dina syaflita (1106329) landscape potrait

66
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Gambaran Umum Daerah Penelitian a. Letak Geografis dan Kondisi Iklim Provinsi Sumatera Barat Provinsi Sumatera Barat adalah salah satu provinsi di Indonesia yang menempati sepanjang pesisir barat sumatera bagian tengah. Provinsi ini terletak pada garis 0 0 54’ Lintang Utara sampai dengan 3 0 30’ Lintang Selatan, serta 98 0 36’ – 101 0 53’ Bujur Timur dengan luas wilayah 42.297,30 Km 2 atau 4.229.730 Ha. Luas tersebut setara dengan 2,17 persen dari luas Republik Indonesia. Dari luas tersebut, lebih dari 45,17 persen merupakan kawasan yang masih ditutupi hutan lindung . Garis pantai provinsi ini seluruhnya bersentuhan dengan Samudera Hindia sepanjang 2.420.357 km dengan luas perairan laut 186.580 km².

Upload: ilsa-fatriani

Post on 21-Jan-2016

35 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

bjh

TRANSCRIPT

BAB IVHASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Gambaran Umum Daerah Penelitian

a. Letak Geografis dan Kondisi Iklim Provinsi Sumatera Barat

Provinsi Sumatera Barat adalah salah satu provinsi di Indonesia yang menempati sepanjang pesisir barat sumatera

bagian tengah. Provinsi ini terletak pada garis 00 54’ Lintang Utara sampai dengan 30 30’ Lintang Selatan, serta 980 36’ –

1010 53’ Bujur Timur dengan luas wilayah 42.297,30 Km2 atau 4.229.730 Ha. Luas tersebut setara dengan 2,17 persen dari

luas Republik Indonesia. Dari luas tersebut, lebih dari 45,17 persen merupakan kawasan yang masih ditutupi hutan

lindung. Garis pantai provinsi ini seluruhnya bersentuhan dengan Samudera Hindia sepanjang 2.420.357 km dengan luas

perairan laut 186.580 km².

Secara administrasi, Provinsi Sumatera Barat berbatasan langsung dengan Samudera Indonesia arah Barat, Provinsi

Riau arah Timur, provinsi Jambi arah Selatan, dan provinsi Sumatera Utara arah Utara. Secara wilayah, Provinsi Sumatera

Barat terdiri dari 19 kabupaten/kota dengan rincian 12 kabupaten dan 7 kota, yaitu Kabupaten Kepulauan Mentawai,

Kabupaten Pesisir Selatan, Kabupaten Solok, Kabupaten Sijunjung, Kabupaten Tanah Datar, Kabupaten Padang Pariaman,

Kabupaten Agam, Kabupaten Lima Puluh Kota, Kabupaten Pasaman,

Kabupaten Solok Selatan, Kabupaten Dharmasraya, Kabupaten Pasaman Barat, Kota

Padang, Kota Solok, Kota Sawahlunto, Kota Padang Panjang, Kota Bukittinggi, Kota

Payakumbuh, dan Kota Pariaman. Dari ke-19 kabupaten/kota tersebut, terdapat

beberapa kabupaten yang melakukan pemekaran wilayah. Diantaranya Kabupaten

Kepulauan Mentawai (1999) dan Kota Pariaman (2002) yang sama-sama melakukan

pemekaran dari Kabupaten Padang Pariaman. Kemudian di tahun 2003, pemekaran

dilakukan oleh 3 kabupaten, yaitu Kabupaten Pasaman Barat dari Kabupaten

Pasaman, Kabupaten Solok Selatan dari Kabupaten Solok, dan Kabupaten

Dharmasraya dari Kabupaten Sijunjung.

Rincian luas wilayah dan ibukota dari masing-masing kabupaten/kota di

Provinsi Sumatera Barat dapat dilihat pada tabel 4 berikut.

Tabel 4Ibu Kota dan Luas kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Barat

No Kabupaten/Kota Ibu Kota Luas/Ha1 Kabupaten Kep. Mentawai Tuapeja 601.1352 Kabupaten Pesisir Selatan Painan 579.4953 Kabupaten Solok Arosuka 373.8004 Kabupaten Sijunjung Muara 313.0805 Kabupaten Tanah Datar Batu Sangkar 133.6006 Kabupaten Padang Pariaman Pariaman 132.8797 Kabupaten Agam Lubuk Basung 223.2308 Kabupaten 50 kota Payakumbuh 335.4309 Kabupaten Pasaman Lubuksikaping 444.76310 Kabupaten Solok Selatan Teminabuan 334.62011 Kabupaten Dharmasraya Sungai Dareh 296.11312 Kabupaten Pasaman Barat Simpang Empat 338.77713 Kota Padang Padang 69.49614 Kota Solok Solok 5.76415 Kota Sawahlunto Sawahlunto 27.345

16 Kota Padang Panjang Padang Panjang 2.30017 Kota Bukittinggi Bukittinggi 2.52418 Kota Payakumbuh Payakumbuh 8.03419 Kota Pariaman Pariaman 7.336Provinsi Sumatera Barat Padang 4.229.730Sumber: Provinsi Sumatera Barat dalam Angka, BPS Provinsi Sumatera Barat.

Jika dibandingkan luas dari 19 kabupaten/kota seperti yang terlihat pada tabel 4, Kabupaten Kepulauan Mentawai

memiliki wilayah terluas, yaitu 601.135 Ha atau sekitar 14,21 persen dari luas provinsi Sumatera Barat. Sedangkan kota

Padang Panjang memiliki luas terkecil yaitu 2.300 Ha, yang hanya menduduki 0.05 persen dari keseluruhan luas Provinsi

sumatera Barat.

Berdasarkan letak geografisnya, Provinsi Sumatera Barat tepat dilalui oleh garis khatulistiwa di Kecamatan Bonjol

Kabupaten Pasaman. Karena itu, Sumatera Barat secara umum mempunyai iklim tropis dengan suhu udara yang cukup

tinggi, yaitu antara 22,6° C sampai 31,5° C dan rata-rata kelembaban yang tinggi yaitu 86,67 persen dengan tekanan udara

rata-rata berkisar 994,69 mb. Pengaruh letak ini pula, mengakibatkan ketinggian permukaan daratan Provinsi Sumatera

Barat sangat bervariasi. Sebagian besar daerahnya berada pada daratan tinggi, kecuali Kabupaten Pesisir Selatan,

Kabupaten Padang Pariaman, Kabupaten Agam, Kabupaten Pasaman dan Kota Padang.

b. Penduduk

Berdasarkan hasil sensus penduduk pada tahun 2010, jumlah penduduk Provinsi Sumatera Barat tercatat sebanyak

4,85 juta jiwa, dengan tingkat kepadatan penduduk sebesar 114,59 jiwa per km². Jumlah penduduk terbanyak terdapat di

Kota Padang, yaitu sebanyak 833.562 jiwa yang menduduki 17,20 persen dari total penduduk di Provinsi Sumatera Barat,

dengan tingkat kepadatan penduduk sebesar 1.199 jiwa per km2. Kepadatan

penduduk tertinggi terdapat di Kota Bukittinggi yaitu 4.410 jiwa per km2. Sedangkan

kabupaten Kepulauan Mentawai merupakan wilayah yang paling jarang penduduknya

dengan kepadatan yang hanya 13 jiwa per km2. Rincian jumlah penduduk, luas

daerah dan kepadatan penduduk masing-masing kabupaten/kota yang terdapat di

Provinsi Sumatera Barat dapat dilihat pada tabel 5 berikut.

Tabel 5Jumlah Penduduk, Luas Daerah, dan Kepadatan Penduduk Kabupaten/Kota

di Provinsi Sumatera Barat Tahun 2010

No Kabupaten/KotaJumlah

Penduduk (orang)

Luas Daerah (Km2)

Kepadatan Penduduk (per Km2)

1 Kabupaten Kep. Mentawai 76.173 6.011,35 12,672 Kabupaten Pesisir Selatan 429.246 5.794,95 74,073 Kabupaten Solok 348.566 3.738,00 93,254 Kabupaten Sijunjung 201.823 3.130,80 64,465 Kabupaten Tanah Datar 338.494 1.336,00 253,366 Kabupaten Padang Pariaman 391.056 1.328,79 294,297 Kabupaten Agam 454.853 2.232,30 203,768 Kabupaten 50 kota 348.555 3.354,30 103,919 Kabupaten Pasaman 253.299 4.447,63 56,9510 Kabupaten Solok Selatan 144.281 3.346,20 43,1211 Kabupaten Dharmasraya 191.422 2.961,13 64,6412 Kabupaten Pasaman Barat 365.129 3.387,77 107,7813 Kota Padang 833.562 694,96 1.199,4414 Kota Solok 59.396 57,64 1.030,4615 Kota Sawahlunto 56.866 273,45 207,9616 Kota Padang Panjang 47.008 23,00 2.043,8317 Kota Bukittinggi 111.312 25,24 4.410,1418 Kota Payakumbuh 116.825 80,43 1.452,5119 Kota Pariaman 79.043 73,36 1.077,47

Sumatera Barat 4.846.909 42.297,30 114,59Sumber: Provinsi Sumatera Barat Dalam Angka, BPS Provinsi Sumatera Barat (data

diolah tahun 2013).

