Transcript

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTAAFTER CARE PATIENT Abses ParuDisusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di Departemen Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Daerah AmbarawaDiajukan Kepada:

Pembimbing:dr. Bartholomeus Susanto Permadi, Sp.PD

Disusun oleh:Silmi Kaaffah ( 1320221116 )

Kepaniteraan Klinik Departemen Ilmu Penyakit DalamFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTARumah Sakit Umum Daerah AmbarawaPeriode 18 Maret 2015 23 Mei 2015

LEMBAR PENGESAHAN KOORDINATOR KEPANITERAANILMU PENYAKIT DALAMAFTER CARE PATIENTAbses ParuDisusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di Departemen Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa

Disusun oleh:Silmi Kaaffah1320221116

Telah disetujui oleh pembimbing:Nama pembimbing Tanda tanganTanggal

dr. B. Susanto P, Sp.PD .. ..

Mengesahkan:Koordinator Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Kandungan

dr. B. Susanto P, Sp.PD

BAB ISTATUS PASIENI.1. IDENTITAS PASIENNama: Ny. TUsia: 42 tahunAlamat: Ds. Delik 1/6 Candigaronn, Sumowono Kab. SemarangNo. CM: 077861-2015Status pernikahan: MenikahPekerjaan: Ibu rumah tanggaAgama: IslamKelompok pasien : BPJS PBIBangsal/kelas: Teratai/ kelas IIITanggal masuk: 11 April 2015I.2. DATA DASARI.2.1. ANAMNESA Keluhan utama:OS datang ke IGD RSUD Ambarawa tanggal 11 April 2015 pukul 09.18 WIB, dirujuk oleh puskesmas Sumowono dengan keluhan utama batuk darah.

Riwayat Penyakit Sekarang:Batuk darah dirasakan sejak 5 hari SMRS. Batuk disertai lendir. Jika diperkirakan, darah yang dibatukkan sebanyak satu sendok teh, berwarna merah segar. Sebelumnya, os mempunyai riwayat batuk kurang lebih 1 bulan terakhir. Batuk disertai dahak berwarna putih kekuningan. Os mengatakan terdapat riwayat penurunan berat badan dan keringat berlebih pada malam hari. Demam (-) mual (-) muntah (-).

Riwayat Penyakit Dahulu: Riwayat hipertensi : Disangkal Riwayat sakit jantung : Disangkal Riwayat DM: ya, sejak 10 tahun. Tidak terkontrol. Riwayat alergi: Disangkal Riwayat ASMA : Disangkal Riwayat operasi : Disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga Riwayat hipertensi : Disangkal Riwayat sakit jantung : Disangkal Riwayat DM: Ya, ibu menderita penyakit kencing manis. Riwayat alergi: Disangkal Riwayat keganasan/ Ca: Disangkal Riwayat ASMA : Disangkal

Riwayat PengobatanKarena batuk darah, os berobat ke puskesmas Sumowono dan oleh puskesmas tersebut os dirujuk ke RSUD Ambarawa (os belum mendapatkan terapi apapun).

Riwayat Kebiasaan Riwayat merokok/ alkohol : Disangkal Riwayat Kebersihan gigi dan mulut: Os mengaku menyikat gigi 2x sehari, terdapat gigi berlubang 3 buah. Riwayat sering minum jamu : Disangkal Riwayat mengkonsumsi NAPZA : Disangkal

Status Sosial EkonomiOs merupakan seorang ibu rumah tangga, memiliki anak 3 orang.

1.2.2. PEMERIKSAAN FISISSTATUS GENERALISKeadaan umum : baik Kesadaran: composmentisTanda Vital: Tek. Darah: 120/80 mmHg Nadi: 88x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup RR: 18x/menit Suhu: 35,8 C ( axilla )Kepala: mesosefalMata: conjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-)Hidung: nafas cuping (-), sekret (-), septum deviasi (-)Telinga: discharge (-/-)Mulut: sianosis (-) sebagian gigi tampak kehitaman (+) terdapat gigi yang berlubang (+) Tenggorokan: T1-T1, tenang, arcus faring simetris, faring hiperemis (-).Leher: simetris, trakhea ditengah, pembesaran limfonodi (-)ThoraxCor Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak Palpasi : Ictus cordis kuat angkat di ICS V, 2 cm ke medial linea midclavicularis sinistra. Perkusi : Batas jantung kiri bawah: ICS V, 2 cm ke medial linea midclavicularis sinistra kiri atas: ICS II linea sternalis sinistra kanan atas: ICS II linea sternalis dextra pinggang : SIC III linea parasternalis sinistra Kesan : konfigurasi jantung normal Auskultasi: BJ I-II reguler, bising (-), gallop(-)Pulmo Inspeksi: simetris statis dinamis, retraksi (-) Palpasi: simetris, ICS melebar (-), tidak ada yang tertinggalSterm fremitus kanan = kiri Perkusi: sonor lapang paru kiri, meredup di lapang paru kanan bagian tengah sampai ke basal. Auskultasi: Suara dasar vesikuler (+/+) melemah pada , Wheezing (-/-), ronkhi (+/-), suara napas amforik (-/-)

Abdomen Inspeksi: datar, striae (-), sikatriks (-) Auskultasi: Bising usus (+) normal Perkusi: timpani di seluruh regio abdomen Palpasi: supel, nyeri tekan (-) hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-) , turgor kembali cepat.

