Download - fistum etri laporan
RESPON FISIOLOGI TANAMAN CABAI RAWIT(Capsicum frutescens L) TERHADAP STRESS GARAM
Oleh :
DewitriB1J011063
LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN I
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAANUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGIPURWOKERTO
2012
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Stres garam terjadi dengan terdapatnya salinitas atau konsentrasi garam-
garam terlarut yang berlebihan dalam tanaman. Stres garam ini umumnya terjadi
dalam tanaman pada tanah salin. Tanah salin mengandung konsentrasi garam larut
tinggi atau sodium dapat ditukar tinggi. Faktor –faktor yang mempengaruhi
kandungan garam dalam tanah yang adalah tekstur tanah, sebaran garam dalam
profil tanah, komposisi garam, dan spesies tanaman. Kejenuhan Na yang tinggi
tidak selalu disertai dengan nilai pH yang tinggi. Pertumbuhan tanaman akan
menunjukkan kelainan akibat pengaruh kondisi fisik yang buruk atau persentase
daya tukar Na yang tinggi. Kelebihan garam mengakibatkan ketahanan penetrasi
dan tarik tanah tinggi dan kation Ca,Mg, Na, serta ESP tinggi
Stres garam meningkat dengan meningkatnya konsentrasi garam hingga
tingkat konsentrasi tertentu yang dapat mengakibatkan kematian tanaman. Garam-
garam yang menimbulkan stres tanaman antara lain ialah NaCl, NaSO4, CaCl2,
MgSO4, MgCl2 yang terlarut dalam air (Sipayung, 2006). Stres akibat kelebihan
Na+ dapat mempengaruhi beberapa proses fisiologi dari mulai perkecambahan
sampai pertumbuhan tanaman. Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa tingkat
anti-oksidatif enzim meningkat ketika tanaman yang terkena cekaman biotik atau-
biotik termasuk salinitas. Perbandingan respon kultivar dan / atau spesies terkait
menunjukkan diferensial kepekaan terhadap stres garam, ada hubungan antara
toleransi garam dan peningkatan aktivitas dari sistem anti-oksidan
(Chookhampaeng, 2011).
Cabai rawit (Capsicum frutescens L) merupakan salah satu jenis tanaman
yang tidak tahan salinitas tinggi (glycophyta). Ketahanan terhadap salinitas adalah
kemampuan untuk mempertahankan pertumbuhan dan metabolisme pada
lingkungan yang kaya akan NaCl (Munns et al., 1995). Ketahanan tersebut
ditentukan oleh oleh beberapa faktor struktural dan fisiologis yang berbeda namun
sangat berkaitan membentuk sebuah pengaruh yang sangat kompleks (Robinson et
al., 1997, sementara, tumbuhan tingkat tinggi tidak memiliki metabolisme yang
tahan garam, meskipun tumbuhan tersebut terbenam dalam air laut (Yeo, 1998).
B. Tujuan
1. Memahami bahwa pertumbuhan tanaman dipengaruhi oleh faktor internal dan
eksternal (lingkungan).
2. Memahani bahwa kondisi lingkungan yang ekstrim (cekaman) merupakan
kondisi yang kurang menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman.
3. Menentukan besarnya kandungan garam dalam media tanam dimana tanaman
masih toleran untuk tumbuh.
4. Menjelaskan dampak cekaman garam tinggi terhadap perubahan-perubahan
fisiologi tanaman cabai rawit (Capsicum frutescens L),
II. MATERI DAN METODE.
A. Materi
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: magnetic stirrer,
timbangananalitis, oven, mikroskop stereo, kamera, gelas ukur, gelas Beaker,
gelas Erlenmeyer, microtom, karet gelang, dan kertas label.
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: tanaman cabai
rawit (Capsicum frutescens L), NaCl, ethanol PA, xilol, ethanol 96 %, parafin,
asam asetat glasial, formalin, safranin.
B. Metode
1. Cara Kerja:
Pengukuran luas daun
1. Pengukuran luas daun dilakukan dengan metode gravimetri.
2. Dengan menggunakan kertas HVS 70 gram, dibuat kotak bujung sangkar berukur
10 X 10 cm, dengan demikian luas kertas tersebut adalah 100 cm2.
3. Kertas bujur sangkar (a) ditimbang dengan timbangan analitik, misalnya X gram
(B).
