Download - Hipotiroid Pada Bumil
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Penyakit tiroid adalah terutama umum pada wanita-wanita. Sebagai akibatnya,
adalah tidak mengherankan bahwa penyakit tiroid mungkin merumitkan perjalanan
kehamilan. Diperkirakan bahwa 2.5% dari semua wanita-wanita hamil mempunyai
beberapa derajat dari hypothyroidism. Frekuensinya bervariasi diantara populasi-
populasi yang berbeda dan negara-negara yang berbeda.
Iodin dari sumber makanan penting dalam proses sintesis pembentukan hormon
tiroid. Dalam beberapa dekade terakhir disebutkan bahwa kelompok risiko tertinggi
kurangnya asupan iodin adalah wanita hamil dan menyusui, serta anak usia kurang
dari 2 tahun yang tidak terimplementasi oleh strategi iodisasi garam universal.
Gangguan fungsi tiroid selama periode reproduksi lebih banyak terjadi pada
wanita, sehingga tidak mengejutkan jika banyak gangguan tiroid ditemukan pada
wanita hamil. (Krasass, dkk. 2010)
Pada kehamilan, penyakit tiroid memiliki karakteristik tersendiri dan
penanganannya lebih kompleks pada kondisi tertentu. Kehamilan dapat
mempengaruhi perjalanan gangguan tiroid dan sebaliknya penyakit tiroid dapat pula
mempengaruhi kehamilan. (Abalovich, dkk. 2007)
Seorang klinisi hendaknya memahami perubahan-perubahan fisiologis masa
kehamilan dan patofi siologi penyakit tiroid, dapat mengobati secara aman sekaligus
menghindari pengobatan yang tidak perlu selama kehamilan. (Girling J. 2008)
Penyakit tiroid sering terjadi pada usia reproduktif termasuk saat kehamilan.
Kadar hormon tiroid abnormal, baik kurang maupun berlebih, dapat berdampak
buruk bagi ibu hamil dan juga janinnya. Kondisi hipotiroid pada ibu hamil harus
dikoreksi, sedapat mungkin sebelum kehamilan, dengan suplementasi dan asupan
makanan karena merupakan penyebab kerusakan neurologis utama di seluruh dunia.
1.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana fisiologi hormon tiroid selama kehamilan?
2. Apa definisi hipotiroid?
1
3. Apa etiologi dari hipotiroid selama kehamilan?
4. Bagaimana patofisiologi hipotiroid selama kehamilan?
5. Apa manifestasi klinis hipotiroid selama kehamilan?
6. Apa saja pemeriksaan diagnostic hipotiroid selama kehamilan?
7. Bagaimana penatalaksanaan hipotiroid selama kehamilan?
8. Apa komplikasi yang mungkin muncul pada hipotiroid selama kehamilan?
9. Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan hipotiroid selama kehamilan?
1.3. Tujuan
1.3.1. Tujuan umum :
Pembaca khususnya mahasiswa keperawatan dapat memahami konsep
teori dan asuhan keperawatan hipotiroid pada ibu hamil.
1.3.2. Tujuan khusus :
1. Mengetahui dan memahami fisiologi hormon tiroid selama kehamilan.
2. Mengetahui dan memahami definisi hipotiroid.
3. Mengetahui dan memahami etiologi dari hipotiroid selama kehamilan.
4. Mengetahui dan memahami patofisiologi hipotiroid selama kehamilan.
5. Mengetahui dan memahami manifestasi klinis hipotiroid selama kehamilan.
6. Mengetahui dan memahami pemeriksaan diagnostic hipotiroid selama
kehamilan.
7. Mengetahui dan memahami penatalaksanaan hipotiroid selama kehamilan.
8. Mengetahui dan memahami komplikasi yang mungkin muncul pada hipotiroid
selama kehamilan.
9. Mengetahui dan memahami web of caution hipotiroid pada kehamilan
10. Mengetahui dan memahami asuhan keperawatan pada klien dengan hipotiroid
selama kehamilan.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Fisiologi hormon tiroid pada kehamilan
Pada janin iodin disuplai melalui plasenta. Saat awal gestasi, janin bergantung
sepenuhnya pada hormon tiroid (tiroksin) ibu yang melewati plasenta karena fungsi
tiroid janin belum berfungsi sebelum 12-14 minggu kehamilan. Tiroksin dari ibu
terikat pada reseptor sel-sel otak janin, kemudian diubah secara intraseluler menjadi
fT3 yang merupakan proses penting bagi perkembangan otak janin bahkan setelah
produksi hormon tiroid janin, janin masih bergantung pada hormon-hormon tiroid
ibu, asalkan asupan iodin ibu adekuat (Henrich J. 2010).
