Download - MKP Kolonial

Transcript
Page 1: MKP Kolonial

ISTANA MERDEKA June 21, 2014

A R S I T E K T U R K O T A D A N K O L O N I A L

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sejarah mencatat bahwa perkembangan arsitektur kolonial di Indonesia diawali oleh bangsa

Eropa yang pertama kali datang ke Indonesia yakni Portugis, yang kemudian diikuti oleh Spanyol,

Inggris dan Belanda. Pada awalnya kedatangan mereka dengan maksud berdagang. Kehadiran

bangsa Portugis, Spanyol, Inggris, dan Belanda memiliki warna tersendiri dalam kerangka sejarah

Indonesia sampai awal abad ke–20. Pada awalnya terjadi hubungan yang bersifat setara antara

kerajaan dan masyarakat bangsa Barat. Namun secara perlahan muncul ketimpangan hubungan,

satu persatu sumber ekonomi dan kekuasaan politik wilayah yang sebelumnya dikuasai oleh

penguasa dan penduduk lokal, jatuh ke tangan Barat, terutama Belanda (Hidayat, 2013).

Sejarah perkembangan bangsa Indonesia terdapat suatu periode yang disebut dengan

periode kolonial. Periode ini sebenarnya mengacu pada kurun waktu sejak kehadiran bangsa Eropa

di Indonesia dan diakhiri dengan berakhirnya pendudukan Jepang di Indonesia. Bangunan-

bangunan yang didirikan dalam kurun waktu tersebut secara umum disebut bangunan kolonial, di

dalamnya termasuk rumah tinggal, kantor, bangunan pertahanan, bangunan peribadatan dan

monumen (Abrianto, 2011).

Salah satu contoh bangunan arsitektur kolonial yang ada di Indonesia adalah Gedung

“Istana Merdeka”. Istana Merdeka mulai dibangun pada tahun 1873 pada masa pemerintahan

Gubernur Jendral Louden dan selesai pada tahun 1879 pada masa pemerintahan Gubernur Jendral

Johan Willem van Landsbarge. Bangunan ini berdiri di atas tanah seluas 2.400 meter persegi, oleh

arsitek Drossares.

1.2. Rumusan Masalah

Menganalisa bangunan Arsitektur Kolonial “ISTANA MERDEKA”

1.3. Tujuan dan Sasaran

1.3.1. Tujuan

Untuk mengetahui bangunan Arsitektur Kolonial “ISTANA MERDEKA”

Page 2: MKP Kolonial

ISTANA MERDEKA June 21, 2014

A R S I T E K T U R K O T A D A N K O L O N I A L

2

1.3.2. Sasaran

Adapun sasaran penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :

1.3.2.1. Untuk menambah pengetahuan tentang bangunan kolonial yang ada di

Indonesia.

1.3.2.2. Mengetahui sejarah Arsitektur Kolonial di Indonesia

1.3.2.3. Mengetahui ciri-ciri Arsitektur Kolonial di Indonesia

1.3.2.4. Mengetahui elemen-elemen pada bangunan Arsitektur Kolonial

1.4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data meliputi :

Literatur berupa bahan tulisan dari berbagai buku-buku serta artiket-artikel dari media internet

yang berhubungan dengan aspek-aspek dari Gedung “Istana Merdeka”.

1.5. Sistematika Penulisan

Penulisan ini terdiri dari 3 sub bab yaitu :

BAB IPendahuluan

Mengungkapkan latar belakang, rumusan permasalahan, tujuan dan sasaran , teknik

pengumpulan data dan sistematika penulisan.

BAB IIPembahasan

Menjelaskan teori-teori arsitektur kolonial, mengidentifikasi bangunan kolonial Gedung “Istana

Merdeka”, serta menganalisa teori.

BAB III Kesimpulan

Kesimpulan : Berisi tentang hal-hal pokok dari penyusunan makalah diatas.

Saran : Berisi anjuran-anjuran penulisan dalam makalah.

Page 3: MKP Kolonial

ISTANA MERDEKA June 21, 2014

A R S I T E K T U R K O T A D A N K O L O N I A L

3

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Sejarah dan Ciri – Ciri Arsitektur Kolonial di Indonesia

2.1.1. Sejarah Arsitektur Kolonial di Indonesia

Kolonialisme di Indonesia dan bangsa Belanda dimulai ketika ekspedisi Cornelis de Houtman

berlabuh di pantai utara Jawa guna mencari rempah-rempah. Pada perkembangan selanjutnya

terjadi hubungan dagang antara bangsa Indonesia dengan orang-orang Belanda. Hubungan

perdagangan tersebut lambat laun berubah drastis menjadi hubungan antara penjajah dan terjajah,

terutama setelah didirikannya VOC. Penjajahan Belanda berlangsung sampai tahun 1942, meskipun

sempat diselingi oleh Inggris selama lima tahun yaitu antara 1811-1816. Selama kurang lebih 350

tahun bangsa Belanda telah memberi pengaruh yang cukup besar terhadap kebudayaan Indonesia.

Kolonialisme Belanda di Indonesia depat dibagi menjadi beberapa tahapan yaitu :

1. Fase antara 1602-1800 : yaitu fase ketika Belanda dengan VOC menggalakkan handels

kapitalisme.

2. Fase antara 1800-1850 : fase ini diselingi oleh penjajahan Inggris, pada masa ini

Belanda menciptakan dan melaksanakan cultuurstelsel.

3. Fase antara 1850-1870 ; cultuurstelsel dihapus diganti oleh politik liberal kolonial.

4. Fase setelah 1900 : makin bertambah perusahaan asing yang ada di Indonesia akibat

politik open door negeri Belanda.