Dari 4,85 juta jiwa penduduk yang terdapat di Provinsi Sumatera Barat, terdiri dari beberapa suku bangsa, yang

sebagian besarnya beretnis Minangkabau yaitu 88,35 persen. Sedangkan, 11,65 persen lainnya beretnis Batak (4,42 %),

Jawa (4,15 %), Mentawai (1,28 %), lain-lain (1,8 %). Penduduk di Provinsi Sumatera Barat sebagian besar menganut

agama Islam, yaitu sebesar 97,4 persen. Sedangkan yang lainnya menganut agama selain Islam, yaitu agama Kristen (2,2

%), agama Buddha (0,26 %), dan agama Hindu (0,01 %).

c. Pendidikan

Provinsi Sumatera Barat pernah menjadi pusat pendidikan di pulau Sumatera, terutama dalam pendidikan Islam,

dengan surau sebagai basis utama tempat pendidikan. Lembaga-lembaga pendidikan mulai banyak bermunculan di

Provinsi Sumatera Barat sekitar tahun 1950-an, yaitu setelah adanya pengakuan kemerdekaan Republik Indonesia. Hingga

sekarang, telah banyak terdapat sarana dan prasarana pendidikan yang bertujuan untuk memajukan pendidikan di Provinsi

Sumatera Barat, bahkan hampir di setiap kabupaten/kota telah memiliki perguruan tinggi, dan sebagian besar berada di

kota Padang. Selain perguruan tinggi, sarana dan prasarana pendidikan juga dapat dilihat dari banyaknya penyediaan

gedung sekolah yang didirikan. Pada tahun 2010, di Provinsi Sumatera Barat sudah tercatat sebanyak 4.180 gedung

sekolah SD, 676 gedung sekolah SMP, 222 gedung sekolah SMA, dan 177

gedung sekolah SMK (Provinsi Sumatera Barat Dalam Angka, 2011).

Kondisi pendidikan di Provinsi Sumatera Barat dewasa ini dapat ditunjukan

dengan tingkat melek huruf penduduk usia 15-64 tahun dan rata-rata lama sekolah

kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat, yang dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 6Tingkat Melek Huruf Penduduk Usia 15-64 tahun dan

Rata-rata Lama Sekolah Provinsi Sumatera Barat Tahun 2010

Kabupaten / KotaTingkat melek huruf Rata-rata lama sekolah

2010 2010Kab. Kepulauan Mentawai 95,44 6,51Kab. Pesisir Selatan 97,67 7,84Kab. Solok 96,99 7,60Kab. Sawahlunto/Sijunjung 96,39 7,43Kab. Tanah Datar 98,28 8,35Kab. Padang Pariaman 95,78 7,26Kab. Agam 98,03 8,50Kab. Limapuluh Kota 97,82 7,94Kab. Pasaman 99,04 7,61Kab. Solok Selatan 97,91 7,82Kab. Dharmasraya 97,88 7,77Kab. Pasaman Barat 98,80 8,00Kota Padang 99,40 10,91Kota Solok 99,04 10,43Kota Sawahlunto 98,81 9,14Kota Padang Panjang 99,58 10,23Kota Bukit Tinggi 99,92 10,50Kota Payakumbuh 99,01 9,66Kota Pariaman 99,47 9,90Prov. Sumatera Barat 98,13 8,48Sumber : Indikator Kesejahteraan Rakyat, BPS Provinsi Sumatera Barat.

Berdasarkan tabel 6, dapat dilihat bahwa tingkat melek huruf penduduk usia

15-64 tahun kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat pada tahun 2010 sudah

tinggi. Hal ini dapat dilihat dari pencapaiannya yang sudah hampir mendekati angka 100 persen. Terutama untuk

semua daerah perkotaan, bahkan melebihi dari rata-rata Provinsi Sumatera Barat, dengan Kota Bukit Tinggi sebagai daerah

dengan pencapaian tingkat melek huruf tertinggi yaitu sebesar 99,92 persen. Selain daerah perkotaan, juga terdapat

beberapa daerah kabupaten dengan pencapaian tingkat melek huruf diatas rata-rata provinsi, yaitu kabupaten Tanah Datar

(98,28 persen), Kabupaten Pasaman (99,04 persen), dan Kabupaten Pasaman Barat (98,80 persen). Meskipun Kabupaten

Kepulauan Mentawai tercatat sebagai daerah dengan tingkat melek huruf terendah jika di bandingkan dengan daerah-

daerah lainnya, tapi tetap saja kabupaten tersebut sudah menunjukan kinerja yang cukup baik, dengan pencapaiannya

sebesar 95,44 persen di tahun 2010.

Berbeda dengan pencapaian tingkat melek huruf, rata-rata lama sekolah kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat

tidak mencapai hasil yang membaggakan di tahun 2010. Berdasarkan tabel 6, terlihat bahwa secara rata-rata provinsi,

hanya 8,48 pencapaian rata-rata lama sekolah. Ini berarti bahwa rata-rata penduduk di Provinsi sumatera Barat hanya

bersekolah selama 8,5 tahun, yaitu hanya sampai jenjang pendidikan SMP.

2. Analisis Deskriptif Variabel Penelitian

Pada bagian ini penulis akan menguraikan dan menjelaskan gambaran dari

masing-masing variabel. Penelitian ini membahas empat variabel bebas, yaitu

anggaran pemerintah sektor pendidikan (edubud), pendapatan perkapita (incomecap),

jumlah penduduk usia sekolah (PUS), dan jumlah guru (guru). Serta satu variabel

terikat, yaitu APK jenjang Pendidikan SMP (APK).

a. Deskripsi APK Jenjang Pendidikan SMP Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Barat

APK merupakan indikator yang paling sederhana untuk mengukur daya serap

penduduk usia sekolah di masing-masing jenjang pendidikan di suatu daerah. Selain

itu, pencapaian APK juga bisa digunakan sebagai bahan pertimbangan sekaligus alat

ukur untuk menilai kinerja dari program-program pendidikan yang diselenggarakan

oleh berbagai pihak, terutama pemerintah. Tujuan dari program-program pendidikan

tersebut adalah untuk memperluas kesempatan bagi penduduk dalam hal mengenyam

pendidikan.

Peningkatan pada pencapaian APK dapat menggambarkan adanya

ketertarikan dan patisipasi yang tinggi dari penduduk terhadap bidang pendidikan.

Tingginya partisipasi tersebut menunjukkan adanya suatu keberhasilan yang

diperoleh pemerintah, terutama yang berhubungan dengan upaya memperluas

jangkauan pendidikan bagi penduduk. Sebaliknya, jika terjadi penurunan terhadap

APK menandakan bahwa terjadinya penurunan kinerja pada bidang pendidikan itu sendiri.

Selama periode tahun 2008-2010, terlihat adanya fluktuasi terhadap tingkat pencapaian APK jenjang pedidikan

SMP pada kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat. Selain berfluktuasi, pencapaian APK jenjang pendidikan SMP juga

terlihat beragam antar kabupaten/kota, dimana untuk daerah perkotaan memperlihatkan kinerja bidang pendidikan yang

lebih baik jika di bandingkan dengan daerah kabupaten. Hal ini dapat dibuktikan dari rata-rata pencapaian APK jenjang

pendidikan SMP yang lebih tinggi untuk daerah perkotaan, jika di bandingkan dengan semua daerah kabupaten di Provinsi

Sumatera Barat.

