definisi profesionalisme

79
1. Pengertian profesionalisme Sebelum penulis menguraikan pengertian profesionalisme terlebih dahulu akan dikemukakan pengertian profesi sehingga mudah dimengerti apa yang dimaksud profesionalisme. Profesi adalah “Bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian (ketermpilan, kejujuran) tertentu” (Nurdin, 2002: 15) “sedangkan kata profesional berasal dari kata sifat yang berarti pencaharian dan sebagai kata benda yang berarti orang yang mempunyai keahlian seperti guru, dokter, hakim, dan sebagainya” (Usman, 1995: 14). Dengan kata lain pekerjaan yang bersifat profesional adalah pekerjaan yang dilakukan oleh mereka yang khusus dipersiapkan untuk itu dan bukan pekerjaan yang dilakukan oleh mereka yang karena tidak dapat memperoleh pekerjaan lain (Sudjana, 1988: 14) Setiap guru profesional menguasai pengetahuan yang mendalam dalam spesialisnya. Penguasaan pengetahuan ini merupakan syarat yang penting di samping keterampilan/keterampilan lain. Guru profesional selain menguasi seluk-beluk pendidkan dan pengajaran serta ilmu-ilmu lainya, guru juga dibekali pendidikan khusus untuk menjadi guru dan memiliki keahlian khusus yang diperlukan sesuai dengan profesinya. Pekerjaan guru adalah suatu profesi tersendiri, pekerjaan ini tidak dapat dikerjakan oleh sembarang orang tampa memiliki keahlian sebagai seorang guru. Banyak yang pandai berbicara tertentu, namun orang itu belum dapat disebut sebagai seorang guru (Hamalik, 2004: 118-119) Menurut Sudjana (2008: 13) pekerjaan yang bersifat profesional adalah pekerjaan yang hanya dapat dilakukan oleh mereka yang secara khusus disiapkan untuk itu dan bukan pekerjaan yang dilakukan oleh mereka yang karena tidak dapat atau tidak memperoleh pekerjaan lainya.

Upload: pakne-aufa

Post on 11-Dec-2014

215 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: DEFINISI PROFESIONALISME

1.    Pengertian profesionalisme

Sebelum penulis menguraikan pengertian profesionalisme terlebih dahulu akan dikemukakan pengertian profesi sehingga mudah dimengerti apa yang dimaksud profesionalisme.

Profesi adalah “Bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian (ketermpilan, kejujuran) tertentu” (Nurdin, 2002: 15)

“sedangkan kata profesional berasal dari kata sifat yang berarti pencaharian dan sebagai kata benda yang berarti orang yang mempunyai keahlian seperti guru, dokter, hakim, dan sebagainya” (Usman, 1995: 14). Dengan kata lain pekerjaan yang bersifat profesional adalah pekerjaan yang dilakukan oleh mereka yang khusus dipersiapkan untuk itu dan bukan pekerjaan yang dilakukan oleh mereka yang karena tidak dapat memperoleh pekerjaan lain (Sudjana, 1988: 14)

Setiap guru profesional menguasai pengetahuan yang mendalam dalam spesialisnya. Penguasaan pengetahuan ini merupakan syarat yang penting di  samping keterampilan/keterampilan lain. Guru profesional selain menguasi seluk-beluk pendidkan dan pengajaran serta ilmu-ilmu lainya, guru juga dibekali pendidikan khusus untuk menjadi guru dan memiliki keahlian khusus yang diperlukan sesuai dengan profesinya.

Pekerjaan guru adalah suatu profesi tersendiri, pekerjaan ini tidak dapat dikerjakan oleh sembarang orang tampa memiliki keahlian sebagai seorang guru. Banyak yang pandai berbicara tertentu, namun orang itu belum dapat disebut sebagai seorang guru (Hamalik, 2004: 118-119)

Menurut Sudjana (2008: 13) pekerjaan yang bersifat profesional adalah pekerjaan yang hanya dapat dilakukan oleh mereka yang secara khusus disiapkan untuk itu dan bukan pekerjaan yang dilakukan oleh mereka yang karena tidak dapat atau tidak memperoleh pekerjaan lainya.

Dari rumusan di atas “dipersiapkan untuk itu” mengandung arti luas. Bisa dipandang melalui proses pendidikan bisa pula diperoleh dari proses laitihan. Namun menurutnya, untuk pekerjaan yang bersifat profesional lebih-lebih untuk pekerkaan yang bersifat profesional penuh seperti profesi dokter, maka dipersiapkan untuk itu harus mengacu pada proses pendidikan, dan bukan sekedar latihan. Karena semakin tinggi tingkat pendidikan yang dijalaninya maka akan semakin tinggi pula derajat profesi yang disandangya. Ini berarti tinggi rendahnya pengakuan profesionalisme sangat menggan tung pada tingkat keahlian dan pendidikan yang ditempuhnya.

Kemudian pendapat yang hampir sana dikemukakan oleh Ali (1992: 23) keahlian atau kemampuan profesional tidak mesti harus diperoleh daei jenjang pendidikan, tetapi bisa saja seseorang yang secara tekun mempelajari dan melatih diri dalam suatu bidang tertentu menjadi profesional. Hanya saja menurutnya, profesi yang disandang melalui jenjang pendidikan akan memperoleh pengakuan yang bersifat formal naupun informal, sedangkan yang diperoleh dari selain pendidikan formal pada umunya hanya akan mendapat pengakuan yang bersifat informal saja.

2.    Pengertian Guru Profesional

Page 2: DEFINISI PROFESIONALISME

Guru adalah “orang yang memberikan ilmu pengetahua terhadap anak didik, jadi seorang guru yang mengabdikan diri kepada masyarakat dan tentunya guru memiliki tanggung jawab dan melaksanakan proses belajar mengajar di tempat-tempat tertentu, tidak mesti di lembaga formal tetapi bisa juga di masjid, surau, musallah, di rumah dan sebagainya (Djamarah, 2003: 31)

Sedangkan guru bahasa Arab yang profesional menurut Al Qosimiy secara garis besar ada tiga hal yang sangat mendasar yang membedakan antara guru asing dengan guru lokal dilihat dari profesionalisnya dalam membentuk mental belajar siswa bidang studi bahasa Arab sebagai berikut:

1. Bahwasanya guru lokal tidak dapat berbicara atau menbahas persis bahasa asing (bahasa Arab) sebagai mana bahasa penduduk aslinya secara faseh, sedangkan guru asing dia mampu melakukan hal ini tampa ada kesulitan karena sesungguhnya dia berbicara dengan bahasany, maka secara otomatis guru tersebut tidak akan kesulitan dalam mewujudkan hal tersebut. Dan dengan cara ini dia mengajarkan seswa membahas atau membicarakan yang benar (serius) dengan gambaran kebiasaan.

2. Guru lokal tidak mampu membahas atau berbicara dengan bagus menyaingi guru asing dalam (leluasa). Jumlah mufradat menggambarkan istilah-istilah yang ia ketahui sebagaimana bahwasanya ia tidak dapat mendekati secara mutlak dalam memahami makna-makna yang terkandung di dalam isi mata pelajaran tersebut, yang beragam seperti setiap lafaz-lafaz. Menggunakan guru sebagai guru bahasa asing baik dalam menyelesaikan makna-makna mufrad atau kaidah-kaidah tersebut dalam meningkatkan pemahaman siswa serta membentuk mental belajar siswa (Al Qasimiy, 1989: 79)

Dari uraian di atas peneliti dapat mengambil kesimpulan bahwa syarat guru bahasa Arab yang profesional dalam meningkatkan pemahaman siswa pada mata pelajaran bahasa Arab, harus diajarkan oleh guru bahasa asing daripada guru lokal. Karena sesungguhnya dia mengajarkan bahasanya sendiri, naka secara otomatis tidak menemukan kesulitan dan kompleksnya siswa dapat mengetahui secara mendetail pada mata pelajaran bahasa Arab mengenai istilah-istilah dan struktur kalimat serta dengan baik dan akan dapat berbicara dengan faseh serta menulis dan membaca dengan baik yang pada akhirnya dapat membentuk mental belajar seswa yang optimal.

Seseorang guru selain memiliki pengetahuan atau wawasan mengenai pendidikan juga harus dibekali dengan persyaratan tentang profesionalisnya itu, mengenbai persayaratan guru tersebut meliputi:

a.    Takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa

Guru sesuai dengan tujuan ilmu pendidikan islam tidak mungkin mendidika anak didik bertakwa kepada Allah SWT, jika guru sendiri tidak bertakea kepadanya. Sebaliknya guru adalah teladan bagi anak didiknya.

b.    Sehat jasmani

Page 3: DEFINISI PROFESIONALISME

Kesehatan jasmanikerapkali dijadikan salah satu syarat bagi mereka untuk menjadi guru.

c.    Berkelakuan baik

Budi pekerti guru penting dalam pendidikan watak anak didik, guru harus menjadi tauladan bagi siswa didiknya karena anak-anak cebderung bersifat meniru (Djamarah, 2000: 32)

Ketiga persyaratan tersebut diharapkan telah demiliki oleh seorang guru sehingga ia mampu memenuhi fufngsi sebagai pendidik profesional yakni pendidik bangsa, guru di sekolah atau pimpinan di masyarakat.

Dari persyaratan di atas menunjukan bahwa guru sebagai pendidik profesional mempunyai citra yang baik di masyarakat apabila dapat menunjukan kepada masyarakat bahwa guru layak menjadi panutan atau tauladan bagi masyarakat di sekelilingya (Soejipto, 2007: 42)

Berdasarkan pengertian daripada guru profesional tersebut dapat dikatakan guru profesional adalah orang yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruanya sehingga mampu melaksanakan tugas dan fungsinya dengan sebaik-baiknya” (Uzer, 1995: 15)

Jadi seorang guru adalah orang yang benar-benmar terdidik dan terlatih dengan baik, serta memiliki pengalaman yang kaya dibidangya masing-masing. Terdidika dan terlatih disini bukan hanya memperoleh pendidikan formal tetapi juga harus menguasai berbagai strategi atau tekhnik di dalam kegiatan bekajar mengajar serta menguasai kandasan-kandasan kependidikan yang tentunya juga akan memenuhi beberapa persyaratan atau kriteria sehingga dikatakan benar-benar terdidik dan terlatih.

Sesungguhnya guru yang bertanggung jawab memiliki bebnerapa sifat menurut Tanlain dalam (Djamarah, 2002: 36) terdiri dari:

1. Menerima dan mematuhi norma-norma dan nilai-nilai kemanusiaan2. Memiliki tugas mendidik dengan bebas berani gembira (tugas bukan menjadi beban

baginya)3. Sadar akan nilai-nilai yang berkaitan dengan perbuatanya serta akibat-akibat yang timbul

dari kata hatinya.4. Menghargai orang lain termasuk anak didik5. Bijaksana dan hati-hati (tidak nekat, sombong dan tidak singkat akal)6. Takwa Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

Proses belajar mengajar merupakan inti dari proses pendidikan secara keseluruhan dengan guru sebagai pemegang peranan utama. Dalam proses bekajar mengajar tersirat suatu makna adanya satu kesatuan antara seswa yang belajar dan guru yang mengajar. Antara kedua pihak ini terjadi suatu interaksi yang satu sama lain dan saling menunjang.

Page 4: DEFINISI PROFESIONALISME

Sebagai proses belajar mengajar memerlukan seuatu perencanaan yang matang, yakni mengkoordinasikan unsur-unsur tujuan, bahan pengajaran, kegiatan belajar mengajar, metode dan alat bantu mengajar, serta penilaian atau evaluasi. Dan tahap selamjutnya adalah melaksanakan rencana tersebut dalam bentuk tindakan atau praktek mengajar (Sudjana, 2000: 9)

Senada dengan pendapat di atas Usman juga menegaskan bahwa proses belajar mengajar sebagai interaksi semua komponen atau unsur yang terdapat dalam belajar mengajar yang satu dengan yang lainya saling berikatan dalam ikatan untuk mencapai tujuan. Komponen belajar mengajar yang dimaksud adalah tujuan instruksional yang ingin dicapai materi pelajaran, metode mengajar, alat pengajaran dan evaluasi sebagai alat ukur tercapai atau tidaknya tujuan (Usman, 1999: 5)

Berdasarkan paparan di atas maka guru pada posisinya sebagai sutradara sekaligus sebagai aktor utama dalam setiap kegiatan belajar mengajar, dianggap memiliki peran yang sangat penting dan sangat menentukan arah bagi pencapaian tujuan yang ingin diinginkan. Untuk itu, dalam melaksanakan profesi keguruanya seorang guru dituntut memiliki kemampuan profesional sebagai bekal dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab, sebab guru yang profesional akan lebih mampu menciptakan kelas sehingga hasil belajar yang diciptakan oleh para siswa akan berada pada tingkat yang lebih optimal.

