1
BAB II
TELAAH PUSTAKA
2.1 Total Quality Management dalam
Pendidikan
Menurut Rivai (2012) Total Quality Management
(TQM) adalah suatu himpunan prinsip, alat dan
prosedur yang memberikan tuntunan dalam praktek
penyelenggaraan organisasi. TQM melibatkan
seluruh anggota organisasi dalam mengendalikan
dan secara terus menerus meningkatkan bagaimana
kerja harus dilakukan dalam upaya mencapai
harapan pengguna atau pelanggan mengenai kualitas
produk atau jasa yang dihasilkan oleh sebuah
lembaga atau organisasi.
TQM juga dapat didefinisikan sebagai
pengorganisasian secara menyeluruh menggunakan
quality thinking and method to manage (Sallis, 2004).
Upaya peningkatan kualitas di dunia pendidikan ini
menjadi penting karena sekolah harus mampu
menjadi organisasi percontohan dan harus bisa
mendapatkan suatu sistem sekolah yang berfungsi
dengan baik (Rivai, 2012)
TQM tidak dapat lepas dari peningkatan
kualitas, dimensi kualitas adalah tangibles,
reliability, responsiveness, assurance, dan emphaty,
untuk mengukur tingkat service quality salah
satunya digunakan perhitungan model Servqual
(Zeithmal, 1996)
2.2 Word of mouth intention
Nyilasi (2006) mendefinisikan word of mouth
adalah komunikasi seseorang kepada orang lain yang
tidak bersifat komersial mengenai pengetahuannya
akan merek, produk dan jasa. Menurut Andy
Sernovitz (2006) word of mouth adalah alasan yang
diberikan kepada seseorang untuk berbicara tentang
sekolahnya dan membuat hal tersebut mudah untuk
disampaikan melalui percakapan.
Menurut Brown et al. (2005: 125), Word of
mouth terjadi ketika pelanggan berbicara kepada
orang lain mengenai pendapatnya tentang suatu
merk, produk, layanan atau sekolah tertentu pada
orang lain. Apabila pelanggan menyebarkan opininya
mengenai kebaikan produk disebut sebagai WOM
positif tetapi bila pelanggan menyebarluaskan
opininya mengenai keburukan produk maka disebut
sebagai WOM negatif.
Word of mouth positif adalah satu cara yang
paling baik dalam menjual produk dan jasa
(Marinkovic et al 2012; Sweeney et al., 2008; Maričić,
2008) perlu ditekankan bahwa seseorang yang
menyebarkan word of mouth positive tidak bertujuan
untuk komersialisasi, yang membuat WOM
merupakan teknik promosi yang paling terandal dan
kredibel untuk menarik konsumen. Word of mouth
merupakan parameter penting dalam perilaku
konsumen untuk memilih merek, produk dan jasa
yang akan digunakan (Rauyruen & Miller, 2007).
WOM merefleksikan keinginan konsumen untuk
3
memberikan kesan yang baik mengenai produk atau
jasa. (Marinkovic et al, 2012; Hsu et al., 2010).
2.3 Service quality
Menurut Zeithamal, Parasuraman dan Berry
(1990) service quality adalah manfaat yang dihasilan
oleh suatu produk berupa jasa yang ditawarkan dan
apa yang dirasakan oleh konsumen setelah
menggunakan jasa tersebut dilihat dari dimensi
tangible, reliability, assurance, responsiveness dan
emphaty.
Dalam konteks pendidikan tinggi, service
quality yang dirasakan siswa merupakan variabel
antecendent kepuasan siswa (Browne et al, 1998;
Ramaiyah et al, 2011). Service quality selalu
dikaitkan dengan kepuasan, dalam hubungan
dengan penciptaan nilai kepuasan bagi pelanggan,
dimensi-dimensi yang menjadi fokus pada kualitas
pelayanan (Zeithaml, 1990, dalam Ratminto 2006):
1. Kehandalan (reliability), yakni kemampuan
memberikan pelayanan yang dijanjikan.
