dm 1 dgn komplikasi ketoasidosis

25
Diabetes Melitus tipe 1 dengan Ketoasidosis Advendila M.Artz – 10.2008.052 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta Barat 11510 [email protected] PENDAHULUAN Diabetes melitus adalah sindrom yang disebabkan ketidakseimbangan antara tuntunan dan suplai insulin. Sindrom ditandai oleh hiperglikemi dan berkaitan dengan abnormalitas metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Abnormalitas metabolik ini mengarah pada perkembangan bentuk spesifik komplikasi ginjal, okular, neurologik dan kardiovaskuler. Insulin merupakan komponen vital dalam metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein. Insulin menurunkan kadar glukosa darah dengan cara memfasilitasi masuknya glukosa ke dalam sel, terutama otot serta mengkonversi glukosa menjadi glikogen (glikogenesis) sebagai cadangan energi. Insulin juga menghambat pelepasan glukosa dari glikogen hepar (glikogenolisis) dan memperlambat pemecahan lemak menjadi trigliserida, asam lemak bebas, dan keton. Selain itu, insulin juga menghambat pemecahan protein dan lemak untuk memproduksi glukosa (glukoneogenesis) di hepar dan ginjal. Defisiensi insulin yang dibiarkan akan menyebabkan tertumpuknya glukosa di darah dan terjadinya glukoneogenesis terus- menerus sehingga menyebabkan kadar gula darah sewaktu (GDS) meningkat drastis. 1 Batas nilai GDS yang sudah dikategorikan sebagai diabetes mellitus ialah 200 mg/dl atau 11 mmol/l. Kurang dari itu dikategorikan normal, sedangkan angka yang lebih dari itu dites dulu 1

Upload: stefano-leatemia

Post on 12-Aug-2015

77 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

Diabetes

TRANSCRIPT

Page 1: DM 1 Dgn Komplikasi Ketoasidosis

Diabetes Melitus tipe 1 dengan

Ketoasidosis

Advendila M.Artz – 10.2008.052

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta Barat 11510

[email protected]

PENDAHULUAN

Diabetes melitus adalah sindrom yang disebabkan ketidakseimbangan antara

tuntunan dan suplai insulin. Sindrom ditandai oleh hiperglikemi dan berkaitan dengan

abnormalitas metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Abnormalitas metabolik ini

mengarah pada perkembangan bentuk spesifik komplikasi ginjal, okular, neurologik dan

kardiovaskuler.

Insulin merupakan komponen vital dalam metabolisme karbohidrat, lemak, dan

protein. Insulin menurunkan kadar glukosa darah dengan cara memfasilitasi masuknya

glukosa ke dalam sel, terutama otot serta mengkonversi glukosa menjadi glikogen

(glikogenesis) sebagai cadangan energi. Insulin juga menghambat pelepasan glukosa dari

glikogen hepar (glikogenolisis) dan memperlambat pemecahan lemak menjadi

trigliserida, asam lemak bebas, dan keton. Selain itu, insulin juga menghambat

pemecahan protein dan lemak untuk memproduksi glukosa (glukoneogenesis) di hepar

dan ginjal.

Defisiensi insulin yang dibiarkan akan menyebabkan tertumpuknya glukosa di

darah dan terjadinya glukoneogenesis terus-menerus sehingga menyebabkan kadar gula

darah sewaktu (GDS) meningkat drastis.1 Batas nilai GDS yang sudah dikategorikan

sebagai diabetes mellitus ialah 200 mg/dl atau 11 mmol/l. Kurang dari itu dikategorikan

normal, sedangkan angka yang lebih dari itu dites dulu dengan Tes Toleransi Glukosa

Oral (TTGO) untuk menentukan benar-benar IDDM (Insulin Dependent Diabetes

Mellitus) atau kategori yang tidak toleran terhadap glukosa.

1

Page 2: DM 1 Dgn Komplikasi Ketoasidosis

I. Anamnesis

Anamnesa merupakan suatu bentuk wawancara antara dokter dan pasien /

keluarganya / orang yang mempunyai hubungan dekat dengan pasien dengan

memperhatikan petunjuk-petunjuk verbal dan non verbal mengenai riwayat penyakit

pasien. Pada penderita anak biasanya dilakukan alo-anamnesa dimana orang tua atau

wakil dari pasien yang akan membantu menjelaskan tentang riwayat sakit pasien.

Ada beberapa hal yang harus ditanyakan dalam mencari atau mengevaluasi

penyakit Diabetes Mellitus pada anak?

