Transcript

ASUHAN KEPERAWATAN ABSES PARU

ASUHAN KEPERAWATAN ABSES PARU

Disusun Oleh :Bertha Sopi A(1002.14201.026)Cicik Dwi(1002.14201.027)Desianti(1002.14201.028)Nurul Hidayati(1002.14201.055)Sitti Ramlah A. Uar(1002.14201.071)Mahan Ronji(1002.14201.048)

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATANSTIKES WIDYAGAMA HUSADAMALANG2011

KATA PENGANTAR.

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Asuhan Keperawatan ini dengan baik dan tepat waktu. Makalah ini disusun atas dasar tugas dari mata kuliah Respiratory System, yang akan membahas mengenai Asuhan Keperawatan dengan penyakit Abses Paru.Asuhan Keperawatan ini terselesaikan atas partisipasi dan sumbangsih dari berbagai pihak, sehingga kami tidak lupa menyampaikan ucapan terimakasih khususnya kepada Ibu Ns. Nurma S.kep selaku pembimbing dan teman-teman yang telah bersedia membantu demi tersusunnya makalah ini.Kami menyadari sepenuhnya dalam penyusunannya makalah ini masih jauh dari kata sempurna, itu semua tidak luput dari kodrat kami sebagai manusia biasa yang tidak luput dari suatu kesalahan dan kekeliruan.Sehingga kritikan dan masukan yang bersifat membangun dari pembaca merupakan sesuatu yang berharga demi perbaikan kedepannya.Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Amin!

Malang,11 juni 2011(Penyusun)

DAFTAR ISIHALAMAN JUDUL iKATA PENGANTAR iiDAFTAR ISI iii

BAB I: PENDAHULUAN1.1. Latar Belakang 11.2. Rumusan Masalah 31.3. Tujuan 3

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA2.1. Defenisi Abses 42.2. Etiologi Abses Paru 42.2.1 etiologi khusus 42.2.2 faktor predisposisi 62.3. faktor Predisposisi 72.4. Pathofisiologi Abses Paru 82.5. Manifestasi Klinik 92.6. pemeriksaan diagnosa 92.7. penatalaksaan 102.8. komplikasi 112.9. pencegahan 122.10. pohon masalah 13 BAB III: Asuhan Keperawatan3.1. Pengkajian 143.2. Rencana Tindakan 15

