Transcript
Page 1: BAB II TINJAUAN UMUM A. Tinjauan Hukum Perkawinanrepository.uir.ac.id/380/2/bab2.pdfA. Tinjauan Hukum Perkawinan Pada bidang perkawinan, bangsa Indonesia telah memiliki Undang-Undang

BAB II

TINJAUAN UMUM

A. Tinjauan Hukum Perkawinan

Pada bidang perkawinan, bangsa Indonesia telah memiliki Undang-

Undang nasional yang berlaku bagi seluruh warga negara Indonesia, yaitu

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan yang disahkan pada

tanggal 2 Januari 1974 dan diundangkan di dalam Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 1974 Nomor 1.

Sedangkan penjelasannya dimuat di dalam Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 3019. Menurut DR. Mr. Hazairin, Undang-Undang

Perkawinan ini adalah hasil suatu usaha untuk menciptakan hukum nasional, yaitu

hukum yang berlaku bagi setiap warga negara Republik Indonesia.31

Undang-undang ini merupakan suatu unifikasi dengan tetap menghormati

secara penuh adanya variasi berdasarkan agama dan kepercayaan yang

Berketuhanan Yang Maha Esa. Unifikasi ini bertujuan hendak melengkapi segala

apa yang yang tidak diatur hukumnya dalam agama atau kepercayaan, karena

dalam hal tersebut Negara berhak mengaturnya sendiri sesuai dengan

perkembangan masyarakat dan tuntutan zaman.32

Sebelum Undang-Undang Perkawinan tersebut keluar, di Indonesia

berlaku ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata (B.W.), Ordonansi Perkawinan Indonesia Kristen (Huwelyks Ordonansi

voor de Christenen Indoensiers) Staaatblad 1933 Nomor. 74, Peraturan

31 Hazairin, Tinjauan Undang-undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974, Penerbit Tintamas,

Jakarta, 1975, Hlm. 260 32 Ibid, Hlm. 261

Page 2: BAB II TINJAUAN UMUM A. Tinjauan Hukum Perkawinanrepository.uir.ac.id/380/2/bab2.pdfA. Tinjauan Hukum Perkawinan Pada bidang perkawinan, bangsa Indonesia telah memiliki Undang-Undang

Perkawinan Campuran (Regeling op de gemengde Huwelyken) Stablad. 1898

Nomor. 158, dan Undang-undang Pencatatan Nikah, Talak dan Rujuk, Lembaran

Negara 1954 Nomor. 32 serta peraturan-peraturan Menteri Agama mengenai

penjelasannya.

Dengan keluarnya Undang-undang perkawinan tersebut, ketentuan-

ketentuan yang diatur dalam undang-undang, ordonansi, dan peraturan-peraturan

sebelumnya sejauh telah diatur dalam undang-undang yang baru dinyatakan tidak

berlaku.

Meskipun demikian, hukum perkawinan Islam bagi penganut agama Islam

memperoleh jaminan untuk tetap dapat berlaku. Sebagaimana didasarkan pada

Pasal 2 ayat (1) yang menyebutkan perkawinan adalah sah, apabila dilakukan

menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya. Ini menjadi

jaminan bagi setiap penganut agama Islam untuk dapat secara bebas menjalankan

agamanya dalam lapangan pelaksanaan perkawinan.

Hal ini sejalan pula dengan jaminan bagi setiap warga negara untuk aturan

agama yang dianutnya yang bersumber dari ketentuan dalam Undang-Undang

Dasar 1945 dan Sila Ketuhanan Yang Maha Esa pada dasar falsafah negara yaitu

Pancasila.

Tetap berlakunya hukum perkawinan Islam bagi umat Islam di Indonesia

disamping adanya Undang-Undang Perkawinan tidak berarti bahwa pasal-pasal

yang ada di dalam undang-undang tersebut bertentangan dengan ketentuan hukum

perkawinan Islam. Dengan mengadakan perbandingan akan kita peroleh kepastian

Page 3: BAB II TINJAUAN UMUM A. Tinjauan Hukum Perkawinanrepository.uir.ac.id/380/2/bab2.pdfA. Tinjauan Hukum Perkawinan Pada bidang perkawinan, bangsa Indonesia telah memiliki Undang-Undang

bahwa banyak pasal dalam Undang-Undang Perkawinan sejalan dengan

ketentuan-ketentuan hukum perkawinan Islam.33

B. Tinjauan Tentang Perceraian

Ada banyak jenis perceraian yang dikenal dalam Islam, yaitu :

1. Talak

Secara harfiyah, talak berarti lepas dan bebas. Dihubungkannya kata talak

dalam arti kata ini dengan putusnya perkawinan, karena antara suami dan istri

sudah lepas hubungannya atau masing masing sudah bebas. Dalam

mengemukakan arti talak secara termilogis, ulama mengemukakan rumusan yang

berbeda, namun esensinya sama, yakni melepaskan hubungan pernikahan dengan

menggunakan lafaz talak dan sejenisnya.34

Abdul Ghofur Anshory menjelaskan

bahwa dalam hukum Islam hak talak ini hanya diberikan kepada suami (laki-laki)

dengan pertimbangan, bahwa pada umumnya suami lebih mengutamakan

pemikiran dalam mempertimbangkan sesuatu dari pada istri (wanita) yang

biasanya bertindak atas dasar emosi. Hal ini dimaksudkan agar terjadinya

perceraian lebih dapat diminimalisi dari pada jika hak talak diberikan kepada

istri.35

2. Syiqaq

Konflik antara suami istri itu ada beberapa sebab dan macamnya. Sebelum

konflik membuat suami mengalami keputusan berpisah yang berupa talak, maka

konflik-konflik tersebut antara lain adalah syiqaq.

33 Ahmad Azhar Basyir, Op Cit, Hlm. 9 34

Abdul Ghofur Anshori, Hukum Perkawinan Islam (perspektif) Fikih dan Hukum Positif), UII

Press, Yogyakarta, 2011, hlm. 105-106 35

Ibid., hlm.106.

