t1_262010626_bab ii.pdf
Embed Size (px)
TRANSCRIPT
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori 2.1.1 Konsep Belajar. Banyak pengertian tentang konsep belajar menurut beberapa ahli yaitu sebagai berikut : Pakar psikologi melihat perilaku belajar sebagai proses psikologis individu dalam interaksinya dengan lingkungan hidup secara alami. Sedangkan pakar pendidikan melihat perilaku belajar sebagai proses psikologis pedagogis yang ditandai dengan adanya interaksi individu dengan lingkungan belajar yang sngaja diciptakan. 1. Menurut Bell-gredler dalam Udin S. Winataputra(1986 :1) adalah :
yang menyatakan bahwa belajar adalah proses yang dilakukan oleh manusia untuk mendapatkan aneka ragam competencies, skills, and attitudes. Kemampuan (Kompetencies), ketrampilan (skills), dan sikap (attitudes) tersebut diperoleh secara bertahap dan berkelanjutan mulai dari masa bayi sampai masa tua melalui rangkaian proses belajar sepanjang hayat. Rangkaian proses belajar itu dilakukan dalam bentuk keterlibatannya dalam pendidikan informal, keturutsertaannya dalam pendidikan formal. Kemampuan belajar inilah yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya.
2. Menurut Bell dalam Tim Pengembang 3 (2007 : 163), tiap teori dapat dipandang suatu sebagai metode untuk mengorganisasi serta mempelajari berbagai variabel yang berkaitan dengan belajar dan perkembangan intelektual, dan dengan demikian guru dapat memilih serta menerapkan elemen-elemen teori tertentu dlam pelaksanaan pengajaran di kelas.
Dari uraian di atas menurut peneliti hasil belajar adlah suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari proses pembelajaran diri sendiri dan pengaruh lingkungan.
6
2.1.2 Pembelajaran Istilah pembelajaran merupakan istilah baru yang di gunakan untuk menunjukkan kegiatan guru dan siswa. Sebelumya kita menggunakan istilah “ Proses Belajar Mengajar “ dan “ Pengajaran ”. istilah pembelajaran merupakan terjemahan dari kata “ instruction “. Menurut Gagne, Briggs, dan Wager (1992), pembelajaran adalah serangkaian kegiatan yang dirancang untuk memungkinkan terjadinya proses belajar pada siswa. Instruction is a set of events that affet learners (Gagne, Brings, dan Wager. 1992, hal 3).dalam Udin S. Winataputra (2007 : 1) Berikut ini adalah pengertian dan definisi pembelajaran menurut beberapa ahli : Menurut Knowles Pembelajaran adalah cara pengorganisasian peserta didik untuk mencapai tujuan pendidikan. Menurut Slavin Pembelajaran didefinisikan sebagai perubahan tingkah laku individu yang disebabkan oleh pengalaman. Menurut Woolfolk Pembelajaran berlaku apabila suatu pengalaman serta relatifnya menghasilkan perubahan kekal dalam pengetahuan tingkah laku. Menurut Crow & Crow Pembelajaran adalah pemerolehan tabiat, pengetahuan dan sikap. Menurut Rahil Wahyudin Pembelajaran adalah perubahan tingkah laku yang melibatkan ketrampilan kognitif yaitu penguasaan ilmu dan perkembangan kemahiran intelek. Menurut Ahjar Chalil Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada sustu lingkungan belajar. Menurut Corey Pembelajaran adalah suatu proses dimana lingkungan dimana seseorang secara disengaja di kelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi-kondisi khusus. Menurut G. A. Kimble Pembelajaran merupakan perubahan kekal secara relative dalam keupayaan kelakuan akibat latihan yang diperkukuh. Menurut Minik Chatib Pembelajaran adalah proses transfer ilmu dua arah, antara guru sebagai sumber pemberi informasi dan siswa sebagai informasi.
