Transcript
Page 1: Peningkatan Kualitas Kebijakan Publik Melalui Penguatan Manajemen dan Produk Kajian

0

KARYA TULIS PRESTASI PERSEORANGAN

Peningkatan Kualitas Kebijakan Publik

Melalui Penguatan Manajemen dan Produk Kajian pada

Pusat Kajian Manajemen Kebijakan

DISUSUN OLEH:

NAMA : TRI WIDODO WAHYU UTOMO

NDH : 53

KELAS : B

ASAL INSTANSI : LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA

LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA

PROGRAM DIKLATPIM TINGKAT II, ANGKATAN XXXI

JAKARTA, 2011

Page 2: Peningkatan Kualitas Kebijakan Publik Melalui Penguatan Manajemen dan Produk Kajian

i

LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA

PUSDIKLAT SPIMNAS BIDANG KEPEMIMPINAN

PROGRAM DIKLAT KEPEMIMPINAN TINGKAT II

PERSETUJUAN PENYAJIAN

KARYA TULIS PRESTASI PERSEORANGAN

PENINGKATAN KUALITAS KEBIJAKAN PUBLIK

MELALUI PENGUATAN MANAJEMEN DAN PRODUK KAJIAN PADA

PUSAT KAJIAN MANAJEMEN KEBIJAKAN

Disusun Oleh:

TRI WIDODO WAHYU UTOMO

NDH : 53

KELAS: B

Disetujui Oleh:

Kepala Pusat Diklat SPIMNAS Bidang Kepemimpinan

( Drs. Makhdum Priyatno, MA )

LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA

PROGRAM DIKLATPIM TINGKAT II, ANGKATAN XXXI

JAKARTA, 2011

Page 3: Peningkatan Kualitas Kebijakan Publik Melalui Penguatan Manajemen dan Produk Kajian

ii

LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA

PUSDIKLAT SPIMNAS BIDANG KEPEMIMPINAN

PROGRAM DIKLAT KEPEMIMPINAN TINGKAT II

PENGESAHAN KTP-2

PENINGKATAN KUALITAS KEBIJAKAN PUBLIK

MELALUI PENGUATAN MANAJEMEN DAN PRODUK KAJIAN PADA

PUSAT KAJIAN MANAJEMEN KEBIJAKAN

Disusun Oleh:

TRI WIDODO WAHYU UTOMO

NDH : 53

KELAS: B

Disajikan Pada:

HARI : Jum’at

TANGGAL : 19 Agustus 2011

Disetujui Oleh:

Kepala Pusat Diklat SPIMNAS Bidang Kepemimpinan

(Drs. Makhdum Priyatno, MA)

LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA

PROGRAM DIKLATPIM TINGKAT II, ANGKATAN XXXI

JAKARTA, 2011

Page 4: Peningkatan Kualitas Kebijakan Publik Melalui Penguatan Manajemen dan Produk Kajian

iii

EXECUTIVE SUMMARY

Pusat Kajian Manajemen Kebijakan (PKMK), Lembaga Administrasi Negara,

selanjutnya disebut PKMK-LAN adalah unit kerja dibawah Deputi Kajian Manajemen

Kebijakan dan Pelayanan LAN, dan memiliki tugas pokok melaksanakan penyusunan

rencana, penelaahan kebijakan, pengkajian, dan evaluasi pelaksanaan program kajian

manajemen kebijakan dan pembangunan, manajemen perekonomian negara, serta

pemberian bantuan teknis dan administratif kepada Pusat dan kelompok jabatan

fungsional di lingkungannya.

Sehubungan dengan hal tersebut, PKMK-LAN merasa perlu untuk melakukan

beberapa hal sebagai prasyarat keberhasilan pelaksanaan tupoksinya dengan baik.

Salah satunya adalah dengan mengidentifikasi pelanggan (stakeholders) PKMK-LAN

beserta ekspektasinya. Hal ini penting dilakukan dengan tujuan agar program dan

pelayanan yang diberikan PKMK-LAN benar-benar dapat diaplikasikan untuk kemajuan

stakeholders. Selain itu, PKMK-LAN juga terus-menerus berusaha menyempurnakan

manajemen kajian, yang meliputi perencanaan kajian, penerapan metodologi,

pengembangan kapasitas SDM khususnya peneliti, serta penguatan koordinasi atau

networking.

Jika manajemen kajian kebijakan dapat dilakukan secara optimal, maka diyakini

produk kajian pada PKMK-LAN akan lebih berbobot, sehingga akan meningkatkan

kontribusi kajian kebijakan dalam upaya mewujudkan kebijakan publik yang jauh lebih

berkualitas, baik di tingkat pusat maupun di daerah. Namun, selama ini terdapat

fenomena bahwa manajemen kajian di PKMK-LAN relatif masih lemah, yang

berdampak pada belum optimalnya kontribusi kajian kebijakan dalam peningkatan

kualitas kebijakan publik. Issu inilah yang ditetapkan sebagai rumusan masalah pada

penulisan KTP-2 ini. Dan atas dasar rumusan masalah tersebut, maka fokus penulisan

KTP-2 ini adalah pembenahan manajemen kajian.

Dalam rangka menganalisis masalah yang telah dirumuskan diatas, penulis

menggunakan tools antara lain analisis kebijakan, serta piranti analisis manajemen

strategis yang meliputi SWOT Analysis, dan Scenario Planning dengan perpaduan

Systems Thinking.

Dari hasil analisis ditemukan 3 (tiga) variabel utama yang menjadi leverage atau

pengungkit dalam mewujudkan tupoksi PKMK-LAN, yakni: 1) pengembangan kapasitas

/ kompetensi SDM khususnya Peneliti; 2) peningkatan frekuensi dan jenis layanan;

serta 3) redefinisi visi dan misi organisasi. Ketiga variabel tadi, apabila diterapkan

memiliki tujuan masing-masing sebagai berikut:

Page 5: Peningkatan Kualitas Kebijakan Publik Melalui Penguatan Manajemen dan Produk Kajian

iv

• Meningkatkan kapasitas / kompetensi SDM guna memperkuat kualitas produk kajian

dan meningkatkan kontribusi kajian kebijakan terhadap peningkatan kualitas

kebijakan publik.

• Memperkokoh budaya kerja untuk menciptakan prakondisi dan lingkungan yang

ideal (enabling) bagi terselenggaranya manajemen kajian yang efektif, serta budaya

pelayanan yang maksimal.

• Mempertajam perencanaan yang berfungsi sebagai masterplan program kajian

kebijakan yang berorientasi pemecahan masalah, berpikir kedepan (forward

looking), serta memenuhi kebutuhan stakeholders. Dengan kata lain, ketiga hal tersebut merupakan variabel prioritas dalam

memperkuat fungsi manajemen kajian di PKMK-LAN, dan jika dapat diwujudkan

menjadi faktor kunci untuk mewujudkan produk kajian yang bermutu serta kontribusi

yang positif dalam membangun kebijakan publik yang berkualitas di tanah air.

Dengan telah terpetakannya leverage untuk peningkatan kinerja serta faktor-

faktor lingkungan strategis, maka PKMK-LAN perlu segera merumuskan strategi yang

harus dilakukan baik pada jangka pendek maupun jangka panjang, untuk kemudian

dimonitor secara regular, dan jika perlu dilakukan penyesuaian secara berkala seiring

dengan dinamika lingkungan yang cenderung terus bergerak. Pada saat yang

bersamaan, PKMK-LAN harus memberi perhatian serius untuk membangun kapasitas

SDM, khususnya fungsional Peneliti. Jika tidak, maka pada jangka panjang akan

menjadi bumerang buat organisasi karena tidak akan mampu merespon kebutuhan dan

tuntutan stakeholders-nya.

Page 6: Peningkatan Kualitas Kebijakan Publik Melalui Penguatan Manajemen dan Produk Kajian

v

KATA PENGANTAR

Tiada sesuatupun yang dapat penulis ungkapkan atas terselesaikannya KTP-2

ini kecuali syukur yang terdalam kepada Allah SWT atas segala nikmat dan karunia-

Nya, sehingga meski dalam serba-keterbatasan, penulis tetap mampu menyelesaikan

kewajiban dalam rangkaian keikutsertaan penulis sebagai peserta Diklat Kepemimpinan

Tingkat II, Angkatan XXXI, Kelas B.

Terimakasih yang tulus juga penulis haturkan atas bimbingan, perhatian, serta

curahan ilmu dan daya upaya dari para Widyaiswara seperti bapak Suwaris, bapak Idrin

M. Su’ud, bapak Safuan Tingal, bapak Frans Turangan, bapak Sutrisno, dan bapak

Husni Bahri Tob. Penulis berdoa semoga Allah SWT memberi balasan berlipat atas

amal jariyah bapak-bapak semua.

Ucapan dan doa yang sama penulis persembahkan untuk seluruh jajaran

penyelenggara, dari bapak Makhdum Priyatno, mas Sudardi, mbak Erna Novianti, jeng

Reni Suzanna, kang Dadan Sidqul Anwar, mbak Rita, kang Rudi, dan para pekerja

keras lainnya di lingkungan Pusdiklat Spimnas Bidang Kepemimpinan yang tidak bisa

penulis sebut satu per satu. Penulis sangat mengapresiasi komitmen dan dedikasinya

untuk sebuah proses pembelajaran yang semakin professional.

Tidak ketinggalan pula, kepada jajaran staf PKMK-LAN: Erna Irawati, Ginting

Suradi, Octa Suhartono, Wisber Wiryanto, Asropi, Sahadi, Zuraida, dan Irma Sofia,

penulis sampaikan terima kasih atas dukungannya selama ini serta semangat

pengabdiannya untuk kesuksesan PKMK-LAN. Sudah sepantasnya pula bagi penulis

untuk mohon maaf jika selama mengikuti program Diklatpim kurang memberi perhatian

yang cukup untuk unit kerja tercinta. Semoga jalinan keakraban dan sinergi diantara

kita semua dapat terus kita pupuk dan kembangkan dimasa-masa mendatang.

Tentu, penulis sangat berterimakasih kepada pimpinan instansi, Kepala LAN

bapak Asmawi Rewansyah, Sestama LAN bapak Panani, atasan langsung bapak

Noorsyamsa Djumara (mantan Deputi KMKP), dan bapak Desi Fernanda (Plh. Deputi

KMKP) yang telah memberi kepercayaan kepada penulis selaku pembantu beliau, juga

untuk dorongan dan dukungan penuhnya, sehingga penulis dapat menjalani semua

tugas dengan baik. Penulispun memanjatkan doa semoga bapak-bapak dianugerahi

umur yang panjang, kesehatan lahir batin, serta kekuatan untuk terus memimpin LAN

beserta seluruh perangkatnya.

Last but not least, rasa terimakasih dan cinta dari lubuk hati terdalam penulis

hadiahkan untuk istri penulis, R. Kania, beserta anak-anak yang cantik dan sholehah,

Teteh Syifa, Mbak Rara, Kakak Tria, dan Adik Bayi Kembar yang masih berada dalam

alam rahim ibunya. Perjuangan penulis rasanya tidak berarti dibanding dengan

Page 7: Peningkatan Kualitas Kebijakan Publik Melalui Penguatan Manajemen dan Produk Kajian

vi

perjuangan, pengorbanan, doa, dan kasih sayang mereka untuk penulis. Semoga Allah

memberi balasan dengan pahala berlipat ganda serta dengan syurga-Nya. Semoga

pula Allah SWT mengekalkan cinta diantara kita, memelihara iman kita,

membahagiakan hidup kita, dan senantiasa menuntun kita menuju ridha-Nya.

KTP-2 ini secara formal merupakan kertas kerja yang dipersyaratkan dalam

program Diklatpim II. Namun esensinya lebih dari sekedar syarat formal. Sebab, KTP-

ini sesungguhnya merupakan sebuah latihan berpikir cerdas dan visioner (intellectual

exercise) yang lahir dari proses panjang selama 11 minggu. Selain itu, KTP-2 juga

berisi sebuah perencanaan kinerja yang sayang apabila tidak ada implementasi dan

tindak lanjutnya. Dengan kata lain, KTP-2 adalah sebuah dokumen perencanaan, yang

seyogyanya dapat diintegrasikan dengan dokumen perencanaan yang lebih terstruktur

dari instansi induk.

Dengan memahami urgensi KTP-2 yang begitu tinggi, maka penulis mencoba

semampu mungkin untuk menghasilkan sebuah analisis yang terbaik. Meskipun

demikian, penulis juga menyadari sepenuhnya bahwa KTP-2 ini masih menyimpan

sejuta kelemahan dan kekurangan. Untuk itu, dengan hati terbuka disertai ucapan

terima kasih, penulis mengundang semua pihak untuk memberi saran, kritik, dan

rekomendasi membangun untuk penyempurnaan kertas kerja ini.

Semoga, karya sederhana ini mampu memberi nuansa berbeda baik dalam

rangkaian penyelenggaraan Diklatpim II Angkatan XXXI maupun dalam implementasi

kelak di permanent system.

Salam semangat tak pernah padam … !!

Jakarta, 16 Agustus 2011

Tri Widodo Wahyu Utomo

NDH. 53

Page 8: Peningkatan Kualitas Kebijakan Publik Melalui Penguatan Manajemen dan Produk Kajian

vii

LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA

PUSAT DIKLAT SPIMNAS BIDANG KEPEMIMPINAN

PAKTA INTEGRITAS

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan sesungguhnya, bahwa

Karya Tulis Prestasi Perseorangan (KTP-2) saya susun sebagai salah satu syarat untuk

menyelesaikan Diklatpim Tingkat II yang seluruhnya merupakan hasil karya sendiri.

Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan KTP-2 yang saya kutip secara

langsung atau tidak langsung dari hasil karya orang lain telah saya tuliskan sumbernya

secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.

Apabila di kemudian hari ditemukan seluruh atau sebagian KTP-2 ini bukan karya tulis

saya sendiri, atau ada indikasi adanya plagiasi di bagian-bagian tertentu, saya bersedia

menerima sanksi sesuai peraturan yang berlaku.

Pakta Integritas ini dibuat dengan sebenarnya, tanpa tekanan dari siapapun, dan Pakta

Integritas ini digunakan untuk seperlunya.

Jakarta, 16 Agustus 2011

Tri Widodo Wahyu Utomo

NDH. 53

Page 9: Peningkatan Kualitas Kebijakan Publik Melalui Penguatan Manajemen dan Produk Kajian

viii

DAFTAR ISI

Persetujuan Judul KTP-2

Lembar Persetujuan Penyajian KTP-2 ………………………………………………… i

Lembar Pengesahan KTP-2 ……………………………………………………………… ii

Executive Summary ………………………………………………………………………. iii

Kata Pengantar …………………………………………………………………………… v

Pakta Integritas …………………………………………………………………………… vii

Daftar Isi …………………………………………………………………………………… viii

Daftar Tabel ………………………………………………………………………………. x

Daftar Gambar ……………………………………………………………………………. xi

BAB I PENDAHULUAN …………………………………………………………… 1

A. Latar Belakang ……………………………………………………….. 1

1. Tupoksi, Visi Misi, dan Nilai-Nilai PKMK-LAN …………………… 1

2. Identifikasi dan Ekspektasi Pelanggan PKMK-LAN ……………. 3

3. PKMK-LAN dan Kajian Kebijakan ……………………………….. 7

B. Rumusan Masalah …………………………………………………….. 9

C. Deskripsi Masalah …………………………………………………….. 10

D. Kerangka Pikir …………………………………………………………. 10

E. Tujuan, Sasaran, dan Indikator Hasil yang Diharapkan …………… 11

BAB II KERANGKA KONSEPTUAL ……………………………………………… 13

A. Teori Kebijakan Publik ………………………………………………… 13

1. Negara dan Kebijakan Publik …………………………………….. 13

2. Proses / Siklus Kebijakan Publik …………………………………. 14

3. Analisis Kebijakan Publik …………………………………………. 15

4. Bentuk Kebijakan Publik ………………………………………….. 18

B. Kebijakan Publik dan Kinerjanya Secara Umum …………………… 19

C. Kajian Kebijakan dan Kondisinya ……………………………………. 22

D. Permasalahan Umum Manajemen Kajian di LAN dan Peran PKMK-

LAN Dalam Peningkatan Kualitas Kebijakan ………………………. 24

1. Permasalahan Manajemen Kajian di LAN Secara Umum ……… 24

Page 10: Peningkatan Kualitas Kebijakan Publik Melalui Penguatan Manajemen dan Produk Kajian

ix

2. Peran PKMK-LAN Dalam Peningkatan Kualitas Kebijakan ……. 26

E. Upaya Restorasi Kajian Manajemen Kebijakan ……………………. 28

BAB III INSTRUMEN ANALISIS …………………………………………………… 30

A. Analisis Kebijakan (Policy Analisys) ………………………………….. 30

1. Iceberg (Gunung Es) Maani and Canava ……………………….. 30

2. Agenda Setting James Anderson ………………………………… 30

3. Policy System Mustopadidjaja …………………………………… 32

4. Problem Formulation William Dunn ……………………………… 32

B. Analisis Manajemen Strategis ………………………………………. 34

1. SWOT ………………………………………………………………. 34

2. Scenario Planning dipadukan dengan Systems Thinking ……… 35

BAB IV ANALISIS …………………………………………………………………. 37

A. Analisis Kebijakan …………………………………………………….. 37

1. Identifikasi Masalah Berdasarkan Teori Gunung Es (Iceberg

Theory) ……………………………………………………………… 37

2. Penetapan Agenda Kebijakan (Agenda Setting) ……………….. 38

3. Keterkaitan Antar Elemen Kebijakan (Sistem Kebijakan) ……… 40

4. Perumusan Masalah/Pengkajian Persoalan ……………………. 41

5. Penetapan Tujuan dan Peramalan Kebijakan …………………… 43

B. Analisis Manajemen Strategis ………………………………………… 44

1. Analisis Lingkungan Strategis (SWOT) …………………………... 44

2. Scenario Planning Dipadukan dengan Systems Thinking ……… 51

BAB V REKOMENDASI DAN RENCANA AKSI ………………………………… 61

A. Rekomendasi ………………………………………………………….. 61

B. Rencana Aksi ………………………………………………………….. 62

BAB VI PENUTUP …………………………………………………………………. 66

Daftar Pustaka …………………………………………………………………………… 68

Page 11: Peningkatan Kualitas Kebijakan Publik Melalui Penguatan Manajemen dan Produk Kajian

x

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1. Identifikasi Pelanggan PKMK-LAN dan Ekspektasinya ……………. 4