Rincian pencapaian APK jenjang pendidikan SMP kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat dari tahun 2008

sampai tahun 2010 dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 7Angka Partisipasi Kasar (APK) Jenjang Pendidikan SMP Kabupaten/Kota

di Provinsi Sumatera Barat Tahun 2008-2010

Kabupaten/KotaAPK (%) Rata-rata

2008-2010(%)

2008 2009 2010

Kabupaten Kep. Mentawai 43,99 78,97 50,00 57,65Kabupaten Pesisir Selatan 77,51 89,68 85,99 84,39Kabupaten Solok 71,79 89,36 78,68 79,94Kabupaten Sijunjung 61,06 75,45 81,62 72,71Kabupaten Tanah Datar 77,88 70,52 82,64 77,01

Kabupaten Padang Pariaman 87,85 80,56 82,25 83,55Kabupaten Agam 89,60 72,56 75,34 79,17Kabupaten 50 kota 72,37 81,19 72,11 75,22Kabupaten Pasaman 60,52 87,09 83,77 77,13Kabupaten Solok Selatan 78,54 71,22 82,07 77,28Kabupaten Dharmasraya 69,27 67,02 71,30 69,20Kabupaten Pasaman Barat 71,17 74,81 76,16 74,05Kota Padang 103,22 81,14 84,93 89,76Kota Solok 78,08 87,81 77,32 81,07Kota Sawahlunto 90,35 89,24 71,51 83,70Kota Padang Panjang 111,42 95,58 70,59 92,53Kota Bukittinggi 79,86 101,05 86,32 89,08Kota Payakumbuh 69,73 87,74 93,59 83,69Kota Pariaman 94,58 101,69 87,95 94,74

Rata-rata 78,36 83,30 78,64 80,10Standar Deviasi 15,68 10,08 9,40 8,71

Koefisien Variasi 0,20 0,12 0,12 0,11Sumber : Data Subjek, BPS Provinsi Sumatera Barat (data diolah tahun 2013).

Berdasarkan tabel 7 terlihat bahwa APK jenjang pendidikan SMP tertinggi

dari tahun 2008 sampai tahun 2010 selalu terdapat pada daerah perkotaan. Dimana, di

tahun 2008, pencapaian APK jenjang SMP tertinggi terdapat di Kota Padang Panjang

dengan APK sebesar 111,42. Tahun 2009, pencapaian APK jenjang SMP tertinggi

terdapat di Kota Pariaman dengan APK sebesar 101,69, dan tahun 2010, pencapaian

APK jenjang SMP tertinggi terdapat di Kota Payakumbuh dengan APK sebesar

93,59. Sedangkan, untuk pencapaian APK jenjang SMP terendah, selalu terdapat

pada daerah kabupaten, yaitu Kabupaten Kepulauan Mentawai di tahun 2008 dan

2010, dengan pencapaian APK hanya sebesar 43,99 persen dan 50,00 persen. Untuk

tahun 2009, pencapaian APK jenjang SMP terendah terdapat di Kabupaten

Dharmasraya, dengan pencapaian APK hanya sebesar 67,02.

Secara rata-rata, APK jenjang pendidikan SMP di Provinsi sumatera Barat

adalah 80,10 persen pertahun. Dari rata-rata tersebut masih terdapat daerah yang

berada di bawah rata-rata keseluruhan, seperti Kabupaten Kepulauan Mentawai,

Kabupaten Dharmasraya, dan Kabupaten Pasaman Barat dengan standar deviasi

sebesar 8,71 persen. Artinya bahwa tingkat penyimpangan pada masing-masing data

APK jenjang pendidikan SMP pada masing-masing kabupaten/kota di Provinsi

Sumatera Barat sebesar 8,71 persen. Sedangkan koefisien variasi yang menunjukan

tingkat keragaman data diperoleh sebesar 0,11.

b. Deskripsi Anggaran Pemerintah Sektor Pendidikan Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Barat

Anggaran pemerintah sektor pendidikan merupakan alokasi anggaran pada fungsi pendidikan yang dianggarkan

melalui APBD dan APBN. Besar kecilnya proporsi anggaran pemerintah terhadap sektor pendidikan, dapat

menggambarkan sejauhmana perhatian pemerintah tersebut terhadap kemajuan bidang pendidikan di daerahnya. Anggaran

pendidikan yang memadai akan mempengaruhi mutu pendidikan. Anggaran pendidikan disini, salah satunya berhubungan

dengan penyediaan terhadap sarana dan prasarana penunjang pendidikan.

Rincian anggaran pemerintah sektor pendidikan perkapita kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat dapat dilihat

dari tabel berikut.

Tabel 8Anggaran Pemerintah Sektor Pendidikan Perkapita

Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Barat Tahun 2008-2010 (dalam jutaan rupiah)

Kabupaten/KotaAnggaran Pemerintah Sektor Pendidikan

Perkapita Rata-rata 2008-2010

2008 2009 2010Kabupaten Kep. Mentawai 3,12 5,96 5,21 4,76Kabupaten Pesisir Selatan 2,30 2,54 3,00 2,61Kabupaten Solok 2,41 3,10 3,91 3,14Kabupaten Sijunjung 2,77 3,30 3,14 3,07Kabupaten Tanah Datar 3,13 4,45 3,61 3,73Kabupaten Padang Pariaman 2,44 3,00 2,88 2,77Kabupaten Agam 2,92 2,93 3,03 2,96Kabupaten 50 kota 3,60 3,92 3,98 3,83Kabupaten Pasaman 2,24 2,20 2,54 2,33

Kabupaten Solok Selatan 3,65 5,58 3,03 4,09Kabupaten Dharmasraya 3,17 2,91 3,41 3,16Kabupaten Pasaman Barat 1,71 1,84 1,76 1,77Kota Padang 2,18 2,46 2,62 2,42Kota Solok 4,22 6,43 6,23 5,63Kota Sawahlunto 6,10 6,74 6,09 6,31Kota Padang Panjang 4,43 4,32 4,95 4,57Kota Bukittinggi 2,86 3,92 4,08 3,62Kota Payakumbuh 3,27 3,38 3,45 3,37Kota Pariaman 3,66 4,71 4,77 4,38

Rata-rata 3,17 3,88 3,77 3,61Standar Deviasi 1,00 1,45 1,20 1,15

Koefisien Variasi 0,32 0,37 0,32 0,32Sumber: Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, Kementerian Keuangan Republik Indonesia (data diolah tahun

2013).

Dari tabel 8 terlihat adanya perbedaan anggaran pemerintah sektor pendidikan

perkapita antar masing-masing kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat. Anggaran

pemerintah sektor pendidikan perkapita dianggap lebih baik untuk digunakan

dibandingkan dengan anggaran pemerintah sektor pendidikan saja. Hal ini disebabkan

oleh terdapatnya variasi luas wilayah serta perbedaan jumlah penduduk di masing-

masing kabupaten/kota yang akan mempengaruhi besar kecilnya anggaran untuk

pendidikan.

Dilihat data tahun 2008 sampai 2010, rata-rata anggaran pemerintah sektor

pendidikan perkapita di Provinsi Sumatera Barat adalah sebesar Rp3,61 juta pertahun,

dengan standar deviasi sebesar Rp1,15 juta, yang menggambarkan bahwa tingkat

penyimpangan pada masing-masing data anggaran pemerintah sektor pendidikan

perkapita kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat sebesar Rp1,15 juta. Sedangkan

koefisien variasi sebesar 0,32, yang artinya tingkat variasi atau keragaman data

adalah sebesar 0,32.

Berdasarkan nilai rata-rata pertahun, banyak terdapat daerah dengan anggaran

pemerintah sektor pendidikan perkapita yang berada di bawah rata-rata, terutama

untuk daerah kabupaten. Dari 12 kabupaten yang ada, 4 kabupaten yaitu Kabupaten

kepulauan Mentawai, Kabupaten Tanah Datar, Kabupaten Limapuluh Kota, dan

Kabupaten Solok Selatan merupakan beberapa kabupaten yang anggaran pemerintah

sektor pendidikannya berada diatas rata-rata pertahun provinsi. Sedangkan 8

kabupaten lainnya, memiliki anggaran pemerintah sektor pendidikan yang berada

dibawah rata-rata pertahun provinsi.

Kabupaten Pasaman Barat merupakan daerah dengan anggaran pemerintah

sektor pendidikan perkapita terendah dibandingan dengan daerah lainnya selama

periode 2008-2010. Pada tahun 2008, anggaran pendidikan perkapitanya sebesar

Rp1,71 juta, yang mengalami peningkatan untuk tahun 2009 sebesar 7,8 persen. Tapi,

di tahun 2010, kembali mengalami penurunan sebesar 4,4 persen dari tahun 2009,

yaitu menjadi Rp1,76 juta.