2. Daya tanggap (responsiveness), adalah suatu
kemauan untuk membantu dan memberikan pelayanan yang cepat (responsif) dan tepat kepada
pelanggan, dengan penyampaian informasi yang
cepat dan jelas. 3. Jaminan (assurance), mencakup pengetahuan,
kemampuan, untuk memberi rasa aman dan rasa
percaya para siswa kepada pihak sekolah.
Menunjukan sejauh mana pengetahuan dan kesopanan karyawan serta kemampuan
menciptakan persepsi yang baik bagi sekolah,
dengan menumbuhkan kepercayaan dan keyakinan dibenak siswa terhadap sekolah yang
mencakup pengetahuan, kemampuan, kesopanan,
dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staff, bebas dari keraguan.
4. Empati (empathy), sebagai syarat untuk peduli dan
memberikan perhatian secara pribadi bagi
pelanggan meliputi: kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi yang baik, perhatian
pribadi, dan memahami kebutuhan para
pelanggan. Lebih singkat lagi Philip Kotler (2007) mendefinisikan empati adalah tingkat perhatian
pribadi terhadap para pelanggan.
5. Bukti fisik (tangible) berupa penampilan fasilitas fisik, peralatan, personel, dan media komunikasi.
Bukti fisik menunjukkan eksistensi kepada pihak
eksternal. Penampilan dan kemampuan sarana
dan prasarana fisik sekolah dan keadaan lingkungan sekitarnya adalah bukti nyata dari
pelayanan yang diberikan oleh pemberi jasa, yang
meliputi fasilitas fisik (gudang, dan lain sebagainya), perlengkapan dan peralatan yang
dipergunakan (teknologi), serta penampilan
pegawainya
Prioritas utama yang perlu diperhatikan dalam
menilai pentingnya kualitas pelayanan suatu
sekolah, adalah sejauh mana pelayanan itu dapat
menciptakan tingkat kepuasan semaksimal mungkin
bagi pelanggan. (Zeithaml, 1990, dalam Ratminto
2006)
2.4 Image Sekolah
Kotler (2002) mendefinisikan image sebagai
seperangkat keyakinan, ide, dan kesan yang dimiliki
oleh seseorang terhadap suatu merek. Karena itu
sikap dan tindakan konsumen terhadap suatu merek
sangat ditentukan oleh image.
Keller,1993; Yutetu, 2012, mendefinisikan
image merek adalah sebuah persepsi tentang merek
5
yang sudah ada di dalam benak konsumen. Image
yang positif membantu sekolah untuk meningkatkan
persaingan, dan mendorong konsumen untuk
memiliki keinginan untuk kembali menikmati
layanan yang diberikan. (Porter & Claycomb, 1997;
Yutetu 2012)
Menurut Santoso, 2011, Image sekolah yang
sesungguhnya adalah “Product it self“ artinya segala
aktivitas kegiatan yang terjadi di sekolah itu. Image
sekolah yang ingin dikomunikasikan, merupakan
reputasi mutu karakter dari kegiatan sekolah. Image
yang melekat kuat pada benak siswa dan calon siswa
adalah reputasi mutu karakter pelayanan pendidikan
inovatif di Sekolah.
Faktor-faktor yang membentuk Image adalah
faktor lingkungan dan personal, karena dua faktor
tersebut mempengaruhi persepsi seseorang (Glenn
Walters, 2005). Faktor lingkungan yang dapat
mempengaruhi adalah atribut atribut teknis yang
ada pada suatu produk dimana faktor ini dapat
dikontrol oleh produsen, faktor personal adalah
kesiapan mental konsumen untuk melakukan proses
persepsi, pengalaman konsumen, mood, kebutuhan
serta motivasi konsumen. Image merupakan produk
akhir dari sikap awal dan pengetahuan yang
terbentuk lewat proses pengulangan yang dinamis
karena pengalaman (Arnould et. al, 2005)
2.5 Kepuasan Siswa
Kepuasan konsumen, dipersepsikan oleh
konsumen sebagai suatu perbandingan antara
layanan yang diharapkan dan diterima oleh
konsumen dengan layanan yang telah diterima oleh
konsumen (Lovelock, 1991 dalam Rianti, 2000).