Ekstremitas Superior InferiorAkral dingin -/--/-Sianosis-/--/-Edema -/- -/-Sensibilitas+/+ +/+Motorik:Gerak+/+ +/+Kekuatan5/5 5/5TonusN/N N/NReflek fisiologis +/+ +/+Reflek patologis-/--/-

1.2.3. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium darah

X-ray ThoraxCor: Apeks bergeser ke laterokaudal. CTR > 50 %Pulmo: Terdapat lusensi bulat dengan opasitas di daerah distal membentuk gambaran air-fluid level pada lapangan tengah paru kanan. Tampak infiltrat disekitarnya Bercak lapangan paru kanan atas Kedua sudut lancip

Kesan: Susp. Kardiomegali Gambaran abses paru kanan

Pemeriksaan BTA sputumPemeriksaan tanggal 13 April 2015:Sewaktu: negatifPagi: negatifSewaktu: negative

1.2.4. DIAGNOSIS Abses paru dekstra DM tipe II

1.2.5. TERAPINon Farmakologis: Pengaturan posisi tidur, yaitu dengan memposisikan pasien untuk lebih sering berbaring miring ke arah kiri karena letak abses berada di lapang paru sebelah kanan. Hal ini bertujuan untuk terjadinya drainase abses yang baik sesuai arah gravitasi. Diet tinggi kalori tinggi protein. Edukasi mengenai kebersihan gigi dan mulut. Edukasi untuk rutin dan rajin melakukan kontrol kadar gula darah.

Farmakologis: Infus Ringer Laktat 20 tpm Inj. Cefotaxim 2x1 Inj. As. Traneksamat 3x1 Codein 3x1 Glimepiride Metformin 3x1 Injeksi Cefoperazone 2x1

1.2.6. FOLLOW UP11 April 2015S: Batuk lama 1 bln, berdahak, batuk darah (+) 5 hari SMRS, dahak (-) demam (-) mual (-) muntah (-) BAB cair 1 hari SMRS 5 x sehari, ampas (+) lendir (-) darah (-) nyeri perut (-) sesak (-) lemas (+)

O:KU/kes : TSS/CMTD :100/70 N:88 RR:20 S:36Kepala : CA-/- SI -/-Thorax : S1-S2, reg, SDV +/+ melemah di basal paru kanan, rh+/+, wh -/-Abd : datar, super, BU (+) NT(-)Eks: akral hangat, CRT < 2det

A: Obs hemoptoe GEA DM tipe IIP: Inf RL 20 tpm Inj. Cefotaxim 2x1 Inj. As. Traneksamat 3x1 Codein 3x1 Glimepiride Metformin 3x1

12 April 2015

S:Batuk (+) BAB cair (-) nyeri kepala (+) lemas (+)

O:KU/kes : TSS/CMTD :100/75 N:80 RR:20 S:35,8Kepala : CA-/- SI -/-Thorax : S1-S2, reg, SDV +/+ melemah di basal paru kanan, rh+/+, wh -/-Abd : datar, super, BU (+) NT(-)Eks: akral hangat, CRT < 2det

A: Obs hemoptoe GEA DM tipe II

P: Inf RL 20 tpm Inj. Cefotaxim 2x1 Inj. As. Traneksamat 3x1 Codein 3x1 Glimepiride Metformin 3x1

13 April 2015

S:Batuk (+) darah (-) nyeri kepala (+) lemas (+) BAB dan BAK dbn

O:KU/kes : TSS/CMTD :90/60 N:70 RR:18 S:35,7Kepala : CA-/- SI -/-Thorax : S1-S2, reg, SDV +/+ melemah di basal paru kanan, rh+/+, wh -/-Abd : datar, super, BU (+) dbn NT(-)Eks: akral hangat, CRT < 2det

A: Obs hemoptoe DM tipe II

P: Inf RL 20 tpm Inj. Cefotaxim 2x1 Inj. As. Traneksamat 3x1 Codein 3x1 Glimepiride Metformin 3x1

14 April 2015

S:Batuk sudah berkurang, nyeri kepala (-) sesak (-) demam (-) BAB & BAK dbn

O:KU/kes : TSS/CMTD :100/60 N:84 RR:18 S:36,3Kepala : CA-/- SI -/-Thorax : S1-S2, reg, SDV +/+ melemah di basal paru kanan, rh+/+, wh -/-Abd : datar, super, BU (+) dbn NT(-)Eks: akral hangat, CRT < 2det

A: Abses paru dextra DM tipe II

P: Inf RL 20 tpm Inj. Cefoperazon 2x1 Inj. As. Traneksamat 3x1 Codein 3x1 Glimepiride Metformin 3x1

15 April 2105

S:Batuk sudah berkurang, nyeri kepala (-) sesak (-) demam (-) BAB & BAK dbn

O:KU/kes : TSS/CMTD :100/60 N:84 RR:18 S:36,3Kepala : CA-/- SI -/-Thorax : S1-S2, reg, SDV +/+ melemah di basal paru kanan, rh+/+, wh -/-Abd : datar, super, BU (+) dbn NT(-)Eks: akral hangat, CRT < 2det

A: Abses paru dextra DM tipe II

P: Inf RL 20 tpm Inj. Cefoperazon 2x1 Inj. As. Traneksamat 3x1 Codein 3x1 Glimepiride Metformin 3x1

16 April 2015

S:Batuk sudah berkurang, nyeri kepala (-) sesak (-) demam (-) BAB & BAK dbn

O:KU/kes : TSS/CMTD :100/60 N:84 RR:18 S:36,3Kepala : CA-/- SI -/-Thorax : S1-S2, reg, SDV +/+ melemah di basal paru kanan, rh-/-, wh -/-Abd : datar, super, BU (+) dbn NT(-)Eks: akral hangat, CRT < 2det

A: Abses paru dextra DM tipe II

P: Os diizinkan pulang

BAB IILATAR BELAKANGII.1. Latar BelakangPenyakit infeksi paru masih merupakan penyebab kematian yang sangat penting di Indonesia. Baik yang mengenai cabang-cabang pembuluh paru (bronkus, bronkiolus) atau yang mengenai jaringan paru-paru. Abses paru merupakan salah satu penyakit infeksi paru yang didefinisikan sebagai kematian jaringan paru-paru dan pembentukan rongga yang berisi sel-sel mati atau cairan akibat infeksi destruktif berupa lesi nekrotik pada jaringan paru yang terlokalisir sehingga membentuk kavitas yang berisi nanah (pus) dalam parenkim paru pada satu lobus atau lebih. Walaupun insidens penyakit abses paru berkurang setelah adanya antibiotik, namun beberapa faktor risiko terjadinya abses perlu seharusnya tidak luput dari perhatian, misalahnya kondisi yang memudahkan aspirasi, penyakit periodontal, kebersihan gigi dan mulut yang kurang baik, pencabutan gigi, immunocompromised, Ca paru dan lain sebagainya.

