Download - Hemoragik Stroke Fix
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit yang timbul akibat lesi vaskular di susunan saraf merupakan
penyebab kematian nomor tiga dalam urutan daftar kematian di Amerika Serikat.
Sebagai masalah kesehatan masyarakat, penyakit itu merupakan juga penyebab
utama cacat menahun dan kematian nomor dua dunia. Penyakit ini telah menjadi
masalah kesehatan mendunia dan semakin penting terutama di negara-negara
berkembang.(1,2)
Stroke merupakan gangguan fungsi saraf yang disebabkan oleh gangguan
aliran darah dalam otak yang dapat timbul secara mendadak (dalam beberapa
detik) atau secara cepat (dalam beberapa jam) dengan gejala atau tanda yang
sesuai dengan daerah yang terganggu sebagai hasil dari infark cerebri (stroke
iskemik), perdarahan intraserebral atau perdarahan subarachnoid.(2)
Stroke hemorragik yang merupakan sekitar 15% sampai 20% dari semua
stroke, dapat terjadi apabila lesi vaskuler intraserebrum mengalami ruptur
sehingga terjadi perdarahan ke dalam ruang subarakhnoid dan atau langsung ke
dalam jaringan otak. Perdarahan dapat dengan cepat menimbulkan gejala
neurologik karena tekanan pada struktur-struktur saraf di dalam tengkorak.
Biasanya stroke hemoragik secara cepat menyebabkan kerusakan fungsi otak dan
kehilangan kesadaran. Namun, apabila perdarahan berlangsung lambat, pasien
kemungkinan besar mengalami nyeri kepala hebat, yang merupakan skenario khas
perdarahan subarakhnoid (PSA). Tindakan pencegahan utama untuk perdarahan
otak adalah mencegah cedera kepala dan mengendalikan tekanan darah.(3)
Stroke dapat dibagi menjadi dua kategori utama yaitu stroke hemoragik dan
stroke iskemik. Dua kategori ini merupakan suatu kondisi yang berlawanan. Pada
stroke hemoragik, kranium yang tertutup mengandung darah yang terlalu banyak,
sedangkan pada stroke iskemik terjadi gangguan ketersediaan darah pada suatu
area di otak dengan kebutuhan oksigen dan nutrisi area tersebut. Setiap kategori
1
dari stroke dapat dibagi menjadi beberapa subtipe, yang masing-masing
mempunyai strategi penanganan yang berbeda.(4)
Diperkirakan pada tahun 2020 stroke akan menjadi penyebab keempat dari
kematian dan disabilitas pada usia muda. Sejak kira-kira tahun 1970, penelitian
cohort berskala besar memberikan informasi akan faktor-faktor resiko stroke,
yang banyak diantaranya dapat dicegah baik dengan pola hidup sehat maupun
dengan obat.(4)
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. EPIDEMIOLOGI
Secara global, sekitar 70% kejadian stroke disebabkan oleh iskemia, 27%
disebabkan oleh perdarahan, dan sebanyak 3% penyebabnya tidak diketahui. Akan
tetapi di beberapa negara di dunia, seperti China dan Jepang menunjukkan bahwa
stroke hemoragik memiliki proporsi lebih tinggi yaitu sekitar 17,1-39,4% di
China, dan 38,7% di Jepang. Stroke hemoragik dibagi menjadi perdarahan
subarachnoid (PSA) dan perdarahan interserebral (PIS).(5)
Perdarahan intraserebral (PIS) adalah penyebab utama kecacatan dan kematian
dan mencakup 10-15% dari kasus stroke pada orang kulit putih dan sekitar 30%
pada orang kulit hitam dan Asia. Insidens perdarahan intraserebral dari
keseluruhan kasus stroke adalah lebih tinggi di Asia dan lebih rendah di Amerika
Serikat. Estimasi insidens perdarahan intraserebral per 100.000 per tahun
bervariasi dari 6 kasus di Kuwait hingga 411 di China.(6)
Kehamilan dapat meningkatkan factor resiko terkena stroke hemoragik,
terutama pada eklampsia yaitu sekitar 40% dari kasus perdarahan intraserebral
pada kehamilan. Lokasi dari perdarahan intraserebral adalah di daerah putamen
dan thalamus (65%) , pons (11%), serebelum (8%) , substansia alba subkortikal
(16%). Sebaliknya perdarahan intraserebral non hipertensif terutama didapatkan di
daerah substansia alba subkortikal (45%) , substansia grisea bagian dalam (36%),
pons 16% dan serebelum (3%).(6)
Sekitar 10% kasus stroke disebabkan oleh PIS. Sumber data dari Stroke Data
Bank (SDB), menyebutkan bahwa setidaknya 1 dari 10 kasus stroke disebabkan
oleh perdarahan parenkim otak. Populasi dimana frekuensi hipertensinya tinggi,
seperti Amerika-Afrika dan orang-orang Cina, Jepang dan keturunan Thai,
memiliki frekuensi yang tinggi terjadinya PIS. Perdarahan intraserebral dapat
terjadi pada rentang umur yang lebar, dapat terjadi pada dekade tujuh puluh,
delapan puluh dan sembilan puluh. Walaupun persentase tertinggi kasus stroke
3
pada usia dibawah 40 tahun adalah kasus perdarahan, PIS sering juga terjadi pada
usia yang lebih lanjut.(6)
Usia lanjut dan hipertensi merupakan faktor resiko paling penting dalam PIS.
Perdarahan intraserebral terjadi sedikit lebih sering pada pria dibanding wanita
dan lebih sering pada usia muda dan setengah-baya pada ras kulit hitam dibanding
kulit putih di usia yang sama.(6)
Perdarahan Subarachnoid (PSA) memiliki kasus yang signifikan di seluruh
dunia, menyebabkan kecacatan dan kematian. Perdarahan subarachnoid biasanya
didapatkan pada usia dewasa muda baik pada laki-laki maupun perempuan.