Empat perubahan penting selama kehamilan (Girling J. 2008) :
1. Waktu paruh tiroksin yang terikat globulin bertambah dari 15 menit menjadi 3
hari dan konsentrasinya menjadi 3 kali lipat saat usia gestasi 20 minggu akibat
glikosilasi estrogen.
2. Hormon hCG dan TSH memiliki reseptor dan subunit alpha yang sama. Pada
trimester pertama, sindrom kelebihan hormon bisa muncul, hCG menstimulasi
reseptor TSH dan memberi gambaran biomekanik hipertiroid. Hal ini sering
terjadi pada kehamilan multipel, penyakit trofoblastik dan hiperemesis
gravidarum, dimana konsentrasi hCG total dan subtipe tirotropik meningkat.
3. Peningkatan laju filtrasi glomerulus dan peningkatan uptake iodin ke dalam
kelenjar tiroid yang dikendalikan oleh peningkatan konsentrasi tiroksin total
dapat menyebabkan atau memperburuk keadaan defi siensi iodin.
4. Tiga hormon deiodinase mengontrol metabolisme T4 menjadi fT3 yang lebih
aktif dan pemecahannya menjadi komponen inaktif. Konsentrasi deiodinase III
meningkat di plasenta dengan adanya kehamilan, melepaskan iodin jika perlu
untuk transport ke janin, dan jika mungkin berperan dalam penurunan transfer
tiroksin.
3
2.2. Definisi hipotiroid
Hipotiroid (hiposekresi hormon tiroid) adalah status metabolik yang diakibatkan
oleh kehilangan hormon tiroid (Baradero,2009).
Hipotiroid adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh gangguan pada salah satu
tingkat dari aksis hipotalamus-hipofisis-tiroid, dengan akibat terjadinya defisiensi
hormon tiroid dalam darah, ataupun gangguan respon jaringan terhadap hormon
tiroid. Hipotiroid yang sangat berat disebut miksedema.
Hipotiroidisme adalah defisiensi aktivitas tiroid. Pada orang dewasa, paling
sering mengenai wanita dan ditandai oleh peningkatan laju metabolik basal,
kelelahan dan letargi, kepekaan terhadap dingin, dan gangguan menstruasi. Bila
tidak diobati, akan berkembang menjadi miksedema nyata. Pada bayi,
hipotiroidisme hebat menimbulkan kretinisme.Pada remaja, manifestasinya
merupakan peralihan dengan retardasi perkembangan dan mental yang relatif kurang
hebat dan hanya gejala ringan bentuk dewasa (Kamus Kedokteran Dorland).
2.3. Etiologi
a. Hashimoto’s Tiroiditis
Adalah penyakit autoimun dimana system imun tubuh secara tidak
memadai menyerang jaringan tiroid. Sebagian kondisi ini diperkirakan
mempunyai suatu basis genetik.
b. Lymphoctic Thiroiditis ( yang mungkin terjadi setelah hipertiroid )
Thyiroiditis merujuk pada peradangan kelenjar tiroid. Ketika peradangan
disebabkan suatu tipe tertentu dari sel darah putih yang dikenal sebagai suatu
lymphocyte, kondisinya di rujuk sebagai lymphoctic thiroiditis.
c. Kekurangan Hormon Tiroid
Kebutuhan yodium bagi tubuh relatife sangat kecil, namun tetap harus
terpenuhi. Kelenjar gondok ( tiroidea ) menghasilkan hormon tiroid yang
prosesnya memerlukan unsure yodium. Sealin itu hormon tiroid, kelenjar
gondok menghasilkan hormon pertumbuhan, sebagai pengatur metabolisme
protein, lemak dan masih banyak fungsinya.
Pada ibu hamil jumlah yodium adalah 200 µg. dalam keaadan dimana
ibu hamil sudah mengalami gangguan tiroid sebelumnya akibat kekurangan
4
yodium, maka kehamilan ini berakibat memperberat penyakit gangguan kelenjar
tiroid tersebut.
d. Terapi Radiasi
Radiasi yang digunakan untuk terapi kanker kepala dan leher dapat
mempengeruhi kelenjar tiroid yang dapat menyebabkan hipotiroid.