BAB IIITINJAUAN PUSTAKA

III.1. DEFINISIPenyakit infeksi paru masih merupakan penyebab kematian yang sangat penting di Indonesia. Baik yang mengenai cabang-cabang pembuluh paru (bronkus, bronkiolus) atau yang mengenai jaringan paru-paru.Abses paru merupakan salah satu penyakit infeksi paru yang didefinisikan sebagai kematian jaringan paru-paru dan pembentukan rongga yang berisi sel-sel mati atau cairan akibat infeksi destruktif berupa lesi nekrotik pada jaringan paru yang terlokalisir sehingga membentuk kavitas yang berisi nanah (pus) dalam parenkim paru pada satu lobus atau lebih.1Abses paru dapat diklasifikasikan berdasarkan perlangsungan dan penyebabnya. Berdasarkan perlangsungannya abses paru diklasifikasikan menjadi akut dan kronik. Disebut akut apabila perlangsungannya terjadi dalam waktu 4 minggu. Abses disebut kronik apabila perlangsungannya terjadi dalam waktu > 4-6 minggu. Sedangkan menurut penyebabnya abses paru dibagi menjadi abses primer dan sekunder. Abses primer muncul karena nekrosis jaringan paru (akibat pnumonitis, infeksi dan neoplasma) ataupun pneumonia pada orang normal. Disebut abses sekunder apabila disebabkan kondisi sebelumnya seperti septik emboli (misalnya endokarditis sisi kanan), obstruksi bronkus (misalnya aspirasi benda asing), bronkiektasis ataupun pada kasus imunokompromis.

III.2. EPIDEMIOLOGIMortalitas/MorbiditasKebanyakan pasien dengan abses paru primer dapat sembuh dengan antibiotik, dengan tingkat kesembuhan rata-rata sebanyak 90-95%.Faktor host yang menyebabkan prognosis memburuk antara lain usia lanjut, kekurangan tenaga, malnutrisi, infeksi HIV atau bentuk lain imunosupresi, keganasan, dan durasi gejala lebih dari 8 minggu. Tingkat kematian untuk pasien dengan status imunokompromis mendasar atau obstruksi bronkial yang kemudian membentuk abses paru dapat mencapai 75%.Organisme aerobik, yang biasanya didapat di rumah sakit, juga dapat menghasilkan prognosa yang buruk. Sebuah studi retrospektif melaporkan tingkat kematian abses paru yang disebabkan oleh bakteri gram positif dan gram negatif digabungkan adalah sekitar 20%.Jenis kelaminLaki-laki mempunyai prevalensi yang dominan dalam kejadian abses paru yang dilaporkan dalam beberapa seri kasus yang sudah dipublikasikan.UmurAbses paru pada umumnya terjadi pada pasien usia lanjut dikarenakan meningkatnya penyakit periodontal dan peningkatkan prevalensi disfagi dan aspirasi pada usia ini. Namun, serangkaian kasus dari warga yang tinggal di pusat perkotaan dengan prevalensi alkoholisme tinggi melaporkan usia rata-rata yang mengalami abses paru adalah 41 tahun.2 Orang-orang tua, orang-orang dengan immunocompromise, malnutrisi, debilitated dan khususnya orang-orang yang tidak pernah mendapatkan antibiotik adalah orang-orang yang paling rentan dan memiliki prognosis yang paling buruk.3 III.3. ANATOMIParu memiliki area permukaan alveolar kurang lebih seluas 40 m2 untuk pertukaran udara. Tiap paru memiliki bentuk yang menyerupai kerucut, memiliki puncak yang tumpul yang berbatasan bagian bawah dari kosta pertama, memiliki dasar cekung yang mengikuti bentuk otot diafragma, memiliki permukaan kostovertebra yang luas dan mengikuti bentuk dari dinding thoraks, serta permukaan mediastinal cekung yang menyokong perikardium.Terdapat suatu struktur berupa membran pembungkus yang mengelilingi paru-paru disebut pleura. Pleura terdiri dari dua lapisan yaitu pleura viseralis dan pleura parietalis. Pleura viseralis melekat pada paru sedangkan pleura parietalis membatasi aspek terdalam dalam dinding dada, diafragma, serta sisi perikardium dan mediastinum. Di antara kedua membran ini terdapat rongga yang disebut sebagai kavum pleura yang berisi cairan pleura. Cairan pleura berfungsi sebagai pelumas untuk mengurangi gesekan antara kedua pleura.8,9