7
pembelajaran dengan prinsip andragogis sering kali dilakukan dan disusun bersama-sama antara sumber belajar (guru, tutor, dan pelatih) dan peserta didik (warga belajar, siswa, peserta pelatihan dll) ini berlaku sampai sampai tahap evaluasi, disamping itu pula dalam pengembangan pembelajaran dengan prinsip andragagi peserta didik diberikan kewenangan untu menyusun, dan melaksanakan program pembelajaran, serta melakukan evaluasi pada program tersebut secara mandiri. Prinsip dasar yang dijadikan pegangan adalah mengacu pada konsep “ dari, oleh, dan untuk peserta didik ”. Sehingga peran sumber belajar bertindak sebagai orang yang memberikan bimbingan, dorongan atau arahan bila diperlukan. Konsep tersebut senada dengan apa yang di ungkapkan oleh Sudjana (19 : 138), Knowles (1975), dan Jarvis (1992 :130) bahwa peserta didik menyususun program atas dasar aktivitas dan kemampuan mereka sendiri dengan modal pengetahuan, ketrampilan sertsa sumber yang ada dan dapat mereka gunakan. Menurut Gandal dan Finn : 1996 dalam Winata Putra 2001 dalam Suprayekti; dkk (2008 : modul 5). Pembelajaran pada umumnya yang didalam praktisnya memperhatikan penerapan nilai, konsep, dan prinsip demokrasi dan hak-hak asasi manusia. Kedua dimensi itu sangat penting untuk dikembangkan karena diyakini bahwa democracy cannot teach itself
….. democracy is not inherited – it is learned through life – it is a life – long learning process.
Menurut uraian di atas pembelajaran adalah proses perubahan tingkah laku dengan pengorganisasian peserta didik berdasarkan pengalaman sehingga menghasilkan perubahan kekal dalam pengetahuan tingkah laku. 2.1.3 Hasil Belajar Matematika Secara garis besar pembelajaran matematika harus mengacu pada standar kompetensi maupun kompetensi dasar matematika. Standar kompetensi matematika merupakan kompetensi matematika yang dibakukan dan harus ditunjukkan siswa pada hasil belajarnya dalam belajarnya matematika. (materi Pelatihan Terintegrasi Matematika Buku 3, 2005 : 7)
Dalam proses belajar matematika, Bruner (1982) dalam Gatot Muhsetyo. Dkk( 2007 : 1.6) menyatakan pentingnya tekanan pada kemanmpuan peserta didik membuat prediksi dan
8
terampil dalam menemukan pola (Pettren) dan hubungan/keterkaitan (relations). Pembaharuan dfalam proses belajar ini, daris proses drill & partice ke proses bermakna, dan dilanjutkan proses berfikir intuitif dan analitik, merupakan usaha yang luar biasa untuk sealu meningkatkan mutu pembelajaran matematika. Reaksi-reaksi positif untuk perubahan mempunyai dampak perkembangan kurikulum matematika sekolah yang dinamis. (Gatot Muhsetyo, dkk. 2007 : 1.6). Menurut ruseffendi (1988, h.178) dalam Tim Pengembang III 2007 yang menyatakan bahwa teori belajar mengajar yang dipergunakan pada saat itu adalah campuran antara teori pengaitan dari Thorndike, aliran psikologi perkembangan seperti teori piaget, serta aliran tingkah laku dari Skiner dan Gagne. Namun demikian Russefendi selanjutnya menambahkan bahwa teori yang lebih dominan di gunakan adalah aliran psikologi perkembangan sepertidari piaget dan dari Bruner sebab yang menjadi sentral matematika adalah pemecahan masalah. Dengan demikian hasil belajar matematika adalah suatu perubahan yang dicapai oleh proses usaha yang dilakukan seseorang siswa dalam interaksinya antara pengalaman dengan lingkungannya berdasarkan standar kompetensi dan kompetensi dasar matematika yang telah ditetapkan tentang model matematika dari masalah yang berkaitan dengan menggunakan pengukuran waktu dan panjang. 2.1.4 Pembelajaran NHT (Numbered Heads Together)
Pembelajaran kooperatif merupakan strategi pembelajaran yang mengutamakan adanya kerjasama antar siswa dalam kelompok untuk menvapai tujuan pembelajaran. Para siswa di bagi dalam kelompok-kelompok kecil dan diarahkan untuk mempelajari materi pelajaran yang telah ditentukan. Tujuan dibentuknya kelompok kooperatif adalah untuk memberikan kesempatan kepada siswa agar dapat terlibat secara aktif dalam proses berfikir dan dan dalam kegiatan-kegiatan belajar. Dalam hal ini sebagian besar aktifitas pembelajaran berpusat pada siswa, yakni mempelajari materi pelajaran serta berdiskusi untuk memecahkan masalah. Pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menekankan pada struktur khusus dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa
9
dan memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan akademik. Tipe ini dikembangkan oleh kagen dan Ibrahim (2000 :8) dengan melibatkan para siswa daam menelaah bahan yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap pelajaran tersebut. Ibrahim mengemukakan tiga tujuan yang hendak dicapai dalam pembelajaran kooperatif dengan tipe NHT yaitu :
- Hasil belajar akademik structural. Bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik.
