Download - abses hepar

Transcript

BAB ISTATUS PASIENIDENTITAS PASIENNama: Jum AyaniJenis kelamin: PerempuanUmur: 63 tahunSuku bangsa: MinangStatus perkawinan: KawinAgama: IslamPekerjaan: IRTPendidikan: SMPAlamat: Baloi IndahTanggal Masuk RS: 23 Juli 2015

A. ANAMNESISDiambil dari: Autoanamnesis Tanggal: 25 Juli 2015Pukul: 19.00 WIB1. Keluhan utamabenjolan di perut kanan atas2. Riwayat penyakit sekarangPasien datang dengan keluhan benjolan pada perut kanan atas, terasa nyeri sejak 3 minggu SMRS awalnya perut tidak membesar, hanya terasa nyeri bila ditekan. Namun dalam 3 minggu nyeri semain hebat dan perut perlahan lahan membengkak. Rasa nyeri dirasakan tidak hilang timbul, namun dalam posisi berbaring nyeri dirasakan lebih hebat.Pasien tidak mengalami demam, tidak ada riwayat diare dalam waktu dekat, BAK dalam batas normal, mual muntah disangkal, riwayat penggunaan alkohol dan obat-obatan dalam waktu lama disangkal. Pasien pun tidak memiliki riwayat penyakit kuning (liver) sebelumnya. Pasien mengalami penurunan nafsu makan, badan terasa lemah dan berat badan turun sebanyak 7 kilogram dalam 2 bulan terakhir3. Riwayat penyakit dahuluRiwayat hipertensi, kencing manis, dan penyakit alergi disangkal, riwayat penyakit serupa disangkal4. Riwayat penyakit keluargaKeluhan yang sama seperti pasien tidak ada. 5. Riwayat kebiasaan Tidak merokok dan minum alkohol.

B. PEMERIKSAAN FISIK22 September 2015Keadaan umum: Tampak sakit ringanKesadaran: Compos MentisTanda Vital: Tekanan darah100/70 mmHg : Nadi 72 x/menit, reguler: Pernapasan20 x/menit: Suhu 37,7o CStatus GeneralisKepala: NormosefaliMata: Konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-)Hidung: Normal, septum deviasi (-), sekret (-), mukosa hiperemis (-)Mulut: OH bagus, lidah tidak kotor Leher: KGB dan tiroid tidak membesarJantung: Inspeksi: Pulsasi ictus cordis tidak terlihat Palpasi: Teraba pulsasi Ictus Cordis di ICS V, 1 cm medial midklavikularis kiriPerkusi: Dalam batas normalAuskultasi: Bunyi jantung I dan II normal, regular, gallop (-), murmur (-)Paru:Inspeksi: Bentuk dada simetris dan pergerakan dada simetris saat inspirasi dan ekspirasi. Tidak ada bagian yang tertinggalPalpasi: Vocal fremitus simetris pada kedua lapang paruPerkusi: Sonor pada kedua lapang paruAuskultasi: Suara nafas vesikuler pada kedua lapang paru, ronchi -/-, wheezing -/-Abdomen:Inspeksi: asimetris, abdomen kanan lebih tinggi, tanda peradangan (-)Palpasi: Supel, nyeri tekan (-),teraba masa ukuran 10x13 cm di kuadran kanan atas, massa kenyal, nyeri tekan (+) Perkusi: Timpani, redup pada kuadran kanan atasAuskultasi: Bising usus (+) 3 x/menitEkstremitas:Atas: Akral hangat (+/+), Oedema (-/-)Bawah: Akral hangat (+/+), Oedema (-/-)Genitalia: Tidak dinilai

C. PEMERIKSAAN PENUNJANGLaboratorium, 23 Juli 2015 PemeriksaanHasilNilai normal

Leukosit 21.564 - 11 103/mm3

Trombosit 426150 450 106/mm3

Hb8,511,0 16,5 g/dL

Ht2535,0 50,0 %

LED1120 mm/jam

Golongan darah0+

HIV__

HbsAg__

Albumin2,83,4 4,8g/dL

GDS70 140 mg/dL

CT24 10

BT3301 7

Pemeriksaan Urin Lengkap Hasil dalam batas normalFoto Rontgen Thoraks APKesan :dalam batas normalUSG Abdomen Kesan : massa pada dinding andomen kanan :sugestif abses minimal koleksi cairan intraabdomen organ intrabdomen tampak baikD. DIAGNOSIS KERJAAbses dnding abdomen + Abses heparSepsisanemiaDIAGNOSA BANDINGMassa pada lobus kanan heparE. PENATALAKSANAANPenanganan di Rawat Inap RSOB, 23 Juli 2015 Penjadwalan operasi Konsul penyakit dalam Kontrol jantung Kontrol anestesi