Page 4: BAB II TINJAUAN UMUM A. Tinjauan Hukum Perkawinanrepository.uir.ac.id/380/2/bab2.pdfA. Tinjauan Hukum Perkawinan Pada bidang perkawinan, bangsa Indonesia telah memiliki Undang-Undang

Menurut Muhammad Thalib, cara penyelasaian syiqaq yang bersandar

pada firman Allah QS.An-Nisa' (4):35 menegaskan bahwa yang bertanggung

jawab menyelesaikan adalah suami istri dan kaum kerabatnya. Yang paling utama

untuk mengutus penengah adalah kerabat. Jika tidak ada, maka kaum muslimin

yang mendengar persoalan mereka hendaknya berusaha memperbaiki hubungan

mereka. Pertikaian kadang-kadang disebabkan oleh pembangkangan istri, kadang-

kadang pula oleh kezaliman suami. Jika hal pertama yang terjadi, maka

hendaknya suami mengatasinya dengan cara paling ringan diantara cara-cara yang

disebutkan didalam QS.An-Nisa'(4):35 terdahulu. Akan tetapi, jika hal yang kedua

terjadi dan dikhawatirkan suami akan terus-menerus berlaku zalim atau sulit

menghilangkan nusyuznya, selanjutnya dikhawatirkan akan terjadi perpecahan

antara mereka tanpa dapat menegakkan tiga rukun rumah tangga: ketenangan,

kecintaan, dan kasih sayang, maka kedua suami istri dan kaum kerabat wajib

mengutus dua orang hakam (penengah) yang bermaksud memperbaiki hubungan

antara mereka. Jika maksud dan tekad mereka itu benar, dengan karunia dan

kemurahan-Nya Allah akan mempersatukan mereka kembali36

.

Surat An-Nisa (4) ayat 35 :

Artinya: Dan jika kamu khawati ada persengketaan antara keduanya, maka

kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari

keluarga perempuan. Jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan

perbaikan, nicaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu.

Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal

36

Muhammad Thalib, Manajemen Keluarga Sakinah, Pro-U, Yogyakarta, 2007, hlm.293-294

Page 5: BAB II TINJAUAN UMUM A. Tinjauan Hukum Perkawinanrepository.uir.ac.id/380/2/bab2.pdfA. Tinjauan Hukum Perkawinan Pada bidang perkawinan, bangsa Indonesia telah memiliki Undang-Undang

3. Khulu'

Abdul Ghofur Anshori menjelaskan bahwa khulu' yang terdiri dari lafaz

kha-la-'a secara etimologi berarti menanggalkan atau membuka pakaian.

Dihubungkannya kata khulu' dengan perkawinan, karena dalam Alquran surah Al-

Baqarah (2) ayat 187, disebutkan suami itu sebagai pakaian bagi istrinya dan istri

itu merupakan pakaian bagi suaminya. Penggunaan kata khulu' untuk putusnya

perkawinan, karena istri sebagai pakaian bagi suaminya berusaha menangggalkan

pakaiannya itu dari suaminya. Dalam arti istilah hukum dalam beberapa kitab

fikih khulu' diartikan dengan putus perkawinan dengan menggunakan uang

tebusan, menggunakan ucapan talak atau khulu'. khulu' itu merupakan satu bentuk

dari putusnya perkawinan itu, dalam khulu' terdapat uang tebusan, atau ganti rugi

atau iwadh37

.

Al-Quran surah Al-Baqarah (2) ayat 187 :

Artinya: Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur

dengan isteri-isteri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun

adalah pakaian bagi mreka Allah mengetahui bahwasannya kamu tidak

dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi

maaf kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang

telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang

bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian

sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu

campuri mereka itu, sedang kamu beri’tikaf dalam mesjid. Itulah larangan

Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah

menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia supaya mereka bertaqwa.

37

Muhammad Syaifuddin, Sri Turatmiyah, Annlisa Yahana (Ed), op. cit., hlm. 130

Page 6: BAB II TINJAUAN UMUM A. Tinjauan Hukum Perkawinanrepository.uir.ac.id/380/2/bab2.pdfA. Tinjauan Hukum Perkawinan Pada bidang perkawinan, bangsa Indonesia telah memiliki Undang-Undang

Khulu' atau talak tebus menurut Soemiyanti ialah bentuk perceraian atas

persetujuan suami istri dengan jatuhnya talak satu dari suami kepada istri dengan

tebusan harta atau uang dari pihak istri yang menginginkan cerai denga khulu'

itu38

.

4. Fasakh

Secara etimologi, fasakh berarti membatalkan. Apabila dihubungkan

dengan perkawinan fasakh berarti membatalkan perkawinan atau merusakkan

perkawinan. Kemudian, secara terminologis fasakh bermakna pembatalan ikatan

pernikahan oleh Pengadilan Agama berdasarkan tuntutan istri atau suami yang

dapat dibenarkan Pengadilan Agama atau karena pernikahan yang telah terlanjur

menyalahi hukum pernikahan39

.

Hukum pelaksanaan fasakh pada dasarnya adalah mubah atau boleh, yakni

tidak disuruh dan tidak pula dilarang. Namun, bila melihat kepada keadaan dan

bentuk tertentu, hukumnya bisa bergeser menjadi wajib, misalnya jika kelak

dikemudian hari ditemukan adanya rukun dan syarat yang tidak dipenuhi oleh

suami dan / atau istri.40

Pengertian fasakh dijelaskan oleh Sajuti Thalib ialah suatu lembaga

pemtusan hubungan perkawinan karena tertipu atau karena tidak mengetahui

sebelum perkawinan bahwa istri yang telah dinikahinya itu ada cacat celanya.

Salah satu Hadis Rasul yang membolehkan seorang wanita yang sudah dinikahi

baru diketahui bahwa dia tidak sekufu (tidak sederajat dengan suaminya), untuk

38

Soemiyanti, Hukum Perkawinan Islam Dan Undang-Undang Perkawinan (UU No. 1 Tahun

1974), Liberti, Yogyakarta, 1982, Hlm. 107-108 39

Abdul Ghofur, op. cit., hlm. 137 40

Ibid., hlm. 138

Page 7: BAB II TINJAUAN UMUM A. Tinjauan Hukum Perkawinanrepository.uir.ac.id/380/2/bab2.pdfA. Tinjauan Hukum Perkawinan Pada bidang perkawinan, bangsa Indonesia telah memiliki Undang-Undang

memilih tetap diteruskan hubungan perkawinanya itu atau apakah dia ingin di

fasakhkan, diriwayatkan oleh Ibnu Majah. Atsar, Umar bin Khatab pernah

memfasakhkan suatu perkawinan pada masa beliau menjadi khalifah karena

penyakit bershak (semacam penyakit menular) dan gila, rawahul Daruquthin41

.