Anggaran pemerintah sektor pendidikan perkapita tertinggi untuk tahun 2008

dan tahun 2009 terdapat di Kota Sawahlunto. Dimana, pada tahun 2009, anggarannya

sebesar Rp6,74 juta, yang mengalami peningkatan sebesar 10,65 persen dari tahun

sebelumnya. Sedangkan, untuk tahun 2010, anggaran pemerintah sektor pendidikan

di Kota Sawahlunto mengalami penurunan sebesar 9,75 persen, yaitu sekitar Rp0,65

juta. Adanya penurunan anggaran di Kota Sawahlunto, menjadikan Kota Solok

sebagai daerah dengan anggaran pemerintah sektor pendidikan perkapita tertinggi di

tahun 2010, dimana anggarannya sebesar Rp6,23 juta.

c. Deskripsi Pendapatan Perkapita Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Barat

Tingkat kesejahteraan penduduk salah satunya dapat digambarkan melalui

pendapatan perkapita yang di perolehnya. Pendapatan perkapita dapat diartikan

sebagai besarnya pendapatan yang diterima oleh masing-masing penduduk di tahun

dan daerah tertentu. Rendahnya pendapatan perkapita menyebabkan tingkat

kesejahteraan di suatu daerah berkurang. Sebaliknya, semakin besar pendapatan

perkapita suatu daerah, artinya semakin sejahtera penduduk didaerah tersebut,

sehingga akan besar kemungkinan penduduk tersebut bisa untuk mencukupi

kebutuhannya, termasuk kebutuhan terhadap pendidikan.

Rincian pendapatan perkapita kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat

dapat dilihat dari tabel berikut.

Tabel 9Pendapatan Perkapita Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Barat

Tahun 2008-2010 (dalam jutaan rupiah)

Kabupaten/KotaPendapatan Perkapita Rata-rata

2008-20102008 2009 2010Kabupaten Kep. Mentawai 6,88 6,40 6,62 6,63Kabupaten Pesisir Selatan 4,36 4,56 4,75 4,56Kabupaten Solok 5,22 5,46 5,70 5,46Kabupaten Sijunjung 5,73 5,96 6,22 5,97Kabupaten Tanah Datar 6,74 7,11 7,49 7,11Kabupaten Padang Pariaman 6,24 6,28 6,42 6,31Kabupaten Agam 6,05 6,30 6,60 6,32Kabupaten 50 kota 7,28 7,59 7,97 7,61Kabupaten Pasaman 3,00 3,20 3,41 3,20Kabupaten Solok Selatan 3,86 4,00 4,16 4,01Kabupaten Dharmasraya 5,13 5,41 5,69 5,41Kabupaten Pasaman Barat 5,49 5,68 5,91 5,69Kota Padang 12,09 12,48 13,00 12,52Kota Solok 7,42 7,72 7,94 7,69Kota Sawahlunto 7,68 7,95 8,29 7,97Kota Padang Panjang 7,76 8,09 8,48 8,11Kota Bukittinggi 8,06 8,40 8,77 8,41Kota Payakumbuh 6,40 6,64 6,94 6,66Kota Pariaman 8,09 8,33 8,65 8,36

Rata-rata 6,50 6,71 7,00 6,74Standar Deviasi 1,97 2,02 2,10 2,03

Koefisien Variasi 0,30 0,30 0,30 0,30Sumber: PDRB Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Barat Berdasarkan Lapangan

Usaha, BPS Provinsi Sumatera Barat (data diolah tahun 2013).

Secara rata-rata, perolehan pendapatan perkapita kabupaten/kota di Provinsi

Sumatera Barat adalah sebesar Rp6,74 juta pertahun. Dengan standar deviasi atau

simpangan baku dari datanya sebesar Rp2,03 juta, dan koefisien variasi yang

menggambarkan keragaman datanya sebesar 0,30. Berdasarkan nilai rata-rata

pertahun, hanya terdapat 7 daerah yang pendapatan perkapitanya berada di atas rata-

rata Provinsi Sumatera Barat untuk ketiga tahun dalam penelitian. Daerah tersebut

adalah Kabupaten Tanah Datar, Kabupaten Limapuluh Kota, Kota Solok, Kota

Sawahlunto, Kota Padang Panjang, Kota Bukittinggi, dan Kota Pariaman.

Berdasarkan tabel 9, terlihat bahwa Kota Padang merupakan daerah dengan

pendapatan perkapita tertinggi untuk ketiga tahunnya selama periode 2008-2010. Di

tahun 2008, pendapatan perkapita di Kota Padang sebesar Rp12,09 juta. Kemudian,

mengalami peningkatan pada tahun 2009 sebesar 3,27 persen, dan terus mengalami

pertumbuhan sebesar 4,16 persen, hingga pendapatan perkapitanya mencapai

Rp13,00 juta di tahun 2010. Sedangkan daerah dengan pendapatan perkapita terendah

selama periode 2008-2010 adalah Kabupaten Pasaman. Dimana, untuk tahun 2010,

pendapatan perkapita Kabupaten Pasamana masih sebesar Rp3,41 juta, setelah

mengalami peningkatan sebesar 13,49 persen dari tahun 2008.

d. Deskripsi Jumlah Penduduk Usia Sekolah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Barat

Jumlah penduduk usia sekolah merupakan total dari penduduk yang berusia 7-

18 tahun, yaitu penduduk yang seharusnya berada pada tingkat pendidikan SD, SMP,

dan SMA. Jumlah penduduk usia sekolah dapat menggambarkan seberapa banyak

dari keseluruhan total penduduk yang berada pada usia sekolah. Rincian jumlah

penduduk usia sekolah pada jenjang pendidikan SMP yaitu usia 13-15 tahun

kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat, dapat dilihat dari tabel berikut.

Tabel 10Jumlah Penduduk Usia SMP (13-15 tahun) Kabupaten/Kota di Provinsi

Sumatera Barat Tahun 2008-2010 (jiwa)

Kabupaten/KotaJumlah Penduduk Usia SMP Rata-rata

2008-20102008 2009 2010Kabupaten Kep. Mentawai 7.592 2.282 3.566 4480Kabupaten Pesisir Selatan 23.842 24.392 23.120 23.785Kabupaten Solok 18.462 20.399 11.516 16.792Kabupaten Sijunjung 12.953 10.315 10.236 11.168Kabupaten Tanah Datar 15.821 17.990 15.857 16.556Kabupaten Padang Pariaman 21.756 20.937 24.004 22.232Kabupaten Agam 16.994 33.672 22.619 24.428Kabupaten 50 kota 15.944 18.190 16.941 17.025Kabupaten Pasaman 15.229 16.324 11.350 14.301Kabupaten Solok Selatan 6.769 7.362 6.898 7.010Kabupaten Dharmasraya 9.189 12.803 9.732 10.575Kabupaten Pasaman Barat 18.471 20.732 18.527 19.243Kota Padang 36.429 50.152 43.985 43.522Kota Solok 4.516 4.915 4.823 4.751Kota Sawahlunto 2.935 3.548 3.718 3.400Kota Padang Panjang 2.651 4.863 4.816 4.110Kota Bukittinggi 7.231 7.672 7.298 7.400Kota Payakumbuh 8.838 9.208 6.716 8.254Kota Pariaman 4.923 5.753 4.554 5.077

Rata-rata 13.187 15.343 13.172 13.901Standar deviasi 8.559 11.888 10.118 10.016Koefisien variasi 0,65 0,77 0,77 0,72

Sumber: Sumatera Barat Dalam Angka, BPS Provinsi Sumatera Barat (data diolah tahun 2013).

Berdasarkan tabel 10, dapat dilihat bahwa jumlah penduduk usia sekolah yang

paling banyak terdapat di Kota Padang, yaitu sebesar 36.429 jiwa pada tahun 2008

dan mengalami peningkatan yang cukup banyak di tahun 2009, yaitu sebesar 37,67.

Di tahun 2010, jumlah penduduk usia sekolah di Kota Padang mengalami penurunan

sebesar 12,30 persen. Meskipun mengalami penurunan menjadi 43.985 jiwa, hal

tersebut tetap menjadikan Kota Padang sebagai daerah dengan jumlah penduduk usia

sekolah terbanyak di Provinsi Sumatera Barat pada tahun 2010.

Di tahun 2008, Kota Padang Panjang merupakan daerah dengan jumlah

penduduk usia sekolah paling sedikit, yaitu berjumlah 2.651 jiwa. Kemudian di tahun

2009, terjadi peningkatan yang besar terhadap jumlah penduduk usia sekolah di Kota

Padang Panjang. Peningkatan tersebut mencapai 83,44 persen dari tahun sebelumnya.

Peningkatan tersebut membuat Kota Padang Panjang tidak lagi tercatat sebagai

daerah dengan jumlah penduduk usia sekolah terendah di tahun 2009, tapi digantikan

oleh Kabupaten Kepulauan Mentawai yang pada tahun itu memiliki jumlah penduduk

usia sekolah sebesar 2.282 jiwa. Pada tahun 2010, terjadi peningkatan pada jumlah

penduduk usia sekolah di Kabupaten Kepulauan Mentawai sebesar 56,27 persen.

