Download - KTI TIFUS ABDOMALIS

Transcript
Page 1: KTI TIFUS ABDOMALIS

KTI TIFUS ABDOMALIS

Elde Pratama Mehaga Medan25 juli http://eldepratamamehagamedan.blogspot.com/

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1.       Latar Belakang

Tifus Abdominalis  (demam tifoid, enteric faver) ialah penyakit infeksi akut yang

biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu

minggu,gangguan pada pencernaan,dengan gangguan kesadaran.

(Ngastiyah, 2005 : 236)

Badan   Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan jumlah kasus demam tifoid, Diseluruh

dunia mencapai 16-33 juta dengan 500-600 ribu kematian setiap tahunnya. Demam tifoid

merupakan penyakit infeksi menular yang dapat terjadi pada anak maupun dewasa. Anak

merupakan yang paling rentan terkena demam tifoid,walaupun gejala yang dialami anak lebih

ringan dari pada dewasa. Dihampir semua daerah endemik, insiden demam tifoid banyak terjadi

pada anak usia 5-19 tahun.

(Husan, 12 Mei, 2011)

Menurut widodo 2006, Survei pada tahun 1990 diberbagai Rumah Sakit Indonesia dari

tahun 1981 sampai dengan 1986 memperlihatkan peningkatan jumlah penderita sekitar 53,8 %

yaitu dari 19.596 menjadi 26.606 kasus. Sedangkan menurut hernawati pada tahun 2005 sampai

Page 2: KTI TIFUS ABDOMALIS

dengan tahun 2007 rumah sakit di Indonesia mengalami peningkatan angka penderita typus

abdominalis sebesar 32,552 atau 39.562 kasus.

Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Sumut di Medan, angka kejadian

(insiden rate) kasus demam Tifoid pada tahun 2005 mencapai 35,69/100.000 penduduk.

Sementara pada tahun 2007 sebesar 34,10/100.000 penduduk, pada tahun 2008 sekitar 34,30

/100.000 penduduk dan pada tahun 2010 hingga akhir September mencapai 36,52 /100.000

penduduk, meski cenderung mengalami peningkatan namun masih dibawah angka rata-rata

Nasional, sebesar 55/100.000 penduduk. (Emelia, 15 juli, 2011)

Penyakit tifus atau yang dikenal Tifus Abdominalis mewabah di  Tanah Karo, Kepala

Dinas Kesehatan Tanah Karo mengungkapkan penderita Tifus menembus angka 38.58

kasus.jumlah ini melebihi penyakit demam berdarah yang hanya dua kasus. Penyakit ini tidak

hanya menyerang anan-anak tetapi juga orang dewasa, karena tifus merupakan penyakit infeksi

bakteri pada usus halus atau aliran darah yang di sebabkan oleh kuman salmonella typhi atau

salmonella paratyphia. Kuman masuk melalui makanan dan minuman kesaluran pencernaan,

setelah berkembang biak kemudian menembus dingding usus menuju saluran limfe kemudian

masuk ke pembuluh darah dalam waktu 24-72 jam biasanya penderita mengalami demam satu

mingggu. Tifus biasa di cegah dengan berperilaku hidup bersih dan sehat, paling tidak dengan

mencuci tangan setiap selesai beraktivitas atau sebelum makan dan tidur dan juga

memperhatikan lingkungan di sekitan rumahnya. (Nasadul, 15 Mei 2011)

Dari latar belakang uraian diatas maka peneliti merasa tertarik untuk melaksanakan

peneliti dengan judul : Gambaran Pengetahuan Pasien tentang Tifus Abdominalis Di Rumah

Sakit Umum Kabanjahe Tahun 2011.

Page 3: KTI TIFUS ABDOMALIS

1.2.       Perumusan Masalah

Adapun rumusan  Masalah adalah  “Bagaimanakah Gambaran Pengetahuan Pasien tentang Tifus

Abdominalis Di Rumah Sakit Umum Kabanjahe Tahun 2011.

1.3.       Tujuan Penelitian

1.3.1.      Tujuan Umum

Untuk mengetahui Gambaran Pengetahuan Pasien Tentang Tifus Abdominalis Di Rumah Sakit

Umum Kabanjahe Tahun 2011.

1.3.2.      Tujuan Khusus

a.         Untuk mengetahui Gambaran Pengetahuan Pasien Tentang  Tifus Abdominalis Di Rumah Sakit

Umum Kabanjahe Tahun 2011 berdasarkan umur.

b.        Untuk mengetahui Gambaran Pengetahuan Pasien Tentang Tifus Abdominalis Di Rumah Sakit

Umum Kabanjahe Tahun 2011 berdasarkan pendidikan.

c.         Untuk mengetahui Gambaran Pengetahuan Pasien Tentang Tifus Abdominalis Di Rumah Sakit

Umum Kabanjahe Tahun 2011 berdasarkan pekerjaan.

d.        Untuk mengetahui Gambaran Pengetahuan Pasien Tentang Tifus Abdominalis Di Rumah Sakit

Umum Kabanjahe Tahun 2011 berdasarkan sumber informasi.

1.4.       Manfaat Penelitian

1.        Bagi Peneliti

Untuk menambah pengetahuan dan wawasan  peneliti dalam penerapan ilmu pengetahuan yang

dapat di peroleh dalam perkuliahan khususnya mengenai Tifus Abdominalis

Page 4: KTI TIFUS ABDOMALIS

2.        Bagi Institusi Pendidikan

Sebagai bahan masukan bagi institusi dalam proses belajar mengajar dalam perkuliahan serta

menambah wawasan dan sebagai bahan referensi di perpustakaan  Abid Takasima  Kabanjahe.

3.        Bagi Rumah Sakit Umum Kabanjahe

Untuk  menambah pengetahuan dan sebagai bahan masukan bagi petugas rumah sakit umum

kabanjahe dalam menerapkan asuhan kebidanan pada Pasien Tifus Abdominalis.

