Download - Lapsus Abses Hepar
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. Z
Nomor RM : 090984
Umur : 42 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal MRS : 12 September 2013
ANAMNESIS (Autoanamnesis)
KU: Nyeri perut kanan atas
AT: Dialami sejak ± 8 hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit, nyeri hilang
timbul, tembus ke belakang, menjalar ke daerah ulu hati. Rasa sakit
bertambah bila penderita berubah posisi. Sakit kepala (-), pusing (-),
demam (-), nyeri menelan (-), mual (+), muntah (-), batuk (-), sesak (-), riwayat
demam (+), menggigil (-), nyeri dada (-).
BAB: biasa, warna kecoklatan. Riw. BAB hitam (-)
BAK: lancar, warna kuning tua. Riw. BAK berpasir (-)
RPS:
Riwayat Ikterus (-).
Riwayat BAB encer (+) dua bulan lalu.
Riwayat minum minuman beralkohol (+).
Riwayat merokok (+).
Riwayat HT (-)
Riwayat DM (-)
Riwayat peny. jantung (-).
Riwayat berobat ke dokter umum sebelum dirujuk ke RSI. Faisal
Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga (-)
1
PEMERIKSAAN FISIS
SP : SS/GC/CM
T : 120/70 mmHg N : 76 x/menit, reguler
P : 20 x/menit S : 370C
TB : 154 cm
BB : 48 kg
LLA : 27 cm
IMT : 20,23 kg/m2 (normal)
Kepala : anemis (-), ikterus (-) sianosis (-)
Leher : MT (-), NT (-)
DVS R-2 cmH2O
Thorax
I : normothorax, simetris kanan=kiri
P : MT (-), NT (-), vocal fremitus kanan=kiri
P : sonor kanan = kiri
A : BP vesikuler, Rh -/- Wh-/-
Jantung
I : IC tidak tampak
P : IC tidak teraba
P : pekak, batas jantung kesan normal
A : BJ I/II murni, regular, bising (-)
Abdomen :
I : datar, ikut gerak napas
A : peristaltik (+) kesan normal
P : Hepar teraba 3 cm Bawah Arcus Costa, permukaan fluktuatif,
konsistensi lunak, tepi reguler, nyeri tekan (+), lien tidak teraba, massa tumor (-),
nyeri tekan hipokondrium kanan (+) dan epigastrium (+), nyeri tekan regio
abdomen lainnya (-),
P : timpani (+)
Extremitas : edema -/-
PEMERIKSAAN PENUNJANG
2
Laboratorium:
HbsAg : Reaktif
Anti HCV : Non reaktif
Hb : 9
WBC : 12,23 x 103
PLT : 540 x 103
LED I/II : 80/100
GOT/GPT : 96/49
PT: 13,5 C 10,0
APTT 24,4 C 24,0
Ureum/Kreatinin : 21/0,6
Protein Total : 4,6 Albumin: 2,1 Globulin : 3,8
Bilirubin Total/Direk : 1,05/0,81
Elektrolit :
Na : 134 K: 4,7 Cl :113
Foto Thorax PA:
Elevasi diafragma (D)
USG Abdomen :
Abses hepar
Urinalisis :
Dalam batas normal
DIAGNOSA SEMENTARA
Abses Hepar
HBV
PENATALAKSANAAN
Diet hepar
IVFD Asering 20 tetes/menit
Metronidazole 0,5 gr/8 jam/drips
3
HP pro 3x1
RENCANA PEMERIKSAAN
AFP, Alkali fosfatase (ALP), Gamma GT, ADT
Follow Up Pasien
Tanggal Perjalanan Penyakit Instruksi Dokter
12 September 2013
T : 120/70mmHg
N : 76 x/menit
P : 20 x/menit
S : 370C
S: nyeri perut kanan atas (+)
Dialami sejak ± 8 hari yang lalu sebelum
masuk rumah sakit, nyeri hilang timbul,
tembus ke belakang, menjalar ke daerah
ulu hati. Rasa sakit bertambah bila
penderita berubah posisi. Sakit
kepala (-), pusing (-), demam (-), nyeri
menelan (-), mual (+), muntah (-), batuk
(-), sesak (-), riwayat demam (+),
menggigil (-), nyeri dada (-).
BAB: biasa, warna kecoklatan.
Riw. BAB hitam (-)
BAK: lancar, warna kuning tua. Riw. BAK
berpasir (-)
O: SS/GC/CM
anemis (-) ikterus (-) sianosis (-)
Paru : BP : Vesikuler,
BT : Rh -/-, Wh -/-,
Cor : BJ I/II murni, regular
Abdomen : Peristaltik (+) kesan normal
Hepar teraba 3 cm Bawah Arcus Costa,
permukaan fluktuatif,konsistensi lunak,
tepi reguler, nyeri tekan (+)
Lien tidak teraba
R/
Diet hepar
IVFD Asering 20 tetes/menit
Metronidazole 0,5 gr/ 8jam/
drips
HP pro 3 x 1
Periksa:
AFP
Gamma-GT
ADT
4
Massa Tumor (-)
Nyeri Tekan hipokondrium (+) dan
epigastrium (+), nyeri tekan regio abdomen
lainnya (-),
Ekstremitas: edema -/-,
A: 1. Abses Hepar susp. amoebiasis DD/
Abses hepar pyogenik
2. HBV
13 September 2013
T : 110/70mmHg
N : 88 x/menit
P : 20 x/menit
S : 36,80C
S: Nyeri perut kanan atas (+)
Sakit kepala (-), pusing (-), demam (-),
nyeri menelan (-), mual (+), muntah (-),
nyeri ulu hati (+), batuk (-), sesak (-),
menggigil (-), nyeri dada (-).
