Transcript
Page 1: Isi Refreat Hirschprung

BAB IPENDAHULUAN

Penyakit Hirschsprung merupakan gangguan perkembangan sistem saraf enterik dan

ditandai dengan tidak ditemukannya sel ganglion pada colon bagian distal sehingga terjadi

obstruksi fungsional.

Walaupun penyakit ini pertamakali dijelaskan oleh Ruysch pada tahun 1691 dan

dipopulerkan oleh Hirschsprung pada tahun 1886, patofisiologinya belum diketahui hingga

pertengahan abad ke 20, ketika Whitehouse dan Kernohan mendapatkan aganglionosis pada

usus bagian distal sebagai penyebab obstruksi dalam laporan kasus pasien mereka. Pada

tahun 1949, Swenson menjelaskan penatalaksanaan definitif Hirschsprung yaitu dengan

rectosigmoidectomy dengan anastomosis colonal. Setelah itu diketahui jenis teknik operasi

lainnya, termasuk teknik Duhamel dan Soave. Pada masa kini, adanya kemajuan pada teknik

operasi, termasuk prosedur minimal invasif, dan diagnosis dini telah mengurangi mortalitas

dan morbiditas pasien dengan penyakit Hirschsprung.

Gambar 1. Gambar colon yang normal pada sebelah kiri dan colon yang mengalami

dilatasi pada penyakit Hirschsprung disebelah kanan

1

Page 2: Isi Refreat Hirschprung

Penyakit Hirschsprung atau megakolon aganglionik bawaan disebabkan oleh kelainan

inervasi usus, mulai pada sfingter ani interna dan meluas ke proksimal, melibatkan panjang

usus yang bervariasi, tetapi selalu termasuk anus dan setidak-tidaknya sebagian rektum.

Tidak adanya inervasi saraf adalah akibat dari kegagalan perpindahan neuroblast dari usus

proksimal ke distal. Segmen yang aganglionik terbatas pada rektosigmoid pada 75%

penderita, 10% sampai seluruh usus, dan sekitar 5% dapat mengenai seluruh usus sampai

pilorus (Wyllie, 2000; Mansjoer,2000). Penyakit ini pertama kali ditemukan oleh Herald

Hirschsprung tahun 1886, namun patofisiologi terjadinya penyakit ini tidak diketahui secara

jelas hingga tahun 1938, dimana Robertson dan Kernohan menyatakan bahwa megakolon

yang dijumpai pada kelainan ini disebabkan oleh gangguan peristaltik dibagian distal usus

akibat defisiensi ganglion (Irwan, 2003).

Penyakit Hirschsprung adalah penyebab obstruksi usus bagian bawah yang paling

sering pada neonatus, dengan insidens keseluruhan 1:5000 kelahiran hidup. Laki-laki lebih

banyak dari pada perempuan dengan perbandingan 4:1 dan ada kenaikan insidens pada kasus-

kasus familial yang rata-rata mencapai sekitar 6% (Wyllie,2000; Kartono,2004). Kartono

mencatat 20-40 pasien penyakit Hirschprung yang dirujuk setiap tahunnya ke RSUPN Cipto

Mangunkusomo Jakarta. Data Penyakit Hirschprung di Indonesia belum ada. Bila benar

insidensnya 1 dari 5.000 kelahiran, maka dengan jumlah penduduk di Indonesia sekitar 220

juta dan tingkat kelahiran 35 per mil, diperkirakan akan lahir 1400 bayi lahir dengan Penyakit

Hirschsprung (Kartono, 2004).

Penyakit Hirschsprung harus dicurigai apabila seorang bayi cukup bulan dengan berat

lahir ≥ 3 kg (penyakit ini tidak bisa terjadi pada bayi kurang bulan) yang terlambat

mengeluarkan tinja (Wyllie, 2000; Mansjoer, 2000). Trias klasik gambaran klinis pada

neonatus adalah pengeluaran mekonium yang terlambat, yaitu lebih dari 24 jam pertama,

muntah hijau, dan perut membuncit keseluruhan (Pieter, 2005).

Diagnosis penyakit Hirschsprung harus dapat ditegakkan sedini mungkin mengingat

berbagai komplikasi yang dapat terjadi dan sangat membahayakan jiwa pasien seperti

enterokolitis, pneumatosis usus, abses perikolon, perforasi, dan septikimia yang dapat

menyebabkan kematian. Enterokolitis merupakan komplikasi yang amat berbahaya sehingga

mortalitasnya mencapai 30% apabila tidak ditangani dengan sempurna. Diagnosis penyakit

ini dapat ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan rontgen dengan

enema barium, pemeriksaan manometri, serta pemeriksaan patologi anatomi. (Wyllie, 2000).

Penatalaksanaan Penyakit Hirschsprung terdiri dari tindakan non bedah dan tindakan bedah.

Tindakan non bedah dimaksudkan untuk mengobati komplikasi-komplikasi yang mungkin

2

Page 3: Isi Refreat Hirschprung

terjadi atau untuk memperbaiki keadaan umum penderita sampai pada saat operasi defenitif

dapat dikerjakan. Tindakan bedah pada penyakit ini terdiri dari tindakan bedah sementara

yang bertujuan untuk dekompresi abdomen dengan cara membuat kolostomi pada kolon yang

mempunyai ganglion normal di bagian distal dan tindakan bedah definitif yang dilakukan

antara lain menggunakan prosedur Duhamel, Swenson, Soave, dan Rehbein (Wyllie, 2000;

Mansjoer, 2000). Dari sekian banyak sarana penunjang diagnostik, maka diharapkan pada

klinisi untuk segera mengetahui gejala dan tanda pada penyakit Hirschsprung. Karena

penemuan dan penanganan yang cepat dan tepat dapat mengurangi insidensi Penyakit

Hirschsprung di dunia, khususnya di Indonesia.

Kebanyakan kasus penyakit Hirschsprung sekarang didiagnosis pada masa neonatus.

Penyakit Hirschsprung sebaiknya dicurigai jika seorang neonatus tidak mengeluarkan

mekonium dalam 24-48 jam pertama setelah kelahiran. Walaupun barium enema berguna

untuk menegakkan diagnosis, biopsi rektum tetap menjadi gold standard penegakkan

diagnosis. Setelah diagnosis dikonfirmasi, penatalaksanaan mendasar adalah untuk

membuang jaringan usus yang aganglionik dan untuk membuat anastomosis dengan

menyambung rektum bagian distal dengan bagian proksimal usus yang memiliki innervasi

yang sehat.