Selain melakukan imperialisme di bidang ekonomi Belanda juga melakukan imperialisme di

bidang kebudayaan. Hal ini terbukti dengan adanya politik etis Van Deventer. Van Deventer dalam

Tweede Kamer 1912 menyatakan bahwa Humanisme Barat (maksudnya politik etisnya) telah

memberi keuntungan besar, ialah dapat memungkinkan adanya asosiasi kebudayaan antar timur

dan barat. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa dalam politik etis Van Deventer terutama

program edukasinya merupakan pelaksaanan dari politik asosiasi. Politik asosiasi berarti bangsa

penjajah berupaya menghilangkan jurang pemisah antara penjajah dengan bangsa terjajah dengan

melenyapkan kebudayaan bangsa terjajah diganti dengan kebudayan penjajah. Politik asosiasi

memungkinkan Belanda untuk memasukkan nilai-nilai kolonialismenya pada kebudayaan Indonesia,

baik yang bersifat rohani, maupun yang terkait dengan produk fisik kebudayaan.

Page 4: MKP Kolonial

ISTANA MERDEKA June 21, 2014

A R S I T E K T U R K O T A D A N K O L O N I A L

4

Prawidyarto (2004), mengunkapkan kolonialisme Belanda memiliki ciri-ciri poko sebagai berikut:

1. Membeda-bedakan warna kulit (color line).

2. Menjadikan tempat jajahan sebagai tempat untuk memenuhi kebutuhan ekonomi negara

induk.

3. Perbaikan sosial sedikit.

4. Jarak sosial yang jauh antara bangsa terjajah dengan penjajah.

Pada masa penjajahan Belanda, Indonesia mengalami pengaruh Occidental (Barat) dalam

berbagai segi kehidupan termasuk dalam tata kota dan bangunan. Para pengelola kota dan arsitek

Belanda banyak menerapkan konsep lokal atau tradisional dalam perencanaan dan pengembangan

kota, permukiman dan bangunan-bangunan, Wardani (2009).

Wardani (2009). Adanya pencampuran budaya, membuat arsitektur kolonial di Indonesia

menjadi fenomena budaya yang unik. Arsitektur kolonial di berbagai tempat di Indonesia apabila

diteliti lebih jauh, mempunyai perbedaan-perbedaan dan ciri tersendiri antara tempat yang satu

dengan yang lain.

Arsitektur kolonial lebih banyak mengadopsi gaya neo-klasik, yakni gaya yang berorientasi

pada gaya arsitektur klasik Yunani dan Romawi. Ciri menonjol terletak pada bentuk dasar bangunan

dengan trap-trap tangga naik (cripedoma). Kolom-kolom dorik, ionik dan corinthian dengan berbagai

bentuk ornamen pada kapitalnya. Bentuk pedimen, yakni bentuk segi tiga berisi relife mitos Yunani

atau Romawi di atas deretan kolom. Bentuk-bentuk tympanum (konstruksi dinding berbentuk segi

tiga atau setengah lingkaran) diletakkan di atas pintu dan jendela berfungsi sebagai hiasan.

Arsitektur kolonial merupakan arsitektur yang memadukan antara budaya Barat dan Timur.

Arsitektur ini hadir melalui karya arsitek Belanda dan diperuntukkan bagi bangsa Belanda yang

tinggal di Indonesia, pada masa sebelum kemerdekaan. Arsitektur yang hadir pada awal masa

setelah kemerdekaan sedikit banyak dipengaruhi oleh arsitektur kolonial disamping itu juga adanya

pengaruh dari keinginan para arsitek untuk berbeda dari arsitektur kolonial yang sudah ada. Safeyah

( 2006).

Arsitektur klonial Belanda adalah gaya desain yang cukup popular di Netherland tahun

1624-1820. Ciri-cirinya yakni :

1) facade simetris,

2) material dari batu bata atau kayu tanpa pelapis,

3) entrance mempunyai dua daun pintu,

4) pintu masuk terletak di samping bangunan,

5) denah simetris,

6) jendela besar berbingkai kayu,

7) terdapat dormer (bukaan pada atap)Wardani, (2009).

Page 5: MKP Kolonial

ISTANA MERDEKA June 21, 2014

A R S I T E K T U R K O T A D A N K O L O N I A L

5

Arsitektur kolonial adalah arsitektur cangkokan dari negeri induknya Eropa kedaerah

jajahannya, Arsitektur kolonial Belanda adalah arsitektur Belanda yang dikembangkan di Indonesia,

selama Indonesia masih dalam kekuasaan Belanda sekitar awal abad 17 sampai tahun 1942

(Soekiman,2011).

Eko Budihardjo (1919), menjelaskan arsitektur kolonial Belanda adalah bangunan

peninggalan pemerintah kolonial Belanda seperti benteng Vastenburg, Bank Indonesia di Surakarta dan

masih banyak lagi termasuk bangunan yang adadi Karaton Surakarta dan Puri Mangkunegaran.

Kartono (2004) mengatakan bahwa sistem budaya, sistem sosial, dan sistem teknologi

dapat mempengaruhi wujud arsitektur. Perubahan wujud arsitektur dipengaruhi oleh banyak aspek,

akan tetapi perubahan salah satu aspek saja dalam kehidupan masyarakat dapat mempengaruhi

wujud arsitektur.

Arsitektur kolonial Belanda merupakan bangunan peninggalan pemerintah Belada dan bagian

kebudayaan bangsa Indonesia yang merupakan aset besar dalam perjalanan sejarah bangsa.

(Gambar 1.1) Gedung Kweek School voor Inlander Ambtenar

Eks Gedung Kweek School voor Inlander Ambtenar, salah satu bangunan tua di Kota

Magelang yang bergaya Indisch. Di bangun pada awal tahun 1900-an. Karakteristik Arsitektur

Kolonial Belanda dalam hal ini dapat dilihat dari segi periodisasi perkembangan arsitekturnya

maupun dapat pula ditinjau dari berbagai elemen ornamen yang digunakan bangunan kolonial

tersebut.