4.        Bagi Peneliti  Berikutnya

Sebagai bahan acuan untuk melakukan penelitian berikutnya dan tambah referensi bagi peneliti

mengenai Tifus Abdominalis sehingga peneliti berikutnya menjadi lebih baik.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.       Pengetahuan

2.1.1.      Defenisi

            Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan

pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia,

Page 5: KTI TIFUS ABDOMALIS

yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan

manusia diperoleh melalui mata dan telinga.

(Notoatmodjo, 2003 : 127-128)

            Pengetahuan adalah merupakan hasil mengingat satu hal , mengingat kembali kejadian

yang pernah di alami baik secara sengaja maupun tidak disengaja dan ini terjadi setelah orang

melakukan kontak dan pengamatan suatu objek tertentu.

(Mubarak, 2007 : 28)

            Pengetahuan adalah persatuan antara subyek yang mengetahui dengan obyek yang

diketahui. Persatuan subyek dan obyek didalam pengetahuan dapat dikatakan persatuan yang

mengandung mesteri atau bersifat metafisik. Subyek tetap subyek, dan obyek tetap obyek.

(Agustrisno, 2005 : 23)

2.1.2.      Tingkat Pengetahuan

Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognit mempunyai 6 tingkatan :

1.         Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk

kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesitif dari

seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.oleh sebab itu, tahu ini

merupakan  tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang

Page 6: KTI TIFUS ABDOMALIS

tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefenisikan,

menyatakan, dan sebagainya. Contoh : dapat menyebutkan tanda-tanda kekurangan kalori dan

protein pada anak balita.

2.         Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek

yang diketahui, dan dapat menginter-prestasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah

paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh,

menyimpulkan, meramalkan, sebagainya terhadap objek yang dipelajari. Misalnya dapat

menjelaskan mengapa harus makan makanan yang bergizi.

3.         Aplikasi (Aplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada

situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau

penggunaan hukum-hukum rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi

yang lain. Misalnya dapat menggunakan rumus statistik dalam perhitungan-perhitungan hasil

penelitian, dapat menggunakan prinsip-prinsip siklus pemecahan masalah (problem solving

cyclel) didalam pemecahan masalah kesehatan dari kasus yang diberikan.

4.         Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam

komponen-komponen, tetapi masih didalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya

satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat

menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan

sebagainya.

5.         Sintesis (Syntesis)

Page 7: KTI TIFUS ABDOMALIS

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-

bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu

kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada, misalnya, dapat

menyusun dapat merencanakan, dapat meringkaskan, dan menyesuaikan, dan sebagainya

terhadap suatu teori atas rumusan-rumusan yang telah ada.

6.         Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap

suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan

sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria telah yang ada. Misalnya, dapat membandingkan

antara anak yang cukup gizi dengan anak kekurangan gizi, dalam menanggapi terjadinya diare

disuatu tempat, dalam menafsirkan sebab-sebab mengapa ibu-ibu tidak mau ikutan dan

sebagainya (Notoatmodjo, 2003 : 128-130).

2.1.3.      Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan

1.         Umur

Dengan bertambahnya umur seseorang akan tarjadi  perubahan pada aspek fisik dan psikologis

(mentah).perubahan pada fisiksecara garis besar ada empat katagori perubahan pertama,

perubahan ukuran, kedua, perubahan proporsi, ketiga, hilangnya cirri-ciri lama, keempat,

timbulnya cirri-ciri baru. Ini terjadi akibat pematangan fungsi organ. Pada aspek psikologis atau

mental taraf  berpikir sese orang semakin matang dan dewasa.

2.         Pendidikan

Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang pada orang lain  terhadap suatu hal agar

mereka dapat memahami. Tidak dapat dipungkiri bahwa makin tinggi pendidikan seseorang

Page 8: KTI TIFUS ABDOMALIS

makin mudah pula mereka menerima  informasi, dan pada akhirnya makin banyak pula 

pengetahuan  yang dimilikinya. Sebaliknya jika seseorang tingkat pendidikannya rendah, akan

menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap penerimaan, informasi dan nilai-nilai yang

baru di perkenalkan.

3.         Pekerjaan

Lingkungan pekerkjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh pengalaman dan pengetahuan

baik secara langsung maupun tidak langsung.

4.         Sumber Infirmasi

Infirmasi kemudahan untuk memperoleh suatu informasi dapat membantu mempercepat

seseorang untuk memperoleh pengetahuan yang baru.

5.         Minat

Sebagai suatu kecendrungan atau keinginan yang tinggi terhadap sesuatu . minat menjadikan

seseorang untuk mencoba dan menekuni suatu hal dan pada akhirnya di peroleh pengetahuan

yang lebih mendalam.

6.         Pengalaman

Suatu kegiatan yang pernak dialami seseorang dalam berintraksi dengan lingkungannya. Ada

kecenderung pengalaman yang kurang baik seseorang akan berusaha untuk melupakan, namun

jika pengalaman yang kurang baik seseorang akan berusaha untuk melupakan, namun jika

pengalaman terhadap obyek tersebut menyenangkan maka secara psikologis akan timbul kesan

yang sangat mendalam dan membekas dalam emosi kejiwaannya, dan akhirnya dapat pula

membentuk sikap positif dalam kehidupannya.

7.         Kebudayaan lingkungan sekitar

Page 9: KTI TIFUS ABDOMALIS

Kebudayaan dinama kita hidup dan di besarkan mempunyai pengaruh besarkan mempunyai

pengaruh besar terhadap pembentukan sikap kita. Apabila dalam suatu wilayah mempunyai suatu

wilayah mempunyai budaya untuk menjaga kebersihan lingkungan maka sangat mungkin

masyarakat sekitarnya mempunyai sikap untuk selalu menjaga kebersihan lingkungan, karena

lingkungan sangat berpengaruh dalam pembentukan sikap pribadi atau sikap seseorang.

(Mubarak, 2007 : 30-31)

2.2.       Tifus Abdominalis

2.2.1.      Defenisi

Tifus abdominalis (demam tifoid) adalah penyakit infeksi bakteri akut yang diawali

diselaput lendir usus dan jika tidak diobati, secara progresif menyerbu jaringan diseluruh tubuh

(Tambayong, 2000: 142).