Tabel 1.2. Komposisi Pegawai di PKMK-LAN …………………………………… 9

Tabel 2.1. Perbandingan Siklus/Proses Kebijakan ……………………………… 14

Tabel 2.2. Perbedaan Karakteristik Peraturan (Regeling) dan Keputusan

(Beschikking) …………………………………………………………… 19

Tabel 2.3. Jumlah Perda yang Dibatalkan Pemerintah Pusat Berdasarkan

Tahun ……………………………………………………………………. 22

Tabel 4.1. Perumusan Masalah PKMK-LAN ……………………………………. 41

Tabel 4.2. Penetapan Tujuan dan Peramalan Kebijakan Publik ………………. 43

Tabel 4.3. Analisis Faktor Internal (KAFI) dan Eksternal (KAFE) PKMK-LAN … 46

Tabel 4.4. Formulasi Asumsi Strategi PKMK-LAN (KAFI v.s. KAFE) ………….. 47

Tabel 4.5. Pilihan Asumsi Strategi PKMK-LAN …………………………………. 47

Tabel 4.6. Pilihan Strategi PKMK-LAN dan Urutannya …………………………. 48

Tabel 4.7. Faktor Kunci Keberhasilan (Critical Success Factors) PKMK-LAN .. 49

Tabel 4.8. Perumusan Tujuan PKMK-LAN ……………………………………… 50

Tabel 4.9. Driving Force PKMK-LAN ……………………………………………… 51

Tabel 4.10. Evaluasi dan Penilaian Driving Force PKMK-LAN Dengan Teknik

Linier …………………………………………………………………….. 52

Tabel 4.11. Analisis Leverage PKMK-LAN ……………………………………….. 53

Tabel 4.12. Persandingan Tujuan dan Leverage Utama PKMK-LAN

Berdasarkan Hasil Analisis Kebijakan Publik, SWOT, dan Scenario

Planning ……………………………………………………………….. 56

Tabel 4.13. Narasi Skenario Pelayanan Kajian Kebijakan di PKMK-LAN ……… 59

Tabel 5.1. Kriteria Rencana Aksi PKMK-LAN …………………………………… 62

Page 12: Peningkatan Kualitas Kebijakan Publik Melalui Penguatan Manajemen dan Produk Kajian

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1. Kerangka Pikir (Logical Framework) Penguatan Manajemen Kajian

Untuk Meningkatkan Kualitas Kebijakan Publik …………………….. 11

Gambar 2.1. Hubungan Antara Kajian Manajemen Kebijakan dengan Kajian

Substantif Lain di Lingkungan LAN …………………………………. 26

Gambar 2.2. Peran dan Posisi Program Kajian Pusat PKMK-LAN Dalam

Konstelasi Kebijakan Publik …………………………………………… 27

Gambar 2.3. Urgensi Kajian Kebijakan Dalam Meningkatkan Kualitas Kebijakan

Publik dan Mewujudkan Cita-Cita Konstitusi ……………………….. 29

Gambar 3.1. Perbandingan Tahap Perumusan Masalah Menurut James

Anderson dan William Dunn …………………………………………… 31

Gambar 3.2. Sistem Kebijakan (Kombinasi William Dunn dan Mustopadidjaja) … 32

Gambar 3.3. Tahap/Teknik Perumusan Masalah (William Dunn) ……………….. 33

Gambar 4.1. Identifikasi Masalah Berdasarkan Teori Gunung Es (Iceberg

Theory) …………………………………………………………………. 37

Gambar 4.2. Agenda Setting Penguatan Manajemen Kajian Kebijakan ………… 39

Gambar 4.3. Program Penguatan Manajemen Kajian Kebijakan Dalam

Perspektif Sistem Kebijakan ………………………………………….. 41

Gambar 4.4. Identifikasi Faktor Lingkungan Strategis PKMK-LAN ………………. 45

Gambar 4.5. Evaluasi dan Penilaian Driving Force PKMK-LAN Dengan Teknik

Non-linier ………………………………………………………………. 53

Gambar 4.6. Skenario Pelayanan Kajian Kebijakan di PKMK-LAN ………………. 57

Gambar 4.7. Ciri-Ciri Kunci Skenario Pelayanan Kajian Kebijakan di PKMK-LAN . 59

Page 13: Peningkatan Kualitas Kebijakan Publik Melalui Penguatan Manajemen dan Produk Kajian

1

BAB I

P E N D A H U L U A N

A. Latar Belakang

1. Tupoksi, Visi Misi, dan Nilai-Nilai PKMK-LAN

Pusat Kajian Manajemen Kebijakan Lembaga Administrasi Negara,

selanjutnya disebut PKMK-LAN, adalah unit kerja struktural dibawah Deputi

Kajian Manajemen Kebijakan dan Pelayanan, yang memiliki tugas pokok

melaksanakan penyusunan rencana, penelaahan kebijakan, pengkajian, dan

evaluasi pelaksanaan program kajian manajemen kebijakan dan pembangunan,

manajemen perekonomian negara, serta pemberian bantuan teknis dan

administratif kepada Pusat dan kelompok jabatan fungsional di lingkungannya.

Adapun fungsi yang diemban untuk melaksanakan tugas pokok tersebut adalah:

a. Perencanaan program kajian manajemen kebijakan dan manajemen

pembangunan serta manajemen perekonomian negara di bidang

pembangunan administrasi negara;

b. Pelaksanaan dan evaluasi pelaksanaan program kajian manajemen

kebijakan dan pembangunan serta manajemen perekonomian negara di

bidang pembangunan administrasi negara;

c. Pelaksanaan pemberian bantuan teknis dan administratif kepada Pusat dan

kelompok jabatan fungsional di lingkungannya;

d. Pelaksanaan bimbingan kelompok jabatan fungsional di lingkungannya

(Pasal 66-67 Peraturan Kepala LAN No. 4/2004 tentang Organisasi dan Tata

Kerja Lembaga Administrasi Negara).

Dalam rangka menyelenggarakan tupoksi tersebut, selama ini PKMK-LAN

belum merumuskan visi dan misi secara mandiri, namun masih mengacu pada

Visi level eselon I, yakni Deputi Kajian Manajemen Kebijakan dan Pelayanan

(KMKP). Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa PKMK-LAN, meski

Page 14: Peningkatan Kualitas Kebijakan Publik Melalui Penguatan Manajemen dan Produk Kajian

2

berkedudukan sebagai unit kerja eselon II, namun bukan merupakan Satuan

Kerja (Satker). Adapun Visi Deputi KMKP adalah:

“Menjadi Institusi yang Handal Dalam Pengkajian dan

Pengembangan Manajemen Kebijakan dan Pelayanan di

Bidang Pembangunan Administrasi Negara”

Oleh karena Visi PKMK-LAN masih mengacu pada Visi Deputi KMKP,

maka demikian pula dengan Misinya. Dalam hubungan ini, Misi PKMK-LAN

diturunkan dari sebagian Misi Deputi KMKP, sebagai berikut:

a. Penyusunan telaahan kebijakan di bidang manajemen kebijakan dan

pembangunan dan manajemen perekonomian negara di bidang

pembangunan administrasi negara;

b. Penyusunan agenda kajian kebijakan di bidang manajemen kebijakan dan

pembangunan, serta manajemen perekonomian negara di bidang

pembangunan administrasi negara;

c. Pengkajian dan pengembangan sistem manajemen kebijakan dan

pembangunan, manajemen perekonomian negara di bidang pembangunan

administrasi negara.

Selain visi dan misi diatas, ada beberapa sistem nilai (values) yang

memberikan inspirasi dan panduan secara moral dalam pelaksanaan Tupoksi

organisasi. Beberapa nilai yang dipegang teguh tersebut adalah:

a. Kualitas, artinya PKMK-LAN selalu berusaha untuk menghasilkan produk

kajian berupa laporan penelitian, rekomendasi kebijakan, atau rancangan

kebijakan sebaik mungkin dan mengurangi sekecil mungkin kemungkinan

kesalahan.

b. Obyektivitas, artinya PKMK-LAN tidak memiliki dan/atau memperjuangkan

kepentingan tertentu dalam pelaksanaan Tupoksinya, serta mengambil

kesimpulan berdasarkan data dan fakta, tidak semata-mata berdasarkan

opini dan judgement peneliti secara professional.

Page 15: Peningkatan Kualitas Kebijakan Publik Melalui Penguatan Manajemen dan Produk Kajian

3

c. Profesionalitas, artinya dalam menjalankan Tupoksinya PKMK-LAN selalu

mengacu pada kaidah-kaidah atau norma akademis serta berlandaskan pada

peraturan perundang-undangan yang berlaku. Para peneliti PKMK-LAN juga

berusaha untuk terus-menerus meningkatkan pengetahuan dan

kemampuannya agar dapat memebrikan hasil yang terbaik untuk organisasi

serta stakeholders yang dilayani.

d. Keseimbangan / Proporsionalitas, artinya PKMK-LAN berusaha tidak

berpihak pada paham atau pendapat tertentu, serta tidak memberikan

prioritas dalam melayani stakeholders.

e. Kontribusi dan Kemanfaatan, artinya PKMK-LAN berusaha sekuat mungkin

untuk menghasilkan produk kajian yang benar-benar berorientasi pada

pemecahan masalah (problem solving) yang dihadapi stakeholder serta

membawa perbaikan bagi pengembangan sistem administrasi negara pada

umumnya serta kebijakan publik pada khususnya.

2. Identifikasi dan Ekspektasi Pelanggan PKMK-LAN

Salah satu hal yang sangat krusial dalam upaya meningkatkan

kemanfaatan kajian dan efektivitas kebijakan adalah dengan memahami sedetil

mungkin pelanggan organisasi kita. Dengan kata lain, pelanggan (costumer) atau

stakeholder bagi sebuah organisasi adalah komponen yang paling penting.

Tanpa adanya pelanggan atau stakeholder ini, maka eksistensi sebuah

organisasi menjadi tidak relevan lagi alias cukup alasan untuk dibubarkan.

Bahkan identifikasi pelanggan ini harus menjadi langkah pertama ketika

mendesain pembentukan sebuah kelembagaan baik di sektor publik maupun

privat.

PKMK-LAN sendiri memandang bahwa pelanggan bukan hanya institusi

yang mendapatkan manfaat dari PKMK-LAN, namun termasuk juga mitra kerja,

yakni semua pihak yang bekerjasama dengan PKMK-LAN dalam pelaksanaan

kajian kebijakan. Selain itu, perlu diinformasikan bahwa PKMK-LAN belum

pernah melakukan survey secara langsung dan regular tentang harapan

Page 16: Peningkatan Kualitas Kebijakan Publik Melalui Penguatan Manajemen dan Produk Kajian

4

(expectation) pelanggan. Namun dari interaksi selama ini dapat diidentifikasikan

pelanggan (stakeholder) beserta ekspektasinya sebagai berikut:

Tabel 1.1. Identifikasi Pelanggan PKMK-LAN dan Ekspektasinya

Pelanggan (dan Mitra) Ekspektasi / Harapan (Berdasar

Urutan Prioritas)

INTERNAL

1. Pegawai 1. Kesejahteraan yang memadai. 2. Program pengembangan pegawai/

diklat fungsional peneliti. 3. Anggaran litbang yang cukup. 4. Adanya data-base sektoral yang

lengkap.

2. Pimpinan 1. Peneliti yang profesional. 2. Kualitas hasil kajian yang berbobot. 3. Program yang dapat mengkaji issu

aktual secara cepat. 4. Konsentrasi peneliti pada bidang

tugasnya.

EKSTERNAL

1. DPR/DPRD, khususnya Badan Legislasi, termasuk DPD beserta Sekretariat Jenderal masing-masing.

1. Hasil penelitian yang up to date.

2. Rekomendasi kebijakan yang cepat, akurat, dan memberi alternatif solusi terhadap permasalahan yang ada.

3. Publikasi yang dapat dijadikan bahan referensi/rujukan dalam menganalisis issu kebijakan tertentu.

4. Kerjasama dalam perumusan dan pengembangan kebijakan, baik berupa kajian/penelitian, bimbingan teknis, seminar dan sosialisasi, dan bentuk kerjasama lainnya.

5. Akses terhadap produk kajian, baik berupa buku, naskah akademik, laporan penelitian, makalah kebijakan (policy papers), maupun publikasi online.

6. Pemberian konsultansi dan advokasi bidang kebijakan publik.

2. Pemerintah Provinsi dan Kab/Kota, khususnya yang menangani organisasi, kepegawaian, hukum, dan pemerintahan.

3. Badan Litbang Daerah Provinsi dan Kab/Kota

4. Balai Litbang Kementerian/Lembaga di Daerah

5. Lembaga Kajian/Litbang Kebijakan

Pemerintah (Kementerian/ Lembaga), misalnya:

a. Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, beserta Pusat-Pusat dibawahnya:

• Pusat Kebijakan Pendapatan Negara (PKPN);

Page 17: Peningkatan Kualitas Kebijakan Publik Melalui Penguatan Manajemen dan Produk Kajian

5

• Pusat Kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (PKAPBN);

• Pusat Kebijakan Ekonomi Makro (PKEM);

• Pusat Kebijakan Kerja Sama Internasional (PKKSI).

b. Balitbang Kementerian Pertanian, beserta Puslitbang dibawahnya:

• Puslitbang Tanaman Pangan; • Puslitbang Hortikultura;

• Puslitbang Perkebunan;

• Puslitbang Peternakan;

• Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian.

c. Direktorat Aparatur Negara Bappenas, dan Pusat Pengembangan Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Publik, Bappenas.

d. Pusat Analisis Kebijakan Manajemen Kepegawaian, BKN (dan Pusat-Pusat Analisis bidang Kepegawaian lainnya).

e. Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan (BPPK), Kementerian Luar Negeri (beserta Pusat-Pusat Pengkajian dibawahnya).

f. Deputi Bidang Pengkajian Kebijakan Teknologi, BPPT, beserta Pusat-Pusat Pengkajian dibawahnya:

• Pusat Pengkajian Kebijakan Inovasi Teknologi;

• Pusat Pengkajian Kebijakan Difusi Teknologi;

• Pusat Pengkajian Kebijakan Peningkatan Daya Saing.

g. LIPI, khususnya pusat-pusat yang menangani bidang non-eksakta.

h. Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Perdagangan, Kementerian Perdagangan, beserta Pusat-Pusat Pengkajian dibawahnya:

• Pusat Kebijakan Perdagangan Dalam Negeri;

• Pusat Kebijakan Perdagangan LN;

• Pusat Kebijakan Kerja Sama Perdagangan Internasional.

7. Adanya forum koordinasi yang rutin dan berkesinambungan.

Page 18: Peningkatan Kualitas Kebijakan Publik Melalui Penguatan Manajemen dan Produk Kajian

6

i. Seluruh Deputi dan Asisten Deputi di lingkungan Kementerian PAN dan RB, dan lain-lain.

6. Lembaga Kajian/Litbang Kebijakan

Perguruan Tinggi, misalnya:

a. Pusat Kajian Kebijakan Publik, UI. b. Pusat Penelitian Kebijakan Publik dan

Pengembangan Wilayah, Lembaga Penelitian Unpad.

c. Pusat Kebijakan Publik dan Kepemerintahan, LPPM ITB.

d. Pusat Kebijakan Keenergian, ITB. e. Pusat Pengkajian Strategi dan

Kebijakan, UGM. f. Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan

Publik, UGM. g. Pusat Studi Kebijakan dan

Kependudukan UGM. h. Pusat Kebijakan Pendidikan, UNY. i. Pusat Pengkajian Kebijakan dan

Kelembagaan Daerah, LPPM UNS. j. Pusat Studi Kebijakan Publik, Lembaga

Penelitian Unila. k. Sentra Kajian Kebijakan Publik dan

HAM, Universitas Lampung. l. Pusat Studi Kebijakan Hubungan Pusat

dan Daerah, Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya.

m. Pusat Studi Manajemen dan Kebijakan Pembangunan (PSKMP), Universitas Hasanuddin, dan lain-lain.

7. Lembaga Kajian/Litbang Kebijakan Swasta,

misalnya:

a. Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK).

b. Pusat Kajian Kebijakan Publik “Akademika”, Bekasi.

c. Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi). d. Pusat Analisis Kebijakan Sumber Daya

Alam (PAKSDA), Jakarta Selatan. e. Lembaga Studi Kebijakan Publik

(LSKP), Makassar. f. Pusat Studi Strategi dan Kebijakan,

Bandar Lampung, dan lain-lain.

Page 19: Peningkatan Kualitas Kebijakan Publik Melalui Penguatan Manajemen dan Produk Kajian

7

8. Komisi-Komisi Negara yang relevan, misalnya Komisi Kepegawaian Negara (jika sudah terbentuk), Komnas Pengawas Aparatur Negara, Komisi Yudisial, dan lain-lain.

9. Interest groups (kelompok lain yang terkait atau berkepentingan), misalnya Media, LSM/NGO, Organisasi Profesi, Partai Politik, Organisasi Kemasyarakatan, Kelompok Warga, dan lain-lain.

Sumber: Diolah dari berbagai sumber (2011).

3. PKMK-LAN dan Kajian Kebijakan

Dari tupoksi tersebut dapat dipahami bahwa PKMK-LAN memiliki peranan

dan tanggungjawab yang strategis untuk turut serta dalam pembenahan sistem

kebijakan, pembangunan dan perekonomian negara. Dengan kata lain, PKMK-

LAN sangat berkepentingan untuk mengawal kebijakan publik agar dapat

diimplementasikan secara efektif guna mencapai tujuan negara mewujudkan

kesejahteraan masyarakat.

Sebagaimana diketahui, kebijakan publik adalah instrumen yang dimiliki

oleh negara kesejahteraan (welfare state) untuk menjamin kehidupan warganya

secara lebih baik. Namun, harus diakui bahwa perangkat kebijakan yang ada

belum mampu mewujudkan tujuan berbangsa dan bernegara sebagaimana

diamanatkan dalam Pembukaan UUD 1945. Dengan kata lain, kinerja kebijakan

publik di tanah air dewasa ini masih kurang memuaskan. Tentu saja banyak

faktor yang dapat menyebabkan kondisi tersebut. Diantara berbagai

kemungkinan penyebabnya, dapat diasumsikan bahwa kualitas kebijakan publik

sendiri relatif masih rendah.

Rendahnya kualitas kebijakan publik ini sedikit banyak dipengaruhi oleh

kontribusi kajian/litbang kebijakan yang belum optimal. Faktanya, proses

formulasi dan implementasi kebijakan publik di Indonesia belum didasarkan pada

sebuah analisa akademis yang dapat dipertanggungjawabkan (research-based

policy). Kajian kebijakan diharapkan dapat berfungsi untuk membuat antisipasi

terhadap suatu kondisi, prediksi terhadap suatu trend, rekomendasi dan solusi

Page 20: Peningkatan Kualitas Kebijakan Publik Melalui Penguatan Manajemen dan Produk Kajian

8

terhadap sebuah permasalahan, serta formulasi kebijakan dalam rangka

pengaturan di bidang tertentu.

Agar kajian kebijakan dapat memberi kontribusi yang lebih konkrit dan

lebih terukur terhadap kualitas kebijakan publik, maka harus dijamin bahwa hasil

kajian benar-benar berbobot yang ditunjang oleh metodologi dan manajemen

kajian yang professional. Sayangnya, hingga saat ini kelembagaan dan fungsi

kajian kebijakan masih menghadapi berbagai permasalahan yang cukup rumit.

Perencanaan kajian belum dilakukan secara matang, sementara networking dan

koordinasi yang sinergis antara instansi teknis sektoral dengan lembaga litbang,

serta antar lembaga litbang sendiri, belum terbangun dengan baik. Pada saat

yang sama, kapasitas SDM Peneliti juga belum begitu menggembirakan, baik

dilihat secara kuantitas maupun kualitasnya.