3

Page 4: Isi Refreat Hirschprung

BAB IITINJUAN PUSTAKA

A.DEFINISI

Penyakit Hirschsprung adalah suatu kelainan bawaan berupa aganglionik usus, mulai

dari spinkter ani interna kearah proksimal dengan panjang yang bervariasi, tetapi selalu

termasuk anus dan setidak-tidaknya sebagian rektum dengan gejala klinis berupa gangguan

pasase usus fungsional (Kartono,1993; Heikkinen dkk,1997;Fonkalsrud,1997).

Atau Suatu penyakit yang ditandai konstipasi sejak bulan-bulan pertama kehidupan

bayi yang disebabkan oleh adanya kelainan di usus besar (colon) , Hal ini terjadi karena tinja

tertahan pada usus besar yang kurang/ tidak mengandung ganglion saraf otot. Akibatnya

bagian tersebut menjadi melar. Kekurangan atau ketiadaan ganglion tersebut menyebabkan

usus tidak dapat optimal “mendorong” isinya keluar melalui anus. Akibatnya, kotoran akan

menumpuk dan menyumbat usus bagian bawah sehingga bayi tak bisa buang air besar.

B.SEJARAH

Ruysch (1691) pertama kali melaporkan hasil autopsi adanya usus yang aganglionik

pada seorang anak usia 5 tahun dengan manifestasi berupa megakolon. Namun baru 2 abad

kemudian Harald Hirschsprung (1886) melaporkan secara jelas gambaran klinis penyakit ini,

yang pada saat itu diyakininya sebagai suatu megakolon kongenital. Dokter bedah asal

Swedia ini melaporkan kematian 2 orang pasiennya masing-masing usia 8 dan 11 bulan yang

menderita konstipasi kronis, malnutrisi dan enterokolitis. Teori yang berkembang saat itu

adalah diyakininya faktor keseimbangan syaraf sebagai penyebab kelainan ini, sehingga

pengobatan diarahkan pada terapi obat-obatan dan simpatektomi. Namun kedua jenis

pengobatan ini tidak memberikan perbaikan yang signifikan. Valle (1920) sebenarnya telah

menemukan adanya kelainan patologi anatomi pada penyakit ini berupa absennya ganglion

parasimpatis pada pleksus mienterik dan pleksus sub-mukosa, namun saat itu pendapatnya

tidak mendapat dukungan para ahli. Barulah 2 dekade kemudian, Robertson dan Kernohan

4

Page 5: Isi Refreat Hirschprung

(1938) mengemukakan bahwa megakolon pada penyakit Hirschsprung disebabkan oleh

gangguan peristaltik usus mayoritas bagian distal akibat defisiensi ganglion (Irwan, 2003).

Zuelser dan wilson(1948) mengemukakan bahwa pada dinding usus yang menyempit

tidak ditemukan ganglion parsimpatis.sejak saat itu penyakit ini lebih dikenal dengan istilah

aganglionosis kongenital. Penyakit Hirschsprung merupakan kelainan bawaan sejak lahir,

jadi tak bisa dicegah.Umumnya, kelainan ini biasanya terjadi pada anak lahir normal atau

cukup bulan dan diketahui di bawah usia setahun. Menurut data di Amerika, kelainan

hirschsprung banyak dialami anak laki-laki dibanding anak perempuan, dengan perbandingan

3,8 : 1.

Sebelum tahun 1948 sebenarnya belum terdapat bukti yang jelas tentang defek

ganglion pada kolon distal sebagai akibat penyakit Hirschsprung, hingga Swenson dalam

laporannya menerangkan tentang penyempitan kolon distal yang terlihat dalam barium enema

dan tidak terdapatnya peristaltik dalam kolon distal. Swenson melakukan operasi

pengangkatan segmen yang aganglionik dengan hasil yang memuaskan. Laporan Swenson ini

merupakan laporan pertama yang secara meyakinkan menyebutkan hubungan yang sangat

erat antara defek ganglion dengan gejala klinis yang terjadi (Irwan, 2003).

Bodian dkk. Melaporkan bahwa segmen usus yang aganglionik bukan merupakan akibat

kegagalan perkembangan inervasi parasimpatik ekstrinsik, melainkan oleh karena lesi primer

sehingga terdapat ketidakseimbangan autonomik yang tidak dapat dikoreksi dengan

simpatektomi. Keterangan inilah yang mendorong Swenson melakukan pengangkatan

segmen aganglionik dengan preservasi spinkter ani . Okamoto dan Ueda lebuh lanjut

menyebutkan bahwa penyakit Hirschsprung terjadi akibat terhentinya proses migrasi sel

neuroblas dari krista neuralis saluran cerna atas ke distal mengikuti serabut-serabut vagal

pada suatu tempat tertentu yang tidak mencapai rektum (Irwan, 2003).

C. ANATOMI

Rektum memiliki 3 buah valvula :

1. superior kiri,

2. medial kanan

3. inferior kiri.

2/3 bagian distal rektum terletak di rongga pelvik dan terfiksir, sedangkan 1/3 bagian

proksimal terletak dirongga abdomen dan relatif mobile. Kedua bagian ini dipisahkan oleh

5

Page 6: Isi Refreat Hirschprung

peritoneum reflektum dimana bagian anterior lebih panjang dibanding bagian posterior.

Saluran anal (anal canal) adalah bagian terakhir dari usus, berfungsi sebagai pintu masuk ke

bagian usus yang lebih proksimal; anus, dikelilingi oleh spinkter ani (eksternal dan internal )

serta otot-otot yang mengatur pasase isi rektum ke dunia luar.

Spinkter ani eksterna terdiri dari 3 sling : atas, medial dan depan. Persyarafan motorik

spinkter ani interna berasal dari serabut syaraf simpatis (n.hypogastrikus) yang menyebabkan

kontraksi usus dan serabut syaraf parasimpatis (n.splanknikus) yang menyebabkan relaksasi

usus. Kedua jenis serabut syaraf ini membentuk pleksus rektalis. Sedangkan muskulus levator

ani dipersyarafi oleh n.sakralis 3 dan 4. Nervus pudendalis mensyarafi spinkter ani eksterna

dan m.puborektalis. Syaraf simpatis tidak mempengaruhi otot rektum. Defekasi sepenuhnya

dikontrol oleh n.splanknikus (parasimpatis). Walhasil, kontinensia sepenuhnya dipengaruhi

oleh n.pudendalis dan n.splanknikus pelvik (syaraf parasimpatis).