4. Dibuat pola daun ke-2 tanaman sampel kertas bujursangkar dipotong sesuai pola
yang dibuat, untuk kemudian ditimbang dengan timbangan analitik, misalnya
terukur Y gram. Dihitung dengan rumus rumus :
Luas daun = AC cm2
B
Pengukuran Tinggi Tanaman
1. Pengukuran tinggi tanaman dilakukan dengan cara mengukur tinggi tanaman
mulai dari pangkal batang sampai titik tumbuh apical tanaman.
2. Pertambahan tinggi tanaman dihitung dengan rumus: (∆h=ht – ht-1)
Pengukuran berat basah dan berat kering
1. Memisahkan media dari akar tanaman, dilakukan dengan cara menyobek polybag,
membuang media tanaman dengan air, diusahakan akar tidak ikut terbuang.
2. Memotong atau memisahkan bagian akar, batang, dan daun tanaman.
3. Menimbang masing – masing bagian tanaman (berat basah).
4. Mengkeringkan masing – masing bagian tanaman dengan cara mengoven sampai
dengan diperoleh berat yang konstan (berat kering).
5. Menghitung ratio berat basah dan berat kering masing – masing akar dan batang
.
Pengukuran Kandungan Klorofil
1. Memotong daun segar dengan ukuran 1 x 1 cm (1cm2) dan dilumatkan dalam
mortar dengan pelarut aseton 80 % sampai semua pigment terlarut.
2. Dengan menggunakan spektrofotometer, baca absorbansi filtrat pada panjang
gelombang 470 nm, 646 nm, dan 663 nm.
2. Metode Penelitian
Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan dasar Rancangan
Acak Lengkap (RAL) dengan perlakuan berupa konsentrasi garam NaCl (K) yang
diberikan yaitu: K0 (kontrol), K1 (10 mM NaCl), K2 (20 mM NaCl), K3 (30 mM
NaCl), K4 (40 mM NaCl), dan K5 (50 mM NaCl). Masing-masing perlakuan
diulang minimal 3 kali.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Gambar 1. Foto Tanaman Minggu 1
Gambar 2. Foto Tanaman Minggu 2
Gambar 3. Foto Tanaman Minggu 3
Gambar 4. Foto Tanaman Minggu 4
Gambar 5. Foto Tanaman Minggu 5
Gambar 6. Foto Tanaman Minggu 6
Gambar 7. Foto Tanaman Minggu 7
Gambar 8 . Foto Tanaman Minggu 8
Gambar 9. Foto Berat Basah
Gambar 10. Foto Berat Kering
Gambar 11. Foto Kandungan Klorofil
Gambar 12. Foto Luas Daun I
Gambar 13. Foto Luas Daun II
Gambar 14. Foto Luas Daun III
Gambar 15. Foto Luas Daun IV
ANOVA I
NoSumber
ragamdB JK KT Fhitung
FTabel
0,05 0,01
1 Perlakuan 5 0,00 0,000192 1,302838 ns 2,62 3,9
2 Galat 24 0,00 0,000147
3 Total 29 0,00
RGR I
0 1 2 3 4 5 6 70
0.005
0.01
0.015
0.02
0.025
0.00516687929191724
0.00840110702721595
0.0172673777952398
0.0224856088712183
0.0120001405049363
0.012874027054355
RGR I
Perlakuan
ANOVA II
NoSumber
ragamdB JK KT Fhitung
FTabel
0,05 0,01
1 Perlakuan 5 0,00
0,00019
3
0,5759
3 ns 2,62 3,9
2 Galat 24 0,01
0,00033
5
3 Total 29 0,01
RGR II
0 1 2 3 4 5 6 70
0.005
0.01
0.015
0.02
0.025
0.00832909743784133
0.0129245154700563
0.0151838748643651
0.00285889866979367
0.0178537485114767
0.0193567101098455
RGR II
Perlakuan
ANOVA III
NoSumber
ragamdB JK KT Fhitung
FTabel
0,05 0,01
1 Perlakuan 5 0,00
0,00024
8
0,62021
6 ns 2,62 3,9
2 Galat 24 0,01 0,0004
