Transcript
  • 7/27/2019 Lapsus Bronkopneumonia2

    1/39

    BAB I

    PENDAHULUAN

    Campak atau morbili adalah suatu infeksi virus akut yang memiliki 3 stadium yaitu

    (1)Stadium inkubasi yang berkisar antara 10 sampai 12 hari setelah pajanan pertama terhadap

    virus dan dapat disertai gejala minimal maupun tidak bergejala, (2)Stadium prodromal yang

    menunjukkan gejala demam, konjungtivitis, pilek, dan batuk yang meningkat serta

    ditemukannya enantem pada mukosa (bercak Koplik), dan (3)Stadium erupsi yang ditandai

    dengan keluarnya ruam makulopapular yang didahului dengan meningkatnya suhu badan

    (Phillips, 1983)

    Angka kejadian campak di Indonesia sejak tahun 1990 sampai 2002 masih tinggi

    sekitar 3000-4000 per tahun demikian pula frekuensi terjadinya kejadian luar biasa tampak

    meningkat dari 23 kali per tahun menjadi 174. Namun case fatality rate telah dapat

    diturunkan dari 5,5% menjadi 1,2%. 1,2

    Transmisi campak terjadi melalui udara, kontak langsung maupun melalui droplet dari

    penderita saat gejala yang ada minimal bahkan tidak bergejala. Penderita masih dapat

    menularkan penyakitnya mulai hari ke-7 setelah terpajan hingga 5 hari setelah ruam muncul.

    Biasanya seseorang akan mendapat kekebalan seumur hidup bila telah sekali terinfeksi oleh

    campak (Rampengan, 1997).

    Kesalahan diagnosis penderita dengan demam dan ruam dapat berakibat besar bagi

    pasien, kontak, maupun masyarakat. Meningokoksemia yang salah didiagnosis sebagai

    campak dapat berakibat kematian akibat keterlambatan pengobatan. Pasien demam skarlatina

    yang salah didiagnosis sebagai rubella seharusnya dapat dicegah supaya tidak mengalami

    komplikasi otitis media.1,3,4

    Elemen yang sangat penting untuk menegakkan diagnosis yang akurat mencakup

    anamnesis yang detil, observasi sistemik pada penderita anak yang menunjukkan tanda-tanda

    toksisitas, dan pemeriksaan fisik menyeluruh. Betapapapun sempurnanya, sering kali

    anamnesis dan pemeriksaan fisik tetap mempunyai sensitifitas yang rendah. Dalam kondisi

    semacam itu uji laboratorium dapat menunjukkan peran yang penting.

    Kulit merupakan salah satu kunci awal untuk mengenali penyakit dengan demam yang

    disebabkan oleh berbagai mikroorganisma. Para penyebab infeksi tersebut bisa menghasilkan

    1

  • 7/27/2019 Lapsus Bronkopneumonia2

    2/39

    beragam lesi di kulit. Lesi yang muncul pada umumnya akan menjadi petanda penting

    penegakan diagnosis. Perlu diperhatikan juga adanya komplikasi dari morbili, Komplikasi

    lebih sering terjadi pada anak di bawah usia lima tahun.4,5

    Komplikasi yang paling serius adalah kebutaan, ensefalitis (infeksi yang

    menyebabkan pembengkakan otak), diare berat dan dehidrasi terkait, infeksi telinga, atau

    infeksi pernafasan berat seperti pneumonia. Komplikasi dapat terjadi karena virus campak

    menyebar melalui aliran darah ke jaringan tubuh lainnya. Yang paling sering menimbulkan

    kematian pada anak adalah kompilkasi radang paru-paru (broncho pneumonia) dan radang

    otak (ensefalitis). Komplikasi ini bisa terjadi cepat selama berlangsung penyakitnya. Gejala

    ensefalitis yaitu kejang satu kali atau berulang, kesadaran anak menurun, dan panasnya susah

    turun karena sudah terjadi infeksi tumpangan yang sampai ke otak. Lain halnya, komplikasi

    radang paru-paru ditandai dengan batuk berdahak, pilek, dan sesak napas. Jadi, kematian

    yang ditimbulkan biasanya bukan karena penyakit campak itu sendiri, melainkan karena

    komplikasi. Umumnya campak yang berat terjadi pada anak yang kurang gizi. Sekitar 10%

    dari kasus kematian akibat campak di antara populasi dengan tingkat kekurangan gizi dan

    kurangnya perawatan kesehatan yang memadai. 4,8

    2

  • 7/27/2019 Lapsus Bronkopneumonia2

    3/39

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Definisi

    Campak juga dikenal dengan nama morbili atau morbillia dan rubeola (bahasa Latin),

    yang kemudian dalam bahasa Jerman disebut dengan nama masern, dalam bahasa Islandia

    dikenal dengan nama mislingardan measles dalam bahasa Inggris. Campak adalah penyakit

    infeksi yang sangat menular yang disebabkan oleh virus, dengan gejala-gejala eksantem akut,

    demam, kadang kataral selaput lendir dan saluran pernapasan, gejala-gejala mata, kemudian

    diikuti erupsi makulopapula yang berwarna merah dan diakhiri dengan deskuamasi dari

    kulit.5,6

    2.2 Etiologi

    Agent campak adalah measles virus yang termasuk dalam famili paramyxoviridae

    anggota genus morbilivirus. Virus campak sangat sensitif terhadap temperatur sehingga virus

    ini menjadi tidak aktif pada suhu 37 derajat Celcius atau bila dimasukkan ke dalam lemari es

    selama beberapa jam. Dengan pembekuan lambat maka infektivitasnya akan hilang.3,5

    2.3 Epidemiologi

    a. Menurut Orang

    Campak adalah penyakit yang sangat menular yang dapat menginfeksi anak-anak pada usia

    dibawah 15 bulan, anak usia sekolah atau remaja dan kadang kala orang dewasa. Campak

    endemis di masyarakat metropolitan dan mencapai proporsi untuk menjadi epidemi setiap 2-4

    tahun ketika terdapat 30-40% anak yang rentan atau belum mendapat vaksinasi. Pada

    kelompok dan masyarakat yang lebih kecil, epidemi cenderung terjadi lebih luas dan lebih

    berat. Setiap orang yang telah terkena campak akan memiliki imunitas seumur hidup. 3,5,6

    b. Menurut Tempat

    Penyakit campak dapat terjadi dimana saja kecuali di daerah yang sangat terpencil. Vaksinasi

    telah menurunkan insiden morbili tetapi upaya eradikasi belum dapat direalisasikan.

    3

  • 7/27/2019 Lapsus Bronkopneumonia2

    4/39

    Di Amerika Serikat pernah ada peningkatan insidensi campak pada tahun 1989-1991.

    Kebanyakan kasus terjadi pada anak-anak yang tidak mendapatkan imunisasi, termasuk anak-

    anak di bawah umur 15 bulan. Di Afrika dan Asia, campak masih dapat menginfeksi sekitar

    30 juta orang setiap tahunnya dengan tingkat kefatalan 900.000 kematian.3,21

    Berdasarkan data yang dilaporkan ke WHO, terdapat sekitar 1.141 kasus campak di

    Afganistan pada tahun 2007. Di Myanmar tercatat sebanyak 735 kasus campak pada tahun

    2006.5

    c. Menurut Waktu

    Virus penyebab campak mengalami keadaan yang paling stabil pada kelembaban dibawah

    40%. Udara yang kering menimbulkan efek yang positif pada virus dan meningkatkan

    penyebaran di rumah yang memiliki alat penghangat ruangan seperti pada musim dingin di

    daerah utara. Sama halnya dengan udara pada musim kemarau di Persia atau Afrika yang

    memiliki insiden kejadian campak yang relatif tinggi pada musim-musim tersebut.

    Bagaimanapun, kejadian campak akan meningkat karena kecenderungan manusia untuk

    berkumpul pada musim-musim yang kurang baik tersebut sehingga efek dari iklim menjadi

    tidak langsung dikarenakan kebiasaan manusia.