6

Page 7: Isi Refreat Hirschprung

Sistem syaraf autonomik intrinsik pada usus terdiri dari 3 pleksus :

1. Pleksus Auerbach : terletak diantara lapisan otot sirkuler dan longitudinal

2. Pleksus Henle : terletak disepanjang batas dalam otot sirkuler

3. Pleksus Meissner : terletak di sub-mukosa

Pada penderita penyakit Hirschsprung, tidak dijumpai ganglion pada ke-3 pleksus

tersebut.

7

Page 8: Isi Refreat Hirschprung

C.INSIDEN DAN EPIDEMIOLOGI

Penyakit Hirschsprung terjadi 1 dari 5000 kelahiran dan beberapa kasus berhubungan

dengan keluarga, dengan insiden secara keseluruhan dari kasus, 3,6% diantaranya saudara

kandung. Sedangkan berdasarkan studi epidemiologi sampai 1984, insiden penyakit

Hirschsprung ini, yakni 18,6 per 100.000 kelahiran hidup.1,2,4

Insidens sangat bervariasi pada beberapa etnik, nilai insidens pada kulit putih, hitam,

asian dan pasifik berturut-turut 1 dari 7000, 1 dari 5000, 1,4 dari 5000 dan 3,8 dari 5000

sedangkan berdasarkan jenis kelamin, kejadian penyakit ini lebih banyak pada laki-laki

dibandingkan perempuan (4,32:1). Berdasarkan pembagiannya kejadian pada short-segment

aganglionic lebih banyak pada laki-laki dibandingkan perempuan (5:1) sedangkan kejadian

long-segment aganglionic sama (1:1).1,2,4

Kelainan kromosom didapatkan 12% pada penyakit Hirschsprung. Trisomi 21

(sindrom Down) merupakan kelainan kromosom yang tersering didapatkan dengan penyakit

ini yaitu sekitar 2-9 %.1,2

Mortalitas/Morbiditas

* Sekitar 20% bayi akan memiliki abnormalitas yang melibatkan sistem neurologis,

kardiovaskuler, urologis, atau gastrointestinal.

* Penyakit Hirschsprung telah diketahui terkait dengan penyakit dibawah ini:

- Syndrome Down

- Syndrom Neurocristopathy

- Waardenburg-Shah syndrome

- Yemenite deaf-blind syndrome

- Piebaldisme

- Goldberg-Shprintzen syndrome

- Multiple endocrine neoplasia type II

- Syndrome central hypoventilation congenital

* Megacolon aganglionik yang tidak diatasi pada masa bayi akan menyebabkan peningkatan

mortalitas sebesar 80%. Mortalitas operative pada prosedur intervensi sangat rendah. Bahkan

padaUntreated aganglionic megacolon in infancy may result in a mortality rate of as much as

80%.

* Kemungkinan komplikasi yang dapat terjadi yaitu kebocoran anastomose (5%), striktur

anastomose (5-10%), obstruksi intestinal (5%), abses pelvis (5), dan infeksi luka (10%).

8

Page 9: Isi Refreat Hirschprung

Komplikasi jangka panjang termasuk gejala obstruktif, inkontinensi, konstipasi kronik, dan

enterokolitis, komplikasi ini kebanyakan didapatkan pada pasien dengan segmen aganglionik

yang panjang. Walaupun kebanyakan pasien akan mendapatkan permasalahan ini setelah

operasi, penelitian jangka panjang telah menunjukkan bahw lebih dari 90% anak akan

mengalami perbaikan yang bermakna. Pasien dengan segmen aganglionik yang panjang

terbukti memiliki outcome yang lebih buruk.

Ras

Penyakit Hirschsprung tidak memiliki predileksi pada ras tertentu.

Jenis Kelamin

Penyakit Hirschsprung lebih sering terjadi pada laki-laki dibanding perempuan,

dengan rasio sekitar 4:1. Akan tetapi, segmen aganglionik yang panjang sering ditemukan

pada pasien perempuan.

Umur

Umur dimana pasien didiagnosis memiliki penyakit Hirschsprung semakin menurun

sejak satu abad terakhir. Pada awal tahun 1900, usia median yaitu 203 tahun; mulai tahun

1950 hingga 1970, usian median menjadi 206 bulan. Saat ini, sekitar 90% pasien dengan

penyakit hirschsprung telah dapat didiagnosis pada masa perinatal.

D.ETIOLOGI.

Biasanya, karena bayi tumbuh dalam kandungan, kumpulan sel saraf (ganglia) mulai

terbentuk antara lapisan otot di bagian usus besar yang panjang. Proses ini dimulai pada

bagian atas dan berakhir di usus besar bagian bawah (dubur). Pada anak-anak dengan

penyakit Hirschsprung, proses ini tidak selesai dan tidak ada ganglion di sepanjang seluruh

panjang dengan dua titik. Kadang-kadang sel-sel yang hilang dari hanya beberapa centimeter

dari usus besar.

Mengapa hal ini terjadi tidak diketahui secara pasti. Hal ini dapat dikaitkan dengan

beberapa gen mutations. Ini juga dikaitkan dengan beberapa kelenjar endokrin neoplasia,

sebuah sindrom yang menyebabkan noncancerous Tumors di lendir membranes dan adrenal

glands (terletak di atas ginjal) dan kanker dari thyroid gland (terletak di bagian bawah leher).

Hirschsprung's tidak disebabkan oleh sesuatu yang tidak ibu selama kehamilan. Dalam

beberapa kasus, penyakit ini mungkin warisan, bahkan jika orang tua tidak memiliki

penyakit. Hirschsprung juga 10 kali lebih sering terjadi pada anak-anak dengan Down

syndrome

9

Page 10: Isi Refreat Hirschprung

1. Ketiadaan sel-sel ganglion

Ketiadaan sel-sel ganglion pada lapisan submukosa (Meissner) dan pleksus myenteric

(Auerbach) pada usus bagian distal merupakan tanda patologis untuk Hirschsprung’s disease.