- Pengakuan adanya keragaman. Bertujuan agar siswa dapat menerima teman-temannya yang mempunyai berbagai latar belakang.
- Pengembangan ketrampilan sosial. Bertujuan untuk mengembangkan ketrampilan sosial siswa
Ketrampilan yang dimaksud antara lain berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain mau menjelaskan idea tau pendapat, bekerja dalam kelompok dan sebagainya. Penerapan pembelajaran kooperatif tipe NHT merujuk pada konsep Kagen dalam Ibrahim (2000 : 9), dengan tiga langkah yaitu Pembentukan kelompok, Diskusi masalah dan Tukar jawaban antar kelompok. Langkah-langkah tersebut kemudian dikembangkan oleh Ibrahim (2000 :9) menjadi enam langkah sebagai berikut : Langkah 1. Persiapan. Dalam hal ini guru mempersiapkan rancangan pelajaran dengan membuat skenario pembelajaran ( SP ), LKS yang sesuai dengan Model pembelajaran NHT. Langkah 2. Pembentukan Kelompok. Dalam pembentukan kelompok disesuaikan dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT. Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 3 – 5 orang siswa. Guru member nomor pada siswa dalam kelompok dan nama kelompok yang berbeda. kelompok yang dibentuk merupakan percampuran yang ditinjau dari latar belakang sosial, ras, suku, jenis kelamin, dan kemampuan belajar. Selain itu,dalam pembentukan kelompok
10
digunakan nilai tes awal (pre tes) sebagai dasar dalam menentukan masing-masing kelompok. Langkah 3. Tiap kelompok harus memiliki buku paket atau beku panduan. Dalam pembentukan kelompok, tiap kelompok harus memiliki buku paket atau buku panduan agar memudahkan siswa dalam menyelesaikan LKS atau masalah yang diberikan guru. Langkah 4. Diskusi masalah. Dalam kerja kelompok, guru membagikan LKS kepada setiap siswa sebagai bahan yang akan dipelajari. Dalam kerja kelompok setiap siswa berfikir bersama untuk menggambarkan atau meyakinkan bahwa tiap orang memiliki jawaban dari pertanyaan yang telah ada dalam LKS atau pertanyaan yang telah diberikan oleh guru. Pertanyaan dapat bervariasi, dari yang bersifat spesifik sampai yang bersifat umum. Langkah 5. Memanggil nomor anggota atau pemberian jawaban. Dalam tahap ini guru menyebut satu nomor dan para siswa dari tiap kelompok dengan nomor yang sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban kepada siswa di kelas. Langkah 6. Memberi kesimpulan. Guru bersama siswa menyimpulkan jawaban akhir dari semua pertanyaan yang berkembang dengan materi yang disajikan Dari uraian di atas singkatnya, NHT merupakan kegiatan belajar kooperatif dengan 4 tahap kegiatan.
- Pertama siswa dikelompokkan menjadi beberapa kelompok, tiap kelompok terdiri dari 5 orang. Setiap anggota kelompok diberi satu nomor 1, 2, 3, 4 dan 5.
- Kedua, Guru menyampaikan pertanyaan. - Ketiga, Berfikir bersama, siswa menyatukan pendapatnya terhadap jawaban
pertanyaan itu. - Keempat, guru menyebut nomor (1, 2, 3, 4, atau 5) dan siswa dengan nomor yang
bersangkutan yang harus menjawab (Widdiharto, 2004 :18).