    Kebanyakan kasus campak terjadi pada akhir musim dingin dan awal musim semi di negara

    dengan empat musim dengan puncak kasus terjadi pada bulan Maret dan April. Lain halnya

    dengan di negara tropis dimana kebanyakan kasus terjadi pada musim panas. Ketika virus

    menginfeksi populasi yang belum mendapatkan kekebalan atau vaksinasi maka 90-100%

    akan menjadi sakit dan menunjukkan gejala klinis.3

    2.4 Gejala Klinis

    Penyakit campak terdiri dari 3 stadium, yaitu: 2,4,5

    2.4.1. Stadium kataral (prodormal)

    Biasanya stadium ini berlangsung selama 4-5 hari dengan gejala demam, malaise, batuk,

    fotofobia, konjungtivitis dan koriza. Menjelang akhir stadium kataral dan 24 jam sebelum

    timbul eksantema, timbul bercak Koplik. Bercak Koplik berwarna putih kelabu, sebesar

    ujung jarum timbul pertama kali pada mukosa bukal yang menghadap gigi molar dan

    menjelang kira-kira hari ke 3 atau 4 dari masa prodormal dapat meluas sampai seluruh

    mukosa mulut. Secara klinis, gambaran penyakit menyerupai influenza dan sering didiagnosis

    sebagai influenza.

    2.4.2. Stadium erupsi

    4

  • 7/27/2019 Lapsus Bronkopneumonia2

    5/39

    Stadium ini berlangsung selama 4-7 hari. Gejala yang biasanya terjadi adalah koriza dan

    batuk-batuk bertambah. Timbul eksantema di palatum durum dan palatum mole. Kadang

    terlihat pula bercak Koplik. Terjadinya ruam atau eritema yang berbentuk makula-papula

    disertai naiknya suhu badan. Mula-mula eritema timbul di belakang telinga, di bagian atas

    tengkuk, sepanjang rambut dan bagian belakang bawah. Kadang-kadang terdapat perdarahan

    ringan pada kulit. Rasa gatal, muka bengkak. Ruam kemudian akan menyebar ke dada dan

    abdomen dan akhirnya mencapai anggota bagian bawah pada hari ketiga dan akan

    menghilang dengan urutan seperti terjadinya yang berakhir dalam 2-3 hari.

    2.4.3. Stadium konvalesensi

    Erupsi berkurang meninggalkan bekas yang berwarna lebih tua (hiperpigmentasi) yang lama-

    kelamaan akan menghilang sendiri. Selain hiperpigmentasi pada anak Indonesia sering

    ditemukan pula kulit yang bersisik. Selanjutnya suhu menurun sampai menjadi normal

    kecuali bila ada komplikasi.

    2.5. Penularan Campak

    Campak ditularkan melalui penyebaran droplet, kontak langsung, melalui sekret hidung atau

    tenggorokan dari orang yang terinfeksi. Masa penularan berlangsung mulai dari hari pertama

    sebelum munculnya gejala prodormal biasanya sekitar 4 hari sebelum timbulnya ruam,

    minimal hari kedua setelah timbulnya ruam.3

    2.6 Patofisiologi Morbili bronkopneumonia 3,4,8,9

    Campak merupakan infeksi virus yang sangat menular, dengan sedikit virus yang

    infeksius sudah dapat menimbulkan infeksi pada seseorang. Lokasi utama infeksi virus

    campak adalah epitel saluran nafas nasofaring. Infeksi virus pertama pada saluran nafas

    sangat minimal. Kejadian yang lebih penting adalah penyebaran pertama virus campak kejaringan limfatik regional yang menyebabkan terjadinya viremia primer. Setelah viremia

    primer, terjadi multiplikasi ekstensif dari virus campak yang terjadi pada jaringan limfatik

    regional maupun jaringan limfatik yang lebih jauh. Multiplikasi virus campak juga terjadi di

    lokasi pertama infeksi.

    Selama lima hingga tujuh hari infeksi terjadi viremia sekunder yang ekstensif dan

    menyebabkan terjadinya infeksi campak secara umum. Kulit, konjungtiva, dan saluran nafas

    adalah tempat yang jelas terkena infeksi, tetapi organ lainnya dapat terinfeksi pula. Dari hari

    5

  • 7/27/2019 Lapsus Bronkopneumonia2

    6/39

    ke-11 hingga 14 infeksi, kandungan virus dalam darah, saluran nafas, dan organ lain

    mencapai puncaknya dan kemudian jumlahnya menurun secara cepat dalam waktu 2 hingga 3

    hari. Selama infeksi virus campak akan bereplikasi di dalam sel endotel, sel epitel, monosit,

    dan makrofag.

    Daerah epitel yang nekrotik di nasofaring dan saluran pernafasan memberikan

    kesempatan serangan infeksi bakteri sekunder berupa bronkopneumonia, otitis media, dan

    lainnya. Dalam keadaan tertentu, adenovirus dan herpes virus pneumonia dapat terjadi pada

    kasus campak.

    Tabel 1. Patogenesis infeksi campak tanpa penyulit

    Hari Manifestasi

    0 Virus campak dalam droplet kontak dengan permukaan epitel nasofaring

    atau kemungkinan konjungtiva

    Infeksi pada sel epitel dan multiplikasi virus

    1-2 Penyebaran infeksi ke jaringan limfatik regional

    2-3 Viremia primer

    3-5 Multiplikasi virus campak pada epitel saluran nafas di tempat infeksi

    pertama, dan pada RES regional maupun daerah yang jauh

    5-7 Viremia sekunder7-11 Manifestasi pada kulit dan tempat lain yang bervirus, termasuk saluran

    nafas

    11-14 Virus pada darah, saluran nafas dan organ lain

    15-17 Viremia berkurang lalu hilang, virus pada organ menghilang

    Virus morbili

    Droplet infection

    Eksudat yang sangat serius, proliferasi sel mononukleus dan polimorfonuklear

    Reaksi inflamasi : demam, suhu meningkat, metabolisme naik, RR naik

    6

  • 7/27/2019 Lapsus Bronkopneumonia2

    7/39

    Penyebaran ke berbagai organ (secara hematogen)

    Inflamasi saluran nafas atas: bercak koplik

    pada daerah bucalis lalu meluas ke trakeoebronkial

    Batuk, pilek

    Bronkopneumonia

    Gangguan pola nafas: bersihkan jalan nafas

    Saluran cerna

    Mulut terasa pahit, anoreksia

    Kebutuhan nutrisi berkurang

    Kebersihan tidak dijaga dan

    Imunitas berkurang sehingga meluas

    Ke saluran cerna bawah (usus)

    Absorpsi turun

    Diare gangguan volume cairan elektrolit

    7

  • 7/27/2019 Lapsus Bronkopneumonia2

    8/39

    2.7. Komplikasi Penyakit Campak

    Pada penderita campak dapat terjadi komplikasi yang terjadi sebagai akibat replikasi virus

    atau karena superinfeksi bakteri antara lain. 3

    2.7.1. Otitis Media Akut

    Dapat terjadi karena infeksi bakterial sekunder.

    2.7.2. Ensefalitis

    Dapat terjadi sebagai komplikasi pada anak yang sedang menderita campak atau dalam satu

    bulan setelah mendapat imunisasi dengan vaksin virus campak hidup, pada penderita yang

    sedang mendapat pengobatan imunosupresif dan sebagai Subacute sclerosing

    8

  • 7/27/2019 Lapsus Bronkopneumonia2

    9/39

    panencephalitis (SSPE). Angka kejadian ensefalitis setelah infeksi campak adalah 1 : 1.000

    kasus, sedangkan ensefalitis setelah vaksinasi dengan virus campak hidup adalah 1,16 tiap

    1.000.000 dosis.

