Transcript

BAB IPENDAHULUAN

1.1. Latar BelakangDalam melakukan penggalian di bawah tanah untuk membuat satu atau beberapa lubang bukaan, hal penting yang harus diperhatikan adalah masalah kestabilan. Kestabilan lubang bukaan tambang bawah tanah mempunyai peranan penting karena berhubungan dengan keselamatan manusia dan kelanjutan segala aktifitas di tambang bawah tanah. Untuk menilai stabilitas penggalian bawah tanah dapat digunakan metoda rancangan yang disarankan oleh Bieniawski dan dibedakan menjadi 3 kategori, yaitu : metoda analitik metoda empirik metoda observasiMetoda analitik digunakan untuk menganalisis tegangan dan deformasi di sekitar lubang bukaan. Metoda empirik menggunakan analisis statistik untuk menilai kestabilan lubang bukaan sedangkan metoda observasi didasarkan pada pemantauan massa batuan sewaktu penggalian.Penggalian untuk pembuatan terowongan mengakibatkan keseimbangan massa batuan terganggu, sehingga batuan disekitar penggalian tersebut akan runtuh apabila batuan itu tidak mampu menyangga bebannya sendiri. Untuk itu perlu ditentukan penyangga yang sesuai dengan jenis dan tujuan pembuatan terowongan. Oleh sebab itu telah banyak penelitian yang dilakukan untuk mendapatkan cara penyanggaan yang aman dan murah.Batuan di alam kenyataanya sangat heterogen, sehingga dalam suatu terowongan didapatkan lebih dari satu jenis penyanggaan. Dalam rangka untuk mengetahui jenis yang sesuai dengan daerah dalam terowongan dikelompokan berdasarkan struktur batuan yang ada, dan selanjutnya ditentukan kualitas massa batuan pada masing-masing daerah tersebut. Pada penelitian ini akan dibuat rancangan penyangga Main Haulage dengan menggunakan metode empiris, yaitu Terzaghi's Rock Mass Classification, Klasifikasi Stand-UpTime, Rock Quality Designing Index (RQD), Rock Structure Rating (RSR), Rock Mass Rating System (RMR), dan Rock Mass Quality (Q) System. Sedangkan untuk metode numerik menggunakan perangkat lunak yang berbasis Metode Elemen Hingga (FEM) juga digunakan dalam penelitian ini sebagai verifikasi jenis penyangga yang disarankan berdasarkan klasifikasi massa batuan dan juga rancangan alternatif sistem penyangga di Main Haulage dengan membuat simulasi untuk berbagai jenis penyangga yang dapat diterapkan di Main Haulage sesuai kondisi massa batuan hasil penyelidikan geoteknik.1.2. Rumusan MasalahPenyanggaan dalam suatu pembukaan lubang bawah tanah merupakan salah satu hal yang harus diperhitungkan. Hal ini disebabkan sebelum massa batuan dikenai suatu kegiatan seperti pembuatan lubang bukaan bawah tanah, massa batuan dapat mengatasi sendiri beban yang ditimbulkan gaya berat yang dimiliki oleh massa batuan tersebut. Setelah dibuatnya lubang bukaan maka kekuatan batuan untuk menyangga beban di atasnya akan berubah yaitu mengalami pengurangan. Bilamana batuan tidak mampu menyangga beban tersebut maka akan segera terjadi keruntuhan, yang tentunya sangat merugikan bagi usaha pembuatan lubang bawah tanah tersebut.1.3. Tujuan1. Mencari alternatif dan memberikan rekomendasi penyangga yang efektif selain penyangga yang digunakan saat ini yaitu splitset dan Timber-set2. Menyelidiki kondisi massa batuan dan sistem penyanggaan pada lubang bukaan.1.4. Batasan MasalahBatasan masalah yang diteliti dan dibahas, yaitu sebagai berikut :1. Metode Analisis yang digunakan adalah Metode Empirik dan Metode Numerik.2. Klasifikasi massa batuan yang akan digunakan untuk menentukan kelas batuan di Main Haulage menggunakan Terzaghi's Rock Mass Classification, Rock Mass Rating System (RMR), dan Rock Mass Quality (Q) System.3. Nilai yang dianalisis adalah nilai bending moment dan shear force yang bekerja pada shotcrete dan deformasi serta tegangan yang terjadi disekitar Main Haulage.