Gambar 1. Struktur sistem respirasi Dikutip dari kepustakaan 10 dan 11

Paru-paru kanan berukuran sedikit lebih besar dari paru-paru kiri. Paru-paru kanan dibagi menjadi 3 lobus atas, tengah, dan bawah, oleh fisura oblikus dan fisura horizontal . Sedangkan paru-paru kiri hanya memiliki fisura oblikus yang membagi paru menjadi 2 lobus, atas dan bawah.9

lobus atas

fisura horisontalislobus atas

fisura horisontalis

lobus tengah

fisura horisontalis

lobus bawahlobus bawah

Gambar 2. Lobus paru dilihat dari depan Dikutip dari kepustakaan 12

Bronki dan jaringan parenkim paru-paru mendapat pasokan darah dari a.bronkialis cabang-cabang dari aorta torakalis desendens. v. bronkialis yang juga berhubungan dengan v. pulmonalis, mengalirkan darah ke v. azigos dan v. hemiazigos. Alveoli mendapat darah deoksigenasi dari cabang-cabang terminal a. pulmonalis dan darah yang teroksigenasi mengalir kembali melalui cabang-cabang v. pulmonalis. Dua v. pulmonalis mengalirkan darah kembali dari tiap paru ke atrium kiri jantung.Aliran limfe dari paru-paru mengalir kembali dar perifer menuju kelompok kelenjar getah bening trakeobronkial hilar dan dari sini menuju trunkus limfatikus mediastinal.8Pleksus pulmonalis berasal dari serabut saraf simpatis (dari trunkus simpatikus) dan serabut parasimpatis (dari N. vagus). Aliran eferen mempersarafi muskulus bronchial dan menerima aliran aferen dari membran mukosa bronkiolus dan alveolus.8,9 III.4. ETIOLOGIAbses paru dapat disebabkan oleh berbagai mikroorganisme, yaitu : a. Kelompok bakteri anaerob, biasanya diakibatkan oleh pneumonia aspirasi Bacteriodes melaninogenus Bacteriodes fragilis Peptostreptococcus species Bacillus intermedius Fusobacterium nucleatum Microaerophilic streptococcusBakteri anaerobik meliputi 89% penyebab abses paru dan 85%-100% dari spesimen yang didapat melalui aspirasi transtrakheal.b. Kelompok bakteri aerobGram positif: sekunder oleh sebab selain aspirasi Staphillococcus aureus Streptococcus micraerophilic Streptococcus pyogenes Streptococcus pneumoniae1,2,3,5Gram negatif : biasanya merupakan sebab nosokomial Klebsiella pneumoniae Pseudomonas aeroginosa Escherichia coli Actinomyces species Nocardia species Gram negatif bacillic. Kelompok jamur (mucoraceae, aspergillus species), parasit, amuba, mikobakterium1,2,3,5Prevalensi tertinggi berasal dari infeksi saluran pernapasan dengan mikroorganisme penyebab umumnya berupa campuran dari bermacam-macam kuman yang berasal dari flora mulut, hidung, dan tenggorokan.Faktor predisposisi terjadinya abses paru seorang pasien:1. Ada sumber infeksi saluran pernafasan. Infeksi mulut, tumor laring yang terinfeksi, bronkitis, bronkiektasis dan kanker paru yang terinfeksi.2. Daya tahan saluran pernafasan yang tergangguPada paralisa laring, aspirasi cairan lambung karena tidak sadar, kanker esofagus, gangguan ekspektorasi, dan gangguan gerakan sillia.3. Obstruksi mekanik saluran pernafasan karena aspirasi bekuan darah, pus, bagian gigi yang menyumbat, makanan dan tumor bronkus. Lokalisasi abses tergantung pada posisi tegak, bahan aspirasi akan mengalir menuju lobus medius atau segmen posterior lobus inferior paru kanan, tetapi dalam keadaan berbaring aspirat akan menuju ke segmen apikal lobus superior atau segmen superior lobus interior paru kanan, hanya kadang-kadang aspirasi dapat mengalir ke paru kiri.4

III.5. PATOFISIOLOGITerjadinya abses paru biasanya melalui dua cara, yaitu aspirasi dan hematogen. Yang paling sering dijumpai adalah kelompok abses paru bronkogenik yang termasuk akibat aspirasi, stasis sekresi, benda asing, tumor, dan struktur bronkial. Keadaan ini menyebabkan obstruksi bronkus dan terbawanya organisme virulen yang akan menyebabkan infeksi pada daerah distal obstruksi tersebut. Dalam keadaan tegak, bahan aspirasi akan mengalir menuju ke lobus medius atau segmen posterior lobus inferior paru kanan, tetapi dalam keadaan berbaring aspirat akan menuju ke segmen apikal lobus superior atau segmen superior lobus inferior paru kanan, hanya kadang-kadang saja aspirat dapat mengalir ke paru kiri.1,4Kebanyakan abses paru muncul sebagai komplikasi dari pneumonia aspirasi akibat bakteri anaerob di mulut. Penderita abses paru biasanya memiliki masalah periodontal (jaringan di sekitar gigi). Sejumlah bakteri yang berasal dari celah gigi yang sampai ke saluran pernapasan bawah akan menimbulkan infeksi. Tubuh memiliki sistem pertahanan terhadap infeksi semacam ini, sehingga infeksi hanya terjadi jika sistem pertahanan tubuh sedang menurun, seperti yang ditemukan pada seseorang yang tidak sadar atau sangat mengantuk karena pengaruh obat penenang, obat bius, atau penyalahgunaan alkohol. Selain itu dapat pula terjadi pada penderita gangguan sistem saraf.1,2,3Jika bateri tersebut tidak dapat dimusnahkan oleh mekanisme pertahanan tubuh, maka akan terjadi pneumonia aspirasi dan dalam waktu 7-14 hari kemudian akan berkembang menjadi nekrosis yang berakhir dengan pembentukan abses.2,3 Secara hematogen yang paling banyak terjadi adalah akibat septikemi atau sebagai fenomena septik emboli, sekunder dari fokus infeksi pada bagian lain tubuhnya seperti tricuspid valve endocarditis. Penyebaran hematogen ini umumnya akan berbentuk abses multipel dan biasanya disebabkan oleh stafilokokus.Abses hepar bakterial atau amubik bisa mengalami ruptur dan menembus diafragma yang akan menyebabkan abses paru pada lobus bawah paru kanan dan rongga pleura.1 Disebut abses primer bila infeksi diakibatkan aspirasi atau pneumonia yang terjadi pada orang normal, sedangkan abses sekunder bila infeksi terjadi pada orang yang sebelumnya sudah mempunyai kondisi seperti obstruksi, bronkiektasis dan gangguan imunitas.1Diameter abses bervariasi dari beberapa milimeter sampai kavitas besar dengan ukuran 5-6 cm. Lokalisasi dan jumlah abses bergantung pada bentuk perkembangannya. Abses paru yang diakibatkan oleh aspirasi lebih banyak terjadi pada paru kanan (lebih vertikal) daripada paru kiri, serta lebih banyak berupa kavitas tunggal. Abses yang terjadi bersamaan dengan adanya pneumonia atau bronkiektasis umumnya bersifat multipel, terletak di basal dan tersebar luas. Septik emboli dan abses yang diakibatkan oleh penyebaran hematogen umumnya bersifat mulitipel dan dapat menyerang bagian paru manapun.5,6Abses bisa mengalami ruptur ke dalam bronkus, dengan isinya diekspektoransikan ke luar dengan meninggalkan kavitas yang berisi air dan udara. Kadang-kadang abses ruptur ke rongga pleura sehingga terjadi empiema yang diikuti dengan terbentuknya fistula bronkopleura.1,6 III.6. DIAGNOSISDiagnosis abses paru ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk menyingkirikan diagnosis banding yang lain dengan gejala yang hampir menyerupai abses paru.1. Keluhan penderita yang khas seperti malaise, demam ringan sampai demam tinggi, batuk purulen dengan bau amis dan penurunan berat badan.2. Riwayat penyakit sebelumnya seperti infeksi saluran nafas atas, infeksi gigi, serangan epilepsi, dan penurunan kesadaran berkaitan dengan sedasi.3. Pemeriksaan laboratorium. Peningkatan jumlah leukosit yang umumnya mencapai 10.000-30.000/mm3. Anemia dapat ditemukan pada abses lama.4. Bronkoskopi. Untuk mengetahui adanya obstruksi pada bronkus. Obstruksi bronkial skunder biasanya disebabkan oleh karsinoma.5. Aspirasi Jarum Perkutan. Meripakan cara dengan akurasi yang tinggi untuk melakukan diagnosis bakteriologis.1,2,4,5

