Transcript

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.............................................................................................................................1

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................................2

1.1 Latar Belakang...........................................................................................................2

1.2 Identifikasi Masalah...................................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................................4

2.1 Arsitektur Kolonial Belanda.......................................................................................4

2.2 Sejarah Perkembangan Arsitektur Kolonial Belanda di Kota Malang.......................9

2.2.1 Perkembangan Arsitektur 1914-1940............................................................9

2.3 Sejarah Perkembangan Arsitektur Kolonial Belanda di Kawasan Ijen...................16

1

ARSITEKTUR KOLONIAL BELANDA DI KAWASAN IJEN KOTA MALANG

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Negara Indonesia merupakan negara yang strategis, dimana sebagian besar

wilayahnya merupakan wilayah kepulauan. Karena Indonesia adalah negara yang sangat

strategis, maka Indonesia sering dijajah oleh negara abdi kuasa dunia. Negara-negara

penjajah tersebut diantaranya yaitu Negara Belanda. Belanda menjajah Indonesia kurang

lebih tiga setengah abad, atau sekitar 350 tahun. Indonesia merdeka pada tanggal 18

Agustus setelah dijajah oleh Jepang selama kurang lebih tiga tahun.

Belanda melakukan penjajahan hampir di seluruh wilayah Indonesia. Negara

Indonesia dikuasai oleh Belanda di segala bidang. Bidang-bidang tersebut meliputi bidang

ekonomi, politik, seni, sosial dan budaya. Karena terlalu lama dijajah oleh Belanda,

Indonesia banyak terpengaruh oleh penjajah Belanda yang biasa dikenal dengan istilah

Kolonial. Peninggalan karya arsitektur kolonial Belanda merupakan salah satu rekaman

sejarah dalam bentuk nyata yang berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat pada masa

lalu hingga kini, sekaligus sebagai bukti sejarah yang bisa dikenang tentang kandungan

segi-segi historisnya. Indonesia sebagai pewaris kolonialisme Belanda antara lain di

bidang territorial dan infrastruktur bahkan di sejumlah struktur dan unsur-unsur

arsitektural seperti kontruksi bangunan, material yang digunakan serta bentuk-bentuk pada

bangunan-bangunan publik.

Dampak dan pengaruh dari penjajahan ini sangatlah kuat. Salah satunya dalam

bidang seni, yaitu arsitektural. Salah satunya terdapat bangunan-bangunan yang bergaya

arsitektur Kolonial Belanda. Salah satu kota yang pernah dikuasai oleh Belanda ialah Kota

Malang. Kota Malang merupakan kota terbesar kedua yang di Jatim, juga karena

pertumbuhan kotanya yang sangat menakjubkan pada awal abad ke 20. Kota Malang

sering disebut sebagai salah satu hasil perencanaan kota kolonial yang terbaik di Hindia

Belanda pada jamannya1. Bagaimana proses pertumbuhan kotanya dari sebuah kabupaten

kecil pada tahun 1900 an, merupakan obyek yang sangat menarik untuk diteliti.

2

Selain itu Malang juga mempunyai banyak peninggalan arsitektur kolonial yang

sampai sekarang masih berdiri megah. Perkembangan arsitektur selalu selaras dengan

perkembangan kota. Kota-kota kolonial di Jawa secara geografis selalu terbagi menjadi

kota Pasisir dan Kota Pedalaman4. Malang sendiri merupakan kota pedalaman. Letaknya

yang cukup tinggi (450 m diatas permukaan laut) serta sekitarnya yang merupakan daerah

perkebunan, membuat kota ini menjadi sangat strategis dan tumbuh dengan cepat sebagai

kota kedua yang terbesar di Jatim. Sampai tahun 1914 Malang mash merupakan sebuah

kota kabupaten , bagian dari Karesidenan Pasuruan. Salah satu kendala tidak bisa

berkembangnya kota-kota pedalaman adalah masalah prasarana dan komunikasi.

