Transcript
Page 1: Case Appendisitis Dr.okky

LAPORAN KASUS

APPENDISITIS

Pembimbing :

Letkol Laut (K) Dr. Okky Partakusumah, SpB

Disusun Oleh :

Genni Putrianti

030.07.097

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH

RUMAH SAKIT ANGKATAN LAUT MINTOHARDJO

Periode 4 November 2013 – 11 Januari 2014

Page 2: Case Appendisitis Dr.okky

LEMBAR PENGESAHAN

Nama Mahasiswa : Genni putrianti

NIM : 030.07.097

Bagian : Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Bedah FK Universitas

Trisakti

Kasus : Appendisitis

Pembimbing : Letkol Laut (K) Dr. Okky Partakusumah, SpB

Jakarta, Desember 2013

Pembimbing

Letkol Laut (K) Dr. Okky Partakusumah, SpB

Page 3: Case Appendisitis Dr.okky

BAB I

STATUS PEMERIKSAAN PASIEN

DEPARTEMEN BEDAH

RSAL Dr.MINTOHARDJO

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Nn. Sukma Ayu

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 13 Tahun

Agama : Islam

Alamat : Jakarta

Pekerjaan : pelajar

No Rekam Medis : 002349

Tgl masuk Rumah Sakit : 20 November 2013

Ruang : Bintan

II. ANAMNESIS

Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 20 November 2013 , pukul : 13.00

WIB.

Keluhan Utama : Nyeri perut kanan bawah sejak dua minggu yang lalu

Keluhan Tambahan : Demam, mual, muntah, nyeri, pusing dan nafsu makan menurun

Riwayat Penyakit Sekarang :

OS datang ke Poli Bedah Rumah Sakit Mintohardjo tanggal 14 November 2013 pukul 11.00

dengan keluhan utama nyeri pada perut bagian kanan bawah sejak 2 minggu SMRS. Nyeri

dirasakan terus menerus, yang awalnya nyeri menyeluruh pada perut, lama-lama makin hebat

Page 4: Case Appendisitis Dr.okky

dan tajam pada perut bagian bawah kanan. Selain nyeri OS juga mengeluh mual dan muntah,

muntah nya sebanyak 4x berisi cairan yang bercampur makanan. OS juga mengatakan

ada demam dan pusing. Warna kencing nya agak kecoklatan dan tidak berpasir.

Sebelum ke Poli Bedah RSAL, OS sempat pergi ke klinik dekat rumah lalu diberi obat

ranitidin, parasetamol dan obat maag (os lupa nama obatnya), sempat merasa nyeri perutnya

membaik tetapi kemudian kambuh lagi.

Riwayat Penyakit Dahulu :

• Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama: Tidak ada

• Riwayat alergi obat : Tidak ada

• Riwayat sakit kencing manis : Tidak ada

• Riwayat asma : Tidak ada

• Riwayat penyakit jantung : Tidak ada

• Riwayat Hipertensi : Tidak ada

Riwayat Penyakit Keluarga

• Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama: Tidak ada

• Riwayat alergi obat : Tidak ada

• Riwayat sakit kencing manis : Tidak ada

• Riwayat asma : Tidak ada

• Riwayat penyakit jantung : Tidak ada

Riwayat Kebiasaan

Os mengaku sedikit sekali minum air setiap harinya selain itu os juga jarang mengkonsumsi

sayur dan buah.

Page 5: Case Appendisitis Dr.okky

III. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 20 November 2013, pukul 13:00 WIB

• Keadaan Umum :

Kesadaran : Compos Mentis

Kesan sakit : Tampak sakit sedang

Status gizi : kesan gizi baik

• Tanda – tanda vital :

Tekanan darah: 130/80 mmHg

Nadi : 88 x/menit

Suhu : 36,8 °C

RR : 20 x/menit

A. Status Generalis

• KULIT

Warna : Sawo matang, ikterik (-), hiperpigmentasi, hipopigmentasi (-)

Rambut : Tumbuh rambut di permukaan kulit

Turgor : Baik

Suhu raba : Hangat

• KEPALA

Ekspresi : Ekspresif

Simetri wajah : Simetris

Nyeri tekan sinus : Tidak terdapat nyeri tekan sinus

Pertumbuhan rambut : Distribusi merata

Pembuluh darah : Tidak terdapat pelebaran pembuluh darah

Page 6: Case Appendisitis Dr.okky

Deformitas : Tidak terdapat defomitas

• MATA

Bentuk normal, kedudukan kedua bola mata simetris, palpebra superior et inferior tidak

udem, conjunctiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, kornea jernih, pupil bulat, isokor, refleks

cahaya (+/+)

• HIDUNG

Bentuk normal, tidak ada deviasi septum nasi, secret (-/-), krepitasi tidak ada

• TELINGA

Bentuk normal, liang telinga lapang, secret (-/-), serumen (-/-)

• MULUT DAN TENGGOROKAN

Bentuk normal, perioral sianosis (-), bibir tidak kering, lidah tidak kotor, faring tidak

hiperemis, tonsil tidak membesar T1-T1 tenang.

• LEHER

Tekanan vena jugularis: normal, 5-2 cmH2O

Kelenjar tiroid : tidak teraba membesar

Trakea : di tengah

• KELENJAR GETAH BENING

Leher : Tidak terdapat pembesaran KGB di leher

Aksilla : Tidak terdapat pembesaran KGB di aksilla

Inguinal : Tidak terdapat pembesaran KGB di inguinal

• THORAX

Paru – paru :

Inspeksi : Bentuk normal, simetris dalam statis dan dinamis, retraksi suprasternal(-)

Page 7: Case Appendisitis Dr.okky

Palpasi : Gerak simetris, vocal fremitus (+/+) sama kuat

Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru

Auskultasi : Vesikuler (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)

Jantung :

Inspeksi : tampak pulsasi iktus cordis 1 cm medial linea midclavicularis sinistra

Palpasi : iktus cordis teraba pada ICS V, 1 cm medial linea midclavicularis sinistra

Perkusi :

Batas atas jantung : ICS II linea parasternalis sinistra

Batas kanan jantung : ICS III, IV, V linea parasternalis dextra

Batas kiri jantung : ICS V, 1 cm medial linea midclavicularis

sinistra

Auskultasi : Bunyi jantung I dan II regular, murmur (-), gallop (-)

• ABDOMEN

Inspeksi : Agak membuncit, jaringan parut (-), pelebaran vena (-)

Auskultasi : Bising usus normal

Palpasi : Supel, hepar dan lien tidak teraba membesar, NT (+)

Perkusi : timpani (+)

• EKSTREMITAS

Bentuk normal, deformitas (-), udem (-), akral hangat (+) pada ke empat ekstremitas.

B. Status Lokalis Regio Abdomen Kuadran Kanan Bawah

• Inspeksi : agak membuncit

Page 8: Case Appendisitis Dr.okky

• Palpasi : Nyeri tekan (+) titik Mc Burney, Nyeri lepas (+) titik Mc

Burney, Rovsing sign (+), Blumberg sign (+)

• Auskultasi : Bising usus normal

• Perkusi : Timpani

• Rectal Toucher : tidak dapat dinilai (pasien menolak)

C. Pemeriksaan Tambahan

• Psoas sign (+)

• Obturator sign (+)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan Darah, tanggal 14 November 2013

• Leukosit : 9000 (5000-10000 uL)

• Eritrosit : 4,42 (4,2-6,2juta/mm3)

• Hemoglobin : 12.2 (12-14 g/dL)

• Hematokrit : 38 ( 38-46%)

• Trombosit : 412000 (150-400 ribu/mm3) *

• LED (Laju Endap Darah) : 50(<20 u/L) *

2. Pemeriksaan Gula, tanggal 20 November 2013:

Glukosa Sewaktu : 95 (˂200mo%)

Pemeriksaan Hematologi

Masa perdarahan/bleeding time : 3 menit (1-6 menit)

Masa pembekuan/clotting time : 12’30” (10-16 menit)

3. Pemeriksaan Urine Lengkap, tanggal 14 November 2013

• Warna : Kuning jernih

• Blood/Eritrosit : - (-/Negatif)

Page 9: Case Appendisitis Dr.okky

• Glukosa : - (-/Negatif)

• Leukosit : - (-/Negatif)

• Bilirubin : - (-/Negatif)

• Ketone : - (-/Negatif)

• Berat jenis : 1.010 (1.003-1.031)

• PH : 6.5 (4.5-8.5)

• Protein : - (Negatif)

• Urobilinogen : 3.5 (Positif)

• Nitrit : -

• Sedimen :

o Eritrosit/LPB : +/0-1(+/0-1/LPB)

o Leukosit/LPB : +/0-1(+/0-5/LPB)

o Epitel : + (Positif)

o Bakteri : - (Negatif)

o Silinder : - (Negatif)

o Kristal : - (Negatif)

4. Pemeriksaan Foto Thoraks, 14 November 2013

Page 10: Case Appendisitis Dr.okky

Jenis foto : Foto thoraks PA

Deskripsi : Jantung tidak membesar, corakan bronchovaskuler normal, tidak tampak

bercak-bercak kesuraman, sinus costofrenikus dan diafragma baik, kostae dan tulanh-tulang

baik

Kesan : Jantung dan paru-paru normal

5. Pemeriksaan USG Abdomen, 14 November 2013

Page 11: Case Appendisitis Dr.okky

Hasil : Pada abdomen kanan bawah pada letak MC Burney nyeri tekan dengan Probe (+). Tak

tampak gambaran target sign.

