Download - jatropha curcas L transformation trial
Respon Eksplant Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) pada perlakuan Transformasi Gen Acl menggunakan Agrobacterium Tumefaciens
Digunakan untuk melengkapi Skripsi Tahun Ajaran 2012/2013
Oleh :
Fika Ayu Safitri
NIM. 081510501027
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2012
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Tanaman Jarak pagar dengan nama ilmiah Jatropha curcas L. dapat
dikategorikan sebagai salah satu sumber energi alternatif pengganti solar. Hal ini
dikarenakan minyak Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) dapat menghasilkan minyak
biodiesel sebagai pengganti Bahan Bakar Minyak (Sudradjat, 2006) yang
mendekati karakteristik diesel. Biodiesel merupakan bahan bakar alternatif yang
terbuat dari minyak nabati atau hewani, minyak tersebut dapat diubah menjadi
bahan bakar mesin diesel melalui proses transesterifikasi agar sifat-sifatnya
menyerupai minyak solar (Hidayat dan Sumangat, 2008), sehingga biodiesel bisa
digunakan sebagai bahan bakar campuran solar. Keunggulan penggunaan minyak
jarakya itu tidak bersaing dengan kebutuhan pangan, ditambah lagi penanaman
jarak pagar yang dapat dilakukan di lahan – lahan marginal. Namun, kendala yang
dihadapi dalam pengembangan tanaman jarak pagar sebagai bahan bakar
pengganti yaitu keterbatasan bahan baku untuk industri biodiesel (Syakir, 2010)
karena tingkat rendemen minyak yang masih rendah sekitar 30 – 35 % (Raden, et.
A.,. 2009).
Akhir – akhir ini, banyak metode rekayasa genetik yang digunakan untuk
perbaikan sifat tanaman, seperti halnya untuk menaikkan rendemen. Salah satu
metode yang digunakan yaitu teknik transformasi gen pada tanaman agar tanaman
yang kita inginkan memiliki sifat – sifat yang diharapkan. Pada tanaman jarak
pagar, minyak terdiri dari dua komponen penyusun, yaitu gliserol dan asam
lemak. Dalam sintesis asam lemak terdapat faktor yang mempengaruhinya, yaitu
adanya protein ACP (Acyl Carrier Protein) yang dikode oleh gen Acl. Branen, et
al. (2001) menyatakan bahwa Acyl Carrier Protein (ACP) adalah protein yang
bersifat asam memiliki ukuran kecil (9 kD), dimana protein ini merupakan
kofaktor penting dalam biosintesis asam lemak pada tanaman. Menurut Guerra
(1986), protein ACP dibutuhkan dalam jumlah yang banyak pada sintesis asam
lemak dan terjadi di plastida tanaman. ACP sering dianggap sebagai suatu bentuk
protein koenzim A (Therisod dan Kennedy, 1987), sehingga semakin banyak gen
Acl yang terkandung pada suatu siklus biosintesis, maka jumlah asam lemak yang
dihasilkan oleh tanaman meningkat, sehingga rendemen minyak pada tanaman
jarak pagar juga dapat meningkat.
Gen Acl yang telah diketahui tersebut diligasi pada plasmid pBI 121 untuk
dilakukan transformasi pada tanaman jarak pagar. Pada penelitian ini digunakan
Agrobacterium tumefaciens sebagai media transformasi ke kromosom tanaman.
Media transformasi ini dipilih karena lebih sederhana dan ekonomis. Disamping
itu, Agrobacterium Tumefaciens memiliki efisiensi tinggi untuk mentransfer
dengan baik gen yang diinginkan kedalam kromosom tanaman (Sheeba, 2010)
serta jumlah kopi gen yang di masukkan kedalam kromosom tanaman relatif besar
(Wunn, 1997). Transformasi menggunakan Agrobacterium tumefaciens lebih
disenangi daripada menggunakan penembak biolistik karena penggunaan
Agrobacterium menghasilkan proporsi yang lebih besar transgen terekspresi
dengan jumlah lokus yang lebih rendah (Ishida et al., 1996; Zhao et al., 1998
dalam Utomo, D.S., 2004). Teknik transformasi gen menggunakan
Agrobacterium Tumefaciens digunakan sebagai pendekatan molekuler yang
ditujukan untuk peningkatan rendemen minyak pada tanaman jarak dengan
memanfaatkan agrobacterium tumefaciens. Oleh karena itu, diperlukan penelitian
ini untuk mendapatkan metode yang tepat pada transformasi gen Jarak Pagar
(Jatropha curcas L.) menggunakan Agrobacterium Tumefaciens.