BAB: biasa, warna kecoklatan.
BAK: lancar, warna kuning tua.
O: SS/GC/CM
anemis (-) ikterus (-) sianosis (-)
Paru : BP: vesikuler,
BT : Rh -/-, Wh -/-,
Cor : BJ I/II murni, regular
Abdomen : Peristaltik (+) kesan normal
Hepar teraba 3 cm Bawah Arcus Costa,
permukaan fluktuatif, konsistensi lunak,
tepi reguler, nyeri tekan (+)
Lien tidak teraba
Massa Tumor (-)
Nyeri Tekan hipokondrium (+) dan
epigastrium (+), nyeri tekan regio abdomen
lainnya (-),
Ekstremitas: edema -/-,
A: 1. Abses Hepar susp. amoebiasis DD/
R/
Diet hepar
IVFD Asering 20 tetes/menit
Metronidazole 0,5 gr/ 8jam/
drips
HP pro 3 x 1
Periksa:
AFP
Gamma-GT
ADT
5
Abses hepar pyogenik
2. HBV
14 September 2013
T : 110/60mmHg
N : 68 x/menit
P : 19 x/menit
S : 36,50C
S: Nyeri perut kanan atas (+) berkurang,
Nyeri ulu hati (+), mual (+), muntah (-),
demam (-), menggigil (-), sakit kepala (-),
pusing (-), batuk (-), sesak (-), nyeri dada
(-).
BAB: biasa, kuning kecoklatan.
BAK: lancar, warna kuning.
O: SS/GC/CM
anemis (-) ikterus (-) sianosis (-)
Paru : BP: vesikuler,
BT : Rh -/-, Wh -/-,
Cor : BJ I/II murni, regular
Abdomen : Peristaltik (+) kesan normal
Hepar teraba 4 cm Bawah
Arcus Costa, permukaan fluktuatif,
konsistensi lunak, tepi reguler, nyeri tekan
(+)
Lien tidak teraba
Massa Tumor (-)
Nyeri Tekan hipokondrium (+) dan
epigastrium (+), nyeri tekan regio abdomen
lainnya (-),
Ekstremitas: edema -/-,
A: Abses Hepar susp. amoebiasis
dd/pyogenik
HBV
HCV
Anemia normositik normokrom
R/
Diet hepar
IVFD Asering 20 tetes/menit
Metronidazole 0,5 gr/ 8jam/
drips
HP pro 3 x 1
Periksa:
AFP
Gamma-GT
ADT
11 Agustus 2013 Perawatan hari ke-4 R/
6
T : 100/60mmHg
N : 80 x/menit
P : 16 x/menit
S : 36,80C
S: nyeri perut kanan atas (+)
Nyeri ulu hati (+), Mual (-), muntah (-) ,
demam (-), menggigil (-), sakit kepala (-),
pusing (-), batuk (-), sesak (-), nyeri dada
(-).
BAB: biasa, kuning
BAK: lancar, warna kuning.
O: SS/GC/CM
anemis (-) ikterus (-) sianosis (-)
Paru : BP: vesikuler,
BT : Rh -/-, Wh -/-,
Cor : BJ I/II murni, regular
Abdomen : peristaltik (+) kesan normal
Hepar teraba 4 cm Bawah Arcus Costa,
permukaan fluktuatif, konsistensi lunak,
tepi reguler, nyeri tekan (+)
Lien tidak teraba
Massa Tumor (-)
Nyeri Tekan perut kanan atas (+) dan
epigastrium (+), nyeri tekan regio abdomen
lainnya (-),
Ekstremitas: edema -/-,
A: Abses Hepar susp. amoebiasis
dd/pyogenik
HBV
HCV
Anemia normositik normokrom
Diet hepar
IVFD Asering 20 tetes/menit
Metronidazole 0,5 gr/ 8jam/
drips
HP pro 3 x 1
Periksa:
AFP
Gamma-GT
Alkali fosfatase
12 Agustus 2013
T : 90/60mmHg
N : 78 x/menit
Perawatan hari ke-5
S: nyeri perut kanan atas (+)
Mual (+), muntah (-) , demam (-),
R/
Diet hepar
IVFD Asering 20 tetes/menit
7
P : 24 x/menit
S : 36,50C
menggigil (-), sakit kepala (-), pusing (-),
batuk (-), sesak (-), nyeri dada (-).
BAB: biasa, kuning.
