Download - LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA
BAB I
PENDAHULUAN
1. 1 Latar Belakang
Ikan Lele (Ciarias batrachus) termasuk kelompok ikan siluroid yang sering
disebut catfish. Kelompok ini mencakup jenis-jenis ikan yang bertulang keras dengan
ciri-ciri bagian luar tidak bersisik, berkumis 2-4 pasang disekitar mulut, pada sirip
dada terdapat sepasang duri (patil), dan juga pada sirip punggungnya, sedangkan
bentuk sirip ekornya bervariasi menurut jenisnya (ada yang meruncing, berlekuk dan
bercagak).
Lele lokal semula hanya dikenal sebagai ikan curah, tetapi sejak tahun tujuh
puluh, jenis ikan ini menarik minat masyarakat untuk dibudidayakan terutama di
daerah Jawa Timur. Pada tahun 1975, muncul teknik pemijahan lele sistem Blitar dan
benih yang dihasilkan dibudidayakan di kolam dan sawah bersama padi (mina padi).
Kepopuleran pemijahan ikan lele di Jawa Timur segera menyebar ke daerah-
daerah lain diseluruh Indonesia. Dengan adanya benih-benih ikan lele yang baik
maka usaha budidaya ikan lele juga mengalami peningkatan.
Sejalan dengan berkembangnya budidaya ikan lele, maka proses isolasi enzim
protease tidak hanya berasal dari karet (lateks) saja. Ternyata, enzim-enzim protease
(pemecah protein) dapat diisolasi dari pankreas/usus halus ikan lele. Beberapa enzim
protease yang terdapat dalam pankreas/usus halus ikan lele, diantaranya:
1
1. Tripsin; memotong protein pada urutan asam amino setelah asam amino basa:
Lys dan Arg.
2. Kimotripsin; memotong protein pada urutan asam amino setelah asam amino
aromatik: Phe, Tyr, dan Trp.
3. Elastase; memotong protein pada urutan asam amino setelah asam amino non-
polar kecil: Ala dan Ser.
4. Amino peptidase; memotong protein pada asam amino ujung-N.
5. Karboksi peptidase; memotong protein pada asam amino ujung-C.
Hal inilah yang menyebabkan kami mencoba untuk mengisolasi enzim
protease dari ikan lele.
1. 2 Identifikasi Masalah
Masalah-masalah yang timbul dari penelitian yang dilakukan diantaranya :
1. Keberadaan protein yang beraktivitas protelitik dalam usus halus ikan lele
2. Tahapan-tahapan yang secara efektif dan efisien dapat memisahkan dan
memurnikan protein tersebut
3. Penentuan aktivitas enzim protease
4. Karakterisasi enzim protease tersebut yang meliputi penentuan pH optimum
dan penentuen kadar protein
2
1. 3 Maksud dan Tujuan
1. Mengisolasi enzim proteolitik dari usus halus ikan lele.
2. Memurnikan enzim proteolitik dari usus halus ikan lele.
3. Menentukan aktivitas enzim proteolitik dari usus halus ikan lele.
4. Menentukan kadar protein dari usus halus ikan lele dengan metode Lowry.
1. 4 Kegunaan Percobaan
Hasil praktikum ini diharapkan dapat berguna untuk :
1. Memberikan informasi tentang enzim protease yang berasal dan usus halus
ikan lele.
2. Perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang ilmu Biokimia.
1. 5 Metodologi Percobaan
Secara ringkas metode yang dilakukan sesuai dengan empat tujan utama
percobaan yaitu :
Isolasi enzim dilakukan dengan cara :
1. Ekstraksi Enzim
2. Pengendapan protein dengan aseton dingin
3. Sentrifugasi
Pemurnian protein dengan kromatografi kolom penukar kation
3
Penentuan aktivitas enzim protease dengan penambahan kasein sebagai
substrat dan kemudian diukur serapannya pada panjang gelombang 280 nm
dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis.
Penentuan kadar protein dengan metode Lowry.
1. 6 Tempat dan Waktu Percobaan
Percobaan ini bertempat di laboratorium Biokimia jurusan Kimia FMIPA
UNPAD, jalan Raya Sumedang km 21 Jatinangor, pada tanggal 10 dan 17 November
2009.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. 1 Ikan Lele ( Clarias bathracus)
Lele merupakan ikan konsumsi air tawar dengan bentuk tubuh yang licin,
bertentakel, dan panjang. Di Indonesia ikan Lele tidak hanya dikembangbiakan di
tambak–tambak, tetapi juga banyak hidup di alam bebas seperti, sungai, rawa, danau,
kanal dan daerah-daerah bersuhu sedang serta berair tawar tidak asin. Sehingga
tersebar hampir di seluruh daerah di Indonesia seperti Jawa, Kalimantan, Sulawesi,
Aceh, Sumatera, Bali, NTT, NTB, Irian Jaya dan daerah-daerah lainnya. Bahkan di
luar negeri pun ada tentunya dengan sebutan yang berbeda, misalnya Mali (Afrika),
Plamond (Thailand), Keli (Malaysia), Catretrang (Jepang). Ikan lele bersifat
nocturnal, yaitu aktif bergerak mencari makanan pada malam hari, sedangkan pada
siang hari berdiam diri berlindung di tempat-tempat gelap. Ikan lele banyak
ditemukan di Benua Asia dan Afrika, serta dibudidayakan di Afrika Selatan,
Philipina, Indonesia, Thailand, dan lain sebagainya (Arifin, 1991).