Pembangunan prasarana secara besar-besaran di Jawa termasuk Malang) baru dimulai

setelah th. 1870.

Salah satu bangunan yang merupakan hasil dari pembangunan kota Malang

sejak era kolonalisme yang tetap ada hingga saat ini adalah bangunan-bangunan yang

terdapat di Kawasan Ijen, yang memiliki sejarah dan perkembangan bentuk yang menurut

penulis sangat menarik untuk diadakan sebuah kajian. Ditunjang dengan lokasi yang

strategis dan pengaturan fasad serta orientasi bangunan mengarah pada sudut datang kota

Malang, bangunan ini merupakan contoh bangunan yang terencana dan terkonsep dengan

baik sebagai bangunan publik. Oleh karena itu, kami trertarik untuk mengakaji peristiwa

Arsitektur kolonial kota Malang dan perkembangannya serta aplikasi pada bangunan di

Kawasan Ijen. Dalam hal ini kami mengupas tentang sejarah dari Kolonial Belanda dan

perkembangannya secara fisik untuk sebagai wacana dan pengetahuan tentang salah satu

contoh bangunan kolonialisme yang tetap ada di Malang hingga saat ini, dan sebagai

bangunan publik yang tetap berfungsi dari era kolonalisme.

1.2 Identifikasi Masalah

Kajian ini memiliki makna yaitu perkembangan bangunan bergaya Eropa yang berada

di kota Malang tepatnya di kawasan Ijen kota Malang sebagai pusat perkembangan kota

Malang di mana bangunan bergaya Eropa yang tetap ada walaupun telah mengalami banyak

perubahan. Dalam hal ini kami fokuskan pada bangunan Perumahan, Gereja, Perpustakaan

dan Museum yang berada di Kawasan Ijen Kota Malang untuk dikaji unsur historikal dan

perkembangan bangunan secara fisik.

3

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Arsitektur Kolonial Belanda

Pada tahun 1890 sampai 1910 merupakan masa transisi dalam perjalanan Arsitektur

Modern . Timbullah 2 aliran di Eropa yaitu Art Nouveau dan Structure Rationalism yang

sangat mendominasi waktu itu .

Langgam Art Nouveau lahir di Belgia, berkembang ke Australia dan Belanda ,

kemudian berkembang subur di Jerman . Nama internasional stylenya adalah Jugenstyle .

Gerakan ini merupakan gerakan seni terapan yang memproduksi barang-barang seperti ikat

pinggang, sendok, garpu, meja, kusri, lampu ,pegangan tangga, pintu dan akhirnya seluruh

bangunan .Wujud desainnya tampak sebagai pemberi hidup ( tampak menggeliat,

meliuk,mengalun, berguling dan berdengus ) , tampak juga seperti sejenis flora aneh atau

organisme hidup yang tidak mempunyai makna apapun, hanya dinamisme abstraknya saja .

Tokoh yang terkenal adalah Antonio Gaudi dari Spanyol dengan karyanya La Grada Familia

( kuil untuk orang miskin ) yang seperti rimba . Namun langgam ini dapat memadukan hiasan

dan struktur dengan baik sehingga bentuk bangunan mengikuti naluri tetapi tetap punya

fungsi structural ( gaya Romantism ) . Reaksi dari langgam ini adalah munculnya gaya ragam

hias seperti Art Deco dan Kubisme .

Langgam Structural Rationalism ini mengutamakan suatu sistem struktur pada

bangunan sebagai akibat langsung pada bentuk bangunannya sendiri . Salah seorang

pelopornya adalah Violet Le Duc dari Perancis yang banyak bekerja sebagai restores pada

bangunan Gothic di Eropa menyebabkan Le Duc yakin bahwa bentuk bangunan yang baik

adalah sebagai akibat dari suatu sistem struktur yang benar. Pada langgam ini setiap elemen

pada bangunan harus diperlihatkan dengan jelas mana yang structural dan mana yang non

sruktural .Setiap detail sambungan harus dikerjakan secara benar dan teliti sehingga patut

diperlihatkan apa adanya ( estetika detail ). Tokoh lainnya yang terkenal adalah Adof Loos

yang sangat menentang tradisi dalam bangunan terutama dalam pandangan menghias

bangunan dengan ornamen . Menurut Loos, seseorang baru berhasil menciptakan sesuatu

yang baru kalau orang itu menciptakan apa yang belum pernah diciptakan orang sebelumnya .