Insidens perdarahan subarachnoid meningkat seiring umur dan lebih tinggi pada
wanita daripada laki-laki. Populasi yang terkena kasus perdarahan subarachnoid
sekitar 10 kasus per 100.000, dengan jumlah sekitar 3% dari seluruh kejadian
stroke.(7)
Perdarahan intraserebral dua kali lebih banyak dibanding perdarahan
subarakhnoid (PSA) dan lebih berpotensi menyebabkan kematian atau disabilitas
dibanding infark serebri atau PSA.(2)
B. ANATOMI DAN VASKULARISASI
Otak terdiri dari sel-sel otak yang disebut neuron, sel-sel
penunjang yang dikenal sebagai sel glia, cairan serebrospinal,
dan pembuluh darah. Semua orang memiliki jumlah neuron yang
sama sekitar 100 miliar, tetapi koneksi di antara berbagi neuron
berbeda-beda. Pada orang dewasa, otak membentuk hanya
sekitar 2% (sekitar 1,4 kg) dari berat tubuh total, tetapi
mengkonsumsi sekitar 20% oksigen dan 50% glukosa yang ada
di dalam darah arterial.(4)
Jaringan gelatinosa otak dan medulla spinalis dilindungi oleh
tulang tengkorak, tulang belakang, dan tiga lapisan jaringan
penyambung: pia mater, arakhnoid, dan duramater. Masing-
masing merupakan suatu lapisan yang terpisah dan kontinu.(3)
4
Pia mater, langsung berhubungan dengan otak dan jaringan
spinal, dan mengikuti kontur struktur eksternal. Pia mater
merupakan lapisan vaskuler, yang pembuluh-pembuluh
darahnya berjalan menuju struktur dalam SSP untuk
member nutrisi pada jaringan saraf. Pia mater meluas ke
bagian bawah medulla spinalis, berakhir kira-kira setinggi
bagian bawah L1. Bagian akhir medulla spinalis berbentuk
seperti kerucut dan dinamakan konus medularis. Suatu
filament pia mater yang ramping dinamakan filum terminale
memanjang dari konus medularis.
Arakhnoid, merupakan suatu membrane fibrosa yang tipis,
halus dan avaskuler. Daerah antara arakhnoid dan pia
mater dinamakan ruang subarachnoid dan terdapat arteria,
vena serebral, dan trabekula arakhnoid,dan CSF yang
membasahi SSP.
Duramater merupakan suatu jaringan liat, tidak elastic dan
mirip kulit sapi yang terdiri dari dua lapisan, yaitu dura
endosteal yang terdapat di bagian luar dan dura meningeal
di bagian dalamnya.
Otak harus menerima lebih kurang satu liter darah per menit,
yaitu sekitar 15% dari darah total yang dipompa oleh jantung
saat istirahat agar berfungsi normal. Otak mendapat darah dari
arteri. Yang pertama adalah arteri karotis interna yang terdiri
dari arteri karotis (kanan dan kiri), yang menyalurkan darah ke
bagian depan otak disebut sebagai sirkulasi arteri serebrum
anterior. Yang kedua adalah vertebrobasiler, yang memasok
darah ke bagian belakang otak disebut sebagai sirkulasi arteri
serebrum posterior. Selanjutnya sirkulasi arteri serebrum anterior
bertemu dengan sirkulasi arteri serebrum posterior membentuk
suatu sirkulus willisi.(4)
5
Untuk menjamin pemberian darah ke otak, setidaknya ada 3
sistem kolateral antara sistem carotis dan sistem vertebrobasiler,
yaitu:(4)
Sirkulus willisi, merupakan anyaman arteri di dasar otak
yang dibentuk oleh a.cerebri media kanan dan kiri yang
dihubungkan dengan a.cerebri posterior kanan dan kiri oleh
a.communicans posterior, sedangkan a.cerebri anterior
kanan dan kiri akan dihubungkan oleh a.communicans
anterior
Anastomosis a.carotis interna dan a.carotis eksterna di
daerah orbital
Hubungan antara sistem vertebral dengan a.carotis
eksterna
Gambar 1. Arteri yang mensuplai darah di otak(7)
6
Gambar 2. Circulus Willisi(8)
Aneurisma yang ruptur pada arteri yang mendarahi dasar
otak menyebabkan perdarahan subarachnoid. Perdarahan
intraserebral terjadi apabila pembuluh darah yang menembus
jaringan otak rusak, sehingga darah masuk ke dalam jaringan
otak itu sendiri.(3)
C. PATOFISIOLOGI
1. Perdarahan Intraserebral
Kebanyakan kasus PIS terjadi pada pasien dengan hipertensi kronik.
Keadaan ini menyebabkan perubahan arteriosklerotik pembuluh darah kecil,
terutama pada cabang-cabang arteri serebri media, yang mensuplai ke dalam
basal ganglia dan kapsula interna. Pembuluh-pembuluh darah ini menjadi
lemah, sehingga terjadi robekan dan reduplikasi pada lamina interna,
hialinisasi lapisan media dan akhirnya terbentuk aneurisma kecil yang dikenal
dengan aneurisma Charcot-Bouchard. Hal yang sama dapat terjadi pembuluh
7
darah yang mensuplai pons dan serebelum. Rupturnya satu dari pembuluh
darah yang lemah menyebabkan perdarahan ke dalam substansi otak.(7)
Pada pasien dengan tekanan darah normal dan pasien usia tua, PIS dapat
disebabkan adanya cerebral amyloid angiopathy (CAA). Keadaan ini
disebabkan adanya akumulasi protein β-amyloid didalam dinding arteri
leptomeningen dan kortikal yang berukuran kecil dan sedang. Penumpukan
protein β-amyloid ini menggantikan kolagen dan elemen-elemen kontraktil,
menyebabkan arteri menjadi rapuh dan lemah, yang memudahkan terjadinya
resiko ruptur spontan. Berkurangnya elemen-elemen kontraktil disertai
vasokonstriksi dapat menimbulkan perdarahan masif, dan dapat meluas ke
dalam ventrikel atau ruang subdural. Selanjutnya, berkurangnya kontraktilitas
menimbulkan kecenderungan perdarahan di kemudian hari. Hal ini memiliki
hubungan yang signifikan antara apolipoprotein E4 dengan perdarahan
serebral yang berhubungan dengan amyloid angiopathy.(7)
Suatu malformasi angiomatous (arteriovenous malformation/AVM) pada
otak dapat ruptur dan menimbulkan perdarahan intraserebral tipe lobular.