Dari aspek perencanaan, harus diakui hingga saat ini PKMK-LAN belum

memiliki dokumen analisis kebutuhan kajian yang komprehensif, berwawasan

kedepan (forward looking), dan berorientasi pemecahan masalah (problem

solving oriented). Program dan kegiatan kajian lebih merupakan penjabaran

Renstra semata atau menampung keinginan mitra kerja tertentu, misalnya

Bappenas. Sementara issu-issu kontemporer yang sebenarnya membutuhkan

kajian secara cepat, justru sering tidak tersentuh.

Dari aspek koordinasi dan networking, selama ini PKMK-LAN juga belum

memiliki media khusus yang dapat difungsikan untuk mengkomunikasikan

program kerja, hasil kajian, serta pemanfaatannya. Forum konsultasi publik atau

semacam stakeholder meeting juga belum pernah dilakukan. Satu-satunya

media sosialisasi hanyalah website PKMK-LAN (http://pkmk-lanri.org/) yang tentu

masih banyak kelemahannya, termasuk hasil laporan yang belum bisa diunduh

dan masih bersifat informatif belaka (belum interaktif). Koordinasi yang terjadi

lebih banyak menginduk pada forum koordinasi internal yang diselenggarakan

oleh Biro POK LAN. Padahal, koordinasi yang baik akan sangat mempengaruhi

kualitas kebijakan. Hal ini sesuai pernyataan Beschel Jr. and Manning (2000)

sebagai berikut: ”experience shows that central mechanisms for policy

Page 21: Peningkatan Kualitas Kebijakan Publik Melalui Penguatan Manajemen dan Produk Kajian

9

formulation and coordination play an essential role in ensuring the consistency,

transparency, and predictability of government policy”.

Dari aspek SDM, jumlah keseluruhan pejabat structural, tenaga fungsional

peneliti, maupun fungsional umum hanya sembilan orang, sebagaimana dapat

disimak dari Tabel dibawah ini:

Tabel 1.1.

Komposisi Pegawai di PKMK-LAN

No. Jabatan Jumlah Pegawai

1. Kepala Pusat 1

2. Kepala Bagian Administrasi 1

3. Fungsional Peneliti 4

4. Fungsional Umum 3

Dari Tabel diatas dapat dilihat bahwa tenaga fungsional peneliti sendiri

hanya empat orang, sehingga dapat dikatakan bahwa PKMK-LAN belum

mencerminkan organisasi yang professional atau berbasis kompetensi. Hal ini

diperparah dengan kesempatan yang sangat terbatas untuk penambahan

formasi peneliti baru serta terbatasnya kesempatan mengikuti diklat fungsional

peneliti.

Gambaran diatas menjadi tantangan bagi komunitas kelitbangan pada

umumnya dan PKMK-LAN khususnya untuk memperbaiki manajemen internal di

lembaga masing-masing, baik menyangkut aspek metodologis, kemampuan

tenaga peneliti, kecermatan dalam mengidentifikasikan kebutuhan program

kajian, maupun peningkatan mutu produknya. Selain itu, aspek koordinasi serta

perencanaan program kajian juga menjadi agenda pembenahan yang

mendesak.

B. Rumusan Masalah

Dari paparan diatas dapat dirumuskan pokok masalahnya sebagai berikut:

”Masih lemahnya manajemen kajian di PKMK-LAN yang berdampak pada belum

optimalnya kontribusi kajian kebijakan dalam peningkatan kualitas kebijakan publik”.

Page 22: Peningkatan Kualitas Kebijakan Publik Melalui Penguatan Manajemen dan Produk Kajian

10

C. Deskripsi Masalah

Dari rumusan masalah diatas, dapat dideskripsikan lebih lanjut bahwa yang

dimaksud dengan kelemahan manajemen kajian meliputi belum optimalnya aspek-

aspek pengelolaan program kajian seperti perencanaan kajian, penerapan

metodologi, SDM Peneliti, serta koordinasi lintas instansi/stakeholder. Lemahnya

manajemen tadi pada gilirannya menyebabkan kualitas produk kajian yang belum

optimal pula, sehingga menjadikan kajian kebijakan belum dapat berkontribusi

secara maksimal dalam pembenahan sistem kebijakan publik di Indonesia.

Berdasarkan permasalahan tersebut, fokus yang akan diambil dalam

penulisan KTP-2 ini adalah ”Pembenahan Manajemen Kajian”, yang meliputi aspek

perencanaan kajian, penerapan metodologi, peningkatan kapasitas SDM Peneliti,

serta penyelenggaraan koordinasi lintas instansi/stakeholder yang lebih efektif.

”Pembenahan Manajemen Kajian” ini diduga merupakan faktor yang menjadi daya

ungkit (leverage), atau menjadi entry point dalam rangka pembenahan sistem

kebijakan publik melalui penyediaan produk kajian kebijakan yang berkualitas.

D. Kerangka Pikir

Diatas sudah disinggung bahwa permasalahan pokok yang diangkat dalam

penulisan KTP-2 ini adalah lemahnya manajemen kajian yang berdampak pada

belum optimalnya kontribusi kajian kebijakan dalam peningkatan kualitas kebijakan

publik. Masalah ini terjadi di lingkup internal PKMK-LAN, yang jika bisa ditingkatkan

diyakini akan membawa efek perubahan yang sangat positif bukan hanya bagi dunia

penelitian, namun juga dalam pembenahan sistem kebijakan secara nasional.

Dalam perspektif sistem, kerangka logis permasalahan diatas dapat dipahami

dari interaksi empat komponen sistem, yakni Input, Proses, Output/Outcomes, dan

Benefit/Impact. Pada level input, terdapat variabel perencanaan kajian, metodologi,

SDM Peneliti, serta koordinasi/networking. Keempat variabel ini sesungguhnya

merupakan indikator bagi variabel pada level proses, yakni manajemen kajian

kebijakan. Dengan kata lain, perencanaan, penerapan metodologi, SDM Peneliti,

Page 23: Peningkatan Kualitas Kebijakan Publik Melalui Penguatan Manajemen dan Produk Kajian

11

dan koordinasi adalah dimensi-dimensi yang akan dikembangkan dalam rangka

menyempurnakan manajemen kajian kebijakan di lingkungan PKMK-LAN.

Secara sederhana, pemodelan pola pikir dan fokus KTP-2 dapat

digambarkan sebagai berikut:

Gambar 1.1. Kerangka Pikir (Logical Framework) Penguatan Manajemen Kajian Untuk

Meningkatkan Kualitas Kebijakan Publik

E. Tujuan, Sasaran, dan Indikator Hasil

1. Tujuan

Tujuan penulisan KTP-2 ini adalah untuk menghasilkan rekomendasi yang

diperlukan dalam pembenahan manajemen kajian guna meningkatkan kontribusi

kajian kebijakan dalam peningkatan kualitas kebijakan publik.

2. Sasaran

Agar tujuan tersebut dapat dicapai, maka perlu diidentifikasikan sasaran-sasaran

sebagai berikut:

• Teridentifikasikannya variabel-variabel yang mempengaruhi baik buruknya

manajemen kajian kebijakan.

• Teridentifikasikannya pola hubungan antar variabel yang logis, realistis, dan

sistematis, sehingga dapat tergambarkan kerangka pikir yang jelas dalam

Perencanaan Kajian

Penerapan Metodologi

Kapasitas SDM Peneliti

Koordinasi / Networking

Manajemen Kajian

Kebijakan

Produk Kajian Kebijakan

Kontribusi Kajian

Kualitas Kebijakan

Publik

INPUT PROSES OUTPUT/ OUTCOMES

BENEFIT/ IMPACT

Page 24: Peningkatan Kualitas Kebijakan Publik Melalui Penguatan Manajemen dan Produk Kajian

12

meningkatkan kualitas kebijakan publik melalui pembenahan manajemen

kajian (business process internal).

3. Indikator Hasil/Rencana Tindak Lanjut

Indikator yang akan dikembangkan untuk mengukur sejauhmana tujuan dan

sasaran diatas tercapai, antara lain adalah sebagai berikut:

• Jumlah kegiatan yang dilakukan sebagai prasyarat untuk membenahi

manajemen kajian, misalnya rapat koordinasi (stakeholder meeting), berbagai

training untuk peningkatan kompetensi/kapasitas peneliti, dan lain-lain.

• Persentase penggunaan produk-produk kajian PKMK-LAN atau jumlah akses

publik terhadap jasa publikasi online.

Page 25: Peningkatan Kualitas Kebijakan Publik Melalui Penguatan Manajemen dan Produk Kajian

13

BAB II

KERANGKA KONSEPTUAL

A. Teori Kebijakan Publik

1. Negara dan Kebijakan Publik

Lahirnya sebuah negara dengan perangkat birokrasinya, secara filosofis

ditujukan untuk melayani dan melindungi kepentingan masyarakat,

membebaskan penduduk dari rasa takut, sekaligus meningkatkan

kesejahteraannya.1 Bahkan Suseno (1988) mengatakan bahwa raison d’etre

atau alasan satu-satunya bagi eksistensi negara adalah kepentingan umum.2

Dalam konteks Indonesia, birokrasi pemerintahan harus mampu mewujudkan

tujuan pembangunan nasional yaitu tercapainya masyarakat yang maju, mandiri

dan sejahtera, atau masyarakat yang adil dan makmur.

Untuk merealisasikan fungsi kesejahteraan dan pelayanan tersebut,

birokrasi pemerintahan harus menjalankan “kebijakan-kebijakan negara”, dan

untuk keperluan itu, ia dilengkapi dengan berbagai instrumen maupun sarana

untuk mengimplementasikan kebijakan yang telah ditetapkan secara baik dan

lancer (discretion of power). Sehubungan dengan hal tersebut, maka sisi

normatif yang melekat pada setiap tindakan pejabat pemerintah (sebagai unsur

pelaksana tugas negara) adalah bahwa tindakan atau kebijakan tadi haruslah

selalu mengacu kepada upaya mencapai kesejahteraan publik dan masyarakat

yang berdayaguna, terutama secara ekonomis. Ini berarti pula bahwa esensi

kebijakan publik sesungguhnya adalah mewujudkan kesejahteraan masyarakat

melalui upaya pemberdayaan yang sistemik.

Dengan demikian, negara dan kebijakan ibarat sekeping koin dengan dua

sisi yang berbeda namun berkaitan satu dengan yang lain. Dalam sebuah

1 Untuk telaahan teoretis mengenai fungsi atau tugas Negara, lihat Basri (1996), Budiman (1996),

Kumorotomo (1992).

2 Ia juga menandaskan bahwa kemakmuran dan kesejahteraan rakyat adalah hukum yang tertinggi

dalam suatu negara (salus populi suprema lex).

Page 26: Peningkatan Kualitas Kebijakan Publik Melalui Penguatan Manajemen dan Produk Kajian

14

negara selalu melekat kebijakan, sedangkan kebijakan adalah alat negara yang

sah yang harus digunakan untuk mencapai sebesar mungkin kesejahteraan

rakyatnya.

2. Proses / Siklus Kebijakan Publik

Salah satu aspek yang sangat penting dalam sistem kebijakan adalah

siklus atau proses kebijakan. Dalam hal ini, banyak pakar yang telah

mengemukakan pandangan mengenai proses, siklus dan/atau model-model

dalam analisis kebijakan, misalnya yang dikemukakan oleh Charles O. Jones,

William N. Dunn, Owen, Mustopadidjaja, Patton and Sawicki, maupun James E.

Anderson. Perbandingan pandangan antar pakar kebijakan publik tersebut dalam

diringkaskan sebagai berikut:

Tabel 2.1. Perbandingan Siklus/Proses Kebijakan

Sumber Proses / Siklus

Kebijakan Sumber

Proses / Siklus Kebijakan

Charles O. Jones

• Perception/Definition;

• Aggregation;

• Organization;

• Representation;

• Agenda Setting;

• Formulation;

• Legitimation;

• Budgeting;

• Implementation;

• Evaluation;

• Adjustment/Termination

William N. Dunn

• Structuring Policy Problems;

• Forecasting Policy Future;

• Recommending Policy Action;

• Monitoring Policy Outcomes;

• Evaluating Policy Performances.

Owen • Verify, Refine, and Detail the Problem;

• Established Evaluation Criteria;

• Identify Alternative Policies;

• Evaluate Alternative Policies;

• Display & Select among Alternative Policies;

Mustopadidjaja • Policy Formulation: o Pengkajian

permasalahan; o Penyusunan

Model; o Penentuan Tujuan; o Pengembangan

Alternatif; o Penentuan Kriteria

Penilaian; o Penilaian Alternatif; o Rekomendasi

Page 27: Peningkatan Kualitas Kebijakan Publik Melalui Penguatan Manajemen dan Produk Kajian

15

• Monitor Policy Outcomes.

Kebijakan.

• Policy Implementation.

• Performance Evaluation.

Patton and Sawicki

• Defining the Problem;

• Identifying the Decision Criteria;

• Generating Possible Alternatives;

• Analyzing and Evaluating each Criterion;

• Evaluates each Alternative;

• Policy Implementation.

James E. Anderson

• Agenda Setting;

• Formation;

• Adoption;

• Implementation;

• Evaluation.

3. Analisis Kebijakan Publik

Analisis kebijakan publik bertujuan memberikan rekomendasi untuk

membantu para pembuat kebijakan dalam upaya memecahkan masalah-

masalah publik. Di dalam analisis kebijakan publik terdapat informasi-informasi

berkaitan dengan masalah-masalah publik serta argumen-argumen tentang

berbagai alternatif kebijakan, sebagai bahan pertimbangan atau masukan

kepada pihak pembuat kebijakan.

Dalam hubungan ini, William Dunn (1998) mendefinisikan analisis

kebijakan sebagai suatu disiplin ilmu sosial terapan yang menggunakan berbagai

macam metodologi penelitian dan argumen untuk menghasilkan dan

mentransformasikan informasi yang relevan dengan kebijakan yang digunakan

dalam lingkungan politik tertentu untuk memecahkan masalah-masalah

kebijakan. Dalam analisis kebijakan publik tersebut terdapat dua aspek yang

sangat penting yaitu aspek informasi yang relevan dengan kebijakan (policy

relevant information) dan aspek metodologi atau prosedur dalam menganalisis

kebijakan. Informasi yang relevan bagi analisis kebijakan publik (policy relevant

information) meliputi unsur-unsur sebagai berikut:

• Policy problem. Informasi ini menyangkut pertanyaan masalah apa yang

dihadapi? Jawaban pertanyaan ini yang akan memberikan informasi tentang

masalah-masalah kebijakan.

Page 28: Peningkatan Kualitas Kebijakan Publik Melalui Penguatan Manajemen dan Produk Kajian

16

• Policy alternative / policy future. Informasi ini menyangkut pertanyaan

alternatif-alternatif apakah yang tersedia untuk memecahkan masalah

tersebut, dan apakah memungkinkan untuk masa depan? Jawaban

pertanyaan ini memberikan informasi tentang kebijakan di masa depan.

• Policy action. Informasi ini menyangkut pertanyaan alternatif-alternatif

tindakan apakah yang perlu dilakukan untuk memecahkan masalah tersebut?

Jawaban pertanyaan tersebut akan memberikan informasi tentang tindakan-

tindakan kebijakan.

• Policy performance. Informasi ini menyangkut pertanyaan bagaimana nilai

atau tujuan yang dicapai dari hasil-hasil kebijakan tersebut dalam

memecahkan masalah. Jawaban dari pertanyaan tersebut akan memberikan

informasi tentang kinerja kebijakan.

• Policy outcome. Informasi ini menyangkut pertanyaan kebijakan-kebijakan

apa yang telah dibuat untuk memecahkan masalah-masalah tersebut, baik

pada masa sekarang maupun masa lalu dan hasil-hasil apakah yang telah

dicapai. Jawaban dari pertanyaan ini akan memberikan informasi tentang

hasil-hasil dari kebijakan.

Sementara itu, Patton and Sawicki dalam bukunya yang berjudul Basic

Methods of Policy Analysis and Planning (Prentice-Hall, New Jersey), yang

membagi analisis kebijakan menjadi 6 (enam) langkah sebagai berikut:

• Menentukan atau mendefinisikan masalah kebijakan dengan cara

menganalisis data dan informasi yang relevan dengan masalah tersebut

(Defining the problem by analyzing the data and the information gathered).

• Mengidentifikasikan atau mengembangkan kriteria-kriteria untuk pemecahan

masalah. Dalam hal ini, seorang pengambil kebijakan harus memperhatikan

faktor-faktor terkait sebelum memutuskan sesuatu (Identifying the decision

criteria that will be important in solving the problem. The decision maker must

determine the relevant factors to take into account when making the

decision).

Page 29: Peningkatan Kualitas Kebijakan Publik Melalui Penguatan Manajemen dan Produk Kajian

17

• Membuat daftar alternatif yang akan dipilih sebagai kebijakan terbaik dalam

menyelesaikan masalah kebijakan (A brief list of the possible alternatives

must be generated; these could succeed to resolve the problem).

• Melakukan analisis dan evaluasi terhadap setiap kriteria yang dikembangkan,

dengan memberikan bobot terhadap setiap kriteria (A critical analyses and

evaluation of each criterion is brought through. For example strength and

weakness tables of each alternative are drawn and used for comparative

basis. The decision maker then weights the previously identified criteria in

order to give the alternative policies a correct priority in the decision).

• Melakukan evaluasi terhadap setiap alternatif berdasarkan kriteria yang telah

ditentukan, untuk kemudian memilih alternatif terbaik sebagai kebijakan

terpilih (The decision-maker evaluates each alternative against the criteria

and selects the preferred alternative).

• Menjalankan kebijakan yang telah dipilih (The policy is brought through).

Dalam membuat atau melakukan analisis kebijakan publik, terdapat

beberapa prinsip dasar yang harus diperhatikan, yakni:

• Fokus pada kriteria pokok permasalahan (Learn to focus quickly on the

central decision criterion of the problem).

• Pikirkan jenis-jenis tindakan kebijakan yang layak dipilih untuk menyelesaikan

pokok masalah tadi (Think about the types of policy actions that can be

taken).

• Hindari pendekatan bongkar pasang dalam proses analisis (Avoid the tool-

box approach to analyzing policy).

• Siap dengan hal-hal yang tidak terduga (Learn to deal with uncertainty).

• Manfaatkan data-data numerik dan statistik (Say it with numbers).

• Lakukan analisis sesederhana dan setransparan mungkin (Make the analysis

simple and transparent).

• Periksa dan konfirmasi fakta-fakta yang mendukung analisis (Check the

facts).

• Berikan analisis dan alternatif-alternatif kepada pelanggan, bukan keputusan

(Give the client analysis, not decisions).

Page 30: Peningkatan Kualitas Kebijakan Publik Melalui Penguatan Manajemen dan Produk Kajian

18

• Tidak ada kebenaran yang absolut, paling rasional, atau analisis yang paling

lengkap (Be aware that there is no such thing as an absolutely correct,

rational, and complete analysis).

4. Jenis dan Bentuk Kebijakan Publik

Jenis dan bentuk kebijakan publik sangat beragam tergantung dari pakar

yang menyusun klasifikasi maupun karakteristik kebijakan tersebut. James

Anderson, misalnya, membedakan kebijakan publik menjadi dua, yakni kebijakan

substantive dan kebijakan procedural. Substantive policy adalah kebijakan dilihat

dari subtansi masalah yang dihadapi oleh pemerintah; sedangkan procedural

policy adalah kebijakan dilihat dari pihak-pihak yang terlibat dalam

perumusannya (policy stakeholders).

