Download - Penuntun Ekwan

Transcript

PENUNTUN PRAKTIKUM

OLEH

TIM PENGAJAR MK. EKOLOGI HEWAN

KHUSUS DIPAKAI DI LINGKUNGAN SENDIRI

LABORATORIUM UNIT PENDIDIKAN BIOLOGIPROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

JURUSAN PENDIDIKAN MIPA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS HALUOLEO

2010KATA PENGANTAR

1

Praktikum ekologi hewan bertujuan untuk mempraktekkan

konsep-konsep yang diperoleh dalam materi kuliah Ekologi Hewan

olehnya itu materi praktikum disusun selaras dengan materi

bahasan mata kuliah ekologi hewan yang disampaikan dalam

ruangan perkuliahan.

Topik-topik yang dipraktekkan meliputi: Kinerja Hewan di

Lingkungannya, Menentukan Pola aktivitas dan Jarak Edar Serta

Luas Daerah Edar Harian Hewan; Menentukan Kisaran Preferensi

Terhadap Kondisi Suhu Lingkungan; Percobaan Mengenai Respon

Fototaksis Pada Hewan-Hewan Mobil; Percobaan Mengenai Respon

Reotaksis Pada Hewan-Hewan Mobil; Menaksir Kelimpahan Populasi

Dengan Metode Menangkap-Menandai-Menangkap Kembali (MMM);

Menaksir Kerapatan Populasi Dengan Metode Cuplikan Kuadrat;

Kelimpahan Relatif Populasi-Populasi Hewan; dan Respon

Menghindar Pada Burung Terhadap Kehadiran Predator. Topik yang

disampaikan dalam penuntun praktikum ini merupakan revisi dari

materi penuntun praktikum ekologi hewan pada semester genap

tahun ajaran 2008/2009.

Kami menyadari sepenuhnya, baik materi maupun desain

buku penuntun ini banyak kekurangan, sehingga kami sangat

mengharapkan masukan dari kawan-kawan agar penerbitan

berikutnya dapat menjadi lebih baik.

Kendari , April

2010

Penyusun

DAFTAR ISI

2

HALAMAN SAMPUL................................................. iKATA PENGANTAR.................................................. iiDAFTAR ISI............................................................. iii

PRAKTIKUM I : Kinerja Hewan Di lingkungannya

Dengan Menentukan Pola Aktivitas dan

Jarak Edar Serta Luas Daerah Edar

Harian Hewan....................................... 1

PRAKTIKUM II : Respon Menghindar Pada Burung Terhadap Kehadiran predator............... 15

PRAKTIKUM III : Menaksir Kelimpahan Populasi Organisma Dengan Menangkap-Menandai-Menangkap

Kembali (MMM)..................................... 20

PRAKTIKUM VI : Kelimpahan Relatif Populasi-Populasi Hewan.................................................. 26

PRAKTIKUM V : Menentukan Kisaran Preferensi Terhadap Kondisi Suhu Lingkungan...................... 31

PRAKTIKUM VI : Menaksir Kerapatan Populasi Dengan Metode Cuplikan Kuadrat.................... 36

PRAKTIKUM VII : Percobaan Mengenai Respon Reotaksis Pada Hewan-Hewan Mobil.................... 44

PRAKTIKUM VIII : Percobaan Mengenai Respon Fototaksis Pada Hewan-Hewan Mobil..................... 52

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................................59LAMPIRAN................................................................................................................................60

3

PRAKTIKUM I

KINERJA HEWAN DI LINGKUNGANNYA DENGAN MENENTUKAN POLA AKTIVITAS DAN JARAK EDAR SERTA

LUAS DAERAH EDAR HARIAN HEWAN

A. PENDAHULUAN

Dalam rentang waktu sehari (24 jam) dan dari hari ke

hari, hewan menjalani hidupnya dengan melakukan berbagai

aktivitas. Pada hewan yang memiliki mobilitas yang tinggi

dalam pergerakan mencari makan untuk mendapatkan energi

yang diperlukannya. Pada hewan dewasa seksual, aktivitas

hariannya mencakup aktivitas reproduksi, seperti mencari

pasangan dan berkopulasi, area yang dijelajahi hewan untuk

aktiviatas-aktivitas tersebut dikenal dengan daerah edar.

Setiap hewan yang keluar dari sarang atau tempat

perlindungan akan terdedah pada waktu hewan lain menjadi

musuhnya (predator) dan kondisi lingkungan yang tidak baik,

maka dalam kegiatan keseharian itu, tercakup pula pergerakan

mencari tempat berlindung, agar terhindar dari bahaya yang

mengancam kesintasannya. Dalam mengadakan berbagai

aktivitas tersebut hewan pun memerlukan istirahat dan tidur

(inaktif).

Dalam kurun waktu sehari dan dari hari ke hari,

berbagai faktor dan kondisi lingkungan seperti suhu, cuaca dan

iklim mengalami perubahan-perubahan serta memperlihatkan

fluktuasi baik harian maupun musiman. Faktor suhu misalnya

setiap pagi relatif rendah dan makin siang makin naik hingga

mencapai suhu maksimum pada hari itu, dan kemudian akan

berangsur turun pada sore hari dan malam harinya hingga

mencapai suhu minimum. Dari berbagai variasi kondisi suhu itu

4

sebagian merupakan kondisi yang baik atau sangat baik

(Preferendum), namun ada juga yang tidak baik yang

beroperasi sebagai faktor pembatas. Dalam kondisi suhu yang

ekstrim yang mendekati batas-batas kisaran toleransinya,

hewan tidak lagi melakukan aktivitas mencari makan dan lain

sebagainya, melainkan dipusatkan pada upaya-upaya bertahan

dan menjaga diri agar tetap sintas.

Achatina fulica Bowdich

Bekicot (Achatina fulica B.) merupakan hewan yang

paling banyak ditemukan diberbagai daerah di Indonesia,

meskipun demikian hewan ini bukan spesies pribumi Indonesia

melainkan merupakan pendatang dari benua Afrika yang telah

menetap ± 50 tahun lamanya. Bekicot bersifat hermaprodit

namun perkawinan tidak dapat dilakukan oleh satu individu saja

melainkan membutuhkan individu lain pada proses kawinnya.

Pada waktu kopulasi penis masing-masing individu yang

berwarna keputih-putihan dan lembab, akan masuk ke dalam

lubang genital individu pasangan kawinnya.

Bekicot dikenal sebagai hewan nocturnal dan herbivora,

karena kebiasaan makannya itu, sehingga bekicot digolongkan

dalam sebagai kelompok hewan yang berpotensi sebagai hama

bagi kebun sayuran dan bunga-bungaan.

Menurut Naryo Sadhori (1997: 6) bekicot termasuk

dalam golongan hewan lunak dan biasanya disebut Molusca.

Anggota bekicot ini sangat banyak hidup di bebagai alam

(darat, air tawar, air payau dan di laut) misalnya cumi-cumi,

gurita dan kerang-kerangan. Bekicot termasuk ke dalam kelas

Gastropoda atau berkaki perut.

5

Di Indonesia dikenal ada dua jenis (spesies) bekicot yaitu

Achatina fulica dan Achatina fariegata. Secara garis besar

tubuh bekicot terdiri atas dua bagian yaitu cangkang bekicot;

berfungsi sebagai alat untuk melindungi tubuhnya dari

mangsanya. Cangkang bekicot dewasa dapat mencapai 7,5 -

11,5 cm diukur dari ujung cangkang sampai kedasar cangkang.

Achatina fulica mempunyai cangkang bergaris-garis semar,

ramping dan runcing, sedangkan Achatina fariegata memiliki

cangkang bergaris tebal, lebih gemuk, dan membulat, dan

badan bekicot; yang sederhana terdiri atas kepala dan perut.

6

Keterangan

a. Hati b. Usus c. Kelenjar Abdomend. Kelenjar Mukosa

e. Vagina f. Penis g. Lubang Kelamin h. Mulut i.

Mata

j. Kelenjar ludah k. Anus i. Ginjal

(Naryo Sadhori, 1997: 7-8)

B. TUJUAN PRAKTIKUM

Dengan mengambil bekicot Achatina fulica Bowdich

sebagai obyek pengamatan, tujuan dalam kegiatan praktikum

ini adalah:

1. Untuk mengetahui bagaimana pola aktivitas harian hewan

itu sehubungan dengan pola fluktuasi dari perubahan

kondisi faktor-faktor lingkungan dan habitat yang

ditempatinya.

7

2. Untuk mengetahui dan membuat estimasi mengenai

berapa jauh jarak yang ditempuh hewan sehari-harinya

dalam melakukan berbagai aktivitas hidupnya.

3. Untuk mengetahui luas daerah edar, sehingga tubuh

hewan yang kita amati bervariasi ukurannya (berat,

panjang, cangkang) tubuhnya.

4. Untuk mengetahui apakah panjang jarak luas daerah edar

harian berkorelasi dengan ukuran tubuhnya

Untuk mengetahui apakah panjang jarak luas daerah edar

harian berkorelasi dengan ukuran tubuhnya.

Praktikum ini merupakan suatu latihan dan contoh dalam

melakukan penelitian autoekologi mengenai suatu populasi

yang memerlukan pengamatan secara berkala tiap interval

waktu dari dan dalam suatu rentang waktu yang relatif panjang

(dalam hal ini 24 jam).

I. Area pengamatan

Praktikum ini di laksanakan di lapangan Laboratorium Unit

Pendidikan Biologi Jurusan Pend. MIPA Fakultas Keguruan dan

Ilmu pendidikan Universitas Haluoleo.

II. Alat dan bahan

1. Bahan

a. Bekicot f. Kertas Minyak

b. Tipe-x g. Patok kayu atau

bambu

c. Tisu Gulung h. Lilin

d. Tali Rafia i. Spidol besar

e. Kertas Karton

2. Alat

8

a. Senter f. Meteran kain

b. Thermometer g. Timbangan Ohaus

c. Soil tester

d. Parang

e. Lux meter

III. Tata Kerja

A. Tata Kerja Pengamatan, Pengukuran dan Kriteria Aktivitas

Menurut berbagai hasil penelitian individu-individu

grafid tidak ditemukan pada Achatina fulica yang ukuran

panjang cangkangnya kurang dari 4,9 cm, maka cukup

mendasar untuk menganggap ukuran lebih dari 5 cm

sebagai ukuran tubuh dari Achatina fulica dewasa seksual.