O’Neil & Palmer, 2004; Ramaiyah et al, 2011
mendefinisikan kepuasan konsumen sebagai
perbedaan antara apa yang siswa harapkan untuk
diterima dari sekolah dengan kenyataan yang mereka
rasakan.
Menurut Kotler (2000) kepuasan konsumen
sebagai perasaan senang atau kecewa seseorang
sebagai hasil perbandingan dari antar prestasi atas
layanan jasa yang dirasakan dan yang
diharapkannya. Tjiptono (2007) mengungkapkan
bahwa kepuasan konsumen merupakan evaluasi
purna beli di mana alternatif yang dipilih sekurang-
kurangnya memberikan hasil (outcome) sama atau
melampaui harapan konsumen, sedangkan
ketidakpuasan timbul apabila hasil yang diperoleh
tidak memenuhi harapan konsumen.
Menurut Haryanti, 1999; Matabei 2008;
menyebutkan bahwa kepuasan merupakan reaksi
emosional yang kompleks sebagai akibat dari adanya
dorongan, keinginan, tuntutan dan harapan
seseorang yang berhubungan dengan kenyataan
yang dirasakan. Akibat yang ditimbulkan berbentuk
reaksi emosional yang berwujud rasa puas dan tidak
puas.
7
Menurut Naik et al (2010) Kepuasan siswa
sangat berhubungan dengan kepuasan pelanggan,
kepuasan pelanggan dipengaruhi oleh mediasi dari
service quality kepada intensitas perilaku. Oleh
karena itu, dalam penelitian ini, peneliti ingin
melihat pengaruhnya dalam sebuah lembaga
pendidikan. Konsep kepuasan adalah perbandingan
antara harapan dan kinerja yang dilihat dari sisi
pelanggan (Jiewanto et al., 2012; Schiffman and
Kanuj, 2010)
Kepuasan konsumen adalah tingkat perasaan
seseorang setelah membandingkan antara kinerja
yang dirasakan dengan harapan. Konsumen yang
tidak merasa puas atas kualitas dan pelayanan yang
diperoleh cenderung menimbulkan masalah,
sebaliknya apabila mereka puas maka akan tercipta
hubungan yang baik dan harmonis. Hal ini akan
menjadi dasar yang baik bagi terciptanya pembelian
ulang dan terciptanya loyalitas konsumen yang akan
menguntungkan sekolah. Beralihnya konsumen
disebabkan oleh kurang pekanya sekolah dalam
memberi pelayanan dan rasa tidak puas konsumen.
(Kotler, 2007)
Siswa di sekolah adalah konsumen langsung
atas layanan yang diberikan sekolah. Kotler et al,
2009; Abassi et al 2011, menyatakan bahwa
kepuasan siswa adalah suatu tanggapan atau
penilaian antara persepsi dan ekspektasi siswa
mengenai nilai suatu sistem pembelajaran yang
ditawarkan oleh sekolah. Apabila kinerja berada di
bawah harapan, maka siswa akan kecewa.
Sebaliknya, apabila kinerja sesuai dengan harapan,
siswa akan sangat puas. Harapan siswa dapat
dibentuk dari pengalaman yang dihadapi di sekolah,
cerita dari orang lain, komentar dari kerabatnya
serta janji dan informasi dari sekolah dan sekolah
yang lain. Siswa yang puas akan setia lebih lama,
dalam arti dia akan menginformasikan kelebihan
yang didapat dari sekolahnya kepada orang lain
(Kotler et al, 2009; Abassi et al, 2011)
2.6 Penelitian Terdahulu
Penelitian Jiewanto, 2012 tentang Pengaruh
Service quality, Image Universitas dan Kepuasan
Mahasiswa terhadap WOM Intention: Sebuah Studi
Kasus di Universitas Pelita Harapan Surabaya,
terdapat beberapa permasalahan yang terjadi di
Universitas Pelita Harapan Surabaya (UPHS) yang
berupa ketidakpuasan di antara para mahasiswa
terhadap service quality (Servqual) universitas mereka
dan kemudian menimbulkan persepsi negatif serta
level rendah rekomendasi dari para mahasiswanya.
