Transcript
Page 1: PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA

PENUNTUN PRAKTIKUM

KIMIA FISIKA

Oleh: Ni Luh Putu Ananda Saraswati

Program Studi Kimia, Jurusan Kimia Fakultas MIPA Undiksha 2020

Page 2: PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA

DAFTAR ISI

TATA TERTIB PRAKTIKUM KIMIA FISIKA .................................................................. 1

FORMAT LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIK .......................................................... 4

PERCOBAAN 1 PENENTUAN BERAT MOLEKUL BERDASARKAN ....................... 6

PENGUKURAN MASSA JENIS GAS .................................................. 6

PERCOBAAN 2 PENENTUAN TETAPAN KALORIMETER ...................................... 12

PERCOBAAN 3 KALOR PELARUTAN ........................................................................ 17

PERCOBAAN 4 HUKUM HESS ..................................................................................... 22

PERCOBAAN 5 KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI SUHU ........................................ 27

PERCOBAAN 6 PENENTUAN TETAPAN KESETIMBANGAN ASAM LEMAH .... 32

SECARA KONDUKTOMETRI ........................................................... 32

PERCOBAAN 7 PENENTUAN KONSTANTA DISOSIASI ASAM METIL MERAH

SECARA SPEKTROFOTOMETRI ..................................................... 38

PERCOBAAN 8 SISTEM BINER FENOLโ€“AIR ............................................................ 45

PERCOBAAN 9 SISTEM TERNER AIR-KLOROFORM-ASAM ASETAT ................ 49

PERCOBAAN 10 PENENTUAN TEGANGAN PERMUKAAN DENGAN METODE

DU-NOUY ............................................................................................ 53

PERCOBAAN 11 PENGARUH KONSENTRASI DAN SUHU TERHADAP LAJU

REAKSI ................................................................................................ 61

PERCOBAAN 12 ISOTERM ADSORPSI ......................................................................... 67

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................... 70

Page 3: PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA

Penuntun Praktikum Kimia Fisika 1

TATA TERTIB PRAKTIKUM KIMIA FISIKA

Setiap praktikan yang melakukan praktikum Kimia Fisika wajib mentaati semua

peraturan yang berlaku di Laboratorium Kimia Fisika Program Studi Kimia

Universitas Pendidikan Ganesha. Praktikan yang tidak mentaati tata tertib praktikum

ini akan dikenakan sanksi yang dapat berpengaruh pada nilai praktikum.

I. KEHADIRAN

1. Praktikan diwajibkan hadir tepat waktu di laboratorium.

2. Praktikan yang terlambat tanpa alasan yang sah dianggap absen dan tidak

diizinkan melakukan praktikum.

II. KOMPONEN PENILAIAN

1. Kinerja praktikum

2. Jurnal

3. Presentasi awal

4. Laporan

5. UTS

6. UAS

III. ALAT-ALAT GELAS, BAHAN, DAN INSTRUMEN

1. Alat-alat gelas, bahan, dan instrumen yang diperlukan dalam percobaan

dapat dipinjam dari petugas atau laboran Laboratorium Kimia Fisika.

2. Koordinator tingkat membuat daftar alat, bahan, dan instrumen yang akan

digunakan, kemudian menyerahkan daftar keperluan tersebut kepada laboran

paling lambat dua hari sebelum praktikum berlangsung

3. Daftar keperluan alat, bahan, dan instrumen harus disertai paraf dosen

pengampu mata kuliah praktikum Kimia Fisika.

IV. KEAMANAN DAN KEBERSIHAN

1. Praktikan diwajibkan menggunakan jas laboratorium putih berlengan

panjang dari bahan katun, sepatu tertutup, masker, dan kacamata goggles

selama praktikum.

2. Praktikan yang berambut panjang diwajibkan mengikat rambutnya.

Praktikan yang menggunakan kerudung wajib memasukkan kerudungnya ke

dalam jas lab.

3. Praktikan dilarang merokok di dalam laboratorium.

4. Praktikan tidak diperkenankan memakai topi dan sandal selama melakukan

Page 4: PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA

Penuntun Praktikum Kimia Fisika 2

praktikum.

5. Praktikan wajib membawa sabun cuci dan kain lap seperlunya untuk

membersihkan peralatan gelas dan memelihara kebersihan laboratorium

(meja praktikum, bak cuci).

6. Praktikan harus berhemat dengan zat-zat kimia dan aqua dm. Dilarang

mengembalikan zat kimia yang telah dipakai ke dalam botol reagen.

7. Sampah kertas dan benda-benda keras (seperti pecahan gelas) harus dibuang

ke tempat sampah yang telah disediakan.

8. Alat-alat dengan sambungan (glass joint), kran buret, tutup Erlenmeyer, dan

sebagainya. harus dicuci dan dibilas bersih dan ditinggalkan dalam keadaan

terlepas.

9. Alat-alat gelas harus dibersihkan sebelum dikembalikan kepada laboran.

V. TUGAS SEBELUM PRAKTIKUM

1. Praktikan harus menyediakan buku catatan praktikum (jurnal praktikum)

berupa buku tulis bergaris ukuran folio. Buku tersebut wajib diberi nama,

NIM, dan kelompok.

2. Jurnal praktikum harus memuat: judul, teori singkat, daftar alat dan bahan

yang digunakan, diagram alir percobaan yang akan dilakukan, rancangan

pengamatan, pengolahan data serta cara perhitungan yang akan digunakan

untuk memeroleh kesimpulan percobaan.

VI. PELAKSANAAN PRAKTIKUM

1. Sebelum praktikum dimulai, praktikan diwajibkan untuk melakukan

presentasi kelompok secara bergilir tiap minggunya terkait rancangan

praktikum yang akan dilakukan.

2. Jika suatu percobaan melibatkan penggunaan peralatan khusus, dosen

pengampu atau laboran akan menjelaskan cara penggunaan peralatan

tersebut.

3. Bila praktikan merasa ragu-ragu dalam menggunakan alat tertentu, maka

praktikan harus bertanya pada dosen pengampu atau laboran dan praktikan

dilarang mencoba-coba mengoperasikan peralatan sendirian.

VII. LAPORAN PRAKTIKUM

1. Laporan praktikum dibuat pada kertas HVS polos berukuran A-4. Laporan

dapat ditulis tangan (dengan tulisan yang rapih dan dapat dibaca) atau

diketik menggunakan komputer.

Page 5: PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA

Penuntun Praktikum Kimia Fisika 3

2. Format laporan praktikan termasuk hal-hal yang harus dicantumkan pada

sampul depannya disusun mengikuti ketentuan penulisan laporan yang telah

ditetapkan.

3. Laporan diserahkan kepada dosen pengampu praktikum seminggu setelah

percobaan dilakukan, yaitu pada awal praktikum berikutnya.

Page 6: PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA

Penuntun Praktikum Kimia Fisika 4

FORMAT LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIK

I. JUDUL PERCOBAAN

II. TUJUAN PERCOBAAN

Uraian singkat dan spesifik tentang tujuan percobaan yang dilakukan. Tujuan

percobaan yang ditulis dalam laporan bersifat kuantitatif.

III. DASAR TEORI

Ringkasan dari bahan di dalam petunjuk praktikum dan atau dari sumber lain

seperti buku teks dan jurnal ilmiah Teori yang dicantumkan berkaitan secara

relevan dengan percobaan yang dilakukan.

IV. ALAT DAN BAHAN

Sesuai dengan yang tercantum dalam petunjuk praktikum dan ditambah dengan

peralatan dan zat yang digunakan selama praktikum berlangsung.

V. CARA KERJA

Diringkas dari petunjuk praktikum dan dibuat dalam kalimat pasif. Tidak

diperkenankan ditulis dalam bentuk diagram alir.

VI. DATA PENGAMATAN

Dibuat dalam bentuk tabel, sesuai dengan pengamatan yang diperoleh.

VII. PENGOLAHAN DATA

Dilengkapi dengan cara perhitungan, disajikan lengkap dengan gambar dan

grafik sesuai dengan percobaan yang dilakukan.

VIII. PEMBAHASAN

Hasil-hasil yang diperoleh dibahas dan dibandingkan dengan yang dilaporkan

di literatur. Hindari menyalahkan alat yang dipakai.

IX. KESIMPULAN

Tuliskan kesimpulan yang dapat dirumuskan dari hasil percobaan yang

diperoleh dan dikaitkan dengan teori/literatur yang dipelajari, dan disesuaikan

dengan tujuan percobaan.

X. SARAN

Bila ada, saran berisi masukan yang dapat memperbaiki atau mengembangkan

percobaan yang dilakukan.

Page 7: PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA

Penuntun Praktikum Kimia Fisika 5

XI. DAFTAR PUSTAKA

Cantumkan bahan acuan terkait percobaan, misalnya jurnal ilmiah, buku teks,

dan sebagainya, yang lazim dirujuk sebagai daftar pustaka. Tidak

diperkenankan mencantumkan petunjuk praktikum, catatan kuliah, wikipedia,

dan lain-lain yang tidak dapat dipertanggungjawabkan keilmiahannya.

Page 8: PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA

Penuntun Praktikum Kimia Fisika 6

PERCOBAAN I

PENENTUAN BERAT MOLEKUL BERDASARKAN

PENGUKURAN MASSA JENIS GAS

I. Tujuan

1. Menentukan berat molekul senyawa CHCl3 dan senyawa unknown

berdasarkan pengukuran massa jenis gas secara eksperimen

2. Menerapkan persamaan gas ideal dalam menentukan berat molekul

senyawa CHCl3 dan zat X secara eksperimen

3. Menentukan zat X berdasarkan berat molekul hasil eksperimen

II. Dasar Teori

Gas adalah zat yang selalu dapat bercampur sempurna satu sama lain

membentuk satu fase yang homogen. Jika dicampurkan gas-gas O2, N2, dan CO2 di

dalam ruang tertutup, maka akan diperoleh suatu campuran yang homogen karena

tidak terdapat perbedaan secara fisik gas satu dengan yang lain.

Secara umum gas dapat dikelompokkan menjadi dua macam golongan, yaitu

gas ideal atau gas sempurna dan gas nyata atau sejati. Gas ideal adalah gas yang

mempunyai sifat-sifat sebagai berikut.

Melekul-molekul gas merupakan materi bermassa yang dianggap tidak

mempunyai volum.

Gaya tarik-menarik atau tolak-menolak antar molekul dianggap nol.

Tumbukan antar molekul dan antar molekul dengan dinding bejana adalah

lenting sempurna.

Memenuhi hukum-hukum gas

Sifat gas nyata menyimpang dari sifat gas ideal. Gas nyata berprilaku seperti

gas ideal jika dikondisikan pada tekanan yang relatif rendah serta suhu yang tinggi,

sehingga hukum-hukum gas dapat dipakai untuk semua macam gas pada kondisi

tersebut (Brady, 2012). Semua gas yang dikenal sehari-hari adalah termasuk gas

sejati, sedangkan gas ideal pada kenyataannya tidak pernah ada, namun sifat-sifatnya

didekati oleh gas sejati pada tekanan yang sangat rendah

Massa molekul relatif merupakan angka banding massa suatu molekul zat

terhadap massa karbon-12. Atom-atom dapat bergabung membentuk molekul dan

massa atom relatifnya tidak berubah sehingga massa molekul relatif merupakan

Page 9: PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA

Penuntun Praktikum Kimia Fisika 7

jumlah massa atom relatif dari atom-atom di dalam rumusnya. Massa atom relatif

dapat ditentukan dengan berbagai cara berdasarkan pada jenis zat, apakah zat itu

berupa gas, cairan, padatan yang menguap, atau bias juga untuk suatu zat terlarut

yang tidak menguap dan melarut dalam suatu pelarut.

Massa molekul relatif atau berat molekul (BM) senyawa volatil dapat

ditentukan dengan cara Dumas, Regnault, dan cara Victor Meyer. Berat molekul

senyawa volatil dapat ditentukan dari persamaan gas ideal Bersama-sama dengan

massa jenis gas, dengan asumsi bahwa persmaan gas ideal diikuti oleh gas nyata

pada tekana rendah. Untuk menentukan berat molekul ini maka ditimbang sejumlah

gas tertentu kemudian diuukur PV dan T-nya. Sifat-sifat gas sejati hanya dapat

dinyatakan dengan persmaan, yang lebih komplekspada tekan yang tinggi dan

temperatur yang rendah. Bila diinginkan penentuan berat molekul suatu gas secara

teliti maka hukum-hukum gas ideal dipergunakan pada tekanan yang rendah. Tetapi

akan terjadi kesukaran bila tekanan rendah maka suatu berat tertentu dari gas akan

mempunyai volume yang sangat besar. Untuk suatu berat tertentu bila tekanan

berkurang volume bertambah dan berat per liter berkurang. Dari persamaan gas ideal

diperoleh:

๐‘ƒ๐‘‰ = ๐‘›๐‘…๐‘‡ ๐‘Ž๐‘ก๐‘Ž๐‘ข ๐‘ƒ๐‘‰ =๐‘š

๐ต๐‘€ ๐‘ฅ ๐‘…๐‘‡ (1)

Persamaan (1) dapat diubah menjadi:

๐‘ƒ ๐ต๐‘€ = ๐‘š

๐‘‰ ๐‘ฅ ๐‘…๐‘‡ (2)

๐‘ƒ ๐ต๐‘€ = ๐œŒ๐‘…๐‘‡ (3)

dimana, BM adalah berat molekul, P adalah tekanan gas, V adalah volume gas, T

adalah suhu mutlak, dan R adlah konstanta gas. Agar satuan yang dipergunakan pada

persamaaan 3 sesuai, maka dipergunakan patokan bahwa volume dinyatakan dalam

liter, suhu dalam kelvin, tekanan dalam atmosfir, ๐œŒ dinyatakan dalam gram per liter

dan konstanta gas (R) adalah 0,08206 liter atm molโˆ’1Kโˆ’1.

Bila suatu zat cair yang bersifat volatile dengan titik didih lebih kecil dari

100 โ„ƒ ditempatkan dalam labu Erlenmeyer bertutup dengan yang mempunyai

lubang kecil pada bagian tutupnya, dan kemudian labu Erlenmeyer tersebut

dipanaskan sampai suhu 100 โ„ƒ, maka cairan tersebut akan menguap. Uap yang akan

dihasilakan mendorong udara yang terdapat pada labu Erlenmeyer dan keluar melalui

lubang-lubang kecil. Setelah semua udara yang keluar, pada akhirnya uap ini behenti

keluar, pada akhirnya uap ini berhenti keluar. Hal ini terjadi apabila keadaan

Page 10: PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA

Penuntun Praktikum Kimia Fisika 8

kesetimbangan dicapai, yaitu tekanan uap cairan dalam labu Erlenmeyer sama

dengan tekanan udara luar. Pada keadaan kesetimbangan ini, labu Erlenmeyer hanya

berisi uap cairan dengan tekanan sama dengan tekanan atmosfer, volume sama

dengan volume labu Erlenmeyer, dan suhu sama dengan titik didih air dalam

penangas air (kira-kira 100 โ„ƒ). Labu Erlenmeyer itu kemudian diambil dari

penangas air, didinginkan dan ditimbang sehingga massa gas yang terdapat di

dalamnya dapat diketahui. Kemudian dengan menggunakan persamaan 3, maka berat

molekul senyawa tersebut dapat diketahui.

Kloroform

Kloroform adalah nama umum untuk triklorometana (CHCl3). Kloroform

dikenal karena sering digunakan sebagai bahan pembius, meskipun kebanyakan

digunakan sebagai pelarut nonpolar di laboratorium atau industri. Wujudnya pada

suhu ruang berupa cairan, namun mudah menguap.

Pada suhu dan tekanan normal, kloroform adalah cairan yang sangat mudah

menguap, jernih, tidak berwarna, tidak mudah terbakar. Massa molar secara teoritis

sebesar 119,38 g/mol. Densitas kloroform sebesar 1,48 g/cm3 dengan titim lebur

sebesar โˆ’63,5 โ„ƒ, dan titik didih sebesar 61,2 โ„ƒ. Kelarutan dalam air 0,8 g/100 ml

pada 20โ„ƒ dengan bentuk molekul tetrahedral.

III. Alat dan Bahan

Tabel Alat

No. Nama Alat Ukuran Jumlah

1 Labu erlenmeyer 100 mL 2 buah

2 Gelas kimia 500 mL 1 buah

3 Pipet tetes - 2 buah

4 Karet gelang - 4 buah

5 Jarum - 1 buah

6 Neraca analitik - 1 buah

7 Desikator - 1 buah

8 Gelas ukur 5 mL 1 buah

9 Aluminium foil 10 cm x 10 cm 2 lembar

10 Statif dan klem - 1 buah

11 Termometer - 1 buah

Tabel bahan

No. Nama Bahan Konsentrasi Jumlah

1 Cairan volatil yaitu kloroform

(CHCl3)

- 5 mL

2 Sampel unknown - 5 mL

Page 11: PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA

Penuntun Praktikum Kimia Fisika 9

IV. Prosedur Kerja

No. Langkah Kerja Hasil Pengamatan

1 Sebuah labu Erlenmeyer berleher kecil yang

bersih dan kering diambil, kemudian ditutup

dengan aluminium foil, serta dikencangkan

dengan menggunakan karet gelang.