BAK: lancar, warna kuning
O: SS/GC/CM
anemis (-) ikterus (-) sianosis (-)
DVS R-2 cm H2O
Paru : BP: vesikuler,
BT : Rh -/-, Wh -/-,
Cor : BJ I/II murni, regular
Abdomen : peristaltik (+) kesan normal
Hepar teraba 4 cm Bawah Arcus Costa,
permukaan fluktuatif, tidak berbenjol-
benjol, konsistensi lunak, tepi reguler,
nyeri tekan (+)
Lien tidak teraba
Massa Tumor (-)
Nyeri Tekan perut kanan atas (+) dan
epigastrium (+), nyeri tekan regio abdomen
lainnya (-),
Ekstremitas: edema -/-,
A: Abses Hepar susp. amoebiasis
dd/pyogenik
HBV
HCV
Anemia normositik normokrom
Metronidazole 0,5 gr/ 8jam/
drips
HP pro 3 x 1
Albumin 20% 1 botol/IV/drips
Periksa:
AFP
Gamma-GT
ADT
Rencana :
CT scan abdomen
dengan kontras
Konsul Subdivisi GEH
Konsul Bedah Digestif
Pemeriksaan Penunjang
Lab 8/8/2013 1
2/8/201
1
3/8/201
8
3 3
WBC 10,07 x
103
7,17 x
103
RBC 2,51 x
106
2,87 x
106
HGB 8,1 9,2
HCT 24,7 29,3
PLT 506 x
103
579 x
103
MCV 98,4 102,1
MCH 32,3 32,1
MCHC 32,8 31,4
Neut 75,4% 59,4%
Lymph 13,1% 27,8%
Mono 8,6% 8,2%
Eo 2,5% 4,2%
Baso 0,4% 0,4%
LED I/II 90/110
Creatinine 0,7
Ureum 23
PT 13,5 c =
11,0
INR 1,09
APTT 24,2 c
25,0
ALP
SGOT 51
SGPT 55
Total
protein
5,7
9
Albumin 2,2
Globulin 3,5
Cholester
ol
Triglycerid
es
Bil. Total 1,08
Bil. Direct 0,84
GDS
HBsAg reaktif
Anti HCV reaktif
γGT
Elektrolit
Na
K
Cl
133
4,2
101
AFP 4,15
Urine
rutin
Warna
pH
BJ
Protein
Glukosa
Bilirubin
Urobilinog
en
Keton
Blood
Sed.
Kuning
6,0
1,020
Negatif
Negatif
Negatif
Normal
negatif
negatif
0-1
0-1
1-3
10
lekosit
Sed.eritro
sit
Sed.ep.sel
FOTO THORAX PA (08 Agustus 2013)
Corakan bronkovaskular dalam batas normal
Tidak tampak proses spesifik pada kedua paru
Cor membesar dengan CTI=0,57, pinggang jantung cekung, apex tertanam
(LVH), aorta normal.
Sinus dan diafragma kiri baik, sinus kanan berselubung, diafragma kanan
letak tinggi.
Tulang-tulang intak
Kesan : - Cardiomegaly
Pleural reaction dextra
Elevasi diaphragma dextra (proses intrahepatik?)
USG Abdomen (08 Agustus 2013)
- Tampak lesi heterogen, batas`tegas, bentuk bulat ukuran 9,8x10,8 cm pada
lobus kanan hepar, yang pada Doppler tidak tampak gambaran vaskularisasi pada
lesi.
- GB: kontraktil
- Pankreas /; Ukuran dan echo parenkim dalam batas normal. Tidak tampak
mass/cyst.
- Lien: Ukuran dan echo parenkim dalam batas normal. Tidak tampak mass/cyst.
- Kedua ginjal : Ukuran dan echo parenkim dalam batas normal. Tidak tampak
dilatasi PCS, tidak tampak echo batu/mass/cyst.
- VU: Dinding dan mukosa regular. Tidak tampak echo batu/mass/cyst.
Kesan: Abses hepar
11
RESUME
Pasien laki-laki, 28 tahun, masuk rumah sakit dengan keluhan nyeri perut kanan
atas, sejak ± 10 hari yang lalu SMRS, nyeri hilang timbul, rasanya seperti
ditusuk-tusuk, tembus sampai ke belakang, menjalar ke area ulu hati. Mual (+),
muntah (-), demam (-), menggigil (-), sakit kepala (-), pusing (-), batuk (-), sesak
(-), nyeri dada (-). BAB: biasa, kuning kecoklatan. Riw. BAB hitam (-). BAK:
lancar, warna seperti teh. Riwayat penyakit kuning sebelumnya (-). Riwayat
minum minuman beralkohol (+), dan adanya riwayat BAB encer (+) sebulan lalu.
Pada pemeriksaan fisis didapatkan pasien sakit sedang, gizi cukup, dan kesadaran
composmentis. Tekanan darah 100/60 mmHg, nadi 80x/menit dan regular, suhu
36,8 0C, pernapasan 16 x/menit. Tidak ditemukan ikterus pada pasien ini. Pada
pemeriksaan abdomen didapatkan peristaltik (+) kesan normal, nyeri tekan
hipokondrium kanan (+) dan epigastrium (+), hepar teraba 2 jari Bawah Arcus
Costa, permukaan rata, konsistensi lunak, tepi reguler, nyeri tekan (+); Lien tidak
teraba, Massa Tumor (-).