Ini adalah sebuah studi kasus yang dimaksudkan
untuk mengidentifikasi pengaruh Servqual terhadap
WOM Intention yang dimediasi oleh kepuasan siswa
dan image universitas. Hasilnya menunjukkan
bahwa Servqual memiliki pengaruh positif pada
kepuasan siswa dan image universitas, dan
kemudian memberikan pengaruh pada WOM
Intention positif. Studi ini memberikan kontribusi
bagi UPHS dan banyak perguruan tinggi swasta
9
lainnya untuk meningkatkan Servqual, yang berupa
bukti fisik (tangibility), reliability, daya tanggap,
jaminan dan empati untuk meningkatkan WOM
Intention mahasiswa terkait keberlangsungan di
sektor pendidikan tinggi.
Fitri, II, A, II, Illias, A., Abd Rehman, R., Abd
Razak, M. Z. (2008) Service quality dan Kepuasan
Siswa; Sebuah Studi Kasus di Lembaga Pendidikan
Tinggi Swasta, International Business Research, 01
(03), 163 – 175. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa bahwa service quality memiliki hubungan
positif yang signifikan dengan kepuasan siswa. Hasil
ini menegaskan dengan lebih meningkatkan service
quality maka secara potensial dapat meningkatkan
kepuasan siswa yang merupakan prioritas lembaga
pendidikan tinggi swasta dikarenakan fakta bahwa
mereka harus bersaing untuk mendapatkan
ketertarikan atau minat siswa untuk belajar di
tempat mereka.
Chin Wei, Chua, (2011), Students Satisfaction
towards the University: Does Service quality Matters?
International Journal of Education ISSN 1948-5476
2011, Vol. 3, No. 2: E15. Hasil penelitian ini
memperlihatkan bahwa makin baik service quality
yang diberikan oleh perguruan tinggi, makin tinggi
tingkat Kepuasan Siswa. Daya tanggap, jaminan dan
empati merupakan tiga dimensi service quality yang
secara signifikan terkait dengan tingkat Kepuasan
Siswa. Hasil temuan penelitian ini telah memberikan
kontribusi signifikan bagi pengetahuan mengenai
manajemen kepuasan siswa di banyak lembaga
pendidikan tinggi.
Sabbir R. M. - Service quality, Corporate Image
and Customer’s Satisfaction Towards Customers
Perception: An Exploratory Study on Telecom
Customers in Bangladesh, Business Intelligence
Journal - January, 2012 Vol. 5 No. 1. Tujuan
penelitian ini adalah untuk menemukan determinan
yang secara signifikan mempengaruhi persepsi
pelanggan Telecom di Bangladesh. Penelitian ini
mensurvei 450 pelanggan Telecom di Bangladesh dari
kota Dhaka untuk menentukan faktor-faktor kunci
yang berpengaruh secara signifikan terhadap
persepsi mereka. Hasil analisis statistik
merefleksikan bahwa kebanyakan pelanggan Telecom
sangat peduli dengan layanan kualitas yang diikuti
oleh image perusahaan.
Choudhury, Koushiki. Service quality and WOM
(Word-of-Mouth): A Study of the Indian Banking Sector,
International Journal of Customer Relationship
Marketing and Management, 2(2), 63-87, April-June
2011. Apabila dimensi-dimensi service quality
diidentifikasi, para manajer pelayanan bisa lebih
meningkatkan pemberian kualitas kepada konsumen
selama proses pelayanan dan memiliki kendali lebih
besar terhadap hasilnya. Hasil penelitian ini
mengemukakan bahwa para konsumen membedakan
empat dimensi layanan kualitas dalam industri
perbankan ritel di India. Hasil penelitian ini
11
menawarkan dukungan kuat bahwa dengan
meningkatkan service quality akan meningkatkan
tujuan perilaku yang lebih menguntungkan, yaitu
komunikasi WOM (Word of Mouth).
