dm 1 dgn komplikasi ketoasidosis
DESCRIPTION
DiabetesTRANSCRIPT
Diabetes Melitus tipe 1 dengan
Ketoasidosis
Advendila M.Artz – 10.2008.052
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta Barat 11510
PENDAHULUAN
Diabetes melitus adalah sindrom yang disebabkan ketidakseimbangan antara
tuntunan dan suplai insulin. Sindrom ditandai oleh hiperglikemi dan berkaitan dengan
abnormalitas metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Abnormalitas metabolik ini
mengarah pada perkembangan bentuk spesifik komplikasi ginjal, okular, neurologik dan
kardiovaskuler.
Insulin merupakan komponen vital dalam metabolisme karbohidrat, lemak, dan
protein. Insulin menurunkan kadar glukosa darah dengan cara memfasilitasi masuknya
glukosa ke dalam sel, terutama otot serta mengkonversi glukosa menjadi glikogen
(glikogenesis) sebagai cadangan energi. Insulin juga menghambat pelepasan glukosa dari
glikogen hepar (glikogenolisis) dan memperlambat pemecahan lemak menjadi
trigliserida, asam lemak bebas, dan keton. Selain itu, insulin juga menghambat
pemecahan protein dan lemak untuk memproduksi glukosa (glukoneogenesis) di hepar
dan ginjal.
Defisiensi insulin yang dibiarkan akan menyebabkan tertumpuknya glukosa di
darah dan terjadinya glukoneogenesis terus-menerus sehingga menyebabkan kadar gula
darah sewaktu (GDS) meningkat drastis.1 Batas nilai GDS yang sudah dikategorikan
sebagai diabetes mellitus ialah 200 mg/dl atau 11 mmol/l. Kurang dari itu dikategorikan
normal, sedangkan angka yang lebih dari itu dites dulu dengan Tes Toleransi Glukosa
Oral (TTGO) untuk menentukan benar-benar IDDM (Insulin Dependent Diabetes
Mellitus) atau kategori yang tidak toleran terhadap glukosa.
1
I. Anamnesis
Anamnesa merupakan suatu bentuk wawancara antara dokter dan pasien /
keluarganya / orang yang mempunyai hubungan dekat dengan pasien dengan
memperhatikan petunjuk-petunjuk verbal dan non verbal mengenai riwayat penyakit
pasien. Pada penderita anak biasanya dilakukan alo-anamnesa dimana orang tua atau
wakil dari pasien yang akan membantu menjelaskan tentang riwayat sakit pasien.
Ada beberapa hal yang harus ditanyakan dalam mencari atau mengevaluasi
penyakit Diabetes Mellitus pada anak?
- Apakah mengalami poliuria (kencing menjadi sering dan banyak)?
- Apakah mengalami polidipsia (merasa haus terus)?
- Apakah mengalami polifagia (rasa lapar terus menerus)?
- Apakah mengalami penurunan berat badan?
- Apakah suka mengantuk? 1,2
II. Pemeriksaan
a. Pemeriksaan Fisik
1. Hambatan pertumbuhan
2. Maturitas kelamin dapat terganggu pada anak yang menginjak remaja
3. Tanda-tanda dehidrasi dan asidosis metabolic (pada anak yang mengalami
ketoasidosis diabetic) 1,2
b. Pemeriksaan Penunjang
1. Glukosa Urin
Sebuah tes urine positif glukosa menunjukkan tetapi tidak diagnostik untuk tipe 1
diabetes mellitus (T1DM). Diagnosis harus dikonfirmasi dengan hasil tes menunjukkan
kadar glukosa darah tinggi. 3
2. Glukosa Darah
Selain transient penyakit yang disebabkan atau stres akibat hiperglikemia,
keseluruhan-konsentrasi glukosa darah acak lebih dari 200 mg / dL (11 mmol / L) adalah
diagnostik untuk diabetes, seperti keseluruhan-konsentrasi glukosa darah puasa yang
2
melebihi 120 mg / dL (7 mmol / L).. Dengan tidak adanya gejala, dokter harus
mengkonfirmasi hasil ini pada hari yang berbeda. Kebanyakan anak dengan diabetes
terdeteksi karena gejala memiliki tingkat glukosa darah minimal 250 mg / dL (14 mmol /
L).