BAB IV: PENUTUP4.5. Kesimpulan 224.6. Saran 22

DAFTAR PUSTAKA

BAB IPENDAHULUAN1.1. Latar BelakangAbses paru merupakan salah satu penyakit yang terjadi di paru yang kaitannya dengan saluran pernafasan dimana terjadinya kematian sebagian jaringan paru akibat adanya pembentukan suatu kavitas atau rongga yang berisi prulent baik cairan yang terjadi akibat terjadinya infeksi bakteri yang berasal dari penyakit awal serbagai faktor predisposisi baik di saluran pencernaan, saluran pernafasan atau adanya penyalahgunaan alcohol.Pravelensi tertinggi berasal dari infeksi saluran pernafasan, saluran pencernaan, bases paru pada umumnya berhubungan dengan karies gigi, epilepsi tak terkontrol, serta terjadinya gangguan respon imun. mikroorganisme penyebab umumnya berupa campuran dari bermacam-macam kuman yang berasal dari flora mulut, hidung, tenggorokan, termasuk kuman aerob dan anaerob seperti Streptokokus, Basil fusiform, Spirokaeta, Proteus, dan lain-lain. Factor terjadinya abses paru merupakan respon dari paru terhadap penyakit yang telah ada sebelumnya, terutama akibat dari penyakit yang terdapat pada saluran nafas bagian atas.Abses paru baru akan timbul bila mikroorganisme yang masuk ke paru bersama-sama dengan material yang terhirup. Material yang terhirup akan menyumbat saluran pernafasan dengan akibat timbul atelektasis yang disertai dengan infeksi. Bila yang masuk hanya kuman saja, maka akan timbul pneumonia. Bila terjadi aspirasi, kuman Klebsiela Pneumonia sebagai kuman komensal di saluran pernafasan atas ikut masuk ke saluran pernafasan bawah, akibat aspirasi berulang, aspirat tak dapat dikeluarkan dan pertahanan saluran nafas menurun sehingga terjadi keradangan, Proses keradangan yang menyebar hingga parenchim paru yang kemudian dikelilingi jaringan granulasi.Perluasan ke pleura atau hubungan dengan bronkus sering terjadi, sehingga pus atau jaringan nekrotik dapat dikeluarkan. Drainase dan pengobatan yang tidak memadai akan menyebabkan proses abses yang akut akan berubah menjadi proses yang kronis atau menahun. Pada penularannya angka kejadian abses paru lebih sering terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan, terutama pada pasien usia lanjut karena peningkatan kejadian penyakit periodontal dan peningkatan prevalensi disfagia dan aspirasi. Sedangkan pada pengguna alkohol tinggi dilaporkan rata-rata penderita abses baru berusia 41 tahun. Angka kejadian Abses Paru berdasarkan penelitian Asher et al tahun 1982 adalah 0,7 dari 100.000 penderita yang masuk rumah sakit hampir sama dengan angka yang dimiliki oleh The Childrens Hospital of eastern ontario Kanada sebesar 0,67 tiap 100.000 penderita anak-anak yang MRS.Setelah berkembangnya dunia kedokteran dan pengobatan dengan ditemukannya pengobatan antibiotic angka kematian akibat abses paru dapat ditekan, dimana terjadi penurunan sekitar ngka kematian yang disebabkan oleh Abses paru terjadi penurunan dari 30 40 % pada era preantibiotika sampai 15 20 % pada era sekarang. Namun apabila penderita dengan factor predisposisi yang lebih dari satu maka resiko kematian lebih tinggi. Pada bebrapa tahun belakangan ini dengan menungkatnya kasus HIV yang menyerang imunitas menyebabkan angka kematian akibat abses paru kembali meningkat.Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai abses paru, dalam makalah kami mencoba untuk mengulas lebih lanjut bersertai dengan penatalaksaan dan suhan keperawatan pada abses paru.

1.2. Rumusan MasalahBagaimanakah asuhan keperawatan pada klien dengan abses paru?1.3. Tujuan1. Tujuan umumUntuk mengetahui bagaimana asuhan keperawatan dengan kelainan abses paru2. Tujuan khususAdapun tujuan khusus dalam penulisan makalah ini antara lain Untuk mengetahui definisi abses paru Untuk mengetahui penyebab terjadinya abses paru. Mengetahui bagaimana manisfestasi klinik pada abses paru Mengetahui pathofisiologi dari abses paru Untuk mengetahui penatalaksana dari abses paru