Kesan : tak tampak kelainan pada organ abdomen. Apendicitis masih mungkin

6. Appendicogram 19 November 2013

Hasil : barium tidak masuk dalam lumen appendix

Kesan : appendicitis

V. RESUME

A. Anamnesis

Pasien perempuan umur 14 tahun datang dengan keluhan nyeri perut kanan bawah sejak 2

minggu SMRS, mual, muntah, pusing dan sedikit merasa nyeri saat berkemih

B. Pemeriksaan Fisik

• Status Generalisata : dalam batas normal

Page 12: Case Appendisitis Dr.okky

• Status Lokalis : nyeri tekan titik Mc Burney (+), nyeri lepas titik Mc Burney (+),

Rovsing sign (+), Blumberg sign (+), Bising usus normal

• Pemeriksaan Tambahan : psoas sign (+), obturator sign (+)

C. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan darah lengkap, tanggal 14 November 2013:

• Thrombosit :412000 (150-400 ribu/mm3) *

• LED (Laju Endap Darah) : 50 (<20 u/L) *

Pemeriksaan Gula, tanggal 20 November 2013:

Glukosa Sewaktu : 95 (˂200mo%)

VI. DIAGNOSIS KERJA

Appendisitis Kronis

VII. PENATALAKSANAAN

1. Konservatif Medikamentosa

- Tirah baring

- IVFD RL 20 tetes permenit

- Ceftriaxone 2 x1 gr

- Profenid supp 2 x 1

2. Non Medikamentosa

- Tindakan Operatif berupa Apendektomi

- Puasa sampai sadar penuh atau platus

Page 13: Case Appendisitis Dr.okky

VIII. PROGNOSIS

Ad vitam : ad bonam

Ad Functionam : ad bonam

Ad Sanationam : ad bonam

Page 14: Case Appendisitis Dr.okky

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

APPENDICIT

PENDAHULUAN

Apendicitis merupakan kasus gawat bedah abdomen yang tersering dan

memerlukan tindakan bedah segera untuk menghindari komplikasi yang serius. Apendicitis

akut yang terlambat ditangani akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas penderita. Untuk

itu ketepatan diagnosa sangat dibutuhkan dalam pengambilan keputusan tindakan. Ketepatan

diagnosis tergantung dari kemampuan dokter melakukan analisis pada data anamnesis,

pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium.

Insiden apendicitis akut di Indonesia dilaporkan menempati urutan tertinggi

diantara kasus-kasus kegawatan darurat, seperti juga halnya dinegara barat. Walaupun begitu

diagnosis serta keputusan bedah masih cukup sulit ditegakkan. Pada beberapa keadaan

apendicitis akut agak sulit didiagnosis, misalnya pada fase awal dari apendicitis akut gejala

dan tandanya masih sangat samar apalagi bila sudah diberi antibiotika. Dengan pemeriksaan

yang cermat dan teliti resiko kesalahan diagnosis pada apendisitis akut sekitar 15-20%.

Bahkan pada wanita kesalahan diagnosis ini mencapai 45-50%. Hal ini dapat disadari

mengingat wanita terutama yang masih sangat muda sering timbul gangguan yang mirip

apendicitis akut.

Upaya mempertajam diagnosis sudah banyak dilakukan, antara lain dengan

menggunakan sarana diagnosis penunjang seperti: foto polos abdomen, pemeriksaan barium

enema, laparoskopi dan ultrasonografi.

Mengingat masalah diatas maka perlu diketahui tanda, gejala, pemeriksaan

laboratorium sederhana mana yang berperan secara bermakna dalam mendiagnosis

apendicitis akut, serta berapa akurasi, sensitifitas dan spesifitas dari tanda, gejala dan

pemeriksaan laboratorium sederhana tersebut dan untuk memudahkan dokter dalam

mengambil keputusan.

Page 15: Case Appendisitis Dr.okky

Definisi Appendicitis

Appendicitis adalah infeksi pada appendiks karena tersumbatnya lumen oleh fekalith

(batu feses), hiperplasia jaringan limfoid, dan cacing usus. Obstruksi lumen

merupakan penyebab utama appendicitis. Erosi membran mukosa appendiks dapat terjadi

karena parasite seperti Entamoeba histolytica, Trichuris trichura dan Enterobius

vermicularis. Penelitian Collin (1990) di Amerika Serikat pada 3.400 kasus, 50%

ditemukan adanya faktor obstruksi. Obstruksi yang disebabkan hiperplasia jaringan

limfoid submukosa 60%, fekalith 35%, benda asing 4%, dan sebab lainnya 1%.[1]

Epidemologi

Appendicitis adalah peradangan dari appendiks vermiformis dan merupakan

kegawatdaruratan bedah abdomen yang paling sering ditemukan. Appendicitis menyerang 7-

9% dari keseluruhan populasi di Amerika Serikat dan paling sering ditemukan pada umur 10-

19 tahun walaupun secara jelas dapat juga terlihat baik pada pasien yang lebih muda maupun

yang lebih tua. Insiden appendicitis di Amerika Serikat sekitar 1,1 kasus setiap 1000 orang

per tahun. Insiden dari appendicitis adalah lebih rendah pada negara dengan budaya konsumsi

makanan tinggi serat. Serat makanan dianggap mengurangi kekentalan feses, mengurangi

bowel transit time dan mengurangi pembentukan fekalit, yang dapat menyebabkan obstruksi

lumen apendiks. Meskipun peningkatan penggunaan ultrasonografi, computed tomography

(CT), dan laparoskopi, tingkat kesalahan diagnosis apendicitis tetap konstan (15,3%), seperti

memiliki tingkat ruptur appendiks. Persentase kasus salah didiagnosis apendic secara

signifikan lebih tinggi pada wanita dari pada pria (22,2 vs 9,3%). Tingkat appendektomi

negatif untuk wanita usia reproduksi adalah 23,2%, dengan tingkat tertinggi pada wanita

berusia 40 hingga 49 tahun. Tingkat appendektomi negatif tertinggi dilaporkan untuk wanita>

80 tahun.[2]

Keseluruhan angka kematian dari appendicitis yang berkisar antara 0,2- 0,8% lebih

banyak diakibatkan oleh komplikasi dari penyakit itu sendiri daripada intervensi bedah.

Angka kematian meningkat diatas 20% pada pasien yang usianya lebih dari 70 tahun,

biasanya disebabkan keterlambatan diagnosis dan terapi. Angka perforasi lebih tinggi pada

pasien kurang dari 18 tahun dan lebih dari 50 tahun, kemungkinan akibat dari keterlambatan

Page 16: Case Appendisitis Dr.okky

diagnosis. Perforasi dari apendiks berhubungan dengan peningkatan yang mencolok pada

angka kematian dan kesakitan akibat appendicitis.[3]

Anatomi dan fisiologi

Appendik adalah derivate dari midgut bersamaan dengan ileum dan asending colon.

Caecum pertama kali terlihat pada minggu ke 5 kehamilan dengan appendik pertama muncul

sekitar minggu ke 8 kehamilan. Appendiks awalnya muncul di apex caecum kemudian secara

bertahap berputar lebih ke medial dan menuju kearah katup ileocecal. Selama

perkembangannya, serangkaian rotasi akan berakhir dengan cecum terfiksasi di quadran

kanan bawah. Karena lubang appendiceal terdapat pada pertemuan antara taenia caecal, maka

lokasi akhir dari appendik ditentukan oleh lokasi dari caecum.[3]

Appendik pada orang dewasa memiliki variasi panjang antara 2- 22 cm tetapi

rata-rata panjangnya 9 cm. Walaupun pangkal dari apendik secara konsisten ditemukan

diantara pertemuan taenia di dasar caecum, ujungnya dapat ditemukan di berbagai lokasi. [5]

Pada posisi yang lazim, apendiks terletak pada regio abdomen kanan bawah di

titik McBurney. Titik McBurney dicari dengan menarik garis dari spina iliaca anterior

superior (SIAS) kanan ke umbilicus. Titik sepertiga lateral garis ini merupakan tempat

pangkal apendiks. Dasar apendiks muncul dari sisi posteromedial caecum dimana tiga taenia

coli bertemu. Posisi apendik sangat bervariasi, sehingga kemungkinan sulit untuk

menentukan posisi normal apendiks. Macam – macam posisi apendiks (Helmut, 1988) :

1. Posisi retrocecal kira-kira 65%.

2. Posisi pelvic : apendiks tergantung menyilang linea terminal masuk ke

pelvis minor, tipe desenden 31 %.