Tes glukosa darah menggunakan sampel darah kapiler, reagen tongkat, dan meter
glukosa darah adalah metode biasa untuk pemantauan pengendalian diabetes sehari-hari.3
3. Hemoglobin terglikasi
Derivatif hemoglobin glikosilasi (HbA1a, HbA1b, HbA1c) merupakan hasil dari
reaksi nonenzimatik antara glukosa dan hemoglobin.. Persentase HbA1c lebih sering
diukur. Nilai normal bervariasi sesuai dengan metode laboratorium yang digunakan,
tetapi anak-anak nondiabetes umumnya memiliki nilai-nilai dalam kisaran rendah normal.
Pada diagnosis, diabetes anak-anak agaknya mendapatkan hasil di atas batas atas dari
kisaran referensi.
Pengukuran kadar HbA1c adalah metode terbaik untuk jangka menengah untuk
pemantauan jangka panjang pengendalian diabetes.
Komite ahli internasional yang terdiri dari wakil-wakil yang ditunjuk dari
American Diabetes Association, Asosiasi Eropa untuk Studi Diabetes, dan lain-lain
merekomendasikan tes HbA1c untuk mendiagnosa diabetes mellitus. Komite
rekomendasi untuk diabetes diagnosis tingkat HbA1c sebesar 6,5% atau lebih tinggi,
dengan konfirmasi dari tes ulang (kecuali gejala klinis hadir dan tingkat glukosa> 200 mg
/ dL). 3,4
4. TTGO
Cara pemeriksaan TTGO adalah :
1. Tiga hari sebelum pemeriksaan pasien makan seperti biasa
2. Kegiatan jasmani sementara cukup, tidak terlalu banyak.
3. Pasien puasa semalam selama 10-12 jam.
4. Periksa glukosa darah
5. Berikan glukosa 75g yang dilarutkan dalam air 250 ml, lalu minum dalam waktu 5
menit.
6. Periksa glukosa darah 1 jam dan 2 jam sesudah beban glukosa
3
7. Selama pemeriksaan, pasien yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok.2,4
5. Keton urin
Keton dalam urin mengkonfirmasi lipolisis dan glukoneogenesis, yang lazim selama
periode kelaparan.
Dengan hiperglikemia dan glycosuria berat, ketonuria merupakan penanda
kekurangan insulin dan DKA potensial. 4
6. Analisa gas darah9
pH darah: 7,36-7,44 , HCO3- : 24-28 mEq/l , PaCO2: 35-45 mm Hg
III. Diagnosis
a. Working Diagnosis : Diabetes Melitus tipe 1 dengan Ketoasidosis
Diabetes tipe 1 atau juga diabetes mulai-juvenil, merupakan keadaan dimana
ditandainya dengan insulinopenia berat dan ketergantungan pada insulin eksogen untuk
mencegah ketosis dan agar tetap hidup karenanya diabetes ini juga disebut diabetes
mellitus tergantung insulin.
Anak yang harus didiagnosis diabetes mellitusnya untuk tujuan praktis, dapat
dibagi menjadi tiga kategori umum:
1. Penderita yang memiliki riwayat yang mengesankan diabetes, terutama poliuria
dengan polidipsia dan kegagalan meningkatkan berat badan walaupun nafsu
makan tinggi
2. Mereka yang menderita glukosuria sementara atau menetap3. Mereka yang mempunya manifestasi klinis asidosis metabolic dengan atau tanpa
stupor atau koma.1
Diagnosis dapat ditegakan jika didapat salah satu dari gejala di bawah ini :
1. Adanya gejala yang klasik seperti poliuria, polifagi, polidipsi, dan ketonuria,
penurunan berat badan yang cepat disertai dengan kadar glukosa darh plas
>200mg/dl.