1.2. Rumusan Masalah
Peningkatan rendemen minyak tanaman jarak dapat dilakukan dengan
transformasi gen Acl ke dalam genom tanaman dengan harapan gen tersebut dapat
terekspresi sehingga rendemen minyak tanaman jarak dapat meningkat. Metode
transformasi melalui Agrobacterium tumefaciens ini memiliki perbedaan antara
satu spesies tanaman ke spesies tanaman lainnya, serta antara kultivar satu dengan
kultivar lainnya. Menurut Hiei et al. (1997) bahwa keberhasilan Agrobacterium
dalam menginfeksi tanaman ditentukan oleh banyak faktor diantaranya adalah
jenis dan perkembangan jaringan yang akan diinfeksi serta galur Agrobacterium
yang digunakan. Oleh sebab itu, perlu dilakukan penelitian mengenai respon
eksplan tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) pada perlakukan transformasi
gen Acl menggunakan Agrobacterium Tumefaciens.
1.3. Tujuan dan Manfaat
1.3.1. Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respon eksplant tanaman Jarak
Pagar (Jatropha curcas L.) pada perlakukan transformasi gen Acl menggunakan
Agrobacterium Tumefaciens.
1.3.2. Manfaat
Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
tentang metode transformasi gen Acl menggunakan Agrobacterium Tumefaciens.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Jarak Pagar
Tanaman Jarak Pagar (Jatropha Curcas L.) merupakan tanaman perdu yang
termasuk dalam family Euphorbiaceae dan terdiri dari 170 spesies yang telah
dikenal seperti karet dan singkong (Wudrack, 2008 dalam Carles, 2009). Menurut
Hambali (2006) klasifikasi tanaman jarak pagar sebagai berikut :
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Euphorboiales
Famili : Euphorbiaceae
Genus : Jatropha
Spesies : Jatropha curcas L.
Tanaman jarak adalah salah satu tanaman penghasil bahan bakar alami
dalam bentuk minyak diesel dan merupakan salah satu tanaman non-edible oil.
Tanaman penghasil minyak, Bahan Bakar Nabati, terkadang menimbulkan
masalah baru seperti persaingan dengan kebutuhan pangan yang penting bagi
kehidupan manusia. Namun, tanaman jarak pagar ini merupakan tanaman non-
edible oil dimana tanaman ini tidak akan bersaing dengan kebutuhan pangan. Hal
ini disebabkan biji jarak mengandung racun sehingga tidak mungkin dikonsumsi
oleh manusia. Selain itu, Jatropha curcas L. merupakan tanaman yang dapat
tumbuh dilahan marginal sehingga dalam perawatannya tidak banyak
membutuhkan banyak air dan pupuk (Siang, 2009).
Indonesia dapat dikatakan sebagai salah satu daerah penyebaran tanaman
jarak pagar selain India. Dengan kemampuan tanaman jarak pagar yang dapat
tumbuh di lahan marginal, tanaman ini dapat dimanfaatkan untuk usaha
konservasi lahan marginal sehingga dapat memberi manfaat dengan produksi
minyak sebagai energi terbarukan. Menurut Siswadi (2006) Lahan kritis di
Indonesia lebih dari 20 juta ha, sebagian besar berada di luar kawasan hutan
dengan pemanfaatan yang belum optimal. Mengingat permintaan energi dan
pangan yang naik pada tiap tahunnya, pemanfaatan lahan kritis dapat memenuhi
kebutuhan energi tanpa bersaing dengan tanaman pangan, air dan sumber alam
lainnya tidak terjadi jika pemanfaatan jarak pagar dilakukan secara optimal.
Gambar 1. Perkiraan penyebaran tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L.)
(sumber : King, et al., 2009).
2.2. Kultur Jaringan
Secara konvensional, perbanyakan tanaman jarak dilakukan dengan
menggunakan benih dan stek. Namun, perbanyakan secara konvensional
menimbulkan masalah seperti rendahnya viabilitas benih, perkecambahan yang
rendah, terlambatnya pertumbuhan akar dan jumlah akar yang sedikit (Heller,
1996; Openshaw, 2000 dalam Shah, et. al., 2010). Pada umumnya tanaman jarak
memulai berbuah pada tahun ke 2 – 3. Namun, sebagian kecil tanaman jarak dapat
dilakukan pemanenanpada tahun pertama (setelah tanaman berumur 6 – 8 bulan)
dengan produktivitas yang rendah sekitar 35-45 % (Arif dan Ahmed, 2009) 0,5 –
1,0 ton biji kering per hektar per tahun. Selain itu, rata - rata viabilitas dan tingkat
perkecambahan tanaman jarak rendah (Kaewpoo dan Te-chato, 2009). Oleh
karena itu, diperlukan pendekatan baru yang dapat digunakan sebagai cara
perbanyakan tanaman jarak untuk meminimalisir menyelesaikan masalah pada
tanaman jarak.