Ikan Lele memiliki taksonomi sebgai berikut (Simanjuntak, 1996) :
Kingdom : Animalia
Subkingdom : Metozoa
Phylum : Chordata
Subphylum : Vertebrata
5
Class : Pisces
Subclass : Toleostei
Ordo : Ostariophsysi
Subordo : Siluroidea
Familia : Clariadae
Genus : Clarias
Species : Clarias bathracus
Manfaat Ikan lele dalam skala industri dan perumahan diantaranya :
Sebagai bahan makanan.
Sebagai ikan hias.
Jika dipelihara di sawah dapat memberantas hama padi berupa serangga air
yang merupakan makan alami dari ikan ini jika hidup di alam.
Ikan ini juga dapat diolah dengan berbagai bahan obatl ain untuk mengobati
penyakit asma, menstruasi, datang bulan yang tidak teratur, mimisan (hidung
berdarah), dan lain-lain.
2. 2 Enzim
Enzim adalah katalis untuk reaksi-reaksi dalam sistem biologi (biokatalisator),
semua enzim adalah protein, kecuali ada sekelompok kecil molekul RNA yang juga
berperan sebagai enzim (riboenzim). Enzim utuh (holoenzim), terdiri atas
(Lehninger, 1982) :
6
Bagian protein (apoenzim)
Bagian non-Protein (kofator-kofaktor ion anorganik, seperti Fe2+, Mg 2+,
Mn2+, Zn2+, dan in-anorganik kompleks)
Koenzim tidak terikat kuat pada apoenzim, seperti NADH
Gugus prostetik terikat kuat dalam apoenzim seperti NADH, misalnya
FADH2
Enzim adalah protein globular yang umumnya berfungsi sebagai biokatalis
pada semua proses kimia dalam makhluk hidup, sehingga disebut life is enzyme.
Enzim mampu meningkatkan reaksi kimia tetapi tidak diubah oleh reaksi yang
dikatalisnya serta tidak mengubah kedudukan normal dari kesetimbangan kimia.
Enzim mempunyai daya katalisis spesifik yang lebih besar dari katalisator lainnya
(Toha,2005).
Beberapa enzim seperti tripsin, pepsin, dan ribonuklease merupakan protein
sederhana yang hanya terdiri dari rantai asam amino. Enzim lain mengandung
komponen non-protein yang penting untuk fungsi khusus dari enzim yang dikenal
sebagai kofaktor yang terbagi menjadi (Mckee & Mckee, 1999) :
Gugus prostetik merupakan komponen yang terikat pada enzim dan
tidak mudah lepas dari enzim, con tohnya FAD
Ion anorganik merupakan ion-ion logam yang terikat satu mudah dilepas
dari enzim, contohnya Fe2+, Mg 2+, Mn2+, Zn2+
7
Koenzim merupakn molekul organik kecil yang mudah terdisosiasi dan
dapat dipisahkan dari enzimnya, contohnya ATP, NADH, dan Koenzim
A.
Sebagai katalis, enzim sangat luar biasa (Nelson & Michael, 2008) :
Mempunyai daya katalitik yang sangat baik; jauh.
Lebih baik dari katalis anorganik atau sintetik (kecepatan reaksi dapat
meningkat sampai sejuta kali).
Mempunyai spesifisitas tinggi terhadap substrat dan reaksi.
Dapat berfungsi baik dalam larutan pada pH dan suhu sedang (mild
condition).
Hasil samping jarang terbentuk.
Karena strukturnya yang kompleks, enzim dapat diregulasi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas enzim, diantaranya (Lehninger,
1982) :
1. Pengaruh pH
Enzim mempunyai pH optimum (rentang pH) dimana enzim mempunyai
aktivitas maksimal; di atas atau di bawah pH optimum aktivitas enzim
berkurang.
Konsentrasi ion hidrogen (pH) dapat mempengaruhi enzim dalam
beberapa cara:
8
o Perubahan pH dapat mempengaruhi ionisasi pada sisi aktif enzim.
o Perubahan pH dapat mempengaruhi struktur tersier dari apoenzim;
o Perubahan pH yang drastis dapat menyebabkan denaturasi protein.