2. Pada individu asimtomatik, jika terdapat peningkatan kadar glukosa darah puasa
dan peningkatan kadar glukosa darah yang menetap selama dilakukan tes toleransi
glukosa oral (TTGO/OPGTT) yang dilakukan lebih dari 1 kali.4
4
Ketosidosis diabetik harus dibedakan dari asidosis dan/atau koma karena sebab-
sebab lain; penyebab-penyebab ini meliputi hipoglikemia, uremia, gastroenteritis dengan
asidosis metabolic, asidosis laktat, intoksiskasi salisilat, ensefalitis, dan lesi intrakranium
lain.
Ketosidosis ada bila terdapat:
1. Gejala klasik DM dengan berat badan yang menurun dan dehidrasi.
2. Hiperglikemia (glukosa lebih dari 300 mg/DL)
3. Ketonemia (keton sangat positif pada lebih besar dari pengenceran serum 1;2)
4. Asidosis ( pH kurang dari 7,30 dan bikarbonat kurang dari 15 mEq/L)
5. Glukosuria dan Ketonuria 1
Klasifikasi KAD:
Tabel 1. Klasifikasi derajat KAD berdasarkan derajat asidosis5
Derajat KAD pH HCO3-
Ringan <7,3 <15 mEq/L
Sedang <7,2 <10 mEq/L
Berat <7,1 <5 mEq/L
Manifetasi Klinik
Gejala pada penderita diabetes klinis biasanya Nampak kelihatan pada waktu cadangan
sekresi insulin 20% atau kurang dari normal.
Perjalanan klinis DM tipe 1 terbagi atas:
1. Fase Inisial
Dimulai saat timbulnya gejala sampai dengan ditegakkan diagnosis. Fase ini
sering didahului oleh infeksi, goncangan emosi maupun trauma fisik.
2. Fase Penyembuhan
Fase setelah beberapa hari diberikan pengobatan. Keadaan akut penyakit ini telah
teratasi dan sudah terdapat sensitivitas jaringan terhadap insulin.
5
3. Fase Remisi (Honeymoon period)
Fase ini khas pada penyandang DM tipe 1. Pada saat ini, kebutuhan insulin
menurun sehingga dapat terjadi hipoglikemia bila insulin tidak disesuaikan. Bila dengan
dosis insulin 0.1 IU/kg BB masih menyebabkan hipoglikemia maka pemberian insulin
harus dihentikan. Pada fase ini perlu observasi dan pemeriksaan urin reduksi secara
teratur untuk memantau keadaan penyakitnya. Fase ini berlangsung selama beberapa
minggu sampai beberapa bulan. Diperlukan penyuluhan pada penyandang DM atau
orangtua bahwa fase ini bukan berarti penyembuhan penyakitnya.
4. Fase Intensifikasi
Fase ini timbul 16-18 bulan setelah diagnosis ditegakan. Pada fase ini terjadi
kekurangan insulin endogen.
Gejala ketoasidosis
Gejala-gejala ini meliputi gejala klasik DM berupa poliuria, polidipsi, polifagi serta
penurunan berat badan.
Dehidrasi berat
Lemas
Pandangan kabur
Bau keton
Asidosis pernafasan (yaitu, Kussmaul respirasi), yang menyamar sebagai
gangguan pernapasan
Sakit perut
Muntah
Mengantuk dan koma
IV. Etiologi
Insulin Dependen Diabetes Melitus (IDDM) atau diabetes melitus tergantung
insulin disebabkan oleh destruksi sel B pulau langerhans akibat proses autoimun.
6
Sedangkan non insulin dependen diabetik melitus (NIDDM) atau diabetes melitus tidak
tergantung insulin disebabkan kegagalan relatif sel B dan resistensi insulin. Resistensu
insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh
jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh hati. Sel B tidak mampu
mengimbangi resistensi insulin ini sepenuhnya. Artinya terjadi defisiensi relatif insulin.
Ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya sekresi insulin pada perangsangan sekresi
insulin, berarti sel B pankreas mengalami desensitisasi terhadap glukosa.
Ketoasidosis diabetik dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu akibat
hiperglikemia dan akibat ketosis, yang sering dicetuskan oleh faktor-faktor :1,5
1. Infeksi
2. Stress fisik / trauma dan emosional; respons hormonal terhadap stress mendorong
peningkatan proses katabolic.