5. Fahisah

Fahisah menurut Al-quran Surah An-Nisa' (4): 15 ialah perempuan yang

melakukan perbuatan keji atau perbuatan buruk yang memalukan keluarga, seperti

perbuatan mesum, homo seksual, lesbian, dan sejenisnya. Apabila terjadi

peristiwa yang demikian itu, maka suami dapat bertindak mendatangkan 4

(empat) orang saksi laki-laki yang adil memberikan kesaksian tentang perbuatan

itu, apabila terbukti benar, maka kuranglah wanita itu dalam rumah sampai

mereka menemui ajalnya.42

Al-Quran Surah An-Nisa (4) ayat 15:

Artinya: Dan (terhadap) para wanita yang mengerjakan perbuatan keji,

hendaklah ada empat orang saksi diantara kamu (yang menyaksikannya).

Kemudian apabila mereka telah memberi persaksian, maka kurunglah

mereka (wanita-wanita itu) dalam rumah sampai mereka menemui ajalnya,

atau sampai Allah memberi jalan lain kepadanya.

6. Ta'lik Talak

Pada prinsipnya Ta'lik Talak, menurut penjelasan Sudarsono, adalah suatu

penggantungan terjadinya jatuhnya talak terhadap peristiwa tertentu sesuai dengan

41

Sajuti Thalib,Hukum Kekeluargan Indonesia, Universitas Indonesia, Jakarta,1981, hlm.117. 42

Mohd. Idris Ramulyo,Hukum Perkawinan Islam : Suatu Analisis Undang-Undang No. 1 Tahun

1974 Dan Kompilasi Hukum Islam, Bumi Aksara, Jakarta, 2004, hlm.139

Page 8: BAB II TINJAUAN UMUM A. Tinjauan Hukum Perkawinanrepository.uir.ac.id/380/2/bab2.pdfA. Tinjauan Hukum Perkawinan Pada bidang perkawinan, bangsa Indonesia telah memiliki Undang-Undang

perjanjian yang telah dibuat sebelumnya antara suami istri. Dalam kenyataan,

hubungan suami istri menjadi putus berdasarkan ta'lik talak dengan adanya

beberapa syarat, yaitu pertama, berkenaan dengan adanya peristiwa dimana

digantungkan talak berupa terjadinya sesuatu seperti yang diperjanjikan.

Misalnya: pernyataan suami bahwa jika ia meninggalkan istri selama 6 bulan

dengan tiada kabar dan tidak mengirim nafkah lahir batin atau suami berjanji

bahwa ia tidak akan memukul istri lagi. Kedua, menyangkut masalah

ketidakrelaan istri. Apabila suami ternyata tetap melakukan pemukulan kepada

istri, maka istri tidak rela. Ketiga, apabila istri sudah tidak rela, maka ia boleh

menghadap pejabat yang berwenang menangani masalah ini, yang dalam hal ini

Kantor Urusan Agama. Keempat, istri membayar 'iwadl melalui pejabat yang

berwenang sebagai pernyataan tidak senang terhadap sikap yang dilakukan suami

terhadapnya43

.

7. Ila'

Ila' berasal dari bahasa Arab, yang se3cara arti kata berarti "tidak mau

melakukan sesuatu dengan cara bersumpah" atau "sumpah'. Dalam artian definitif

terdapat beberapa rumusan yang hampir atau berdekatan maksudnya. Definisi

yang disepakati untuk mengartikan ila' adalah sebagaimana yang terdapat dalam

Syarh Minhaj al-Thalibin karya Jalal al-Dien al-Mahally (IV:8), yang berarti

"sumpah suami untuk tidak menggauli istrinya.44

43

Sudarsono, Hukum Perkawinan Nasional, Rineka Cipta, Jakarta, 1994, Hlm. 133 44

Abdul Ghofur Anshori, op. cit., hlm 148

Page 9: BAB II TINJAUAN UMUM A. Tinjauan Hukum Perkawinanrepository.uir.ac.id/380/2/bab2.pdfA. Tinjauan Hukum Perkawinan Pada bidang perkawinan, bangsa Indonesia telah memiliki Undang-Undang

8. Zhihar

Zhihar adalah prosedur talak, yang hampir sama dengan ila'. Arti zhihar

ialah seorang suami yang bersumpah bahwa istrinya itu baginya sama dengan

punggung istrinya. Ibarat ini erat kaitannya dengan kebiasaan masyarakar Arab,

apabila masyarakat Arab marah, maka ibarat/penyamaan tadi sering terucap.

Apabila ini terjadi berarti suami tidak akan menggauli istrinya.45

9. Li'an

Perkawinan dapat putus karena li'an. Li'an diambil dari kata la'n

(melaknat), karena pada sumpah kelima, suami mengatakan bahwa ia menerima

laknat Allah bila ia termasuk orang-orang yang berdusta. Perkara ini disebut li'an,

ilti'an (melaknat diri sendiri) dan mula'anah (saling melaknat). Li'an diambil dari

firman Allah : “Dan (sumpah) yang kelima, bahwa laknat Allah atasnya, jika tidak

termasuk orang-orang yang berdusta”.

10. Murtad (Riddah)

Syaik Hasan Ayyub menjelaskan bahwa apabila salah seorang suami istri

murtad sebelum terjadi persetubuhan, maka nikah terkena fasakh menurut

pendapat mayoritas ulama. Dituturkan dari Abu Daud bahwa pernikahan tidak

terkena fasakh sebab kemurtadan, karena menurut ketentuan dasar nikahnya tetap

sah. Apabila kemurtadan terjadi setelah persetubuhan, maka dalam hal ini ada dua

pendapat. Satu pendapat mengatakan bahwa serta merta terjadi perpisahan. Ini

adalah pendapat Abu Hanifah, Malik dan Ahmad. Pendapat lain mengatakan

bahwa perpisahan ditunda hingga berakhirnya iddah. Apabila yang murtad itu

45

Sudarsono, op. cit.,hlm.153

Page 10: BAB II TINJAUAN UMUM A. Tinjauan Hukum Perkawinanrepository.uir.ac.id/380/2/bab2.pdfA. Tinjauan Hukum Perkawinan Pada bidang perkawinan, bangsa Indonesia telah memiliki Undang-Undang

kembali masuk Islam sebelum iddah berakhir, maka suami istri tetap dalam

hubungan pernikahan. Apabila ia tidak masuk Islam sampain akhir iddah

berakhir, maka terjadi perpisahan sejak hari ia murtad. Ini adalah mazhab Syafi'i,

riwayat kedua dari Ahmad dan Daud Azh-Zhahiri berdasarkan ketentuan dasar

diatas mengenai kemurtadan sebelum terjadinya persetubuhan.46

Menurut Mohd. Idris Ramulyo, apabila salah seorang dari suami dan istri

keluar dari agama Islam atau murtad, maka putuslah hubungan perkawinan

mereka. Dasar hukumnya dapat diambil i'tibar dari Alquran Surah Al-Baqarah

Ayat 221, yang melarang menikah baik laki-laki dengan wanita maupun

sebaliknya wanita dengan laki-laki yang tidak beragama Islam. Disamping itu,

Alquran Surah Al-Baqarah ayat 229 pun dapat dipergunakan, karena salah satu

pihak tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, yaitu Al Quranul Karim.