Bahkan menurut Loos, arsitektur bukanlah suatu seni namun wadah untuk memenuhi suatu

4

kebutuhan . Bukunya “ Ornament and Crime “ sangat kontoversial pada waktu itu karena

mengolok-olok bahwa warisan tradisi masa lalu merupakan kebudayaan Barbar .

Setelah Perang Dunia I selesai , muncullah sekolah “ Bauhaus “ di Weimar, Jerman

pada tahun 1919 oleh Walter Grophius yang bertujuan menyatukan arsitek, seniman, dan

tukang dengan prinsip “ There is no essential difference between the artist and the craftman

“ , dimana simbolnya adalah bangunan yang disinari oleh 3 buah bintang . Di sekolah ini

pendidikan dibagi 2 yaitu 6 bulan pertama pengenalan materi dan pemecahan berbagai

masalah sederhana dan kemudian 3 tahun berikutnya mahasiswa harus memasuki berbagai

bengkel ( bengkel batu , bengkel kayu, bengkel logam ,bengkel tanah liat, bengkel gelas,

bengkel tenun, dan bengkel warna ), lalu setelah ujian dan lulus barulah mahasiswa

menentukan jurusannya ( arsitektur , desain grafis , desain interior, atau desain industri ).

Tujuan praktis dari sekolah ini adalah menciptakan suatu kehidupan baru dan style yang baru

untuk suatu jaman yang baru dengan suatu kesatuan yang baru antara seni dan teknologi .

Ketika Hitler berkuasa , sekolah ini ditutup dan para pengajarnya banyak yang pindah ke

Amerika

Langgam Art Nouveau melanda Belanda pada abad 19 ke abad 20, menjadi “ Neuwe

Kunst “. Langgam baru ini masih mempertahankan prinsip-prinsip bentuk alamiah tetapi

fungsional dipegang sebagai patokan . Akibatnya terciptalah bangunan yang memakai bahan

dasar dari alam yang dipasang dengan ketrampilan tangan yang tinggi dan memungkinkan

dibuatnya berbagai ornamentasi yang indah namun tetap memperhatikan fungsinya . Pada

perkembangan selanjutnya Neuwe Kunst pecah menjadi 2 yaitu Amsterdam School dan De

Stijl ( The Style ) .

Kelompok Amsterdam School lebih menitikberatkan pada ‘orisinalitas dan alamiah’ .

Alirannya Romantism dan dijuluki ‘Dutch Expressionist Architecture’ yang berciri

ketidakpuasan terhadap hasil desain industri . Bangunan karya merekan berdasarkan

pengolahan massa yang kompak dan plastis , bahan dasar dari alam, ornamentasi berdasarkan

garis-garis lengkung. Mereka menganggap interior desain sebagai unsur yang tidak

terpisahkan dalam bangunan bahkan hubungan antara interior dan eksterior sangat erat sekali

sebagai pencerminan suatu bangunan . Karyanya sering disebut sebagai “ Idividual Art “.

Tokoh-tokohnya antara lain Michael De Klerk , Job & Trey .

5

Kelompok De Stijl sangat bertolak belakang dengan Amsterdam School karena lebih

menitikberatkan pada fungsi dan estetika kelompok , kelompok ini lebih menyukai hasil

industri yang terstandartisasi , dengan bentuk-bentuk dan komposisi geometri .Menurut

kelompok ini , penentuan ukuran serta bentuk ruang, hubungan antar ruang, dan sistem

sirkulasi merupakan faktor penentu dalam merencanakan sebuah bangunan , apabila

bangunan tersebut gagal dalam memenuhi tuntutan itu maka bangunan itu tidak dapat

dikatakan berfungsi ,oleh sebab itu arsitek pada kelompok ini berusaha membuat bangunan

bebas dari pengaruh berbagai macam style baik datang dari luar maupun bentuk-bentuk

peninggalan sejarah karena style dianggap menghambat berfungsinya sebuah bangunan

secara efisien.

