Download - 0908605017-3-BAB 2
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Open Shortest Path First (OSPF)
Open Shortest Path First (OSPF) merupakan salah satu protocol routing
yang menggunakan algoritma link state. OSPF mendisribusikan informasi
routingnya di dalam router-router yang tergabung ke dalam sebuah autonomous
sistem (AS). OSPF merupakan protocol routing yang menggunakan prinsip
multipath (multi path protocol) sehingga memperlajari berbagai rute dan memilih
lebih dari satu rute ke host tujuan.
2.1.1. OSPF Area
OSPF memungkinkan beberapa jaringan untuk dikelompokkan bersama.
Dimana kelompok-kelompoknya dinamakan dengan area. Dengan menggunakan
konsep area ini, maka penyebaran informasinya menjadi lebih teratur dan
tersegmentasi.
Network OSPF harus memiliki sebuah area khusus yang disebut dengan
Area 0 atau backbone area, dimana area lain yang terdapat di jaringan tersebut
harus terkoneksi dengan area 0. Semua traffic dari area lain akan melalui area 0,
sehingga area 0 harus menyediakan bandwidth yang cukup besar untuk melayani
semua traffic dari area lain.
Kemudian setiap router yang berada dalam Area 0 akan memiliki satu
area, yang meliputi seluruh perangkat yang terhubung dengan router tersebut.
Misalkan dalam Area 0 terdapat 2 (dua) buah router, yaitu router A dan router B.
Maka seluruh router atau perangkat lain yang terhubung dengan router A akan
membentuk 1 area. Begitu pula dengan perangkat lain yang terhubung dengan
router B, juga membentuk satu area. Sehingga, jika suatu jaringan yang Area 0-
nya memiliki 2 (dua) router, maka jaringan tersebut terpecah menjadi 3 area
OSPF.
2
Gambar 2.1. Ilustrasi area OSPF
(Sumber : Sofana, 2012)
Masing-masing area dihubungkan dengan router yang disebut Area Border
Routing (ABR). ABR dapat diartikan sebagai router yang berada di antara dua area
(perbatasan). Suatu ABR memiliki database topologi untuk kedua area tersebut dan
menjalankan Shortest Path First (SPF) ketika link berubah pada salah satu area.
Gambar 2.2. Ilustrasi Area Border Routing (ABR)
(Sumber : Sofana, 2012)
3
Beberapa area yang terkait dengan network OSPF adalah :
a. Backbone area, merupakan area 0 dan terhubung dengan setiap area
lainnya.
b. Regular area, merupakan nonbackbone area, dimana databasenya berisi
daftar rute network internal dan network external.
c. Stub area, dimana databasenya hanya berisi rute network internal dan
sebuah rute default.
d. Totally stuby area, merupakan area khusus yang diperuntukkan nbagi
perangkat Cisco dan databasenya berisi rute untuk areanya sendiri dan
sebuah rute default.
e. NSS (Not-So-Stuby Area), merupaka area yang databasenya berisi rute
internal dan sepuah optional rute default.
f. Totally NSSA, dimana area ini hanya didesain untuk perangkat Cisco.
2.1.2. OSPF Paket Message
OSPF digunakan bersamaan dengan IP, dimana paket OSPF dikirim
bersamaaan dengan header paket data IP. Terdapat lima jenis paket yang digunakan
OSPF untuk berkomunikasi, yaitu :
a. Hello
Paket yang digunakan untuk identifikasi neighbor. Pada kondisi standar, paket
hello dikirimkan secara berkala tiap 10 detik sekali (dalam media broadcast
multi-access) dan tiap 30 detik sekali (dalam media point-to-point).
b. Database Description (DBD)
Database Description disebut juga dengan Database Description Paket (DDP).
Paket yang berisi rangkuman LSDB, yaitu RID dan sequence number untuk
masing-masing LSA yag ada pada LSDB.
a. Link State Request (LSR)
Paket yang digunakan untuk merequest database topologi dari sebuah router
tetangga.
4
b. Link State Update (LSU)
Paket yang merespon terhadap paket LSR.
c. Link State Acknowledgment (LS ACK)
Paket yang melakukan acknowledgement terhadap paket LSU yang sudah
diterima.