3. Posisi paracolica : apendiks terletak horizontal di belakang sekum 2%.

4. Posisi preileal : apendiks didepan ujung akhir ileum 1%.

5. Posisi post ileal : appendiks dibelakang ujung akhir ileum 1%.[1]

Page 17: Case Appendisitis Dr.okky

Gambar 1 : posisi appendiks (Helmut Leonhardt 1988)

Pada 65% kasus, apendiks terletak intraperitoneal. Kedudukan itu memungkinkan

apendiks bergerak dan ruang geraknya bergantung pada panjang mesoapendiks

penggantungnya. Pada kasus selebihnya apendiks terletak retroperitoneal, yaitu dibelakang

caecum, dibelakang colon ascenden atau ditepi lateral colon ascenden. Gejala apendiks

tergantung dari letak apendiksnya.[1]

Perdarahan appendik berasal dari a.appendikular yang merupakan cabang dari a.caecalis

posterior yang berasal dari a.ileocolica cabang dari a.mesenterica superior. A. caecalis

posterior berjalan menuju appendiks didalam mesoappendix. V.appendicular mengalirkan

darahnya ke vena caecalis posterior menuju v.mesenterica superior. Saraf-saraf berasal dari

cabang-cabang saraf simpatis dan parasimpatis (nervus vagus) dari plexus mesentericus

superior. Serabut saraf aferen yang menghantarkan rasa nyeri visceral dari appendix berjalan

bersama saraf simpatis dan masuk ke medulla spinalis setinggi vertebrae thoracica X. [2]

Appendiks disebut tonsil abdomen karena ditemukan banyak jaringan limfoid. Jaringan

limfoid pertama kali muncul pada appendiks sekitar dua minggu setelah lahir yang terletak

pada tunika submukosa, jumlahnya meningkat selama pubertas sampai puncaknya berjumlah

sekitar 200 folikel antara usia 12-20 tahun dan menetap saat dewasa. Setelah itu, mengalami

atropi dan menghilang pada usia 60 tahun.[1]

Appendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu secara normal dicurahkan ke

dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke caecum. Hambatan aliran lendir di muara

appendiks tampaknya berperan pada patogenesis appendisitis. Imunoglobulin sekretoar yang

dihasilkan oleh Gut Associated Lymphoid Tissue (GALT) yang terdapat disepanjang saluran

cerna termasuk appendiks ialah Imunoglobulin A (Ig-A). Imunoglobulin ini sangat efektif

sebagai pelindung terhadap infeksi yaitu mengontrol proliferasi bakteri, netralisasi virus, serta

mencegah penetrasi enterotoksin dan antigen intestinal lainnya. Namun, pengangkatan

appendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh sebab jumlah jaringan sedikit sekali jika

Page 18: Case Appendisitis Dr.okky

dibandingkan dengan jumlah di saluran cerna dan seluruh tubuh.[1]

Etiologi

Obstruksi lumen merupakan penyebab paling sering terjadinya appendisitis akut.

Fekalit adalah penyebab paling sering terjadinya obstruksi appendiks. Penyebab lainnya

adalah hipertrofi jaringan limfe, tumor, sayuran dan biji buah, serta parasit usus yang

menyebabkan erosi mukosa seperti E. histolytica. Frekuensi obstruksi meningkat dengan

adanya proses inflamasi. Fekalit ditemukan pada 40% kasus appendisitis akut sederhana,

65% kasus adalah appendisitis gangrenosa tanpa disertai ruptur, dan hampir 90% kasus

adalah appendisitis gangrenosa dengan ruptur.[1]

Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah serat

dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya appendisitis. Sedangkan serat diperkirakan

menurunkan viskositas dari feses, menurunkan waktu transit di usus, dan melunakkan

formasi dari fekalit. Konstipasi akan menaikkan tekanan intracaecal, yang berakibat

timbulnya sumbatan fungsional appendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora

colon. [1]

Populasi bakteri pada appendiks yang normal mirip dengan yang dari usus besar yang

normal. Flora usus buntu tetap konstan sepanjang hidup dengan pengecualian Porphyromonas

gingivalis. Bakteri ini terlihat hanya pada dewasa. Bakteri dikultur dalam kasus appendicitis

karena itu serupa dengan yang terlihat pada infeksi usus lain seperti diverticulitis. Organisme

utama terlihat dalam Appendiks normal, apendisitis akut, dan apendicitis perforasi adalah

Escherichia coli dan Bacteroides fragilis. Namun, berbagai macam bakteri anaerob, fakultatif

dan mikobakteri dapat hadir. Apendicitis adalah infeksi polimikroba, dengan beberapa seri

melaporkan budaya sampai 14 organisme yang berbeda pada pasien dengan perforasi.

Patogenesis

Obstruksi proksimal dari lumen appendiks merupakan close-loop obstruction, dan

produksi sekresi normal yang terus menerus dari mukosa appendiks menyebabkan distensi.

Normalnya kapasitas lumen appendiks hanya 0,1 mL. Sekresi sebanyak 0,5 mL

meningkatkan tekanan intraluminal menjadi 60 cm H2O. Distensi appendiks menstimulasi

saraf visceral afferen sehingga menyebabkan rasa tidak enak, rasa nyeri yang tumpul dan

merata pada mid-abdomen atau epigastrium bawah. Peristaltik juga distimulasi sehingga rasa

Page 19: Case Appendisitis Dr.okky

seperti kram perut sering menyertai. Distensi terus bertambah akibat sekresi mukosa yang

terus menerus dan multiplikasi dari bakteri appendiks yang cepat. Distensi yang besar ini

biasanya menimbulkan reflek mual dan muntah. Dengan meningkatnya tekanan dalam

rongga appendiks, tekanan vena menjadi besar. Kapiler dan venula tertutup, tapi aliran

masuk arteriola tetap sehingga menghasilkan pembesaran dan kongesti. Bila sekresi mukus

terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan menyebabkan obstruksi

vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding. Peradangan timbul meluas dan

mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri didaerah kanan bawah. Keadaan

ini disebut dengan apendicitis supuratif akut. Proses inflamasi ini akan mengenai lapisan

serosa appendiks sampai peritoneum parietalis.

Hal ini dikarakteristikan dengan adanya perpindahan rasa sakit ke kuadran kanan

bawah, dan terjadi dalam 24 – 48 jam pertama.[2,3]

Mukosa traktus gastrointestinal, termasuk appendiks, mudah terpengaruh akibat

kerusakan aliran darah. Hal ini mengakibatkan mudah terjadinya invasi bakteri. Karena

pertumbuhan bakteri yang berlebihan dan reaksi inflamsi (edem), dapat menyebabkan

appendiks menjadi semakin edem dan iskemi. Nekrosis dari dinding appendiks dapat

menyebabkan translokasi dari bakteri. Hal ini yang disebut sebagai appendisitis gangrenosa.

Bila tidak ditangani, appendiks yang mengalami gangren tersebut akan pecah (appendisitis

perforasi) dan mengeluarkan isi appendiks ke cavum peritoneal.[2]

Usaha pertahanan tubuh adalah membatasi proses radang dengan menutup

appendiks dengan omentum, usus halus, atau adneksa sehingga terbentuk massa

periappendikular yang secara salah dikenal dengan istilah infiltrat appendiks. Di dalamnya

dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses (appendiceal abses) yang dapat mengalami

perforasi. Jika tidak terbentuk abses, appendicitis akan sembuh dan massa periappendikular

akan menjadi tenang untuk selanjutnya mengurai diri secara lambat.[1]

Appendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi akan

membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan sekitarnya.

Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang di perut kanan bawah. Pada suatu

ketika, organ ini dapat meradang akut lagi dan dinyatakan sebagai mengalami eksaserbasi

akut (appendicitis kronik eksaserbasi akut).[1]

Diagram

Page 20: Case Appendisitis Dr.okky

Sumber : Sjamsuhidajat,

1997

Page 21: Case Appendisitis Dr.okky

Diagram 2. Perjalanan Alami Appendicitis Akut

Sumber : Sjamsuhidajat,

1997

Diagnosis

Diagnosis klinis dapat ditegakkan berdasarkan hasil anamnesa dan pemeriksaan

fisik. Bila diperlukan dapat dilakukan pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan

laboratorium, foto polos abdomen, USG ataupun CT-Scan

Anamnesis

Nyeri perut merupakan gejala utama radang usus buntu akut. Secara klasik, nyeri

pada awalnya difus terpusat di epigastrium lebih rendah atau daerah pusar, ini cukup parah,

dan stabil, kadang-kadang dengan kram intermiten bersamaan terjadi . Setelah periode yang

bervariasi dari 1 sampai 12 jam, tapi biasanya dalam waktu 4 sampai 6 jam, nyeri

melokalisasi ke kuadran kanan bawah. Urutan sakit klasik, meskipun biasa, tidak berubah-

Appendicitis gangrenosa

Appendicitis supurativa

Appendicitis dengan

Nekrosis setempat

Appendicitis flegmonosa

Appendicitis mukosa

Sembuh

Perforasi

Page 22: Case Appendisitis Dr.okky

ubah. Pada beberapa pasien, rasa sakit usus buntu dimulai di kuadran kanan bawah dan

menetap di sana. Variasi lokasi anatomi apendiks untuk banyak variasi dalam kedudukan

utama dari fase somatik dari rasa sakit. Misalnya, usus buntu yang panjang dengan ujung

meradang di kuadran kiri bawah menyebabkan rasa sakit di daerah itu. Sebuah appendix

retrocecal dapat menyebabkan terutama pinggul atau sakit punggung, tanda nyeri perut kanan

bawah tidak begitu jelas dan tidak ada tanda rangsangan peritoneal. Bila terdapat rangsangan

peritoneum, biasanya penderita mengeluh sakit perut bila berjalan atau batuk. Rasa nyeri

lebih kearah perut kanan atau nyeri timbul pada saat melakukan gerakan seperti berjalan,

bernapas dalam, batuk, dan mengedan. Nyeri ini timbul karena adanya kontraksi m.psoas

mayor yang menegang dari dorsal. Bila pelvic appendiks sakit terutama suprapubik, dan bila

appendix terletak di dekat atau menempel pada rektum, akan timbul gejala dan rangsangan

sigmoid atau rektum, sehingga peristalsis meningkat, pengosongan rektum akan menjadi

lebih cepat dan berulang-ulang. Jika apendiks terletak di dekat atau menempel pada kandung

kemih, dapat terjadi peningkatan frekuensi kemih, karena rangsangan dindingnya., dan

appendix retroileal, nyeri testis, mungkin dari iritasi pada arteri spermatika dan ureter.