Okamoto dan Ueda mempostulasikan bahwa hal ini disebabkan oleh karena kegagalan

migrasi dari sel-sel neural crest vagal servikal dari esofagus ke anus pada minggu ke 5

sampai 12 kehamilan. Teori terbaru mengajukan bahwa neuroblasts mungkin bisa ada namun

gagal unutk berkembang menjadi ganglia dewasa yang berfungsi atau bahwa mereka

mengalami hambatan sewaktu bermigrasi atau mengalami kerusakan karena elemen-elemen

didalam lingkungan mikro dalam dinding usus. Faktor-faktor yang dapat mengganggu

migrasi, proliferasi, differensiasi, dan kolonisasi dari sel-sel ini mingkin terletak pada

genetik, immunologis, vascular, atau mekanisme lainnya

2. Mutasi pada RET proto-oncogene

Mutasi pada RET proto-oncogene,yang berlokasi pada kromosom 10q11.2, telah

ditemukan dalam kaitannya dengan Hirschsprung’s disease segmen panjang dan familial.

Mutasi RET dapat menyebabkan hilangnya sinyal pada tingkat molekular yang diperlukan

dalam pertubuhan sel dan diferensiasi ganglia enterik. Gen lainnya yang rentan untuk

Hirschsprung’s disease adalah endothelin-B receptor gene (EDNRB) yang berlokasi pada

kromososm 13q22. sinyal darigen ini diperlukan untuk perkembangan dan pematangan sel-

sel neural crest yang mempersarafi colon. Mutasi pada gen ini paling sering ditemukan pada

penyakit non-familial dan short-segment. Endothelian-3 gene baru-baru ini telah diajukan

sebagai gen yang rentan juga. Defek dari mutasi genetik ini adalah mengganggu atau

menghambat pensinyalan yang penting untuk perklembangan normal dari sistem saraf

enterik. Mutasi pada proto-oncogene RET adalah diwariskan dengan pola dominan autosom

dengan 50 sampai 70% penetrasi dan ditemukan dalam sekitar 50% kasus familial dan pada

hanya 15 sampai 20% kasus spordis. Mutasi pada gen EDNRB diwariskan dengan pola

pseudodominan dan ditemukan hanya pada 5% dari kasus, biasanya yang sporadis.

3. Kelainan dalam lingkungan

Kelainan dalam lingkungan mikro pada dinding usus dapat mencegah migrasi sel-sel

neural crest normal ataupun diferensiasinya. Suatu peningkatan bermakna dari antigen major

histocompatibility complex (MHC) kelas 2 telah terbukti terdapat pada segmen aganglionik

dari usus pasien dengan Hirschsprung’s disease, namun tidak ditemukan pada usus dengan

10

Page 11: Isi Refreat Hirschprung

ganglionik normal pada kontrol, mengajukan suatu mekanisme autoimun pada perkembangan

penyakit ini.

4. Matriks protein ekstraseluler

Matriks protein ekstraseluler adalah hal penting dalam perlekatan sel dan pergerkan

dalam perkembangan tahap awal. Kadar glycoproteins laminin dan kolagen tipe IV yang

tinggi alam matriks telah ditemukan dalam segmen usus aganglionik. Perubahan dalam

lingkungan mikro ini didalam usus dapat mencegah migrasi sel-sel normal neural crest dan

memiliki peranan dalam etiologi dari Hirschsprung’s disease.

E. PATOFISIOLOGI

Motilitas usus diatur oleh sistem saraf otonom dan sistem saraf enterik. Sistem saraf enterik

ini merupakan sistem saraf tersendiri pada saluran cerna yang terletak di seluruh dinding saluran

cerna. Terdapat 2 pleksus utama pada sistem saraf enterik yakni pleksus submukosa (meissner) yang

terletak pada lapisan submukosa dan pleksus mienterikus (auerbach) yang terletak di antara otot

longitudinal dan sirkuler organ pencernaan termasuk colon. Sistem persarafan inilah yang kemudian

akan mengatur berbagai fungsi usus termasuk sekresi, absorbsi, dan kecepatan motilitas usus.3

 Sewaktu gerakan massa di kolon mendorong isi kolon ke dalam rektum, terjadi peregangan

rektum yang kemudian merangsang reseptor regang di dinding rektum dan memicul refleks defekasi.

Refleks defekasi ini disebabkan oleh relaksasi muskulus sfingter ani internus dan kontraksi rektum

dan sigmoid yang lebih kuat. Bila muskulus sfingter ani eksternus yang berada di bawah kontrol

kesadaran juga berelaksasi, maka terjadilah defekasi.8

Pada penyakit Hirschsprung, pleksus mienterikus dan submukosa tidak terdapat pada dinding

kolon yang mengalami aganglionosis, atau dengan kata lain terjadi malformasi dari kompleks dan

sistem saraf enterik usus. Malformasi ini memungkinkan terjadinya defek pada fungsi saraf

parasimpatis (kolinergik), sementara fungsi saraf simpatis (adrenergik) menjadi lebih dominan.

Akibatnya terjadi gangguan pengaturan fungsi motilitas usus termasuk refleks defekasi yang

dimediasi oleh parasimpatis. Abnormalitas fungsional yang paling khas adalah kegagalan refleks

muskulus sfingter ani internus untuk berelaksasi setelah terjadi peregangan rektum. Peregangan

rektum yang sementara ini menyebabkan tekanan intralumen pada spinkter ani internal menurun dan

sering diikuti oleh kontraksi dari spinkter ani eksternal. 3,9

Usus normal menerima persarafan intrinsik dari sistem persarafan parasimpatis

(kholinergis) dan simpatis (adrenergis). Serabut saraf kolinergik menyebabkan perangsangan

11

Page 12: Isi Refreat Hirschprung

pada kolon (kontrasi) dan menginhibisi sphincter ani, sedangkan serabut-serabut adrenergik

menginhibisi kolon (relaksasi) dan mengeksitasi sphincter.

Sebagi tambahan, terdapat suatu sistem saraf intrinsik enterik yang luas didadalm

dinding usus sendiri yang tersusun atas berbagai macam ‘serabut inhibisi non-adrenergic non-

cholinergic (NANC)’ yang berfungsi dalam pengaturan sekresi intestinal, motilitas,

pertahanan mukosa, dan respon imun. Sel-sel ganglion mengkoordinasikan aktivitas

muskular usus dengan menyeimbangkan sinyal-sinyal yang diterima dari serabut-serabut

adrenergik dan kolinergik, dan dari serabut inhibisi intrinsik (enterik) NANC.