Pengamatan kita dalam praktikum ini dipusatkan pada

individu-individu dengan variasi panjang cangkang ≥ 50

mm.

Untuk pengenalan individual, bekicot yang diamati

diberi tanda atau nomor-nomor yang berbeda dengan

menggunakan cat berwarna putih dan kuning pada

cangkangnya. Penandaan dilakukan pada waktu hewan-

hewan inaktif, tengah hari.

Pada siang hari sekitar 1 jam sebelum pengamatan

hewan mulai dikumpulkan dan dibersihkan dengan atau

keras penyerap (tissue) dari kotoran dan serasah atau tanah

yang menempel pada tubuhnya. Kemudian bekicot tersebut

ditimbang hingga ketelitian 0,1 gram. Karena dalam rentang

waktu 24 jam berat ubuh dapat mengalami perubahan-

perubahan, akibat masukan makanan, keluaran feses dan

keluaran telur. Pada akhir pengamatan tubuh hewan

ditimbang dan dipuratakan hasilnya. Pada praktikum ini

9

hewan yang akan diamati berjumlah 100 - 150 ekor atau

lebih.

Ukuran tubuh Gastropoda dapat dinyatakan dalam

ukuran panjang cangkang. Karena itu ukurlah panjang

cangkang bekicot dengan jangka sorong (kaliper) mulai dari

bagian pangkal tiang spiral cangkang hingga bagian apeks

cangkang, dengan ketelitian 1 mm. dengan asumsi bahwa

dalam rentang waktu 24 jam tidak terjadi pertambahan

panjang cangkang yang berarti (< 1 mm), pengukuran

panjang cukup dilakukan sekali saja. Kalau waktu

mengizinkan pengukuran dapat dilakukan pada akhir

pengamatan. Isi hasil pengukuran pada lembar data.

Penimbangan dan pengukuran tersebut di atas tidak

dilakukan di lapangan melainkan di laboratorium. Apabila

perlakuan-perlakuan tersebut dikembalikan kehabitatnya

semula di daerah ternaung.

Setiap penelitian mengenai aktivitas atau perilaku,

pertama-tama sekali memerlukan kriteria, untuk digunakan

sebagai acuan dalam pengamatan. Salah satu langkah awal

ialah menentukan kriteria untuk menentukan hewan aktif

dan inaktif (aktivitas = 0).

Kriteria yang dipakai untuk bekicot dalam praktikum

ini adalah sebagai berikut:

1. Aktif (A); apabila bagian kepala bekicot terjulur keluar

dari cangkangnya.

a. Berjalan-jalan (Ab); bergerak berpindah tempat

b. Berdiam diri disuatu tempat, tanpa melakukan

aktivitas khusus (Ad).

10

c. Makan (Am); bila adanya fragmen daun ataupun

serasah yang menempel pada bagian mulut dan

adanya gerakan-gerakan radula.

d. Mengeluarkan defekasi (mengeluarkan tinja) baik

sambil diam ditempat (Adf) atau sambil berjalan (Abf)

e. Berkopulasi (Ak); apabila adanya sepasang penis yang

terentang di antara sisi bagian kepala dari kedua

hewan yang sedang kawin.

f. Bertelur (Ao); posisi tubuh bekicot waktu

mengeluarkan telur-telurnya mirip (Ad) tetapi dengan

bagian kepala yang menjulur mauk kedalam serasah

atau tanah, adakalanya tampak menyerupai posisi (Im)

atau (Ik).

2. Inaktif; apabila bagian kepala hewan tersembunyi dalam

cangkang.

Kategori ini dapat dipilah-pilah atas :

a. Inaktif dengan seluruh bagian tubuh yang lunak dari hewan

masuk ke dalam cangkang (Im)

b. Inaktif dengan bagian kakinya masih banyak terjulur keluar

cangkang (Ik).

Cangkang bekicot yang keras itu bersifat protektif, untuk

melindungi bagian-bagian tubuh yang lunak dari faktor

lingkungan yang membahayakan, termasuk suhu yang terlalu

tinggi dan kelembaban udara yang terlalu rendah. Oleh karena

itu menghindari tubuh dari bahaya kekeringan dan kondisi

panas dan kering, sebagian atau seluruh bagian tubuh yang

lunak dan lembab itu akan masuk ke dalam cangkang.

11

Perhatikan individu-individu ini pada siang hari, bagian

ujung kaki yang masuk cangkang akan terlihat dilindungi oleh

selapis efifragma. Pada musim kemarau yang sangat kering

bagian mulut cangkang bekicot dilapisi oleh efifragma yang

mengeras seperti lapisan tanduk. Dalam keadaan demikian

hewan-hewan tersebut dikatakan sedang mengalami estivasi

(tidur musim kering, sebanding dengan hibernasi pada hewan-

hewan temperate di musim dingin).

Cara menentukan pola aktivitas hewan ada bermacam-

macam di dasarkan pada cara pengukuran akivitas. Dalam

praktikum ini aktivitas populasi (individu dewasa) Achatina fulica

dinyatakan dalam persentase jumlah individu yang melakukan

suatu kategori aktivitas dari jumlah total individu-individu yang

diamati, pada setiap waktu pengamatan. Dalam praktikum ini

pengamatan dilakukan selama 24 jam dengan interval waktu 2

jam. Isikan data aktivitas hewan selama pengamatan pada

lembar data.

2. Pengukuran Kondisi Faktor Lingkungan

Pengukuran faktor-faktor lingkungan fisis Achatina fulica

di area pengamatan meliputi: suhu udara, kelembaban relative

udara intensitas cahaya, suhu tanah, kelembaban tanah, cuaca

dan iklim. Karena hewan-hewan menjelajahi berbagai bagian

dari kebun maka pengukuran dilakukan di dua tempat, yaitu

bagian yang terdedah (daerah terbuka) dan bagian yang

terlindung (daerah yang ternaung) tumbuh-tumbuhan.

Suhu udara diukur 20 cm diatas permukaan tanah dan

suhu tanah pada kedalaman sekitar 10 cm dengan

menggunakan thermometer biasa untuk udara dan

thermometer tanah. Kelembaban relative udara diukur dengan

12

hygrometer, pada posisi pengukuran suhu, dan kelembaban

relatifnya dibaca dari tabel didasarkan pada pengukuran suhu

basah dan kering. Intensitas cahaya diukur dengan luxmeter

pada posisi ketinggian yang sama seperti suhu. Pengukuran

kelembaban dan pH tanah dilakukan dengan menggunakan soil

tester.

Semua pengukuran dilakukan setiap 2 jam seperti no. 1 dan

hasil pengukuran dicatat pada lembar data.

3. Pengukuran Jarak Edar (JE)

Cara mengukur jarak total yang ditempuh hewan dalam

melakukan aktivitas sehari-hari (jarak edar atau jarak edar

jelajah) bermacam-macam. Semua didasarkan pada

penelusuran posisi hewan pada waktu-waku tertentu berurutan

dalam rentang 24 jam. Makin kecil selang waktu yang berurutan

itu taksiran jaraknya makin baik. jika selang waktu (∆t = 0),

jarak yang ditempuh merupakan jarak yang sebenarnya dengan

mengukur jarak-jarak yang ditempuh setiap interval waktu 2

jam. Maka jumlah total jarak selama 24 jam akan merupakan

suatu aproksimasi yang lebih bersifat estimasi bawah (di bawah

angka sebenarnya).

Posisi hewan pada waktu pengamatan dapat ditentukan

dengan dua cara, yang pertama dan lebih sederhana ialah

menandainya dengan patok berlabel (No. Kode Hewan dan

Jam Pengamatan). Pada waktu pengamatan 2 jam setelah itu

ditempatkan patok berlabel berikutnya, lalu jarak ukur jarak

antara keduanya (dalam cm) dan begitu seterusnya hingga

pengamatan terakhir. Angka-angka hasil pengukuran diisikan

dalam lembar data.

13

Apabila

a. Pada waktu pengamatan, individu tertentu tidak dapat

ditemukan selama ½ jam sejak pengamatan dimulai

sebaiknya pencarian dihentikan.

b. Ternyata individu yang hilang tersebut di atas ditemukan

kembali pada waktu-waktu pengamatan berikutnya, maka

pengukuran jarak tempuh per 2 jam dapat diteruskan lagi

(untuk perhitungan rata-rata jarak tempuh per 2 jam)

c. Ada individu yang ditemukan di atas tanah (pada pohon dan

lain-lain), pengukuran dilakukan pada posisi semula ke

pangkal pohon dan dari pangkal pohon ke posisinya diatas

pohon itu.

d. Jarak-jarak tempuh untuk individu yang termasuk kategori a-

c tersebut diatas tidak diperhitungkan untuk estimasi jarak

edar harian (∑ Je; lembar data).

Cara pengukuran jarak edar yang lain dengan

menggunakan kisi-kisi (grids) sebagai acuan posisi hewan dan

pengukuran jarak tempuhnya. Dalam hal area pengamatan

dibagi-bagi atas petak-petakkan segi (2 x 2 m) kisi-kisi dengan

tali rafia yang dibentangkan agak jauh dari permukaan tanah,

masing-masing petakan itu ditandai (kode). Area pengamatan

berikut susunan kisi-kisi digambarkan menurut skala (1:250)

pada keratas millimeter. Gambar peta demikian dibuat sama

sejumlah individu bekicot yang diamati. Jadi setiap lembar

diperuntukkan bagi setiap individu. Gunakan papan penjepit

(Clip board) untuk lembaran-lembaran itu di lapangan. Cara

kedua inilah yang dalam kegiatan ini akan digunakan untuk

mengestimasi luas daerah edar.

14

Dengan bantuan tongkat berskala pengukur jarak, posisi

individu setiap waktu pengamatan ditentukan berdasarkan

koordinatnya dan digambarkan sebagai suatu titik pada peta

titik kisi-kisi tersebut. Tiap titik ditandai dengan nomor dari

urutan waktu (jam) pengamatan.

