bab ii.pdf - universitas brawijaya
Embed Size (px)
TRANSCRIPT
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian dan Konsep Migrasi
Keragaman yang ada disuatu negara akan membedakan pembangunan
setiap daerah, serta perbedaan pemerataan pendapatan penduduk. Dari
perbedaan kondisi sosial ekonomi dan sosial budaya antar wilyah, menimbulkan
pola dan perilaku migrasi yang beragam pula (PPIIS UB, 1992). Migrasi menurut
Prawiro (1979) adalah Gejala gerak berpindah tempat tinggal secara horizontal,
melewati batas administrasi, pindah menuju batas administrasi lain, kelurahan,
kabupaten, kota atau negara. Adapun gerak mobilitas penduduk pada dasarnya
negara-negara dibedakan pada letak geografis, keragaman kondisi sosial
ekonomi dan budaya antar wilayah. Migrasi merupakan dimensi gerak permanen
punduduk dari suatu daerah ke daerah lain, sedangkan dimensi gerak penduduk
non permanen terdiri dari sirkuler dan komutasi. Dimensi pembahasan mengenai
migrasi yang paling penting adalah adanya dimensi ruang atau tempat dan
waktu. Untuk dimensi waktu yang digunakan seseorang untuk menentukan
bahwa seseorang dikatakan migran itu belum ada kepastian. Dalam sensus
penduduk di Indonesia, secara operasional mengatakan, seseorang bisa
dikatakan migran, apabila yang bersangkutan melintas batas wilayah provinsi
dan lamanya bertempat tinggal di provinsi tujuan kurang lebih hingga enam bulan
(Mulyadi S, 2014).
Menurut Ravenstein (1885) memiliki pandangan, bahwa dalam kondisi
ekonomi yang terus berkembang dan perbaikan saranan dan prasarana
trasnportasi yang semakin baik, arus mobilitas penduduk akan terus berulang-
ulang. Senada dengan pendapat (Sunarto, 1985) dan (Mantra, 2015),
11
mengungkapkan perbaikan fasilitas trasnportasi dan komunikasi antara desa
dengan kota akan mempengaruhi biaya yang selanjutnya akan menentukan arah
migrasi tersebut. Daerah tujuan yang berjarak jauh akan menghasilkan migrasi
permanen dan daerah tujuan yang berjarak dekat akan menghasilkan migrasi
sirkuler. Hal ini merupakan salah satu penyebab meningkatnya arus migrasi
sementara di wilayah Indonesia. Migrasi sirkuler merupakan pilihan yang tepat
untuk para migran yang tidak menginkan perpisan dengan keluarga serta
mendapatkan pekerjaan sesuai dengan yang mereka inginkan. Sebab migrasi
sirkuler memiliki batasan waktu kurang dari 6 bulan. Migrasi di Indonesia memiliki
pola migrasi dari desa ke kota atau dari tempat yang memiliki daya dukung
perekonomian yang kurang mapan dan tingkat upah yang masih rendah, menuju
tempat yang memiliki daya dukung perekonomian yang kuat, serta di ikuti oleh
tingginya upah tenaga kerja.
Faktor-faktor yang mempengaruhi niatan untuk melakukan migrasi sangat
kompleks. Diantara faktor tersebut yaitu, usia, tingkat pendidikan, kepemilikan
lahan, status pernikahan, pendapatan, kondisi infrasturktur yang menjadi
penentu seseorang untuk melakukan migrasi. Migrasi banyak dilakukan oleh
penduduk yang tidak memiliki lahan yang begitu luas dan berpendapatan rendah,
serta penduduk yang memiliki pendidikan tinggi. Arus migrasi semakin lancar
menuju kota dengan terus miningkatnya daya dukung infrasturktur dan
transportasi serta komunikasi kota yang semakin terus di tingkatkan, hal ini
memicu meningkatnya dorongan seseorang untuk terus melakukan migrasi.
2.2 Teori Migrasi Lewis – Fei – Ranis
Teori migrasi menurut Lewis-Fei-Ranis menjelaskan proses pengalihan
tenaga kerja dari sektor tradisional yaitu sektor pedesaan subsisten yang
kelebihan penduduk yang mengindikasikan surplus tenaga kerja, untuk di
12
transfer menuju sektor modern yaitu sektor industri perkotaan Sunarto (1985).