(http://google.co.id. Mengapa Postmodern Harus Hadir.)

Dalam bidang teknik dan arsitektur, keunggulan Belanda sudah tidak perlu diragukan

lagi. Sebagai negara yang sebagian besar wilayahnya berada di bawah permukaan laut,

mereka dituntut untuk maju dalam bidang konstruksi dan perawatan dam. Penemuan terbaru

bidang konstruksi di Belanda adalah ditemukannya sistem pembangunan jalan yang bisa

mengurangi tingkat kebisingan di perkotaan.

Negara Belanda merupakan salah satu negara Eropa yang memiliki peran dan posisi

strategis dan signifikan dalam percaturan dunia. Di Belanda terdapat muara 3 sungai utama

Eropa yaitu Sungai Rhine, Scheldt, dan Meuse. Belanda memiliki pelabuhan laut Rotterdam,

pelabuhan terbesar di Eropa dan terbesar ke dua di dunia setelah Shanghai, China. Komoditas

dunia yang masuk ke pasar Eropa sebagian besar melalui ini. Secara ekonomi, Belanda

sangat kuat dan berpengaruh. Stabilitas ekonomi dan keamanan juga mantap. Secara sosio-

kultural dan warisan peradaban seperti seni lukis, sastra, arsitektur, filosofi, pemikiran,

medis, sains dan teknologi, Belanda termasuk yang terkemuka di Eropa.

(http://google.co.id. PIP PKS Belanda.)

Arsitektur modern yang melekat dalam arsitektur Belanda, pada akhirnya dibawa oleh

penjajah Belanda yang datang ke Indonesia dan menularkan arsitektur modern ke dalam

bentuk bangunan Indonesia ketika mereka berkuasa.

6

7

8

2.2 Sejarah Perkembangan Arsitektur Kolonial Belanda di Kota Malang

2.2.1 Perkembangan Arsitektur 1914-1940

Secara garis besar perkembangan arsitektur kolonial di Malang tidak berbeda dengan

perkembangan arsitektur di Hindia Belanda pada kurun waktu yang sama. Gaya arsitektur

yang disebut sebagai ”Indische Empire” yang berkembang sampai akhir abad ke 19, juga

terdapat di Malang, terutama sekali pada gedung-gedung pemerintahan seperti gedung

Asisten Residen di alon-alon pusat kota Malang sekarang sudah hancur). Hanya saja sebelum

tahun 1900 an Malang masih merupakan sebuah kota kabupaten kecil, sehingga bangunan

pemerintahan tidak begitu banyak disana. Oleh sebab itu peninggalan arsitektur dengan gaya

”Indische Empire” ini sekarang sangat jarang dijumpai di Malang. Walaupun ada, tempatnya

harus dicari di daerah sekitar alon-alon kota, karena disanalah dulu merupakan inti kota

Malang dimasa lalu. Sekarang daerah disekitar alon-alon kota justru merupakan daerah yang

punya nilai ekonomi yang tinggi, sehingga otomatis juga merupakan suatu daerah yang cepat

berkembang/berubah. Sayang sekali karena hal-hal di atas maka asitektur dengan gaya

”Indische Empire” ini di Malang sekarang boleh dikatakan sudah tidak tersisa sama sekali.

Gb.10. Kantor Asisten Residen Malang yang terletak disebelah Selatan alon-alon (sekarang

sudah dibongkar)

9

Terlihat jelas gaya arsitektur “Indische Empire pada gedung tersebut . Gambar Kantor

Asisten Residen Malang diambil sekitar th. 1900 an.