            Tifus abdominalis (demam tifoid, enteric fever) ialah penyakit infeksi akut yang biasanya

mengenai saluran cerna dengan gejala demam lebih dari 7 hari, gangguan pada saluran cerna,

dan gangguan kesadaran (Arif Mansjoer,1999: 432).

2.2.2.      Anatomi Dan Fisiologi Saluran Pencernaan

Page 10: KTI TIFUS ABDOMALIS

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

                                                                     

Page 11: KTI TIFUS ABDOMALIS

 

Susunan saluran pencernaan :

a.       Mulut (oris)

Mulut adalah permulaan saluran pencernaan yang terdiri atas 2 bagian :

1. Bagian luar yang sempit atau vestibula yaitu ruang diantara gusi, gigi, dan     pipi.

2. Bagian rongga mulut bagian dalam yaitu rongga mulut yang dibatasi sisinya     oleh tulang

maksilaris, palatum dan mandibularis disebelah belakang     bersambung dengan faring.

b.      Faring (tekak)

Merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dengan kerongkongan didalam faring

terdapat tonsil (amandel) yaitu kumpulan kelenjar limfe yang banyak mengandung limfosit  dan

merupakan pertahanan terhadap infeksi.

c.       Esofagus (kerongkongan)

Merupakan saluran yang menghubungkan tekak dengan lambung panjangnya + 25 cm, mulai

dari faring sampai pintu masuk kardiak dibawah lambung.

d.      Gaster (lambung)

Merupakan bagian dari saluran yang dapat mengembang paling banyak terutama didaerah

epigaster.

Page 12: KTI TIFUS ABDOMALIS

e.       Usus halus (intestinum minor)

Intestinum minor adalah bagian dari sistem pencernaan makanan yang berpangkal  pada pilorus

dan berakhir pada seikum panjangnya + 6 m, terdiri dari :

1.      Deudenum yang disebut usus 12 jari

2.      Yeyenum

3.      Ileum

f.       Usus besar (intestinum mayor)

Fungsi usus besar terdiri dari :

1.      Menyerap air dari makanan

2.      Tempat tinggal bakteri koli

3.      Tempat feces

Usus besar terdiri dari :

1.      Seikum

2.      Kolon asendens

3.      Kolon tranversum

4.      Kolon desendens

5.      Kolon sigmoid

g.      Rektum

Terletak dibawah kolon sigmoid yang menghubungkan intestinum mayor dengan anus.

h.      Anus

Adalah bagian dari saluran pencernaan yang menghubungkan rektum dengan dunia luar.

(Syaifuddin, 1997 : 75)

Page 13: KTI TIFUS ABDOMALIS

2.2.2        Etiologi

            Tifus abdominalis kuman penyebabnya adalah salmonella typhi (basil gram-negatif) yang

memasuki tubuh melalui mulut dengan perantaraan makanan dan minuman yang telah

terkontaminasi. Kuman ini dalam tinja, kemih, atau darah, masa inkubasinya sekitar 10 hari

(Tamboyang, 2000:142).

2.2.4        Gejala klinis

            Beberapa gejala klinis yang sering terjadi pada demam tipoid adalah sebagai berikut :

1.      Demam

Demam atau panas merupakan gejala utama demam tifoid. Suhu tubuh turun naik yakni pada

pagi hari lebih rendah atau normal, sementara sore dan malam hari lebih tinggi. Demam dapat

mencapai 39-400 C. intensitas demam akan makin tinggi disertai gejala lain seperti sakit kepala,

diare, nyeri otot, pegal, insomnia, anoreksia, mual, dan muntah.

2.      Gangguan saluran pencernaan

Sering ditemukan bau mulut yang tidak sedap karena demam yang lama. Bibir kering dan pecah-

pecah. Lidah terlihat kotor dan ditutupi selaput kecoklatan dengan ujung dan tepi lidah

kemerahan dan tremor.

3.      Gangguan kesadaran

Umumnya terdapat gangguan kesadaran berupa penurunan kesadaran ringan, sering ditemui

kesadaran apatis. Bila gejala klinis berat, tidak jarang penderita sampai somnolen dan koma.

4.      Hepatosplenomegali

Page 14: KTI TIFUS ABDOMALIS

Pada penderita demam tifoid, hati dan atau limpa sering ditemukan membesar. Hati terasa nyeri

bila ditekan. (Magurrobin, 12 Mei 2011)

2.2.5 Patofisologi

1. Kuman masuk malalui mulut. Sebagian kuman akan dimusnahkan dalam lambung oleh

asam lambung  dan sebagian lagi masuk, ke usus halus, ke jaringan limfoid dan

berkembang biak menyerang vili usus halus kemudia kuman masuk keperedaran darah

(bakterimia primer), dan mencapai sel-sel retikolu, endoteleal, hati, limpa, dan organ-

organ lainnya.

2. Proses ini terjadi dalam masa tunas dan akan berakhir saat sel-sel retikulo endoteleal 

melepaskan kuman kedalam pendarahan darah dan menimbulkan baktarimia untuk kedua

kalinya. Selanjutnya kuman masuk  kebeberapa jaringan organ tubuh, terutama limpa,

usus dan kandung empedu.

3. Pada minggu pertama sakit, terjadi hiperplasia plaks player.ini terjadi pada kelenjar

limfoid usus halus. Minggu kedua terjadi nekrosis dan pada minggu ketiga terjadi ulserasi

plaks peyer. Pada minggu ke empat terjadi penyembuhan ulkus yang dapat menimbulkan

sikatri. Ulkus dapdaat menyebabkan perdarahan, bahkan sampai prforasi usus. Selain itu

hepar, kelenjar-kelenjar masentrial dan limpa membesar.

4. Gejala demam disebabkan oleh endotoksil, sedangkan gejala pada saluran pencernaan

disebabkan oleh kelainan pada usus halus.

