deteksi autokorelasi

15
C. Mendeteksi autokorelasi 1. Metode Grafik Metode ini merupakan metode yang paling sederhana untuk mendeteksi autokorelasi. Sekaligus merupakan langkah awal untuk mendeteksi autokorelasi. Dengan metode grafik, untuk mendeteksi autokorelasi pada data time series dilakukan dengan cara memplotkan e t terhadap waktu (t) atau e t dengan e t1 . Nilai e t ini merupakan pendekatan untuk melihat gangguan atau disturbansi populasi, yang tidak dapat diamati secara langsung. Apa itu e t ? e t adalah nilai residual yang dapat diperoleh dari prosedur OLS yang biasa. Untuk perhitungannya dapat dilihat pada contoh dibawah. Setelah memplotkan e t terhadap t atau e t dengan e t1 , amati pola yang terjadi. Jika terdapat pola-pola yang sistematis, maka diduga ada autokorelasi. Sebaliknya, jika tidak terdapat pola yang sistematis (atau bersifat acak), maka tidak ada autokorelasi. Ada beberapa pola et ini, diantaranya sebagai berikut: - Gambar (a) menunjukkan pola siklus dari plot residual terhadap waktu, pada suatu periode, ketika e t meningkat diikuti oleh peningkatan e t tahun berikutnya, dan pada periode lainnya ketika et menurun diikuti oleh penurunan e t tahun berikutnya. Ini menunjukkan adanya autokorelasi positif. - Gambar (b) menunjukan pola kuadratis dari plot residual terhadap waktu. Sama dengan gambar (a) ini juga menunjukkan adanya autokorelasi positif. - Gambar (c) menunjukkan pola gerakan kebawah dan ke atas secara konstan. Ini menunjukkan adanya autokorelasi negatif.

Upload: thesaadih

Post on 07-Nov-2015

5 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

metode pendeteksian masalah Autokorelasi pada OLS

TRANSCRIPT

C. Mendeteksi autokorelasi1. Metode Grafik Metode ini merupakan metode yang paling sederhana untuk mendeteksi autokorelasi. Sekaligus merupakan langkah awal untuk mendeteksi autokorelasi. Dengan metode grafik, untuk mendeteksi autokorelasi pada data time series dilakukan dengan cara memplotkan terhadap waktu (t) atau dengan . Nilai ini merupakan pendekatan untuk melihat gangguan atau disturbansi populasi, yang tidak dapat diamati secara langsung.Apa itu ? adalah nilai residual yang dapat diperoleh dari prosedur OLS yang biasa. Untuk perhitungannya dapat dilihat pada contoh dibawah.Setelah memplotkan terhadap t atau dengan , amati pola yang terjadi. Jika terdapat pola-pola yang sistematis, maka diduga ada autokorelasi. Sebaliknya, jika tidak terdapat pola yang sistematis (atau bersifat acak), maka tidak ada autokorelasi.Ada beberapa pola et ini, diantaranya sebagai berikut: Gambar (a) menunjukkan pola siklus dari plot residual terhadap waktu, pada suatu periode, ketika meningkat diikuti oleh peningkatan tahun berikutnya, dan pada periode lainnya ketika et menurun diikuti oleh penurunan tahun berikutnya. Ini menunjukkan adanya autokorelasi positif. Gambar (b) menunjukan pola kuadratis dari plot residual terhadap waktu. Sama dengan gambar (a) ini juga menunjukkan adanya autokorelasi positif. Gambar (c) menunjukkan pola gerakan kebawah dan ke atas secara konstan. Ini menunjukkan adanya autokorelasi negatif. Gambar (d) menunjukkan pola yang tidak beraturan, yang menunjukkan tidak adanya autokorelasi Gambar (e) dan (f) adalah plot antara dengan . Gambar (e) menunjukkan pergerakan dari kiri bawah ke kanan atas yang menunjukkan autokorelasi positif (jika data pada gambar a atau b diplot terhadap , bukan terhadap waktu, akan menghasilkan gambar e ini). Gambar (f) menunjukkan pergerakan dari kiri atas ke kanan bawah yang menunjukkan adanya autokorelasi negatif (jika data pada gambar c diplot terhadap et-1, bukan terhadap waktu, akan menghasilkan gambar f ini).Contoh:Misalnya kita ingin melihat pengaruh tingkat bunga (X dalam persen) terhadap investasi (Y dalam milyar Rp). Data yang kita gunakan selama 16 tahun, mulai dari tahun 1993 sampai 2008, seperti yang terlihat pada tabel berikut ini (kolom 2 untuk Y dan kolom 3 untuk X)Tahap-tahap yang kita lakukan adalah sebagai berikut: Tahap 1. Bentuk persamaan regresi tersebut dengan variabel bebas adalah tingkat bunga dan variabel terikat adalah investasi. Hasil persamaan regresinya sebagai berikut Y = 403,212 14,421X Tahap 2. Hitung . Hasil perhitungan untuk seluruh tahun diberikan pada kolom (4). Tahap 3. Hitung nilai residual. Hasil perhitungan untuk seluruh tahun diberikan pada kolom (5). Tahap 4. Plot terhadap tahun, dengan pada sumbu vertikal dan tahun pada sumbu horizontal (sebenarnya bisa juga dipertukarkan, hanya agak susah melihatnya). Grafik yang didapatkan grafik sebagai berikut:

Perhatikan pola yang terjadi pada plot residual ini. Terlihat adanya pola siklus. Pada suatu periode, ketika meningkat diikuti oleh peningkatan tahun berikutnya, dan pada periode lainnya ketika menurun diikuti oleh penurunan tahun berikutnya. Ini menunjukkan adanya autokorelasi positif

Sebagaimana yang dikemukakan sebelumnya, selain memplotkan terhadap tahun, kita juga dapat mendeteksi autokorelasi dengan cara memplot terhadap . Plot terhadap artinya kita memplotkan antara e tahun ini dengan e tahun sebelumnya. Misalnya e tahun 1997 dipasangkan dengan e tahun 1996. Demikian juga e tahun 1998 dipasangkan dengan e tahun 1997, seperti tabel berikut:

Setelah itu lakukan plot seperti plot antara et dengan tahun. Perbedaannya adalah, jika sebelumnya sumbu horizontal dari plot kita adalah tahun, maka sekarang sumbu horizontalnya adalah .

Perhatikan pola yang terjadi pada plot residual ini, yang bergerak dari kiri bawah ke kanan atas. Ini menunjukkan adanya autokorelasi positif.

Tahap-tahap dalam SPSS sebagai berikut:1. Buka program SPSS, kemudian input data pada worksheetnya sebagai berikut:

2. Klik Analyze > Regression > Linear. Akan muncul tampilan berikut:

Masukkan variabel Y dalam kotak Dependent dan variabel X dalam kotak Independent

3. Klik Save, akan muncul tampilan berikut:Centang Unstandarized pada Predicted Values dan pada Residuals. Kemudian klik Continue. Klik OK.Perhatikan pada worksheet kita akan bertambah dua variabel baru dengan nama PRE_1 dan RES_1. Variabel PRE_1 adalah nilai Y prediksi dan RES_1 adalah nilai residual, sebagaimana yang pernah kita hitung sebelumnya. Sedangkan pada halaman output akan keluar hasil regresi kita seperti biasanya (tidak ditampilkan disini untuk menghemat halaman, dan untuk menjaga fokus pembahasan hanya pada deteksi autokorelasi)Selanjutnya untuk mendapatkan plot antara residual (et) terhadap tahun, klik Graphs > Interactive > Line. Akan muncul tampilan berikut: (catatan: anda juga bisa mengganti Line dengan Dot atau Scatterplot. Hanya agak susah melihat secara visual pola residualnya).

Pilih 2-D Coordinate yang ada disudut kanan. Masukkan Unstandarized Residual pada kotak sumbu vertikal. Masukkan Tahun pada kotak sumbu Horizontal.Selanjutnya klik Dots and Lines, akan keluar tampilan berikut:

Centang Dots pada Display dan klik OK. Maka akan keluar output sebagai berikut:Hasil yang kita peroleh, sama dengan cara manual yang kita lakukan sebelumnya.

Selain secara manual dan dengan SPSS, kita bisa juga menggunakan Excel, dengan tahapan:1. Inputkan data tahun di worksheet Excel mulai dari sel A1 sampai A17 (range A2:A17).. Sel A1 untuk judul Inputkan data investasi pada range B1:B17 (sel B1 untuk judul) dan data tingkat bungan pada range C1:C17 (sel C1 untuk judul).2. Klik menu Tool kemudian klik Data Analysis. (Catatan: jika setelah mengklik Tool, ternyata tidak muncul pilihan Data Analysis, berarti menu tersebut belum diaktifkan di program Excel Anda. Untuk mengaktifkannya, klik Tool, kemudian klik Add ins, selanjutnya conteng pada pilihan Analysis Toolpak, setelah itu klik ok. Lalu ulangi tahap 2 ini).Tampilan yang muncul setelah mengklik Data Analysis adalah seperti dibawah ini. Selanjutnya klik Regression dan klik OK.3. Selanjutnya akan muncul tampilan berikut:

Isi Input Y Range (bisa dengan mengetikkan ke dalam kotak putihnya atau memblok data). Input Y Range adalah variabel yang menjadi variabel terikat (dependent variable). Kemudian isikan Input X Range. Input X Range adalah variabel yang menjadi variabel bebas (independent variable). Semua variabel bebas diblok sekaligus. Catatan: Baik Y range maupun X range, didalamnya termasuk judul/nama variabel.Selanjutnya conteng kotak Labels. Ini artinya, memerintahkan Excel untuk membaca baris pertama dari data kita sebagai nama variabel. Anda juga bisa menconteng Constant is Zero, jika menginginkan output regresi dengan konstanta bernilai 0. Anda juga bisa menconteng Confidence Level jika ingin mengganti nilai confidence level (jika tidak diconteng, Excel akan memberikan confidence level 95%). Dalam latihan kita kedua pilihan tersebut tidak kita conteng.Selanjutnya pada Output Option kita bisa menentukan penempatan output/hasilnya. Bisa pada worksheet baru atau workbook baru. Katakanlah kita menempatkan output di worksheet yang sama dengan data kita. Conteng Output Range dan isi kotak putihnya dengan sel pertama dimana output tersebut akan ditempatkan. Dalam contoh ini, misalnya ditempatkan pada sel A20.Pada pilihan Residual, terdapat 4 pilihan. Anda bisa menconteng sesuai dengan keinginan. Dalam kasus ini kita conteng saja pilihan Residuals dan Residuals Plots. Pilihan lain diabaikan.Setelah itu, klik OK. Maka akan muncul hasil regresi berikut:Ada empat tabel hasil yang ditampilkan (yang tergantung pada pilihan yang kita buat sebelumnya), yaitu SUMMARY OUTPUT, ANOVA, RESIDUAL OUTPUT. Pada SUMARY OUTPUT ditampilkan nilai multiple R, R square, adjusted R square, standard error dan jumlah observasi. Pada ANOVA ditampilkan analisis variance dan nilai F serta pengujiannya. Selanjutnya ditampilkan perhitungan regresi kita yang mencakup intercept (konstanta) dan koefisien-koefisien regresi untuk masing-masing variabel. Dari hasil ini kita bisa membentuk persamaan regresi menjadi:Y = 403,212 14,421XSelanjutnya, pada tabel tersebut juga dimunculkan standard error, t stat, P-value, confidence level untuk 95% (karena kita tidak mengganti default nilai ini pada tahap sebelumnya).Pada RESIDUAL OUTPUT diberikan nilai Y prediksi dan nilai residual (et) yang menjadi fokus perhatian kita dalam mendeteksi autokorelasi.Selain itu, karena tadi kita menconteng pilihan residuals plots, maka akan ditampilkan plot residual sebagai berikut

Jika dilihat grafik diatas, agak rumit untuk mengambil kesimpulan mengenai pola residualnya (apalagi karena contoh datanya sedikit). Untuk itu, kita bisa merubah grafik tersebut menjadi grafik garis dengan cara klik kanan grafik tersebut. Kemudian klik Change Chart Type, dan Klik Line. Selanjutnya pilih jenis grafik garis yang diinginkan. Hasilnya akan menjadi seperti ini

Terlihat hasil yang kita peroleh, sama dengan cara manual dan dengan menggunakan SPSS sebelumnya.

2. Uji Durbin Watson Metode grafik diatas masih memiliki permasalahan. Pada metode tersebut, adanya autokorelasi agak sulit untuk ditentukan karena hanya melalui subjektifitas peneliti. Sehingga, kemungkinan tiap peniliti memiliki pandangan yang berbeda-beda. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengujian formal yang dapat dipercaya secara ilmiah. Salah satu cara untuk mengetahui adanya autokorelasi adalah uji durbin-watson. hipotesis:: (tidak ada autokorelasi): (ada autokorelasi)Statistik Uji :

Setelah mendapatkan statistik uji. Langkah selanjutnya adalah membandingkan dengan tabel DW. Tabel DW tediri atas dua nilai, yaitu batas bawah (dL) dan batas atas(dl) dan batas bawah(du). Berikut beberapa keputusan setelah membandingkan DW. Bila d < dL tolak H0; Berarti ada korelasi yang positif atau kecenderungannya r= 1 Bila dL < d < dU kita tidak dapat mengambil kesimpulan apa-apa Bila dU < d < 4 dU jangan tolak H0; Artinya tidak ada korelasi positif maupun negatif Bila 4 dU < d < 4 dL kita tidak dapat mengambil kesimpulan apa-apa Bila d > 4 dL tolak H0; Berarti ada korelasi negatif