Gambar 2.3. OSPF Paket
(Sumber : Sofana, 2012)
Terdapat beberapa istilah lain yang berkaitan dengan OSPF, antara lain :
a. Router ID (RID)
b. RID merupakan identifikasi masing-masing router. RID menggunakan IP
address teringgi yang dapat digunakan oleh suatu suatu router.
c. Link State Advertisment (LSA)
d. LSA merupakan nama sebuah class struktur data OSPF yang menyimpan
informasi topologi. LSA disimpan di LSBD dan berkomunikasi menggunakan
LSU message.
e. Designated Router (DR)
f. Designated router adalah sebuah router (pada network broadcast multi-access
media) yang bertanggung jawab memelihara topology table. Di dalam
masing-masing area OSPF, ada sebuah router yang diidentifkasikan sebagai
DR, yang bertanggung jawab untuk mendistribusikan informasi routing untuk
intra dan inter-area.
5
g. Backup Designated Router (BDR)
h. BDR merupakan router cadangan DR.
2.1.3. Proses OSPF
Secara garis besar, proses OSPF dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Pembentukan Adjacency Router
Adjacency router merupakan router yang bersebelahan atau terdekat. Router
OSPF akan menghubungkan diri dan salng berkomunikasi dengan roter-router
terdekatnya.
Misalkan terdapat dua buah router, yaitu router A dan router B yang
terhubung secara point-to-point. Kedua router tersebut saling mengirimkan paket
hello menggunakan alamat multicast. Dalam paket hello tersebut ada sebuah field
yang berisikan informasi neighbor atau neighbor ID.
Ketika router B menerima paket hello lebih dahulu daripada router A, maka
router B akan membalas mengirimkan paket hello (berisi RID milik router A dan RID
milik router B) kepada router A. Dan ketika router A menerima paket hello yang
berisi RID miliknya sendiri, maka router A akan menganggap router B adalah
adjacent ruoter, dan kemudian mengirimkan kembali paket hello (berisi RID milik
router B dan router A, sehingga router B juga akan menganggap router A sebagai
adjancey router.
Proses pembentuan adjacent pada media broadcast multimedia (contohnya
Ethernet) akan jauh lebih rumit karena media broadcast akan meneruskan paket-paket
hello ke seluruh router yang ada dalam jaringan. Adjancent router pada media
broadcast multimedia tidak hanya satu router. Prosen pembentukan Adjacency akan
terus berulang sampai semua router yang ada di dalam jarngan tersebut menjadi
adjacent router.
2. Menentukan DR (dan BDR jika diperlukan)
DR dan BDR sangat diperlukan dalam jaringan broadcast multiaccsess. DR
dan BDR merupakan pusat informasi OSPF dalam jaringan tersebut.
6
Di dalam paket hello yang dikirimkan oleh setiap router, terdapat sebuah field
yang mengandung RID dan nilai priority (Rtr Prio) dari router-router tersebut. Semua
router yang berada di dalam jaringan broadcast multi-access akan menerima paket
hello dari router lainnya. Router dengan nilai RID atau priority tertinggi akan menjadi
DR, dan router dengan nilai RID aau priority di urutan kedua akan menjadi BDR.
Status DR dan BDR akan selalu tetap (tidak akan berubah) walaupun terdapat
router lain dengan nilai priority lebih tinggi yang masuk ke dalam jaringan tersebut.
Pemilihan ulang DR atau BDR dilakukan jika router yang menjadi DR atau BDR
mengalami kerusakan (rusak, down, dan sebagainya).
Secara default, semua router OSPF akan memiliki nilai priority 1, dimana
priority ini memiliki range mulai dari 0 hingga 255. Nilai priority 255 pada suatu
router menjamin router tersebut akan menjadi DR. Jika terdapat router yang memiliki
nilai priority yang sama, maka yang menjadi DR adalah router dengan nilai RID
tertinggi.
3. Proses route exchange
Pada jaringan broadcast multi-access, DR akan melayani setiap router yang
ingin bertukar informasi dengannya. Dr akan memulai lebih dulu proses pengiriman
informasi.
Fase exstart state merupakan fase yang menangani router mana yang lebih
dulu melakukan pengiriman. Pada fase ini akan dipilih router yang akan menjadi
master dan router yang akan emnjadi slave. Router yang menjadi master akan
melakukan pengiriman lebih dahulu dan router yang menjadi slave akan mendengar
lebih dulu. Router master dan router slave dipilih berdasarkan RID tertinggi yang
dikirimkan pada paket hello.
Fase exchange merupakan fase dimana kedua buah router akan saling
mengirimkan DBD yang berisikan ringkasan status untuk seluruh media yang ada
dalam jaringan. Jika router penerima belum memiliki informasi yang ada dalam
DBD, maka router pengirim akan masuk ke dalam fase loading state.