3. Penghentian terapi insulin atau terapi insulin yang tidak adekuat
4. Obat-obatan seperti kortikosteroi dosis tinggi , antipsikotik,imunosupressan.
Faktor resiko yang meningkatkan terjadinya KAD pada DM tipe I adalah : 1,7
1. Penderita dengan kontrol metabolik yang buruk atau telah mengalami KAD
sebelumnya
2. Penderita baru DM tipe I usia muda (<5 tahun)
3. Pubertas dan remaja putri , anak- anak dengan gangguan psikatri (termasuk
gangguan pola makan)
4. Status sosial ekonomi yang rendah
V. Epidemiologi
Survei di Amerika Serikat menunjukkan bahwa prevalensi diabetes pada anak
umur sekolah adalah pada anak umur sekolah adalah sekitar 1,9 dalam 1000. Namun,
frekuensinya sangat berkorelasi dengan meningkatnya usia. Pada negro Amerika kejadian
diabetes mellitus tergantung-insulin telah dilaporkan hanya 20-30% dari diabetes
terngantung-insulin yang ditemukan pada kulit putih Amerika, meskipun kejadian ini
dapat sampai dua pertiga. Laki-laki dan wanita hamper secara sama terkena; tidak ada
korelasi yang nyata terhadap status sosioekonomi. Puncaknya terjadi pada dua kelompok
7
usia; pada usia 5-7 tahun dan pada masa pubertas. Puncak pertama sesuai dengan waktu
meningkatnya pemajanan terhadap agen infeksi yang terjadi bersamaan dengan tahun
ajaran sekolah ; sedangkan yang kedua sesuai dengan pertumbuhan cepat pubertas yang
diinduksi oleh steroid gonad dan sekresi hormone pertumbuhan pubertas yang meningkat,
yang mengantagonis kerja insulin, dan karena stress emosi yang menyertai pubertas.
Angka kejadian KAD saat awitan DM adalah sebesar 15-67% di Eropa dan
Amerika Utara dan lebih tinggi lagi di negara sedang berkembang. KAD saat awitan DM
tipe 1 lebih sering ditemuka pada anak yang lebih muda (usia < 4 tahun), anak tanpa
riwayat keluarga DM dan anak dari tingkat sosial ekonomi yang lebih rendah. Insidens
KAD pada anak yang sudah terdiagnosis DM tipe 1 sebesar 1-10% per pasien setiap
tahunnya. 1,5
VI. Patofisiologi
Diabetes Mellitus tipe 1
Kerusakan sel beta pankreas akibat proses autoimun menyebabkan terjadinya
defisiensi insulin. Insulin sangat penting untuk proses karbohidrat, lemak, dan protein.
Insulin menurunkan kadar glukosa darah dengan memungkinkan glukosa untuk
memasuki sel-sel otot dan dengan merangsang konversi glukosa menjadi glikogen
(glycogenesis) sebagai toko karbohidrat. Insulin juga menghambat pelepasan glukosa
yang disimpan dari glikogen hati (glikogenolisis) dan memperlambat pemecahan lemak
menjadi trigliserida, asam lemak bebas, dan keton. Hal ini juga merangsang penyimpanan
lemak. Selain itu, insulin menghambat pemecahan protein dan lemak untuk produksi
glukosa (glukoneogenesis) di kedua hati dan ginjal. 1,3,7
Hiperglikemia (yakni, kadar glukosa darah acak lebih dari 200 mg / dL atau 11
mmol / L) hasil ketika kekurangan insulin mengarah ke tanpa hambatan glukoneogenesis
dan mencegah penggunaan dan penyimpanan glukosa beredar. Ginjal tidak dapat
menyerap kembali kelebihan beban glukosa, menyebabkan glycosuria, diuresis osmotik,
haus, dan dehidrasi . 1, 4,7
Ketoasidosis diabetikum
Manifestasi yang berkembang ini terutama dehidrasi, merupakan stress fisiologis,
mengakibatkan hipersekresi epinefrin, glukagon, kortisol yang menyebabkan kekacauan
8
metabolic. Kombinasi defisiensi insulin dan peningkatan nilai plasma hormone kontra-
regulator yang juga menyebabkan lipolisis yang dipercepat dan sintesis lipid yang