Gangguan aliran venous karena stenosis atau oklusi dari aliran vena akan
meningkatkan terjadinya perdarahan dari suatu AVM.(7)
Gambar 3. Arteriovenous Malformation (AVM) (9)
8
Gambar 4. Arteriovenous Malformation (AVM) pada pemeriksaan angiogram (10)
Terapi antikoagulan juga dapat meningkatkan resiko terjadinya perdarahan
intraserebral, terutama pada pasien-pasien dengan trombosis vena, emboli
paru, penyakit serebrovaskular dengan transient ischemic attack (TIA) atau
katup jantung prostetik. Nilai international normalized ratio (INR) 2,0 - 3,0
merupakan batas adekuat antikoagulasi pada semua kasus kecuali untuk
pencegahan emboli pada katub jantung prostetik, dimana nilai yang
direkomendasikan berkisar 2,5 - 3,5. Antikoagulan lain seperti heparin,
trombolitik dan aspirin meningkatkan resiko PIS. Penggunaan trornbolitik
setelah infark miokard sering diikuti terjadinya PIS pada beberapa ribu pasien
tiap tahunnya.(7)
2. Perdarahan Subarakhnoid
Ruang antara membran terluar arachnoid dan pia mater adalah ruang
subarachnoid. Piamater terikat erat pada permukaan otak. Ruang subarachnoid
diisi dengan CSF. Trauma perdarahan subarachnoid adalah kemungkinan
pecahnya pembuluh darah penghubung yang menembus ruang itu, yang
biasanya sama pada perdarahan subdural. Meskipun trauma adalah penyebab
utama subarachoid hemoragik, secara umum digolongkan dengan pecahnya
saraf serebral atau kerusakan arterivenous.(11)
Aneurisma yang menjadi sumber PSA dan PIS mempunyai perbedaan
letak dan ukuran. Pada PIS, aneurisma sering muncul pada arteri-arteri di
dalam parenkim otak dan aneurisma ini kecil. Sedangkan aneurisma pada
9
perdarahan subarachnoid muncul dari arteri-arteri di luar parenkim dan
aneurisma mempunyai ukuran lebih besar.(4)
Aneurisma merupakan luka yang yang disebabkan karena tekanan
hemodinamic pada dinding arteri percabangan dan perlekukan. Saccular atau
biji aneurisma dispesifikasikan untuk arteri intracranial karena dindingnya
kehilangan suatu selaput tipis bagian luar dan mengandung faktor adventitia
yang membantu pembentukan aneurisma. Suatu bagian tambahan yang tidak
didukung dalam ruang subarachnoid.(11)
Tiga tempat yang paling sering beraneurisma ialah pangkal arteri serebri
anterior (40%), pangkal arteri komunikans anterior (20%) dan tempat
percabangan arteri serebri media di bagian depan dari sulkus lateralis serebri
(15%). Aneurisma yang terletak di sistem vertebrobasiler paling sering
dijumpai pada pangkal arteri serebeli posterior inferior, dan pada percabangan
arteri basilaris terdepan, yang merupakan pangkal arteria serebri posterior.(1,7)
Gambar 5. Distribusi lokasi aneurisma sakular(7)
10
Gambar 6. Kiri: Berry aneurysm, penyebab tersering perdarahan subarakhnoid. Kanan: Micro-aneurysms, penyebab perdarahan intraserebral(2)
D. ETIOLOGI
Stroke hemoragik paling sering disebabkan oleh tekanan darah tinggi, yang
menekankan dinding arteri sampai pecah. Penyebab lain terjadinya stroke
hemoragik adalah:(12)
1. Intracranial
Pecahnya aneurisma
Pecahnya malformasio arterio-venosa
Tumor otak (primer/metastasis)
Cerebral amyloid angiopathy, yang membentuk protein amiloid
dalam dinding arteri di otak, yang membuat kemungkinan terjadi
stroke lebih besar
Infeksi (meningioensefalitis)
2. Ekstrakranial
Leukemia
Hemophilia
11
Anemia
Obat-obat antikoagulan
Penyakit liver
E. FAKTOR RESIKO
Penyebab paling umum dari perdarahan intraserebral spontan adalah
hipertensi kronis, atau tekanan darah tinggi, yang menyebabkan perubahan pada
dinding arteri kecil. Faktor risiko yang memperburuk keadaan seperti
bertambahnya usia, riwayat merokok, minum alkohol, dan rendahnya kadar
kolesterol HDL. Sebagai factor resiko, usia tidak bisa dimodifikasi, akan tetapi
stroke hemorrhagic bisa diminimalisir dengan menghindari factor resiko lainnya.
Anda dapat mengambil tindakan individu untuk menurunkan risiko untuk stroke,
terlepas dari warisan genetik dan faktor lainnya dapat dihindari, dengan mengikuti
langkah-langkah pencegahan.(5,13)
1. Faktor resiko yang tidak bisa dimodifikasi
Kelainan pembuluh darah otak
Biasanya merupakan kelainan bawaan. Pembuluh darah yang tidak
normal tersebut dapat pecah atau robek sehingga menimbulkan perdarahan
otak.(13)
Usia
Usia merupakan salah satu faktor resiko yang sangat berpengaruh
terhadap kejadian stroke. Sekitar 30% kejadian stroke terjadi sebelum usia
65 tahun, dan 70% terjadi pada usia 65 tahun ke atas. Setelah mencapai 50
tahun, setiap penambahan usia 3 tahun meningkatkan risiko stroke sebesar
11-20%, dengan peningkatan bertambah seiring usia terutama pada pasien
yang berusia lebih dari 64 tahun dimana pada usia ini 75% stroke
ditemukan.(13,14)
Riwayat keluarga dan genetika
Kelainan turunan sangat jarang menjadi penyebab langsung stroke.