BAB IITINJAUAN PUSTAKA2.1. Pengertian Abses ParuAbses paru adalah suatu kavitas atau rongga dalam jaringan paru yang berisi material purulent berisikan sel radang akibat proses nekrotik parenkim paru oleh proses terinfeksi. Bila diameter kavitas 400C. 2. Batuk, pada stadium awal non produktif. Bila terjadi hubungan rongga abses dengan bronkus batuknya menjadi meningkat dengan bau busuk yang khas (Foetor ex oroe) 3. Produksi sputum yang meningkat dan Foetor ex oero dijumpai berkisar 40 75% penderita abses paru. 4. Nyeri yang dirasakan di dalam dada 5. Batuk darah 6. Gejala tambahan lain seperti lelah, penurunan nafsu makan dan berat badan. Pada pemeriksaan dijumpai tanda-tanda proses konsolidasi seperti redup pada perkusi, suara nafas yang meningkat, sering dijumpai adanya jari tabuh serta takikardi.2.6. Pemeriksaan Diagnostik1. Laboratorium a. Pada pemeriksaan darah rutin. Ditentukan leukositosis, meningkat lebih dari 12.000/mm3 bahkan pernah dilaporkan peningkatan sampai dengan 32.700/mm3. Laju endap darah ditemukan meningkat > 58 mm / 1 jam. b. Pemeriksaan sputum dengan pengecatan gram tahan asam dan KOH merupakan pemeriksaan awal untuk menentukan pemilihan antibiotik secara tepat. c. Pemeriksaan kultur bakteri dan test kepekaan antibiotika merupakan cara terbaik dalam menegakkan diagnosa klinis dan etiologis serta tujuan therapi. d. Pemeriksaan AGD menunjukkan penurunan angka tekanan O2 dalam darah arteri 2. Radiologi Pada foto thorak terdapat kavitas dengan dinding tebal dengan tanda-tanda konsolidasi disekelilingnya. Kavitas ini bisa multipel atau tunggal dengan ukuran 2 20 cm. Gambaran ini sering dijumpai pada paru kanan lebih dari paru kiri. Bila terdapat hubungan dengan bronkus maka didalam kavitas terdapat Air fluid level. Tetapi bila tidak ada hubungan maka hanya dijumpai tanda-tanda konsolidasi. Sedangkan gambaran khas CT-Scan abses paru ialah berupa Lesi dens bundar dengan kavitas berdinding tebal tidak teratur dan terletak di daerah jaringan paru yang rusak. Tampak bronkus dan pembuluh darah paru berakhir secara mendadak pada dinding abses, tidak tertekan atau berpindah letak. Sisa-sisa pembuluh darah paru dan bronkhus yang berada dalam abses dapat terlihat dengan CT-Scan, juga sisa-sisa jaringan paru dapat ditemukan di dalam rongga abses. Lokalisasi abses paru umumnya 75% berada di lobus bawah paru kanan bawah. 3. Bronkoskopi Fungsi Bronkoskopi selain diagnostik juga untuk melakukan therapi drainase bila kavitas tidak berhubungan dengan bronkus. 2.7. Penatalaksanaan Abses ParuPenatalaksanaan Abses paru harus berdasarkkan pemeriksaan mikrobiologi dan data penyakit dasar penderita serta kondisi yang mempengaruhi berat ringannya infeksi paru. Ada beberapa modalitas terapi yang diberikan pada abses paru :

1. Medika mentosa.Pada era sebelum antibiotika tingkat kematian mencapai 33%, pada era antibiotika maka tingkat kematian dan prognosa abses paru menjadi lebih baik. Pilihan pertama antibiotika adalah golongan Penicillin, pada saat ini dijumpai peningkatan abses paru yang disebabkan oleh kuman anaerobs (lebih dari 35% kuman gram negatif anaerob). Maka bisa dipikirkan untuk memilih kombinasi antibiotika antara golongan penicillin G dengan clindamycin atau dengan Metronidazole, atau kombinasi clindamycin dan Cefoxitin. Alternatif lain adalah kombinasi Imipenem dengan Lactamase inhibitase pada penderita dengan pneumonia nosokomial yang berkembang menjadi Abses paru. Waktu pemberian antibiotika tergantung dari gejala klinis dan respon radiologis penderita. Penderita diberikan terapi 2-3 minggu setelah bebas gejala atau adanya resolusi kavitas, jadi diberikan antibiotika minimal 2-3 minggu. 2. Drainage Drainase postural dan fisiotherapi dada 2-5 kali seminggu selama 15 menit diperlukan untuk mempercepat proses resolusi Abses paru. Pada penderita Abses paru yang tidak berhubungan dengan bronkus maka perlu dipertimbangkan drainase melalui bronkoskopi. 3. Bedah Reseksi segmen paru yang nekrosis diperlukan bila: a. Respon yang rendah terhadap terapi antibiotika. b. Abses yang besar sehingga mengganggu proses ventilasi perfusi c. Infeksi paru yang berulang d. Adanya gangguan drainase karena obstruksi.2.8. Komplikasi Beberapa komplikasi yang timbul adalah : a. Empyema: terjadinya pelebaran ruang udara bronkus terminalis disertai kerusakn dinding alveoli akibat buruknya darinase sehingga mengakibatkan rupture pada segmen lain infeksi berkelanjutan.b. Abses otak; sama seperti abses paru namun terdapat diotak merupakan komplikasi akibat dari factor predisposisi.c. Atelektasis terjadinya pengkerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat penyumbatan saluran udara (bronkus maupun bronkiolus) atau akibat pernafasan yang sangat dangkal.d. Sepsis merupakan komplikasi yang paling serius karena merupakan salah satu penyebab kematian akibat peradangan yang terjadi diseluruh tubuh akibat infeksi.2.9. PencegahanFokus utama yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya abses paru adalah dengan meminimalasir faktor penyebab utama dan faktor predisposisi pada abses paru yakni dengan menjaga kebersihan dan kesehatan mulut seperti meminimalisir terjadinya karies gigi, gingivitis, pemakaian atau konsumsi alkohol serta penyalahgunaan obat dan penyakit-penyakit periodontal bisa menyebabkan kolonisasi bakteri pathogen orofaring yang akan menyebabkan infeksi saluran nafas sampai dengan terjadinya abses paru.Apabila seseorang yang telah terserang infeksi paru akut harus segera diobati sebaik mungkin terutama pada awalnya telah didapati mengalami faktor yang memudahkan terjadinya aspirasi seperti pada pasien manula yang dirawat di rumah, batuk disertai muntah, adanya benda asing, kesadaran yang menurun dan pasien dengan ventilasi mekanik. Sebaiknya menghindari pemakaian dengan anestesi umum pada tonsilektomi, pencabutan abses gigi dan operasi sinus para nasal akan menurunkan insiden abses paru.