terganggu meningkatkan kadar lipid total, kolesterol, trigliserid, dan asam lemak bebas
plasma. Peningkatan lemak dan pemecahan protein menyebabkan kehilangan produksi
keton(terutama β hidroksibutirat dan asetoasetat) dan berat. Akumulasi asam keton
menyebabkan terjadinya asidosis metabolic dan pernapasan cepat dalam (pernapasan
Kussmaul) sebagai kompensatoir. Aseton, yang dibentuk oleh konversi asetoasetat non
enzimatis. Kemudian keton diekskresikan dalam urin yang membuat meningkatkan lebih
lanjut kehilangan air. Pada dehidrasi yang progresif, asidosis, hiperosmolalitas dan
penurunan penggunaan oksigen otak, kesadaran kemudia akan menjadi terganggu dan
akhirnya koma. Tanpa insulin, seorang anak dengan diabetes mellitus tipe 1 semakin
parah dan akhirnya meninggal karena diabetes ketoasidosis (DKA) . 1,2,7
Gambar 1. Skema patofisologi DM tipe 17
VII. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan DM tipe 1 menurut Sperling dibagi dalam 3 fase yaitu :
1. Fase akut/ketoasidosis
9
Koma dan dehidrasi dengan pemberian cairan, memperbaiki keseimbangan asam
basa, elektrolit dan pemakaian insulin.
2. Fase subakut/ transisi
Bertujuan mengobati faktor-faktor pencetus, misalnya infeksi, dll, stabilisasi
penyakit dengan insulin, menyusun pola diet, dan penyuluhan kepada
penyandang DM/keluarga mengenai pentignya pemantauan penyakitnya secara
teratur dengan pemantauan glukosa darah, urin, pemakaian insulin dan
komplikasinya serta perencanaan diet dan latihan jasmani.
3. Fase pemeliharaan
Pada fase ini tujuan utamanya ialah untuk mempertahankan status metabolik
dalam batas normal serta mencegah terjadinya komplikasi
Untuk itu WHO mengemukakan beberapa sasaran yang ingin dicapai dalam
penatalaksanaan penyandang DM tipe 1, diantaranya :
1. Bebas dari gejala penyakit
2. Dapat menikmati kehidupan sosial sepenuhmya
3. Dapat terhindar dari komplikasi penyakitnya
Pada anak, ada beberapa tujuan khusus dalam penatalaksanaannya, yaitu diusahakan
supaya anak-anak :
1. Dapat tumbuh dan berkembang secara optimal
2. Mengalami perkembangan emosional yang normal
3. Mampu mempertahankan kadar glukosuria atau kadar glukosa darah serendah
mungkin tanpa menimbulkan gejala hipoglikemia
4. Tidak absen dari sekolah akibat penyakit dan mampu berpartisipasi dalam
kegiatan fisik maupun sosial yang ada
5. Penyakitnya tidak dimanipulasi oleh penyandang DM, keluarga, maupun oleh
lingkungan
6. Mampu memberikan tanggung jawab kepada penyandang DM untuk mengurus
dirinya sendiri sesuai dengan taraf usia dan intelegensinya
Keadaan ideal yang ingin dicapai ialah penyandang DM tipe 1 dalam keadaan
asimtomatik, aktif, sehat, seimbang, dan dapat berpartisipasi dalam semua kegiatan sosial
10
yang diinginkannya serta mampu menghilangkan rasa takut terhadap terjadinya
komplikasi. Sasaran-sasaran ini dapat dicapai oleh sebagian besar penyandang DM
maupun keluarganya jika mereka memahami penyakitnya dan prinsip-prinsip
penatalaksanaan diabetes.
Untuk mencapai tujuan ini penatalaksanaan dibagi menjadi :
1. Pemberian insulin
2. Penatalaksanaan dietetik
3. Latihan jasmani
4. Edukasi
5. Home monitoring (pemantauan mandiri )
Insulin
Terdapat berbagai jenis insulin, dilihat dari kerjanya insulin ini bisa dibagi
menjadi kerja pendek, menengah dan panjang. Insulin kerja panjang jarang digunakan
pada DM tipe 1.