Pekerjaan yang bersifat profesional adalah pekerjaan yang hanya dapat dilakukan oleh mereka yang secara khusus dipersiapkan untuk itu, dan bukan pekerjaan yang dilakukan oleh mereka yang tidak punya keahlian dan hanya karena tidak dapat memperolehpekerjaan lain (sudjana, 2000: 13)

Berdasarkan pengertian di atas, maka yang dimaksud dengan gru profesional adalah orang yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan sehingga ia mampu melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan yang maksimal (Usman, 1999: 15)

3.    Kriteria profesionalisme guru

Jabatan guru dikenal sebagai suatau pekerjaan profesional sebagaimana seorang menilai bahwa dokter, insinyur, ahli hukum, dan sebagainya sebagai profesi tersendiri maka gurupun adalah suatu profesi tersendiri. Pekerjaan ini tidak bisa dikerjakan oleh sembarangan orang tampa memiliki keahlian khusus sebagai guru. Banyak orang pandai berbicara tertentu namun orang demikian belum dapat disebut sebagai seorang guru.

Ada perbedaan prinsip antara guru yang profesional dengan guru yang bukan profesional, contohnya seorang yang akan bekerja secara profesional bilamana orang tersebut memiliki kemampuan (Ability) dan motivasi (motivasion) maksudnya adalah: seorang akan bekerja secara profesional bilamana memiliki kemampuan kerja yang tinggi dan kesungguhan hati untuk mengerjakan dengan sebaik-baiknya. Sebaliknya seseorang yang tidak profesional bila mana hanya memenuhi salah satu dari dua persyaratan di atas (Bafadal, 2003 : 5).Jadi betapun tingginya kemampuan seseorang (guru) ia tidak akan bekerja secara profesional

Page 5: DEFINISI PROFESIONALISME

apabila tidak memiliki motivasi kerja yang tinggi, sebaliknya betapun tingginya motivasi kerja seseorang (guru) ia tidak akan sempurna dalam menyelesaikan tugas-tugasnya bilamana tidak didukung oleh kemampuanya.Sedangkan kriteria guru bahasa Arab secara khusus adalah sebagai berikut :

1. Menguasai budaya Arab serta seluk beluk sosial2. Menguasai cara atau metode bahasa Arab dengan ilmu jiwa bahasa Arab3. Menguasai materi belajar bahasa Arab karena materi bahasa Arab berbeda dengan materi

pelajaran yang lain, bahasa Arab itu meliputi unsur-unsur antara lain : a) bahasa seperti ucapan, kosa kata dan kawaid, b) keterampilan berbahasa, meliputi keterampilan mendengar, bidara, membeca, dan menulis.

4. Menguasai evaluasi belajar atau mampu mengevaluasi proses belajar mengajar bahasa Arab (al-Qosimy, 1989 : 91)

Dengan demikian dari pengertian di atas profesionalitas guru pada bidang studi bahasa Arab hendaknya mengikuti syarat-syarat atau peraturan yang telah ditentukan oleh al-Qoisimy agar siswa termotivasi oleh guru dalam membentuk mental belajarnya.

4.    Fungsi dan Tugas Guru

Sebagai seorang pendidik yang memahami fungsi dan tugasnya, guru khususnya ia dibekali dengan berbagai ilmu keguruan sebagai dasar, disertai pula dengan seperangkat latihan keterampilan keguruan dan pada kondisi itu pula ia belajar memersosialisasikan sikap keguruan yang diperlukannya. Seorang yang berpribadi khusus yakni ramuan dari pengetahuan sikap danm keterampilan keguruan yang akan ditransformasikan kepada anak didik atau siswanya.

Guru yang memahami fungsi dan tugasnya tidak hanya sebatas dinding sekolah saja, tetapi juga sebagai penghubung sekolah dengan masyarakat yang juga memiliki beberapa tugas menurut Rostiyah (dalam Djamarah, 2000 : 36) mengemukakan bahwa fungsi dan tugas guru profesional adalah :

Menyerahkan kebudayaan kepada anak didik berupa kepandaian, kecakapan dan pengalaman-pengalaman

Membentuk kepribadian anak yang harmonis sesuai cita-cita dan dasar negara kita Pancasila

Menyiapkan anak menjadi warga negara yang baik sesuai dengan Undang-Undang Pendidikan yang merupakan keputusan MPR No. 2 Tahun 1983

Sebagai prantara dalam belajar Guru adalah sebagai pembimbing untuk membawa anak didik ke arah kedewasaan.

Pendidik tidak maha kuasa, tidak dapat membentuk anak menurut kehendak hatinya Guru sebagai penghubung antara sekolah dan masyarakat Sebagai penegak disiplin. Guru menjadi contoh dalam segala hal, tata tertib dapat

berjalan apabila guru menjalaninya terlebih dahulu Sebagai adminstrator dan manajer Guru sebagai perencana kurikulum

Page 6: DEFINISI PROFESIONALISME

Guru sebagai pemimpin Guru sebagai sponsor dalam kegiatan anak-anak

Seorang guru baru dikatakan sempurna jika fungsinya sebagai pendidik dan juga berfungsi sebagai pembimbing. Dalam hal ini pembimbing yang memiliki sarana dan serangkaian usaha dalam memajukan pendidikan. Seorang guru menjadi pendidik yang sekaligus sebagai seorang pembimbing. Contohnya guru sebagai pendidik dan pengajar sering kali akan melakukan pekerjaan bimbingan, seperti bimbingan belajar tentang keterampilan dan sebagainya dan untuk lebih jelasnya proses pendidikan kegiatan mendidik, mengajar dan membimbing sebagai yang taka dapat dipisahkan.

Membimbing dalam hal ini dapat dikatakan sebagai kegiatan menuntun anak didik dalam perkembanganya dengan jelas dmemberikan langkah dan arah yang sesuai dengan tujuan pendidikan.

Sebagai pendidik guru harus berlaku membimbing dalam arti menuntun sesuai dengan kaidah yang baik dan mengarahkan perkembangan anak didik sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan, termasuk dalam hal ini yang terpenting ikut memecahkan persoalan-persoalan dan kesulitan-kesulitan yang dihadapi anak didik. Dengan demikian diharapkan menciptakan perkembangan yang lebih baik pada diri siswa, baik perkembangan fisik maupun mental.

Dari uraian di atas secara rinci peranan guru dalam kegiatan belajar mengajar dapat disebutkan sebagai berikut :

1.    Fasilitator Sebagai fasilitator guru hendaknya dapat menyediakan fasilitas yang memungkinkan kemudahan kegiatan belajar mengajar.

2.    Motivator Sebagai motivator guru hendaknya dapat mendorong anak didik agar bergairah dan aktif belajar3.    InformatorSebagai informator guru harus dapat memberikan informasi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi selain sejumlah bahan pelajaran untuk setiap mata pelajaran yang diprogramkan dalam kurikulum.4.    PembimbingPeran guru yang tidak kalah pentingnya dari semua peran yang telah disebutkan di atas adalah sebagai pembimbing5.    KorektorSebagai korektor guru harus bisa membedakan mana nilai yang baik dan buruk6.    InspiratorSebagai inspirator guru harus dapat membedakan ilham yang baik bagi kemajuan anak didik7.    OrganisatorSebagai organisator adalah sisi lain dari peranan yang diperlukan oleh guru dalam bidang ini memiliki kegiatan pengelolaan kegiataan akademik dan lain sebagainya.

Page 7: DEFINISI PROFESIONALISME

8.    Inisator Sebagai inisiator guru harus dapat menjadi pencetur ide-ide kemajuan dan pendidikan dalam pengajaran9.    DemonstratorDalam interaksi edukatif, tidak semua bahan pelajaran anak didik pahami10.    Pengelolaan kelasGuru hendaknya dapat mengelola kelas dengan baik karena kelas adalah tempat terhimpun semua anak didik dan guru dalam rangka menerima bahan pelaaran dari guru.11.    MediatorGuru hendaknya memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang media pendidikan dalam berbagai bentuk dan jenisnya baik media non material maupun material.12.    Supervisor Guru hendaknya dapat membantu memperbaiki dan menilai secara kritis terhadap proses pengajaran.13.    Evaluator Guru dituntut untuk menjadi evaluator yang baik dan jujur dengan memerikan penilaian yang menyentuh aspek intrinsik dan ekstrinsik.http://www.sarjanaku.com/2011/01/profesionalisme-guru.html

PROFESIONALISME GURU

May 12, 2010

ramlannarie GURU profesionalisme 3 Comments

PROFESIONALISME GURU

A. Definisi Profesionalisme

Profesionalisme berasal dari istilah professional yang dasar katanya adalah profesi (profession). Untuk itu ada baiknya penulis kemukakan terlebih dahulu istilah profesional. Profesional berarti persyaratan yang memadai sebagai suatu profesi (Abin Syamsuddin, 1996:48). Selain itu pengertian profesional menurut Tilaar (1999) bermakna: (1) sesuatu yang bersangkutan dengan profesi, (2) memerlukan kepandaian khusus untuk menjalankannya, (3) mengharuskan adanya pembayaran untuk melaku-kannya (lawan amatir). Menurut Dedi Supriyadi (1998:95) dan Sudarwan Danim (2002:22), kata professional merujuk pada dua hal:

Pertama, adalah orang yang menyandang sutau profesi, orang yang biasanya melakukan pekerjaan secara otonom dan dia mengabdi diri pada pada pengguna jasa disertai rasa tanggung jawab atas kemampuan profesionalnya, atau penampilan seseorang yang sesuai dengan keten-tuan profesi. Kedua, adalah kierja atau performance seseorang dalam melakukan pekerjaan yang sesuai dengan profesinya. Pada tingkat tinggi, kinerja itu dimuati unsur-unsur kiat atau seni (art) yang menjadi ciri tampilan professional seorang penyandang profesi.

Page 8: DEFINISI PROFESIONALISME

Menurut S. Prayudi A, (1979), istilah profesional dapat diartikan pula sebagai: “usaha untuk menjalankan salah satu profesi berdasarkan keahlian dan keterampilan yang dimiliki seseorang dan berdasarkan profesi itulah seseorang mendapatkan suatu imbalan pembayaran berdasarkan standar profesinya.”

Sedangkan kata profesi dapat diketahui dari tiga sumber makna, yaitu makna etimology, makna terminology, dan makna sociology. Secara etimologi, profesi berasal dari istilah bahasa Inggris profession atau bahasa Latin profecus, yang artinya mengakui, pengakuan, menyatakan mampu, atau ahli dalam melaksanakan pekerjaan tertentu. Secara terminology, profesi dapat diartikan sebagai suatu pekerjaan yang mempersyaratkan pendidikan tinggi bagi pelakunya yang ditekankan pada pekerjaan mental, bukan pekerjaan manual. Kemampuan mental disini menurut Sudarwan Danim (2002:21) adalah: “adanya persyaratan pengetahuan teoritis sebagai instrument untuk melakukan perbuatan praktis.” Merujuk pada definisi ini, pekerjaan-pekerjaan yang menuntut keterampilan manual atau fisikal, meskipun levelnya tinggi, tidak digolongkan dalam profesi. Secara sosiologi dikemukakan Carr-Saunders dalam Peter Jarvis (1992:21) bahwa: “profession may perhaps be defined as an accupation bessed upon specialized intellectual study and training. The purpose of wich is to supply skilled service or advice to other for definite fee or salary.” Sedangkan Cogan (1953) dalam Peter Jarvis (1992:21) memberikan batasan “… that a profession is vacation of some practice is founded upon an understanding of teoritical structure of some depertemen of learning or science.” Menurut Abin Syamsuddin Makmun (1996:47) “profesi menunjukkan suatu kepercayaan (to profess mean to trust), bahkan suatu keyakinan (to belief in) atas suatu kebenaran (ajaran agama) atau kredibilitas seseorang, dan menunjukkan suatu pekerjaan atau urusan tertentu (a particular business).”

Secara sosiologi, Vollmer & Mills dalam Abin Syamsuddin (1996:47) mempersepsikan bahwa profesi itu hanyalah merupakan jenis model atau tipe pekerjaan ideal saja, karena dalam realitanya bukanlah hal yang mudah untuk mewujudkannya.” Namun tetap bias diwujudkan, bila dilakukan dengan sungguh-sungguh. Dedi Supriadi (1998:95) menyatakan bahwa “profesi menunjukkan suatu pekerjaan atau jabatan yang menuntut keahlian, tanggung jawab, dan kesetiaan terhadap profesi tersebut.” Parelius and Parelius dalam Wuradji (1988:50) memberikan batasan tentang pekerjaan profesi itu menuntut adanya spesialisasi secara menjurus (highly specialized), dilandasi oleh pengetahuan-pengetahuan yang khusus (esoteric knowledge), dilandasi oleh pendidikan yang tinggi denganprogram-program pendidikan dan latihan yang matang.