2. Pengaruh suhu
Semua reaksi kimia dipengaruhi suhu; makin tinggi suhu makin tinggi
kecepatan reaksi.
Pada reaksi enzimatik, suhu tinggi dapat menyebakan denaturasi enzim;
aktivitas enzim akan berkurang.
Suhu dimana enzim mempunyai aktivitas maksimal dinamakan suhu optimum.
Effect of temperature on Enzyme Activity Effect of pH on Two Enzymes
3. Pengaruh inhibitor
Inhibitor enzim : senyawa yang bersifat menghambat katalisis;
memperlambat atau menahan reaksi enzimatik.
9
Inhibisi aktivitas enzim dapat bersifat irreversibel (biasanya terikat
secara kovalen pada enzim) atau reversibel (dapat terdisosiasi dari
enzim).
Inhibitor reversibel yang umum adalah inhibitor kompetitif dan inhibitor
nonkompetitif.
2. 3 Protein
Protein merupakan segolongan besar senyawa organik yang dijumpai dalam
semua makhluk hidup. Protein terdiri dari karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen, dan
kebanyakan juga mengandung sulfur. Bobot molekulnya berkisar antara 6.000 sampai
beberapa juta. Molekul protein terdiri dari satu atau beberapa rantai panjang
polipeptida dari asam- asam amino yang terikat dengan urutan yang khas. Urutan ini
dinamakan struktur primer dari protein. Polipeptida ini dapat melipat atau
menggulung, peptida yang menggulung atau melipat ini dinamakan struktur tersier.
Struktur kuarterner muncul dari hubungan structural beberapa polipeptida yang
terlihat (Page, 1997).
Salah satu tahap yang banyak digunakan untuk pemurnian protein adalah
pengendapan protein. Pengendapan ini dapat dilakukan dengan mengubah kekuatan
ionik, pH, penambahan pelarut organik, polimer dan penambahan garam. Garam–
garam yang efektif digunakan pada proses pengendapan protein adalah garam yang
multi anonik seperti sulfat, fosfat, dan sitrat (Scopes, 1994).
10
Enzim protease merupakan biokatalisator untuk reaksi pemecahan protein.
Enzim ini akan mengkatalisis reaksi hidrolisis, yaitu reaksi yang melibatkan unsur air
pada ikatan spesifik substrat. Karena itu, enzim ini termasuk dalam kelas utama
enzim golongan hidrolase (Winarno, 1983).
Protease ialah enzim yang sangat kompleks, mempunyai sifat fisiko kimia dan
sifat katalitik yang sangat bervariasi. Prote-ase dapat dihasilkan secara ekstraseluler
dan intraseluler dan mempunyai peranan penting dalam metabolisme sel dan
keteraturan proses dalam sel (Ward, 1983).
Protease merupakan enzim yang sangat penting dalam industri pangan
maupun non pangan. Pemanfaatan protease dalam industri pangan diantaranya adalah
untuk mengurangi kekeruhan dalam industri bir, mengurangi gluten pada industri roti,
dan untuk menggumpalkan susu pada industri keju. Enzim protease dapat diperoleh
dari jaringan tanaman, hewan, maupun mikroba. Keterbatasan kemampuan hewan
dan tumbuhan dalam memenuhi permintaan protease, telah mendorong
berkembangnya protease mikroba (Hame & Hooper, 2000).
2. 4 Metode-Metode Pemisahan
Sentrifugasi merupakan salah satu teknik yang penting dalam biokimia.
Sentrifugasi dilakukan dengan menempatkan partikel dan medium suspensinya dalam
suatu medan gaya sentrifugasi. Medan sentrifugasi menyebabkan partikel bermigrasi
lebih cepat ke arah luar dari sumbu rotasi (Mathews & Van Holde, 1990).
11
Sentrifugasi digunakan untuk preparasi contoh biologis dan pengukuran analitik
sifat-sifat hidrodinamik makromolekul yang telah dimurnikan atau organel sel. Pada
sentrifugasi suatu contoh biologis diberi suatu gaya besar dengan memutar contoh
tersebut pada kecepatan yang tinggi, maka timbul suatu gaya sentrifugal. Gaya
sentrifugal (F) dinyatakan dengan persamaan :
F = m ω2r
dengan, F = kekuatan gaya sentrifugal
m = massa efektif partikel yang diendapkan
ω = kecepatan sudut perputaran / rad s-
r = jarak perpindahan partikel dari pusat sumbu perputaran
(Boyer,1986)
Kromatografi penukar ion sangat cocok untuk pemisahan ion-ion anorganik,
baik itu kation ataupun anion. Pemisahan terjadi karena pertukaran ion-ion dalam fase
diam. Kromatografi penukar ion berguna untuk pemisahan asam-asam amino. Fase
diam pada kromatografi penukar ion berupa matriks-matriks terbuat dari polimer
triena yang berhubungan silang dengan senyawa divenil benzene (Day &
Underwood, 1986).