- Apakah mengalami poliuria (kencing menjadi sering dan banyak)?

- Apakah mengalami polidipsia (merasa haus terus)?

- Apakah mengalami polifagia (rasa lapar terus menerus)?

- Apakah mengalami penurunan berat badan?

- Apakah suka mengantuk? 1,2

II. Pemeriksaan

a. Pemeriksaan Fisik

1. Hambatan pertumbuhan

2. Maturitas kelamin dapat terganggu pada anak yang menginjak remaja

3. Tanda-tanda dehidrasi dan asidosis metabolic (pada anak yang mengalami

ketoasidosis diabetic) 1,2

b. Pemeriksaan Penunjang

1. Glukosa Urin

Sebuah tes urine positif glukosa menunjukkan tetapi tidak diagnostik untuk tipe 1

diabetes mellitus (T1DM). Diagnosis harus dikonfirmasi dengan hasil tes menunjukkan

kadar glukosa darah tinggi. 3

2. Glukosa Darah

Selain transient penyakit yang disebabkan atau stres akibat hiperglikemia,

keseluruhan-konsentrasi glukosa darah acak lebih dari 200 mg / dL (11 mmol / L) adalah

diagnostik untuk diabetes, seperti keseluruhan-konsentrasi glukosa darah puasa yang

2

Page 3: DM 1 Dgn Komplikasi Ketoasidosis

melebihi 120 mg / dL (7 mmol / L).. Dengan tidak adanya gejala, dokter harus

mengkonfirmasi hasil ini pada hari yang berbeda. Kebanyakan anak dengan diabetes

terdeteksi karena gejala memiliki tingkat glukosa darah minimal 250 mg / dL (14 mmol /

L).

Tes glukosa darah menggunakan sampel darah kapiler, reagen tongkat, dan meter

glukosa darah adalah metode biasa untuk pemantauan pengendalian diabetes sehari-hari.3

3. Hemoglobin terglikasi

Derivatif hemoglobin glikosilasi (HbA1a, HbA1b, HbA1c) merupakan hasil dari

reaksi nonenzimatik antara glukosa dan hemoglobin.. Persentase HbA1c lebih sering

diukur. Nilai normal bervariasi sesuai dengan metode laboratorium yang digunakan,

tetapi anak-anak nondiabetes umumnya memiliki nilai-nilai dalam kisaran rendah normal.

Pada diagnosis, diabetes anak-anak agaknya mendapatkan hasil di atas batas atas dari

kisaran referensi.

Pengukuran kadar HbA1c adalah metode terbaik untuk jangka menengah untuk

pemantauan jangka panjang pengendalian diabetes.

Komite ahli internasional yang terdiri dari wakil-wakil yang ditunjuk dari

American Diabetes Association, Asosiasi Eropa untuk Studi Diabetes, dan lain-lain

merekomendasikan tes HbA1c untuk mendiagnosa diabetes mellitus. Komite

rekomendasi untuk diabetes diagnosis tingkat HbA1c sebesar 6,5% atau lebih tinggi,

dengan konfirmasi dari tes ulang (kecuali gejala klinis hadir dan tingkat glukosa> 200 mg

/ dL). 3,4

4. TTGO

Cara pemeriksaan TTGO adalah :

1. Tiga hari sebelum pemeriksaan pasien makan seperti biasa

2. Kegiatan jasmani sementara cukup, tidak terlalu banyak.

3. Pasien puasa semalam selama 10-12 jam.

4. Periksa glukosa darah

5. Berikan glukosa 75g yang dilarutkan dalam air 250 ml, lalu minum dalam waktu 5

menit.

6. Periksa glukosa darah 1 jam dan 2 jam sesudah beban glukosa

3

Page 4: DM 1 Dgn Komplikasi Ketoasidosis

7. Selama pemeriksaan, pasien yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok.2,4

5. Keton urin

Keton dalam urin mengkonfirmasi lipolisis dan glukoneogenesis, yang lazim selama

periode kelaparan.

Dengan hiperglikemia dan glycosuria berat, ketonuria merupakan penanda

kekurangan insulin dan DKA potensial. 4

6. Analisa gas darah9

pH darah: 7,36-7,44 , HCO3- : 24-28 mEq/l , PaCO2: 35-45 mm Hg

III. Diagnosis

a. Working Diagnosis : Diabetes Melitus tipe 1 dengan Ketoasidosis

Diabetes tipe 1 atau juga diabetes mulai-juvenil, merupakan keadaan dimana

ditandainya dengan insulinopenia berat dan ketergantungan pada insulin eksogen untuk

mencegah ketosis dan agar tetap hidup karenanya diabetes ini juga disebut diabetes

mellitus tergantung insulin.