Selain itu, dilihat dari tujuan atau fungsinya, kebijakan publik dapat dibagi

menjadi tiga macam, yakni:

a. Distributive policy, yaitu kebijakan yang mengatur tentang pemberian

pelayanan kepada individu-individu atau kelompok tertentu.

b. Redistributive policy, yaitu kebijakan yang mengatur tentang pemindahan

alokasi kekayaan, pemilikan, atau hak-hak tertentu.

c. Regulatory Policy, yaitu kebijakan yang mengatur tentang pembatasan atau

pelarangan terhadap perbuatan/ tindakan tertentu.

Kebijakan publik juga bisa dilihat dari lingkup pengaturannya. Dalam hal

ini, Public Goods Policy adalah kebijakan yang mengatur tentang penyediaan

barang dan pelayanan untuk kepentingan orang banyak. Sedangkan Private

Goods Policy adalah kebijakan yg mengatur tentang penyediaan barang dan

pelayanan untuk kepentingan perorangan di pasar bebas, dengan imbalan biaya

tertentu.

Adapun bentuk kebijakan publik secara umum dapat dibedakan menjadi

tiga, yakni kebijakan publik yang bersifat mengatur dan berlaku umum (regeling),

kebijakan publik yang bersifat menetapkan dan berlaku secara individual

(beschikking atau verwaltungsakt), serta kebijakan publik yang berisi kegiatan

nyata pemerintah (feitelijke rechtshandelingen).

Page 31: Peningkatan Kualitas Kebijakan Publik Melalui Penguatan Manajemen dan Produk Kajian

19

Bentuk kebijakan publik yang ketiga ini sangat berhubungan dengan

definisi kebijakan yang menyatakan bahwa kebijakan publik menyangkut pula

sesuatu yang tidak dilakukan oleh pemerintah. Artinya, meskipun pemerintah

tidak berbuat sesuatu (misalnya tidak mengeluarkan ijin yang dimohon oleh

seseorang), sesungguhnya ia telah berbuat sesuatu secara nyata. Namun ada

pula yang berpendapat bahwa perbuatan nyata bukan termasuk dalam

perbuatan hukum karena tidak mengakibatkan munculnya akibat-akibat hukum,

seperti dalam hal menghadiri undangan, memasang pengumuman, meresmikan

undangan, dan sebagainya. Dalam perspektif kebijakan publik, perbuatan yang

dilakukan (aparat) pemerintah meski tidak menimbulkan akibat hukum, tetap

masuk dalam kategori kebijakan publik.

Bentuk kebijakan publik yang pertama dan kedua, yakni regeling dan

beschikking, meskipun sama-sama berupa dokumen hukum yang tertulis, namun

memiliki perbedaan yang cukup mendasar, seperti terlihat pada Tabel berikut.

Tabel 2.2. Perbedaan Karakteristik Peraturan (Regeling) dan Keputusan

(Beschikking).

Peraturan (Regeling) Keputusan (Beschikking)

Bersifat mengatur (regulatory) Bersifat menetapkan (declaratory, executory)

Bersifat umum, baik substansi / materi maupun subyeknya.

Bersifat konkrit (materinya), dan individual (subyeknya)

Bertingkat (Tata Urut) Tidak Bertingkat

Judicial Review ke MK (untuk UU), atau MA (dibawah UU)

Gugatan ke PTUN atau Upaya Administratif melalui Atasan.

B. Kebijakan Publik dan Kinerjanya Secara Umum

Eksistensi negara beserta lembaga pemerintahan pada hakekatnya

dimaksudkan untuk meningkatkan derajat hidup warga negara sekaligus

memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat. Dalam rangka mewujudkan hal

tersebut, pemerintah memiliki instrumen yang disebut sebagai kebijakan publik

Page 32: Peningkatan Kualitas Kebijakan Publik Melalui Penguatan Manajemen dan Produk Kajian

20

(public policy). Dengan demikian, kebijakan publik adalah instrumen yang dimiliki

oleh negara kesejahteraan (welfare state) untuk menjamin kehidupan warganya

secara lebih baik.

Kebijakan Publik dapat pula dipandang sebagai seperangkat tata nilai yang

dibuat dan dikeluarkan oleh pemerintah sebagai pedoman perilaku bagi masyarakat

dan aparat pemerintah. Atau dengan kata lain, kebijakan publik adalah sebuah

instrumen yang dimiliki oleh negara untuk menjalankan fungsinya memberikan

pelayanan dan meningkatkan kesejahteraan warga negara. Hal ini sesuai dengan

pengertian yang paling lazim tentang kebijakan, yakni segala sesuatu yang

dilakukan maupun yang tidak dilakukan oleh pemerintah (whatever the governments

choose to do or not to do). Sedangkan output dari kebijakan adalah serangkaian

tindakan yang dibutuhkan untuk memecahkan berbagai masalah yang dihadapi

sekaligus mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan.

Oleh karena kebijakan merupakan instrumen untuk melayani dan

membangun kesejahteraan publik, maka harus dijamin bahwa kebijakan tadi benar-

benar dibuat melalui proses dan analisis yang cermat serta dengan menetapkan

target atau tujuan-tujuan yang rasional dan sesuai kebutuhan masyarakat.

Kegagalan dalam mengidentifikasikan tujuan kebijakan serta proses formulasi yang

tepat, akan berdampak pada kegagalan implementasi kebijakan itu sendiri.

Dalam kenyataannya, harus diakui bahwa perangkat kebijakan yang ada

belum mampu mewujudkan tujuan berbangsa dan bernegara sebagaimana

diamanatkan dalam Pembukaan UUD 1945. Kemiskinan dan angka pengangguran

masih menjadi masalah besar dan membentuk lingkaran setan (vicious circle).

Pelayanan kesehatan dan pendidikan dasar juga belum merata dan belum

berkontribusi signifikan pada Indeks Pembangunan Manusia (human development

index) Indonesia sebesar 0.734 pada tahun 2009, dan berada pada peringkat ke

111 dari 182 negara, atau berada dalam kategori menengah seperti tahun

sebelumnya (UNDP, Mengatasi Hambatan: Mobilitas Manusia dan Pembangunan,

2009).

Sementara itu pada sektor pemerintahan, Indonesia memperoleh skor

efektivitas (government effectiveness) sebesar -0,43 pada tahun 2004 dan

Page 33: Peningkatan Kualitas Kebijakan Publik Melalui Penguatan Manajemen dan Produk Kajian

21

meningkat menjadi -0,29 pada tahun 2008. Perkembangan skor ini memperlihatkan

adanya kemajuan kapasitas kelembagaan birokrasi pemerintah meskipun belum

signifikan dan masih kalah jauh dibanding negara lain, termasuk negara-negara di

Asia Tenggara (Daniel Kaufman, Aart Kray, Massimo Mastruzzi, Governance

Matters VIII: Aggregate and Individual Governance Indicators 1996-2008).

Selanjutnya dalam hal doing business, peringkat Indonesia cenderung

membaik namun jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga, Indonesia

masih tertinggal. Salah satu parameter kemudahan berusaha adalah jumlah hari

yang dibutuhkan untuk memulai usaha yang di Indonesia membutuhkan waktu lima

kali lebih lama dibanding dengan Malaysia. Dalam hal ini, pada tahun 2010

Indonesia berada di peringkat ke 122 dari 183 negara, membaik dari peringkat 129

di tahun sebelumnya (International Finance Corporation, Bank Dunia, 2009).

Fakta diatas mengilustrasikan bahwa kinerja kebijakan publik di tanah air

dewasa ini masih kurang memuaskan. Tentu saja, banyak faktor yang dapat

menyebabkan kondisi tersebut, baik pada tataran internal maupun eksternal. Namun

diantara berbagai kemungkinan penyebabnya, dapat diasumsikan bahwa kualitas

kebijakan publik sendiri relatif masih rendah. Di tingkat daerah, rendahnya kualitas

kebijakan ini antara lain dapat dilihat dari banyaknya Peraturan Daerah (Perda)

bermasalah. Data Kementerian Keuangan menunjukkan bahwa pada periode 2001-

2008, Kementerian ini telah mengevaluasi 1.121 Raperda, dan 67% di antaranya

dibatalkan (Kompas, 12/12/2008). Perda yang dibatalkan sebagian besar soal

pungutan, dimana dari 11.401 perda, 15% di antaranya di sektor perhubungan, 13%

pertanian, 13% industri dan perdagangan, dan 11% kehutanan (Kompas,

12/12/2008).

Data terbaru Kementerian Dalam Negeri tentang pembatalan Perda

sebagaimana terlihat dalam Tabel 2.3. dibawah ini mengilustrasikan bahwa hasrat

memproduksi aneka ragam Perda tentang pungutan bukannya semakin berkurang,

namun justru semakin menjadi-jadi.

Page 34: Peningkatan Kualitas Kebijakan Publik Melalui Penguatan Manajemen dan Produk Kajian

22

Table 2.3. Jumlah Perda yang Dibatalkan Pemerintah Pusat Berdasarkan Tahun

Tahun Jumlah Perda

yang Dibatalkan

Tahun Jumlah Perda yang

Dibatalkan

2002 19 2007 173 2003 105 2008 229

2004 236 2009 876

2005 126 2010 407 2006 114 2011 (Maret) 114

Sumber: Kementerian Dalam Negeri (2011, diolah)

Sementara di tingkat pusat, lemahnya kebijakan publik misalnya dapat terlihat

dari cukup banyaknya permohonan uji materi (judicial review) Undang-Undang

kepada Mahkamah Konstitusi. Periode 2003-2009, MK telah menerima 247

permohonan Uji Materi terhadap UU, dan 58 diantaranya dinyatakan bertentangan

dengan UUD 1945. Sedangkan pada tahun lalu, terdapat 78 permohonan dan 14

diantaranya dikabulkan. Menyikapi banyaknya permohonan uji materi ini, Ketua MK

bahkan menyatakan bahwa banyaknya ketentuan perundangan yang dinyatakan

inkonstitusional menunjukkan kemampuan legislasi anggota DPR rendah (Refleksi

Kinerja MK, 29/12/2009).

C. Kajian Kebijakan dan Kondisinya

Secara normatif, peran atau kontribusi program dan kelembagaan

litbang/kajian terhadap proses pengambilan keputusan strategis pemerintahan, telah

mendapat pengakuan yang cukup luas. Artinya, segala bentuk peraturan

perundang-undangan baik di Pusat maupun di Daerah secara ideal baru dapat

ditetapkan dan/atau dijalankan setelah melalui proses pengkajian yang matang dan

mendalam. Hal ini antara lain diperkuat oleh pendapat Dukeshire dan Thurlow

(Understanding the Link between Research and Policy, 2002) yang menyatakan

bahwa kajian kebijakan akan memberi pengetahuan dan pemahaman tentang

faktor-faktor yang berpengaruh terhadap proses pengambilan keputusan, sehingga

membantu dalam mengenali masalah-masalah yang ada di tengah masyarakat,

Page 35: Peningkatan Kualitas Kebijakan Publik Melalui Penguatan Manajemen dan Produk Kajian

23

sekaligus membangun ide-ide konstruktif untuk mengembangkan rencana dan aksi

kebijakan yang diperlukan.3

Namun dalam prakteknya, pemanfaatan program dan kelembagaan litbang

masih sangat minimal dalam menunjang formulasi kebijakan bidang tertentu hingga

ke tahap implementasinya. Dengan kata lain, proses formulasi dan implementasi

kebijakan pembangunan di Indonesia pada umumnya dan di daerah pada

khususnya, belum didasarkan pada sebuah analisa akademis yang dapat

dipertanggungjawabkan (research-based policy).

Dampak logis dari situasi diatas adalah bahwa unit litbang/kajian belum

mampu menjadi garda terdepan dalam proses pengambilan keputusan dan

perumusan kebijakan pembangunan instansi pemerintah. Padahal, di era globalisasi

dan kemajuan teknologi informasi saat ini, perubahan kebijakan dan lingkungan

strategis aparatur serta dinamika kehidupan sektor publik dan privat berlangsung

begitu cepat. Hal ini tentu saja mensyaratkan perlu adanya sebuah kajian

komprehensif atau multidimensional yang berfungsi untuk membuat antisipasi

terhadap suatu kondisi, prediksi terhadap suatu trend, serta formulasi kebijakan

terhadap suatu pengaturan bidang tertentu. Dalam konteks seperti inilah, fungsi

perencanaan litbang/kajian dalam proses pengambilan keputusan dan/atau

perumusan kebijakan politis maupun administratif menjadi sangat penting, dan

sangat menentukan efektif tidaknya suatu kebijakan.

Kelemahan diatas diperparah dengan kurang terjalinnya network dan

koordinasi yang sinergis antara instansi teknis sektoral dengan lembaga litbang di

pusat maupun di daerah, serta antar lembaga litbang sendiri. Hal inilah yang

menyebabkan program kajian/litbang masih bersifat parsial atau piecemeal, dan

tidak terpadu dalam kerangka pembangunan daerah / wilayah yang komprehensif,

inklusif, saling terkait, dan berkesinambungan. Padahal, meskipun setiap institusi

kajian memiliki visi misi dan program yang spesifik sesuai Tupoksinya masing-

masing, namun visi misi dan program tadi seyogyanya mengarah pada tujuan akhir

yang sama, yakni meningkatnya daya saing daerah dan kesejahteraan masyarakat

3 Untuk referensi lain tentang kaitan antara riset dengan kebijakan, lihat Dickson, Geri L. and Linda Flynn,

2008, Nursing Policy Research: Turning Evidence-Based Research Into Health Policy, Springer Publishing Company, LLC, New York

Page 36: Peningkatan Kualitas Kebijakan Publik Melalui Penguatan Manajemen dan Produk Kajian

24

yang lebih baik, melalui formulasi dan implementasi kebijakan (lintas sektor dan

lintas departemen) yang smart, visioner, valid, serta berdayaguna dan berhasilguna.

Gambaran keadaan diatas, tentu saja, menjadi tantangan tersendiri bagi

komunitas kelitbangan untuk memperbaiki manajemen internal di lembaga masing-

masing, baik menyangkut aspek metodologis, kemampuan tenaga peneliti, maupun

kecermatan atau keakurasian dalam mengidentifikasikan kebutuhan program

kajian/litbang. Dengan kata lain, smart development policy hanya dapat diwujudkan

jika terdapat sinergitas dan kohesivitas yang solid antar institusi litbang sebagai

think tank manajemen kebijakan dan pembangunan nasional dan daerah.

Oleh sebab itu, adanya kebijakan yang didasarkan pada hasil kajian

(research-based policy), atau kebijakan yang dirumuskan dengan memperhatikan

bukti-bukti nyata (evidence-based policy), sangat perlu untuk dibudayakan. Dengan

research-based policy, sebuah kebijakan hanya layak diimplementasikan apabila

telah mengalami telaah akademis melalui kajian yang komprehensif dan teruji.

Dengan evidence-based policy, sebuah kebijakan akan dibuat dan dilaksanakan

apabila fakta-fakta obyektif memang menuntut untuk itu. Dengan kata lain, kedua

hal ini diharapkan dapat menghindari jebakan kebijakan berupa symbolic policy.

D. Permasalahan Umum Manajemen Kajian di LAN dan Peran PKMK-LAN Dalam

Peningkatan Kualitas Kebijakan

1. Permasalahan Manajemen Kajian di LAN Secara Umum

Secara umum, manajemen kajian di lingkungan LAN (baik Pusat Kajian di

pusat maupun PKP2A) masih menghadapi beberapa permasalahan sebagai

berikut:

� Belum ada sebuah “Meta Model” yg menjelaskan posisi dan kontribusi

masing-masing Pusat Kajian dalam membangun SANKRI. Saat ini terdapat

indikasi adanya kegiatan yang overlap, tidak sinergis, berjalan secara

divergen. Jika kajian dikelola dengan meta model, maka akan tercapai

kondisi “parties become known to each other”, sehingga masing-masing unit

Page 37: Peningkatan Kualitas Kebijakan Publik Melalui Penguatan Manajemen dan Produk Kajian

25

kajian dengan seperangkat kegiatannya dapat saling melengkapi, saling

mengisi kekurangan, dan saling mengkonfirmasi.

� Indikasi ketidakjelasan wilayah substansi antar unit kajian di LAN. Sebagai

contoh, Otda yang dijalankan oleh PKKOD adalah tentang Kebijakan;

Manajemen Pelayanan yang menjadi domein PKMP adalah juga Kebijakan.

Demikian pula issu kelembagaan dan SDA yang dilaksanakan oleh PKKK

dan PKKSDA selalu menyentuh soal kebijakan. Dengan demikian, secara

substansi, PKMK dapat masuk ke substansi pusat-pusat kajian lainnya,

begitu pula sebaliknya. Ketika batas-batas wilayah substansi antar unit kajian

tidak teridentifikasikan secara jelas, maka berpotensi menimbulkan ragam

interpretasi, yang pada akhirnya menjadikan hasil kajian LAN kurang

meyakinkan, bahkan bagi internal LAN sendiri.

Dalam menyikapi kondisi tersebut, maka perlu dibangun konsensus antar

unit kajian menyangkut wilayah substansi, inter-linkages antar unit; target

capaian masing-masing, dan sebagainya. Dalam hal ini, salah satu instrumen

yang menjanjikan untuk mengeliminasi permasalahan yang ada, sekaligus

mempertajam manajemen dan hasil-hasil kajian LAN, adalah Renstra Litbang

Administrasi. Renstra Litbang Administrasi ini merupakan manifestasi dari

seluruh Renstra Deputi Kajian atau Pusat Kajian dan mensinergikan menjadi

sebuah framework besar Litbang Administrasi.

Selain itu, pemetaan batas-batas tanggungjawab substansial serta

hubungan relasional antar unit kajian juga perlu dikembangkan. Dalam hal ini,

sebagai sebuah usulan, model relasional antara PKMK dengan unit kajian lain

secara sederhana dapat digambarkan sebagai berikut.

Page 38: Peningkatan Kualitas Kebijakan Publik Melalui Penguatan Manajemen dan Produk Kajian

26

Gambar 2.1.

Hubungan Antara Kajian Manajemen Kebijakan dengan Kajian Substantif Lain di Lingkungan LAN

Pola hubungan (pattern of interaction) dari gambar diatas dapat

dikembangkan lebih lanjut dalam beberapa opsi, yakni:

� Hubungan Umum – Khusus: PKMK general (makro/messo); kajian lain

spesifik (messo/mikro).

� Hubungan Stratifikasi Kebijakan: PKMK level Konstitusi & UU; kajian lain

level UU dan kebijakan dibawahnya.

� Hubungan Hulu – Hilir: PKMK pada tahap formulasi; kajian lain pada

implementasi.

� Hubungan Filosofis: PKMK ontologi dan epistemologi; kajian lain aksiologi.

� Hubungan Skala Kebijakan: PKMK multiple (multi sektor, multi disiplin, muti

pendekatan), kajian lain single.