(Suriadi,Yuliani, 2006 : 254)

Page 15: KTI TIFUS ABDOMALIS

2.2.6 Komplikasi

Umumnya jarang terjadi, akan tetapi sering fatal, yaitu:

a.       Pendarahan usus. Bila hanya di temukan jika dilakukan pemeriksaan tinja dengan benzidin. Bila

perdarahan banyak terjadi melena dan bila berat dapat disertai perasaan nyeri perut dengan

tanda-tanda renjatan.

b.      Perforasi usus. Timbul biasanya pada mingggu ketiga atau setelah itu dan terjadi pada bagian

distal ileum. Perforasi yang tidak di sertai peritonitis  hanya dapat ditemukan bila terdapat udara

di rongga peritoneum, yaitu pekak hati menghilang dan terdapat udara di antara hati dan

diafragma pada foto Rontgena abdoen yang dibuat dalam keadaan tagak.

c.       Peritonitis. Bisanya menyertai perforasi tetapi dapat terjadi tanpa perforasi usus. Ditemukan

gejala abdomen akut yaitu nyeri perut yang berat, dinding  abdomen tegang (defense musculair )

dan nyeri pada tekanan.

      (Ilmu Kesehatan Anak , 1985 jilid 2:595)

2.2.7        Pemeriksaan laboratorium

1. Uji Widal

Maksud uji widal adalah untuk menentukan adanya agiutinin dalam serum penderita tersangka

demam tifoid yaitu :

a.       Agiutinin O (Dari tubuh kuman)

b.      Agiutinin H (Fiagela kuman)

c.       Agiutinin Vi (sampai kuman)

Page 16: KTI TIFUS ABDOMALIS

Dari ketiga agiutinin tersebut hanya agiutini O dan H yang digunakan untuk diagnosis demam

tifoid, semakin tinggi titernya semakin besar kemungkinan terinfeksi kuman ini.

2. Kultur darah

Hasil biakan darah yang positif memastikan demam tifoid, akan tetapi hasil negatif tidak

menyingkirkan demam tifoid. Hal ini dapat disebabkan beberapa hal sebagai barikut.

a.       Telah mendapat terapi antibiotik, bila pasien sebelum dilakukan kultur darah telah mendapat

antibiotik, pertumbuhan, kuman dalam media biakan terhambat dan hasil mungkin negatif.

b.      Volume darah yang kurang (diperlukan kurang lebih 5 cc darah) bila darah yang dibiak terlalu

sedikit hasil biakan bisa negatif

c.       Riwayat vaksinasi. Vaksinasi dimasa lampau menimbulkan antibodi dalam darah pasien.

Antibodi (agiutinin) ini dapat menekan bakteri hingga biakan darah dapat negatif.

d.      Saat pengambilan darah setelah minggu pertama, pada saat aglutinin emakin meningkat Istirahat.

2.2.8 Pengobatan

1.      Istirahat dan perawatan, dengan tujuan mencegah komplikasi dan mempercepat penyembuhan.

Tirah baring dan perawatan sepenuhnya ditempat seperti  makan, minum, mandi, buang air kecil,

dan buang air besar akan membantu mempercepat masa penyembuhan. Dalam perawatan perlu

sekali dijaga kebersihan tempat tidur, pakaian, dan perlengkapan yang dipakai.

2.      Diet dan Terapi Penunjang.(simtomatik dan suportif), dengan tujuan mengembalikan rasa

nyaman dan kesehatan pasien secara optimal.

3.      Diet yang diberikan yaitu nasi dengan lauk pauk rendah selulosa dan menghindarai sementara

sayuran yang berserat,dapat di berikan dengan aman pada pasien demam tifoid.

Page 17: KTI TIFUS ABDOMALIS

4.      Pemberian antimikroba, dengan tujuan menghentikan dan mencegah penyebaran kuman.

Obat-obatan antimikroba yang sering digunakan untuk mengobati demam tifoid adalah sebagai

berikut:

a.      Kloramfenikol dosis yang diberikan 4 x 500 mg per hari dapat diberikan secara per oral atau

intravena. Diberikan sampai 7 hari bebas panas

b.      Tiamfenikol. Dosis dan efektivitas tiamfenikol pada demam tifoid hampir sama dengan

kloramfenikol, akan tetapi komplikasi hamotologi seperti kemungkinan terjadinya anemia

aplastik lebih rendah dibandingkan dengan kloramfenikol. Dosis tiamfenikol adalah 4 x 500 mg,

demam rata-rata menurun pada hari ke-5 sampai ke-6.

c.      Kotrimaksazol. Dosis untuk orang dewas adalah 2 x 2 tablet (1 tablet mengandung

sulfametoksazol 400 mg dan 80 mg trimetoprim) diberikan selama 2 minggu. (widodo, 2006 :

1753)

2.2.9 Pencegahan

1. Perbaikan sanitasi lingkungan hidup

a.         Penyediaan air yang aman,terlindung dan terawasi

b.         Tidak terkontaminasi dengan lalat dan serangga lain

c.         Kotoran dan sampah,harus benar ,sehingga tidak mencemari lingkungan

d.        Pengawasan terhadap kebersihan lingkungan

e.         Budayakan prilaku hidup bersih dan lingkungan bersih

2.         Peningkatan hygiene makanan dan minuman

a.       Hati-hati pilih makanan yang sudah di proses

b.      Panaskan kembali secara benar yang sudah dimasak

Page 18: KTI TIFUS ABDOMALIS

c.       Hindarkan kontak antara makanan mentah dengan yang sudah masak

d.      Menyuci tanggan dengan sabun

e.       Permukaan dapur di bersihkan dengan cermat

f.       Lindungi makanan dari serangga

(Diyan, 01 juli 2011)

2.2.10 Prognosis

Pada umumnya prognosis tifus abdominalis pada anak baik, asal pasien cepat berobat,

motalitas pada penderita yang di rawat ialah 6% prognosis menjadi tidak baik bila terdapat

gambaran klinis yang berat seperti :

a. Demam tinggi

b. Kesadaran sangat menurun

c. Terdapat komplikasi yang berat, misalnya dehidrasi asidosis dan perforasi

(Ngastiyah :2005:236)

Page 19: KTI TIFUS ABDOMALIS

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1  Kerangka Konsep

Adapun kerangka konsep penelitian tentang “Gambaran pengetahuan pasien tentang Tifus