Bila cahaya (monokromatik maupun campuran) jatuh pada suatu medan
homogen sebagian sinar yang masuk akan dipantulkan, sebagian diserap dalam
medium itu dan sisanya diteruskan (Voet &Voet, 1995).
12
Ada dua hukum yang menyusun persamaan absorbansi:
1. Hukum Baugness (Lambert)
Hukum Lambert menyatakan bila cahaya monokromatik melewati medium
tembus cahaya, laju berkurangnya intensitas oleh bertambahnya ketebalan,
berbanding lurus dengan intensitas cahaya. Ini setara dengan menyatakan
bahwa intensitas cahaya yang dipancarkan berkurang secara eksponensial
dengan bertambahnya ketebalan medium yang menyerap (Basset et al., 1994).
2. Hukum Beer
Hubungan antara konsentrasi spesies menyerap dan tingkat adsorpsi
dirumuskan oleh Beer. Hukum itu dapat ditetapkan benar-benar hanya untuk
radiasi monokromatik dan dimana sifat dasar spesies penyerap berubah
sepanjang jangka konsentrasi yang diselidiki. Hukum Lambert dan Beer
digunakan menjadi rumus yang dikenal dengan persamaan Lambert-Beer :
A = a.b.c
Keterangan : A : absorbansi
a : koefsian absorbansivitas
b : panjang medium
c : konsentrasi spesi
(Schenk, 1981)
13
BAB III
BAHAN DAN METODE PERCOBAAN
3.1 Bahan-Bahan Percobaan
Pada percobaan ini digunakan berbagai macam reagen dan sampel yang telah
tersedia di laboratorium Biokimia, yaitu diantaranya :
1. Aseton dingin
2. Bovine serum albumin dalam air
3. Buffer fosfat pH 6,5 ; 7,4 ; dan 7,6
4. N,N-dimetil kasein
5. Pereaksi A (natrium karbonat 25 mL dalam natrium hidroksida 0,1 N)
6. Pereaksi B (kuprisulfat pentahidrat 0,5% dalam Na-K tartrat 1%)
7. Pereaksi C ( 50 mL pereaksi A dan 1 mL pereaksi B)
8. Pereaksi D (larutan follin ciocalteu terdiri dari fosfomolibdat dan
fosfowolframat)
9. Sampel usus halus ikan lele
10. Trikloroasetat 8%
14
3.2 Metode Percobaan
Metode-metode yang digunakan untuk isolasi, pemurnian, pengujian aktivitas
serta penentuan kadar protein enzim protease dari usus halus ikan lele dapat diuraikan
sebagai berikut :
1. Ekstraksi Enzim
Isolasi enzim protease yang berasal dari usus ikan lele yang melibatkan proses
homogenasi. Pada proses homogenasi, sampel (usus ikan lele) ditambahkan
larutan buffer kemudian dihomogenasi dengan bantuan alat Potter Elvehjem.
Penambahan larutan buffer bertujuan untuk meningkatkan kelarutan enzim
(salting in).
2. Pengendapan protein dengan aseton dingin
Aseton merupakan suatu pelarut organic, banyak digunakan untuk
pengendapan protein pada skala industri terutama untuk pemisahan protein plasma.
Pada prinsipnya, dengan adanya pelarut organic yang larut dalam air, akan
menyebabkan kekuatan solvasi pada daerah permukaan protein yang hidrofobik
berkurang. Susunan molekul air pada permukaan protein yang hidrofobik diganti
oleh molekul organic, sehingga kelarutan protein meninggkat. Sebaliknya untuk
protein yang dalam air kelarutannya berkurang.
Aseton dapat membuat protein terdenaturasi, oleh karena itu penambahan
harus dilakukan di bawah -20º C atau aseton sebelumnya telah didinginkan.
Pengaruh pelarut organic terhadap kelarutan protein, diantaranya :
15
o Aseton reduksi konstanta dielektrik dari air
o Penggantian dari molekul air
o Mobilitas partikel dari molekul air melalui filtrasi
3. Sentrifugasi
Sentrifugasi digunakan untuk pemisahan material yang berdasarkan pada
perbedaan kecepatan sedimentasi dari masing-masing partikel yang disebabkan
oleh medan sentrifugal. Pada sentrifugasi, pertikel dan medium pensuspensinya
ditempatkan dalam suatu medan gaya sentrifugal. Medan inilah yang
menyebabkan partikel bermigrasi lebih cepat ke arah luar dari sumbu rotasi.
