasi adanya pankreatitis. Urinalisis dapat
menyingkirkan pielonefritis dan batu ginjal.2,6,7
Pemeriksaan pencitraan untuk kolesistitis diantaranya adalah ultrasonografi
(USG), computed tomography scanning (CT-scan) dan skintigrafi saluran empedu.
Pada USG, dapat ditemukan adanya batu, penebalan dinding kandung empedu,
adanya cairan di perikolesistik, dan tanda Murphy positif saat kontak antara probe
USG dengan abdomen kuadran kanan atas. Nilai kepekaan dan ketepatan USG
mencapai 90-95%.1,7
Gambar 2.2 Pemeriksaan USG pada kolesistitis9
Pemeriksaan CT scan abdomen kurang sensitif dan mahal, tapi mampu
memperlihatkan adanya abses perikolesisitik yang masih kecil yang mungkin tidak
terlihat dengan pemeriksaan USG. Skintigrafi saluran empedu mempergunakan zat
radioaktif HIDA atau 99m Tc6 Iminodiacetic acid mempunyai kepekaan dan
ketepatan yang lebih rendah daripada USG dan juga lebih rumit untuk dikerjakan.
Terlihatnya gambaran duktus koledokus tanpa adanya gambaran kandung empedu
pada pemeriksaan kolesistografi oral atau skintigrafi sangat menyokong kolesistitis
akut.1,3
Gambar 2.3 Koleskintigram normal9
Gambar 2.4 Gambaran 99mTc-HIDA scan yang memperlihatkan tidak adanya
pengisian kandung empedu akibat obstruksi duktus sitikus9
Berdasarkan Tokyo Guidelines (2007), kriteria diagnosis untuk kolesistitis
adalah:10
Gejala dan tanda lokal
o Tanda Murphy
o Nyeri atau nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen
o Massa di kuadran kanan atas abdomen
Gejala dan tanda sistemik
o Demam
o Leukositosis
o Peningkatan kadar CRP
Pemeriksaan pencitraan
o Temuan yang sesuai pada pemeriksaan USG atau skintigrafi
Diagnosis kolesistitis jika 1 tanda lokal, disertai 1 tanda sistemik dan hasil USG atau
skintigrafi yang mendukung.10
2.4 Diagnosis Banding
Diagnosis banding untuk kolesistitis diantaranya adalah:
Aneurisma aorta abdominal
Iskemia messenterium akut
Apendisitis
Kolik bilier
Kolangiokarsinoma
Kolangitis
Koledokolitiasis
Kolelitiasis
Mukokel kandung empedu
Ulkus gaster
Gastritis akut
Pielonefritis akut3
2.5 Komplikasi
Komplikasi yamg dapat terjadi pada pasien kolesistitis:
Empiema, terjadi akibat proliferasi bakteri pada kandung empedu yang
tersumbat. Pasien dengan empiema mungkin menunjukkan reaksi toksin dan
ditandai dengan lebih tingginya demam dan leukositosis. Adanya empiema
kadang harus mengubah metode pembedahan dari secara laparoskopik
menjadi kolesistektomi terbuka.
Ileus batu kandung empedu, jarang terjadi, namun dapat terjadi pada batu
berukuran besar yang keluar dari kandung empedu dan menyumbat di ileum
terminal atau di duodenum dan atau di pilorus.
Kolesistitis emfisematous, terjadi ± pada 1% kasus dan ditandai dengan
adanya udara di dinding kandung empedu akibat invasi organisme penghasil
gas seperti Escherichia coli, Clostridia perfringens, dan Klebsiella sp.
Komplikasi ini lebih sering terjadi pada pasien dengan diabetes, lebih sering
pada laki-laki, dan pada kolesistitis akalkulus (28%). Karena tingginya
insidensi terbentuknya gangren dan perforasi, diperlukan kolesitektomi
darurat. Perforasi dapat terjadi pada lebih dari 15% pasien.