BAB IPENDAHULUAN

1.1. Klasifikasi massa BatuanPada tahap studi kelayakan dan perancangan awal dari suatu proyek, dimana ketersediaan informasi tentang karakteristik massa batuan, tegangan, dan kondisi air tanah sangat kurang, penggunaan klasifikasi massa batuan dapat menjadi alternatif yang menguntungkan. Pendekatan ini dapat berfungsi sebagai daftar yang dibuat untuk memastikan bahwa semua informasi yang dibutuhkan telah diperhitungkan. Selain itu, penggunaan satu atau lebih klasifikasi massa batuan dapat memberikan gambaran mengenai gambaran mengenai komposisi dan karakteristik dari suatu massa batuan untuk memberikan perkiraan awal kebutuhan penyangga dan untuk memperkirakan kekuatan dan perubahan bentuk massa batuan.Ada lima klasifikasi yang digunakan dalam metode empirik. Lima klasifikasi tersebut adalah: 1. Sistem klasifikasi beban batuan Terzaghi (1946) merupakan klasifikasi pertama diperkenalkan di Amerika Serikat dengan penyangga terowongan besi baja (steel support).2. Klasifikasi Laufer (1958) memperkenalkan konsep Stand-up Time dimana dapat ditentukan tipe dan jumlah penyangga di dalam terowongan secara lebih relevan. 3. Klasifikasi Deere, et. al (1968) memperkenalkan Indeks Rock Quality Designation (RQD) yang merupakan suatu metode sederhana dan praktis untuk mendeskripsikan kualitas inti batuan dari lubang bor4. Klasifikasi Bieniawski (1974) dengan Geomechanics Gasification yang disebut Rock Mass Rating (RMR) menyediakan untuk memilih penguatan terowongan yang modern seperti rock bolt dan shotcrete5. Q-system oleh Barton, et. al (1974) menyediakan data kuantitatif untuk memilih penguatan terowongan yang modern seperti rock bolt dan shotcrete.

1.1.1. Terzaghis Rock Mass Classification or Rock Load Classification MethodMetode ini diperkenalkan oleh Karl von Terzaghi pada tahun 1946. Merupakan metode pertama yang cukup rasional yang mengevaluasi beban batuan untuk desain terowongan dengan penyangga baja. Metode ini telah dipakai secara berhasil di Amerika selama kurun waktu 50 tahun. Konsep Terzaghi dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Gambar 2. 1 Konsep Terzaghi (1946)

1.1.2. Klasifikasi Stand-Up TimeStand-up time adalah jangka waktu dimana terowongan dapat stabil tanpa penyangga sesudah penggalian. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi standup time seperti orientasi dari sumbu terowongan, bentuk pe-nampang terowongan, metode penggalian dan metode penyangga. Klasifikasi Laufer (1958) ini tidak lama digunakan, karena dimodifikasi beberapa kali oleh engineer Austria yang mempelopori pengembangan New Austria Tunneling Method (NATM).1.1.3. Rock Structure Rating (RSR)Ada 2 faktor pada konsep RSR yang harus diperhatikan sehubungan dengan perilaku massa batuan di dalam terowongan: 1. Parameter geologi: Tipe batuan, Pola kekar (jarak rata-rata kekar), Orientasi kekar (dip dan strike), Tipe diskontinuitas, Major fault, shears dan folds, Sifat-sifat material batuan, Pelapukan atau alterasi. 2. Parameter konstruksi: Ukuran terowongan, Arah penggalian, Metode penggalian Semua faktor di atas dapat dikelompokan atas 3 parameter dasar yaitu A B dan C. Ketiga parameter tersebut adalah: Paramater A: penilaian umum dari struktur batuan. Paramater B: efek pola diskontinuitas terhadap arah penggalian Parameter C: efek aliran air tanahNilai RSR untuk tiap seksi terowongan diperoleh dengan menjumlahkan bobot nilai angka untuk tiap parameter. RSR mencerminkan kualitas massa batuan dengan kebutuhan akan penyangga. Nilai SRS A B C dengan nilai maksimum 100.