7
Loading state merupakan fase dimana sebuah router mulai mengirimkan informasi
state secara lengkap ke router tetangga. Setelah loading state selesai, maka router-
router yang tergabung dalam OSPF akan memiliki informasi yang lengkap dalam
database statenya, atau disebut dengan fase full state.
Secara garis besar, proses pertukaran informasi antaradua buah router (atau
disebut Neighbor state) adalah sebagai berikut :
a. Down state, dimana proses OSPF belum dimulai dan tidak ada paket hello
yang diterima oleh router manapun.
b. Init state, dimana router menerima paket hello dari router lain (router
penerima baru melihat RID router pengirim).
c. Two-way state, dimana router menerima paket hello dari router lain yang
berisi RID-nya sendiri. Paket hello yang diterima ini adalah balasan atas paket
hello yang sudah dikirm oleh router penerima. Jika kendisi terpenuhi, maka
roter –router dapat menjadi neighbor.
d. Exstart state, dimana pada fase ini ditentukan DR atau BDR. Jika router-
router menjadi adjancent (exchange route), router-router ersebut akan
menentukan salah satu router (router master) yang akan memulai proses
pertukaran informasi (exchange process).
e. Exchange state, dimana router-router saling bertukar DBD berdasarkan RID
dan sequence number.
f. Loading state, dimana router saling membandingkan DBD yang diterima
dengan isi link state.
g. Full state, dimana LSDB antar neighbor telah saling sinkron.
4. Memilih rute terbaik
Ketika informasi seluruh jaringan telah berada dalam database, maka
selanjutnya adalah menentukan rute terbaik untuk dimasukkan ke dalam routing
table. OSPF menggunakan parameter cost untuk menentukan rute terbaik.
Router OSPF akan menghitung semua cost yang ada dan akan menjalankan
algoritma Shortest Path First untuk memilih rute terbaik. Selanjutnya, rute-rute
8
tersebut langsung dimasukkan ke dalam routing table dan siap digunakan untuk
mengirim atau forward data.
5. Memelihara routing table
Router harus tetap menjaga database-nya agar jika menemukan rute yang
tidak valid, maka router-router akan mengetahuinya dan tidak lagi mengggunakan
rute tersebut. Ketika ada perubahan link state dalam jaringan, router akan melakukan
flooding terhadap perubahan tersebut. Tujuannya agar seluruh router dalam jaringan
mengetahui adanya perubahan tersebut.
Gambar 6.1. Proses OSPF
(Sumber : Safitri, 2010)
2.1.4. OSPF Table
Terdapat tiga buah tabel yang terdapat dalam proses routing. Ketiga tabel ini
dimiliki oleh setiap router. Adapaun tabel tersebut adalah :
9
1. Adjecency Table, dimana database ini berisi daftar semua router tetangga.
2. Topological table, dimana database ini berisi seluruh informasi tentang router
yang berada dalam satu area.
3. Routing table (Forwarding database), dimana database ini berisi cost
terendah untuk mencapai router lainnya.
2.1.5. Perhitungan Cost
OSPF menggunakan perhitungan cost untuk mencari jalur terbaiknya. Cost
didefinisikan sebagai berikut (Sofana, 2012):
Semakin cepat link yang digunakan, maka akan semakin rendah nilai cost
pada link tersebut. Pemilihan jalur terbaik pada OSPF menggunakan nilai cost yang
terkecil.
2.2. MPLS (Multi Protocol Label Switching)
Multi Protocol Label Switching (MPLS) adalah teknologi penyampaian paket
pada jaringan backbone (jaringan utama) berkecepatan tinggi yang menggabungkan
beberapa kelebihan dari sistem komunikasi circuit-switched dan paket-switched yang
melahirkan teknologi yang lebih baik dari keduanya.
Multi Protocol Label Switching (MPLS) adalah arsitektur network yang
didefinisikan oleh IETF untuk memadukan mekanisme label swapping di layer 2
dengan routing di layer 3 untuk mempercepat pengiriman paket. Paket-paket pada
MPLS diteruskan dengan protokol routing seperti OSPF, BGP atau EGP. Protokol
routing berada pada layer 3 sistem OSI, sedangkan MPLS berada di antara layer 2
dan 3. OSPF (Open Shortest Path First) adalah routing protocol berbasis link state
(dilihat dari total jarak) setelah antar router bertukar informasi maka akan terbentuk
database pada masing – masing router. BGP (Border Gateway Protocol) adalah
router untuk jaringan external yang digunakan untuk menghindari routing loop pada
jaringan internet.