Dalam perbanyakan tanaman jarak pagar juga dibutuhkan teknik yang dapat
memudahkan dalam penyediaan bibit seperti kultur jaringan. Secara khusus,
kultur jaringan dapat diartikan sebagai ilmu pengetahuan yang digunakan untuk
menumbuhkan sel, jaringan atau organ tanaman yang telah dipisahkan dari
tanaman induk pada media buatan (George, et al. 2008).
Perbanyakan tanaman jarak menggunakan teknik kultur jaringan sudah sering
dilakukan penelitian, akan tetapi perlu adanya perbaikan lebih lanjut mengingat
tanaman jarak memiliki varietas yang berbeda sehingga dalam penggunaan teknik
kultur jaringan diperlukan metode yang sesuai seperti penggunaan media, hormon
serta bagian yang akan digunakan sebagai eksplan. Menurut Chaudhary, et al
(1994) menyebutkan bahwa syarat yang optimum untuk pembentukan kalus atau
pembentukan organ pada teknik kultur jaringan sangat beragam tidak hanya
berasal dari perbedaan spesies namun juga perbedaan eksplan yang diambil pada
tanaman yang sama akan menimbulkan hasil yang berbeda pula.
2.3. Tranformasi Gen dan Agrobacterium Tumefaciens
Transformasi merupakan upaya memanipulasi sifat gentik dan mentransfer
gen- gen asing yang diisolasi dari tanaman, virus, bakteri atau hewan kedalam
suatu latar belakang genetik baru. Pada metode transforamsi yang dilakukan pada
penelitian ini digunakan bakteri pathogen tanah yang dapat menyebabkan crown-
gall pada tanaman dikotil atau yang biasa disebut Agrobacterium Tumefaciens.
Agrobacterium Tumefaciensmerupakan bakteri aerob obligat gram negatif
(Mulyaningsih, 2009) dan merupakan bakteri pathogen tanah (Riva, et. al., 1998),
dimana pada awalnya bakteri ini dapat merugikan bagi tanaman inang.Secara
alami, A. tumefaciens dapat menginfeksi tanaman dikotiledon melalui bagian
tanaman yang terluka sehingga menyebabkan tumor mahkota empedu (crown gall
tumor) (Tzfira, et. al., 2004; Riva, et. al., 1998). Crown gall tumor ini merupakan
hasil dari transfer dan ekspresi gen yang terdapat pada agrobacterium kedalam sel
tanaman yang menyebabkan proliferasi sel yang tidak terkendali dan sintesis
senyawa yang dapat dimetabolisme secara khusus oleh agrobacterium (Escobar,
dan Dandekar, 2003).Dasar transformasi genetik sel tanaman oleh Agrobacterium
Tumefaciens adalah pemindahan Ti-Plasmid dari bakteri yang menginduksi
terbentuknya tumor karena Ti-Plasmid tersebut dapat berintegarsi dengan genom
tanaman inang.
Sel agrobacterium memiliki 2 macam DNA, yaitu:DNA Kromosom bakteri
dan DNA Plasmid (Gambar 3). Kemampuan membentuk tumor ditentukan oleh
plasmid Ti (Tumor Induksi) yang berada pada A. tumefaciens. Ti-Plasmid tidak
dapat digunakan untuk cloning secara langsung karena ukuran Ti-Plasmid terlalu
besar (200 kb), sehingga Ti-Plasmid perlu diperkecil ukurannya agar dapat
ditransfer ke tanaman.
Gambar 2. Bagian alami agrobacterium Tumefaciens. (Sumber : Pighin, 2003)
Pada rekayasa genetik plasmid digunakan untuk menyisipkan/menyimpan
gen yang diinginkan. Pada plasmid terdapat beberapa susunan gen mulai dari gen
ketahanan pada antibiotic tertentu hingga gen yang dapat disalin menggunakan
gen tertentu. Pada kromosom bakteri terdapat gen ketahanan terhadap antibiotic
tertentu yang alamiah dibawa oleh bakteri tersebut.
Ti-Plasmid mengandung suatu fragmen DNA yang disebut T-DNA
(Transfer Deoxiribose Acid) (berukuran 15-30 kb) yang dapat diintegrasikan ke
dalam DNA inti sel tanaman. Pada T-DNA terdapat gen untuk sintesis hormone
akusin dan sitokinin. Keberadaan kedua hormone ini dapat merangsang
tumbuhnya kanker pada tanaman. Kedua hormone ini menyebabkan pembelahan
sel tanaman yang tidak terkendali yang dapat menyebabkan tumor pada tanaman.