2.4. Patofisiologi
Hipotiroid dapat disebabkan oleh gangguan sintesis hormon tiroid atau
gangguan pada respon jaringan terhadap hormon tiroid. Sintesis hormon tiroid di
awali Hipotalamus membuat ”thyrotropin releasing hormone (TRH)” yang
merangsang hipofisis anterior. Hipofisis anterior mensintesis thyrotropin (”thyroid
stimulating hormone = TSH”) yang merangsang kelenjar tiroid. Kelenjar tiroid
mensintesis hormone tiroid (”triiodothyronin = T3 dan tetraiodothyronin = T4 =
thyroxin”) yang merangsang metabolisme jaringan yang meliputi : konsumsi
oksigen, produksi panas tubuh, fungsi syaraf, metabolisme protrein, karbohidrat,
lemak, dan vitamin-vitamin, serta kerja daripada hormon-hormon lain.
Penyakit lokal dari kelenjar tiroid yang menghasilkan produksi hormon tiroid
menurun adalah penyebab paling umum dari hipotiroidisme. Dalam keadaan
normal, tiroid melepaskan 100-125 nmol tiroksin (T4) sebanyak kebutuhan harian
dan hanya sedikit triiodothyronine (T3). Waktu paruh T4 adalah sekitar 7-10 hari.
T4, prohormon, diubah menjadi T3, bentuk aktif dari hormon tiroid, di jaringan
perifer oleh 5′-deiodination.
Pada awal proses penyakit, mekanisme kompensasi mempertahankan tingkat T3.
Penurunan produksi T4 penyebab peningkatan sekresi TSH oleh kelenjar pituitari.
TSH merangsang hipertrofi dan hiperplasia kelenjar tiroid dan tiroid T4-5′-
deiodinase aktivitas. Hal ini, pada gilirannya, menyebabkan tiroid untuk melepaskan
lebih banyak T3. Karena semua sel yang aktif secara metabolik memerlukan hormon
tiroid, kekurangan hormon memiliki berbagai efek. Efek sistemik adalah karena baik
derangements dalam proses metabolisme atau efek langsung oleh infiltrasi
myxedematous yaitu, akumulasi glucosaminoglycans dalam jaringan.
Perubahan myxedematous dalam hasil jantung pada kontraktilitas menurun,
pembesaran jantung, efusi perikardial, penurunan nadi, dan penurunan cardiac
5
output. Dalam saluran pencernaan, achlorhydria dan penurunan transit di usus
dengan lambung dapat terjadi stasis. Pubertas tertunda, anovulasi, ketidakteraturan
menstruasi, dan infertilitas yang umum. Penurunan tiroid efek hormon dapat
menyebabkan peningkatan kadar kolesterol total dan low-density lipoprotein (LDL)
kolesterol dan kemungkinan perubahan dalam high-density lipoprotein (HDL)
kolesterol yang disebabkan oleh perubahan dalam izin metabolik. Selain itu,
hipotiroidisme dapat menyebabkan peningkatan resistensi insulin.
2.5. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis pada ibu :
a. Cepat lelah,
b. Suara serak,
c. Warna kulit menjadi kekuringan terutama daerah periorbital, kulit rasa kering
d. Rambut rontok,
e. Gangguan tidur,
f. Lamban bicara,
g. Mudah lupa,
h. Obstipasi
i. Metabolisme rendah menyebabkan: bradikardia, tak tahan dingin, berat badan
meningkat, & anoreksia.
j. Psikologis: depresi.
k. Reproduksi: oligomenorea, infertil.
Keadaan klinis yang dapat ditentukan adalah gerakan janin yang jarang
yaitu secara subyektif kurang dari 7 x per 20 menit atau secara obyektif dengan
KTG kurang dari 10 x per 20 menit.
Riwayat dan gejala pada bayi :
a. Fontanella mayor yang lebar dan fontanella posterior yang terbuka.
b. Suhu rektal < 35,5˚C dalam 0-45 jam pasca lahir.
c. Berat badan lahir > 3500 gram; masa kehamilan > 40 minggu.
d. Suara besar dan parau.
e. Hernia umbilikalis.
f. Riwayat ikterus lebih dari 3 hari.
