diagnosa klinis
DESCRIPTION
diagnosa klinisTRANSCRIPT
.
DIAGNOSIS KLINIS
Kunjungan pertama
Pada saat kunjungan pertama ini, seorang dokter gigi perlu menilai beberapa hal seperti:
1. Penilaian pasien secara keseluruhan
Seorang operator harus mencoba menilai pasien secara keseluruhan. Hal-hal yang perlu
dipertimbangkan adalah status mental dan emosional pasien, tabiat, sikap, dan umur
fisiologi (Carranza, 1990).
2. Riwayat sistemik
Menurut Carranza (1990), suatu riwayat sistemik akan menolong operator dalam hal (1)
diagnosis manifestasi oral dari penyakit sistemik, (2) penemuan kondisi sistemik yang
dapat mempengaruhi respon jaringan periodontal terhadap faktor lokal, (3) penemuan
kondisi sistemik yang membutuhkan suatu tindakan pencegahan dan modifikasi dalam
perawatannya. Suatu riwayat sistemik harus mengacu pada hal-hal sebagai berikut:
a. Apakah pasien sedang dalam perawatan dokter; jika iya, tanyakan asal, durasi
penyakit serta terapinya. Penyidikan dapat dilakukan berdasarkan dosis dan
durasi terapi dengan antikoagulan dan kortikosteroid.
b. Riwayat rheumatic fever, rheumatic atau penyakit jantung
kongenital,hipertensi, angina pectoris, myocardial infarction, nefritis, penyakit
ginjal, diabetes, dan/atau pingsan.
c. Kecendrungan perdarahan yang abnornal seperti hidung yang berdarah,
perdarahan yang lama pada luka kecil, ecchymosis spontan, kecendrungan
terhadap memar yang berlebihan, dan perdarahan menstruasi yang berlebihan.
d. Penyakit infeksi, termasuk berkontak dengan penyakit infeksi di rumah atau di
kantor, atau baru saja mendapat rontgen di bagian dada.
e. Kemungkinan memiliki penyakit akibat pekerjaannya.
f. Riwayat alegi, termasuk hay fever, asma, sensitif terhadap makanan, atau
sensitif terhadap obat misalnya aspirin, codeine, barbiturat, sulfonamide,
antibiotik, prokain, dan laxatives atau terhadap bahan dental seperti eugenol
atau resin akrilik.
g. Informasi onset pubertas dan menopause dan mengenai kelainan menstrual
atau hysterectomy, kehamilan, atau keguguran.
3. Riwayat kesehatan gigi
Pada saat mencari riwayat kesehatan gigi, praktisi mendapat kesempatan untuk
menulai perilaku pasien, membangun hubungan, danmempelajari penyakit gigi yang
telah lalu serta responya terhadap perawatan. Juga penting untuk mengetahui cara
pemeliharaan kebersihan mulut yang selama ini dilakukan oleh pasien di rumah yang
mencerminkan pengetahuan pasien tentang kesehatan gigi (Fedi dkk, 2005). Menurut
Carranza (1990), pada saat pengumpulan riwayat kesehatan gigi, harus ditanyakan pula
keluhan utama pasien. Gejala pasien dengan penyakit gingival dan periodontal
berhubungan dengan perdarahan pada gusi, spacing pada gigi yang sebelumnya tidak
ada, bau mulut, dan rasa gatal pada gusi yang dapat berkurang melalui pencungkilan
dengan tusuk gigi. Selain itu juga terdapat rasa nyeri dengan variasi tipe dan durasi,
misalnya konstan, tumpul, gnawing pain, rasa nyeri yang tumpul setelah makan, rasa
nyeri yang dalam rahang, rasa nyeri akut, sensitif ketika mengunyah, sensitif terhadap
panas dan dingin, sensasi terbakar pada gusi, dan sensitif terhadap udara yang dihirup.
Riwayat dental harus meliputi acuan seperti:
a. Kunjungan ke dokter gigi meliputi frekuensi, tanggal terakhir kunjungan,
dan perawatannya. Profilaksis oral atau “pembersihan” oleh dokter gigi
frekuensi dan tanggal terakhir dibersihkan.
b. Menyikat gigi – frekuensi, sebelum atau sesudah makan, metode, tipe sikat
gigi dan pasta, serta interval waktu digantinya sikat gigi.
c. Perawatan ortodontik – durasi dan perkiraan waktu selesai.
d.Rasa nyeri di gigi atau di gusi – cara rasa nyeri terpancing, asal dan
durasinya, dan cara menghilangkan rasa nyeri tersebut.
e.Gusi berdarah – kapan pertama kali diketahui; terjadi spontan atau tidak,
terjadi saat sikat gigi atau saat makan, terjadi pada malam hari atau pada
periode yang teratur; apakah gusi berdarah berhubungan dengan periode
menstruasi atau faktor spesifik; durasi perdarahan dan cara menghentikannya.
f. Bau mulut dan daerah impaksi makanan
g. Kegohayan gigi – apakah terasa hilang atau tidak nyaman pada gigi?
Apakah terdapat kesulitan pada saat mengunyah?
h. Riwayat masalah gusi sebelumnya
i. Kebiasaan – grinding teeth atau clenching teeth pada malam hari atau
setiap waktu. Apakah otot gigi terasa sakit pada pagi hari? Kebiasaan
lainnya seperti merokok, menggigit kuku, dan menggigit benda asing.
4. Survey radiografi intraoral
Survey radiografi minimum terdiri dari 14 film intraoral dan 4 bitewing posterior.
Survey lengkung gigi dan struktur sekitarnya dapat dilihat dengan mudah melalui
radiograf panoramik. Radiograf panoramik menyediakan gambar radiografi keseluruhan
yang informatif untuk melihat distribusi dan keparahan kerusakan tulang pada penyakit
periodontal, namunfilm intraoral yang lengkap dibutuhkan untuk diagnosis periodontal
dan rencana perawatan.