Oleh karena itu, gen yang menyebabkan produksi auksin dan sitokinin
dihilangkan agar dapat digunakan dalam transformasi gen pada tanaman.
Keberadaan T-DNA dalam agrobacterium mengakibatkan bakteri ini lebih
banyak dipilih dalam transfer gen karena kemampuannya yang dapat membawa
gen lain serta mentransfernya kedalam tanaman inang sehingga tanaman inang
dapat mengekspresikan gen tersebut.Gen yan mengkode produksi auksin dan
sitokinin dapat dihilangkan dengan menggunakan enzim retriksi yang kemudian
diganti dengan gen yang diinginkan.
Proses transfer T-DNA bakteri ke dalam sel tanaman dijalankan oleh produk
dari daerah virulen (vir. region) yang berada di Ti-plasmid sehingga dapat
mentransfer gen yang terdapat pada tanaman. Berikut merupakan beberapa
tahapan transfer T-DNA dari Agrobacterium kedalam tanaman (gambar 4), antara
lain : 1) Induksi terbentuknya ekspresi gen virulensi oleh komplek protein Vir A
dan Vir G, dimana Vir A mendeteksi adanya senyawa fenolik yang dihasilkan
tanaman akibat pelukaan, setelah itu, Vir A memfosforilisasi Vir G untuk
melakukan transkripsi gen virulence. 2) Produksi T-Strand (sebuah ss salinan dari
T-DNA) oleh komplek protein Vir D1/Vir D2. 3) Terbentuknya T-Komplek yang
merupakan kesatuan T-Strand dan komplek protein Vir E. 4) T-komplek keluar
dari sel bakteri. 5) T-komplek masuk ke dalam sel tanaman. 6) T-komplek
menembus dindinh inti sel yang kemudian 7) berintegerasi dengan kromosom
tanaman.
Gambar 3. Proses transfer T-DNA dari Agrobacterium Tumefaciens ke sel tanaman.
(Sumber : Zupan, J.P dan Zambryski, P., 1995)
Penggunaan agrobacterium sebagai media transformasi gen dinilai sebagai
cara yang relatif murah dan lebih alami dibandingkan dengan menggunakan
metode transformasi yang lain. Selain itu gen yang ditransformasi dengan
A.tumefaciens terintegrasi lebih stabil di dalam genom tanaman target. (B. Santosa
dan Sofiari, 2005) dan lebih mudah dalam memberikan perlakuan pada tanaman.
Namun, keberhasilan proses transformasi juga dipengaruhi oleh kombinasi dari
kekuatan bakteri (strain Agrobacterium) dan genotipe tanaman. (Sheeba, et. al.,
2010). Agrobacterium ini berbahaya bagi tanaman, tetapi sangat berguna bagi
peneliti karena: Agrobacterium dapat mentransformasikan kedalam genom
tanaman,mudah ditemukan didalam tanah, serta sangat berguna untuk alat
menstranfer DNA yang diinginkan peneliti untuk memodifikasi genetik tanaman
(Winstead, 2001).
Penggunaan agrobacterium sebagai media tranformasi sering dilakukan
tidak hanya pada tanaman jarak pagar tetapi juga pada tanaman jagung (Utomo,
2004), Tomat (B. Santosa dan Sofiari., E, 2005), serta tanaman lainnya, sehingga
penggunaan Agrobacterium sebagai media transformasi sangat umum
digunakan.Secara konvensional, proses transformasi A. Tumefaciens diawali dari
tahapan co-culture yaitu tahapan transfer T-DNA ke sel tanaman dalam jaringan
eksplan yang diikuti oleh adanya seleksi yang selanjutnya regenerasi dari yang
ditransformasi menjadi tanaman utuh (Chabaud, et al., 2011).
2.4. Polymerase Chain Reaction (PCR)
PCR (polymerase chain reaction) adalah salah suatu teknik perbanyakan
DNA yang dilakukan secara enzimatik tanpa menggunakan organisme. Menurut
lestari, P (2011) menyatakan bahwa kelebihan metode untuk mengidentifikasi
atau membedakan varietas dominan dengan metode PCR ini adalah tidak butuh
waktu yang lama, mudah dalam pelaksanaannya dan efisien dalam segi waktu
dapat dijadikan sebagai alat bantu untuk identifikasi varietas. Dalam Proses PCR
diperlukan bahan yang digunakan selama perbanyakan DNA yaitu :
1. DNA template merupakan DNA sampel yang berisi urutan target. Pada awal
reaksi,suhu tinggi diterapkan pada molekul DNA beruntai ganda asli untuk
memisahkan untaian satu sama lain.