Secara ideologi pekerjaan profesi menekankan pada tanggung jawab dan pelayanan tertentu, dari sekedar pekerjaan-pekerjaan yang mendatangkan keuntungan pribadi. Ada kode etik yang memberikan pertimbangan-pertimbangan secara otomatis dalam membedakan pekerjaan mana yang tergolong pekerjaan profesi dan mana yang bukan, serta diantara para praktisi professional diikat dalam suatu organisasi profesi dengan cakupan yang luas.

Rumusan yang singkat dan sederhana ini mengandung sejumlah makna yang masih perlu dikaji lebih lanjut agar dapat dipahami keseluruhan definisi profesi. Menurut Oemar Hamalik (2006:2) ada beberapa komponen yang terkandung dalam definisi profesi, yaitu: (1) pernyataan atau janji yang terbuka, (2) mengandung unsur pengabdian, dan (3) suatu jabatan atau pekerjaan. Blackington (1968) dalam Oemar Hamalik (2006:3) menyatakan a profession may defined most

Page 9: DEFINISI PROFESIONALISME

simply as a vacation which is organized, incompletely, no doubt, but genuinely, for the performance of function.

Dari definisi yang telah dikemukakan di atas penulis menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan pengertian profesi adalah suatu jenis pekerjaan yang bukan dilakukan dengan mengandalkan kekuatan fisik, menuntut pendidikan yang tinggi bagi orang-orang yang memasukinya serta mendapat pengakuan dari orang lain.

Jenis pekerjaan seperti yang telah digambarkan di atas salah satu diantaranya adalah jabatan guru. Pada hakekatnya guru merupakan profesi tenaga akademik pada lembaga pendidikan tingkat sekolah. Guru adalah salah satu sumberdaya yang sangat penting dalam pengelolaan organisasi pendidikan. Untuk mencapai hasil pendidikan sebagai mana yang diharapkan, diperlukan kegiatan manajemen sumberdaya manusia.

Selanjutnya disini patut pula kiranya penulis kemukakan istilah profesionalisme. Istilah ini diangkat dari bahasa Inggris professionalism yang secara leksikal berarti “sifat professional” (Sudarwan Danim, 2002:23). Pandji Anoraga & Sri Suyati (1995:85) menyatakan “profesi-onalisme merupakan suatu tingkah laku, suatu tujuan atau rangkaian kualitas yang menandai atau melukiskan coraknya suatu profesi.” Profesinalisme mengandung pula pengertian menjalankan suatu profesi untuk keuntungan atau sebagai sumber kehidupan.

Sebagaimana dinyatakan oleh Oemar Hamalik (2006:42) bahwa profesionalisme guru mengandung pengertian yang meliputi unsur-unsur kepribadian, keilmuan, dan keterampilan. Dengan demikian dapat diartikan, bahwa kompetensi professional tentu saja meliputi ketiga unsur itu walaupun tekanan yang lebih besar terletak pada unsur keterampilan sesuai dengan peranan yang dikerjakan. Sehingga Danim (2002) menyatakan bahwa “orang yang profesional memiliki sifat-sifat yang berbeda dengan orang yang tidak profesional meskipun dalam pekerjaan yang sama atau katakanlah berada dalam satu ruang kerja.”

Dedi Supriyadi (1998:95) istilah profesionalisme merujuk pada derajat penampilan individu sebagai seorang professional atau penampilan suatu pekerjaan sebagai suatu profesi. Oleh karenanya dapat dimaknai sebagai mutu, kualitas, dan tindak-tanduk yang merupakan ciri suatu profesi atau orang yang profesional, atau sifat profesional. Profesi-onalisme itu berkaitan dengan komitmen para penyandang profesi. Untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya secara terus menerus, mengembangkan strategi-strategi baru dalam tindakannya melalui proses pembelajaran yang terus menerus pula. Dalam hal ini Peter Jarvis (1992:28) menyatakan: “professionalism … commitment to the accupa-tional organization, and dedication to being masier knowledge and skillful provider of service stemming from the knowledge upon which the occupation is based.” Sementara itu Friedson (1970:151) mendefisikan: “professionalism as commitment to professional ideal and career.

Akhirnya penulis menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan pengertian profesionalisme adalah suatu paham yang menciptakan dilakukannya berbagai kegiatan kerja tertentu dalam kehidupan masya-rakat dengan berbekal keahlian yang tinggi dan berdasarkan pada rasa keterpanggilan jiwa dengan semangat untuk melakukan pengabdian memberikan bantuan layanan pada sesama manusia.

Page 10: DEFINISI PROFESIONALISME

Untuk mencapai derajat profesionalisme yang tinggi, maka dibutuhkan proses profesionalisasi. Adapun profesionalisasi dimaknai sebagai suatu proses untuk menjadikan suatu pekerjaan memperoleh status profesional. Sudarwan Danim (2002:23) menyatakan bahwa: “profesionalisasi adalah suatu proses peningkatan kualifikasi atau kemampuan para anggota penyandang suatu profesi untuk mencapai criteria standar ideal dari penampilan atau perbuatan yang diinginkan oleh profesi itu.”

Profesionalisasi mengandung makna dua dimensi utama, yaitu peningkatan status dan peningkatan kemampuan praktis. Aktualisasi dari profesionalisasi itu antara lain dengan melakukan penelitian, diskusi antar anggota profesi, penelitian dan pengembangan, melakukan uji coba, mengikuti forum-forum ilmiah, studi mandiri dari berbagai sumber media, studi lanjutan, studi banding, observasi praktikal, dan langkah-langkah lain yang dituntut oleh persyaratan profesi masing-masing.

Menurut Peter Jarvis (1992:28); Sudarwan Danim (2002:23); dan Nina Syam (2002:13) terdapat tujuh tahapan menuju status professional yang dapat penulis resumekan sebagai berikut: Pertama, penentuan spesialisasi bidang pekerjaan sesuai dengan pengetahuan khusus dan keterampilan untuk menerapkan pengetahuan khusus tersebut yang dimiliki oleh seseorang; Kedua, penentuan tenaga ahli yang memenuhi persayaratan untuk menjalankan pekerjaan sesuai dengan pengetahuan khusus yang dimiliki oleh tenaga kerja dalam menjalankan pekerjaannya; Ketiga, penentuan pedoman kerja sebagai landasan kerja yang disebut juga sebagai standar perilaku tenaga kerja dalam menjalankan pekerjaannya atau kehaliannya. Pedoman kerja tersebut disebut juga sebagai etika kerja; keempat, peningkatan kreativitas kerja sebagai usaha untuk menciptakan sesuatu yang lebih baik bagi profesi itu sendiri maupun bagi masyarakat yang membutuhkan pelayanannya; Kelima, penentun tanggung jawab kerja bagi professional di dalam menjalankan pekerjaannya; Keenam, pembentukan organisasi kerja untuk mengatur tenaga kerja yang terdapat dalam organisasi tersebut; Ketujuh, memberi-kan pelayanan yang ketat dan penilaian dari masyarakat pengguna jasa profesi untuk menentukan pelayanan kerja sebagai pelayanan yang profesional.

B. Karakteristik Profesi

Uraian tentang profesi, professional, profesionalisme, dan profesionalisasi yang diuraikan di atas sebenarnya sudah memberikan gambaran da penjelasan secara nyata tentang sifat-sifat khas atau karakteristik dari sebuah profesi. Telaahan tentang karakteristik profesi telah banyak dilakukan para pakar yang meminatinya, namun menurut Abin Syam-suddin (1996:48) “tidak ada kesimpulan hasil kajian para pakar tersebut mengenai perangkat karakteristik keprofesian.”

Ornstein & Levine dalam Soetjipto dan Raflis Kosasi (1999:15) menyatakan bahwa profesi itu adalah jabatan yang memiliki beberapa karakteristik. Ornstein & Levine mengemukakan paling sedikit ada 14 karakteristik sebuah profesi seperti yang diuraikannya di bawah ini:

1. Melayani masyarakat, merupakan karier yang akan dilaksanakan sepanjang hayat (tidak berganti-ganti pekerjaan).2. Memerlukan bidang ilmu dan keterampilan tertentu di luar jangkauan khalayak ramai (tidak setiap orang dapat melakukannya).

Page 11: DEFINISI PROFESIONALISME

3. Menggunakan hasil penelitian dan aplikasi dari teori ke praktik (teori baru dikembangkan dari hasil penelitian).4. Memerlukan pelatihan khusus dengan waktu yang panjang.5. Terkendali berdasarkan lisensi baku dan atau mem-punyai persyaratan masuk (untuk menduduki jabatan tersebut memerlukan izin tertentu atau ada persya-ratan khusus yang ditentukan untuk dapat mendu-dukinya).6. Otonomi dalam membuat keputusan tentang ruang lingkup kerja tertentu (tidak diatur oleh orang luar).7. Menerima tanggung jawab terhadap keputusan yang diambil dan unjuk kerja yang ditampilkan yang ber-hubungan dengan layanan yang diberikan (langsung bertanggung jawab terhadap apa yang diputuskannya, tidak dipindahkan ke atasan atau instansi yang lebih tinggi). Mempunyai sekumpulan unjuk kerja yang baku.8. Mempunyai komitmen terhadap jabatan dan klien; dengan penekanan terhadap layanan yang akan di-berikan.9. Menggunakan administrator untuk memudahkan profesinya; relative bebas dari supervisi dalam jaba-tan (misalnya dokter memakai tenaga administrasi untuk mendapat klien, sementara tidak ada supervisi dari luar terhadap pekerjaan dokter itu sendiri).10. Mempunyai organisasi yang diatur oleh anggota profesi sendiri.11. Mempunyai asosiasi profesi dan atau kelompok ‘elite’ untuk mengetahui dan mengakui keberhasilan anggo-tanya (keberhasilan tugas dokter dievaluasi dan dihargai oleh organisasi Ikatan Dokter Indonesia (IDI), bukan oleh Departemen Kesehatan).12. Mempunyai kode etik untuk menjelaskan hal-hal yang meragukan atau menyangsikan yang berhubungan dengan layanan yang diberikan.13. Mempunyai kadar kepercayaan yang tinggi dari public dan kepercayaan diri setiap anggotanya (anggota masyarakat selalu menyakini dokter lebih tahu tentang penyakit pasien yang dilayaninya).14. Mempunyai status sosial dan ekonomi yang tinggi (bila dibanding dengan jabatan lainnya).

Tidak berbeda jauh dengan ciri-ciri tersebut di atas, Sanusi et.al (1991) mengemukakan ciri-ciri utama suatu profesi itu sebagai berikut:

1. Suatu jabatan yang memiliki fungsi dan signifikansi sosial yang menentukan (crusial).2. Jabatan yang menentukan keterampilan/keahlian ter-tentu.3. Keterampilan/keahlian yang dituntut jabatan itu didapat melalui pemecahan masalah dengan menggu-nakan teori dan metode ilmiah.4. Jabatan itu berdasarkan pada batang tubuh disiplin ilmu yang jelas, sistematik, eksplisit yang bukan hanya sekedar pendapat khalayak umum.5. Jabatan itu memerlukan pendidikan tingkat Pergu-ruan Tinggi dengan waktu yang cukup lama.6. Proses pendidikan untuk jabatan itu juga merupakan aplikasi dan sosialisasi nilai-nilai professional itu sendiri.7. Dalam memberikan layanan kepada masyarakat, anggota profesi itu berpegang teguh pada kode etik yang dikontrol oleh organisasi profesi.8. Tiap anggota profesi mempunyai kebebasan dalam memberikan judgement terhadap permasalahan profesi yang dihadapinya.9. Dalam praktiknya melayani masyarakat, anggota profesi otonom dan bebas dari campur

Page 12: DEFINISI PROFESIONALISME

tangan orang luar.10. Jabatan ini mempunyai prestise yang tinggi dalam masyarakat, dan oleh karenanya memperoleh imbalan yang tinggi pula.

Oteng Sutisna (1993:303) yang mengutif pendapat More (1970) menyebutkan ciri-ciri profesi adalah sebagai berikut:

1. Seorang professional menggunakan waktu penuh untuk menjalankan pekerjaannya.2. Terikat oleh suatu panggilan hidup dan dalam hal ini memperlakukan pekerjaannya sebagai perangkat norma kepatuhan dan perilaku.3. Anggota organisasi professional yang formal.4. Menguasai pengetahuan yang berguna dan kete-rampilan atas dasar latihan spesialisasi atau pendidikan yang sangat khusus.5. Terikat oleh syarat-syarat kompetensi, kesadaran prestasi, dan pengabdian.6. Memperoleh otonomi berdasarkan spesialisasi teknis yang tinggi sekali.

Sementara Volmer & Mills dalam Abin Syamsuddin (1996:47) mengajukan unsur-unsur essensial profesi adalah:

Suatu dasar teori sistematis, adanya kewenangan yang diakui oleh klien; sangsi dan pengakuan masyarakat atas kewenangan ini, adanya kode etik yang mengatur hubungan-hubungan dari orang-orang professional dengan klien dan teman sejawat, dan adanya kebudayaan profesi atau nilai-nilai, norma, dan lambing-lambang.