3 Total 29 0,01
RGR III
0 1 2 3 4 5 6 70
0.005
0.01
0.015
0.02
0.025
0.03
0.035
0.01806280362951910.016411550214
7043
0.00835614506650339
0.0174345379235196
0.0302690198411947
0.019502944025655
RGR III
Perlakuan
ANOVA DATA PENGAMATAN IV
NoSumber
ragamdB JK KT Fhitung
FTabel
0,05 0,01
1
Perlakua
n 5 0,01
0,00114
6
2,36838
1 ns 2,62 3,9
2 Galat 24 0,01
0,00048
4
3 Total 29 0,02
RGR IV
0 1 2 3 4 5 6 70
0.01
0.02
0.03
0.04
0.05
0.06
0.0503921093817274
0.00862471949148635
0.02709872265331650.021674422296
9077
0.0267089102576348
0.0101722588139093
RGR IV
Perlakuan
ANOVA V
NoSumber
ragamdB JK KT Fhitung
FTabel
0,05 0,01
1
Perlakua
n 5 0,00
0,00022
2
0,56245
3 ns 2,62 3,9
2 Galat 24 0,01
0,00039
5
3 Total 29 0,01
RGR V
0 1 2 3 4 5 6 7
-0.005
0
0.005
0.01
0.015
0.02
0.0143442052703047
0.00526904659342739
-0.000763455669
560225
0.00911509214133538
0.0178274859754933
0.0120160099088934
RGR V
Perlakuan
ANOVA VI
NoSumber
ragamdB JK KT Fhitung
FTabel
0,05 0,01
1
Perlakua
n 5 0,00
0,00027
6
0,65845
7 ns 2,62 3,9
2 Galat 24 0,01
0,00041
9
3 Total 29 0,01
RGR VI
0 1 2 3 4 5 6 70
0.005
0.01
0.015
0.02
0.025
0.03
0.015054614370549
0.00854297030472747
0.0258439021112956
0.00831722405804672
0.0168007504890011
0.0239754543588099
RGR VI
Perlakuan
ANOVA VII
NoSumber
ragamdB JK KT Fhitung
FTabel
0,05 0,01
1
Perlakua
n 5 0,00
0,00011
3
0,78015
2 ns 2,62 3,9
2 Galat 24 0,00
0,00014
5
3 Total 29 0,00
RGR VII
0 1 2 3 4 5 6 70
0.0020.0040.0060.008
0.010.0120.0140.0160.018
0.00918527493850334
0.0155106525855177
0.00451675959852849
0.004774945506844960.003748044130
882810.00318809449163543
RGR VII
Perlakuan
ANOVA DATA LUAS DAUN I
NoSumber
ragamdB JK KT Fhitung
FTabel
0,05 0,01
1 Perlakuan 5 4,47
0,89358
6
0,72659
6 ns 2,62 3,9
2 Galat 24 29,52
1,22982
5
3 Total 29 33,98
GRAFIK LUAS DAUN I
K0 (0 mM) K1 (10 mM) K2 (20 mM) K3 (30 mM) K4 (40 mM) K5 (50 mM)0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
1.4
0.2702 0.3132
0.5880.631000000000
001
1.2661.171
Kandungan Klorofil
Perlakuan
ANOVA DATA LUAS DAUN II
NoSumber
ragamdB JK KT Fhitung
FTabel
0,05 0,01
1 Perlakuan 5 9,51
1,90248
8
0,59126
6 ns 2,62 3,9
2 Galat 24 77,22
3,21765
1
3 Total 29 86,74
GRAFIK LUAS DAUN II
K0 (0 mM) K1 (10 mM) K2 (20 mM) K3 (30 mM) K4 (40 mM) K5 (50 mM)0
0.20.40.60.8
11.21.41.61.8
2
1.262
0.628200000000001 0.548 0.503
1.808 1.8012
Kandungan Klorofil
Perlakuan
ANOVA DATA LUAS DAUN III
NoSumber
ragamdB JK KT Fhitung
FTabel
0,05 0,01
1 Perlakuan 5 8,07
1,61403
7
0,68483
8 ns 2,62 3,9
2 Galat 24 56,56
2,35681
6
3 Total 29 64,63
GRAFIK LUAS DAUN III
K0 (0 mM) K1 (10 mM) K2 (20 mM) K3 (30 mM) K4 (40 mM) K5 (50 mM)0
0.20.40.60.8
11.21.41.61.8
2
1.3952
0.44920.684 0.592
1.446
1.8472
Kandungan Klorofil
Perlakuan
ANOVA DATA LUAS DAUN IV
NoSumber
ragamdB JK KT Fhitung
FTabel
0,05 0,01
1 Perlakuan 5 0,44
0,08858
2
0,9505
6 ns 2,62 3,9
2 Galat 24 2,24
0,09318
9
3 Total 29 2,68
GRAFIK LUAS DAUN IV