Anak yang harus didiagnosis diabetes mellitusnya untuk tujuan praktis, dapat

dibagi menjadi tiga kategori umum:

1. Penderita yang memiliki riwayat yang mengesankan diabetes, terutama poliuria

dengan polidipsia dan kegagalan meningkatkan berat badan walaupun nafsu

makan tinggi

2. Mereka yang menderita glukosuria sementara atau menetap3. Mereka yang mempunya manifestasi klinis asidosis metabolic dengan atau tanpa

stupor atau koma.1

Diagnosis dapat ditegakan jika didapat salah satu dari gejala di bawah ini :

1. Adanya gejala yang klasik seperti poliuria, polifagi, polidipsi, dan ketonuria,

penurunan berat badan yang cepat disertai dengan kadar glukosa darh plas

>200mg/dl.

2. Pada individu asimtomatik, jika terdapat peningkatan kadar glukosa darah puasa

dan peningkatan kadar glukosa darah yang menetap selama dilakukan tes toleransi

glukosa oral (TTGO/OPGTT) yang dilakukan lebih dari 1 kali.4

4

Page 5: DM 1 Dgn Komplikasi Ketoasidosis

Ketosidosis diabetik harus dibedakan dari asidosis dan/atau koma karena sebab-

sebab lain; penyebab-penyebab ini meliputi hipoglikemia, uremia, gastroenteritis dengan

asidosis metabolic, asidosis laktat, intoksiskasi salisilat, ensefalitis, dan lesi intrakranium

lain.

Ketosidosis ada bila terdapat:

1. Gejala klasik DM dengan berat badan yang menurun dan dehidrasi.

2. Hiperglikemia (glukosa lebih dari 300 mg/DL)

3. Ketonemia (keton sangat positif pada lebih besar dari pengenceran serum 1;2)

4. Asidosis ( pH kurang dari 7,30 dan bikarbonat kurang dari 15 mEq/L)

5. Glukosuria dan Ketonuria 1

Klasifikasi KAD:

Tabel 1. Klasifikasi derajat KAD berdasarkan derajat asidosis5

Derajat KAD pH HCO3-

Ringan <7,3 <15 mEq/L

Sedang <7,2 <10 mEq/L

Berat <7,1 <5 mEq/L

Manifetasi Klinik

Gejala pada penderita diabetes klinis biasanya Nampak kelihatan pada waktu cadangan

sekresi insulin 20% atau kurang dari normal.

Perjalanan klinis DM tipe 1 terbagi atas:

1. Fase Inisial

Dimulai saat timbulnya gejala sampai dengan ditegakkan diagnosis. Fase ini

sering didahului oleh infeksi, goncangan emosi maupun trauma fisik.

2. Fase Penyembuhan

Fase setelah beberapa hari diberikan pengobatan. Keadaan akut penyakit ini telah

teratasi dan sudah terdapat sensitivitas jaringan terhadap insulin.

5

Page 6: DM 1 Dgn Komplikasi Ketoasidosis

3. Fase Remisi (Honeymoon period)

Fase ini khas pada penyandang DM tipe 1. Pada saat ini, kebutuhan insulin

menurun sehingga dapat terjadi hipoglikemia bila insulin tidak disesuaikan. Bila dengan

dosis insulin 0.1 IU/kg BB masih menyebabkan hipoglikemia maka pemberian insulin

harus dihentikan. Pada fase ini perlu observasi dan pemeriksaan urin reduksi secara

teratur untuk memantau keadaan penyakitnya. Fase ini berlangsung selama beberapa

minggu sampai beberapa bulan. Diperlukan penyuluhan pada penyandang DM atau

orangtua bahwa fase ini bukan berarti penyembuhan penyakitnya.

4. Fase Intensifikasi

Fase ini timbul 16-18 bulan setelah diagnosis ditegakan. Pada fase ini terjadi

kekurangan insulin endogen.

Gejala ketoasidosis

Gejala-gejala ini meliputi gejala klasik DM berupa poliuria, polidipsi, polifagi serta

penurunan berat badan.