tabel durbin-watson Perhatikan tabel berikut untuk aplikasi rumusnya. Kolom (1) adalah nilai residual (et) pada cara grafis. Kolom (2) adalah et-1. Copy saja data et pada kolom 1, tetapi urutkan satu baris kebawahnya. Dengan demikian data terakhir yaitu et = 69.06 jadi hilang Kolom (3) adalah pengurangan dari et dengan et-1. Baris pertama dihilangkan/diabaikan Kolom (4) adalah kuadrat dari kolom 3. Kemudian jumlahkan kolom 4 ini. Jumlah kolom 4 akan jadi pembilang dalam rumus kita Kolom (5) adalah kuadrat dari kolom 1. Kemudian jumlahkan kolom 5 ini. Jumlah kolom 5 akan jadi penyebut dalam rumus kita. Dengan demikian didapatkan statistik d dari Durbin-Watson sebagai berikut:

Setelah mendapatkan nilai d ini, bandingkan nilai d dengan nilai-nilai kritis dari dL dan dU dari tabel statistik Durbin-Watson. Tabel statistik Durbin-Watson ini biasanya ada pada lampiran-lampiran buku statistik.

Kriteria pengujiannya sebagai berikut: Jika 0 < d < dL, berarti ada autokorelasi positif 4 dL < d < 4, berarti ada autokorelasi negatif Jika 2 < d < 4 dU atau dU < d < 2, berarti tidak ada autokorelasi positif atau negatif Jika dL d dU atau 4 dU d 4 dL, pengujian tidak meyakinkan. (sumber: Pyndick & Rubinfeld,1998) Dari tabel statistik Durbin-Watson dengan N=16 , jumlah variabel bebas = 1 dan taraf pengujian () = 5%, didapatkan nilai kritis dL = 1.10 dan nilai kritis dU = 1.37 Dengan membandingkan nilai d yang kita peroleh dari perhitungan terhadap dL atau dU dari tabel didapatkan bahwa:d= 0.3423 < dL=1.10. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat autokorelasi positif dari model regresi ini. Berbagai program statistik juga sudah menyediakan perhitungan untuk statisik d dari Durbin-Watson ini. Diantaranya , program SPSS. Untuk mendapatkan nilai d dari program SPSS, setelah anda memasukkan variabel Dependent dan Variabel Independent seperti berikut ini:

Selanjutnya klik Statistics, maka akan muncul tampilan berikut:Pada bagian Residuals, centang kotak Durbin-Watson dan klik Continue. maka dalam output SPSS akan disertakan nilai d dari Durbin-Watson. (catatan: jika anda mencoba dengan data latihan kita, mungkin hasilnya akan sedikit berbeda. Hal tersebut terjadi karena proses pembulatan)

4. Uji Run

Uji durbin Watson juga memiliki kelemahan ketika berada antara nilai dL dan dU atau antara (4-dU) dan (4-dL) maka keputusannya autokorelasi tidak bisa diketahui mempunyai autokorelasi apa tidak. Sehingga dilakukan uji lain bisa dengan metode grafik atau metode formal lainnya. Salah satu uji formal yaitu uji run.Run test sebagai bagian dari statistik non-parametrik dapat digunakan untuk menguji apakah antar residual terdapat korelasi yang tinggi atau tidak. Jika antar residual tidak terdapat hubungan korelasi maka dikatakan bahwa residual adalah acak atau random. Run Test digunakan untuk melihat apakah residual terjadi secara random atau tidak.Menurut pemahaman saya, uji run test akan memberikan kesimpulan yang lebih pasti jika terjadi masalah pada Durbin Watson Test yaitu nilai d terletak antara dL dan dU atau diantara (4-dU) dan (4-dL) yang akan menyebabkan tidak menghasilkan kesimpulan yang pasti atau pengujian tidak meyakinkan jika menggunakan DW test. Seperti contoh dibawah ini.Dengan T=27, K=5, dL = 1.08364, dU = 1.75274. artinya dL < d < dU = Tidak ada kesimpulan yang pasti.Perinsip kerja uji run sangat sederhana yaitu dengan melihat tanda nilai residual negtaif atau positif(+) atau negatif (-), tanpa memperhatikan nilainya. Sehingga run yang dimaksud disini adalah sekelompok nilai residual yang mempunyai tanda sama secara bertusut-turut. Contoh: (++++++)(-----)(+++++)(----)Hipotesis:=residual random (tidak ada autokorelasi)=residual tidak random (ada autokorelasi)Untuk menghitungnya digunakan beberapa fungsi berikut:Dimana:N=jumlah observasiN1=jumlah run positif(+)N2=jumlah run negatif(-)Dalam melakukan pengujian hipotesis, digunakan analisis interval kepercayaan :E(run)-1,96