Malrotasi usus juga bertanggung jawab untuk pola nyeri membingungkan. Komponen viseral

adalah di lokasi normal, tapi komponen somatik dirasakan di bagian perut bagian mana

sekum telah ditangkap saat terjadi rotasi.[3]

Anoreksia hampir selalu menyertai radang usus buntu. Hal ini begitu konstan

bahwa hasil pemeriksaan itu harus dipertanyakan jika pasien tidak anorectic. Meskipun

muntah terjadi pada hampir 75% pasien, ini bukan menonjol atau berkepanjangan, dan

kebanyakan pasien muntah hanya sekali atau dua kali. Muntah disebabkan oleh stimulasi

saraf dan adanya ileus.[2]

Kebanyakan pasien memberikan sejarah awal kesulitan membuang air besar

sebelum timbulnya sakit perut, dan merasa bahwa buang air besar bisa meredakan nyeri perut

. Diare terjadi pada beberapa pasien, bagaimanapun, terutama anak-anak, sehingga pola

fungsi usus adalah nilai diferensial sedikit untuk diagnostik. Urutan munculnya gejala

memiliki arti besar untuk diagnosis diferensial. Pada> 95% pasien dengan apendisitis akut,

anoreksia adalah gejala pertama, diikuti dengan nyeri perut, yang diikuti, pada gilirannya,

dengan muntah-muntah (jika muntah terjadi). Jika muntah mendahului timbulnya rasa sakit,

diagnosis usus buntu harus dipertanyakan. [1]

Appendicitis juga dapat disertai dengan demam ringan, dengan suhu sekitar 37,5 -

Page 23: Case Appendisitis Dr.okky

38,5.[1] Jika appendix pecah, nyeri perut menjadi intens dan lebih menyebar, dengan

meningkat kejang otot, dan ada peningkatan simultan dalam denyut jantung, dengan kenaikan

suhu sampai 39 ° C sampai 40 ° C. Pada saat ini, pasien tampak sangat sakit, dan itu menjadi

jelas bahwa situasi klinis memburuk.[4]

Tabel 2. Prevalence of Common Signs and Symptoms of Appendicitis[2]

Sign or symptom Frequency (%)

Abdominal pain 99 to 100

Right lower quadrant pain or tenderness 96

Anorexia 24 to 99

Nausea 62 to 90

Low-grade fever 67 to 69

Vomiting 32 to 75

Pain migration from periumbilical area to the right lower quadrant 50

Rebound tenderness 26

Right lower quadrant guarding 21

Gejala appendisitis akut pada anak tidak spesifik. Gejala awalnya sering hanya

rewel dan tidak mau makan. Anak sering tidak bisa melukiskan rasa nyerinya. Dalam

beberapa jam kemudian akan timbul muntah-muntah dan anak menjadi lemah dan letargik.

Karena gejala yang tidak khas tadi, sering appendisitis diketahui setelah terjadi perforasi.

Pada bayi, 80 – 90% appendisitis baru diketahui setelah terjadi perforasi. Pada orang berusia

lanjut, gejalanya juga sering samar-samar saja. Tidak jarang terlambat didiagnosis.

Akibatnya lebih dari setengah penderita baru dapat didiagnosis setelah perforasi.[1]

Pada pasien-pasien khusus, seperti pasien yang dalam penggunaan imunosupresan,

pasien yang menerima transplantasi organ, pasien dengan HIV, pasien dengan diabetes

Page 24: Case Appendisitis Dr.okky

melitus, pasien yang mengidap kanker atau yang sedang menerima kemoterapi, dan pada

pasien-pasien yang obesitas, gejala yang dirasakan hanyalah rasa tidak enak secara umum. [1]

Pemeriksaan Fisik

Tanda-tanda vital minimal berubah pada appendicitis tanpa komplikasi. Elevasi suhu

jarang> 1 ° C (1,8 ° F) dan denyut nadi normal atau sedikit lebih tinggi. Perubahan besarnya

lebih besar biasanya menunjukkan bahwa komplikasi yang telah terjadi atau diagnosis lain

harus dipertimbangkan.[3,4]

a. Inspeksi : Pada appendicitis akut biasanya ditemukan distensi perut

b. Palpasi : pada regio iliaka kanan (pada titik Mc Burney) apabila ditekan akan terasa nyeri

(nyeri tekan Mc Burney) dan bila tekanan dilepas juga akan terasa nyeri (nyeri lepas Mc

Burney). Defans muscular menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietale. Pada

penekanan perut kiri bawah akan dirasakan nyeri pada perut kanan bawah yang disebut tanda

Rovsing (Rovsing Sign). Dan apabila tekanan di perut kiri bawah dilepaskan juga akan terasa

nyeri pada perut kanan bawah yang disebut tanda Blumberg (Blumberg Sign). Khusus untuk

appendicitis kronis tipe Reccurent/Interval Appendicitis terdapat nyeri di titik Mc Burney

tetapi tidak ada defans muscular sedangkan untuk yang tipe Reccurent Appendicular Colic

ditemukan nyeri tekan di apendiks.[1]

c. Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator : pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui

letak apendiks yang meradang. Uji psoas dilakukan dengan rangsangan otot psoas lewat

hiperektensi sendi panggul kanan atau fleksi aktif sendi panggul kanan, kemudian paha kanan

ditahan (gambar 2). Bila appendiks yang meradang menempel di m. psoas mayor, maka

tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri.[3]

Gambar 2. Pemeriksaan Psoas Sign[2]

Page 25: Case Appendisitis Dr.okky

Uji obturator digunakan untuk melihat apakah apendiks yang meradang, kontak dengan

m.obturator internus yang merupakan dinding panggul kecil. Gerakan fleksi dan endorotasi

sendi panggul pada posisi terlentang akan menimbulkan nyeri pada apendicitis pelvika

Gambar 3. Pemeriksaan Obturator Sign[2]

Page 26: Case Appendisitis Dr.okky

d. Pemeriksaan colok dubur : jika daerah infeksi dapat dicapai saat dilakukan pemeriksaan

ini, akan memberikan rasa nyeri pada arah jam 9 sampai jam 12 (gambar 3). Maka

kemungkinan apendiks yang meradang terletak didaerah pelvis. Pada appendicitis pelvika

kunci diagnosis adalah nyeri terbatas pada saat dilakukan colok dubur.

Meskipun pemeriksaan dilakukan dengan cermat dan teliti, diagnosis klinis

appendicitis masih mungkin salah pada sekitar 15-20% kasus. Kesalahan diagnosis lebih

sering terjadi pada perempuan dibanding laki-laki. Hal ini dapat disadari mengingat pada

perempuan terutama yang masih muda sering mengalami gangguan yang mirip appendicitis.

Keluhan itu berasal dari genitalia interna karena ovulasi, menstruasi, radang di pelvis, atau

penyakit ginekologik lain.Untuk menurunkan angka kesalahan diagnosis appendicitis

meragukan, sebaiknya dilakukan observasi penderita di rumah sakit dengan pengamatan

setiap 1-2 jam. Foto barium kurang dapat dipercaya. Ultrasonografi dan laparoskopi bisa

meningkatkan akurasi diagnosis pada kasus yang meragukan.