Akan tetapi, adakalanya lembaga murtad ini sering disalahgunakan, karena ingin

mempermudah perceraian salah satu pihak menyatakan dirinya murtad.47

Al-Quran Surah Al-Baqarah Ayat 221:

Artinya: Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum

mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik

dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu

menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin)

sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik

dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke

neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya.

46

Syaikh Hasan Ayyub, Fiqh Al-Usra Al- Muslimin, Cendiki Sentra Muslim. 2002. hlm,162 47

Mohd. Idris Ramulyo, op. cit., hlm. 162

Page 11: BAB II TINJAUAN UMUM A. Tinjauan Hukum Perkawinanrepository.uir.ac.id/380/2/bab2.pdfA. Tinjauan Hukum Perkawinan Pada bidang perkawinan, bangsa Indonesia telah memiliki Undang-Undang

Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada

manusia supaya mereka mengambil pelajaran.

Al-Quran Surah Al-Baqarah Ayat 229:

Artiny: Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi

dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak

halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan

kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat

menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir bahwa keduanya

(suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada

dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk

menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu

melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka

itulah orang-orang yang zalim.

Bentuk-bentuk perceraian menurut Hukum Islam sebagaimana diuraikan

di atas, telah dipositivisasi dalam Kompilasi Hukum Islam, khususnya dalam

pasal-pasal yang substansinya mengatur tentang macam-macam dan cara

pemutusan hubungan perkawinan.

Pindah agama dalam perkawinan dapat mengakibatkan percekcokan dalam

rumah tangga karena salah satu pihak yaitu suami atau istri menginginkan agar

pasangannya tidak berpindah agama. Percekcokan tersebut dapat menimbulkan

keretakan dalam rumah tangga hingga akhirnya diputuskan untuk mengajukan

perceraian ke pengadilan. Peralihan agama atau murtad dapat menyebabkan

terjadinya ketidakrukunan dalam rumah tangga. Perceraian membawa akibat

Page 12: BAB II TINJAUAN UMUM A. Tinjauan Hukum Perkawinanrepository.uir.ac.id/380/2/bab2.pdfA. Tinjauan Hukum Perkawinan Pada bidang perkawinan, bangsa Indonesia telah memiliki Undang-Undang

antara lain dalam hal status anak, pemeliharaan, pendidikan, pembiayaan, dan

tentang harta bersama antara suami istri.48

C. Tinjauan Umum Tentang Pembatalan Perkawinan

1. Menurut Hukum Islam

Status perkawinan dibawah tangan ditinjau dari Hukum Islam adalah sah

apabila memenuhi rukun dan semua syarat sahnya nikah meskipun tidak

dicatatkan. Menurut ketentuan pada Pasal 2 Ayat (1) UU Perkawinan, sebuah

perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing

agamanya dan kepercayaannya itu. Ini berarti bahwa jika suatu perkawinan telah

memenuhi syarat dan rukun nikah atau ijab kabul telah dilaksanakan, maka

perkawinan tersebut adalah sah terutama di mata agama dan kepercayaan

masyarakat. Tetapi sahnya perkawinan ini di mata agama dan kepercayaan

masyarakat perlu dipastikan lagi oleh negara, yang dalam hal ini ketentuannya

terdapat pada Pasal 2 Ayat (2) UU Perkawinan supaya mempunyai kekuatan

hukum. Selanjutnya akibat hukum dari perkawinan di bawah tangan, meski secara

agama atau kepercayaan dianggap sah, namun perkawinan yang dilakukan di luar

pengetahuan dan pengawasan pegawai pencatat nikah tidak memiliki kekuatan

hukum yang tetap dan dianggap tidak sah di mata hukum negara. Akibat hukum

perkawinan tersebut berdampak sangat merugikan bagi istri dan perempuan

umumnya, baik secara hukum maupun sosial, serta bagi anak yang dilahirkan

sepanjang bisa di buktikan secara biologis maka dia akan mempunyai hubungan

48 Mirna Citra Ranitabika. Kajian Yuridis Alasan Perceraian Akibat Murtad Menurut Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 1974 Dan Kompilasi Hukum Islam Berdasarkan Putusan Pengadilan

Agama Pekanbaru Nomor : 354/Pdt.G/2013/PA.PBR. Jurnal Hukum Universitas Brawijaya, 2016,

hlm 6. URL: http://hukum.studentjournal.ub.ac.id/index.php/hukum/article/view/2067. Akses

tanggal 02 Februari 2018.

Page 13: BAB II TINJAUAN UMUM A. Tinjauan Hukum Perkawinanrepository.uir.ac.id/380/2/bab2.pdfA. Tinjauan Hukum Perkawinan Pada bidang perkawinan, bangsa Indonesia telah memiliki Undang-Undang

perdata dengan ayahnya, sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi Tahun

2010.49

Sehubungan dengan sahnya perkawinan, selain harus memenuhi syarat-

syarat dan rukun perkawinan, perlu diperhatikan juga ketentuan-ketentuan yang

ada dalam hukum perkawinan Islam. Apabila dikemudian hari diketemukan

penyimpangan terhadap syarat sahnya perkawinan maka perkawinan tersebut

dapat dibatalkan. Batalnya perkawinan menjadikan ikatan perkawinan yang telah

ada menjadi putus. Ini berarti bahwa perkawinan tersebut dianggap tidak ada

bahkan tidak pernah ada, dan suami isteri yang perkawinannya dibatalkan

dianggap tidak pernah kawin sebagai suami isteri.