Dengan peningkatan tersebut, jumlah penduduk usia sekolah di Kabupaten

Kepulauan Mentawai mencapai sebesar 3.566 jiwa, tapi tetap membuat kabupaten

tersebut tercatat sebagai daerah dengan jumlah penduduk usia sekolah paling sedikit

jika dibandingkan dengan daerah lainnya di Provinsi Sumatera Barat.

Nilai rata-rata jumlah penduduk usia sekolah di Provinsi Sumatera Barat

adalah sebesar 13.901 jiwa pertahun, dengan standar deviasi sebesar 10.016 jiwa,

yang menggambarkan bahwa tingkat penyimpangan pada masing-masing data jumlah

penduduk usia sekolah kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat sebesar 10.016.

Dari perbandingan antara standar deviasi dan rata-rata, diperoleh koefisien variasi

yang menggambarkan tingkat variasi atau keragaman data sebesar 0,72.

Secara rata-rata, terlihat bahwa semua daerah perkotaan memiliki jumlah

penduduk usia sekolah di bawah nilai rata-rata Provinsi Sumatera Barat pertahun.

Sedangkan daerah perkotaan tersebut tercatat sebagai daerah-daerah dengan

pencapaian APK yang melebihi standar pelayanan minimal yang telah di tetapkan.

Untuk sebagian besar daerah kabupaten, kecuali Kabupaten Kepulauan Mentawai,

Kabupaten Sijunjung, Kabupaten Solok Selatan, dan Kabupaten Dharmasraya,

memiliki jumlah penduduk usia sekolah lebih besar dari nilai rata-rata Provinsi

Sumatera Barat. Padahal, dilihat dari pencapaian APK, daerah kabupaten umumnya

mencapai APK di bawah standar pelayanan minimal. Hal ini berarti bahwa

banyaknya jumlah penduduk usia sekolah, dapat mengurangi APK di suatu jenjang

pendidikan.

e. Deskripsi Jumlah Guru Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Barat

Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar,

dan membimbing siswa. Ketersediaan guru dalam suatu jenjang pendidikan dapat

mempengaruhi output serta kualitas pendidikan. Secara rata-rata, jumlah guru di

Provinsi Sumatera Barat terdapat sebanyak 1.007 jiwa pertahun, dengan standar

deviasi sebesar 751 jiwa, yang menggambarkan bahwa tingkat penyimpangan pada

masing-masing data jumlah guru kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat sebesar

751. Dari perbandingan antara standar deviasi dan rata-rata, diperoleh koefisien

variasi yang menggambarkan tingkat variasi atau keragaman data sebesar 0,75.

Rincian data mengenai jumlah guru masing-masing kabupaten/kota di

Provinsi Sumatera Barat dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 11Jumlah Guru SMP Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Barat

Tahun 2008-2010 (jiwa)

Kabupaten/KotaJumlah Guru SMP Rata-rata

2008-20102008 2009 2010Kabupaten Kep. Mentawai 187 131 131 150Kabupaten Pesisir Selatan 1.520 1.909 2.278 1.902Kabupaten Solok 1.175 1.817 870 1.287Kabupaten Sijunjung 640 706 812 719Kabupaten Tanah Datar 1.233 1.199 1.201 1.211Kabupaten Padang Pariaman 1.550 1.464 1.866 1.627Kabupaten Agam 1.541 2.825 1.622 1.996Kabupaten 50 kota 1.132 1.581 1.170 1.294Kabupaten Pasaman 802 1.199 801 934Kabupaten Solok Selatan 377 506 602 495Kabupaten Dharmasraya 518 783 554 618Kabupaten Pasaman Barat 872 1.263 1.101 1.079Kota Padang 3.017 3.328 3.093 3.146Kota Solok 297 359 283 313Kota Sawahlunto 295 407 319 340Kota Padang Panjang 346 549 375 423Kota Bukittinggi 390 570 406 455Kota Payakumbuh 521 704 510 578Kota Pariaman 355 942 378 558

Rata-rata 883 1.171 967 1.007Standar Deviasi 694 842 773 751

Koefisien Variasi 0,79 0,72 0,80 0,75Sumber: Sumatera Barat Dalam Angka, BPS Sumatera Barat (data diolah tahun

2013).

Berdasarkan tabel 11, jika dibandingankan nilai rata-rata guru provinsi yang

berjumlah 1.007 jiwa pertahun, terdapat 7 kabupaten dan 1 kota dengan jumlah guru

diatas rata-rata. Kabupaten tersebut yaitu Kabupaten Pesisir`Selatan, Kabupaten

Solok, Kabupaten Tanah Datar, Kabupaten Padang Pariaman, Kabupaten Agam,

Kabupaten 50 Kota, dan Kabupaten Pasaman Barat. Kota Padang merupakan satu-

satunya daerah perkotaan dengan jumlah guru diatas rata-rata provinsi. Selain itu,

Kota Padang juga sekaligus menjadi daerah dengan jumlah guru terbanyak selama

periode tahun 2008 sampai tahun 2010 di Provinsi Sumatera Barat. Pada tahun 2008

jumlah guru di Kota Padang tercatat sebanyak 3.017 jiwa dan terus mengalami

peningkatan sebesar 10,31 persen di tahun 2009. Kemudian di tahun 2010, jumlah

guru di Kota Padang berkurang sebanyak 235 jiwa. Meskipun mengalami penurunan,

tapi tetap mejadikan Kota Padang dengan jumlah guru terbanyak di tahun 2010 di

bandingkan dengan kabupaten/kota lainnya di Provinsi Sumatera Barat.

Kabupaten Kepulauan Mentawai merupakan kabupaten dengan jumlah guru

paling sedikit selama periode tahun 2008-2010. Di tahun 2008, tercatat sebanyak 187

jiwa guru yang terdapat di kabupaten tersebut. Pada tahun 2009, jumlah guru

mengalami penurunan sebanyak 0,3 persen dari tahun sebelumnya, dan tidak

mengalami perubahan untuk tahun 2010.

3. Analisis Induktif

Untuk pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan regresi linear

berganda dengan menggunakan program EVIews 6.0. Dimana langkah awal yang

dilakukan adalah melakukan uji asumsi klasik. Kemudian dilanjutkan dengan uji

regresi linear berganda. Setelah di peroleh hasil estimasi dari regresi linear berganda

dilakukan pengujian untuk pemilihan model terbaik dengan menggunakan metode

stepwise regression.

Setelah didapatkan hasil estimasi, kemudian untuk pengujian hipotesis

digunakan uji F dan uji t. Uji F digunakan untuk melihat signifikan atau tidaknya

pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat secara bersama-sama. Sedangkan

uji t dilakukan untuk melihat signifikan atau tidaknya pengaruh variabel bebas

terhadap variabel terikat secara parsial. Selain itu, juga dilihat nilai dari koefisien

korelasi parsial untuk melihat sumbangan masing-masing variabel secara parsial dan

nilai dari koefisien determinasi untuk melihat sumbangan variabel bebas secara

bersama-sama terhadap variabel terikat dalam penelitian ini.

a. Uji asumsi klasik

1) Uji Normalitas

Uji normalitas pada model regresi digunakan untuk menguji apakah nilai

residual yang dihasilkan dari regresi terdistribusi secara normal atau tidak. Uji ini

dilakukan dengan menggunakan rumus Jarque-Bera. Kriteria pengujiannya adalah

jika probabilitas Jarque-Bera lebih besar dari α 0.05, maka data terdistribusi dengan

normal. Jika probabilitas Jarque-Bera kecil dari α 0.05, maka data tidak terdistribusi

dengan normal. Dari hasil uji normalitas dalam penelitian ini, diperoleh probabilitas

sebesar 0,646792, yang menandakan bahwa data dalam penelitian ini terdistribusi

dengan normal. Hasil uji normalitas dapat dilihat pada lampiran 2.

2) Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi dilakukan untuk melihat apakah pada model regresi terdapat

korelasi antara residual pada periode t dengan residual pada periode sebelumnya (t-1).

Uji autokorelasi dilakukan dengan menggunakan LM Test. Ada atau tidaknya

autokorelasi dapat dilihat dari probabilitas Obs*R-squared. Jika probabilitasnya

besar dari α 0,05 tidak terjadi autokorelasi, dan jika probabilitas kecil dari α 0,05

terdapat autokorelasi. Hasil LM test dapat dilihat dari tabel berikut.