2 Labu erlenmeyer beserta aluminium foil dan

karet gelang tersebut ditimbang dengan

menggunakan neraca abalitik.

3 Sebanyak ยฑ 5 mL larutan CHCl3, dimasukkan

ke dalam labu erlenmeyer, ditutup kembali

dengan kertas aluminium foil dan

dikencangkan lagi dengan karet gelang,

sehingga tutup ini bersifat kedap gas.

Kemudian dibuat sebuang lubang kecil pada

aluminium foil dengan menggunakan jarum,

agar uap dapat keluar.

4 Labu erlenmeyer tersebut direndam dalam

penangas air bersuhu ยฑ 100โ„ƒ dengan

ketinggian air ยฑ 1 cm di bawah aluminium

foil. Labu erlenmeyer tersebut dibiarkan

dalam penangas air sampai semua larutan

kloroform (CHCl3) menguap. Selanjutnya

suhu penangas air tersebut dicatat.

5 Setelah semua larutan kloroform (CHCl3)

dalam labu erlenmeyer menguap, labu

erlenmeyer tersebut diangkat dan bagian luar

labu erlenmeyer dikeringkan dengan lap.

Selanjutnya labu didinginkan dalam desikator.

6 Labu erlenmeyer yang telah dingin ditimbang

dengan neraca analitik (tutup aluminium foil

beserta karet gelang tidak dilepaskan saat

ditimbang).

Page 12: PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA

Penuntun Praktikum Kimia Fisika 10

7 Volume labu erlenmeyer ditentukan dengan

jalan mengisi labu erlenmeyer dengan air

sampai penuh dan mengukur massa air yang

terdapat dalam labu erlenmeyer. Suhu air

dalam labu erlenmeyer diukur pula. Jadi

volume air dapat diketahui, apabila massa

jenis air pada suhu air dalam labu Erlenmeyer

diketahui dengan rumus ๐œŒ = ๐‘š๐‘‰

8 Tekanan atmosfer diukur dengan

menggunakan barometer.

9 Ulangi langkah percobaan 1 sampai 8

menggunakan zat X

V. Pengolahan Data

Data pengamatan:

Massa erlenmeyer, aluminium foil, karet, dan cairan volatil =โ€ฆ gram

Massa erlenmeyer, aluminium foil, dan karet =โ€ฆ gram

Massa cairan X =โ€ฆ gram

Massa labu Erlenmeyer dan air =โ€ฆ gram

Massa labu Erlenmeyer =โ€ฆ gram

Massa air =โ€ฆ gram

Suhu yang terdapat dalam labu erlenmeyer =โ€ฆ C

Suhu penangas air =โ€ฆ C

Tekanan atmosfer =โ€ฆ mmHg

Perhitungan Cara Penentuan BM cairan volatil

1. Hitung volume labu Erlenmeyer dengan menggunakan massa jenis air dari

tabel di bawah ini (massa jenis air dinyatakan dalam gram/cm3).

Suhu 0 C 2 C 4 C 6 C 8 C

10 C 0,9997 0,9995 0,9983 0,9990 0,9986

20 C 0,9982 0,9978 0,9973 0,9968 0,9963

30 C 0,9957 0,9951 0,9944 0,9937 0,9930

2. Dengan menggunakan massa cairan X dan volume labu Erlenmeyer, hitung

massa jenis gas pada suhu penangas air dan tekanan atmosfer.

3. Nyatakan tekanan atmosfer dalam satuan anymosfer (760 mmHg = 1tm)

Page 13: PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA

Penuntun Praktikum Kimia Fisika 11

4. Nayatakan suhu penangas air dalam satuan Kelvin

5. Dengan menggunakan persamaan gas ideal R = 0,08206 liter atm molโˆ’1Kโˆ’1,

hitung berat molekul cairan X (BM).

Faktor koreksi

Nilai BM hasil perhitungan akan mendekati nilai sebenarnya, tetapi masih

mengandung kesalahan. Ketika labu Erlenmeyer kosong ditimbang, labu ini penuh

dengan udara. Setelah pemanasan dan pendinginan dalam desikator, tetapi semua uap

cairan kembali kebentuk cairnya, sehingga akan mengurangi jumlah udara yang

masuk kembali ke dalam labu Erlenmeyer. Jadi massa labu Erlenmeyer dalam

keadaan ini lebih kecil dari pada massa labu Erlenmeyer dalam keadaan semua uap

cairan kembali kebentuk cairnya. Oleh karena itu, massa cairan X sebenarnya harus

ditambahkan dengan massa udara yang tidak dapat masuk kembali ke dalam labu

Erlenmeyer karena adanya ua cairan yang tidak mengembun. Massa udara tersebut

di atas dapat dihitung dengan mengasumsikan bahwa tekanan parsial udara yang

tidak dapat masuk tadi sama dengan tekanan uap cairan X pada suhu kamar. Sebagai

contoh untuk menghitung tekana uap (CHCl3) pada suhu tertentu dapat digunakan

rumus: P = 6,90328-1163,03/(227,4+T). T = suhu senyawa dalam C, P = tekanan

uap dalam mmHg.

Jadi dengan menggunakan rumus di atas, tekanan uap pada berbagai suhu

dapat diketahui. Dengan menggunakan nilai tekanan uap pada suhu kamar, volume

labu Erlenmeyer dan berat molekul udara (28,8 gram/mol), dapat dihitung faktor

koreksi yang harus ditambahkan pada massa cairan X. Dengan memasukkan faktor

koreksi, akan diperoleh nilai BM yang lebih tepat.

VI. Pertanyaan

1. Jelaskan penyebab dari kesalahan pada percobaan ini!

2. Dari hasil analisis penentuan berat molekul suatu cairan X yang bersifat

volatil diperoleh nilai BM = 120 gram/mol. Hasil analisis menujukkan bahwa

unsur tersebut mengandung: 10% karbon, 89% klor, dan 1% hidrogen.

Tentukan rumus molekul cairan X tersebut!

Page 14: PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA

Penuntun Praktikum Kimia Fisika 12

PERCOBAAN II

PENENTUAN TETAPAN KALORIMETER

I. Tujuan

1. Mengetahui sifat-sifat kalorimeter.

2. Menentukan tetapan kalorimeter.

II. Dasar Teori

Kalorimeter merupakan suatu alat yang dapat digunakan untuk mengukur

perubahan panas. Kalorimeter menggunakan teknik pencampuran dua zat di dalam

suatu wadah. Setiap kalorimeter mempunyai sifat yang khas dalam mengukur panas.

Ini tejadi karena kalorimeter tersebut terbuat dari berbagai jenis seperti gelas,

polietena, dan logam sehingga mempunyai kemampuan penyerap panas yang

berbeda. Teknik penggunaan kalorimeter dikembangkan oleh Lavoisier dan ahli

kimia lama lainnya dan telah diperbaiki hingga saat ini.

Gambar 1. Kalorimeter gelas sederhana

Kalor pembakaran biasanya diukur dengan menempatkan senyawa yang

massanya diketahui dalam wadah baja yang disebut dengan kalorimeter bom

volume-konstan, yang diisi dengan oksigen pada tekanan 30 atm. Bom tertutup itu

dicelupkan ke dalam air. Sampel itu dihubungkan ke listrik dan kalor yang dihasilkan

dari reaksi pembakaran dapat dihitung secara tepat dengan mencatat kenaikan

suhuair. Kalor yang dilepas oleh sampel diserap oleh air dan bom.

Kalorimeter yang dirancang secara khusus ini ini memungkinkan jika untuk

mengasumsikan bahwa tidak ada kalor (atau massa) yang hilang ke lingkungan

Page 15: PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA

Penuntun Praktikum Kimia Fisika 13

sewaktu pengukuran. Jadi, dapat dikatakan bahwa bom dan air tempat

pencelupannya sebagai sistem terisolasi. Karena tidak ada kalor yang masuk atau

meninggalkan sistem selama proses berlangsung, perubahan kalor sistem (sistem)

harus nol, dan dapat dituliskan sebagai berikut.

qsistem = qkal + qreaksi = 0

dimana qkal dan qreaksi adalah berturut-turut adalah perubahan kalor untuk

kalorimeter dan reaksi (Chang, 2003)

Peralatan yang lebih sederhana dibanding kalorimeter volume konstan adalah

kalorimeter tekanan-konstan yang digunakan untuk menentukan perubahan kalor

untuk reaksi selain pembakaran. Secara kasar, kalorimeter tekanan-konstan dapat

dibuat dari dua cangkir kopi styrofoam. Cangkir luar membantu menyekat campuran

reaksi dari lingkungan. Peralatan ini mengukur pengaruh kalor pada berbagai reaksi,

seperti penetralan asam-basa, kalor pelarutan, dan kalor pengenceran. Karena

tekanannya konstan, perubahan kalor untuk proses qreaksi sama dengan perubahan

entalpi โˆ†H . Seperti dalam kalorimeter volume-konstan, kita memperlakukan

kalorimeter sebagai sistem terisolasi. Lebih jauh lagi, dalam perhitungan kita

mengabaikan kapasitas kalor yang lebih kecil dari cangkir kopi.

Pada dasarnya kalorimeter didesain agar pertukaran kalor hanya terjadi di

dalam bejana dan menghindari pertukaran kalor ke lingkungan sekitarnya. Namun,

dalam penggunaannya, kalorimeter juga menyerap panas sehingga tidak semua panas

dapat terukur. Pengukuran jumlah kalor reaksi yang diserap atau dilepaskan pada

suatu reaksi kimia dengan eksperimen disebut kalorimetri. Proses dalam kalorimeter

berlangsung secara adiabatik, yaitu tidak ada ada energi yang lepas atau masuk dari

luar ke dalam kalorimeter. Zat yang akan direaksikan dimasukkan ke dalam, dengan

mengukur suhu sebelum dan sesudah reaksi dapat ditentukan kapasitas panas dan

kalor reaksi (Petrucci, 2007).

Untuk menentukan jumlah panas yang diserap oleh kalorimeter beserta

termometernya dan pengaduknya, sebelum digunakan maka terlebih dahulu perlu

diketahui konstanta atau tetapan kalorimeter yang digunakan dalam percobaan.

Tetapan kalorimeter adalah kalor yang dibutuhkan untuk menaikkan suhu

kalorimeter sebesar 1โ„ƒ pada air dengan massa 1 gram. Pengukuran besaran kalor

dengan metode mencampur menggunakan prinsip bahwa bila terjadi pertukaran kalor

antara dua benda yang suhu awalnya berbeda, besarnya kalor yang hilang oleh benda

Page 16: PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA

Penuntun Praktikum Kimia Fisika 14

yang lebih dingin dan akhirnya tercaoai suatu suhu keseimbangan diantara keduanya.

Hal ini benar bila tidak ada kalor yang diperoleh atau hilang oleh sistem ke

sekelilingnya.

Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menentukan tetapan kalorimeter

adalah dengan mencampurkan volume tertentu air dingin (massa m1 dan T1) dengan

volume tertentu air panas (massa m2 dan T2) di dalam kalorimeter yang akan

ditetapkan tetapannya. Jika kalorimeter tidak menyerap panas dari pencampuran

antara air panas dengan air dingin ini, maka kalor yang diberikan oleh air panas harus

sama dengan kalor yang diserap oleh air dingin. Namun, karena kalorimeter ikut

menyerap panas, maka kalor yang diserap oleh kalorimeter merupakan selisih kalor

yang diberikan oleh air panas dikurangi dengan kalor yang diserap oleh air dingin.

Harga tetapan kalorimeter diperoleh dengan membagi jumlah kalor yang diserap oleh

kalorimeter dengan perubahan temperatur pada kalorimeter. Dengan demikian,

satuan dari tetapan kalorimeter adalah JKโˆ’1 (Giancoli, 2001).

Untuk menaikkan suhu benda dari suhu awal t1 sampai suhu akhir t2,

diperlukan sejumlah kalor dimana kalor adalah salah satu bentuk energi. Banyaknya

kalor yang diperlukan suatu benda untuk menaikkan suhunya sangat bergantung pada

kapasitas kalor (C) dari bahan benda tersebut. Secara matematis dituliskan:

C = dQ dT

Kalor jenis adalah kapasitas kalor bahan tiap satuan massanya, yaitu:

c = C m

Kalor jenis merupakan salah satu sifat termometrik benda. Untuk selang suhu yang

tak terlalu besar, biasanya c dapat dianggap kostan, sehingga apabila suatu benda

bermasssa m, kalor jenis bahannya c dan suhunya T1 maka untuk menaikkan suhunya

menjadi T2 diperlukan kalor sebesar:

Q = m. c. T2 โˆ’ T1

Bila sebuah benda dengan suhu tertentu disinggungkan benda lain yang

suhunya lebih rendah maka dalam selang waktu tertentu suhu kedua benda tersebut

akan menjadi sama (setimbang). Hal ini terjadi karena benda yang bersuhu lebih

tinggi memberikan panasnya ke benda yang bersuhu lebih rendah. Berdasarkan

hukum kekekalan energi jumlah panas yang diberikan sama dengan jumlah panas

yang diterima oleh benda yang bersuhu lebih rendah (asas Black). Dalam percobaan

Page 17: PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA

Penuntun Praktikum Kimia Fisika 15

ini, sejumlah air yang telah diketahui massanya, dipanaskan dengan menggunakan

kompor listrik. Air yang suhunya lebih tinggi ini dimasukkkan ke dalam kalorimeter

yang berisi air, massa air dingin sudah ditimbang terlebih dahulu. Dalam hal ini air

dingin dan kalorimeter adalah dua benda yang bersuhu sama yang akan menerima

panas dari air panas. Menurut asas Black diperoleh bahwa:

Kalor yang dilepas (air panas) = kalor yang diterima (air dingin + kalorimeter)

m2 . c. T2 โˆ’ Ta = m1. c Ta โˆ’ T1 + C.โˆ†t

dimana: m1 = massa air dingin dengan suhu T1

m2 = massa air panas dengan suhu T2

c = kalor jenis air 4,18 J g โ„ƒ

Ta = suhu akhir sistem

C = kapasitas kalor kalorimeter

โˆ†t = perubahan suhu pada kalorimeter

III. Alat dan Bahan

Tabel Alat Tabel Bahan

Nama Bahan Jumlah

Air dingin 50 mL

Air panas 50 mL

IV. Prosedur Kerja

No Langkah Kerja Hasil Pengamatan

1. Sebanyak 50 mL air dimasukkan ke dalam

kalorimeter sambal diaduk.

2. Suhu air dalam kalorimater dicatat setiap

30 detik hingga menit keempat. Tepat pada

setengah menit keempat ditambahkan 50

mL air panas 60 โ„ƒโˆ’ 70 โ„ƒ ke dalam

kalorimeter.

3. Suhu air dalam kalorimeter dicatat

Nama Alat Jumlah

Kalorimeter 1 set

Gelas Ukur 50 mL 1 buah

Pemanas magnetik 1 buah

Termometer 100โ„ƒ 1 buah

Batang pengaduk 1 buah

Gelas kimia 100 mL 2 buah

Pipet tetes 1 buah

Page 18: PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA

Penuntun Praktikum Kimia Fisika 16

tiap 30 detik dan kalorimeter diaduk.

Pencatatan suhu dihentikan pada menit ke-8

atau sampai diperoleh 3 titik pada suhu

yang konstan.

4. Kurva hubungan antar waktu dengan suhu

dibuat untuk memperoleh suhu

percampuran melalui ekstrapolasi.

V. Pengolahan Data

Perhitungan tetapan kalorimeter

1. Hitung energi panas yang diserap air dingin (J) (massa air dingin x kalor

jenis air x โˆ†Tdingin )

2. Hitung energi panas yang dilepaskan oleh air panas (J).

3. Hitung berapa energi panas yang diserap oleh kalorimeter (J).

4. Hitung berapa energi panas yang diserap kalorimeter untuk setiap kenaikan

suhu 1โ„ƒ = x Jโ„ƒโˆ’1 .

VI. Pertanyaan

1. Mengapa energi yang diserap air dingin tidak sama dengan energi yang

dilepas oleh air panas?

2. Bagaimana Anda dapat menghitung kapasitas panas dari kalorimeter?

Page 19: PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA

Penuntun Praktikum Kimia Fisika 17

PERCOBAAN III

KALOR PELARUTAN

I. Tujuan :

1. Menentukan kalor pelarutan CuSO4. 5H2O dan CuSO4 anhidrat

2. Menghitung besarnya kalor reaksi dari CuSO4 anhidrat menjadi CuSO4. 5H2O

secara tidak langsung melalui hukum Hess.

II. Dasar Teori

Kalor (Q) adalah bentuk energi yang dipindahkan melalui batas-batas sistem,

sebagai akibat adanya perbedaan suhu antara sistem dengan lingkungan. Apabila

sistem menyerap kalor, Q bertanda positif dan Q bertanda negatif bila sistem

melepaskan kalor. Kalor (Q) bukan merupakan fungsi keadaan karena besarnya

tergantung pada proses (Petrucci, 2007).