    SSPE jarang terjadi hanya sekitar 1 per 100.000 dan terjadi beberapa tahun setelah infeksi

    dimana lebih dari 50% kasus-kasus SSPE pernah menderita campak pada 2 tahun pertama

    umur kehidupan. Penyebabnya tidak jelas tetapi ada bukti-bukti bahwa virus campak

    memegang peranan dalam patogenesisnya. SSPE yang terjadi setelah vaksinasi campak

    didapatkan kira-kira 3 tahun kemudian.

    2.7.3. Bronkopneumonia

    Pneumonia adalah infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli).

    Terjadinya pneumonia pada anak seringkali bersamaan dengan terjadinya proses infeksi akut

    pada bronkus yang disebut bronchopneumonia.Gejala penyakit pneumonia ini berupa nafas

    cepat dan nafas sesak, karena paru meradang secara mendadak. Batas nafas cepat adalah

    frekuensi pernafasan sebanyak 50 kali per menit atau lebih pada anak usia 2 bulan sampai

    kurang dari 1 tahun, dan 40 kali per menit atau lebih pada anak usia 1 tahun sampai kurang

    dari 5 tahun.2

    9

  • 7/27/2019 Lapsus Bronkopneumonia2

    10/39

    Pneumonia biasanya menyebabkan suatu daerah persebulungan yang berbatas tegas

    yang di dalamnya terdapat daerah yang masih terisi udara dan/atau bronkhi yang berisi udara

    (air bronchogram). Biasanya pneumonia menyebabkan adanya opasitas yang tidak jelas dan

    tersebar pada beberapa bagian paru. Hilangnya sebagian volume pada lobus yang sakit

    (seperti yang ditunjukkan oleh letak fisura, diafragma dan hilus) dan adanya air-

    bronchogram merupakan petunjuk adanya obstruksi bronkhus proksimal dari konsolidasi

    (oleh tumor atau benda asing).

    Pnemonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan parenkim paru meliputi

    alveolus dan jaringan interstitial. Terjadinya pneumonia pada anak seringkali bersamaan

    dengan proses infeksi akut pada bronkus (disebut bronkopneumonia). Sebagian besar

    disebabkan oleh mikroorganisme (virus/bakteri) dan sebagian kecil disebabkan oleh hal lai

    (aspirasi, radiasi, dll). Pada pneumonia yang disebabkan oleh kuman, menjadi hal penting

    mengetahui penyebab dari pneumonia (virus atau bakteri) infeksi virus yang kemudian

    mengalami komplikasi infeksi bakteri. 6

    Bronkopneumonia merupakan jenis pneumonia yang tersering pada bayi dan anak

    kecil. Dalam penatalaksanaan Pemberantasan Penyakit ISPA (P2ISPA) semua bentuk

    pneumonia baik pneumonia dan bronkopneumonia disebut pneumonia (depkes 2002).

    Pneumonia merupakan penyakit batuk, pilek, demam tinggi disertai nafas sesak atau nafas

    cepat. Nafas sesak ditandai dengan dinding dada bawah tertarik kedalam, sedangkan nafas

    cepat diketahui dengan menghitung tarikan nafas dalam satu menit. Untuk balita umur 2

    tahun sampai 5 tahun tarikan nafasnya 40 kali atau lebih dalam satu menit, dan umur kurang

    dari 2 bulan sampai 2 tahun tarikan nafasnya 50 kali atau lebih per menit, dan umur kurang

    dari 2 bulan tarikan nafasnya 60 kali atau lebih per menit. 7,8

    Etiologi 8,9,10

    Dapat disebabkan oleh virus morbilia atau oleh Pneuomococcus,

    Streptococcus, Staphylococcus. Bronkopneumonia ini dapat menyebabkan kematian bayi

    yang masih muda, anak dengan malnutrisi energi protein, penderita penyakit menahun

    misalnya tuberkulosis, leukemia dan lain-lain.

    Penyebab bronkopneumonia yang biasa dijumpai adalah

    1. Faktor infeksi

    10

  • 7/27/2019 Lapsus Bronkopneumonia2

    11/39

    Usia Etiologi yang sering Etiologi yang jarang

    0-20 hari Bakteri :

    e. coli

    streptococcus grup B

    listeria monocytogenes

    Bakteri anaerob :

    Streptococcus grup D

    Haemofillus influenza

    Ureaplasma urealyticum

    Virus :

    Sitomegalo

    Herpes simplex

    3 minggu- 3 bulan Bakteri :

    Streptococcus pneumonia

    Clamydia trachomatis

    Virus :

    Adenovirus

    Influenza virus

    Parainfluenza virus 1,2,3

    Respiratory sinsitial virus

    Bakteri :

    Bordetela pertussis

    Haemopillus influenza tipe B

    Moraxella cataralis

    Staphylococcus aureus

    Ureaplasma urealyticum

    Virus :Sitomegalovirus

    4 bulan 5 tahun Bakteri :

    Streptococcus pneumonia

    Clamidia pneumonia

    Mycoplasma pneumonia

    Virus :

    Adenovirus

    Influenza virus

    Parainfluenza virus 1,2,3

    Respiratory sinsitial virus

    Bakteri :

    Haemofilus influenz tipe B

    Moraxella cataralis

    Nisseria meningitidis

    Staphylococcus aureus

    Virus :

    Varicella zooster

    5 tahun remaja Bakteri :

    Clamidia pneumonia

    Mycoplasma pneumoniaStreptococcus pneumonia

    Bakteri :

    Haemofillus influenza

    Legionella spStaphylococcus aureus

    11

  • 7/27/2019 Lapsus Bronkopneumonia2

    12/39

    Virus :

    Adenovirus

    Influenza virus

    Parainfluenza virus

    Respiratory sinsitial virus

    Varicella zooster

    2. Faktor non infeksi

    Terjadi akibat disfungsi menelan atau refluks esophagus meliputi

    a. Bronkopneumonia hidrokarbon :

    b. Bronkopneumonia lipoid :

    Mekanisme Pertahanan Paru

    Sangat penting dalam menjelaskan terjadinya infeksi saluran nafas. Paru mempunyai

    mekanisme pertahanan untuk mencegah bakteri agar tidak masuk kedalam paru.

    Mekanisme pembersihan tersebut adalah :

    1. Mekanisme pembersihan di saluran nafas penghantar, meliputi :

    Reepitelisasi saluran nafas

    Aliran lendir pada permukaan epitel

    Bakteri alamiah atau ephitelial cell binding site analog

    Faktor humoral lokal (Ig G dan Ig A)

    Komponen mikroba setempat

    Sistem transpor mukosilier

    Reflek bersin dan batuk

    Saluran napas atas (nasofaring dan orofaring meruapakan mekanisme pertahanan

    melalui barier) anatomi dan mekanisme terhadap masuknya mikroorganisme

    yang patogen. Silia dan mukus mendorong mikrooragnisme keluar dengan ara

    dibatukkan atau ditelan. Bila terjadi disfungsi silia, pemakaian pipa nasogastrik

    12

  • 7/27/2019 Lapsus Bronkopneumonia2

    13/39

    dan pipa nasotrakeal yang lama dapat menganggu aliran sekret yang telah

    terkontaminasi dengan bakteri patogen. Dalam keadaan ini dapat terjadi infeksi

    nosokomial atau hospital aquired pneumonia.

    2. Mekanisme pembersihan di respiratory exchange airway, meliputi :

    Cairan yang melapisi alveolar termasuk surfaktan

    Sistem kekebalan humoral lokal (Ig G)

    Makrofag alveolar dan mediator inflamasi

    Penarikan netrofil

    Sistem kekebalan humoral sangat berperan dalam mekanisme pertahanan paru

    (saluran nafas atas). Ig A merupakan salah satu bagian dari sekret hidung (10%

    dari total protein sekret hidung). Penderita defisisensi IgA memiliki resiko untuk

    terjadi infeksi saluran nafas atas yang berulang. Bakteri yang sering mengadakan

    kolonisasi pada saluran nafas atas sering mengeluarkan enzim proteolitik dan

    merusak Ig A. Bakteri gram negatif (p. Aeroginosa, E. Colli, serratia, Proteus spp,

    dan K. pneumonia) mempunyai kemampuan untuk merusak Ig A. Defisiensi dan

    kerusakan setiap komponen pertahanan saluran nafas atas menyebabkankolonisasi bakteri patogen sebagai fasiliti terjadinya infeksi saluran nafas bawah.