Menurut Prayitno (1996) perekonomian sebuah negara dibagi menjadi dua yaitu
sektor tradisional (pedesaan subsisten) dan sektor modern (industri perkotaan).
Dalam penjelasannya Prayitno (1996) menyatakan sektor tradisional memiliki
produktivitas tenaga kerja yang sangat rendah dan sektor modern memiliki
produktivitas yang tinggi, secara berlahan terjadi perpindahan tenaga kerja
menuju sektor modern. Dimana tingkat investasi yang terus dilakukan pada
sektor modern, akan meningkatkan tingkat upah dari sektor modern. Berangkat
dari penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa upah yang rendah akan
mendorong tenaga kerja berpindah pada tempat lain yang memiliki tingkat upah
lebih tinggi, yang tidak lain tempat tersebut adalah sektor modern (industri
perkotaan).
2.3 Teori Migrasi Everett S. Lee (1976)
Menurut Everett S. Lee (dalam Mantra, 2015), volume migrasi disuatu wilayah
berkembang sesuai dengan tingkat keragaman daerah-daerah diwilayah
tersebut. Di daerah asal dan didaerah tujuan. Menurut Lee, terdapat faktor-faktor
yang disebut sebagai:
a. Faktor positif (+) yaitu faktor yang memberi nilai keuntungan apabila
seseorang bertempat tinggal menempati tempat tersebut yang dijadikan
tujuan.
b. Faktor negatif (-) yaitu faktor yang memberikan nilai negatif atau
merugikan jika seseorang tinggal di tempat tersebut, sehingga seseorang
akan berpindah ke tempat lain, karena kebutuhan yang diharapkan tidak
terpenuhi.
13
c. Faktor Netral (0) yaitu faktor yang tidak mempengaruhi seseorang
individu untuk tetap tinggal di tempat asal atau pindah ketempat lain.
Faktor lain yang menjelaskan migrasi wilayah berkembang yaitu
faktor rintangan antara. Rintangan antara adalah hal-hal yang
memperngaruhi volume besar kecilnya arus mobilitas penduduk.
Rintangan antara dapat berupa: biaya atau ongkos pindah, Topografi
wilayah asal dengan daerah tujuan yang berbukit-bukit dan terbatasnya
sarana transportasi, serta faktor individu. Faktor individu merupakan
faktor yang paling penting, karena faktor individu pula yang dapat menilai
positif dan negatif suatu daerah dan memutuskan untuk pindah atau
bertahan ditempat asal. Jadi menurut Everett S. Lee (dalam Hartomo,
2011) faktor yang berpengaruh terhadap seseorang dalam mengambil
keputusan untuk bermigrasi yaitu:
a. Faktor individu
b. Faktor daerah asal, seperti: keterbatasan kepemilikan lahan, upah di
desa asal yang rendah, waktu luang antara masa tanam dan masa
panen, sempitnya lapangan pekerjaan di desa, terbatasnya jenis
pekerjaan di desa.
c. Faktor daerah tujuan, seperti: tinggat upah yang tinggi, luasnya
lapangan pekerjaan yang beraneka ragam dan ditemukannya sumber
daya baru.
d. Rintangan antara daerah asal dan daearah tujuan, seperti: sarana
transportasi, topografi di desa ke kota dan jarak desa kota. Ringkas
Penjelasan, dapat di gambarkan sebagai berikut:
14
Gambar 2.2 Faktor-faktor Determinasi Mobilitas Penduduk Menurut Everett
S. Lee (1976)
Sumber: Mantra 2015
Menurut Lee (1987) di kutip oleh Tim Peneliti PPIIS Universitas Brawijaya (1992)
Beberapa Karakteristik Migran, yaitu sebagai berikut:
1. Migran memiliki sifat selektif.
2. Migran pada umumnya memiliki ketertarikan pada daerah yang
memberikan faktor-faktor positif pada diri mereka.
3. Migran tidak akan mengambil keputusan terhadap daerah yang tidak
memberikan manfaat untuk keberlanjutan hidup mereka.
4. Secara keseluruhan, sifat selektif yang dilakukan migran cenderung
bersifat dua bentuk.
5. Tingkat keputusan yang diambil oleh migran meningkat sebanding
dengan rintangan antara yang menghambat.