10
2.2.1. Arsitektur Jaringan MPLS
MPLS merupakan teknik yang menggabungkan kemampuan pengaturan
switching yang ada dalam teknologi ATM dengan fleksibilitas network layer yang
dimiliki teknologi IP (Ash dan Ferguson, 2001). Konsep utama MPLS yaitu teknik
penempatan label dalam setiap paket yang dikirim melalui jaringan. MPLS bekerja
dengan cara melabeli paket-paket data dengan label, untuk menentukan rute dan
prioritas pengiriman paket tersebut yang didalamnya memuat informasi penting yang
berhubungan dengan informasi routing suatu paket, diantaranya berisi tujuan paket
serta prioritas paket mana yang harus dikirimkan terlebih dahulu. Teknik ini biasa
disebut dengan label switching. Dengan informasi label switching yang didapat dari
routing network layer, setiap paket hanya dianalisa sekali di dalam router di mana
paket tersebut masuk ke dalam jaringan untuk pertama kali. Router tersebut berada di
tepi dan dalam jaringan MPLS yang biasa disebut dengan LSR (Label Switching
Router ).
Dengan teknik MPLS maka akan mengurangi teknik pencarian rute dalam
setiap router yang dilewati setiap paket, sehingga pengoperasian jaringan dapat
dioperasikan dengan efektif dan efisien mengakibatkan pengiriman paket menjadi
lebih cepat. Jaringan MPLS terdiri atas sirkuit yang disebut LSP (Label-Switched
Path), Sedangkan yang menghubungkan titik-titik yang disebut LSR (label switched
router). LSR pertama dan terakhir disebut ingress dan egress. Setiap LSP dikaitkan
dengan sebuah FEC diidentifikasikan pemasangan label, yang merupakan kumpulan
paket yang menerima perlakukan forwarding yang sama di sebuah LSR. LSP
dibentuk melalui suatu protocol persinyalan yang menentukan forwarding
berdasarkan label pada paket. Label yang pendek dan berukuran tetap untuk
mempercepat proses forwarding. Router dalam melakukan pengambilan keputusan
ditentukan oleh semua sumber informasi yang dapat dikerjakan oleh sebuah label
switching dengan melihat nilai suatu label yang panjangnya tertentu. Label ini biasa
disebut LFIB (Label Forwarding Information Base). Sebuah label akan digunakan
sebagai sebuah indeks suatu node dan akan digunakan untuk memutuskan tujuan
selanjutnya, dengan pergantian label di dalam node tersebut. Label lama digantikan
11
oleh label baru, dan paket akan dikirimkan ke tujuan selanjutnya. Karenanya sebuah
label switching akan membuat pekerjaan router dan switch menjadi lebih mudah
dalam menentukan pengiriman suatu paket. MPLS ini akan memperlakukan switch-
switch, dan mengontrol feature yang secara normal hanya dapat berjalan di jaringan
ATM. Dalam jaringan MPLS sekali suatu paket telah ditambahkan label, maka tidak
perlu lagi terdapat analisa header yang dilakukan oleh router, karena semua
pengiriman paket telah dikendalikan oleh label yang ditambahkan tersebut.
Gambar 2.4. Arsitektur Jaringan MPLS
(Sumber : Putra Jatim. 2011)
Keterangan :
1. LER : Label Edge Router (label pada sisi router).
2. LSR : Label Switch Router (label pada switch router).
3. Forward Equivalence Class meneruskan pakets pada class yang sama.
4. Label : menghubungkan suatu paket dalam FEC.
5. Label Stack : berbagai label yang berisi informasi tentang bagaimana pakets
akan diteruskan.
6. Label Switch Path : jejak pakets untuk mengarahkan ke FEC tertentu
7. LDP : Label Distribution Protocol, digunakan untuk mendistribusikan
informasi label diantara MPLS dengan perangkat jaringan.