2.10. Pohon masalah dari abses paru

Aspirasi berulang bakteri terjebak disaluran nafas bawah. Proses lanjut pneumonia inhalasi bakteri

Bakteri mengadakan multiplikasi dan merusak parenkim paru

Zat pirogen dilepaskan oleh leukosit pada jaringanProses peradanganUjung saraf paru tertekan

panasdikelilingi jaringan granulasigangguan rasa nyaman: nyeri

proses nekrosisgangguan rasa nyaman: hipertermi

Bersihan jalan nafas tidak efektifdifusi- ventilas tergangguGangguan pola nafas tidak efektifGangguan pemenuhan nutrisiIntoleran aktifitasKelemahan fisikGangguan pertukaran gasAnoreksia (penurunan nafsu makan)produksi sputum

kadar O2 turun

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN ABSES PARU3.1. Pengkajian 1. Kaji riwayat faktor resiko seperti: Adanya riwayat aspirasi, infeksi saluran nafas (radang mulut, gigi dan gusi, tenggorokan), oral higiene yang kurang, peminum minuman keras atau masuknya suatu benda kedalam saluran pernafasan. 2. Kaji adanya riwayat penyakit infeksi saluran nafas kronis seperti TBC, Bronkitis, Abses hepar 3. Kaji adanya batuk dengan sputum yang berlebih serta bau yang khas serta batuk darah, nyeri yang dirasakan didalam dada, kelelahan, nafsu makan yang menurun 4. Pengkajian paru: Inspeksi: Pergerakan pernafasan menurun, tampak sesak nafas dan kelelahan, adanya jari tabuh, adanya dispnea. takikardiPalpasi: Adanya perbedaan vocal fremitus di daerah yang terinfeksi panas badan yang meningkat diatas normal, naiknya tekanan vena jugularis (JVP), Perkusi: Terdengar keredupan pada daerah yang terinfeksi Auskultasi: Pada daerah sakit terdengar suara nafas bronkhial disertai suara tambahan kasar sampai halus. 5. Pemeriksaan tambahan terutama laboratorium yang terjadi peningkatan angka leukosit dan laju endap darah serta terjadinya penurunan tekanan O2 arteri, rontgen dada terlihat kavitas dengan dinding tebal dengan tanda-tanda konsolidasi disekelilingnya yang tampak jelas lagi dengan pemeriksaan CT-Scan dada. Adanya masa tumor atau benda asing dalam pemeriksaan bronkoskopi.

