Download - Leukemia Suryanti

Transcript

STATUS PASIEN

I.

IDENTIFIKASI A. Identitas Pasien Nama sex orang tua Alamat Usia orang tua Pendidikan Pekerjaan orang tua Agama Suku bangsa : : : : : : : : : Tita laki-laki Syariffudin Jl. Tomang tinggi II No. 9 Rt. 008 / Rw. 07 35 tahun SD Karyawan Islam Jawa

II.

RIWAYAT PASIEN Keluhan Utama : Benjolan di perut selama 1 tahun SMRS

Pasien datang dengan keluhan utama benjolan di perut sebelah kiri 1 tahun SMRS. Benjolan tidak terasa sakit tetapi nyeri bila ditekan. Benjolan dirasakan semakin membesar bila O.S sedang demam. Benjolan di tempat lain disangkal ibu pasien menyatakan bahwa tidak ada perubahan dalam pola deifekasi pasien dan menyangkal pernah kencing darah. ibu pasien menyangkal pasien pernah menderita demam tinggi yang disertai berkeringat banyak, dan menyangkal pernah menderita sakit kuning. Pasien tidak pernah keluar dari jakarta setelah lahir, tetapi ibu pasien menjelaskan pasien sering terlihat pucat, lemas, tidak nafsu makan 1 tahun belakangan. Pasien juga pernah muntah

darah segar 2 x 2 bulan SMRS. Tubuh pasien sering terlihat adanya memar-memar berwarna kebiruan. Pasien juga sering mimisan, 1 bulan SMRS. Demam nadi turun yang tidak terlalu sering dialami oleh pasien selama benjolan ini timbul. Nyeri sendi dan tulang-tulang sering diderita oleh pasien. Pada saat pemeriksaan pasien mengeluh lemas dan batuk pilek.

RPD : sering menderita batuk pilek, Ayahnya menderita asthma. R. Kehamilan Ibu : Selama hamil tidak ada kelainan/penyakit, hanya 2x memeriksakan diri ke bidan di puskemas. Ibu pernah di diperiksa TT 2x sebelum menikah R. Kelahiran : Tita lahir 29 September 2002 di RS bersalin Harapan Ibu secara spontan oleh bidan. Masa kehamilan cukup bulan dengan nilai. Apgar 8 BBL R. Makanan : 3100 gr , PBL = 50 cm : Selama demam anak susah makan hanya lebih banyak minum susu cair 1 + + 4 x (H). Sebelumnya anak mudah makan dengan makanan bubur + Pasi 3 (x) / (H) . anak diberikan Asi sampai usia 6 bulan. R. Imunisasi : (-) BCE 15 (H) campak 9 bulan (-) DPT I, II, III 2-3-4 bulan (-) Polio I, II, III, IV 15 (H) -2 -3 -4 belum (-) rititis B I, II, III 15 (H) -1 bulan 6 bulan.

R. Tumbuh Kembang : a. R. Pertumbuhan b. R. Perkembangan : Tampak kurang (10 %0) : Tampak baik. Sebelum sakit pasien senang menari dan bermain lompat tali, pasien sudah berhitung dengan jari dan menyebutkan hari dalam seminggu c. R. Keluarga ( Silsilah keluarga ) d. Lorak reproduksi itu : Ibu hamil usia 35 tahun, mempunyai bersebe 2 anak dengan jarak + 1 tahun. e. Data perumahan (sanitasi anak) : : Keluarga inti dengan tinggal bersebelahan dengan rumah kakek dan nenek pasien. St. Generalis a. Keadaan Umum : : : Pasien sakit sedang : Compos mentis : Gizi tampak otot-otot eutrophi dengan tebal kurang. b. Tanda vital 1. Tekanan darah 2. Nadi : : 95/65 mmHg di LKA. : 140, teratur, isi cukup, kanan kiri sama. 3. Suhu 4. Nafas : 380c : 24 x /t1, teratur jaringan lemak subcutan :

1. Kesan keadaan sakit 2. Kesadaran 3. St gizi / nutrisi

c. Data antropometrik

1. BB 2. PB 3. BB/PB (%) 4. LLA 5. TLK

: 16 kg BB/U = 14/19 73,7 % : 99 cm TB/U = 99/10 90 % : 164kg/15kg x 100% = 93,33 % : 165 mm (10%0) : 7 mm (10%0)