Komplikasi lain diantaranya sepsis dan pankreatitis. 3
2.6 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan kolesistitis bergantung pada keparahan penyakitnya dan ada
tidaknya komplikasi. Kolesistitis tanpa komplikasi seringkali dapat diterapi rawat
jalan, sedangkan pada pasien dengan komplikasi membutuhkan tatalaksana
pembedahan. Antibiotik dapat diberikan untuk mengendalikan infeksi. Untuk
kolesistitis akut, terapi awal yang diberikan meliputi mengistirahatkan usus, diet
rendah lemak, pemberian hidrasi secara intravena, koreksi abnormalitas elektrolit,
pemberian analgesik, dan antibiotik intravena. Untuk kolesistitis akut yang ringan,
cukup diberikan terapi antibiotik tunggal spektrum luas. Pilihan terapi yang dapat
diberikan:3
Rekomendasi dari Sanford guide: piperasilin, ampisilin, meropenem. Pada
kasus berat yang mengancam nyawa direkomendasikan imipenem/cilastatin.
Regimen alternatif termasuk sefalosporin generasi ketiga ditambah dengan
metronidazol.
Pasien yang muntah dapat diberikan antiemetik dan nasogastric suction.
Stimulasi kontraksi kandung empedu dengan pemberian kolesistokinin
intravena.3
Tatalaksana kolesistits menurut Tokyo Guidelines 2013:
Terapi antibiotik menurut Tokyo Guidelines 2013:10
1. Penisilin : ampisilin/sulbaktam dengan aminoglikosida
2. Sephalosporin : cefazolin or cofotiam or cefuroxime or ceftriaxone or
cefotaxime ± metronidazole
Cefimetazole, cefoxitia, flomoxef, cefoperazone or sulbactam
3. Carbapenem : ertapenem
4. Fluoroquinolone : ciprofloxacin or levofloxacin or pazufloxacin ±
metronidazole
moxifloxacin
Pasien kolesistitis tanpa komplikasi dapat diberikan terapi dengan rawat jalan dengan
syarat:
1. Tidak demam dan tanda vital stabil
2. Tidak ada tanda adanya obstruksi dari hasil pemeriksaan laboratorium.
3. Tidak ada tanda obstruksi duktus biliaris dari USG.
4. Tidak ada kelainan medis penyerta, usia tua, kehamilan atau kondisi
imunokompromis.
5. Analgesik yang diberikan harus adekuat.
6. Pasien memiliki akses transpotasi dan mudah mendapatkan fasilitas medik.
7. Pasien harus kembali lagi untuk follow up.3
Gambar 2.5 Algoritma penatalaksanaan kolesistitis akut8
Terapi yang diberikan untuk pasien rawat jalan:
Antibiotik profilaksis, seperti levofloxacin dan metronidazol.
Antiemetik, seperti prometazin atau proklorperazin, untuk
mengkontrol mual dan mencegah gangguan cairan dan elektrolit.
Analgesik seperti asetaminofen/oxycodone.3
Terapi pembedahan yang diberikan jika dibutuhkan adalah kolesistektomi.
Kolesistektomi laparoskopik adalah standar untuk terapi pembedahan kolesistitis.
Penelitian menunjukkan semakin cepat dilakukan kolesistektomi laparoskopik, waktu
perawatan di rumah sakit semakin berkurang.
Kontraindikasi untuk tindakan kolesistektomi laparoskopik meliputi:
Resiko tinggi untuk anestesi umum
Obesitas
Adanya tanda-tanda perforasi kandung empedu seperti abses,
peritonitis, atau fistula
Batu empedu yang besar atau kemungkinan adanya keganasan.