Dosis insulin yang diberikan pada anak bervariasi dari satu anak kepada anak
yang lainnya, sedangkan dosis yang dibutuhkan rata-rata berkisar antara 0,7 – 1,0
U/kgBB/hari. Dosis insulin ini berkurang sedikit pada waktu remisi dan kemudian
meningkat pada saat pubertas.
Insulin diberikan secara subkutan 15-20 menit sebelum makan pagi, siang atau
sebelum makan malam. Pemberian injeksi insulin ini dilakukan sebanyak 2 atau 3 injeksi
perhari. Kadang-kadang dengan pemberian 1 kali injeksi perhari dengan kombinasi
pengaturan diet..
Pada saat permulaan pengobatan insulin diberikan sebanyak 3-4 kali injeksi
perhari berupa insulin kerja pendek, oleh karena disini kita masih dalam taraf
penyesuaian dan pencarian dosis optimal. Kemudian bila dosis optimal dapat diperoleh
baru kita usahakan untuk mengurangi jumlah suntikan menjadi 2 kali dengan
menggunakan insulin kerja menengah, atau kombinasi insulin kerja pendek dengan
menengah., atau kombinasi insulin kerja pendek dengan menengah. Suntikan insulin
dapat dilakukan di paha, lengan atas, atau sekitar umbilicus secara bergantian.
11
Dietetik
Jumlah kalori = [1000+ (usia dalam tahun x 100)] kilo kalori, dengan komposisi
55-60% karbohidrat, 15-20% protein, dan 25-30% lemak. Porsi makan diatur 3x/hari,
yaitu 20% makan pagi, 20% makan siang, dan 30% makan malam. Diantara makan dan
sebelum tidur diberikan makanan ringan/snack masing-masing 10%.
Latihan Jasmani
Dapat menurunkan kadar glukosa darah yang berlangsung sampai beberapa waktu pasca
olahraga. Latihan jasmani membantu kerja metabolisme tubuh sehingga dapat
mengurangi kebutuhan insulin. Sensitivitas insulin terhadap jaringan menjadi meningkat
Edukasi
Harus dilakukan secara kontinyu, yaitu menyangkut masalah penyakit DM secara
umum, pemberian insulin, pengaturan makanan, pentingnya olah raga, pemantauan
glukosa darah/urin di rumah , pengenalan gejala hiperglikemia, serta tindakan darurat
untuk mengatasinya.
“Home Monitoring”
Dengan adanya control metabolisme yang baik akan mengurangi terjadinya
komplikasi. Tujuan utama pengobatan penyandang DM adalah agar sedapat mungkin
mencapai tingkat metabolisme mendekati normal.
Ada beberapa criteria untuk menyatakan kendali yang baik, yaitu:
1. Tidak terdapat atau minimal glukosuria
2. Tidak terdapat ketonuria
3. Tidak ada ketoasidosis
4. Jarang sekali terjadi hipoglikemia
5. Glukosa pp normal
6. A1C normal
7. Sosialisasi baik
8. Pertumbuhan dan perkembangan anak normal
12
9. Tidak terdapat komplikasi
Terapi KAD
Perawatan sebaiknya diruang intensif (pada KAD berat, balita sering disertai gangguan
konduksi jantung)
Resusitasi cairan
Syok-> larutan NaCl 0,9% 10-20 mL/kgbb dalam 1 jam pertama.
Bila masih syok -> diulang 1 jam atau plasma ekspander (albumin/hemasel) 10 mL/kgbb
selama 30 menit.
Rehidrasi
Pemberian cairan harus tepat dalam hal osmolaritas dan jumlah cairan, serta kecepatan
pemberiannya. Sebaiknya diberikan cairan isotonis secara hati-hati dengan tujuan dapat
mengoreksi deficit cairan/ elektrolit dalam waktu 36-48 jam. Makin berat kekacauan
metabolic dan makin tinggi osmolaritas darah (> 320 mOsm/kgbb) -> makin lambat
rehidrasinya.