namun gen berperan besar dalam beberapa faktor risiko stroke misalnya
hipertensi, penyakit jantung, diabetes, dan kelainan pembuluh darah.(13)
12
Jenis kelamin
Stroke terjadi sekitar 30% lebih banyak pada laki-laki dibandingkan
perempuan.(13,14)
Ras
Di Amerika Serikat, insidens stroke lebih tinggi pada populasi kulit
hitam daripada populasi kulit putih. Lelaki negro memiliki insidens 93 per
100.000 jiwa dengan tingkat kematian mencapai 51% sedang pada wanita
negro memiliki insidens 79 per 100.000 jiwa dengan tingkat kematian
39,2%. Lelaki kulit putih memiliki insidens 62,8 per 100.000 jiwa dengan
tingkat kematian mencapai 26,3% sedang pada wanita kulit putih memiliki
insidens 59 per 100.000 jiwa dengan tingkat kematian 39,2%.(13)
2. Faktor resiko yang bisa dimodifikasi
Hipertensi
Merupakan faktor resiko utama bagi terjadinya trombosis infark cerebral
dan perdarahan intrakranial. Hipertensi mengakibatkan pecahnya maupun
menyempitnya pembuluh darah otak. Pecahnya pembuluh darah otak
menimbulkan perdarahan otak, dan apabila pembuluh darah otak
menyempit maka aliran darah ke otak terganggu mengakibatkan sel-sel
otak mengalami kematian. Usia 30 tahun merupakan kewaspadaan terhadap
munculnya hipertensi, makin lanjut usia seseorang makin tinggi
kemungkinan terjadinya hipertensi.(13,14)
Obesitas
Berat badan berlebih, masih menjadi perdebatan apakah suatu faktor
resiko stroke atau bukan. Obesitas merupakan faktor resiko terjadinya
penyakit jantung sehingga obesitas mungkin menjadi faktor resiko sekunder
bagi terjadinya stroke.(13)
Merokok
Beberapa laporan telah menunjukkan kebiasaan merokok meningkatkan
resiko terjadinya stroke pada segala usia dan jenis kelamin. Merokok dapat
meningkatkan konsentrasi fibrinogen; peningkatan ini akan mempermudah
13
terjadinya penebalan dinding pembuluh darah dan peningkatan viskositas
darah.(13,14)
- Alkoholik
Berdasarkan penelitian, orang yang mengkonsumsi alkohol lebih
beresiko untuk terjadinya stroke, khususnya strok hemoragik tipe
perdarahan subarakhnoid.(13,14)
F. GAMBARAN KLINIS
Perdarahan subarachnoid dan intraserebral menyebabkan peningkatan tekanan
intracranial secara tiba-tiba, dengan manifestasi seperti sakit kepala, muntah, dan
penurunan kesadaran yang mungkin diikuti dengan ditemukannya edema papil.(2)
Gejala neurologis yang timbul tergantung berat ringannya gangguan pembuluh
darah dan lokasinya. Manifestasi klinis stroke akut dapat berupa:(4)
- Kelumpuhan wajah atau anggota badan (biasanya hemiparesis) yang
timbul mendadak
- Gangguan sensibilitas pada satu atau lebih anggota badan (gangguan
hemihipestesi)
- Perdarahan mendadak status mental (somnolen, delirium, letargi, stupor,
atau koma)
- Afasia (bicara tidak lancer, kurangnya ucapan, atau kesulitan memahami
ucapan)
- Diartria (bicara pelo)
Pada perdarahan subarachnoid, perdarahan mengganggu daerah meninges.
Sehingga gejala khasnya yaitu terjadi nyeri kepala berat secara tiba-tiba dan
kekakuan pada leher, seringkali juga terjadi penurunan kesadaran.(2)
Muntah terjadi pada sekitar 70% kasus. Seringkali disertai defisit neurologik
seperti dilatasi pupil, fotofobia, kelemahan pada wajah, disfagia, disartria, dan
hemiparesis. Kejang terjadi pada 5% kasus. Kekakuan leher biasanya muncul
beberapa jam setelah onset perdarahan. Edema papil akibat peningkatan tekanan
intrakranial tampak dengan pemeriksaan funduskopi setelah 12 jam.(7)
14
Perdarahan subarachnoid merupakan salah satu kegawatdaruratan neurologi
dengan gejala yang kadangkala tidak khas sehingga seringkali ditemukan
kesulitan dalam menegakkan diagnosis. Pasien dengan keluhan nyeri kepala hebat
(paling sakit yang dirasakan sepanjang hidup) yang muncul tiba-tiba sebaiknya
dicurigai sebagai suatu tanda adanya PSA.(4)
Perdarahan intraserebral, tepatnya yang mengenai daerah kapsula interna
menyebabkan gangguan motorik, sensorik dan visual yang berat dan bersifat akut
pada sisi kontralateral pada tubuh (hemiplegia, hemianestesi, dan homonym
hemianopia). Gangguan hebat bisa terjadi dan menjadi permanen dalam hitungan
menit atau jam.(2)
Manifestasi pada perdarahan serebelum bervariasi, tergantung ukuran dan
lokasi perdarahan. Berikut adalah manifestasi yang sering terjadi:(15)
- Sakit kepala yang tiba-tiba
- Mual dan muntah
- Tidak bisa berjalan (reflecting tuncal ataxia)
- Pusing, vertigo
- Disartri
- Penurunan kesadaran
Pada pemeriksaan fisis, dapat ditemukan adanya: (15)
- Ataksia tungkai
- Disartri
- Muncul respon plantar extensor (unilateral atau bilateral)
- Nistagmus
- Gaze palsy (ipsilateral kea rah lesi)
- Kelemahan otot wajah
15
.