5. Cetakan rahang
Cetakan rahang berguna sebagai bantuan visual dalam diskusi dengan pasien dan
berguna untuk perbandingan antara sebelum dan sesudah perawatan maupun untuk
acuan pada kunjungan check-up (Carranza, 1990).
6. Foto klinis
Foto tidaklah begitu penting, namun foto berguna untuk merekam tampilan jaringan
sebelum dan setelah perawatan (Carranza, 1990).
7. Peninjauan kembali pemeriksaan awal
Untuk menegakkan diagnosa, kita harus melakukan anamnesis dan berbagai
pemeriksaan agar diagnosis penyakit pasien tepat dan rencana perawatan dan
pengobatan yang akan dilakukan pun menjadi efektif. Dalam melakukan anmnesis, kita
melakukan komunikasi interpersonal antara dokter dan pasien.
1. Komunikasi Interpersonal
Komunikasi interpersonal adalah komunikasi yang dilakukan kepada pihak lain
untuk mendapatkan umpan balik, baik secara langsung (face to face) maupun dengan
media. Berdasarkan definisi ini maka terdapat kelompok maya atau faktual (Burgon &
Huffner, 2002). Contoh kelompok maya, misalnya komunikasi melalui internet
(chatting, face book, email, etc.). Berkembangnya kelompok maya ini karena
perkembangan teknologi media komunikasi.
Terdapat definisi lain tentang komunikasi interpersonal, yaitu suatu proses
komunikasi yang bersetting pada objek-objek sosial untuk mengetahui pemaknaan suatu
stimulus (dalam hal ini: informasi/pesan) (McDavid & Harari).
Fungsi Komunikasi Interpersonal
1. Untuk mendapatkan respon/ umpan balik. Hal ini sebagai salah satu tanda
efektivitas proses komunikasi. Bayangkan bagaimana kalau tidak ada umpan
balik, saat Anda berkomunikasi dengan orang lain.
2. Untuk melakukan antisipasi setelah mengevaluasi respon/ umpan balik.
Contohnya, setelah apa yang akan kita lakukan setelah mengetahui lawan bicara
kita kurang nyaman diajak berbincang.
3. Untuk melakukan kontrol terhadap lingkungan sosial, yaitu kita dapat
melakukan modifikasi perilaku orang lain dengan cara persuasi. Misalnya, iklan
yang arahnya membujuk orang lain.
Beberapa unsur atau elemen komunikasi interpersonal adalah sebagai berikut
(Burgon & Huffner, 2002):
Kisi-kisi dalam Melakukan Konsultasi Gigi :
1. Membangun Hubungan Dokter Gigi – Pasien
a. Perilaku Non Verbal :
Kontak mata, ekspresi wajah, postur, posisi dan pergerakan, fokal (termasuk
kecepatan, volume dan kekerasan bicara)
Jika harus menulis atau menggunakan komputer dilakukan tanpa
menghambat dialog dan pengumpulan data
Memperlihatkan sikap percaya diri
b. Pengembangan Penyusunan Data :
Menerima legitimasi sudut pandang dan perasaan pasein tanpa menghakimi
Berempati selama berkomunikasi dan menghargai perasaan pasien
Memberikan dukungan dengan memperlihatkan sikap pengertian, keinginan
menolong dan membangun kemitraan
Bersikap senhsitif terhadap topik pembicaraan yang bersifat rahasia yang
berkaitan dengan pemeriksaan fisik
c. Keterlibatan Pasien :
Berbagi pendapat dengan pasien untuk meningkatkan keterlibatan di dalam
proses
Menjelaskan secara rasional setiap pertanyaan atau langkah-langkah
pemeriksaan fisik yang dapat timbul selama proses tetapi tidak berhubungan.
Jelaskan proses danh mintalah ijin pesien selama pemeriksaan dan perawatan
berlangsung.
2. Tahapan Keterampilan Khusus
1. Tahap Inisiasi
Membuat hubungan dengan pasien
Menyapa dengan hangat , kontak mata dan kontak fisik jika diperlukan
Konfirmasi nama pasien dan memperkenalkan diri
Orientasi pada pasien, ekspresi wajah dan suara ramah
Mempersilahkan pasien duduk dengan nyaman, mempertimbangkan adanya
temen atau pendamping pasien bila diperlukan
Menunjukkan kepedulian terhadap perasaan dan keperluan pasien
2. Tahap Identifikasi Keluhan Pasien Saat Ini (Patient’s Presenting Problem)
Menggunakan pertanyaan pembuka yang layak seperti :
Apa yang menyebabkan pasien datang hari ini ?
Apa yang ingin pasien diskusikan hari ini ?
3. Tahap Pengumpulan Informasi
Penggalian Masalah Pasien :
Menggali dan mendengarkan secara aktif pendapat, kebutuhan , dan harapan
pasien melalui pertanyaan-pertanyaan terbuka. Mempersilakan pasien bicara
dengan bebas tentang masalah dan sejarah masalah yang dihadapi.
Mendengar secara aktif yang didukung dengan ketrampilan mem-parafrase,
menyimpulkan dan merefleksikan.
Identifikasi masalah-masaalh yang berhubungan termasuk menggali dampak
psikososial masalah, persepsi pasien terhadap perawatan gigi (misalnya rasa
takut terehadap perawatan). Diskusikan prioritas masalah.
Gunakan gaya bertanya yang sesuai (pada umumnya dari pertanyaan terbuka
berlanjut ke arah pertanyaan tertutup)
4. Tahap Pemeriksaan Fisik
Menempatkan pasien pada keadaan nyaman, tidak merasa terancam dengan
tindakan pemeriksaan fisik yang akan dilakukan :
Memperkenalkan dan menjelaskan pemeriksaan yang akan dilakukan
Memberi kesempatan pasien untuk terlibat dan fokus kepada persoalan
pasien.