Gb.11. Kantor Asisten Residen Malang, yang diambil sekitar tahun 1910 an, kelihatan kolam

yang ada di depan gedung sudah hilang, dan terjadi perbaikan pada gedung.

Hampir semua bangunan kolonial yang tersisa di Malang sekarang dibangun setelah

tahun 1900 (sebagian besar dibangun setelah tahun 1920 an selaras dengan perkembangan

kotanya)., yang diistilahkan sebagai arsitektur kolonial modern. Arsitektur kolonial yang

cukup besar, yang dibangun setelah tahun 1900 di Malang adalah: Gereja Hati Kudus Jesus di

Jl. Kayutangan (Basuki Rachmad), yang dibangun pada th. 1905. Arsiteknya adalah Maruis J.

Hulswit. Tapi pembangunan gereja gaya Neo Gothik di Malang ini secara keseluruhan tidak

begitu punya pengaruh terhadap perkembangan arsitektur kolonial di Malang pada umumnya.

Secara garis besar perkembangan arsitektur kolonial di Malang yang di bangun setelah th.

1914 bisa dibagi menjadi 2 bagian yaitu yang dibangun antara tahun 1914-1920 dan yang

dibangun sesudah th. 1920 an sampai th. 1940 an.

Arsitektur yang dibangun antara tahun 1914-1920 an dapat disebutkan misalnya :

Javasche Bank (sekarang Bank Indonesia) disebelah Utara alon-alon dibangun th.

1915, arsiteknya adalah Hulswit, Fermont & Cuypers.

Palace Hotel (sekarang Hoel Pelangi), dibangun antara th. 1916, di sebelah Selatan

alon-alon, arsiteknya tidak diketahui dengan jelas.

Kantor Pos dan Tilgram (sekarang sudah dibongkar) terletak di Jalan Kayutangan

(Basuki Rachmad) dibangun antara th. 1910 arsiteknya BOW (Burgelijke Openbare

Werken).

Dan sebagainya.10

Sebagian besar bangunan umum sebelum th. 1920 an kebanyakan dibangun disekitar

alon-alon, karena pusat kotanya masih terletak disana. Jumlahnya tidak terlalu banyak karena

kota Malang masih belum mengalami perkembangan yang pesat. Gaya arsitektur ”Indische

Empire” pada tahun-tahun ini sudah menghilang. Arsitektur Kolonial yang dibangun sebelum

tahun 1920 an sebagian besar sudah ditangani oleh tenaga profesional11. Meskipun gaya

arsitektur yang ditunjukkan masih banyak dipengaruhi oleh arsitektur di Belanda tapi pada

umumnya bentuk-bentuk arsitekturnya sudah beradaptasi dengan iklim setempat. Hal ini

ditunjukkan misalnya dengan menempatkan galeri keliling bangunan (dengan maksud supaya

sinar matahari langsung dan tampias air hujan tidak langsung masuk melalui jendela atau

pintu). Adanya atap-atap susun dengan ventilasi atap yang baik, serta overstek-overstek yang

cukup panjang untuk pembayangan tembok. Tapi secara keseluruhan bentuk arsitekturnya

masih belum merujuk ke bentuk modern, yang baru berkembang setelah tahun 1920 an.

Gb14. Palace Hotel, (sekarang Hotel Pelangi) yang terletak disebelah Selatan alon-alon.

11

Palace Hotel ini dibangun th. 1916, dengan kapasitas 125 kamar. Kesan simetri yang

kuat terlihat pada tampak depannya. Double tower pada pintu masuk juga terlhat

mendominasi tampaknya Ciri-ciri tersebut merupakan bentuk yang khas arsiektur kolonial

pada tahun 1900-1915.

Gb.15. Situasi sebelah luar dari gedung kantor pos Malang yang lama di daerah Kayutangan

(Sekarang Jl. Basuki Rachmad).

Seperti tampak dalam gambar, kendaraan utama pada waktu itu adalah bendi, yang ditarik

oleh kuda.