Abdominalis di Rumah Sakit Umum Kabanjahe Tahun 2011” adalah sebagai berikut :

Variabel Independen                                      

Variabel Dependen

3.2  Defenisi Operasional

Page 20: KTI TIFUS ABDOMALIS

a. Pengetahuan adalah pengetahuan pasien untuk menjawab benar  pertanyaan yang    

diajukan pada pasien tentang tifus abdominalis.

b. Umur adalah interval waktu atau rentang kehidupan yang dijalani oleh responden sampai

dilakukan penelitian.

c. Pendidikan adalah pendidikan formal yang terakhir yang pernah diselesaikan oleh pasien

dengaan kategori :

1.      SD

2.      SMP

3.      SMA

4.      Perguruan Tinggi

5.      Lainnya

d. Pekerjaan adalah kegiatan sehari-hari yang dilakukan oleh pasien yang dapat

menghasilkan uang atau tidak dengan kategori :

1.      Bekerja : PNS, Wiraswasta, petani

2.      Tidak Bekerja : Pelajar, Ibu Rumah Tangga

e. Sumber informasi dapat membantu mempercepat seseorang untuk memperoleh

pengetahuan yang baru.

1.      Media Electronic yaitu: TV, Radio, Internet

2.      Media Cetak yaitu: Koran, Majalah, Buku

3.      Petugas Kesehatan

3.3  Jenis Penelitian

Page 21: KTI TIFUS ABDOMALIS

Jenis penelitian ini adalah bersifat deskriptif, yaitu untuk mengambarkan pengetahuan

pasien tentang Tifus Abdominalis.

3.4  Lokasi dan Waktu Penelitian

3.4.1  Lokasi penelitian

Adapun lokasi yang yang dipilih untuk melakukan penelitian adalah Rumah Sakit Umum

Kabanjahe. Karena tempat penelitian tersebut dapat memenuhi sample yang  di inginkan peneliti

serta tidak menghambat waktu  dan biaya.

3.4.2  Waktu Penelitian

Waktu penelitian yang di perlukan untuk melakukan penelitian ini adalah dari tanggal 22

s/d 30 juni Tahun 2011.

3.5   Populasi dan Sampel

3.5.1 Populasi

Yang menjadi Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien yang di Rawat Ruang

Kelas dan Ruang V Di Rumah Sakit Umum Kabanjahe Tahun 2011. Sebanyak 30 Orang.

3.5.2        Sampel

Sample dalam penelitian ini adalah total populasi yaitu sebanyak 30 Orang.

3.6        Metode Pengumpulan Data

Page 22: KTI TIFUS ABDOMALIS

Data  yang dikumpulkan merupakan data primer dengan cara pengisian questioner yang

diberikan kepada pasien, sebelum membagikan kepada pasien. Peneliti terlebih dahulu

menjelaskan secara mengisi questioner kemudian memberikan kesempatan kepada pasien untuk

mengisi questioner penelitian, setelah selesai maka dikumpulkan saat itu jaga.

3.7 Aspek Pengukuran

Aspek pengukuran pengetahuan berdasarkan skala guttman yaitu diambil jawaban

responden dari seluruh pertanyaan pengetahuan yang di berikan dalam bentuk checklist dengan

interprestasi nilai, apabila skor benar nilainya 1 dan apabila salah nilainya 0. Penelitian

dilakukan dengan cara membandingkan jumlah skor jawaban dengan skor yang diharapkan

(tertinggi), kemudian dikalikan 100% dan haslnya berupa persentase dengan rumus yang

digunakan sebagai berikut:

Rumus : P = F/N X 100%

Keterangan :

P          = Persentase

F          = Jumlah Jawaban Yang Benar

N         = Jumlah Soal

Selanjutnya setelah keseluruhan jawaban di hitung dan di jumlahkan berdasarkan skala

ordinal maka hasilnya di kelompokkan dengan kategori :

1.      Baik, apabila responden menjawab dengan benar 76-100% dari seluruh pertanyaan benar

(sebanyak 23-30 pertanyaan).

Page 23: KTI TIFUS ABDOMALIS

2.      Cukup, apabila responden mampu menjawab dengan benar 56-75% dari seluruh pertanyaan

benar ( sebanyak 17-22 pertanyaan).

3.      Kurang, apabila responden mampu menjawab dengan benar 40-55% dari seluruh pertanyaan

benar (sebanyak 12-16 pertanyaan).

3.8 Tehnik Pengolahan Data dan Analisis Data

3.8.1 Pengolahan data

Setelah data berhasil dikumpulkan,yang dilakukan adalah mengolah data sedemikian rupa

sehingga jelas sifat-sifat yang dimiliki oleh data tersebut bersifat informasi. Pengolahan data

akan dilakukan dengan cara :

1.      Editing

Mengelola data sedemikian rupa sehingga jelas sifat-sifat yang dimiliki data tersebut, maka data-

data tersebut diperiksa terlebih dahulu apakah sesuai yang diharapkan atau tidak.

2.      Coding

Setelah editing selesai, maka dilakukan pengkodean data yang telah dikumpulkan.

3.      Tabulating

Mengumpulkan data tersebut kedalam suatu table menurut sifat yang dimiliki dengan tujuan

penelitian.

3.8.2 Analisa Data

Analisa dilakukan secara deskriptif dengan melihat persentase data yang telah

dikumpulkan dan di sajikan dalam table distrribusi frekuensi. Analisa data kemudian dilanjutkan

Page 24: KTI TIFUS ABDOMALIS

dengan membahas hasil penelitian dengan membahas hasil penelitian dengan menggunakan teori

dan kepustakaan yang ada.