11
2.1.5 Penerapan Pembelajaran NHT Dalam Pembelajaran Matematika. Penerapan dan keunggulan Numbered Heads Together adalah suatu model pembelajaran yang lebih mengedepankan kepada aktifitas siswa dalam mencari, mengolah, dan melaporkan informasi dari berbagai sumber yang akhirnya dipresentasikan di depan kelas (Rahayu, 2006). NHT pertama kali dikenalkan oleh spencer kagen dkk (1993). Model NHT adalah bagian dari model pembelajaran kooperatif struktural, yang menekankan pada struktur-struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Struktur Kagan menghendaki agar para siswa bekerja saling bergantung pada kelompok-kelompok kecil secara kooperatif. Struktur tersebut dikembangkan sebagai bahan alternatif dari struktur kelas tradisional seperti mengacungkan tangan terlebih dahuluuntuk kemudian ditunjuk oleh guruuntuk menjawab pertanyaan yang dilontarkan. Suasana seperti ini menimbulkan kegaduhan didalam kelas, karena para siswa saling berebut dalam mendapatkan kesempatan untuk menjawab pertanyaan peneliti (tryana, 2008). Menurut kagan (2007) model pembelajaran NHT ini secara tidak langsung melatih siswa untuk saling berbagi informasi, mendengarkan dengan cermat serta berbicara dengan penuh perhitungan, sehingga siswa lebih pruduktif dalam pembelajaran. Lalu seperti apa langkah-langkah dalam menerapkan NHT ? Sintaks NHT dijelaskan sebagai berikut : Langkah Pertama Penomoran. Penomoran adalah hal yang utama dalam NHT, dalam tahap ini guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok atau tim yang beranggotakan 3 – 5 dan memberi siswa nomor yang berbeda-beda, sesuai dengan kelompok siswa. Langkah berikutnya adalah pengajuan pertanyaan, guru nengajukan pertanyaan kepada siswa pertanyaan yang diberikan dapat diambil dari materi pelajaran tertentu yang memang sedang dipelajari, dalam membuat pertanyaan usahakan yang bervariasi dari yang spesifik sehingga bersifat umum dan dengan tingkat kesulitan yang bervariasi pula. Dilanjutkan berfikir bersama. Setelah mendapatkan pertanyaan-pertanyaan dari guru, siswa berfikir bersama untuk menemukan jawaban dan menjelaskan jawaban kepada anggota mengetahui jawaban dari masing-masing pertanyaan.
12
Langkah terakhir adalah pemberian jawaban. Guru menyebutkan salah satu nomor dan setiap siswa dari tiap kelompok yang bernomor sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban untuk seluruh kelas, kemudian guru secara random memilih kelompok yang harus menjawab pertanyaan tersebut, selanjutnya yang nomornya disebut guru dari kelompok tersebut mengangkat tangan dan berdiri untuk menjawab pertanyaan. Kelompok lain yang bernomor sama menanggapi jawaban tersebut. 2.2 Kajian Hasil-hasil Penelitian Yang Relefan. Dalam proses pembelajaran di SD Sukoharjo 01 kelas I yang setiap saat menggunakan penugasan secara klasikal, walaupun bimbingan dilakukan pada setiap individu hasilnya kurang memuaskan. Ternyata hasil belajar matematika masih dibawah KKM yaitu 70. Dari siswa yang berjumlah 41 masih ada 16 siswa yang belum tuntas, masih mendapatkan nilai dibawah KKM. Yang kedua guru mengadakan pembelajaran secara kelompok masing-masing juga memperhatikan siswa tiap individu, ternyata hasilnya juga belum memuaskan. Yang ketiga guru mengadakan pembelajaran secara berpasangan juga memperhatikan tiap individu hasilnya masih belum juga bias memenuhi kriteria ketuntasan. Dalam prosas belajar matematika, (Bruner 1982) dalam Gatot Muhsetyo dkk (2007:1.6) menyatakan pentingnya peserta didik berfikir intuitif dan analitik, akan mencerdaskan peserta didik membuat prediksi dan terampil dalam membuat pola. Dalam hal ini merupakan usaha yang luar biasa untuk meningkatkan mutu pembelajaran matematika. Dalam standar isi juga dijelaskan bahwa matematika merupakan ilmu yang mendasari perkembangan teknologi modern. Untuk menguasai dan mencipta teknologi dimasa depan diperlukan penguasaan matematika yang kuat sejak dini. Agar masalah-masalah yang menyebabkan pembelajaran tidak tercapai itu dapat teratasi maka penulis perlu menerapkan Pembelajaran Numbered Heads Together (NHT), karena banyak sekali keunggulan-keunggulan yang terdapat pada model pembelajaran NHT. Lagipula model ini adalah model yang mudah dan cukup mudah, namun banyak orang mengetahui adalah pertama kalinya dengan nama Number Heads Together, sehingga