Pada Hirschsprung’s disease, sel-sel ini tidak ditemukan sehingga koordinasi

kontraksi dan relaksasi pada usus tidak terjadi. Kholinergik yang berlebihan mungkin

bertanggung jawab pada spastisitas dari segmen aganglionik. Asetilkholin yang berlebihan

akan menyebabkan produksi berlebihan dari acetylcholinesterase, yang dapat dideteksi secara

histokimiawi dan digunakan dalam penegakkan diagnosis Hirschsprung’s disease.

Kemungkinan yang lebih penting dari kelainan adrenergik ataupun kolinergik dalam

menyebabkan spasme usus adalah ketiadaan dari serabut saraf inhibisi NANC dari sistem

saraf enterik dan transmitter neuropeptidanya. Peptida Vasoaktif intestinal (VIP) adalah

relaksan utama pada sphincter ani internus; VIP-mengandung serabut-serabut saraf yang

tidak ada pada usus aganglionik pasien dengan Hirschsprung’s disease.

Nitric oxide (NO) adalah suatu neurotransmitter yang kuat lainnya dalam saraf

penghambat NANC, memediasi relaksasi pada usus. Sintesis NO snormalnya terdapat pada

plexus enterik dalam usus. Sintase NO dan oleh karenanya aktivitas NO tidak terdapat pada

usus aganglionik pasien dengan Hirschsprung’s disease. Kurangnya NO- dan serabut saraf

yang mengandung VIP pada usus aganglionik pasien dengan Hirschsprung’s disease mungkin

merupakan faktor utama dalam patofisiologi penyakit ini.

F. KLASIFIKASI

Pada pemeriksaan patologi anatomi dari penyakit ini, sel ganglion Auerbach dan

Meissner tidak ditemukan serabut saraf menebal danserabut otot hipertofik.aganglionosis ini

mulai dari anus ke arah oral.

12

Page 13: Isi Refreat Hirschprung

Berdasarkan panjang segmen yang terkena , Penyakit Hirschsprung dapat di

klasifikasikan dalam 2 katagori, sbb :

1. Penyakit Hirschsprung segmen pendek / HD klasik (75%).

Segmen aganglionosis muali dari anus sampai sigmoid.Merupakan 70% dari kasus

penyakit Hirschsprung dan lebih sering ditemukan pada anak laki-laki dibanding anak

perempuan.

2. penyakit Hirschsprung segmen panjang/ Long segment HD (20%)

Daerah agonglionosis dapat melebihi sigmoid malahan dapat mengenai seluruh kolon

taua sampai usus halus. Ditemukan sama banyak pada anak laki-laki dan perempuan

3. Total colonic aganglionosis (3-12%)

Beberapa lainnya terjadinya jarang, yaitu:

1.Total intestinal aganglionosis

2.Ultra-short-segment HD (melibatkan rektum distal dibawah lantai pelvis dan anus).

G. GAMBARAN KLINIS

Periode Neonatal

Ada trias gejala klinis yang sering dijumpai, yakni :

1. pengeluaran mekonium yang terlambat(lebih dari 24 jam pertama),

2. muntah berwarna hijau

13

Page 14: Isi Refreat Hirschprung

3. distensi abdomen

Anak

. Pada anak yang lebih besar, gejala klinis yang menonjol adalah :

1. konstipasi kronis dan gizi buruk (failure to thrive).

2. Dapat pula terlihat gerakan peristaltik usus di dinding abdomen.

3. riwayat BAB yang tak pernah normal

4. letargis

5. Demam yang tidak terlalu tinggi

6. nafsu makan menurun ( Anorexia)

7. diarrhea

8. distensi abdomen yang berat

9. feces berbau busuk

H. DIAGNOSIS

a.    Gambaran Klinis

Gambaran klinis pada penyakit Hirschsprung ditentukan oleh dua faktor yaitu umur

saat terjadinya kelainan dan panjang dari kolon yang mengalami gangguan. Pada bayi baru

lahir (neonatus), gejala yang sering tampak yaitu distensi abdomen, muntah berwarna hijau,

konstipasi dan penurunan nafsu makan. Penyakit Hirschsprung dengan enterocolitis dapat

memberikan gejala diare yang paling sering menyebabkan kematian pada neonatus.1,3

Pada bayi atau anak yang lebih besar, biasanya memberikan gejala konstipasi yang

sulit disembuhkan dengan pengobatan. Gejala penyerta yang sering timbul yaitu berat badan

yang sulit naik, anemia, hipoalbuminemia, dan diare akibat enterocolitis. Gejala akibat

kompresi pada ureter yang mungkin timbul yaitu retensi urin dengan pembesaran buli-buli,

ureter dan hidronephrosis.1,3

14

Page 15: Isi Refreat Hirschprung

RT ( Colok Dubur)

Jari akan merasakan jepitan dan pada waktu ditarik akan diikuti dengan keluarnya

udara dan mekonium/ feses yang menyemprot.

b.    Gambaran Radiologi

Pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan yakni foto polos abdomen, colon in loop

(barium enema) dengan double contrast, dan CT Scan abdomen

1.     Foto polos abdomen (BNO)

Pada foto polos abdomen dapat dijumpai gambaran obstruksi usus letak rendah, meski

pada bayi sulit untuk membedakan usus halus dan usus besar. Pada pemeriksaan foto polos

abdomen akan menunjukkan gambaran distensi dari kolon yang seperti gas dengan air-fluid

levels. Pada pasien yang tidak terdapat sumbatan, maka apabila film diposisikan secara prone

maka akan terlihat pergerakan udara yang akan menuju rektum. Penampakan udara bebas

mengindikasikan adanya perforasi dan hal ini sering terjadi pada bayi.1

(a)                     (b)

Gambar 4. Penyakit Hirschsprung (a) foto polos abdomen pada bayi umur 5 hari, tampak

distensi dari kolon yang mengandung gas (b) pada posisi lateral tampak rektum sangat

mengecil dibandingkan dengan ukuran kolon dan terdapat zona transisi antara nondilated (N) 

dan dilated D) pada kolon (dikutip dari kepustakaan 10)