2. Peran PKMK-LAN Dalam Peningkatan Kualitas Kebijakan

Sebagaimana disinggung diatas, kajian kebijakan yang dilakukan oleh

PKMK haruslah berkontribusi secara positif terhadap peningkatan kualitas

kebijakan publik. Untuk bisa mewujudkan hal tersebut, maka program kajian

kebijakan harus ditempatkan dalam kerangka sistem kebijakan itu sendiri.

Page 39: Peningkatan Kualitas Kebijakan Publik Melalui Penguatan Manajemen dan Produk Kajian

27

Program kajian Pusat KMK jelas tidak mampu menyentuh keseluruhan

tahapan dalam proses analisis kebijakan. Disamping LAN, masih terdapat

banyak pihak lain yang berkepentingan terhadap kebijakan (policy stakeholder),

sehingga sudah cukup ideal apabila PKMK dapat melakukan telaahan/kajian

yang mendalam pada tahap perencanaan kebijakan (yakni dalam penyusunan

naskah akademis), serta tahap evaluasi terhadap implementasi kebijakan. Jika

kedua tahap dalam proses kebijakan ini dapat dikaji secara matang, diyakini

akan memberi sumbangan signifikan terhadap pencapaian kinerja kebijakan

publik yang jauh lebih baik dimasa mendatang.

Gambar dibawah ini memberi ilustrasi tentang posisi dan peran program

kajian PKMK dalam konstelasi dan konfigurasi sistem kebijakan publik.

Gambar 2.2.

Peran dan Posisi Program Kajian Pusat PKMK-LAN Dalam Konstelasi Kebijakan Publik

Page 40: Peningkatan Kualitas Kebijakan Publik Melalui Penguatan Manajemen dan Produk Kajian

28

E. Upaya Restorasi Kajian Manajemen Kebijakan

Dalam rangka penguatan manajemen kajian di lingkungan PKMK LAN di

masa mendatang, program yang direncanakan dan metodologi yang diterapkan

akan diarahkan pada terselenggaranya penelitian/kajian kebijakan (policy research

atau policy studies). Dalam hal ini, kajian kebijakan didefinisikan sebagai:

“Policy Research is a special type of research that can provide communities and decision-makers with useful recommendations and possible actions for resolving fundamental problems. It provides policy-makers with pragmatic, action-oriented recommendations for addressing an issue, question, or problem. The primary focus of policy research is linked to the public policy” (Majchrzak, “Technical analysis”, in Methods For Policy Research, Sage: Beverly Hills, 1984: 3). Paling tidak, ada 4 (empat) produk dari kajian kebijakan yang dihasilkan LAN

pada umumnya dan PKMK-LAN pada khususnya, yakni:

� Policy Paper, yakni naskah akademik berisi analisis terhadap permasalahan dan

berbagai alternatif solusinya.

� Policy Recommendation, yakni hasil analisis yg telah mempertimbangkan

berbagai aspek (positif dan negatif) dan memberi pilihan / opsi kebijakan bagi

policy makers sesuai prioritasnya.

� Policy Actions, yakni agenda yang harus dijabarkan oleh instansi/aparat

pemerintah lengkap dengan kerangka kerja implementasinya.

� Policy Draft / Legal Draft, yakni konsep pengaturan dalam format tertentu sesuai

jenis, tingkatan maupun kepentingan.

Jika kajian kebijakan dapat dikelola dengan baik, maka akan melahirkan

kebijakan yang berkualitas. Dan jika kebijakan publik memiliki kualitas tinggi, maka

akan dihasilkan outcomes berupa peningkatan kinerja pemerintah. Akhirnya, jika

kinerja pemerintah meningkat, maka tujuan, mandat, dan cita-cita yang tertuang

dalam Konstitusi, yakni mewujudkan kesejahteraan rakyat akan semakin mudah

tercapai. Pola pikir ini secara sederhana dapat digambarkan dalam skema sebagai

berikut:

Page 41: Peningkatan Kualitas Kebijakan Publik Melalui Penguatan Manajemen dan Produk Kajian

29

Gambar 2.3.

Urgensi Kajian Kebijakan Dalam Meningkatkan Kualitas Kebijakan Publik dan Mewujudkan Cita-Cita Konstitusi

Page 42: Peningkatan Kualitas Kebijakan Publik Melalui Penguatan Manajemen dan Produk Kajian

30

BAB III

INSTRUMEN ANALISIS

A. Analisis Kebijakan (Policy Analisys)

Sesungguhnya banyak sekali tools atau instrument yang dapat dipilih untuk

melakukan analisis kebijakan. Namun dalam konteks penulisan KTP-2 ini hanya

akan difokuskan pada beberapa tools, yakni teori gunung es (iceberg theory) dari

Maani dan Canava, agenda setting dari James Anderson, policy system dari

Mustopadidjaja, serta problem formulation dari William Dunn.

1. Iceberg (Gunung Es) Maani and Canava

Teori gunung es (Iceberg Theory) yang dikembangkan oleh Maani and

Canava (2000) ini sangat penting untuk memberikan pemahaman tentang

masalah yang dihadapi sebuah organisasi, apakah termasuk masalah

simptomatik yang berada di permukaan, ataukah masalah fundamental yang sulit

dikenali karena hanya menampakkan gejala saja. Dengan memahami jenis-jenis

masalah, maka akan dapat ditentukan jenis tindakan yang diperlukan untuk

merespon masalah tersebut, apakah dibutuhkan tindakan yang bersifat reaktif,

responsif, generatif, ataukah fundamental. Selain itu, dengan kemampuan untuk

membedakan antara gejala dengan masalah yang sesungguhnya, maka akan

dapat dilakukan pemecahan masalah yang efektif sekaligus dihindari

kemungkinan terjadinya “kesalahan tipe ketiga”, yakni memecahkan masalah

yang salah.

2. Agenda Setting James Anderson

Agenda setting atau agenda formation sendiri pada hakekatnya memuat

masalah kebijakan, untuk kemudian ditetapkan menjadi masalah institusional

(istilah Anderson) atau masalah formal (istilah Dunn). Gambar dibawah ini

mengilustrasikan adanya kemiripan tahapan dalam analisis masalah model

Anderson dan model Dunn.

Page 43: Peningkatan Kualitas Kebijakan Publik Melalui Penguatan Manajemen dan Produk Kajian

31

Gambar 3.1.

Perbandingan Tahap Perumusan Masalah Menurut James Anderson dan William Dunn

Menurut Anderson, proses agenda setting dimulai dengan

mengidentifikasi masalah individual (private problem) yang dilanjutkan dengan

mengidentifikasi masalah kolektif (public problem). Private problem sendiri

didefinisikan sebagai problems that have a limited effect, being of concern only to

one or a few persons who are directly involved (masalah yang memiliki efek

terbatas hanya pada satu atau beberapa orang saja); sedangkan public problem

diartikan sebagai those that have a broad effect, including consequences for

persons not directly involved (masalah yang memiiki efek luas, termasuk

konsekuensi bagi orang yang tidak terkait langsung dengan masalah tersebut).

Selanjutnya, public problems ini dikonversikan ke dalam Issue, yakni

suatu kondisi perbedaan pendapat yang ditemui di tengah masyarakat tentang

solusi dalam menangani masalah. Dari issue, masalah kebijakan mengalir ke

systemic agenda dan terakhir ke dalam institutional agenda. Systemic agenda

adalah semua issu yang dirasakan oleh masyarakat, yang patut mendapat

perhatian publik dan issu tersebut memang berada dalam yurisdiksi kewenangan

pemerintah.

Page 44: Peningkatan Kualitas Kebijakan Publik Melalui Penguatan Manajemen dan Produk Kajian

32

3. Policy System Mustopadidjaja

Menurut William Dunn, sistem kebijakan terdiri dari tiga komponen dasar,

yakni lingkungan kebijakan, pelaku kebijakan, serta kebijakan publik itu sendiri.

Tiga komponen ini oleh Mustopadidjaja dilengkapi dengan satu komponen lagi

yakni kelompok sasaran (target groups). Keempat komponen inilah yang

membentuk sebuah sistem kebijakan.

Sebagai konsekuensi dari sebuah sistem, maka masalah-masalah yang

dirumuskan diatas pada hakekatnya memiliki keterkaitan dengan elemen

kebijakan lainnya seperti pelaku kebijakan, lingkungan kebijakan, kelompok

sasaran, serta kebijakan publik itu sendiri. Artinya, masalah institusional yang

telah berhasil dirumuskan pada dasarnya hidup dalam sebuah milieu atau

lingkungan kebijakan yang sangat dinamis, dan oleh karena itu harus mendapat

perhatian sepenuhnya dalam proses perumusan hingga implementasi kebijakan

publik.

Gambar 3.2. Sistem Kebijakan (Kombinasi William Dunn dan Mustopadidjaja)

4. Problem Formulation William Dunn

Analisis kebijakan model William Dunn sering dikenal sebagai analisis

yang berpusat pada masalah (problem centric). Tahap perumusan masalah

menyita porsi yang cukup besar dari keseluruhan rangkaian proses analisis

kebijakan. Itulah sebabnya, tidak mengherankan jika kemudian muncul sebuah

adagium bahwa jika perumusan masalah benar, maka 50% pemecahan masalah

telah tercapai.

Page 45: Peningkatan Kualitas Kebijakan Publik Melalui Penguatan Manajemen dan Produk Kajian

33

Langkah awal dalam perumusan masalah adalah dengan mengenali

situasi atau mengenali masalah. Pengenalan situasi ini akan menghasilkan

situasi masalah. Dari situasi masalah kemudian dikembangkan dengan proses

pencarian masalah yang lebih detil dan membentuk sebuah meta masalah.

Dengan demikian, meta masalah adalah masalah diatas masalah, atau dikenal

juga sebagai “tumpukan masalah yang belum terstruktur”. Dari meta masalah ini

dilakukan pendefinisian atau pengklasifikasian masalah, sehingga menghasilkan

masalah substantif. Dari sejumlah masalah substantif yang ada, kemudian

ditentukan beberapa masalah yang akan segera ditangani sesuai dengan

kemampuan pemerintah, yang disebut dengan masalah formal.

Dari masalah formal yang telah ditemukan melalui teknik perumusan

masalah, kemudian ditentukan kebijakan publik yang diyakini mampu

memecahkan masalah tersebut serta tujuan yang diharapkan atau target yang

harus dicapai dengan ditempuhnya kebijakan tersebut. Selain itu, seiring dengan

tujuan yang ditetapkan, perlu pula dirumuskan ramalan masa depan dan dampak

yang mungkin timbul dari diimplementasikannya kebijakan publik tersebut.

Dalam bentuk siklus, model perumusan masalah William Dunn dapat

dilihat sebagai berikut.

Gambar 3.3. Tahap/Teknik Perumusan Masalah (William Dunn)

Page 46: Peningkatan Kualitas Kebijakan Publik Melalui Penguatan Manajemen dan Produk Kajian

34

B. Analisis Manajemen Strategis

Sebagaimana dalam analisis kebijakan publik, teknik analisis manajemen

strategis juga memiliki beberapa tools atau instrument, yang tidak mungkin dipilih

semuanya dalam penulisan KTP-2 ini. Oleh karena itu, penulis hanya ingin

memaparkan beberapa saja yang dinilai memiliki relevansi dengan Tupoksi serta

visi misi PKMK-LAN, yakni analisis SWOT, Scenario Planning dan Balanced

Scorecard.

1. SWOT

Analisis SWOT merupakan suatu proses kreatif dalam merencanakan

strategi, kebijakan dan program-program kerja suatu organisasi – atau unit

organisasi – dengan memperhatikan situasi dan kondisi lingkungan internal dan

eksternal organisasi tersebut, baik pada sisi positif maupun sisi negatifnya.

Dengan kata lain, analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara

sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan/organisasi, dengan cara

memaksimalkan kekuatan dan peluang, namun pada saat bersamaan dapat

meminimalkan kelemahan dan ancaman (Freddy Rangkuti, 1997: 19).

Langkah awal yang perlu dilakukan adalah dengan mengidentifikasi

faktor-faktor lingkungan stratejik organisasi, baik internal maupun eksternal.

Selanjutnya, terhadap faktor internal dan eksternal yang telah diidentifikasi

diatas, dilakukan analisis dengan memberi pembobotan untuk menentukan

kekuatan relatif faktor-faktor tersebut dalam pencapaian visi misi organisasi.

Langkah berikutnya adalah memadukan, mengintegrasikan, atau

menginteraksikan antar faktor lingkungan strategis atau kekuatan kunci

keberhasilan, dalam rangka merumuskan kesatuan arah dan sinergi dalam

mencapai tujuan organisasi. Teknik menginteraksikan faktor-faktor kunci

keberhasilan ini akan menghasilkan asumsi strategi yang dapat dirumuskan

dalam empat quadran SWOT yakni:

a. Asumsi Strategi Ekspansi (quadran 1), yakni interaksi antara faktor kekuatan

dan faktor peluang, yang bersifat agresif/ekspansif dan cenderung

berorientasi pertumbuhan (growth-oriented strategy).

Page 47: Peningkatan Kualitas Kebijakan Publik Melalui Penguatan Manajemen dan Produk Kajian

35

b. Asumsi Strategi Diversifikasi (quadran 2), yakni interaksi antara faktor

kekuatan dan faktor ancaman, dengan melakukan mobilisasi kekuatan guna

mendorong inovasi, pembaharuan, atau modifikasi di bidang tertentu.

c. Asumsi Strategi Stabilitas/Rasionalisasi (quadran 3), yakni interaksi antara

faktor kelemahan dengan peluang, yang bertujuan meminimalisir persoalan

internal sehingga sering disebut dengan turn-around strategy.

d. Asumsi Strategi Defensif/Survival (quadran 4), yakni interaksi antara faktor

kelemahan dan ancaman, untuk melakukan efisiensi sebesar mungkin.

Analisis silang dan penginteraksian faktor internal dan eksternal diatas

dimaksudkan untuk menemukan asumsi strategi organisasi, yang kemudian

dihubungkan dengan visi, misi dan nilai-nilai yang telah ditetapkan. Hasil dari

pembobotan ini adalah diketemukannya pilihan-pilihan strategi berdasarkan

urutan atau rankingnya.

Setelah pilihan strategi ditemukan, maka dilakukan pengintegrasian atau

analisis silang dengan pernyataan misi, untuk menghasilkan FKK (faktor kunci

keberhasilan) atau Critical Success Factors (CSF). FKK atau CSF sendiri adalah

faktor yang berkaitan erat dengan misi organisasi, dan berfungsi untuk lebih

memfokuskan strategi dalam rangka pencapaian visi dan misi organisasi secara

efektif dan efisien. Adapun langkah terakhir dari rangkaian analisis SWOT adalah

menentukan tujuan organisasi yang diperoleh dari interaksi antara FKK dengan

tugas pokok organisasi.

2. Scenario Planning Dipadukan dengan Systems Thinking

Scenario planning adalah sebuah narasi atau cerita mengenai

kemungkinan-kemungkinan tentang masa depan, yang berisi uraian tentang apa

yang mungkin terjadi, bukan apa yang harus terjadi. Dengan demikian, scenario

planning bukan prediksi (prediction), ramalan (forecasting), atau perencanaan

(planning) tentang masa depan, bukan pula sebuah rekayasa. Scenario planning

adalah deskripsi, bukan preskripsi tentang masa depan. Gill Ringland (1998)

memberi definisi scenario planning sebagai “part of strategic planning which

relates to the tools and technologies for managing the uncertainties of the future”.

Page 48: Peningkatan Kualitas Kebijakan Publik Melalui Penguatan Manajemen dan Produk Kajian

36

Oleh karena scenario planning bukan sebuah perencanaan, maka istilah yang

lebih tepat adalah scenario development atau scenario thinking.

Langkah pertama dalam scenario thinking adalah menentukan focal

concern (FC), yang disusul dengan menentukan driving force (DF) atau variabel-

variabel yang menentukan keberhasilan pencapaian FC. Dalam kaitan ini, DF

dirumuskan dari asumsi strategi yang telah dihasilkan pada tahap sebelumnya

dengan analisis SWOT. Dari driving force yang sudah diidentifikasikan,

kemudian dilakukan evaluasi dan penilaian, baik dengan teknik linier ataupun

non-linier. Teknik non linier adalah sebuah cara pembobotan terhadap variabel

atau driving force dengan menggunakan kriteria urgensi (importancy) dan

ketidakpastian (uncertainty).4 Semakin besar kadar urgensi maupun

ketidakpastian sebuah variabel di masa yang akan datang, maka akan semakin

besar pula bobot yang akan diperoleh variabel tersebut. Bobot variabel

selanjutnya dikalikan dengan rating urgensi dan ketidakpastian, sehingga

menghasilkan skor total variabel tertentu. Setelah semua variabel diketahui skor-

nya, maka akan dapat diketahui peringkat atau ranking-nya.

Selain itu, terhadap variabel atau driving force yang telah ditetapkan

sebelumnya, akan diklasifikasi berdasarkan aspeknya, apakah masuk aspek

politik, ekonomi, sosial, teknologi atau aspek lainnya. Oleh karena ada empat

aspek utama yang dipertimbangkan, maka matriks/teknik ini sering dikenal

dengan teknik PEST (politik, ekonomi, sosial/budaya, teknologi). Ada pula yang

menyebut dengan teknik PEST-PLUS, dengan “plus”-nya adalah aspek-aspek

diluar aspek pokok, misalnya administrasi, kelembagaan, SDM, dan lain-lain.

Sementara itu, teknik non linier adalah sebuah cara menganalisis variabel

atau driving force dengan menggunakan piranti systems thinking yaitu causal

loop diagram (CLD) guna menemukan variabel pengungkit utamanya (leverage).

Dua leverage teratas, selanjutnya akan ditetapkan sebagai Driving Force

Pengungkit, dan akan dipilih untuk menyusun skenario.

4 Kees Van der Heijden dalam bukunya berjudul Scenario, the Art of Strategic Conversation, 1996, John

Wiley & Sons, mengidentifikasi tiga bentuk ketidakpastian, yakni: risks, structural uncertainties, and unknowables.

Page 49: Peningkatan Kualitas Kebijakan Publik Melalui Penguatan Manajemen dan Produk Kajian

37

BAB IV

A N A L I S I S

A. Analisis Kebijakan

1. Identifikasi Masalah Berdasarkan Teori Gunung Es (Iceberg Theory)

Pada Bab III telah disinggung bahwa analisis gunung es adalah salah satu

tools yang dapat digunakan dalam analisis kebijakan. Tools ini pada dasarnya

bermanfaat untuk memilah permasalahan dalam suatu organisasi, antara

simptomatik yang berada di permukaan dengan masalah fundamental, sehingga

akan dapat dirumuskan kebijakan yang paling baik untuk memecahkan masalah

yang ada. Dalam konteks judul laporan ini, maka pemetaan dan pemilahan

masalah dari masalah pokok yang dihadapi PKMK-LAN dapat dilihat dalam

skema Gunung Es sebagai berikut:

Gambar 4.1.