Gambar 2.2 Rock Structure Rating

2.1.1. Rock Quality DesignationPada tahun 1967 D.U. Deere memperkenalkan Rock Quality Designation (RQD) sebagai sebuah petunjuk untuk memperkirakan kualitas dari massa batuan secara kuantitatif. RQD didefinisikan sebagai persentasi dari perolehan inti bor (core) yang secara tidak langsung didasarkan pada jumlah bidang lemah dan jumlah bagian yang lunak dari massa batuan yang diamati dari inti bor (core). Hanya bagian yang utuh dengan panjang lebih besar dari 100 mm (4 inchi) yang dijumlahkan kemudian dibagi panjang total pengeboran (core run) (Deere, 1967). Diameter inti bor (core) harus berukuran minimal (54.7 mm atau 2.15 inchi) dan harus berasal dari pemboran menggunakan double-tube core barrel.

%........................................(2.1)

Metode ini telah dikenal luas sebagai parameter standar pada pekerjaan drill core logging. Keuntungan utama dari sistem RQD adalah pengerjaan yang sederhana, hasil yang diinginkan dengan cepat diperoleh, dan juga tidak memakan banyak biaya (murah). RQD dilihat sebagai sebuah petunjuk kualitas batuan dimana permasalahan pada batuan seperti tingkat kelapukan yang tinggi, lunak, hancur, tergerus dan terkekarkan diperhitungkan sebagai bagian dari massa batuan (Deere, 1988). Dengan kata lain, RQD adalah ukuran sederhana dari persentasi perolehan batuan yang baik dari sebuah interval kedalaman lubang bor.Hubungan antara nilai RQD dan kualitas dari suatu massa batuan diperkenalkan oleh Deere (1967) seperti Tabel 3.1 berikut ini:Tabel 3.1Hubungan RQD dan kualitas massa batuan (Deere, 1967)RQD (%)Kualitas Batuan

< 25Sangat jelek (very poor)

25 - 50Jelek (poor)

50 - 75Sedang (fair)

75 - 90Baik (good)

90 - 100Sangat baik (excellent)

Dalam menghitung nilai RQD, metode tidak langsung digunakan apabila core logs tidak tersedia. Beberapa metode perhitungan RQD metode tidak langsung Menurut Priest and Hudson (1979)RQD = 100e-0.1 (0.1 +1) ..........................(2.2)dimana, = jumlah total kekar per meter.Menurut Palmstrom (1982)RQD = 115 3,3 Jv.................... (2.3)dimana, Jv = jumlah total kekar per meter3(Hubungan antara RQD dan Jv dapat dilihat pada Grafik 2.1)

Grafik 2.1Hubungan RQD dan Jv (Palmstrom,1982)Tata cara untuk menghitung RQD menurut Deere diilustrasikan pada Gambar 3.2. Selama pengukuran panjang core pieces, pengukuran harus dilakukan sepanjang garis tengahnya. Inti bor (core) yang pecah/retak akibat aktivitas pengeboran harus digabungkan kembali dan dihitung sebagai satu bagian yang utuh. Ketika ada keraguan apakah pecahan/retakan diakibatkan oleh ektivitas pengeboran atau terjadi secara alami, pecahan itu bisa dimasukkan kedalam bagian yang terjadi secara alami. Semua pecahan/retakan yang bukan terjadi secara alami tidak diperhitungkan pada perhitungan panjang inti bor (core) untuk RQD (Deere, 1967).Berdasarkan pengalaman Deere, semua ukuran inti bor (core) dan teknik pengeboran dapat digunakan dalam perhitungan RQD selama tidak menyebabkan inti bor (core) pecah (Deere, 1988).