15

Page 16: Isi Refreat Hirschprung

2.     Colon in loop (barium enema) dengan double contrast

Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan yang dilakukan untuk konfirmasi diagnosis

penyakit Hirschsprung apabila didapatkan zona transisi dari kolon yang menyempit. Colon in

loop sebaiknya menggunakan double contrast karena mampu menampilkan mukosa kolon

secara lebih rinci.1,9,11

Pemeriksaan yang merupakan standard dalam menegakkan diagnosa penyakit

Hirschsprung adalah barium enema, dimana akan dijumpai 3 tanda khas :

1. Tampak daerah penyempitan di bagian rektum ke proksimal yang

panjangnya bervariasi;

2. Terdapat daerah transisi, terlihat di proksimal daerah penyempitan

ke arah daerah dilatasi;

3. Terdapat daerah pelebaran lumen di proksimal daerah transisi

Pemeriksaan dengan barium enema, berguna untuk mengetahui daerah transisi,

gambaran kontraksi usus yang tidak teratur disegmen yang menyempit, enterokolitis

disegmen yang melebar, terdapat retensi barium setelah 24-48 jam sehingga

diketahui panjang daerah yang terkena.

Gambar 5. Penyakit Hirschsprung, posisi lateral, tampak zona transisi (tanda panah) antara

kolon distal yang tidak berganglion dan kolon proksimal yang berganglion. Tampak rektum

yang menyempit (dikutip dari kepustakaan 10)

Secara genetik penyakit Hirschprung terbagi 2 tipe yaitu grup besar sebanyak 80%

disebut short-segment aganglionik yang sering melibatkan kolon sigmoid, rektum dan saluran

anal dan grup kecil disebut long-segment aganglionik dengan melibatkan kelainan lebih luas

dan lebih sering terdapat pada saudara kandung.1,4

16

Page 17: Isi Refreat Hirschprung

3. CT scan abdomen

Penegakan diagnosis penyakit Hirschsprung dengan menggunakan modalitas CT scan

jarang dilakukan. Keunggulan dari modalitas ini adalah dapat menentukan dengan tepat

lokasi zona transisi dan tempat kelainan aganglionik yang berkorelasi dengan gambaran

histopatologi.(12)

c.     Patologi Anatomi (Biopsi Rektum)

Biopsi rektum merupakan pemeriksaan gold standard  untuk mendiagnosis penyakit

Hirschsprung dan diagnosis pasti dapat ditegakkan dengan pemeriksaan ini. Akan tetapi

terdapat dua kesulitan  berkaitan dengan teknik pemeriksaan ini. Pertama, pengambilan

jumlah submukosa yang adekuat untuk menilai sel ganglion, kedua yaitu menentukan lokasi

yang tepat untuk pengambilan sampel biopsi.1

Terdapat dua pewarnaan yang digunakan, pertama pewarnaan dengan hematoksilin-

eosin, digunakan pada sampel yang baik agar dapat membantu diagnosis, akan tetapi, pada

spesimen yang kurang baik, digunakan pewarnaan dengan asetilkolinesterase. Pewarnaan

asetilkolinesterase sangat berguna pada pemeriksaan dengan sampel yang mempunyai

submukosa yang terbatas dan sampel yang tidak mempunyai sel ganglion.1

Pada pemeriksaan didapatkan hipertrofi dari serabut saraf ekstrinsik pada lamina

propria dan mukosa otot, tetapi tidak selalu, dapat juga diidentifikasi kolon yang tidak

berganglion.1

       d. Manometri anorektal

Pemeriksaan manometri anorektal adalah suatu pemeriksaan objektif mempelajari

fungsi fisiologi defekasi pada penyakit yang melibatkan spinkter anorektal. Dalam

prakteknya, manometri anorektal dilaksanakan apabila hasil pemeriksaan klinis, radiologis

dan histologis meragukan. Pada dasarnya, alat ini memiliki 2 komponen dasar : transduser

yang sensitif terhadap tekananseperti balon mikro dan kateter mikro, serta sisitem pencatat

seperti poligraph atau komputer (Shafik,2000; Wexner,2000; Neto dkk,2000).

Beberapa hasil manometri anorektal yang spesifik bagi Penyakit Hirschsprung adalah:

1. Hiperaktivitas pada segmen yang dilatasi;

2. Tidak dijumpai kontraksi peristaltik yang terkoordinasi pada segmen usus nik;

17

Page 18: Isi Refreat Hirschprung

3. Sampling reflex tidak berkembang. Tidak dijumpai relaksasi

spinkter interna setelah distensi rektum akibat desakan feces. Tidak dijumpai relaksasi

spontan (Kartono,1993; Tamate,1994; Neto,2000).

I. PENATALAKSANAAN

Tujuan umum dari pengobatan ini mencakup 3 hal utama:

1. Untuk menangani komplikasi dari penyakit Hirschsprung yang tidak terdeteksi,

2. Sebagai penatalaksanaan sementara sebelum operasi rekonstruktif definitif dilakukan, dan

3. Untuk memperbaiki fungsi usus setelah operasi rekonstruksi.

Penatalaksanaan komplikasi diarahkan pada penyeimbangan cairan dan elektrolit,

menghindari distensi berlebihan, dan mengatasi komplikasi sistemik, seperti sepsis. Maka

dari itu, hydrasi intravena, dekompressi nasogastrik, dan jika diindikasikan, pemberian

antibiotik intravena memiliki peranan utama dalam penatalaksanaan medis awal.

Pembersihan kolon, yaitu dengan melakukan irigasi dengan rectal tube berlubang besar dan

cairan untuk irigasi. Cairan untuk mencegah terjadinya ketidakseimbangan elektrolit. Irigasi

colon secara rutin dan terapi antibiotik prophylaksis telah menjadi prosedur untuk

mengurangi resiko terjadinya enterocolitis. Injeksi BOTOX pada sphincter interna terbukti

memicu pola pergerakan usus yang normal pada pasien post-operatif.

1.Preoperatif

a.Diet

Pada periode preoperatif, neonatus dengan HD terutama menderita gizi buruk

disebabkan buruknya pemberian makanan dan keadaan kesehatan yang disebabkan oleh

obstuksi gastrointestinal. Sebagian besar memerlukan resulsitasi cairan dan nutrisi parenteral.