BAB 4

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1  Hasil penelitian

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terhadap 30 responden di Ruang Kelas dan

Ruang V Rumah Sakit Umum Kabanjahe Tahun 2011 mengenai Gambaran Pengetahuan Pasien

Tentang Tifus Abdominalis, maka didapat hasilnya sebagai berikut:

Tabel 1

Distribusi Pengetahuan Responden Tentang Tifus Abdominalis di Ruang Kelas dan Ruang

V Rumah Sakit Umum Kabanjahe Tahun 2011

Berdasarkan Pengetahuan

No Kategori Frekuensi Peresentase %

1. Baik 12 40 %

2. Cukup 12 40 %3. Kurang 6 20 %

Total 30 100 %

Dari tabel diatas diketehui bahwa dari 30 responden berpengetahuan Mayoritas baik dan

cukup dimana masing-masing sebanyak 12 orang (40%), dan berpengetahuan kurang sebanyak 6

orang (20%).

Page 25: KTI TIFUS ABDOMALIS

Tabel 2

Distribusi Pengetahuan Responden Tentang Tifus Abdominalis di Ruang Kelas

 Dan Ruang V  Rumah Sakit Umum Kabanjahe Tahun 2011

Berdasarkan Umur

No Umur Pengetahuan Baik Cukup Kurang Total

F % F % F % F %1 17-24 tahun 4 13,33% 5 16,66

%1 3,33% 10 33,33%

2 25-32 tahun 4 13,33% 3 10% 2 6,66% 9 30%3 33-40 tahun - - 2 6,66% - - 2 6,66%4 41-48 tahun 1 3,33% 1 3,33% 1 3,33% 3 10%5 49-56 tahun 1 3,33% 1 3,33% 1 3,33% 3 10%6 ≥ 57 tahun 2 6,66% - - 1 3,33% 3 10%

Jumlah 12 39,98% 12 39,98%

6 19,89% 30 100%

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa dari 10 responden berusia 17-24 tahuan

Mayoritas berpengetahuan cukup sebanyak 5 orang (16,66%), berpengetahuan baik sebanyak 4

orang (13,33%), dan Minoritas berpenetahuan kurang sebanyak  1 orang (3,33%), dari  9

responden yang berusia 25-32 tahun Mayoritas berpengetahuan baik sebanyak 4 orang (13,33%),

berpengetahuan cukup sebanyak 3 orang (10%) dan Minoritas berpengetahuan kurang sebanyak

2 orang (6,66%), dari 2 responden yang berusia 33-40 tahun Mayoritas berpengetahuan cukup

sebanyak 2 orang (6,66%), dari 3 responden yang berusia 41-48 tahun dan 49-56 tahun baik,

cukup, dan kurang, dimana masing-masing sebanyak 1 orang (3,33%), Dan dari 3 responden

yang berusia ≥ 57 tahun Mayoritas berpengetahuan baik sebanyak 2 orang (6,66%), dan

Minoritas berpengetahuan kurang sebanyak 1 orang (3,33%).

Page 26: KTI TIFUS ABDOMALIS

Tabel 3

Distribusi Pengetahuan Responden Tentang Tifus Abdominalis di Ruang Kelas

Dan Ruang V  Rumah Sakit Umum Kabanjahe Tahun 2011

Berdasarkan Pendidikan

NO Pendidikan PengetahuanBaik Cukup Kurang Total

F % F % F % F %1 SD - - - - 5 16,66% 5 16,66%2 SMP 2 6,66% 2 6,66% - - 4 13,33%3 SMA 6 20% 7 23,33% 1 3,33% 14 46,66%4 Perguruan

Tinggi4 13,33% 3 10% - - 7 23,33%

Jumlah 12 39,99% 12 39,99% 6 19,99% 30 100%

Dari tabel diatas diketahui bahwa dari 14 responden berpendidikan SMA Mayoritas

berpengetahuan cukup sebanyak 7 orang (23,33%), berpengetahuan baik sebanyak 6 orang

(20%) dan Minoritas berpengetahuan kurang sebanyak 1 orang (3,33%), dari 7 responden

berpendidikan Perguruan Tinggi Mayoritas berpengetahuan baik sebanyak 4 orang (13,33%) dan

Minoritas berpengetahuan cukup sebanyak 3 orang (10%), dari 5 responden berpendidikan SD

Mayoritas berpengetahuan kurang sebanyak 5 orang (16,66%), Dan dari 4 responden

berpendidikan SMP berpengetahuan baik dan cukup dimana masing-masing sebanyak 2 orang

(6,66%).

Tabel 4

Page 27: KTI TIFUS ABDOMALIS

Distribusi Pengetahuan Responden Tentang Tifus Abdominalis di Ruang Kelas

Dan Ruang V Rumah Sakit Umum Kabanjahe Tahun 2011

Berdasarkan Pekerjaan

NO Pekerjaan PengetahuanBaik Cukup Kurang Total

F % F % F % F %1 Bekerja 9 30% 8 26,66% 4 13,33% 21 70%2 Tidak Bekerja 3 10% 4 13,33% 2 6,66% 9 30%

Jumlah 12 40% 12 39,99% 6 19,99% 30 100%

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa dari 21 responden bekerja Mayoritas

berpengetahuan baik sebanyak 9 orang (30%), berpengetahuan cukup sebanyak 8 orang

(26,66%), mayoritas berpengetehuan kurang sebanyak 4 orang (13,33%) dan 9 responden Tidak

Bekerja Mayoritas berpengetahuan cukup sebanyak 4 orang (13,33%), berpengetahuan baik

sebanyak 3 orang (10%), minoritas berpengetahuan kurang sebanyak 2 orang (6,66%).

Tabel 5

Distribusi Pengetahuan Responden Tentang Tifus Abdominalis di Ruang Kelas

Dan Ruang V Rumah Sakit Umum Kabanjahe Tahun 2011

Berdasarkan Sumber Informasi

Page 28: KTI TIFUS ABDOMALIS

NO Sumber Informasi

PengetahuanBaik Cukup Kurang Total

F % F % F % F %1 Media

Cetak8 26,66% 8 26,66% 1 3,33% 17 56,66%

2 Media Elektronik

4 13,33% 4 13,33% - - 8 26,66%

3 Petugas Kesehatan

- - - - 5 16,66% 5 16,66%

Jumlah 12 39,99% 12 39,99% 6 19,99% 30 100%

Dari tabel diatas dapat diketahui bahawa dari 17 responden yang mendapat sumber

informasi dari media cetak Mayoritas berpengetahuan baik dan cukup dimana masing-masing

sebanyak 8 orang (26,66%), berpengetahuan kurang sebanyak 1 orang (3,33%), dari 4 responden

yang mendapat sumber informasi dari sumber elektronik Mayoritas berpengetahuan baik dan

cukup dimana masing-masing sebanyak 4 orang (13,33%) dan dari 5 responden yang mendapat

sumber informasi dari Petugas Kesehatan Mayoritas berpengetahuan kurang sebanyak 5 orang

(16,66%).