Gambar 7. Gambaran klinis berdasarkan lokasi perdarahan (Kiri: Perdarahan Subarachnoid (PSA), Kanan: Perdarahan Intraserebral (PIS))(2)
G. DIAGNOSIS
Menurut pedoman yang dibuat berdasarkan konsensus National Institute of
Neurological Disorders and Stroke (NINDS), penanganan stroke akut di rumah
sakit bertujuan untuk:(4)
Pasien segera ditangani dokter dalam 10 menit pertama
Anamnesis, pemeriksaan fisik (termasuk pemeriksaan neurologis) dan
pemeriksaan darah rutin dilakukan sesegera mungkin
Pemeriksaan CT-scan kepala dilakukan dalam 30 menit pertama
Pembacaan CT-scan dilakukan dalam 20 menit setelah selesai
pemeriksaan pencitraan
Keputusan terapi harus dikerjakan dalam 60 menit pertama
16
Sistem diagnosis dan penanganan yang cepat dan tepat sangat penting dalam
terapi stroke akut yang optimal. Alur penanganan klinis penderita harus dilakukan
secara komprehensif dan terintegrasi.(4)
Anamnesis
Anamnesis harus memperoleh informasi tentang berikut ini:
1. Karakteristik gejala dan tanda;
Modalitas mana yang terlibat (motorik, sensorik, visual)?
Daerah anatomi mana yang terlibat (wajah, lengan, tangan, kaki, dan
apakah seluruh atau sebagian tungkai, satu atau kedua mata)?
Apakah gejala-gejala tersebut fokal atau non-fokal?
Apa kualitasnya (apakah negatif (misalnya hilangnya kemampuan
sensoris, hilangnya kemampuan motoris atau visual), atau apakah positif
(misalnya menyebabkan sentakan tungkai (limb jerking), kesemutan,
halusinasi)?
2. Apa konsekuensi fungsionalnya, misalnya tidak bisa berdiri, tidak bisa
mengangkat tangan.
3. Kecepatan onset dan perjalanan gejala neurologisnya;
Kapan gejala tersebut dimulai (hari apa dan jam berapa)?
Apakah onsetnya mendadak?
Apakah gejala tersebut lebih minimal atau lebih maksimal saat onset;
apakah menyebar atau semakin parah secara bertahap, hilang timbul,
ataukah progresif dalam menit/jam/hari. Atau apakah ada fluktuasi antara
fungsi normal dan abnormal?
4. Apakah ada kemungkinan presipitasi
Apa yang pasien sedang lakukan pada saat dan tidak lama sebelum onset?
5. Apakah ada gejala-gejala lain yang menyertai, misalnya nyeri kepala, kejang
epileptik, panik dan anxietas, muntah, dan nyeri dada?
6. Apakah ada riwayat penyakit dahulu atau riwayat penyakit keluarga yang
relevan, misalnya:
Apakah ada riwayat TIA atau stroke terdahulu?
17
Apakah ada riwayat hipertensi, hiperkolesterolemia, diabetes mellitus,
angina, infark miokard, intermittent claudication, atau arteritis?
Apakah ada riwayat penyakit vaskuler atau trombotik pada keluarga?
7. Apakah ada perilaku atau gaya hidup yang relevan, misalnya merokok,
konsumsi alkohol, diet, aktivitas fisik, obat-obatan (khususnya obat
kontrasepsi oral, obat antitrombotik, antikoagulan, dan obat-obat rekreasional
seperti amfetamin)? (4)
Pemeriksaan Neurologis
Pemeriksaan neurologis pada pasien stroke akut harus dilakukan dengan cepat
karena adanya periode kritis. Seorang dokter harus dapat melakukan pemeriksaan
dengan cepat tanda-tanda pada mata dan kelainan kepala pada penderita stroke.
Anggota gerak bawah yang paresis akan mengalami eksorotasi dan postur tubuh
deserebrasi atau dekortikasi. Pola pernafasan pasien harus diawasi untuk menilai
adanya hambatan jalan nafas atau kegagalan pernafasan. Juga harus diperhatikan
kelainan wajah karena paresis nervus fasialis, yang ditandai ketidakseimbangan
fissure palpebra. Dokter juga akan menilai tingkat kesadaran.(4)
Waspada dengan ketidakmampuan untuk memahami bahasa yang disampaikan
maka menunjukkan afasia atau abulia berat. Dysnomia (gangguan mengingat
nama objek atau kata), kesalahan parafrase, dan cara berbicara yang sulit dengan
gagap semuanya menunjukkan dugaan afasia. Berikutnya, dokter melakukan
monitoring pasien berupa:
Fungsi visual, dengan pemeriksaan lapang pandang dan tes konfrontasi
Pemeriksaan pupil dan reflex cahaya
Sensasi, dengan memeriksa sensasi kornea dan wajah terhadap benda
tajam
Fungsi motorik, dengan memeriksa gerakan pronator, kekuatan, tonus,
kekuatan gerakan jari tangan atau jari kaki
Fungsi sensoris, dengan cara memeriksa kemampuan pasien untuk
mendeteksi sensoris dengan jarum, rabaan, vibrasi, dan posisi (tingkat
level gangguan sensibilitas pada bagian tubuh sesuai dengan lesi patologis
di medulla spinalis, sesuai dermatomnya)
18
Reflex fisiologis (reflex Biceps, Triceps, Patella, Achilles,
Brachioradialis, Manuver Jendrassik, dan refleks dinding perut)
Reflex patologis (reflek Babinsky, Hoffman, Tromner, Oppenheim,
Gordon, Gonda, Chaddock, Schaeffer, Bing, dan Rosolimo)
Fungsi serebellum (past pointing test, tes jari hidung, tes tumit-lutut, tes
disdiadokinesis) (4)
Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis stroke saat ini masih ditegakkan secara klinis, dan peran pemeriksaan
pencitraan otak adalah untuk menyingkirkan patologi struktural nonvaskuler
sebagai penyebab gejala, dan menegakkan patologi vaskuler yang mendasari dan
etiologinya.(4)
Computed Tomography scan (CT-scan) merupakan pemeriksaan paling sensitive
untuk PIS dan PSA dalam beberapa jam pertama setelah perdarahan. CT-scan
dapat diulang dalam 24 jam untuk menilai stabilitas.(11)
Gambar 8. Gambaran CT-Scan pada pasien stroke hemoragik. Kiri: Perdarahan Subarakhnoid. Kanan: Perdarahan Intraserebral Akut pada thalamus kiri(7)
.