Jarak tempuh tiap 2 jam dihitung dari hasil pengukuran

jarak tiap titik hasil 2 pengamatan yang berurutan dan jumlah

total dari jarak-jarak tempuh itu merupakan jarak edar selama

24 jam pengamatan. Lihat juga keterangan a – d di atas.

Perhataian :

Apabila pengerjaan di lapangan sudah selesai, jangan

lupa untuk membenahinya (patok-patok, tali dan sebagainya),

bekicot-bekicot yang sudah ditimbang (berat akhir) semua

dikembalikan pada area pengamatan. Begitu juga Laboratorium

sebagai POSKO sebelum ditinggalkan terlebih dahulu dirapikan

dan dibersihkan. Tunjukkan kebersamaan dalam melakukan

setiap kegiatan.

IV. Bahan Laporan

1. Untuk menyusun uraian mengenai pola aktivitas dan

hubungannya dengan pola fluktuasi kondisi-kondisi faktor-

faktor lingkungan, buatlah pertama-tama beberapa grafik

dengan waktu pengamatan pada absis, dan faktor-faktor

lingkugan serta persen aktivitas (% A) pada ordinat.

Perhatikan pola grafik yang didapat, lalu ambil

kesimpulannya (penggunaan rumus-rumus regresi korelasi

dihargai namun tidak merupakan keharusan).

2. Berapakah (% jumlah) individu grafid bila tidak ada mengapa

demikian?

15

3. Berapakah rata-rata (±SB ; n = ….) jarak edar harian

Achatina fulica dan luas edar harian Achatina fulica.

Berapakah kisarannya.

4. Untuk melihat tidak adanya korelasi antara jarak edar dan

luas daerah edar dengan ukuran tubuh (berat, panjang

cangkang), pertama-tama buatlah diagram pencar dengan

ukuran tubuh pada absisi dan jarak edar pada ordinat.

Perhatikan pola sebaran titik-titik itu. Apabila terjadi indikasi

(kenali secara visual) ada korelasi, hitunglah dengan

menggunakan rumus regresi. Tentukan nyata tidaknya

korelasi tersebut.

5. Berdasarkan data yang diperoleh, jawablah pertanyaan

berikut:

a. Kondisi suhu dan kelembaban relative yang

bagaimanakah yang sesuai untuk terjadinya aktivitas

kopulasi dan oviposisi.

b. Kondisi suhu dan kelembaban yang bagaimanakah yang

menyebabkan lebih dari 50 % jumlah individu yang

diamati itu aktif (A). Sertai jawaban anda dengan gambar-

gambar klimograf.

6. Bagaimana pola aktivitas berjalan (Ab) harian bekicot ? Untuk

menjawab partanyaan ini buatlah pertama-tama grafik

dengan waktu pengamatan pada absisi dan rata-rata (± SB

atau KBR = “SEM”) jarak tempuh per 2 jam pada ordinat.

Kaitkan gambaran yang didapat dengan grafik fluktuasi

kondisi faktor lingkungan. Jawablah pertanyaan di atas

berdasarkan kesimpulan yang didapat.

7. Berdasarkan uraian mengenai hal-hal lainnya yang

merupakan keterangan tambahan mengenai prilaku harian

16

bekicot yang diamati (aktivitas makan naik di atas batang

pohon, pembentukan efifragma, melakukan oviposisi, dan

sebagainya).

Keterangan:

SB = Simpangan Baku (Standar deviation)

KBR = Kesalahan Baku rata-rata

SEM = Standar Error of The Mean)

V.Laporan Praktikum

1. Laporan disusun secara lengkap dan sistematis sebagai suatu

makalah ilmiah.

2. Berbagai masalah yang disebutkan di atas (F 1-7) uraiannya

disusun secara sistematis menurut sejumlah sub-bab

tertentu, sehingga isi laporan secara menyeluruh

menunjukkan kesinambungan uraian.

PRAKTIKUM II

RESPON MENGHINDAR PADA BURUNG TERHADAP KEHADIRAN PREDATOR

A. PENDAHULUAN

17

Setiap hari di Kampus Bumi Tridharma Anduonohu

UNHALU selalu kita melihat kehadiran burung yang sedang

mencari makan dan memakan makanan. Beberapa spesies kita

lihat kehadirannya dalam bentuk kelompok, dan beberapa

spesies lainnya terlihat dalam bentuk soliter. Ada dua faktor

penting yang mempengaruhi apakah burung-burung hidup

berkelompok dan soliter (sosial) yaitu distribusi terdapatnya

sumber daya dan sifat mudah tidaknya menghadapi predasi

(predation). Peranan predasi dalam kontrol populasi tergantung

dari kinerja (performance) mangsa dan predator.

Kinerja mangsa dapat berupa:

1. Kemampuan mangsa mempertahankan diri.

2. Kemampuan mangsa menghidar dari predator.

3. Kedapatan mangsa di luar daerah edar predator.

4. Penyebaran mangsa di luar daerah edar predator.

Disamping itu, kinerja predator juga mempengaruhi

peranan predasi dalam mengontrol populasi yang berupa:

1. Bentuk-bentuk penyerangan dari predator.

2. Urutan dari predator.

3. Respon fungisional dari predasi (Colinvax, 1986).

Keuntungan beraktivitas secara berkelompok pada burung

berkenaan dengan fungsi kerja sama dalam kelompok untuk

memperoleh secra efisien yang meliputi:

1. Penangkapan mangsa gesit.

2. Penghalauan mangsa yang tersembunyi.

3. Efisiensi eksploitasi makanan melalui lamanya waktu yang

optimal untuk kembali mengambil makanan pada tempat

yang sama.

4. Meniru temannya dalam memperoleh makanan.

18

5. Transformasi informasi.

Dalam hal menghidar dari predator, keuntungan dalam

kelompok adalah:

1. Efek berkumpulnya burung itu sendiri; dalam hal ini individu

di tengah kelompok berkurang resikonya dalam predasi.

2. Meningkatkan kewaspadaan dari bahaya predasi.

3. Reproduksi yang serempak mengurangi resiko predasi bagi

telur dan anak-anaknya.

4. Efek pembingungan (Confusion effect); predator dapat

dibingungkan oleh adanya sejumlah besar mangsa, sehingga

mengurangi peluang penangkapan.

Selain memberi keuntungan, sosialitas pada burung juga

dapat memberikan beberapa kerugian anggotanya. Dalam

kelompok sekawan (flock) dapa terjadi kompetisi makanan dan

pasangan kawin, tempat berbiak, dan materi sarang. Di

samping itu, resiko kanibalisme dan berkurangnya perawatan

dari induk dapat terjadi, kehidupan berkelompok dapat juga

meningkatkan ektoprasit dan penyakit, namun efek-efek

kerugian ini terbayar oleh efek keuntungan, sehingga secara

umum kehidupan berkelompok pada burung mempunyai nilai

kesintasan (survival).

Individu burung dalam kelompok lebih waspada terhadap

bahaya predator (Kikkawa, 1971). Tingkat kewaspadaan burung

terhadap bahaya predator dapat dilihat dari kecepatan

reaksinya menghindar dari predator. Namun demikian seperti

halnya hewan Vertebrata lain, prilaku tidak semuanya bersifat

bawaan (Inheren), sebagaian besar merupakan hasil belajar.

B. TUJUAN PRAKTIKUM

19

Tujuan paraktikum ini adalah:

1. Ingin mendapatkan informasi hubungan antara besarnya

kelompok burung dan reaksinya untuk terbang menghindar

dari predator.

2. Untuk mendapatkan informasi tentang spesies-spesies

burung yang berada di halaman sekitar kampus UNHALU

kendari.

3. Inging mendapatkan informasi pewaktuan aktivitas makan

bagi spesies-spesies burung tersebut dari faktor-faktor

lingkungan yang mempengaruhinya.

C. ALAT DAN BAHAN

1. Bahan

a. Tali Rafia

b. Patok Kayu

2. Alat

a. Termometer c. Meteran Rol

b. Lux meter d. Tali Counter

D. CARA KERJA

Pengamatan dilakukan terhadap semua spesies yang

hadir di halaman kampus, pengamatan pada burung dilakukan

oleh dua orang. Salah satu orang memegang dua buah

tongkat, dan yang lainnya memegang tali meteran dan alat

pencacah (Tally Counter).

Mekanisme kerja untuk setiap kali pengamatan (setelah

menjumpai kehadiran burung di lapangan) adalah sebagai

berikut:

20

1. Salah seorang menghitung burung yang akan diamati,

seorang yang lainnya dengan memegang kedua tongkat

berjalan mendekati burung atau kelompok dengan

memusatkan pandangan terhadap salah satu individu burung

yang yang menjadi pusat kelompok (bila berkelompok), yaitu

burung-burung yang terdekat dengan predator (pengamat).

2. Menancapkan salah satu tongkat pada saat burung yang

menjadi pusat perhatian pengamat terbang untuk

menghindari pengamat.

3. Menancapkan tongkat kedua pada titik dimana individu

burung yang diamati terbang menghindari predator.

4. Mengukur jarak antara tongkat yang pertama dengan yang

kedua. Hasil pengamatan dicatat dalam tabel pengamatan.

5. Pengamatan faktor-faktor lingkungan diukur pada setiap jam

percobaan.

E. BAHAN LAPORAN

1. Membandingkan kelompok burung yang dihubungkan dengan

reaksi untuk terbang menghindar dari predator.

2. Membandingkan kelompok burung yang ditemukan pada pagi

ahri, siang hari, dan sore hari di berbagai lokasi pengamatan.

3. Membedakan kelimpahan burung yang diamati pada pagi

hari, siang hari dan sore hari diberbagai lokasi pengamatan.

4. Kelompok burung mana yang paling banyak ditemukan? Dan

di lokasi mana paling banyak kelompok burung ditemukan?

F. LAPORAN PRAKTIKUM

Laporan dibuat dalam bentuk makalah yang disusun

secara sistematis dan memuat aspek-aspek yang ditanyakan di

atas berdasarkan hasil kompilasi data seluruh kelompok kerja.

21

PRAKTIKUM III

MENAKSIR KELIMPAHAN POPULASI ORGANISMA DENGAN METODE MENANGKAP-MANANDAI-MENANGKAP KEMBALI

(MMM)

A. PENDAHULUAN

Tidak semua spesies hewan kelimpahan atau kerapatannya

dapat ditentukan dengan metode pencacahan atau pencuplikan.