Penanganan 24 Juli 2015Operasi Laparatomi eksploraso +adhesiolisis +insisi drainase abses+ debridement+biopsi hepar+ temporary abdominal closureUraian pembedahan:

Operasi ke 2 adheolisis, debridement dan suture primer 4 Agustus 2015

F. FOLLOW UP5 Agustus 2015S: nyeri di lokasi luka, O: Keadaan umum: Tampak sakit sedang Kesadaran: Compos mentis TD 120/80 mmHg, N : 90 x/menit, RR : 32x/menit, S : 37,2 o C Status lokalis (abdomen)Inspeksi: Datar, luka post-op belum bisa dinilai karena masih terpasang perban, drain 10 mm atau membentuk kluster sehingga tampak massa agak besar maka prakontras kluster piogenik abses tampak sebagai masa low density berbatas suram. Pasca kontras fase arterial tampak gambaran khas berupa masa dengan rim enhancement dimana hanya kapsul abses yang tebal yang menyengat. Bagian tengah abses terlihat hipodens dengan banyak septa-septa halus yang juga menyengat, sehingga membentuk gambaran menyerupai jala. Fase porta penyengatan dinding kapsul abses akan semakin menonjol dan sekitar dinding abses tampak area yang hipodens sebagai reaksi edema di sekitar abses. Sebagian kecil piogenik bersifat monokuler, tidak bersepta, dan menyerupai abses amoebiasis. Pembentukan gas di dalam abses biasanya pada infeksi oleh kuman Klebsiella. (1,2,)

Gambaran CT Scan dengan multifokal abses hati piogenik pada segmen IV. Abses lainnya terdapat pada segmen VII dan VIII.(8)

Karateristik abses pada pemeriksaan MRI adalah lesi dengan penyengatan kontras yang berbentuk cincin dan bagian sentral yang tidak tampak penyengatan. Cincin penyengatan tetap terlihat pada fase tunda.(2) Sangat sukar dibedakan gambaran USG antara abses piogenik dan amebik. Biasanya sangat besar, kadang-kadang multilokular. Struktur eko rendah sampai cairan ( anekoik ) dengan adanya bercak-bercak hiperekoik (debris) di dalamnya. Tepinya tegas, ireguler yang makin lama makin bertambah tebal. (16)

I. PENATALAKSANAANI.1 Abses hati amebik (2,12,14,17)1. MedikamentosaAbses hati amoeba tanpa komplikasi lain dapat menunjukkan penyembuhan yang besar bila diterapi hanya dengan antiamoeba. Pengobatan yang dianjurkan adalah:a. MetronidazoleMetronidazole merupakan derivat nitroimidazole, efektif untuk amubiasis intestinal maupun ekstraintestinal., efek samping yang paling sering adalah sakit kepala, mual, mulut kering, dan rasa kecap logam. Dosis yang dianjurkan untuk kasus abses hati amoeba adalah 3 x 750 mg per hari selama 5 10 hari. Sedangkan untuk anak ialah 35-50 mg/kgBB/hari terbagi dalam tiga dosis. Derivat nitroimidazole lainnya yang dapat digunakan adalah tinidazole dengan dosis 3 x 800 mg perhari selama 5 hari, untuk anak diberikan 60 mg/kgBB/hari dalam dosis tunggal selama 3-5 hari.b. Dehydroemetine (DHE)Merupakan derivat diloxanine furoate. Dosis yang direkomendasikan untuk mengatasi abses liver sebesar 3 x 500 mg perhari selama 10 hari atau 1-1,5 mg/kgBB/hari intramuskular (max. 99 mg/hari) selama 10 hari. DHE relatif lebih aman karena ekskresinya lebih cepat dan kadarnya pada otot jantung lebih rendah. Sebaiknya tidak digunakan pada penyakit jantung, kehamilan, ginjal, dan anak-anakc. ChloroquinDosis klorokuin basa untuk dewasa dengan amubiasis ekstraintestinal ialah 2x300 mg/hari pada hari pertama dan dilanjutkan dengan 2x150 mg/hari selama 2 atau 3 minggu. Dosis untuk anak ialah 10 mg/kgBB/hari dalam 2 dosis terbagi selama 3 minggu. Dosis yang dianjurkan adalah 1 g/hari selama 2 hari dan diikuti 500 mg/hari selama 20 hari. 2. AspirasiApabila pengobatan medikamentosa dengan berbagai cara tersebut di atas tidak berhasil (72 jam), terutama pada lesi multipel, atau pada ancaman ruptur atau bila terapi dcngan metronidazol merupakan kontraindikasi seperti pada kehamilan, perlu dilakukan aspirasi. Aspirasi dilakukan dengan tuntunan USG.3. Drainase PerkutanDrainase perkutan indikasinya pada abses besar dengan ancaman ruptur atau diameter abses > 7 cm, respons kemoterapi kurang, infeksi campuran, letak abses dekat dengan permukaan kulit, tidak ada tanda perforasi dan abses pada lobus kiri hati. Selain itu, drainase perkutan berguna juga pada penanganan komplikasi paru, peritoneum, dan perikardial.4. Drainase BedahPembedahan diindikasikan untuk penanganan abses yang tidak berhasil mcmbaik dengan cara yang lebih konservatif, kemudian secara teknis susah dicapai dengan aspirasi biasa. Selain itu, drainase bedah diindikasikan juga untuk perdarahan yang jarang tcrjadi tetapi mengancam jiwa penderita, disertai atau tanpa adanya ruptur abses. Penderita dengan septikemia karena abses amuba yang mengalami infeksi sekunder juga dicalonkan untuk tindakan bedah, khususnya bila usaha dekompresi perkutan tidak berhasil Laparoskopi juga dikedepankan untuk kemungkinannya dalam mengevaluasi tcrjadinya ruptur abses amuba intraperitoneal.