Magnetic Resonance Imaging (MRI) dapat menunjukkan perdarahan intraserebral
dalam beberapa jam pertama setelah perdarahan. Perubahan gambaran MRI
tergantung stadium disolusi hemoglobin – oksihemoglobin – deoksihemoglobin –
methemoglobin - ferritin dan hemosiderin.(7)
19
H. PENATALAKSANAAN
Stroke merupakan kegawatan neurologi yang serius dan menduduki peringkat
yang tinggi sebagai penyebab kematian. Menit pertama sampai beberapa jam
setelah onset stroke defisit neurologis merupakan kesempatan untuk mencegah
kematian ataupun kecacatan permanen yang serius. Tujuan terapi pada jam
pertama pasca serangan stroke adalah menyelamatkan dari terjadinya infark
atau meminimalkan derajat kerusakan otak yang permanen.(4)
Terapi umum:
a. Stabilisasi jalan napas dan pernapasan
- Pemantauan secara terus-menerus terhadap status neurologis, nadi,
tekanan darah, suhu tubuh dan saturasi oksigen dianjurkan dalam 72
jam pada pasien dengan defisit neurologis yang nyata.
- Pemberian oksigen dianjurkan pada keadaan dengan saturasi oksigen
kurang dari 95 %.
- Perbaiki jalan napas termasuk pemasangan pipa orofaring pada pasien
yang tidak sadar.
- Terapi oksigen diberikan pada pasien hipoksia.
- Pipa endotrakeal diusahakan terpasang tidak lebih dari 2 minggu. (16)
b. Stabilisasi hemodinamik
- Berikan cairan kristaloid atau koloid intravena (hindari pemberian
cairan hipotonik seperti glukosa).
- Dianjurkan pemasangan CVC (Central Venous Catheter) untuk
memantau kecukupan cairan dan sebagai sarana untuk memasukkan
cairan dan nutrisi.
- Optimalisasi tekanan darah. Bila tekanan darah sistolik<120 mmHg
dan cairan sudah mencukupi, maka obat-obat vasopressor dapat
diberikan secara titrasi seperti dopamine dosis sedang/tinggi,
norepinefrin atau epinefrin dengan target tekanan darah sistolik
berkisar 140 mmHg.
Kontrol hipertensi (17)
20
Penurunan tekanan darah pada stroke fase akut hanya bila terjadi
salah satu di bawah ini :
1. Tekanan sistolik >220 mmHg pada 2x pengukuran selang 30
menit.
2. Tekanan diastolic >120 mmHg pada 2x pengukuran selang 30
menit.
3. Tekanan darah arteriol rata-rata (MABP)>130-140 mmHg pada
2x pengukuran selang 30 menit.
4. Disertai infark miokard akut/gagal jantung atau gagal ginjal
akut/diseksi aorta torakalis/retinopati/edema papil
Penurunan tekanan darah maksimal 20% kecuali pada kondisi ke-4
diturunkan sampai batas hipertensi ringan/sebelum stroke.
Obat yang direkomendasikan: golongan beta blocker (labetolol),
ACE inhibitor, dan antagonis kalsium.
Bila diastolik lebih dari 140 mmHg pada dua kali pengukuran
selang 5 menit, dapat diturunkan dengan nitrogliserin drips dengan
pemantauan tekanan darah secara kontinu.
- Pemantauan jantung harus dilakukan selama 24 jam pertama setelah
awitan serangan stroke. (16)
c. Pengendalian peninggian tekanan intrakanial
- Pemantauan ketat terhadap penderita dengan resiko edema serebral
harus dilakukan dengan memperhatikan perburukan gejala dan tanda
neurologis pada hari-hari pertama setelah serangan stroke.
- Penatalaksanaan penderita dengan peningkatan tekanan intracranial
meliputi :
1. Tinggikan posisi kepala 20 derajat-30derajat.
2. Posisi pasien menghindari penekanan vena jugular.
3. Hindari pemberian glukosa atau cairan hipotonik.
4. Hindari hipertermia.
5. Jaga normovolemia.
6. Osmoterapi atas indikasi :
21
Manitol bolus 1g/kgBB dalam 20-30 menit kemudian dilanjutkan
dengan dosis 0,25-0,50 gr/kg BB setiap 6 jam selama maksimal 48
jam, lalu diturunkan perlahan-lahan (tappering off).
Osmolalitas=300-320 m0sm/L.
7. Intubasi untuk menjaga normoventilasi.
8. Kostikosteroid tidak direkomendasikan untuk mengatasi edema
otak dan tekanan tinggi intracranial pada stroke. (16)
d. Pengendalian kejang
- Berikan diazepam bolus lambat IV 5-20 mg dan diikuti fenitoin
loading dose : 15-20 mg/kg bolus dengan kecepatan maksimum 50
mg/menit.
- Bila kejang belum teratasi, maka perlu dirawat di ICU.
- Pada perdarahan intraserebral, obat antikonvulsan profilaksis dapat
diberikan selama 1 bulan, lalu diturunkan dan dihentikan bila tidak ada
kejang selama pengobatan.(16)
e. Pengendalian suhu tubuh
- Setiap penderita stroke yang disertai demam, harus diobati dengan
antipiretika dan diatasi penyebabnya.
- Berikan asetaminofen 650 mg bila suhu lebih dari 38,5 derajat celcius.
- Pada pasien febris atau beresiko terjadinya infeksi, harus dilakukan
kultur dan hapusan dan diberikan antibiotic.
- Jika didapatkan meningitis, maka segera diikuti terapi antibiotic. (16)
f. Nutrisi
- Nutrisi enteral paling lambat sudah harus diberikan dalam 48 jam,
nutrisi oral hanya boleh diberikan setelah hasil tes fungsi menelan
baik.