Kulit, Rambut, Kgb 1. Kulit : Tampak bercak kebiruan + 3 x 2 cm di daerah wajah atas, tangkai, dada. Teraba hangat. 2. Rambut 3. Kgb : Warna hitam, cukup tebal, distribusi merata. : a. occipital : tidak teraba : teraba + 2 cm, dingin, NT (-), M(-) c. cervicalis anterior: tidak teraba d. inguinal : teraba + 2 cm, dingin, NT (-), M(-).

b. retroauricular

Kepala dan Leher : 1. Normecephali 2. Mata 3. telinga 4. Hidung : CA +/+, 817. , pupil bulat isokor, RCL +/+

: normotia, secret (-) membrane tympany intak : tampak secret bening, mukosa hiperemis dan oedema.

5. Mulut

: mucosa pucat Gusi pucat gigi susu 16

6. Phanynx 7. Leher Thorax :

: phanynx hiperemis, exudat (-) : kgb ttm inspeksi Palpasi Perkusi : simetris, retraksi (-) : vocal fremitus simetris : sonor bilateral

Auskultasi : suara napas vesicular, rh 7-wh 7Jantung : inspeksi Palpasi : ictus cordis tidak terlihat : ictus cordis teraba ics IV 2 cm medial midclavicularis sinistra Perkusi : batas jantung superior : ics III sinistra Batas jantung kanan Batas jantung kiri : sternalis : Ics IV 2 cm

medial midcal miduavicularis sinistra Auskultasi : S1S2 reguler S3 (+), m (-), g (-)

Abdomen Inspeksi Palpasi : : buncit asimetris (sinistra) supel, NT (+) area lumbalis sinistra, Lien teraba S3 NT (+), Hepar teraba 5 cm di bawah proc. Xyphoideus, bawah arcus costa tidak teraba. Perkusi : tympany kecuali area lien dan di batas procxyphhoideus Auskultasi : BU (+)

Genitalia extrnal Labium mayor dan minor : tidak ada kelainan

Extrimitas

:

tonus baik, otot-otot eutrophy, mobility baik.

LEUKEMIA Penyakit ini merupakan proliferasi patologis dan sel pembuat darah yang bersifat sistemik dan biasanya berakhir fatal.

Klasifikasi Berdasarkan morfologik sel terdapat 5 golongan besar leukemia, sesuai dengan 5 macam system hemopoetik dalam sumsum tulang yaitu : 1. Leukemia system eritropoetik : mielosis eritremika atau penyakit di Guglielmo 2. Leukemia mielielmo. 3. 4. 5. Leukemia sistem trombopoetik : leukemia megakariositik Leukemia sistem limfopoetik: leukemia limfsitik Leukemia RES: retikuloendoteliosis atau retikulosis yang dapat berupa leukemia monositik, leukemia plasmositik (penyakit Kahler), histiositosis dan sebagainya. Di samping itu mungkin pula ditemukan proliferasi campuran dari 2 sistem hemopoetik, seperti pada eritroleukemia yang merupakan leukemia sistem granulopoetik dan eritropoetik. Setiap golongan tersebut di atas dapat dibagi lagi berdasarkan jenis selnya, misal leukemia granulositik terbagi menjadi leukemia mieloblastik, promielosiik, eosinofilik, basofilik dan sebagainya. Bila jenis sel tidak dikenal biasanya disebut undifferentiated cell leukemia atau bila sel yang sukar dikenal itu mengandung nukleolus (sel muda) biasanya disebut stemm cell leukemia. Leukemia paramieloblastik merupakan sebutan terhadap jenis leukemia yang jenis selnya tidak dapat digolongkan ke dalam seri system granulopoetik: leukemia megakariositik atau