K0 (0 mM) K1 (10 mM) K2 (20 mM) K3 (30 mM) K4 (40 mM) K5 (50 mM)0
0.10.20.30.40.50.60.70.80.9
0.431
0.630200000000001
0.766000000000002 0.8082
0.671400000000001 0.613200000000
001
Kandungan Klorofil
Perlakuan
ANOVA RASIO BERAT KERING : BERAT BASAH
NoSumber
ragamdB JK KT Fhitung
FTabel
0,05 0,01
1 Perlakuan 5 0,76
0,15299
6
0,3561
9 ns 2,62 3,9
2 Galat 24 10,31 0,42953
6
3 Total 29 11,07
RGR RASIO BERAT KERING : BERAT BASAH
K0 (0 mM) K1 (10 mM) K2 (20 mM) K3 (30 mM) K4 (40 mM) K5 (50 mM)0
0.10.20.30.40.50.60.70.80.9
1
0.537718414481842 0.427429688578
578
0.817449630291395
0.897137817556125
0.684744416853585
0.734366701132743
Rasio BK:BB
Perlakuan
ANOVA KANDUNGAN KLOROFIL
NoSumber
ragamdB JK KT Fhitung
FTabel
0,05 0,01
1 Perlakuan 5 19,11
3,82103
9
0,42715
4 ns 2,62 3,9
2 Galat 24
214,6
9
8,94534
6
3 Total 29
233,7
9
GRAFIK KANDUNGAN KLOROFIL
K0 (0 mM) K1 (10 mM) K2 (20 mM) K3 (30 mM) K4 (40 mM) K5 (50 mM)0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
1.06632
1.59856
3.6252
1.76672 1.729162.14128
Kandungan Klorofil
Perlakuan
B. Pembahasan
Hasil pengamatan stres garam dengan parameter luas daun, Fhitung yang didapat
pada luas daun I adalah 0.726596 yang lebih kecil dari F tabel 0,05 = 2.62 dan 0,01
= 3,9. Fhitung yang didapat luas daun II adalah 0.591266 yang lebih kecil dari F tabel
0,05 = 2.62 dan 0,01 = 3,9. Fhitung yang didapat pada luas daun III adalah 0,684838
yang lebih kecil dari F tabel 0,05 = 2.62 dan 0,01 = 3,9. Fhitung yang didapat pada luas
daun IV adalah 0.95056 yang lebih kecil dari F tabel 0,05 = 2.62 dan 0,01 = 3,9. Hal
ini menunjukkan hasil yang non signifikan yang artinya garam tidak
mempengaruhi secara nyata pada varietas luas daun tanaman. Tingginya salinitas
tanah mengakibatkan potensial air tanaman semakin rendah yang mengakibatkan
tanaman mengalami dehidrasi. Keadaan seperti ini sangat potensial menekan
perluasan daun. Hasil pengamatan stress garam dengan parameter berat basah dan
berat kering didapatkan rasio bahwa Fhitung = 0,35619 yang didapat lebih kecil dari
F tabel 0,05 = 2.62 dan 0,01 = 3,9. Berarti hasil ini non signifikan yang artinya stres
garam tidak mempengaruhi secara nyata pada berat basah dan berat kering
tanaman. Yuniati (2004) menyatakan bahwa kadar stress garam yang tinggi dapat
meningkatkan laju transpirasi, sehingga tanaman menjadi layu dan berat basahnya
berkurang. Garam yang berada pada tanaman mengakibatkan potensial osmosis
tanaman menurun sehingga proses transportasi dari akar ke daun maupun dari
daun ke akar akan menjadi terhambat dan sehingga proses fotosintesis terhambat,
maka berat kering akan berkurang. Hal ini didukung oleh Harnowo (2002) yang
mengatakan bahwa hasil berat kering tanaman merupakan keseimbangan antara
pengambilan CO2 untuk fotosintesis. Umumnya, salinitas mengurangi
pertumbuhan tanaman dan bobot kering. Fe, Mn, Cu dan Zn konsentrasi lebih
tinggi pada akar dibandingkan pada daun dan tunas dalam sampel garam.