6. Kecenderungan keputusan untuk bermigrasi tergantung pada
perkembangan kehidupan (life Cycle).
7. Ada kecenderungan persamaan antara ciri-ciri penduduk daerah asal
dengan ciri-ciri penduduk daerah tujuan.
0 + - 0 - +
0 + - 0 - +
0 - + - 0 -
0 + - 0 - +
0 + - 0 - +
0 - + - 0 -
1. Daerah Asal 4. Individu 3. Daerah Tujuan
2. Rintangan
Antara
15
2.4 Teori Kependudukan Malthus
Menurut Malthus yang di kutip oleh Poli (2010), Ledakan pertambahan jumlah
penduduk mengindikasikan tenaga kerja yang melimpah sehingga menyebabkan
penawaran tenaga kerja meningkat, serta menurunkan tingkat upah tenaga kerja.
Untuk mempertahankan hidupnya, para pekerja akan bekerja keras dari pada
sebelumnya. Akibat dari upah tenaga kerja yang turun, maka beban hidup akan
meningkat sehingga orang akan menunda perkawinannya.
2.5 Teori Produksi Pertanian Malthus
Teori produksi menurut Malthus yang di kutip oleh Poli (2010) , jika terjadi
penambahan tenaga kerja pada sektor pertanian, tanpa ada penambahan lahan
dan teknologi pertanian, maka pertambahan produksi akan menurun,
dibandingkan dengan penambahan jumlah tenaga kerja pada sektor pertanian.
Dalam hal ini lebih di kenal dengan hukum “the law of diminishing return”. Dapat
di simpulkan ketika terjadi penambahan produksi yang terus menurun, maka
upah tenaga kerja akan menurun. Ketika upah menurun, maka seseorang akan
pindah menuju daerah lain yang memiliki upah lebih tinggi dari daerah tersebut
yaitu daerah sektor industri (Perkotaan).
2.6 Teori Migrasi Menurut Todaro
Todaro (2006) menjelaskan bahwa migrasi pada dasarnya merupakan suatu
fenomena ekonomi. Model todaro ini mengasumsikan bahwa adanya arus
migrasi berdasarkan adanya perbedaan distribusi pendapatan antara desa
dengan kota.
pendapatan yang dimaksud bukanlah pendapatan yang aktual melainkan
pendapatan yang diharapkan. Para calon migran akan selalu menimbang dan
membandingkan berbagai pasar yang tersedia di desa dan kota, kemudian
16
mereka akan memilih salah satu dari tempat yang mereka inginkan yang dapat
memaksimumkan keuntungan yang mereka harapkan. Artinya mereka akan
memutuskan untuk berpindah menuju tempat yang mereka anggap memberi
upah lebih tinggi terhadap pekerjaan yang mereka lakukan di tempat tujuan.
Upah yang dimaksud yaitu upah bersih (selisih antara penghasilan dan biaya
migrasi) di tempat tujuan. Mereka akan berpindah kedaerah lain, jika upah bersih
di tempat tujuan lebih tinggi dari pada didaerah asal. Model dari teori migrasi
Todaro dapat di jelaskan dengan gambar kurva sebagai berikut:
Gambar 2.3 Model Migrasi Todaro
Sumber: Todaro dan Smith 2006
Pada gambar kurva diatas dapat dijelaskan bahwa todaro mengasumsikan
suatu perkonomian dibagi menjadi dua sektor, yaitu sektor pertanian di pedesaan
dan sektor industri pada daerah kota. Garis MM’ merupakan permintaan tenaga
kerja pada sektor industri dan garis AA’ merupakan permintaan tenaga kerja
pada sektor pertanian. Dalam teori neoklasik, tingkat upah akan tercipta
A
M’ A’
q’
q
Z
A
A
A
M
A
M
A
17
uquilibrium bila W*A =W*M. Sesuai dengan asumsi full Employment, tenaga
kerja akan habis terserap pada dua sektor ekonomi tersebut.