Pembatalan perkawinan dalam hukum Islam disebut fasakh yang artinya

merusakkan atau membatalkan. Jadi fasakh sebagai salah satu sebab putusnya

perkawinan ialah merusakkan atau membatalkan hubungan perkawinan yang telah

berlangsung.50

Secara definitif, sulit untuk memberikan rumusan tentang

pembatalan perkawinan, namun untuk sekedar memberikan batasan agar dipahami

apa yang dimaksud pembatalan perkawinan tersebut, maka pembatalan

perkawinan diartikan sebagai suatu tindakan guna memperoleh keputusan

pengadilan yang menyatakan bahwa perkawinan yang dilaksanakan batal.

Fasakh disebabkan oleh dua hal:51

49

Anton Afrizal Candra, Tinjauan Terhadap Perkawinan Di Bawah Tangan Menurut Hukum

Islam, Jurnal, http:/registrasi.seminar.uir.ac.id/prosiding/sem-

_nas17/file/SOC01704_Anton&%Afrizal%20Chandra(1). 50 Ahmad Azhar Basyir, Op Cit, Hlm. 85 51

Amir Syarifuddin, Hukum perkawinan Islam di Indonesia, Antara Fiqh Munakahat dan

Undang-undang Perkawinan, Kencana, Jakarta, 2006, Hlm. 253

Page 14: BAB II TINJAUAN UMUM A. Tinjauan Hukum Perkawinanrepository.uir.ac.id/380/2/bab2.pdfA. Tinjauan Hukum Perkawinan Pada bidang perkawinan, bangsa Indonesia telah memiliki Undang-Undang

1. Disebabkan oleh perkawinan yang tidak memenuhi rukun dan syarat atau

terdapat adanya halangan perkawinan.

2. Disebabkan terjadinya sesuatu dalam kehidupan rumah tangga yang tidak

memungkinkan rumah tangga itu dilanjutkan.

Beberapa faktor penyebab terjadinya pembatalan perkawinan atau fasakh

tersebut, ialah:52

1. Syiqaq

Yaitu adanya pertengkaran antara suami isteri yang terus menerus. Ketentuan

tentang syiqaq ini terdapat dalam QS: an-Nisa ayat 35.

2. Adanya cacat

Yaitu cacat yang terdapat pada diri suami atau istri, baik cacat jasmani atau

cacat rohani atau jiwa. Cacat tersebut mungkin terjadi sebelum perkawinan,

namun tidak diketahui oleh pihak lain atau cacat yang berlaku setelah terjadi

akad perkawinan, baik ketahuan atau terjadinya itu setelah suami isteri bergaul

atau belum.

3. Ketidakmampuan suami memberi nafkah

Pengertian nafkah disini berupa nafkah lahir atau nafkah batin, karena

keduanya menyebabkan penderitaan dipihak isteri.

4. Suami gaib (al-mafqud)

52 Ibid, Hlm. 245-252

Page 15: BAB II TINJAUAN UMUM A. Tinjauan Hukum Perkawinanrepository.uir.ac.id/380/2/bab2.pdfA. Tinjauan Hukum Perkawinan Pada bidang perkawinan, bangsa Indonesia telah memiliki Undang-Undang

Maksud gaib disini adalah suami meninggalkan tempat tetapnya dan tidak

diketahui kemana perginya dan dimana keberadaannya dalam waktu yang

lama.

5. Dilanggarnya perjanjian dalam perkawinan

Sebelum akad nikah suami dan isteri dapat membuat perjanjian perkawinan.

Pelanggaran terhadap perjanjian perkawinan tersebut dapat menyebabkan

terjadinya pembatalan perkawinan.

Sedangkan persyaratan yang mengatur pembatalan perkawinan diberikan

secara rinci oleh para ulama dari keempat mazhab seperti tersebut dibawah ini:53

Menurut Mazhab Hanafi, kasus- kasus dibawah ini adalah fasakh:

1. Pisah karena suami isteri murtad

2. Perceraian karena perkawinan itu fasad (rusak)

3. Perpisahan karena tidak seimbangnya status (kufu) atau suami tidak dapat

dipertemukan.

Sedang fasakh menurut Mazhab Syafi’I dan Hanbali:

1. Pisah karena cacat salah seorang suami istri

2. Perceraian karena berbagai kesulitan (I’sar) suami

3. Pisah karena li’an

4. Salah seorang suami isteri itu murtad

5. Perkawinan itu rusak (fasad)

6. Tidak ada kesamaam status (kufu)

53 A. Rahman I Doi, Syariah I Kharakteristik Hukum Islam dan Perkawinan, Grafindo Persada,

Jakarta, 1996, Hlm. 309-310

Page 16: BAB II TINJAUAN UMUM A. Tinjauan Hukum Perkawinanrepository.uir.ac.id/380/2/bab2.pdfA. Tinjauan Hukum Perkawinan Pada bidang perkawinan, bangsa Indonesia telah memiliki Undang-Undang

Adapun perkawinan itu menjadi fasakh berdasarkan Mazhab Maliki dalam

status di bawah ini:

1. Terjadinya li’an

2. Fasadnya perkawinan

3. Salah seorang pasangan itu murtad

Apabila terjadi pembatalan perkawinan, baik dalam bentuk pelanggaran

terhadap hukum perkawinan, atau terdapatnya halangan yang tidak

memungkinkan dilanjutkannya perkawinan, maka terjadilah akibat hukum berupa

tidak diperbolehkannya suami rujuk kepada mantan isterinya selama isteri itu

menjalani masa iddah. Akan tetapi apabila keduanya berkeinginan untuk

melanjutkan perkawinannya, mereka harus melakukan akad nikah baru. Akibat

lainnya ialah pembatalan perkawinan tersebut tidak mengurangi bilangan thalaq.54

2. Menurut Kompilasi Hukum Islam

Pembatalan perkawinan diatur dalam Pasal 70 hingga Pasal 76.