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan leukositosis, penurunan kadar Hb
(8,1) kesan anemia normositik normokrom; dan trombositosis. Selain itu,
didapatkan juga hipoalbuminemia, peningkatan enzim transaminase, HBsAg
reaktif dan Anti HCV reaktif.
Pada pemeriksaan radiologi, foto thorax menunjukkan elevasi diaphragma dextra.
Hasil USG abdomen menunjukkan adanya abses hepar, dimana tampak lesi
heterogen, batas`tegas, bentuk bulat ukuran 9,8x10,8 cm pada lobus kanan hepar,
yang pada Doppler tidak tampak gambaran vaskularisasi pada lesi.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang lainnya,
maka pasien ini didiagnosis Abses hepar, HBV dan HCV.
12
DISKUSI
Pasien masuk dengan keluhan nyeri perut kanan atas yang sifat nyerinya seperti
ditusuk-tusuk, tembus ke belakang sampai menjalar ke ulu hati. Pasien juga
mengalami mual dan riwayat demam. Dari hasil pemeriksaan fisis diperoleh
adanya hepatomegali, yakni hepar teraba 4 cm bawah arcus costa, dengan
permukaan yang fluktuatif, konsistensi lunak, tepi regular, dan nyeri tekan (+).
Beberapa penyakit dengan manifestasi nyeri perut kanan atas dan hepatomegali
yaitu Hepatoma, Hepatitis, Abses Hepar. Pada pasien ini, diagnosis lebih
cenderung ke arah abses hepar karena pada palpasi hepar diperoleh hepatomegali
dengan permukaan yang fluktuatif dan konsistensi yang lunak. Sedangkan pada
hepatoma, hepar cenderung konsistensinya keras, permukaan bisa rata ataupun
tidak rata, atau bahkan berbenjol-benjol, atau dengan tepi yang tumpul.
Untuk lebih memastikan diagnosis, dilakukan pemeriksaan penunjang yaitu
dengan pemeriksaan laboratorium dan radiologi. Pada pemeriksaan laboratorium
didapatkan adanya leukositosis (10,090), penurunan kadar Hb (8,1) kesan anemia
normositik normokrom; dan trombositosis(506.000). Selain itu, didapatkan juga
hipoalbuminemia (2,2), peningkatan enzim transaminase (SGOT:51 dan
13
SGPT :55), HBsAg reaktif dan Anti HCV reaktif. Pada pemeriksaan radiologi,
foto thorax menunjukkan elevasi diaphragma dextra. Hasil USG abdomen
menunjukkan adanya abses hepar dengan ukuran 9,8 x 10,8 cm. Hasil
pemeriksaan penunjang ini mendukung diagnosis abses hepar serta Hepatitis B
dan Hepatitis C.
Abses hepar merupakan rongga patologis berisi jaringan
nekrotik yang timbul dalam jaringan hati akibat infeksi amuba,
bakteri, parasit, atau jamur. Abses hepar terbagi dua secara
umum, yaitu abses hati amebik (AHA) yang dan abses hati
piogenik (AHP). Gold standar untuk diagnosis AHA adalah
dengan menemukan bakteri penyebab pada pemeriksaan kultur hasil
aspirasi. Namun, berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisis, dan hasil
pemeriksaan penunjang, kita dapat mencurigai jenis abses hepar pada kasus ini
adalah AHA. Dari hasil anamnesis diperoleh adanya riwayat diare sebulan
sebelumnya. AHA merupakan salah satu komplikasi amebiasis ekstraintestinal
yang paling sering dijumpai. Ada beberapa kriteria untuk mendiagnosis AHA,
antara lain kriteria Sherlock (1969). Kasus ini memenuhi kriteria Sherlock yaitu
adanya hepatomegali yang nyeri tekan, adanya lekositosis, peninggian diafragma
kanan, dan pemeriksaan USG yang mendukung (adanya rongga di dalam hepar),
serta adanya respon yang baik setelah terapi amoebisid.
Pada pemeriksaan fisis, didapatkan nyeri pada hipokondrium dextra. Hal ini
disebabkan oleh peregangan kapsula Glison pada hepar sebagai akibat adanya
abses. Berdasarkan hasil laboratorium yang ditemukan pada pasien terdapat
peningkatan enzim – enzim hati (SGOT, SGPT) dan adanya hipoalbuminemia
yang menunjukkan telah terjadinya gangguan hepar. Anemia dapat terjadi karena
trophozoit sangat aktif bergerak, mengandung protease yaitu hialuronidase dan
mukopolisakaridase yang mampu mengakibatkan destruksi jaringan dan mampu
memangsa eritrosit, Leukositosis sendiri muncul sebagai akibat dari reaksi
inflamasi dari infeksi.
Terapi yang diberikan berupa diet hepar dan pemberian infus Asering 20 tpm
sebagai penyeimbang elektrolit. Antibiotik yang diberikan yaitu Metronidazole
14
yang merupakan drug of choice dengan dosis 0,5 gr/ 8jam/ drips. Selain itu
diberikan juga HP pro 3 x 1 sebagai hepatoprotektor untuk menurunkan kadar
SGOT dan SGPT, dan transfusi albumin 20% 1 botol/IV/drips untuk mengatasi
hipoalbuminemia. Pasien juga dikonsul ke bagian bedah digestif mengingat
ukuran abses 9,8 x 10,8 cm. Ukuran abses yang besar, > 5 cm, merupakan indikasi
dilakukannya drainase.