Identifikasi Masalah Berdasarkan Teori Gunung Es (Iceberg Theory)

Page 50: Peningkatan Kualitas Kebijakan Publik Melalui Penguatan Manajemen dan Produk Kajian

38

Dari analisis gunung es tersebut dapat diketahui dan dibedakan mana

masalah yang masuk kategori masalah simptomatik dan tindakan yang

dieprlukan untuk mengatasinya, serta mana masalah mendasar yang

memerlukan tindakan fundamental pula. Dalam kaitan ini, tidak dimanfaatkannya

hasil kajian untuk perumusan kebijakan publik adalah masalah simptomatik,

yang memerlukan tindakan simptomatik berupa sosialisasi dan diseminasi hasil

kajian. Adapun masalah yang paling fundamental adalah masih merebaknya

mentalitas para pengambil kebijakan dalam mengambil kebijakan secara instan

tanpa melalui pertimbangan akademik yang memadai. Inilah masalah yang dapat

dikatakan sebagai biang atas munculnya masalah-masalah simptomatik.

2. Penetapan Agenda Kebijakan (Agenda Setting)

Dari pemetaan permasalahan yang dihasilkan melalui analisis gunung es

diatas, selanjutnya dilakukan proses pencarian dan penentuan agenda kebijakan

(agenda setting). Agenda setting atau agenda formation sendiri pada hakekatnya

memuat masalah kebijakan, untuk kemudian ditetapkan menjadi masalah

institusional (istilah Anderson) atau masalah formal (istilah Dunn).

Dalam kaitan dengan fokus pembahasan pada KTP-2 ini, maka agenda

setting dapat dirumuskan sebagai berikut:

Page 51: Peningkatan Kualitas Kebijakan Publik Melalui Penguatan Manajemen dan Produk Kajian

39

Gambar 4.2. Agenda Setting Penguatan Manajemen Kajian Kebijakan

Dari gambar diatas dapat dielaborasi lebih rinci bahwa private problem

adalah masalah yang dihadapi oleh lembaga kajian secara individual dan

dampak yang timbul dari masalah itupun hanya berskala individual. Namun jika

mayoritas lembaga kajian mengalaminya, maka skala masalah tersebut menjadi

meluas sehingga akan menjadi masalah bersama atau public problem. Dari

masalah bersama ini kemudian dikonversi menjadi issu (public issu) yang harus

direspon oleh sistem kebijakan (termasuk instansi pemerintah) agar tidak

berkembang kearah yang negatif.

Respon sistem kebijakan terhadap issu itulah yang menjadi esensi

agenda setting. Dalam hal ini, agar issu dapat masuk dalam systemic agenda

harus memenuhi beberapa kriteria, antara lain: 1) issu itu memperoleh perhatian

luas dan dapat menimbulkan kesadaran masyarakat; 2) adanya opini publik yang

luas bahwa tindakan publik diperlukan untuk mengatasi issu tersebut; dan 3)

adanya persepsi publik bahwa issu/masalah tersebut merupakan tanggungjawab

yang sah dari beberapa instansi pemerintah untuk memecahkannya. Penulis

Page 52: Peningkatan Kualitas Kebijakan Publik Melalui Penguatan Manajemen dan Produk Kajian

40

memandang bahwa seluruh issu yang tertera dalam Gambar diatas telah

memenuhi tiga kriteria tersebut, sehingga ketiganya dimasukkan dalam agenda

sistemik.

Selanjutnya, dari gambar diatas terlihat bahwa systemic agenda sama

dengan institutional agenda. Hal ini disebabkan karena ketiganya dianggap

berada dalam yurisdiksi kewenangan instansi pemerintah dan diyakini ada

kemampuan untuk memecahkannya.

3. Keterkaitan Antar Elemen Kebijakan (Sistem Kebijakan)

Institusional agenda yang telah berhasil dirumuskan diatas pada dasarnya

hidup dalam sebuah milieu atau lingkungan kebijakan yang sangat dinamis, serta

memiliki keterkaitan dengan elemen kebijakan lainnya seperti pelaku kebijakan,

lingkungan kebijakan, kelompok sasaran, serta kebijakan publik itu sendiri.

Dalam hal ini, lingkungan kebijakan dicirikan oleh banyaknya

permasalahan dalam bidang pengembangan SDM, tingkat kemanfaatan hasil

kajian yang rendah, kontribusi kajian terhadap kualitas kebijakan publik yang

juga masih lemah, dan sebagainya. Dengan karakter lingkungan seperti itu,

maka pelaku kebijakan (policy actor) harus benar-benar dapat mencermatinya,

agar dapat dihasilkan kebijakan publik yang akurat.

Dalam hal ini, kebijakan publik yang dianggap tepat untuk mengatasi

masalah formal yang ada adalah melalui peningkatan kapasitas SDM (capacity

building), pembentukan forum koordinasi yang lebih permanen, serta

penyusunan dokumen perencanaan kebutuhan kajian dengan memperhatikan

kebutuhan pelanggan (stakeholder).

Secara diagramatis, program penguatan manajemen kajian kebijakan

dalam perspektif sistem kebijakan dapat dilihat sebagai berikut:

Page 53: Peningkatan Kualitas Kebijakan Publik Melalui Penguatan Manajemen dan Produk Kajian

41

Gambar 4.3.

Program Penguatan Manajemen Kajian Kebijakan Dalam Perspektif Sistem Kebijakan

4. Perumusan Masalah / Pengkajian Persoalan

Sebagaimana telah dipaparkan pada Bab III, teknik perumusan masalah

model William Dunn dimulai dari pengenalan situasi yang menghasilkan situasi

masalah, kemudian dilanjutkan dengan pencarian masalah yang lebih detil dan

membentuk meta masalah. Dari sini dilakukan pendefinisian/pengklasifikasian

masalah yang menghasilkan masalah substantif, untuk selanjutnya ditetapkan

beberapa masalah yang perlu segera diatasi/dipecahkan sesuai dengan

kemampuan dan batas wewenang instansi pemerintah (masalah formal).

Dalam konteks substansi pembahasan judul dari KTP-2 ini, maka rincian

permasalahan yang dihadapi PKMK-LAN dapat dilihat sebagai berikut.

Tabel 4.1. Perumusan Masalah PKMK-LAN

Situasi Masalah

Meta Masalah Masalah Substantif Masalah Formal

Rendahnya kualitas kebijakan publik

• Kebijakan publik belum didasarkan pada hasil kajian;

• Hasil kajian masih

Aspek Politik:

• Kebijakan publik belum didasarkan pada hasil kajian;

• Program pengembang-an SDM Peneliti (termasuk

Page 54: Peningkatan Kualitas Kebijakan Publik Melalui Penguatan Manajemen dan Produk Kajian

42

diragukan kualitasnya sehingga sering diabaikan dalam perumusan kebijakan;

• Produk kajian masih terbatas baik jumlah maupun medianya, dan sering kurang up-to-date;

• Perencanaan kebutuhan kajian kebijakan belum dilakukan;

• Penggunaan metodologi belum optimal;

• Kapasitas SDM, terutama peneliti masih kurang, baik jumlah maupun kompetensi;

• Program pengembangan SDM Peneliti (termasuk diklat fungsional) sangat minim;

• Kesejahteraan peneliti masih sangat rendah;

• Koordinasi antar lembaga kajian belum berjalan sinergis;

• Belum ada stakeholder meeting atau forum komunikasi yang permanen dengan pelanggan;

• Anggaran kajian terbatas sehingga mengurang coverage populasi (daerah, instansi, maupun responden) yang dibutuhkan;

• Belum adanya standar pengukuran kualitas hasil kajian dan standar kemanfaatannya.

• Belum terinternalisasikannya shared vision dalam membangun kajian yang profesional.

• Hasil kajian masih diragukan kualitasnya sehingga sering diabaikan dalam perumusan kebijakan.

Aspek Ekonomi/ Anggaran:

• Anggaran kajian terbatas sehingga mengurang coverage populasi (daerah, instansi, maupun responden) yang dibutuhkan;

• Kesejahteraan peneliti masih sangat rendah.

Aspek SDM:

• Kapasitas SDM, terutama peneliti masih kurang, baik jumlah maupun kompetensi;

• Program pengembangan SDM Peneliti (termasuk diklat fungsional) sangat minim;

• Belum terinternalisasikannya shared vision dalam membangun kajian yang profesional.

Aspek Manajerial:

• Perencanaan kebutuhan kajian kebijakan belum dilakukan;

• Penggunaan metodologi belum optimal;

• Koordinasi antar lembaga kajian belum berjalan sinergis;

• Belum adanya standar pengukuran kualitas hasil kajian dan standar kemanfaatannya;

• Belum ada stakeholder meeting atau forum komunikasi yang permanen dengan pelanggan;

• Produk kajian masih terbatas baik jumlah maupun medianya, dan sering kurang up-to-date.

diklat fungsional) sangat minim;

• Koordinasi antar lembaga kajian belum berjalan sinergis;

• Perencanaan kebutuhan kajian kebijakan belum dilakukan.

Page 55: Peningkatan Kualitas Kebijakan Publik Melalui Penguatan Manajemen dan Produk Kajian

43

5. Penetapan Tujuan dan Peramalan Kebijakan

Dari masalah formal yang telah diperoleh dari formulasi masalah diatas,

selanjutnya dituangkan kedalam matriks yang berisi kebijakan publik yang

dibutuhkan untuk menyelesaikan masalah formal, tujuan kebijakan, serta

ramalan masa depan dan dampak kebijakan.

Tabel 4.2. Penetapan Tujuan dan Peramalan Kebijakan Publik

No Masalah Formal

Kebijakan Publik

Tujuan KP Ramalan Masa

Depan KP Dampak Kebijakan

1 2 3 4 5 6

1 Program pe-ngembangan SDM Peneliti (termasuk diklat fungsional) sangat minim.

Peningkatan kapasitas SDM

Meningkatnya kapasitas SDM baik dalam hal knowledge maupun skill.

Kemampuan SDM relatif meningkat seiring meningkatnya program pengembangan SDM

Pada jangka panjang akan memberi efek meningkatkan produktivitas organisasi, namun pada jangka pendek membutuhkan investasi besar

2 Koordinasi antar lembaga kajian belum berjalan sinergis.

Pembentu-kan dan/atau penye-lenggaraan forum koordinasi/ stakeholder meeting.

Tercapainya harmonissasi program dan hasil kajian antar lembaga kajian dan terwujudnya percepatan upaya diseminasi dan difusi kebijakan.

Jika seluruh institusi kajian memiliki kesadaran yang sama, maka koordinasi dan sinergi akan semakin baik / meningkat.

Kualitas hasil kajian akan lebih meningkat, investasi kajian akan lebih murah, sementara animo dan kepercayaan publik (stakeholders) semakin tinggi terhadap kajian kebijakan.

3 Perencanaan kebutuhan kajian kebijakan belum dilakukan.

Penyusunan dokumen perencanaan kebutuhan kajian kebijakan.

Tersedianya dokumen perencanaan yang sesuai kebutuhan stakeholder dan menjadi rujukan dalam penyusunan program kerja tahunan.

Gap antara produk kajian kebijakan dengan permintaan dan kebutuhan stakeholder akan berkurang sehingga kontribusi dan kemanfaatan kajian kebijakan makin nyata bagi perumusan kebijakan publik.

Mengendalikan jumlah Perda yang bermasalah dan menjaga iklim usaha tetap kondusif

Page 56: Peningkatan Kualitas Kebijakan Publik Melalui Penguatan Manajemen dan Produk Kajian

44

B. Analisis Manajemen Strategis

1. Analisis Lingkungan Strategis (SWOT)

Secara sekilas, pada Bab Pendahuluan telah disinggung beberapa

masalah yang merefleksikan kelemahan (weaknesses) PKMK-LAN. Selain

kelemahan, PKMK-LAN juga memiliki faktor internal yang positif atau faktor

kekuatan (strengths), seperti komitmen dan kualitas SDM yang cukup baik,

didukung oleh sarana kerja yang sangat memadai dan budaya kerja yang

berorientasi pada kualitas. PKMK-LAN juga memiliki kekuatan besar berupa

modal pengalaman organisasi dalam bidang kajian maupun perkonsultasian

lingkup administrasi negara.

Sementara itu, PKMK-LAN juga menghadapi peluang (opportunities) dan

ancaman atau tantangan (threats). Peluang yang dapat diidentifikasikan antara

lain harapan dan kepercayaan stakeholders terhadap LAN pada umumnya dan

kepada PKMK-LAN pada khususnya. Apresiasi dari berbagai pihak, permintaan

terhadap hasil-hasil kajian, trend positif konsultasi yang diberikan, serta

undangan sebagai nara sumber dari berbagai instansi, menggambarkan tingkat

kredibilitas PKMK-LAN secara kualitatif dimata pelanggan. Peluang lain adalah

perkembangan issu-issu kebijakan yang sangat dinamis dan menuntut respon

yang cepat dan akurat dari segenap tim PKMK-LAN. Issu-issu tadi merupakan

bidang garapan yang potensial untuk diangkat sebagai program kerja PKMK-

LAN sekaligus mengokohkan peran PKMK-LAN selaku pemikir (think tank) bagi

konseptualisasi kebijakan nasional. Peluang ini masih ditambah lagi dengan

adanya praktek-praktek penyelenggaraan pemerintahan yang baik sehingga

dapat dijadikan sebagai contoh untuk direplikasikan di daerah atau instansi

lainnya.

Pada saat yang sama, PKMK-LAN juga menghadapi tantangan, misalnya

masih sering dijumpainya tumpang tindih wewenang dan tupoksi antar instansi

dan citra buruk birokrasi di mata masyarakat. Dengan adanya tantangan

tersebut, tugas pemerintah (termasuk LAN cq. PKMK-LAN) akan semakin berat

Page 57: Peningkatan Kualitas Kebijakan Publik Melalui Penguatan Manajemen dan Produk Kajian

45

untuk membuktikan kepada publik bahwa pemerintah benar-benar telah

menjalankan fungsinya secara optimal dalam melayani masyarakat.

Secara detil, faktor-faktor lingkungan strategis PKMK-LAN dapat dilihat

pada gambar sebagai berikut:

Gambar 4.4.

Identifikasi Faktor Lingkungan Strategis PKMK-LAN

Selanjutnya, terhadap faktor internal dan eksternal yang telah diidentifikasi

diatas, dilakukan analisis dengan memberi pembobotan untuk menentukan

kekuatan relatif faktor-faktor tersebut dalam pencapaian visi misi PKMK-LAN.

Analisis faktor internal dan eksternal PKMK-LAN selengkapnya dapat dilihat

pada Tabel sebagai berikut:

Page 58: Peningkatan Kualitas Kebijakan Publik Melalui Penguatan Manajemen dan Produk Kajian

46

Tabel 4.3. Analisis Faktor Internal (KAFI) dan Eksternal (KAFE) PKMK-LAN

Faktor Internal Stratejik Bobot Rating Skor Ranking

Kekuatan (Strengths) (60)

1. SDM 20 3 60 II 2. Sarana Kerja 5 4 20 IV 3. Budaya Kerja 25 3 75 I 4. Pengalaman Organisasi 10 4 40 III

Kelemahan (Weaknesses) (40)

1. Program Pengembangan SDM

15 3 45 I

2. Publikasi 5 2 10 IV 3. Perencanaan 10 4 40 II 4. Networking (koordinasi) 10 3 30 III

Faktor Eksternal Stratejik Bobot Rating Skor Ranking

Peluang (Opportunities) (60)

1. Harapan dan Keperca-yaan Stakeholders.

25 4 100 I

2. Perkembangan Issu-Issu Kebijakan

15 3 45 III

3. Good Practices Kebijakan.

20 3 60 II

Threats (Ancaman/Tantangan) (40)

• Tumpang tindih fungsi antar instansi

20 3 60 II

• Citra buruk birokrasi publik.

20 4 80 I

Sumber: Diadopsi dan dimodifikasi dari Renstra Deputi KMKP LAN.

Dari analisis diatas telah dapat ditemukan ranking atau peringkat faktor-

faktor lingkungan strategis yang menentukan tingkat kontribusinya dalam

pencapaian visi misi serta tupoksi PKMK-LAN. Selanjutnya, dilakukan

pengintegrasian antar faktor lingkungan strategis atau kekuatan kunci

keberhasilan, guna merumuskan kesatuan arah dan sinergi dalam mencapai

tujuan organisasi. Teknik ini akan menghasilkan asumsi strategi PKMK-LAN

sebagai berikut:

Page 59: Peningkatan Kualitas Kebijakan Publik Melalui Penguatan Manajemen dan Produk Kajian

47

Tabel 4.4. Formulasi Asumsi Strategi PKMK-LAN (KAFI v.s. KAFE)

Faktor

Internal Faktor Eksternal

Strength (Kekuatan)

1. Budaya Kerja. 2. SDM. 3. Pengalaman Organisasi. 4. Sarana Kerja.

Weakness (Kelemahan)

1. Prog Pengembangan SDM. 2. Perencanaan. 3. Networking (koordinasi). 4. Publikasi.

Opportunity (Peluang) 1. Harapan &

Kepercayaan Stakeholders.

2. Perkembangan Issu-issu Kebijakan.

3. Good Practices Kebijakan.

1 – Asumsi Strategi SO 3 – Asumsi Strategi WO

1. Kembangkan kapasitas /

kompetensi SDM internal. 2. Tingkatkan budaya kerja

efektif dan lingkungan kerja yg makin kondusif.

3. Tingkatkan frekuensi dan jenis layanan.

1. Kembangkan network /

sistem jaringan kerja horizontal dan vertikal.

2. Ciptakan sistem informasi manajemen kelitbangan (website dll).

Threat (Ancaman) 1. Tumpang Tindih

Fungsi Antar Instansi. 2. Citra Buruk Birokrasi

Publik.

2 – Asumsi Strategi ST 4 – Asumsi Strategi WT 1. Lakukan penajaman atau

redefinisi visi dan misi organisasi.

2. Lakukan survey harapan dan persepsi pelanggan.

1. Lakukan konsolidasi

internal. 2. Perkuat koordinasi

eksternal. 3. Susun ulang Renstra dan

Renja yg lebih cermat & akurat.

Dari analisis silang dan penginteraksian faktor internal dan eksternal

diatas, dapat ditemukan sepuluh asumsi strategi PKMK-LAN, yakni:

Tabel 4.5. Pilihan Asumsi Strategi PKMK-LAN

Quadran Strategi No. Asumsi Strategi

SO – Strategi Ekspansi

1 Kembangkan kapasitas / kompetensi SDM internal, khususnya Peneliti.

2 Tingkatkan budaya kerja efektif dan lingkungan kerja yg makin kondusif.

3 Tingkatkan frekuensi dan jenis layanan.

ST – Strategi Diversifikasi

4 Lakukan penajaman atau redefinisi visi dan misi organisasi.

5 Lakukan survey harapan dan persepsi pelanggan.

WO – Strategi 6 Kembangkan network / sistem jaringan kerja

Page 60: Peningkatan Kualitas Kebijakan Publik Melalui Penguatan Manajemen dan Produk Kajian

48

Stabilisasi horizontal dan vertikal.