6
g. Miksedema.
h. Makroglosi.
i. Riwayat BAB pertama > 20 jam setelah lahir dan sembelit (< 1 kali/hari).
j. Kulit kering, dingin, dan ”motling” (berbercak-bercak)
k. Letargi tampak lemah
l. Sukar minum.
m. Bradikardia denyut jantung melambat kurang dari 100/menit.
n. Otot menjadi lemah
o. Denyut nadi melambat
p. Berat badan turun
q. Gemetar
r. Lelah
Gejala pada anak besar :
a. Dengan goiter maupun tanpa goiter.
b. Gangguan pertumbuhan (kerdil).
c. Gangguan perkembangan motorik, mental, gigi, tulang, dan pubertas.
d. Ganguan perkembangan mental permanen terutama bila onset terjadi sebelum
umur 3 tahun.
e. Aktivitas berkurang, lambat.
f. Kulit kering.
g. Miksedema.
h. Tekanan darah rendah, metabolisme rendah.
i. Intoleransi terhadap dingin.
2.6. Pemeriksaan diagnostic
1. Pemeriksaan Fisik
Pada umumnya pemeriksaan hipotiroid, umumnya didapatkan benjolan
(goiter). Hal-hal yang dinilai adalah:
a. Jumlah nodul : soliter atau multipel
b. Konsistensi : lunak, kistik, keras, sangat keras
c. Nyeri pada penekanan : ada/tidak
d. Pembesaran kelnjar getah bening di sekitar tiroid : ada/tidak.
7
Diagnosa pasti didapatkan melalui pemeriksaan laboratorium TSHs & T4.
Bila memungkinkan dapat pula dengan T3.
Didapatkan refleks tendon yang menurun. Pada pemeriksaan fisik kulit
terasa kasar, kering, dan dingin. Suara agak serak, lidah tebal, tekanan darah
agak tinggi, kadang-kadang terdengar ronkhi. Refleks fisiologis, daya pikir dan
bicara agak lambat. Sering dijumpai retensi cairan pada jaringan longgar. Pada
kondisi yang berat dapat timbul hipotermi, hipoventilasi, bradikardi, amenorea
dan depresi.
2. Laboratorium
Karakteristik pemeriksaan laboratorium pada hipotiroid adalah :
a. Hipotiroidisme klinis ditandai dengan kadar TSH tinggi dan kadar T4
rendah.
b. Hipotiroidisme subklinis ditandai dengan kadar TSH dan T4 bebas yang
tinggi,T3 dalam batas normal.
Untuk memastikan apakah ibu hamil mengalami hipotiorid atau tidak maka
perlu dilakukan skrining laboratorium yaitu dengan melakukan pemeriksaan
TSHs dan anti TPO.
2.7. Penatalaksanaan
Levotiroksin adalah terapi pilihan jika status nutrisi iodin tidak adekuat. Wanita
hamil hipotiroid memerlukan dosis tiroksin lebih besar, dan wanita yang sudah
menerima terapi tiroksin sebelum hamil memerlukan peningkatan dosis harian,
biasanya 30-50% di atas dosis sebelum konsepsi. Pengobatan sebaiknya dimulai
dengan dosis 100-150 mikrogram per hari atau 1,7-2,0 mikrogram per kg beratbadan
saat tidak hamil, dengan peningkatan dosis hingga 2,0-2,4 mikrogram per kg
beratbadan saat hamil. Kadar serum fT4 dan TSH sebaiknya diukur 1 bulan setelah
mulai terapi. Tujuan terapi adalah mencapai dan mempertahankan kadar fT4 dan
TSH normal selama kehamilan.