2. DNA polimerase merupakan sejenis enzim yang mensintesis untai baru DNA
komplementer yang sesuai dengan urutan target. DNA polymerase ini memiliki
kemampuan sebagai: 1) mereka dapat menghasilkan untai DNA baru
menggunakan template DNA dan primer, dan 2) mereka tahan panas.
3. Primer merupakan potongan pendek DNA beruntai tunggal yang melengkapi
urutan target. Polimerase dimulai sintesis DNA baru dari ujung primer.
4. Nukleotida (dNTPs or deoxynucleotide triphosphates) - unit tunggal dari basis
A, T, G, dan C, yang pada dasarnya "blok bangunan" untuk untaian DNA baru.
5. RT-PCR (Reverse Transcription PCR) adalah PCR diawali dengan pengubahan
RNA sampel ke dalam cDNA dengan enzim reverse transcriptase.
Berikut merupakan tahapan kerja pada PCR (gambar 5), diantaranya :
1. Denaturasi
Proses ini merupakan proses pemisahan untaian ganda DNA menhjadi galur
tunggal. Selamalangkah awal ini, temperature yang digunakan pada suhu yang
tinggi(biasanyalebih panasdari 94 - 96 derajatcelsius). Denaturasi ini dilakukan
karena ikatan hidrogen yang menghubungkan basis satu sama lain merupakan
ikatan lemah. Ikatan hidrogen pecah pada suhu tinggi, sedangkan ikatan antara
deoksiribosa dan fosfat, yang merupakan ikatan kovalen kuat, tetap utuh.
2. Annealing
Proses ini merupakan proses penempelan untaian DNA komplementer dengan
primer yang digunakan. Suhu yang digunakan yaitu antara 40 - 65 derajat celsius,
tergantung pada panjang dan urutan dasar primer. primer dapat membentuk ikatan
hidrogen, dengan urutan komplementer dalam DNA target. Primer dan DNA
target mengikuti dasar-pasangan aturan, yaitu Sebuah (A) adenin pasang dengan
timin (T), dan (C) sitosin pasang dengan guanin (G).
3. Extention/Elongation
Setelah proses annealing selesai, suhu dinaikkanmenjadi sekitar72
derajatcelsius, danenzim DNA polimerase Taq digunakan untuk meniru untai
DNA.Perpan jangan selalu dimulai pada ujung 3' dari primer membuat untai
ganda dari masing - masing dua untai tunggal. Setelah satu siklus lengkap,
terdapat dua untai ganda salinan DNA target.
Pada reaksi PCR mengandung banyak salinan primer dan nukleotida sehingga
dibutuhkan lebih banyak lagi siklus agar hasil kopian DNA yang diinginkan dapat
diperoleh dalam jumlah yang banyak. Setelah siklus kedua, terdapat empat salinan
DNA target. Setelah siklus 3 selesai, terdapat 8 salinan urutan target ganda DNA
beruntai. Tetapi, hanya 2 dari untai ganda yang terdiri dari hanya fragmen target.
Setelah 4 siklus, setengah dari fragmen terdiri dari hanya DNA target, dan
setengah dari fragmen juga mengandung DNA lain yang mengapit. Dengan setiap
siklus tambahan, jumlah salinan dari 4 ganda urutan target. Pada akhir siklus 25
ada lebih dari 33 juta salinan dari wilayah ini beruntai ganda.
Gambar 4. Tahapan kerja pada proses Polymerase Chain Reaction (PCR)Sumber : Konietzny, U dan Greiner R, 2003.
2.5. Transformasi gen pada Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L.)
Berdasarkan Inpres No.1 tahun 2006 tentang penyediaan dan pemanfaatan
bahan bakar nabati/BBN (biofuel). Kendala yang dihadapi dalam pengembangan
jarak pagar perlu di atasi dengan inovasi baru seperti penggunaan klon unggul.
Untuk sekarang klon unggul daerah kering yaitu klon IP-2A, dimana klon ini
mempunyai potensi produksi 2 ton/ha pada tahun pertama dan diprediksi
mencapai 6-7 ton/ha di tahun ke-4 pada kondisi optimal . Umur panennya 4 bulan
setelah penanaman (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2010).
Cara pengembangan klon unggul tersebut, salah satunya dengan
menggunakan transfer gen dengan bantuan vektor Agrobacterium
tumefaciens.Metode ini dapat digunakan untuk mengintroduksi sifat-sifat tertentu
(misal: ketahanan terhadap hama, penyakit, dan cekaman abiotik) ke dalam
genom tanaman yang produktivitasnya tinggi (Lindsey dan Jones, 1990).