Perpindahan partikel atau solut dalam suatu medan sentrifugal dinamakan
sedimentasi dan kecepatan pergerakannya dinamakan kecepatan sedimentasi.
Materi yang tersedimentasi pada dasar tabung dinamakan pelet atau residu dan
cairan diatasnya dinamakan supernatan
4. Pemurnian protein dengan kromatografi kolom penukar ion
Kromatografi adalah suatu cara pemisahan berdasarkan perbedaan kecepatan
migrasi. Berdasarkan kecepatan migrasi kromatografi dapat dibagi menjadi
adsorpsi, partisi, filtrasi gel (penyaringan molekul), dan penukar ion. Prinsip kerja
kromatografi kolom penukar ion adalah adsorpsi molekul yang bermuatan pada
kolom penukar ion, kemudian dilepaskan lagi dengan mengubah lingkungan
ioniknya. Sampel protein dielusi dengan buffer awal yang diatur pH nya, sehingga
protein yang akan dianalisis (diisolasi) terikat pada kolom, sedangkan protein lain
16
dibiarkan keluar dari kolom. Protein yang terikat dalam kolom, dilepas lagi dengan
cara mengubah kondisi ioniknya (gradien pH atau kekuatan ion yang bias
menyebabkan adanya persaingan antara komponen eluen dengan protein yang
terikat. Material penukar ion merupakan suatu padatan yang mengandung gugus-
gugus bermuatan dan terikat secara kimia, yang dapat mengikat ion secara
reversibel atau secara elektrostatik. Gugus-gugus yang bermuatan tersebut
biasanya terikat pada suatu resin. Fasa diam atau matriks yang digunakan dalam
percobaan ini adalah CMC (Carboxyl Methyl Cellullose) sedangkan fase geraknya
adalah buffer fosfat pH 6,5 dan 7,4.
5. Penentuan aktivitas enzim protease
Penentuan aktivitas enzim biasanya dilakukan pada pH dan suhu optimum
serta konsentrasi substrat dan kofaktor yang berlebih, sehingga laju reaksi yang
terjadi merupakan reaksi tingkat ke nol (zero order reaction) terhadap substrat.
Dalam hal ini, laju reaksi permulaan berbanding lurus konsentrasi enzim sehingga
faktor pembatas laju reaksi (rate limitting factor) yang sebenarnya adalah
konsentrasi enzim.
Menurut perjanjian internasional, satu unit aktivitas enzim adalah jumlah
enzim yang menyebabkan transformasi satu mikromol (10-6 mol) substrat per menit
pada suhu 250C dalam keadaan optimum sistem tersebut.
17
Aktivitas spesifik (specific activity) adalah jumlah unit aktivitas enzim per
miligram protein.
6. Penentuan kadar protein dengan metode Lowry
Prinsip dari penentuan kadar protein dengan metode Lowry, yaitu:
a. Reaksi biuret dimana Cu2+ tereduksi menjadi Cu+
b. Cu+ mereduksi reagen follin cioceltau menghasilkan warna biru yang
intensitasnya sebanding dengan kadar protein .
Metode Lowry ini memiliki beberapa keuntungan, yaitu :
Sensitif pada rentang yang besar
Bisa dilakukan pada suhu kamar
10-20 kali lebih sensitif daripada deteksi UV
Sedangkan kerugian metode Lowry :
Banyak senyawa yang bisa menghasilkan positif palsu
Reagen harus dibuat segar karena adanya peningkatan jumlah karbonat akibat
dari pengaruh cahaya
Memerlukan waktu yang cukup lama
Uji sensitif terhadap cahaya sehingga iluminasi selama uji harus dijaga
konstan untuk seluruh sampel.
18
BAB IV
PEMBAHASAN
Percobaan ini bertujuan untuk mengisolasi enzim proteolitik dari usus halus
ikan lele, memurnikannya, menentukan aktivitas enzim serta menentukan kadar
protein dari enzim tersebut dengan menggunakan metode Lowry.
Hal pertama yang dilakukan adalah enzim proteolitik diisolasi dari usus ikan
lele. Usus halus ikan lele yang digunakan dicuci bersih terlebih dahulu untuk
mencegah terjadinya kontaminasi mikroba. Pengambilan usus halus ikan lele harus
dilakukan secepat mungkin, dikarenakan ekstrak usus halus ikan lele kaya akan
nutrien sehingga berpotensi menunjang perkembangan mikroba kontaminan.