ABSES HEPAR
Definisi
Abses hati adalah rongga patologis berisi jaringan nekrotik
yang timbul dalam jaringan hati akibat infeksi amuba,
bakteri, parasit, atau jamur. Abses hati terbagi dua secara
umum, yaitu abses hati amebik (AHA) yang dan abses hati
piogenik (AHP). AHA merupakan salah satu komplikasi
amebiasis ekstraintestinal yang paling sering dijumpai di
daerah tropik/subtropik, termasuk Indonesia. AHP
merupakan kasus yang relatif jarang. 1,2,3
Epidemiologi
Di negara-negara yang sudah berkembang, AHA
didapatkan secara endemik dan jauh lebih sering
dibandingkan AHP. AHP tersebar di seluruh dunia, dan
terbanyak di daerah tropis dengan kondisi sanitasi yang
kurang. AHP lebih sering terjadi pada pria dibandingkan
perempuan, dengan rentang usia berkisar lebih dari 40
tahun, dengan insidensi puncak pada dekade ke-6.1,4
15
Etiologi
a. Abses Hati Amebik (AHA)
Penyakit AHA masih menjadi masalah kesehatan terutama
di daerah dengan strain virulen Entamoeba histolytica yang
tinggi. Hanya sebagian individu yang terinfeksi E.histolytica
yang member gejala invasif, sehingga diduga ada dua jenis
E. histolytica yaitu strain pathogen dan non pathogen.
Bervariasinya virulensi strain ini berbeda berdasarkan
kemampuannya menimbulkan lesi di hepar.1
E. histolytica diperoleh dari ingesti kista yang berasal dari
air, makanan, dan tangan yang terkontaminasi secara
fekal. E. histolytica di dalam feces dapat ditemukan dalam
dua bentuk vegetative atau tropozoit dan bentuk kista
yang bisa bertahan hidup di luar tubuh manusia. Kista
dewasa berukuran 10-20 mikron, resisten terhadap
suasana kering dan asam. Bentuk tropozoit akan mati
dalam suasana kering dan asam. Meskipun Kedua bentuk
E. histolytica ditemukan pada lumen usus, tetapi hanya
bentuk tropozoit yang dapat menginvasi jaringan.
Tropozoit ini berdiameter 20-60 mikron dan terdiri dari
vakuola dan nukleus. Tropozoit besar sangat aktif
bergerak, mampu memangsa eritrosit, mengandung
protease yaitu hialuronidase dan mukopolisakaridase yang
mampu mengakibatkan destruksi jaringan.5
Strain Entamoeba histolytica tertentu dapat menginvasi dinding colon.
Strain ini berbentuk tropozoit besar, yang di bawah mikroskop tampak
menelan sel darah merah dan sel PMN. Pertahanan tubuh penderita juga
berperan dalam terjadinya amubiasis invasif.14 Tidak semua amuba yang
masuk ke hepar dapat menimbulkan abses. Untuk terjadinya abses,
diperlukan faktor pendukung atau penghalang berkembangbiaknya amuba
tersebut. Faktor tersebut antara lain adalah pernah terkena infeksi amuba,
16
kadar kolesterol yang meninggi, pascatrauma hepar dan riwat sering
mengkonsumsi alkohol.3
b. Abses hati piogenik (AHP).
Infeksi terutama disebabkan oleh kuman gram negatif dan
penyebab yang terbanyak adalah E. coli. Selain E.coli,
penyebab lainnya adalah Microaerophilic streptococci,
Anaerobic streptococci, Klebsiella pneumonia, bacteroides,
fusobacterium, Staphylococcus aureus, Staphylococcus
milleri, Candida albicans, Aspergillus, Actinomyces,
Salmonella typhii, dan fungal. Untuk penetapannya perlu
dilakukan biakan darah, pus, empedu, dan swab secara
anaerob maupun aerob. 1,6
Sebagian besar dari AHP merupakan infeksi sekunder yang
berasal dari abdomen. Pada era pre-antibiotik, AHP terjadi
akibat komplikasi appendicitis. Bakteri patogen melalui
arteri hepatika atau melalui sirkulasi vena portal masuk ke
dalam hati, sehingga terjadi bakteremia sistemik ataupun
menyebabkan komplikasi infeksi intra abdominal. Pada
saat ini, karena pemakaian antibiotik yang adekuat
sehingga AHP karena appendicitis sudah hampir tidak ada
lagi. Saat ini, terdapat peningkatan insidensi AHP akibat
komplikasi dari sistem biliaris, yaitu langsung dari kantung
empedu atau melalui saluran-saluran empedu seperti
kolangitis dan kolesistitis. Pileflebitis (thrombosis supuratif
vena porta), biasanya muncul dari adanya infeksi pada
pelvis tetapi terkadang juga berasal dari cavitas peritoneal
lainnya, yang menjadi sumber penyebab awal
berkembangnya bakteri di hepar. Juga AHP disebabkan
akibat trauma tusuk atau tumpul, dan kriptogenik pada
15% kasus. 1,2,6,7
17
Patogenesis
Abses Hati Amebik
Ada beberapa mekanisme yang
telah dikemukakan untuk menjela
skan patogenesis AHA, antara lain:
faktor virulensi parasit yang
menghasilkan toksin,
ketidakseimbangan nutrisi, faktor
resistensi parasit, imunodepresi
pejamu, berubah-ubahnya antigen
permukaan dan penurunan imunitas cell-mediated. 5
Secara genetik, E. histolytica dapat menyebabkan invasi
tetapi tergantung pada interaksi yang kompleks antara
parasit dengan lingkungan saluran cerna terutama pada
flora bakteri. Mekanisme terjadinya AHA5:
Penempelan E. histolytica pada mukus usus
Pengerusakan sawar intestinal. Sejumlah faktor virulensi
dikaitkan dengan kemampuan E. histolytica menginvasi
epitel interglanduler. Salah satunya terdiri dari sistein
ekstraseluler proteinase yang mendegradasi kolagen,
elastin, IgA, IgG, dan anafilatoksin C3a dan C5a. Enzim
lainnya dapat menggangggu hubungan glikoprotein
dengan sel epitel mukosa pada usus.