Hasil pengamatan stres garam dengan parameter tinggi tanaman yang
didapat pada laju pertumbuhan 1 (RGR I) mengalami fluktuasi pada konsentrasi
0mM, 10mM, 20mM, 30mM dan 50mM. Dapat dilihat dari anova Fhitung yang
dihasilkan 1,302838 lebih kecil dari F tabel 0,05 = 2,62 dan 0,01= 3,9 yang
menunjukan data nonsignifikan. Fhitung yang didapat pada laju pertumbuhan 2
(RGR II) adalah 0,57593 yang lebih kecil dari F tabel 0,05= 2,62 dan 0,01 = 3,9
Fhitung yang didapat pada laju pertumbuhan 3 (RGR III) adalah 0,620216 yang
lebih kecil dari F tabel 0,05 = 2,62 dan 0,01 = 3,9. Fhitung yang didapat pada laju
pertumbuhan 4 (RGR IV) adalah 2,368381 yang lebih kecil dari F tabel 0,05 = 2.62
dan 0,01 = 3,9. Fhitung yang didapat pada laju pertumbuhan 5 (RGR V) adalah
0,562453 yang lebih kecil dari F tabel 0,05 = 2.62 dan 0,01 = 3,9. Fhitung yang didapat
pada laju pertumbuhan 6 (RGR VI) adalah 0.658457 yang lebih kecil dari F tabel
0,05 = 2.62 dan 0,01 = 3,9. Fhitung yang didapat pada laju pertumbuhan 7 (RGR
VII) adalah 0.780152 yang lebih kecil dari F tabel 0,05 = 2.62 dan 0,01 = 3,9.
Berdasarkan data tersebut dari laju pertumbuhan 1 sampe 7 menunjukkan non
signifikan yang artinya stress garam tidak mempengaruhi secara nyata tinggi
tanaman. Penghambatan tinggi tanaman biasanya terkait dengan terjadinya
klorosis dan nekrosis. Pertumbuhan sel tanaman pada tanah salin memperlihatkan
struktur yang tidak normal. Penyimpangan yang terjadi meliputi kehilangan
integritas membran, kerusakan lamella, kekacauan organel sel, dan akumulasi
Kalsium Oksalat dalam sitoplasma, vakuola, dinding sel dan ruang antar sel.
Kerusakan struktur ini akan mengganggu transportasi air dan mineral hara dalam
jaringan tanaman (Sipayung, 2006).
Hasil pengamatan pada stress garam dengan parameter kandungan klorofil
total menunjukkan bahwa tanaman cabai rawit (Capsicum frutescens L) dengan
nilai Fhitung 0.427154 adalah lebih kecil dari Ftabel 0,05 = 2.62 dan 0,01 = 3,9 yang
artinya perlakuan stress garam tidak berpengaruh (non significant). Hal tersebut
tidak sesuai dengan pernyataan Basri, (1991), gejala pertumbuhan tanaman pada
tanah dengan tingkat salinitas yang cukup tinggi adalah pertumbuhan yang tidak
normal seperti daun mengering di bagian ujung dan gejala klorosis. Gejala ini
timbul karena konsentrasi garam terlarut yang tinggi menyebabkan menurunnya
potensial larutan tanah sehingga tanaman kekurangan air. Sifat fisik tanah juga
terpengaruh antara lain bentuk struktur, daya pegang air dan permeabilitas tanah.