    3. Mekanisme pembersihan di saluran nafas subklotik

    Mekanisme pertahanan saluran nafas subglotis terdiri dari anatomik, mekanik,

    humoral dan komponen seluler. Mekanisme penutupan dan refleks batuk dari glotis

    merupakan

    4. Mekanisme pembersihan di respiratory gas exchange airway

    Bronkiolus dan alveol mempunyai mekanisme pertahanan sebagai berikut :

    Cairan yang melapisi alveol :

    Ig G (Ig G1 dan Ig G2 subsetyang berfungsi sebagai opsonin)

    Makrofag alveolar yang berperan sebagai mekanisme pertahanan pertama

    Berfungsi untuk menarik PMN leukosit ke alveolus (ada infeksi GNB, P.

    aeruginosa)

    Mediator biologi

    13

  • 7/27/2019 Lapsus Bronkopneumonia2

    14/39

    Kemampuan untuk menarik PMN ke saluran nafas termasuk C5a, produksi dari

    makrofag alveolar, sitokin, leukotrien.

    Patofisiologi 8,9,10

    Dalam keadaan sehat, tidak terjadi pertumbuhan mikroorganisme di paru. Paru-paru

    dilindungi dari infeksi bakteri melalui mekanisme pertahanan anatomis dan mekanis, dan

    faktor imun lokal sistemik. Mekanisme pertahanan awal berupa filtrasi bulu hidung, refleks

    batuk, dan mukosilier aparatus. Mekanisme pertahanan lanjut berupa sekresi Ig A lokal dan

    respon inflamasi yang diperantai leukosit, komplemen, sitokin, immunoglobulin, makrofag

    alveolar, dan imunitas yang diperantai sel.

    Infeksi paru terjadi bila satu atau lebih mekanisme di atas terganggu, atau bila virulensi

    organisme bertambah. Agen infeksius masuk ke saluran nafas bagian bawah melalui inhalasi

    atau aspirasi flora komensal dari saluran nafas bagian atas, dan jarang melalui hematogen.

    Virus dapat meningkatkan kemungkinan terjangkitnya infeksi saluran nafas atas bagian

    bawah yang mempengaruhi mekanisme pembersihan dan respon imun. Diperkirakan sekitar

    25-75 % anak dengan pneumonia bakteri didahului dengan infeksi virus.

    Bronkopneumonia hampir selalu didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas yang

    disebabkan oleh bakteri staphylococcus, haemophilus influenza, atau karena aspirasi

    makanan dan minuman. Masuknya mikroorganisme ke dalam saluran nafads dan bagian

    paru-paru dapat melalui berbagai cara, antara lain ;

    Inhalasi langsung dari udara

    Aspirasi dari bahan-bahan yang ada di nasofaring dan orofaring

    Perluasan langsung dari tempat-tempat lain

    Penyebaran secara hematogen

    Invasi bakteri ke parenkim paru menimbulkan konsolidasi eksudatif jaringan ikat paru

    yang bisa lobular (bronkopneumonia), lobar, atau intersitial. Pneumonia bakteri dimulai

    dengan terjadinya hiperemi akibat pelebaran pembuluh darah, eksudasi cairan intra-

    alveolar, penumpukan fibrin, dan infiltrasi neutrofil, yang dikenal dengan stadium

    hepatisasi merah. Konsolidasi jaringan menyebabkan penuruna compliance paru dan

    kapasitas vital. Peningkatan aliran darah yang melewati paru yang terinfeksi

    menyebabkan pergeseran fisiologis (ventilation-perfusion missmatching) yang kemudian

    14

  • 7/27/2019 Lapsus Bronkopneumonia2

    15/39

    menyebabkan terjadinya hipoksemia. Selanjutnya desaturasi oksigen menyebabkan

    peningkatan kerja jantung.

    15

  • 7/27/2019 Lapsus Bronkopneumonia2

    16/39

    16

  • 7/27/2019 Lapsus Bronkopneumonia2

    17/39

    Stadium berikutnya terutama diikuti dengan penumpukan fibrin dan disenterigasi

    progresif dari sel-sel inflamasi (hepatisasi kelabu). Pada kebanyakan kasus, resolusi

    konsolidasi terjadi setelah 8-10 hari dimana eksudat dicerna secara enzimatik untuk

    selanjuntnya direabsorpsi dan dikeluarkan melalui batuk. Apabila infeksi bakteri

    menetap dan meluas ke kavitas pleura, supurasi intrapleura menyebabkan terjadinya

    emyema. Resolusi dari reaksi pleura dapat berlangsung secara spontan, namun

    kebanyakn menyebabkan penebalan jaringan ikat dan pembentukkan perlekatan.

    Proses radang dapat dibagi menjadi 4 stadium, yaitu :

    1. Stadium I (4-12 jam pertama/ kongesti)

    Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung

    pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah

    dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan

    mediato-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan

    cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin.

    Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama

    dengan histain dan prostaglandin untuk melemaskan oto polos vaskuler paru dan

    peningkatan permeabilitas kapiler paru.

    Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang intertisium

    sehingga terjadi pembengkakan dan edema antara kapiler dan alveolus. Penimbunan

    di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen

    dan karbondioksida, maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan

    sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.

    2. Stadium II (48 jam berikutnya)

    Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat

    dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai bagian dari reaksi peradangan.

    Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan lekosit, eritrosit, dan

    cairan, sehingga warna paru menjadi merah da perabaan seperti hepar, pada stadium ini

    udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak,

    stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.

    17

  • 7/27/2019 Lapsus Bronkopneumonia2

    18/39

    3. Stadium III (3-8 hari)

    Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi

    daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh

    daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di

    alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit,

    warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.

    4. Stadium IV (7-11 hari)

    Disebut juga stadium yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan mereda, sisa-

    sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorbsi oleh makrofag sehingga jaringan

    kembali ke strukturnya semula.

    Manifestasi klinis 7,8

    Bronkopneumonia bisa didahului oleh infeksi trakturespiratori bagian atas selama

    beberapa hari suhu naik sangat mendadak antara 39-40 derajat celcius dan kadang

    18

  • 7/27/2019 Lapsus Bronkopneumonia2

    19/39

    disertai kejang karena demam yang tinggi. Anak sangat gelisah, dispnea pernafasan cepat

    dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung serta sianosis sekitar hidung dan mulut,

    kadang disertai muntah dan diare. Batuk biasanya tidak ditemukan pada permulaan

    penyakit tapi setelah beberapa hari mulai kering kemudian menjadi produktif.

    Pada stadium permulaan sukar dibuat diagnosis dengan pemeriksaan fisik tetapi hasil

    pemeriksaan fisik tergantungvdengan luas yang terkena, pada perkusi sering tidak

    ditemukan kelaiann dan pada auskultasi mungkin hanya terdengar ronki basah nyaring

    halus dan sedang. Bila sarang bronkopneumonia berkonfluens, pada auskultasi terdengar

    mengeras. Tanpa pengobatan biasanya penyembuhan sesudah 2-3 minggu.

    Pemeriksaan fisik8,9

    Inspeksi : setiap nafas ada tanda tanda retraksi otot epigastrik, intercostal,

    suprasternal, dan pernafasan cuping hidung.

    Palpasi : ditemukan vokal fremitus yang simetris. Konsolidasi yang kecil pada paru

    yang terkena tidak menhilangkan getaran fremitus selama jalan nafas masih terbuka,

    namun bila terjadi perluasan infeksi paru (kolaps paru/atelektasis) maka transmisi

    energi fibrasikan berkurang.