Tentukan kebutuhan cairan, yaitu besarnya deficit, cairan rumatan, concomitant loss,
maupun keseimbangan elektrolit
Kebutuhan cairan rumatan
2-6 th : 100 ml/kgBB/hr
7-10 th: 80 mL/kgBB/hr
>10 th: 60 mL/kgBB/hr
Cara rehidrasi cairan:
50% deficit diberikan dalam 12 jam pertama
50% sisanya + cairan rumatan + concomitant loss diberikan 24-36 jam berikutnya.
Bila penderita syok, rehidrasi cairan dilakukan setelah syok teratasi.
Insulin
13
Untuk menghentikan katabolisme abnormal dan mengembalikan ke metabolisme normal
secara bertahap dan terkontrol dipergunakan RI(Regular Insulin).
Persiapan infus insulin:
50 U+ 500 mL NaCl 0,9% -> 10 mL larutan mengandung 1 U insulin atau
20 U+ 100 mL NaCl 0,9% -> 5 mL larutan mengandung 1 U insulin
Infus insulin dimulai 0,05- 0,1 U/kgBB/jam dengan tujuan untuk menurunkan glukosa
darah 100 mg/dL/jam. Bila kadar glukosa darah sudah mencapai 250 mg/dL tapi asidosis
belum teratasi -> infuse dikurangi setengahnya, kemudian ditambahkan larutan dekstrosa
5% ke dalam NaCl 0,45%. Selanjutnya kecepatan infuse insulin diatur agar mampu
mempertahankan kadar glukosa darah antara 90-180 mg/dL.
Bila anak sudah bisa makan, glukosa darah < 250 mg/dL, pH lebih atau sama dengan 7,3
dan bikarbonat plasma > 15 mEq/L, insulin IV diganti dengan cara SK ½ jam sebelum
makan, dimulai dengan dosis 0,25 U/kgBB setiap 6 jam.
Koreksi elektrolit
Na
Kadar Na yang sebenarnya pada saat diagnosis KAD tergantung dari kadar gula dan lipid
darah. Hiperglikemia dan hiperlipidemia yang terjadi pada KAD, akan menekan kadar Na
darah sehingga secara laboratories akan terlihat hiponatremia. Pada situasi tersebut harus
dilakukan koreksi agar dapat diketahui kadar Na yang sesungguhnya, yaitu dengan
menggunakan rumus : (Na darah dalam mEq/L)
[Na+ ] sesungguhnya = {[Na+] di dapat + 2,75 (gula darah -100)/100}
Kalium
Meskipun K plasma normal/sedikit meningkat, sesungguhnya total K tubuh menurun
akibat diuresis osmotic, asidosis metabolic, glikogenolisis meningkat, dan muntah.
Kalium mulai diberikan setelah pemberian insulin dimulai (setelah 1 jam rehidrasi). Pada
14
dehidrasi pemberian KCl 20-40 mEq/L dan bisa dinaikkan bila K< 3,5 mEq/L. Kecepatan
pemberian tidak boleh melebihi 40 mEq/jam atau 0,3 mEq/kg/jam.
Bikarbonat
Untuk mengatasi asidosis(hanya pada asidosis berat), bila pH<7,1 dan atau bikarbonat <
10 mEq/L, diberikan Na bikarbonat dengan tujuan untuk mencapai bikarbonat 15 mEq/L.
Pemberian bikarbonat pada keadaaan asidosis yang tidak berat masih controversial
dimana ada penelitian pemberian bikarbonat tidak bermanfaat secara klinis dalam terapi
KAD.
Cara menghitung pemberian bikarbonat
= 0,3 (15-bikarbonat yang didapat) x bb.
VIII.Prognosis
Diabetes mellitus merupakan penyakit seumur hidup(kronik). Dengan control
gula darah yang baik, anak dapat tumbuh dan berkembang seperti anak normal.