lisis sel epitel intestinal serta sel radang. Terjadinya supresi
respons imun cell-mediated yang disebabkan enzim atau
toksin parasit. Amoeba dapat melisiskan neutrofil, monosit,
limfosit, dan sel epitel intestinal.
penyebaran amoeba ke hepar. Penyebaran amoeba dari
usus ke hepar sebagian besar melalui vena porta. Inokulasi
dari amoeba ke sistem portal menghasilkan infiltrate akut
18
seluler yang didominasi oleh neutrofil. Kemudian, neutrofil
lisis dengan adanya kontak terhadap amoeba, dan
pengeluaran dari toksin neutrofil menyebabkan terjadinya
nekrosis hepatosit. Terjadi fokus akumulasi neutrofil
periportal yang disertai nekrosis dan infiltrasi
granulomatosa. Lesi membesar, bersatu dan granuloma
diganti dengan jaringan nekrotik. Bagian nekrotik ini
dikelilingi kapsul tipis seperti jaringan fibrosa.
Gambar. Siklus hidup E. hystolitica pada Amebiasis. 6
AHA lebih sering mengenai lobus kanan hepar superoanterior,
dekat dengan diafragma. Biasanya lesinya soliter, tetapi dapat
pula multiple dan terjadi pada kedua lobus. 4
AHA dapat terjadi berbulan atau tahun setelah terjadinya
amebiasis intestinal dan sekitar 50% amebiasis hati terjadi tanpa
didahului riwayat disentri amebiasis. 1
19
Abses hati piogenik
Abses hati piogenik dapat terjadi melalui infeksi yang
berasal dari6 :
Vena porta, yaitu infeksi pelvis atau gastrointestinal, dapat
menyebabkan fileplebitis porta atau emboli septik
Saluran empedu merupakan sumber infeksi yang tersering.
Kolangitis septik dapat menyebabkan penyumbatan
saluran empedu seperti juga batu empedu, kanker,
striktura saluran empedu ataupun anomali saluran empedu
kongenital.
infeksi langsung seperti luka penetrasi, fokus septik
berdekatan seperti abses perinefrik, kecelakaan lalu lintas.
Septisemia atau bakteremia akibat infeksi di tempat lain.
Kriptogenik tanpa faktor predisposisi yang jelas, terutama
pada orang lanjut usia.
Lobus kanan hati lebih sering terjadi AHP dibandingkan lobus kiri,
hal ini berdasarkan anatomi hati, yaitu lobus kanan menerima
darah dari a.mesenterika superior dan vena portal sedangkan
lobus kiri menerima darah dari arteri mesenterika inferior dan
aliran limfatik. 1
Manifestasi Klinik
Abses Hati Amebik
Sebagian besar dari pasien mengalami demam dan nyeri
perut kuadran kanan atas, dengan sifat nyeri yang tumpul
seperti ditekan, atau pleuritik, dan dapat menjalar ke bahu.
Nyeri tekan pada daerah hati dan efusi pleura kanan biasa
terjadi. Jarang terjadi ikterus. Meskipun lokasi infeksi
awalnya pada kolon, kurang dari sepertiga pasein AHA
mengalami diare aktif sebelumnya. Pada pasien yang lebih
20
tua dari area endemik seringkali mengalami gejala subakut
selama 6 bulan, dengan penurunan berat badan dan
hepatomegali.5
Cara timbulnya abses hati amebik biasanya tidak akut,
menyusup yaitu terjadi dalam waktu lebih dari 3 minggu.