    Perkusi : tidak ada kelainan

    Auskultasi : ditemukan adanya ronki sedang nyaring.

    Pemeriksaan penunjang 8

    Radiologi, gambaran foto thoraks :

    Infiltrat interstitial, ditandai dengan peningkatan corakan bronkovaskular,

    peribronkial, cuffing, dan hiperaerasi. Infiltrat alveolar, merupakan konsolidasi dengan air bronchogram. Konsolidasi

    yang mengenai satu lobus disebut dengan pneumonia lobaris ataub terlihat

    sebagai lesi tunggal yang cukup besar.

    Bronkopneumonia, ditandai dengan gambaran difuse merata pada kedua paru,

    berupa bercak-bercak infiltrat yang dapat meluas hingga daerah perifer paru

    disertai dengan corakan peribronkial.

    19

  • 7/27/2019 Lapsus Bronkopneumonia2

    20/39

    Pada anak, umumnya meliputi infiltrat ringan pada satu paru hingga konsolidasi luas

    kedua paru. Dari hasil penelitian, ditemukan bahwa lesi pneumonia pada anak

    terbanyak berada paru kanan terutama di lobus atas.

    LaboratoriumPada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah lekosit. Hitung lekosit

    dapat membantu membedakan pneumoni viral dan bakterial. Infeksi virus lekosit

    normal atau meningkat (tidak melebihi 20.000/mm3 dengan limfosit predominan) dan

    bakteri lekosit meningkat 15.000-40.000 /mm3 dengan netrofil yang predominan.

    Pada hitung jenis lekosit terdapat pergeseran ke kiri serta peningkatan LED. Analisa

    gas darah menunjukkan hipoksemia dan hipokarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi

    asidosis respiratorik. Isolasi mikroorganisme dari paru, cairan pleura atau darah

    bersifat invasif sehingga tidak rutin dilakukan. Untuk menentukan diagnosis etiologi

    diperlukan pemeriksaan dahak, kultur darah, dan serologi. Kultur darah dapat positif

    pada 20-25 % penderita yang tidak diobati.

    Mikrobiologis

    Tidak rutin dilakukan, untuk pemeriksaan mikrobiologi spesimen didapat dari usap

    tenggorokan, sekret nasofaring, bilasan bronkus, darah, pungsi pleura, atau aspirasi

    paru. Diagnosis dikatakan definit bila kuman ditemukan dari darah, cairan pleura, atau

    aspirasi paru. Pada pneumonia anak dilaporkan hanya 10-30 % ditemukan bakteri

    pada kultur darah. Spesimen yang memenuhi syarat adalah sputum yang mengandung

    lebih dari 25 lekosit atau kurang dari 40 sel epitel/lapangan pada pemeriksaan

    mikroskopis dengan pembesaran kecil.

    Kriteria diagnosis 9,10

    Pneumonia / bronkopneumonia dapat ditegakkan dengan :

    Sesak nafas disertai dengan pernafasan cuping hidung dan tarikan dinding

    dada

    Badan panas

    Ronki basah sedang nyaring (crackles)

    Foto thorax menunjukkan gambnaran infiltrat difus.

    Leukositosis (pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm3 dengan limfosit

    predominan, dan bakteri 15.00-40.000/mm3 netrofil yang predominan)

    20

  • 7/27/2019 Lapsus Bronkopneumonia2

    21/39

    Klasifikasi pneumonia berdasarkan WHO :

    1. usia < 2bulan

    o pneumonia berat

    subcostal retraksibila ada nafas cepat (>60 x/mnt)

    harus dirawat dan diberi antibiotik

    o pneumonia sangat berat

    tidak bisa minum

    kejang

    kesadaran menurun

    hipertermi/hipotermi

    nafas lambat / tidak teratur

    2. usia 2bulan 5 tahun

    o Pneumonia

    Bila ada nafas cepat

    o Pneumonia berat

    Chest indrawing

    Nafas cepat dengan laju nafas:

    >50 x/mnt untuk anak usia 2 bulan 1 tahun

    >40 x/mnt untuk anak > 1-5 tahun

    o Pneumonia sangat berat

    Tidak dapat minum

    Kejang

    Kesadaran menurun

    Malnutirsi

    Penatalaksanaan 7,8,9

    Pneumonia ringan

    o Tatalaksana :

    Anak diberi rawat jalan

    Beri antibiotik : kotrimoksasol (4 mg TMP/ kg bb/ kali) 2 kali sehari

    selama 3 hari atau amoksisilin (25 mg/ kg bb/ kali) 2 kali sehari selama

    3 hari.o Tidak dianjurkan :

    21

  • 7/27/2019 Lapsus Bronkopneumonia2

    22/39

    Anjurkan ibu untuk memberi makan anak. Nasihati ibu untuk

    membawa kembali anaknya setelah 2 hari atau lebih cepat kalau

    keadaan anak memburuk atau tidak bisa minum atau menyusui.

    Ketika anka kembali, lihat pernafasannya mebaik (melambat), demam

    berkurang, nafsu makan membaik maka dilanjutkan pengobatan

    sampai seluruhnya 3 hari.

    Pneumonia berat

    o Tatalaksana

    Anak dirawat di rumah sakit.

    Terapi antibiotik

    Beri ampisilin / amoksisilin (25-50 mg/ kg bb/ kali IV atau IM setiap 6 jam), yang

    harus dipantau dalam 24 jam selama 72 jam pertama. Bila anak memberi respon yang

    baik maka diberikan selama 5 hari. Selanjutnya terapi dilanjutkan di rumah atau di

    rumah sakit dengan amoksisilin pral (15 mg/ kg bb/ kali) sebanyak tiga kali sehari

    untuk 5 hari berikutnya.

    Bila keadaan klinis memburuk sbelum 48 jam, atau terdapat keadaan yang berat (tidak

    dapat menyusu atau minum/ makan, atau memuntahkan semuanya, kejang, letargis,

    tidak sadar, sianosis, distress nafas berat) maka ditambahkan kloramfenikol (25 mg/kg bb/ kali IV atau IM setiap 8 jam).

    Bila pasien datang dalam keadaan klinis berat, segera berikan oksigen dan pengobatan

    kombinasi ampisilin-kloramfenikol atau ampisilin-gentamisin.

    Sebagai alternatif, beri ceftriakson (80-100 mg/ kg bb IV atau IM sekali sehari).

    Bila anak tidak membaik dalam 48 jam, maka bila memungkinkan buat foto thorax.

    Apabila diduga pneumonia stapilococo, ganti antibiotik dengan gentamisin (7,5 mg/

    kg bb IM sekali sehari) dan kloksasilin (50 mg/ kg bb IM atau IV setiap 6 jam) atau

    klindamisin (15 mg/kg bb/hari 3kali pemberian). Bila keadaan anak membaik,

    lanjutkan kloksasilin atau diklosaksilin secara oral 4 kali sehari sampai secara

    keseluruhan mencapai 3 minggu, atau klindamisin secara oral selama 2 minggu.

    Terapi oksigen :

    Beri oksigen pada semua anak dengan pneumonia berat

    22

  • 7/27/2019 Lapsus Bronkopneumonia2

    23/39

    Bila tersedia pulse oximetry, gunakan sebagai panduan untuk terapi oksigen (berikan

    pada anak dengan saturasi oksigen 90%. Pemberian oksigensetelah saat ini tidak berguna.

    Gunakan nasal prongs, kateter nasal, atau kateter nasofaringeal.

    Oksigen harus tersedia setiap waktu secara terus menerus.

    Lakukan pemberian oksigen sampai tanda hipoksia (seperti tarikan diding dada bagian

    bawah ke dalam yang berat atau nafas > 70 x/mnt) tidak ditemukan lagi.

    Suportif :

    Bila anak disertai demam (>39c) yang tampaknya menyebabkan distress, beri

    paracetamol.