Pengukuran TSH dianjurkan pada wanita dengan faktor risiko gangguan fungsi
tiroid, antara lain (Cunningham, 2010):
a. Riwayat hipo atau hipertiroid, PPT (post partum tiroiditis), atau lobektomi tiroid
b. Riwayat keluarga dengan penyakit tiroid
8
c. Wanita dengan goiter
d. Memiliki antibodi tiroid
e. Terdapat tanda dan gejala yang mengarah pada kekurangan dan kelebihan
hormone tiroid
f. Diabetes melitus tipe I
g. Penyakit autoimun lain
h. Infertilitas
i. Riwayat radiasi pada kepala dan leher
j. Riwayat keguguran atau melahirkan premature
2.8. Komplikasi
Wanita hamil yang menderita hipotiroid berpotensi mengalami komplikasi pada
kandungannya seperti kematian janin dalam kandungan, bayi lahir prematur, hipertensi
pada saat hamil, kerusakan plasenta, dan masalah pada bayi yang dilahirkannya. Pada
umumnya, bayi dari wanita hipotiroid terlihat sehat tanpa gangguan fungsi tiroid,
namun pada beberapa penelitian diketahui bahwa bayi yang lahir dari ibu hipotiroid
mempunyai risiko kematian setelah kelahiran yang lebih tinggi. Bayi dari ibu hipotiroid
juga berisiko tinggi mengalami cacat bawaan, memiliki berat badan rendah dan
berkurangnya fungsi intelektual jangka panjang (Norwitz Errol R & Schorge John O.
2008).
9
2.9. Pathway Hipotiroid
Virus hasimoto malfungsi hipotalamus malfungsi hipofisis
Tiroiditis TRH ↓ dan TSH ↓ TRH ↑ dan TSH ↓
Disfungsi kelenjar Hormon tiroid ↓ Hormon tiroid ↓
Tiroid
TRH ↑ dan TSH ↑
Hormone tiroid ↓
Hipotiroid
TSH merangsang terapi penggantian laju BMR lambat achlorhydria kardiovaskuler gang. Metabolism
Kelenjar tiroid hormone tiroid lemak
Untuk mengekskresi merangsang ↓ motilitas usus ↓ kontraktilitas
hipotalamus Jantung ↑ kolesterol dan
10
Kurang pengetahuan
Kelenjar tiroid ↓ fungsi GI gliserida
membesar↑arteriosklerosis
menekan struktur disfagia kekurangan vit.B12 cardiac output ↓
leher dan dada dan asam folat oklusi pembuluh
intake nutrisi darah
gangguan respirasi inadekuat pembentukan eritrosit perfusi
tidak optimal jaringan ↓ suplai darah ke
depresi ventilasi jaringan ↓
produksi SDM ↓
hipoksia
anemia
kelelahan
11
Pola nafas tidak efektif
Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
hipertermi
konstipasi
Intoleransi aktifitas
Penurunan curah jantung
Perbahan pola berfikir
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
IBU HAMIL DENGAN HIPOTIROID
3.1. Pengkajian
1. Identitas Klien
Nama, tempat tanggal lahir, umur, agama, pekerjaan, status perkawinan, status
pendidikan.
2. Keluhan Utama
Biasanya ibu hamil datang ke rumah sakit dengan keluhan: cepat lelah, suara serak,
sesak nafas, nyeri dada, gangguan tidur, obstipasi, anoreksia, demam, sakit kepala,
oligomenorea.
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Apakah ada keluhan terdapat benjolan di leher depan dan nyeri saat ditekan.
b. Riwayat Kesehatan Terdahulu
Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi adanya riwayat penyakit. Sejak kapan
klien menderita penyakit tersebut. Apakah dulu pernah kena penyakit yang sama
atau tidak, atau penyakit lainnya.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Riwayat kesehatan klien dan keluarga.apakah ada anggota keluarga yang
menderita penyakit yang sama atau tidak.
d. Riwayat psiko-sosio
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien untuk menilai respon
emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien
dalam keluarga. Apakah ada dampak yang timbul pada klien,yaitu timbul seperti
ketakutan akan kecacatan,rasa cemas,rasa ketidak mampuan untuk melakukan
aktifitas secara optimal dan pandangan terhadap dirinya yang salah.
4. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik mencakup Inspeksi, Palpasi, Perkusi, dan auskultasi :
12
a. Sistem integument, seperti : kulit dingin dan panas, pucat , kering, bersisik dan
menebal,pertumbuhan kuku buruk, kuku menebal, rambut kering, kasar, rambut
rontok dan pertumbuhannya rontok.
b. Sistem pulmonary, seperti : hipoventilasi, pleural efusi, dispenia, RR >
20x/menit, penggunaan otot bantu nafas
c. Sistem kardiovaskular, seperti : bradikardi, disritmia, pembesaran jantung,
toleransi terhadap aktifitas menurun, hipotensi (TD < 100/70 mmHg), distensi
vena jugularis, takikardia.