Edgar H. Schien dalam Andi PP Undap (1988:97) mengemukakan 12 karakteristik suatu profesi seperti berikut ini.

1. Professions are accupationally related social institution established and maintained as a means of providing essential services to the individual and the society.2. Eash profession is conserned with an identified area of need of function (e.g. maintenance of physical and emotional health, preservation of rights and freedom, enchanching the opportunity to learn).3. The profession collectively, and professional individuality, possesses a body of knowledge and repertoire of behaviors and skills (professional culture) needed in the practice of the profession; such knowledge, behavior and skills normally are not possessed by nonprofessional.4. The members of the profession are involved in decision making in the service of client the valid knowledge available, against a background of principles and theories, and whitin the context of possible impact on other related conditions or decisions.5. The profession is based on one more undergriding disciplines from which it draws basic insight and upon wich is builds its own applied knowledge and skills.6. The profession is organized into one more professional associations which, within broad limit of social accountability, are granted autonomy in control of the actual work of the profession and the conditions wich surround it (admissions, educational standards, examination and licensing, career line, ethical and performance standard, and professional discipline).7. The profession has agreed-upon performance standard for admission to the profession and for the contituance within it.

Page 13: DEFINISI PROFESIONALISME

8. Preparation for and induction to the profession is provided through protacted preparation program, usually in the professional school or college or university campus.9. There is hight level of public trust and confidence in the profession and in individual practitioners, based upon the profession’s demonstrated capacity to provide service markelly beyond that wich would otherwise be available.10. Individual practitioners are characterized by a strong service motivation and lifetime commitment to competence.11. Authority to practice in any individual case derives from the client or the employing organization; accountability for the competence of the professional practice within the particular case is to the profession it self.12. There is relative freedom from direct on the job supervition and from direct public evaluation of the individual practitioner. The professional accepts responsibility in the name of his or her profession and is accountable through his or her profession to the society.

Philip Kochman (1970:83-88) berpendapat senada dengan Schein memberikan 12 kriteria tentang pekerjaan yang bersifat profesi, yaitu:

1. Membutuhkan suatu persiapan yang relative lama dan menjurus.2. Disertai oleh kegiatan-kegiatan intelektual yang ulung dan anggota-anggotanya memiliki pengetahuan-pengetahuan serta kecakapan-kecakapan yang mengkhusus.3. Menentukan standar yang relative tinggi untuk diterima sebagai anggota profesi.4. Pekerjaannya merupakan suatu karier seumur hidup.5. Diwakili oleh organisasi atau organisasi-organisasi yang efektif.6. Mempunyai otonomi yang luas dan dalam banyak hal menentukan standarnya sendiri.7. Berbakti untuk perluasan pengetahuan dalam bidang-nya.8. Memberikan prioritas yang tinggi pada pelayanan.9. Mengutamakan perbaikan diri dan perkembangan dalam usaha-usaha pelayanan.10. Melindungi kesejahteraan anggota-anggotanya.11. Membutuhkan ijin atau sertifikat untuk berpraktik.12. Mendasarkan praktiknya pada prinsip-prinsip etik yang dirumuskan dengan jelas.

M. Pidarta (1980:45) sambil mengutip pendapat Edgar H. Schien mengemukakan kriteria profesi sebagai berikut:

1. Seorang professional harus bekerja full-time di bidang profesinya dan sebagai sumber penghidupan. Disini secara implicit suatu pengertian bahwa seorang professional tidak boleh bekerja lebih banyak di luar dan menomor-duakan tugas utamanya.2. Seorang professional memiliki motivasi yang kuat untuk bekerja dalam bidangnya, yang merupakan dasar bagi pilihan jabatan tersebut. Sehingga jabatan tersebut akan dikerjakan dengan sepenuh hati.3. Seorang professional memiliki pengetahuan khusus dan keterampilan yang diperolehnya dalam pendidikan yang cukup lama.4. Membuat keputusan-keputusan dalam tindakannya demi untuk kepentingan klien, bukan untuk kepentingan dirinya sendiri atau untuk kepentingan organisasi atau golongannya. Ia harus bekerja tanpa pamrih.5. Seorang professional harus berorientasi pelayanan kepada klien, dan yang ia pentingkan

Page 14: DEFINISI PROFESIONALISME

adalah bagaimana dapat melayani siswa dengan sebaik-baiknya demi kemajuan siswa itu sendiri. Seorang professional adalah seorang yang mengabdi kepada tugasnya.6. Pelayanannya berdasarkan atas kebutuhan objektif dari klien. Tidak boleh ada motif-motif yang lain tersembunyi di dalamnya. Keduanya, klien dan petugas professional harus jujur dan terbuka, serta harus dapat menciptakan hubungan intim demi untuk kemajuan klien.7. Seorang professional mempunyai otonomi dalam bertindak mengenai apa yang baik bagi klien. Dia adalah orang yang lebih tahu tentang apa yang baik bagi klien daripada klien itu sendiri.8. Menjadi anggota organsiasi profesi yang diseleksi lewat ukuran-ukuran tertentu seperti standar pendi-dikan, atau ukuran-ukuran lain yang sejenis, memiliki keahlian yang sama, dan dalam wilayah tertentu.9. Memiliki pengetahuan yang spesifik.10. Seorang professional tidak boleh mengadvertensi keahliannya untuk mendapat pasaran luas. Klienlah yang diharapkan berinisiatif untuk mencari dia.

Selanjutnya Abin Syamsuddin (1996:48-51) yang mengulas secara khusus pendapat Lieberman (1956) menggambarkan beberapa karakte-ristik dari suatu profesi. Menurut Lieberman profesi ini merupakan suatu jenis pelayanan atau pekerjaan yang khas, bersifat definitive yakni jelas batas kawasan cakupan bidang garapannya, serta merupakan jenis layanan yang sangat penting atau amat dibutuhkan oleh kliennya, mendapatkan pengakuan masyarakat (a unique, definite, and essential service, public acceptance).

Pelayanan itu amat menuntut kemampuan kinerja intelektual yang berbeda dengan layanan manual (an emphasiz upon intellectual techniques in performing its service).

Untuk memperoleh penguasaan teori pengetahuan dan kemam-puan profesionalnya, seseorang memerlukan waktu yang cukup lama. Untuk mencapai kualifikasi keprofesionalan seseorang minimal memer-lukan waktu lima tahun, ditambah dengan pengalaman praktik yang terbimbing sehingga mencapai tingkat kemandirian secara penuh dalam menjalankan profesinya (long period of specialized training, mastery of teoritical knowledge).

Kinerja pelayanan itu sedekian cermat secara teknis, sehingga kelompok assosiasi profesi yang bersangkutan sudah memberikan jaminan bahwa anggotanya dipandang mampu untuk melakukan sendiri tugas pelayanan tersebut. Profesional itu melakukan pelayanan secara otonom, seperti seorang guru sejak tahap awal sampai akhir dari perencanaan dalam pengajaran sampai memberi nilai kepada siswa, atau seorang dokter mendiagnosa sampai pemberian terapi. Bila mendapat kasus yang tak dapat ditangani sendiri ia membuat rujukan kepada orang lain yang dianggap berwewenang atau membawa ke dalam suatu panel (a broad range of autonomy for both the individual practitioners and the accupational group as a whole).

Sebagai konsekuensi dari otonomi profesi, seorang professional akan menerima beban tanggung jawab pribadi secara penuh akibat tindakannya bila terjadi kekeliruan, ia tidak bias melemparkan tanggung jawab kepada orang lain. Seorang professional harus siap menerima sanksi dari masyarakat, atasan atau sanksi hokum akibat kesalahannya (an acceptance by the practitionare or broad personal responsibility for judgment made and acts performance with the scope of professional).

Page 15: DEFINISI PROFESIONALISME

Kinerja pelayanan professional harus mengutamakan kepentingan orang lain, daripada mempertimbangan kepentingan ekonomi yang diterimanya. Professional harus siap memberikan pelayanan kapan saja, dimana saja, dan kepada siapa saja baik dalam keadaan dinas maupun dalam keadaan istirahat, baik dengan atau tanpa imbalan (an emphasis upon the service to be rendered, rather than the economic gain to the practitioners, as the basis for the organization and performance of the social service delegated to the occupational group).

Karena keunikan profesi ini, maka hanya anggota assiasilah yang berhak menjalankan peranan itu, dan anggota secara pribadi melalui organisasinya itu sendiri jadi pengendali dan polisi profesi yang dimulai saat penerimaan jadi anggota, mengendalikan, memberi sanksi bila diperlukan terhadap pelanggar kode etik (a comprehensive self-gouvering organization of practitioners).

Adanya kode etik yang disepakati bersama oleh semua anggota untuk memberi bimbingan nurani professional dan memberi pedoman bagi segala tingkah lakunya. Perangkat kode etik ini harus selalu dipatuhi, dan menjadi norma dasar dalam pemberian penghargaan atau hukuman bagi pelanggannya. Kode etik itu dikembangkan dan diputuskan untuk diberlakukan kepada anggotanya melalui forum tertentu dalam organisasi, biasanya dalam forum tertinggi kekuasaan anggota (a code ethics has been clarified and interpreted at ambiguous and doubt ful points by concrete cases).

Pengetahuan professional berkaitan dengan pengausaan suatu disiplin akademik secara keahlian yang mendasari praktiknya. Kompe-tensi pengetahuan dan keterampilannya tidak bersifat statis. Ideology profesionalisme menuntut praktisinya selalu mengikuti perkembangan terbaru di bidangnya demi menjaga kompetensinya dan memberikan layanan yang tepat pada kliennya.

Mempunyai hubungan dengan profesi pada bidang-bidang lain dan memperoleh pengakuan dan penghargaan yang selayaknya baik secara social dan secara legal atas keberadaan profesi.

Memiliki jurnal dan sarana publikasi professional lainnya yang menyajikan berbagai karya penelitian dan kegiatan ilmiah sebagai media pembinaan dan pengembangan para anggotanya serta pengabdian kepada masyarakat dan khasana ilmu pengetahuan yang menopang profesinya.

Setiap bidang pekerjaan dan jabatan professional harus memenuhi criteria sebagai standar dari jabatan professional sebagaimana disebutkan di atas, semakin lengkap memenuhi kriteria akan semakin besar pengarunya pada wibawa profesinya dimana masyarakat pengguna jasa profesi yang ada.

Kalau beberapa ciri tersebut di atas dipakai sebagai acuan, maka jabatan pedagang, penyanyi, penari, serta tukang koran, jelas bukan profesi. Namun apakah jabatan guru dapat disebut sebagai sebuah pofesi?

C. Perkembangan Keprofesian

Merujuk pada pendapat Elliot (1972:14) bahwa profesi secara histories ada dua tipe, yaitu: tipe profesi sebagai status dan tipe profesi pekerjaan. Profesi sebagai status diartikan sebagai sesuatu

Page 16: DEFINISI PROFESIONALISME

yang secara relative tidak begitu penting dalam organisasi kerja dan dalam melayani masyarakat, tetapi menduduki tempat yang tinggi dalam system tingkatan social masyarakat. Sedangkan profesi sebagai pekerjaan didasarkan pada spesialisasi dari pendidikan dan latihannya. Hal ini oleh Elliot dipandang dari dimensi sejarah. Contohnya adalah profesi pada bidang kesehatan, profesi pendeta, profesi keperaawatan adalah sebagai status, sedangkan ahli bedah, pendeta, bidan digolongkan sebagai pekerjaan.

Elliot (1972) juga mengakui bahwa perubahan perkembangan profesi dalam hubungannya dengan situasi masyarakat secara khusus telah digambarkan dalam studi tertentu. Reiss (1955) dalam Peter Jarvis (1992:23) secara sederhana memberikan lima tipe profesi komptemporer, masyarakat industri sebagai berikut:

Old established professions – founded upon the study of a branch of learning, e.g. medicine. New professions – founded upon new discipline, e.g. chemist, social scientist. Semiprofesions – based upon technical practice and knowledge, e.g. nurses, teachers, social workers. Would – be professions – familiarity with modern practice in business, etc; distinguish this group who aspire to professional status, e.g. personal directors, sales directors, engineers, etc. Marginal professions – based upon technicians, draughtsmen.

Sementara itu Richey (1974) dalam Abin Syamsuddin (1996:52) telah mengidentifikasi tingkat-tingkat keprofesian. Dimana baik Reiss maupun Richey masing-masing mengelompokkan pada lima tipe profesi, yaitu: (1) profesi yang sudah tua, (2) profesi baru, (3) profesi yang sedang tumbuh, (4) semiprofessional, dan (5) pekerjaan atau jabatan yang belum jelas statusnya. Selanjutnya Robert B. Howsam, et.al (1976:7-9) menyatakan bahwa:

Profesi tertua adalah hukum, kesehatan, teologi, dan guru. Profesi terbaru adalah arsitektur, insinyur (engineering) dan optometri. Pekerjaan yang segera diakui sebagai profesi (emergent professions) adalah pekerja sosial (social worker) yang masih semi professional akan segera diakui sebagai profesi yang professional.