Salah satu cara lain, khususnya digunakan terhadap hewan-

hewan yang mobilitasnya tinggi ialah yang dinamakan metode

manangkap, manandai dan menangkap kembali (MMM : CMR

atau “Capture-Mark-Recapture”). Metode ini dikenal juga

sebagai metode (indeks) Petersen-Lincoln berdasarkan nama

penemu-penemunya.

22

Pada dasarnya metode ini merupakan modifikasi metode

pencuplikan, yang pencuplikanya dilakukan pada dua periode

yang berbeda. Pada periode pertama hewan-hewan ditangkap

(dicuplik) ditandai, lalu dilepaskan kembali setelah hewan-hewan

bertanda berbaur lagi dalam populasi pada periode ke-2

dilakukan kembali penangkapan (pencuplikan) dan dicacah

berapa jumlahnya yang bertanda, maupun keseluruhannya.

Interval waktu antara kedua periode pencuplikan itu harus cukup

lama agar memberikan peluang hewan-hewan yang bertanda

untuk berbaur, namun tidak pula terlalu lama memungkinkan

terjadinya pengenceran populasi akibat bertambahnya individu

baru akibat natalitas atau imigrasi. Metode MMM yang akan

dipelajari dalam latihan ini hanya berlaku bagi populasi tertutup

yang dalam hal ini berarti populasi (relatif) konstan selama

periode pengamatan.

Cara menandai ada bermacam-macam, tergantung spesies

hewan yang diteliti, habitatnya (daratan, perairan), selama

periode pengamaatan dan tujuan studi, namun dalam cara

apapun yang digunakan persyaratan-persyaratan berikut ini

perlu dipenuhi.

1. Tanda yang digunakan harus mudah dikenal

kembali dan tidak ada yang hilang atau rusuk selama periode

pengamatan.

2. Tanda yang digunakan tidak mempengaruhi atau merubah

perilaku atau aktivitas atau peluang hidup.

3. Setelah diberi penandaan hewan-hewan itu harus dapat

berbaur dengan individu-individu lain dalam populasi.

4. Peluang untuk ditangkap (kembali) harus sama bagi individu

yang bertanda maupun tidak.

23

B. TUJUAN PRAKTIKUM

Adapun tujuan kita dalam latihan ini adalah untuk menaksir

kelimpahan populasi capung, belalang, yang berterbangan di

area lokasi pengamatan.

C. ALAT DAN BAHAN

1. Bahan: a. Tipe-X b. Kantung Plastik atau Botol

Aqua.

2. Alat : Jala Serangga.

D. RUMUS-RUMUS PERHITUNGAN METODE (MMM)

Apabila

M = Jumlah individu yang ditandai dan dilepaskan kembali

pada periode pencuplikan ke-1

N = Jumlah total yang bertanda maupun tidak bertanda pada

periode cuplikan ke-2

M = Jumlah individu yang bertanda, yang tertangkap kembali

pada periode pencuplikan ke-2

Maka harga taksiran kelimpahan populasi (N; indeks

Petersen-Lincoln) dapat dihitung sebagai berikut:

a. Apabila nilai M besar (≥ 30) : N :

Dengan variansi estimatnya Var N =

b. Apabila M kecil (≤ 30) digunakan perhitungan dengan rumus-

rumus berikut:

N = dan aproksimasinya: Var N=

E. BAHAN OBYEK PENGAMATAN

24

Untuk latihan metode MMM dapat dilakukan pada berbagai

jenis hewan mobil yang bergerak aktif, yang ukuran tubuhnya

relatif besar (3-5 cm), jumlahnya banyak dan mudah didapatkan

di sekitar area pengamatan seperti misalnya hewan capung dan

belalang.

Pertama-tama kenalilah ketiga spesies capung yang biasa

dijumpai yaitu: Cricithemia cervila, Pantala flavescens, dan

Orterthum sabina, ketiga spesies capung seperti Odonata

lainnya merupakan serangga bersifat aquatik dan memangsa

larva serangga lain, kecebong, ikan kecil dan lain sebagainya.

Selain capung dapat juga digunakan hewan belalang yang

dijumpai di lapangan area pengamatan.

F. TATA CARA PELAKSANAAN

1. Dalam latihan ini setiap kelompok kerja melakukan

penangkapan hewan (capung dan belalang) di area

pengamatan yang berbeda. Taksiran kelimpahan populasi

dari hewan-hewan yang diselidiki akan didasarkan atas hasil

kompilasi data dari seluruh kelompok kerja.

2. Sediakan jala serangga (Jala ayun) dan alat-alat penanda

(Tipe-x).

3. Pada pagi hari periode pencuplikan ke satu, dilakukan

penangkapan sejumlah individu, tandai bagian dorsal, atau

toraksnya dengan tipe-x, berupa bintik kecil, lalu dilepaskan.

Lakukan penangkapan, penandaan dan pelepasan hewan-

hewan itu dengan hati-hati, catat jumlah individu yang

ditangkap, yang ditandai dan yang dilepaskan. Catat pula

seandainya ada yang mati atau luka akibat perlakuaan.

25

4. Pada sore hari periode pencuplikan kedua dilakukan lagi

penangkapan dengan cara yang sama serupa seperti pada

pencuplikan kesatu. Hitung berapa jumlah individu total

yang tertangkap maupun yang bertanda lalu dilepaskan

semua.

5. Isikan semua hasil pencacahan pada lembar data.

G. BAHAN LAPORAN

Bahan laporan merupakan hasil kompilasi dari seluruh

data seluruh kelompok kerja

1. Berapakah kelimpahan total belalang di area penagamatan?

Berikan gambaran yang lebih rinci mengenai kelimpahan

masing-masing spesies. Mana yang terbanyak, mana pula

yang paling sedikit kelimpahannya.

2. Apabila ada spesies belalang yang ditandai pada pencuplikan

pertama namun tidak dijumpai pada pencuplikan kedua apa

kesimpulan anda.

3. Apa komentar anda bila ada spesies belalang maupun

capung yang tidak tertangkap pada pencuplikan pertama

tetapi pada pencuplikan kedua tertangkap.

4. Apa yang dapat anda terangkan mengenai harga N, Apabila

- Ada individu yang sudah ditandai luka atau mati pada

periode pencuplikan pertama.

- Ada individu yang bertanda ataupun tidak yang secara

tidak sengaja terbunuh pada pencuplikan kedua.

5. Apakah metode MMM dapat digunakan pada sensus spesies

hewan? Jelaskan.

6. Bagaimana menandai hewan-hewan berupa ikan, Amphibia,

kadal, burung, dan mamallia, berikan masing-masing satu

contoh untuk penandaanya.

26

7. Apakah sebabnya penanganan waktu menangkap, menandai

dan melepaskan kembali pada pencuplikan pertama harus

hati-hati, agar hewan-hewan tetap utuh dan lincah seperti

semula.

H. LAPORAN PRAKTIKUM

Laporan dibuat dalam bentuk makalah, dengan memuat

bahan-bahan tersebut di atas dan searahkan paling lambat

seminggu setelah kompilasi data selesai dilakukan.

Tugas Contoh Kasus

1. Berdasarkan hasil pengamatan dalam menaksir kelimpahan populasi hewan

dengan metode (MMM) diperoleh data sebagai berikut:

NoLokasi

Pengamatan

Jumlah Individu

Pencuplikan I

Pencuplikan II

Bertanda

Tidak Bertand

a1.

2.

3.

4.

5.

A

B

C

D

E

25

30

15

45

10

10

20

9

32

6

8

35

21

18

17

Hitunglah:

1. Kelimpahan Populasinya.

2. Berapakah Variansinya.

27

PRAKTIKUM IV

KELIMPAHAN RELATIF POPULASI-POPULASI HEWAN

A. PENDAHULUAN

Tidak semua hewan dalam suatu komunitas biotik individu

populasinya dapat dihitung atau kerapatan populasinya dapat

diukur. Dalam hal ini pengetahuan mengenai kelimpahan dalam

kerapatan relatif sudah cukup, meskipun besar populasi yang

sebenarnya tidak kita ketahui namun gambaran mengenai

kelimpahan populasi yang berupa suatu indeks sudah dapat

memberikan informasi mengenai banyak hal. Misalnya

mengenai berubah-ubahnya populasi hewan di suatu area pada

waktu yang berbeda atau berbeda-bedanya populasi-populasi

hewan pada area atau komunitas yang berbeda.

Teknik dan penentuan indeks kelimpahan itu banyak

sekali macamnya tergantung dari spesies hewan berikut

kekhasan prilakunya serta macam habitat yang ditempatinya.

Salah satu metode yang akan digunakan dalam praktikum ini

adalah Metode Perangkap Jebak (Pitfall trap). Perangkap

28

jebak itu berupa tabung atau bejana tinggi sedarhana yang

dibenamkan dalam tanah, hingga mulut tabung itu rata dengan

permukaan tanah maupun serasah yang menutupinya.

Berikut gambar alat perangkap jebak.

B. TUJUAN PRAKTIKUM

Tujuan praktikum ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk membandingkan kelimpahan relatif jenis-jenis hewan

mobil pada lahan yang diliputi komunitas tumbuhan yang

berbeda.

2. Hasil penangkapan hewan dengan perangkap jebak sangat

tergantung dari prilaku dan aktivitas hewan.

3. Untuk memperoleh gambaran mengenai proporsi jenis-jenis

hewan yang bersifat nocturnal, diurnal, krespuskuler, dan

aritmik yang hidup dalam komunitas.

C. BAHAN DAN ALAT

1. Bahan

a. Formalin 5 % d. Kantung Plastik

b. Botol Aquades e. Botol Film

c. Deterjen f. Tali Rafia

29

2. Alat

a. Parang

b. Linggis

D. CARA KERJA

Perangkap jebak dengan jumlah yang sama dipasang

secara acak pada lahan pengamatan dengan vegetasi yang

berbeda macamnya. Untuk memudahkan pengenalan lokasi tiap

perangkap, cabang perdu terdekat berilah tanda dengan

menggunakan tali rafia. Pasangkan perangkap-perangkap itu

pada pagi hari dan hasilnya diambil pada sore hari. Hasil

penangkapan yang dipasang sore hari diambil pada pagi hari

esoknya.