Page 6: MKP Kolonial

ISTANA MERDEKA June 21, 2014

A R S I T E K T U R K O T A D A N K O L O N I A L

6

2.1.1.1. Aspek Arsitektur Kolonial Belanda

Widyati (2004) mengklasifikasikan arsitektur bangunan bersejarah yang tidak

akan terlepas dari fungsi, material dan style atau gaya. Hal ini diperkuat oleh teori

Barry dalam Widayati (2004) yang menekankan pada empat komponen utama yang

perlu analisis atau diteliti studi terhadap fasade bangunan yaitu: pattern, alligment,

size dan shape dalam melakukan klasifikasi arsitektur bersejarah.

Dalam bahasan selanjutnya komponen yang dapat digunakan untuk

membandingkan arsitektur bangunan kolonial Belanda di Makassar dengan dasar-

dasar teori yang ada, dengan mengambil pendapat beberapa pakar, atau arsitektur

kolonial Belanda dapat diperoleh melalui studi pustaka.

a. Periodesasi

Handinoto (1996) membagi periodisasi perkembangan arsitektur kolonial

Belanda di Indonesia dari abad ke 16 sampai tahun 1940-an menjadi empat bagian,

yaitu:

Abad 16 sampai tahun 1800-an

Pada waktu ini Indonesia masih disebut sebagai Nederland Indische (Hindia

Belanda) di bawah kekuasaan perusahaan dagang Belanda yang bernama VOC

(Vereenigde Oost Indische Compagnie). Selama periode ini arsitektur kolonial

Belanda kehilangan orientasinya pada bangunan tradisional di Belanda serta tidak

mempunyai suatu orientasi bentuk yang jelas. Yang lebih buruk lagi, bangunan -

bangunan tersebut tidak diusahakan untuk beradaptasi dengan iklim dan lingkungan

setempat.

Tahun 1800-an sampai tahun 1902

Ketika itu, pemerintah Belanda mengambil alih Hindia Belanda dari

perusahaan dagang VOC. Setelah pemerintahan Inggris yang singkat pada tahun

1811-1815. Hindia Belanda kemudian sepenuhnya dikuasai oleh Belanda.

Indonesia waktu itu diperintah dengan tujuan untuk memperkuat kedudukan

ekonomi negeri Belanda. Oleh sebab itu, Belanda pada abad ke-19 harus

memperkuat statusnya sebagai kaum kolonialis dengan membangun gedung-

gedung yang berkesan grandeur (megah). Bangunan gedung dengan gaya megah

Page 7: MKP Kolonial

ISTANA MERDEKA June 21, 2014

A R S I T E K T U R K O T A D A N K O L O N I A L

7

ini dipinjam dari gaya arsitektur neo-klasik yang sebenarnya berlainan dengan gaya

arsitektur nasional Belanda waktu itu.

Tahun 1902-1920-an

Antara tahun 1902 kaum liberal di negeri Belanda mendesak apa yang

dinamakan politik etis untuk diterapkan di tanah jajahan. Sejak itu, pemukiman

orang Belanda tumbuh dengan cepat. Dengan adanya suasana tersebut, maka

“indische architectuur” menjadi terdesak dan hilang. Sebagai gantinya, muncul

standar arsitektur yang berorientasi ke Belanda. Pada 20 tahun pertama inilah

terlihat gaya arsitektur modern yang berorientasi ke negeri Belanda.

Tahun 1920 sampai tahun 1940-an

Pada tahun ini muncul gerakan pembaruan dalam arsitektur, baik nasional

maupun internasional di Belanda yang kemudian memengaruhi arsitektur kolonial di

Indonesia. Hanya saja arsitektur baru tersebut kadang-kadang diikuti secara

langsung, tetapi kadang-kadang juga muncul gaya yang disebut sebagai ekletisisme

(gaya campuran). Pada masa tersebut muncul arsitek Belanda yang memandang

perlu untuk memberi ciri khas pada arsitektur Hindia Belanda. Mereka ini

menggunakan kebudayaan arsitektur tradisional Indonesia sebagai sumber

pengembangannya.

Hampir serupa dengan Helen Jessup, Handinoto (1996: 130-131) membagi

periodisasi arsitektur kolonial di Surabaya ke dalam tiga periode, yaitu:

1) perkembangan arsitektur antara tahun 1870-1900;

2) perkembangan arsitektur sesudah tahun 1900; dan

3) perkembangan arsitektur setelah tahun 1920.

Perkembangan arsitektur kolonial Belanda tersebut dapat dijelaskan sebagai

berikut:

Page 8: MKP Kolonial

ISTANA MERDEKA June 21, 2014

A R S I T E K T U R K O T A D A N K O L O N I A L

8

Perkembangan Arsitektur Antara Tahun 1870-1900

Akibat kehidupan di Jawa yang berbeda dengan cara hidup masyarakat Belanda di

negeri Belanda maka di Hindia Belanda (Indonesia) kemudian terbentuk gaya arsitektur

tersendiri. Gaya tersebut sebenarnya dipelopori oleh Gubernur Jenderal HW. Daendels

yang datang ke Hindia Belanda (1808-1811). Daendels adalah seorang mantan jenderal

angkatan darat Napoleon, sehingga gaya arsitektur yang didirikan Daendels memiliki ciri

khas gaya Perancis, terlepas dari kebudayaan induknya, yakni Belanda.

(Gambar 1.2) Wisma Diponegoro di Poncol dengan gaya bangunan The Empire Style

Gaya arsitektur Hindia Belanda abad ke-19 yang dipopulerkan Daendels tersebut

kemudian dikenal dengan sebutan The Empire Style. Gaya ini oleh Handinoto juga dapat

disebut sebagai The Dutch Colonial. Gaya arsitektur The Empire Style adalah suatu gaya

arsitektur neo-klasik yang melanda Eropa (terutama Prancis, bukan Belanda) yang

diterjemahkan secara bebas. Hasilnya berbentuk gaya Hindia Belanda (Indonesia) yang

bergaya kolonial, yang disesuaikan dengan lingkungan lokal dengan iklim dan tersedianya

material pada waktu itu (Akihary dalam Handinoto, 1996: 132). Ciri-cirinya antara lain:

denah yang simetris, satu lantai dan ditutup dengan atap perisai. Karakteristik lain dari

gaya ini diantaranya: terbuka, terdapat pilar di serambi depan dan belakang, terdapat

serambi tengah yang menuju ke ruang tidur dan kamar-kamar lain. Ciri khas dari gaya

arsitektur ini yaitu adanya barisan pilar atau kolom (bergaya Yunani) yang menjulang ke

Page 9: MKP Kolonial

ISTANA MERDEKA June 21, 2014

A R S I T E K T U R K O T A D A N K O L O N I A L

9

atas serta terdapat gevel dan mahkota di atas serambi depan dan belakang. Serambi

belakang seringkali digunakan sebagai ruang makan dan pada bagian belakangnya

dihubungkan dengan daerah servis (Handinoto, 1996: 132-133).