granulopoetik atau limfofoetik, tetapi agaknya lebih condong berasal dari sistem granulopoetik. Gambaran yang sama didapat pada leukemia mikromieloblastik, tetapi sangat mungkin berasal dari sistem lomfopoetik. Bergantung pada perjalanan penyakitnya, dikenal leukemia akut dan menahun. Dalam keputustakaan dikenal pula jenis subakut. Berdasarkan pada jumlah leukosit dalam darah tepi, leukemia akut dapat dibagi menjadi leukemia aleukemik (leukosit kurang dari 10.000/mm3) leukemia subleukemik (leukosit 10.000-25.000/mm3) dan leukemia leukemik (leukosit lebih dari 25.000/mm3). Reaksi leukemoid ialah keadaan darah tepi yang menyerupai gambaran leukemia, tetapi pemeriksaan sumsum tulangnya menunjukkan gambaran yang normal atau gambaran bukan leukemia. Keadaan ini terdapat pada infeksi (tuberkulosis, pertusis, virus, protozoa) intoksikasi (eklampsia, kombustio, gagal hati), tumor ganas yang bermetastasis ke sumsum tulang (karsinoma paru), perdarahan yang hebat dan hemolisis akut. Ada anak yang sering ditemukan ialah leukemia limfositik akut (LLA). Jenis lain seperti leukemia mieloblastik akut (LMA), leukemia limfositik kronik (LLK), leukemia mielositik kronik (LMK), mielosis eritremik (ME),

eritroleukemia dan retikulosis jarang ditemukan. Karena yang terbanyak pada akan ialah LLA maka jenis akan dibahas lebih mendalam. Pada umumnya gejala klinis dari berbagai leukemia hampir sama, hanya berbeda apakah leukemia akut atau menahun, tetapi gejala hematologis selain dibedakan oleh jenis dan menahun, juga bergantung pada morfologi selnya.

Leukemia Limfositik Akut (LLA) Etiologinya sampai saat ini masih belum jelas, diduga kemungkinan besar karena virus (virus onkogenik). Faktor lain yang turut berperanan ialah : 1. Faktor eksogen seperti sinas X, sinar radioaktif, hormon, bahan kimia (benzol, Arsen, preparat sulfat). Infeksi (virus, bakteri). 2. Faktor endogen seperti ras (orang Yahudi mudah menderita LLK), faktor konstitusi seperti kalainan kromosim (angka kejadian LMK lebih tinggi pada sindrom Down), herediter (kadang-kadang dijumpai kasus leukemia pada kakak-beradik atau kembar satu telur), anka kejadian pada anak lebih tinggi sesuai dengan usia maternal. Secara imunologik, patogenesis leukemia dapat diterangkan sebagai berikut : Bila virus dianggap sebagai penyebabnya (virus onkogenik yang mempunyai struktur antigen tertentu), maka virus tersebut dengan mudah akan masuk ke dalam tubuh manusia seandainya struktur antigennya sesuai dengan struktur antigen manusia itu. Bila struktur tersebut akan

ditolanyaknya, sama dengan sturktur antigen virus, maka virus tersebut akan ditolaknya, sama kejadian dengan penolakan terhadap benda asing struktur antigen manusia terbentuk oleh struktur antigen dari berbagai alat tubuh, terutama kulit dan selaput lendir yang terletak di permukaan tubuh (kulit disebut juga antigen jaringan). Oleh WHO terhadap antigen jaringan telah ditetapkan istilah HL-A (Human Leucocyte locus A).Sistem HL-A individu ini diturunkan menurut hukum genetik, sehingga agaknya peranan factor ras dan keluarga dalam etiologi leukemia tidak dapat diabaikan.

Gejala Klinis Gejala yang khas ialah pucat, panas dan perdarahan disertai splenomegali dan kadang-kadang hepatomegalia serta limfadenopatia. Penderita yang menunjukkan gejala lengkap seperti tersebut di atas, secara klinis dapat didiagnosis leukemia. Pucat dapat terjadi mendadak, sehingga bila pada seorang anak terdapat pucat yang mendadak dan sebab terjadinya sukar diterangkan, waspadalah terhadap leukemia. Perdarahan dapat berupa ekimosis, petekia, epistaksis, perdarahan gusi dan sebagainya. Pada stadium permulaan mungkin tidak terdapat splenomegali. Gejala yang tidak khas ialah sakit sendi atau sakit tulang yang dapat disalah-tafsirkan sebagai penyakit reumatik. Gejala lain dapat timbul sebagai akibat infiltrasi sel leukemia pada alat tubuh, seperti lesi purpura pada kulit, efusi pleura, kejang pada leukemia serebral dan sebagainya.