Mengingat tugas dan tanggung jawab guru yang begitu kompleks, maka jabatan guru menurut Muhammad Ali (2002) merupakan sebuah profesi. Lebih lanjut Muhammad Ali (2002) untuk memasuki profesi guru memerlukan persyaratan khusus, antara lain:

1. Menuntut adanya keterampilan yang berdasarkan konsep dan teori ilmu pengetahuan yang mendalam.2. Menekankan pada suatu keahlian dalam bidang tertentu sesuai dengan profesinya.3. Menuntut adanya tingkat pendidikan keguruan yang memadai.4. Adanya kepekaan terhadap dampak kemasyarakatan dari pekerjaan yang dilaksanakan.5. Memungkinkan perkembangan sejalan dengan dinamika kehidupan.

Lebih lanjut Howsam et.al (1976) menyatakan diperlukan perjuangan panjang yang terus menerus dan bertahap dari pekerjaan yang masih bersifat semi professional untuk diakui sebagai pekerjaan yang menuntut professional penuh. Berdasarkan proses tersebut ternyata untuk mencapai tingkat professional, proses profesionalisasi terus berlangsung, dan pada masyarakat

Page 17: DEFINISI PROFESIONALISME

yang akan datang, hal itu semakin memegang peranan yang sangat penting (Tirtamihardja dan Sulo, 2000:143).

Berdasarkan analisis ini tampak jabatan guru belum sepenuhnya dapat dikategorikan sebagai suatu profesi yang utuh, dan bahkan banyak orang sependapat bahwa guru hanya jabatan semiprofesional atau profesi yang baru muncul (emerging profession) karena belum semua ciri-ciri di atas dapat dipenuhi. Pendapat ini sebelumnya telah dikemukakan oleh Amitai Etzioni (1969:v) yang menyatakan guru adalah jabatan semiprofessional disebabkan oleh:

… the training [of teachers] is shorters, their status less legitimated [low or moderate], their right to privileged communication less established; there is less of a specialized knowledge, and they have less autonomy from supervision or societal control than ‘the professions’ …

Selanjutnya Robert B. Howsam et.al (1976) menulis bahwa guru harus dilihat sebagai profesi yang baru muncul, dan karena itu mempunyai status yang lebih tinggi dari jabatan semiprofessional lainnya, malah mendekati status professional penuh. Pada saat sekarang, sebagian orang cenderung menyatakan guru sebagai sebuah profesi, dan sebagian lagi tidak memgakuinya. Oleh sebab itu dapat dikatakan jabatan sebagian guru, yang bermakna bukan seluruhnya merupakan jabatan professional, namun jabatan ini sedang bergerak kearah itu.

Berbeda dengan jabatan guru di daerah lainnya, secara dejure profesi guru, khususnya di Indonesia sudah menjadi sebuah profesi sebagai mana termuat dalam Undang-undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Sehingga jabatan guru bukan saja menyangkut tentang pekerjaan, tapi sudah merupakan profesi. Hal ini bermakna bahwa jabatan ini menuntut pendidikan yang khusus, dalam jangka waktu yang lama, dan memiliki kualifikasi tertentu.

Karena dalam setiap profesi atau jabatan tentu saja memiliki tingkat kemahiran. Tilaar (2000:137-139) memberi penjelasan tentang tingkat dari setiap pekerjaan (okupasi) menjadi mata pencaharian dengan membeda-kannya ke dalam tiga tingkat kemahiran yakni: (1) delitan, (2) amatiran, dan (3) professional.

Namun sebelumnya Conny Semiawan (1991) mengemukakan hierarki profesi tenaga kependidikan terbagi dalam tiga kelompok, yaitu: (1) tenaga professional, (2) tenaga semiprofessional, dan (3) tenaga paraprofessional.

Lebih lanjut Semiawan (1991) menjelaskan bahwa, tenaga professional merupakan tenaga kependidikan yang berkualifikasi pendidikan sekurang-kurangnya S1 atau setara, dan memiliki wewenang penuh dalam perencanaan, pelaksanaan, penilaian, pengendalian pendidikan/pengajaran. Tenaga kependidikan yang termasuk dalam kategori ini juga berwenang untuk membina tenaga kependidikan yang lebih rendah jenjang profesionalnya, misalnya guru senior membina guru yang lebih junior.

Tenaga semiprofessional merupakan tenaga kependidikan yang berkualifikasi pendidikan tenaga kependidikan D3 atau setara yang telah berwenang mengajar secara mandiri, tetapi masih harus melakukan konsultasi dengan tenaga kependidikan yang lebih tinggi jenjang profesionalnya, baik dalam hal yang perencanaan, pelaksanaan, penilaian maupun pengendalian pengajaran.

Page 18: DEFINISI PROFESIONALISME

Tenaga paraprofessional merupakan tenaga kependidikan yang berkualifikasi pendidikan tenaga kependidikan D2 ke bawah, yang memerlukan pembinaan dalam perencanaan, pelaksanaan, penilaian, dan pengendalian pendidikan/pengajaran. Dengan demikian, tenaga kependi-dikan yang masih berpendidikan belum mencapai S1 termasuk dalam kategori sebagai guru yang belum professional.

Sejalan dengan pendapat di atas, Windham (1988) mengklasifikasi-kan derajat mutu tenaga kependidikan menjadi tiga kategori, yaitu: (1) berkualifikasi penuh; (2) berkualifikasi sebagian; dan (3) tidak memenuhi kualifikasi. Dalam kaitan ini, Windham (1988) mengemukakan sebagai berikut:

1. Qualified, prossessing the academic and teacher training attainment appropriate the assigned level and type of teaching.2. Underqualified, prossessing the academic but not the teacher training appropriate to the level of assignment.3. Underqualified, prossessing neither the academic nor the teacher training attainment appropriate to the level of assignment.

Oleh sebab itu, bagi setiap guru dituntut memiliki sifat-sifat profesionalisme yang tinggi, sebagaimana telah diatur dalam undang-undang bahwa pekerjaan di bidang kependidikan merupakan profesi yang menuntut profesionalisme penuh dalam bidang tugas yang menjadi tanggung jawabnya.

Sanusi Uwes (2003:149) menyatakan ada tiga bidang yang harus dikuasai oleh seorang guru yang professional dalam menjalani profesinya, yaitu: (1) ahli dalam bidang pengajaran, (2) terampil dalam bidang penelitian, dan (3) memiliki kompetensi dalam pengabdian kepada masyarakat. Selain dari tiga bidang tersebut, seorang guru juga harus memiliki kemampuan dalam memberikan bimbingan kepada siswa, dan melaksanakan tugas administrative lainnya.

Timbulnya maksud tersebut antara lain terungkap dari harapan masyarakat agar semua tenaga kependidikan meningkatkan kemampuan-nya melalui pemberian pelayanan tugas pengajaran dan tugas-tugas lainnya secara lebih professional.

Menurut pendapat para ahli, ada hal yang membedakan antara pekerjaan biasa (okupasi) dengan pekerjaan yang menuntut kemampuan professional penuh. Perbedaan tersebut terletak pada beberapa karakteristik, diantaranya adalah kepemilikan: kompetensi, sertifikasi, akreditasi, dan lisensi. Dengan adanya beberapa syarat seperti tersebut di atas, maka seorang sarjana pendidikan (S.Pd) yang lulusan dari Lembaga Pendidikan Tenaga Keguruan (LPTK), belum tentu dapat menjadi guru bila tidak memiliki persyaratan tersebut.

Jenis-jenis profesi kependidikan menuntut pelayanan yang ditujukan kepada orang lain. Pendekatan kategori setiap profesi tidak menunjukkan perbedaan unsur-unsur atau beberapa elemen yang memerlukan pelayanan, tetapi menunjukkan pada sifat dan hakikat dari pelayanan (Arikunto, 1990:234).

Page 19: DEFINISI PROFESIONALISME

Tampubolon (2001:174) menyatakan peran guru bersifat multi dimensional, dimana guru menduduki peran sebagai: (a) orang tua, (b) pendidik atau pengajar, (c) pemimpin atau manajer, (d) produsen atau pelayanan, (e) pembimbing atau fasilitator, (f) motivator atau stimulator, dan (g) peneliti atau nara sumber. Peran tersebut dapat bergradasi menurun, naik, atau tetap sesuai dengan jenjang tuntutannya.

Sejalan dengan menguatnya tuntutan derajat keprofesionalan dalam segala aspek kehidupan, pekerjaan, dan jabatan; para pemangku jabatan dan pekerjaan tersebut sibuk melakukan gerakan peningkatan kemampuan mereka pada masing-masing bidang profesi.

Pekerjaan yang sudah menjadi sebuah profesi menuntut kinerja yang professional dari setiap orang yang menekuninya. Termasuk dalam hal ini pekerjaan guru, karena guru merupakan sebuah profesi. Sutisna (1989) menyebutkan bahwa pekerjaan guru mulai diperhitung-kan sebagai salah satu profesi, sehingga orang-orang yang menekuni profesi ini dituntut memiliki kemampuan professional.

Guru selaku tenaga professional memiliki citra yang baik di masyarakat. Apabila seorang guru dapat menunjukkan citra kepada masyarakat, maka ia layak menjadi panutan atau teladan masyarakat sekelilingnya. Masyarakat akan melihat bagaimana sikap dan perbuatan guru itu sehari-hari, apakah memang ada yang patut diteladani atau tidak. Bagaimana guru meningkatkan pelayanannya, meningkatkan pengetahuannya, memberi arahan dan dorongan kepada siswanya, dan bagaimana cara guru berpakaian dan berbicara serta cara bergaul baik dengan siswa, teman-temannya serta anggota masyarakat, sering menjadi perhatian masyarakat luas (Soetjipto & Raflis Kosasi, (1999:42). Sehingga menyandang predikat guru tidak hanya dituntut memiliki kemampuan intelektual saja, tetapi juga diperlukan kepribadian yang matang yang dapat diteladani oleh banyak orang

Daftar Pustaka

Sudjana, Nana. 2004. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algesindo.Usman, Moch Uzer (1993). Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosda KaryaAli, Muhammad. (2002). Guru dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algesindo.Danim, Sudarwan. (2002). Inovasi Pendidikan dalam Upaya Peningkatan Profesionalisme Tenaga Kependidikan. Bandung: Pustaka Setia.Depdiknas. (2005). Peraturan Pemerintah Republik Indonedia No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Jakarta: Depdknas.————. (2004). Strategi Jangka Panjang Pendidikan Tinggi 2003-2010 (HELTS). Jakarta: Dirjen Dikti Depdiknas.————. (2003). Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Depdiknas.Glover, Derek. & Sue Law. (2005). Improving Learning Profesional Practice in Secondary Schools. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia.Hasan, Ani M., (2003). Perkembangan Profesonalitas Guru di Abad Pengetathuan. (online). Tersedia: http://www.jurnal+pendidikan. com. (5 Juli 2005).Isjoni. (2004). Kinerja Guru. (online). Tersedia: Artikel Pendidikan Network. Http://artikel.us/isjoni12.html. (8 Februari 2005).

Page 20: DEFINISI PROFESIONALISME

Joni, T. Raka (1981). Pembinaan Staf Akademik Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan, Permasalahan, dan Pendekatan. Jakarta: P3G Depdikbud.Kartadinata, Sunaryo. (2005). Sertifikasi Jabatan Profesi Guru. (Makalah). Bandung: UPI Bandung.Kydd, Lesley. et.al. (ed). (2004). Profesional Development for Educational Management. (terjemahan). Jakarta: Grasindo.Makmun, Abin Syamsuddin. (1996). Pengembangan Profesi dan Kinerja Tenaga Kependidikan. (Pedoman dan Intisari Perkuliahan – Handout). Bandung: PPs UPI Bandung.Sanusi, Ahmad. et.al. (1991). Studi Pengembangan Model Pendidikan Profesional Tenaga Kependidikan. Jakarta: Depsikbud.Sudjana, Rahmat. (1999). Konflik Internal dan Ekternal Profesionalisasi Jabatan Kependidikan. Formasi: Journal Kajian Manajemen Pendidikan No. 1 Tahun I, September 1999.Surya, Mohammad. (2005). Perlindungan Profesi Guru: Kode Etik dan Undang-undang Guru. (Makalah). Bandung: UPI Bandung.Supriyadi, Dedi. (1999). Mengangkat Citra dan Martabat Guru. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa.Sutisna, Oteng. (1991). Studi Pengembangan Pendidikan Profesional Tenaga Kependidikan. Bandung: Angkasa.Soetjipto & Raflis Kosasi. (1999). Profesi Keguruan. Jakarta: Rineka Cipta.Usman, Moh. Uzer. (2001). Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosdakarya.

http://ramlannarie.wordpress.com/2010/05/12/profesionalisme-guru/

Menurut pepatah jawa, Guru adalah digugu lan ditiru yang berarti bahwa guru merupakan sosok yang menjadi panutan bagi siswanya dan masih ada banyak pepatah yang berhubungan dengan guru lainnya walaupun intinya sama. Saat ini sosok guru sudah ikut "ter-reformasi". Guru dituntut untuk memiliki ilmu pengetahuan yang selalu berkembang dan mengikuti kemajuan jaman. Sudah tidak waktunya lagi guru yang kaku, memiliki pengetahuan terbatas, dan tidak mau terbuka dengan kemajuan teknologi.