Page 27: Case Appendisitis Dr.okky

Tabel 3. Common Signs of Acute Appendicitis [2]

Sign Description

McBurney

sign

Localized right lower quadrant pain or guarding on palpation of the

abdomen (the single most important sign)

Psoas sign Pain on hyperextension of right thigh (often indicates

retroperitoneal retrocecal appendix)

Obturator

sign

Pain on internal rotation of right thigh (pelvic appendix)

Rovsing sign

Blumberg

Sign

Pain in the right lower quadrant with palpation of the left lower

quadrant

Pain in the right lower quadrant with palpation slowly and deeply

over a viscus and then suddenly releasing the palpating hand

(rebound tenderness) of the left lower quadrant

Dunphy’s

sign

Increased pain in the right lower quadrant with coughing

Hip flexion Patient maintains hip flexion with knees drawn up for comfort

Other

peritoneal

signs

Rebound tenderness, hyperesthesia of the skin in the right lower

quadrant

Tabel 4. Kelainan patologi pada appendicitis [1]

Kelainan patologi Gejala dan tanda

Peradangan awal Kurang enak ulu hati, mungkin kolik

Appendicitis mukosa Nyeri tekan kanan bawah (rangsangan

otonomik)

Page 28: Case Appendisitis Dr.okky

Radang di seluruh ketebalan dinding Nyeri sentral pindah ke kanan bawah,

mual, dan muntah

Appendicitis komplit / radang

peritoneum parietal appendiks

Rangsangan peritoneum lokal

(somatik), nyeri pada gerak aktif dan

pasif, defans muskular lokal

Radang jaringan yang menempel pada

appendiks

Genitalia interna, ureter, m. Psoas,

vesica urinaria, rectum

Appendicitis gangrenosa Demam, takikardi, leukositosis

Perforasi Nyeri dan defans muskular seluruh

perut

Pendindingan :

Tidak berhasil

Berhasil

Abses

Sda + demam tinggi, dehidrasi, syok,

toksik

Massa perut kanan bawah, keadaan

umum berangsur membaik

Demam remiten, KU toksik, keluhan

dan tanda setempat

Sumber : Sjamsuhidajat, 1997

Pemeriksaan Penunjang

a. Laboratorium

Pada laboratorium darah terdapat leukositosis ringan (10.000 – 18.000 / mm3)

yang didominasi > 75% oleh sel polimorfonuklear (PMN), netrofil (shift to the left) dimana

terjadi pada 90% pasien. Hal ini biasanya terdapat pada pasien dengan akut appendicitis dan

appendicitis tanpa komplikasi. Sedangkan leukosit > 18.000 / mm3 meningkatkan

kemungkinan terjadinya perforasi appendiks dengan / tanpa abses.[3,4]

Pemeriksaan laboratorium lain yang mendukung diagnosa appendicitis adalah C-

reaktif protein. CRP merupakan reaktan fase akut terhadap infeksi bakteri yang dibentuk di

hepar. Kadar serum mulai meningkat pada 6 – 12 jam setelah inflamasi jaringan. Tetapi pada

umumnya, pemeriksaan ini jarang digunakan karena tidak spesifik. Spesifisitasnya hanya

Page 29: Case Appendisitis Dr.okky

mencapai 50 – 87% dan hasil dari CRP tidak dapat membedakan tipe dari infeksi bakteri.

Urinalisis dapat berguna untuk menyingkirkan saluran kemih

sebagai sumber infeksi. Meskipun beberapa sel darah putih

atau merah dapat hadir dari iritasi saluran kemih atau

kandung kemih sebagai akibat dari apendiks meradang,

bakteriuria dalam spesimen urin yang diperoleh melalui

kateter umumnya tidak terlihat pada apendisitis akut. [3,4]

b. Foto polos abdomen

Radiografi polos (Gambar 4) tidak spesifik, umumnya tidak efektif untuk biaya,

dan dapat menyesatkan dalam situasi tertentu. Dalam kurang dari 5 persen pasien, suatu

fecalith buram mungkin tidak terlihat di kuadran kanan bawah. Foto polos abdomen dapat

digunakan untuk menyingkirkan diagnosa banding. Pada appendicitis akut dapat terlihat

abnormal ”gas pattern” dari usus, tapi hal ini tidak spesifik. Ditemukannya fekalit dapat

mendukung diagnosa. Dapat ditemukan pula adanya local air fluid level, peningkatan

densitas jaringan lunak pada kuadran kanan bawah, perubahan bayangan psoas line, dan free

air (jarang) bila terjadi perforasi. Foto polos umumnya tidak dianjurkan kecuali kondisi

tertentu misalnya, perforasi, obstruksi usus, saluran kemih kalkulus. Walaupun demikian,

foto polos abdomen bukanlah sesuatu yang rutin atau harus dikerjakan dalam mengevaluasi

pasien dengan nyeri abdomen yang akut. [5]

Gambar 4. Plain radiographic image of the abdomen revealing an appendicolith (arrow) in

the right lower quadrant

c. Ultrasonografi

Merupakan pemeriksaan yang akurat untuk mendiagnosis appendicitis. Tekniknya

tidak mahal, dapat dilakukan dengan cepat, tidak invasif, tidak membutuhkan kontras dan

dapat digunakan pada pasien yang sedang hamil karena tidak menggunakan paparan radiasi.

Secara sonografi, appendiks diidentifikasi sebagai ”blind end”, tanpa peristaltik usus.

Kriteria sonografi untuk mendiagnosis appendicitis akut adalah adanya noncompressible

appendiks sebesar 6 mm atau lebih pada diameter anteroposterior, adanya appendicolith,

interupsi pada kontinuitas lapisan submukosa, dan cairan atau massa periappendiceal.

Temuan perforasi appendisitis termasuk cairan pericecal loculated, phlegmon (sebuah definisi

Page 30: Case Appendisitis Dr.okky

penyakit lapisan struktur dinding appendix) atau abses, lemak pericecal menonjol, dan

kehilangan keliling dari layer submukosan

False (+) dapat ditemukan pada adanya dilatasi tuba falopii dan pada pasien yang obese

hasilnya bisa tidak akurat, divertikulum Meckel, divertikulitis cecal, penyakit radang usus,

penyakit radang panggul, dan endometriosis Sedangkan false (-) didapat pada appendiks.[5]

Gambar 5. Transverse ultrasound image of the right lower quadrant of the abdomen revealing

a thick-walled, noncompressible tubular structure (an inflamed appendix) with a shadowing

appendicolith (arrow) [5]

d. Computerized Tomography

CT-scan sangat berguna pada pasien yang dicurigai mengalami proses inflamasi pada

abdomen dan adanya gejala tidak khas untuk appendicitis. Appendiks normal akan terlihat

sebagai struktur tubular tipis pada kuadran kanan bawah yang dapat menjadi opak dengan

kontras. Appendicolith terlihat sebagai kalsifikasi homogenus berbentuk cincin, dan terlihat

pada 25% populasi.[3]

Appendicitis akut dapat didiagnosa berdasarkan CT-scan apabila didapatkan

appendiks yang abnormal dengan inflamasi pada periappendiceal. Appendiks dikatakan

abnormal apabila terdistensi atau menebal dan membesar > 5 – 7 mm. Sedangkan yang

termasuk inflamasi periappendiceal antara lain adalah abses, kumpulan cairan, edem, dan

phlegmon. Inflamsi periappendiceal atau edem terlihat sebagai perkaburan dari lemak

mesenterium (”dirty fat”), penebalan fascia lokalis, dan peningkatan densitas jaringan lunak

pada kuadran kanan bawah. CT-scan khususnya digunakan pada pasien yang mengalami

penanganan gejala klinis yang telat (48 – 72 jam) sehingga dapat berkembang menjadi

Page 31: Case Appendisitis Dr.okky

phlegmon atau abses. Fekalit dapat dengan mudah terlihat, tetapi adanya fekalit bukan

patognomonik adanya appendicitis. Temuan penting adalah arrowhead sign yang disebabkan

penebalan dari caecum.[3]

Kekurangan dari CT termasuk mungkin iodinasi-kontras-media alergi, pasien

ketidaknyamanan dari pemberian media kontras (terutama jika media kontras rektal

digunakan), paparan radiasi pengion, biaya dan tidak dapat digunakan untuk wanita hamil.[3]

Gambar 6. Axial computed tomographic image of an inflamed appendix filled with fluid and

an appendicolith

Gambar 7. Axial computed tomographic image of pericecal inflammatory changes (arrow)

and mild free fluid in a patient with ruptured acute appendicitis.

Gambar 8. Axial computed tomographic image of an inflamed appendix with an

appendicolith (arrow) and associated periappendiceal and pericecal free fluid.

Page 32: Case Appendisitis Dr.okky

Table 5. Comparison of Ultrasonography and CT in Suspected Appendicitis

Category Ultrasonography CT

Accuracy 71% to 97% 93% to 98%

Sensitivity 85% to 90% 87% to 100%

Specificity 47% to 96% 95% to 99%

Negative

predictive

value

76% 95%

Patient types Pregnant women and women

of childbearing age, children

All types; avoid in pregnant

women

Approximate

cost*

$250 $750

Advantages Easily available, noninvasive,

no radiation, rapid, no

preparation needed, ability to

diagnose other sources of pain

(especially gynecologic

disorders)

More accurate, better

identification of phlegmon and

abscess, may complement

ultrasonography when results are

suboptimal, better ability to

detect normal appendix

Disadvantages Operator dependent, not as

accurate as CT, difficult with

large body habitus, cannot rule

out appendicitis if negative

Radiation exposure, patient

discomfort/risk if contrast media

used, cost

Page 33: Case Appendisitis Dr.okky

appendix is not apparent

e. Barium Enema (Apendikogram)

Barium enema merupakan kontra indikasi pada suspek apendisitis akut sebab

pada apendisitis akut ada kemungkinan sudah terjadi mikroperforasi sehingga kontras dapat

masuk ke intraabdomen menyebabkan penyebaran kuman ke intraabdomen. Barium enema

diindikasikan untuk apendisitis kronis. Apendikogram dilakukan dengan cara pemberian

kontras BaSO4 serbuk halus yang diencerkan dengan perbandingan 1:3 secara peroral dan

diminum sebelum pemeriksaan kurang lebih 8-10 jam untuk anak-anak atau 10-12 jam untuk

dewasa. Pemeriksaan ini dikatakan positif bila menunjukkan appendiks yang non-filling

dengan indentasi dari caecum menunjukan adanya appendicitis kronis. Hal ini menunjukkan

adanya inflamasi pericaecal. False negative (partial filling) didapatkan pada 10% kasus.