- Bila terdapat gangguan menelan atau kesadaran menurun, nutrisi
diberikan melalui pipa nasogastrik.
- Pada keadaan akut, kebutuhan kalori 25-30 kkal/kg/hari dengan
komposisi karbohidrat 30-40 % dari total kalori, lemak 20-35 % dan
protein 20-30 %.
22
- Apabila kemungkinan pemakaian pipa nasogastrik diperkirakan > 6
minggu, pertimbangkan untuk gastrostomi.
- Pada keadaan tertentu, yaitu pemberian nutrisi enteral tidak
memungkinkan, dukungan nutrisi boleh diberikan secara parenteral. (16)
Terapi khusus :
Perdarahan Intraserebral
Tata laksana medis :
- Pasien dengan defisiensi berat factor koagulasi sebaiknya mendapat
terapi penggantian factor koagulasi.
- Apabila terjadi gangguan koagulasi, maka dapat dikoreksi dengan
vitamin K 10 mg IV dengan kecepatan pemberian <1 mg/menit untuk
meminimalkan resiko anafilaksis, Fresh Frozen Plasma (FFP) 2-6 unit
diberikan untuk mengoreksi defisiensi factor pembekuan darah bila
ditemukan
- Efek heparin dapat diatasi dengan pemberian protamin sulfat 10-50 mg
IV dalam waktu 1-3 menit.(16)
- Konservatif:
Dengan memperbaiki faal hemostasis dengan diberikannya asam
traneksamat 1gr/6 jam interval.(18)
Mencegah atau mengatasi vasospasme otak pada perdarahan,
diberikan nimodipine yang merupakan golongan Calsium Entry
Blocker
Dosis Nimodipine IV : Untuk 2 jam pertama dari pengobatan
adalah 1 gr/5ml/jam dari nimodipine IV (sekitar 15
mikrogram/kgBB), seharusnya infuse tetap terpasang. Dosis yang
diberikan harus ditingkatkan setelah 2 jam hingga 2 mg/10ml/jam
(sekitar 30 mikrogram/kgBB), dengan penurunan tekanan darah
berat yang harus terus diobservasi. Pasien dengan BB kurang dari
70 kg atau dengan tekanan darah yang tidak stabil, dosis yang
23
diberikan mulai dari 0,5 mg nimodipine tiap jam (2,5 ml) atau
kurang jika dibutuhkan.(19)
- Operatif:
Penatalaksaan operatif pada pasien dengan perdarahan intraserebral
masih kontroversi. Walaupun terdapat indikasi-indikasi jelas bahwa
pasien memerlukan suatu tindakan operatif ataupun tidak, masih
terdapat daerah ”abu-abu” di antaranya. Sebagai contoh pasien usia
muda dengan perdarahan intraserebral pada hemisfer nondominan
yang awalnya sadar dan berbicara kemudian keadaannya memburuk
secara progresif dengan perdarahan intraserebral area lobus
memerlukan penanganan operatif. Sebaliknya, pasien usia lanjut
dengan perdarahan intraserebral luas pada hemisfer dominan disertai
perluasan ke area talamus dan berada dalam kondisi koma tergambar
memiliki prognosis jelek sehingga tindakan operatif tidak perlu
dipertimbangkan. (20)
Dilakukan pada beberapa indikasi-indikasi sebagai berikut.(20)
Volume perdarahan > 20 cc atau diameter > 2 cm
Letak lobar dan kortikal dengan tanda-tanda peninggian tekanan
intracranial akut dan ancaman herniasi otak
Perdarahan cerebellum
Hidrosefalus akibat perdarahan intraventrikel atau cerebellum
GCS > 7
Pasien dengan perdarahan serebelar yang mengalami perburukan
neurologis, atau yang terdapat kompresi batang otak dan atau
hidrosefalus akibat obstruksi ventrikel sebaiknya menjalani operasi
evakuasi bekuan darah secepatnya. Tata laksana awal pada pasien
tersebut dengan drainase ventrikuler saja tanpa evakuasi bekuan
darah tidak direkomendasikan.(16)
Perdarahan Subarachnoid
Tata laksana pasien PSA:
24
- Identifikasi dan atasi nyeri kepala sedini mungkin.
- Tindakan untuk mencegah perdarahan ulang setelah PSA:
a. Kontrol dan monitor tekanan darah untuk mencegah perdarahan
ulang. Hipertensi berkaitan dengan terjadinya perdarahan ulang.
b. Istirahat total di tempat tidur
a. Terapi anti fibrinolitik untuk mencegah perdarahan ulang
direkomendasikan pada keadaan klinis tertentu. Terapi anti
fibrinolitik dikontraindikasikan pada pasien dengan koagulopati,
riwayat infark miokard akut, stroke iskemik, emboli paru atau
thrombosis vena dalam. Terapi anti fibrinolitik lebih dianjurkan
pada pasien dengan resiko rendah terhadap terjadinya vasospasme
atau pada pasien dengan penundaan operasi.
- Hindari pemakaian obat-obatan sedative yang berlebihan karena akan
menyulitkan penilaian status neurologis. (16)
- Konservatif:
Untuk mencegah dan tatalaksana vasospasme :
a. Pemberian nimodipine dimulai dengan dosis 1-2 mg/jam IV
pada hari ke-3 atau secara oral 60 mg setiap 6 jam selama 21
hari.
b. Pengobatan vasospasme serebral dimulai dengan penanganan
aneurisma yang rupture dengan mempertahankan volume darah
sirkulasi yang normal dan menghindari terjadinya hipovolemia.
c. Terutama pada pasien PSA dengan tanda-tanda vasospasme,
terapi hiperdinamik yang dikenal dengan Triple-H
(Hipervolemic, Hipertensive, Hemodilution) perlu
dipertimbangkan dengan tujuan mempertahankan tekanan
perfusi serebral.