Menanyakan pasien apakah proses pemeriksaan dapat dilanjutkan
2. Pemeriksaan Subjektif dan Objektif
Perawatan yang tepat dimulai dengan diagnosis yang tepat. Untuk sampai pada
diagnosis yang tepat diperlukan ilmu pengetahuan, keterampilan dan seni : ilmu
pengetahuan penyakit serta gejala-gejalanya, keterampilan untuk melakukan cara
menguji yang tepat, dan seni menyatakan impresi, fakta dan pengalaman ke dalam
pengertian.
Gejala adalah kesatuan informasi, yang dicari di dalam diagnosis klinis dan
diidefinisikan sebagai fenomena atau tanda-tanda suatu permulaan keadaan sakit yang
normal dan indikatif. Gejala dapat diklasifikasikan sebagai berikut : gejala subjektif
adalah gejala yang dialami dan dilaporkan oleh pasien kepada dokter, gejala objektif
adalah gejala yang dipastikan oleh dokter melalui berbagai uji/tes. Pengertian mengenai
keduanya adalah penting agar sampai pada identifikasi penyakit yang tepat dan
disamping itu sampai pada suatu diagnosis masalah yang membawa pasien kepada
seorang klinisi.
a. Pemeriksaan Subjektif (Anamnesis)
Anamnesis merupakan percakapan professional antara dokter dengan pasien
untuk mendapatkan data/riwayat penyakit yang dikeluhkan pasien. Informasi tentang
riwayat pasien dibagi menjadi 3 bagian : riwayat sosial, dental dan medis. Riwayat ini
memberikan informasi yang berguna merupakan dasar dari rencana perawatan.
1. Pengenalan dan pembukaan diri terdiri dari :
Mengucapkan salam
Memperkenalkan diri
Melakukan kontak mata dengan pasien
2. Menanyakan identitas pasien, terdiri dari :
Nama : Tn/Ny.
Usia
Jenis Kelamin
Alamat
Pekerjaan
Gambar 1. Prosedur menegakkan diagnose untuk menentukan perawatan yang tepat Sumber : Pathway of the Pulp. 6th ed.
3. Menanyakan Keluhan Utama saat ini (presenting complaint) : keluhan saat
pasien datang atau keluhan yang membuat pasien datang menemui dokter gigi
4. Menanyakan sejarah keluhan utama, meliputi :
Kapan keluhan terjadi (onset)
Lamanya keluhan berlangsung (duration)
Lokasi keluhan
Faktor-faktor yang memperingan
Faktor-faktor yang memperberat
Kronologis (investigation thus far) :
Perawatan yang telah diterima
5. Riwayat medis sebelumnya : riwayat penyakit sistemik yang pernah diderita
sebelumnya
Guna menghindari informasi yang tidak relevan dan untuk mencegah kesalahan
kelalaian dalam uji klinis, klinisi harus melakukan pemeriksaan rutin. Rangkaian
pemeriksaan harus dicatat pada kartu pasien dan harus dijadikan sebagai petunjuk untuk
melakukan kebiasaan diagnostik yang tepat. Yang termasuk dengan penyakit sistemik
adalah :
a. Penyakit jantung congenital
b. Demam rematik
c. Kelainan darah
d. Penyakit saluran pernapasan
e. Asma
f. Hepatitis
g. Penyakit gastrointestinal
h. Penyakit ginjal atau saluran kencing
i. Penyakit tulang atau sendi
j. Penyakit diabetes
k. Penyakit kulit
l. Kelainan congenital
m. Alergi
n. Pengobatan belakangan atau yang sedang dilakukan
o. Operasi sebelumnya atau penyakit serius
p. Kelainan subnormal mental
q. Epilepsy
r. Riwayat penyakit serius dalam keluarga
6. Riwayat dental sebelumnya : riwayat penyakit dental yang pernah diderita
sebelumnya
7. Riwayat penyakit keluarga : riwayat penyakit yang bersifat herediter
8. Kebiasaan kultural dan sosial : dapat berupa informasi yang berhubungan
dengan lingkungan sosioekonomi dan pekerjaan, riwayat perjalanan keluar
negeri, riwayat seksual, hobby dan kebiasaan-kebiasaan pasien yang relevant.
9. Harapan pasien
Pemeriksaan Ekstraoral
Setiap kelainan ektraoral yang nampak yang dicatat selama pencatatan riwayat
dapat diperiksa lebih lanjut. Penampilan umum-besar dan berat, corak kulit, mata, bibir,
simetri wajah, dan kelenjar limfe.
Kunjungan kedua
1. Pemeriksaan rongga mulut
Menurut Carranza (1990), pemeriksaan rongga mulut meliputi oral hygiene, bau mulut,
pemeriksaan rongga mulut, dan pemeriksaan kelenjar getah bening.
Oral hygiene
Oral hygiene atau kebersihan rongga mulut dinilai dari tingkat akumulasi debris
makanan, plak, material alba, dan stain permukaan gigi. Pemeriksaan jumlah kualitatif
plak dapat membantu menegakkan diagnosis.
Bau Mulut
Halitosis atau fetor ex ore atau fetor oris, adalah bau atau aroma menyengat yang
berasal dari rongga mulut. Adanya halitosis dapat membantu dalam menegakkan
diagnosa. Halitosis berhubungan dengan penyakitpenyakit tertentu, dan dapat berasal
dari faktor lokal maupun ekstraoral. Sumber lokal penyebab halitosis dapat berasal dari
impaksi makanan diantara gigi, coated tongue, acute necrotizing ulcerative gingivitis
(ANUG), dehidrasi, karies, gigi palsu, nafas perokok, dan penyembuhan pasca operasi
atau pencabutan gigi. Karakteristik bau busuk dari ANUG sangat mudah diidentifikasi.
Ekstraoral atau sumber bau mulut yang jauh berasal dari penyakit atau struktur yang
berdekatan berhubungan dengan rhinitis, sinusitis, atau tonsillitis; penyakit pada paru-
paru dan bronkus; dan bau yang dikeluarkan melalui paru-paru dari substansi aromatik
dalam aliran darah seperti metabolit dari infus makanan atau produk eksretori dari
metabolisme sel.