Barium enema ini sudah tidak lagi digunakan secara rutin dalam mengevaluasi pasien yang

dicurigai menderita appendicitis akut.[2]

Gambar 9. Filling defect appendicitis

II.6.4. Scoring Appendisitis

Dalam rangka meningkatkan tingkat akurasi dari diagnosis apendisitis, maka telah

disusun sebuah system penilaian yang dibuat berdasarkan penelitian secara retrospektif oleh

Alvarado. Sistem penilaian ini meliputi gejala-gejala (nyeri yang berpindah dari

periumbilikal ke perut kanan bawah, mual dan penurunan nafsu makan), tanda-tanda (nyeri

Page 34: Case Appendisitis Dr.okky

tekan pada perut kanan bawah, nyeri lepas, dan demam), dan pemeriksaan laboratorium

(leukositosis dan pergeseran ke kiri).[3]

a. Alvarado Score [3]

Symptoms

Migratory right iliac fossa pain 1 point

Anorexia 1 point

Nausea and vomiting 1 point

Signs

Right iliac fossa tenderness 2 points

Rebound tenderness 1 point

Fever 1 point

Laboratory

Leucocytosis 2 points

Shift to left (segmented neutrophils) 1 point

Total score 10 points

> 7 : strongly acute appendicitis.

5-6 : moderate acute appedndicitis

<5 : negative appendicitis or chronic appendicitis

b. Ohmann Score [3]

Page 35: Case Appendisitis Dr.okky

Low : ≤ 5, Moderate : 6 – 11, High : 12 – 13

c. Eskelinen Score [3]

≥ 55 : appendisitis akut

d. Skoring appendicitis pada anak-anak

Yang sering digunakan adalah Samuel Score. Sistem penilaian ini meliputi 9 variabel

untuk menilai appendisitis akut:

1. Gender (laki-laki 2 points, perempuan 0 point)

2. Intensitas nyeri (berat 2 points, sedang or moderate 0 point)

3. Perpindahan dari nyeri (ya 4 points, tidak 0 point)

4. Nyeri pada kuadran perut kanan bawah (RLQ) (ya 4 points, tidak 0 point)

5. Muntah (ya 2 points, tidak 0 point)

6. Suhu badan (≥37.5°C 3 points, <37.5°C 0 point)

7. Guarding (ya 4 points, tidak 0 point)

8. Bising usus (absent atau meningkat 4 points, normal 0 point)

Page 36: Case Appendisitis Dr.okky

9. Rebound tenderness (ya 7 points, tidak 0 point)

Apendisitis akut mempunyai nilai 0 sampai nilai maksimum 32. Dan nilai ini

digunakan untuk mendiagnosa ada atau tidaknya appendisitis akut.

Nilai batas untuk apendisitis akut adalah ≥21 kemungkinan besar appendisitis

akut.

Jika nilainya ≤15, kemungkinan untuk appendisitis akut adalah rendah. [3]

Diagnosa Banding

Banyak masalah yang dihadapi saat menegakkan diagnosis appendisitis karena penyakit lain

yang memberikan gambaran klinis yang hampir sama dengan appendisitis, diantaranya:

Gastroenteritis ditandai dengan mual, muntah dan diare mendahului rasa sakit. Sakit

perut lebih ringan, hiperperistaltis sering ditemukan, panas dan leukositosis

kurangmenonjol dibandingkan dengan appendisitis akut,

Limfadenitis mesenterika, biasanya didahului oleh entertitis atau

gastroenteritis.Ditandai dengan nyeri perut kanan disertai dengan perasaan mual dan

nyeri tekan perut.

Demam dengue, dimulai dengan sakit perut mirip peritonitis dan diperoleh hasil

positif untuk rumple lead, trombositopenia dan hematokrit yang meningkat.

Infeksi panggul, salpingitis akut kanan sulit dibedakan dengan appendisitis akut. Suhu

biasanya lebih tinggi daripada appendisitis dan nyeri perut bagian bawah lebih

difus.Infeksi panggul pada wanita biasanya diserai keputihan dan infeksi urin.

Gangguan alat reproduksi perempuan, folikel ovarium yang pecah dapat

memberikannyeri perut kanan bawah pada pertengahan siklis menstruasi. Tidak ada

tanda radangdan nyeri biasa hilang dalam waktu 24 jam.

Kehamilan ektopik, hampir selalu ada riwayat terlambat haid dengan keluhan yang

tidak jelas seperti ruptur tuba dan abortus. Kehamilan di luar rahim disertai

pendarahan menimbulkan nyeri mendadak difus di pelvic dan bisa terjadi syok

hipovolemik.

Divertikulosis meckel, gambaran klinisnya hampir sama dengan appendisitis akut

dansering dihubungkan dengan komplikasi yang mirip pada appendisitis akut

sehingga diperlukan pengobatan serta tindakan bedah yang sama.

Page 37: Case Appendisitis Dr.okky

Ulkus peptikum perforasi, sangat mirip dengan appendisitis jika isi gastroduodenum

mengendap turun ke daerah usus bagian kanan sekum.

Batu ureter, jika diperkirakan mengendap dekat appendiks dan menyerupai

appendicitis retrocaecal Nyeri menajalar ke labia, skrotum, penis, hematuria dan

terjadi demam atau leukositosis. Urolitiasis pielum atau ureter kanan (batu ureter atau

batu ginjal kanan). Adanya riwayat kolik dari pinggang ke perut menjalar ke inguinal

kanan merupakan gambaran yang khas. Eritrosituria sering ditemukan. Foto polos

abdomen atau urografi intravena dapat memastikan penyakit tersebut. Pielonefritis

sering disertai dengan demam tinggi, menggigil, nyeri costovertebral di sebelah kanan

dan piuria.

Kasus-kasus keganasan juga harus menjadi bahan pertimbangan. Karsinoma dengan

perforasi ke dalam sekum maupun kolon ascendens akan memberikan gejala nyeri

yang akut disertai tanda-tanda perangsangan peritoneum. Pada kasus yang jarang

ditemui, dapat terjadi apendicitis sekunder akibat obstruksi lumen sekum oleh karena

karsinoma. Limfoma pada ileum terminal juga dapat memberikan gejala-gejala yang

menyerupai appendicitis. Secara umum pada kasus-kasus keganasan abdominal dapat

ditemukan tinja dengan test guaiac yang positif, anemia, riwayat penurunan berat

badan, perubahan kronis dari pola defekasi.[1,3,5]

Penatalaksanaan

a. Indikasi Operasi

Apabila diagnosis apendicitis telah ditegakkan dengan berbagai pemeriksaan yang

mendukung, hal tersebut sudah merupakan suatu indikasi operasi (apendektomi), kecuali

pada kasus-kasus tertentu seperti halnya pada keadaan dimana masa akut telah dilewati

namun muncul komplikasi dengan terbentuknya abses. Pada beberapa kasus dapat digunakan

antibiotic sebagai terapi tunggal untuk mengurangi massa abses tersebut. Bila massa abses

telah terbentuk di sekitar apendiks maka basis dari sekum akan sulit untuk ditemukan, selain

itu tindakan operatif secara aman akan sulit untuk dikerjakan.

Tindakan yang paling tepat apabila diagnosa klinik sudah jelas adalah appendektomi.

Penundaan tindakan bedah sambil dilakukan pemberian antibiotik dapat mengakibatkan abses

atau perforasi. Terapi dengan antibiotik saja tidak cukup karena appendicitis adalah suatu

Page 38: Case Appendisitis Dr.okky

obstruksi bukan hanya peradangan, dan lumen yang terobstruksi tidak akan sembuh hanya

dengan antibiotik.

Indikasi untuk appendektomi adalah appendicitis akut, appendicitis infiltrat dalam

stadium tenang, appendicitis kronis, dan appendicitis perforata. Pada appendicitis perforata

dilakukan segera dengan laparatomi

Analgetik dapat diberikan pada pasien setelah diagnosis dari apendicitis sudah dapat

ditegakkan dan manajemen operatif telah direncanakan. Status cairan harus dipantau dengan

ketat menggunakan indicator klinis seperti nadi, tekanan darah, dan jumlah pengeluaran

urine. Penatalaksanaan pasien dengan apendicitis akut meliputi terapi medis dan terapi bedah.

Terapi medis terutama diberikan pada pasien yang tidak mempunyai akses ke pelayanan

bedah, dimana pada pasien diberikan antibiotik. Namun sebuah penelitian prospektif

menemukan bahwa dapat terjadi apendisitis rekuren dalam beberapa bulan kemudian pada

pasien yang diberi terapi medis saja. Selain itu terapi medis juga berguna pada pasien

apendicitis yang mempunyai risiko operasi yang tinggi. Namun pada kasus apendicitis

perforasi, terapi medis diberikan sebagai terapi awal berupa antibiotik dan drainase melalui

CT-scan pada absesnya. [5]

b. Persiapan pre-operasi

The Surgical Infection Society menganjurkan pemberian antibiotik profilaks sebelum

pembedahan dengan menggunakan antibiotik spektrum luas kurang dari 24 jam untuk

apendicitis non perforasi dan kurang dari 5 jam untuk apendicitis perforasi. Penggantian

cairan dan elektrolit, mengontrol sepsis, antibiotik sistemik adalah pengobatan pertama yang

utama pada peritonitis difus termasuk akibat apendicitis dengan perforasi.