(Gambar 1.3) Gedung Karesidenan Kedu

Eks Gedung Karesidenan Kedu yang bergaya The Empire Style dengan pilar/kolom

penyangga atap dan halaman depan yang luas dengan taman yang indah. Di bangun pada

pertengahan tahun 1800-an

Perkembangan Arsitektur Sesudah Tahun 1900

Handinoto (1996: 163) menyebutkan bahwa, bentuk arsitektur kolonial Belanda di

Indonesia sesudah tahun 1900 merupakan bentuk yang spesifik. Bentuk tersebut

merupakan hasil kompromi dari arsitektur modern yang berkembang di Belanda pada

waktu yang bersamaan dengan penyesuaian iklim tropis basah Indonesia. Ada juga

beberapa bangunan arsitektur kolonial Belanda yang mengambil elemen-elemen

tradisional setempat yang kemudian diterapkan ke dalam bentuk arsitekturnya. Hasil

keseluruhan dari arsitektur kolonial Belanda di Indonesia tersebut adalah suatu bentuk

khas yang berlainan dengan arsitektur modern yang ada di Belanda sendiri.

Page 10: MKP Kolonial

ISTANA MERDEKA June 21, 2014

A R S I T E K T U R K O T A D A N K O L O N I A L

10

Handinoto (1996: 151-163) juga menguraikan bahwa, kebangkitan arsitektur Belanda

sebenarnya dimulai dari seorang arsitek Neo-Gothik, PJH. Cuypers (1827-1921) yang

kemudian disusul oleh para arsitek dari aliran Niuwe Kunst (Art Nouveau gaya

Belanda)HP. Berlage (185-1934) dan rekan-rekannya seperti Willem Kromhout (1864-

1940), KPC. De Bazel (1869-1928), JLM. Lauweriks (1864-1932), dan Edward Cuypers

(1859-1927). Gerakan Nieuw Kunst yang dirintis oleh Berlage di Belanda ini kemudian

melahirkan dua aliran arsitektur modern yaitu The Amsterdam School serta aliran De Stijl.

Adapun penjelasan mengenai arsitektur Art Nouveau, The Amsterdam School dan De Stijl

dapat dijabarkan sebagai berikut:

(Gambar 1.4)Gereja Protestan GPIB di utara Aloon-aloon Magelang

a. Art Nouveau

Art Nouveau adalah gerakan internasional dan gaya seni arsitektur dan

diterapkan terutama pada seni-seni dekoratif yang memuncak pada popularitas di

pergantian abad 20 (1890-1905). Nama Art Nouveau adalah bahasa Perancis untuk

„seni baru‟. Gaya ini ditandai dengan bentuk organik, khususnya yang diilhami motif-

motif bunga dan tanaman lain, dan juga sangat bergaya bentuk-bentuk lengkung

yang mengalir. Gaya Art Nouveau dan pendekatannya telah diterapkan dalam hal

arsitektur, melukis, furnitur, gelas, desain grafis, perhiasan, tembikar, logam, dan

Page 11: MKP Kolonial

ISTANA MERDEKA June 21, 2014

A R S I T E K T U R K O T A D A N K O L O N I A L

11

tekstil dan patung. Hal ini sejalan dengan filosofi Art Nouveau bahwa seni harus

menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari

(Gambar 1.5) Gedung Bundar di Jaranan Magelang, bergaya Art Nouveau

b. The Amsterdam School

Arsitektur Amsterdam School, yang pada awalnya berkembang disekitar

Amsterdam, berakar pada sebuah aliran yang dinamakan sebagai Nieuwe Kunst di

Belanda. Nieuwe Kunst adalah versi Belanda dari aliran “Art Nouveau” yang masuk

ke Belanda pada peralihan abad 19 ke 20, (1892-1904). Agak berbeda dengan „Art

Nouveau„, didalam dunia desain “Nieuwe Kunst” yang berkembang di Belanda,

berpegang pada dua hal yang pokok, pertama adalah „orisinalitas‟ dan kedua

adalah „spritualitas‟, disamping rasionalitas yang membantu dalam validitas

universal dari bentuk yang diciptakan (de Wit dalam Handinoto, e-journal ilmiah

Petra Surabaya).

Aliran Amsterdam Shool menafsirkan „orisinalitas‟ ini sebagai sesuatu yang

harus dimiliki oleh setiap perancang, sehingga setiap desain yang dihasilkan, harus

merupakan ekspresi pribadi perancangnya. Sedangkan „spritualitas‟ ditafsirkan

sebagai metode penciptaan yang didasarkan atas penalaran yang bisa

menghasilkan karya-karya seni (termasuk arsitektur), dengan memakai bahan dasar

Page 12: MKP Kolonial

ISTANA MERDEKA June 21, 2014

A R S I T E K T U R K O T A D A N K O L O N I A L

12

yang berasal dari alam (bata, kayu, batu alam, tanah liat, dsb.nya). Bahan-bahan

alam tersebut dipasang dengan ketrampilan tangan yang tinggi sehingga

memungkinkan dibuatnya bermacam-macam ornamentasi yang indah. Tapi

semuanya ini harus tetap memperhatikan fungsi utamanya.

Pada tahun 1915, „Nieuwe Kunst‟ ini kemudian terpecah menjadi dua aliran.