I.2 Abses hati piogenik (1,2,7,10) PencegahanMerupakan cara efektif untuk menurunkan mortalitas akibat abses hati piogenik yaitu dengan cara:a. Dekompresi pada keadaan obstruksi bilier baik akibat batu ataupun tumor dengan rute transhepatik atau dengan melakukan endoskopib. Pemberian antibiotik pada sepsis intra-abdominal Terapi definitifTerapi ini terdiri dari antibiotik, drainase abses yang adekuat dan menghilangkan penyakit dasar seperti sepsis yang berasal dari saluran cerna. Pemberian antibiotika secara intravena sampai 3 gr/hari selama 3 minggu diikuti pemberian oral selama 1-2 bulan. Antibiotik ini yang diberikan terdiri dari:a. Penisilin atau sefalosporin untuk coccus gram positif dan beberapa jenis bakteri gram negatif yang sensitif. Misalnya sefalosporin generasi ketiga seperti cefoperazone 1-2 gr/12jam/IVb. Metronidazole, klindamisin atau kloramfenikol untuk bakteri anaerob terutama B. fragilis. Dosis metronidazole 500 mg/6 jam/IVc. Aminoglikosida untuk bakteri gram negatif yang resisten.d. Ampicilin-sulbaktam atau kombinasi klindamisin-metronidazole, aminoglikosida dan siklosporin. Drainase absesPengobatan pilihan untuk keberhasilan pengobatan adalah drainase terbuka terutama pada kasus yang gagal dengan pengobatan konservatif. Penatalaksanaan saat ini adalah dengan menggunakan drainase perkutaneus abses intraabdominal dengan tuntunan abdomen ultrasound atau tomografi komputer. Drainase bedahDrainase bedah dilakukan pada kegagalan terapi antibiotik, aspirasi perkutan, drainase perkutan, serta adanya penyakit intra-abdomen yang memerlukan manajemen operasi. Top of FormJ. KOMPLIKASIJ.1 Abses Hepar Amoeba Komplikasi yang paling sering adalah ruptur abses sebesar 5 - 5,6 %. Ruptur dapat terjadi ke pleura, paru, perikardium, usus, intraperitoneal atau kulit. Kadang-kadang dapat terjadi superinfeksi, terutama setelah aspirasi atau drainase. Infeksi pleuropneumonal adalah komplikasi yang paling umum terjadi. Mekanisme infeksi termasuk pengembangan efusi serosa simpatik, pecahnya abses hati ke dalam rongga dada yang dapat menyebabkan empiema, serta penyebaran hematogen sehingga terjadi infeksi parenkim. Fistula hepatobronkial dapat menyebabkan batuk produktif dengan bahan nekrotik mengandung amoeba. Fistula bronkopleural mungkin jarang terjadi. Komplikasi pada jantung biasanya dikaitkan pecahnya abses pada lobus kiri hati dimana ini dapat menimbulkan kematian. Pecah atau rupturnya abses dapat ke organ-organ peritonium dan mediastinum. Kasus pseudoaneurysm arteri hepatika telah dilaporkan terjadi sebagai komplikasi. (12,13,14)