1. Cairan intravena ; cairan yang secara massive ke rongga peritonium harus diganti

segera dengan cairan intravena, jika terbukti terjadi toxix sistemik, atau pasien tua atau

kesehatan yang buruk harus dipasang pengukur tekanan venacentral. Balance cairan harus

diperhatikan. Cairan atau berupa ringer laktat harus di infus secara cepat untuk mengkoreksi

hipovolemia dan mengembalikan tekanan darah serta pengeluaran urin pada level yang baik.

Darah di berikan bila mengalami anemia dan atau dengan perdarahan secara bersamaan.

2. Antibiotik : antibiotik tetap diberikan sampai pasien tidak demam dengan normal

leukosit.Setelah memperbaiki keadaan umum dengan infus, antibiotik serta pemasangan pipa

Page 39: Case Appendisitis Dr.okky

nasogastrik perlu di lakukan pembedahan sebagai terapi definitif dari appendisitist perforasi.

[5]

c. Pertimbangan Operatif

Perlu ditentukan apakah prosedur operasi akan dilaksanakan melalui pendekatan

secara tradisional (terbuka) atau dengan bantuan laparoskopi. Terdapat berbagai penelitian

yang membandingkan antara pendekatan secara terbuka maupun dengan laparoskopi.

Berdasarkan informasi terkini dapat disimpulkan bahwa pada kasus apendisitis tanpa disertai

komplikasi, pendekatan secara laparoskopik dapat mengurangi nyeri, kebutuhan untuk

dirawat dan juga menurunkan insidens infeksi pada luka setelah operasi. Pasien juga dapat

kembali bekerja lebih awal.[5]

Tabel 6. Advantages of laparotomy versus laparoscopy approaches to appendectomy

Laparotomy

Shorter time in operating room

Lesser cost of operation

Overall lesser cost of hospital stay

Possitively less risk of intraabdominal

abcess in perforated cases

Laparoscopy

Diagnosis of other conditions

Decreased wound infection

Minimal decrease in hospital stay

Possible decrease in time for convalescence

and return to work or normal activity

Dilakukan pengangkatan apendiks apabila pada saat operasi ditemukan gambaran

inflamasi. Hal penting yang harus diingat adalah untuk melakukan disseksi apendiks sampai

ke basis, yaitu pada pertemuan taenia di dinding caecum. Kegagalan dalam mengangkat

seluruh apendiks sampai ke basis-nya dapat mengingkatkan resiko terjadinya apendicitis

rekuren. Mengingat bahwa terdapat beberapa laporan terjadinya appendicitis rekuren, maka

penting untuk tetap berwaspada terhadap kemungkinan munculnya apendisitis rekuren meski

terdapat riwayat operasi apendiks dan bukti jaringan parut yang nyata. Apabila diseksi secara

aman tidak dimungkinkan oleh karena adanya inflamasi ataupun pembentukan abses, sebuah

closed suction drain dapat diletakan ke dalam kavum peritoneum. Tindakan ini bermanfaat

Page 40: Case Appendisitis Dr.okky

untuk mengalirkan materi fekal maupun pus keluar sehingga mencegah tertimbunnya materi-

materi tersebut kedalam kavum peritoneum.

d. Pasca Operasi

Kasus-kasus apendiictis tanpa komplikasi, pasien dapat mulai minum dan makan

segera setelah mereka merasa mampu, dan defekasi dievaluasi dalam 24-48 jam. Pemberian

antibiotic dan dekompresi dengan nasogastric tube pasca operasi tidak rutin dikerjakan pada

pasien apendicitis tanpa komplikasi. Pada kasus-kasus yang disertai dengan peritonitis,

pemberian antibiotic diberikan hingga 5-7 hari setelah operasi.[5]

e. Operasi Apendektomi

Untuk mencapai apendiks ada tiga cara yang secara operatif mempunyai keuntungan dan

kerugian.

a. Insisi menurut Mc Burney (grid incision atau muscle splitting incision ).

Sayatan dilakukan pada garis tegak lurus pada garis yang menghubungkan spina

iliaka anterior superior (SIAS) dengan umbilicus pada batas sepertiga lateral (titik

McBurney). Sayatan ini mengenai kutis, subkutis dan fasia. Otot-otot dinding perut dibelah

secara tumpul menurut arah serabutnya. Setelah itu akan tampak peritoneum

parietal(mengkilat dan berwarna biru keabu-abuan) yang disayat secukupnya untuk

meluksasisekum. Sekum dikenali dari ukurannya yang besar dan mengkilat dan lebih

kelabu/putih, mempunyai haustrae dan teania koli, sedangkan ileum lebih kecil, lebih merah

dan tidak mempunyai haustrae atau teania koli. Basis apendiks dicari pada pertemuan ketiga

taeniacoli. Teknik inilah yang paling sering dikerjakan karena keuntungannya tidak terjadi

benjolan dan tidak mungkin terjadi herniasi, trauma operasi minimum pada alat-alat tubuh,

dan masa istirahat pasca bedah lebih pendek karena masa penyembuhannya lebihcepat.

Kerugiannya adalah lapangan operasi terbatas, sulit diperluas, dan waktu operasi lebih lama.

Lapangan operasi dapat diperluas dengan memotong secara tajam. [5]

Teknik apendektomi Mc Burney :

1. Pasien berbaring terlentang dalam anestesi umum atau regional. Kemudian lakukan

tindakan asepsis dan antisepsis pada daerah perut kanan bawah.

Page 41: Case Appendisitis Dr.okky

2. Dibuat sayatan menurut Mc Burney sepanjang kurang lebih 10 cm dan dinding perut

dibelah menurut arah serabut otot secara tumpul, berturut-turut M.oblikus abdominis

eksternus, m.abdominis internus, samapai tampak peritonium (Gambar 9)

3. Peritonium disayat cukup lebar untuk eksplorasi (Gambar 10)

4. Sekum dan apendiks diluksasi keluar (Gambar 11)

5.Mesoapendiks dibebaskan dan dipotong dari apendiks secara biasa, dari apeks kearah basis

(Gambar 12)

6. Semua perdarahan dirawat.

7. Disiapkan tabac sac mengelilingi basis apendiks dengan sutra, basis apendiks kemudian

dijahit dengan catgut

8. Lakukan pemotongan apendiks apikal dari jahitan tersebut

9. Puntung apendiks diolesi betadine

10. Jahitan tabac sac disimpulkan dan puntung dikuburkan dalam simpul tersebut.

Mesoapendiks diikat dengan sutera (Gambar 14)

11. Dilakukan pemeriksaan terhadap rongga peritoneum dan alat-alat di dalamnya,

semua perdarahan dirawat.

12. Sekum dikembalikan ke dalam abdomen.

13. Sebelum ditutup, peritonium dijepit dengan minimal 4 klem dan didekatkan untuk

memudahkan penutupannya. Peritoneum dijahit jelujur dengan chromic cat gut dan otot-

otot dikembalikan (Gambar 15).

14. Dinding perut ditutup lapis demi lapis, fasia dengan sutera, sub kutis dengan cat gut dan

akhirnya kulit dengan sutera.

15. Luka operasi dibersihkan dan ditutup dengan kasa streril.

Page 42: Case Appendisitis Dr.okky

Gambar 10. Insisi Mc.Burney

Gambar 11. Insisi peritoneumGambar 12.caekum dan appendiks diluksasi keluar

Gambar 13. Pembebasan Mesoappendiks

Gambar 14. tabac sac mengelilingi basis apendiks dan dijahit dengan catgut kemudian

pemotongan appendiks

Gambar 15. Penyimpulan jahitan tabac sac dan mesoapendiks diikat dengan sutera

Gambar 16. Penjahitan luka operasi

b. Insisi menurut Roux (muscle cutting incision)

Page 43: Case Appendisitis Dr.okky

Lokasi dan arah sayatan sama dengan Mc Burney, hanya sayatannya langsung

menembus otot dinding perut tanpa memperdulikan arah serabut sampai tampak peritoneum.

Keuntungannya adalah lapangan operasi lebih luas, mudah diperluas, sederhana, dan mudah.