Pertukaran kalor dalam proses fisika dan kimia dapat diukur dengan

kalorimeter, yaitu suatu wadah tertutup yang dirancang secara khusus. Setiap

kalorimeter memepunyai sifat khas dalam pengukuran panas. Hal ini terjadi karena

kalorimeter teresebut terbuat dari berbagai jenis bahan seperti gelas, polietena dana

logam sehingga mempunyai kemampuan menyerap panas yang berbeda (Giancoli,

2001).

Kalorimeter dapat dihunakan untuk menentukan kalor pelarutan dari suatu

senyawa. Kalor pelarutan atau panas pelarutan adalah panas yang dilepaskan atau

diserap ketika 1 mol senyawa dilarutkan dalam pelarut berlebihan yaitu sampai suatu

keadaan di mana pada penambahan pelarut selanjutnya tidak ada panas yang diserap

atau dilepaskan lagi. Dengan kata lain, kalor pelarutan pada suatu temperatur T

didefinisikan sebagi kalor yang diserap atau dilepaskan oleh sistem selama proses

berlangsung pada saat temperatur awal maupun temperatur akhir sistem sama dengan

T. Kalor pelarutan hanya dinyatakan dalam jumlah baku, misalnya dinyatakan per

mol senyawa yang terbentuk, sehingga kalor reaksi hasil pengukuran harus dibagi

jumlah mol zat pereaksi yang menjadi pembatas.

Kalor pelarutan terdapat dua jenis yaitu pelarutan integral dan kalor pelarut

diferensial. Kalor pelarutan integral didefinisikan sebagai perubahan entalpi jika 1

mol zat dilarutkan dalam n mol pelarut. Kalor pelarutan diferensial didefinisikan

sebagai perubahan entalpi jika 1 mol zat terlaut dilarutkan dalam jumlah larutan yang

Page 20: PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA

Penuntun Praktikum Kimia Fisika 18

tidak terhingga, sehingga konsentrasinya tidak berubah dengan penambahan 1 mol

zat terlarut. Secara matematik didefinisikan sebagai d ๐‘šโˆ†๐ป

๐‘‘๐‘š, yaitu perubahan kalor

diplot sebagai jumlah mol zat terlarut, dan kalor pelarutan diferensial dapat diperoleh

dengan mendapatkan kemiringan kurva pada setiap konsetgrasi. Jadi panas pelarutan

diferensial tergantung pada konsentrasi larutan (S.Dogra, 1990). Perubahan entalpi

pelarutan adalah kalor yang menyertai proses penambahan sejumlah tertentu zat

terlarut terhadap zat pelarut pada suhu dan tekanan tetap. Entalpi pelarutan standar

merupakan perubahan entalpi standar jika zat itu melarut di dalam pelarut dengan

jumlah tertentu. Jika melarut dalam pelarut dengan jiumlah tak hingga, sehingga

interaksi dengan dua ion dapat diabaikan (Atkins, 2006).

Kalor reaksi atau pelarutan biasanya ditentukan menggunakan kalorimeter

adiabat, dimana dalam kalorimeter terjadi perubahan temperatur karena pembebasan

atau penyerapan kalor reaksi oleh sistem. Dengan demikian, reaksi dalam

kalorimeter adiabat dapat ditulis:

A T0 + B T0 โ†’ C T1 + D T1

A, B : pereaksi T0 : temperatur awal

C, D : hasil reaksi T1 : temperatur akhir

Kalor reaksi pada temperatur awal T0 dan temperatur akhir T1 akan melibatkan

baik pereaksi maupun hasil reaksi, yang dapat dinyatakan sebagai hubungan antara

temperatur dengan masing-masing harga kapasitas kalor.

โˆ†HT0= Cp C + D + S T1 โˆ’ T0

โˆ†HT1= Cp A + B + S T1 โˆ’ T0

dimana, Cp = harga air kalorimeter atau tetapan kalorimeter.

Penggunaan kapasitas kalor zat pereaksi memberikan kalor pereaksi pada temperatur

akhir T1 dan penggunaan kapasitas kalor hasil reaksi memberikan kalor reaksi pada

temperatur awal T0 . Tetapi untuk kedua keadaan ini juga perlu diketahui harga

kapasitas kalor kalorimeter yang digunakan dinyatakan sebagai harga air kalorimeter

atau tetapan kalorimeter. Nilai air kalorimeter atau tetapan kalorimeter, Cp dalam

percobaan dapat ditentukan dengan dua acara yaitu

Suatu kalorimeter tidak mungkin sepenuhnya adiabat, dimungkinkan terjadi

pertukaran kalor antara kalorimeter dan lingkungannya. Pengadukan campuran reaksi

walau diperlukan dapat menimbulkan kalor melalui gesekan. Demikian pula

termometer kadang terlalu lambat mengikuti perubahan temperatur sehingga

Page 21: PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA

Penuntun Praktikum Kimia Fisika 19

pembacaan temperatur akhir memerlukan koreksi. Koreksi temperatur dapat

dilakukan dengan cara mengukur temperatur pereaksi, cairan atau larutan, secara

bergantian. Dua termometer dicelupkan ke dalam pereaksi berbeda, kemudian

dilakukan pengamatan temperatur mulai menit pertama untuk pereaksi satu

dilanjutkan pada menit kedua untuk pereaksi dua, pengamatan dilanjutkan secara

bergantian hingga menit ke-10, kemudian pada menit ke-11 lakukan pencampuran di

dalam kalorimeter sambal melakukan pengadukan. Selanjutnya dilakukan

pengamatan hingga temperatur akhir sesuai keperluan.

Panas pelarutan (kalor pelarutan) suatu senyawa harus diukur pada proses

pelarutan tak terhingga secara teoritis, tetapi pada prakteknya pelarut yang

ditambahkan jumlahnya terbatas, yaitu sampai tidak lagi timbul perbuhan panas

ketika ditambahkan lebih banyak pelarut. Kalor pelarutan suatu padatan dapat ditulis

sebagai berikut.

X (s) + aq โ†’ X aq โˆ†H = ... kJ

X adalah senyawa yang panas pelarutannya ditentukan. Senyawa X dapat berwujud

padat, cair atau gas. Kalor ini begantung pada energi hidrasi (energi solvasi), energi

kisi, dan tetapan dielektrikum dari pelarut. Jika energi hidrasi lebih besar dari energi

kisi, pelarutan bersifat eksoterm sedangkan bila energi hidrasi lebih kecil dari energi

kisi, pelarutan bersufat endoterm.

Pelarut yang digunakan dalam hal ini adalah air karena air mempunyai sifat

khusus. Salah satu sifatnya adalah mampunyai kemampuan melarutkan berbagai

jenis zat. Walaupun air buakan pelarut yang universal (pelarut yang dapat melarutkan

semua zat), tetapi dapat melarutkan banyak macam senyawa ionik, senyawa organik

dan anorganik yang polar bahkan dapat melarutkan senyawa-senyawa yang

polaritasnya rendah tetapi berinteraksi khusus dengan air. Salah satu penyebab air

dapat melarutkan zat-zat ionik ialah karena kemampuannya menstabilkan ion dalam

larfrutan hingga ion-ion itu dapat terpisah antara satu dengan yang lainnya.

Kemampuan ini disebakan oleh besarnya tetapan dielektrika yang dimiliki air.

Tetapan dielektrik adalah suatu tetapan yang menunjukkan kemampuan molekul

mempolarisasikan dirinya atau kemampuan mengatur muatan listrik yang terdapat

dalam molekulnya sendiri sedemikian rupa sehingga dapat mengarah pada

menetralkan muatan-muatan listrik yang terdapat di sekitarnya. Dalam hal ini,

Page 22: PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA

Penuntun Praktikum Kimia Fisika 20

kekuatan tarik menarik muata yang berlawanan akan sangat diperkecil bila medianya

mempunyai tetapan dielktrik besar.

Dalam percobaan ini akan dicari panas pelarutan dua senyawa yaitu

CuSO4. 5H2O dan CuSO4 anhidrat. Kemudian dengan menggunakan Hukum Hess

akan dihitung panas reaksinya (Giancoli, 2001):

CuSO4(s)+ aq โ†’ CuSO4. 5H2O(s)

Biasanya panas reaksi senyawa sangat sulit untuk ditentukan, tetapi dengan

menggunakan Hukum Hess panas reaksi ini dapat dihitung secara tidak langsung.

Hukum Hess menyatakan bahwa entalpi reaksi adalah jumlah total perubahan entalpi

untuk setiap tahapnya atau bias disimpulkan kalor reaksi tidak bergantung pada

lintasan, tetapi hanya ditentukan keadaan awal dan akhir. Jadi, jika suatu reaksi dapat

berlangsung menurut dua tahap atau lebih maka kalor reaksi totalnya sama dengan

jumlah aljabar kalor tahapan reaksinya. Oleh karena itu, Hukum Hess disebut juga

hukum penjumlahan kalor. Hal ini menyebabkan perubahan entalpi suatu reaksi yang

merupakan fungsi keadaan dapat dihitung sekalipun tidak dapat diukur secara

langsung. Hukum Hess berbunyi: โ€œPerubahan entalpi suatu reaksi hanya tergantung

pada keadaan awal (zat-zat pereaksi) dank keadaan akhir (zat-zat hasil reaksi) dari

suatu reaksi dan tidak tergantung pada jalannya reaksi.โ€ yang dapat dirumuskan

dengan: โˆ†Hreaksi = โˆ†H1 + โˆ†H2 +โ€ฆ.

III. Alat dan Bahan

Tabel Alat

Nama Alat Jumlah

Kalorimeter 1 set

Termometer 50โ„ƒ 1 buah

Gelas ukur 50 mL 1 buah

Gelas kimia 250 mL 1 buah

Gelas kimia 100 mL 2 buah

Neraca analitik 1 buah

Spatula 1 buah

Stopwatch 1 buah

Kaca arloji 2 buah

Tabel Bahan

Nama Bahan Jumlah

Kristal Cu SO4. 5H2O 5 gram

Kristal Cu SO4 anhidrat 5 gram

Aquades 100 mL

Page 23: PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA

Penuntun Praktikum Kimia Fisika 21

IV. Prosedur Kerja

No. Langkah Kerja Hasil Pengamatan

1 Sebanyak 5 gram kristal CuSO4. 5H2O yang

berupa serbuk halus ditimbang

2. Sebanyak 50 mL air dingin dimasukkan ke

dalam kalorimeter sambal diaduk dan dicatat

suhu air setiap 30 detik hingga menit ke 1,5

(dihentikan jika sudah didapat minimal 3 data

konstan).

3. Sebanyak 5 gram CuSO4. 5H2O dimasukkan

tepat pada menit ke 1,5 dan segera diaduk.

Kemudian dicatat suhu mulai menit ke 2

sampai diperoleh suhu yang konstan.

4. Dengan menggunakan 5 gram serbuk kristal

CuSO4 anhidrat, percobaan diulangi dengan

cara yang sama seperti langkah-langkah

sebelumnya.

V. Pengolahan Data

Perhitungan kalor reaksi

1. Hitung perubahan panas per mol CuSO4. 5H2O yang dilarutkan. Nilai ini

merupakan panas pelarut CuSO4. 5H2O.

2. Hitung perubahan panas per mol CuSO4 anhidrat yang dilarutkan, Nilai ini

merupakan panas pelarutan CuSO4 anhidrat.

3. Dengan menggunakan Hukum Hess, hitung panas reaksi :

CuSO4(s)+ ๐ป2O(aq ) โ†’ CuSO4. 5H2O(s)

VI. Pertanyaan

Apakah panas reaksi CuSO4(s)+ H2O(aq ) โ†’ CuSO4 . 5H2O(s) dapat dihitung

secara langsung? Jelaskan!

Page 24: PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA

Penuntun Praktikum Kimia Fisika 22

PERCOBAAN IV

HUKUM HESS

I. Tujuan

1. Menentukan kalor reaksi yang berlangsung dengan proses yang berbeda-

beda.

2. Membuktikan Hukum Hess.

II. Dasar Teori

Kebanyakan senyawa tidak dapat disintesis langsung dari unsur-unsurnya.

Dalam beberapa kasus, reaksi berlangsung terlalu lambat, atau terjadi reaksi samping

yang menghasilkan zat-zat selain senyawa yang diharapkan. Dalam kasus-kasus ini

โˆ†Hยฐf dapat ditentukan dengan cara pendekatan tidak langsung, yang didasarkan pada

hukum penjumlahan kalor atau Hukum Hess. Hukum Hess (Hessโ€™law) dapat

dinyatakan sebagai berikut: Bila reaktan diubah menjadi produk, perubahan

entalpinya sama, hal ini tidak berkaitan dengan apakah reaksi berlangsung dalam

satu tahap atau dalam tahap beberapa tahap. Dengan kata lain, jika kita dapat

membagi reaksi menjadi beberapa tahap reaksi dimana โˆ†Hยฐreaksi dapat diukur, kita

dapat menghitung โˆ†Hยฐreaksi untuk keseluruhan reaksi. Hukum Hess didasarkan pada

fakta bahwa karena โˆ†H adalah fungsi keadaan, โˆ†H hanya bergantung pada keadaan

awal dan keadaan akhir (yaitu, hanya pada sifat reaktan dan produk). Perubahan

entalpi akan sama apakah reaksi keseluruhan berlangsung dalam satu tahap atau

banyak tahap.

Analogi yang berguna untuk hukum Hess adalah sebagai berikut. Andaikan

kita pergi dari lantai dasar ke lantai keenam suatu bangunan dengan tangga berjalan.

Kenaikan energi potensial gravitasi yang didapat akan sama (yang bersesuaian

dengan perubahan entalpi keseluruhan proses), terlepas apakah kita pergi langsung

ke atas atau berhenti di setiap lantai dalam perjalanan ke atas (membagi reaksi ke

dalam beberapa tahap).

Bentuk lain dari hukum kekekalan energi salah satunya dinyatakan dengan

hukum penjumlahan kalor (panas) atau sering juga disebut hukum Hess. Hukum

Hess menyatakan bahwa entalpi reaksi adalah jumlah total perubahan entalpi untuk

setiap tahapnya. Entalpi merupakan satuan fungsi keadaan maka besaran โˆ†H dari

reaksi kimia tidak bergantung dari lintasan yang dijalani pereaksi untuk membentuk

Page 25: PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA

Penuntun Praktikum Kimia Fisika 23

hasil reaksi (Brady, 2012). Berdasarkan hukum Hess, kalor reaksi tidak bergantung

pada lintasan, tetapi hanya ditentukan oleh keadaan awal dan keadaan akhir sistem.

Secara lebih sederhana, hukum Hess menyatakan bahwa perubahan entalpi total tidak

bergantung pada banyaknya tahapan reaksi-reaksi. Jadi, jika suatu reaksi dapat

berlangsung melalui dua tahap atau lebih maka kalor reaksi totalnya sama dengan

jumlah kalor tahapan reaksinya. Terdapat beberapa aturan untuk penghitungan

hukum Hess yang melibatkan persamaan reaksi kimia yaitu:

Untuk menjumlahkan dua persamaan reaksi kimia dengan perubahan entalpi

โˆ†H1 dan โˆ†H2, maka perubahan entalpi untuk produk akhir โˆ†H3 dapat

dinyatakan dengan

โˆ†H3 = โˆ†H1 + โˆ†H2

Untuk reaksi yang arah baliknya, nilai perubahan entalpi untuk reaksi

akhirnya, โˆ†H1 sebaliknya dapat dinyatakan dengan

โˆ†H (reaksi balik) = - โˆ†H (reaksi ke depan)

Suatu reaksi yang diinginkan dapat ditulis sebagai rangkaian dari banayak

reaksi kimia. Jika diketahui panas reaksi dari masing-masing tahap, maka panas

reaksi yang diinginkan dapat dihitung dengan menambahkana atau mengurangi panas

reaksi dari masing-masing tahap. Prinsip ini dimana panas reaksi ditambahkan atau

dikurangi secara aljabar, disebut Hukum Hess mengenai penjumlahan panas konstan.