J.2 Abses Hepar Piogenik Saat diagnosis ditegakkan, menggambarkan keadaan penyakit berat seperti septikamia/bakterimia dengan mortalitas 85%, ruptur abses hati disertai peritonitis generalisata dengan mortalitas 6-7%, kelainan pleuropulmonal, gagal hati, perdarahan ke dalam rongga abses, hemobilia, empiema, fistula hepatobronkial, ruptur ke dalam perikard atau retroperineum. Sesudah mendapatkan terapi, sering terjadi diatesis hemoragik, infeksi luka, abses rekuren, perdarahan sekunder dan terjadi rekurensi atau reaktifasi abses. (1)

K. PROGNOSISPada kasus AHA, sejak digunakan obat seperti dehidroemetin atau emetin, metronidazole dan kloroquin, mortalitas menurun tajam. Mortalitas di rumah sakit dengan fasilitas menurun tajam. Mortalitas di rumah sakit dengan fasilitas memadai sekitar 2% dan pada fasilitas yang kurang memadai mortalitasnya 10%. Pada kasus yang membutuhkan tindakan operasi mortalitas sekitar 12%. Jika ada peritonitis amuba, mortalitas dapat mencapai 40-50%. Kematian yang tinggi ini disebabkan keadaan umum yang jelek, malnutrisi, ikterus, dan renjatan. Sebab kematian biasanya sepsis atau sindrom hepatorenal. Selain itu, prognosis penyakit ini juga dipengaruhi oleh virulensi penyakit, status imunitas, usia lanjut, letak serta jumlah abses dan terdapatnya komplikasi. Kematian terjadi pada sekitar 5% pasien dengan infeksi ektraintestinal, serta infeksi peritonial dan perikardium. (2,13) Prognosis abses piogenik sangat ditentukan diagnosis dini, lokasi yang akurat dengan ultrasonografi, perbaikan dalam mikrobiologi seperti kultur anaerob, pemberian antibiotik perioperatif dan aspirasi perkutan atau drainase secara bedah. Faktor utama yang menentukan mortalitas antara lain umur, jumlah abses, adanya komplikasi serta bakterimia polimikrobial dan gangguan fungsi hati seperti ikterus atau hipoalbuminemia. Komplikasi yang berakhir mortalitas terjadi pada keadaan sepsis abses subfrenik atau subhepatik, ruptur abses ke rongga peritonium, ke pleura atau ke paru, kegagalan hati, hemobilia, dan perdarahan dalam abses hati. Penyakit penyerta yang menyebabkan mortalitas tinggi adalah DM, penyakit polikistik dan sirosis hati. Mortalitas abses hati piogenik yang diobati dengan antibiotika yang sesuai bakterial penyebab dan dilakukan drainase adalah 10-16 %. Prognosis buruk apabila: terjadi umur di atas 70 tahun, abses multipel, infeksi polimikroba, adanya hubungan dengan keganasan atau penyakit immunosupresif, terjadinya sepsis, keterlambatan diagnosis dan pengobatan, tidak dilakukan drainase terhadap abses, adanya ikterus, hipoalbuminemia, efusi pleural atau adanya penyakit lain. (1,2)

L. DIFFERENTIAL DIAGNOSIS (18)Differential DiagnosisManifestasi Klinis

HepatomaMerupakan tumor ganas hati primer. Anamnesis: penurunan berat badan, nyeri perut kanan atas, anoreksia, malaise, benjolan perut kanan atas.Pemeriksaaan fisik : hepatomegali berbenjol-benjol, stigmata penyakit hati kronik.Laboratorium : peningkatan AFP, PIVKA II, alkali fosataseUSG : lesi lokal/ difus di hati

Kolesistitis akutMerupakan reaksi inflamasi kandung empedu akibat infeksi bakterial akut yang disertai keluhan nyeri perut kanan atas, nyeri tekan, dan panas badan.Anamnesis : nyeri epigastrium atau perut kanan atas yang dapat menjalar ke daerah scapula kanan, demam.Pemeriksaan fisik : teraba massa kandung empedu, nyeri tekan disertai tanda-tanda peritoitis lokal, Murphy sign (+), ikterik biasanya menunjukkan adanya batu di saluran empedu ekstrahepatik.Laboratorium: leukositosisUSG : penebalan dining kandung empedu, sering ditemukan pula sludge atau batu.