Pertama yaitu aliran Amsterdam School dan yang kedua adalah De Stijl. Meskipun

berasal dari sumber yang sama dan mempunyai panutan yang sama (H.P.

Berlage), tapi ternyata kedua aliran arsitektur ini mempunyai perbedaan. Perbedaan

tersebut dapat dijelaskan bahwa Amsterdam School tidak pernah menerima mesin

sebagai alat penggandaan hasil karya-karyanya. Hal ini berbeda dengan De Stijl,

yang menganggap hasil karya dengan gaya tersebut sebagai nilai estetika publik

atau estetika universal, dan bisa menerima mesin sebagai alat pengganda karya-

karyanya.

Pengertian lain mengenai Amsterdam School (Belanda: Amsterdamse

School) adalah gaya arsitektur yang muncul dari 1910 sampai sekitar 1930 di

Belanda. Gaya ini ditandai oleh konstruksi batu bata dan batu dengan penampilan

bulat atau organik, massa relatif tradisional, dan integrasi dari skema yang rumit

pada elemen bangunan luar dan dalam: batu dekoratif, seni kaca, besi tempa,

menara atau “tangga” jendela (dengan horizontal bar), dan diintegrasikan dengan

sculpture arsitektural. Tujuannya adalah untuk menciptakan pengalaman total

arsitektur, interior dan eksterior. (sumber:

Di samping karakteristik diatas, ciri-ciri lain dari aliran Amsterdam School oleh

Handinoto (dalam e-journal ilmiah Petra Surabaya), antara lain :

Bagi Amsterdam School, karya orisinalitas merupakan sesuatu yang harus

dimiliki oleh setiap perancang, sehingga setiap desain yang dihasilkan,

harus merupakan ekspresi pribadi perancangnya. Nilai estetika dari karya-

karya aliran Amsterdam School bukan bersifat publik atau estetika

universal. Itulah sebabnya Amsterdam School tidak pernah menerima

mesin sebagai alat penggandaan hasil karyanya.

Bagi Amsterdam School mengekspresikan ide dari suatu gagasan lebih

penting dibanding suatu studi rasional atas kebutuhan perumahan ke arah

pengembangan baru dari jenis denah lantai dasar suatu bangunan.

Page 13: MKP Kolonial

ISTANA MERDEKA June 21, 2014

A R S I T E K T U R K O T A D A N K O L O N I A L

13

Arsitek dan desainer dari aliran Amsterdam School melihat bangunan

sebagai “total work of art”, mereka melihat bahwa desain interior harus

mendapat perhatian yang sama sebagai gagasan yang terpadu dalam

arsitektur itu sendiri, dan hal tersebut sama sekali bukan merupakan hasil

kerja atau produk mekanis. Pada saat yang sama, mereka berusaha untuk

memadukan tampak luar dan bagian dalam (interior) bangunan menjadi

suatu kesatuan yang utuh.

Bangunan dari aliran Amsterdam School biasanya dibuat dari susunan bata

yang dikerjakan dengan keahlian tangan yang tinggi dan bentuknya sangat

plastis; ornamen skulptural dan diferensiasi warna dari bahan-bahan asli

(bata, batu alam, kayu) memainkan peran penting dalam desainnya.

Walaupun arsitek aliran Amsterdam School sering bekerja sama dengan

pemahat dan ahli kerajinan tangan lainnya, mereka menganggap arsitektur

sebagai unsur yang paling utama dan oleh karenanya harus sanggup

mendikte semua seni yang lain.

c. Gaya Arsitektur De Stijl

Gaya De Stijl dikenal sebagai neoplasticism, adalah gerakan artistik

Belanda yang didirikan pada 1917. Dalam hal ini, neoplasticism sendiri dapat

diartikan sebagai seni plastik baru. Pendukung De Stijl berusaha untuk

mengekspresikan utopia baru ideal dari keharmonisan spiritual dan ketertiban.

Mereka menganjurkan abstraksi murni dan universalitas dengan pengurangan

sampai ke inti bentuk dan warna; mereka menyederhanakan komposisi visual ke

arah vertikal dan horisontal, dan hanya digunakan warna-warna primer bersamaan

dengan warna hitam dan putih.

Secara umum, De Stijl mengusulkan kesederhanaan dan abstraksi pokok,

baik dalam arsitektur dan lukisan dengan hanya menggunakan garis lurus horisontal

dan vertikal dan bentuk-bentuk persegi panjang. Selanjutnya, dari segi warna

adalah terbatas pada warna utama, merah, kuning, dan biru, dan tiga nilai utama,

hitam, putih, dan abu-abu. Gaya ini menghindari keseimbangan simetri dan

mencapai keseimbangan estetis dengan menggunakan oposisi.

Page 14: MKP Kolonial

ISTANA MERDEKA June 21, 2014

A R S I T E K T U R K O T A D A N K O L O N I A L

14

Perkembangan Arsitektur Setelah Tahun 1920

Akihary (dalam Handinoto, 1996: 237-238) menggunakan istilah gaya

bangunan sesudah tahun 1920-an dengan nama Niuwe Bouwen yang merupakan

penganut dari aliran International Style. Seperti halnya arsitektur barat lain yang

diimpor, maka penerapannya disini selalu disesuaikan dengan iklim serta tingkat

teknologi setempat. Wujud umum dari dari penampilan arsitektur Niuwe Bouwen ini

menurut formalnya berwarna putih, atap datar, menggunakan gevel horizontal dan

volume bangunan yang berbentuk kubus

Gaya ini (Niuwe Bouwen/ New Building) adalah sebuah istilah untuk

beberapa arsitektur internasional dan perencanaan inovasi radikal dari periode 1915

hingga sekitar tahun 1960. Gaya ini dianggap sebagai pelopor dari International

Style. Istilah “Nieuwe Bouwen” ini diciptakan pada tahun dua puluhan dan

digunakan untuk arsitektur modern pada periode ini di Jerman, Belanda dan

Perancis. Arsitek Nieuwe Bouwen nasional dan regional menolak tradisi dan pamer

dan penampilan. Dia ingin yang baru, bersih, berdasarkan bahasa desain

sederhana, dan tanpa hiasan. Karakteristik Nieuwe Bouwen meliputi:

a. Transparansi, ruang, cahaya dan udara. Hal ini dicapai melalui

penggunaan bahan-bahan modern dan metode konstruksi.

b. Simetris dan pengulangan yaitu keseimbangan antara bagian-bagian

yang tidak setara.

c. Penggunaan warna bukan sebagai hiasan namun sebagai sarana

ekspresi.