Kumpulkan hasil perangkap itu (berikut larutan

pengawetnya) dalam katung-kantung atau botol film yang

masing-masing telah diberi label yang lengkap. Pengerjaan

selanjutnya meliputi identifikasi dan pencacahan jumlah individu

tiap takson yang didapat, dilakukan di laboratorium.

Satuan kelimpahan relative disini adalah jumlah individu

perwaktu (malam, siang hari) per perangkap, karena itu maka

lamanya waktu serta jumlah perangkap yang dipasang pada

lahan-lahan pengamatan yang diperbandingkan harus sama.

Dari data masing-masing kelompok kerja diisikan dalam

lembaran data. Untuk selanjutnya dikomplikasikan dari seluruh

kelompok kerja.

E. BAHAN LAPORAN

Isi laporan paling sedikit harus mencakup aspek-aspek

yang ditanyakan dibawah ini:

30

1. Lahan mana yang kekayaan spesiesnya paling tinggi?, paling

rendah?, apakah lahan yang kekayaan spesies paling tinggi

itu paling tinggi pula kelimpahan relative populasinya?, kalau

tidak demikian adakah pola lain, ataukah antara kekayaan

(jumlah spesies dengan kelimpahan relatif tidak pola

hubungan tertentu?

2. Kesimpulan umum mengenai kelimpahan relatif hewan-

hewan tanah pada jenis-jenis lahan yang diperbandingkan.

Sebutkan jenis atau kelompok hewan yang kelimpahannya

paling tinggi dan juga yang paling rendah. Bandingkan

mengenai hal ini pada lahan yang berbeda.

3. Kesimpulan apakah yang dapat anda ambil dari angka

kelimpahan relative dan jumlah spesies hasil tangkapan pagi

hari, sore hari, dan malam hari dari tiap lahan pengamatan?.

4. Kesimpulan apakah yang dapat anda ambil dari adanya

(berapa proporsi jumlahnya atau tidak adanya spesies yang

tertangkap pagi hari, sore hari dan malam hari)?.

5. Adakah kritik dan saran anda mengenai metode perangkap

jebak yang digunakan sehubungan dengan tujuan latihan ini

maupun dengan butir-butir yang ditanyakan di atas.

F. LAPORAN PRAKTIKUM

Laporan dibuat dalam bentuk makalah yang disusun

secara sistematik dan memuat aspek-aspek yang ditanyakan di

atas. Berdasarkan hasil kompilasi data seluruh kelompok kerja.

Contoh Kasus

1. Seorang mahasiswa pendidikan biologi melakukan praktikum

dengan memperoleh data hasil pengamatan pada dua

31

stasiun yaitu stasiun A dan stasiun B data yang diperoleh

sebagai berikut:

Dik: Diameter 6,5 cm dan nilai n = 3,14

NoStasiun A Jumlah

SpesiesStasiun B Jumlah

SpesiesSpesies Spesies

1. Semut merah-

2-

Semut merahUlat

11

2. Ulat 1 Semut merah

1

3. Lalat buah 3 Lalat buah 2

4. - - Jangkrik 1

5. JangkrikNyamuk

21

NyamukSemut merah

21

6. Ulat 1 Semut hitam 1

7. Laba-laba 1 - -

8. Semut merah 1 Ulat 2

a. Hitung

1. Kepadatanya

2. Predominan

3. Dominansi Spesies

4. Indeks Keanekaragaman Shannon-Winner

5. Indeks Keserupaan Sorensen

6. Aturan 50 %

b. Jelaskan kesimpalan anda berdasarkan pengolahan data

predominan.

PRAKTIKUM V

MENENTUKAN KISARAN PREFERENSI TERHADAP

32

KONDISI SUHU LINGKUNGAN

I. PENDAHULUAN

Setiap jenis hewan mempunyai kisaran toleransi tertentu

terhadap kondisi-kondisi intensitas atau besaran dari sesuatu

faktor lingkungan abiotiknya. Dalam kisaran kondisi yang

ditolerirnya itu, hewan akan menunjukkan preferensi terhadap

suatu kondisi atau kisaran kondisi yang paling cocok baginya,

yang kenal sebagai preferendumnya.

Apabila sejenis hewan mobil dihadapkan pada suatu

gradient faktor lingkungan, misalnya yang berupa seurutan

kondisi-kondisi suhu yang berbeda-beda, maka hewan itu akan

bergerak menuju ketempat dengan kondisi suhu yang paling

cocok bagi hewan itu. Apabila jenis hewan tersebut terdiri dari

banyak individu, maka jumlah terbanyak akan berkumpul pada

tempat yang merupakan preferendum tersebut.

Preferendum suatu jenis hewan terhadap suatu faktor

lingkungan abiotik tertentu di habitat alaminya sukar sekali

menentukannya. Terkosentrasinya suatu populasi hewan disuatu

tempat tertentu, sedangkan di tempat-tempat lain jarang

menunjukan bahwa tempat tersebut menyediakan kondisi

berbagai faktor lingkungan yang secara menyeluruh relatif paling

baik. Mungkin sumber dayanya paling sesuai. Dalam lingkungan

alaminya hewan dihadapkan pada keanekagaraman faktor-faktor

yang beroperasi secara simultan. Berkelompoknya individu-

individu hewan disuatu tempat karenanya tidak dapat begitu saja

dihubungkan dengan suatu faktor tertentu sebagai penyebabnya.

Selain itu dihabitat alaminya, mungkin saja hewan tidak dapat

mendatangi tempat dengan kondisi yang paling baik baginya,

33

disebabkan oleh kehadiran predator dan atau pesaing di tempat

itu.

Sehubungan dengan hal-hal tersebut di atas maka

percobaan untuk menentukan kisaran preferensi hewan terhadap

suatu faktor tertentu, biasanya dilakukan di laboratorium dengan

kondisi tertentu.

II. TUJUAN PERCOBAAN

Adapun tujuan praktikum adalah :

1. Untuk mengetahui bagaimana efek membatasi dari faktor

suhu terhadap sebaran individu-individu dari jenis hewan

akuati yang mobil, serta menentukan kisaran suhu

preferendumnya.

2. Untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh aklimasi

terhadap pola sebaran individu dan perfensinya itu.

III. ALAT DAN BAHAN

1. Bahan :

a. Ikan kepala timah (Poecilia reticulata)

b. Air sumur

c. Es batu

2. Alat :

a. Termometer

IV. HEWAN PERCOBAAN

Jenis hewan yang akan digunakan dalam percobaan ini

adalah ikan kepala timah (Poecilia reticulata) yang diambil dari

kolam-kolam atau parit-parit di kampus dan daerah sekitarnya.

34

Spesimen-spesimen hasil seleksi yang akan digunakan untuk

suatu susunan percobaan, semuanya harus yang berasal dari

habitat yang sama (mengapa?).

Ikan-ikan Poecilia reticulata bukan merupakan jenis ikan

pribumi melainkan jenis pendatang dari Amerika Selatan. Ikan

ini vivipar sifatnya dan memperlihatkan dimorfi seksual.

Individu-individu jantan berukuran tubuh lebih kecil dan ramping

serta ceria warnanya, dengan pola warna bercak-bercak putih di

bagian kepala ikan bermacam-macam (polimorf), sedangkan

betina berwarna polos dan relatif besar ukurannya.

Ikan bahan percobaan dipisah-pisah tempatnya menurut

jenis kelamin dan kodisi fisiologisnya (jantan, betina grafid,

betina non grafid) setiap jenis percobaan menggunakan masing-

masing kategori ikan tersebut yang berukuran lebih kurang

sama.

V. PROSEDUR KERJA

Kotak percobaan diisi air (air kolam yang sudah disaring

atau air ledeng yang sudah dikondisikan) setinggi 3,5-4 cm.

Ruang kecil disalah satu ujungnya diisi bongkah-bongkah es dan

bagian ujung lainnya dipanasi dengan nyala api yang suhunya

dijaga agar jangan melebihi 40 0C. Pasangkan termometer di

setiap ruangan dari 15 ruangan kotak percobaan (lihat gambar

alat percobaan).

35

Catat suhu disetiap ruang kotak itu. Bila sudah terjadi

gradien kondisi suhu, masukkan hewan percobaan sebanyak 20

ekor di bagian tengah kotak, biarkan selama 15 menit lalu catat

ditiap ruang (zona suhu) berapa suhu dan berapa jumlah ikan

yang terdapat di setiap ruangan. Angka-angka yang didapat dari

hasil pengamatan dimasukkan dalam lembar data. Apa

kesimpulan anda dari hasil rata-rata.

Lakukan percobaan pada hewan jantan, ikan betina grafid

dan non grafid. Sementara percobaan di atas dilakukan,

sejumlah ikan dari habitat yang sama yang meliputi dari tiga

kategori diaklimasikan dalam penangas air sejak sehari

sebelumnya. Sebagian diaklimasikan dalam suhu dingin (sekitar

18 0C) dan sebagian lagi pada suhu panas (sekitar 25 0C).

Lakukan percobaan serupa pada setian kategori ikan tersebut,

dan hasil pengamatan ditangani seperti percobaan sebelumnya.

Perhatian : Lakukan pemindahan ikan-ikan percobaan

dari satu tempat ke tempat yang lain dengan hati-hati dengan

menggunakan jala siuk. Buatlah grafik yang menunjukan

hubungan antara tara-rata jumlah individu ikan dengan rata-rata

kondisi suhu, untuk setiap kategori percobaan.

1. Bahan Diskusi

36

a. Bandingkan hasil yang didapat dari tiap kategori percobaan

dan berikan komentar serta kesimpulan anda mengenai

sebaran ikan pada kisaran zona suhu dan suhu

preferendumnya.

b. Apakah aklimasi ikan pada kondisi suhu yang berbeda

mengubah pola sebaran dan suhu preferendumnya

VI. LAPORAN PRAKTIKUM

Buat laporan secara lengkap dan sistematis secara

individu masing-masing.