12
8. Label Swapping : berfungsi memanipulasi label untuk meneruskan pakets
sampai ke tujuan
2.2.2. Struktur Jaringan MPLS
Struktur jaringan MPLS terdiri dari edge Label Switching Routers atau edge
LSRs yang mengelilingi sebuah core Label Switching Routers (LSRs). Adapun
elemen-elemen dasar penyusun jaringan MPLS ialah :
1. Edge Label Switching Routers (ELSR)
Edge Label Switching Routers ini terletak pada perbatasan jaringan
MPLS, dan berfungsi untuk mengaplikasikan label ke dalam paket-paket yang
masuk ke dalam jaringan MPLS. Sebuah MPLS Edge Router akan
menganalisa header IP dan akan menentukan label yang tepat untuk
dienkapsulasi ke dalam paket tersebut ketika sebuah paket IP masuk ke dalam
jaringan MPLS. Dan ketika paket yang berlabel meninggalkan jaringan
MPLS, maka Edge Router yang lain akan menghilangkan label tersebut.
Label Switches : Perangkat Label Switches ini berfungsi untuk
menswitch paket-paket ataupun sel-sel yang telah dilabeli berdasarkan label
tersebut. Label Switches ini juga mendukung Layer 3 routing ataupun Layer 2
switching untuk ditambahkan dalam label switching. Operasi dalam label
switches memiliki persamaan dengan teknik switching yang biasa dikerjakan
dalam ATM.
2. Label Distribution Protocol (LDP)
Label Distribution Protocol (LDP) merupakan suatu prosedur yang
digunakan untuk menginformasikan ikatan label yang telah dibuat dari satu
LSR ke LSR lainnya dalam satu jaringan MPLS. Dalam arsitektur jaringan
MPLS, sebuah LSR yang merupakan tujuan atau hop selanjutnya akan
mengirimkan informasi tentang ikatan sebuah label ke LSR yang sebelumnya
mengirimkan pesan untuk mengikat label tersebut bagi rute paketnya. Teknik
13
ini biasa disebut distribusi label downstream on demand. Jaringan baru ini
memiliki beberapa keuntungan diantaranya :
a. MPLS mengurangi banyaknya proses pengolahan yang terjadi di IP
routers, serta memperbaiki kinerja pengiriman suatu paket data.
b. MPLS juga bisa menyediakan Quality of Service (QoS) dalam jaringan
backbone, dan menghitung parameter QoS menggunakan teknik
Differentiated services (Diffserv) sehingga setiap layanan paket yang
dikirimkan akan mendapat perlakuan yang berbeda sesuai dengan skala
prioritasnya.
2.2.3. Proses Pada MPLS
Untuk mengetahui proses switching yang terjadi pada MPLS dapat diketahui
dengan gambar berikut :
Gambar 2.5. Proses switching yang terjadi pada MPLS
(Sumber : Putra Jatim. 2011)
1. Prinsip kerja MPLS ialah menggabungkan kecepatan switching pada layer 2
dengan kemampuan routing dan skalabilitas pada layer 3.
14
2. Cara kerjanya adalah dengan menyelipkan label di antara header layer 2 dan 3
pada paket yang diteruskan.
3. Label dihasilkan oleh Label-Switching Router dimana bertindak sebagai
penghubung jaringan MPLS dengan jaringan luar.
4. Label berisi informasi tujuan node selanjutnya kemana paket harus dikirim,
kemudian paket diteruskan ke node berikutnya, di node ini label paket akan
dilepas dan diberi label yang baru yang berisi tujuan berikutnya.
5. Paket-paket diteruskan dalam path yang disebut LSP (Label Switching Path).
2.2.4. Standarisasi Protokol MPLS
Ada dua standardisasi protokol untuk me-manage alur MPLS yaitu :
1. CR-LDP (Constraint-based Routing Label Distribution Protocol)
2. RSVP-TE : suatu perluasan protocol RSVP untuk traffic rancang-bangun
Suatu header MPLS tidak mengidentifikasi jenis data yang dibawa pada alur
MPLS. Jika header membawa 2 tipe jalur yang berbeda diantara 2 router yang sama,
dengan treatment yang berbeda dari masing – masing jenis core router, maka header
MPLS harus menetapkan jalurnya untuk masing – masing jenis traffic.
2.2.5. Header MPLS
MPLS bekerja pada pakets dengan MPLS header, yang berisi satu atau lebih
labels. Ini disebut dengan label stack. Header MPLS dapat dilihat pada gambar
dibawah ini :
15
Gambar 2.6. Header MPLS
(Sumber : Putra Jatim. 2011)
MPLS Header meliputi :
1. 20-bit label value : Suatu bidang label yang berisi nilai yang nyata dari MPLS
label.
2. 3-bit field CoS : Suatu bidang CoS yang dapat digunakan untuk
mempengaruhi antrian paket data dan algoritma paket data yang tidak
diperlukan.