Pengobatan simptomatik untuk sakit kepala :
a. Asetominofen 0,5-1 gr/4-6 jam dengan dosis maksimal 4 gr/4-6
jam.(18)
b. Kodein fosfat 30-60 mg oral atau IM/4-6 jam. (16)
25
- Operatif:
Pertimbangan dilaksanakannya operasi, yaitu tergantung pada
tingkat kesadaran, besarnya perdarahan, letaknya perdarahan, usia
pasien, dan penyakit penyerta.
Tindakan operatif yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut.
*Craniotomy Decompresi
*External Ventrikular Drainage
*Clipping Aneurisma
*Dekompresi Cerebellum
Untuk mencegah re-bleeding, setelah prosedur diagnostic
(arteriografi) (20)
I. KOMPLIKASI
1. Infeksi saluran kemih
2. Bronkopneumonia
3. Stress ulcer
4. Ulkus dekubitus
5. Tekanan intrakanial meningkat
6. Hiponatremia
7. Thrombosis vena dalam
8. Spastisitas
9. Disfagi
10. Disfungsi kandung kemih dan pencernaan
11. Depresi
12. Hidrosefalus(16)
J. PROGNOSIS
1. Perdarahan Intraserebral
Prognosis stroke perdarahan intraserebral tergantung pada kondisi saat
masuk, lokasi perdarahan serta volume perdarahan. Volume perdarahan lebih
dari 50 ml mempunyai prognosis yang buruk.(21)
26
Perdarahan intraserebral menghasilkan tingkat kematian dari 40% menjadi
80% dalam waktu 30 hari, setengah dari kematian terjadi dalam 2 hari
pertama. Prognosis untuk perdarahan intraserebral yang melibatkan batang
otak, 75% dari individu yang sekarat dalam waktu 24 jam dari kejadian.(22)
2. Perdarahan Subarachnoid
Sebanyak 30 pasien meninggal karena perdarahan akut. Jika timbul
perdarahan ulang (sekunder), angka kematian lebih dari 60%. Prognosis
buruk, jika koma atau defek neurologis mayor telah terjadi. Oleh karena itu,
intervensi harus dilakukan sejak awal. Secara keseluruhan, kurang dari 40%
kasus mempunyai hasil akhir yang baik.(15)
DAFTAR PUSTAKA
1. Mardjono, Mahar dan Priguna Sidharta. 2008. Mekanisme Gangguan
Vaskuler Susunan Saraf dalam Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: PT Dian
Rakyat. 269-92.
27
2. Wilkinson, Iain dan Graham Lennox. 2005. Stroke in Essential Neurology:
Fourth Edition. Hongkong: Blackwell Publishing. 25-37.
3. Hartwig, Mary S. dan Lorraine M. Wilson. 2005. Gangguan Sistem
Neurologik dalam Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC.
4. Gofir, Abdul dan Indera. 2009. Manajemen Stroke – Evidence Based
Medicine. Yogyakarta: Pustaka Cendekia Press.
5. Department of Mental Health and Substance Abuse. Stroke in Disease
Control Priorities Related to Mental, Neurological, Developmental, and
Substance Abuse Disorders. Geneva: WHO. 26-37.
6. Sastrodiningrat, AG. 2006. Perdarahan Intraserebral Hipertensif dalam
Majalah Kedokteran Nusantara Volume 39 No. 3.
7. Davis, Larry E, Molly K. King, dan Jessica L. Schultz. 2005. Disorders of
the Cerebrovascular System in Fundamentals of Neurologic Disease. New
Mexico: Demos. 94-9.
8. Tubbs, R. Shane. Circle of Willis Anatomy. Diunduh dari:
http://emedicine.medscape.com/article/1877617-overview. Last update Jan
18, 2013.
9. Anymous. What Is an Arteriovenous Malformation (AVM)? Diunduh dari:
http://www.strokeassociation.org/STROKEORG/AboutStroke/TypesofStr
oke/HemorrhagicBleeds/What-Is-an-Arteriovenous-Malformation-
AVM_UCM_310099_Article.jsp. Last update, Jan 20, 2013.
10. Koenigsberg, Robert A. Brain Imaging in Arteriovenous Malformation.
Diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/337220-overview.
Last update, Jan 20, 2013.
11. Perdarahan Subaraknoid. Last updated 2009. Available from
http://irwanashari.blogspot.com/2009/12/perdarahan-subaraknoid.html
12. Chen CI, Bhardwaj A, Intracerebral Hemorrhage, cited at
strokecenter.stanford.edu/PDFs/Chapter_15.pdf, online on 17 jan 2013
28
13. Tsementzis, Sotirios A. 2000. Stroke Risk Factors in Differential
Diagnosis in Neurology and Neurosurgery. New York: Thieme Stuttgart.
155-58.
14. Kaye, Andrew H. 2005. Essential Neurosurgery: Third Edition.
Hongkong: Blackwell Publishing. 125-57.
15. JS, Huff. Cerebellar Hemorrhage. Diunduh dari:
http://Emedicine.Medscape.Com/Article/1163554-Clinical#A0217. Last
update, Jan 19, 2013
16. Pokdi Stroke. Guideline Stroke. Jakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis
Saraf Indonesia PERDOSSI.2011.
17. Standar Pelayanan Medik. Makassar: Bagian/SMF Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin/RSUP Dr. Wahidin
Sudirohusodo.
18. Anwar, Yuneldi. 2006. Stroke Hemoragik. Medan: Departemen Neurologi
FK USU.
19. Anymous. Medicine and Drugs – Nimodipine. Dunduh dari:
http://www.patient.co.uk/medicine/Nimodipine.htm. Last update Jan 16,
2013.
20. Anymous. 2008. Stroke dan Bedah Saraf. Jakarta: RS Mitra Keluarga.
21. Setyopraroto, Ismail. 2008. Pendekatan Evidence - Based Medicine pada
Manajemen Stroke Perdarahan Intraserebral. Yogyakarta: Bagian
Neurologi FK UGM.
22. Anymous. 2006. Inracranial hemorrhage. Jakarta: MD Guidelines.
29