3.2. Perencanaan TindakanI. Hiperthermi berhubungan dengan efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada hipothalamus1. Dapat ditandai dengan: Peningkatan suhu tubuh yang lebih besar dari jangkauan normal >37 atau kadang hingga >40 drajatr cecius Kulit kemerahan Hangat waktu disentuh Peningkatan tingkat pernafasan. Takikardi2. Tujuan: Mendemonstrasikan suhu dalam batas normal, bebas dari kedinginan 3. Kriteria hasil: Tidak mengalami komplikasi yang berhubungan dengan hipertermi.4. Rencana tindakan: Pantau suhu pasien (derajat dan pola); perhatikan menggigil/diaforesis Pantau suhu lingkungan Berikan kompres hangat Kolaborasi: Antipiretik, Antibiotik II. Tidak efektif bersihan jalan nafas berhubungan dengan bronkokonstriksi, peningkatan produksi sekret, sekresi tertahan, batuk tak efektif, dan infeksi bronkopulmonal1. Dapat ditandai dengan: Pernyataan kesulitan bernafas Perubahan atau kecepatan pernafasan, penggunaan otot aksesori Bunyi nafas tidak normal Batuk. 2. Tujuan : Mempertahakan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih dan jelas.3. Kriteria hasil : Menujukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan nafas (batuk yang efektif, dan mengeluarkan secret). 4. Rencana Tindakan : Kaji /pantau frekuensi pernafasan, catat rasio inspirasi dan ekspirasi Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas bronchial Kaji pasien untuk posisi yang nyaman, Tinggikan kepala tempat tidur dan duduk pada sandaran tempat tidur Bantu latihan nafas abdomen Observasi karakteriktik batuk dan Bantu tindakan untuk efektifan upaya batuk Tingkatan masukan cairan sampi 3000 ml/hari sesuai toleransi jantung serta berikan hangat dan masukan cairan antara sebagai penganti makan Berikan obat sesuai indikasi Ajarkan dan anjurkan fisioterapi dada, postural drainase Awasi AGD, Foto thorax Kolaborasi: Bronkodilator, Antibiotika, Drainase BronkoskopiIII. Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap penumpukan cairan dalam pembentukan kavitas pada paru.1. ditandai dengan Peningkatan frekuensi pernafasan Irama nafas irregular Nafas dalam dengan bantuan otot pernafasan Suara nafas rendah2. Tujuan:Pasien mampu mempertahankan fungsi paru secara normal3. Kriteria hasil Frekunsi nafas dalam batas normal 16-24 kali/menit Irama nafas regular Tidak terdapat bantoan otot pernafasan Suara nafas kembali normal4. Rencana tindakan Kaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, laporkan setiap perubahan yang terjadi Baringkan pasien dalam posisi yang nyaman, dalam posisi duduk, dengan kepala tempat tidur ditinggikan 60 90 derajat. Observasi tanda-tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah, RR dan respon pasien). Bantu dan ajarkan pasien untuk batuk dan nafas dalam yang efektif. Kolaborasi dengan tim medis lain untuk pemberian O2 dan obat-obatan serta foto thorax.IV. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen dan kerusakan alveoli.1. Dapat ditandai dengan: Dypsnea Bingung/gelisah Ketidak mampuan mengeluarkan sekret Nilai AGD tidak normal Perubahan tanda vital Penurunan toleransi terhadap aktifitas2. Tujuan :Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang normal dan bebas gejala distress pernafasan.3. Kriteria :GDA dalam batas normal, warna kulit membaik, frekuensi nafas 12- 20x/mt, bunyi nafas bersih, tidak ada batuk, frekuensi nadi 60-100x/mt, tidak dispneu. 