Dasar dari hukum ini adalah entalpi atau energi internal, yang merupakan suatu

besaran yang tidak bergantung pada jalannya reaksi, yaitu:

โˆ†Hp = qp dan โˆ†E = qv , sehingga

โˆ†H = โˆ†H1 + โˆ†H2 + โˆ†H3 +โ€ฆ atau qp = qpI + qpII + qpIII +โ€ฆ

Hukum penjumlahan panas Hess, sebenarnya merupakan bentuk lain dalam

menyatakan hukum kekekalan energi. Hukum ini menyatakan bahwa banyaknya

panas yang dilepas ataupun diserap dalam suatu reaksi kimia, akan selalu sama, tidak

bergantung pada jalannya reaksi, apakah berlangsung dalam satu tahap ataukah

dalam beberapa tahap. Syarat berlangsungnya Hukum Hess adalah keadaan awal

reaktan dan keadaan akhir produk pada berbagai proses tersebut adalah sama. Secara

diagramatik Hukum Hess dapat dijelaskan sebagai berikut:

Page 26: PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA

Penuntun Praktikum Kimia Fisika 24

Gambar 1. Berlangsungnya reaksi dalam dua proses yang berbeda

III. Alat dan Bahan

Tabel Alat

No Nama Alat Jumlah

1. Kalorimeter 1 set

2. Gelas ukur 25 mL 1 buah

3. Spatula 1 buah

4. Pipet tetes 1 buah

5. Cawa Petri 2 buah

6. Pemanas magnetik 1 buah

7. Gelas kimia 100 mL 2 buah

8. Kaca Arloji 1 buah

9. Botol Timbangan dan Tutup 1 buah

10. Termometer 1 buah

Tabel Bahan

No Nama Bahan Jumlah

1. NaOH padat 8 gram

2. Larutan HCl 4 M 50 mL

3. Aquades 50 L

Produk Reaktan A + B

F

C + D

Arah 2

Arah 1

E

Page 27: PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA

Penuntun Praktikum Kimia Fisika 25

IV. Prosedur Kerja

No. Langkah Kerja Hasil Pengamatan

Untuk Jalur Reaksi 1

1. Sebanyak 4 gram NaOH padat ditimbang

dalam botol timbang yang dapat ditutup

rapat.

2. Sebanyak 25 mL air suling dimasukkan ke

dalam kalorimeter, suhu awal air dicatat,

dan terus diaduk.

3. Kristal NaOH yang telah ditimbang

kemudian dimasukkan ke dalam

kalorimeter sedikit demi sedikit sambal

diaduk sampai larut. Perubahan suhu

dicatat (maksimum).

4. Sebanyak 25 mL larutan HCl 4 M

dimasukkan ke dalam kalorimeter.

Sebelum dimasukkan, suhu larutan HCl

diukur terlebih dahulu dan HCl ini harus

ditambahkan segera sesudah NaOH

dilarutkan sambal terus diaduk. Perubahan

suhu dicatat.

Untuk Jalur Reaksi 2

1. Sebanyak 4 gram NaOH padat ditimbang

dalam botol timbang yang dapat ditutp

rapat

2. Sebanyak 25 mL aquades dimasukkan ke

dalam kalorimeter, suhu awal air dicatat,

dan terus diaduk.

3. Sebanyak 25 mL larutan HCl 4 M

dimasukkan ke dalam kalorimeter.

Sebelum dimasukkan, suhu larutan HCl

diukur terlebih dahulu. Perubahan suhu

dicatat (maksimum).

Page 28: PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA

Penuntun Praktikum Kimia Fisika 26

4. Kristal NaOH yang telah ditimbang tadi,

kemudian dimasukkan ke dalam

kalorimeter sedikit demi sedikit sambal

diaduk sampai larut. Perubahan suhu

dicatat (suhu maksimum).

V. Pengolahan Data

Perhitungan kalor rekasi

Reaksi jalur 1

1. Tuliskan dua reaksi yang terjadi di jalur 1, berikan keterangan โˆ†๐ป1 dan โˆ†H2

pada reaksi tersebut.

2. Hitung perubahan entalpi โˆ†๐ป1 dan โˆ†H2 menggunakan Azas Black seperti

pada percobaan sebelumnya

Reaksi jalur 2

1. Tuliskan dua reaksi yang terjadi di jalur 2, berikan keterangan โˆ†๐ป3 dan โˆ†H4

pada reaksi tersebut.

2. Hitung perubahan entalpi โˆ†๐ป3 dan โˆ†H4 menggunakan Azas Black seperti

pada percobaan sebelumnya

VI. Pertanyaan

1. Tuliskan Hukum Hess untuk percobaan ini

2. Dari perhitungan yang diperoleh, apakah Hukum Hess terbukti?

3. Bila tidak terbukti, jelaskan penyebabnya!

Page 29: PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA

Penuntun Praktikum Kimia Fisika 27

PERCOBAAN V

KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI SUHU

I. Tujuan

1. Menentukan kelarutan kristal asam oksalat pada berbagai suhu

2. Menentukan kalor pelarutan diferensial kristal asam oksalat

II. Dasar Teori

Kelarutan adalah jumlah zat yang dapat larut dala sejumlah pelarut sampai

membentuk larutan jenuh. Adapun cara menentukan kelarutan suatu zat adalah

dengan mengambil sejumlah tertentu pelarut murni, misalnya 1 liter. Kemudian

memperkirakan jumlah zat yang dapat membentuk larutan lewat jenuh, yang ditandai

dengan masih terdapatnya zat padat yang tidak larut. Setelah dikocok ataupun diaduk

akan terjadi kesetimbangan antara zat yang larut dengan zat yang tidak larut.

Suatu larutan jenuh merupakan keseimbangan dinamis. Kesetimbangan

tersebut akan dapat digeser bila suhu dinaikka. Pada umumnya kelarutan zat padat

dalam larutan bertambah bila suhu dinaikkan, karena umumnya proses pelarutan

bersifat endotermik. Pengaruh kenaikan suhu pada kelarutan zat berbeda satu dengan

yang lainnya.

Kelarutan suatu zat dalam pelarut, konstanta kesetimbangan antara padatan

dan larutan jenuh dapat dinyatakan sebagai

Dimana G2 adalah eenergi bebas standar, a2 adalah aktifitas solut dalam kelarutan

dan a2 adalah aktivitas pada solut murni.

Dalam larutan jenuh terjadi keseimbangan antara molekul-molekul zat yang

larut dan tidak larut. Keseimbangan tersebut terdapat dapat dituliskan sebagai

berikut.

A(s) โ‡„ A(l)

A(s) adalah molekul zat tidak larut, dan A(l) adalah molekul zat terlarut. Tetapan

keseimbangan proses pelarutan tersebut adalah sebagai berikut.

๐พ๐‘Ž๐‘ง

๐‘Ž๐‘ง=

๐‘Ž๐‘ง

1= ๐‘ฆ๐‘š ...........โ€ฆโ€ฆโ€ฆโ€ฆโ€ฆโ€ฆโ€ฆโ€ฆโ€ฆโ€ฆโ€ฆโ€ฆโ€ฆโ€ฆ (1)

๐‘Ž๐‘ง = keaktivan zat yang terlarut

0

G2 = G2 + RT ln ๐‘Ž2 c

G2 = G2 + RT ln ๐‘Ž2 0

Page 30: PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA

Penuntun Praktikum Kimia Fisika 28

๐‘Ž๐‘ง๐œŠ = keaktivan zat yang tidak terlarut (bernilai 1 untuk zat padat dalam keadaan

standar)

y = koefisien keaktivan zat yang terlarut

m = kemolalan zat yang terlarut (karena larutan jenuh sering disebut kelarutan)

hubungan tetapan keseimbangan suatu proses dengan suhu diberikasn oleh isobar

reaksi Vanโ€™T Hoff sebagai berikut.

๐œ• ln๐พ

๐œ•๐‘‡

p=

โˆ†๐ปยฐ

๐‘…๐‘‡2 โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™ (2)

โˆ†Hยฐ = perubahan entalpi proses

R = tetapan gas ideal

Persamaan (1) dan (2) memberikan:

๐œ• ln ๐‘ฆ๐‘š

๐œ•๐‘‡

p=

โˆ†๐ป๐ท๐‘†

๐‘…๐‘‡2 โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™ (3)

โˆ†HDS = kalor pelarutan diferensial pada konsentrasi jenuh.

Selanjutnya persamaan 3, dapat diuraikan menjadi:

๐œ• ln ๐‘ฆ๐‘š

๐œ• ln๐‘š๐‘ฅ๐œ• ln๐‘š

๐œ•๐‘‡=

โˆ†๐ป๐ท๐‘†

๐‘…๐‘‡2

๐œ• ln๐‘ฆ

๐œ• ln๐‘š+ 1

๐œ• ln๐‘š

๐œ•๐‘‡=

โˆ†๐ป๐ท๐‘†

๐‘…๐‘‡2 โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™ (4)

๐œ• ln๐‘ฆ

๐œ• ln๐‘š dapat diabaikan sehingga persamaan 4 dapat dituliskan menjadi:

๐‘‘ ln ๐‘š

๐‘‘๐‘‡=

โˆ†๐ป๐ท๐‘†

๐‘…๐‘‡2 atau ๐‘‘ log ๐‘š

๐‘‘ 1/๐‘‡ = โˆ’

โˆ†๐ป๐ท๐‘†

2,303๐‘… ..................................................... (5)

Dengan demikian โˆ†๐ป๐ท๐‘† dapat ditentukan dari arah garis singgung (slope)

pada kurva log m terhadap 1/T. Apabila โˆ†๐ป๐ท๐‘† tidak bergantung pada suhu, maka

grafik log m terhadap 12/T akan linear. Integrasi persamaan (5) antara T1 dan T2

memberikan:

log๐‘š ๐‘‡2

๐‘š ๐‘‡1 =

โˆ†๐ป๐ท๐‘†

2,303๐‘… ๐‘ฅ๐‘‡2 โˆ’ ๐‘‡1

๐‘‡2๐‘‡1 โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™ (6)

Panas pelarutan diferensial dapat dihitung dengan menggunakan

persamaan berikut:

๐‘‘ ln๐‘š๐‘ 

๐‘‘ 1๐‘‡

=โˆ’ โˆ†๐ป ๐‘‘๐‘  ๐‘š

๐‘…= ๐‘š๐‘ 

Page 31: PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA

Penuntun Praktikum Kimia Fisika 29

Dengan menggunakan anggapan tersebut, harga โˆ†HDS dapat dihitung dari

slope anatara ln ms terhadap 1/T. Sedangkan sebagaian perbandingan kita

memperoleh nilai kelarutan dari literatur Kirk Othmer 3 edition dimana pada

temperatur 0 โˆ’ 60 โ„ƒ kelarutan asam oksalat dapat ditulis sebagai fungsi temperatur

sebagai berikut.

๐‘† = 3,42 + 0,168๐‘ก + 0,048๐‘ก2

Dari persamaan ini terlihat bahwa harga kelarutan asam oksalat akan semakin

besar seiring dengan kenaikan temperatur larutan. Diferensial dari larutan asam

oksalat pada suhu-suhu tersebut digunakan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh

suhu pada penentuan kelarutan dan panas pelarutan diferensial dari larutan asam

oksalat jenuh tersebut.

III. Alat dan Bahan

Tabel Alat

Nama Alat Jumlah

Gelas kimia 1000 mL 1 buah

Gelas kimia 500 mL 1 buah

Batang pengaduk 1 buah

Termometer 100โ„ƒ 1 buah

Pipet Volume 100 mL 1 buah

Gelas ukur 10 mL 1 buah

Gelas kimia 100 mL 4 buah

Labu Erlenmeyer 250 mL 1 buah

Labu ukur 100 mL 1 buah

Labu ukur 50 mL 1 buah

Spatula 1 buah

Cawan petri 1 buah

Pemanas listrik 1 buah

Tabung 50 mL 1 buah

Tabel Bahan

Nama Bahan

H2C2O4 . 2H2O

Larutan NaOH 1 M

Aquades

Es

Indikator metil merah

Page 32: PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA

Penuntun Praktikum Kimia Fisika 30

IV. Prosedur Kerja

No. Langkah Kerja Hasil Pengamatan

1. Tabung A dan B disusun seperti gambar di

bawah. Tabung A dilengkapi dengan batang

pengaduk lingkar dan termometer.

2. Air dimasukkan kira-kira sepertiga dari

sisi tabung A (50 mL) dan dipanaskan

sampau suhu kira-kira 60 โ„ƒ

Kristal H2C2O4. 2H2O dilarutkan ke

daalam tabung tersebut hingga larutan

menjadi jenuh yang ditandai sampai zat

tersebut tidak larut lagi

3. Tabung yang berisi larutan jenuh

H2C2O4 . 2H2O (tabung A) dipindahkan ke

dalam tabung selubung (B) yang ukurannya

lebih besar. Kemudian tabung B dimasukkan

ke dalam beaker gelas yang berisi air pada

suhu kamar.

4. Larutan dalam tabung A diaduk terus-

menerus. Jika suhu mencapai 40 โ„ƒ,

sebanyak 10 mL larutan tersebut diambil dan

Page 33: PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA

Penuntun Praktikum Kimia Fisika 31

dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL.

Selanjutnya larutan yang diambil diencerkan

dengan aquades hingga tanda batas.

5. Pengambilan yang sama dilakukan pada suhu

30 โ„ƒ, 20 โ„ƒ, dan 10 โ„ƒ. Untuk mencapai

suhu 20 โ„ƒ dan 10 โ„ƒ dilakukan dengna cara

memasukkan es pada gelas beaker yang

berisi air tersebut.

6. Keempat larutan tersebut dititrasi dengan

larutan NaOH dan metil merah sebagai

indikatornya.

V. Pengolahan Data

Perhitungan kalor pelarutan

1. Hitung konsentrasi larutan H2C2O4. 2H2O pada masing-masing suhu,

kemudian tentukan kelarutan dalam gram per liter

2. Hitung kalor pelarutan rata-rata pada trayek (10-20) C, (20-30) C, dan

(30-40) C.

3. Buat kurva logaritma kelarutan terhadap 1/T dan tentukan kalor pelarutan

dari grafik tersebut

VI. Pertanyaan

1. Bagaimana pengaruh suhu terhadap kelarutan? Jelaskan.

2. Apakah ada metode lain untuk menentukan kelarutan asam oksalat selain

metode titrasi seperti yang dilakukan pada percobaan ini.

Page 34: PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA

Penuntun Praktikum Kimia Fisika 32

PERCOBAAN VI

PENENTUAN TETAPAN KESETIMBANGAN ASAM LEMAH

SECARA KONDUKTOMETRI

I. Tujuan

1. Menentukan pengaruh konsentrasi larutan terhadap daya hantar listrik.

2. Menentukan konstanta kesetimbangan dari asam asetat dengan cara

mengukur hantarannya.

3. Menentukan konstanta (sebenarnya) termodinamik dari asam asetat.

II. Dasar Teori

Gerakan ion dalam larutan dapat dipelajari dengan mengukur konduktivitas

listrik dari larutan elektronik. Migrasi kation menuju elektroda bermuatan negatif dan

anion menuju elektroda bermuatan positif, membawa muata melalui larutan.

Pengukuran dasar yang digunakan untuk mempelajari gerakan ion adalah

pengukuran tahanan listrik larutan. Tahanan merupakan kebalikan dari hantaran.

Pada suhu tetap, hantaran suatu larutan bergantung pada konsentrasi ion-ion dan

mobilitas ion-ion tersebut dalam larutan. Sifat hantaran listrik dari suatu elektrolit

biasanya mengikuti hukum ohm yang ditukiskan dengan rumus V = I x R, dimana V

adalah tegangan (Volt). I adalah arus listrik (ampere), dan R adalah tahanan (ohm).

Hantaran suatu larutan (L) didefinisikan sebagai kebalikan dari tahanan.

L =I

R โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™ (1)

Hantaran jenis K adalah hantaran suatu larutan yang terletak di dalam suatu

kubus dengan rusuk 1,0 cm antara dua permukaan yang sejajar. Bila untuk dua

permukaan yang sejajar dengan luas ๐ด m2 dan berjarak m satu dengan yang lain,

maka berlaku hubungan:

๐ฟ =๐พ ๐‘ฅ ๐ด

โ„“ โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™ (2)

Dalam pengukuran hantaran, diperlukan pula suatu tetapan sel (k) yang

merupakan suatu bilangan, bila dikalikan dengan hantaran suatu larutan dalam sel

bersangkutan akan memberikan hantaran jenis dari larutan tersebut sehingga:

๐พ = ๐‘˜ ร— ๐ฟ =๐‘˜

๐‘… โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™ (3)

Page 35: PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA

Penuntun Praktikum Kimia Fisika 33

Dari persamaan 2) dan 3) didapat hubungan bahwa ๐‘˜ =๐‘™

๐ด yang merupakan tetapan

suatu sel.

Hantaran molar () dari suatu larutan didefinisikan sebagai hantaran larutan

antara dua permukaan sejajar yang berjarak 1,0 cm satu dengan yang lain dan

mempunyai luas sedemikian rupa sehingga di antara kedua permukaan tersebut

terdapat elektrolit sebanyak 1 mol.

= ๐พ

๐ถร— 10โˆ’1 โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™ (4)

dimana C adalah konsentrasi larutan dalam satuan mol/m3.

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh Kohlrausch, hubungan antara

hantaran molar dan hantara jenis terhadap konsentrasi adalah sebagai berikut:

1. Untuk elektrolit kuat, hantaran jenis elektrolit akan naik secara cepat dengan

naiknya konsentrasi, sedangkan untuk elaktrolit lemah hantaran jenis

elektrolit akan naik secara perlahan-lahan dengan naiknya konsetrasi.

Perbedaan ini disebabkan karena perbedaan daya ionisasi kedua elektrolit,

diman elektrolit kuat terionisasi sempurna sedangkan elektrolit lemah

terionisasi sebagian.

2. Untuk elektrolit kuat dan lemah, hantaran molarnya akan naik dengan

naiknya pengenceran dan akan bernilai maksimal pada pengenceran tak

terhingga.