    Bila ditemukan adanya wheeze, beri bronkodilatator.

    Bila terdapat sekret kental di tenggorokan yang tidak dapat keluar, maka hilangkan

    dengan alat penghisap secara perlahan.

    Pastikan anak memperoleh kebutuhan cairan rumatan sesuai umur anak, tetapi hati-

    hati terhadap kelebihan cairan/ overhidrasi.

    2.6.4. Kebutaan

    Terjadi karena virus campak mempercepat episode defisiensi vitamin A yang akhirnya dapat

    menyebabkan xeropthalmia atau kebutaan.

    2.8 TATALAKSANA

    Pengobatan 3,6

    Simtomatik yaitu antipiretika bila suhu tinggi, sedativum, obat batuk dan memperbaiki

    keadaan umum. Tindakan lain adalah pengobatan segera terhadap komplikasi yang timbul4.

    Diberikan sedatif, antipiretik untuk demam tinggi, tirah baring dan masukan cairan yang

    cukup. Penderita harus dilindungi dari kontak dengan cahaya yang kuat selama masa

    fotofobia. Adanya komplikasi seperti ensefalitis, SSPE, bronkopneumonia pada setiap kasus

    harus dinilai secara individual5.

    Pencegahan 2,4,6

    23

  • 7/27/2019 Lapsus Bronkopneumonia2

    24/39

    1. Imunisasi aktif.

    Imunisasi campak awal dapat diberikan pada usia 12-15 bulan tetapi mungkin diberikan lebih

    awal pada daerah dimana penyakit terjadi (endemik). Imunisasi aktif dilakukan dengan

    menggunakan strain Schwarz dan Moraten. Vaksin tersebut diberikan secara subcutan dan

    menyebabkan imunitas yang berlangsung lama. Dianjurkan untuk memberikan vaksin morbili

    tersebut pada anak berumur 10 15 bulan karena sebelum umur 10 bulan diperkirakan anak

    tidak dapat membentuk antibodi secara baik karena masih ada antibodi dari ibu. Akan tetapi

    dianjurkan pula agar anak yang tinggal di daerah endemis morbili dan terdapat banyak

    tuberkulosis diberikan vansinasi pada umur 6 bulan dan revaksinasi pada umur 15 bulan. Di

    Indonesia saat ini masih dianjurkan memberikan vaksin morbili pada anak berumur 9 bulan

    ke atas.

    Vaksin morbili tersebut dapat diberikan pada orang yang alergi terhadap telur. Hanya saja

    pemberian vaksin sebaiknya ditunda sampai 2 minggu sembuh. Vaksin ini juga dapat

    diberikan pada penderita tuberkulosis aktif yang sedang mendapat tuberkulosita. Akan tetapi

    vaksin ini tidak boleh diberikan pada wanita hamil, anak dengan tuberkulosis yang tidak

    diobati, penderita leukemia dan anak yang sedang mendapat pengobatan imunosupresif4.

    2. Imunisasi pasif.

    Imunisasi pasif dengan kumpulan serum orang dewasa, kumpulan serum konvalesens,

    globulin plasenta atau gamma globulin kumpulan plasma adalah efektif untuk pencegahan

    dan pelemahan campak. Campak dapat dicegah dengan menggunakan imunoglobulin serum

    dengan dosis 0,25 mL/kg diberikan secara intramuskuler dalam 5 hari sesudah pemajanan

    tetapi lebih baik sesegera mungkin. Proteksi sempurna terindikasi untuk bayi, anak dengan

    penyakit kronis dan untuk kontak dibangsal rumah sakit anak5

    .

    3. Isolasi

    Penderita rentan menghindari kontak dengan seseorang yang terkena penyakit campak dalam

    kurun waktu 20-30 hari, demikian pula bagi penderita campak untuk diisolasi selama 20-30

    hari guna menghindari penularan lingkungan sekitar.

    24

  • 7/27/2019 Lapsus Bronkopneumonia2

    25/39

    BAB III

    RESPONSI KASUS

    3.1 ANAMNESA

    IDENTITAS

    Nama : An. A

    Usia : 1 tahun 5 bulan

    Jenis kelamin : Perempuan

    Alamat : Jl. Cokroaminoto gang X no 34 RT/RW 1/3, Probolinggo

    Agama : Islam

    Suku : Madura

    Nama Ayah : Tn. Muklis / 28 th / Swasta

    Nama Ibu : Ny. Ruvi / 24 th / IRT

    Tanggal Masuk : 24 september 2013

    No. Register : 479143

    SUBYEKTIF

    Keluhan Umum : Panas sejak 7 hari yang lalu

    Keluhan tambahan : Batuk dan Pilek

    R/ penyakit sekarang :

    Panas naik turun sejak 7 hari yang lalu sampai dengan sekarang (tgl 24 september

    2013)

    4 hari stelah panas, muncul ruam-ruam (bintik-bintik merah) pada daerah badan

    dahulu lalu menyebar ke kaki dan kepala. Ruamnya tidak terasa gatal.

    Semalam An. A mulai batuk (batuknya berdahak, tapi dahaknya ditelan terus) dan

    pilek.

    Tidak ada kejang

    Tidak ada mual dan muntah

    Nafsu makan agak berkurang dan semakin rewel

    Minum lancar / normal

    BAB dan BAK normal

    R/ penyakit dahulu :

    25

  • 7/27/2019 Lapsus Bronkopneumonia2

    26/39

    tidak pernah seperti ini sebelumnya, R/ alergi (-), R/ asma (-), R/ kejang demam (-), TB (-).

    RPK :

    tidak ada keluarga yang menderita sama seperti ini, R/ asma (-), R/ TB (-).

    R/ Diet :

    tidak minum ASI lagi semenjak umur 1 bulan (tidak ada alasan), mulai umr 1 bulan

    sekarang minum PASI (susu botol) dan minum air putih, 6 bulan lalu mulai dikasi makan nasi

    (tidak dihaluskan).

    R/ kehamilan :

    hamil 9 bulan, lahir dibidan dengan persalinan spontan belakang kepala (normal).

    R/ kelahiran :

    Anak 1, berat badan lahir 2800 gram.

    R/ tumbuh kembang : baik

    R/ imunisasi : tidak lengkap, campak (-).

    3.2 OBYEKTIF

    Keadaan umum : lemah

    Kesadaran : compos mentis

    Antropometri :

    BB : 8,4 kg

    PB : 80 cm

    ST : mild malnutrition

    Pemeriksaan fisik

    Tanda vital :

    Suhu : 37,1 c

    Rr : 80 x/mnt

    Hr : 160 x/mnt

    Regio Pemeriksaan

    Kepala Normochepal

    Mata:

    cekung -/-. sekret -/-, sklera ikterus -/-, sklera

    26

  • 7/27/2019 Lapsus Bronkopneumonia2

    27/39

    hiperemi -/-, konjunctiva anemis -/-, reflek

    pupil +/+.

    Hidung :

    sekret +/+, darah -/-, PCH (-)

    Telinga :

    sekret -/-, hiperemis -/-, nyeri tekan -/-

    Mulut :

    bibir kering (+), faring hiperemi (+), kopliks

    spot (-), cyanosis (-).

    Leher Pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-).

    Dada Inspeksi :

    Gerak dinding dada simetris, otot bantu nafas

    : epigastrial subcostal (+)

    Auskultasi :

    Pulmo : Vesikuler +/+, ronki +/+ basah halus,

    wheezing -/-.