III.7. GAMBARAN KLINISGejala penyakit biasanya berupa:a. MalaiseMalaise merupakan gejala awal disertai tidak nafsu makan yang lama kelamaan menyebabkan penurunan berat badan. b. DemamDemam berupa demam intermitten bisa disertai menggigil bahkan rigor dengan suhu tubuh mencapai 39.40C atau lebih. Tidak ada demam tidak menyingkirkan adanya abses paru c. BatukBatuk pada pasien abses paru merupakan batuk berdahak yang setelah beberapa dapat berubah menjadi purulen dan bisa mengandung darah. Sputum yang berbau amis dan berwarna anchovy menunjukkan penyebabnya bakteri anaeraob dan disebut dengan putrid abscesses, tetapi tidak didapatkannya sputum dengan ciri di atas tidak menyingkirkan kemungkinan infeksi anaerob. Batuk dara bisa dijumpai, biasanya ringan tetapi ada yang masif.d. Nyeri pleuritikNyeri pleuritik atau nyeri yang dirasakan dalam dada menunjukkan adanya keterlibatan pleura.e. SesakSesak disebabkan oleh adanya pus yang menumpuk menutupi jalan napasf. AnemiaAnemia yang terjadi dapat berupa anemia defisiensi yang disebabkan oleh kurangnya asupan akibat penurunan nafsu makan, namun lebih sering disebabkan oleh perdarahan pada saluran nafas khususnya pada hemoptisis masif.1,3,4,5Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan nyeri tekan lokal. Pada daerah terbatas perkusi terdengar redup dengan suara napas bronkial, biasanya akan terdengar suara ronki. Pada abses paru juga dijumpai jari tabuh, yang proses terjadinya berlangsung cepat.1

III.8. LABORATORIUMHitung leukosit umumnya tinggi berkisar 10.000-30.000/mm3 dengan hitung jenis bergeser ke kiri dan sel polimorfinuklear yang banyak terutama neutrofilyang immatur. Pada abses lama dapat ditemukan anemia. Dapat dilakukan pemeriksaan dahak untuk mengetahui miukroorganisme penyebab, namun dahak sebaiknya diaperoleh dari aspirasi transtrakheal, transtorakal atau bilasan/sikatan bronkus untukmenghindari kontaminasi dari organisme anaerobik normal pada mulut dan saluran napas atas.1

III.9. GAMBARAN RADIOLOGISa. Foto ThoraxPada gambaran radiologik dapat ditemukan gambaran satu atau lebih kavitas yang disertai dengan adanya air fluid level. Khas pada abses paru anaerobik kavitasnya singel (soliter) yang biasanya ditemukan pada infeksi paru primer, sedangkan abses paru sekunder (aerobik, nososkomial atau hematogen) lesinya biasanya multipel.1,2,7

Gambar 4. Foto X-Ray ini ditemukan kavitas pada hilum kanan. Foto X-ray posisi lateral memperlihatkan kavitas memiliki dinding yang tipis dan terletak pada segmen apikal dari lobus paru kanan bawah.Dikutip dari kepustakaan 13

Ukuran dari abses bervariasi namun secara umum memiliki bentuk yang bulat. Dinding abses umumnya tebal dan permukaan dalamnya irreguler. Pembuluh darah bronkus dan bronkus sendiri dapat menjadi dinding dari abses.5,6Abses dapat berisi cairan saja maupun cairan yang bercampur dengan udara sehingga memberikan gambaran air-fluid level. Bila abses mengalami ruptur akan terjadi drainase abses yang tidak sempurna ke dalam bronkus, yang akan memberikan gambaran kavitas dengan batas udara dan cairan di dalamnya (air fluid level). Secara umum terdapat perselubungan di sekitar kavitas, meskipun begitu pada terapi kavitas akan menetap lebih lama dibanding perselubungan di sekitarnya. 1,6,14,15,16