Hubungan antar hantara molar pada konsentrasi tertentu dan hantaran

molar pada pengenceran tak terhingga o terhadap konsentrasi (C) untuk elektrolit

kut adalah sebagai berikut.

= o โˆ’ b C

Grafik hantaran molar dengan akar kuadrat konsentrasi untuk beberapa elektrolit

dapat digambarkan sebagai berikut.

Page 36: PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA

Penuntun Praktikum Kimia Fisika 34

Gambar 1. Hubungan hantaran molar terhadap akar kuadrat konsentrasi elektrolit

Berdasarkan grafik di atas, dapat dijelaskan sebagai berikut.

1. Plot hantaran molar terhadap akar kuadrat konsentrasi berupa garis lurus

untuk elektrolit kuat, dan lengkungan curam untuk elektrolit lemah.

2. Ekstrapolasi data hantaran molar sampai pengenceran tak terhingga dikenal

sebagai limit hantarn molar o yang didasarkan pada migrasi bebas rata-

rata dan ion-ion, seperti yang dikemukakan oleh Kohlrausch.

Menurut hukum tersebut, hantaran molar dari setiap elektrolit pada

pengenceran tak terhingga ฮปฮฟ adalah jumlah hantaran molar ion-ion pada

pengenceran tak terhingga. Hal ini disebabkan pengenceran tak terhingga, masing-

masing ion dalam larutan dapat bergerak bebas tanpa dipengaruhi oleh ion-ion

lawan. Apabila jumlah ion positif dan ion negatif dinyatakan sebagai v+ dan vโˆ’ serta

hantaran molar pada pengenceran tak terhingga ion-ion positif dan negatif

dinyatakan sebagai ฮปยฐ+ dan ฮปยฐโˆ’, maka dapat dirumuskan sebagai berikut.

o = v+ฮปยฐ+ + vโˆ’ฮปยฐโˆ’

Penerapan utama dari hukum Kohlrausch adalah untuk menentukan harga

limit hantaran molar dari elektrolit lemah. Misalnya suatu elektrolit AD, hantaran

molar pada pengenceran tak terhingga (limit hantaran molarnya) ditentukan dari

penentuan hantaran molar larutan elektrolit kuat AB, CD, CB dengan menggunakan

persamaan berikut.

o(AD) = o(AB) + o(CD) โˆ’ o(CB)

o(AD) = ฮปยฐA+ + ฮปยฐBโˆ’ + ฮปยฐC+ + ฮปยฐDโˆ’ โˆ’ ฮปยฐC+ โˆ’ ฮปยฐBโˆ’ = ฮปยฐA+ + ฮปยฐDโˆ’

Pada pengenceran tak berhingga pada hantaran molar berlaku pula keaditifan

hantaran ion-ionnya sesuai dengan hukum Kohlrausch. Suatu larutan elektrolit lemah

Page 37: PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA

Penuntun Praktikum Kimia Fisika 35

tidak terionisasi secara sempurna dalam air tetapi terdapat kesetimbangan anatar ion-

ionnya. Hubungan antara derajat inosisasi ฮฑ dengan hantaran molar dinyatakan

dengan rumusan.

ฮฑ =C

0 โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™ (5)

Dimana : C = hantaran molar pada konsentrasi C

0 = hantaran molar pada konsentrasi tak hingga

Untuk elektrolit lemah harga tetapan kesetimbangannya dinyatakan dengan rumus

Ka = ฮฑ2C1 โˆ’ ฮฑ

โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™ (6)

Dari persamaan (6) harga derajat disosiasi suatu larutan elektrolit dapat

diketahui, sehingga harga tetapan kesetimbangannya Ka dapat dihitung. Harga

tetapan kesetimbangan termodinamik (K) merupakan fungsi dari Ka dan koefisien

keaktifan dari ion-ionnya. Untuk larutan pada pengenceran tak hingga, koefisien

keaktifan adalah 1, sehingga harga tetapan kesetimbangan sebenarnya dapat

dinyatakan dengan rumus.

log๐พ๐‘Ž = log๐พ + 2 ฮฑ๐ถ โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™ (7)

Keterangan: Ka = tetapan kesetimbangan

K = tetapan kesetimbangan sebenarnya (termodinamik)

= tetapan

= derajat ionisasi

C = konsentrasi larutan

Persamaan yang mengungkapkan bahwa aturan log Ka terhadap ฮฑ๐ถ merupakan

garis lurus. Sehingga hasil ekstrapolasi ke harga C = 0 akan diperoleh harga log K.

III. Alat dan Bahan

Tabel Alat Tabel Bahan

Nama Alat Jumlah Nama Bahan Jumlah

Konduktometer 1 buah Larutan KCl 0,1 N 25 mL

Sel hantaran 1 buah Larutan CH3COONa dengan

konsentrasi : 0,1N; 0,05N;

0,025N; 0,0125N; 0,00625N;

0,00312N; 0,00156N

350 mL

Termometer 1 buah Larutan NaCl dengan

konsentrasi:

0,1N; 0,05N; 0,025N;

0,0125N; 0,00625N;

0,00312N; 0,00156N

350 mL

Page 38: PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA

Penuntun Praktikum Kimia Fisika 36

Gelas piala 250 mL 1 buah Larutan HCl dengan

konsentrasi:

350 mL

0,1N; 0,05N; 0,025N;

0,0125N; 0,00625N;

0,00312N; 0,00156N

Botol semprot 1 buah Aquades 2 liter

Pipet tetes 1 buah

Labu ukur 250 mL 1 buah

Labu ukur 100 mL 1 buah

Termostat 1 buah

Spatula 1 buah

Batang pengaduk 1 buah

Gelas ukur 10 mL 1 buah

Gelas ukur 25 mL 1 buah

IV. Prosedur Kerja

No. Langkah Kerja Hasil Pengamatan

1 Sel dicuci dengan air dan ditentukan hantarannya

di dalam air. Sel dicuci kembali dan ditentukan

hantarannya sampai menunjukkan hasil yang

tetap.

2 Sel dibilas dengan larutan KCl 0,1 N dan

ditentukan hantarannya dalam larutan KCl

tersebut. Temperatur larutan KCl tersebut juga

ditentukan dan data hantaran jenis larutan KCl 0,1

Npada berbagai temperatur dapat dilihat pada

Tabel 3.

3 Larutan NaCl masing-masing dibuat dengan

konsentrasi 0,1N; 0,05N; 0,025N; 0,0125N;

0,00625N; 0,00312N; 0,00156N. Konsentrasi

larutan tersebut dicatat dengan teliti, kemudian

hantaran dari masing-masing larutan tersebut

diukur dengan alat konduktometer. Hantaran dari

larutan CH3COONa, CH3COOH, dan HCl juga

ditentukan pada konsentrasi yang sama dengan

Page 39: PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA

Penuntun Praktikum Kimia Fisika 37

NaCl dengan menggunakan alat konduktometer.

4 Berdasarkan hasi data pada langkah 1 sampai 3,

dibuat kurva dari masing-masing zat tersebut

antara hantaran molarnya terhadap C

5 Harga o dari larutan NaCl, CH3COONa, dan HCl

ditentukan melalui ekstrapolasi

6 Harga o dari CH3COOH ditentukan dengan

menggunakan hukum Kohlrusch

V. Pengolahan Data

Perhitungan tetapan kesetimbangan:

1. Tentukan harga tetapan sel yang digunakan

2. Dari pengukuran hantaran, tentukan hantaran molar pada pengenceran tak

hingga, hitunglah derajat disosiasi serta tetapan kesetimbangan dari asam

lemah tersebut pada masing-masing konsentrasi diatas.

3. Buat kurva dengan mengalurkan log Ka sebagai ordinat ฮฑ๐ถ sebagai absis,

dengan mengektrapolasi tentukan harga tetapan kesetimbangan sebenarnya

(K) dari CH3COOH tersebut.

VI. Pertanyaan

1. Apa yang dimaskud dengan kosntanta sel dan mengapa nilainya harus

ditentukan terlebih dahulu?

2. Mengapa hantaran molar pada pengenceran tak hingga larutan CH3COOH

tidak dapat dilakukan secara langsung menggunakan kurva seperti pada

larutan lainnya?

3. Dapatkah penentuan Ka CH3COOH dilakukan secara konduktometri

menggunakan larutan lain?

Page 40: PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA

Penuntun Praktikum Kimia Fisika 38

PERCOBAAN VII

PENENTUAN KONSTANTA DISOSIASI ASAM METIL MERAH SECARA

SPEKTROFOTOMETRI

I. Tujuan

Menentukan konstanta disosiasi dari asam metil merah secara spektrofotometri

II. Dasar Teori

Indikator asam basa pada umumnya akan mengalami perubahan warna yang

dipengaruhi oleh kondisi asam atau basa. Salah satu indikator asam basa adalah metil

merah. Metil merah merupakan salah satu yang dapat menunjukkan sifat suatu asam

maupun basa. Indikator metil merah digunakan untuk mengetahui pH larutan dengn

trayek pH 4,2-6,3.

Dalam larutan metil merah ditemukan sebagai suatu โ€œzwitter ionโ€. Dalam

suasana asam, senyawa metil merah berupa HMR yang berwarna merah dan

mempunyai dua bentuk resonasi. Jika berada dalam suasana basa, sebuah proton

hilang dan terbentuk anion MR yang berwarna kuning. Keadaan kesetimbangan

antara HMR (metil merah dalam suasana asam) dengan MR (metil merah dalam

suasana basa) ditunjukkan pada Gambar 1.

Gambar 1. Keadaan Kesetimbangan Metil Merah dalam Suasana

Asam dan Basa

Page 41: PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA

Penuntun Praktikum Kimia Fisika 39

Reaksi pengionan metil merah di atas dapat dinyatakan oleh persamaan reaksi

sebagai berikut.

HMR โ‡„ MRโˆ’ + H+

Tetapan disosiasi (Ka) dapat dinyatakan oleh persamaan berikut.

๐พ๐‘Ž = ๐ป+ ๐‘€๐‘…โˆ’

๐ป๐‘€๐‘… โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™ (1)

Sehingga pKa dinyatakan,

๐‘๐พ๐‘Ž = ๐‘๐ป โˆ’ log ๐‘€๐‘…โˆ’

๐ป๐‘€๐‘… โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™ (2)

HMR dan MRโˆ’ mempunyai absorbansi maksimum pada panjang gelombang yang

berbeda, yaitu pada selang pH 4-6. Harga tetapan kesetimbangan ini dapat dihitung

dengan persamaan (2) dari pengukuran perbandingan ๐‘€๐‘…โˆ’ / ๐ป๐‘€๐‘… dapat

ditunjukkan secara spektrofotometri karena kedua bentuk metil merah mengabsorbsi

kuat pada daerah cahaya tampak (400-800 nm).

Spektrofotometri menyiratkan pengukuran jauhnya pengabsorpsi energi

cahay oleh suatu sistem kimia sebagai fungsi dari panjang gelombang radiasi serta

pengukuran pengabsorpsi yang menyendiri pada suatu panjang gelombang tertentu.

Metode spektrofotometri dibedakan menjadi dua, yaitu spektrofotometri ultraviolet

dan spektrofotometri cahaya tampak. Pada umumnya, penerapan spektrofotometri

ultraviolet dan cahaya tampak pada senyawa organik didasarkan pada transisi n-๐œ‹โˆ—

atau ๐œ‹-๐œ‹โˆ— dan karenanya memerlukan hadirnya gugus kromoforat (C=C, C=O, N=N)

dalam molekul. Transisi ini terjadi dalam daerah spektrum antara 200-700 nm yang

praktis digunakan dalam eksperimen. Pada spektrofotometri UV-Vis, absorbsi hanya

terjadi jika selisih kedua tingkat energi elektronik tersebut (โˆ†E โˆ’ E2 โˆ’ E1)

bersesuaian dengan energi cahaya (foton) yang datang.

Jika I dan I0 masing-masing adalah intensitas cahaya dengan panjang

gelombang tertentu yang telah melalui larutan dengan pelarut murni, maka

absorbansi optik (A) didefinisikan oleh Hukum Lambert-Beer.

A = โˆ’ logI

I0= ฮตbc โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™โˆ™ (3)

dimana: I = Intensitas cahaya yang diemisikan oleh larutan dalam sel

I0 = Intensitas cahaya yang diemisikan oleh pelarut dalam sel pada I

yang sama

= Koefisien ekstingsi dari spesies penyerap

Page 42: PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA

Penuntun Praktikum Kimia Fisika 40

Semakin besar intensitas sinar yang diserap maka nilai A akan semakin besar dan

intesitas sinar yang diteruskan akan semakin kecil. Jika hanya zat terlarut saja yang

dapat mengabsorbsi cahaya, maka

A = a.b.c โ€ฆโ€ฆโ€ฆโ€ฆโ€ฆโ€ฆโ€ฆโ€ฆโ€ฆโ€ฆโ€ฆโ€ฆโ€ฆโ€ฆโ€ฆโ€ฆโ€ฆโ€ฆ (4)

dimana a = indeks absorbansi zat terlarut

b = panjang/tebal larutan yang dilewati

c = konsentrasi zat terlarut

Harga a bergantung pada panjang gelombang cahaya, pada suhu dan pada jenis

pelarut. Pada daerah berlakunya hukum Lambert-Beer, aluran A terhadap konsentrasi

berupa garis lurus. Jika dalam larutan terdapat lebih dari satu zat terlarut dan masing-

masing zat mengabsorbsi secara bebas, maka absorbansi campuran ini bersifat aditif.

A = A1 = a1. b. c โ€ฆโ€ฆโ€ฆโ€ฆโ€ฆโ€ฆโ€ฆโ€ฆโ€ฆโ€ฆโ€ฆโ€ฆ. (5)

Pada percobaan ini pertama-tama ditentukan spektrum absorpsi metil merah

bentuk I (dalam larutan asam) dan bentuk II (dalam larutan basa) dan kemudian

dipilih dua panjang gelombang ฮป1 dan ฮป2 untuk kedua larutan sedemikian hingga

bentuk asam mengadsorpsi jauh lebih kuat pada ฮป1 dibandingkan dengan basanya,

dan sebaliknya pada ฮป2 bentuk basa mengadsorpsi kuat sedangkan bentuk asam

tidak. Secara ideal, ฮป1 dan ฮป2 berupa puncak absorpsi.

Gambar 2. Kurva Absorbansi Terhadap Panjang Gelombang untuk HMR dan MR

Dalam suasana sangat asam (seperti dalam HCl) metil merah dapat dianggap

hanya terdapat dalam bentuk asam dan sebaliknya dalam suasana basa (seperti dalam

NaOH) metil merah ditemukan dalam bentuk II.

A

HMR

MR

ฮป2 ฮป1

Page 43: PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA

Penuntun Praktikum Kimia Fisika 41

Indeks absorbansi molar HMR pada ฮป1(= a1.HMR ) dan pada ฮป2(= a2.HMR )

dan juga indeks absorbansi molar MRโˆ’ pada ฮป1(= a1.HMR ) dan pada ฮป2(= a2.HMR )

ditentukan pada berbagai konsentrasi dengan menggunakan persamaan (4) untuk

mengetahui apakah hukum Beer dipenuhi. Untuk maksud ini dapat juga dibentuk

grafik absorbansi A terhadap konsentrasi. Kemudian komposisi campuran HMR dan

MRโˆ’ pada suatu pH tertentu dihitung dari absorbansi A1 dan A2, masing-masing

pada ฮป1 dan ฮป2 dan dengan tebal sel satu cm (b = 1 cm) dengan menggunakan

peersamaan (6) dan persamaan (7)

A1 = dHMR + dMRโˆ’ MRโˆ’ โ€ฆโ€ฆโ€ฆโ€ฆโ€ฆโ€ฆโ€ฆโ€ฆโ€ฆโ€ฆโ€ฆโ€ฆ. (6)

A2 = dHMR + dMRโˆ’ MRโˆ’ โ€ฆโ€ฆโ€ฆโ€ฆโ€ฆโ€ฆโ€ฆโ€ฆโ€ฆโ€ฆโ€ฆโ€ฆ. (7)

III. Alat dan Bahan

Tabel Alat

Nama Alat Jumlah

Spektofotometer UV Vis 1 buah

Labu ukur 100 mL 1 buah

Pipet volumetri 10 mL 1 buah

Labu ukur 25 mL 2 buah

Labu ukur 10 mL 1 buah

Labu Erlenmeyer 10 mL 8 buah

Labu Erlenmeyer 100 mL 4 buah

Pipet volumetri 50 mL 1 buah

Gelas kimia 100 mL 2 buah

Pipet tetes 2 buah

Gelas ukur 25 mL 1 buah

Kaca arloji 1 buah

Spatula 1 buah

Tabel Bahan

Nama Bahan Jumlah

Metil merah 0,1 gram

Larutan natrium asetat 0,04 M 50 mL

Larutan asam asetat 0,02 M 45 mL

Larutan HCl 0,1 M 100 mL

Larutan HCl 0,01 M 50 mL

Larutan NaOH 0,04 M 25 mL

Larutan NaOH 0,01 M 50 mL

Page 44: PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA

Penuntun Praktikum Kimia Fisika 42

IV. Prosedur Kerja

No Langkah Kerja Hasil Pengamatan

Pembuatan Larutan Metil Merah

1. Larutkan 0,1 gram kristal metil merah dilarutkan

dalam 30 mL etanol 95%, kemudian encerkan

hingga tepat 50 mL dengan air suling (larutan

ini disebut larutan induk).