2.7 Kerangka Bepikir
Service quality merupakan faktor penting yang
mempengaruhi kepuasan siswa (Chin Wei, 2011;
Muhammad et al 2010; Kamal et al, 2009; Zulkeflee
et al, 2008). Hasil penelitian Landrum, 2007
mengemukakan bahwa service quality merupakan
elemen penting yang menentukan keberhasilan
sebuah lembaga pendidikan atau sekolah.
Fitri et. Al, 2008, melakukan penelitian
terhadap dimensi service quality yaitu tangible,
responsiveness, reliability, assurance dan emphaty,
hasilnya setiap dimensi tersebut memiliki kontribusi
positif terhadap kepuasan siswa. Beberapa penelitian
seperti Bigne et al (2003), Ham & Hayduk (2003),
Elliot & Shin (2003) dalam Abbassi, (2011),
memberikan hasil yang sama, bahwa terdapat
hubungan yang signifikan antara dimensi dimensi
service quality dan kepuasan siswa dalam setting
universitas.
Berbagai penelitian mengungkapkan bahwa
service quality untuk pendidikan tinggi atau
universitas memiliki pengaruh positif terhadap
kepuasan mahasiswa (Lewicka, 2011; Naik et. Al.,
2010; Sureshcandar et al., 2002; Spreng and
Mackoy, 1996). Hal ini berarti ketika pelanggan
membuat persepsi yang semakin bagus terhadap
layanan universitas atau lembaga pendidikan maka
kepuasan juga meningkat (Jiewanto et al., 2012).
Image universitas merupakan pengaruh dari
evaluasi mahasiswa secara keseluruhan terhadap
service quality (Andreassen and Lindestad, 1998;
Zins, 2001; Jiewanto, 2012). Salah satu dimensi
service quality adalah dimensi tangible atas fasilitas
yang ditawarkan oleh sekolah, berpengaruh positif
terhadap image sekolah tersebut (ChinWei, 2011;
Muhammad et al, 2010).
Image universitas berpengaruh positif terhadap
intensitas perilaku (Jiewanto et al., 2012; Rajagopal,
2010; O’class & Lim, 2010; Chung et al., 2009; Lin &
Lin, 2007). Dapat disimpulkan bahwa ketika siswa
memiliki image positif terhadap sekolahnya, mereka
akan memberikan rekomendasi positif dan
menyebarluaskan WOM positif.
Service quality juga berpengaruh pada
perubahan perilaku (Naik et al., 2010). Dengan kata
lain, ketika siswa memiliki persepsi positif terhadap
sebuah layanan, hal ini juga berpengaruh positif
terhadap WOM intention (Jiewanto et al., 2012).
Variabel intervening hubungan antara
keputusan penggunaan produk dengan word of
mouth adalah kepuasan dan ketidakpuasan
konsumen (Arndt, 1986; Nyilasi 2006). Berbagai
penelitian mengungkapkan bahwa kepuasan
menyebabkan meningkatnya positif word of mouth
(Swan, 1989; Mangold, 1999; Gremler, 2001; Nyilasi
13
2006) dan ketidakpuasan menyebabkan perilaku
negative word of mouth .
Naik et al.,2010 menyatakan bahwa intensitas
perilaku dan WOM intention adalah dua hal yang
sama. WOM intention terjadi karena intensitas
perilaku. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa
WOM intention akan dijadikan pertimbangan utama
oleh teman dan keluarga sebelum memutuskan
lembaga pendidikan yang akan dipilih sebagai tempat
belajar. Naik et al., 2010 juga menyimpulkan bahwa
variabel antecedent dari intensitas perilaku seperti
service quality dimediasi oleh kepuasan pelanggan.