DAFTAR PUSTAKA

1. Wenas,Nelly Tendean. Waleleng,B.J. Abses hati piogenik. Dalam : Sudoyo,Aru W. Setiyohadi,Bambang. Alwi,Idrus. Simadibrata,Marcellus. Setiati,Siti. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid I edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007. Hal 460-461.2. Sofwanhadi, Rio. Widjaja, Patricia. Koan, Tan Siaw. Julius. Zubir, Nasrul. Anatomi hati. Gambar tomografi dikomputerisasi (CT SCAN). Magnetic resonance imaging (MRI) hati. Abses hati. Penyakit hati parasit. Dalam : Sulaiman, Ali. Akbar, Nurul. Lesmana, Laurentius A. Noer, Sjaifoellah M. Buku ajar ilmu penyakit hati edisi pertama. Jakarta : Jayabadi. 2007. Hal 1, 80-83, 93-94, 487-491, 513-514.3. Lindseth, Glenda N. Gangguan hati, kandung empedu, dan pankreas. Dalam : Price, Sylvia A. Wilson, Lorraine M. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit vol.1 edisi 6. Jakarta : EGC. 2006. Hal 472-476.4. Guyton, Arthur C. Hall, John E. Hati sebagai suatu organ. Dalam : Buku ajar fisiologi kedokteran edisi 11. Jakarta : EGC. 2008. Hal 902-906.5. Sherwood, Lauralee. Sistem pencernaan. Dalam : Fisiologi manusia dari sel ke sistem edisi 2. Jakarta : EGC. 2001. Hal 565.6. Keshav, Satish. Structure and function. In : The gastrointestinal system at a glance. United Kingdom : Ashford Colour Press, Gosport. 2004. Chapter 27-28.7. Friedman, Lawrence S. Rosenthal, Philip J. Goldsmith, Robert S. Liver, biliary tract and pancreas. Protozoal and helminthic infections. In : Papadakis, Maxine A. McPhee, Stephen J. Tierney, Lawrence M. Current medical diagnosis and treatment 2008 forty-seventh edition. Jakarta : PT. Soho Industri Pharmasi. 2008. Page 596, 1304-1306.8. Krige,J. Beckingham, I.J. Liver abscesses and hydatid disease. In : Beckingham, I.J. ABC of Liver, Pancreas, and Gall Bladder. Spain : GraphyCems,Navarra. 2001. Chapter 40-429. Soedarto. Penyakit protozoa. Dalam : Sinopsis kedokteran tropis. Surabaya : Airlangga University Press. 2007. Hal 23-24, 27-29.10. Nickloes, Todd A. Pyogenic liver abcesses. January 23th, 2009. November 1st, 2011. Available from http://emedicine.medscape.com/article/193182-overview#showall.11. Crawford, James M. Hati dan saluran empedu. Dalam : Kumar. Cotran. Robbins. Robbins buku ajar patologi vol.2 edisi 7. Jakarta : EGC. 2007. Hal 684.12. Fauci. et all. Infectious disease. In : Harrisons principles of internal medicine 17th edition. USA. 2008. Chapter 202.13. Brailita, Daniel. Amebic liver abscesses. September 19th, 2008. November 1st, 2011. Available from http://emedicine.medscape.com/article/183920-overview#showall.14. Junita,Arini. Widita,Haris. Soemohardjo,Soewignjo. Beberapa kasus abses hati amuba. Dalam : Jurnal penyakit dalam vol. 7 nomor 2. Mei 2006. 1 November 2011. Diunduh darihttp://ejournal.unud.ac.id/abstrak/beberapa%20kasus%20abses%20hati%20amuba%20(dr%20arini).pdf.15. Kliegman. Behrman. Jenson. Stanton. The digestive system. In : Nelson textbook of pediatric 18th edition. USA. 2007. Chapter 356.16. Iljas, Mohammad. Ultrasonografi hati. Dalam : Rasad, Sjahriar. Radiologi diagnostik edisi kedua. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2008. Hal 469.17. Syarif, Amir. Elysabeth. Amubisid. Dalam : Gunawan, Sulistia Gan. Setiabudy, Rianto. Nafrialdi. Farmakologi dan terapi edisi 5. Jakarta : Balai Penerbit UI. 2008. Hal 551-554.18. Rani, Aziz. Soegondo, Sidartawan. Nasir, Anna Uyainah. Wijaya, Ika Prasetya. Nafrialdi. Mansjoer, Arif. Abses hati. Kolesistitis akut. Dalam : Panduan pelayanan medik perhimpunan dokter spesialis penyakit dalam Indonesia. Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam. 2009. Hal 321-324.19. Almatsier, Sunita. Diet penyakit hati dan kandung empedu. Dalam : Penuntun diet edisi baru. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama. 2010. Hal 120-122.

2


Top Related