Page 15: MKP Kolonial

ISTANA MERDEKA June 21, 2014

A R S I T E K T U R K O T A D A N K O L O N I A L

15

(Gambar 1.6) Menara Air Minum di bangun pada tahun 1920

2.2.1.1. Berbagai Elemen Bangunan Arsitektur Kolonial Belanda di Indonesia

Elemen-elemen bangunan bercorak Belanda yang banyak digunakan dalam

arsitektur kolonial Hindia Belanda (Handinoto, 1996:165-178) antara lain:

a) gevel(gable) pada tampak depan bangunan;

b) tower;

c) dormer;

d) windwijzer (penunjuk angin);

e) nok acroterie (hiasan puncak atap);

f) geveltoppen (hiasan kemuncak atap depan);

g) ragam hias pada tubuh bangunan; dan

h) balustrade.

Page 16: MKP Kolonial

ISTANA MERDEKA June 21, 2014

A R S I T E K T U R K O T A D A N K O L O N I A L

16

(Gambar 1.7) Toko Roti dan Kue “Bhi Sing Ho” di Jalan Poncol Magelang dengan parapet di dinding

depannya.

2.2.2. Ciri – Ciri Arsitektur Kolonial di Indonesia

Pada bangunan colonial Belanda terdapat karakter yang mempengaruhi tampilan fasade,karakter

tersebut dapat dilihat dari beberapa elemen-elemen yang biasa digunakan sebagai pendukung

fasade (Handinoto 1996 : 165-177), antara lain :

2.2.2.1. Gable/Gavel

Terletak pada bagian depan atau tampak bangunan, memiliki bentuk segitiga

atau yangmengikuti bentuk dari atap bangunan itu sendiri.

(Gambar 1.8) Gable pada bangunan kolonial

Page 17: MKP Kolonial

ISTANA MERDEKA June 21, 2014

A R S I T E K T U R K O T A D A N K O L O N I A L

17

2.2.2.2. Tower/Menara

Memiliki bentuk yang sangat beragam, mulai dari bentuk kotak segi empat, segi

enam,bulat, hingga bentuk-bentuk geometris lainnya, dan beberapa di antara

memadukanyadenga gevel/depan. Tower/Menara biasanya berfungsi sebagai

penanda pintu masuk bagiandepan bangunan.

(Gambar 1.9) Menara pada gereja

2.2.2.3. Nok Acroteire/Hiasan Puncak Atap

Langit-langitnya tinggi, Hiasan puncak atap biasanya digunakan pada rumah-

rumah para petani di Belanda.Pada awalnya di Negara Belanda hiasan puncak

atap menggunakan alang-alang, namun didaerah Hindia Belanda hiasan ini

dibuat menggunakan semen.

(Gambar 1.10) Contoh penggunaan Nok Acroteire

Page 18: MKP Kolonial

ISTANA MERDEKA June 21, 2014

A R S I T E K T U R K O T A D A N K O L O N I A L

18

2.2.2.4. Dormer/Cerobong Asap Semu

Memiliki fungsi untuk penghawaan dan pencahayaan pada bangunan. Memiliki

bentukyang menjulang tinggi keatas, dormer di Negara aslinya, Belanda,

biasanya digunakansebagai ruang atau cerobong asap perapian.

(Gambar 1.11) Berbagai bentuk dormer

2.2.2.5. Windwijer/Penunjuk Angin

Berfungsi sebagai penunjuk arah angin, biasanya diletakan di atas nok dan

dapat berputarmengikuti arah angin.

(Gambar 1.12) Macam-macam windwijer

2.2.2.6. Geveltoppen (Hiasan kemuncak atap depan); - Voorschot, berbentuk segitiga

dan terletak di bagian depan rumah. Biasanya dihias dengan papan kayu yang

dipasang vertikal, dan memiliki makna simbolik; -Oelebord/oelenbret, berupa

papan kayu berukir, digambarkan sebagai dua angsa yang bertolak belakang

yang bermakna pembawa sinar terang atau pemilik wilayah.

Page 19: MKP Kolonial

ISTANA MERDEKA June 21, 2014

A R S I T E K T U R K O T A D A N K O L O N I A L

19

(Gambar 1.13) Macam-macamGeveltoppen

2.2.2.7. Ragam hias pada tubuh bangunan, biasanya berupa:- Hiasan/ornamen ikal sulur

tumbuhan yang berujung tanduk kambing; - Hiasan pada lubang angin diatas

pintu dan jendela; dan – Kolom, ada tiga jenis kolom yang terkenal pada

bangunan kolonial, yaitu kolom doric, ionic, dan cornithian. Kolom-kolom ini

banyak ditemukan pada bangunan kolonial klasik dengan gaya Yunani atau

Romawi. Kolom biasanya diekspose sedemikian rupa, terutama pada bagian

serambi bangunan kolonial.