Pemeriksaan Laboratorium 1. Darah tepi Gejala yang terlihat pada darah tepi sebenarnya berdasarkan pada kelainan sumsum tulang yaitu berupa pansitopenia, limfositosis yang kadang-kadang menyebabkan gambaran darah tepi mononton dan

terdapatnya sel blas. Terdapatnya sel blas dalam darah tepi merupakan gejala patognomonik untuk leukemia. 2. Sumsum tulang Dari pemeriksaan sumsum tulang akan ditemukan gambaran yang monoton yaitu hanya terdiri dari sel limfopoetik patogis sedangkan sistem lain terdesak (aplasis sekunder). Pada LMA selain gambaran yang menonton, terlihat pula adanya hiatus leukemikus yaitu keadaan yang memperlihatkan banyak sel blas (mieloblas), beberapa sel tua (segmen)

dan sangat kurang bentuk pematangan sel yang berada di antaranya (promielosit, mielosit, metamielosit dan batang).

Pemeriksaan Lain 1. Biopsi limpa Pemeriksaan ini akan memperlihatkan proliferasi sel leukemia dan sel yang berada dari jaringan limpa akan terdesak seperti limfosit normal, RES, granulosit, pulp cell. 2. Kimia darah Kolesterol mungkin merendah, asam urat dapat meningkat,

hipogamaglobuliriemia. 3. Cairan serebrospinalis Bila terjadi peninggian jumlah sel (sel patologis) dan protein, maka hal ini berarti suatu leukemia meningeal. Kelainan ini dapat terjadi pada setiap saat dari perjalan penyakit baik pada keadaan remisi maupun pada keadaan kambuh. Untuk mencegahnya dilakukan pungsi lumbal dan pemberian metotreksat (MTX) intratekal secara rutin pada setiap penderita baru atau pada mereka yang menunjukkan gejala tekanan intrakranial yang meninggi. 4. Sitogenetik 70-90% dari kasus LMK menunjukkan kelainan kromosom, yaitu pada kromosom 21 (kromosom Philadelphia atau Ph1). 50-70% dari penderita LLA dan LMA mempunyai kelainan berupa : a. Kelainan jumlah kromosom seperti diploid (2n), hiploid (2n-a), hiperploid (2n + a) b. Kariotip yang pseudodiploid pada kasus dengan jumlah kromosom yang diploid.

c. Bertambah atau hilangnya bagian kromosom (partial depletion). d. Terdapatnya marker chromosome yaitu elemen yeng secara morfologis bukan merupakan kromosom normal; dari bentuk yang sangat besar sampai yang sangat kecil.

Sumsum tulang Eritropoesis: - aplasia

Darah tepi Retikulositopenia

Klinis Pucat

-

-

Granulopoesis : - aplasia

Granulositopenia

Panas karena sering infeksi

-

Trombopoesis: - aplasia

Tombositopenia

Perdarahan

-

Keterangan Retikulositopenia dengan akibat hemoglobin, hematokrit dan eritrosit merendah. Anemia dengan akibat lemah, anoreksia, pusing dan sebagainya. Jumlah leukosit bergantung pada jenis leukemia : aleukemik, subleukemikleukemik. Perhatikan hitung jenis, bial jumlah leukosit normal, mungkin sediaan menunjukkan gambaran mononton yang hanya terdiri dari limfosit. Umumnya perdarahan terjadi bila jumlah trombosit kurang dari 50.000/mm3.

Limfopoesis : - proliferasi Patologis

-

Limfositosis Mungkin terdapat gambaran

Akibat infiltrasi terdapat splenomegali, hepatomegali

-

gambaran monoton

-

monoton. limfadenopatia Mungkin terdapat limfoblas patologis (patognomoni k).

Diagnosis Dibuat berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan darah tepid an dipastikan oleh pemeriksaan sumsum tulang atau limpa. Pada stadium ini limpa mungkin tidak membesar, behkan gambaran darah tepi masih normal dan hanya terlihat gejala pocat yang mendadak dengan atau tanpa trombositopenia. Dalam keadaan ini pemeriksaan sumsum tulang dapat memastikan diagnosis. Pada stadium praleukemia, gejala lebih tidak khas lagi, bahkan sumsum tulang dapat memperhatikan gambaran normal atau gambaran lain yang nonleukemik (missal anemia aplastik, ITP menahun, diseritropoesis). Dengan pemeriksaan mikroskop electron sebenarnya telah dapat dilihat adanya sel patologis. Keluhan panas, pucat dan perdarahan dapat disebabkan anemia aplastik, tombositopenia (ITP, ATP, demam berdarah atau infeksi lain). Bila pada pemeriksaan jasmani ditemukan splenomegali, maka diagnosis lebih terarah pada leukemia akut. ATP dan trombositopenia biasa tidak menunjukkan kelainan lain dalam arah tepi, kecuali jumlah trombosit yang rendah. Bila darah tepi juga menunjukkan gramulositopenia dan retikulositopenia 9terdapat pansitopenia), diagnosis lebih condong pada anemia aplastik atau leukemia.