 Berikut ini adalah pengertian dan definisi guru:

 # UU RI NO 14 TAHUN 2005Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah

 # ZAKIYAH DARADJATGuru adalah pendidik profesional karena secara implisit ia telah merelakan dirinya menerima dan memikul sebagian tanggung jawab pendidikan yang terpikul di pundah paa orang tua

 # POERWADARMINTAGuru adalah orang yang kerjanya mengajar

 # SUPRIYADI, 1999Guru adalah orang yang berilmu, berakhlak, jujur dan baik hati, disegani, serta menjadi teladan bagi masyarakat

 # WILLIAMGuru adalah pemegang kendali dalam "kendaraan" pendidikan

 # MOHAMAD SURYAGuru adalah orang tua di sekolah dan orang tua adalah guru di rumah.

 # SYAIKH MUHAMMADGuru adalah tauladan dalam akhlaknya yang baik dan perangainya yang mulia

 # UMAR TIRTA & LA SULAGuru adalah orang yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pendidikan dan sasaran peserta didik

 # M. NGALIM PURWANTOGuru adalah seorang yang berjiwa besar terhadap masyarakat dan negara

Page 21: DEFINISI PROFESIONALISME

 # OEMAR HAMALIK, 2003Guru adalah orang yang bertanggung jawab dalam merencanakan dan menuntun murid-murid untuk melakukan kegiatan-kegiatan belajar guna mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang diinginkan

 # SYAIFUL BARI DJAMARAH & ASWAN ZAINGuru adalah seseorang yang menjadi salah satu sumber belajar yang erkewajiban menyediakan lingkungan belajar yang kreatif bagi kegiatan belajar anak didik di kelas

http://carapedia.com/pengertian_definisi_guru_info2159.html

Definisi Profesi menurut para ahliPosted on Juni 22, 2012 by ardiyo47

Apa sih profesi itu?? buat teman-teman yang sedang mencari Pengertian Profesi menurut para ahli truss mampir di blog ane, dibawah ini ada Pengertian Profesi menurut para ahli, yang udah di kumpulin dari beberapa sumber. Berikut pengertian profesi Selamat menikmati !

Pengertian profesi menurut Osnstien dan Live 1984: Melayani masyarakat, merupakan karir yang dilakukan sepanjang hayat. Melakukan bidang dan ilmu dan kerampilan tertentu. Memerlukan latihan khusus dalam jangka waktu yang lama. Melakukan status social dan ekonomi yang tinggi.

Pengertian profesional menurut Sanusi et all (1991) mengatakan bahwa profesi adalah: Suatu jabatan yang memiliki fungsi dan signifikan yang menentukan (erusial)

Pengertian profesi menurut De George, Profesi adalah pekerjaan yang dilakukan sebagai kegiatan pokok untuk menghasilkan nafkah hidup dan yang mengandalkan suatu keahlian.

Pengertian profesi adalah suatu hal yang berkaitan dengan bidang tertentu atau jenis pekerjaan (occupation) yang sangat dipengaruhi oleh pendidikan dan keahlian, sehingga banyak orang yang bekerja tetapi belum tentu dikatakan memiliki profesi yang sesuai.

Pengertian Profesi : Profesi adalah dapat dirumuskan sebagai pekerjaan tetap berupa pelayanan (service occupation).

http://for7delapan.wordpress.com/2012/06/22/definisi-profesi-menurut-para-ahli/

PROFESI MENURUT PARA AHLI

1.             Pengertian profesi menurut Ornstien dan Levine 1984: Melayani masyarakat, merupakan karir

yang dilakukan sepanjang hayat. Melakukan bidang dan ilmu dan kerampilan tertentu.

Memerlukan latihan khusus dalam jangka waktu yang lama. Melakukan status social dan

ekonomi yang tinggi.

2.             Menurut Danin, 2002. Secara estimologi, istilah profesi berasal dari bahasa Inggris yaitu

profession atau bahasa latin,profecus, yang artinya mengakui, adanya pengakuan, menyatakan

mampu, atau ahli dalam melakukan suatupekerjaan. Sedangkan secara terminologi, profesi

Page 22: DEFINISI PROFESIONALISME

berarti suatu pekerjaanyang mempersyaratkan pendidikan tinggi bagi pelakunya yang ditekankan

pada pekerjaan mental

3.             Profesi berasal dari bahasa latin “Proffesio” yang mempunyai dua pengertian yaitu

  janji/ikrar dan pekerjaan. Bila artinya dibuat dalam pengertian yang lebih luas menjadi kegiatan

“apa saja” dan “siapa saja” untuk memperoleh nafkah yang dilakukan dengan suatu keahlian

tertentu.

  Sedangkan dalam arti sempit profesi berarti kegiatan yang dijalankan berdasarkan keahlian

tertentu dan sekaligus dituntut daripadanya pelaksanaan norma-norma sosial dengan baik.

4.             Menurut Sanusi et all (1991) mengatakan bahwa profesi adalah: Suatu jabatan yang memiliki

fungsi dan signifikan yang menentukan (erusial)

5.             Menurut the george profesi, adalah pekerjaan yang dilakukan sebagai kegiatan pokok untuk

menghasilkan nafkah hidup dan yang mengandalkan suatu keahlian.

PROFESIONAL MENURUT PARA AHLI

1.             Menurut Soemarno P. Wirjanto (1989), Sarjana hukum dan Ketua LBH Surakarta, dalam

seminar Akademika UNDIP 28-29 Nopember 1989, yang mengutip Roscoe Pond, mengartikan

istilah professional sebagai berikut ;

Harus ada ilmu yang diolah di dalamnya.

Harus ada kebebasan, tidak boleh ada hubungan hirarki.

Harus ada kebebasan ( = hak tidak boleh dituntut ) terhadap penentuan sikap dan perbuatan dalam

menjalankan profesinya.

Harus ada Kode Etik dan peradilan Kode Etik oleh suatu Majlis Peradilan Kode Etik.

2.             Menurut Soedijarto (1990:57) mendefinisikan profesional sebagai perangkat atribut-atribut yang

diperlukan guna menunjang suatu tugas agar sesuai dengan standar kerja yang diinginkan. Dari

pendapat ini, sebutan standar kerja merupakan faktor pengukuran atas bekerjanya seorang atau

kelompok orang dalam melaksanakan tugas

3.             Menurut Prof. Soempomo Djojowadono (1987), seorang guru besar dari Universitas

Gadjahmada (UGM) merumuskan pengertian professional tersebut sebagai berikut ;

Mempunyai sistem pengetahuan yang isoterik (tidak dimiliki sembarang orang)

Ada pendidikannya dan latihannya yang formal dan ketat

Page 23: DEFINISI PROFESIONALISME

Membentuk asosiasi perwakilannya.

Ada pengembangan Kode Etik yang mengarahkan perilaku para anggotanya

4.             Menurut the George profesional, adalah orang yang mempunyai profesi atau pekerjaan purna

waktu dan hidup dari pekerjaan itu dengan mengandalkan suatu keahlian yang tinggi. Atau

seorang profesional adalah seseorang yang hidup dengan mempraktekkan suatu keahlian tertentu

atau dengan terlibat dalam suatu kegiatan tertentu yang menurut keahlian, sementara orang lain

melakukan hal yang sama sebagai sekedar hobi, untuk senang-senang, atau untuk mengisi waktu

luang.

5.             Menurut Prof. Edgar Shine yang dikutip oleh Parmono Atmadi (1993), sarjana arsitektur

pertama yang berhasil meraih gelar doktor di Indonesia, merumuskan pengertian professional

tersebut sebagai berikut ;

  Bekerja sepenuhnya (full time) berbeda dengan amatir yang sambilan

  Mempunyai motivasi yang kuat.

  Mempunyai pengetahuan (science) dan keterampilan (skill)

  Membuat keputusan atas nama klien (pemberi tugas)

  Berorientasi pada pelayanan ( service orientation )

6.             Pengertian Profesional Kata profesional berasal dari profesi yang artinya menurut Syafruddin

Nurdin, diartikan sebagai suatu pekerjaan yang memerlukan pendidikan lanjut di dalam science

dan teknologi yang digunakan sebagai prangkat dasar untuk di implementasikan dalam berbagai

kegiatan yang bermanfaat.

7.             Sementara itu Philips (1991:43) memberikan definisi profesional sebagai individu yang bekerja

sesuai dengan standar moral dan etika yang ditentukan oleh pekerjaan tersebut.

8.             Menurut Kamus Dewan Bahasa dan Pustaka (Edisi Empat) menafsirkan profesional sebagai:

Yang terkait dengan (bergiat dalam) bidang profesi (seperti hukum, medis, dan lain sebagainya)

Contoh: profesional; ahli profesional.

berbasis (membutuhkan dll) kemampuan atau keterampilan yang khusus untuk melaksanakannya,

efisien (teratur) dan memperlihatkan keterampilan tertentu.

melibatkan pembayaran dilakukan sebagai mata pencarian, mendapatkan pembayaran. Contoh:

mereka harus mendapatkan bimbingan seorang pelatih teknis yang profesional di bidangnya.

Orang yg mengamalkan (karena pengetahuan, keahlian, dan keterampilan) sesuatu bidang profesi;

memprofesionalkan menjadikan bersifat atau kelas profesional.

Page 24: DEFINISI PROFESIONALISME

9.             profesional yang mempunyai makna yaitu berhubungan dengan profesi dan memerlukan

kepandaian khusus untuk menjalankannya, (KBBI, 1994).

10.         Sedangkan profesionalisme adalah tingkah laku, keahlian atau kualitas dan seseorang yang

professional (Longman, 1987).

PENGERTIAN GURU

1.             Menurut Ametembun (1994 :33) megemukakan bahwa “Guru adalah semua orang yang

berwenang dan bertanggung jawab terhadap pendidikan murid-murid, baik secara individual

maupun klasikal, baik di sekolah maupun luar sekolah

2.             Guru adalah salah satu faktor penentu berhasil atau tidaknya proses pembelajaran bahasa

Inggris. Dalam kelas yang ideal, tugas guru adalah membantu siswa mencapai tujuannya dengan

mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan sesuatu yang baru

bagi siswa. Tentunya seorang guru sebagai tenaga pengajar harus mempunyai kompetensi yang

memadai untuk melaksanakan tugasnya. Berikut adalah empat kompetensi yang harus dimiliki

olah seorang guru (PP No.19/2005).

3.             Guru adalah pendidik dan pengajar pada pendidikan anak usia dini jalur sekolah atau pendidikan

formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Guru sebagai tenaga profesional bertugas

merencanakan dan melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan

pembimbingan dan pelatihan,melakukan penelitian, membantu pengembangan dan pengelolaan

program sekolah serta mengembangkan profesionalitasnya (Depdiknas 2004: 8).

4.             Menurut Sardiman, 2001:123  Guru adalah semua orang yang berwenang dan bertanggung

jawab terhadap pendidikan murid-murid, baik secara individual maupun secara klasikal, baik di

sekolah maupun di luar sekolah” (Djamarah, 1994:33). Pada  sisi lain , Djamarah berpendapat

“guru adalah semua orang yang berwenang dan bertanggung jawab untuk membimbing dan

membina anak didik, baik secara individual maupun klasikal di sekolah maupun di luar sekolah”

(Djamarah, 2000:32).

5.             Guru (dari Sanskerta berarti guru, tetapi arti secara harfiahnya adalah "berat") adalah seorang

pengajar suatu ilmu. Dalam bahasa Indonesia, guru umumnya merujuk pendidik profesional

dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan

mengevaluasi peserta didik

Page 25: DEFINISI PROFESIONALISME

6.             Pengertian Guru - Dalam proses belajar mengajar guru adalah orang yang memberikan

pelajaran. Dalam kamus bahasa Indonesia, guru diartikan “orang yang kerjanya mengajar”.

(Purwanarminta, 1984: 335) Guru adalah salah satu komponen manusiawi dalam proses belajar

mengajar, yang ikut berperan serta dalam usaha pembentukan sumber daya manusia yang

potensial di bidang pembangunan”. 

7.             Menurut Zakiah Darajat (1992), Seorang guru adalah merupakan seorang sosok panutan bagi

masyarakat, bukan saja bagi murid-muridnya, namun juga bagi rekan seprofesi, lingkungan

maupun bagi bangsa ini..

8.             Secara etimologi (asal-usul kata),guru berasal dari bahasa India yang artinya orang yang

mengajarkan tentang kelepasan dan kesengsaraan (Shamsudin, Republika, 25 Nopember 1997).