Pemeriksaan Rongga Mulut
Pemeriksaan rongga mulut meliputi bibir, dasar mulut, lidah, palatum, dan daerah
oropharyngeal, serta kualitas dan kuantitas saliva. Walaupun hasil pemeriksaan tidak
berhubungan dengan penyakit peridontal, seorang dokter gigi harus mendeteksi
perubahan patologis yang terjadi.
Pemeriksaan Kelenjar Getah Bening
Kelenjar getah bening dapat membesar dan/atau mengeras sebagai respon episode
infeksi, metastase malignant, atau perubahan residual fibrotik. Kelenjar yang inflamasi
menjadi membesar, terpalpasi, empuk, dan tidak bergerak. Acute herpetic
gingivostomatitis, ANUG, dan abses periodontal akut menghasilkan pembesaran
kelenjar getah bening.
Pemeriksaan soft tissue
Index yang dipakai untuk mengevaluasi status klinis gingiva yang di rancang
oleh loe dan silness. Dengan score gingiva: 0= gingiva sehat; 1= inflamasi ringan; 2 =
inflamasi sedang dan berdarah jika ditekan; 3 = inflamasi parah dan berdarah secara
spontan. Lalu loe dan silness memodifikasi score nomor 2 tentang berdarah saat ditekan
menjadi berdarah saat probing. Modifikasi di modifikasi oleh Gordon et al,
menggunakan sistem scor noninvasif dari 0 sampai 4. Loe dan silness membagi score
nomor 1 menjadi 2 kategori: inflamasi ringan pada beberapa gingiva dan inflamasi
ringan pada seluruh gingiva.
Perdarahan saat probing menunjukan status dari bawah poket yaitu epithelium/
connective tissue interface dan juga merukan progres dari penyakit periodontal sehingga
sangat membantu untuk diagnosis penyakit pada periodontal tersebut. Loesche
memaparkan score untuk papila berdarah adalah 0 sampai 5 setelah stimudent
interdental cleaner (Johnson and Johnson) yang dimasukan secara interproksimal.
Koefisien score papila berdarah adalah 0,94 dan 0,68 untuk index gingiva.
Sehingga dapat disimpulkan score papila berdarah produksinya tinggi dan cocok
digunakan untuk evaluasi terapi periodontal. Untuk kuantitatif score inflamasi localized
yaitu 1 dan score 2 untuk inflamasi pada pada seluruh kondisi gigi.
2. Pemeriksaan gigi
Menurut Carranza (1990), aspek-aspek pada gigi yang diperiksa adalah kariesnya,
perkembangan kecacatan, anomali bentuk gigi, wasting, hipersensitifitas, dan hubungan
kontak proksimal.
Wasting disease of the teeth
Wasting diartikan sebagai pengurangan substansi gigi secara berangsur-angsur yang
terkarakteristik oleh pembentukan permukaan yang halus, dan mengkilat. Bentuk dari
wasting adalah erosi, abrasi, dan atrisi. Erosi adalah depresi berbentuk baji pada daerah
servik permukaan fasial gigi. Abrasi adalah hilangnya substansi gigi yang disebabkan
oleh penggunaan mekanis mastikasi. Atrisi adalah terkikisnya permukaan oklusal akibat
kontak fungsional dengan gigi antagonis.
Dental Stains
Dental stains adalah deposit yang terpigmentasi pada gigi. Dental stain harus diperiksa
dengan teliti untuk menentukan penyebabnya.
Hipersensitifitas
Akar gigi yang terbuka akibat resesi gingiva menjadi sensitif terhadap perubahan suhu
atau stimulasi taktil. Pasien sering menunjuk langsung lokasi yang sensitif.
Hipersensitifitas dapat diketahui melalui eksplorasi dengan probe atau udara dingin.
Hubungan kontak proksimal
Terbukanya kontak yang tipis menyebabkan impaksi makanan. Hal ini dapat dicek
melalui obeservasi klinis dan dengan dental floss.
Kegoyahan gigi Kegoyahan gigi terjadi dalam dua tahapan:
i. Inisial atau tahap intrasoket, yakni pergerakan gigi yang masih dalambatas
ligamen periodontal. Hal ini berbungan dengan distorsi viskoelastisitas ligamen
periodontal dan redistribusi cairan peridontal, isi interbundle, dan fiber.
Pergerakan inisial ini terjadi dengan tekanan sekitar 100 pon dan pergerakan
yang terjadi sebesar 0.05 sampai 0.1 mm (50 hingga 100 mikro)
ii.Tahapan kedua, terjadi secara bertahap dan memerlukan deformasi elastik
tulang alveolar sebagai respon terhadap meningkatnya tekanan horizontal.
Ketika mahkota diberi tekanan sebesar 500 pon maka pemindahan yang terjadi
sebesar 100-200 mikro untuk incisivus, 50-90 mikro untuk caninus,8-10 mikro
untuk premolar dan 40-80 mikro untuk molar.
Kegoyahan gigi dapat diperiksa secara klinis dengan cara: gigi dipegang dengan
kuat diantara dua instrumen atau dengan satu instrumen dan satu jari, dan diberikan
sebuah usaha untuk menggerakkannya ke segala arah (Carranza, 1990). Pada gambar
dibawah ini, peningkatan kegoyangan gigi ditentukan dengan memberikan gaya 500 g
pada permukaan labiolingual dengan menggunakan dua instrumen dental (Rateitschak
dkk, 1985).
Menurut Fedi dkk (2004), kegoyahan gigi dibedakan menjadi :
i. Derajat 1 – kegoyangan gigi yang sedikit lebih besar dari normal
ii. Derajat 2 – kegoyangan gigi sekitar 1 mm
iii. Derajat 3 – kegoyangan gigi lebih dari 1 mm pada segala arah atau gigi
dapat ditekan ke arah apikal.