Gambar 5. Abses Paru posisi AP dan lateral. Kavitas dengan air fluid level pada lapangan paru kiri atas. Dikutip dari kepustakaan 16b. CT-ScanCT-Scan adalah modalitas pencitraan yang paling sensitif dalam menegakkan diagnosis abses paru. Kontras yang diberikan adalah kontras yang dapat bercampur dengan perselubungan disekitar lesi sehingga batas margin dapat diidentifikasi.2,3,6Gambaran khas CT scan abses paru adalah berupa lesi dens bundar dengn kavitas berdinding tebal, tidak teratur, dan terletak di daerah jaringan paru yang rusak. Tampak bronkus dan pembuluh darah paru berakhir secara mendadak pada dinding abses, tidak tertekan atau berpindah letak.17

Gambar 6.Gambaran abses paru dengan CT-scan. CT memperlihatkan kavitasi pada lobus atas paru kiri dengan jelas (kiri). Gambaran abses paru dengan pemeriksaan CT kontras (kanan)Dikutip dari kepustakaan 14 dan 2

c. UltrasoundUltrasound tidak memiliki peran yang signifikan dalam menegakkan diagnosis abses paru dikarenakan banyak daerah dari paru yang berisi udara yang akan menghalangi visualisasi menggunakan ultrasound. Meskipun begitu, tepi abses yang berbatasan dengan pleura atau berbatasan dengan daerah paru yang mengalami penekanan ataupun perselubungan dapat tervisualisasi. Hal ini harus dibedakan dengan empiema.3

III.10. DIAGNOSIS BANDING RADIOLOGISa. TuberkulosisGambaran radiologis pada tuberkulosis aktif diantaranya terdapat kavitas, bisa tunggal atau multipel. Selain itu terdapat bayangan berawan atau bercak dengan batas yang tidak tegas. Pada tuberkulosis lama baik aktif maupun tenang terdapat kalsifikasi dan serat-serat fibrosis. Lesi pada tuberkulosis terutama terdapat pada lapangan paru atas. Gejala klinisnya hampir sama atau lebih menahun daripada abses paru. Pada tuberkulosis didapatkan BTA.18

Gambar 7. Gambaran tuberculosis, terlihat proses terbentuknya kavitas. Kavitas pada tuberculosis umumnya terletak di lapangan paru atas.Dikutip dari kepustakaan 19

Gambar 8. Kavitas pada tuberculosis tanpa disertai air fluid levelDikutip dari kepustakaan 19

Secara umum, kavitas yang terdapat pada abses paru dan tuberculosis adalah hampir sama. Oleh karena tuberculosis lebih sering terjadi di lapangan paru atas, maka kavitas pada tuberculosis juga sering terdapat pada lapangan paru atas. Lain halnya dengan kavitas pada abses paru yang dapat terjadi di seluruh lapangan paru. Selain itu, air-fluid level lebih sering terdapat pada kavitas yang terjadi oleh abses paru sedangkan air-fluid level dilaporkan terjadi hanya pada 9%-21% dari kavitas pada TB.16,19

b. Tumor Paru

Gambar 9. Karsinoma sel skuamosa lobus paru kanan bawah dengan kavitas.Dikutip dari kepustakaan 3

Bayangan nodul pada paru berukuran beberapa milimeter sampai 4 cm atau lebih dan tidak mengandung kalsifikasi harus diutamakan pada kecurigaan sebagai karsinoma bronkogen terutama usia diatas 40 tahun. Karsinoma bronkus primer merupakan penyebab yang paling sering berupa kavitas soliter yang merupakan deposit sekunder. Kavitas yang jinak berlokasi di sentral dan memiliki dinding yang regular. Sedangkan kavitas soliter yang ganas memiliki kavitas eksentrik dengan dinding irreguler.16,19

c. EmpiemaEmpiema yang terlokalisir dan disertai dengan fistula bronkopleura akan sulit dibedakan dengan abses paru. Gambaran empiema karakteristik, yaitu tampak pemisahan pleura viseral dan parietal (pleura split) dan kompresi paru. CT scan dapat menunjukkan lokasi abses berada dalam parenkim paru yang membedakannya dengan empiema.1,17

Gambar 10. Potongan coronal dada pada gambar CT menunjukkan adanya lesi pada lobus atas kanan dengan internal air-filled cavity, dinding tebal tidak beraturan (panah warna hijau) dan lesi lain di sebelah bawah paru kiri dengan internal fluid, dinding tipis (panah warna kuning) kompresi pada lapangan paru (panah kuning dan kotak). Lesi pada bagian atas paru kanan adalah abses paru dan pada bagian bawah paru kiri adalah empiema.Dikutip dari kepustakaan 3

III.11. GAMBARAN HISTOPATOLOGIS Abses paru bermula sebagai nekrosis dari bagian kecil yang terus berkembang di dalam segmen yang terkonsolidasi pada pneumonia. Area ini dapat begabung membentuk area supuratif yang singel maupun multipel yang mewakili abses paru. Ketika inflamasi berlanjut mencapai bronkus, isi dari abses dikeluarkan sebagai sputum yang berbau, kemudian, terbentuklah fibrosis yang menyebabkan bekas luka padat yang memisahkan abses.2

Gambar 3. Gambaran histopatologik abses paru memperlihatkan adanya reaksi inflamasi.Dikutip dari kepustakaan 2