Diagnosis banding antara anemia aplastik dan stadium dini leukemia yang aleukemik tanpa pembesaran limpa, sangat sulit. Gambaran darah tepi pada kedua kelainan ini sama, kecuali bila terdapat limfositosis yang lebih dari 80% atau terdapatnya sel blas dalam darah tepi, diagnosis lebih cenderung pada leukemia. Dalam hal tidak terdapat perbedaan darah tepi, pemeriksaan sumsum tulang masih dapat menolong. Keadaan anemia aplastik yang merupakan standium praleukemia sukar sekali dibedakan dari anemia aplastik murni, kecuali dengan pemeriksaan electron atau dengan pengawasan lebih lanjut. Untuk diagnosis morfologis (menentukan jenis sel leukemia), kadangkadang diperlukan pewarnaan khusus (pewarnaan PAS, peroksidase) atau pemeriksaan biokimia.

Pengobatan 1. Transfusi darah, biasanya diberikan bila kadar Hb kurang dari 6g%. Pada trombositopenia yang berat dan perdarahan masif, dapat diberikan tansrusi trombosit dan bila terdapat tanda-tanda DIC dapat diberikan heparin. 2. Kortikosteroid (prednison, kortison, deksametason dan sebagainya). Setelah dicapai remisi dosis dikurangi demi sedikit dan akhirnya dihentikan. 3. Sitostatika. Selain sitostatika yang lama 96-merkaptopurin atau 6-mp, metotreksat atau MTX) pada waktu ini dipakai pula yag baru dan lebih poten seperti vinkristin (Oncovin), rubidomisin (daunorubycine), sitosin, arabinosid. L-asparaginase, siklofosfamid atau CPA, adriamisin dan sebagainya. Umumnya sitostatik diberikan dalam kombinasi bersamasama dengan prednison.

Pada pemberian obat-obatan ini sering terdapat akibat samping berupa alopesia, stomatitis, leukopenia, infeksi sekunder atau kandidiasis. Hendaknya lebih berhati-hati bila jumlah leukosit kurang dari 2.000/mm3. 4. Infeksi sekunder dihidarkan (bila mungkin penderita diisolasi dalam kamar yang suci hama). 5. Imunoterapi, merupakan cara pengobatan yang terbaru. Setelah tercapai rimisi dan jumlah sel leukemia cukup rendah (10 5-106), imunoterapi mulai diberikan BCG atau dengan Corynaebacterium dan dimaksudkan agar terbentuk antibodi yang dapat memperkuat daya tahan tubuh. Pengobatan spesifik dikerjakan dengan penyuntikan sel leukemia yang telah diradiasi. Dengan cara ini diharapkan akan terbentuk antibodi yang spesifik terhadap sel leukemia. Sehingga semua sel patologis akan dihancurkan sehingga diharapkan penderita leukemia dapat sembuh sempurna.

Cara Pengobatan Setiap klinik mempunyai cara tersendiri bergantung pada

pengalamannya. Umumnya pengobatan ditunjukan terhadap pencegahan kambuh dan mendapatkan masa remisi yang lebih lama. Untuk mencapai keadaan tersebut, pada prinsipnya dipakai pola dasar pengobatan sebagai berikut : 1. Induksi Dimaksudkan untuk mencapai remisi, yaitu dengan pemberian berbagai obat tersebut di atas, baik secara sistemik maupun intratekal sampai sel blas dalam sumsum tulang kurang dari 5%. 2. Konsolidasi Ayaitu agas sel yang tersisa tidak cepat memperbanyak diri lagi.

3.

Rumat (maintenance) Untuk mempertahankan masa remisi, sedapat-dapatnya suatu masa remisi yang lama. Biasanya dilakukan dengan pemberian titostatika separuh dosis biasa.

4.

Reinduksi Dimaksudkan untuk mencegah relaps. Reinduksi biasanya dilakukan setiap 3-6 bulan dengan pemberian obat-obat seperti pada induksi selama 10-14 hari.

5.

