Transcript

GAMBARAN RADIOLOGI ABSES PARUOctavina Sri Indra Handayani, 1008012012

DEFINISIAbses paru adalah infeksi dekstruktif berupa lesi nekrotik pada jaringan paru yang terlokalisir sehingga membentuk kavitas yang berisi nanah (pus) dalam parenkim paru pada satu lobus atau lebih.(1) Kavitas ini berisi material purulen sel radang akibat proses nekrotik parenkim paru oleh proses terinfeksi. Bila diameter kavitas < 2 cm dan jumlahnya banyak (multiple small abscesses) dinamakan necrotizing pneumonia.(2)

ETIOLOGIKuman atau bakteri penyebab terjadinya abses paru Staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae types B, C, F, and nontypable, Streptococcus viridans, pneumonia, Alpha-hemolytic streptococci, Neisseria sp., Mycoplasma pneumonia. Disebut abses primer apabila infeksi diakibatkan aspirasi atau pneumonia yang terjadi pada orang normal, sedangkan abses sekunder apabila infeksi terjadi pada orang yang sebelumnya sudah mempunyai kondisi seperti obstruksi, bronkektasis dan gangguan imunitas.(1) Terjadinya abses paru biasanya melalui dua cara, yaitu aspirasi dan hematogen.(1) Yang paling sering ditemukan adalah abses paru bronkogenik akibat aspirasi. Hal ini dapat disebabkan oleh kelainan anatomis, sumbatan bronkus maupun tumor. Sedangkan abses paru melalui hematogen biasanya berhubungan dengan infeksi.

PATOFISIOLOGIAbses paru timbul bila parenkim paru terjadi obstruksi, infeksi kemudian menimbulkan proses supurasi dan nekrosis. Perubahan reaksi radang pertama dimulai dari supurasi dan trombosis pembuluh darah lokal, yang menimbulkan nekrosis dan likuifikasi. Pembentukan jaringan granulasi terjadi mengelilingi abses, melokalisir proses abses dengan jaringan fibrotik.(3-5) Seiring dengan membesarnya fokus supurasi, abses akhirnya akan pecah ke saluran nafas. Oleh karena itu, eksudat yang terkandung di dalamnya mungkin keluar sebagian, menghasilkan batas udara-air (air-fluid level) pada pemeriksaan radiologi. Abses yang pecah akan keluar bersama batuk sehingga terjadi aspirasi pada bagian lain dan akhirnya membentuk abses paru yang baru. Kadang-kadang abses pecah ke dalam rongga pleura dan menghasilkan fistula bronkopleura, yang menyebabkan pneumotoraks atau empiema.(6)

GEJALA KLINIKGejala klinis timbul satu sampai tiga hari setelah aspirasi.(3-6) Gejalanya menyerupai pneumonia pada umumnya, diantaranya panas badan dijumpai berkisar 70% - 80% penderita abses paru. Kadang dijumpai dengan temperatur > 400C disertai menggigil, batuk, pada stadium awal non produktif. Bila terjadi hubungan rongga abses dengan bronkus batuknya menjadi meningkat dengan bau busuk yang khas (Foetor ex oroe), nyeri dada, batuk darah dan gejala tambahan lain seperti lelah, penurunan nafsu makan dan berat badan. Jari tabuh dapat timbul dalam beberapa minggu terutama bila drainase tidak baik. Pada pemeriksaan fisik dapat dijumpai kelainan seperti nyeri tekan lokal, tanda-tanda konsolidasi seperti redup pada perkusi, suara bronchial dengan ronki basah atau krepitasi di tempat abses, mungkin ditambah dengan tanda-tanda efusi pleura.(3)

PEMERIKSAAN PENUNJANGa. Pada pemeriksaan darah rutinb. Pemeriksaan sputumc. Pemeriksaan kultur bakteri dan test kepekaan antibiotik

PEMERIKSAAN RADIOLOGI1. Foto polosFoto dada PA dan lateral sangat membantu untuk melihat lokasi lesi dan bentuk abses paru. Pada hari-hari pertama penyakit, foto dada hanya menggambarkan gambaran opak dari satu ataupun lebih segmen paru, atau hanya berupa gambaran densitas homogen yang berbentuk bulat. Kemudian akan ditemukan gambaran radiolusen dalam bayangan infiltrat yang padat.(7) Selanjutnya bila abses tersebut mengalami ruptur sehingga terjadi drainase abses yang tidak sempurna ke dalam bronkus, maka akan tampak kavitas irregular dengan batas cairan dan permukaan udara (air-fluid level) di dalamnya. Kavitas ini berukuran 2 20 cm.(8) Gambaran spesifik ini tampak dengan mudah bila kita melakukan foto dada PA dengan posisi berdiri. Khas pada paru anaerobik kavitasnya singel (soliter) yang biasanya ditemukan pada infeksi paru primer, sedangkan abses paru sekunder (aerobik, nosokomial atau hematogen) lesinya bisa multipel.(1)

Posisi Posterior-Anterior (PA) :Terdapat area berbatas tegas transparan di lobus kiri atas (panah putih)Kavitas diisi oleh cairan dan udara (air-fluid level) (panah hitam)

Posisi Lateral : Kavitas terlihat di lobus kiri atas dengan udara dan cairan didalamnya (panah putih)

2. CT-ScanCT-Scan dapat menunjukkan lesi yang tidak terlihat pada pemeriksaan foto polos dan dapat membantu menentukan lokasi dinding dalam dan luar kavitas abses.(8) Pada gambaran CT-Scan tampak kavitas terlihat bulat dengan dinding tebal, tidak teratur dengan air-fluid level dan terletak di daerah jaringan paru yang rusak. Tampak bronkus dan pembuluh darah paru berakhir secara mendadak pada dinding abses, tidak tertekan atau berpindah letak. Abses paru juga dapat membentuk sudut lancip dengan dinding dada.(9)

Gambaran CT scan contrast-enhanced axial menunjukkan lesi kavitas yang besar di lobus bawah kiri dengan dinding yang relatif tebal (black arrow). Kavitas memiliki batas dalam yang halus dan air-fluid level (white arrow). Terdapat reaksi inflamasi pada sekitar paru-paru (yellow arrow). Terlihat adanya sudut lancip dengan dinding posterior dada.