Dehidrasi berat

Lemas

Pandangan kabur

Bau keton

Asidosis pernafasan (yaitu, Kussmaul respirasi), yang menyamar sebagai

gangguan pernapasan

Sakit perut

Muntah

Mengantuk dan koma

IV. Etiologi

Insulin Dependen Diabetes Melitus (IDDM) atau diabetes melitus tergantung

insulin disebabkan oleh destruksi sel B pulau langerhans akibat proses autoimun.

6

Page 7: DM 1 Dgn Komplikasi Ketoasidosis

Sedangkan non insulin dependen diabetik melitus (NIDDM) atau diabetes melitus tidak

tergantung insulin disebabkan kegagalan relatif sel B dan resistensi insulin. Resistensu

insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh

jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh hati. Sel B tidak mampu

mengimbangi resistensi insulin ini sepenuhnya. Artinya terjadi defisiensi relatif insulin.

Ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya sekresi insulin pada perangsangan sekresi

insulin, berarti sel B pankreas mengalami desensitisasi terhadap glukosa.

Ketoasidosis diabetik dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu akibat

hiperglikemia dan akibat ketosis, yang sering dicetuskan oleh faktor-faktor :1,5

1. Infeksi

2. Stress fisik / trauma dan emosional; respons hormonal terhadap stress mendorong

peningkatan proses katabolic.

3. Penghentian terapi insulin atau terapi insulin yang tidak adekuat

4. Obat-obatan seperti kortikosteroi dosis tinggi , antipsikotik,imunosupressan.

Faktor resiko yang meningkatkan terjadinya KAD pada DM tipe I adalah : 1,7

1. Penderita dengan kontrol metabolik yang buruk atau telah mengalami KAD

sebelumnya

2. Penderita baru DM tipe I usia muda (<5 tahun)

3. Pubertas dan remaja putri , anak- anak dengan gangguan psikatri (termasuk

gangguan pola makan)

4. Status sosial ekonomi yang rendah

V. Epidemiologi

Survei di Amerika Serikat menunjukkan bahwa prevalensi diabetes pada anak

umur sekolah adalah pada anak umur sekolah adalah sekitar 1,9 dalam 1000. Namun,

frekuensinya sangat berkorelasi dengan meningkatnya usia. Pada negro Amerika kejadian

diabetes mellitus tergantung-insulin telah dilaporkan hanya 20-30% dari diabetes

terngantung-insulin yang ditemukan pada kulit putih Amerika, meskipun kejadian ini

dapat sampai dua pertiga. Laki-laki dan wanita hamper secara sama terkena; tidak ada

korelasi yang nyata terhadap status sosioekonomi. Puncaknya terjadi pada dua kelompok

7

Page 8: DM 1 Dgn Komplikasi Ketoasidosis

usia; pada usia 5-7 tahun dan pada masa pubertas. Puncak pertama sesuai dengan waktu

meningkatnya pemajanan terhadap agen infeksi yang terjadi bersamaan dengan tahun

ajaran sekolah ; sedangkan yang kedua sesuai dengan pertumbuhan cepat pubertas yang

diinduksi oleh steroid gonad dan sekresi hormone pertumbuhan pubertas yang meningkat,

yang mengantagonis kerja insulin, dan karena stress emosi yang menyertai pubertas.

Angka kejadian KAD saat awitan DM adalah sebesar 15-67% di Eropa dan

Amerika Utara dan lebih tinggi lagi di negara sedang berkembang. KAD saat awitan DM

tipe 1 lebih sering ditemuka pada anak yang lebih muda (usia < 4 tahun), anak tanpa

riwayat keluarga DM dan anak dari tingkat sosial ekonomi yang lebih rendah. Insidens

KAD pada anak yang sudah terdiagnosis DM tipe 1 sebesar 1-10% per pasien setiap

tahunnya. 1,5

VI. Patofisiologi

Diabetes Mellitus tipe 1

Kerusakan sel beta pankreas akibat proses autoimun menyebabkan terjadinya

defisiensi insulin. Insulin sangat penting untuk proses karbohidrat, lemak, dan protein.