4.2  Pembahasan

Dari hasil penelitian terhadap 30 responden di ruang kelas dan ruang v rumah sakit umum

kabanjahe tahun 2011, mengenai Gambaran Pengetahuan Pasien Tentang Tifus Abdominalis

maka pembahasannya sebagai berikut:

1.        Gambaran Pengetahuan Responden Tentang Tifus Abdominalis di Ruang Kelas dan

Ruang V Rumah Sakit Umum Kabanjahe Tahun 2011 Berdasarkan Pengetahuan

Dari  hasil penelitian yang dilakukan diketahui dari 30 responden Mayoritas

berpengetahuan baik dan cukup dimana masing-masing sebanyak 12 orang (40%),dan Minoritas

berpengetahuan kurang sebanyak 6 orang (20%).

Page 29: KTI TIFUS ABDOMALIS

 Sesui dengan penelitian, Mubarak 2007 mengatakan Pengetahuan adalah hasil tahu dan

ini terjadi setelah Seseorang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Pengetahuan

merupakan dominan yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Semakin baik 

pengetahuan, maka semakin meningkat pengetahuan pasien tentang tifus abdominalis.

Menurut asumsi peneliti, pengetahuan responden tentang tifus abdominalis Mayoritas

baik dan cukup namun ini dapat di tingkatkan dengan mengikuti penyuluhan tentang Tifus

Abdominalis yang diadakan oleh petugas kesehatan yang bisa di datangi responden di Puskesmas

atau Rumah Sakit Umum.

2.        Gambaran Pengetahuan Responden Tentang Tifus Abdominalis di Ruang kelas dan

Ruang V Rumah Sakit Umum Kabanjahe Tahun 2011 Berdasarkan Umur

Berdasarkan  hasil penelitian yang dilakukan dapat  diketahui bahwa dari 10 responden

berusia 17-25 tahuan Mayoritas berpengetahuan cukup sebanyak 5 orang (16,66%), Minoritas

berpengetahuan kurangsebanyak 1 orang (3,33), dari 9 responden yang berusia 25-32  tahun

Mayoritas berpengetahuan baik sebanyak 4 orang (13,33%), Minoritas berpengetahuan kurang

sebanyak 2 orang (6,66%), dari 2 responden yang berusia 33-40 tahun Mayoritas berpengetahuan

cukup sebanyak  2 orang (6,66%), dari 3 pasien yang berusia 41-48 tahun dan 49-56 tahun

berpengetahuan baik, cukup, kurang dimana masing-masing sebanyak 1 orang (3,33%), dari 3

pasien yang berusia ≥ 57 tahun Mayoritas berpengetahuan baik sebanyak 2 orang (6,66%),

minoritas berpengetahuan kurang sebanyak 1 orang (3,33%).

 Sesuai dengan penelitian, Mubarak 2007  mengatakan bahwa dengan bertambahnya

umur seseorang akan  terjadi perubahan pada aspek fisik dan psikologis (mental). Ini terjadi

Page 30: KTI TIFUS ABDOMALIS

akibat pematangan fungsi organ pada aspek psikologis dan mental yang berpikir seseorang

semakin matang dan dewasa.

Menurut asumsi peneliti dari hasil penelitian sesuai dengan pernyataan teori di atas hal

ini dikarenakan dengan pengetahuaan baik dimana terdapat pada umur ≥ 57 tahun.

3.        Gambaran Pengetahuan Responden Tentang Tifus Abdominalis di Ruang Kelas dan

Ruang V Rumah Sakit Umum Kabanjahe Tahun 2011 Berdasarkan Pendidikan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat diketahuai bahwa dari 14 responden

berpendidikan SMA Mayoritas berpengetahuan baik sebanyak 7 orang (23,33%), Minoritas

berpengetahuan kurang sebanyak 1 orang (3,33%), dari 7 responden berpendidikan Perguruan

Tinggi  Mayoritas berpengetahuan baik sebanyak 4 orang (13,33%),minoritas berpengetahuan

cukup sebanyak 3 orang (10%), dari 5 responden berpendidikan SD Mayoritas berpengetahuan

kurang sebanyak 5 orang (16,66%) dan 4 responden berpendidikan SMP Mayoritas

berpengetahuan baik dan cukup dimana masing-masing,sebanyak 2 orang (6,66%).

Sesuai dengan penelitian, Mubarak 2007 mengatakan tidak dapat di pungkiri bahwa

semakin tinggi pendidikan seseorang semakin mudah pula mereka menerima informasi, dan

akhirnya makin banyak pula pengetahuan yang di milikinya.

Menurut asumsi peneliti dari hasil penelitian sesuai dengan pernyataan teori diatas hal ini

dikarenakan dengan pengetahuan baik dan cukup dimana terdapat pada pendidikan SMA, karena

pendidikan sangat mempengaruhi pengetahuan, dimana semakin banyak informasi yang di

jumpai dan semakin banyak hal yang di kerjakan sehingga menambah pengetahuan responden

dari membaca atau dengan melihat televisi.

Page 31: KTI TIFUS ABDOMALIS

4.        Gambaran Pengetahuan Responden Tentang Tifus Abdominalis di Ruang Kelas dan

Ruang V Rumah sakit Umum Kabanjahe Tahun 2011 Berdasarkan Pekerjaan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat diketahui bahwa dari 21 responden

yang bekerja Mayoritas berpengetahuan baik sebanyak 9 orang (30%), Minoritas berpengetehuan

kurang sebanyak 4 orang (13,33%), dari 9 responden  Tidak Bekerja Mayoritas berpengetahuan

cukup sebanyak 4 orang (13,33%), Minoritas berpengetahuan kurang sebanyak 2 orang (6,66%).