Pembagian tenaga kerja dapat dilihat pada OAL*A untuk sektor pertanian dan
OML*M pada sektor industri. Bila pemerintah menetapkan upah terhadap sektor
industri sebesar M , dengan asumsi bahwa tenaga kerja tidak ada yang
menganggur, maka tenaga kerja ada pada posisi garis OMLM dan bekerja pada
sektro industri manufaktur pada sektor perkotaan. Sedangkan sisa tenaga kerja
dari sektor industri di tunjukkan pada garis OALM yang akan masuk pada sektor
pertanian dengan tingkat upah pada WA**, dimana tingkat upah ini lebih kecil
dibandingkan tingkat upah pasar yang mencapai OAWA*. Terlihat jelas
perbandingan tingkat upah atau selisih tingkat upah antara desa dan kota
sebesar WA-WA**. Selisih upah inilah yang mendorong para pekerja pada sektor
pedesaan melakukan niatan untuk melakukan migrasi ke kota dengan harapan
memperoleh upah lebih tinggi dari pada daerah asal, meskipun lapangan kerja di
daerah pedesaan tersedia sangat cukup.
Dapat dilihat ketersediaan lapangan pekerjaan pada daerah desa sebesar
OALM. Jika peluang mereka untuk mendapan pekerjaan yang mereka inginkan,
maka dapat dinyatakan bahwa rasio antara penyerapan tenaga kerja disektor
industri manufaktur (LM) dan total angkatan kerja di daerah pedesaan (LUS).
Secara singkat model migrasi Todaro (2006),memiliki 4 karakteristik utama
sebagai berikut:
1. Migrasi dirangsang oleh pertimbangan kekuatan ekonomi yang sifatnya
rasional yang berkaitan dengan untung atau rugi dari migrasi itu sendiri.
2. Keputusan untuk bermigrasi tergantung pada perbedaan upah riil yang
diharapkan antara desa dengan kota. maksudnya perbedaan upah
18
pedesaan dan perkotaan yang terjadi dan kesempatan mendapatkan
pekerjaan di sektor perkotaan sesuai dengan harapan.
3. Kemungkinan mendapatkan pekerjaan secara cepat di wilayah kota yang
berkaitan dengan banyaknya lapangan pekerjaan di wilayah kota,
sehingga berbanding terbalik dengan tingkat pengangguran di wilayah
kota.
Kemungkinan laju pertumbuhan penduduk akibat pertumbuhan non alami
yang disebabkan oleh arus migrasi penduduk yang melebihi tingkat pertumbuhan
kesempatan kerja di perkotaan. Oleh karena itu tingkat pengangguran di
perkotaan yang begitu tinggi dan tidak terelakan karena adanya ketidak
seimbangan kesempatan-lesempatan perekonomian pada daerah kota dan desa.
Todaro (2003), bahwa faktor seseorang mengambil keputusan untuk melakukan
migrasi tidak hanya dari faktor ekonomi, namun faktor lain juga ikut terlibat dalam
mempengaruhi seseorang mengambil keputusan dalam melakukan migrasi,
faktor-faktor tersebut adalah:
1. Faktor-faktor sosial, termasuk keingan para migran untuk melepaskan diri
dari kendala-kendala tradisonal yang mengikat mereka.
2. Faktor-faktor fisik, merupakan faktor alam termasuk iklim dan bencana
alam seperti banjir, kekeringan dan tanah longsor.
3. Faktor-faktor demografi, merupakan faktor kependudukan (kematian dan
kelahiran).
4. Faktor-faktor kultural, hubungan pembinaan kekerabatan setelah sampai
di kota dan daya tarik “gemerlapan kehidupan kota”
5. Faktor-faktor komunikasi, termasuk kualitas sarana transportasi, sistem
pendidikan dan dampak modernisasi yang di timbulkan dari daerah
perkotaan.
19
2.7 Keputusan Bermigrasi
Menurut mitchell (1961) sebagaimana di kutip oleh Mantra (2015) ada dua
faktor yang mempengaruhi seseorang dalam mengambil keputusan untuk
melakukan migrasi yaitu faktor pengikat atau penarik (centripetal forces) dan
kekuatan pendorong (centrifugal forces). Faktor penarik adalah faktor yang
mengikat atau menarik seseorang untuk tinggal di daerah asalnya, misalnya
kepemilikan tanah warisan, merawat orang tua yang lanjut usia, budaya
gotongroyong di desa yg baik, sebagai daerah kelahiran. Dan faktor pendorong
adalah faktor yang mendorong seseorang untuk melakukan perpindahan atau
meninggalkan daerah asal, misalnya sempitnya lapangan kerja, upah yang
terlalu rendah di daerah asal, terbatasnya fasilitas pendidikan, infrastruktur yang
kurang memadai.