    Cor : s1s2 tunggal, murmur (-)

    Abdomen Inspeksi :

    Datar, scar (-)

    Auskultasi :

    Bising usus (+) normal

    Palpasi :

    Nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba

    Perkusi :

    27

  • 7/27/2019 Lapsus Bronkopneumonia2

    28/39

    Timpani

    Genetalia Dalam batas normal

    Extremitas akral hangat

    oedema -/-

    gambaran ruam :

    makulopapular, difuse, mulai dari

    badan kaki- wajah, deskuamasi,

    pada hari ke 9 hiperpigmentasi

    Status neurologis (-)

    3.3 ASSESSMENT

    Diagnosis : Susp. Morbili + pneumonia

    Diagnosis banding : Roseola (exanthema subitum)

    Membandingkan diagnosa :

    Keterangan Morbili / measles Roseola /exanthema subitum

    Penyebab Virus campak HHV 6 dan 7

    Umur Bayi, remaja Bayi (6 bulan-2tahun)

    Musim Dingin semi Semua

    Transmisi Droplet transmisi Tidak diketahui: saliva atau

    karier tanpa gejala

    Inkubasi 10-12 hari 5-15 hari

    Prodromal Demam tinggi, batuk, pilek,

    konjunctivitis, 2-4 hari

    Rewel, demam tinggi, 3-

    4hari, pembesaran kelenjar

    servikal, dan oksipital

    Gambaran dan struktur ruam Makulopapular (konfluens),

    mulai dari wajah, menyebar

    ke tubuh: 3-6 hari, menjadi

    coklat, deskuamasi halus,

    toksik, tampak tidak nyaman,fotofobia, ruam mungkin

    Makula diskrit pada tubuh

    dan leher, ruam mendadak

    timbul lalu menghilang 2

    hari, beberapa pasien tanpa

    ruam

    28

  • 7/27/2019 Lapsus Bronkopneumonia2

    29/39

    tidak muncul pada infeksi

    HIV, diskrit, nonkonfluens.

    Enantema Kolpiks spot pada mukosa

    bukal sebelum ruam

    Berbagai makula dan

    eritematus pada palatum

    molle

    Komplikasi Kejang demam, otitis,

    pneumonia, ensefalitis,

    laringotrakeitis,

    trombositopenia, SSPE yang

    tertunda

    Kejang demam tunggal atau

    berulang, sindroma

    hemofagositik, ensefalopati,

    penyebaran pada

    immunocomprimise.

    Prevensi Umum: vaksin campak 12-15

    bulan dan ulangan pada 12

    tahun, paparan : vaksin

    campak jika dalam 72 jam,

    globulin serum jika dalam 6

    hari (lalu menunggu 5-6

    bulan untuk vaksinasi)

    Tidak ada

    Epidemiologi Laporan kesehatan

    masyarakat, laporan

    epidemi : menular 3 hari

    sebelum muncul gejala

    sampai 4 hari setelah ruam.

    -

    Planning :

    Inf. D5 ns 840 cc/ 24 jam

    Pseudoefedrine 1x4,2mg

    Ambroxol sirup 3 x cth 1

    FOLLOW UP PASIEN

    Hari,

    Tangg

    al

    Subyektif Obyektif Assessment / Planning

    Rabu,

    25

    Anak

    bertambah

    Keadaan umum :

    agak lemah

    Assessment :

    Susp. Roseola +

    29

  • 7/27/2019 Lapsus Bronkopneumonia2

    30/39

    septem

    ber

    2013

    batuk, tetapi

    dahaknya

    tetap tidak

    mau keluar.

    Panas (-)

    Pilek sudah

    tidak ada

    lagi

    Makan dan

    minum

    masihberkurang

    Mual dan

    muntah (-)

    BAK dan

    BAB normal

    (dengan

    konsistensi

    yang tidak

    encer)

    Kesadaran : kompos

    mentis

    Tanda-tanda vital :

    Suhu : 36,5Rr : 60 x/mnt

    Hr : 170 x/mnt

    Kepala / leher :

    a/i/c/d = -/-/-/-

    sekret mata (-)

    hiperemi faring (+),

    PCH (-), pembesaranKGB (-).

    Dada :

    Simetris (+), retraksi

    dada (+,

    subepigastrial costal)

    Pulmo :

    Rh +/+ basah halusWh -/-

    Jantung :

    S1S2 tunggal, tidak

    ada murmur

    Abdomen :

    Soefl (+), bising

    usus normal,meteorismus (-),

    turgor baik.

    Genetalia : dalam

    batas normal

    Extremitas :

    Akral hangat

    Oedema -/-

    gambaran ruam :

    pneumonia

    Planning :

    Inf. D5 800cc/24jam

    Norages 3x125mg/iv

    Ambroxol 3xcth 1

    Pemeriksaan

    penunjang : foto thorax

    30

  • 7/27/2019 Lapsus Bronkopneumonia2

    31/39

    makula, difuse,

    mulai dari badan

    kaki- wajah, pada

    hari ke 8 eritema

    Status neurologis :

    (-)

    Kamis,

    26

    septem

    ber

    2013

    Anak

    tambah

    batuk, tidak

    berkurang

    sama sekali

    tetapi tidak

    berdahak

    lagi

    Panas (-)

    Ruam-

    ruamnya

    sudah masih

    kemerahan

    Makan dan

    minum

    normal

    BAK dan

    BAB normal

    Mual dan

    muntah (-)

    Keadaan umum :

    agak lemah

    Kesadaran : kompos

    mentis

    Tanda-tanda vital :

    Suhu : 37,1

    Rr : 60 x/mnt

    Hr : 155 x/mnt

    Kepala / leher :

    a/i/c/d = -/-/-/-

    sekret mata (-)

    hiperemi faring (+),

    PCH (-), pembesaran

    KGB (-).

    Dada :

    Simetris (+), retraksi

    dada (+,

    subepigastrial costal)

    Pulmo :

    Rh +/+ basah halus

    Wh -/-

    Jantung :

    S1S2 tunggal, tidak

    ada murmur

    Abdomen :

    Soefl (+), bising

    Assessment :

    Morbili +

    bronkopneumonia

    Planning :

    Lepas infus

    Vitamin A 100.000

    ui/hari

    Hasil photo thorax :

    31

  • 7/27/2019 Lapsus Bronkopneumonia2

    32/39

    usus normal,

    meteorismus (-),

    turgor baik.

    Genetalia : dalam

    batas normal

    Extremitas :

    Akral hangat

    Oedema -/-

    gambaran ruam :

    makula, difuse,

    mulai dari badan

    kaki- wajah, pada

    sakit hari ke 9

    eritema.

    32

  • 7/27/2019 Lapsus Bronkopneumonia2

    33/39

    Status neurologis :

    (-)

    Jumat

    / 27septem

    ber

    2013

    Anak

    tambahbatuk, tidak

    berkurang

    sama sekali

    tetapi tidak

    berdahak

    lagi

    Panas (+)

    Ruamnya

    hiperpgment

    asi, bagian

    kaki dan

    tangan

    sudah

    menhilang

    Makan dan

    minum

    normal

    BAK dan

    BAB normal

    Mual dan

    muntah (-)

    Keadaan umum :

    cukup Kesadaran : kompos

    mentis

    Tanda-tanda vital :

    Suhu : 38,5

    Rr : 55 x/mnt

    Hr : 145 x/mnt

    Kepala / leher :a/i/c/d = -/-/-/-

    sekret mata (-)

    hiperemi faring (+),

    PCH (-), pembesaran

    KGB (-).

    Dada :

    Simetris (+), retraksidada (+,

    subepigastrial costal)

    Pulmo :

    Rh +/+ basah halus

    Wh -/-

    Jantung :

    S1S2 tunggal, tidakada murmur

    Asessment :

    Morbili +

    bronkopneumonia

    Planning :

    Ceftriaxon 2x210mg

    Paracetamol 4x84 mg

    (p.r.n)

    33

  • 7/27/2019 Lapsus Bronkopneumonia2

    34/39

    Abdomen :

    Soefl (+), bising

    usus normal,

    meteorismus (-),turgor baik.

    Genetalia : dalam

    batas normal

    Extremitas :

    Akral hangat

    Oedema -/-

    gambaran ruam :makula, difuse,

    mulai dari badan

    kaki- wajah,

    deskuamasi, pada

    sakit hari ke 10

    hiperpigmentasi,

    pada bagian kaki dan

    sudah mulai

    menghilang.