PRAKTIKUM VI

MENAKSIR KERAPATAN POPULASI DENGAN METODE CUPLIKAN KUADRAT

37

A. PENDAHULUAN

Cacing tanah sangat dikenal di masyarakat, terutama

masyarakat di pedesaan yang hampir setiap hari

menemukannnya di kebun, tegalan, atau sawah. Di tempat-

tempat tersebut cacing tanah menempati bagian permukaan

tanah hingga jauh ke dalam tanah karena terlindung dari

teriknya sinar matahari. Cacing tanah hidup di tempat atau

tanah yang terlindung dari sinar matahari, lembab, gembur, dan

banyak mengandung serasah. Jenis cacing tanah terdiri atas 4

spesies yaitu Lumbricus rubellus, Eisenia faetida, Pheretima

asiatica, dan Eudrilus eugeniae (Roni, P., 1999 : 5-7).

Cacing tanah ini bukan hewan asli dari Indonesia, tetapi

impor dari Eropa. Dipilihnya jenis cacing ini karena

perkembangbiakannya lebih cepat dan produktivitasnya lebih

baik dibanding jenis cacing lokal. Walaupun bukan berasal dari

Indonesia, namun keadaan alam Indonesia sangat mendukung

dikembangkannya peternakan cacing tanah jenis Lumbricus

rubellus (Roni, P., 1999 : 2).

Dalam latihan IV, anda telah berkenalan dengan metode

penandaan untuk membuat taksiran mengenai besar populasi

dari suatu spesies hewan. Apabila luas area tempat hidup hewan

38

itu diketahui, anda dapat pula menaksir berapa kerapatan

(kepadatan) populasinya. Kerapatan populasi dinyatakan dalam

jumlah individu persatuan ruang tempat hidup (satuan area,

satuan volume, satuan berat medium atau substrat dan

sebagainya). Untuk berbagai spesies hewan yang

memperlihatkan ukuran tubuh bervariasi sekali, kerapatan

populasinya acapkali lebih bermakna apabila dinyatakan dalam

kerapatan biomassa (berat persatuan ruang) dan bukan jumlah

individu persatuan ruang.

Salah satu cara lain untuk membuat estimasi populasi

absolut, adalah dengan pengambilan cuplikan atau contoh

(“sampel”) dari keseluruhan ruang tempat hidup populasi suatu

spesies hewan. Dalam latihan ini kita akan mecoba metode

cuplikan kuadrat (kuadrate sampling method). Untuk suatu studi

yang lebih serius diperlukan penelaahan pendahuluan yang lebih

khusus pula mengenai bagaimana desain rancangan

pencuplikan, misalnya mengenai ukuran kuadrat, jumlah

cuplikan, pewaktuan (timing). Pengambilan cuplikan maupun

pola penempatan atau pola sebaran cuplikan. Aspek-aspek ini

sangat tergantung dari tujuan penelitian dan spesies hewan

yang diteliti. Jadi tiak ada metode pencuplikan yang berlangsung

secara umum (universal).

Pada pencuplikan yang akan dilaksanakan dalam latihan IV

ini, didasarkan atas metode acak berlapis (“Stratifield Random

Sampling”). Menurut metode ini area studi dibagi atas bagian-

bagian (strata) yang sama besarnya dari tiap-tiap bagian ini

diambil satu cuplikan secara acak (random).Dispersi atau pola

penyebaran individu-individu di dalam suatu populasi

mempunyai arti ekologis yang cukup penting. Bagaimana pola

39

ini, dapat dilihat dari angka-angka purata kerapatan X dan

variansi S dari jumlah cuplikan N.

X = dan S =

Nisbah (Kriteria) :

X / S = 1 menunjukkan penyebaran acak

X / S = >1 menunjukkan penyebaran mengelompok

X / S = <1 menunjukkan penyebaran yang seragam (uniform)

B. BAHAN DAN ALAT

1. Bahan :

a. Kantung plastik

2. Alat

a. Termometer

b. Soil tester

c. Parang

d. Linggis

e. Kuadran 30 x 30 cm

f. Timbangan Ohaus

g. Oven

h. Pingset

C. SPESIES HEWAN OBYEK PENGAMATAN

Dalam latihan ini, kita akan menyelidiki aspek kerapatan

populasi dan disperse bangsa cacing tanah (Oligochaeta) dari

lingkungan (habitat) yang berbeda-beda. Cacing tanah

merupakan komponen makrofauna tanah karena ukuran

tubuhnya sangat besar. Di lapangan rumput atau di kebun di

kampus Unhalu dan sekitarnya, dapat dijumpai cacing Pheretima

40

sp. dan Phentoscolex sp. (Glossocolecideae) yang bentuk

tubuhnya yang lebih ramping serta ukuran tubuhnya lebih kecil

dari Pheretima sp.

D. PERSIAPAN PERCONAAN

Anda akan bekerja sebagai anggota kelompok kerja

dibagian area studi yang berbeda-beda pula. Sebelum pergi

kelapangan setiap kelompok kerja harus memeriksa

kelengkapannya masing-masing (kuadrat pencuplik, sekop,

termometer tanah, lembaran dan kantong plastik, pinset).

Karena jumlah soil tester terbatas sekali maka pengukuran pH

tanah dengan alat tersebut dilakukan oleh asisten.

E. CARA KERJA

Pengerjaan dilakukan di lapangan dan di laboratorium

1. Pengerjaan Di Lapangan

a. Buatlah catatan singkat mengenai area studi anda (jenis

habitat, lapangan rumput utuh, lapangan rumput yang

dikenai dampak pijakan, jenis rumput dominan, kebun, jenis-

jenis tanaman dan lain-lain).

b. Letakkan kuadran 30 x 30 cm pada situs cuplikan. Sebelum

anda menggali tanah buatlah taksiran kasar mengenai

persentase liputan vegetasi penutupnya. Disebelah luar

dekat batas kuadran lakukan pengukuran suhu tanah dan

pH tanah (dengan soil tester dari asisten).

c. Gali tanah sedalam 20 cm, mulain dari sisi kuadran dan

bagian-bagian cuplikan tanah yang dihancurkan serta cacing

tanahnya disotir dan dikumpulkan (metode sortir tangan,

41

“Hand Sorting Method”) dalam kantung-kantung plastik lalu

hitung jumlahnya. Apabila di dalam ada terdapat telur-telur

cacing tanah (berwarna keputihan, lunak, dan bentuknya

agak membulat dengan kedua ujungnya agak lancip),

kumpulkan telur-telur itu bersama dengan cacing tanahnya.

Meskipun hewan obyek kita hanya cacing, namun diminta

untuk mengumpulkan hewan-hewan komponen makrofauna

lainnya yang dijumpai dalam cuplikan anda. Kumpulkan

dalam kantung plastik yang diisi larutan formalin 5%

samakan nomor kodenya dengan nomor kode cuplikan

cacing tanah.

d. Dari cuplikan kuadran anda, ambillah segenggam kecil

tanah yang bersih dari serasah ataupun perakaran, dan

masukan dalam kantung plastik lain, jangan lupa memberi

nomor kode yang sama dengan nomor cuplikan cacing

tanah.

2. Pengerjaan Di Laboratorium

a. Timbang masing-masing hasil cuplikan cacing tanah yang

sudah bersih dari partikel tanah yang menempel (bersihkan

dengan kuas halus dan penimbangan hingga ketelitian 0,05

gram).

b. Timbang tanah cuplikan kuadrat (B1) lalu simpan dalam

oven pengering hingga berat konstan (B2), karena telah

bebas air. Lalu hitung persentase kandungan airnya :

Kelembaban :

d. Masukkan tanah yang bebas air (B2) ke dalam tungku

pembakaran yang bersuhu tinggi 1000-1200 oC. Untuk

menentukan persen kandungan materi organiknya

42

(makanan potensial cacing tanah). Timbanglah tanah yang

sudah bebas materi organik (B3) hitunglah persentase

materi organik tanah :

:

Isikan semua hasil perhitungan dalam lembar data.

F. BAHAN LAPORAN

1. Apa yang dapat anda simpulkan

mengenai kerapatan jumlah dan biomassa cacing tanah di

area studi anda?. Bagaimanakah kerapatan telur cacing tanah.

2. Bagaimanakah pola penyebaran individu-

individu cacing tanah maupun telur-telur bila ada, pakah

berpola acak, seragam atau berkelompok.

3. Apakah ada hubungan antara pola

dispersi dengan kondisi faktor-faktor lingkungan cacing tanah.

4. Bandingkan hasil pengamatan anda

dengan kelompok kerja lain, apa kesimpulan anda mengenai

persamaan ataupun perbedaan yang didapat?

5. Apabila pencuplikan cacing tanah

dilakukan pada siang hari sekitar jam 13.00 sampai 15.00.

kiranya angka-angka yang didapat akan serupakah, lebih

rendah atau lebih tinggi? Jelaskan jawaban anda.

6. Apakah peranan cacing tanah dalam

dinamika ekosistem tanah?

7. Sebutkan aspek-aspek terapan atas

kegunaan cacing tanah bagi manusia.

G. LAPORAN PRAKTIKUM

43

Laporan dibuat dalam format singkat, dengan membuat

bahan-bahan yang tersebut di atas dan serahkan paling lambat

seminggu sesudah komplikasi data selesai dilakukan.

Tugas Contoh Kasus

1. Seorang praktikum dengan cara menaksir kerapatan populasi hewan

menggunakan metode cuplikan kuadrat dan data hasil pengamatan diperoleh

sebagai berikut :

No

.

Area Nama

Spesies

Jumlah

Individu

1 Naungan

Pijakan

Terdedah

Rumput

Dominan

A

B

C

D

3

2

1

2

2 Naungan

Pijakan

Terdedah

Rumput

Dominan

A

A

B

D

4

7

2

1

3 Naungan

Pijakan

Terdedah

Rumput

Dominan

A

A

B

D

5

3

1

2

4 Naungan

Pijakan

Terdedah

A

B

C

1

2

3

44

Rumput

Dominan

C 3

a. Hitunglah:

Kerapatan

Variansnya

Nisbah

b. Apa kesimpulan anda dari data tersebut.

PRAKTIKUM VII

PERCOBAAN MENGENAI RESPON REOTAKSIS PADA HEWAN-HEWAN MOBIL

A. PENDAHULUAN

Gerakan-gerakan hewan dalam lingkungannya tidak begitu

saja terjadi, melainkan merupakan respon-respon yang terarah

akibat adanya bermacam-macam stimulus dari lingkungannya.