9.             Guru merupakan pendidik professional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing,

mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini,

jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah (UU tentang Guru dan

Dosen, Bab I Pasal 1 ayat 1).

10.         Sedangkan menurut Hadari Nawawi bahwa pengertian guru dapat dilihat dari dua sisa. Pertama

secara sempit, guru adalah ia yang berkewajiban mewujudkan program kelas, yakni orang yang

kerjanya mengajar dan memberikan pelajaran di kelas. Sedangkan secara luas diartikan guru

adalah orang yang bekerja dalam bidang pendidikan dan pengajaran yang ikut bertanggung

jawab dalam membantu anak-anak dalam mencapai kedewasaan masing-masing.

http://samad717.blogspot.com/2012/06/profesi-menurut-para-ahli.html

Pengertian Profesionalisme Menurut Beberapa Ahli 02.53 Le pank No comments

KIKI SYAHNARKI

Profesionalisme merupakan "roh" yang menggerakkan, mendorong, mendinamisasi dan membentengi TNO dari tendensi penyimpangan serta penyalahgunaannya baik secara internal maupun eksternal

 

PAMUDJI, 1985

Profesionalisme memiliki arti lapangan kerja tertentu yang diduduki oleh orang - orang yang memiliki kemampuan tertentu pula

 

Page 26: DEFINISI PROFESIONALISME

KORTEN & ALFONSO, 1981

Yang dimaksud dengan profesionalisme adalah kecocokan (fitness) antara kemampuan yang dimiliki oleh birokrasi (bureaucratic-competence) dengan kebutuhan tugas (ask - requirement)

 

AHMAD BAHAR

Profesionalisme merupakan usaha suatu kelompok masyarakat untuk memperoleh pengawasan atas sumber daya yang berhubungan dengan suatu bidang pekerjaan

 

AHMAN SUTARDI & ENDANG BUDIASIH

Profesionalisme adalah wujud dari upaya optimal yang dilakukan untuk memenuhi apa-apa yang telah diucapkan, dengan cara yang tidak merugikan pihak-pihak lain, sehingga tindakannya bisa diterima oleh semua unsur yang terkait

http://www.lepank.com/2012/08/pengertian-profesionalisme-menurut.html

Profesionalisme menurut para pakar Kembali ke duniaku sebagai mahasiswa yang tak luput dari masa-masa sulit menjelang akhir perkuliahan, yaitu pada masa penyusunan skripsi. Kali ini aku mau ngpost tentang sebagian dari isi skripsiku yang belum kelar, ntar kalau sudah kelar tu skripsi yang bikin kusut urat syaraf otakku baru lah aku post kan semua isinya. Sementara itu, aku hanya akan postingin beberapa definisi profesionalisme menurut para pakar. mungkin dapat dipergunakan sebagai referensi rekan-rekan yang akan membuat makalah atau sebagainya.

1. Menurut Siagian (2009:163) profesionalisme adalah, “Keandalan dan keahlian dalam pelaksanaan tugas sehingga terlaksana dengan mutu tinggi, waktu yang tepat, cermat, dan dengan prosedur yang mudah dipahami dan diikuti oleh pelanggan.”

2. Sedarmayanti (2004:157) mengungkapkan bahwa, “Profesionalisme adalah suatu sikap atau keadaan dalam melaksanakan pekerjaan dengan memerlukan keahlian melalui pendidikan dan pelatihan tertentu dan dilakukan sebagai suatu pekerjaan yang menjadi sumber penghasilan.”

3. Atmosoeprapto dalam Kurniawan (2005:74), menyatakan bahwa, “Profesionalisme merupakan cermin dari kemampuan (competensi), yaitu memiliki pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill), bisa melakukan (ability) ditunjang dengan pengalaman (experience) yang tidak mungkin muncul tiba-tiba tanpa melalui perjalanan waktu.”

4. Profesionalisme menurut Dwiyanto (2011:157) adalah, “Paham atau keyakinan bahwa sikap dan tindakan aparatur dalam menyelenggarakan kegiatan pemerintahan dan pelayanan selalu didasarkan pada ilmu pengetahuan dan nilai-nilai profesi aparatur yang mengutamakan kepentingan publik.”

5. Profesionalisme aparatur dalam hubungannya dengan organisasi publik menurut Kurniawan (2005:79) digambarkan sebagai, “Bentuk kemampuan untuk mengenali kebutuhan masyarakat, menyusun agenda, memprioritaskan pelayanan, dan mengembangkan program-program

Page 27: DEFINISI PROFESIONALISME

pelayanan sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat atau disebut dengan istilah resposivitas.”

6. Profesionalisme sumber daya aparatur menurut pendapat saya sendiri adalah, kemampuan aparatur dalam menyelenggarakan tugas dan memberikan pelayanan kepada masyarakat secara efektif serta mampu secara cepat dan tepat menanggapi aspirasi masyarakat dan perubahan lainnya sehingga dapat memuaskan masyarakat.

Semoga definisi-definisi tersebut di atas dapat berguna untuk menambah pemahaman dan pandangan rekan-rekan tentang arti profesionalisme sumber daya aparatur. berikut juga akan saya sampaikan referensi dari definisi-definisi diatas, yaitu meliputi:

1. Dwiyanto, Agus, 2011, Mengembalikan Kepercayaan Publik Melalui Reformasi Birokrasi, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

2. Kurniawan, Agung, 2005, Transformasi Pelayanan Publik, Yogyakarta: Pembaruan3. Siagian, Sondang P., 2009, Administrasi Pembangunan, Jakarta: Bumi Aksara.4. Sedarmayanti, 2004, Good Governance (Kepemerintahan yang Baik) Bagian Kedua: Membangun

Manajemen Sistem Kinerja Guna Meningkatkan Produktivitas Menuju Good Governance (Kepemerintahan yang Baik), Bandung: Mandar Maju.

http://gounovo-sf.blogspot.com/2012/02/profesionalisme-menurut-para-pakar.html

MENJADI GURU PROFESIONAL26-05-2011 00:12:07, pada PENDIDIKAN

 MENJADI GURU PROFESIONAL?*

                                                       

1. I.       PENDAHULUAN            Kata Profesi diartikan sebagai bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian (ketrampilan, kejuruan, dsb) tertentu. Di dalam profesi dituntut adanya keahlian dan etika khusus serta standar layanan. Pengertian ini mengandung implikasi bahwa profesi hanya dapat dilakukan oleh orang-orang secara khusus di persiapkan untuk itu. Dengan kata lain profesi bukan pekerjaan yang dilakukan oleh mereka yang karena tidak memperoleh pekerjaan lain. 

                   Suatu profesi memerlukan kompetensi khusus yaitu kemampuan dasar berupa ketrampilan menjalankan rutinitas sesuai dengan petunjuk, aturan, dan prosedur teknis.

                   Untuk memudahkan pembahasan, maka pada tulisan ini akan dibahas    tentang :

1. Apa konsep profesi?

2. Persyaratan apa yang diperlukan untuk menjadi profesional?

Page 28: DEFINISI PROFESIONALISME

3. Strategi yang bagaimana agar profesi guru dapat meningkat?

 

1. II.                KONSEP PROFESI

      A. Pengertian Profesi

               Pernahkah anda mendengar istilah profesi? Bukankankah kita sering mendengar istilah profesi dalam kehidupan sehari-hari? Kita sering mendengar orang bertanya: "apa profesi dia?". Atau ada perkataan: "dia berprofesi sebagai dokter", profesinya sebagai arsitek", "profesi ayah saya pengusaha", profesi saya guru", dan sebagainya. Terkesan profesi itu sama artinya dengan pekerjaan atau jabatan. Betulkah demikian? Jika tidak, lantas apa yang membedakannya? Marilah kita cermati istilah profesi secara baik agar kita tidak keliru menafsirkannya

              Profesi sebagai kata benda berarti bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian tertentu. Profesional sebagai kata sifat berarti memerlukan kepandaian khusus untuk melaksanakannya. Secara etimologi, profesi berasal dari istilah bahasa Inggris profession atau bahasa Latin profecus yang artinya mengakui, pengakuan, menyatakan mampu atau ahli dalam melaksanakan pekerjaan tertentu (Sudarwan Danin, 2002:20). Mengutip pendapat Ornstein dan Levine,  Soetjipto (2004;15) mengemukakan bahwa profesi adalah memerlukan bidang ilmu dan keterampilan tertentu diluar jangkauan khalayak ramai (tidak semua orang dapat melakukannya) dan memerlukan pelatihan khusus dengan waktu yang panjang. Selanjutnya Nana Sudjana (Uzer Usman, 2001:14) pekerjaan yang bersifat profesional adalah pekerjaan yang hanya dapat dilakukan oleh mereka yang khusus dipersiapkan untuk itu dan bukan pekerjaan yang dilakukan oleh mereka yang karena tidak dapat memperoleh pekerjaan lain.

             Dari beberapa pendapat para ahli diatas tentang pengertian profesional, maka dapatlah diambil suatu kesimpulan bahwa profesi adalah orang yang terdidik dan terlatih dengan baik serta memiliki pengalaman yang kaya dibidangnya.

 

           B. Syarat-syarat Profesi

                      Konvensi Nasional Pendidikan Indonesia I pada tahuan 1988 (Made Pidarta, 2000:266) menentukan syarat-syarat suatu pekerjaan profesional sebagai berikut : (1) atas dasar panggilan hidup yang dilakukan sepenuh waktu serta untuk jangka waktu yang lama, (2) telah memiliki pengetahuan dan keterampilan khusus, (3) dilakukan menurut teori, prinsip, prosedur, dan anggaan-anggapan dasar yang sudah baku sebagai pedoman dalam melayani klien, (4) sebagai pengabdian kepada masyarakat, bukan mencari keuntungan finansial,  (5) memiliki kecakapan diagnostik dan kompetensi aplikatif dalam melayani klien, (6) dilakukan secara otonom yang bisa diuji oleh rekan-rekan seprofesi, (7) mempunyai kode etik yang dijunjung tinggi oleh masyarakat, dan (8) pekerjaan yang dilakukan untuk melayani mereka yang membutuhkan

Page 29: DEFINISI PROFESIONALISME

                        Muchlas Samani dkk (2003:3-4) mengemukakan syarat-syarat profesi meliputi: (1) memiliki fungsi yang signifikan dalam kehidupan masyarakat dimana profesi berada, (2) memerlukan keahlian dan keterampilan tertentu yang tidak dapat dijangkau oleh masyarakat awam pada umumnya, (3) keahlian yang diperlukan dikembangkan berdasarkan disiplin ilmu yang jelas dan sistematik, (4) memerlukan pendidikan atau pelatihan yang panjang, sebelum seseorang mampu memangku profesi tersebut, (5) memiliki otonomi dalam membuat keputusan yang terkait dengan ruang lingkup tugasnya, (6) memiliki kode etik jabatan yang menjelaskan bagaimana profesi itu harus dilaksanakan oleh orang-orang yang memegangnya, (7) memiliki organisasi profesi yang merupakan tempat pemegang profesi berasosiasi dan mengembangkan profesi tersebut.

                     Bila kita bandingkan persyaratan yang dikemukakan oleh beberapa ahli tersebut, dapatlah disimpulkan pernyataannya hampir sama dan saling melengkapi. Dengan demikian bahwa persyaratan profesi yang dimaksud adalah sebagai berikut :

1. Pilihan terhadap jabatan itu didasari oleh motivasi yang kuat dan merupakan panggilan hidup orang bersangkutan

2. Telah memiliki ilmu, pengetahuan, dan keterampilan khusus yang bersifat dinamis dan terus berkembang

3. Ilmu, pengetahuan, dan keterampilan khusus tersebut diatas diperoleh melalui studi dalam jangka waktu lama

4. Punya otonomi dalam bertindak ketika melayani klien5. Mengabdi kepada masyarakat atau berorientasi kepada layanan sosial, bukan untuk

mendapatkan keuntungan finansial semata6. Tidak mengadvertensikan keahliannya untuk mendapatkan klien7. Menjadi anggota organisi profesi8. Organisasi tersebut menentukan persyaratan penerimaan anggota, memmbina profesi

anggota, mengawasi prilaku anggota, memberi sanksi, dan memperjuangkan kesejahteraan anggota.

9. Memiliki kode etik profesi

10.  Punya kekuatan dan status yang tinggi sebagai eksper yang diakui oleh masyarakat

11.  Berhak mendapat imbalan yang layak

                     Jika syarat tersebut diatas dijadikan acuan, sepertinya tidak semua jenis    pekerjaan atau jabatan dapat dikategorikan sebagai profesi

 

1. STRATEGI MENJADI GURU PROFESIONAL

                   Apakah jabatan guru dapat disebut sebagai suatu profesi?. Pada dasarnya profesi guru adalah profesi yang sedang tumbuh. Walaupun ada yang berpendapat bahwa guru adalah jabatan semiprofesional, namun sebenarnya lebih dari itu.