Demam ditemukan hampir pada seluruh kasus. Terdapat
rasa sakit di perut atas yang sifatnya seperti ditekan atau
ditusuk. Rasa sakit akan bertambah bila penderita berubah
posisi atau batuk. Penderita merasa lebih enak bila
berbaring sebelah kiri untuk mengurangi rasa sakit. Selain
itu dapat pula terjadi nyeri dada kanan bawah atau nyeri
bahu bila abses terletak dekat diafragma dan nyeri di
epigastrium bila absesnya di lobus kiri. 6
Anoreksia, mual, muntah, perasaan lemah badan, dan
penurunan berat badan merupakan keluhan yang biasa
didapatkan. Batuk-batuk dan gejala iritasi diafragma juga
bisa dijumpai walaupun tidak ada ruptur abses melalui
diafragma. Ikterus tidak biasa ada, dan jika ada, ia bersifat
ringan. Nyeri pada area hepar bisa dimulai sebagai pegal,
kemudian menjadi tajam menusuk. Alkohol membuat nyeri
memburuk dan juga perubahan sikap. Pembengkakan bisa
terlihat dalam epigastrium atau penonjolan sela iga. Nyeri
tekan hati benar-benar menetap. Limpa tidak membesar. 1,6
Abses hati Pyogenik
Manifestasi sistemik AHP biasanya lebih berat daripada
AHA. Dicurigai adanya AHP apabila ditemukan sindrom
klinis klasik berupa nyeri spontan perut kanan atas, yang
ditandai dengan jalan membungkuk ke depan dengan
kedua tangan diletakkan di atasya. Setelah era pemakaian
antibiotik yang adekuat, presentasi klinis AHP seringkali
21
tersembunyi, terutama pada pasien yang lebih tua,
manifestasinya adalah malaise, demam yang tidak terlalu
tinggi dan nyeri tumpul pada abdomen yang menghebat
dengan adanya pergerakan. Apabila abses hati piogenik
letaknya dekat dengan diafragma, maka akan terjadi iritasi
diafragma sehingga terjadi nyeri pada bahu sebelah kanan,
batuk maupun atelektasis. Gejala lainnya adalah rasa mual
dan muntah, berkurangnya nafsu makan, terjadi
penurunan berat badan yang unintentional kelemahan
badan, buang air besar berwarna seperti kapur dan buang
air kecil berwarna lebih gelap. 1,6
Pemeriksaan fisis yang didapatkan febris yang summer-
summer hingga demam tinggi, pada palpasi terdapat
hepatomegali serta perkusi terdapat nyeri tekan hepar,
yang diperberat dengan adanya pergerakan abdomen,
splenomegali didapatkan apabila AHP telah menjadi kronik,
selain itu bisa didapatkan asites, ikterus, serta tanda-tanda
hipertensi portal. 1
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorim didapatkan lekositosis
dengan pergeseran ke kiri, anemia, peningkatan laju endap
darah, peningkatan alkali fosfatase, peningkatan enzim
transaminase, dan serum bilirubin, berkurangnya
konsenterasi albumin serum dan waktu protrombin yang
memanjang menunjukkan bahwa terdapat kegagalan
fungsi hati yang disebabkan AHP. Tes serologi yang
digunakan antara lain indirect Hemaglutination (IHA),
22
counter immunoelectrophoresis (CIE), dan ELISA. Yang
banyak dilakukan adalah tes IHA. Titer 1:128 bermakna
untuk diagnosis amoebiasis invasif. Kultur darah yang
memperlihatkan bakterial penyebab menjadi gold standard
untuk menegakkan diagnosis secara mikrobiologik.1,2
Pemeriksaan Radiologi
Pada pemeriksaan foto toraks, dan foto polos abdomen
ditemukan diafragma kanan meninggi, efusi pleura,
atelektasis basiler, empiema atau abses paru. pada foto
toraks PA, sudut kardiofrenikus anterior tertutup, pada
posisi lateral sudut kostofrenikus anterior tertutup. Di
bawah diafragma, terlihat bayangan udara atau air fluid
level. Abses lobus kiri akan mendesak kurvatura minor.
Secara angiografik, abses merupakan daerah avaskular. 1,6
Pemeriksaan penunjang yang lain yaitu abdominal CT-scan
atau MRI, USG abdomen dan biopsy hati, kesemuanya
saling menunjang sehingga memiliki diagnostik semakin
tinggi. CT-scan abdomen memiliki sensitivitas 95-100% dan
dapat mendeteksi luasnya lesi hingga kurang dari 1 cm.
USG Abdomen memiliki sensitivitas 80-90%.1,6
23
Gambar . Gambaran CT-scan menunjukkan abses hepar
amoebik pada lobus kanan hepar. Abses tampak sebagai
lesi hipodens berbentuk bulat
atau oval dengan tepi ireguler.5
Diagnosis
Abses Hepar Amoebik
Untuk diagnosis AHA dapat digunakan kriteria Sherlock
(1969), kriteria Ramachandran (1973) atau kriteria Lamont
dan Pooler.