Pasal 70 menegaskan bahwa perkawinan batal apabila:

a. Suami melakukan perkawinan, sedang ia tidak berhak melakukan akad nikah

karena mempunyai empat orang istri, sekalipun dari keempatnya itu dalam

iddah talak Raj’i

b. Seseorang menikahi bekas isterinya yang di Li’annya

c. Seseorang menikahi bekas isterinya yang telah dijatuhi tiga kali talak olehnya,

kecuali bekas isterinya tersebut pernah menikah dengan pria lain yang

54 Amir Syarifuddin, Op.Cit. Hlm. 253

Page 17: BAB II TINJAUAN UMUM A. Tinjauan Hukum Perkawinanrepository.uir.ac.id/380/2/bab2.pdfA. Tinjauan Hukum Perkawinan Pada bidang perkawinan, bangsa Indonesia telah memiliki Undang-Undang

kemudian bercerai lagi ba’da dukhul dari pria tersebut dan telah habis massa

iddahnya.

d. Perkawinan dilakukan antara dua orang yang mempunyai hubungan darah,

semenda dan sesusuan sampai derajat tertentu yang menghalangi perkawinan

menurut Pasal 8 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974, yaitu:

1. Berhubungan darah dalam garis keturunan lurus kebawah ataupun keatas;

2. Berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping yaitu antara

saudara, antara seorang dengan saudara orang tua dan antara seorang dengan

saudara neneknya;

3. Berhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri menantu dan ibu/bapak tiri;

4. Berhubungan susuan, yaitu orang tua susuan, anak susuan, saudara susuan

dan bibi/paman susuan;

e. Isteri adalah saudara kandung atau sebagai bibi atau kemenakan dari isteri atau

isteri-isterinya.

Pasal 71 Kompilasi Hukum Islam mempertegas bahwa suatu perkawinan

dapat dibatalkan apabila:

a. Seorang suami melakukan poligami tanpa izin Pengadilan Agama;

b. Perempuan yang dikawini ternyata kemudian diketahui masih menjadi isteri

pria lain yang mafqud (hilang tidak diketahui beritanya);

c. Perempuan yang dikawini ternyata masih dalam iddah dari suami lain;

d. Perkawinan yang melanggar batas umur perkawinan sebagaimana ditetapkan

dalam pasal 7 undang-undang nomor 1 tahun 1974;

Page 18: BAB II TINJAUAN UMUM A. Tinjauan Hukum Perkawinanrepository.uir.ac.id/380/2/bab2.pdfA. Tinjauan Hukum Perkawinan Pada bidang perkawinan, bangsa Indonesia telah memiliki Undang-Undang

e. Perkawinan dilangsungkan tanpa wali atau dilaksanakan oleh wali yang tidak

berhak;

f. Perkawinan yang dilaksanakan dengan paksaan.

Adapun alasan yang dapat dipergunakan untuk mengajukan pembatalan

perkawinan menurut Pasal 72 Kompilasi Hukum Islam adalah:

a. Seorang suami atau isteri dapat mengajukan permohonan pembatalan

perkawinan apabila perkawinan dilangsungkan dibawah ancaman yang

melanggar hukum.

b. Seorang suami atau isteri dapat mengajukan permohonan pembatalan

perkawinan apabila pada waktu berlangsungnya perkawinan terjadi penipuan

atau salah sangka mengenai diri suami atau istri.

c. Apabila ancaman telah berhenti, atau yang bersalah sangka itu menyadari

keadaannya, dan dalam jangka waktu 6 (enam) bulan setelah itu masih tetap

hidup sebagai suami-isteri, dan tidak menggunakan haknya untuk mengajukan

permohonan pembatalan, maka haknya gugur.

Permohonan pembatalan perkawinan menurut Pasal 74 Kompilasi Hukum

Islam dapat diajukan kepada Pengadilan Agama yang mewilayahi tempat tinggal

suami atau isteri atau tempat perceraian dilangsungkan. Disebutkan juga pada

pasal ini, batalnya suatu perkawinan dimulai setelah putusan Pengadilan Agama

mempunyai kedudukan hukum yang tetap dan berlaku sejak saat berlangsungnya

perkawinan.

Page 19: BAB II TINJAUAN UMUM A. Tinjauan Hukum Perkawinanrepository.uir.ac.id/380/2/bab2.pdfA. Tinjauan Hukum Perkawinan Pada bidang perkawinan, bangsa Indonesia telah memiliki Undang-Undang

3. Menurut Undang-Undang Perkawinan

Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Pasal 22

dinyatakan dengan tegas bahwa perkawinan dapat dibatalkan, apabila para pihak

tidak memenuhi syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan.55

Di dalam penjelasannya kata “dapat” dalam pasal ini bisa diartikan bisa

batal atau bisa tidak batal, bilamana ketentuan hukum agamanya masing-masing

tidak menentukan lain.

Adapun Pasal 27 Undang-undang Perkawinan, sebagaimana Pasal 72

Kompilasi Hukum Islam mengatur hak-hak suami atau isteri untuk mengajukan

pembatalan manakala perkawinan dilangsungkan dalam keadaan diancam, ditipu

atau salah sangka.56

Pasal 27 UU Perkawinan menyebutkan bahwa;

1. Seorang suami atau isteri dapat mengajukan permohonan pembatalan

perkawinan apabila perkawinan dilangsungkan dibawah ancaman yang

melanggar hukum.

2. Seorang suami atau isteri dapat mengajukan permohonan pembatalan

perkawinan apabila pada waktu berlangsungnya perkawinan terjadi salah

sangka mengenai diri suami atau isteri.

3. Apabila ancaman telah berhenti, atau yang bersalah sangka itu menyadari

keadaannya, dan dalam jangka waktu 6 (enam) bulan setelah itu masih tetap

hidup sebagai suami isteri, dan tidak mempergunakan haknya untuk

mengajukan permohonan pembatalan, maka haknya gugur.

55 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974, Op.Cit 56 Ahmad Rofiq, Hukum Islam Di Indonesia, Grafindo Persada, Jakarta, 1998, Hlm.148

Page 20: BAB II TINJAUAN UMUM A. Tinjauan Hukum Perkawinanrepository.uir.ac.id/380/2/bab2.pdfA. Tinjauan Hukum Perkawinan Pada bidang perkawinan, bangsa Indonesia telah memiliki Undang-Undang

Istilah “batalnya” perkawinan dapat menimbulkan salah paham, karena

terdapat berbagai ragam tentang pengertian batal (nietig) tersebut. Batal berarti

nietig zonder kracht (tidak ada ketentuan) zonder waarde (tidak ada nilai). Dapat

dibatalkan berarti nietig verklaad, sedangkan absolut nietig adalah pembatalan

mutlak.

Istilah dapat dibatalkan dalam Undang-Undang Perkawinan ini berarti

dapat difasidkan, jadi relatif nietig. Dengan demikian perkawinan dapat

dibatalkan berarti sebelumnya telah terjadi perkawinan lalu dibatalkan karena

adanya pelanggaran terhadap aturan-aturan tertentu.57

Ada kesan pembatalan perkawinan ini terjadi karena tidak berfungsinya

pengawasan baik dari pihak keluarga atau pejabat berwenang sehingga

perkawinan itu terlanjur terlaksana kendati setelah itu ditemukan pelanggaran

terhadap Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 atau hukum munakahat.