Kegoyangan gigi yang patologis terutama disebabkan oleh (1) infamasi gingiva dan
jaringan periodontal, (2) kebiasaan parafungsi oklusal, (3) oklusi prematur, (4)
kehilangan tulang pendukung, (5) gaya torsi yang menyebabkan trauma pada gigi yang
dijadikan pegangan cengkraman gigi, (6) terapi periodontal, terapi endodontik, dan
trauma dapat menyebabkan kegoyahan gigi sementara (Fedi dkk, 2004).
Trauma dari oklusi
Trauma dari oklusi mengacu pada luka jaringan yang diakibatkan tekanan
oklusal. Tanda pada jaringan periodontal yang dicurigai sebagai akibat adanya trauma
dari oklusi antara lain: kegoyangan gigi yang berlebihan; pada gambar radiografi
terlihat jarak periodontal yang melebar; kerusakan tulang vertikal atau angular; poket
infraboni; dan migrasi patologis, terutama pada gigi anterior. Tanda lainnya yang
dicurigai adanya hubungan oklusal yang abnormal adalah migrasi gigi anterior yang
patologis (Carranza, 1990).
Migrasi gigi yang patologis
Kontak prematur pada gigi posterior yang membelokkan mandibula ke arah
anterior ikut berperan serta terhadap rusaknya periodonsium gigi maksila bagian
anterior dan terhadap migrasi patologis. Migrasi patologis gigi anterior pada orang
muda mungkin sebagai tanda adanya localized juvenileperiodontitis (Carranza, 1990).
Sensitifitas terhadap perkusi
Sensitifitas terhadap perkusi merupakan ciri adanya inflamasi akut pada
ligamen periodontal. Perkusi yang keras pada gigi dengan sudut yang berbeda terhadap
aksis gigi membantu menentukan lokasi yang terlibat inflamasi (Carranza, 1990).
Kedaan gigi pada saat rahang tertutup
Pemeriksaan keadaan gigi pada saat rahang tertutup tidak memberikan
informansi seperti saat pemeriksaan rahang ketika berfungsi, namun pemeriksaan ini
dapat menunjukkan kondisi peridontal. Gigi yang tersusun secara ireguler, gigi yang
ekstrusi, kontak proksimal yang tidak tepat, dan daerah impaksi makanan merupakan
faktor yang mendukung akumulasi bakteri plak. Misalnya pada kasus hubungan open
bite, dimana terdapat celah yang abnormal antara maksila dan mandibula. Kurangnya
pembersihan mekanis oleh jalan lintas makanan, dapat menyebabkan akumulasi debris,
pembentukan kalkulus, dan ekstrusi gigi (Carranza, 1990).
Relasi oklusi fungsional
Peeriksaan relasi oklusi fungsional merupakan bagian penting dari prosedur diagnosa.
3. Pemeriksaan periodonsium
Pemeriksaan periodonsium harus sistematik, dimulai dari regio molar baik pada
maksilla maupun mandibula kemudian diteruskan ke seluruh rahang. Semua temuan
pada pemeriksaan periodonsium ini dicatat pada periodontal chart sehingga berguna
sebagai catatan kondisi pasien dan untuk evaluasi respon pasien terhadap perawatan.
Hal-hal yang perlu dilakukan pada tahap ini adalah pemeriksaan plak dan kalkulus,
gingiva, poket periodontal, penentuan aktivitas penyakit, jumlah gingiva cekat, alveolar
bone loss, palpasi, supurasi, dan abses peridontal (Carranza, 1990).
Plak dan Kalkulus
Pemeriksaan jumlah plak dan kalkulus dapat dilakukan melalui berbagai
macam metode. Pemeriksaan plak dapat menggunakan plak indeks. Jaringan yang
mengelilingi gigi dibagi menjadi 4 bagian, yaitu papilla distofasial, margin fasial,
papilla mesiofasial, dan bagian lingual (Carranza, 1990). Visualisasi plak dapat
dilakukan dengan mengeringkan gigi denganudara. Plak adalah bagian yang tidak
memiliki stain (Rateitschak dkk, 1985)
Adanya kalkulus supragingiva dapat terlihat melalui observasi langsung, dan
jumlahnya dapat diukur dengan probe yang terkalibrasi. Untuk mendeteksi kalkulus
subgingiva, setiap permukaan gigi diperiksa hingga batas perlekatan gingiva dengan
menggunakan eksplorer no.17 atau no.3A. Udara yang hangat dapat digunakan untuk
sedikit membuka gingiva sehingga visualisasi terhadap kalkulus lebih jelas (Carranza,
1990).
Gingiva
Gingiva harus dikeringkan terlebih dahulu untuk mendapatkan observasi yang
akurat. Selain melalui pemeriksaan secara visual dan eksplorasi dengan instrumen,
pemeriksaan dilakukan dengan palpasi yang erat namun halus. Hal ini dilakukan untuk
mendeteksi kelainan patologis pada kelentingan normal dan mengetahui lokasi
pembentukan pus. Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan pada saat pemeriksaan
gingiva antara lain: warna, ukuran, kontur, konsistensi, tekstur permukaan, posisi,
kemudahan untukberdarah, dan rasa nyeri.
Dari pemeriksaan klinis, inflamasi gingiva menghasilkan dua respon dasar
jaringan, yaitu edematous dan fibrotik. Respon jaringan yang edematous memiliki
karakteristik halus, glossy, halus dan gingiva berwarna merah. Respon jaringan yang
fibrotik memiliki karakteristik seerti gingiva normal namun lebih kuat, berstippling, dan
opaque, walaupun terkadang lebih tebal dan marginnya terlihat membulat.
Poket Periodontal
Pemeriksaan poket periodontal harus mempertimbangkan: keberadaan dan
distribusi pada semua permukaan gigi, kedalaman poket, batas perlekatan pada akar
gigi, dan tipe poket (supraboni atau infaboni; simple, compound atau kompleks).