Eksplan yang digunakan pada transformasi gen pada tanaman jarak ini antara
lain daun (Deore dan Johnson, 2008; Misra dan Toppo, 2011; Zoung, et al., 2010),
hipokotil (Misra dan Toppo, 2011) dan kotiledon (Li, et al., 2008; Pan, et al.,
2010).
2.6. Hipotesis
Berdasarkan latar belakang yang telah di kemukakan di atas maka penulis
merumuskan hipotesis :
1. jika Gen Acl yang dapat terimplikasi pada eksplan tanaman jarak pagar
(Jatropha curcas L.), maka dapat berpengaruh pada transformasi gen Acl
menggunakan Agrobacterium Tumefaciens.
2. Penggunaan eksplant tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) juga
berpengaruh pada perlakuan transformasi Gen Acl menggunakan
Agrobacterium Tumefaciens.
BAB 3. METODOLOGI
3.1. Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan diLaboratorium Kultur Jaringan jurusan Budidaya
Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Jember pada bulan April sampai
dengan selesainya penelitian ini.
3.2. Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan antara lain : Benih Jarak IP 2A, Agrobacterium
Tumefaciens strain GV 3101, gen Acl dalam plasmid PbAcl, Media MS-Basaal
(Murashige Skoog), Vitamin, Hormon (IBA, BAP), air destilasi, alkhohol 70%,
etanol 70%, 20% Commercial bleach (5,25% Na2Cl), Sucrose, yeast extract,
Sodium Cholride (NaCl), Peptone, Glyserol, Antibiotik (Streptomycin,
Kanamycin, Rifampycin, dan Cefotaxime), acetosyringone, alumunium foil,
tissue, Kertas Saring, dan plastic wrap.
Alat – alat yang digunakan adalah timbangan analitik, magnetic stirrer, pH
meter, microwave, autoclave, Laminar Air Flow (LAF), Thermocyceler
equilibrated, spectrophotometer, sentrifuge, cawan petri, gelas ukur, botol kultur,
petridish, microtube, sentrifuge tube 50 ml, orbital shaker, micropipette.
3.3. Metode Pelaksanaan
3.3.1. Konfirmasi gen Acl pada Agrobacterium Tumefaciens::pBIAcl
3.3.1.1. Kultur Agrobacterium::pBIAcl
Agrobacterium yang telah mengandung gen Acl ditumbuhkan pada media
YEP padat dalam petridish dan disimpan pada suhu 40C.
3.3.1.2. Isolasi PBIAcl dari Agrobacterium::pBIAcl
Isolasi PBIAcl dari Agrobacterium dilakukan untuk memastikan
keberadaan gen Acl dalam Agrobacterium Tumefaciens. Plasmid diisolasi dari
Agrobacterium transforman dengan menggunakan metode miniprep (Li, J.F,
et.al., 2010).
Isolasi ini menggunakan Agrobacterium Tumefaciens strain GV 3101 yang
telah diinkubasi selama semalam dalam media YEP 3 ml pada suhu ± 280C.
Bakteri yang telah diinkubasi dipindah pada ependorf yang kemudian disentrifuge
12000 rpm selama 3 menit, ambil supernatant. Ependorf yang berisi pellet
ditambahkan dengan solution A sebanyak 150 µL.3 mL-1 dan RNAse 25 µL,
kemudian divortex hingga tercampur. Setelah itu, solution Bditambahkan
sebanyak 150 µL.3 mL-1 dan larutan digojog, kemudian disentrifuge 12000 rpm
selama 10 menit. Supernatan dipindahkan sebanyak 400 ml ke ependorf baru yang
telah berisi 750 µL solution D dan digojog kembali, silica matricditambahkan
sebanyak 200 µL. Setelah itu didiamkan selama 2 menit pada suhu ruang.
Campuran disentrifuge selama 10 menit pada kecepatan 10.000 rpm dan
supernatant dibuang. Peletdicuci dengan 750 µL solution E dan vortex hingga
tercampur. Kemudian sentrifuge kembali campuran selama 10 menit pada
kecepatan 10.000 rpm dan supernatant dibuang. Kegiatan tersebut diulang dua 2
kali. kemudain pellet disentrifuge kembali selama 10 menit pada kecepatan
10.000 rpm dan supernatant dipindahkan menggunakan pipet untuk
membersihkan pellet dari supernatant dan disentrifuge kembali selama 10 detik
untuk membersihkan dari supernatant. Empat puluh µL sterile waterditambahkan
dan votex beberapa detik agar supernatant dapatdipisahkan dari pellet,didiamkan
selama 2 menit pada suhu 700C. Kemudian sentrifuge pada kecepatan 12.000 rpm
selama 2 menit dan cairan bening (supernatant) dipindahkan pada ependorf baru.