Image memiliki pengaruh yang kuat terhadap
word of mouth . Orang yang sudah memiliki loyalitas
yang kuat terhadap suatu merek akan sulit
dipengaruhi dengan word of mouth (Udel, 1966;
Nyilasi 2006). Word of mouth positif dipengaruhi
oleh perubahan perilaku positif (Bone, 1971;
Reynolds, 1971; Nyilasi 2006), service quality
(Webster, 2006, Nyilasi, 2006) dan keputusan untuk
menggunakan produk tersebut (Charlett, 1995;
Nyilasi, 2006)
Jika digambarkan, kerangka berpikir penelitian
ini adalah sebagai berikut:
Gambar 2. 1
Kerangka Bepikir
2.8 Hipotesis
Berbagai penelitian mengungkapkan bahwa
service quality untuk pendidikan tinggi atau
universitas memiliki pengaruh positif terhadap
kepuasan siswa (Naik et. Al., 2010; Lewicka, 2011;
Sureshcandar et al., 2002; Spreng and Mackoy,
1996). Hal ini berarti ketika pelanggan membuat
persepsi yang semakin bagus terhadap layanan
universitas atau lembaga pendidikan maka kepuasan
juga meningkat (Jiewanto et al., 2012). Berdasarkan
hal tersebut maka dapat diajukan hipotesis bahwa
H1: Service quality memiliki pengaruh positif dan
significance terhadap kepuasan siswa
Image universitas merupakan pengaruh dari
evaluasi mahasiswa secara keseluruhan terhadap
service quality (Andreassen and Lindestad, 1998;
Service
quality
Kepuasan
Siswa
Image
Sekolah
Word of
mouth
15
Zins, 2001; Jiewanto, 2012). Berdasarkan hal
tersebut maka hipotesis penelitian ini adalah sebagai
berikut:
H2: Service quality memiliki pengaruh positif dan
significance terhadap Image sekolah
Selanjutnya service quality juga berpengaruh
pada perubahan perilaku (Naik et al., 2010). Dengan
kata lain, ketika siswa memiliki persepsi positif
terhadap sebuah layanan, hal ini juga berpengaruh
positif terhadap WOM intention (Jiewanto et al.,
2012). Berdasarkan hal tersebut maka diajukan
hipotesis berikut
H3: Service quality memiliki pengaruh positif dan
significance terhadap WOM intention
Naik et al., 2010 menyatakan bahwa intensitas
perilaku dan WOM intention adalah dua hal yang
sama. WOM intention terjadi karena intensitas
perilaku. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa
WOM intention akan dijadikan pertimbangan utama
oleh teman dan keluarga sebelum memutuskan
lembaga pendidikan yang akan dipilih sebagai tempat
belajar.
H4: Kepuasan siswa memiliki pengaruh positif dan
significance terhadap WOM intention
Disamping itu image universitas juga
berpengaruh positif terhadap intensitas perilaku
(Jiewanto et al., 2012; Rajagopal, 2010; O’class &
Lim, 2010; Chung et al., 2009; Lin & Lin, 2007).
Dapat disimpulkan bahwa ketika siswa memiliki
image positif terhadap sekolahnya, mereka akan
memberikan rekomendasi positif dan
menyebarluaskan WOM positif. Berdasar penelitian
terdahulu, dapat diajukan hipotesis sebagai berikut:
H5: Image sekolah memiliki pengaruh positif dan
significance terhadap WOM intention
Naik et al., 2010 menyatakan variabel
antecedent dari intensitas perilaku seperti service
quality dimediasi oleh kepuasan pelanggan.
Berdasarkan hal tersebut maka hipotesis dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
H6: Service Quality memiliki pengaruh positif dan
significance terhadap WOM intention, melalui
kepuasan konsumen
Jiewanto et al., 2012 menyatakan terdapat
pengaruh Servqual terhadap WOM Intention yang
dimediasi oleh kepuasan siswa dan image
universitas.
Berdasarkan hal tersebut maka hipotesis
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
H7: Service Quality memiliki pengaruh positif dan
significance terhadap WOM intention, melalui Image
sekolah