Insulin menurunkan kadar glukosa darah dengan memungkinkan glukosa untuk

memasuki sel-sel otot dan dengan merangsang konversi glukosa menjadi glikogen

(glycogenesis) sebagai toko karbohidrat. Insulin juga menghambat pelepasan glukosa

yang disimpan dari glikogen hati (glikogenolisis) dan memperlambat pemecahan lemak

menjadi trigliserida, asam lemak bebas, dan keton. Hal ini juga merangsang penyimpanan

lemak. Selain itu, insulin menghambat pemecahan protein dan lemak untuk produksi

glukosa (glukoneogenesis) di kedua hati dan ginjal. 1,3,7

Hiperglikemia (yakni, kadar glukosa darah acak lebih dari 200 mg / dL atau 11

mmol / L) hasil ketika kekurangan insulin mengarah ke tanpa hambatan glukoneogenesis

dan mencegah penggunaan dan penyimpanan glukosa beredar. Ginjal tidak dapat

menyerap kembali kelebihan beban glukosa, menyebabkan glycosuria, diuresis osmotik,

haus, dan dehidrasi . 1, 4,7

Ketoasidosis diabetikum

Manifestasi yang berkembang ini terutama dehidrasi, merupakan stress fisiologis,

mengakibatkan hipersekresi epinefrin, glukagon, kortisol yang menyebabkan kekacauan

8

Page 9: DM 1 Dgn Komplikasi Ketoasidosis

metabolic. Kombinasi defisiensi insulin dan peningkatan nilai plasma hormone kontra-

regulator yang juga menyebabkan lipolisis yang dipercepat dan sintesis lipid yang

terganggu meningkatkan kadar lipid total, kolesterol, trigliserid, dan asam lemak bebas

plasma. Peningkatan lemak dan pemecahan protein menyebabkan kehilangan produksi

keton(terutama β hidroksibutirat dan asetoasetat) dan berat. Akumulasi asam keton

menyebabkan terjadinya asidosis metabolic dan pernapasan cepat dalam (pernapasan

Kussmaul) sebagai kompensatoir. Aseton, yang dibentuk oleh konversi asetoasetat non

enzimatis. Kemudian keton diekskresikan dalam urin yang membuat meningkatkan lebih

lanjut kehilangan air. Pada dehidrasi yang progresif, asidosis, hiperosmolalitas dan

penurunan penggunaan oksigen otak, kesadaran kemudia akan menjadi terganggu dan

akhirnya koma. Tanpa insulin, seorang anak dengan diabetes mellitus tipe 1 semakin

parah dan akhirnya meninggal karena diabetes ketoasidosis (DKA) . 1,2,7

Gambar 1. Skema patofisologi DM tipe 17

VII. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan DM tipe 1 menurut Sperling dibagi dalam 3 fase yaitu :

1. Fase akut/ketoasidosis

9

Page 10: DM 1 Dgn Komplikasi Ketoasidosis

Koma dan dehidrasi dengan pemberian cairan, memperbaiki keseimbangan asam

basa, elektrolit dan pemakaian insulin.

2. Fase subakut/ transisi

Bertujuan mengobati faktor-faktor pencetus, misalnya infeksi, dll, stabilisasi

penyakit dengan insulin, menyusun pola diet, dan penyuluhan kepada

penyandang DM/keluarga mengenai pentignya pemantauan penyakitnya secara

teratur dengan pemantauan glukosa darah, urin, pemakaian insulin dan

komplikasinya serta perencanaan diet dan latihan jasmani.

3. Fase pemeliharaan

Pada fase ini tujuan utamanya ialah untuk mempertahankan status metabolik

dalam batas normal serta mencegah terjadinya komplikasi

Untuk itu WHO mengemukakan beberapa sasaran yang ingin dicapai dalam

penatalaksanaan penyandang DM tipe 1, diantaranya :

1. Bebas dari gejala penyakit

2. Dapat menikmati kehidupan sosial sepenuhmya

3. Dapat terhindar dari komplikasi penyakitnya

Pada anak, ada beberapa tujuan khusus dalam penatalaksanaannya, yaitu diusahakan

supaya anak-anak :

1. Dapat tumbuh dan berkembang secara optimal

2. Mengalami perkembangan emosional yang normal

3. Mampu mempertahankan kadar glukosuria atau kadar glukosa darah serendah

mungkin tanpa menimbulkan gejala hipoglikemia

4. Tidak absen dari sekolah akibat penyakit dan mampu berpartisipasi dalam

kegiatan fisik maupun sosial yang ada

5. Penyakitnya tidak dimanipulasi oleh penyandang DM, keluarga, maupun oleh

lingkungan

6. Mampu memberikan tanggung jawab kepada penyandang DM untuk mengurus

dirinya sendiri sesuai dengan taraf usia dan intelegensinya

Keadaan ideal yang ingin dicapai ialah penyandang DM tipe 1 dalam keadaan

asimtomatik, aktif, sehat, seimbang, dan dapat berpartisipasi dalam semua kegiatan sosial

10

Page 11: DM 1 Dgn Komplikasi Ketoasidosis

yang diinginkannya serta mampu menghilangkan rasa takut terhadap terjadinya

komplikasi. Sasaran-sasaran ini dapat dicapai oleh sebagian besar penyandang DM

maupun keluarganya jika mereka memahami penyakitnya dan prinsip-prinsip

penatalaksanaan diabetes.