Dan siap untuk di lakukan pengujian elektroforesis. Dan dapat disimpan pada
suhu -40 C.
3.3.1.3. Analisis PCR dan Enzim retriksi pBIAcl
a. Analisis Enzim Retriksi pBIAcl
Plasmid yang didapatkan diuji menggunakan enzim retriksi pst I untuk
dapat diketahui keberadaan gen Acl pada Agrobacterium Tumefaciens::pBIAcl.
Adapun susunan bahan yang digunakan sebagai berikut :
Bahan Volume
plasmid 10 µL
Buffer H 1,5 µL
Air Sterile 2,0 µL
Enzim pst I 1,5 µL
25,0 µL
Keempat bahan tersebut di inkubasi pada suhu 37o C selama ± 3 jam.
3.3.1.3.2. Analisis PCR
Plasmid PBAcl hasil isolasi digunakan sebagai template untuk PCR
menggunakan kit dari Intro. Adapun susunan bahan untuk dipergunakan pada
proses PCR adalah sebagai berikut :
Reagen Volume
2 x PCR Master 12,5 µL
Template DNA (PBAcl) 1,0 µL
Primer forward 1,0 µL
Primer Reverse 1,0 µL
Akuasides sterile 9,5 µL
25,0 µL
Program untuk PCR adalah sebagai berikut :
1. Predenaturasi 940C selama 2 menit
2. Denaturasi 940C selama 10 detik
3. Annealing 580C selama 10 detik
4. Extension (Elongation) 720C selama 20 detik
5. Post-extension 720C selama 2 menit
Siklus tersebut diulang sebanyak 30 siklus.
Berikut merupakan primer untuk analisis PCR
Gambar 5. Konstruk Plasmid pBII121 sebelum diligasi dengan gen Acl (14758bp)
Gambar 6. Konstruk Plasmid pBII121 setelah diligasi dengan gen Acl menjadi
pBIAcl (13345bp)
3.3.2. Persiapan Agrobacterium Tumefaciens
Agrobacterium tumefaciens yang digunakan untuk transformasi di
inokulasi pada media YEP 3 ml yang mengandung Kanamycin 100 µg/ml dan
Streptomycin 50 µg/ml kemudian ditumbuhkan selama satu malam 200 rpm dengan
suhu 280 C. Setelah semalam, menginokulasi bakteri pada median YEP 3 ml
Bagian yang dibuang
kedalam media 100 ml yang mengandung antibiotic yang sama selama 5 – 6 jam
200 rpm pada suhu 280 C.
Setelah 5-6 jam bakteri di sentrifuge dengan kecepatan 20.000 rpm selama
10 menit pada suhu 100 C untuk didapatkan pelet. Setelah pelet didapatkan, pelet
disuspensikan dengan media MS cair untuk siap digunakan untuk proses
transformasi.
3.3.3. Persiapan Eksplant
Biji jarak Pagar (Jatropha curcas L.) yang digunakan yaitu varietas IP-2A
yang diperoleh dari Kebun Percobaan Balai Penelitian Tanaman Serat
(BALITTAS) Malang di Situbondo. Ekplan yang digunakan yaitu kotiledon jarak
pagar. Untuk mengambil prepary cotyledon, biji direndam pada air selama 1
malam dan diletakkan pada suhu ruang. Permukaan biji disterilisasi dengan
merendam didalam etanol 70% selama 15 menit. Kemudian buang kulit biji dan
rendam kernel kedalam air steril selama 1 – 2 jam. Setelah itu, kernel disterilisasi
dengan etanol 70% selama 30 detik dan bilas dengan air steril selama 1 menit
sebanyak 3 kali. Biji diperlakukan dengan merendam pada larutan 20% (v/v)
commercial bleach yang mengandung 5,25% Natrium hypoclorite) ditambah
dengan 0,1% tween 20 selama 10 menit dengan beberapa kali penggojogan.
Direndam pada air steril selama 1 menit sebanyak 4 kali. Kemudian dipisahkan
antara prepary cotyledon (Gambar 7).