Pencucian usus ikan lele ini dilakukan menggunakan air dingin. Hal ini dilakukan
dengan tujuan untuk pengkodisiaan awal agar selama proses penghancuran usus ikan
lele masih dalam keadaan dingin. Hal ini juga untuk mencegah kontaminasi mikroba
karena pada temperatur rendah mikroba akan sulit tumbuh. Selain itu hal ini
dilakukan untuk mencegah denaturasi protein (enzim) yang terdapat didalamnya
(enzim stabil) atau juga dapat menyebabkan enzim-enzim tersebut kehilangan
aktivitasnya (enzim tidak aktif pada suhu rendah).
Setelah itu, usus halus ikan lele ini dihomogenasi dengan menggunakan buffer
fosfat pH 6,5. Penambahan buffer pH 6,5 bertujuan untuk menjaga agar enzim
protease pada usus halus ikan lele ini tetap stabil. Jika pH terlalu rendah maka akan
19
mendenaturasi protein. Enzim mempunyai pH optimum dimana enzim ini akan
bekerja maksimum, di bawah atau di atas pH maksimum enzim akan mengalami
denaturasi dan akan berkurang kereaktifannya. Perubahan konsentarsi ion hidrogen
(H+) akan mempengaruhi ionisasi sisi aktif enzim. Jika substrat juga mengandung
gugus yang dapat terionisasi, maka perubahan pH dapat mengubah kapasitasnya
untuk berikatan dengan sisi aktif. Perubahan gugus ionik pada enzim juga dapat
mengubah struktur tersier dari enzim sehingga kebanyakan enzim aktif pada rentang
pH kecil. Oleh karena itulah ditambah larutan buffer yang tidak mengalami
perubahan pH yang berarti pada penambahan sedikit asam maupun basa. Larutan
buffer dibuat dari asal lemah dan garamnya, dimana buffer fosfat dibuat dari asam
lemahnya yaitu asam fosfat dan garamnya.
Usus halus ikan lele ini dihancurkan dengan menggunakan alat waring
blender yang bertujuan untuk memecah dinding sel dari usus halus. Jumlah buffer
fosfat pH 7,4 yang ditambahkan sebanyak 2 mL. Selama proses tersebut berlangsung,
akan timbul efek panas sehingga untuk meredam efek panas tersebut suhu harus
dijaga agar tetap berada di bawah 00C (suhu rendah), hal ini dilakukan dengan
menggunakan penangas es agar enzim tidak terdenaturasi akibat perubahan struktur
enzim yang tadinya folding menjadi unfolding.
Setelah usus halus ikan lele dihancurkan (dengan adanya penambahan 2 mL
buffer fosfat ph 7,4) ekstrak kasar tersebut disentrifugasi dengan kecepatan 6.000 rpm
untuk memisahkan enzim protease dengan komponen-komponen lainnya.
20
Sentrifugasi ini dilakukan dengan menempatkan partikel dan medium suspensinya
dalam medan sentrifugal. Medan sentrifugal menyebabkan partikel bermigrasi lebih
cepat ke arah luar dari sumber rotasi. Dalam operasinya, sentrifugasi dijalankan
dengan menaruh partikel dan medium suspensinya pada ujung dari alat yang berputar,
yaitu rotor. Prinsip dari pemisahan ini adalah perbedaan kecepatan sedimentasi
partikel atau molekul yang disebabkan oleh medan sentrifugal. Kecepatan
sentrifugasi enzim dengan kecepatan sedimentasi komponen lainnya berbeda
sehingga pada saat disentrifugasi dalam medan sentrifugasi terjadi pemisahan.
Setelah disentrifugasi, enzim berada pada supernatan sedangkan endapannya
merupakan organel lisis (pemecahan sel). Enzim berada pada supernatan karena
memiliki densitas lebih kecil dibandingkan densitas pelarutnya dan enzim lebih larut
pada air karena kepolarannya relatif sama dengan air (sesuai dengan prinsip ‘like
dissolved like’). Partikel yang memiliki kecepatan sedimentasi lebih besar
diendapkan terlebih dahulu, dimana kecepatan sedimentasi dipengaruhi oleh
kecepatan perputaran rotor dan jarak partikel dari sumber rotasi. Semakin besar
partikel maka semakin cepat partikel itu mengendap. Selain itu juga dipengaruhi oleh
perbedaan kerapatan partikel dengan medium suspensinya dan viskositas medium
suspensinya.
Supernatan yang diperoleh sebagian diuji ekstrak kasarnya, dan sebagian
lainnya dipipet sebanyak 8 ml dan ditambahkan aseton dingin sebanyak 80 ml.
Tujuannya adalah untuk mengendapkan enzim protease yang ada dalam supernatan
21
tersebut. Penambahan pelarut organik (aseton) dapat menyebabkan reduksi dari sifat
aktifitas air. Kekuatan solvasi air terhadap molekul enzim atau protein hidrofil akan
berkurang dengan meningkatnya keonsentrasi aseton. Hal ini disebabkan oleh reduksi
konstanta dielektrik dari air, penggantian molekul dari air, serta mobilisasi partikel
dari molekul air tersebut melalui vibrasi dan pelarut organik. Air akan lebih tertarik
pada pelarut organik karena kepolaran keduanya relatif sama. Selain tiu aseton
bersifat semipolar.