2. Ambil sebanyak 5 mL larutan induk tersebut dan

encerkan dengan air hingga volume menjadi 100

mL (larutan ini disebut sebagai larutan standar.

Pembuatan Larutan HMR

1. Tempatkan sebanyak 10 mL larutan standar

metil merah dalam labu ukur 100 mL, kemudian

tambahkan 10 mL larutan HCl 01 M dan

encerkan dengan aquades hingga tepat 100 mL

Pembuatan Larutan MR-

1. Tempatkan sebanyak 10 mL larutan standar

metil merah dalam labu ukur 100 mL, kemudian

tambahkan 25 mL larutan CH3COONa 0,04 M

dan encerkan dengan aquades hingga tepat 100

mL (pH larutan kira-kira 8).

Penentuan maks HMR dan MR-

1. Ukur absorbansi larutan HMR pada panjang

gelombang mulai dari 350-600 nm. Plot

absorbansi terhadap panjang gelombang

sehingga didapatkan maks dari HMR

2. Dengan cara yang sama lakukan pula

pengukuran absorbansi dari larutan MR- pada

panjang gelombang mulai dari 400-500 nm. Plot

absorbansi terhadap panjang gelombang

sehingga didapatkan maks dari MR-.

Pengukuran Absorbansi Larutan

1. Masukkan masing-masing 40, 30, 20, 10, dan 5

Page 45: PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA

Penuntun Praktikum Kimia Fisika 43

mL larutan HMR dalam labu ukur 50 mL,

encerkan hingga tanda batas menggunakan

larutan HCl 0,01 M.

2. Ukur absorbansi masing-masing larutan pada

maks HMR dan MR-

3. Buat kurva absorbansi terhadap konsentrasi,

harga d merupakan slope dari kurva tersebut.

Konsentrasi HMR adalah 0,8; 0,6; 0,4; 0,2; dan

0,1 kali konsentrasi HMR awal.

4. Masukkan masing-masing 40, 30, 20, 10, dan 5

mL larutan MR- dalam labu ukur 50 mL,

encerkan hingga tanda batas menggunakan

larutan natrium asetat 0,01 M.

5. Ukur absorbansi masing-masing larutan pada

maks HMR dan MR-.

6. Buat kurva absorbansi terhadap konsentrasi,

harga d merupakan slope dari kurva tersebut.

Konsentrasi MR- adalah 0,8; 0,6; 0,4; 0,2; dan

0,1 kali konsentrasi MR- awal.

Penentuan kuantitas relatif HMR dan MR- pada berbagai nilai pH

1. Buat campuran larutan dengan komposisi

sebagai berikut:

No labu 1 2 3 4

Larutan

HMR standar

10 mL 10 mL 10 mL 10 mL

Natrium

asetat 0,04 M

25 mL 25 mL 25 mL 25 mL

Asam asetat

0,02 M

50 mL 25 mL 10 mL 5 mL

Air 15 mL 40 mL 55 mL 60 mL

pH (cek

kembali)

4,85 5,51 5,73 5,81

2. Ukur absorbansi masing-masing larutan di atas

pada maks HMR dan MR-.

Page 46: PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA

Penuntun Praktikum Kimia Fisika 44

V. Pengolahan Data

Perhitungan konstanta disosiasi metil merah:

1. Tentukan konsentrasi larutan induk dan larutan standar metil merah.

2. Tentukan konsentrasi larutan HMR awal dan larutan MR- awal.

3. Hitung konsentrasi larutan HMR dan MR- hasil pengenceran.

4. Menggunakan persamaan Lambert-Beer, alurkan nilai absorbansi larutan

terhada konsentrasi, kemudian tentukan nilai d.

5. Tentukan [HMR] dan [MR-] pada larutan di dalam labu no 1, 2, 3, dan 4.

6. Alurkan nilai pH terhadap log [๐ป๐‘€๐‘…]

[๐‘€๐‘…โˆ’] untuk memeroleh nilai konstanta

disosiasi (Ka) metil merah, sesuai dengan persamaan pH = log [๐ป๐‘€๐‘…]

[๐‘€๐‘…โˆ’] + pKa.

VI. Pertanyaan

Mengapa pengukuran absorbansi harus dilakukan pada maks HMR dan MR- ?

Page 47: PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA

Penuntun Praktikum Kimia Fisika 45

PERCOBAAN VIII

SISTEM BINER FENOLโ€“AIR

I. Tujuan

1. Membuat kurva komposisi pada sistem fenolโ€“air

2. Menentukan suhu kritis kelarutan timbal balik sistem fenol-air.

II. Dasar Teori

Suatu zat memiliki kemungkinan berada dalam fase padat, cair ataupun gas.

Kata โ€œfaseโ€ berasal dari bahasa Yunani yang berarti pemunculan. Fase adalah

keadaan materi yang seragam di seluruh bagiannya, bukan hanya dalam komposisi

kimianya, melainkan juga dalam keadaan fisiknya.

Komponen adalah spesies yang ada dalam sistem, seperti zat terlarut dan

pelarut dalam larutan biner (Atkins, 2006). Sistem biner fenolโ€“air merupakan sistem

yang memperlihatkan sifat kelarutan timbal balik antara fenol dan air pada suhu

tertentu dan tekanan tetap. Kelarutan adalah jumlah maksimum zat yang dapat larut

dalam sejumlah pelarut. Pelarut umumnya merupakan suatu cairan yang dapat berupa

zat murni ataupun campuran.

Sistem campuran fenol-air sistem terdiri dari dua komponen yaitu fenol dan

air, sehingga dikatakan sebagai sistem biner. Sistem biner fenolโ€“air tergolong fase

padatโ€“cair, fenol berupa padatan dan air berupa cairan. Kelarutan sistem ini akan

berubah apabila ke dalam campuran ditambahan salah satu komponen penyusunnya

yaitu fenol atau air. Temperatur akan mempengaruhi komposisi kedua fase pada

kesetimbangan. Jika temperatur semakin tinggi, maka kemampuan kedua komponen

untuk melarut akan semakin tinggi juga (Atkins, 2006).

Sistem biner fenol-air merupakan sistem dua komponen yang mempunyai

derajat kebebasan F = 4 - P. Jika sistem ada dalam satu fasa, maka F = 3. Hal ini

berarti sistem mempunyai tiga varian atau tiga derajat kebebasan. Keadaan sistem

digambarkan dengan tiga koordinat atau tiga dimensi (diagram ruang).

Penggambaran keadaan sistem melalui diagram ruang sulit untuk dibuat dan

dipelajari. Untuk menyederhanakan penggambaran sistem maka salah satu variabel

di atas dibuat konstan atau tetap sehingga tinggal 2 variabel bebas. Dengan

penyederhanaan ini diagram dapat digambarkan dalam bentuk dua dimensi. Ada tiga

kemungkinan bentuk diagram, yaitu:

Diagram P-konsentrasi pada T tetap

Page 48: PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA

Penuntun Praktikum Kimia Fisika 46

Diagram T-konsentrasi pada P tetap

Diagram P-T pada konsentrasi tetap

Penyederhanaan selanjutnya dilakukan dengan cara mempelajari berbagai

kesetimbangan yang mungkin terdapat dalam sistem secara terpisah. Hal ini dapat

dilakukan dengan mengatur tekanan dan temperatur sistem. Pada praktikum ini,

sistem biner fenol air diartikan sebagai sistem yang memperlihatkan sistem kelarutan

timbal balik antara fenol dan air pada suhu tertentu dan tekanan tetap. Jika komposisi

campuran fenolโ€“air dilukiskan terhadap suhu akan diperoleh sebuah kurva seperti

gambar berikut:

Gambar 1. Diagram fasa sistem biner fenolโ€“air

Keterangan:

L1 = fasa fenol dalam air

L2 = fasa air dalam fenol

XA = fraksi mol air

XF = fraksi mol fenol

XC = fraksi mol komponen pada titik kritis

Terdapat dua fasa pada daerah di dalam kurva. Titik-titik pasangan komposisi

temperatur di dalam kurva selalu menggambarkan dua fasa. Komposisi tiap fasa

terletak pada kurva. Tetapi hanya terdapat satu fasa diluar kurva. Temperatur

konsulat atas atau titik kritis maksimumnya adalah titik maksimum kurva. Di atas

temperatur titik kritis tidak mungkin terdapat dua fasa.

Sistem biner ini mempunyai suhu kritis (TC) pada tekanan tetap yaitu suhu

minimum pada saat dua zat bercampur secara homogen dengan komposisi CC . Pada

T1 dengan komposisi antara A2 dan B2, sistem berada pada dua fasa (keruh).

Page 49: PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA

Penuntun Praktikum Kimia Fisika 47

Sedangkan pada saat campuran berubah dari keruh menjadi jernih, sistem berada

pada satu fasa. Apabila percobaan dilakukan pada suhu yang lebih tinggi maka akan

diperoleh batas kelarutan yang berbeda. Jika suhu semakin tinggi, maka kelarutan

masing-masing komponen meningkat sehingga daerah dua fasa semakin menyempit.

III. Alat dan Bahan

Tabel Alat

Nama Alat Jumlah

Tabung reaksi

Labu Erlenmeyer 100 mL tertutup 1

Gelas kimia 500 mL 2

Gelas kimia 100 mL 2

Buret 50 mL 1

Statif dan klem 1

Batang pengaduk 1

Neraca analitik 1

Pemanas 1

Termometer 1

Tabel Bahan

Nama Bahan Jumlah

Fenol 5 gram

Aquades 250 mL

IV. Prosedur Kerja

No. Langkah Kerja Hasil Pengamatan

1 5 gram fenol ditimbang dan ditempatkan dalam

tabung reaksi bersih

2 Aquades ditambahkan per 0,5 mL hingga campuran

berubah menjadi keruh

3 Tabung reaksi kemudian dirangkai seperti gambar

berikut:

Page 50: PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA

Penuntun Praktikum Kimia Fisika 48

4 Tabung dipanaskan dalam penangas bersuhu 90 C

5 Suhu dicatat saat campuran berubah dari keruh

menjadi bening (T1)

6 Campuran terus dipanaskan hingga mencapai suhu

T1 + 4 C

7 Tabung dikeluarkan dari penangas, dan didinginkan

dalam suhu ruang

8 Suhu saat campuran berubah dari bening menjadi

keruh dicatat sebagai T2

9 Langkah 1-8 diulang untuk penambahan aquades

seperti yang disajikan dalam tabel pengolahan data.

V. Pengolahan Data

Penambahan aquades setelah larutan menjadi keruh

Penambahan

aquades (mL)

T1

(C)

T2

(C)

0,1

0,2

0,3

0,4

0,5

0,6

0,7

0,8

0,9

1

1,5

2,5

15

17,5

20

Perhitungan fraksi mol

1. Hitung mol fenol dan mol aquades dalam masing-masing tabung reaksi

2. Tentukan fraksi mol fenol dan aquades dalam masing-masing tabung reaksi

3. Buat diagram sistem biner fenolโ€“air

4. Tentukan titik kritis sistem biner fenolโ€“air

VI. Pertanyaan

Bandingkan TC percobaan dengan literatur, bila ada perbedaan jelaskan

penyebabnya!

Page 51: PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA

Penuntun Praktikum Kimia Fisika 49

PERCOBAAN IX

SISTEM TERNER AIR-KLOROFORM-ASAM ASETAT

I. Tujuan

1. Menggambarkan diagram terner sistem air-kloroform-asam asetat.

2. Menentukan garis dasi (tie line) sistem air-kloroform-asam asetat.

II. Dasar Teori

Berdasarkan hukum fasa Gibbs, jumlah terkecil variabel bebas yang

diperlukan untuk menyatakan keadaan suatu sistem dengan tepat pada

kesetimbangan diungkapkan sebagai:

F = C โ€“ P + 2

dimana F = jumlah derajat kebebasan, C = jumlah komponen, P = jumlah fasa.

Berdasarkan rumusan di atas, kesetimbangan dipengaruhi oleh suhu, tekanan,

dan komposisi sistem. Pada sistem tiga komponen, nilai C adalah 3, sehingga

rumusannya menjadi:

F = 3 โ€“ P + 2

Pada sistem tiga komponen dengan tekanan dan temperatur tetap, maka nilai 2 pada

rumusan hukum fasa Gibbs tidak perlu dituliskan sehingga derajat kebebasannya

menjadi:

F = 3 โ€“ P

Nilai derajat kebebasan maksimal adalah 2 karena nilai P hanya mempunyai 2

pilihan: 1 fasa ketika ketiga komponen bercampur homogen, atau 2 fasa. Umumnya

sistem 3 komponen merupakan sistem cair-cair-cair. Jumlah fraksi mol ketiga

komponen adalah 1. Dengan adanya berbagai bentuk kesetimbangan antara

komponen-komponen yang ada, maka digunakan diagram fase berbentuk segitiga.

Gambar 1. Diagram fasa segitiga

Page 52: PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA

Penuntun Praktikum Kimia Fisika 50

Pada gambar di atas, titik A, B, dan C menyatakan komponen murni. Titik-

titik pada sisi AB, BC, dan AC menyatakan fraksi dari dua komponen, sedangkan

titik di dalam segitiga menyatakan fraksi dari tiga komponen. Titik P menyatakan

campuran dengan fraksi dari A, B, dan C masing-masing sebanyak x, y, dan z.

Dengan menggunakan prinsip penggambaran komposisi dalam diagram

terner, kesetimbangan fasa untuk sistem tiga komponen air-kloroform-asam asetat

ditunjukkan pada Gambar 2 berikut.

Gambar 2. Diagram fasa air-kloroform-asam asetat

Kurva yang terdapat dalam segitiga menggambarkan kelarutan antara ketiga

zat. Garis PQ merupakan garis penentu komposisi sistem yang letaknya tidak sejajar

dengan H2O-CHCl3 disebut garis dasi (tie line). Misalnya suatu sistem dimulai dari

komposisi K, berdasarkan aturan Lever (Lever rule) sistem ini memiliki jumlah air

yang lebih banyak daripada kloroform. Sistem ini merupakan sistem dua fasa yang

bila dikocok akan terlihat keruh. Dengan menitrasi campuran ini dengan asam asetat,

maka komposisi sistem akan berjalan sepanjang garis KKโ€™ menuju ke titik 100%

asam asetat. Dengan melakukan pengocokan secara perlahan selama titrasi akan

diperoleh tetesan terakhir ketika kekeruhan tepat hilang, yaitu titik Kโ€™.

III. Alat dan Bahan

Tabel Alat

Nama alat Jumlah

Buret mikro 50 mL 2 buah

Erlenmeyer 50 mL 6 buah

Corong pisah 1 buah

Gelas kimia 100 mL 4 buah

Pipet tetes 2 buah

Neraca analitik 1 buah

Statif 3 buah

Klem 3 buah

Page 53: PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA

Penuntun Praktikum Kimia Fisika 51

Ring 1 buah

Gelas ukur 5 mL 1 buah

Pipet volumetri 5 mL 1 buah

Filler 1 buah

Tabel Bahan

Nama Bahan Jumlah

Aquades 1000 mL

Klroform 15 mL

Larutan NaOH 0,129 M 20 mL

Asam asetat 50 mL

Asam oksalat 0,05 M 15 mL

Indikator fenolftalein (PP) 5 mL

IV. Prosedur Kerja

No Langkah Kerja Hasil Pengamatan

1 Disediakan 2 buah buret yang masing-

masing berisi kloroform, dan asam asetat.

2 Massa jenis aquades, kloroform, dan asam

asetat ditentukan menggunakan piknometer.

3 Disediakan 4 buah Erlenmeyer dan masing-

masing diberi tanda I, II, III, IV, kemudian

dibuat empat macam komposisi air-

kloroform dan labu Erlenmeyer tersebut:

Labu I: 4 g aquades + 1 g kloroform

Labu II: 3 g aquades + 2 g kloroform

Labu III: 2 g aquades + 3 g kloroform

Labu IV: 1 g aquades + 4 g kloroform

4 Masing-masing campuran dalam Erlenmeyer

tersebut dititrasi dengan asam asetat sampai

tidak keruh, kemudian dicatat volume asam

asetat yang digunakan.

5 Corong pisah yang bersih dan kering diambil

dan selanjutnya diisi dengan 2,5 gram

aquades dan 2,5 gram kloroform.

Selanjutnya ditambahkan satu gram asam

asetat, kemudian campuran dikocok hingga

diperoleh campuran yang merata.

Page 54: PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA

Penuntun Praktikum Kimia Fisika 52

6 Campuran tersebut dibiarkan beberapa saat

sampai didapat kembali 2 lapisan (L1 dan L2.