Semakin tinggi konsentrasi NaCl pada tanah, semakin tinggi tekanan osmotik dan
daya hantar listrik tanah. Kandungan klorofil menurun akibat penghambatan
biosintesis klorofil. Hilangnya klorofil sering digunakan sebagai indikasi toleransi
stres garam. Hilangnya pigmen-pigmen mungkin merupakan penampilan adaptif
untuk mencegah kerusakan fotosintesis dengan cara mengurangi kemungkinan
terjadinya kerusakan fotooksidatif (Kimbal, 1983). Hasil pengamatan degan
parameter titik eksklusi garam didapatkan hasil bahwa tidak terdapat butir-butir
garam pada daun.
Klorofil pada tumbuhan ada dua macam, yaitu klorofil a dan klorofil b.
perbedaan kecil antara struktur kedua klorofil pada sel keduanya terikat pada
protein. Perbedaan utama antar klorofil dan heme ialah karena adanya atom
magnesium (sebagai pengganti besi) di tengah cincin profirin, serta samping
hidrokarbon yang panjang, yaitu rantai fitol (Santoso, 2004).
Berdasarkan praktikum yang dilakukan didapatkan hasil bahwa dari semua
parameter yang telah dilakukan F hitungnya lebih kecil daripada F tabel baik F
tabel 0,01 maupun tabel 0,05. Tabel anova menunjukkan bahwa F hitung non
signifikan. Hal ini menunjukan bahwa perlakuan yang telah dilakukan selam 8
minggu tidak berpengaruh terhadap tanaman cabai (Capsicum frutescens L). Hal
ini tidak sesuai dengan pernyataan Harjadi dan Yahya (1988), bawa salinitas
menyebabkan perubahan struktur yang memperbaiki keseimbangan air tanaman
sehingga potensial air dalam tanaman dapat mempertahankan turgor dan seluruh
proses biokimia untuk pertumbuhan dan aktivitas yang normal. Perubahan
struktur mencakup ukuran daun yang lebih kecil, stomata yang lebih kecil per
satuan luas daun, peningkatan sukulensi, penebalan kutikula dan lapisan lilin pada
permukaan daun, serta lignifikansi akar yang lebih awal. Menurut pernyataan
Sipayung (2006), cekaman yang diberikan akan mempengaruhi fase pertumbuhan
tanaman, baik pertumbuhan vegetatif maupun pertumbuhan generatif, yang pada
akhirnya akan mempengaruhi hasil tanaman. Hal ini mungkin terjadi karena
kurang ketelitian dalam pengukuran, faktor musim pada saat pemeliharaan yaitu
musim penghujan, tempat pemeliharaan yang berpindah dari tempat yang terbuka
ke tempat yang berkanopi yaitu di teras dan volume penyiraman yang tidak
terukur dan teratur
Stres (cekaman) adalah faktor luar yang tidak menguntungkan yang
berpengaruh buruk terhadap tanaman. Stres dapat diartikan sebagai keadaan yang
dapat merusak kesetimbangan suatu sistem. Pertumbuhan tanaman dan gangguan
kesetimbangan dapat berasal dari faktor lingkungan tumbuh atau berasal dari sifat
tanamannya. Berdasarkan faktor lingkungan tumbuh diperoleh klasifikasi derajat
toleransi tumbuh dalam kondisi sub-optimal. Tanaman dalam keadaan sub-
optimal sebenarnya sudah menderita stres, tetapi stres yang didapat balik yaitu
stres yang dapat diatasi oleh tanaman tersebut. Tanaman tidak bisa mengatasi,
gejala stres biasanya dicirikan oleh kerusakan sel permanen, maka stres yang
dialami tanaman dikatakan sebagai stres yang tidak dapat balik (Darusman, 1991).