7 Ciptakan sistem informasi manajemen kelitbangan (website dll).

WT – Strategi Defensif

8 Lakukan konsolidasi internal.

9 Perkuat koordinasi eksternal.

10 Susun ulang Renstra dan Renja yg lebih cermat & akurat.

Ke-10 asumsi strategi tersebut baru merupakan daftar yang dirumuskan

dari interaksi antar faktor-faktor strategis organisasi, namun belum dibobot dan

belum diketahui asumsi strategi mana yang relatif lebih kuat pengaruhnya

terhadap pencapaian visi misi organisasi. Untuk itu, langkah berikutnya adalah

memberikan bobot yang dihubungkan dengan keterkaitan ke-10 asumsi strategi

tersebut dengan visi, misi dan nilai-nilai yang telah ditetapkan sebelumnya.

Hasil dari pembobotan ini adalah diketemukannya pilihan-pilihan strategi

berdasarkan urutan atau rankingnya. Adapun analisis urutan pilihan strategi

PKMK-LAN dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 4.6. Pilihan Strategi PKMK-LAN dan Urutannya

Asumsi Stratejik

Keterkaitan Dengan Jumlah & Urutan Pilihan

Strategis Visi Misi Nilai

(1) (2) (3) (4) (5) 1 2 3 1 2 3 4 5

SO 1 4 4 4 4 4 3 4 3 4 34 (I)

2 3 3 3 3 4 3 4 2 3 28 (II)

3 3 2 2 2 2 1 2 2 2 18

ST 1 4 3 3 3 4 2 2 2 2 25

2 3 2 2 2 3 4 3 3 4 26

WO 1 3 3 3 3 2 3 2 3 2 24

2 3 2 2 2 3 3 3 3 2 23

WT 1 3 2 2 2 2 2 3 2 2 20

2 3 2 2 2 2 2 2 3 2 20

3 4 3 3 3 3 3 3 2 3 27 (III)

Page 61: Peningkatan Kualitas Kebijakan Publik Melalui Penguatan Manajemen dan Produk Kajian

49

Dari analisis diatas dapat ditemukan pilihan strategi PKMK-LAN sesuai

urutan tiga besarnya, yaitu:

• Pengembangan kapasitas / kompetensi SDM internal.

• Peningkatan budaya kerja efektif dan lingkungan kerja yg makin kondusif.

• Susun ulang Renstra dan Renja yg lebih cermat & akurat.

Tahap selanjutnya, dilakukan pengintegrasian atau analisis silang antara

asumsi strategi dengan pernyataan misi, untuk menghasilkan FKK (faktor kunci

keberhasilan). Adapun faktor kunci keberhasilan PKMK-LAN sebagai hasil

analisis silang antara pilihan strategis dengan misi organisasi dapat dirumuskan

sebagai berikut:

Tabel 4.7. Faktor Kunci Keberhasilan (Critical Success Factors) PKMK-LAN

Pilihan

Strategi Misi Organisasi

1. Pengembangan kapasitas /

kompetensi SDM internal, terutama Peneliti.

2. Peningkatan budaya kerja efektif dan lingkungan kerja yang makin kondusif.

3. Susun ulang Renstra dan Renja yg lebih cermat dan akurat.

1. Penyusunan telaahan kebijakan di

bidang manajemen kebijakan dan pembangunan dan manajemen perekonomian negara;

2. Penyusunan agenda kajian kebijakan di bidang manajemen kebijakan dan pembangunan, serta manajemen perekonomian negara;

3. Pengkajian dan pengembangan sistem manajemen kebijakan dan pembangunan, manajemen perekonomian negara.

Faktor Kunci Keberhasilan: 1. Terwujudnya peningkatan kapasitas /

kompetensi SDM internal, baik kuantitas maupun kualitas.

2. Terwujudnya peningkatan budaya kerja yang lebih disiplin, efektif dan berorientasi mutu.

3. Tersusunnya kembali Renstra dan Renja yang lebih obyektif, berorientasi masa depan, serta mampu menampung dinamika lingkungan strategis.

Page 62: Peningkatan Kualitas Kebijakan Publik Melalui Penguatan Manajemen dan Produk Kajian

50

Langkah terakhir adalah menentukan tujuan organisasi yang diperoleh

dari interaksi antara FKK dengan Tugas Pokok. Dari persilangan tersebut dapat

dirumuskan tujuan PKMK-LAN sebagai berikut:

Tabel 4.8. Perumusan Tujuan PKMK-LAN

FKK

Tugas Pokok Organisasi

1. Terwujudnya peningkatan kapasitas / kompetensi

SDM internal, baik kuantitas maupun kualitas.

2. Terwujudnya peningkatan budaya kerja yang lebih disiplin, efektif dan berorientasi mutu.

3. Tersusunnya kembali Renstra dan Renja yg lebih obyektif, berorientasi masa depan, serta mampu menampung dinamika lingkungan strategis.

Melaksanakan penyusunan rencana, penelaahan kebijakan, pengkajian, dan evaluasi pelaksanaan program kajian manajemen kebijakan dan pembangunan, manajemen perekonomian negara, serta pemberian bantuan teknis dan administratif kepada Pusat dan kelompok jabatan fungsional di lingkungannya. (Peraturan Kepala LAN No. 4/2004 tentang Organisasi dan Tata Kerja LAN)

TUJUAN:

1. Meningkatkan kapasitas / kompetensi SDM guna memperkuat kualitas produk kajian dan meningkatkan kontribusi kajian kebijakan terhadap peningkatan kualitas kebijakan publik.

2. Memperkokoh budaya kerja untuk menciptakan prakondisi dan lingkungan yang ideal (enabling) bagi terselenggaranya manajemen kajian yang efektif, serta budaya pelayanan yang maksimal.

3. Mempertajam perencanaan yang berfungsi sebagai masterplan program kajian kebijakan yang berorientasi pemecahan masalah, berpikir kedepan (forward looking), serta memenuhi kebutuhan stakeholders.

Ketiga tujuan tersebut, jika dilihat dari kriteria kemanfaatan (benefitable),

kemungkinan pencapaiannya (achievable), urgensi terhadap pencapaian visi

misi (importancy), serta kemudahan dalam mengukur kinerjanya secara

kuantitatif (numerical), bisa dikatakan memenuhi. Dengan kata lain, tujuan

tersebut memang merupakan suatu kondisi ideal yang harus diwujudkan untuk

merealisasikan visi dan misi serta tupoksi organisasi, dalam hal ini PKMK-LAN.

Page 63: Peningkatan Kualitas Kebijakan Publik Melalui Penguatan Manajemen dan Produk Kajian

51

2. Scenario Planning Dipadukan dengan Systems Thinking

Langkah awal dalam scenario planning adalah menentukan focal concern

(FC) dan driving forve (DF). Dalam konteks penulisan KTP-2 ini, FC yang

diangkat sama dengan judul kertas kerja, yakni peningkatan kualitas kebijakan

publik melalui penguatan manajemen dan produk kajian. Adapun DF dirumuskan

dari asumsi strategi yang telah dihasilkan pada tahap sebelumnya dengan

analisis SWOT.

Adapun perubahan bahasa asumsi strategi ke driving force dapat dilihat

sebagai berikut:

Tabel 4.9. Driving Force PKMK-LAN

Asumsi Strategi Driving Force

Kembangkan kapasitas / kompetensi SDM internal, khususnya Peneliti.

Kapasitas SDM.

Tingkatkan budaya kerja efektif dan lingkungan kerja yg makin kondusif.

Budaya kerja dan lingkungan kerja.

Tingkatkan frekuensi dan jenis layanan. Frekuensi dan jenis layanan.

Lakukan penajaman atau redefinisi visi dan misi organisasi.

Redefinisi visi dan misi organisasi.

Lakukan survey harapan dan persepsi pelanggan.

Survey pelanggan.

Kembangkan network / sistem jaringan kerja horizontal dan vertikal.

Network / jaringan kerja.

Ciptakan sistem informasi manajemen kelitbangan (website dll).

Sistem informasi manajemen kelitbangan.

Lakukan konsolidasi internal. Konsolidasi internal.

Perkuat koordinasi eksternal. Koordinasi eksternal.

Susun ulang Renstra dan Renja yang lebih cermat dan akurat.

Revisi Renstra dan Renja.

Selanjutnya, dilakukan evaluasi dan penilaian DF, baik dengan teknik

linier ataupun non-linier. Evaluasi dan penilaian driving force PKMK-LAN dengan

teknik linier dapat dilihat sebagai berikut:

Page 64: Peningkatan Kualitas Kebijakan Publik Melalui Penguatan Manajemen dan Produk Kajian

52

Tabel 4.10. Evaluasi dan Penilaian Driving Force PKMK-LAN Dengan Teknik

Linier

Aspek DF Bobot Impor-

tant Uncer-tainty

Skor Rank

SDM Kapasitas SDM. 20 4 3 240 3

Budaya kerja. 10 3 3 90 5

KLB Redefinisi visi/misi organisasi. 10 3 4 120 4

Revisi Renstra dan Renja. 5 4 2 40 8

KTL

Network / jaringan kerja. 5 3 3 45 6

SIM kelitbangan. 5 2 3 30 10

Konsolidasi internal. 5 3 2 30 9

Koordinasi eksternal. 5 3 3 45 7

YAN Survey pelanggan. 15 4 4 240 2

Frekuensi dan jenis layanan. 20 4 4 320 1

Catatan: SDM (Sumber Daya Manusia); KLB (Kelembagaan); KTL (Ketatalaksanaan); YAN (Pelayanan)

Selain teknik linier, evaluasi dan penilaian driving force dapat pula

dilakukan secara non-linier, yakni dengan cara berpikir serba sistem (systems

thinking) menggunakan piranti CLD (causal loops diagram). Metode ini

merupakan pergeseran pola pikir linier ke pola pikir baru yang bersifat sistemik,

holistik, saling terkait (inter-connectedness), serta mengkombinasikan antara

berpikir analitikal dengan berpikir sintetikal. CLD sendiri merupakan cara yang

tepat dan efektif untuk menggambarkan secara ringkas pernyataan penyebab

(causes) dan mengidentifikasikan proses-proses balikan (Sumber: LAN, Modul

1.A-2, hal. 93).

Adapun evaluasi dan penilaian driving force PKMK-LAN dengan teknik

non-linier dapat dilihat sebagai berikut:

Page 65: Peningkatan Kualitas Kebijakan Publik Melalui Penguatan Manajemen dan Produk Kajian

53

Gambar 4.5.

Evaluasi dan Penilaian Driving Force PKMK-LAN Dengan Teknik Non-linier

Dari analisis CLD diatas kemudian dihitung jumlah loops yang

mencerminkan variabel pengungkit sebagai berikut:

Tabel 4.11. Analisis Leverage PKMK-LAN

No Variabel Jumlah Loops Ranking

1 Kapasitas SDM. 29/125 1

2 Budaya kerja. 16/71 6

3 Redefinisi visi/misi organisasi. 19/91 3

4 Revisi Renstra dan Renja. 12/63 9

5 Network / jaringan kerja. 13/65 7

6 SIM kelitbangan. 5/18 10

7 Konsolidasi internal. 19/89 5

8 Koordinasi eksternal. 12/64 8

9 Survey pelanggan. 19/89 4

10 Frekuensi dan jenis layanan. 22/96 2

"Kapasitas

SDM"

"Budaya

Kerja"

S

S

R1

"Konsolidasi

Internal"

"Koordinasi

Eksternal"

S

S

S

"Networking /

Jaringan Kerja

"SIM

Kelitbangan"

S

S

S

R2

S

S

R3

"Redefinisi

Visi / Misi"

"Revisi Renstra /

Renja"

S

S

S

R4

S

"Survey

Pelanggan"

"Frekuensi &

Jenis Layanan"S

SS

S

S

O

B5

O

B6

S

S

R7

Page 66: Peningkatan Kualitas Kebijakan Publik Melalui Penguatan Manajemen dan Produk Kajian

54

Dari perbandingan analisis linier dan non-linier diatas terlihat adanya

kemiripan hasil, dimana variabel terdapat empat variabel yang menduduki

peringkat teratas, yakni kapasitas SDM, frekuensi dan jenis layanan, redefinisi

visi/misi organisasi, serta survey pelanggan. Keempat variabel inilah yang

merupakan leverage di PKMK-LAN, yang secara skematik dapat digambarkan

sebagai berikut:

Leverage 1: Kapasitas SDM

Leverage 2: Frekuensi dan Jenis Layanan

"Kapasitas SDM"

"Budaya Kerja"("Kapasitas SDM")

"Redefinisi Visi / Misi"

"Frekuensi & Jenis Layanan"("Kapasitas SDM")

"Survey Pelanggan"

"Konsolidasi Internal"("Budaya Kerja")

("Frekuensi & Jenis Layanan")

"Koordinasi Eksternal" "Networking / Jaringan Kerja

"Frekuensi & Jenis Layanan"

"Kapasitas SDM"

"Budaya Kerja"

("Frekuensi & Jenis Layanan")

"Konsolidasi Internal"

"Koordinasi Eksternal"

"Survey Pelanggan"

("Frekuensi & Jenis Layanan")

("Konsolidasi Internal")

"Redefinisi Visi / Misi"

"Revisi Renstra / Renja"

Page 67: Peningkatan Kualitas Kebijakan Publik Melalui Penguatan Manajemen dan Produk Kajian

55

Leverage 3: Redefinisi Visi dan Misi Organisasi

Leverage 4: Survey Pelanggan

Dikaitkan dengan hasil analisis sebelumnya, baik analisis kebijakan

maupun analisis SWOT, maka nampak adanya keselarasan hasil analisis.

Persandingan dan perbandingan hasil analisis dengan teknik Analisis Kebijakan,

Analisis SWOT, dan Analisis Scenario Planning di PKMK-LAN, dapat dilihat pada

tabel dibawah ini:

"Redefinisi Visi / Misi"

"Budaya Kerja"("Kapasitas SDM")

("Redefinisi Visi / Misi")

"Kapasitas SDM"

("Budaya Kerja")

"Frekuensi & Jenis Layanan"

"Konsolidasi Internal"

"Koordinasi Eksternal"

"Survey Pelanggan"

"Frekuensi & Jenis Layanan""Kapasitas SDM"

("Survey Pelanggan")

"Konsolidasi Internal""Budaya Kerja"

("Frekuensi & Jenis Layanan")

"Redefinisi Visi / Misi"("Budaya Kerja")

("Kapasitas SDM")

"Revisi Renstra / Renja"("Kapasitas SDM")

("Redefinisi Visi / Misi")

Page 68: Peningkatan Kualitas Kebijakan Publik Melalui Penguatan Manajemen dan Produk Kajian

56

Tabel 4.12. Persandingan Tujuan dan Leverage Utama PKMK-LAN Berdasarkan

Hasil Analisis Kebijakan Publik, SWOT, dan Scenario Planning

3 Tujuan PKMK-LAN Hasil Analisis

Kebijakan Publik

3 Tujuan PKMK-LAN Hasil Analisis SWOT

3 Leverage PKMK-LAN Hasil Analisis Scenario Planning

Meningkatnya kapasitas SDM khususnya Peneliti baik dalam hal knowledge maupun skill.

Meningkatkan kapasitas / kompetensi SDM khususnya Peneliti, guna memperkuat kualitas produk kajian dan meningkatkan kontribusi kajian kebijakan terhadap peningkatan kualitas kebijakan publik.

Pengembangan kapasitas / kompetensi SDM internal, khususnya Peneliti.

Tercapainya harmonisasi program dan hasil kajian antar lembaga kajian serta terwujudnya percepatan upaya diseminasi dan difusi kebijakan.

Memperkokoh budaya kerja untuk menciptakan prakondisi dan lingkungan yang ideal (enabling) bagi terselenggaranya manajemen kajian yang efektif, serta budaya pelayanan yang maksimal.

Peningkatan frekuensi dan jenis layanan.

Tersedianya dokumen perencanaan yang sesuai kebutuhan stakeholder dan menjadi rujukan dalam penyusunan program kerja tahunan.

Mempertajam perencanaan yang berfungsi sebagai masterplan program kajian kebijakan yang berorientasi pemecahan masalah, berpikir kedepan (forward looking), serta memenuhi kebutuhan stakeholders.

Redefinisi visi dan misi organisasi

Sementara itu, dari keempat leverage yang ditemukan dari analisis

scenario planning tadi, dua leverage teratas, yakni Kapasitas SDM dan

Frekuensi dan Jenis Layanan adalah Driving Force Pengungkit, dan akan dipilih

untuk menyusun skenario. Variabel “kapasitas SDM” akan ditempatkan pada

sumbu Y, sedangkan variabel “frekuensi dan jenis layanan” akan berada pada

sumbu X, dan masing-masing memiliki titik ekstrim negatif (kiri, bawah) dan titik

ekstrim positif (kanan, atas).

Adapun skenario pelayanan kajian kebijakan di PKMK-LAN dapat

digambarkan dalam metafora sebagai berikut:

Page 69: Peningkatan Kualitas Kebijakan Publik Melalui Penguatan Manajemen dan Produk Kajian

57

Gambar 4.6.

Skenario Pelayanan Kajian Kebijakan di PKMK-LAN

Dari metafora diatas dapat diuraikan lebih detil ciri-ciri kunci skenario pada

masing-masing quadran sebagai berikut:

• Ketika PKMK-LAN menempati quadran 1, maka akan muncul sebagai sosok

“pahlawan”. Dalam kondisi seperti ini, maka akan tercapai sebuah

keseimbangan antara teori, konsep, dan model-model kebijakan dengan

aplikasinya. Dengan keseimbangan tersebut, maka program konsultasi dan

advokasi yang ditawarkan PKMK-LAN juga akan sangat optimal. Selain itu,

hasil kajian PKMK-LAN akan menjadi opsi konkrit pemecahan masalah yang

selalu dinantikan oleh seluruh stakeholders.

• Ketika PKMK-LAN menempati quadran 2, maka akan muncul sebagai sosok

“pembohong”. Pada situasi ini, hasil kajian PKMK-LAN tidak sesuai dan tidak

menjawab kebutuhan stakeholders, yang salah satunya disebabkan karena

ketidakmampuan SDM dalam merespon permintaan stakeholders. PKMK-

Page 70: Peningkatan Kualitas Kebijakan Publik Melalui Penguatan Manajemen dan Produk Kajian

58

LAN seolah hidup di ruang hampa, dan tidak mampu berinteraksi dengan

lingkungannya. Produk kajian PKMK-LAN menjadi sia-sia karena tidak

mendapat dukungan dan kepercayaan dari penggunanya.

• Ketika PKMK-LAN menempati quadran 3, maka akan muncul sebagai sosok

“pencuri”. Situasinya mirip pada quadran 2 dimana hasil kajian PKMK-LAN

ditolak oleh stakeholders, serta merosotnya kepercayaan publik sehingga

peran lembaga sebagai think tank menjadi sangat minim. Dengan peran yang

minim tadi, maka terjadi kerugian material serta pemborosan sumber daya

negara, terutama anggaran yang dibelanjakan untuk membiayai program

kajian.

• Ketika PKMK-LAN menempati quadran 4, maka akan muncul sebagai sosok

“pemimpi”. Dalam keadaan seperti ini, sesungguhnya PKMK-LAN mampu

menghasilkan banyak karya yang bermutu, serta kaya dengan konsep-

konsep terobosan, namun tidak dapat diimplementasikan dengan sempurna.