Jika ini terjadi maka Pengadilan Agama dapat membatalkan perkawinan

tersebut atas permohonan pihak-pihak yang berkepentingan. Suatu perkawinan

dapat batal demi hukum dan bisa dibatalkan oleh pengadilan. Secara sederhana

ada dua sebab terjadinya pembatalan perkawinan. Pertama, pelanggaran

prosedural perkawinan. Kedua, pelanggaran terhadap materi perkawinan.

D. Murtad

Kata murtad dalam Kompilasi Hukum Islam disebut sebanyak dua kali,

yaitu pada Pasal 75 dan Pasal 116. Pasal 75 menyebut kata murtad untuk

57 Martiman Prodjohamidjojo, Hukum Perkawinan Indoensia, Indonesia Center Publishing,

Jakarta, 2002, Hlm. 25

Page 21: BAB II TINJAUAN UMUM A. Tinjauan Hukum Perkawinanrepository.uir.ac.id/380/2/bab2.pdfA. Tinjauan Hukum Perkawinan Pada bidang perkawinan, bangsa Indonesia telah memiliki Undang-Undang

menjelaskan dampak pembatalan perkawinan karena murtad, sedangkan Pasal 116

menyebut kata murtad sebagai salah satu alasan perceraian.

1. Pasal 75

Pasal 75 menyebutkan beberapa pengecualian dampak pembatalan

perkawinan sebagai berikut:

a. perkawinan yang batal karena salah satu suami atau isteri murtad.

b. anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut.

c. pihak ketiga sepanjang mereka memperoleh hak-hak dengan ber`itikad

baik, sebelum keputusan pembatalan perkawinan kekutan hukum yang

tetap.58

Berdasarkan Pasal 75 ini, suatu perkawinan dapat menjadi sebab batalnya

perkawinan, namun tidak sampai membatalkan akad perkawinan. Akad

perkawinannya sendiri adalah tetap sah secara hukum. Adapun yang dibatalkan

adalah masa perkawinan setelah terjadinya perbuatan murtad.

2. Pasal 116

Pasal 116 yang mengatur apa saja yang dapat diajukan sebagai alasan

perceraian menyebutkan:

a. salah satu pihak berbuat zina, atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi

dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan.

b. salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-

turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di

luar kemampuannya.

58 Tim Redaksi Fokusmedia, Kompilasi Hukum Islam, hal. 27

Page 22: BAB II TINJAUAN UMUM A. Tinjauan Hukum Perkawinanrepository.uir.ac.id/380/2/bab2.pdfA. Tinjauan Hukum Perkawinan Pada bidang perkawinan, bangsa Indonesia telah memiliki Undang-Undang

c. salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman

yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung.

d. salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang

membahayakan pihak lain.

e. salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak

dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami atau isteri.

f. antara suami dan isteri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran

dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.

g. suami melanggar taklik talak.

h. peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya

ketidakrukunan dalam rumah tangga.”59

Berdasarkan Pasal 116 itu, apabila seorang suami atau isteri murtad,

terlebih dahulu dilihat, apakah perbuatan murtad itu menyebabkan terjadinya

ketidakrukunan dalam rumah tangga? Bila perbuatan murtad itu menyebabkan

terjadinya ketidakrukunan dalam rumah tangga, maka ia dapat dijadikan alasan

perceraian. Sebaliknya, bila perbuatan murtad itu tidak menyebabkan terjadinya

ketidakrukunan dalam rumah tangga, maka ia tidak dapat dijadikan alasan

perceraian.

Untunglah dalam KHI ini tidak disebutkan adanya kemungkinan perbuatan

murtad itu malah menyebabkan bertambahnya keharmonisan dalam rumah

tangga. Dalam hal perbuatan murtad itu malah menyebabkan bertambahnya

59 Tim Redaksi Fokusmedia, Kompilasi Hukum Islam, hal. 38-39

Page 23: BAB II TINJAUAN UMUM A. Tinjauan Hukum Perkawinanrepository.uir.ac.id/380/2/bab2.pdfA. Tinjauan Hukum Perkawinan Pada bidang perkawinan, bangsa Indonesia telah memiliki Undang-Undang

keharmonisan dalam rumah tangga, tentu ia semakin tidak mungkin diajukan

sebagai sebab perceraian.

E. Pihak-pihak yang Dapat Mengajukan Pembatalan perkawinan

Mengenai pihak-pihak yang dapat mengajukan pembatalan perkawinan

ini, Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975 hanya menentukan bahwa

permohonan pembatalan dapat diajukan oleh pihak-pihak yang berhak

mengajukan kepada pengadilan di daerah hukumnya yang meliputi tempat

berlangsungnya perkawinan atau tempat tinggal isteri, suami atau isteri. (Pasal 38

ayat (1) PP No. 9 Tahun 1975).

Adapun pada UU Perkawinan diatur dalam Pasal 23 dan Pasal 24.

Sedangkan dalam Kompilasi Hukum Islam diatur dalam Pasal 73. Pihak-pihak

tersebut antara lain:

a. Para keluarga dalam garis keturunan lurus ke atas dari suami atau isteri.

Misalnya bapak atau ibu dari suami atau isteri, kakek atau nenek dari suami

atau isteri.

b. Suami isteri, suami atau isteri. Artinya bahwa inisiatif permohonan itu dapat

timbul dari suami atau isteri saja, atau dapat juga dari keduanya secara

bersama-sama dapat mengajukan pembatalan perkawinan.

c. Pejabat yang berwenang hanya selama perkawinan belum diputuskan. Pejabat

yang ditunjuk ditentukan lebih lanjut dalam peraturan perundang-undangan

(Pasal 16 ayat (2)), namun sampai saat ini urusan tersebut masih dipegang oleh

PPN atau Kepala Kantor Urusan Agama, Ketua Pengadilan Agama atau Ketua

Pengadilan Negeri.

Page 24: BAB II TINJAUAN UMUM A. Tinjauan Hukum Perkawinanrepository.uir.ac.id/380/2/bab2.pdfA. Tinjauan Hukum Perkawinan Pada bidang perkawinan, bangsa Indonesia telah memiliki Undang-Undang

d. Setiap orang yang mempunyai kepentingan hukum secara langsung terhadap

perkawinan tersebut, tetapi hanya setelah perkawinan tersebut diputuskan.