4. Rencana Tindakan : Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan serta catat penggunaan otot aksesori, ketidakmampuan berbincang Tinggikan kepala tempat tidur dan bantu untuk memilih posisi yang mudah untuk bernafas, dorong nafas dalam perlahan sesuai kebutuhan dan toleransi . Kaji / awasi secara rutin kulit dan warna membran mukosa Dorong untuk pengeluaran sputum/ penghisapan bila ada indikasi Awasi tingkat kesadaran / status mental Awasi tanda vital dan status jantung Berikan oksigen tambahan dan pertahankan ventilasi mekanik dan Bantu intubasi V. Nyeri berhubungan dengan Inflamasi parenkhim paru, Reaksi seluler terhadap sirkulasi toksin, Batuk menetap1. Dapat ditandai dengan: Nyeri dada pleuritik Melindungi area yang sakit Perilaku distraksi, gelisah 2. Tujuan: Menyatakan nyeri hilang/terkontrol 3. Kriteria hasil: Menunjukkan perilaku rilek Bisa istirahat atau tidur Peningkatan aktifitas dengan tepat 4. Rencana tindakan: Tentukan karakteristik nyeri: PQRST Pantau tanda vital Berikan tindakan nyaman: pijatan punggung, perubahan posisi, relaksasi dan distraksi Anjurkan dan bantu pasien dalam teknik menekan dada selama episode batuk Kolaborasi: Analgetik VI. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidak seimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen, Kelemahan umum, Kelelahan yang berhubungan dengan batuk berlebihan dan dipsneu1. Dapat ditandai dengan: Laporan verbal kelemahan, kelelahan, keletihan Dipsneu karena aktifitas Takikardi sebagai respon terhadap aktifitas Terjadinya pucat/cianosis setelah beraktifitas 2. Tujuan : Klien menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktivitas 3. Kriteria hasil : Menurunnya keluhan tentang napas pendek dan lemah dalam melaksanakan aktivitas Tanda vital dalam batas normal setelah beraktifitas Kebutuhan ADL terpenuhi 4. Rencana Tindakan: Pantau nadi dan frekuensi nafas sebelum dan sesudah aktivitas Berikan bantuan dalam melaksanakan aktivitas sesuai yang diperlukan dan dilakukan secara bertahap Libatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan pasien serta peralatan yang mudah terjangkau Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan perlunya keseimbangan aktivitas dan istirahatVII. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan produksi sputum, penurunan nafsu makan akibat sesak nafas.1. Ditandai dengan Penurunan berat badan kurang dari normal Penurunan nafsu makan Lemas, lesu2. tujuan:Kebutuhan nutrisi terpenuhi3. kriteria hasil Konsumsi lebih 40 % jumlah makanan. Berat badan normal Hasil laboratorium dalam batas normal.4. rencana tindakan Beri motifasi tentang pentingnya nutrisi Lakukan oral hygine tiap hari Auskultasi suara bising usus Beri makanan dalam porsi kecil tapi sering Kolaborasi dengan tim ahli gizi dan dalam pemberian diet.VIII. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi, salah mengerti tentang informasi, keterbatasan kognitif1. Dapat ditandai dengan: Pertanyaan tentang informasi Pernataan masalah/kesalahan konsep Tidak akurat mengikuti instruksi 2. Tujuan: Menyatakan pemahaman kondisi/proses penyakit dan tindakan 3. Kriteria hasil: Mengidentifikasi hubungan tanda/gejala yang ada dari proses penyakit dan menghubungkan dengan faktor penyebab Melakukan perubahan pola hidup dan berpartisipasi dalam program pengobatan 4. Rencana tindakan: Jelaskan/kuatkan penjelasan proses penyakit individu Dorong pasien/orang terdekat untuk menanyakan pertanyaan Instruksikan atau kuatkan rasional untuk latihan nafas, batuk efektif, dan latihan kondisi umum Diskusikan obat pernafasan, efek samping dan reaksi tak diinginkan Tekankan pentingnya perawatan oral atau kebersihan mulut Kaji efek bahaya minuman keras dan nasehatkan menghentikan minum minuman keras pada pasien dan atau orang terdekat Berikan informasi tentang pembatasan aktifitas dan aktifitas pilihan dengan periode istirahat untuk mencegah kelemahan Rujuk untuk evaluasi perawatan di rumah bila di indikasikan. Berikan rencana perawatan detail dan pengkajian dasar fisik untuk perawatan dirumah sesuai kebutuhan pulang.