Untuk mencapai tujuan ini penatalaksanaan dibagi menjadi :

1. Pemberian insulin

2. Penatalaksanaan dietetik

3. Latihan jasmani

4. Edukasi

5. Home monitoring (pemantauan mandiri )

Insulin

Terdapat berbagai jenis insulin, dilihat dari kerjanya insulin ini bisa dibagi

menjadi kerja pendek, menengah dan panjang. Insulin kerja panjang jarang digunakan

pada DM tipe 1.

Dosis insulin yang diberikan pada anak bervariasi dari satu anak kepada anak

yang lainnya, sedangkan dosis yang dibutuhkan rata-rata berkisar antara 0,7 – 1,0

U/kgBB/hari. Dosis insulin ini berkurang sedikit pada waktu remisi dan kemudian

meningkat pada saat pubertas.

Insulin diberikan secara subkutan 15-20 menit sebelum makan pagi, siang atau

sebelum makan malam. Pemberian injeksi insulin ini dilakukan sebanyak 2 atau 3 injeksi

perhari. Kadang-kadang dengan pemberian 1 kali injeksi perhari dengan kombinasi

pengaturan diet..

Pada saat permulaan pengobatan insulin diberikan sebanyak 3-4 kali injeksi

perhari berupa insulin kerja pendek, oleh karena disini kita masih dalam taraf

penyesuaian dan pencarian dosis optimal. Kemudian bila dosis optimal dapat diperoleh

baru kita usahakan untuk mengurangi jumlah suntikan menjadi 2 kali dengan

menggunakan insulin kerja menengah, atau kombinasi insulin kerja pendek dengan

menengah., atau kombinasi insulin kerja pendek dengan menengah. Suntikan insulin

dapat dilakukan di paha, lengan atas, atau sekitar umbilicus secara bergantian.

11

Page 12: DM 1 Dgn Komplikasi Ketoasidosis

Dietetik

Jumlah kalori = [1000+ (usia dalam tahun x 100)] kilo kalori, dengan komposisi

55-60% karbohidrat, 15-20% protein, dan 25-30% lemak. Porsi makan diatur 3x/hari,

yaitu 20% makan pagi, 20% makan siang, dan 30% makan malam. Diantara makan dan

sebelum tidur diberikan makanan ringan/snack masing-masing 10%.

Latihan Jasmani

Dapat menurunkan kadar glukosa darah yang berlangsung sampai beberapa waktu pasca

olahraga. Latihan jasmani membantu kerja metabolisme tubuh sehingga dapat

mengurangi kebutuhan insulin. Sensitivitas insulin terhadap jaringan menjadi meningkat

Edukasi

Harus dilakukan secara kontinyu, yaitu menyangkut masalah penyakit DM secara

umum, pemberian insulin, pengaturan makanan, pentingnya olah raga, pemantauan

glukosa darah/urin di rumah , pengenalan gejala hiperglikemia, serta tindakan darurat

untuk mengatasinya.

“Home Monitoring”

Dengan adanya control metabolisme yang baik akan mengurangi terjadinya

komplikasi. Tujuan utama pengobatan penyandang DM adalah agar sedapat mungkin

mencapai tingkat metabolisme mendekati normal.

Ada beberapa criteria untuk menyatakan kendali yang baik, yaitu:

1. Tidak terdapat atau minimal glukosuria

2. Tidak terdapat ketonuria

3. Tidak ada ketoasidosis

4. Jarang sekali terjadi hipoglikemia

5. Glukosa pp normal

6. A1C normal

7. Sosialisasi baik

8. Pertumbuhan dan perkembangan anak normal

12

Page 13: DM 1 Dgn Komplikasi Ketoasidosis

9. Tidak terdapat komplikasi

Terapi KAD

Perawatan sebaiknya diruang intensif (pada KAD berat, balita sering disertai gangguan

konduksi jantung)

Resusitasi cairan

Syok-> larutan NaCl 0,9% 10-20 mL/kgbb dalam 1 jam pertama.

Bila masih syok -> diulang 1 jam atau plasma ekspander (albumin/hemasel) 10 mL/kgbb

selama 30 menit.