Metode satu-satunya yang paling akurat untuk mendeteksi poket peridontal adalah
eksplorasi menggunakan probe peridontal. Poket tidak terdeteksi oleh pemeriksaan
radiografi. Periodontal poket adalah perubahan jaringan lunak. Radiografi menunjukkan
area yang kehilangan tulang dimana dicurigai adanya poket. Radiografi tidak
menunjukkan kedalaman poket sehingga radiografi tidak menunjukkan perbedaan
antara sebelum dan sesudah penyisihan poket kecuali kalau tulangnya sudah diperbaiki.
Ujung gutta percha atau ujung perak yang terkalibrasi dapat digunakan dengan
radiografiuntuk menentukan tingkat perlekatan poket peridontal.
Menurut Carranza (1990), kedalaman poket dibedakan menjadi dua
jenis, antara lain:
1. Kedalaman biologis
Kedalaman biologis adalah jarak antara margin gingiva dengan dasar poket
(ujung koronal dari junctional epithelium).
2. Kedalaman klinis atau kedalaman probing
Kedalaman klinis adalah jarak dimana sebuah instrumen ad hoc (probe) masuk
kedalam poket. Kedalaman penetrasi probe tergantung pada ukuran probe, gaya
yang diberikan, arah penetrasi, resistansi jaringan, dan kecembungan mahkota.
Kedalaman penetrasi probe dari apeks jaringan ikat ke junctional epithelium
adalah ± 0.3 mm. Gaya tekan pada probe yang dapat ditoleransi dan akurat adalah 0.75
N. Teknik probing yang benar adalah probe dimasukkan pararel dengan aksis vertikal
gigi dan “berjalan” secara sirkumferensial mengelilingi permukaan setiap gigi untuk
mendeteksi daerah dengan penetrasi terdalam (Carranza, 1990). Jika terdapat banyak
kalkulus, biasanya sulit untuk mengukur kedalaman poket karena kalkulus menghalangi
masuknya probe. Maka,dilakukan pembuangan kalkulus terlebih dahulu secara kasar
(gross scaling) sebelum dilakukan pengukuran poket (Fedi dkk, 2004).
Untuk mendeteksi adanya interdental craters, maka probe diletakkan secara
oblique baik dari permukaan fasial dan lingual sehingga dapat mengekplorasi titik
terdalam pada poket yang terletak dibawah titik kontak (Carranza, 1990).
Insersi probe secara vertikal (kiri) tidak mendeteksiinterdental crater; probe
dengan posisi oblique (kanan)mencapai titik terdalam crater.(Carranza, 1990) Pada gigi
berakar jamak harus diperiksa dengan teliti adanya keterlibatan furkasi. Probe dengan
desain khusus (Nabers probe) memudahkan dan lebih akurat untuk mengekplorasi
komponen horizontal pada lesi furkasi (Carranza, 1990).
Selain kedalaman poket, hal lain yang penting dalam diagnostik adalah
penentuan tingkat perlekatan (level of attachment). Kedalaman poket adalah jarak
antara dasar poket dan margin gingiva. Kedalaman poket dapat berubah dari waktu ke
waktu walaupun pada kasus yang tidak dirawat sehingga posisi margin gingiva pun
berubah. Poket yang dangkal pada 1/3 apikal akar memiliki kerusakan yang lebih parah
dibandingkan dengan poket dalam yang melekat pada 1/3 koronal akar. Cara untuk
menentukan tingkat perlekatan adalah pada saat margin gingiva berada pada mahkota
anatomis, tingkat perlekatan ditentukan dengan mengurangi kedalaman poket dengan
jarak antara margin gingiva hingga cemento-enamel junction (Carranza, 1990).
Insersi probe pada dasar poket akan mengeluarkan darah apabila gingiva
mengalami inflamasi dan epithelium poket atrofi atau terulserasi. Untuk mengecek
perdarahan setelah probing, probe perlahan-lahan dumasukkan ke dasar poket dan
dengan berpindah sepanjang dinding poket. Perdarahan seringkali muncul segera setelah
penarikan probe, namun perdarahan juga sering tertunda hingga 30-60 detik setelah
probing (Carranza,1990).
Penentuan aktivitas penyakit
Penentuan kedalaman poket dan tingkat perlekatan tidak memberikaninformasi
apakah lesi tersebut berada dalam kondisi aktif atau inaktif. Suatu lesi inaktif
menunjukkan tidak sama sekali atau sedikit perdarahan pada probing dan jumlah cairan
gingiva yang minimal; flora bakteri didominasi oleh bentuk sel coccoid. Lesi yang aktif
berdarah lebih cepat saat probing dan memiliki sejumlah cairan dan eksudat; bakteri
yang dominan adalah spirochetes dan motile. Pada kasus localized juvenile
periodontitis, baik progressing dan nonprogressing, tidak memiliki perbedaan tempat
saat bleeding on probing. Penentuan aktivitas yang cermat akan langsung
mempengaruhi dignosis, prognosis, dan terapi (Carranza, 1990).
Jumlah Gingiva Cekat
Menurut Carranza (1990), lebar gingiva cekat adalah jarak antara mucogingival
junction dan proyeksi pada permukaan eksternal dari dasar sulkus gingiva atau poket
peridontal. Lebar gingiva cekat ditentukan dengan mengurangi kedalaman sulkus atau
poket dari kedalaman total gingiva (margin gingiva hingga garis mucogingival).
Derajat Resesi Gingiva
Selama pemeriksaan periodontal, untuk meyakinkan menggunakan dental probe dari
CEJ ke gingiva crest.
Alveolar Bone Loss
Menurut Carranza (1990), alveolar bone loss dievaluasi melalui pemeriksaan
klinis dan radiografi. Probing berguna untuk menentukan tinggi dan kontur tulang
bagian fasial dan lingual yang kabur pada radiograf akibat kepadatan akar dan untuk
menentukan arsitektur tulang interdental. Pada daerah yang teranestesi, informasi
arsitektur tulang dapat diperoleh dengan melakukan transgingival probing.