Untuk pengujian aktivitas enzim, sampel sebanyak 0,1 ml ditambahkan N,N-
dimetilkasein yang berperan sebagai sustrat kemudian ditambahkan buffer fosfat ph
7,6 yang bertujuan untuk mempertahankan pH karena enzim bekerja pada pH
optimum (tertentu). Jika pH asam atau basa maka enzim akan rusak. Kemudian
larutan diinkubasi selama 30 menit. Tujuan dari inkubasi untuk mempercepat reaksi,
karena enzim akan bekerja optimal pada suhu optimum. Setelah diinkubasi, kemudian
ditambahkan larutan TCA (trikloroasetat) 8 % yang berfungsi untuk mengendapkan
protein yang telah terpotong-potong karena adanya akifitas enzim protease. Dengan
adanya TCA 8% maka protein akan terdenaturasi sehingga terbentuk endapan.
Endapan yang terbentuk disaring untuk memisahkan endapan dan filtratnya.
Filtratnya di ukur serapannya pada panjang gelombang 280 nm karena protein
memilki asam-asam amino yang spesifik yang memilki gugus aromatik terkonjugasi
yang dapat menyerap spektra pada panjang gelombang 280 nm, yaitu fenilalanin,
tyrosin, dan tryptophan.
22
Untuk menentukan kadar protein digunakan metoda Lowry. Penentuan kadar
protein dengan metoda Lowry adalah untuk menentukan kadar protein terlarut
berdasarkan warna yang timbul karena adanya reaksi biuret disamping warna yang
disebabkan oleh reduksi fosfomolibdat-fosfowolframat karena adanya reduksi asam
amino tyrosin dan triptophan dalam molekul protein. Dengan adanya Cu2+ dalam
suasana basa, biuret akan membentuk kompleks berwarna ungu.
Absorpsi warna dari reaksi biuret dalam penentuan kadar protein diukur pada
panjang gelombang maksimum 750 nm maka absorbansinya diketahui.
Pada penentuan aktivitas enzim hasil kromatogafi penukar ion, sampel dipipet
kemudian ditambahkan dengan N,N-dimetil kasein, buffer fosfat pH 7,6 dan
diinkubasi pada suhu 37oC selama 30 menit. Setelah itu ditambahkan TCA, disaring
dan diukur serapannya, sehingga didapat absorbansi pada panjang gelombang 280
nm. N,N-dimetil kasein ini berfungsi sebagai substrat yang akan terikat pada sisi aktif
enzim sehingga pengukuran aktivitas enzim dapat dilakukan. Inkubasi dilakukan pada
suhu 37 oC untuk meningkatkan aktivitas enzim (dicapai aktivitas yang maksimum)
karena masing-masing enzim memiliki aktivitas berbeda-beda dan aktivitas enzim
akan maksimum pada suhu tersebut. Waktu inkubasi adalah 30 menit karena
merupakan waktu optimum untuk enzim. TCA (Tri Chloroacetat Acid) berfungsi
sebagai inhibitor yang menghentikan reaksi antara enzim dan substrat (enzim
protease dan N,N-dimetil kasein). Penentuan aktivitas enzim dilakukan terhadap
23
ekstrak kasar dan hasil pengendapan. Dari hasil pengukuran serapannya, didapat
ekstrak kasar A= 0,442 dan untuk hasil ekstrak fraksionasi A=0,173.
Pada penentuan kadar protein dengan metode Lowry, fraksi hasil penukar ion
yang membentuk puncak, ekstrak kasar dan hasil pengendapan pereaksi C, dikocok
dan didiamkan selama 10 menit, lalu ditambahkan pereaksi D. hasil pencampuran
diukur serapannya pada panjang gelombang 750 nm, didapat absorbansi untuk hasil
penukar ion yang membentuk puncak A= 0,055 , untuk ekstrak kasar A= 1,293 dan
untuk ekstrak sebelum dimurnikan sebesar A=1,334.
Metode Lowry bekerja melalui dua tahapan. Tahap pertama adalah reaksi
biuret yang merupakan suatu reduksi Cu2+ menjadi Cu+ yang selanjutnya akan
mereduksi pereaksi D yang merupakan reagen follin ciocalteu (fosfomolibdat dan
fosfowolframat). Pada tahapan ini terdeteksi pada range 500-750 nm karena pada
panjang gelombang 750 nm terjadi serapan maksimum.