Gambar 7. Bagian eksplan yang digunakan
3.3.4. Proses Transformasi Agrobacterium Tumefaciens Kedalam Tanaman
Prepary cotyledon diinfeksi dengan merendam pada suspensi
agrobacterium selama 20 menit ; 200 rpm pada suhu ruang. Eksplant yang
Pepary cotiledon
terinferksi disaring pada kertas saring steril yang kemudian di tanam pada media
MS- Jc1 (Media MS yang mengandung 3 mg/L 6-benzylaminopurine (BAP) dan
0,01 mg/L indole-3-butryc acid (IBA)) yang kemudian disimpan 3 hari dalam
keadaan gelap dengan suhu 26 ± 20 C. Setelah 3 hari, eksplan dicuci dengan
media MS-Jc1 cair (ditambah cefotaxime 200 mg/L) dan ditanam pada media
Callus Inducing Medium (CIM) yang mengandung media MS dengan 3 mg/L 6-
benzylaminopurine (BAP) dan 0,01 mg/L indole-3-butryc acid (IBA) dan antibiotic
cefotaxime 300 mg/L, disimpan selama 4 minggu dengan kondisi 12 jam terang dan
12 jam gelap suhu 260 C. Setelah 4 minggu, kalus disubkulturkan kedalam media
Shoot Inducing Medium (SIM) yang mengandung media ½ MS dengan 3 mg/L 6-
benzylaminopurine (BAP) dan 0,01 mg/L indole-3-butryc acid (IBA) dan antibiotic
Kanamycin 20 mg/L dan cefotaxime 100 mg/L, disimpan selama 4 – 5 minggu
dengan kondisi terang.
3.4.5. Isolasi DNA genomik tanaman hasil transformasi
Isolasi DNA genomik dari tanaman hasil transformasi dilakukan pada
beberapa tahapan, yaitu 0,2 – 0,5 gram jaringan daun digerus dalam nitrogen cair,
kemudian ditambahkan dengan 2,0 g PVP/ g daun. Hasil gerusan dipindahkan
dalam ependorf dan ditambahkan dengan 1,2 mL Extraction Buffer dan diinkubasi
pada suhu 550C ± 1 jam. Setelah itu, hasil inkubasi dsentrifuge pada kecepatan
12.000 rpm selama 15 menit, kemudian supenatan dipindahkan pada tabung baru
sebanyak 1,0 ml dan ditambahkan 1,0 ml chloroform : iso amyl alcohol (24:1) dan
diulang 3 kali. Selanjutnya isopropanol dingin ditambahkan sebanyak 0,7 kali
volume supernatant, kemudian dibolak balik beberapa kali hingga tampak DNA
melayang – layang dalam tabung. Tabung disentrifuge pada kecepatan 12.000 rpm
selama 10 menit dan supernatant dibuang. Pellet hasil sentrifuge dicuci dengan
70% etanol kemudian dikeringkan. Sepuluh mikro liter TE dan 10 µL RNAse
ditambahkan untuk melarutkan DNA. Kemudian diinkubasi dalam oven 370C ±
30 menit. Dan DNA genomic siap untuk dilakukan analisis elektroforesis.
3.4. Parameter Pengamatan
Analisis data yang digunakan secara deskriptif yang disajikan secara visual
dengan parameter sebagai berikut :
1. Perubahan morfologi yang terjadi pada eksplan disajikan secara
pengamatan visual dan disajikan berdasarkan prosentase
perkembangannya dengan parameter. Perkembangan eksplan yang tumbuh
pada media pertumbuhan dilakukan secara visual pada hari pertama pada
media co-cultivasi, hari ke -5 pada media seleksi dan hari ke 20 pada
media seleksi.
a. Prosentase eksplan tahan media seleksi merupakan prosentasi eksplan
yang tersisipi gen Acl sehingga dapat tahan terhadap antibiotic
kanamicyn dan cefotaxime pada media seleksi, dimana prosentase
tersebut dihitung dengan rumus :
Jumlah eksplan yang tahan pada med iaseleksijumlah eksplanawal
x 100%
a. Jumlah eksplan bertunas merupakan banyaknya ekplan yang mampu bertunas, dimana cara menghitung presentase eksplan bertunas dengan rumus :
Jumlah eksplan bertunasjumlaheksplan awal
x 100 %
b. Jumlah tunas per eksplan merupakan jumlah tunas tiap eksplan yang dapat dihitung dengan rumus :
Jumlah tunasjumlaheksplan bertunas
x 100 %
2. Amplifikasi (PCR) gen Acl dari tanaman transforman disajikan secara deskriptif melalui hasil elektroforesis. Penyajian hasil elektroforesis dengan cara gambar hasil, dimana gambar tersebut terdapat band yang merupakan fragmen DNA hasil amplifikasi dan menunjukkan potongan-potongan jumlah pasangan basanya.