Palpasi
Palpasi mukosa oral pada daerah lateral dan apikal gigi dapat membantu untuk
menunjuk tempat asal rasa nyeri yang tidak dapat ditunjukkan oleh pasien. Palpasi juga
dapat mendeteksi infeksi jauh didalam jaringan peridontal dan tahap awal abses
peridontal (Carranza, 1990).
Abses Periodontal
Abses peridontal adalah akumulasi pus yang terlokalisasi dalam dinding
gingiva pada poket peridontal. Abses periodontal dapat akut dan kronis. Peridontal
abses akut terlihat sebagai peninggian ovoid pada gingiva sepanjang aspek lateral akar.
Gingiva terlihat edematous dan merah, dengan permukaan yang halus dan mengkilat.
Bentuk dan konsistensi pada area yang meninggi bervariasi; bisa berbentuk seperti
kubah, agak keras, dan halus. Seringkali pasien memiliki gejala peridontal abses akut
tanpa tanda klinis dan radiografi yang terlihat. Peridontal abses akut memiliki gejala
seperti rasa nyeri berdenyut, sensitif terhadap palpasi gigi, kegoyangan gigi,
lymphadenitis, dan sedikit tanda sistematik seperti demam, leukositosis, dan malaise.
Abses peridontal kronis terlihat sebagai sinus yang membuka ke arah mukosa gingiva
sepanjang akar gigi. Abses peridontal kronis biasanya asimptomatik. Pasien seringkali
mengeluhkan rasa nyeri yang tumpul, sedikit peninggian pada gigi, dan keinginan untuk
menggigit dan menggesekkan gigi (Carranza, 1990).
Pitting test
Pitting test merupakan test untuk edema atau yang sering disebut pitting edema. Edema
merupakan terkumpulnya cairan di dalam jaringan interstisial lebih dari jumlah yang
biasa atau di dalam berbagai rongga tubuh mengakibatkan gangguan sirkulasi
pertukaran cairan elektrolit antara plasma dan jaringan interstisial. Jika edema
mengumpul di dalam rongga maka dinamakan efusi, misalnya efusi pleura dan
pericardium. Penimbunan cairan di dalam rongga peritoneal dinamakan asites.
(Syarifuddin, 2001).
o Derajat I : kedalamannya 1- 3 mm dengan waktu kembali 3 detik
o Derajat I I : kedalamannya 3-5 mm dengan waktu kembali 5 detik
o Derajat III : kedalamannya 5-7 mm dengan waktu kembali 7 detik
o Derajat IV : kedalamannya 7 mm atau lebih dengan waktu kembali 7 detik
(Sumber gambar: mosby ,2010)
Stippling test
Gingiva biasanya memiliki permukaan bertekstur yang disebut sebagai yang dibintiki
(poin terukir). stippling hanya ada pada gingiva cekat yang terikat tulang alveolar,
bukan bergerak secara bebas mukosa alveolar. Stippling digunakan untuk menunjukkan
gusi yang sehat, tetapi jika gingiva halus sudah ada sejak lama maka bukan merupakan
indikasi dari penyakit, kecuali halus karena hilangnya stippling yang sudah ada
sebelumnya.
GAMBARAN RADIOGRAFI
Radiograf merupakan pemeriksaan penunjang yang sangat penting dalam menegakkan
diagnosa penyakit periodontal, tetapi radiograf semata tidak dapat
menentukan diagnosa. Beberapa persyaratan umum dalam pemeriksaan
radiografik yang lengkap, yaitu:
1. Rangkaian film yang dibuat, meliputi:
a) Rangkaian foto rontgen periapikal seluruh gigi (full-mouth)
b) Empat foto rontgen sayap gigit periodontal
c) Foto panoramik sebagai tambahan
2. Kualitas foto rontgen yang baik, melipuit densitas, kontras dan pengambilan
sudut yang tepat, serta harus mencakup seluruh detail anatomi daerah yang
dimaksud
Gambaran yang diperoleh dari foto rontgen, antara lain:
1. Morfologi dan panjang akar
2. Perbandingan mahkota : akar klinis
3. Perkiraan banyaknya kerusakan tulang
4. Hubungan antara sinus maksillaris dengan kelainan bentuk jaringan
periodontal
5. Resorpsi tulang horizontal dan vertikal pada puncak tulang interproksimal.
Harus diingat bahwa tinggi tulang interseptal yang normal biasanya sejajar
dan sekitar 1-2 mm lebih ke apikal bila dibandingkan dengan garis khayal
yang ditarik melalui pertemuan sementoemail gigi-gigi.
6. Pelebaran ruang ligamen periodonsium di daerah mesial dan distal akar.
7. Keterlibatan furkasi tingkat lanjut
8. Kelaianan periapeks
9. Kalkulus
10. Restorasi yang mengemper (overhang)
11. Fraktur akar
12. Karies
13. Resorpsi akar
Radiografi tidak dapat memperlihatkan aktivitas penyakit, tetapi dapat
menunjukkan efek penyakit. Hal-hal yang tidak dapat ditunjukan rontgen adalah
1. Ada atau tidaknya poket
2. Morfologi kelainan bentuk tulang yang pasti, khususnya cacat uang berliikuliku,
dehisensi, dan fenestrasi
3. Kegoyangan gigi
4. Posisi dan kondisi prosesus alveolar di permukaan fasial dan lingual
5. Keterlibatan furkasi tahap awal
6. Tingkat perlekatan jaringan ikat dan epitel jungsional
ADVANCE TECHNIQUE
Advance technique diagnostik merupakan pengembangan teknik atau teknik lanjutan
yang digunakan untuk mendiagnosa suatu penyakit, misalnya:
1. Pemeriksaan tingkat inflamasi gingiva.
Pada pemeriksaan klinis, tingkat inflamasi gingiva hanya dilihat
berdasarkan kondisi klinis melalui tanda kemerahan, bengkak dan
perdarahan. Namun saat ini tingkat inflamasi gingiva dapat diketahui
dengan pengukuran aliran cairan crevicular gingiva. Cairan clevicular
gingiva dikumpulkan dengan microcapillary tubes dan dengan
menempatkan filter paper strips pada celah jalan masuk dan mengukur
jumlah cairan yang meresap dalam filter paper. Selajutnya pengukuran
dapat dilakukan dengan ninhydrin area methode (NAM) atau dengan
alat elektronik, Periotron 6000 (Carranza, 1990).