Meskipun demikian bayi dengan HD yang didiagnosis melalui suction rectal biopsy danpat

diberikan larutan rehidrasi oral sebanyak 15 mL/ kg tiap 3 jam selama dilatasi rectal

preoperative dan irigasi rectal.

18

Page 19: Isi Refreat Hirschprung

b.Terapi farmakologik

Terapi farmakologik pada bayi dan anak-anak dengan HD dimaksudkan untuk

mempersiapkan usus atau untuk terapi komplikasinya.

Untuk mempersiapkan usus adalah dengan dekompresi rectum dan kolon melalui

serangkaian pemeriksaan dan pemasangan irigasi tuba rectal dalam 24-48 jam sebelum

pembedahan. Antibiotik oral dan intravena diberikan dalam beberapa jam sebelum

pembedahan

.

2.Operatif

Tergantung pada jenis segmen yang terkena.

Tindakan Bedah Sementara

Tindakan bedah sementara pada penderita penyakit Hirschsprung adalah berupa

kolostomi pada usus yang memiliki ganglion normal paling distal. Tindakan ini dimaksudkan

guna menghilangkan obstruksi usus dan mencegah enterokolitis sebagai salah satu

komplikasi yang berbahaya. Manfaat lain dari kolostomi adalah : menurunkan angka

kematian pada saat dilakukan tindakan bedah definitif dan mengecilkan kaliber usus pada

penderita penyakit Hirschsprung yang telah besar sehingga memungkinkan dilakukan

anastomose.

Tindakan Bedah Definitif

(i). Prosedur Swenson

Orvar swenson dan Bill (1948) adalah yang mula-mula memperkenalkan operasi tarik

terobos (pull-through) sebagai tindakan bedah definitif pada penyakit Hirschsprung. Pada

dasarnya, operasi yang dilakukan adalah rektosigmoidektomi dengan preservasi spinkter ani.

Dengan meninggalkan 2-3 cm rektum distal dari linea dentata, sebenarnya adalah

meninggalkan daerah aganglionik, sehingga dalam pengamatan pasca operasi masih sering

dijumpai spasme rektum yang ditinggalkan.

Oleh sebab itu Swenson memperbaiki metode operasinya (tahun 1964) dengan

melakukan spinkterektomi posterior, yaitu dengan hanya menyisakan 2 cm rektum bagian

anterior dan 0,5-1 cm rektum posterior. Prosedur Swenson dimulai dengan approach ke intra

abdomen, melakukan biopsi eksisi otot rektum, diseksi rektum ke bawah hingga dasar pelvik

dengan cara diseksi serapat mungkin ke dinding rektum, kemudian bagian distal rektum

19

Page 20: Isi Refreat Hirschprung

diprolapskan melewati saluran anal ke dunia luar sehingga saluran anal menjadi terbalik,

selanjutnya menarik terobos bagian kolon proksimal (yang tentunya telah direseksi bagian

kolon yang aganglionik) keluar melalui saluran anal. Dilakukan pemotongan rektum distal

pada 2 cm dari anal verge untuk bagian anterior dan 0,5-1 cm pada bagian posterior,

selanjunya dilakukan anastomose end to end dengan kolon proksimal yang telah ditarik

terobos tadi.

Anastomose dilakukan dengan 2 lapis jahitan, mukosa dan sero-muskuler. Setelah

anastomose selesai, usus dikembalikan ke kavum pelvik/ abdomen. Selanjutnya dilakukan

reperitonealisasi, dan kavum abdomen ditutup (Kartono,1993; Swenson dkk,1990).

(ii).Prosedur Duhamel

Prosedur ini diperkenalkan Duhamel tahun 1956 untuk mengatasi kesulitan diseksi

pelvik pada prosedur Swenson. Prinsip dasar prosedur ini adalah menarik kolon proksimal

yang ganglionik ke arah anal melalui bagian posterior rektum yang aganglionik, menyatukan

dinding posterior rektum yang aganglionik dengan dinding anterior kolon proksimal yang

ganglionik sehingga membentuk rongga baru dengan anastomose end to side Fonkalsrud

dkk,1997).

20

Page 21: Isi Refreat Hirschprung

Prosedur Duhamel asli memiliki beberapa kelemahan, diantaranya sering terjadi

stenosis, inkontinensia dan pembentukan fekaloma di dalam puntung rektum yang

ditinggalkan apabila terlalu panjang. Oleh sebab itu dilakukan beberapa modifikasi prosedur

Duhamel, diantaranya :

1.Modifikasi Grob (1959) : Anastomose dengan pemasangan 2 buah klem melalui sayatan

endoanal setinggi 1,5-2,5 cm, untuk mencegah inkontinensia;

2. Modifikasi Talbert dan Ravitch: Modifikasi berupa pemakaian stapler untuk melakukan

anastomose side to side yang panjang;

3. Modifikasi Ikeda: Ikeda membuat klem khusus untuk melakukan anastomose, yang terjadi

setelah 6-8 hari kemudian;

4. Modifikasi Adang: Pada modifikasi ini, kolon yang ditarik transanal dibiarkan prolaps

sementara. Anastomose dikerjakan secara tidak langsung, yakni pada hari ke-7-14 pasca

bedah dengan memotong kolon yang prolaps dan pemasangan 2 buah klem; kedua klem

dilepas 5 hari berikutnya. Pemasangan klem disini lebih dititik beratkan pada fungsi

hemostasis.

(iii).Prosedur Soave

Prosedur ini sebenarnya pertama sekali diperkenalkan Rehbein tahun 1959 untuk

tindakan bedah pada malformasi anorektal letak tinggi. Namun oleh Soave tahun 1966

diperkenalkan untuk tindakan bedah definitive Penyakit Hirschsprung.

Tujuan utama dari prosedur Soave ini adalah membuang mukosa rektum yang

aganglionik, kemudian menarik terobos kolon proksimal yang ganglionik masuk kedalam

lumen rektum yang telah dikupas tersebut.

21

Page 22: Isi Refreat Hirschprung

(iv).Prosedur Rehbein

Prosedur ini tidak lain berupa deep anterior resection, dimana dilakukan anastomose

end to end antara usus aganglionik dengan rektum pada level otot levator ani (2-3 cm diatas

anal verge), menggunakan jahitan 1 lapis yang dikerjakan intraabdominal ekstraperitoneal.