Salah satu bentuk respon berupa gerakan taksis, yaitu berupa

gerakan berpindah tempat yang terorientasi langsung terhadap

stimulus. Taksis umumnya djumpai pada hewan invertebrata

dan vertebrata rendah.

B. TUJUAN PRAKTIKUM

Adapun tujuan praktikum ini adalah:

1. Untuk mengetahui bagaiman respon ikan terhadap faktor

arus melalui berbagai gerakan yang terorientasi terhadap

45

arus itu, maka yang pertama kali harus dilakukan adalah

menentukan kriterianya yng akan dipakai sebagai acuan.

2. Kriteri yang akan digunakan dalam percobaan ini adalah:

a. Reotaksis (+); apabila ikan bergerak berenang

menyongsong arus atau bertahan ditempat dengan kepala

menghadap kearah datangnya arus.

b. Reotaksis (-); apabila ikan bergerak (berenang aktif

bergerak pasif) sejalan dengan arus air.

c. Indeferen; apabila tidak memenuhi kedua kriteria diatas

karena posisi tubuhnya terarah lebih melintang.

C. ALAT DAN BAHAN

1. Bahan

a. Ikan kepala timah (Poecilia reticulata)

2. Alat

a. Termometer

D. PERCOBAAN REOTAKSIS

Dalam latihan ini kita akan melakukan percobaan-

percobaan untuk mengetahui bagaimana respon suatu jenis

hewan akuatik mobil terhadap suatu faktor penting dalam

lingkungan perairan lotik, yaitu arus air (reo).

Percobaan dilakukan di lapangan, di suatu selokan atau

sungai kecil dengan menggunakan suatu alat yang disebut

kotak reotaksis. Alat sederhana ini dibuat sedemikian rupa

hingga mempunyai bagian yang dapat dialiri arus air yaitu parit

eksperimen, sebelah kanan kirinya agar seimbang buat parit-

parit kontrol yang tidak dapat dimasuki arus air.

46

Dalam keadaan siap kotak percobaan, kondisi dalam parit

eksperimen dibuat sama besar dengan parit kontrol kecuali

dalam satu hal, yaitu parit kontrol tidak ada arus air. Lihat

gambar alat percobaan:

Keterangan

1. Parit Kontrol

2. Parit Eksperimen

3. Panjang Kotak 50 cm

Dengan menggunakan kotak percobaan tersebut di atas,

kita dapat membandingkan respon reotaksis berbagai jenis

hewan mobil, baik yang berasal dari perairan yang sama

maupun yang berbeda. Kita juga dapat membedakan respon

reotaksis dan individu-individu jantan, betina, stadium anak dari

suatu jenis hewan tergantung dari apa yang kita ingin ketahui.

Perlu diperhatikan bahwa kotak reotaksis di atas tidak

cocok digunakan untuk hewan-hewan akuatik yang mobil yang

tidak dapat menempel atau merayap ke dinding-dinding parit

kotak percobaan (misalnya udang). Selain itu panjang tubuh

hewan eksperimen sebaiknya tidak melebihi lebar parit, yang

paling cocok digunakan sebagai hewan eksperimen dengan

47

menggunakan kotak reotaksis tersebut ialah jenis-jenis ikan

kecil, yang panjang tubuhnya lebih dari 1,5 cm dan kurang dari

5,0 cm.

Dengan menggunakan ikan P. reticulata sebagai hewan

percobaan, kita ingin mengetahui bagaimana respon individu

jantan, betina grafid betina non grafid dan stadium muda

terhadap arus air dengan kecepatan tertentu.

E. PERSIAPAN PERCOBAAN

Sebelum pergi ke lapangan, periksalah kelengkapan

peralatan yang harus dibawa, yaitu kotak reotaksis, termometer,

arloji henti (stopwatch), saringan, tempat penyimpanan ikan

(bejana, ember, kantung-kantung plastik), jala siuk atau alat lain

untuk menangkap dan memindahkan ikan.

Di Lapangan:

1. Tiap kelompok kerja menangkap paling sedikit 15 spesimen

ikan coba Poecilia reticulata dan masing-masing kategori

(jantan, dewasa, betina grafid, etina non grafid, pra dewasa)

dari suatu perairan. Bila situasi dan kondisi dilapangan

memungkinkan, sebagian kelompok kerja mengkoleksi

spesimen dari perairan lotik sebagian lagi dari perairan

lentik.

2. Tentukan tempat anda akan melakukan percobaan yaitu

suatu selokan atau tepi sungai yang dangkal yang berarus

tidak begitu kuat dan airnya relatif jernih dan tidak

membawa sampah atau kotoran dan tempatnya harus

ternaung , tidak dikenai cahaya matahari.

3. Periksalah kotak reotaksis anda kalau bocor harus diantisipasi

agar air tidak keluar dari kotak reotaksis. Hal ini dilakukan

48

dengan meletakkan kotak reotaksis secara horizontal dan

sejajar arus, lalu ditekan secara perlahan hingga 2-3 cm tepi

kotak masih muncul dari permukaan air. Kalau yang berisi

air hanya parit eksperimen artinya kotak itu layak pakai.

Namun apabila parit kontrol juga terisi air, artinya terjadi

kebocoran dan kotak reotaksis tidak layak pakai (ganti

dengan kotak yang lain).

4. Letakkan kotak reotaksis yang layak pakai secara horizontal

dengan sejajar aliran air higga air yang masuk kedalam parit

eksperimen mencapai tinggi sekitar 10 cm. Usahakan agar

arus air yang melalui parit eksperimen tidak melebihi 0,2

m/detik.

5. Isikan air (dari perairan yang sama) kedalam kedua parit

kontrol, sehingga sama tingginya dengan yang terdapat

dalam parit eksperimen

6. Siapkan dan kategori ikan percobaan yang akan digunakan

hewan-hewan yang berukuran sama, sehat, gesitdan tidak

cedera.

7. Tentukan penugasan anggota kelompok kerja (mengamati,

mencatat, mengukur), siapkan buku catatan untuk mencatat

data hasil pengamatan dan data diisi berdasarkan format

seperti yang tertera pada lembar data.

F. TATA LAKSANA PERCOBAAN

1. Ukurlah kecepatan arus air (3 kali) dan suhu air (3 Kali) di

parit eksperimen. Sepotong benda kecil (daun, busa, dan

lain-lain) dilepaskan di awal parit eksperimen. Waktu

mencapai akhir parit dicatat. Suhu dibagian awal, atau

ditengah, atau dia akhir.

49

2. Masukkan 10 individu dari suatu kategori kelompok ikan

dengan menggunakan saringan kecil kedalam parit

eksperimen.

3. Biarkan dulu selama 5 menit agar ikan menyesuaikan diri

dengan kondisi lingkungan barunya.

4. Sementara itu tentukan dimana posisi anda sebagai

pengamat maupun pencatat.

5. Mulai dari awal hingga akhir pengamatan harus tetap dan

jangan bergerak kesana kemari agar tidak mempengaruhi

respon ikan yang diamati.

6. Dengan interval waktu pengamatan 1 menit, hitunglah

beberapa jumlah individu ikan yang memenuhi kriteria positif,

negatif dan indiferen. Lakukan sebanyak 10 kali.

7. Pada akhir pengamatan ukur kembali arus (3 kali) dan suhu

air (3 kali). Ikan dari parit eksperimen kemudiian

dipindahkan secara hati-hati kedalam salah satu parit

kontrol. Seandainya ada individu yang tidak lagi gesit,

cedera, atau lepas, gantilah dengan yang baru hingga

jumlahnya tetap 10.

8. Biarkan individu ikan selama 10 menit agar menyesuaikan

diri pada kondisi parit kontrol yang tidak berarus. Sementara

itu ukurlah suhu airnya. Perhatiakan bahwa kriteria yang

digunakan tetap seperti pada eksperimen, yaitu mengacu

pada arus( parit eksperimen ), karena dalam parit kontrol

sebenarnya tidak ada arus, maka digunakan tanda positif,

negatif, dan indiferen. Dengan interval 1 menit hitunglah

jumlah individu ikan yang memenuhi kriteria tersebut

sebanyak 10 kali ulangan. Dalam hal ini pun pengamat yang

50

mencatat tidak boleh banyak bergerak agar tidak

mempengaruhi respon normal ikan.

9. Pada akhir pengamatan, suhu air di parit kontrol diukur lagi

(3 kali).

10. Keluarkan semua spesimen ikan dari parit kontrol, dan

lepaskan keperairan kembali.

11. Lakukan percobaan dengan tata laksana yang sama

untuk kategori kelompok ikan lainnya.

G. BAHAN LAPORAN

1. Dengan asumsi dasar bahwa respon ikan yang diamati hanya

memberikan respon terhadap arus, maka apabila faktor

stimulus itu tidak ada maka ikan akan berpeluang sama

untuk bergerak atau bertahan melawan arus, melintang

ataupun membelakangi arus. Sehubungan dengan itu, maka

kontrol yang baik sebagai dasar pembanding harga-harga

purata respon positif, negatif, dan indiferen idealnya harus

33,3 %: 33,3 %: 33,3 % atau 1:1:1. harga- harga yang

mendekati itu dalam latihan ini sudah baik.

2. Berdasarkan asal macam perairan (lotik atau lentik) tempat

ditangkapnya P. reticulata, bagaimanakah kiranya bunyi

hipotesis kerja anda.

3. Mengapa arus dan suhu air perlu di ukur?

4. Data yang diolah berdasarkan pola kompilasi data kelas

(seluruh kelompok kerja).

5. Berdasarkan angka-angka eksperimen yang didapat, dan

dengan memperhitungkan pula beberapa kecepatan arus

airnya, apa yang dapat anda simpulkan mengenai respon P.

reticulata jantan dewasa, betina grafid, betina nongrafid dan

51

individu pra dewasa terhadap arus?, adakah kategori ikan

yang memberikan respon reotaksis positif dan negatif,

kategori mana yang memberikan reotaksis positif yang paling

kuat? Mana pula yang paling lemah?

6. Apakah hasil percobaan yang didapat sesuai hipotesis itu?

( bagi semua kategori kelompok atau sebagian kategori

kelompok) jelaskan!