Sementara itu, 2 buah labu Erlenmeyer yang

bersih dan kering disiapkan dan ditimbang

keduanya dengan teliti.

7 Kedua lapisan yang diperoleh pada langkah 7

kemudian dipisahkan dan masing-masing

lapisan tersebut dimasukkan ke dalam

Erlenmeyer (masing-masing diberi tanda L1

dan L2) yang telah diketahui massanya.

Kemudian ditimbang kembali kedua

Erlenmeyer tersebut.

8 Kedua cairan tersebut (L1 dan L2) dititrasi

dengan NaOH.

V. Pengolahan Data

1. Tentukan massa jenis air, kloroform, dan asam asetat berdasarkan data

percobaan dengan piknometer.

2. Hitung fraksi mol air, kloroform, dan asam asetat dalam keempat campuran.

3. Hitung persen massa air, kloroform, dan asam asetat pada L1 dan L2

4. Gambarkan diagram segitiga dan tie line untuk sistem tiga komponen air-

kloroform-asam asetat.

VI. Pertanyaan

Jelaskan mengapa posisi tie line untuk sistem tiga komponen air-kloroform-asam

diperoleh seperti itu? Mengapa garisnya tidak memotong sisi lain segitiga?

Page 55: PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA

Penuntun Praktikum Kimia Fisika 53

PERCOBAAN X

PENENTUAN TEGANGAN PERMUKAAN DENGAN METODE DU-NOUY

I. Tujuan:

1. Menentukan tegangan permukaan cairan/gas dan cairan/cairan

2. Memperhatikan efek surface active agent terhadap ฮณ

II. Dasar Teori

Tegangan permukaan merupakan fenomena menarik yang terjadi pada zat

cair (fluida) yang berada dalam keadaan diam (statis). Tegangan permukaan terjadi

karena permukaan zat cair cenderung untuk menegang sehingga permukaannya

tampak seperti selaput tipis. Hal ini dipengaruhi oleh adanya gaya kohesi antara

molekul air. Sebagai contoh, akan ditinjau cairan yang berada di dalam sebuah

wadah seperi berikut.

Gambar 1. Gaya Tarik Molekul-molekul dalam Cairan

Gaya tarik molekul-molekul dalam cairan adalah sama ke segala arah, tetapi

molekul-molekul pada permukaan cairan lebih tertarik ke dalam cairan. Hal ini

disebabkan oleh jumlah molekul dalam fase uap lebih sering daripada fase cair.

Akibatnya, zat cair selalu berusaha mendapatkan luas permukaan terkecil, karena itu

cairan cenderung mengambil bentuk bulat. Kecenderungan ini terjadi karena bulatan

adalah objek geometris dengan perbandingan permukaan/volume terkecil.

Molekulcairan biasanya saling tarik menarik. Pada bagian dalam cairan, setiap

molekul cairan dikelilingi oleh molekul-molekul lain di setiap sisinya. Akan tetapi, di

permukaan cairan, hanya ada molekul-molekul cairan di samping dan di bawah. Di

bagian atas tidak ada molekul cairan lainnya, karena molekul cairan saling tarik

menarik satu dengan lainnya, maka terdapat gaya total yang besarnya nol pada

molekul yang berada di bagian dalam cairan. Sebaliknya, molekul cairan yang

terletak dipermukaan ditarik oleh molekul cairan yang berada di samping dan

Page 56: PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA

Penuntun Praktikum Kimia Fisika 54

bawahnya. Akibatnya, pada permukaan cairan terdapat gaya total yang berarah ke

bawah. Karena adanya gaya total yang arahnya ke bawah, maka cairan yang terletak

di permukaan cenderung memperkecil luas permukaannya, dengan menyusut sekuat

mungkin. Hal ini yang menyebabkan lapisan cairan pada permukaan seolah-olah

tertutup oleh selaput elastis dan tipis. Fenomena dikenal dengan istilah tegangan

permukaan. Tegangan permukaan hanya bekerja pada bidang permukaaan dan

besarnyha sama di semua titik.

Sebagai contoh yaitu tetes air cenderung berbentuk seperti balon (yang

merupakan gambaran luas minimum sebuah volum) dengan zat cair berada di

tengahnya. Hal yang sama terjadi pada jarum baja yang memiliki rapat massa lebih

besar dari air tapi dapat mengambang di permukaan zat cair. Fenomena ini terjadi

karena selaput cair dalam kondisi tegang, tegangan fluida ini bekerja parallel

terhadap permukaan dan timbul dari adanya gaya tarik-menarik antara molekulnya.

Apabila tegangan permukaan suatu cairan hendak di ukur, perlu dipilih metode yang

sesuai, misalnya pengukuran dengan tensiometer yang dikenal dengan metode

tensiometer (cara Du โ€“ Nouy) (Sukardjo, 2002). Suatu cairan Pt dimasukkan dalam

cairan yang diselidiki dan gaya yang diperlukan untuk memisahkan cincin dari

permukaan diukur. Prinsip dari alat ini adalah gaya yang diperlukan untuk

melepaskan suatu cincin platina iridium yang dicelupkan pada permukaan sebanding

dengan tegangan permukaan atau tegangan antar muka dari cairan tersebut. Pada

dasarnya, tegangan permukaan suatu zat cair dipengaruhi oleh beberapa faktor

diantaranya suhu dan zat terlarut. Dimana keberadaan zat terlarut dalam suatu cairan

akan mempengaruhi besarnya tegangan permukaan terutama molekul zat yang

berada pada permukaan cairan berbentuk lapisan monomolecular yang disebut

dengan molekul surfam.

Efek permukaan dapat dinyatakan dalam Bahasa fungsi Helmholt dan Gibbs.

Hubungan antara fungsi-fungsi ini dan luas permukaan adalah kerja yang diperlukan

untuk mengubah sejumlah tertentu luas ini dan luas permukaan adalah kerja yang

diperlukan untuk mengubah sejumlah tertentu luas ini dan kenyataan bahwa pada

kondisi berbeda dA dan dG sama dengan kerja yang dilakukan dengan mengubah

energi sistem. Kerja yang dilakukan dalam mengubah sangat kecil dฯƒ luas

permukaan suatu sampel sebanding dengan dฯƒ (dw = do). Koefisien disebut

dengan tegangan permukaan (erg/cm2 atau J/m2). Pada volume dan temperatur tetap,

Page 57: PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA

Penuntun Praktikum Kimia Fisika 55

kerja pembentukan permukaan dapat dikenali dengan perubahan fungsi Helmholtz

(Atkins, 2006) yang dinyatakan dengan dA = dฯƒ. Karena fungsi Helmholtz

berkurang dฯƒ < 0 , maka secara alamiah permukaan cenderung untuk menyusut

atau mengkerut dan menyebabkan permukaan cairan seakan-akan menjadi tegang

(Sukardjo, 2002). Jadi, tegangan muka adalah gaya (dyne) yang bekerja sepanjang 1

cm pada permukaan zat cair. Besarnya gaya ke bawah akibat tegangan permukaan

diukur.

F = 4ฯ€Rฮณ

Dimana merupakan tegangan muka; nilai adalah sebesar 3,14; R adalah jari-jari

cincin; dan F adalah gaya untuk memisahkan permukaan cairan. Pada saat cincin

lepas, dapat dituliskan persamaan:

F1 = F2

F1 = 4ฯ€Rฮณ

ฮณ =F

4ฯ€ R

Karena tegangan permukaan merupakan perbandingan antara Gaya tegangan

permukaan dengan satuan panjang, maka satuan tegangan permukaan adalah Newton

per meter (N/m) atau dyne per centimeter (dyn/cm).

1 dyn/cm = 10โˆ’3 N/m = 1 mN/m

Metode Du-Nouy selain untuk mengukur tegangan muka, juga dipakai untuk

mengukur tegangan muka antara dua fase cair, misalnya tegangan muka antara

minyak dengan air. Dengan metode Du-Nouy, cincin logam yang digunakan pada

permukaan cairan diangkat ke atas dengan memakai torsion wire. Gaya yang

diperlukan untuk tepat memutuskan film cairan diukur pada skala yang dihubungkan

dengan torsion wire tersebut.

Untuk sistem ideal, gaya baru bisa memutuskan film cairan bila besarnya

sama dengan 4ฯ€Rฮณ. Persamaan ini hanya berlaku untuk cairan yang mempunyai

sudut kontak ฮธ sama dengan nol. Dalam prakteknya bentuk cairan film yang

diangkat lingkaran logam berbeda dari sistem ideal dan mempengaruhi harga

tegangan permukaan yang diperoleh, sehingga diperlukan faktor koreksi yang

berkisar antara 0,75-1,02.

Page 58: PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA

Penuntun Praktikum Kimia Fisika 56

Emulsifier atau zat pengemulsi didefinisikan sebagai senyawa yang

mempunyai aktivitas permukaan (surface activity agents) sehingga dapat

menurunkan tegangan permukaan (surface tension) cairan. Detergen sintesis modern

didesain untuk meningkatkan kemampuan air membasahi kotoran yang melekat pada

pakaian, yaitu dengan menurunkan tegangan permukaan air. Misalnya, air murni

tidak membasahi dan bentuk butiran air ini tidak banyak berubah, tetapi tetes air

yang mengandung detergen (surfaktan) akan membasahi lilin dan butir air akan

menyebar (luas permukaan bertambah).

Suhu mempengaruhi nilai tegangan permukaan. Umumnya ketika tejadi

kenaikan suhu, nilai tegangan permukaan mengalami penurunan. Hal ini disebabkan

karena suhu meningkat, molekul cairan bergerak semakin cepat sehingga pengaruh

interaksi antar molekul cairan berkurang. Akibatnya nilai tegangan permukaan juga

mengalami penuruna. Berikut ini beberapa nilai tegangan permukaan yang diperoleh

berdasarkan percobaan.

Tabel 1. Tegangan permukaan beberapa zat cair

Zat cair yang

bersentuhan dengan udara Suhu โ„ƒ

Tegangan Permukaan

(mN/m = dyn/cm)

Air 0 72,60

Air 20 72,80

Air 25 72,20

Air 60 66,20

Air 80 62,60

Air 100 58,90

Air sabun 20 25,00

Minyak zaitun 20 32,00

Air raksa 20 465,00

Oksigen -193 15,70

Neon -247 5,15

Helium -269 0,12

Aseton 20 23,70

Etanol 20 22,30

Gliserin 20 63,10

Benzena 20 28,90

Berdasarkan data tegangan permukaan, tampak bahwa suhu mempengaruhi

nilai tegangan permukaan fluida. Umumnya ketika terjadi kenaikan suhu, nilai

tegangan permukaan mengalami penurunan (bandingkan nilai tegangan permukaan

air pada setiap suhu). Hal ini disebabkan karena ketika suhu meningkat, molekul

cairan bergerak semakin cepat sehingga pengaruh interaksi antar molekul cairan

berkurang. Akibatnya nilai tegangan permukaan juga mengalami penurunan.

Page 59: PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA

Penuntun Praktikum Kimia Fisika 57

Dalam prakteknya bentuk cairan film yang diangkat lingkaran logam

berbedadari sistem ideal dan mempengaruhi harga tegangan permukaan yang

diperoleh.

Deterjen

Deterjen merupakan pembersih sintesis yang terbuat dari bahan-bahan

turunan minyak bumi. Pada umumnya, deterjen mengandung bahan-bahan berikut:

1. Surfaktan (surface active agent) merupakan zat aktif permukaan yang

mempunyai ujung berbeda yaitu hydrophile (suka air) dan hydrophobe (suka

lemak). Bahan aktif ini berfungsi menurunkan tegangan permukaan air

sehingga dapat melepaskan kotoran yang menempel pada permukaan bahan.

2. Builder (pembentuk) berfungsi meningkatkan efisiensi pencuci dari surfaktan

dengan cara menon-aktifkan mineral kesadahan air.

3. Filler (pengisi) adalah bahan tambahan deterjen yang tidak mempunyai

kemampuan meningkatkan daya cuci, tetapi menambah kuantitas.

4. Additives adalah bahan suplemen tambahan untuk membuat produk lebih

menarik

Minyak dan air tidak saling melarutkan sehingga jika ditambahkan deterjen

seolah-olah minyak dan air akan larut, dimana deterjen akan mengemulsi atau

mensuspensi bahan organik dalam air. Hal ini dapat mengakibatkan tegangan

permukaan pada larutan tersebut menurun.

III. Alat dan Bahan

Tabel Alat

Nama Alat Jumlah

Tensiometer Du-Nouy 1 set

Cawan petri 1 buah

Gelas kimia 100 mL 4 buah

Batang pengaduk 1 buah

Spatula 1 buah

Kaca arloji 1 buah

Gelas ukur 50 mL 1 buah

Gelas ukur 10 mL 1 buah

Gelas ukur 100 mL 1 buah

Pipet tetes 2 buah

Tabel Bahan

Nama Bahan Jumlah

Aquades 500 mL

Detergen merk โ€œattackโ€ 0,5 gram

Page 60: PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA

Penuntun Praktikum Kimia Fisika 58

Minyak goreng 100 mL

Kloroform 100 mL

IV. Prosedur Kerja

No Langkah Kerja Hasil Pengamatan

Penentuan Tegangan Permukaan Larutan Murni/Udara

1 Alat tensiometer dirangkai dengan baik

2 Aquades dimasukkan ke dalam cawan

petri.

Selanjutnya cincin dimasukkan ke

dalam aquades dan cincin dijaga agar

saling bersentuhan dengan dinding

cawan.

Skala pada tensiometer diamati pada

tarikan pertama, kemudian dicatat.

Pengamatan dilakukan berulang-ulang

untuk memperoleh hasil yang akurat.

3 Langkah yang sama pada prosedur kerja

no.2 di atas dilakukan juga pada larutan

murni lainnya yaitu kloroform dan

minyak goreng.

Penentuan Tegangan Permukaan Larutan Detergen

1 Detergen bubuk yang akan digunakan

disiapkan terlebih dahulu.

Detergen bubuk tersebut kemudian

ditimbang masing masing sebanyak

0,05 g; 0,10 g; dan 0,15g.

2 Setelah ditimbang, masing-masing

detergen yang massanya berbeda tersebut

dilarutkan dengan aquades hingga

volumenya 100 mL, sehingga diperoleh

larutan detergen dengan lima konsentrasi

yang berbeda yaitu 0,05%; 0,10%;

Page 61: PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA

Penuntun Praktikum Kimia Fisika 59

0,15%

3 Masing-masing larutan detergen

dimasukkan ke dalam cawan petri

secara bergantian.

Selanjutnya cincin dimasukkan ke

dalam larutan detergen dan cincin

dijaga agar tidak saling bersentuhan

dengan dinding cawan.

Skala pada tensiometer diamati pada

tarikan pertama, kemudian dicatat.

Pengamatan dilakukan berulang-ulang

untuk memperoleh hasil yang akurat.

Penentuan Tegangan Permukaan Campuran Air-Minyak Goreng

1 Sebanyak 25 mL minyak ditambahkan ke

dalam 60 ml aquades

2 Cincin aluminium dicelupkan pada

campuran aquades dan minyak pada

bagian perbatasan antara lapisan minyak

dengan aquades. Skala yang ditunjukkan

dicatat.

Penentuan Tegangan Permukaan Campuran Air-Kloroform

1 Sebanyak 30 mL aquades ditempatkan

dalam cawa petri. Kemudian sebanyak 20

mL kloroform ditambahkan pada 30 mL

aquades yang telah ditempatkan pada

cawa petri tersebut.

2 Cincin aluminium dicelupkan pada

campuran aquades dan kloroform pada

bagian perbatasan antara lapisan aquades

dan kloroform. Skala yang ditunjukkan

dicatat.

Penentuan Tegangan Permukaan Campuran Air-Minyak goreng-Detergen

1 Disiapkan 15 mL air dalam cawan petri.

Page 62: PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA

Penuntun Praktikum Kimia Fisika 60

2 Kedalam air tersebut ditambahkan 10 mL

minyak kemudian ditambahkan 0,1 gram

detergen.

3 Larutan yang terbentuk diaduk dan

didiamkan beberapa saat.

4 Cincin aluminium dicelupkan pada

campuran minyak-air-detergen pada

bagian perbatasan antara lapisan air

dengan minyak.

Amati skala awal dari cincin aluminium

dan skala yang ditunjukkan saat

pengukuran tegangan permukaan.

Penentuan Tegangan Permukaan Campuran Air-Kloroform-Detergen

1 Disiapkan 15 mL air dalam cawan petri.

2 Kedalam air tersebut ditambahkan 10 mL

kloroform kemudian ditambahkan 0,1

gram detergen.

3 Larutan yang terbetuk diaduk dan

didiamkan beberapa saat.

4 Cincin aluminium dicelupkan pada

campuran kloroform-air-detergen

pada bagian perbatasan antara

lapisan air dengan minyak. Amati skala

awal dari cincin aluminium dan skala

yang ditunjukkan saat pengukuran

tegangan permukaan.

V. Pengolahan Data

Lakukan analisis terhadap nilai tegangan permukaan dari semua larutan dan

campuran yag diujikan. Bandingkan nilainya, dan beri penjelasan.