Tabel 12Hasil Uji LM Test

Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:

F-statistic 1.858788    Prob. F(2,50) 0.1665Obs*R-squared 3.944739    Prob. Chi-Square(2) 0.1391

(Data diolah tahun 2013).

Dari hasil estimasi diperoleh probabilitas Obs*R-squared sebesar 0,1391.

Probabilitas besar dari α 0,05, sehingga model yang digunakan bebas dari masalah

autokorelasi.

3) Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas dilakukan untuk melihat apakah dalam model regresi

terjadi ketidaksamaan varian dari residual pada satu pengamatan ke pengamatan

yang lain. Uji ini dilakukan dengan menggunakan uji White Heterokedastisitas. Ada

tidaknya heteroskedastisitas dapat dilihat dari probabilitas Obs*R-squared. Jika

probabilitasnya besar dari α 0,05 tidak terdapat heteroskedastisitas, dan jika

probabilitas kecil dari α 0,05 terdapat masalah heteroskedastisitas. Dari hasil

estimasi diperoleh nilai probabilitas Obs*R-Squared sebesar 0,3827. Probabilitas

besar dari α 0,05, menandakan bahwa model yang digunakan terbebas dari masalah

heteroskedastisitas. Hasil uji White Heteroskedastisitas dapat dilihat pada tabel

berikut.

Tabel 13Hasil Uji White Heteroskedastisitas

Heteroskedasticity Test: White

F-statistic 1.027744    Prob. F(4,52) 0.4018Obs*R-squared 4.176111    Prob. Chi-Square(4) 0.3827Scaled explained SS 3.055851    Prob. Chi-Square(4) 0.5485

(Data diolah tahun 2013).

4) Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas dilakukan untuk melihat apakah pada model regresi

ditemukan adanya korelasi yang sempurna atau mendekati sempurna antarvariabel

bebas. Ada atau tidaknya masalah multikolinearitas dilihat dengan menggunakan

Variance Inflation Factor (VIF) atau tolerance (1/VIF). Regresi yang bebas

multikolinearitas memiliki VIF di sekitar satu atau tolerance mendekati satu. Jika

untuk suatu variabel bebas nilai VIF besar dari 10 dikatakan terjadinya kolinearitas

yang kuat antar variabel bebas tersebut.

Pada penelitian ini, diperoleh bahwa nilai VIF dari tiga variabel bebas yang

digunakan dalam model regresi lebih kecil dari 10, dan satu variabel bebas, yaitu

penduduk usia sekolah memiliki nilai VIF lebih besar dari 10. Sehingga dapat

disimpulkan bahwasannya terdapat masalah multikolinearitas dalam model. Nilai VIF

dari masing-masing regresi yang digunakan dalam model penelitian ini dapat dilihat

pada tabel berikut.

Tabel 14Hasil Uji Multikolinearitas dengan Menggunakan Nilai VIF

Variabel Terikat R2 TOL = 1 – R2 VIF = 1 / TOLAPK (regresi utama) 0,702986 - -Edubud 0,674898 0,325102 3,076Incomecap 0,179289 0,820711 1,218PUS 0,913923 0,086077 11,618Guru 0,877262 0,122738 8,147Data diolah tahun 2013.Hasil estimasi secara lengkap dapat dilihat pada lampiran 5.Ket: APK (Angka Partisipasi Kasar jenjang pendidikan SMP di Provinsi Sumatera

Barat, Edubud (anggaran pemerintah sektor pendidikan), Incomecap (pendapatan perkapita), PUS (penduduk usia sekolah), guru (jumlah guru).

Menurut Winarno (2009: 5.7) terdapat beberapa alternatif dalam menghadapi

masalah multikolinieritas. Salah satunya adalah membiarkan model mengandung

multikolinieritas, karena estimatornya masih dapat bersifat BLUE. Dalam penelitian

ini masalah multikolinieritas diabaikan terlebih dahulu, setelah dilakukan regresi

linear berganda dalam penelitian ini, akan dilanjutkan dengan pemilihan model

terbaik dengan metode stepwise regression. Metode stepwise regression juga

merupakan suatu metode untuk mengurangi kemungkinan adanya multikolinieritas

dari persamaan atau model yang dihasilkan

b. Analisis regresi linear berganda

Analisis regresi linear berganda dilakukan untuk melihat pengaruh variabel

bebas, yaitu anggaran pemerintah sektor pendidikan (edubud), pendapatan perkapita

(incomecap), jumlah penduduk usia sekolah (PUS), dan jumlah guru (guru), terhadap

variabel terikat, yaitu APK jenjang pendidikan SMP di Provinsi Sumatera Barat.

Hasil pengujian regresi linear berganda dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 15Hasil Estimasi Regresi Linear Berganda

Dependent Variable: APKMethod: Least SquaresDate: 07/24/13 Time: 10:28Sample: 1 57Included observations: 57

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.  

C 317.7962 86.86036 3.658703 0.0006LOG(EDUBUD)* -16.99053 4.789330 -3.547580 0.0008

LOG(INCOMECAP) 10.40857 3.346185 3.110579 0.0030LOG(PUS)* -40.51261 4.190490 -9.667749 0.0000LOG(GURU) 34.77739 3.365635 10.33309 0.0000

R-squared 0.702986    Mean dependent var 80.09842Adjusted R-squared 0.680138    S.D. dependent var 12.05402S.E. of regression 6.817307    Akaike info criterion 6.760437Sum squared resid 2416.735    Schwarz criterion 6.939652Log likelihood -187.6725    Hannan-Quinn criter. 6.830086F-statistic 30.76893    Durbin-Watson stat 1.656058Prob(F-statistic) 0.000000

Data di olah tahun 2013.

Berdasarkan hasil estimasi dengan regresi linear berganda, diperoleh

persamaan sebagai berikut.

APKit = 317,80 - 16,99 log edubudit + 10,41 log incomecapit – 40,51 log PUSit + 34,78 log guruit ..............................................(21)

Dari persamaan terlihat bahwa anggaran pemerintah sektor pendidikan

(edubud) dan penduduk usia sekolah (PUS) memiliki pengaruh yang negatif terhadap

APK jenjang pendidikan SMP di Provinsi Sumatera Barat. Hal ini berarti jika terjadi

penambahan terhadap anggaran pemerintah sektor pendidikan dan penduduk usia

sekolah, maka akan berdampak terhadap pencapaian APK jenjang pendidikan SMP di

Provinsi Sumatera Barat.

Hal tersebut tidak sesuai dengan teori yang telah di kemukakan pada bab

sebelumnya, sehingga model ini tidak terlalu bagus digunakan dalam penelitian.

Untuk mengatasi permasalahannya, dilakukan pengujian untuk pemilihan model

terbaik.

c. Pemilihan Model Terbaik

Pemilihan model terbaik yang akan digunakan dalam penelitian dilakukan

dengan menggunakan uji stepwise regression. Pemilihan dilakukan dengan

mengeluarkan variabel bebas yang tidak mempengaruhi variabel terikat secara

signifikan dan tidak sesuai dengan teori.

Berdasarkan hasil estimasi pada tabel 16, diperoleh bahwa model terbaik yang

akan dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan dua variabel bebas,

yaitu anggaran pemerintah sektor pendidikan dan jumlah guru, serta satu variabel

terikat, yaitu APK jenjang pendidikan SMP. Prosedur pengujian menggunakan

metode stepwise regression dapat dilihat pada lampiran 7.

Hasil uji stepwise regression untuk model yang akan digunakan dalam

penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 16Hasil Uji Stepwise Regression

Dependent Variable: APKMethod: Stepwise RegressionDate: 07/23/13 Time: 21:19Sample: 1 57Included observations: 57No always included regressorsNumber of search regressors: 3Selection method: Stepwise backwardsStopping criterion: p-value forwards/backwards = 0.5/0.5

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.*  

LOG(EDUBUD) 14.05699 5.905940 2.380145 0.0209LOG(GURU) 7.137298 2.550119 2.798809 0.0071

C -178.7382 100.4279 -1.779767 0.0807

R-squared 0.135326    Mean dependent var 80.09842Adjusted R-squared 0.103301    S.D. dependent var 12.05402S.E. of regression 11.41445    Akaike info criterion 7.758834Sum squared resid 7035.648    Schwarz criterion 7.866363Log likelihood -218.1268    Hannan-Quinn criter. 7.800624F-statistic 4.225636    Durbin-Watson stat 1.534983Prob(F-statistic) 0.019725

Selection Summary

No regressors were chosen by the stepwise routine

*Note: p-values and subsequent tests do not account for stepwise

        selection.