3. Ultrasonografi (USG)Pemeriksaan USG jarang dianjurkan pada pasien dengan abses paru. Namun, USG juga dapat mendeteksi abses paru, tampak lesi hipoechic bulat dengan batas luar. Apabila terdapat kavitas, didapati adanya tambahan tanda hiperechoic yang dihasilkan oleh gas-tissue interface.(1)

Terletak dekat dengan dinding thoraks, proses di dalam paru kira-kira sebesar 2,5x2x2 cm (pointed angle between pleura and process) dengan dinding membran. Setelah pengobatan, hanya terdapat sisa gambaran hipoechoic di tempat abses sebelumnya (setelah beberapa minggu)

4. Magnetik Resonance Imaging (MRI)MRI berhasil mengidentifikasi penyakit paru secara akurat untuk menentukan lokalisasi penyakit pada lapangan paru. Pada pasien dengan pneumonia dan abses paru, peradangan akut berhubungan dengan peningkatan intensitas sinyal pada T2 bila dibandingkan dengan T1 weighted image. Pasien dengan inflamasi pseudotumor menunjukkan peningkatan yang lebih kecil dalam intensitas sinyal pada T2 weuighted image daripada yang terlihat di pneumonia akut. Kavitas abses adalah rongga yang diidentifikasi sepanjang dinding yang menebal. Pada pasien dengan penyakit paru difus (diffuse histoplasmosis, TBC milier, penyakit Letterer-Siwe, dan alveolitis alergi), masing-masing penyakit muncul dengan gambaran MRI yang berbeda.. Studi-studi terdahulu menunjukkan bahwa Magnetic Resonance Imaging efektif untuk mengidentifikasi penyakit paru pada anak-anak dan dapat meningkatkan kemampuan ahli radiologi untuk membedakan gangguan paru.(10)

DIAGNOSA BANDING1. Karsimoma bronkogenik yang mengalami kavitasi 2. Tuberkulosis paru atau infeksi jamur3. Enfisema4. Hematom paru5. Pneumokoniosis

PENGOBATAN1. Antibiotik2. Drainase3. Reseksi pembedahan

KOMPLIKASI1. Emfisema2. Pneumothoraks

PROGNOSISPada penderita dengan beberapa faktor predisposisi mempunyai prognosa yang lebih jelek dibandingkan dengan penderita dengan satu faktor predisposisi. Sekitar 80-90% penderita sembuh dengan pengobatan anti biotik.(11) Namun ada beberapa faktor yang memperbesar angka mortalitas pada abses paru seperti system imunitas menurun dan usia lanjut. (12)

DAFTAR PUSTAKA

1. Rasyid, A., 2006. Abses Paru. Dalam : Sudoyo, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Pusat Penerbitan Departemen IPD FK-UI, Jakarta. Halaman 1052-10552. Kamangar, dkk. 2009. Lung Abscess. Emedicine. Available from http://emedicine.medscape.com/article/299425-overview [Accessed on 19 Februari 2011] 3. Alsagaff,H., dkk. 2006. Abses Paru dalam Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru: Airlangga University Press, Surabaya. Halaman 136-140. 4. Barlett, J.G., 1992. Lung Abscess in : Cecil text book of Medicine 19th ed ; Phildelphia. Halaman : 413 415 dalam Asuhan Keperawatan Abses Paru. Available from http://wwwdagul88.blogspot.com/2011/02/askep-abses-paru.html [Accessed on 20 Februari 2011] 5. 8. Ricaurte, K.K., dkk. 1999. Allergic broucho pulumonary aspergillosis with multiple Streptococceus pneumonie. Lung Abscess : an unussual insitial case presentation. Journal of Allergy and Clinical Imonoligy 104. 238 240. 6. Maitra,A., Kumar, V., 2007. Abses Paru. Dalam : Robbins, Buku Ajar Patologi Edisi 7. EGC, Jakarta. Halaman 556. 7. Garry,dkk. 1993. Lung Abscess in a Lange Clinical Manual : Internal Medicina : Diagnosis and Therapy 3rd ; Oklahoma. 119 120. 8. Juhl, John., dkk. Essentials of Radiologic Imaging. Mexico. Halaman 755-757. 9. Rasad, S., 2005. Radiologi Diagnostik Edisi Kedua: Fakultas Kedokteran UI, Jakarta. Halaman 101-103. 10. Cohen, M.D., Eigen, H., 2005. Magnetic resonance imaging of inflammatory lung disorders: preliminary studies in children. Pediatri Pulmonol.Jul-Aug;2(4):211-7 11. Wali, S.O., dkk. 2002. Percutaneous drainage of pyogenic lung abscess. Scand Jurnal Infection Disease 34 (9): 673-676. Available from : http://www.kau.edu.sa/Files/140/Researches/50029_20495.pdf [accessed 21 Februari 2011] 12. Hishberg, B.,dkk 1999 Factors Predicting Mortality of Patients with Lung Abscess. Chest. Halaman 746-752. Available from: http://chestjournal.chestpubs.org/content/115/3/746.abstract [accessed on 21 Februari 2011)


Top Related