VI. Pertanyaan

1. Jelaskan secara singkat tentang munculnya tegangan permukaan.

2. Jelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya tegangan permukaan dan

tegangan antarmuka.

Page 63: PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA

Penuntun Praktikum Kimia Fisika 61

PERCOBAAN XI

PENGARUH KONSENTRASI DAN SUHU TERHADAP LAJU REAKSI

I. Tujuan

1. Mengetahui pengaruh perubahan konsentrasi natrium tiosulfat Na2S2O3

terhadap laju reaksi.

2. Mengetahui pengaruh suhu pada natrium tiosulfat Na2S2O3 terhadap

laju reaksi.

3. Menentukan orde reaksi natrium tiosulfat Na2S2O3 dan energi aktivasi

reaksi

II. Dasar Teori

Reaksi kimia adalah proses berubahnya pereaksi menjadi hasil reaksi. Reaksi

kimia ada yang berlangsung lambat dan ada yang cepat. Pada umumnya, reaksi-

reaksi yang terjadi pada senyawa anorganik biasanya berlangsung secara cepat

sehingga sulit dipelajari mekanisme reaksi yang terjadi. Sedangkan reaksi-reaksi

pada senyawa organik berlangsung lambat. Pembahasan tentang kecepatan (laju)

reaksi disebut kinetika kimia (Sukardjo, 2002).

Kinetika kimia membahas tentang laju reaksidan mekanisme reaksi. Laju

reaksi dinyatakan sebagai perubahan konsentrasi pereaksi atau hasil reaksi persatuan

waktu. Sementara itu, mekanisme adalah serangkaian reaksi sederhana yang

menerangkan reaksi keseluruhan. Laju reaksi dan mekanisme reaksi memiliki

hubungan, di mana untuk mengetahui mekanisme reaksi, dipelajari perubahan laju

reaksi yang disebabkan oleh perbedaan konsentrasi pereaksi, hasil reaksi, katalis,

suhu, dan tekanan. Misalkan untuk reaksi,

A + 2B โ†’ 3C

laju reaksi, r, dalam bentuk diferensial dapat dinyatakan sebagai berikut:

๐‘Ÿ = โˆ’๐‘‘ ๐ด

๐‘‘๐‘ก= โˆ’

1

2

๐‘‘ ๐ต

๐‘‘๐‘ก๐‘Ž๐‘ก๐‘Ž๐‘ข ๐‘Ÿ = ๐ด ๐‘š ๐ต ๐‘›

dimana m adalah tingkat (orde) reaksi terhadap A dan n adalah orde reaksi terhadap

B. m + n adalah orde reaksi total. Orde reaksi tidak selalu sama dengan koefisien

reaksi, tetapi dapat berupa bilangan bulat maupun pecahan. Hal ini terjadi karena

orde reaksi diturunkan dari percobaan, bukan dari persamaan stoikiometri reaksi.

Dengan demikian orde reaksi daapat didefinisikan sebgai jumlah pangkat faktor

konsentrasi pada persamaan laju reaksi bentuk diferensial.

Page 64: PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA

Penuntun Praktikum Kimia Fisika 62

Laju reaksi dapat ditentukan dengan mengikuti perubahan konsentrasi

pereaksi atau hasil reaksi sejalan dengan waktu. Ada 2 cara untuk menentukan laju

reaksi, yaitu cara kimia dan cara fisika.

1. Pada cara kimia, konsentrasi salah satu yang terlibat dalam reaksi ditentukan

dengan zat lain yang diketahui jumlahnya. Sebagai contoh laju hidrolisis ester

dapat diikuti dengan mereaksikan asam yang terbentuk pada waktu-waktu

tertentu dengan larutan basa standar (analisis volumetri).

2. Pada cara fisika, konsentrasi ditentukan dengan mengukur sifat fisik dan zat

yang terlibat dalam reaksi, misalnya dengan mengukur tekanan, indeks bias,

intensitas warna, sifat optik aktif, daya hantar, dan viskositas.

Pada umumnya laju reaksi akan meningkat jika konsentrasi (molaritas)

pereaksi ditingkatkan. Molaritas adalah banyaknya mol zat terlarut tiap satuan volum

zat pelarut. Hubungannya dengan laju reaksi adalah bahwa semakin besar molaritas

suatu zat, maka semakin cepat suatu reaksi akan berlangsung. Dengan demikian pada

molaritas yang rendah suatu reaksi akan berjalan lebih lambat daripada molaritas

yang tinggi. Hubungan antara laju reaksi dengan molaritas adalah:

v = k [A]m

[B]n

dengan:

v = laju reaksi

k = konstanta kecepatan reaksi

m = orde reaksi zat A

n = orde reaksi zat B

Hubungan antar laju reaksi dari konsentrasi dapat diperoleh melalui data

eksperimen. Untuk reaksi:

aA + bB โ†’ produk

dapat dirumuskan bahwa laju reaksi berbanding lurus dengan A m dan B n .

Ungkapan laju reaksi, r, dapat dinyatakan: r = k A m B n disebut hukum laju atau

persamaan laju dengan k adalah tetapan laju, m dan n masing-masing adalah orde

reaksi terhadap A dan B yang dapat berupa bilangan bulat atau pecahan. Orde reaksi

diperoleh secara eksperimen, tidak dapat persamaan stoikometrinya.

Pada tahun 1889, Arrhenius mengusulkan sebuah persamaan empiris yang

menyatakan kebergantungan konstanta laju reaksi terhadap suhu yang berlaku pada

interval suhu yang tidak begitu lebar. Persamaan ini adalah sebagai berikut.

k = A๐‘’โˆ’Ea /RT

Page 65: PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA

Penuntun Praktikum Kimia Fisika 63

k adalah konstanta laju untuk reaksi orde satu yang memiliki satuan detik. A adalah

faktor frekuensi yang memiliki satuan sama dengan satuan konstanta laju, dan Ea

adalah energi aktivasi. Faktor ๐‘’โˆ’Ea /RT menunjukkan fraksi molekul yang memiliki

energi yang melebihi energi aktivasi.

Persamaan k = A๐‘’โˆ’Ea /RT sering ditulis dalam bentuk logaritma sebagai

berikut.

ln k = ln A โˆ’Ea

RT

Plot ln k sebagi fungsi 1/T akan membentuk garis lurus dengan slop - Ea

R dan akan

mendorong sumbu ln k pada titik ln A.

Gambar 1. Kurva ln k terhadap 1/T sesuai dengan persamaan Arrhenius

III. Alat dan Bahan

Tabel Alat

Nama Alat Jumlah

Stopwatch 1 buah

Gelas kimia 100 mL 3 buah

Gelas ukur 50 mL 1 buah

Batang pengaduk 1 buah

Pipet tetes 2 buah

Kaca arloji 1 buah

Spatula 1 buah

Termometer 100โ„ƒ 1 buah

Labu ukur 100 mL 1 buah

Pipet volume 5 mL 1 buah

Page 66: PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA

Penuntun Praktikum Kimia Fisika 64

Filler 1 buah

Gelas kimia 250 mL 1 buah

Tabung reaksi 1 rak

Pemanas 1 buah

Tabel Bahan

Nama Bahan Jumlah

Na2S2O3 0,25 M

HCl 1 M

Aquades 1 Liter

IV. Prosedur Kerja

No Langkah Kerja Hasil Pengamatan

Pengaruh Konsentrasi Terhadap Laju Reaksi

1 Larutan Na2S2O3 0,25 M dibuat sebanyak

250 mL dan sebanyak 25 mL larutan

Na2S2O3 0,25 M ditempatkan dalam

erlenmeyer

2 Erlenmeyer ini diletakkan di atas kertas

putih yang telah diisi dengan tanda silang

hitam. Ketika dilihat dari atas melalui

larutan natrium tiosulfat, tanda silang

dapat dilihat dengan jelas.

3 Ke dalam larutan tersebut ditambahkan 2

mL larutan HCl 1 M. Tepat ketika HCl

ditambahkan, stopwatch dinyalakan.

Kemudian, larutan diaduk menjadi rata

dan diamati perubahan yang terjadi dari

atas larutan. Waktu dicatat ketika tanda

silang hitam sudah tidak dapat diamati

lagi.

4 Langkah di atas diulangi dengan

komposisi yang tertera pada tabel berikut.

No Volume

S2O32โˆ’ (mL)

Volume

H2O (mL)

Volume

HCl (mL)

1 25 0 1

Page 67: PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA

Penuntun Praktikum Kimia Fisika 65

2 20 5 1

3 15 10 1

4 10 15 1

5 5 20 1

6 2,5 22,5 1

Pengaruh Suhu Terhadap Laju Reaksi

1 Sebanyak 25 mL larutan Na2S2O3 0,05 M

dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer.

2 Sebanyaak 1 mL larutan HCl 1 M

dimasukkan ke dalam tabung reaksi.

3 Labu erlenmeyer yang berisi larutan

Na2S2O3 0,05 M dan tabung reaksi yang

berisi larutan HCl 1 M tersebut

dimasukkan ke dalam penangas air. Kedua

larutan tersebut didiamkan sampai

mencapai suhu keseimbangan 30โ„ƒ .

4 Larutan HCl 1 M kemudian ditambahkan

ke dalam larutan Na2S2O3 dan labu

erlenmeyer yang berisi latutan diletakkan

di atas kertas putih yang telah diberi tanda

silang hitam. Pada saat pencampuran

dilakukan pengadukan dan dicatat waktu

yang diperlukan hingga tanda silang tidak

teramati lagi.

5 Langkah-langkah di atas diulangi untuk

berbgai suhu 40โ„ƒ, 50โ„ƒ, dan 60โ„ƒ .

V. Pengolahan Data

1. Dalam percobaan ini 1/waktu digunakan untuk mengukur laju reaksi. Buatlah

kurva laju reaksi sebagai fungsi konsentrasi tiosulfat.

2. Hitung orde reaksi terhadap tiosulfat

3. Laju reaksi dinyatakan sebagai 1/waktu

4. Buat kurva laju reaksi sebagai fungsi suhu โ„ƒ

5. Buat kurva log laju reaksi sebagai fungsi 1/suhu Kโˆ’1

Page 68: PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA

Penuntun Praktikum Kimia Fisika 66

VI. Pertanyaan

1. Bagaimana cara menentukan orde reaksi keseluruhan?

2. Peningkatan suhu tidak selalu berarti peningkatan laju reaksi. Beri komentar

anda mengenai hal ini!

Page 69: PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA

Penuntun Praktikum Kimia Fisika 67

PERCOBAAN XII

ISOTERM ADSORPSI

I. Tujuan

Menentukan model isoterm adsorpsi yang sesuai dan nilai parameter adsorpsinya.

II. Dasar Teori

Adsorpsi adalah gejala pengumpulan molekul-molekul suatu zat pada

permukaan zat lain sebagai akibat ketidak jenuhan gaya-gaya pada permukaan

tersebut. Untuk proses adsorpsi dalam larutan, jumlah zat yang teradsorpsi

bergantung pada beberapa faktor, yaitu: jenis adsorben, jenis adsorbat atau zat yang

teradsorpsi, luas permukaan adsorben, konsentrasi zat terlarut, dan temperatur.

Ada dua persamaan yang sering digunakan untuk menjelaskan proses

adsorpsi pada permukaan zat padat. Yang pertama adalah persaman Langmuir yang

dikenal sebagai โ€œisoterm adsorpsi Langmuirโ€. Persamaan ini berlaku untuk adsorpsi

lapisan tunggal (monolayer) pada permukaan zat yang homogen. Persamaan

Langmuir dapat diturunkan secara teoretis dengan menganggap terjadinya suatu

kesetimbangan antara molekul yang diadsorpsi dan molekul yang masih bebas.

Isoterm tersebut dapat dituliskan sebagai berikut:

๐‘ž๐‘’ = ๐พ๐ฟ๐‘ž๐‘š๐ถ๐‘’

1+ ๐พ๐ฟ๐ถ๐‘’................................................................................(1)

atau dengan penataan ulang, dapat juga dituliskan sebagai berikut:

๐ถ๐‘’

๐‘ž๐‘’ =

1

๐‘ž๐‘š Ce +

1

๐พ๐ฟ .๐‘ž๐‘š.......................................................................(2)

dengan qe = dituliskan juga sebagai ๐‘ฅ

๐‘š , kapasitas absorpsi saat setimbang (mg/g)

qm = kapasitas adsorpsi maksimum (mg/g)

Ce = konsentrasi adsorbat saat setimbang (mg/L)

KL = konstanta kesetimbangan adsorpsi Langmuir (L/mg)

Isoterm Freundlich adalah persamaan empiris (yaitu tidak dapat diturunkan

secara teoretis). Isoterm tersebut adalah:

๐‘ฅ

๐‘š= ๐‘˜๐ถ๐‘’

1

๐‘› โ€ฆโ€ฆโ€ฆโ€ฆโ€ฆโ€ฆโ€ฆโ€ฆโ€ฆโ€ฆโ€ฆโ€ฆโ€ฆโ€ฆโ€ฆโ€ฆโ€ฆโ€ฆโ€ฆโ€ฆโ€ฆโ€ฆ(2)

dimana, k dan n merupakan suatu tetapan.

Persamaan (2) mengungkapkan bahwa bila suatu proses adsorpsi sesuai

dengan model isoterm adsorpsi Langmuir, maka aluran kurva log ๐ถ๐‘’

๐‘ž๐‘’ terhadap Ce

merupakan suatu garis lurus. Sesuai dengan persamaan (3), bila suatu proses adsorpsi

Page 70: PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA

Penuntun Praktikum Kimia Fisika 68

sesuai dengan model isoterm adsorpsi Freundlich, maka aluran kurva log ๐‘ฅ

๐‘š terhadap

log Ce merupakan garis lurus. Berdasarkan fitting yang dilakukan terhadap data

percobaan yang dihasilkan, dapat ditentukan model yang paling sesuai dengan

membandingkan linearitas kedua kurva tersebut.

III. Alat dan bahan

Tabel Alat

Nama Alat Jumlah

Erlenmeyer 12 buah

Corong 6 buah

Pipet seukuran 10 mL

Gelas ukur 100 mL

Labu takar 100 mL

Kertas saring -

Tabel Bahan

Nama Bahan Jumlah

Arang aktif 30 gram

Larutan asam asetat 0,3 N; 0,2

N; 0,1 N; 0,05 N; 0,01 N; dan

0,005 N

100 mL

IV. Prosedur Kerja

No Langkah Kerja Hasil Pengamatan

1. Siapkan enam buah labu Erlenmeyer,

kemudian masukkan ke dalamnya

masing-masing 5,00g ยฑ0,01 gram

arang aktif.

2. Pada setiap labu Erlenmeyer tambahkan

100 ml larutan asam asetat atau asam

oksalat dengan konsentrasi sebagai

berikut: 0,3 N; 0,2 N; 0,1 N; 0,05 N;

0,01 N; dan 0,005 N.

3. Kocok dan biarkan keenam buah larutan

tersebut selama 3 jam sehingga tercapai

kesetimbangan

4. Saring masing-masing larutan dengan

menggunakan kertas saring kering

Page 71: PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA

Penuntun Praktikum Kimia Fisika 69

5. Titrasi filtrat dengan menggunakan

larutan NaOH 0,1 N fenolftalein sebagai

indikator

V. Pengolahan Data

Perhitungan nilai tetapan isoterm adsorpsi Freundlich

1. Lengkapi tabel berikut

Nomor

urut

Massa

adsorben (m)

gram

Massa zat yang

teradsorpsi (x)

gram

qe

(x/m)

(gram)

log qe Log Ce ๐ถ๐‘’๐‘ž๐‘’

1

2

3

4

5

6

2. Gambarkan kurva sesuai dengan model isoterm adsorpsi Langmuir dan

Freundlich.

3. Bandingkan linearitas (R2) kedua kurva tersebut, tentukan model yang sesuai

dengan proses adsorpsi yang terjadi.

4. Tentukan nilai parameter adsorpsi sesuai dengan model yang sesuai.

VI. Pertanyaan

1. Apakah proses adsorpsi ini merupakan adsorpsi fisik atau adsorpsi kimia?

2. Bagaimana pengaruh penggunaan arang yang dipanaskan atau tidak

dipanaskan sebagai adsorben?

Page 72: PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA

Penuntun Praktikum Kimia Fisika 70

DAFTAR PUSTAKA

1. Atkins, PW and De Paula, Julio. 2006. Physical Chemistry 8th Edition.

2. Giancoli, D. C. 2001. Fisika Jilid I (terjemahan). Erlangga. Jakarta.

3. Jespersen, N.D. Brady, J.E. dan Hyslop, A. โ€œChemistry: The Molecular Nature

of Matterโ€, ed. 6, 2012.

4. Petrucci, R.H., et al. 2007. General Chemistry: Principles and Modern

Applications. Prentice Hall. Upper Saddle River.

5. S.K. Dogra dan S. Dogra, โ€œKimia Fisika dan Soal-Soalโ€, 1990.

6. Sukardjo. 2002. Kimia Fisika. PT. Rineka Cipta. Jakarta.


Top Related