Rehidrasi

Pemberian cairan harus tepat dalam hal osmolaritas dan jumlah cairan, serta kecepatan

pemberiannya. Sebaiknya diberikan cairan isotonis secara hati-hati dengan tujuan dapat

mengoreksi deficit cairan/ elektrolit dalam waktu 36-48 jam. Makin berat kekacauan

metabolic dan makin tinggi osmolaritas darah (> 320 mOsm/kgbb) -> makin lambat

rehidrasinya.

Tentukan kebutuhan cairan, yaitu besarnya deficit, cairan rumatan, concomitant loss,

maupun keseimbangan elektrolit

Kebutuhan cairan rumatan

2-6 th : 100 ml/kgBB/hr

7-10 th: 80 mL/kgBB/hr

>10 th: 60 mL/kgBB/hr

Cara rehidrasi cairan:

50% deficit diberikan dalam 12 jam pertama

50% sisanya + cairan rumatan + concomitant loss diberikan 24-36 jam berikutnya.

Bila penderita syok, rehidrasi cairan dilakukan setelah syok teratasi.

Insulin

13

Page 14: DM 1 Dgn Komplikasi Ketoasidosis

Untuk menghentikan katabolisme abnormal dan mengembalikan ke metabolisme normal

secara bertahap dan terkontrol dipergunakan RI(Regular Insulin).

Persiapan infus insulin:

50 U+ 500 mL NaCl 0,9% -> 10 mL larutan mengandung 1 U insulin atau

20 U+ 100 mL NaCl 0,9% -> 5 mL larutan mengandung 1 U insulin

Infus insulin dimulai 0,05- 0,1 U/kgBB/jam dengan tujuan untuk menurunkan glukosa

darah 100 mg/dL/jam. Bila kadar glukosa darah sudah mencapai 250 mg/dL tapi asidosis

belum teratasi -> infuse dikurangi setengahnya, kemudian ditambahkan larutan dekstrosa

5% ke dalam NaCl 0,45%. Selanjutnya kecepatan infuse insulin diatur agar mampu

mempertahankan kadar glukosa darah antara 90-180 mg/dL.

Bila anak sudah bisa makan, glukosa darah < 250 mg/dL, pH lebih atau sama dengan 7,3

dan bikarbonat plasma > 15 mEq/L, insulin IV diganti dengan cara SK ½ jam sebelum

makan, dimulai dengan dosis 0,25 U/kgBB setiap 6 jam.

Koreksi elektrolit

Na

Kadar Na yang sebenarnya pada saat diagnosis KAD tergantung dari kadar gula dan lipid

darah. Hiperglikemia dan hiperlipidemia yang terjadi pada KAD, akan menekan kadar Na

darah sehingga secara laboratories akan terlihat hiponatremia. Pada situasi tersebut harus

dilakukan koreksi agar dapat diketahui kadar Na yang sesungguhnya, yaitu dengan

menggunakan rumus : (Na darah dalam mEq/L)

[Na+ ] sesungguhnya = {[Na+] di dapat + 2,75 (gula darah -100)/100}

Kalium

Meskipun K plasma normal/sedikit meningkat, sesungguhnya total K tubuh menurun

akibat diuresis osmotic, asidosis metabolic, glikogenolisis meningkat, dan muntah.

Kalium mulai diberikan setelah pemberian insulin dimulai (setelah 1 jam rehidrasi). Pada

14

Page 15: DM 1 Dgn Komplikasi Ketoasidosis

dehidrasi pemberian KCl 20-40 mEq/L dan bisa dinaikkan bila K< 3,5 mEq/L. Kecepatan

pemberian tidak boleh melebihi 40 mEq/jam atau 0,3 mEq/kg/jam.

Bikarbonat

Untuk mengatasi asidosis(hanya pada asidosis berat), bila pH<7,1 dan atau bikarbonat <

10 mEq/L, diberikan Na bikarbonat dengan tujuan untuk mencapai bikarbonat 15 mEq/L.

Pemberian bikarbonat pada keadaaan asidosis yang tidak berat masih controversial

dimana ada penelitian pemberian bikarbonat tidak bermanfaat secara klinis dalam terapi

KAD.

Cara menghitung pemberian bikarbonat

= 0,3 (15-bikarbonat yang didapat) x bb.

VIII.Prognosis

Diabetes mellitus merupakan penyakit seumur hidup(kronik). Dengan control

gula darah yang baik, anak dapat tumbuh dan berkembang seperti anak normal.