2.8 Teori Modal Manusia
Teori modal manusia adalah suatu teori yang memberikan pandangan tentang
migrasi, bahwa migrasi merupakan bentuk dari investasi yang dilakukan individu
yang erat kaitannya dengan pengalaman, ketrampilan dan pendidikan. Setiap
individu yang melakukan migrasi akan menghitung keuntungan dia yang
diperoleh pada saat melakukan migrasi yang dia rencanakan. Modal manusia
yang ada pada diri migran berupa pengalaman, ketrampila dan pendidikan dapat
mempengaruhi individu untuk melakukan migrasi (Syafitri, 2012).
2.9 Teori Dumont
Tiap-tiap orang memiliki kecenderungan untuk mencapai kelas sosial yang
lebih tinggi dalam lingkungan sosialnya. Dalam proses naik ketingkat sosial ke
atas, makin lama makin kurang suka memproduksi anak, yang pada
kenyataannya ketika menambah anak akan menambah biaya hidup sebuah
keluarga.
20
2.10 Dimensi Ruang dan Waktu Migrasi
Pada uraian berikut di kutip dari berbagai hasil penelitian mobilitas penduduk
di dunia ketiga, khusunya mengenai batasan dimensi ruang dan waktu, yang di
ambil dari Mulyadi S. (2014), seperti dalam tabel berikut ini:
21
Tabel 2.1 Pola Mobilitas Penduduk di beberapa Negara Dunia Ketiga
Komunitas Sirkulasi Oskilasi Migrasi Sirkulasi Migrasi Tempat dan Tahun
Penelitian Lapangan
Perjalanan rutin
ke dan dari
tempat atau
sekolah
................... Terus-menerus meninggalkan
desa ≥ 6 bulan
Terus-menerus meninggalkan
desa ≥ 6 bulan
Indonesia, 1973 (desa
di Jabar, Hugo, 1978)
Meninggalkan
dukuh selama
6-24 jam
...................
Gerak keluar ≥ 1 hari, tetapi
kembali lagi
Perpindahan tempat tinggal ≥ 1
tahun
Indonesia, 1975 (dukuh
di Jateng, Mantra, 1981)
Secara rutin
meninggalkan
desa, tetapi
kembali ≥ 1 kali
seminggu
...................
Terus-menerus meninggalkan
desa sampai 12 bulan dan
tetap menjadi anggota RT di
desa
Terus-menerus meninggalkan
desa ≥ 12 bulan tetapi bisa
kembali lagi ke desa
Malaysia, 1977 (desa di
Kelantan Utara, Maude,
1981)
...................
Pergi secara teratur
untuk 1 hari sampai <
1 bulan
Pergi untuk ≥ 1 bulan, tetapi
dengan maksud untuk kembali
Gerak permanen tanpa ada
maksud untuk kembali tetapi
hanya untuk kunjungan
Yanuatu, 1969 (Pulau
Tongoa Bedford, 1973)
22
...................
Meninggalkan
komunitasnya sampai
3 bulan atau kurang
Pergi untuk beberapa bulan
(semi permanen dan tetap
akan kembali)
Secara pasti mengubah tempat
tinggal, tidak kembali kecuali
untuk kunjungan
Peru 1971-1972
(Komunitas Cuzeo,
Skeldon, 1979)
Meninggalkan
desa lebih dari
24 jam untuk
berdagang
................... Meninggalkan desa untuk
waktu ≥ 24 jam
Mengubah tempat tinggal
secara permanen
Liberiu, 1976 (desa
Nomba, Smith, 1977)
Tiap hari
meninggalkan
desa untuk
bekerja/sekolah
...................
Meninggalkan desa untuk
waktu ≥ 24 jam dengan
maksud kembali
Mengubah tempat tinggal
secara permanen maksimum
40 tahun
Hawaii, 1971 (Mukherji,
1975)
...................