BAB IVPENUTUP4.1. KesimpulanAbses paru adalah suatu kavitas (rongga) dalam jaringan paru yang berisi material purulent dan sel radang akibat proses nekrotik parenkim paru oleh proses infeksi yang dapat mengakibatkan matinya jaringan paru. Abses paru timbul karena faktor predisposisi seperti gangguan fungsi imun karena obat-obatan, gangguan kesadaran (anestesi, epilepsi), oral higine yang kurang serta obstruksi dan aspirasi benda asing akibat adanya infeksi pada saluran pernafasan dan pencernaan, seseorangan dengan memiliki factor predisposisi terjadinya abses paru lebih dari satu maka besar kemungkinan akan mengalami abses paru serta besar resiko terjadinya kematian karena akan sangat mengganggu fungsi kerja paru. Pada abses paru memberikan gejala klinis panas, batuk, sputum purulen dan berbau, disertai malaise, nafsu makan dan berat badan yang turun. Pada pemeriksaan fisik didapatkan takikardia, pain chest, tanda-tanda konsolidasi. Pada pemeriksaan foto thorax didapatkan gambaran kavitas dengan air fluid level atau proses konsolidasi saja bila kavitas tidak berhubungan dengan bronkus. Diagnosis pasti bila didapatkan biakan kuman penyebab sehingga dapat dilakukan terapi etiologis. Pemberian antibiotika merupakan pilihan utama disamping terapi bedah dan terapi suportif fisio terapi. 4.2. SaranBagi pembaca saran yang dapat diberikan adalah: lebih memperhatikan kebersihan mulut dan gigi secara teratur untuk mencegah resiko terjadinya abses paru. bagi penderita sebaiknya menjalani pengobatan sesuai anjuran dokter dan menghindar dari faktor resiko untuk mencegah terjadinya komplikasi lebih lanjut. Menjaga kesehatan tubuh secara maksimal agar autoimun dan system pertahanan tubuh selalu dalam keadaan baik.DAFTAR PUSTAKAAsher MI, Beadry PH.1990. Lung Abscess in infections of Respicatory tract ; Canada Baughman, Diane C.2000.Keperawatan Medikal-Bedah: Buku saku untuk Brunner & Sudarth; Penerbit buku kedokteran EGC, Jakarta Doenges, Marilynn E.1999.Rencana asuhan keperawatan: pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien; Edisi ke-3: kedokteran EGC, Jakarta Finegold SM, Fishman JA.1998.Empyema and lung Abcess; in Fishmans Pulmonary Diseases and Disorders 3rded: Philadelphia Hammond JMJ et al.1995.The Ethiology and Anti Microbial Susceptibility Patterns of Microorganism in acute Commuity Acquired Lung Abscess ; Chest ;; 937 41. Hood Alsagaff, Prof. dr.2006.Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru; Airlangga University Press, Surabaya Sabiston.1994.Buku ajar Bedah bag 2. Penerbit buku kedokteran EGC: Jakarta Sjahriar Rasad.2005.Radiologi Diagnostik; Edisi ke-2; Balai penerbit FKUI, Jakarta Smeltzer, Suzanne C.2001.Buku ajar keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Sudarth: kedokteran EGC, Jakarta Hendra Arif W. http://ajangberkarya.wordpress.com Diakses tanggal 07 juni 2011 pukul 15.00 WIBAnonymus, Epidomiologi abses paru. http://www.dokterunhas.com. Diakses tanggal 07 juni 2011 pukul 15.00 WIB . Kapuk.Abses Paru. http://kapukpkusolo.blogspot.com/. diakses tanggal 06 juni 2011 pukul 18.00 WIB


Top Related