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh stres garam terhadap
struktur anatomi dan fisiologi tanaman Capsicum frutescens. Konsentrasi larutan
garam (NaCl) yang digunakan dalam praktikum ini adalah 0 mM, 10 mM, 20
mM, 30 mM, 40 mM dan 50 mM. Setiap tanaman memerlukan unsur hara dalam
pertumbuhannya. Stres garam terjadi dengan terdapatnya salinitas atau konsentrasi
garam-garam terlarut yang berlebihan dalam tanaman. Stres garam ini umumnya
terjadi dalam tanaman pada tanah salin. Stres garam meningkat dengan
meningkatnya konsentrasi garam hingga tingkat konsentrasi tertentu yang dapat
mengakibatkan kematian tanaman. Garam-garam yang menimbulkan stres
tanaman antara lain ialah NaCl, NaSO4, CaCl2, MgSO4, MgCl2 yang terlarut dalam
air (Sipayung, 2006). Stres akibat kelebihan Na+ dapat mempengaruhi beberapa
proses fisiologi dari mulai perkecambahan sampai pertumbuhan tanaman. Stres
garam meningkatkan efek reduksi potensial air, ketidakseimbangan ion dan
toksisitas. Perubahan status air memicu reduksi pertumbuhan awal dan penurunan
produktivitas tanaman, sebab cekaman garam mempengaruhi osmosis dan
cekaman ion (Pranasari, 2012).
Salinitas tidak ditentukan oleh garam Na Cl saja tetapi oleh berbagai jenis
garam yang berpengaruh dan menimbulkan stres pada tanaman. Dalam konteks ini
tanaman mengalami stres garam bila konsentrasi garam yang berlebih cukup
tinggi sehingga menurunkan potensial air sebesar 0,05 – 0,1 Mpa. Stres garam ini
berbeda dengan stres ion yang tidak begitu menekan potensial air (Lewit, dalam
Sipayung, 2006). Salinitas menekan proses pertumbuhan tanaman dengan efek
yang menghambat pembesaran dan pembelahan sel, produksi protein serta
penambahan biomass tanaman. Tanaman yang mengalami stres garam umumnya
tidak menunjukkan respon dalam bentuk kerusakan langsung tetapi pertumbuhan
yang tertekan dan perubahan secara perlahan. Gejala pertumbuhan tanaman pada
tanah dengan tingkat salinitas yang cukup tinggi adalah pertumbuhan yang tidak
normal seperti daun mengering di bagian ujung dan gejala khlorosis. Gejala ini
timbul karena konsentrasi garam terlarut yang tinggi menyebabkan menurunnya
potensial larutan tanah sehingga tanaman kekurangan air. Sifat fisik tanah juga
terpengaruh antara lain bentuk struktur, daya pegang air dan permeabilitas tanah.
Menurut Dwidjoseputro (1980), factor-faktor yang berpengaruh kepada
pembentukan klorofil:
1. Faktor Pembawaan. Pembentukan klorofil seperti halnya dengan
pebentukan pigmen-pigmen lain pada hewan dan manusia dibawakan oleh
gen tertentu di dalam kromosom. Jka gen ini tidak ada, maka tanaman akan
tampak putih belaka(albino), peristiwa ini sering kita lihat pada tanaman
jagung. Jagung albino tak dapat hidup lama.
2. Cahaya. Pada beberapa kecambah tanaman Angiosperma, klorofil dapat
terbentuk dengan tiada memerlukan cahaya. Tanaman yang lain yang
ditumbuhkan di dalam gelap tak berhasil membentuk klorofil, mereka pucat
(klorosis) kekuning-kuningan. Ada terdapat padanya protoklorofil yang
mirip dengan klorofil-a, hanya protoklofil mengandung kurang 2 atom H
daripada klorofil-a.
3. Oksigen. Kecambah yang ditumbuhkan di tempat gelap, kemudian
ditumbuhkan di tempat yang bercahaya tak mampu membentuk klorofil,
jika tidak diberi oksigen kepadanya.
4. Karbohidrat. Terutama di dalam bentuk gula ternyata menolong kepada
pembentukan klorofil dalam daun-daun yang mengalami etiolasi. Dengan
tiada pemberian gula, daun-daun tersebut tak mampu menghasilkan klorofil,
meskipun faktorfaktor lain cukup ada.