Data diolah tahun 2013.

Berdasarkan hasil estimasi pemilihan model terbaik dengan metode stepwise

regression, maka diperoleh persamaan sebagai berikut.

APKit = -178,74 + 14,06 log edubudit + 7,14 log guruit ...............................(22)

Berdasarkan persamaan 19 dapat diketahui bahwa nilai konstanta yang

diperoleh adalah sebesar -178,74. Konstanta berbentuk log, jadi di tarnsformasi ke

dalam bentuk antilog. Antilog dari -178,74 adalah 31,9. Artinya apabila anggaran

pemerintah sektor pendidikan (edubud) dan jumlah guru (guru) bernilai 0, maka APK

jenjang pendidikan SMP kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat (APK) sebesar

31,9 persen.

Anggaran pemerintah sektor pendidikan (edubud) berpengaruh positif

terhadap APK jenjang pendidikan SMP di Provinsi Sumatera Barat (APK) selama

periode 2008-2010, dengan koefisien regresi sebesar 14,06. Hal ini berarti apabila

anggaran pemerintah sektor pendidikan meningkat satu persen, maka APK jenjang

pendidikan SMP di Provinsi Sumatera Barat juga akan mengalami peningkatan

sebesar 14,06 persen. Hal ini berarti semakin banyak anggaran untuk pendidikan,

mengakibatkan peningkatkan pencapaian APK jenjang pendidikan SMP di Provinsi

Sumatera Barat, dengan asumsi cateris paribus.

Jumlah guru (guru) berpengaruh positif terhadap APK jenjang pendidikan

SMP di Provinsi Sumatera Barat (APK) selama periode 2008-2010, dengan koefisien

regresi sebesar 7,14. Hal ini berarti apabila jumlah guru meningkat satu persen, maka

akan menaikkan APK jenjang pendidikan SMP di Provinsi Sumatera Barat sebesar

7,14 persen. Hal ini menunjukan bahwa semakin banyak jumlah guru, maka akan

meningkatkan pencapaian APK di Provinsi Sumatera Barat, dengan asumsi cateris

paribus.

d. Koefisien Korelasi Parsial

Uji koefisien korelasi secara parsial dilakukan untuk melihat besarnya

hubungan antara dua variabel yang digunakan dalam penelitian, dengan

mengasumsikan variabel lainnya dianggap konstan. Dalam penelitian ini, terdapat 3

hasil uji koefisien korelasi parsial yang dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 17Hasil Uji Koefisien Korelasi Parsial

APK LOG(EDUBUD) LOG(GURU)APK  1.000000  0.099472  0.211220

LOG(EDUBUD)  0.099472  1.000000 -0.632975LOG(GURU)  0.211220 -0.632975  1.000000

Data diolah tahun 2013.

Dari hasil estimasi pada tabel 17, diketahui pengaruh masing-masing variabel

secara parsial. Anggaran pemerintah sektor pendidikan berkorelasi dengan APK

sebesar 0,099472 atau sebesar 9,95 persen. Jumlah guru berkorelasi dengan APK

sebesar 0,211220 atau sebesar 21,12 persen. Sedangkan, anggaran pemerintah sektor

pendidikan dan jumlah guru berkorelasi sebesar -0,632975 atau sebesar -63,30

persen.

e. Koefisien Determinasi (R2)

Berdasarkan hasil estimasi pada tabel 16 diperoleh nilai R2 sebesar 0,135326.

Hal tersebut berarti bahwa 13,53 persen variasi tingkat pencapaian APK jenjang

pendidikan SMP di Provinsi Sumatera Barat dapat dijelaskan oleh variasi dua

variabel bebas secara bersama-sama, yaitu anggaran pemerintah sektor pendidikan

(edubud) dan jumlah guru (guru). Sedangkan, sisanya ditentukan oleh variabel lain

yang terdapat di luar model yang digunakan.

Dengan demikian, secara umum model yang dipergunakan ini dapat dikatakan

cukup baik untuk menjelaskan bagaimana pengaruh anggaran pemerintah sektor

pendidikan dan jumlah guru terhadap APK jenjang pendidikan SMP di Provinsi

Sumatera Barat.

4. Pengujian Hipotesis

a. Uji t

Uji t atau uji koefisien regresi secara parsial digunakan untuk mengetahui

apakah secara parsial variabel bebas berpengaruh secara signifikan atau tidak

terhadap variabel terikat. Uji t digunakan untuk menguji hipotesis dalam penelitian

ini. Hasil uji hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

Hipotesis pertama

Dari hasil pengolahan data, diperoleh bahwa nilai koefisien regresi variabel

anggaran pemerintah sektor pendidikan mempunyai tanda positif dan besarnya adalah

14,06 dengan nilai probabilitas sebesar 0,02. Probabilitas yang diperoleh lebih kecil

dari nilai α 0,05, sehingga H0 ditolak dan Ha diterima, sehingga hipotesis alternatif

yang diajukan dalam penelitian ini diterima. Hal ini berarti bahwa anggaran

pemerintah sektor pendidikan berpengaruh secara signifikan terhadap APK jenjang

pendidikan SMP di Provinsi Sumatera Barat pada periode 2008-2010, dengan asumsi

cateris paribus.

Hipotesis keempat

Dari hasil pengolahan data, diperoleh bahwa nilai koefisien regresi variabel

jumlah guru mempunyai tanda positif dan besarnya adalah 7,14, dengan nilai

probabilitas sebesar 0,01. Probabilitas yang diperoleh lebih kecil dari nilai α 0,05,

sehingga H0 ditolak dan Ha diterima, sehingga hipotesis alternatif yang diajukan

dalam penelitian ini diterima. Hal ini berarti bahwa jumlah guru berpengaruh secara

signifikan terhadap APK jenjang pendidikan SMP di Provinsi Sumatera Barat pada

periode 2008-2010, dengan asumsi cateris paribus.

b. Uji F

Uji F digunakan untuk mengetahui pengaruh anggaran pemerintah sektor

pendidikan (edubud) dan jumlah guru (guru) secara bersama-sama terhadap APK

jenjang pendidikan SMP (APK) di Provinsi Sumatera Barat.

Berdasarkan hasil estimasi dengan stepwise regression pada tabel 16 dapat

dilihat nilai F statistik dalam penelitian ini sebesar 4,23 dengan probabilitas sebesar

0,02. Probabilitas yang diperoleh lebih kecil dari nilai α 0,05. Dengan demikian, H0

ditolak dan Ha diterima, yang menunjukkan bahwa anggaran pemerintah sektor

pendidikan (edubud) dan jumlah guru (guru) secara bersama-sama berpengaruh

signifikan terhadap APK jenjang pendidikan SMP di Provinsi Sumatera Barat pada

periode 2008-2010.

B. Pembahasan

Pembahasan ini dilakukan berdasarkan hasil penelitian yang telah didapat dari

lapangan dan juga dari hasil kajian teori bab sebelumnya. Pembahasan dalam

penelitian ini bertujuan untuk menerangkan dan menginterpretasikan hasil penelitian

dan tujuan penelitian.

Dari hasil pengolahan data dengan menggunakan analisis regresi linear

berganda, diketahui bahwasannya variabel bebas yang digunakan dalam model yaitu

anggaran pemerintah sektor pendidikan, pendapatan perkapita, jumlah penduduk usia

sekolah, dan jumlah guru memberikan pengaruh yang signifikan terhadap APK

jenjang pendidikan SMP di Provinsi Sumatera Barat. Tetapi, terdapat beberapa

variabel bebas yang memberikan pengaruh arah negatif, yaitu anggaran pemerintah

sektor pendidikan dan jumlah penduduk usia sekolah. Hasil tersebut tidak sesuai

dengan teori, sehingga dalam penelitian ini dilakukan pemilihan model terbaik

dengan menggunakan metode stepwise regression. Melalui uji tersebut, diketahui

bahwasannya terdapat dua variabel yang memberikan pengaruh terbaik terhadap APK

jenjang pendidikan SMP di Provinsi Sumatera Barat. Variabel bebas tersebut adalah

anggaran pemerintah sektor pendidikan dan jumlah guru.

1. Pengaruh Anggaran Pemerintah Sektor Pendidikan terhadap APK Jenjang Pendidikan SMP Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Barat

Pada tingkat kabupaten/kota, anggaran untuk sektor pendidikan sebagian

besar berasal dari dana yang diturunkan dari pemerintah pusat ditambah PAD yang

dituangkan dalam RAPBD. Anggaran pemerintah sektor pendidikan merupakan salah

satu faktor yang berpengaruh positif terhadap pencapaian tingkat partisipasi

pendidikan. Hal ini terjadi karena anggaran pemerintah sektor pendidikan

berhubungan dengan aksebilitas penduduk terhadap partisipasi pendidikan.