H. LAPORAN PRAKTIKUM

1. Judul laporan: Reotaksis pada ikan Poecilia Reticulata

2. Laporan disusun dalam bentuk karangan ilmiah lengkap

dengan bab-bab yang tersusun secara tersistematis. Susun

kalimat-kalimat yang mencakup aspek-aspek yang disebut

dan ditanyakan pada data, dan dalam bagian-bagian laporan

yang relevan.

3. Dalam bab bahan dan data tata kerja biasakan untuk tidak

membuat daftar dari bahan-bahan dan peralatan yang

digunakan. Semua bahan dan peralatan yang digunakan itu

harus tercantum dalam badan karangan namun disusun

dalam bentuk kalimat-kalimat utuh dan secara relevan.

4. Laporan diserahkan satu minggu sesudah kompilasi data

kelas selesai dilakukan.

52

PRAKTIKUM VIII

PERCOBAAN MENGENAI RESPON FOTOTAKSIS PADA HEWAN-HEWAN MOBIL

A. PERCOBAAN FOTOTAKSIS

Percobaan fototaksis dapat digunakan sebagai alternatif

percobaan reotaksis. Namun dapat juga dilakukan sebagai

tambahan pelengkap waktu kerja lapangan ke suatu hutan

misalnya. Dalam habitat seperti itu kita akan mendapat peluang

yang lebih banyak untuk mendapatkan serangga atau hewan

invertebrata lainnya dalam jumlah yang banyak. Sejumlah

hewan-hewan itu ada yang berterbangan ada pula yang

merayap-rayap di tempat yang terkena cahaya ataupun di

tempat-tempat yang terlindung dari gelap, misalnya di bawah

serasah batang yang lapuk atau batu.

Berdasarkan asal ditemukannya hewan itu kita dapat

menyusun hipotesis kerja:

a. ..........(jenis hewan) yang hidupnya ditempat-tempat yang

gelap bersifat fototaksis negatif atau memperhatikan respon

negatif terhadap stimulus cahaya.

b. ..........(jenis hewan) yang hidupnya ditempat-tempat terbuka

bersifat fototaksis positif atau memperhatikan respon positif

terhadap stimulus cahaya.

Dalam latihan ini percobaan fototaksis dilakukan dengan

menggunakan alat yang sangat sederhana yang dapat dibuat

sendiri yang disebut kotak fototaksis, yang didesain untuk

hewan-hewan invertebrata teresterial berukuran kecil. Bagian

utama kerangka kotak fototaksis adalah tabung gelas yang

53

dengan garis-garis dibagi atas tiga bagian yang sama besarnya.

Bagian lainnya ialah kotak kayu berpenutup yang dapat

digeserkan. Seluruh dinding sebelah dalam kotak dan

penutupnya dicat hitam.

Seperti pada percobaan reotaksis, langkah pertama

yang diperhatikan ialah memerlukan kriteria untuk percobaan

dalam hal ini digunakan kriteria sebagai berikut:

1. Fototaksis positif; apabila hewan ditemukan di dalam

bagian yang dikenai cahaya (terang).

2. Fototaksis negatif; apabila hewan ditemukan di dalam

bagian yang tidak dikenai cahaya (gelap).

3. Fototaksis intermedier; apabila hewan ditemukan dalam

daerah peralihan (gelap dan terang)

Kriteria tersebut bukan didasarkan pada alat percobaan

yang akan dipakai semata-mata karena dalam situasi alami pun

kondisi peralihan seperti itu selalu ada.

B. ALAT DAN BAHAN

1. Bahan

a. Jangkrik

b. Belalang

c. Semut

d. Kecoak dan lain-lain

2. Alat

a. Termometer

b. Alat percobaan

c. Lux meter

C. PERSIAPAN PERCOBAAN

54

Salah satu hal penting yang menentukkan kesahihan

percobaan menggunakan kotak fototaksis ini adalah jangan ada

celah yang dapat ditembus cahaya diantara penutup-penutup

dengan dindng kotak. Selain itu tabung gelas harus horizontal

letaknya dan bersih, setiap akan melalui percobaan dengan

suatu spesies bagian dalam tabung harus dibersihkan.

Percobaan dengan menggunakan kotak fototaksis dapat

dilakukan di lapangan amaupun di Laboratorium.

Pertama-tama perriksalah kelengkapan alat yang

diperlukan:

Perangkat kotak percobaan laboratorium lengkap, termometer,

lux meter, alat pembersih tabung gelas berikut kertas

pembersih, jala serangga untuk menangkap hewan percobaan

serta bejana gelas atau kantong plastik untuk menyimpan

spesimen hasil tangkapan.

Di lapangan:

1. Tiap kelompok kerja menangkap hewan-hewan mobil

(peloncat, pejalan, penerbang) yang berukuran tubuh 1-3 cm

sebanyak kira-kira 15 ekor, masing-masing dari jenis yang

hidup di daerah terbuka dan yang hidup di daerah terlindung

dan gelap.

2. Masing-masing hewan dari kelompok yang teradaptasi terang

dan gelap tersebut disimpan pada tempat yang terpisah.

Hewan-hewan yang cedera atau lemas akibat penangkapan

jangan digunakan untuk percobaan.

3. Periksa kotak reotaksis apabila sudah siap dipakai

4. Tentukan tempat yang tidak dikenai cahaya langsung dan

rata (horizontal) untuk meletakkan kotak percobaan dengan

55

posisi panjang kotak kira-kira tegak lurus terhadap arah

datangnya cahaya.

5. Siapkan termometer, lux meter serta hewan-hewan yang

bugar untuk percobaan dan juga pembersih tabung gelas.

Keterangan:

1. Cahaya

2. Penyangga

3. Kotak ekserimen

4. Hewan percobaan

5. Penutup kotak

6. Tabung gelas

7. Kotak kontrol

D. TATA LAKSANA PERCOBAAN

1. Dengan hati-hati masukkan ke dalam tabung gelas sebanyak

10 individu hewan percobaan yang bugar. Tutuplah tabung

gelas dengan baik hingga tanda batas.

2. Sementara hewan percobaan diaklimasi selama 5 menit

dalam lingkungan barunya ukurlah suhu udara di dalam kotak

(diluar tabung gelas) dan intensitas cahaya di atas bagian

tabung gelas yang terbuka.

56

3. Tempatkan diri anda sebagai pengamat dan pencatat di

sebelah menyebelah sepanjang kotak.

4. Dengan interval waktu 2 menit kecuali asisten memutuskan

lain sehubungan dengan jenis hewannya, hitunglah secara

tepat dan cepat dengan mengangkat tutup kotak, berapa

jumlah hewan yang terdapat di ruangan yang terkena cahaya

(ruang posistif) di ruang yang tidak terkena cahaya (ruang

negatif), dan ruang antara keduanya.

5. Sesudah pengamatan ke-5 kotak diubah posisinya yaitu

hingga bagian tabung yang tadinya tidak terkena cahaya

(gelap) menjadi terdedah (terang) dan yang terdedah

menjadi tertutup, biarkan selama 5 menit sambil anda

mengukur suhu udara dan intensitas cahaya seperti pada

nomor 2.

6. Dengan interval waktu dan tata laksana yang sama seperti

pada pengamatan satu ke satu hingga ke lima, lakukan

pencacahan hewan di setiap ruangan tabung untuk

pengamatan ke-6 hingg ke-10.

7. Lakukan kembali pengukuran suhu akhir, suhu udara dan

intensitas cahaya setelah pengamatan ke sepuluh.

8. Apabila ternyata ada hewan yang tampak lemas hewan itu

dikeluarkan dan diganti dengan individu yang masih gesit

dan bugar.

9. Untuk kontrol dipasangkan tutup hingga menutupi seluruh

panjang tabung gelas, biarkan selama lima menit dan

sementara diukur suhu udara dekat tabung (suhu awal

kontrol).

10. Dengan interval waktu seperti percobaan (dengan

ada cahaya) lakukan perhitungan berapa jumlah individu

57

yang terdapat diruang tabung gelas bagian ujung yang satu

bagian tengah, dan bagian ujung yang lain seperti pada

pengamatan kesatu sampai kelima. Perhitungan dilakukan

dengan cepat namun hati-hati membuka dan menutup

kembali tutup kotak. Melalui pegamatan kelima sampai

sepuluh ruangan yang tadinya dianggap sebagai positif

diganti menjadi negatif demikian pula sebaliknya.

11. Lakukan percobaan dan kontrolnya terhadap jenis

hewan lain yang berbeda adaptasinya terhadap cahaya

dengan tata laksana yang sama.

E. BAHAN LAPORAN

1. Dengan asumsi dasar bahwa bila tidak ada cahaya maka

hewan percobaan tidak memberikan respon yang berbeda

dalam menempati ruang di dalam tabung, maka kontrol yang

baik sebagai dasar pembanding akan menujukkan persen

jumlah 33,3 %: 33,3 %: 33,3 % atau 1:1:1. (atau mendekati

proporsi seperti itu).

2. Apa yang dapat anda simpulkan mengenai respon atau

fototaksis jenis hewan yang teradaptasi terang dan yang

teradaptasi gelap dari hasil percobaan anda.

3. Apa kesimpulan tersebut sesuai dengan hipotesis yang anda

susun mengenai respon fototaksis dari hewan-hewan yang

diteliti.

4. Mengapa suhu dan intensitas cahaya perlu diukur? Mengapa

setiap tabung harus horizontal dan setiap pergantian hewan

percobaan harus dibersihkan dahulu?

5. Mengapa ukuran tubuh dan stadium perkembangan hewan

percobaan harus seragam?

58

F. LAPORAN PRAKTIKUM

1. Laporan disusun dalam bentuk karangan ilmiah lengkap

kecuali apabila asisten mengumumkan lain.

2. Judul laporan: respon fototaksis dari jenis-jenis hewan dari

mikro habitat yang dikenai cahaya dan yang tidak.

3. Laporan diserahkan satu minggu sesudah kompilasi data

kelas selesai dilakukan.

59

DAFTAR PUSTAKA

Naryo Sadhori, S., 1997. Teknik Budidaya Bekicot. Balai Pustaka. Jakarta

Rony, P., 1999. Sukses Berternak Cacing Tanah (Lumbricus rubellus). Penebar Swadaya. Jakarta.

60


Top Related