3. 1-bit bottom of stack flag : Jika 1 bit di-set, maka ini menandakan label yang
sekarang adalah label yang terakhir. Suatu bidang yang mendukung hirarki
label stack.
4. 8-bit TTL (time to live) field. Untuk 8 bit data yang bekerja
2.2.6. Enkapsulasi Paket
Tidak seperti ATM yang memecah paket-paket IP, MPLS hanya melakukan
enkapsulasi paket IP, dengan memasang header MPLS. Header MPLS terdiri atas 32
bit data, termasuk 20 bit label, 2 bit eksperimen, dan 1 bit identifikasi stack, serta 8
bit TTL. Label adalah bagian dari header, memiliki panjang yang bersifat tetap, dan
merupakan satu-satunya tanda identifikasi paket. Label digunakan untuk proses
forwarding, termasuk proses traffic engineering. Untuk mengetahui enkapsulasi paket
pada MPLS dapat dilihat pada gambar dibawah ini :
16
Gambar 2.7. Enkapsulasi paket pada MPLS
(Sumber : Putra Jatim. 2011)
Setiap LSR memiliki tabel yang disebut label-swiching table. Tabel itu berisi
pemetaan label masuk, label keluar, dan link ke LSR berikutnya. Saat LSR menerima
paket, label paket akan dibaca, kemudian diganti dengan label keluar, lalu paket
dikirimkan ke LSR berikutnya.
Selain paket IP, paket MPLS juga bisa dienkapsulasikan kembali dalam paket
MPLS. Maka sebuah paket bisa memiliki beberapa header. Dan bit stack pada header
menunjukkan apakah suatu header sudah terletak di 'dasar' tumpukan header MPLS
itu.
2.2.7. Contoh Penggunaan MPLS Pada Jaringan
MPLS biasa digunakan pada jaringan. Berikut ini merupakan contoh
penggunaan MPLS pada jaringan yang dapat dilihat pada gambar di bawah ini :
17
Gambar 2.8. Contoh Penggunaan MPLS Pada Jaringan
(Sumber : Putra Jatim. 2011)
Keterangan:
Misalnya kita akan menghubungkan antara jaringan di Lokasi A dengan
jaringan di Lokasi C maka kita dapat melakukannya dengan beberapa cara misalnya
melalui jalur routing protocol ataupun melalui jalur MPLS.
1. Dengan Jalur Routing Protocol
Jalur dari Lokasi A akan menuju ke R10 (Router 10) lalu menuju ke R1
(Router 1) selanjutnya ke R2 (Router 2) atau ke R4 (Router 4) kemudian
jalurnya menuju ke R3 (Router 3) setelah itu ke R7 (Router 7) dan akhirnya
langsung ke Lokasi C. Routing Protocol yang bisa digunakan antara lain yaitu
OSPF, BGP dan RIP. Jalur internet yang menghubungkan antara Lokasi A
dengan Lokasi C apabila menggunakan routing protocol akan memerlukan
waktu yang lebih lama dibandingkan dengan jalur MPLS karena dengan
routing protocol jalur yang dilewati lebih banyak.
2. Dengan VPN MPLS
VPN sama halnya dengan jalur MPLS, bedanya hanya data yang dikirim di
enkripsi untuk menjaga keprivasian datanya. Selain itu dengan VPN MPLS
18
dapat lebih singkat jalurnya hanya dengan menghubungkan Router di Lokasi
A dengan Lokasi C.
2.2.8. MPLS Over ATM
MPLS over ATM adalah alternatif untuk menyediakan interface IP/MPLS
dan ATM dalam suatu jaringan. Alternatif ini lebih baik daripada IP over ATM,
karena menciptakan semacam IP over ATM yang tidak lagi saling acuh. Alternatif ini
juga lebih baik daripada MPLS tunggal, karena mampu untuk mendukung trafik non
IP jika dibutuhkan oleh customer. Gambar di bawah ini merupakan gambaran pada
MPLS Over ATM :
Gambar 2.9. MPLS Over ATM
(Sumber : Putra Jatim. 2011)
1. Seperti paket IP, paket MPLS akan dienkapsulasikan ke dalam AAL 5,
kemudian dikonversikan menjadi sel – sel ATM.
2. Kelemahan sistem MPLS over ATM ini adalah bahwa keuntungan MPLS
akan berkurang, karena banyak kelebihannya yang akan overlap dengan
keuntungan ATM. Alternatif ini sangat tidak cost-effective.