    34

  • 7/27/2019 Lapsus Bronkopneumonia2

    35/39

    Status neurologis :

    (-)

    Sabtu,

    28

    septem

    ber

    2013

    Pasien pulang paksa - -

    BAB IV

    PEMBAHASAN KASUS

    35

  • 7/27/2019 Lapsus Bronkopneumonia2

    36/39

    36

    Keadaan pasien Teori

    Anamnesa :

    Panas naik turun sejak 7 hari

    yang lalu sampai dengan

    sekarang (tgl 24 september 2013)

    4 hari stelah panas, muncul

    ruam-ruam (bintik-bintik merah)

    pada daerah badan dahulu lalu

    menyebar ke kaki dan kepala.

    Ruamnya tidak terasa gatal.

    Semalam An. A mulai batuk

    (batuknya berdahak, tapi

    dahaknya ditelan terus) dan pilek.

    Tidak ada kejang

    Tidak ada mual dan muntah Nafsu makan agak berkurang dan

    semakin rewel

    R/ Diet : tidak minum ASI lagi semenjak

    umur 1 bulan (tidak ada alasan), mulai

    umr 1 bulan sekarang minum PASI

    (susu botol) dan minum air putih, 6 bulan

    lalu mulai dikasi makan nasi (tidak

    dihaluskan).

    R/ imunisasi : tidak lengkap, campak (-).

    Manifestasi klinis :

    0 Virus campak dalam droplet

    kontak dengan permukaan epitel

    nasofaring atau kemungkinan konjungtiva Infeksi

    pada sel epitel dan multiplikasi virus

    1-2 Penyebaran infeksi ke jaringan limfatik regional

    2-3 Viremia primer 3-5 Multiplikasi virus campak pada epitel saluran nafas

    di tempat infeksi pertama, dan pada RES regional

    maupun daerah yang jauh

    5-7 Viremia sekunder

    7-11 Manifestasi pada kulit dan tempat lain yang

    bervirus, termasuk saluran nafas

    11-14 Virus pada darah, saluran nafas dan organ lain

    15-17 Viremia berkurang lalu hilang, virus pada organ

    menghilang

    Stadium kataral (prodormal)

    Biasanya stadium ini berlangsung selama 4-5 hari dengan gejala

    demam, malaise, batuk, fotofobia, konjungtivitis dan koriza.

    Menjelang akhir stadium kataral dan 24 jam sebelum timbul

    eksantema, timbul bercak Koplik. Bercak Koplik berwarna

    putih kelabu, sebesar ujung jarum timbul pertama kali pada

    mukosa bukal yang menghadap gigi molar dan menjelang kira-

    kira hari ke 3 atau 4 dari masa prodormal dapat meluas sampai

    seluruh mukosa mulut. Secara klinis, gambaran penyakit

    menyerupai influenza dan sering didiagnosis sebagai influenza.

    Stadium erupsi

    Stadium ini berlangsung selama 4-7 hari. Gejala yang biasanya

    terjadi adalah koriza dan batuk-batuk bertambah. Timbul

    eksantema di palatum durum dan palatum mole. Kadang terlihat

    pula bercak Koplik. Terjadinya ruam atau eritema yang

    berbentuk makula-papula disertai naiknya suhu badan. Mula-

    mula eritema timbul di belakang telinga, di bagian atas tengkuk,

    sepanjang rambut dan bagian belakang bawah. Kadang-kadang

    terdapat perdarahan ringan pada kulit. Rasa gatal, muka

    bengkak. Ruam kemudian akan menyebar ke dada dan

    abdomen dan akhirnya mencapai anggota bagian bawah pada

    hari ketiga dan akan menghilang dengan urutan seperti

    terjadinya yang berakhir dalam 2-3 hari.

  • 7/27/2019 Lapsus Bronkopneumonia2

    37/39

    Dari data perbandingan diatas, saya simpulkan dari anamnesa : adanya batuk

    berdahak serta pilek, panas yang naik turun semenjak 4 hari yang lalu, tidak mau makan /

    minum gejala klinis ditemukan adanya ruam yang mucul pertama kali terdapat pada badan-

    kaki-kepala pasien sehingga mengaburkan untuk mendiagnosa morbili, maka didiagnosa

    sementara susp. roseola. Pemberian terapi dengan infus D51/4 ns (dikarenakan pasien makan

    dan minumnya berkurang) agar ada asupan energi masuk serta pemberian ambroxol 3xch 1

    dan psudoefedrin 84 mg/hari (untuk batuk berdahak dan pilek). 2 hari kemudian ruam yang

    berupa makula, eritema,adanya deskuamasi yang akhirnya berupa hiperpigmentasi dan

    disertai penurunan suhu badan pasien (termasuk masa konvalense morbili) maka diagnosa

    yang tepat adalah morbili / measles.

    Pada pemeriksaan hari pertama pasien di rumah sakit didapatkan pada pemeriksaan

    auskultasi paru-paru pasien kanan dan kiri adanya ronki basah halus tanpa disertai panas /

    suhu yang turun / normal sejak masuk rumah sakit, maka saya curiga adanya pneumonia

    (ditambah lagi rr = 60x/mnt, tanpa adanya dispneu, PCH(-), retraksi epigastrial subcostal(+))

    maka diusulkan untuk pemeriksaan foto thorax yang hasilnya (tanggal 26 september 2013)

    interpretasinya yaitu dx bronkopneumonia. Tidak diberikan O2 dikarenakan pasien tidak

    dlam keadaan bronkopneumonia yang berat atau sangat berat.

    Dengan adanya diagnosa Morbili + bronkopneumonia diberikan terapi berupa

    paracetamol apabila kalau panas lagi dan vitamin A sebanyak 100.000 ui (sebagai

    pencegahan komplikasi morbili yaitu xerormia). Tidak diberikan antibiotik karena ditakutkan

    bronkopneumonia pada pasien tersebut disebabkan oleh virus sehingga pemberian antibiotik

    tidak berguna. Pada follow up tanggal 27 september 2013, pk 08.00 pasien panas tinggi 38,5

    c maka ibu disarankan untuk mengkompres badan dan kepala pasien agar panasnya turun dan

    disertai pemberian paracetamol sebanyak 4x84 mg, selin itu juga diberikan ceftriaxon

    2x210mg (karena anak tersebut panas sehingga dicurigai bronkopneumonia disebabkan oleh

    bakteri), obat batuk (ambroxol) tidak diberikan dikarenakan fungsi ambroxol menekan dahak,

    sehingga tidak baik untuk terapi bronkopneumonia. Follow up pasien dan terapi selanjutnya

    tidak bisa dilanjutkan karena pasien pulang paksa.

    37

  • 7/27/2019 Lapsus Bronkopneumonia2

    38/39

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Burnett M., 2007.Measles, Rubeola.

    2. Silalahi Levi, 2004. Campak.diakses

    3. Depkes, R.I., 2004. Campak di Indonesia.

    4. Hassan, et al. 1985.Ilmu Kesehatan Anak. Infomedika : Jakarta. Hal 86-93

    5. Maldonado, Y. 2002.Ilmu Kesehatan Anak. Ikatan Dokter Anak Indonesia Jakarta. EGC.

    6. Soetyanto Budi,D., 2008.Measles.

    7. Said, Mardjanis, 2008. Buku Ajar Respirologi Anak Ed.I. Ikatan Dokter Anak Indonesia.

    Badan Penerbit IDAI: Jakarta. Hal. 350-360

    8. Staf pengajar ilmu kesehatan anak. 2007. Pneumonia dalam buku kuliah Ilmu Kesehatan

    Anak 3. Bagian ilmu Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. Hal

    1228-1232

    38

  • 7/27/2019 Lapsus Bronkopneumonia2

    39/39

    9. Setiawan, et al. 2010. Pneumonia.

    10. Prober, Charles G. 2000. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. EGC: Jakarta. Hal. 883-888


Top Related