(Gambar 1.14) Doric, Cornithian, Ionic

Page 20: MKP Kolonial

ISTANA MERDEKA June 21, 2014

A R S I T E K T U R K O T A D A N K O L O N I A L

20

2.2.2.8. Tembok tebal

(Gambar 1.15) Contoh penggunaan tembok tebal

2.2.2.9. Beranda depan dan belakang sangat luas dan terbuka

(Gambar 1.16) Beranda yang luas

Page 21: MKP Kolonial

ISTANA MERDEKA June 21, 2014

A R S I T E K T U R K O T A D A N K O L O N I A L

21

2.2.2.10. Diujung beranda terdapat barisan pilar atau kolom bergaya Yunani

(Gambar 1.17) Barisan pilar atau kolom bergaya Yunani

2.2.2.11. Pilar menjulang keatas sebagai pendukung atap

(Gambar 1.18) Pilar sebagai pendukung atap

Page 22: MKP Kolonial

ISTANA MERDEKA June 21, 2014

A R S I T E K T U R K O T A D A N K O L O N I A L

22

2.2.2.12. bangunan Didominasi warna putih

(Gambar 1.19) Warna putih yang lebih dominan pada bangunan

2.2.2.13. Model denah dan fasad yang simetris

(Gambar 1.20) Contoh model denah bangunan kolonial

Page 23: MKP Kolonial

ISTANA MERDEKA June 21, 2014

A R S I T E K T U R K O T A D A N K O L O N I A L

23

2.2.2.14. Model jendela yang lebar dan berbentuk kupu tarung (dengan dua daun jendela),

dan tanpa overstek (sosoran).

(Gambar 1.21) Model jendela lebar dan tanpa overstek

2.2.2.15. Penggunaan skala bangunan yang tinggi sehingga berkesan megah.

(Gambar 1.22) Skala Bangunan Kolonial

Page 24: MKP Kolonial

ISTANA MERDEKA June 21, 2014

A R S I T E K T U R K O T A D A N K O L O N I A L

24

2.2. Sejarah dan Ciri – Ciri ISTANA MERDEKA

2.2.1. Sejarah Istana Merdeka

Istana Merdeka mulai dibangun pada tahun 1873 pada masa pemerintahan Gubernur

Jendral Louden dan selesai pada tahun 1879 pada masa pemerintahan Gubernur Jendral Johan

Willem van Landsbarge. Bangunan ini berdiri di atas tanah seluas 2.400 meter persegi, oleh

arsitek Drossares. Istana Negara juga dikenal dengan nama Istana Gambir.

Pada masa awal pemerintahan Republik Indonesia, istana ini menjadi saksi sejarah

dilakukannya penandatanganan naskah pengakuan kedaulatan Republik Indonesia Serikat oleh

Pemerintah Belanda pada tanggal 27 Desember 1949. Republik Indonesia Serikat diwakili oleh

Sri Sultan Hamengkubuwono IX, sedangkan Kerajaan Belanda diwakili oleh A.H.J Lovink, Wakil

Tinggi Mahkota di Indonesia.

Setelah penandatanganan naskah kedaulatan Republik Indonesia Serikat, bendera merah

putih dikibarkan menggantikan bendera Belanda, bersamaan dengan dinyanyikannya lagu

Indonesia Raya dan pekik merdeka oleh bangsa Indonesia. Sejak saat itu nama Istana Gambir

diganti menjadi Istana Merdeka. Istana yang diarsiteki Drossaers ini pada awal masa

pemerintahan Republik Indonesia sempat menjadi saksi sejarah penandatanganan naskah

pengakuan kedaulatan Republik Indonesia Serikat (RIS) oleh Pemerintah Belanda pada 27

Desember 1949.

(Gambar 1.23) Istana Gambir (Istana Merdeka)Tahun 1880-an

Page 25: MKP Kolonial

ISTANA MERDEKA June 21, 2014

A R S I T E K T U R K O T A D A N K O L O N I A L

25

Istana Merdeka yang juga menjadi tempat kediaman resmi Presiden Republik Indonesia ini,

terdiri dari serambi depan yang biasa digunakan untuk panggung kehormatan pada upacara

Peringatan Detik - Detik Proklamasi setiap tanggal 17 Agustus. Di sini juga Presiden menyambut

tamu negara yang sebelumnya diterima dengan upacara militer di halaman depan.

(Gambar 1.24). Istana Merdeka Tampak Depan

Ruangan selanjutnya yang berada di bagian paling depan adalah Ruang Kredensial. Di

tempat ini Presiden menerima surat - surat kepercayaan duta besar negara sahabat yang akan

bertugas di Indonesia. Ruang ini juga berfungsi sebagai tempat penandatanganan naskah

kerjasama antara Pemerintah Indonesia dan negara lain, yang disaksikan oleh Presiden dan

Kepala Negara / Pemerintah yang bersangkutan.

Juga malam hari setiap tanggal 17 Agustus, di ruangan ini diadakan Resepsi Kenegaraan,

dimana Presiden dan Wakil Presiden menerima ucapan selamat dari para kepala perwakilan

negara negara asing.

Selain itu ada ruangan yang dinamai Ruang Jepara karena perabotan yang mengisi

ruangan ini didominasi gaya ukiran Jepara. Juga ada Ruang Raden Saleh yang terletak

berhadapan dengan Ruang Jepara. Dinamai Ruang Raden Saleh karena pada dinding ruangan

ini tergantung lima buah lukisan karya Raden Saleh Syarief Boestaman.

Page 26: MKP Kolonial

ISTANA MERDEKA June 21, 2014

A R S I T E K T U R K O T A D A N K O L O N I A L

26

Ruangan yang terbesar adalahRuang Resepsi, dimana terdapat dua buah lukisan karya

Basoeki Abdoellah. Di dinding sebelah timur dipasang lukisan yang berjudul "Pergiwa Pergiwati"

yang diambil dari kisah Mahabharata, dan di dinding sebelah barat lukisan yang berjudul "Jaka

Tarub" yang merupakan legenda rakyat Jawa.

Ruangan terakhir yang ada di Istana Merdeka adalah Ruang Bendera Pusaka yang

digunakan untuk meletakkan Bendera Pusaka yang pertama kali pada tanggal 17 Agustus 1945

dan duplikatnya pada setiap tanggal 16 -17 Agustus.

Di halaman Istana Merdeka, terdapat sebuah tiang bendera yang tingginya 17 meter. Setiap

tanggal 17 Agustus di tiang ini dikibarkan duplikat Bendera Pusaka dalam rangka Peringatan

Detik - Detik Proklamasi.