Kriteria Sherlock:
Hepatomegali yang nyeri tekan
Respon baik terhadap obat amoebisid
Leukositosis
Peninggian diafragma kanan dan pergerakan yang kurang
Aspirasi pus
Pada USG didapatkan rongga dalam hati
Tes hemaglutinasi positif
24
Kriteria Ramachandran (bila didapatkan 3 atau lebih dari):
Hepatomegali yang nyeri
Riwayat disentri
Leukositosis
Kelainan radiologis
Respon terhadap terapi amoebisid
Kriteria lamont dan Pooler (bila didapatkan 3 atau lebih dari ):
Hepatomegali yang nyeri
Kelainan hematologis
Kelainan radiologis
Pus amoebik
Tes serologic positif
Kelainan sidikan hati
Respon yang baik dengan terapi amoebisid
b. Abses hepar pyogenik
Menegakkan diagnosis AHP berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisis dan laboratories serta pemeriksaan
penunjang. Diagnosis AHP kadang-kadang sulit ditegakkan sebab
gejala dan tanda klinis sering tidak spesifik. Sedangkan
diagnosis dini memberikan arti penting dalam pengelolaan AHP
karena penyakit ini dapat disembuhkan. Sebaliknya diagnosis
dan Pengobatan yang terlambat akan meningkatkan angka
kejadian morbiditas dan mortalitas. Diagnosis dapat ditegakkan
bukan hanya dengan CT-scan saja, meskipun pada akhirnya
dengan CT-scan mempunyai nilai prediksi yang tinggi untuk
diagnosis AHP, demikian juga dengan tes serologis. Diagnosis
berdasarkan penyebab adalah dengan menemukan bakteri
penyebab pada pemeriksaan kultur hasil aspirasi, ini merupakan
gold standard untuk diagnosis. 1
25
Diagnosis Banding
Banyaknya variasi dari manifestasi gejala dan klinis,
diagnosis abses hepar amoebik dapat dibingungkan
dengan penyakit paru atau kandung empedu atau penyakit
demam lainnya dengan sedikit tanda yang terlokalisir,
seperti malaria atau demam typhoid. Sejak radiologi telah
mampu mendiagnosis adanya abses hepar, yang paling
penting pada diagnosis banding apakah abses heparnya
amoebik atau pyogenik. Abses pyogenik biasanya tejadi
pada orang tua dan memiliki riwayat penyakit pencernaan
yang mendasari atau riwayat baru operasi. Tes serologi
amoebik dapat membantu, tetapi aspirasi pus dengan
pewarnaan Gram dan kultur pus, mungkin dibutuhkan
untuk membedakan keduanya.7
Penatalaksanaan
Tirah baring, diet tinggi kalori tinggi protein. 7
Pada AHA: metronidazole 4 x 500-750 mg/hari selama 5-10
hari. Metronidazol merupakan pilihan utama pada AHA.
Nitroimidazol kerja lambat ( tinidazol dan ornidazol) efektif
sebagai terapi dodis tunggal pada negara berkembang.
Dengan diagnosis dan terapi lebih dini, angka mortalitas
dari AHA yang belum berkomplikasi <1%. 1,3,4,6
Pada abses pyogenik : antibiotika spectrum luas, dan
termasuk ampicillin dan aminoglikosida (bila dicurigai
sumber infeksi dari bilier) atau golongan sefalosporin
generasi ketiga (bila dicurigai sumber infeksi berasal dari
26
kolon), dan sebagai tambahan metronidazol, untuk
organism anaerob,atau sesuai hasil kultur kuman.3,6
Drainase cairan abses terutama pada kasus yang gagal
dengan terapi konservatif atau bila abses berukuran besar
(>5 cm) . (papdi) Indikasi aspirasi pada abses hepar yaitu
(1) untuk menyingkirkan adanya abses pyogenik, biasanya
pada pasien dengan lesi multiple, (2) tidak adanya respon
terapi selama 3-5 hari, (3) ancaman terjadi ruptur,
(4)mencegah ruptur abses hepar lobus kiri ke perikard.
Tidak ada bukti bahwa dengan aspirasi, sekalipun abses
yang besar, >10 cm dapat mempercepat penyembuhan.
Drainase perkutaneus dapat berhasil meskipun abses hati
baru saja ruptur. Pembedahan harus dipersiapkan jika
terjadi perforasi dan ruptur abses ke perikard. 3,6
Komplikasi
Saat diagnosis ditegakkan, menggambarkan keadaan
penyakit yang berat, seperti septikemia/bakterimia dengan
mortalitas 85%, ruptur abses hati disertai peritonitis
generalisata dengan mortalitas 6-7%, kelainan
pleuropulmonal, gagal hati, perdarahan ke dalam rongga
abses, hemobilia, empiema, ruptur ke dalam perikard atau
retroperitoneum.1
Prognosis
Prognosis penyakit ini ditentukan oleh virulensi parasit, status
imunitas dan keadaan nutrisi penderita, usia penderita (lebih
buruk pada usia tua), cara timbulnya penyakit, tipe akut
mempunyai prognosis lebih buruk, letak abses di lobus kiri dan
multiple memiliki prognosis lebih buruk. 1
27
Mortalitas AHP yang diobati dengan antibiotika yang sesuai
bakterial penyebab dan dilakukan drainase adalah 10-16%.
Prognosis yang buruk apabila terjadi keterlambatan diagnosis
dan pengobatan. jika hasil kultur darah yang memperlihatkan
bakterial penyebab multiple, tidak dilakukan drainase terhadap
abses, adanya ikterus, hipoalbuminemia, efusi pleural, atau
adanya penyakit lain. 1
28