5. Nitrogen, Magnesium, Besi. Yang menjadi bahan pembentuk klorofil, sudah
barang tentu merupakan suatu keharusan. Kekurangan akan salah satu dari
zat-zat tersebut mengakibatkan klorosis kepada tumbuhan.
6. unsur Mn, Cu, Zn. Meskipun hanya dalam jumlah yang sedikit sekali, dapat
membantu pembentukan klorofil.
7. Air. Merupakan keharusan juga, kekurangan air dapat mengakibatkan
desintegrasi dari klorofil aeperti terjadi pada rumput dan pohon-pohonan di
musim kering.
8. Temperatur antara 3o-48oC.merupakan suatu kondisi baik untuk
pembentukan klorofil pada kebanyakan tanaman, akan tetapi yang paling
baik aialah antara 26o-30o C.
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil yang telah dibahas, dapat disimpulkan :
1. Stres garam terjadi dengan terdapatnya salinitas atau konsentrasi garam-garam
terlarut yang berlebihan dalam tanaman. Stres garam ini umumnya terjadi
dalam tanaman pada tanah salin. Tanah salin mengandung konsentrasi garam
larut tinggi atau sodium dapat ditukar tinggi.
2. Berdasarkan praktikum yang dilakukan didapatkan hasil bahwa dari semua
parameter yang telah dilakukan F hitungnya lebih kecil daripada F tabel baik F
tabel 0,01 maupun tabel 0,05. Tabel anova menunjukkan bahwa F hitung non
signifikan. Hal ini menunjukan bahwa perlakuan yang telah dilakukan selam 8
minggu tidak berpengaruh terhadap tanaman cabai (Capsicum frutescens L)
3. Faktor –faktor yang mempengaruhi kandungan garam dalam tanah yang adalah
tekstur tanah, sebaran garam dalam profil tanah, komposisi garam, dan spesies
tanaman.
B. Saran
Sebaiknya untuk pembuatan laporan data yang digunakan menggunakan
data satu rombongan saja agar dalam proses pembuatan dan memasukan datanya
tidak terlalu banyak dan rumit.
DAFTAR REFERENSI
Basri, H., 1991. Pengaruh Stres Garam Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Empat Varietas Kedelai. Thesis Program Pascasarjana IPB, Bogor.
Chookhampaeng, Sumalee. 2011. The Effect of Salt Stress on Growth, Chlorophyll Content Proline Content and Antioxidative Enzymes of Pepper (Capsicum Annuum L.) Seedling. Department of Biology, Faculty of Science, Mahasarakham University Mahasarakham 40004, Thailand
Darusman.1991. Pengaruh Stress Air dan pH Tanah Terhadap Kemungkinan Timbulnya Senyawaan Stress pada Tanaman Kentang (Solanum Tuberosum L.). Forum Pascasarjana.Vol. 14 No. (1): Hal. 13-23.
Dwidjoseputro, D. 1980. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. PT Gramedia, Jakarta.
Harjadi , S. S. dan S. Yahya, 1988. Fisiologi Stres Tanaman. PAU IPB, Bogor.
Harnowo, D. 2002. Pertumbuhan Kecambah Kedelai Akibat Cekaman Salinitas. Jakarta: BPPT. Hal. 192 – 202.
Kimbal, J. 1983. Biologi Jilid I. Bandung: IPB.
Pranasari. 2012. Persaingan Tanaman Jagung (Zea mays) dan Rumput Teki (Cyperus rotundus) Pada Pengaruh Cekaman Garam (NaCl). Jurusan Biologi, Fakultas MIPA, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS).
Robinson, M.F., Very, A., Sanders, D., Mansfield, T.A., 1997. How can stomata contribute to salt tolerance. Annals of Botany 80: 387 – 393.
Santoso. 2004. Fisiologi Tumbuhan. Universitas Muhammadiyah Bengkulu, Bengkulu.
Sipayung, Rosita. 2006. Stress Garam dan Mekanisme Toleransi Tanaman. http://library.usu.ac.id/download/fp/bdp-rosita2.pdf. Diakses pada tanggal 1 Desember 2012.
Yeo, A., 1998. Molecular biology of salt tolerance in the context of whole-PlantPhysiology. Journal of Experimental Botany 49 (323): 915 – 929.