III.12. PENATALAKSANAANa. Terapi antibiotikPenisilin merupakan pilihan dengan dosis satu juta unit, 2-3 kali sehari intramuskular. Bila diperkirakan terdapat kuman gram negatif dapat ditambahkan kloramfenikol 500 mg empat kali sehari. Respons terapi yang baik akan terjadi dalam 2-4 minggu, dan selanjutnya bisa dilanjutkan dengan terapi antibiotik peroral. Pada terapi peroral diberikan:Penisilin oral 750 mg empat kali sehari.Apabila hasil terapi kurang memuaskan, terapi dapat dirubah dengan:Klindamisin 600 mg tiap 8 jam,Metronidazol 4x500 mg, atauGentamisin 5 mg/kg BB dibagi dalam 3 dosis tiap hari.4b. Drainase posturalSelalu dilakukan bersama dengan pemberian terapi antibiotik. Tubuh diposisikan sedemikian rupa sehingga drainase pun menjadi lancar. Pada kebanyakan pasien, drainase spontan terjadi melalui cabang bronkus, dengan produksi sputum purulen.4 c. BronkoskopiPenting untuk membersihkan jalan napas sehingga drainase pun menjadi lancar.3,4 Di samping itu, dengan bronkoskopi dapat dilakukan aspirasi dan pengosongan abses yang tidak mengalam drainase yang adekuat, serta dapat diberikannya larutan antibiotik melewati bronkus langsung ke lokasi abses.1d. BedahPembedahan dilakukan bila terapi antibiotik gagal, yaitu bila : Abses menjadi menahun Kavitas, produksi dahak, dan gejala klinik masih tetap ada setelah terapi intensif selama 6 minggu, atau Abses yang sudah sembuh tapi meninggalkan sisa jaringan parut yang cukup luas dan mengganggu faal paru.4Lobektomi merupakan prosedur yang paling sering, sedangkan reseksi segmental biasanya cukup untuk lesi-lesi yang kecil. Pneumoektomi diperlukan terhadap abses multipel atau gangren paruyang refrakter terhadap penanganan dengan obat-obatan.1

III.13. KOMPLIKASIKomplikasi abses paru meliputipenyebaran infeksi melalui aspirasi lewat bronkus atau penyebaran langsung melalui jarinag sekitarnya. Abses paru yang drainasenya kurang baik, bisa mengalami ruptur ke segmen lain dengan kecenderungan infeksi staphylococcus, dan apabila ruptur ke rongga pleura menjadi piotoraks (empiema). Komplikasi sering lainnya berupa abses otak, hemoptisis masif, ruptur pleura viseralis sehingga terjadi piopneumotoraks dan bronkopleura.1,2,3Abses paru resisten (kronik), yaitu yang resisten denagn pengobatan selama 6 minggu, akan menyebabkan kerusakan paru yang permanen. Dan mungkin akan menyisakan suatu bronkiektasis, kor pulmonal dan amiloidosis. Abses paru kronik juga dapat mengakibatkan anemia, malnutrisi, kakesia, gangguan cairan dan elektrolit serta gagal jantung terutama pada manula.1,4,5 III.14. PROGNOSISBila tidak terlambat ditangani prognosisnya baik. Lebih dari 90% dari abses paru-paru sembuh dengan manajemen medis saja, kecuali disebabkan oleh obstruksi bronkial sekunder untuk karsinoma. Angka kematian yang disebabkan oleh abses paru terjadi penurunan dari 30 40 % pada era preantibiotika dan sampai 15 20 % pada era sekarang.4,20Pada penderita dengan beberapa faktor predisposisi mempunyai prognosis yang lebih jelek dibandingkan dengan penderita dengan satu faktor predisposisi. Beberapa faktor yang memperbesar angka mortalitas pada Abses paru sebagai berikut :1. Anemia dan Hipoalbuminemia2. Abses yang besar ( > 5-6 cm)3. Lesi obstruksi 4. Bakteri aerob 5. Immunocompromised 6. Usia tua7. Gangguan intelegensia8. Perawatan yang terlambat20

BAB IVAFTER CARE PATIENT

IV.1. Definisi After Care Patient (ACP)After Care Patient (ACP) adalah pelayanan rumah sakit untuk memberikan pelayanan yang terintegritas dengan meninjau ke lingkungan demi menjamin kesembuhan pasien dengan melihat permasalahan yang ada pada pasien dan mengidentifikasi secara fungsi dalam anggota keluarga serta memberikan edukasi kepada pasien agar dapat belajar hidup sehat.IV.2. Tujuan After Care Patient (ACP)Tujuan untuk dilakukan after care patient selain untuk melihat perkembangan pasien dalam pengelolaan pengobatan pasien dan kesembuhan pasien. Peneliti bertujuan untuk memberikan edukasi pada pasien ini berupa :1. Mengedukasi pasien agar meminum obat pulang yang diresepkan dengan jumlah dan dosis yang benar serta teratur.2. Mengedukasi pasien agar makan makanan yang bergizi dan bernutrisi3. Mengedukasi pasien agar pasien lebih memperhatikan kebersihan gigi dan mulut.4. Mengedukasi pasien agar pasien rajin untuk melakukan kontrol kadar gula darah pasien setiap setidaknya satu bulan sekali ke pelayanan kesehatan setempat.

IV.3. Permasalahan PasienIV.3.1. Identifikasi Fungsi-Fungsi Keluarga a. Fungsi Biologis dan ReproduksiDari hasil wawancara didapatkan informasi bahwa saat ini semua anggota keluarga kecuali pasien dalam keadaan sehat. Anggota keluarga lain tidak memiliki riwayat penyakit yang sama dengan pasien ataupun penyakit khusus lainnya. Pasien adalah seorang perempuan berusia 42 tahun. Saat ini pasien tinggal bersama anak ketiga pasien di rumah anak pasien.

b. Fungsi PsikologisPasien tinggal bersama anak ketiga pasien beserta suami anak pasien. Suami pasien sudah meninggal dunia sejak 3 tahun yang lalu. Hubungan pasien dengan anak-anaknya cukup harmonis.

c. Fungsi PendidikanPasien merupakan tamatan SD.

d. Fungsi SosialPasien tinggal di kawasan perkampungan di daerah Sumowono, kabupaten Semarang. Pergaulan umumnya berasal dari kalangan menengah kebawah dan hubungan sosial dengan warga cukup erat. Tidak ada masalah antara pasien dengan warga sekitar.

e. Fungsi Ekonomi dan Pemenuhan KebutuhanSeumber penghasilan pasien berasal dari anak ketiga pasien yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga dan berasal dari suami anak ketiga pasien serta dari kedua anaknya lainnya. Biaya pelayanan kesehatan untuk keluarga pasien dapatkan dari BPJS-PBI.

f. Fungsi ReligiusAgama yang dianut pasien adalah Islam. Kegiatan ibadah seluruh anggota keluarga rutin dilakukan setiap hari, ajaran ilmu agama kepada seluruh keluarga pasien terlihat baik.