Disebutkan juga bahwa barang siapa yang karena perkawinan tersebut

masih terikat dengan salah satu dari kedua belah pihak dan atas dasar masih

adanya perkawinan tersebut, dapat mengajukan pembatalan perkawinan yang baru

dengan tidak mengurangi ketentuan Pasal 3 ayat (2) dan Pasal 44 UU No. 1 Tahun

1974.

F. Akibat Hukum Pembatalan Perkawinan

Terkait dengan akibat hukum pembatalan perkawinan, kiranya perlu kita

cermati permasalahan yang berkenaan dengan saat mulai berlakunya pembatalan

perkawinan dimuat di dalam Pasal 28 ayat (1), sebagai berikut:

Batalnya suatu perkawinan dimulai setelah keputusan Pengadilan

mempunyai kekuatan hukum yang tetap dan berlaku sejak saat berlangsungnya

perkawinan. Suami atau isteri yang bertindak dengan iktikad baik, kecuali

terhadap harta bersama, bila pembatalan perkawinan didasarkan atas adanya

perkawinan lain yang lebih dahulu.

Pembahasan mengenai harta yang ada pada dan sebelum perkawinan serta

setelah pembatalan perkawinan merupakan masalah yang perlu mendapatkan

pemahaman mendalam, karena ini salah satu hal yang menyangkut perlindungan

hak dan kewajiban para pihak. Sebelum membicarakan harta kekayaan suami

isteri dalam perkawinan, terlebih dahulu harus dilihat mengenai kedudukan harta

orang Islam secara umum. Dalam bidang harta kekayaan seseorang dan cara

Page 25: BAB II TINJAUAN UMUM A. Tinjauan Hukum Perkawinanrepository.uir.ac.id/380/2/bab2.pdfA. Tinjauan Hukum Perkawinan Pada bidang perkawinan, bangsa Indonesia telah memiliki Undang-Undang

penyatuan atau penggabungan harta tersebut dengan harta orang lain dikenal

dengan nama syirkah atau syarikah.

Di lihat dari asal-usulnya harta suami istri itu dapat digolongkan pada tiga

golongan;

1. Harta masing-masing suami isteri yang telah dimilikinya sebelum mereka

kawin baik berasal dari warisan, hibah atau usaha mereka sendiri-sendiri atau

dapat disebut harta bawaan.

2. Harta masing-masing suami isteri yang dimilikinya sesudah mereka berada

dalam hubungan perkawinan, tetapi diperolehnya bukan dari usaha mereka

baik seorang-seorang atau bersama-sama, tetapi merupakan hibah, wasiat atau

warisan untuk masing-masing.

3. Harta yang diperoleh sesudah mereka berada dalam hubungan perkawinan atas

usaha mereka berdua atau usaha salah seorang mereka atau disebut harta

pencarian.

Dilihat dari sudut hubungan harta dengan perorangan dalam masyarakat,

harta itu akan berupa:

1. Harta milik bersama

2. Harta milik seseorang tetapi terikat kepada keluarga

3. Harta milik seseorang dan pemilikan dengan tegas oleh yang bersangkutan

Pada dasarnya harta suami dan harta istri terpisah, baik harta bawaannya

masing-masing atau harta yang diperoleh oleh salah seorang suami isteri atas

usahanya sendiri-sendiri maupun harta hibah yang diperoleh oleh salah seorang

Page 26: BAB II TINJAUAN UMUM A. Tinjauan Hukum Perkawinanrepository.uir.ac.id/380/2/bab2.pdfA. Tinjauan Hukum Perkawinan Pada bidang perkawinan, bangsa Indonesia telah memiliki Undang-Undang

mereka karena hadiah atau hibah atau warisan sesudah mereka terikat dalam

hubungan perkawinan.

Walaupun demikian telah dibuka kemungkinan syirkah atas harta

kekayaan suami isteri itu secara resmi dan menurut cara-cara tertentu. Suami isteri

dapat mengadakan syirkah atas percampuran harta kekayaan yang diperoleh suami

dan/atau isteri selama masa adanya perkawinan atas usaha suami atau isteri

sendiri-sendiri, atau atas usaha mereka bersama-sama. Begitupun mengenai harta

kekayaan usaha sendiri-sendiri, sebelum perkawinan dan harta yang berasal bukan

dari usaha salah seorang atau bukan dari usaha mereka berdua, tetapi berasal dari

pemberian atau warisan atau lainnya yang khusus untuk mereka masing-masing.

Sedangkan dalam Kompilasi Hukum Islam menggariskan bahwa pada

dasarnya tidak ada percampuran antara harta suami dan harta isteri karena

perkawinan, adanya harta bersama tidak menutup kemungkinan adanya harta

milik masing-masing suami dan isteri. Harta isteri tetap menjadi hak isteri dan

dikuasai penuh olehnya, demikian juga harta suami tetap menjadi hak suami dan

dikuasai penuh olehnya. Harta bawaan dari masing-masing suami dan isteri dan

harta yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan adalah di bawah

penguasaan masing-masing, sepanjang para pihak tidak menentukan lain dalam

perjanjian perkawinan.

Suami dan isteri mempunyai hak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan

hukum atas harta masing-masing berupa hibah, hadiah, sedekah atau lainnya. Bagi

harta kekayaan bersama (gono-gini) merupakan harta bersama yang menjadi milik

bersama, hanya saja tidak boleh merugikan pihak yang beritikad baik,

Page 27: BAB II TINJAUAN UMUM A. Tinjauan Hukum Perkawinanrepository.uir.ac.id/380/2/bab2.pdfA. Tinjauan Hukum Perkawinan Pada bidang perkawinan, bangsa Indonesia telah memiliki Undang-Undang

bagaimanapun juga pihak yang beritikad baik harus diuntungkan, bahkan bagi

pihak yang beritikad buruk harus menanggung segala kerugian-kerugian termasuk

bunga-bunga harus ditanggung.

Harta-harta kekayaan yang dibawa oleh pihak yang beritikad baik tidak

boleh dirugikan, sedangkan harta kekayaan yang beritikad baik bila ternyata

dirugikan, kerugian ini harus ditanggung oleh pihak yang beritikad buruk. Dan

segala perjanjian perkawinan yang merugikan pihak yang beritikad baik harus

dianggap tidak pernah ada.


Top Related