2.3. Video Streaming
Video Streaming merupakan suatu layanan yang memungkinkan suatu server
untuk melakukan broadcast suatu video yang bisa diakses oleh clientnya. Layanan
video streaming memungkinkan penggunanya untuk mengakses videonya secara real
time ataupun sudah direkam sebelumnya. Isi dari video dapat dikirimkan dengan tiga
cara yaitu :
19
1. Live Video - Server dilengkapi dengan Web Camera yang memungkinkan
untuk memperlihatkan suatu kejadian secara langsung. Walaupun hal ini
dikaitkan dengan “broadcast” video, video ini sebenarnya ditransmisikan
menggunakan protokol IP multicast.
2. Scheduled Video – Video yang sudah direkam sebelumnya dikirimkan dari
suatu server pada waktu yang sudah ditentukan. Scheduled Video ini juga
menggunakan protocol IP multicast.
3. Video-On-Demand – Pengguna yang sudah di authorisasi bisa mengakses
video yang sudah direkam sebelumnya dari server kapan saja mereka mau
melihatnya.
2.4. Cara Kerja Video Streaming
Pada awalnya, data dari source akan di-capture dan disimpan pada sebuah
buffer yang berada pada memori komputer (bukan media penyimpanan seperti
harddisk) dan kemudian di-encode sesuai dengan format yang diinginkan. Dalam
proses encode ini, user dapat mengkompresi data sehingga ukurannya tidak terlalu
besar (bersifat optional). Namun pada aplikasi streaming menggunakan jaringan,
biasanya data akan dikompresi terlebih dahulu sebelum dilakukan streaming, karena
keterbatasan bandwitdh jaringan. Setelah di-encode, data akan di-stream ke user yang
lain. User akan melakukan decode data dan menampilkan hasilnya ke layar.
Ide dasar dari video streaming adalah untuk membagi video menjadi beberapa
bagian, mengirimkan bagian-bagian ini berturut turut, dan memungkinkan penerima
untuk melakukan decode dan memutar kembali bagian-bagian video yang diterima,
tanpa harus menunggu seluruh bagian-bagian video selesai terkirim. Video streaming
secara konseptual dapat terdiri dari langkah-langkah berikut:
1. Mempartisi video yang telah terkompresi kedalam beberapa paket,
2. Mengirimkan paket-paket tersebut,
3. Mulai melakukan decoding dan pemutaran video pada end user sementara
bagian-bagian video yang lain masih sedang dikirim.
20
Video streaming memungkinkan pengiriman simultan dan pemutaran video.
Hal ini berbeda dengan melakuakan download video di mana seluruh video harus
disampaikan sebelum pemutaran dapat dimulai. Dalam video streaming biasanya
terjadi penundaan singkat antara awal pengiriman dan awal pemutaran pada klien.
Penundaan ini, disebut sebagai pre-roll delay.
2.5. QoS (Quality of Service)
QoS (Quality of Service) adalah kemampuan menyediakan jaminan dan
performa layanan pada suatu jaringan. QoS sebagai bentuk suatu ukuran atas
tingkatan layanan yang disampaikan ke client. Dimana kemampuan sebuah jaringan
untuk menyediakan layanan yang lebih baik lagi bagi layanan trafik yang
melewatinya (Ningsih 2004)
2.6. Delay/Latency
Delay (latency), adalah waktu yang dibutuhkan data untuk menempuh jarak
dari asal ke tujuan. Delay dapat dipengaruhi oleh jarak, media fisik, kongesti atau
juga waktu proses yang lama. Delay pada video streaming sendiri dikatakan layak
jika nilai delay yang dihasilkan, menurut rekomendasi ITU-T G1010, kurang dari
sepuluh detik (<10s). Terdapat beberapa delay yang paling diperhatikan yaitu
queuing delay, transmission delay, dan propagation delay (Kurose, James F, Keith
W. Ross 2010).
1. Queuing delay
Queuing delay adalah penundaan terjadi ketika paket berada dalam
antrian. Panjang antrian pada paket tertentu tergantung pada jumlah paket
yang tiba lebih awal yang mengantri dan menunggu untuk ditransmisikan
kedalam link. Apabila antrian kosong, maka penundaan antrian akan menjadi
nol, namun sebaliknya apabila lalu lintas padat dan antrian paket panjang,
maka keterlambatan antrian yang terjadi akan semakin lama.