 Sesuai dengan penelitian, Mubarak 2007 mengatakan lingkungan pekerjaan dapat

menjadikan seseorang memperoleh pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun

tidak langsung.

Menurut asumsi peneliti hal ini sesuai dengan pernyataan teori di atas  dikarenakan

dengan pengetahuan baik terdapat Mayoritas pada responden yang bekerja hal ini di pengaruhi

oleh pekerjaan responden untuk memperoleh ilmu pengetahuan yang baru.

 

5.        Gambaran Pengetahuan Responden Tentang Tifus Abdominalis di Ruang Kelas dan

Ruang V Rumah Sakit Umum Kabanjahe Berdasarkan Sumber Informasi

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat diketahui bahawa dari 17 responden

yang mendapat sumber informasi dari Media cetak Mayoritas berpengetahuan baik dan cukup

dimana masing-masing, sebanyak 8 orang (26,66%), Minoritas  berpengetahuan kurang

sebanyak 1 orang (3,33%),dari 4 responden yang mendapat sumber informasi dari Media

Elektronik mayoritas berpengetahuan baik dan cukup dimana masing-masing, sebanyak 4 orang

(13,33%), dari 5 pasien yang mendapat sumber informasi dari Petugas Kesehatan Mayoritas

berpengetahuan kurang sebanyak 5 orang (16,66%).

Page 32: KTI TIFUS ABDOMALIS

 Sesuai dengan penelitian, Mubarak 2007 mengatakan kemudahan seseorang untuk

memperoleh suatu informasi dan membantu mempercepat seseorang memperoleh pengetahuan

yang baru.

Menurut asumsi peneliti dari hasil penelitian responden memperoleh informasi Mayoritas

dari media cetak, karena kalau media cetak lebih dapat memberikan informasi terhadap

responden. Hal ini dapat di tingkatkan dengan memberi informasi yang lebih menarik yang dapat

diterima oleh responden yang dapat mempengaruhi pengetahuannya melalui Majalah, Koran, dan

Buku.  Semakin luas sumber informasi yang diterima oleh pasien maka dapat mempengaruhi

tingkat pengetahuan yang di milikinya.

BAB 5

Page 33: KTI TIFUS ABDOMALIS

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1   Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang berjudul “ Gambaran Pengetahuan Pasien Tentang Tifus

Abdominalis Di Rumah Sakit Umum Kabanjahe Tahun 2011” dapat di simpulkan sebagai

berikut :

1.    Distribusi pengetahuan responden tentang Tifus Abdominalis di Ruang Kelas dan Ruang V Di

Rumah Sakit Umum Kabanjahe Tahun 2011 adalah Mayoritas responden berpengetahuan baik

dan cukup dimana masing-masing sebanyak 12 orang (40%), dan berpengetahuan kurang

sebanyak 6 orang (20%).

2.    Distribusi pengetahuan responden berdasarkan umur Mayoritas responden berpengetahuan baik

pada umur 17-25 tahun dan Minoritas responden berpengetahuan cukup pada umur 33-40 tahun.

Jadi umur tidak selamanya mempengaruhi pengetahuan. Walaupun lebih muda umur seseorang

karena semakin banyak informasi yang didapatnya maka semakin baik pula pengetahuan yang

dimilikinya.

3.    Distribusi pengetahuan responden berdasarkan pendidikan Mayoritas responden berpengetahuan

baik dan cukup pada pendidikan SMA dan Minoritas responden berpengetahuan baik dan cukup

dengan berpendidikan SMP. Karena Tidak selamanya pendidikan mempengaruhi pengetahuan,

dimana semakin banyak informasi yang di jumpai dan semakin banyak hal yang di kerjakan

sehingga menambah pengetahuannya.

4.    Distribusi pengetahuan responden berdasarkan pekerjaan ditemukan Mayoritas responden baik

pada pasien yang bekerja dan Minoritas responden berpengetahuan cukup pada responden yang

Page 34: KTI TIFUS ABDOMALIS

tidak bekerja. Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh pengalaman dan

pengetahuan baik secara langsung maupun tidak langsung.

5.    Ditribusi pengetahuan responden berdasarkan sumber informasi ditemukan Mayoritas responden

berpengetahuan baik dan cukup pada responden yang mendapat sumber  informasi dari Media

Cetak dan Minoritas responden berpengetahuan kurang pada responden yang mendapat

informasi dari Petugas Kesehatan. Karena kalau Media cetak lebih jelas dan dapat dibaca ulang

oleh pasien.

5.2 Saran

1.    Bagi Institusi Pendidikan

a.    Diharapkan kepada institusi pendidikan supaya dalam penatalaksanaan praktek lapangan (PBL)

dapat memberikan penyuluhan tentang Tifus Abdominalis pada saat melakukan PBL di desa dan

bekerja sama dengan puskesmas atau tenaga kesehatan.

b.    Menambah refrensi buku di Perpustakaan

2.    Bagi Lokasi Penelitian / Rumah Sakit Umum Kabanjahe

Diharapkan kepada petugas kesehatan lebih sering memberikan penyuluhan tentang Tifus

Abdominalisa agar masyarakat atau responden lebih mengerti tentang tifus abdominalis.

3.    Bagi Responden

Diharapkan kepada reasponden agar lebih sering mengikuti penyuluhan yang dilakukan oleh

Tenaga Kesehatan dan diharapkan kepada Responden untuk mencari informasi  khususnya

penyuluhan tentang Tifus Abdominalis.

Page 35: KTI TIFUS ABDOMALIS

4.    Bagi peneliti selanjutnya

Diharapkan pada peneliti selanjutnya agar lebih mengembangkan lebih dalam lagi penelitian

Tentang Tifus Abdominalis dan lebih mampu dalam menganalisis suatau masalah khususnya

mengenai Tifus Abdominalis.

Posted 25th July by eldepratama mehagamedan Labels: Kedokteran Gadjah Mada


Top Related