Mencegah terjadinya leukemia susunan saraf pusat. Untuk hal ini diberikan MTX intratekal pada waktu induksi untuk mencegah leukemia meningenal dan radiasi kranial sebanyak 2.500 rad. Untuk mencegah leukemia meningeal dan leukemia serabral. Radiasi ini tidak diulang pada reinduksi.

6.

Pengobatan imunologik Diharapkan semua sel leukemia dalam tubuh akan hilang sama sekali dan dengan demikian diharapkan penderita dapat sembuh sempurna. Cara pengobatan yang dilakukan di Bagian Ilmu Kesehatan Anak

FKUI terhadap leukemia limfositik akut ialah dengan menggunakan protokol sebagai berikut (lihat bagan pada gambar 22). 1. Induksi Sistemik : a. VCR (vinkristin): 2 mg/m2/minggu, intravena, diberikan 6 kali b. ADR (adriamisin): 40 mg/m2/2 minggu intravena, diberikan 3 kali, dimulai pada hari ketiga pengobatan. c. Pred (prednison): 50 mg/m2/hari peroral diberikan selama 5 minggu, kemudian tapering off selama 1 minggu.

SSP : profilaksis : MTX 10 mg/m2/2 minggu intratekal, di berikan 5 kali dimulai bersamaan dengan atau setelah VCR pertama. Radiasi kranial : dosis total 2.400 rad. Dimulai setalah konsulidasi terakhir

(sikofosfamida). 2. Konsolidasi a. MTX : 15 mg/m2/hari intravena, diberikan 3 kali, dimulai satu minggu setelah VCR keenam, kemudian dilanjutkan dengan: b. 6-MP (6-merkaptopurin): 500 mg/m2/hari peroral, diberikan 3 kali. c. CPA (siklofosfamid): 800 mg/m2/kali diberikan sekaligus pada akhir minggu kedua dari konsolidasi. Rumah (maintenance) Dimulai satu minggu setelah konsolidasi terakhir (CPA) dengan : a. 6-MP : 65 mg/m2/hari peroral. b. MTX : 20 mg/m2/minggu peroral, dibagi dalam 2 dosis (misalnya senin dan Kamis). 3. Rerinduksi Diberikan tiap 3 bulan sejak VCR terakhir. Selama reinduksi obat-obat rumah dihentikan. Sistemik : a. VCR: dosis sama dengan dosis induksi, diberikan 2 kali. b. Pred : dosis sama denga dosis induksi diberikan 1 minggu penuh dan 1 minggu kemudian tapering off. SSP : MTX intratekal: dosis sama dengan dosis profilaksis, diberikan 2 kali.

4.

Imunoterapi:

BCG diberikan 2 minggu setelah VCR kedua pada reiduksi pertama. Dosis 0,6 ml itrakutan, diberikan pada 3 kali dengan interval 4 minggu. Selama pengobatan ini, obat-obat rumah diteruskan. 5. Pengobatan seluruhnya dihentikan setelah 3 tahun remisi terus menerus. Pungsi sumsum tulang ulangan rutin dilakukan setelah induksi pengobatan (setelah 6 minggu.

Perjalanan penyaki dan prognosis Sampai saat ini leukemia masih merupakan penyakit yang fatal, tetapi dalam kepustakaan dilaporkan pula beberapa kasus yang dianggap sembuh karena dapat hidup lebih dari 10 tahun tanpa pengobatan. Biasanya bila serangan pertama dapat diatasi dengan pengobatan induksi, penderita akan berada dalam keadaan remisi untuk beberapa bula. Pada stadium remisi ini secara klinis penderita tidak sakit, sama seperti anak biasa. Tetapi selanjutnya dapat timbul serangan yang kedua (kambuh), yang disusul lagi oleh masa remisi yang biasanya lebih pendek dari masa remisi pertama. Demikian seterunya masa remisi akan lebih pendek lagi sampai akhirnya penyakit ini resistensi terhadap pengobatan dan penderita akan meninggal. Kematian biasanya disebabkan perdarahan akibat trombositopenia, leukemia serebral atau infeksi (sepsis, infeksi jamur). Sebelah ada prednison, penderita lekemia hanya dapat hidup beberapa minggu sampai 2 bulan. Dengan pengobatan prednison jangka waktu hidup penderita dperpanjang sampai beberapa bulan. Dengan ditambahkannya obat sitostatika (MTK, 6-MP) hidup penderita dapat diperpanjang 1-2 tahun lagi dan dengan digunakannya sitostatika yang lebih

poten lagi disertai cara pengobatan yang mutakhir, usia penderita dapat diperpanjang 3-4 tahun lagi. Bahkan ada yang lebih dari 10 tahun. Leukemia monositik akut mempunyai prognosis yang lebih buruk dibandingkan dengan leukemia limfosistik akut dan juga lebih sulit diobati. Demikian pula halnya dengan mielosis eritremik.