Managemen terhadap DM yang baik akan mengurangi kemungkinan timbulnya penyulit
karena penyulit DM yang akan memperburuk keadaan dari siapa pun yang menderita
DM. 1-8
IX. Komplikasi
Komplikasi KAD meliputi hipoglikemia, hipokalemia, hiperglikemia sekunder
akibat penghentian insulin intravena sebelum diberikan insulin subkutan. Komplikasi lain
adalah edema serebri. Edema serebri merupakan komplikasi yang jarang tetapi dapat
berakibat fatal. Patofisiologi edema serebri sangat kompleks. Beberapa teori yang
mendasari terjadinya edema serebri. Faktor risiko terjadinya edema serebri meliputi
meningkatnya konsentrasi natrium serum selama terapi KAD, asidosis berat, pCO2 yang
rendah dan meningkatnya serum urea nitrogen.5
X. Pencegahan
Sebelum diagnosis DM
Diagnosis lebih dini pada anak yang berisiko tinggi menderita DM tipe 1 dengan
skrining genetic dan imunologis dapat mengurangi kejadian KAD pada penderita DM
15
baru. Meningkatnya kewaspadaan keluarga dengan adanya anggota keluarga yang
menderita DM tipe 1 juga mengurangi resiko timbulnya KAD. Memberikan penerangan
dan pendidikan kepada masyarakat lua mengenai gejala dan tanda DM memungkinkan
dilakukan diagnosis dini DM pada anak usia < 5 tahun untuk mencegah salah diagnosis.
Setelah diagnosis DM
Pada semua pasien DM perlu diberikan pendidikan dan penanganan secara
komprehensif dan sebaiknya tersedia akses 24 jam terhadap Puast Diabetes. Pasien dan
keluarga harus diajarkan untuk memeriksa keton darah, pemberian insulin, mengukur
suhu tubuh , frekuensi nadi dan frekuensi napas bila kadar gula darah lebih dari 300
mg/dL.
7 Hal praktis yang dapat dilakukan adalah:1,8,9
1. Menjamin agar jangan sampai terjadi defisiensi insulin (tidak menghentikan
pemberian insulin, manajemen insulin yang tepat disaat sakit).
2. Menghindari stress
3. Mencegah dehidrasi.
4. Mengobati infeksi secara adekuat.
5. Melakukan pemantauan kadar gula darah/keton secara mandiri
6. Menghindari puasa yang berkepanjangan
DAFTAR PUSTAKA
16
1. Garna H, Nataprawira HMD. Diabetes mellitus. Pedoman diagnosis dan terapi
ilmu kesehatan anak. Edisi ke-3. Bandung: Bagian ilmu kesehatan anak FK
Universitas Padjajaran; 2005. h. 549-533.
2. Garna H, Nataprawira HMD. Ketoasidosis diabetikum. Pedoman diagnosis dan
terapi ilmu kesehatan anak. Edisi ke-3. Bandung: Bagian ilmu kesehatan anak FK
Universitas Padjajaran; 2005. h. 555-561.
3. Kee JL. Pedoman pemeriksaan laboratorium dan diagnostic. Edisi ke-6. Jakarta:
EGC; 2007.
4. Kliegman RM, Behrman RE, Arvin, et all. Diabetes mellitus. Ilmu kesehatan anak
Nelson. Edisi 15. Volume 3. Jakarta: EGC; 2000; h. 2005-2028
5. Wahab AS, Pendit BU, Sugiarto, et all. Ketoasidosis diabetes. Buku ajar pediatric
Rudolph. Edisi 20. Volume 3 Jakarta: EGC; 2006; h. 1987-2003.
6. Soegondo S, Soewondo P, Subekti I. 2005. Penatalaksanaan Diabetes Melitus
Terpadu. Jakarta : Balai Penerbit FKUI
7. Lavin, Norman. Manual of endocrinology and metabolism.Diabetic
ketoasidodi.Edisi 4.Baltimore : Philadelphia;2009 h 617
8. Mansjoer arif et al.Kapita Selekta Kedoteran,Ketoasidosis metabok.Jilid I.Jakarta
: Media Aesculapius.2000;h 580
9. Behrman, Kliegman, Nelson. Ilmu kesehatan Anak.Vol 3.Sistem
endokrin.Jakarta : EGC.2000; h 2012-21
17