Penentuan kadar protein ini dilakukan dengan melakukan metode
spektrofotometri dimana untuk metode ini sampel terlebih dahulu dibuat dalam
larutan berwarna karena spektrofotometri dapat mengabsorpsi sinar tampak pada
larutan yang berwarna. Oleh karena itu, protein direaksikan dengan pereaksi D
(pereaksi folin ciocalteu) yang mengandung senyawa fosfomolibdat dan
fosfowolframat yang akan membentuk senyawa kompleks biru bila bereaksi dengan
protein dan warna biru yang timbul mempunyai panjang gelombang maksimum pada
750 nm.
24
Dari hasil percobaan didapat bahwa enzim protease dapat diisolasi dari usus
halus ikan lele dan diperoleh perolehan kembali protein pada estrak kasar sebesar
100%, fraksionasi hasil pengendapan sebesar 81,36% dan hasil kromatografi penukar
ion sebesar 98%.
Unit aktivitas enzim merupakan jumlah enzim yang menyebabkan kenaikan 0,001
A unit/menit. Unit aktivitas untuk estrak kasar, fraksionasi, dan hasil kromatografi
penukar ion ditentukan dengan persamaan:
Dan diperoleh besarnya untuk ekstrak kasar, fraksionasi, dan hasil kromatografi
penukar ion masing-masing sebesar 3,75 ; 0,885 ; dan 0,153.
Sedangkan untuk menentukan kadar protein, diperoleh dengan persamaan
kurva baku dari kadar protein standar. Dari percobaan diperoleh persamaan y=
(2,0895 x 10-3) x + 0.3077. Data dalam bentuk tabel terdapat pada lampiran dan data
menunjukkan bahwa enzim protease terdapat dalam fraksi ke 12,13, dan 14 dimana
pada fraksi ini diperoleh nilai absorbansi tertinggi.
25
BAB V
KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil dari percobaan yang telah dilakukan, yaitu :
1. Enzim proteolitik dapat diisolasi dari usus halus ikan lele.
2. Kemurnian enzim proteolitik dari usus halus ikan lele dapat ditentukan
dengan kromatografi penukar ion, yaitu sebesar : 1 (ekstrak kasar), 0,2125
(fraksionasi), dan 0,1625 (hasil kromatografi).
3. Aktivitas enzim yang diperoleh sebesar : 7,125 (ekstrak kasar), 5,797
(fraksionasi), dan 7,02 (hasil kromatografi).
4. Kadar protein yang diperoleh sebesar : 471,55 (ekstrak kasar), 491,17
(fraksionasi), dan 120,94 (hasil kromatografi).
26
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, M.Z. 1991. Budidaya Lele. Dohara prize. Semarang.Basset, J., J. Mendham, R.C. Denney, & G.H. Jeffery. 1994. Buku Ajar Vogel
Analisis Kimia Kuantitatif, diterjemahkan oleh A.H. Pudjaatmaka. EGC. Jakarta.
Boyer, R.F. 1986. Modern Experimental Biochemistry. The Benjamin Cummings Publishing Company. California.
Hames, B.D. & N. M. Hooper. 2000. Biochemistry the Instant Notes. Second Edition. Spinger-Verlag. Hongkong .
Holme, D.J. & H. Peck. 1993. Analytical Biochemistry. Longman Scientific & Technical. Singapore.
Lehninger, A.L. 1982. Dasar-Dasar Biokimia, diterjemahkan oleh M. Theniwidjaja. Erlangga. Jakarta.
Mathews, C.K. & M.E. Van Holde. 1990. Biochemistry. The Benjamin Cummings Publishing Company. California.
Mckee,T. & J.K. Mckee. 1999. Biochemistry an Introduction. Mc Graw Hill Company, Inc. Boston.
Nelson, D.L. & M.C. Michael. 2008. Principle of Biochemistry. Fifth edition. W.H. Fremann and Company. New York.
Page, D.J. 1997. Prinsip-Prinsip Biokimia, diterjemahkan oleh R.Soedono. Erlangga. Jakarta.
Schenk, G.H. 1981. Quantitative Analytical Chemistry. Prentice Hall. New Jersey.Scopes, R.K. 1994. Protein Purification : Principles & Practice. Springer-Verlag.
New York.Simanjutak, R.H. 1996. Pembudidayaan Ikan Lele Lokal dan Dumbo. Bhratara.
Jakarta.Toha, A.H.A. 2001. Deoxyribosa Nucleac Acid. Alfabeta. Bandung.Voet, O. & J.B. Voet. 1995. Biochemistry. John Willey & Sons. New Jersey. Winarno, F.G. 1983. Enzim Pangan. P.T. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.Ward, O.P. 1983. Proteinases In Fogatory Microbial Enzymes and Biotechnology.
Applied Science Publisher. New York.
27