13
menimbulkan persepsi awal yang cukup sulit. Salah satu metode pembelajaran kooperatif yang cukup banyak diterapkan di sekolah-sekolah adalah Numbered Heads Together atau disingkat NHT. Tidak hanya hal itu saja, NHT juga banyak sekali digunakan sebagai bahan Penelitian Tindakan Kelas.(PTK). NHT adalah sustu model pembelajaran yang mengedepankan kepada aktivitas siswa dalam mencari, mengolah, dan melaporkan informasi dari berbagai sumber yang akhirnya dipresentasikan didepan kelas (Rahayu, 2001). NHT adalah bagian model pembelajaran kooperatif structural yang menekankan pada struktur-struktur khusus untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Struktur kagan menghendaki agar para siswa saling bergantung pada kelompok-kelompok kecil yang saling kooperatif. Strutur tersebut dikembangkan sebagai bahan alternatif dari struktur kelas tradisional seperti mengacungkan tangan terlebih dahulu untuk kemudian ditunjuk oleh guru untuk menjawab pertanyaan yang dilontarkan.suasana seperti ini menimbulkan kegaduhan kelas, karena para siswa saling berebut dalam mendapatkan ke kesempatan untuk menjawab pertanyaan peneliti (Tryana, 2008). Menurut Kagan (2007) model pembelajaran NHT ini secara tidak langsung melatih siswa untuk saling berbagi informasi, mendengarkan dengan cermat serta berbicara dengan penuh perhitungan, sehingga siswa lebih baik produktif dalam pembelajaran. Dengan melihat sintaksnya saja, anda pasti mengira-ira apa saja keunggulan dan kelebihan dari model NHT,sebagaimana dijelaskan oleh Hill (1993) dalam tryana (2008) bahwa model NHT memiliki kelebihan diantaranya dapat meningkatkan prestasi belajar siswa, mampu memperdalam pemahaman siswa, menyenangkan siswa dalam belajar, mengembangkan sikap positif siswa, meningkatkan rasa percaya diri siswa, mengembangkan rasa saling memiliki, serta mengembangkan ketrampilan untuk masa depan. Oleh karena itu penulis memiliki model NHT sebagai bahan penelitian tindakan kelas (PTK).
14
2.3 Kerangka Berfikir. Kemampuan memecahkan masalah matematika merupakan usaha kegiatan yang dicapai siswa dalam periode tertentu dari mata pelajaran matematika. Manusia menggunakan matematika biasanya berhubungan dengan kuantitatif dan keuangan yang memudahkan manusia dalam memecahkannya pada kehidupan sehari-hari. Matematika sering dianggap sebagai mata pelajaran yang menakutkan yang tidak disenangi sebagian besar siswa, sehingga kemampuan memecahkan masalah matematika cenderung rendah. Oleh karena itu dicarikan suatu upaya meningkatkan cara memecahkan masalah dengan rendah dan optimal. Suatu upaya yang dilakukan adalah melalui Pembelajaran NHT. Guru dalam memberikan tugas di diskusikan untuk dipecahkan bersama dengan memformulasikan pengalaman yang mereka punya sehingga dapat menemukan apa yang mereka cari dengan maksimal, sehingga NHT dapat meningkatkan kemampuan memecahkan masalah matematika.
15
Supaya penelitian ini tidak menyimpang dari pokok permasalahan, maka peneliti mempunyai gambaran dalam skema sebagai berikut di bawah ini. Adapun skema itu adalah sebagai berikut :
Kondisi awal
Tindakan
Kondisi akhir
Setelah pembelajaran matematika dengan NHT - Rasa harga diri lebih tinggi - Meningkatkan keaktifan siswa dalam pembelajaran matematika - Pemahaman lebih mendalam. - Meningkatkan kebaikan budi - Hasil belajar lebih tinggi
Pemecahan masalah dengan menggunakan metode Numbered Heads Together yaitu - siswa berfikir bersama, siswa menyatukan pendapatnya
terhadap jawaban pertanyaan itu. - Pembelajaran menyenangkan. - Perilaku mengganggu berkurang.
- Sebelumnya pembelajaran matematika guru belum menggunakan pembelajaran NHT.
- Rendahnya keaktifan siswa dalam pembelajaran matematika. - Kemampuan memecahkan masalah rendah. - Motivasi terhadap matematika kurang. - Pembelajaran kurang menyenangkan.
Gambar 1. Skema Kerangka Berfikir.
2.4 Hipotesis Tindakan Berdasarkan rumusan masalah, kajian pustaka dan kerangka Berfikir diatas dapat dirumuskan hipotesis tindakan sebagai berikut : Melalui Penerapan Pembelajaran Numbered
Heads Together (NHT) dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa.
16