2.2.2. Ciri-Ciri Istana Merdeka

1. Bentuk gable Entablature tanpa Pediment.

(Gambar 1.25) Bentuk gable Entablature tanpa Pediment.

Page 27: MKP Kolonial

ISTANA MERDEKA June 21, 2014

A R S I T E K T U R K O T A D A N K O L O N I A L

27

2. Geveltoppen (hiasan kemuncak atap depan)

.

(Gambar 1.26) Hiasan pada Istana Merdeka

3. Mempunyai pilar di serambi depan dan belakang yang menjulang ke atas bergaya Yunani.

(Gambar 1.27) Pilar depan

4. Bangunan didominasi warna putih

(Gambar 1.28) Istana Merdeka didomiasi warna putih

Page 28: MKP Kolonial

ISTANA MERDEKA June 21, 2014

A R S I T E K T U R K O T A D A N K O L O N I A L

28

5. Penggunaan skala bangunan yang tinggi sehingga berkesan megah.

(Gambar 1.29) Kemegahan Istana Merdeka

6. Model jendela yang lebar dan berbentuk kupu tarung (dengan dua daun jendela), dan tanpa

overstek (sosoran).

(Gambar 1.30) Model jendela yang lebar dan berbentuk kupu tarung

Page 29: MKP Kolonial

ISTANA MERDEKA June 21, 2014

A R S I T E K T U R K O T A D A N K O L O N I A L

29

7. Konsep rumah panggung berfungsi sebagai aliran udara atau ventilasi untuk menyejukkan

isi bangunan.

(Gambar 1.31) Konsep rumah panggung pada Istana Merdeka

8. Tatanan massa bangunan Istana Merdeka secara umum memiliki 1 bangunan utama

dengan 2 sayap, yaitu sayap kanan dan sayap kiri.

(Gambar 1.32) Sayap kanan dan kiri

Page 30: MKP Kolonial

ISTANA MERDEKA June 21, 2014

A R S I T E K T U R K O T A D A N K O L O N I A L

30

9. Pada bagian badan terdapat kesamaan penggunaan kolom ionik ditengah fasad

bangunan utama, penggunaan kolom ionik pada tengah tampak bangunan utama,

penggunaan jendela dan pintu khas palladian.

(Gambar 1.33) kolom ionik pada fasade Istana Merdeka

Page 31: MKP Kolonial

ISTANA MERDEKA June 21, 2014

A R S I T E K T U R K O T A D A N K O L O N I A L

31

2.3. Analisa Bangunan

No Ciri-ciri Bangunan Kolonial Ciri-ciri Bangunan “Istana Merdeka”

1 Atap Gable/Gavel

Bentuk atap gable Entablature tanpa

Pediment.

2 Tower/Menara

Sayap kanan dan sayap kiri

3 Nok Acroteire/Hiasan Puncak Atap

Hiasan Burung Garuda pada Istana

Merdeka

4 Dormer/Cerobong Asap Semu

Cerobong asap tidak ada

Page 32: MKP Kolonial

ISTANA MERDEKA June 21, 2014

A R S I T E K T U R K O T A D A N K O L O N I A L

32

5 Windwijer/Penunjuk Angin

Pada istana merdeka tidak ada

Windwijer

6 Geveltoppen (Hiasan kemuncak atap

depan)

Pada puncak atap datar tidak ada

hiasan

7 Kolom, ada tiga jenis kolom yang terkenal

pada bangunan kolonial, yaitu kolom doric,

ionic, dan cornithian.

Pada bagian badan terdapat kesamaan

penggunaan kolom ionik ditengah fasad

bangunan utama

8 Tembok tebal

Penebalan dinding pada Istana Merdeka

Page 33: MKP Kolonial

ISTANA MERDEKA June 21, 2014

A R S I T E K T U R K O T A D A N K O L O N I A L

33

9 Beranda depan dan belakang sangat luas

dan terbuka

Beranda depan yang sangat luas pada

Istana Merdeka

10 Diujung beranda terdapat barisan pilar

atau kolom bergaya Yunani

Barisan pilar pada Istana Merdeka

11 Didominasi warna putih

Istana Merdeka di dominasi warna putih

12 Model denah dan fasad yang simetris

Fasad yang simetris pada Istana

Merdeka

Page 34: MKP Kolonial

ISTANA MERDEKA June 21, 2014

A R S I T E K T U R K O T A D A N K O L O N I A L

34

13 Model jendela yang lebar dan berbentuk

kupu tarung (dengan dua daun jendela),

dan tanpa overstek (sosoran).

Modela jendela yang tebal dan

berbentuk kupu tarung.

14 Penggunaan skala bangunan yang tinggi sehingga berkesan megah.

Kemegahan Istana Merdeka

Page 35: MKP Kolonial

ISTANA MERDEKA June 21, 2014

A R S I T E K T U R K O T A D A N K O L O N I A L

35

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dari analisa bangunan di atas dapat kita simpulkan bahwa bangunan Istana Merdeka

merupakan bangunan berarsitektur Kolonial Belanda karena :

o Bentuk atap gable Entablature tanpa Pediment.

o Pada bagian badan terdapat kesamaan penggunaan kolom ionik ditengah fasad

bangunan utama

o Penebalan dinding pada Istana Merdeka

o Beranda depan yang sangat luas pada Istana Merdeka

o Barisan pilar pada Istana Merdeka

o Istana Merdeka di dominasi warna putih

o Fasad yang simetris pada Istana Merdeka

o Kemegahan Istana Merdeka

3.2. Saran

Ada baiknya jika perlu dilakukan pendataan kembali dan pengkajian kembali bangunan

Istana Merdeka. Hal ini dimaksudkan karena kurangnya data-data dari media internet, supaya

masyarakat umum dapat mengetahui bentuk baik dari segi ruang, pola bangunan, gaya arsitektur,

seni dan hiasan yang ada di istana merdeka tidak harus langsung ke bangunan itu.


Top Related