Managemen terhadap DM yang baik akan mengurangi kemungkinan timbulnya penyulit

karena penyulit DM yang akan memperburuk keadaan dari siapa pun yang menderita

DM. 1-8

IX. Komplikasi

Komplikasi KAD meliputi hipoglikemia, hipokalemia, hiperglikemia sekunder

akibat penghentian insulin intravena sebelum diberikan insulin subkutan. Komplikasi lain

adalah edema serebri. Edema serebri merupakan komplikasi yang jarang tetapi dapat

berakibat fatal. Patofisiologi edema serebri sangat kompleks. Beberapa teori yang

mendasari terjadinya edema serebri. Faktor risiko terjadinya edema serebri meliputi

meningkatnya konsentrasi natrium serum selama terapi KAD, asidosis berat, pCO2 yang

rendah dan meningkatnya serum urea nitrogen.5

X. Pencegahan

Sebelum diagnosis DM

Diagnosis lebih dini pada anak yang berisiko tinggi menderita DM tipe 1 dengan

skrining genetic dan imunologis dapat mengurangi kejadian KAD pada penderita DM

15

Page 16: DM 1 Dgn Komplikasi Ketoasidosis

baru. Meningkatnya kewaspadaan keluarga dengan adanya anggota keluarga yang

menderita DM tipe 1 juga mengurangi resiko timbulnya KAD. Memberikan penerangan

dan pendidikan kepada masyarakat lua mengenai gejala dan tanda DM memungkinkan

dilakukan diagnosis dini DM pada anak usia < 5 tahun untuk mencegah salah diagnosis.

Setelah diagnosis DM

Pada semua pasien DM perlu diberikan pendidikan dan penanganan secara

komprehensif dan sebaiknya tersedia akses 24 jam terhadap Puast Diabetes. Pasien dan

keluarga harus diajarkan untuk memeriksa keton darah, pemberian insulin, mengukur

suhu tubuh , frekuensi nadi dan frekuensi napas bila kadar gula darah lebih dari 300

mg/dL.

7 Hal praktis yang dapat dilakukan adalah:1,8,9

1. Menjamin agar jangan sampai terjadi defisiensi insulin (tidak menghentikan

pemberian insulin, manajemen insulin yang tepat disaat sakit).

2. Menghindari stress

3. Mencegah dehidrasi.

4. Mengobati infeksi secara adekuat.

5. Melakukan pemantauan kadar gula darah/keton secara mandiri

6. Menghindari puasa yang berkepanjangan

DAFTAR PUSTAKA

16

Page 17: DM 1 Dgn Komplikasi Ketoasidosis

1. Garna H, Nataprawira HMD. Diabetes mellitus. Pedoman diagnosis dan terapi

ilmu kesehatan anak. Edisi ke-3. Bandung: Bagian ilmu kesehatan anak FK

Universitas Padjajaran; 2005. h. 549-533.

2. Garna H, Nataprawira HMD. Ketoasidosis diabetikum. Pedoman diagnosis dan

terapi ilmu kesehatan anak. Edisi ke-3. Bandung: Bagian ilmu kesehatan anak FK

Universitas Padjajaran; 2005. h. 555-561.

3. Kee JL. Pedoman pemeriksaan laboratorium dan diagnostic. Edisi ke-6. Jakarta:

EGC; 2007.

4. Kliegman RM, Behrman RE, Arvin, et all. Diabetes mellitus. Ilmu kesehatan anak

Nelson. Edisi 15. Volume 3. Jakarta: EGC; 2000; h. 2005-2028

5. Wahab AS, Pendit BU, Sugiarto, et all. Ketoasidosis diabetes. Buku ajar pediatric

Rudolph. Edisi 20. Volume 3 Jakarta: EGC; 2006; h. 1987-2003.

6. Soegondo S, Soewondo P, Subekti I. 2005. Penatalaksanaan Diabetes Melitus

Terpadu. Jakarta : Balai Penerbit FKUI

7. Lavin, Norman. Manual of endocrinology and metabolism.Diabetic

ketoasidodi.Edisi 4.Baltimore : Philadelphia;2009 h 617

8. Mansjoer arif et al.Kapita Selekta Kedoteran,Ketoasidosis metabok.Jilid I.Jakarta

: Media Aesculapius.2000;h 580

9. Behrman, Kliegman, Nelson. Ilmu kesehatan Anak.Vol 3.Sistem

endokrin.Jakarta : EGC.2000; h 2012-21

17