Gerak harian secara
rutin untuk kunjungan
singkat
Kembali setelah periode pergi
dari desa
Tempat tinggal di luar desa
selama survey
Papua New Guinea,
1974-1978 (desa Simbu
Prop. New Ireland)
(Young, 1977)
Sumber: Mulyadi S. (2014)
23
Pada dasarnya perpindahan penduduk yang ada pada negara Indonesia
adalah pergerakan penduduk secara geografis, jadi bisa dikategorikan
pergerakan penduduk Indonesia menjadi dua yaitu, mobilitas permanen dan
mobilitas nonpermanen. Perbedaanya terletak pada tujuan mereka pindah. Jika
seorang migran bertujuan unutk pindah tempat tinggal secara tetap, maka migran
tersebut dikategorkan sebagai migran permanen. Sebaliknya jika tidak
mempunyai tujuan pindah tempat tinggal, migran tersebut dinamakan migran non
permanen.
2.11 Pengertian tenaga kerja sektor formal dan informal
Di negara sedang berkembang seperti Indonesia, masalah sektor informal
menjadi semakin penting keberadaannya, apalagi setelah dirundung krisis
seperti saat ini, di mana permintaan angkatan kerja di sektor informal semakin
meningkat dengan siklus usaha formal yang berjalan tidak sesuai harapan.
Adanaya siklus usaha formal yang tidak berjalan dengan baik, maka seorang
akan memilih bekerja pada sektor informal. Dapat dilihat beberapa definisi sektor
tenaga kerja formal dan informal menurut beberapa ahli. Menurut Mulyadi S.
(2014), sektor informal adalah unit-unit usaha yang tidak menerima proteksi
ekonomi resmi dari pemerintah. Proteksi ekonomi tersebut yaitu kredit,
pembimbingan, hak paten, terjaminnya tenaga kerja dan lain sebagainya.
Sedangkan sektor formal adalah unit-unit usaha yang menerima proteksi
ekonomi resmi dari pemerintah.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), jenis pekerjaan dibagi menjadi dua
yaitu, formal dan informal. Jenis pekerjaan formal yaitu seseorang yang bekerja
pada orang lain atau instansi/kantor/perusahaan secara tetap dengan menerima
upah/gaji baik berupa uang maupun barang. Buruh yang tidak mempunyai
majikan tetap, tidak digolongkan sebagai buruh/karyawan, tetapi sebagai pekerja
24
bebas. Sedangkan pekerja sektor informal yatiu, tenaga kerja yang berusaha
sendiri, berusaha dibantu buruh tidak tetap/tak dibayar, pekerja tak dibayar, dan
pekerja bebas baik di pertanian maupun non pertanian.
2.12 Teori Upah
Upah adalah bagian dari pendapatan nasional yang diterima oleh buruh,
karena menyumbangkan tenaganya dalam proses produksi. Menurut David
Ricardo yang dikutip oleh Hartomo (2011), upah merupakan harga dari tenaga
kerja. upah yang diterima oleh buruh berupa uang disebut nominal, sedangkan
barang atau jasa yang dapat dibelinya dengan upah nominal tersebut merupakan
upah riil.
Selanjutnya David Ricardo membedakan upah menjadi dua macam, yaitu
Upah alami: upah yang besarnya sama dengan biaya hidup untuk menghasilkan
tenaga kerjanya. Upah pasar: upah yang terbentuk di pasar tenaga kerja yang di
tentukan hukum permintaan dan penwaran.
2.13 Teori Gravitasi
Menurut Ravenstein (dalam Sunarto, 1985), berbagai motif seseorang untuk
melakukan migrasi dalam suatu wilayah. Hal tersebut mengantarkan Revenstein
menyusun hukum-hukum yang berisi tentang fenomena migrasi. Beberapa
hukum migrasi sebagai berikut:
1. semakin jauh jarak yang di tempuh migran, semakin berkurang jumlah
migran.
2. Setiap arus migrasi yang benar, akan memberikan timbal balik yang
baik sebagai penggantinya.
3. Adanya perbedaan desa dengan kota akan menimbulkan migrasi.
4. Wanita cenderung bermigrasi ke daerah-daerah dekat.
25
5. Kemajuan teknologi akan meningkatn volume migrasi suatu daerah.
6. Motif utama seseorang melakukan migrasi adalah ekonomi.
2.14 Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu digunakan sebagai bahan pertimbangan penulis untuk
menyusun penelitian ini. Terdapat beberapa penelitian terdahulu untuk bahan
pertimbangan dalam penelitian.