12

Gb.16. Gedung kantor pos dan tilgram Malang yang lama

Semua gedung-gedung negara dirancang oleh Departemen BOW (Burgelijke Openbare

Werken), langsung dari Batavia.

13

Gb.17. Gedung Maconieke Lodge yang terletak di Tjerme Plein (Taman Cerme). Dibangun

sekitar th. 1935

Perancang dari gedung ini adalah Ir. Mulder dari dinas PU Kotamadya Malang.

Gedung tersebut merupakan contoh arsitektur kolonial modern Malang dengan gaya “Nieuwe

Bouwen”.

14

Gb.18. Wajah pertokoan disepanjang Jl. Kayutangan (Basuki Rachmad).

Pada umumnya bangunanbaru tersebut dibangun antara tahun 1930-1940. Ciri-ciri

umum dari bangunan yang disebut sebagai “Nieuwe Bouwen”, adalah atap datar, gevel

horizontal, volume bangunan yang berbentuk kubus serta warna putih.

15

Arsitektur kolonial yang dibangun antara th. 1920 sampai 1940 an dapat disebutkan

misalnya :

Zusterschool (Jl. Tjelaket- dibangun antara th. 1926 arsiteknya Hulswit, Fermont &

Ed.Cuypers)

Fraterschool (Jl. Tjelaket, dibangun antara tahun 1926, arsiteknya Hulswit, Fermont

& Ed.Cuypers)

Komplek pertokoan di perempatan Jl. Kayutangan (dibangun ahun 1936, arsiteknya

Karel Bos)

Balai Kota Malang (dibangun th. 1927-1929, arsiteknya H.F. Horn)

Gedung HBS/AMS di J.P. Coen Plein (alon-alon bunder, dibangun tahun 1931,

arsiteknya Ir. W. Lemei)

Theresiakerk (gereja Santa Theresia) di depan Boeringplein (taman Buring) dibangun

th. 1936, arsiteknya Rijksen en Estourgie.

Gedung Maconieke Lodge, di Tjerme plein (taman Cerme), dibangun th. 1935,

arsiteknya Ir. W. Mulder.

Pertokoan Jl.Kayutangan, dibangun tahun 1935 an arsiteknya tidak jelas.

Dan sebagainya.

Sebagian besar gedung-gedung kolonial yang ada di Malang dibangun sesudah tahun 1920.

Gaya arsitektur kolonial modern setelah th. 1920 an di Hindia Belanda pada waktu itu sering

disebut sebagai gaya ”Nieuwe Bouwen”, yang disesuaikan dengan iklim dan teknik bangunan

di Hindia Belanda waktu itu.

Sebagian besar menonjol dengan ciri-ciri seperti: atap datar, gevel horisontal, volume

bangunan yang berbentuk kubus, serta warna putih (Gedung Monieke Lodge, pertokoan di

perempatan Jl. Kayutangan, pertokoan lainnya di sepanjang Jl. Kayutangan dan sebagainya).

Jadi sebagian gedung-gedung kolonial yang ada di Malang umurnya rata-rata kurang lebih

baru 60 tahun.

2.3 Sejarah Perkembangan Arsitektur Kolonial Belanda di Kawasan Ijen

16

Kawasan Idjen Boulevard dirancang oleh arsitek berkebangsaan Belanda Ir Herman

Thomas Karsten sekitar tahun 1922. Di kawasan itu dulu menjadi daerah permukiman orang-

orang Eropa dengan bangunan-bangunan berarsitektur zaman kolonial. Kawasan ini pernah

menjadi kawasan paling indah di Hindia Belanda. Ir Herman Thomas Karsten yang sangat

berpengaruh dalam arsitektur dan tata kota Malang di zaman kompeni menghadirkan sisi

romantis kota dalam setiap rancangannya. Ijen Boulevard yang sekarang menjadi lokasi

perumahan elite merupakan sentuhan romantis Karsten di Malang.