Banyaknya anggaran yang ditetapkan oleh pemerintah bisa direalisasikan terhadap

perbaikan dan penambahan sarana dan prasarana pendidikan seperti pendirian

bangunan sekolah baru ataupun untuk memperbaiki sekolah lama dan ruang kelas.

Dengan adanya hal tersebut, maka daya tampung terhadap pendidikan bisa meningkat

dan berujung kepada peningkatan partisipasi pendidikan.

Hal ini sesuai dengan pendapat Suyanto dan Abbas (2004: 114) yang

menyatakan bahwa terdapat berbagai masukan atau input yang dapat mendukung

proses terjadinya pengelolaan di sekolah, sehingga mendorong terwujudnya

partisipasi pendidikan. Dana yang mencakup didalamnya anggaran pemerintah untuk

sektor pendidikan merupakan salah satu input yang disebutkan oleh Suyanto dan

Abbas. Handayani dan Ngadi (2006: 37) juga menyebutkan bahwa alokasi anggaran

pendidikan yang berasal dari pemerintah termasuk salah satu faktor yang berpengaruh

terhadap besarnya angka partisipasi pendidikan.

Variabel anggaran pemerintah sektor pendidikan ini digunakan oleh Henry

Sahat (2011) yang meneliti tentang faktor-faktor yang mempengaruhi Angka

Partisipasi Kasar (APK) pada jenjang pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA)

sederajat. Dari penelitiannya, diperoleh hasil bahwa anggaran pemerintah sektor

pendidikan berpengaruh signifikan dan positif terhadap APK pada jenjang SMA di

Kabupaten Deli Serdang. Hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Henry Sahat

sesuai dengan hasil yang diperoleh dalam penelitian ini.

Berdasarkan hasil uji hipotesis yang dilakukan dalam penelitian ini, diperoleh

bahwa terdapat pengaruh signifikan positif antara anggaran pemerintah sektor

pendidikan (edubud) terhadap APK jenjang pendidikan SMP (APK). Hal ini berarti

semakin besar anggaran yang ditetapkan untuk pendidikan mengakibatkan

peningkatan terhadap tingkat pencapaian APK pada jenjang pendidikan SMP di

Provinsi Sumatera Barat, dengan asumsi cateris paribus.

Adanya pengaruh positif yang disebabkan oleh anggaran pemerintah sektor

pendidikan terhadap APK jenjang pendidikan SMP di Provinsi Sumatera Barat,

mengimplikasikan perlunya upaya lebih maksimal dari pemerintahan daerah untuk

tetap megawasi dan memperhatikan pengalokasian anggaran yang telah di tetapkan.

Selain itu, melakukan perbaikan kemudahan akses sekolah ke arah yang lebih baik

juga harus dilakukan pemerintah dengan tujuan untuk peningkatan partisipasi

pendidikan, seperti memperbaiki ruang kelas, menambah ruang kelass baru, dan bisa

juga dilakukan dengan menambah gedung sekolah yang disesuaikan dengan

kebutuhan serta kondisi dari penduduk usia sekolah yang ada.

2. Pengaruh Jumlah Guru terhadap APK Jenjang Pendidikan SMP Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Barat

Jumlah guru merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi

pencapaian angka partisipasi pendidikan. Tersedianya guru yang mencukupi serta

pemerataan yang sama antar daerah bisa menjadi pendukung untuk meningkatkan

partisipasi. Meningkatnya jumlah guru bisa mengakibatkan peningkatan terhadap

partisipasi pendidikan. Dan sebaliknya, kurangnya guru yang tersedia untuk mengajar

mengakibatkan penurunan terhadap partisipasi pendidikan. Hal ini terjadi karena

jumlah guru termasuk kedalam salah satu input dalam pendidikan. Jika input yang

tersedia banyak dan mencukupi, maka akan bisa menghasilkan output yang tinggi.

Output dalam hal ini adalah partisipasi pendidikan. Oleh karean itu, jumlah guru

berpengaruh positif terhadap partisipasi pendidikan.

Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Suyanto dan Abbas

(2004: 114), yang menyatakan bahwa tenaga kependidikan atau guru juga termasuk

kedalam salah satu masukan atau input yang bisa mendorong terwujudnya partisipasi

pendidikan. Selain itu, dalam draft laporan evaluasi pelaksanaan wajib belajar 9 tahun

(2009: 33), dinyatakan bahwa angka partisipasi murni SD/MI, angka partisipasi kasar

SD/MI, dan angka partisipasi kasar SMP/MTs dipengaruhi oleh berbagai faktor, yang

salah satunya adalah rasio murid-guru. Dari rasio murid-guru dapat diketahui

bagaimana perbandingan antara jumlah murid dan guru yang tersedia di suatu daerah.

Sehingga, dari perbandingan tersebut secara tidak langsung dapat memperlihatkan

arti pentingnya jumlah guru di suatu daerah.

Variabel jumlah guru digunakan dalam penelitian yang dilakukan oleh Henry

Sahat (2011) yang meneliti tentang faktor-faktor yang mempengaruhi angka

partisipasi kasar (APK) pada jenjang pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA).

Dari penelitiannya ditemukan bahwa jumlah guru berpengaruh positif tetapi tidak

signifikan terhadap APK pada jenjang pendidikan SMA di Kabupaten Deli Serdang.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Henry Sahat berbeda dengan hasil pada

penelitian ini.

Berdasarkan hasil uji hipotesis yang dilakukan dalam penelitian ini, di peroleh

bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dan positif antara jumlah guru (guru)

terhadap APK jenjang pendidikan SMP (APK). Hal ini berarti semakin banyak

jumlah guru yang tersedia untuk mengajar pada suatu daerah mengakibatkan

peningkatan terhadap tingkat pencapaian APK pada jenjang pendidikan SMP di

Provinsi Sumatera Barat, dengan asumsi cateris paribus. Perbedaan hasil penelitian

sebelumnya dengan hasil yang diperoleh pada penelitian ini, diduga disebabkan oleh

kondisi pemerataan guru pada masing-masing daerah penelitian.

Adanya pengaruh positif yang disebabkan oleh jumlah guru terhadap APK

jenjang pendidikan SMP di Provinsi Sumatera Barat, mengimplikasikan kebijakan

yang ditetapkan pemerintah untuk memperhatikan jumlah guru yang tersedia untuk

mengajar di sekolah. Pemerataan jumlah guru bagi setiap daerah-daerah juga harus

dilakukan, sehingga tidak hanya untuk daerah perkotaan, daerah terpencilpun juga

harus memiliki jumlah guru yang mencukupi untuk mengajar. Tidak hanya kuantitas

dan pemerataan, upaya peningkatan kualitas guru juga harus dilakukan, sehingga

guru yang tersedia untuk mengajar adalah guru yang berkompeten. Dengan demikian,

diharapkan bisa meningkatkan kemauan penduduk untuk meningkatkan partisipasi

terhadap pendidikan.

3. Pengaruh Anggaran Pemerintah Sektor Pendidikan dan Jumlah Guru Secara Bersama-sama terhadap APK Jenjang Pendidikan SMP Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Barat

Berdasarkan teori-teori yang telah di kemukakan pada bab sebelumnya,

terlihat bahwa faktor anggaran pemerintah sektor pendidikan dan jumlah guru

berpengaruh positif terhadap pencapaian tingkat partisipasi pendidikan di suatu

daerah. Hal ini, juga ditemukan dalam penelitian ini. Melalui uji F, diperoleh bahwa

anggaran pemerintah sektor pendidikan dan jumlah guru secara bersama-sama

berpengaruh signifikan terhadap APK jenjang pendidikan SMP di Provinsi Sumatera

Barat. Hal ini menunjukan bahwa kedua variabel tersebut berperan penting dalam

pencapaian APK jenjang pendidikan SMP di Provinsi Sumatera Barat.

Dari nilai koefisien determinasi, di ketahui bahwa anggaran pemerintah sektor

pendidikan dan jumlah guru secara bersama-sama mampu mempengaruhi APK

jenjang pendidikan SMP kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat sebesar 13,53

persen. Sedangkan, sisanya disumbangkan oleh variabel lain di luar model yang

digunakan dalam penelitian. Variabel-variabel yang juga dapat mempengaruhi APK

jenjang pendidikan SMP yang tidak digunakan dalam model ini, diduga diantaranya

seperti jumlah sekolah, populasi penduduk, dan kondisi sosial budaya.