d. Metabolik, seperti : penurunan metabolisme basal, peningkatan suhu tubuh,
intoleransi terhadap dingin.
e. Sistem musculoskeletal, seperti : nyeri otot, edema ekstremitas, kontraksi dan
relaksasi otot yang melambat.
f. Sistem neurologi, seperti : fungsi intelektual yang lambat, berbicara lambat dan
terbata-bata, gangguan memori, perhatian kurang, bingung, hilang pendengaran,
penurunan refleks tendon.
g. Gastrointestinal, seperti : anoreksia, peningkatan berat badan, obstipasi, distensi
abdomen, sariawan pada rongga mulut, berat badan turun 20% dari BBI
h. Psikologis dan emosional ; apatis, igitasi, depresi, paranoid, menarik diri/kurang
percaya diri, dan bahkan maniak.
Analisa Data
NO
.
DATA ETIOLOGI MASALAH
1 DS:
Pasien mengeluh sesak
nafas, cepat lelah, suara
serak dan nyeri dada.
DO:
- Pasien tampak sesak
(dispnea)
- Pasien tampak
menggunakan nafas
penekanan produksi
hormone tiroid
↓
tsh merangsang kelenjar
tiroid untuk mensekresi
↓
kelenjar tiroid membesar
↓
menekan struktur di leher
Ketidakefektifan
Pola Nafas
13
cuping hidung dan bahu
- RR: > 20x/menit
↓
gangguan respirasi
↓
depresi ventilasi
↓
ketidakefektifan pola nafas
2 DS:
Pasien mengeluk sesak
nafas, cepat lelah, dan
sedikit darah haid
(oligomenorea)
DO:
- Pasien tampak dispnea
dan letih
- Pasien tampak edema
pada ekstremitas
- Bradikardi (N <
60x/menit)
- Hipotensi (TD < 100/70
mmHg)
- Distensi vena jugularis.
penekanan produksi
hormone tiroid
↓
bradikardi
↓
penurunan volume
sekuncup
↓
penurunan curah jantung
Penurunan Curah
Jantung
3 DS:
Pasien mengeluh cepat
lelah, demam, dan sakit
kepala
DO:
- Palpasi: tubuh pasien
teraba panas
- Takikardi
- Kulit tampak kering,
bersisik dan menebal
- Kuku tampak menebal
penekanan produksi
hormon tiroid
↓
laju bmr lambat
↓
nutrisi tubuh kurang
↓
merangsang hipotalamus
↓
suhu tubuh meningkat
↓
Hipertermi
14
- Rambut tampak kering,
kasar, dan rontok
- Suhu 380C/axilla
hipertermi
4 DS:
Pasien mengatakan tidak
ada nafsu makan
(anoreksia), cepat lelah,
nyeri abdomen.
DO:
- Kulit teraba dingin dan
terlihat pucat
- Palpasi: nyeri tekan pada
abdomen
- Tampak sariawan pada
rongga mulut pasien
- Berat badan pasien turun
20% dari BBI
penekanan produksi
hormon tiroid
↓
laju bmr lambat
nutrisi tubuh kurang
↓
ketidakseimbangan nutrisi:
kurang dari kebutuhan
tubuh
Ketidakseimbangan
Nutrisi: Kurang dari
Kebutuhan Tubuh
5 DS:
Pasien mengeluh sesak
nafas, cepat lelah, nyeri
dada, sakit kepala dan nyeri
otot.
DO:
- Pasien tampak
letih/lelah
- Bradikardia
- Pasien tampak pucat
- Palpasi: Nyeri tekan
pada otot betis
- RR > 20x/menit
penekanan produksi
hormon tiroid
↓
laju bmr lambat
↓
nutrisi tubuh kurang
↓
energi tidak terbentuk
↓
kelemahan
↓
intoleransi aktivitas
Intoleransi Aktivitas
6 DS: penekanan produksi Konstipasi
15
Pasien mengatakan
fesesnya keras dan pasien
juga mengeluh nyeri pada
bagian perut.