Di sepanjang jalan ini juga kita masih bisa menyaksikan rumah-rumah bergaya

kolonial yang telah dipoles sedikit modern. Misalnya, gereja Theresiakerk (Gereja Santa

Theresia)yang dibangun oleh biro arsitek Rijksen en Estourgle tahun 1936. Kompleks pe-

rumahan bertipe villa di sepanjang jalan besar Ijen serta jalan-jalan dengan nama gunung

yang ada di sekitarnya (bergenbuurt) menjadi saksi sejarah bahwa semenjak masa Hindia-

Belanda, orang Eropa dan Timur Asing dari berbagai daerah memiliki tempat peristirahatan

(villa) di Kota Malang.

Pembangunan yang tak terkendali membuat sebagian ruas Jalan Ijen sulit

dipertahankan kelestariannya. Sepanjang 750 meter di sisi kanan-kiri Jalan Ijen telanjur

berdiri bangunan-bangunan dengan berbagai ragam arsitektur yang sama sekali tidak

memperhitungkan segi-segi historis. Meski demikian khusus ruas Idjen Boulevard sampai

kini perkembangannya masih terkendali. Arsitektur perumahan di sekitarnya dinilai masih

cukup ramah terhadap keindahan taman. Sejak lama sebagian ruas Jalan Ijen sudah

17

berkembang menjadi pusat bisnis dan pendidikan, sehingga tidak bisa lagi dipertahankan

sebagai kawasan permukiman. Bangunan-bangunan yang ada pun sudah menggunakan

konstruksi bertingkat dengan beton-beton bertulang.

Di kawasan Ijen Kota Malang telah terjadi banyak perubahan. Terutama di kawasan

yang menggunakan jalan dengan nama gunung-gunung. Perubahan tersebut terjadi pada

bentuk, fungsi, struktur dan konstruksi, sempadan, tinggi bangunan, dan lain sebagainya.

Untuk bangunan yang bertahan sebagai rumah tinggal, adalah sekitar 1.007 unit atau 72,24

18

persen, sedangkan yang digunakan sebagai aktivitas rumah usaha ada 10,83 persen (151

unit), dan yang berfungsi sebagai perdagangan dan jasa, yaitu 119 unit (8,54 persen), dan

kantor serta fasilitas umum, yaitu sebanyak 117 unit (8,39 persen). Kondisi struktur dan

konstruksi bangunan rata-rata masih baik, 1.128 unit bangunan (78,66 persen) dalam kondisi

baik, 279 unit bangunan (19,46 persen) kondisinya sedang, dan 27 unit bangunan (1,88

persen) dalam kondisi rusak. Sedangkan untuk arsitektur bangunannya didominasi oleh tipe

arsitektur periode tahun 1915-1930, yang jumlahnya sekitar 90 persen dari bangunan yang

masih bertahan di kawasan tersebut. Dalam konteks pelestarian, perubahan fungsi

dimungkinkan sejauh tidak merusak karakter bangunan, dan tergantung dari nilai kesejarahan

dari bangunan tersebut. Dengan demikian, perubahan fungsi seharusnya dibarengi dengan

rambu-rambu sehingga perubahannya dapat terkendali dengan baik. Pada kawasan Ijen cukup

banyak bangunan yang berubah secara total mencapai 38,84 persen, dan yang tidak berubah

26,35 persen, sisanya 221 unit bangunan (15,84 persen) perubahan kecil hingga sedang, dan

227 unit (19,31 persen) perubahan bangunan sedang hingga besar. Sebagai dasar

perlindungan pelestarian, perlu adanya kesamaan motivasi dan persepsi baik dari pihak

pemkot maupun masyarakat, bahwa Kota Malang memiliki bangunan dan kawasan

bersejarah. Agar upaya pelestarian dapat lebih simultan antara preservasi dan pengembangan

yang terintegrasi dan terpelihara kualitas fisik dan kesinambungan historis-kultural-sosial-

ekonominya.