2. Pemeriksaan kedalaman poket dengan electronic periodontal probe
Menurut Carranza (1990), kelebihan electronic periodontal probe
dibandingkan periodontal probe klasik, antara lain:
a) Presisi hingga 0.1 mm
b) Jangkauan hingga 10 mm
c) Tekanan saat probing yang konstan
d) Non-invasif, ringan, dan nyaman digunakan
e) Dapat mengakses seluruh lokasi pada semua gigi
f) Sistem panduan untuk menjamin angulasi probe
g) Tidak terdapat bahaya material dan shok elektris
h) Output digital
3. Xeroradiography
Xeroradiography adalah sistem penggambaran menggunakan proses
duplikasi xerographic untuk merekam gambaran x-ray. Jika
dibandingkan dengan radiografi intraoral, hasil xeroradiography
menunjukkan gambar yang lebih bagus, terutama pada struktur yang
tajam seperti trabekula dan daerah dengan perbedaan kepadatan
misalnya jaringan lunak. Dengan hasil gambar yang lebih bagus, maka
memudahkan operator untuk menilai kerusakan tulang yang
berhubungan dengan periodontitis (Carranza, 1990).
4. ELISA (Enzyme-linked immunosorbent assay)
ELISA digunakan untuk mendeteksi antigen atau antibodi. ELISA
terutama digunakan untuk menentukan serum antibodi pada
periodontophatogen (Carranza, 1990).
LABORATORY AIDS TO CLINICAL DIAGNOSIS
Ketika seorang dokter gigi melihat penyakit gusi yang tidak normal atau
periodontal yang tidak dapat di jelaskan dengan penyebab lokal, kemungkinan
disebakan karena faktor sistemik yang menimbulkan oral manifestasi.
a. Status nutrisi
Adanya defisiensi nutrisi saat evaluasi medikal status nutrisi pasien. Nutrisi
pasien ini dapa membantu daam masa penyembuhan jaringan periodontal secara
baik apabila asupan nutrisinya benar. Pasien yang mempunyai penyakit yang
berhubungan dengan defisiensi nutrisi dapat dikonsul terlebih dahulu kepada
ahli nutrisi klinis dari kekurangan nutrisi spesifik dapat berhubungan dengan
manifestasi oral dan dapat menyebabkan kelainan nutrisi atau gizi.
b. Pasien dengan diet khusus untuk alasan medis
Pasien ini misalnya adalah pasien yang mempunyai penyakit diabetes milius
yang mana saat dilakukan perrawatan kita harus hati-hati serta dalam pemberian
obatnya dan juga dalam lama perawatannya, kalau perlu sebelum dilakukan
perawatan kita harus konsul terlebih dahulu kepada dokter yang merawatnya.
c. Test darah
Tes ini dapat dilakukan jika pasien mempunyai kelainan pendarahan serta dapat
mengganggu pada saat akan dilakukan perawatan giginya. Analisis dari pulasan
darah, jumlah sel darah merah dan darah putih, perbedaan jumlah sel darah
putih, serta laju endap darah dapat digunakan untuk evaluasi dari adanya
dyscrasias dan infeksi yang menyeluruh. Pemeriksaan waktu pembekuan, waktu
pendarahan, waktu clot retraction, waktu protrombin, tes kapiler, dan sumsum
tulang dapat digunakan juga untuk analisis. Tes tersebut diatas dapat digunakan
untuk mediagnosis adanya kelainan darah yang dapat mempengaruhi penyakit
periodontal.
SKRINING PERIODONTAL
Skrining periodontal dan sistem pencatatan didesain secara mudah dan cepat
untuk pengisian status pasien oleh dokter gigi. Digunakan probe dengan ujungnya
mempunyai ukuran 0,5 mm dan mempunyai kode yang berwarna pada alat tersebut
serta terdapat ukuran mulai dari 3.5 sampai 5.5 mm. rongga mulut pasien dibagi
menurut enam segmen yaitu rahang atas kanan, anterior, dan kiri, rahang bawah kiri,
anterior, kanan. Pembagian kodenya adalah (Simarmata, 2008):
· Kode 0 adalah gusinya sehat tidak ada pendarahan saat probing serta tidak ada
kalkulus
· Kode 1 adalah tidak ada kalkulus tetapi terdapat pendarahan saat probing ,
pengobatannya dengan pembuangan plak subgingival dan mejaga kebersihan rongga
mulutnya.
· Kode 2 adalah terjadi pendarahan saat probing , kalkulus supragingival dan
subgingival, pengobatannya dengan pembuangan kalkulus, koreksi jika ada tambalan
serta menjaga kebersihan rongga mulutnya.
· Kode 3 adalah jika probe masuk sebagian terdapat pada dua atau lebih regio maka
harus dilakukan pemeriksaan mulut secara keseluruhan serta pemeriksaan jaringan
periodontal.
· Kode 4 adalah jika ukuran probe masuk semua maka harus dilakukan
pemeriksaan mulut secara keleseuruhan serta juga pemeriksaan jaringan periodontal.
· Kode * adalah jika sudah terjadi kegoyangan gigi, masalah mucogingival,
gingival resesi (Simarmata, 2008).
Sumber:
Itoiz, ME; Carranza, FA: The Gingiva. In Newman, MG; Takei, HH; Carranza, FA;
editors: Carranza’s Clinical Periodontology, 7th Edition. Philadelphia: W.B. Saunders
Company, 1990.
Lindhe's Clinical Periodontology and Implant Dentistry, 4th Ed.