Sedangkan kerugiannya adalah diagnosis yang harus tepat sehingga lokasi dapat dipastikan,

lebih banyak memotong saraf dan pembuluh darah sehingga perdarahan menjadi lebih

banyak, masa istirahat pasca bedah lebih sering terjadi, kadang-kadang ada hematoma yang

terinfeksi, dan masa penyembuhan lebih lama.[5]

c. Insisi pararektal

Dilakukan sayatan pada garis batas lateral m.rektus abdominis dekstra

secaravertikal dari kranial ke kaudal sepanjang 10cm. Keuntungannya, teknik ini dapat

dipakai pada kasus-kasus apendiks yang belum pasti dan kalau perlu sayatan dapat

diperpanjang dengan mudah. Sedangkan kerugiannya, sayatan ini tidak langsung mengarah

ke apendiks atau caecum, kemungkinan memotong saraf dan pembuluh darah lebih besar, dan

untuk menutup luka operasi diperlukan jahitan lebih banyak.[5]

Komplikasi

Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik berupa perforasi bebas

maupun perforasi pada appendiks yang telah mengalami pendindingan sehingga berupa

massa yang terdiri atas kumpulan appendiks, caecum, dan lekuk usus halus.[1]

Massa appendiks terjadi bila appendicitis gangrenosa atau mikroperforasi ditutupi

atau dibungkus oleh omentum dan/lekuk usus halus. Pada massa periappendikuler yang

pendinginannya belum sempurna, dapat terjadi penyebaran pus ke seluruh rongga peritoneum

jika perforasi diikuti peritonitis purulenta generalisata. Oleh karena itu, massa

periappendikuler yang masih bebas disarankan segera dioperasi untuk mencegah penyakit

tersebut. Pada anak selamanya dipersiapkan untuk operasi dalam waktu 2-3 hari saja.[1]

Pasien dewasa dengan massa periappendikuler yang mengalami demam, dianjurkan

untuk dirawat dahulu dan diberi antibiotika sambil diawasi suhu tubuh, ukuran massa, serta

luasnya peritonitis. Bila sudah tidak ada demam, massa periappendikular hilang, dan leukosit

Page 44: Case Appendisitis Dr.okky

normal. Penderita boleh pulang dan appendictomy efektif dapat dikerjakan 2-3 bulan

kemudian agar pendarahan akibat perlengketan dapat ditekan sekecil mungkin.[1]

Bila terjadi perforasi, akan terbentuk abses appendiks. Hal ini ditandai dengan

kenaikan suhu dan frekuensi nadi, bertambahnya nyeri, dan teraba pembengkakan massa,

serta bertambahnya angka leukosit.[1]

Appendiktomy direncanakan pada infiltrat periappendikuler tanpa pus yang telah

ditenangkan. Sebelumnya pasien diberi antibiotika kombinasi yang aktif terhadap kuman

aerob dan anaerob. Baru setelah keadaan tenang yaitu sekitar 6-8 minggu kemudian

dilakukan appendiktomy. Pada anak kecil, wanita hamil, dan penderita usia lanjut, jika secara

konservatif tidak membaik atau berkembang menjadi abses, dianjurkan operasi secepatnya.

Kalau sudah terjadi abses, dianjurkan drainage saja dan appendiktomy dikerjakan setelah 6-8

minggu kemudian. Jika ternyata tidak ada keluhan atau gejala apapun dan pemeriksaan

jasmani dan laboratorium tidak menunjukkan tanda radang atau abses dapat dipertimbangkan

membatalkan tindakan bedah Adanya fekalit dalam lumen, umur (orang tua atau anak kecil)

dan keterlambatan diagnosis merupakan faktor yang berperan dalam terjadinya perforasi

appendiks. Dilaporkan insiden perforasi 60% pada penderita diatas usia 60 tahun. Faktor

yang mempengaruhi tingginya insiden perforasi pada orangtua adalah gejalanya samar,

keterlambatan berobat, adanya perubahan anatomi appendiks berupa penyempitan lumen dan

arteriosclerosis. Insiden tinggi pada anak disebabkan pleh dinding appendiks yang masih

tipis, anak kurang komunikatif, sehingga memperpanjang waktu diagnosis, dan proses

pendinginan kurang sempurna akibat perforasi yang berlangsung cepat dan omentum anak

belum berkembang.[1]

Perbaiki keadaan umum dengan infus, pemberian antibiotik untuk kuman gram

negatif dan positif serta kuman anaerob dan pemasangan pipa nasogastric perlu dilakukan

sebelum pembedahan. Perlu dilakukan laparotomi dengan insisi yag panjang supaya dapat

dilakukan pencucian rongga peritoneum dari pus maupun pengeluaran fibrin yang adekuat

secara mudah, begitu pula pembersiha kantung nanah. Akhir-akhir ini mulai banyak

dilaporkan pengelolaan appendicitis perforasi secara laparoskopi appendiktomy.

Keuntungannya lama rawat lebih pendek dan secara kosmetik lebih baik. Karena ada

kemungkinan terjadi infeksi luka operasi, perlu dianjurkan pemasangan penyalir subfacia,

kulit dibiarkan terbuka untuk kemudian dijahit bila sudah dipastikan tidak ada infeksi.[1]

Page 45: Case Appendisitis Dr.okky

a. Appendicitis rekurens

Diagnosis appendicitis rekurens baru dapat dipikirkan jika ada riwayat serangan nyeri

berulang di perut kiri kanan bawah yang mendorong dilakukan appendictomy, dan hasil

patologi menunjukkan peradangan akut. Kelainan ini terjadi bila serangan appendicitis akut

pertama kali sembuh spontan. Namun, appendiks tidak pernah kembali ke bentuk aslinya

karena terjadi fibrosis dan jaringan parut. Resiko untuk terjadinya serangan lagi sekitar 50%.

Incidens appendicitis rekurens adalah 10% dari spesimen appendictomi yang diperiksa secara

patologik. Pada appendicitis recurens biasanya dilakukan appendictomi karena sering

penderita datang dalam serangan akut.[1]

b. Appendicitis kronis

Diagnosis appendicitis kronik baru dapat ditegakkan jika dipenuhi semua syarat ;

riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang kronik appendiks secara

makroskopik dan mikroskopik dan keluhan menghilang setelah appendictomi. Kriteria

mikroskopik appendicitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding appendiks, sumbatan

parsial atau total lumen appendiks, adanya jaringan parut atau ulkus lama di mukosa, dan

infiltrasi sel inflamasi kronik. Insidens appendicitis kronik antara 1-5%.[1]

c. Mukolel Appendiks

Mukokel appendiks adalah dilatasi kistik dari appendiks yang berisi musin akibat

adanya obstruksi kronik pangkal appendiks, yang biasanya berupa jaringan fibrosa. Jika isi

lumen steril, musin akan tertimbun tanpa terinfeksi. Walaupun jarang, mukokel dapat

disebabkan oleh kistadenoma yang dicurigai bisa menjadi ganas.

Penderita sering datang dengan keluhan ringan berupa rasa tidak enak di perut kanan

bawah. Kadang teraba massa memanjang di regio iliaka kanan. Suatu saat bila terjadi infeksi,

akan timbul tanda appendicitis akut. Pengobatan dengan appendiktomi.[1]

Prognosis

Page 46: Case Appendisitis Dr.okky

Prognosis untuk appendisitis adalah bonam. Angka kematian akibat appendicitis di

Amerika Serikat telah menurun dari 9,9 per 100.000 pada tahun 1939 menjadi 0,2 per

100.000 pada tahun 1986. Hal ini disebabkan oleh karena diagnosis dini dan penatalaksanaan

yang baik, adanya antibiotik yang baik, cairan intravena, tersedianya darah dan terapi yang

tepat sebelum terjadinya perforasi. Hal-hal lain yang mempengaruhi tinggi rendahnya angka

kematian akibat appendisitis adalah umur pasien dan terjadinya perforasi. Pada orang tua

dengan komplikasi perforasi maka angka kematiannya menjadi jauh lebih tinggi dbandingkan

dengan orang muda tanpa perforasi.[3]

Mortalitas pada appendicitis adalah karena keterlambatan diagnosis dan umur pasien.

Mortalitas 1% jika appendisitis akut tidak pecah dan 15% jika pecah pada orang tua,

kematian biasanya dari sepsis, emboli paru, atau aspirasi. Prognosis membaik dengan

diagnosa dini sebelum ruptur dan pemberian antibiotik

DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidajat, R dan de Jong, Wim. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC

2. Brunicardi C, Anderson DK, Billiar T, Duhn DL, Hunter JG, Mathews JB, Pallock RC.

2010. The Appendix on Chapter 30 in Schwartzs Principles of Surgery 9ed ebook.  New

York: McGraw-Hills.

3. Kevin P. Lally, Charles S. Cox JR. dan Richard J. Andrassy. 2004. Appendix on Chapter

47 in Sabiston Textbook of Surgery 17ed ebook. New York: Saunders.

4. Snell RS.Anatomi Klinis Untuk Mahasiswa Kedokteran. Jakarta : EGC.2006

5. Dudley H.A.F. Apendisitis akut dalam Hamilton Bailey Ilmu Bedah Gawat Darurat edisi

11. Gajah Mada Unv Press.1992. hal 441-452

6. Appendectomy. [Internet] [cited April 2011] Available from:

http://en.wikipedia.org/wiki/Appendectomy

7. Vermiform Appendix. [Internet] [cited April 2011] Available from:

http://en.wikipedia.org/wiki/vermiform_appendix

8. Bewes P. Appendicitis. [Internet] April 2003. [cited April 2011] E-Talc

Issue 3. Available from:

Page 47: Case Appendisitis Dr.okky

http://web.squ.edu.om/med-Lib/MED_CD/E_CDs/health

%2520development/html/clients/beweshtml/bewes_01.htm

9. Kapita selekta kedokteran. Edisi ketiga. Jakarta : Penerbit Media

Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2000


Top Related