19

Dan hal tersebut harus didasarkan dalam bentuk rekomendasi dan strategi

implementasi yang berlandaskan pada prinsip-prinsip pelestarian. Dengan demikian, lingkup

kawasan yang menggunakan jalan dengan nama gunung-gunung dapat ditetapkan sebagai

”zona” kawasan ”bersejarah” yang perlu dilindungi dan dilestarikan berdasar pada hirarkhi

pengendaliannya. Zona pengendalian ketat, yang mempunyai nilai sejarah dan arsitektur-kota

sangat tinggi, dengan pertimbangan estetis-kultural, terutama di sepanjang koridor Jl. Besar

Ijen (Ijen Boulevard). Zona pengendalian sedang, adalah yang mempunyai nilai sejarah dan

arsitektur-kota cukup tinggi lebih pada pertimbangan estetis-ekonomi, dan estetis-kultural,

terutama hampir di seluruh koridor jalan yang menggunakan nama gunung-gunung, kecuali

Jl. Besar Ijen, Jl. Kawi, dan Jl. Dieng. Zona pengendalian rendah, adalah yang mempunyai

nilai sejarah arsitektur-kota sudah rendah, lebih diprioritaskan pada pertimbangan estetis-

ekonomis di kawasan tersebut.

Terutama koridor Jl. Kawi dan Jl. Dieng. Ada beberapa hal yang dapat kita lakukan

untuk perlindungan dan pelestarian di kawasan tersebut. Yaitu dengan preservasi, konservasi

dan demolisi. Akan tetapi, hal itu harus disesuaikan dengan karakteristik yang dimiliki oleh

kawasan itu yang dapat diklasifikasikan minta tiga digolongkan. Golongn A, adalah

bangunan-bangunan yang bernilai sejarah dan arsitektur yang sangat tinggi, secara fisik

bangunan ini tidak diperkenankan ditambah, diubah bahkan dibongkar atau dibangun baru,

yang termasuk di sini adalag Gereja GPIB Jl. Ijen, Gereja Kawi dan SMU Dempo. Golongan

B, adalah bangunan-bangunan yang bernilai atau mempunyai ciri tertentu dari suatu masa,

20

dengan struktur yang masih baik. Secara fisik dari bangunan-bangunan ini tidak

diperkenankan diubah badan utama, struktur utama, atap, ataupun pola tampak depannya

(fasade). Perubahan terhadap susunan ruang dalam, bagian belakang, serta penggantian

elemen-elemen yang rusak diperbolehkan asal tidak merusak keserasian lingkungan maupun

melanggar peraturan tata bangunan yang telah di tetapkan Pemkot Malang. Dan yang

termasuk dalam golongan ini adalah bangunan rumah tinggal yang mempunyai nilai sejarah

tinggi dan sedang. Golongan C, adalah bangunan-bangunan yang secara fisik sudah banyak

berubah, kondisinya sudah rusak, dianggap membahayakan, sulit dipertahankan dan perlu

dikembangkan secara lain. Bangunan-bangunan ini boleh diubah wajah dan bentuk dalamnya

atau dibangun baru, tetapi harus disesuaikan dengan pola tampak bangunan di sekitarnya,

sehingga terbentuk lingkungan yang baik dan serasi.

Di samping hal di atas, maka perlu juga adanya aspek pengendalian dan perlindungan

hukum bagi kawasan dan bangunan bersejarah yang terdapat di kawasan Ijen Kota Malang.

Perlindungan hukum merupakan penerapan hukum dan peraturan, perlindungan, serta

pengendalian lingkungan bangunan yang perlu dilestarikan. Ada tiga hal yang perlu

dikembangkan dalam pelestarian di kawasa Ijen Kota Malang, yaitu antara lain: 1. Petunjuk

operasional yang jelas, menyangkut jenis dan cara perlindungan kawasan dan lingkungan

bangunan yang akan dijadikan objek pelestarian; 2. Sanksi hukum terhadap pelanggaran dan

pemberian insentif bagi pelaku pelestarian dalam hal ini pemilik bangunan; dan 3. Subsidi

bagi badan atau perorangan yang berniat melakukan pemugaran, konservasi maupun

preservasi.

21


Top Related