Panjang total pengeboran (core run) = 100 cmDiameter inti bor (core) = 61,11 mm

Gambar 3.1Metode pengukuran RQD menurut Deere

2.1.2. Rock Mass Rating (RMR)Rock Mass Rating System atau juga dikenal dengan Geomechanichs Classification dikembangkan oleh Bieniawski pada tahun 1972-1973. Metode ini dikembangkan selama bertahun-tahun seiring dengan berkembangnya studi kasus yang tersedia dan disesuaikan dengan standar dan prosedur yang berlaku secara internasional (Bieniawski, 1979). Metode klasifikasi RMR merupakan metode yang sederhana dalam penggunaannya, dan parameter-parameter yang digunakan dalam metode ini dapat diperoleh baik dari data lubang bor maupun dari pemetaan struktur bawah tanah. Metode ini dapat diaplikasikan dan disesuaikan untuk situasi yang berbeda-beda seperti tambang batubara, tambang pada batuan kuat (hard rock), kestabilan lereng, kestabilan pondasi, dan untuk kasus terowongan. Dalam menerapkan sistem ini, massa batuan dibagi menjadi seksi-seksi menurut struktur geologi dan masing-masing seksi diklasifikasikan secara terpisah. Batas-batas seksi umumnya struktur geologi mayor seperti patahan atau perubahan jenis batuan. Perubahan signifikan dalam spasi atau karakteristik bidang diskontinu mungkin menyebabkan jenis massa batuan yang sama dibagi juga menjadi seksi-seksi yang berbeda. Dalam mengklasifikasikan massa batuan berdasarkan sistem Klasifikasi RMR, Bieniawski menggunakan enam parameter, yaitu1. Uniaxial Compressive Strength (UCS) batuan 2. Rock Quality Designation (RQD) 3. Joint spacing atau spasi bidang 4. Kondisi bidang 5. Kondisi dari ground water6. Orientasi kekar2.1.3. Rock Mass Quality (Q) SystemRock Mass Quality (Q) System atau disebut juga sebagai Tunneling Quality Index pertama kali diusulkan oleh Barton, Lien dan Lunde pada tahun 1974 di Norwegian Geotechnical Institute (NGI) sehingga disebut juga NGI Classification System. Q-System sebagai salah satu dari klasifikasi massa batuan dibuat berdasarkan studi kasus dilebih dari 200 kasus tunneling dan caverns. Q-system merupakan fungsi dari enam parameter yang dinyatakan dengan persamaan berikut:Q = ...........(2.4)Dimana, a. RQD : Rock Quality Designation b. Jn : Joint set number c. Jr : Joint roughness number d. Ja : Joint alteration number e. Jw : Joint water reduction factor f. SRF: Stress Reduction Factor

2.1.4. Hubungan Rock Mass Rating (RMR), Geological Strength Index (GSI) dan Massa BatuanKekuatan massa batuan terkekarkan tergantung kepada sifat/kekuatan batuan utuh dan juga kepada bebas tidaknya blok-blok batuan yang menyusun massa batuan untuk meluncur dan berotasi di bawah kondisi tegangan yang berbeda. Hal tersebut dikontrol oleh bentuk geometri dari blok-blok batuan penyusun massa batuan maupun kondisi permukaan bidang pemisah antar blok-blok batuan tersebut. Suatu blok batuan yang menyudut dengan bidang permukaan kasar akan mempunyai kekuatan massa batuan yang lebih besar dibandingkan dengan dengan blok batuan yang membundar dan bidang permukaanya terlapukan. Geological Strength Index (GSI) diperkenalkan Hoek, Kaiser, dan Bawden (1995) yang ditujukan untuk memperkirakan berkurangnya kekuatan suatu massa batuan yang disebabkan oleh kondisi geologi yang berbeda. Setelah nilai GSI diperoleh, dapat ditentukan parameter-parameter yangmenggambarkan karakteristik kekuatan massa batuan, berdasarkan persamaan yang diberikan dalam kriteria keruntuhan Hoek-Brown tahun 2002 (Generalized Hoek-Brown 2002).2.1.5. Modulus Deformasi (Em)Modulus deformasi massa batuan dapat ditentukan berdasarkan hubungan kuattekan batuan intact, GSI dan faktor kerusakan (D), berikut diberikan persamaan untuk modulus deformasi dengan penggunaan jika ci 100 MPa :...............................................Jika ci 100 MPa maka persamaan diatas dapat ditulis sebagai berikut :

................................................2.1.6. Batuan Utuh dan Penentuan Kekuatan Massa BatuanKuat Tekan batuan utuh (Strength of Intact Rock) dapat diperoleh dari pengujian laboratorium dengan menggunakan Uji Uniaxial Compressive Strength (uji UCS). Pengujian ini menggunakan mesin tekan untuk menekan perconto batuan dari atu arah. Kekuatan sebenarnya dari suatu contoh dapat ditentukan dari uji kuat tekan atas contoh berbentuk silinder dengan perbandingan ukuran 2 < L/D < 2,5 dimana tegangan pada bagian tengah contoh hanya dipengaruhi sedikit oleh kontak dengan plat (Jaeger & Cook, 1976). Dari hasil uji kuat tekan dapat digambarkan kurva tegangan-regangan (StressStrain curve). Kemudian dari kurva ini dapat ditentukan sifat mekanik batuan berupa : kuat tekan, Modulus Young, dan Poisson ratio.1-6


Top Related