2. Transmission delay
21
Transmission delay adalah waktu yang diperlukan sebuah paket data
untuk melintasi suatu media. Transmission delay ditentukan oleh kecepatan
media dan besar paket data.
3. Propagation delay
Propagation delay adalah waktu yang dibutuhkan untuk menyalurkan
paket pada media fisik dari sumber ke tujuan. Propagation delay bergantung
pada jarak antara sumber dan tujuan.
2.7. Jitter
Jitter, atau variasi kedatangan paket, diakibatkan oleh variasi-variasi dalam
panjang antrian, dalam waktu pengolahan data, dan juga dalam waktu penghimpunan
ulang paket-paket di akhir perjalanan jitter. Jitter lazimnya disebut variasi delay
,berhubungan erat dengan latency, yang menunjukkan banyaknya variasi delay pada
taransmisi data di jaringan. Delay antrian pada router dan switch dapat menyebabkan
jitter.
Pada layanan video streaming sendiri, menurut rekomendasi ITU-T G1010,
tidak ada kententuan yang menetapkan kategori dari nilai baik atau tidaknya suatu
nilai jitter. Namun nilai jitter akan mempengaruhi kualitas dari video streaming yang
dihasilkan, termasuk keterlambatan suara dan menunjukan seberapa besar terjadinya
tubrukan data dalam jaringan. Semakin besar nilai jitter, maka kualitas yang
dihasilkan akan semakin buruk. Untuk itu nilai jitter yang dihasilkan diusahakan agar
seminimum mungkin.
2.8. Packet Loss
Packet loss dapat didefinisikan sebagai hilangnya paket dalam jaringan
(Kurose, James F, Keith W. Ross 2010). Packet loss dapat disebabkan oleh faktor
seperti penurunan signal dalam media jaringan, paket corrupt yang menolak untuk
transit, kesalahan hardware jaringan, faktor antrian (queue) yang melebihi batas
waktu atau kapasitas yang tersedia dan ukuran paket yang terlalu besar. Perhitungan
untuk mencari presentase jumlah paket yang hilang selama proses transmisi adalah
sebagai berikut :
22
L = A - B
dimana, L = Jumlah Packet Loss
A = Jumlah paket yang dikirim
B = jumlah paket yang diterima
2.9. Wireshark
Wireshark merupakan salah satu software atau tool untuk pengawasan
jaringan komputer, yang berfungsi untuk mengawasi dan memonitoring jaringan
komputer kita, dapat menganalisis keseluruhan dalam jaringan komputer kita dan dari
analisis jika terjadi masalah atau kesalahan dalam jaringan bisa segera diketahui dan
bisa segera diatasi. Wireshark ini dapat melihat dan menyimpan informasi mengenai
paket yang keluar dan masuk di dalam jaringan atau paket yang terkirim dan diterima.
Untuk Mendapatkan nilai QoS menggunakan wireshark dari parameter delay,
jitter dan packet loss adalah sebagai berikut : Pada pengambilan data delay dengan
menggunakan wireshark, pada saat melakukan proses video streaming akan
dilakukan proses capture pada sisi server dan sisi client. Setelah proses capture
selesai akan dilakukan filtering paket pada sisi server dan sisi client. Paket yang di-
filter adalah paket RTP dengan cara mengetikkan query : ip.dst == ip destination &&
udp. Dikarenakan pada proses video streaming pada penelitian ini menggunakan
aplikasi RTP dengan protocol UDP maka hasil dari filtering akan di decode menjadi
RTP dengan port 5004. Di dalam proses filtering tersebut akan didapat waktu per
paket baik di sisi server maupun client.
Untuk mendapatkan nilai delay dihitung dari waktu yang ter-capture di server
dikurangi waktu yang ter-capture pada sisi client. Selisih dari waktu tersebut disebut
dengan delay yang dihitung pada penelitian ini.
23
Gambar 2.10. Ilustrasi Delay
(Sumber : Adi Gunarso. 2012)
Jitter merupakan variasi delay yaitu selisih delay pertama dikurangi delay
kedua begitu juga selanjutnya. Dari selisih yang di dapat, akan dijumlahkan
seluruhnya kemudian di rata-ratakan. Hasil dari rata-rata yang didapat disebut dengan
jitter paket.
Packet loss merupakan jumlah paket yang hilang pada pengiriman paket dari
server ke client proses streaming. Untuk mencari packet loss, jumlah paket yang ada
di server dikurangi dengan jumlah paket yang diterima di sisi client.