IV.3.2. Pola Konsumsi Makan Pasien dan KeluargaFrekuensi makan pasien dan keluarga biasanya 3x sehari dengan jadwal yang teratur. Pasien termasuk orang yang tidak pilah pilih makanan dan cenderung untuk menyukai semua jenis makanan baik daging, kacang, sayur dan buah.

IV.3.3. Identifikasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesehatan a. Faktor PerilakuPasien tidak terlalu memperhatikan kebersihan dirinya, terutama pada bagian gigi dan mulut. Gigi berwarna kehitaman dan terdapat tiga buah gigi yangberlubang. Pasien menyikat gigi terkadang 1 atau 2 kali sehari.b. Faktor Non PerilakuSarana kesehatan di sekitar rumah cukup dekat. Sejauh ini tidak ada masalah yang berarti mengenai ketercapaian untuk akses kesehatan pasien dan keluarga. Karena jarak antara puskesmas dengan rumah pasien tidak terlalu jauh.IV.3.4. Identifikasi Lingkungan RumahPasien tinggal di kawasan pemukiman penduduk yang padat penduduk. Pasien tinggal bersama anak ketiga pasien beserta suami anak pasien. Kawasan perumahan pasien merupakan kawasan perkampungan biasa. Rumah pasien terbuat dari batako dengan lantai keramik dan atap berupa seng. Memiliki dua kamar tidur, satu ruang tamu, dapur dan kamar mandi. Rumah tersebut termasuk dalam kategori rumah kurang sehat, karena tidak memenuhi sebagian besar indikator rumah sehat. Pencahayan dan ventilasi relatif kurang karena sebagian besar ruangan tidak memiliki jendela sehingga rumah terasa lembab. Kebersihan dan kerapian rumah relatif kurang. Banyak peralatan rumah tangga yang diletakkan di sembarang tempat dan menumpuk sehingga memungkinkan untuk terbentuknya sarang nyamuk.Sumber air minum, air untuk mencuci dan masak didapat dari air sumur timba. Di dalam kamar mandi terdapat sebuah jamban jongkok dan bak mandi. Bak mandi terlihat kotor dan banyak genangan sehingga memungkinkan nyamuk untuk tumbuh dan berkembang biak. Saluran air dialirkan ke got depan rumah yang mengalir, air dan kotoran dari jamban ditampung di septic tank. IV.3.5. Diagnosis Fungsi-Fungsi Keluargaa. Fungsi BiologisPasien perempuan usia 42 tahun menderita abses paru dengan DM tipe II dan saat datang ke RSUD Ambarawa mengeluhkan batuk disertai darah.b. Fungsi PsikologisHubungan pasien dengan keluarga dan tetangga cukup baik.c. Fungsi sosial dan budayaDapat bersosialisasi terhadap lingkungan sekitar dengan baik.d. Fungsi ekonomi dan pemenuhan kebutuhanPerekonomian pasien cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.e. Fungsi penguasaan masalah dan kemampuan beradaptasiMasalah yang berhubungan dalam keluarga dibicarakan dengan secara musyawarah.f. Faktor perilakuPasien memiliki kebiasaan makan cukup baik, pasien tidak suka pilah pilih makanan walaupun tidak jarang dalam kesehariannya pasien lebih sering mengonsumsi protein nabati dan sayur dari pada protein hewani oleh karena faktor ekonomi.g. Faktor nonperilakuSarana pelayanan kesehatan cukup mudah dijangkau oleh pasien.

IV.3.6. Risiko, Permasalahan dan Rencana Pembinaan Kesehatan KeluargaRisiko dan Masalah KesehatanRencana PembinaanSasaran

Abses paru dengan DM tipe IIEdukasi dan konseling tentang pentingnya meminum obat secara teratur, menjaga kebersihan gigi dan mulut dengan baik dan menganjurkan untuk selalu kontrol gula darah secara rutin untuk mengurangi faktor risiko terjadinya abses paru.Keluarga dan Pasien

IV.3.7. PembinaanTanggalKegiatanHasil Kegiatan

17 April 2015Edukasi dan konseling mengenai penyakit pasien dan pentingnya melakukan pengobatan, menjaga kebersihan gigi dan mulut dengan baik dan menganjurkan untuk selalu kontrol gula darah secara rutin untuk mengurangi faktor risiko terjadinya abses paru.Pengetahuan tentang abses paru paru serta DM tipe II sebagai faktor risiko untuk terjadinya abses paru meningkat serta menyadarkan pasien bahwa menjaga kesehatan gigi dan mulut itu penting adanya.

IV.3.8. Kesimpulan Pembinaan Keluarga1. Tingkat pemahaman Pemahaman terhadap edukasi yang dilakukan cukup baik.2. Faktor penyulit Tidak ada.3. Indikator keberhasilana. Pengetahuan tentang abses paru paru serta DM tipe II sebagai faktor risiko untuk terjadinya abses paru meningkat serta menyadarkan pasien bahwa menjaga kesehatan gigi dan mulut itu penting adanya.b. Pengobatan abses paru tuntas sampai jangka waktu yang diharapkan.c. Pasien rutin mengecek kadar gula darah ke puskesmas setiap satu bulan sekali.

32

2


Top Related