Rahmadhania (2013), dalam penelitiannya menjelaskan bahwa umur, status
perkawinan, dan pendidikan signifikan mempengaruhi pendapatan migran pada
sektor informal di Kota Malang. Purwanto (2012), juga menjelaskan di dalam
penelitiannya di Kecamatan Tanjunganom Kabupaten Nganjuk, bahwa variabel
umur, pendidikan, kepemilikan lahan, dan status perkawinan mempengaruhi
seseorang melakukan migrasi dengan mempertimbangkan pendapatan yang di
dapat di daerah tujuan lebih tinggi daripada di daerah asal.
Selain itu penelitian Lidyawati (2012), menunjukkan bahwa tenaga kerja
wanita yang bekerja ke luar negeri di pengaruhi oleh besarnya pendapatan di
negara lain. menjadi migran jika pendapatan di daerah lain lebih tinggi dari pada
di daerah asal. Penelitian lain yang memperkuat pendapatan (faktor ekonomi)
mempengaruhi seseorang untuk melakukan migrasi yaitu Agyemang Isaac dan
Abu Salia Raqib (2013), dalam penelitiannya di Negara Ghana menuliskan
bahwa faktor ekonomi merupakan motif utama untuk melakukan migrasi.
2. 15 Kerangka Pikir Penelitian
Dinamika kependudukan terjadi karena adanya kelahiran, kematian dan
perpindahan penduduk. Keadaan tersebut menyebabkan terjadinya perubahan
dalam jumlah, komposisi, struktur penduduk dan pertumbuhan penduduk. Jumlah
penduduk yang begitu banyak dalam suatu wilayah, yang tidak di imbangi
26
dengan penyediaan lapangan kerja tidak menutup kemungkinan seseorang akan
melakukan perpindahan dari tempat asal menuju tempat yang dikehendakinya
(migrasi atau melakukan mobilitas penduduk).
Mobilitas penduduk suatu daerah akan berpengaruh terhadap strategi
pembangunan yang akan dipilih pemerintah, karena pembangunan yang terus di
kembangkan pemerintah adalah daerah kota, sehingga kota memiliki berbagai
ragam lapangan pekerjaan dan memiliki upah yang cukup tinggi. Berbeda
dengan pembangunan yang ada desa, pada dasarnya desa masih bekerja sektor
tradional (pertanian) dan sifat dari sektor pertanian adalah musiman. Sektor
pertanian yang memiliki sifat musiman menyebabkan upah pada tenaga kerja
sektor pertanian sangat rendah sehingga seseorang tidak mampu untuk
memenuhi kebutuhannya, maka seseorang akan memilih tetap tinggal atau pinda
ketempat lain (migrasi). Keputusan seseorang untuk melakukan migrasi sangat
beragam antar individu satu dengan indvidu lain.
Faktor-faktor yang mempengaruhi migrasi di ambil dari teori yang sudah
tersaji pada penjelasan diatas. Faktor ekonomi yang mempengaruhi adalah
kepemilikan lahan dan upah, sedangkan faktor non-alami adalah usia, tingkat
pendidikan, status pernikahan, dan status pekerjaan. Konsep pemikiran dari
penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:
27
Gambar 2.4 Kerangka Pikir Penelitian
Ledakan Penduduk
Pertumbuhan Ekonomi yang Tidak
Merata Antara Desa dan Kota
Perbedaan Motif Melakukan
Migrasi
Usia Tingkat
Pendidikan
Status
Pekerjaan
Status
Perkawinan
Kepemilikan
Lahan Pendapatan
Penentu Pengambilan Keputusan Migrasi
Tenaga Kerja Sektor Informal Menuju
Kecamatan Pare Kabupaten Kediri
28
2. 16 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah dan konsep kerangka berpikir penelitian,
maka hipotesis dari penelitian ini sebagai berikut:
H1 = Diduga faktor usia berpengaruh positif terhadap keputusan migrasi.
H2 = Diduga faktor tingkat pendidikan berpengaruh positif terhadap
keputusan migrasi.
H3 = Diduga faktor kepemilikan lahan berpengaruh positif terhadap
keputusan migrasi.
H4 = Diduga faktor status perkawinan berpengaruh positif terhadap
keputusan migrasi.
H5 = Diduga faktor status pekerjaan berpengaruh negatif terhadap
keputusan migrasi.
H6 = Diduga faktor pendapatan berpengaruh positif terhadap keputusan
migrasi.