Leukemia Meningeal Dengan pengobatan modern, frekuensi leukemia meningeal lebih tinggi. Hal ini disebabkan obat sitostatika tidak dapat menghancurkan fokus leukemia di dalam susunan saraf pusat (SSP) yaitu meningen dan otak akibat adanya sawar darah otak. (blood-brain barier). Dengan demikian meskipun fokus leukemia dalam sumsum tulang, darah, limpa, ginjal dan organ tubuh lainnya dapat dihilangkan, tetapi fokus pada SSP tetap ada, maka kambuhnya penyakit ini diduga akibat proliferasi sel leukemia di tempat tersebut. Kelainan ini dapat terjadi pada setiap saat dari perjalanan penyakit leukemia, baik dalam keadaan kambuh maupun dalam keadaan remisi. Karena itu fungsi lumbal harus dilakukan pada setiap anak yang menunjukkan gejala tekanan intrakranial yang meninggi. Untuk mencegah atau setidaknya memperlambat terjadinya leukemia meninggal, diberikan MTX, intratekal secara rutin (lihat protokol pengobatan). Selain MTX intratekal diberikan pula radiasi kranial untuk mencegahnya. Pemberian sitosin arabinosid intratekal masih dalam taraf percobaan. Bila tidak terlambat, biasanya leukemia meningeal masih dapat diobati.

Leukemia Serebral Dapat terjadi pada waktu remisi atau kambuh. Gejala klinisnya sama dengan ensefalitis. Prognosis biasanya fatal dan anak meninggal tidak lebih dari 2 minggu setelah adanya serangan. Pengobatan khusus untuk ini tidak ada. pencegahan merupakan hal yang lebih penting dan dilakukan dengan radiasi kranial.

Leukemia Kronik Lebih sering terjadi pada orang dewasa sedangkan pada anak sangat jarang. LMK lebih sering ditemukan dari pada LLK. Jarang ditemukan LMK yang berasal dari mielosis eritremik (jenis akut) yang kemudian berubah menjadi jenis campuran sebagai eritroleukemia dan kemudian berubah lagi menjadi LMK. Gejala klinik biasanya ringan bahkan mungkin tidak tampak sakit. Kadang-kadang ditekukan secara kebetulan karena anak diperiksa darah untuk keperluan lain. Sering ditemukan gejala panas dan pucat tanpa perdarahan. Limfadenopatia, hepatoslenomegali lebih nyata dibandingkan dengan leukemia akut dan merupakan gejala yang hampir selalu ditemukan. Pemeriksaan darah tepi selain menggambarkan anemia, juga yang sangat menyolok ialah jumlah leukosit sangat tinggi (100.000-500.000/mm 3). Jumlah trombosit tidak terlalu rendah, biasanya masih lebih dari 100.000/mm3. pada hitung jenis terlihat semua jenis sel dari stadium muda sampai tua. Pemeriksaan sumsum tulang menunjukkan proliferasi dari seri yang terkena. Persentase sel terbanyak dari seri ini akan menentukan diagnosis morfologis. Sistem hemopoetik lain tidak berapa terdesak. 70-90% dari kasus LMK menunjukkan adanya kelainan kromosom pada sediaan darah tepi dan sumsum tulang (kromosom Philadelphia).

Pengobatannya ialah dengan radiasi limpa atau pemberian mileran, di samping menghidarkan infeksi sekunder. Radiasi diberikan sampai jumlah leukosit mencapai 10.000-20.000/mm3. mileran diberikan dengan dosis 0,06 mg/kgbb/hari. Prognosis leukemia kronik lebih baik dari pada leukemia akut. Biasanya penderita dapat bertahan lebih dari; 20% lebih dari 5 tahun dan beberapa kasus sampai 20 tahun.

LEUKEMIAPembimbing : Dr. Harmon, Sp. A

Disusun oleh : Suryanti Suci Lestari Yunita Nugrahani 030.01.251 030.01.249 030.01.285

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI PERIODE 16 APRIL 23 JUNI 2007 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI JAKARTA 2007


Top Related