Pasca operasi, sangat penting melakukan businasi secara rutin guna mencegah stenosis

(v). Myomectomy anorectal

Untuk anak dengan penyakit Hirschsprung dengan segmen yang sangat pendek, membuang

sedikit bagian midline posterior rektal merupakan alternatif operasi lainnya. Prosedur ini membuang 1

cm dinding rektal ekstramukosal yang bermula sekitar proksimal garis dentate. Mukosa dan

submukosa dipertahankan dan ditutup.

(vi). Transanal endorectal pull-through procedure

Pengambilan mukosa dubur yang aganglion bersama dengan reseksi usus yang lebih

rendah, diikuti dengan anastomosis dari bagian proksimal ke anus.

22

Page 23: Isi Refreat Hirschprung

3. Post operatif

Pada awal periode post operatif sesudah PERPT (Primary Endorectal pull-through),

pemberian makanan peroral dimulai sedangkan pada bentuk short segmen, tipikal, dan long

segmen dapat dilakukan kolostomi terlebih dahulu dan beberapa bulan kemudian baru

dilakukan operasi definitif dengan metode Pull Though Soave, Duhamel maupun Swenson.

Apabila keadaan memungkinkan, dapat dilakukan Pull Though satu tahap tanpa

kolostomi sesegera mungkin untuk memfasilitasi adaptasi usus dan penyembuhan

anastomosis. Pemberian makanan rata-rata dimulai pada hari kedua sesudah operasi dan

pemberian nutisi enteral secara penuh dimulai pada pertengahan hari ke empat pada pasien

yang sering muntah pada pemberian makanan. Intolerasi protein dapat terjadi selama periode

ini dan memerlukan perubahan formula. ASI tidak dikurangi atau dihentikan.

J. DIAGNOSIS BANDING

1. Meconium Ileus

Gejala yang timbul pada bayi yaitu muntah berwarna hijau, distensi abdomen dan mekonium

yang tidak keluar. Pada distensi abdomen dapat diraba usus yang terisi mekonium, berbeda dengan

penyakit sumbatan usus yang lain, dimana berisi gas. Pada pemeriksaan colok dubur tidak didapatkan

mekonium tetapi butiran lendir.4

2. Neonatal Necrotizing Enterocolitis

Merupakan penyakit iskemik dan infeksi pada dinding kolon, meskipun tidak menyebabkan

sumbatan usus yang hebat, tetapi gejala sumbatan tetap muncul, seperti muntah berwarna hijau dan

distensi abdomen.4

K. KOMPLIKASI

1. kebocoran anastomose

Kebocoran anastomose pasca operasi dapat disebabkan oleh ketegangan yang

berlebihan pada garis anastomose, vaskularisasi yang tidak adekuat pada kedua tepi sayatan

ujung usus, infeksi dan abses sekitar anastomose serta trauma colok dubur atau businasi pasca

operasi yang dikerjakan terlalu dini dan tidak hati-hati. Manifestasi klinis yang terjadi akibat

kebocoran anastomose ini beragam, mulai dari abses rongga pelvik, abses intraabdominal,

peritonitis, sepsis dan kematian (Irwan, 2003).

23

Page 24: Isi Refreat Hirschprung

2. stenosis

Stenosis yang terjadi pasca operasi tarik terobos dapat disebabkan oleh gangguan

penyembuhan luka di daerah anastomose, serta prosedur bedah yang dipergunakan. Stenosis

sirkuler biasanya disebabkan komplikasi prosedur Swenson atau Rehbein, stenosis posterior

berbentuk oval akibat prosedur Duhamel sedangkan bila stenosis memanjang biasanya akibat

prosedur Soave. Manifestasi yang terjadi dapat berupa kecipirit, distensi abdomen,

enterokolitis hingga fistula perianal (Irwan, 2003).

3. Ruptur kolon

4. Enterokolitis

Stenosis yang terjadi pasca operasi tarik terobos dapat disebabkan oleh gangguan

penyembuhan luka di daerah anastomose, serta prosedur bedah yang dipergunakan. Stenosis

sirkuler biasanya disebabkan komplikasi prosedur Swenson atau Rehbein, stenosis posterior

berbentuk oval akibat prosedur Duhamel sedangkan bila stenosis memanjang biasanya akibat

prosedur Soave. Manifestasi yang terjadi dapat berupa kecipirit, distensi abdomen,

enterokolitis hingga fistula perianal (Irwan, 2003).

5. gangguan fungsi spinkter

L. PROGNOSIS

a.    Kelangsungan Hidup

            Kelangsungan hidup pasien dengan penyakit Hirschsprung sangat bergantung pada

early diagnosis (diagnosis awal) dan pendekatan operasi. Operasi definitif biasanya cukup

berhasil dalam mengembalikan fungsi colon yang normal. Mortalitas penyakit ini lebih tinggi

terutama pada pasien yang telah disertai komplikasi seperti enterocolitis.1,9

b.    Kelangsungan Organ

            Colon yang mengalami aganglionik tidak dapat lagi berfungsi dengan baik, sehingga

operasi definitif pull-through merupakan satu-satunya cara yang paling baik hingga saat ini

untuk memperoleh fungsi organ usus yang normal. Operasi ini sebaiknya tidak ditunda

kecuali atas indikasi tertentu. Hal ini untuk menghindari komplikasi yang dapat terjadi.1,13

24

Page 25: Isi Refreat Hirschprung

BAB IIIKESIMPULAN

Penyakit Hirschsprung adalah penyakit kongenital yang ditandai dengan penyumbatan

pada usus besar karena otot-otot dalam usus bergerak dengan tidak semestinya. Hal ini

biasanya terjadi pada anak-anak. Penyakit Hirschsprung terjadi sebelum bayi tersebut lahir.

Sel-sel saraf pada usus berhenti berkembang sebelum mencapai akhir dari saluran

pencernaan. Pada orang yang menderita penyakit Hirschsprung, otot-otot usus yang sehat

dapat mendorong feses sampai ke bagian yang tidak memiliki sel-sel saraf. Pada titik ini,

feses berhenti bergerak dan menyebabkan akumulasi feses di belakangnya. Apabila penyakit

Hirschsprung tidak dirawat, feses dapat mengisi usus besar. Hal ini dapat menyebabkan

masalah yang serius seperti infeksi, pecahnya kolon, dan bahkan kematian.

25


Top Related