Akibatnya, wacana melampaui aplikasi, diskusi mengalahkan praktek,

sementara produk kajian melimpah, namun advokasi minim. Dalam keadaan

seperti itu, PKMK-LAN menjelma menjadi sosok menara gading yang

memamerkan kemegahan namun sulit terjangkau oleh pihak lain.

Secara diagramatis, ciri-ciri detil pada masing-masing quadran dapat

digambarkan sebagai berikut:

Page 71: Peningkatan Kualitas Kebijakan Publik Melalui Penguatan Manajemen dan Produk Kajian

59

Gambar 4.7.

Ciri-Ciri Kunci Skenario Pelayanan Kajian Kebijakan di PKMK-LAN

Secara naratif, ciri-ciri detil pada masing-masing quadran dapat pula

dipaparkan sebagai berikut:

Tabel 4.13. Narasi Skenario Pelayanan Kajian Kebijakan di PKMK-LAN

KUADRAN Q NARASI

I Q-1 Jika frekuensi dan jenis layanan yang diberikan banyak dan didukung dengan kapasitas SDM yang tinggi, maka dapat terwujud peran organisasi (PKMK-LAN) yang optimal dalam pembenahan manajemen kebijakan.

II Q-2 Jika frekuensi dan jenis layanan tinggi namun tidak didukung dengan SDM yang memadai, maka produk layanan PKMK-LAN dapat dipastikan tidak berbobot dan tidak dapat dijadikan sebagai referensi dalam pemecahan masalah kebijakan tertentu.

Q-4

• Banyak berwacana, kurang aplikasi.

• Kaya konsep, tidak ada implementasi.

• Produk kajian melimpah, advokasi minim.

Q-1

• Keseimbangan antara konsep dengan aplikasi.

• Program konsultasi & advokasi optimal.

• Hasil kajian menjadi opsi konkrit pemecahan masalah.

Q-3

• Hasil kajian ditolak oleh stakeholders.

• Terjadi pemborosan anggaran negara.

• Kepercayaan publik merosot & peran lembaga sangat minim.

Q-2

• Hasil kajian tidak sesuai kebutuhan stakeholders.

• SDM tidak mampu memenuhi permintaan stakeholders.

SDM ++

SDM --

P

E

L

A

Y

A

N

A

N

+

+

P

E

L

A

Y

A

N

A

N

+

Page 72: Peningkatan Kualitas Kebijakan Publik Melalui Penguatan Manajemen dan Produk Kajian

60

III Q-3 Jika frekuensi dan jenis layanan rendah, sementara kapasitas SDM juga rendah, maka PKMK-LAN akan ditinggalkan oleh mitra dan stakeholders-nya. Program yang dijalankan juga tidak akan memberi kontribusi positif, bahkan menjadi pemborosan terhadap sumber daya (anggaran) negara.

IV Q-4 Jika kapasitas SDM tinggi sementara frekuensi dan jenis layanan rendah, maka akan menjadikan PKMK-LAN sebagai “menara gading” yang banyak berwacana dan banyak menghasilkan konsep / publikasi namun tidak dapat diimplementasikan dalam realita.

Dari paparan diatas, dapat disimpulkan bahwa PKMK-LAN memiliki 10

variabel penting yang harus dicermati dalam pelaksanaan Tupoksi maupun Visi

dan Misinya. Diantara ke-10 variabel tersebut, kapasitas SDM dan frekuensi dan

jenis layanan merupakan dua variabel utama yang berfungsi sebagai pengungkit

(leverage) keberhasilan organisasi. Kedua variabel ini melengkapi hasil analisis

yang telah dilakukan sebelumnya dengan piranti SWOT serta Analisis Kebijakan.

Page 73: Peningkatan Kualitas Kebijakan Publik Melalui Penguatan Manajemen dan Produk Kajian

61

BAB V

REKOMENDASI DAN RENCANA AKSI

A. Rekomendasi

Atas dasar analisis pada Bab IV diatas, dapat dirumuskan rekomendasi awal

sebagai berikut:

a. PKMK-LAN harus memberi perhatian serius untuk membenahi aspek-aspek atau

variabel yang diidentifikasikan sebagai pengungkit utama kinerja unit. Dalam hal

ini, dua upaya prioritas adalah: 1) pembangunan kapasitas SDM, khususnya

fungsional Peneliti, dan 2) penyusunan Renstra, termasuk penajaman rencana

operasional dan redefinisi visi dan misi. Jika kedua upaya ini tidak dilakukan,

maka pada jangka panjang akan menjadi bumerang buat organisasi PKMK-LAN

karena tidak akan mampu merespon kebutuhan dan tuntutan stakeholders-nya.

Perlu diketahui bahwa upaya pada butir pertama sangat dibutuhkan PKMK-LAN,

namun kewenangannya berada pada Sekretariat Utama, sedangkan PKMK-LAN

hanya dapat mengusulkan program pengembangan SDM Peneliti. Untuk

itu,dalam KTP-2 ini hanya akan disusun rencana aksi untuk butir yang kedua,

yakni penyusunan Rencana Strategis.

b. Disamping itu, dengan telah terpetakannya faktor-faktor lingkungan strategis,

maka PKMK-LAN sudah dapat menentukan strategi yang harus dilakukan baik

pada jangka pendek maupun jangka panjang. Tentu saja, strategi ini harus

dimonitor secara regular, dan jika perlu dilakukan penyesuaian seiring dengan

dinamika lingkungan yang cenderung terus bergerak, bahkan bergejolak

(turbulent). Ketepatan dalam merumuskan strategi jangka pendek dan panjang

ini akan memberikan jaminan yang lebih besar bagi PKMK-LAN untuk mencapai

kinerja yang diharapkan (expected performance).

Rekomendasi tersebut pada gilirannya akan dikembangkan kedalam rencana

aksi yang lebih konkrit, sehingga kinerja organisasi dapat terukur secara lebih

obyektif dan akurat. Jika kinerja organisasi (cq. PKMK-LAN) dapat

Page 74: Peningkatan Kualitas Kebijakan Publik Melalui Penguatan Manajemen dan Produk Kajian

62

dipertanggungjawabkan secara akademik maupun administratif, maka diyakini dapat

memberi kontribusi yang signifikan terhadap upaya peningkatan kualitas kebijakan

publik secara keseluruhan.

B. Rencana Aksi

Dari rekomendasi diatas, maka “Penyusunan Rencana Strategis” akan

dijabarkan lebih lanjut kedalam rencana aksi. Dalam sebuah rencana aksi, terdapat

lima kriteria yang harus dipenuhi, yakni SMART (Specific, Measurable, Achievable,

Relevant, dan Timely). Dengan kelima kriteria tersebut, maka rencana aksi

penyusunan rencana strategis PKMK-LAN dapat diidentifikasikan sebagai berikut:

Tabel 5.1. Kriteria Rencana Aksi PKMK-LAN

Specific • Pembentukan Tim;

• Rangkaian rapat dan diskusi; • Penyusunan draft Renstra;

• Paparan / expose draft;

• Revisi dan finalisasi draft.

Measurable • Dilaksanakan oleh seluruh staf di unit PKMK-LAN;

• Melibatkan beberapa nara sumber dari unit kerja terkait; • Durasi pelaksanaan 1 tahun anggaran;

Achievable • Sangat dibutuhkan sebagai pedoman dalam penyusunan program kerja tahunan;

• Didukung oleh komitmen penuh dan kesamaan visi diantara staf PKMK-LAN.

Relevant • Merupakan bagian tak terpisahkan dari Renstra lembaga dan Renstra Kedeputian;

• Merupakan bagian dari tanggungjawab selaku Kepala PKMK-LAN.

• Merupakan produk pembelajaran pada Diklatpim II yang perlu dimonitor pelaksaimplementasi dan progress-nya.

Timely • Durasi 1 tahun cukup ideal karena tidak terlalu cepat dan juga tidak terlalu lama, sehingga diharapkan hasilnya bisa optimal.

• Disesuaikan dengan siklus anggaran tahunan.

Dengan kriteria tersebut, selanjutnya ditetapkan matriks rencana aksi sebagai

berikut:

Page 75: Peningkatan Kualitas Kebijakan Publik Melalui Penguatan Manajemen dan Produk Kajian

63

RENCANA AKSI

Nama Peserta : Tri WIdodo Wahyu Utomo

Judul Rencana Aksi : Penyusunan Rencana Strategis PKMK-LAN

KEGIATAN Tahun 2012

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Pembentukan Tim

Penyusunan TOR dan RAB

Diskusi dan Pembahasan

Penyusunan Draft

Masukan dan Koreksi dari NS

Expose

Revisi dan Finalisasi Draft

Uji Coba Penerapan & Monev

Sumber Daya

Sumber daya yang dibutuhkan untuk merealisasikan rencana aksi diatas terdiri

dari sumber daya finansial yang bersumber dari DIPA LAN, sumber daya manusia yang

berasal dari seluruh staf dan unsur peneliti di lingkungan PKMK-LAN, serta sumber

daya material berupa sarana dan prasarana kerja.

Kemungkinan Hambatan

Sebagaimana lazimnya, sebuah perencanaan sering menghadapi kendala atau

hambatan pada tahap implementasinya. Demikian pula rencana aksi PKMK-LAN yang

telah disusun diatas. Beberapa kemungkinan hambatan yang muncul adalah:

1. Kesulitan pertama adalah kemungkinan tidak dapat dilaksanakannya rencana aksi

ini karena belum masuk dalam dokumen Renstra lembaga atau Renstra Kedeputian.

Mindset bahwa Renstra merupakan sebuah dokumen yang harus dilakukan apa

adanya tanpa evaluasi periodik, sering menjadi kendala serius untuk menyisipkan

Page 76: Peningkatan Kualitas Kebijakan Publik Melalui Penguatan Manajemen dan Produk Kajian

64

program-program prioritas yang muncul karena tuntutan lingkungan organisasi yang

sangat dinamis. Faktor kesulitan ini menjadi semakin besar karena keterbatasan

alokasi anggaran, sehingga harus benar-benar ditentukan prioritas

program/kebijakan. Jika penyusunan Renstra PKMK-LAN ini nantinya tidak masuk

sebagai prioritas utama, konsekuensinya akan ditunda pelaksanaannya hingga

batas waktu yang belum ditetapkan, atau bahkan tidak dilaksanakan sama sekali.

2. Kendala yang lain adalah sulitnya mengintegrasikan Renstra PKMK-LAN dengan

dokumen perencanaan yang lain seperti Renstra Deputi KMKP, Renstra LAN, serta

dokumen kerja lainnya seperti Roadmap Reformasi Birokrasi LAN. Kesulitan itu

muncul karena hingga saat ini status Renstra Deputi KMKP dan Renstra LAN belum

definitive atau belum mendapat pengesahan pejabat yang berwenang, sehingga

masih membuka kemungkinan perubahan. Selain itu, hingga saat ini belum ada

sebuah forum bersama yang dibuat sebagai jembatan komunikasi antar unit kerja,

sekaligus melihat kesesuaian antar Renstra unit kerja dan Renstra satuan kerja.

Akibatnya, muncul fenomena bahwa masing-masing unit kerja atau satuan kerja

berjalan masing-masing dan belum ada sebuah payung besar yang memberi

berfungsi sebagai integrator terhadap berbagai renstra yang ada.

3. Hambatan lain yang relatif kecil namun tidak boleh disepelekan adalah sering

munculnya ide-ide sesaat dari pimpinan lembaga atau dari mitra kerja seperti

Bappenas, tentang perlunya sebuah kegiatan untuk diakomodasi, meski tidak

tercantum dalam perencanaan yang telah ada sebelumnya. Dalam hal kasus seperti

ini terjadi, maka memunculkan resiko adanya kegiatan yang harus digeser atau

ditunda pelaksanaannya.

Kontribusi Rencana Aksi Terhadap Pengembangan Kompetensi Kepemimpinan

Adalah sebuah keniscayaan bahwa dokumen perencanaan (termasuk rencana

aksi ini) akan sangat membantu seorang pimpinan dalam melakukan fungsi-fungsi

manajemen di unit kerja yang dipimpinnya. Beberapa kontribusi rencana aksi terhadap

pengembangan kompetensi kepemimpinan antara lain dapat diidentifikasi sebagai

berikut:

Page 77: Peningkatan Kualitas Kebijakan Publik Melalui Penguatan Manajemen dan Produk Kajian

65

1. Rencana Aksi ini merupakan sebuah perangkat kerja yang dapat dijadikan sebagai

dashboard untuk memonitor progress atau kinerja sebuah program/kegiatan.

Dengan demikian, hal ini akan sangat membantu efektivitas pimpinan dalam

pengendalian kinerja unit kerja sekaligus kinerja bawahannya.

2. Rencana aksi juga dapat dimanfaatkan untuk mengetahui permasalahan atau

kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan sebuah kegiatan, sehingga dapat

dilakukan langkah perbaikannya secara cepat an akurat. Ini berarti pula bahwa

rencana aksi sesungguhnya merupakan sebuah perangkat early warning system

dalam sebuah organisasi.

Jakarta, 16 Agustus 2011

Tri Widodo Wahyu Utomo

Page 78: Peningkatan Kualitas Kebijakan Publik Melalui Penguatan Manajemen dan Produk Kajian

66

BAB VI

P E N U T U P

Dari paparan mulai pendahuluan hingga analisis serta rekomendasi dan rencana

aksi diatas, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Untuk keberhasilan pelaksanaan tupoksi, maka sebuah organisasi perlu memiliki

dokumen perencanaan yang baik, yang memuat visi dan misi, strategi, hingga

tujuan dan sasaran yang memenuhi kriteria SMART (Specific, Measurable,

Achievable, Relevant, dan Timely). Dengan kata lain, perencanaan yang baik adalah

condition sine qua non bagi organisasi yang sehat dan berkinerja unggul.

2. Dengan adanya perencanaan yang baik, maka organisasi tersebut memiliki

beberapa keuntungan, antara lain: a) mampu mengidentifikasikan faktor-faktor

lingkungan strategis beserta strategi antisipasinya; b) mampu mengetahui dan

mengklasifikasi masalah yang dihadapi, apakah termasuk masalah simptomatis

ataukah masalah fundamental.

3. Keberhasilan atau kegagalan suatu organisasi akan sangat ditentukan oleh

seberapa jauh aspek-aspek atau varibel-variabel dalam organisasi tersebut berjalan

dengan baik. Dalam kaitan ini, PKMK-LAN memiliki 10 variabel penting yang harus

dicermati dalam pelaksanaan Tupoksi maupun Visi dan Misinya. Diantara ke-10

variabel tersebut, pengembangan kapasitas dan kompetensi SDM khususnya

Peneliti, serta penyusunan ulang Rencana Strategis termasuk redefinisi visi dan

misinya, merupakan dua variabel utama yang berfungsi sebagai pengungkit

(leverage) keberhasilan organisasi.

4. Diantara berbagai variabel yang ada, faktor SDM tetap menjadi kunci utama dan

modal terpenting dalam sebuah organisasi. Oleh karena itu, pengembangan

kapasitas SDM harus terus menjadi prioritas kebijakan, apapun situasi yang

dihadapi oleh organisasi tersebut.

5. Untuk konteks PKMK-LAN, penyempurnaan pada poin 1 hingga 4 diatas pada

hakekatnya adalah penyempurnaan manajemen kajian. Dalam hal ini, terdapat

Page 79: Peningkatan Kualitas Kebijakan Publik Melalui Penguatan Manajemen dan Produk Kajian

67

korelasi positif antara manajemen kajian dengan produk dan kontribusi kajian

kebijakan. Artinya, dengan semakin baiknya manajemen kajian, diharapkan produk

kajian akan semakin baik, sekaligus meningkatkan kontribusi kajian kebijakan dalam

peningkatan kualitas kebijakan publik.

Page 80: Peningkatan Kualitas Kebijakan Publik Melalui Penguatan Manajemen dan Produk Kajian

68

DAFTAR PUSTAKA

Andrews, Christina dan Michiel de Vries, Between symbolic and evidence-based

policies: The Brazilian efforts to increase the quality of basic education, 2010.

Asian Development Bank, 2000, To Serve and To Preserve: Improving Public

Administration In A Competitive World.

Basri, Faisal, 1996, “Ekonomi Politik Kemiskinan”, dalam Analisis No. 17 Th. 4

September – Oktober.

Beschel Jr., Robert P. and Nicholas Manning, 2000, “Central Mechanisms for Policy

Formulation and Coordination”, dalam Asian Development Bank, 2000, To

Serve and To Preserve: Improving Public Administration In A Competitive

World, Chapter 2. ADB Publication series. Dapat dilihat online di

http://www.adb.org/Documents/Manuals/Serve_and_Preserve/default.asp

Budiman, Arief, 1996, Teori Negara: Negara, Kekuasaan dan Ideologi, Jakarta:

Gramedia.

Dickson, Geri L. and Linda Flynn, 2008, Nursing Policy Research: Turning Evidence-

Based Research into Health Policy, Springer Publishing Company, LLC, New

York.

Dukeshire, Steven, and Jennifer Thurlow, 2002, Understanding the Link between

Research and Policy, Rural Communities Impacting Policy Project.

Dunn, William N., 2003, Pengantar Analisis Kebijakan Publik, Terjemahan, Edisi 2, Cet.

Ke-5, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Kaufman, Daniel, Aart Kray, and Massimo Mastruzzi, 2008, Governance Matters VIII:

Aggregate and Individual Governance Indicators 1996-2008

Kumorotomo, Wahyudi, 1992, Etika Administrasi Negara, Jakarta: Raja Grafindo

Persada.

LAN, 2011, Kajian Kebijakan Publik, Modul 2 Diklat Kepemimpinan Tingkat II, Pusdiklat

SPIMNAS Bidang Kepemimpinan.

____________, 2011, Kajian Manajemen Stratejik, Modul 3 Diklat Kepemimpinan

Tingkat II, Pusdiklat SPIMNAS Bidang Kepemimpinan.

Page 81: Peningkatan Kualitas Kebijakan Publik Melalui Penguatan Manajemen dan Produk Kajian

69

Mustopadidjaja, 2011, Landasan Filosofi, Posisi, Peran, Makna, Kegiatan, dan Kinerja

Analisis Kebijakan Publik Dalam Sistem dan Proses Penyelenggaraan

Pemerintahan dan Pembangunan Indonesia, Catatan Terhadap Naskah

Akademis Jabfung Analis Kebijakan Publik, Kementerian PAN dan RB.

Patton and Sawicki, Basic Methods of Policy Analysis and Planning, Prentice-Hall, New

Jersey.

Ringland, Gill, 1998, Scenario Planning: Managing for the Future, John Wiley & Sons,

New York.

Suseno, Frans Magnis, 1988, Etika Politik: Prinsip-Prinsip Moral Dasar Kenegaraan

Modern, Jakarta: Gramedia.

UNDP, 2009, Mengatasi Hambatan: Mobilitas Manusia dan Pembangunan.

Van der Heijden, Kees, 1996, Scenario, the Art of Strategic Conversation, John Wiley &

Sons, New York.

Lain-Lain:

Kompas, 12/12/2008

Refleksi Kinerja MK, 29/12/2009

Portal Mahkamah Agung, Direktori TUN, http://putusan.mahkamahagung.go.id

Page 82: Peningkatan Kualitas Kebijakan Publik Melalui Penguatan Manajemen dan Produk Kajian

70


Top Related