DO:
- Fesesnya tampak keras
- Palpasi: nyeri tekan pada
daerah abdomen
hormon tiroid
↓
laju bmr lambat
↓
akloridia
↓
penurunan motilitas usus
↓
penurunan fungsi GI
↓
konstipasi
3.2. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan depresi ventilasi
2. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan volume sekuncup
akibat brakikardi
3. Hipertermi berhubungan dengan penurunan laju BMR
4. Ketidakseimbangan Nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
disfagia
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan
6. Konstipasi berhubungan dengan penurunan fungsi gastrointestinal (peristaltik)
3.3. Intervensi
No. Diagnosa NOC NIC
1. Ketidakefektifan
pola napas b.d
depresi ventilasi
Tujuan :
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama 1x24 jam
diharapkan pola napas
efektif
1. Monitor respirasi dan
status O2
2. Identifikasi perlunya
memasang alat bantu
napas
3. Monitor pola napas,
frekuensi dan irama
16
Kriteria Hasil:
- Tidak ada sianosis
dan dispneu
(mampu bernafas
dengan mudah)
- Menunjukkan jalan
napas yang paten
( irama napas,
frekuensi napas
normal, tidak ada
suara napas
tambahan)
- TTV DBN
TD: 110-120/70-80
mmHg
RR : 16-20x/m
Nadi : 60-80x/m
Suhu : 36,5-37,5º C
pernapasan
4. Posiskan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi
5. Auskultasi suara napas,
catat adanya
6. Monitor TTV
7. Monitor adanya sianosis
8. Kolaborasi pemberian
obat (hipnotik dan
sedatif) dengan hati-hati
2. Penurunan curah
jantung b.d
perubahan volume
sekuncup akibat
brakikardi
Tujuan:
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama 1x24 jam
diharapkan pompa
jantung efektif
Kriteria hasil:
- TTV DBN
TD: 110-120/70-80
mmHg
RR : 16-20x/m
Nadi : 60-80x/m
Suhu : 36,5-37,5º C
1. Monitor TTV sebelum,
selam, dan setelah
aktivitas
2. Monitor status
kardiovaskuler
3. Monitor bunyi jantung
4. Monitor frekuensi dan
irama pernapasan
5. Monitor suhu, warna,
dan kelembapan kulit
6. Anjurkan untuk
menurunkan stress
7. Atur periode latihan dan
istirahat untuk
17
- Dapat mentoleransi
aktivitas, tidak
kelelahan
- Tidak ada edema
menghindari kelemahan
8. Kolaborasi dalam:
pemeriksaan serial ECG,
foto thorax, pemberian
obat-obatan anti
disritmia.
3. Hipertermi b.d
penurunan laju
BMR
Tujuan :
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama 1x24 jam
diharapakan suhu tubuh
kembali normal
Kriteria hasil:
- TTV DBN
TD: 110-120/70-80
mmHg
RR : 16-20x/m
Nadi : 60-80x/m
Suhu : 36,5-37,5º C
- Tidak pusing
1. Monitor TTV
2. Monitor warna dan suhu
kulit
3. Ajarkan pada pasien cara
mencegah keletihan
akibat demam
4. Diskusikan tentang
pentingnya pengaturan
suhu dan efek negative
dari kedinginan
5. Selimuti pasien
6. Tingkatkan intake cairan
dan nutrisi
7. Kompres hangat pada
aksila dan lipatan paha
8. Kolaborasi pemberian
obat antipiretik
4. Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
berhubungan
dengan disfagia
Tujuan:
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama 1x24 jam
diharapakan intake
nutrisi adekuat
Kriteria hasil:
- Mampu
1. Kaji kemampuan pasien
untuk mendapatkan
nutrisi yang dibutuhkan
2. BB pasien DBN
3. Monitor kalori dan intake
nutrisi
4. Berikan informasi
tentang kebutuhan nutrisi
5. Berikan makanan yang
18
mengidentifikasi
kebutuhan nutrisi
- Tidak ada tanda-
tanda malnutrisi
- Menunjukkan
peningkatan fungsi
pengecapan dari
menelan
- Tidak terjadi
penurunan BB yang
berarti
terpilih (sudah konsultasi
dengan ahli gizi)
6. Monitor mual dan
muntah
7. Anjurkan Klien untuk
diet tinggi kalori, tinggi
protein.
8. Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan nutrisi
yang dibutuhkan pasien
5. Intoleransi aktivitas
b.d kelelahan
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama 1x24 jam
diharapakan kebutuhan
ADL terpenuhi
Kriteria hasil:
- Mampu melakukan
aktivitas sehari-hari
(ADLs) secara
mandiri
- TTV DBN
TD: 110-120/70-80
mmHg
RR : 16-20x/m
Nadi : 60-80x/m
Suhu : 36,5-37,5º C
- Sirkulasi status baik
- Berpartisipasi aktif
1. Bantu klien
mengidentifikasi
aktivitas yang mampu
dilakukan
2. Bantu klien untuk
memenuhi kebutuhan
aktivitas sehari-hari
3. Bantu klien untuk
melakukan tindakan
sesuai dengan
kemampuan / kondisi
klien
4. Evaluasi perkembangan
kemampuan klien
melakukan aktivitas
19
dalam aktivitas fisik
tanpa disertai
peningkatan TD,
RR, Nadi
6. Konstipasi b.d
penurunan fungsi
gastrointestinal
(peristaltik)
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama 1x24 jam
diharapakan BAB
normal
Kriteria hasil:
- Bebas dari
ketidaknyamanan
dari konstipasi
- Feses lunak
- Bising usus normal
5-12x/menit
1. Monitor bising usus
2. Monitor feses: frekuensi,
konsistensi, dan volume
3. Jelaskan etiologi dan
rasionalisasi tindakan
terhadap pasien
4. Dukung intake cairan
5. Anjurkan pasien dan
keluarga mencatat warna,
volume, frekuensi, dan
konsistensi feses
6. Anjurkan keluarga dan
pasien diet tinggi serat
7. Anjurkan keluarga dan
pasien pada penggunaan
yang tepat dari obat
pencahar
8. Kolaborasi pemberian
laksatif
20
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Hipotiroidisme pada kehamilan berkaitan erat dengan perkembangan otak janin.
Hal ini karena sebelum dilahirkan bayi sangat bergantung pada hormon tiroid dari
ibunya sebelum kelenjar tiroid bayi dapat berfungsi. Karenanya kehamilan dengan
hipotiroid dapat berakibat terjadinya retardasi mental. Pada ibu sendiri, hipotiroid
meningkatkan kerja kelenjar tiroid. Sementara suplai yodium tidak mencukupi,
maka terjadi hiperplasia kelenjar berulang. Akibatnya dapat timbul goiter atau
struma nodulus dengan manifestasi berupa benjolan pada daerah leher (gondok).
Manifestasi klinis dari hipotiroidisme seperti metabolisme menurun, obstipasi, lesu,
anoreksia, BB meningkat, dapat berisiko terjadinya abortus, peningkatan tekanan
darah & prematuritas.
4.2. Saran
Melihat dari kasus kelainan hipotiroid pada ibu hamil, maka diharapkan para
tenaga medis dan perawat harus lebih professional dan berpengalaman dalam
mengkaji seluruh sistem metabolism yang mungkin terganggu karena adanya
kelainan pada kelenjar tiroid. Karena penanganan dan pengkajian yang tepat akan
menentukan penatalaksanaan pengobatan yang cepat dan tepat pula pada kelainan
kelenjar tiroid.
21
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, E. Marilynn dan MF. Moorhouse. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan.
Jakarta : EKG
FKUI. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : FKUI
Abalovich M, Amino N, Barbour LA, Cobin RH, Leslie J, Glinoer D, et al. 2007.
Management of Thyroid Dysfunction during Pregnancy and Postpartum. J.
Endocrinol. Metabolism.; 92(8): S1-S47
J, Girling. 2008. Thyroid Disease in Pregnancy. Royal College of Obstetrician and
Gynecologist.;10:237-243.
Haldiman M, Alt A, Blanc A, Blondeau K. 2004. Iodine Content of Food
Groups:descriptive statistics and analysis variance. Swiss Federal Offi ce of
Pubic Health.
Colborn T. 2004. Neurodevelopmental and Endocrine Disruption. Environmental
Health Perspective.;112:944-949
Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Gilstrap LC, Wenstrom KD, eds.
Williams Obstetrics. 23rd ed. New York: McGraw-Hill; 2010. p.1126-1135.
Levine RJ, Vatten LJ, Horowitz GL, Qian C, Romundstad PR, Yu KF, et al. 2009. Pre-
eclampsia, soluble fms-like tyrosine kinase 1, and the risk of reduced thyroid
function: nested case-control and population based study. BMJ. 339:b4336
Norwitz Errol R & Schorge John O. 2008. At a Glance Obstetri dan Ginekologi. Edisi
ke-2
22
23