Penyakit hati stadium akhir dengan hipertensi portal dan koagulopati
yang berat.3
Pada pasien dengan resiko tinggi untuk dilakukan pembedahan, drainase
perkutaneus dengan menempatkan selang (tube) drainase kolesistostomi transhepatik
dengan bantuan ultrasonografi dan memasukkan antibiotik ke kandung empedu
melalui selang tersebut dapat menjadi suatu terapi yang definitif. Hasil penelitian
menunjukkan pasien kolesistitis akalkulus cukup diterapi dengan drainase
perkutaneus ini.3
Selain itu, dapat juga dilakukan terapi dengan metode endoskopi. Metode
endoskopi dapat berfungsi untuk diagnosis dan terapi. Pemeriksaan endoscopic
retrograde cholangiopancreatography dapat memperlihatkan anatomi kandung
empedu secara jelas dan sekaligus terapi dengan mengeluarkan batu dari duktus
biliaris. Endoscopic ultrasound-guided transmural cholecystostomy adalah metode
yang aman dan cukup baik dalam terapi pasien kolesistitis akut yang memiliki resiko
tinggi pembedahan. Pada penelitian tentang endoscopic gallbladder drainage yang
dilakukan oleh Mutignani et al, pada 35 pasien kolesistitis akut, menunjukkan
keberhasilan terapi ini secara teknis pada 29 pasien dan secara klinis setelah 3 hari
pada 24 pasien.3
2.7 Prognosis
Penyembuhan spontan didapatkan pada 85% kasus, sekalipun kandung
empedu menjadi tebal, fibrotik, penuh dengan batu dan tidak berfungsi lagi. Tidak
jarang menjadi kolesistitis rekuren. Kadang-kadang kolesistitis akut berkembang
menjadi gangren, empiema dan perforasi kandung empedu, fistel, abses hati atau
peritonitis umum secara cepat. Hal ini dapat dicegah dengan pemberian antibiotik
yang adekuat pada awal serangan. Tindakan bedah akut pada pasien usia tua (>75
tahun) mempunyai prognosis yang jelek di samping kemungkinan banyak timbul
komplikasi pasca bedah.1
DAFTAR PUSTAKA
1. Pridady. Kolesistitis. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata
M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid I. Edisi keempat. Jakarta:
Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2006. Hal 477-478.
2. Steel PAD, Sharma R, Brenner BE, Meim SM. Cholecystitis and Biliary Colic
in Emergency Medicine. [Diakses pada: 1 Juni 2011]. Diunduh dari:
http://emedicine.medscape.com/article/1950020-overview.
3. Bloom AA, Amin Z, Anand BS. Cholecystitis. [Diakses pada: 1 Juni 2011].
Diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/171886-overview.
4. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit
vol 1. Edisi keempat. Jakarta: EGC, 1994.
5. Shojamanesh H, Roy PK, Patti MG. Acalculous Cholecystitis. [Diakses pada:
1 Juni 2011]. http://emedicine.medscape.com/article/187645-overview.
6. Takada T, Kawarada Y, Nimura Y, Yoshida M, Mayumi T, Sekimoto M et al.
Background: Tokyo guidelines for the management of acute cholangitis and
cholecystitis. J Hepatobiliary Pancreat Surgery 14; 2007. p. 1-10.
7. Vogt DP. Gallbladder disease:An update on diagnosis and treatment.
Cleveland Clinic Journal of Medicine vol. 69 (12); 2002.
8. Miura F, Takada T, Kawarada Y, Nimura Y, Wada K, Hirota M, et al.
Flowchart for the diagnosis and treatment of acute cholangitis and
cholecystitis: Tokyo Guidelinex. J Hepatobiliary Pancreat Surgery 14; 2007. p.
27-34.
9. Khan AN, Karani J, Patankar TA. Acute Cholecystitis Imaging. [Diakses
pada: 1 Juni 2011]. Diunduh dari:
http://emedicine.medscape.com/article/365698-overview.
10. Strasberg SM. Acute Calculous Cholecystitis. N Engl J Med 358 (26); 2008.
11. Masahiko Hirota, etc. Diagnostic criteria and severity assessment of acute
cholecystitis: Tokyo Guidelines. From Journal of Hepato Biliary Pancreatic
Surgery. 2007. 14(1) 78-82. Diunduh dari
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2784516/