Page 30: DEFINISI PROFESIONALISME

                   Usaha profesionalisasi merupakan hal yang tidak perlu ditawar-tawar lagi karena uniknya profesi guru. Profesi guru harus memiliki berbagai kompetensi seperti kompetensi profesional, personal, dan sosial. Seseorang dianggap profesional apabila mampu mengerjakan tugasnya dengan selalu berpegang teguh pada etika kerja, independent (bebas dari tekanan pihak luar),  cepat (produktif), tepat (efektif), efisien dan inovatif serta didasarkan pada prinsip-prinsip pelayanan prima  yang didasarkan pada  unsur-unsur ilmu atau teori yang sistematis, kewenangan profesional, pengakuan masyarakat dan kode etik yang regulatif. Pengembangan wawasan dapat dilakukan melalui forum pertemuan profesi, pelatihan ataupun upaya pengembangan dan belajar secara mandiri.  

                    Sejalan dengan hal di atas, seorang guru harus terus meningkatkan profesionalismenya melalui berbagai kegiatan yang dapat mengembangkan kemampuannya dalam mengelola pembelajaran maupun kemampuan lain dalam upaya menjadikan peserta didik memiliki keterampilan belajar, mencakup keterampilan dalam memperoleh pengetahuan (learning to know), keterampilan dalam pengembangan jati diri (learning to be), keterampilan dalam pelaksanaan tugas-tugas tertentu (learning to do), dan keterampilan untuk dapat hidup berdampingan dengan sesama secara harmonis (learning to live together).

                       Berangkat dari makna  dan syarat-syarat profesi sebagaimana dijelaskan pada bagian terdahulu, maka dalam rangka pengembangan profesionalisme guru secara berkelanjutan dapat dilakukan dengan berbagai strategi antara lain :

1. Berpartisipasi didalam pelatihan atau in servie training.

Bentuk pelatihan yang fokusnya adalah keterampilan tertentu yang dibutuhkan oleh guru untuk melaksanakan tugasnya secara efektif. Pelatihan ini cocok dilaksanakan pada salah satu bentuk pelatihan  pre-service atau in-service. Model pelatihan ini berbeda dengan pendekatan pelatihan yang konvensional, karena penekanannya lebih kepada evaluasi performan nyata suatu kompetensi tertentu dari peserta pelatihan.

1. Membaca dan menulis jurnal atau makalah ilmiah lainnya.

Dengan membaca dan memahami banyak jurnal atau makalah ilmiah lainnya dalam bidang pendidikan yang terkait dengan profesi guru, maka guru dengan sendirinya dapat mengembangkan profesionalisme dirinya. Selanjutnya untuk dapat memberikan kontribusi kepada orang lain, guru dapat melakukan dalam bentuk penulisan artikel/makalah karya ilmiah yang sangat bermanfaat bagi pengembangan profesionalisme guru  yang bersangkutan maupun orang lain.

 

1. Berpartisipasi di dalam kegiatan pertemuan ilmiah.

Pertemuan ilmiah memberikan makna penting untuk menjaga kemutakhiran (up to date) hal-hal yang berkaitan dengan profesi guru. Tujuan utama dari kegiatan pertemuan ilmiah adalah menyajikan berbagai informasi dan inovasi terbaru  di dalam suatu bidang tertentu. Partisipasi

Page 31: DEFINISI PROFESIONALISME

guru pada kegiatan tersebut akan memberikan kontribusi yang berharga dalam membangun profesionalisme guru dalam melaksanakan tanggung jawabnya.

1. Melakukan penelitian seperti PTK.

Penelitian tindakan kelas yang merupakan studi sistematik yang dilakukan guru melalui kerjasama atau tidak dengan guru lain dalam rangka merefleksikan dan sekaligus meningkatkan praktek pembelajaran secara terus menerus juga merupakan strategi yang tepat untuk meningkatkan profesionalisme guru. Berbagai kajian yang bersifat reflektif  oleh guru yang dilakukan untuk meningkatkan kemantapan rasional, memperdalam pemahaman terhadap tindakan yang dilakukan dalam melaksanakan tugasnya, dan memperbaiki kondisi dimana praktek pembelajaran berlangsung  akan bermanfaat sebagai inovasi pendidikan. Dalam hal ini guru diberdayakan untuk mengambil berbagai prakarsa profesional secara mandiri dengan penuh percaya diri. Jika proses ini berlangsung secara terus menerus,  maka akan berdampak pada peningkatan profesionalisme guru.

1. Partisipasi di dalam organisasi/komunitas profesional.

Ikut serta menjadi anggota orgnisasi profesional juga akan meningkatkan  profesionalisme seorang guru. Organisasi profesional biasanya akan melayani anggotanya untuk selalu mengembangkan dan memelihara profesionalismenya dengan membangun hubungan yang erat dengan masyarakat. Dalam hal ini yang terpenting adalah guru harus pandai memilih suatu bentuk organisasi profesional yang dapat memberi manfaat utuh bagi dirinya melalui bentuk investasi waktu dan tenaga. Pilih secara bijak organisasi yang dapat memberikan kesempatan bagi guru untuk meningkatkan profesionalismenya.

1. Kerjasama dengan tenaga profesional lainnya di sekolah

Seseorang cenderung untuk berpikir dari pada keluar untuk memperoleh pertolongan atau informasi mutakhir akan lebih mudah jika berkomunikasi dengan orang-orang di dalam tempat kerja yang sama. Pertemuan secara formal maupun informal untuk mendiskusikan berbagai isu atau permasalahan pendidikan termasuk bekerjasama berbagai kegiatan lain (misalnya merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi program-program sekolah) dengan kepala sekolah, orang tua peserta didik (komite sekolah), guru dan staf lain yang profesional dapat menolong guru dalam memutakhirkan pengetahuannnya. Berpartisipasi di dalam berbagai kegiatan tersebut dapat menjaga keaktifan pikiran dan membuka wawasan yang memungkinkan guru untuk terus memperoleh informasi yang diperlukannya dan sekaligus membuat perencanaan untuk mendapatkannya. Semakin guru terlibat dalam prolehan informasi, maka guru semakin merasakan akuntabel, dan semakin guru merasakan akuntabel maka ia semakin termotivasi untuk mengembangkan dirinya.

     IV.  KESIMPULAN   

      1.  Suatu pekerjaan yang  bersifat profesional memerlukan beberapa bidang ilmu yang secara sengaja harus dipelajari dan kemudian diaplikasikan bagi kepentingan umum. Atas dasar

Page 32: DEFINISI PROFESIONALISME

pengertian ini ternyata pekerjaan profesional berbeda dengan pekerjaan lainnya karena suatu profesi memerlukan kemampuan dan keahlian khusus dalam melaksanakan profesinya

      2. Jabatan guru merupakan jabatan profesional, dan sebagai jabatan profesional, pemegangnya harus memenuhi kualifikasi tertentu. Karena itu diperlukan syarat-syarat diantaranya adanya motivasi yang kuat, memiliki pengetahuan dan keterampilan, pengabdian, memiliki kode etik, dan berhak mendapatkan imbalan

      3. Kriteria jabatan profesional antara lain bahwa jabatan itu melibatkan kegiatan intelektual, mempunyai batang tubuh ilmu yang khusus, memerlukan persiapan lama untuk memangkunya, memerlukan latihan dalam jabatan yang bersinambungan, merupakan karier hidup dan keanggotaan yang permanen,menentukan baku prilakunya, mementingkan layanan, mempunyai organisasi profesional, dan mempunyai kode etik yang diataati oleh anggotanya.

      4.   Berangkat dari makna dan  syarat-syarat profesi  sebagaimana dijelaskan pada bagian terdahulu, maka dalam rangka pengembangan profesionalisme guru secara berkelanjutan dapat dilakukan dengan berbagai strategi antara lain berpartisipasi didalam pelatihan atau in servie training, membaca dan menulis jurnal atau makalah ilmiah lainnya, berpartisipasi di dalam kegiatan pertemuan ilmiah, melakukan penelitian seperti PTK, partisipasi di dalam organisasi/komunitas profesional, kerjasama dengan tenaga profesional lainnya di sekolah.

 

DAFTAR PUSTAKA

Direktorat Profesi Pendidik, 2008. Pedoman Penilaian Guru Berprestasi. Jakarta : Depdikns

Made Pidarta, 2000. Landasan Kependidikan. Jakarta : Renika Cipta

Muchlas Samani, dkk, 2003. Pembinaan Profesi Guru. Jakarta : Depdiknas

Moh. Uzer Usman, 2001. Menjadi Guru Profesional. Bandung : Remaja Rosdakarya.

Nana Sudjana, 1987. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung : Sinar Baru Algensindo.

Soetjipto, 2004. Profesi Keguruan. Jakarta :  Rineka Cipta

Sudarwan Danim, 2002. Inovasi Pendidikan dalam Upaya Peningkatan Profesionalisme Tenaga Kependidikan. Bandung : Pustaka Setia

Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 2005 Bab I pasal 1 tentang Guru dan Dosen. Jakarta.

sarijo.guru-indonesia.net/artikel_detail-490.html

Page 33: DEFINISI PROFESIONALISME

BAGAIMANA MENJADI GURU PROFESIONAL

I. PENDAHULUAN

Kata Profesi diartikan sebagai bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian (keterampilan,

kejuruan, dsb) tertentu. Di dalam profesi dituntut adanya keahlian dan etika khusus serta standar

layanan. Pengertian ini mengandung implikasi bahwa profesi hanya dapat dilakukan oleh orang-orang

secara khusus di persiapkan untuk itu. Dengan kata lain profesi bukan pekerjaan yang dilakukan oleh

mereka yang karena tidak memperoleh pekerjaan lain.

Suatu profesi memerlukan kompetensi khusus yaitu kemampuan dasar berupa ketrampilan

menjalankan rutinitas sesuai dengan petunjuk, aturan, dan prosedur teknis.

Untuk memudahkan pembahasan, maka pada tulisan ini akan dibahas tentang :

1. Apa konsep profesi?

2. Persyaratan apa yang diperlukan untuk menjadi profesional?

3. Strategi yang bagaimana agar profesi guru dapat meningkat?

4. Standar kompetensi guru.

5. Kompetensi-kompetensi apa saja yang harus dimilki oleh guru professional?

6. Partisipasi riil pemerintah dalam mewujudkan guru professional.

7. Kode etik guru dalam SISDIKNAS.

II. PEMBAHASAN

1. KONSEP PROFESI

Profesi sebagai kata benda berarti bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian tertentu.

Profesional sebagai kata sifat berarti memerlukan kepandaian khusus untuk melaksanakannya. Secara

etimologi, profesi berasal dari istilah bahasa Inggris profession atau bahasa Latin profecus yang artinya

mengakui, pengakuan, menyatakan mampu atau ahli dalam melaksanakan pekerjaan tertentu

(Sudarwan Danin, 2002:20). Mengutip pendapat Ornstein dan Levine, Soetjipto (2004;15)

mengemukakan bahwa profesi adalah memerlukan bidang ilmu dan keterampilan tertentu diluar

jangkauan khalayak ramai (tidak semua orang dapat melakukannya) dan memerlukan pelatihan khusus

Page 34: DEFINISI PROFESIONALISME

dengan waktu yang panjang. Selanjutnya Nana Sudjana (Uzer Usman, 2001:14) pekerjaan yang bersifat

profesional adalah pekerjaan yang hanya dapat dilakukan oleh mereka yang khusus dipersiapkan untuk

itu dan bukan pekerjaan yang dilakukan oleh mereka yang karena tidak dapat memperoleh pekerjaan

lain.

Dalam RUU tentang guru dan dosen, professional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan

seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupannya yang memerlkan keahlian, kemahiran dan

kecakapan yang memenuhi standarmtu atau norma tertentu, serta memerlukan pendidikan profesi.

Dalam UU Guru dan Dosen ditetapkan Sembilan prinsip professional, yaitu guru dan dosen:

a. Memiliki bakat, minat dan panggilan jiwa, dan idealism.

b. Memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia.

c. Memilki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas, dan

d. Memilki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas.

e. Memilki tanggungjawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan.

f. Memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja.

g. Memilki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar

sepanjang hayat.

h. Memiliki jaminan perlindungan hokum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan.

i. Harus memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan

dengan tugas keprofesionalan guru.

Dalam pasal 1 ayat (1) butir 1 ditetapkan bahwa guru adalah pendidik professional dengan tugas

utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta

didik pada jalur formal, serta pada jenjang pendidikan dasar dan pendidikan menengah, termasuk pada

pendidikan usia dini.

Dari beberapa pendapat para ahli diatas tentang pengertian profesional, maka dapatlah diambil

suatu kesimpulan bahwa profesi adalah orang yang terdidik dan terlatih dengan baik serta memiliki

pengalaman yang kaya dibidangnya. Patut disadari bahwa kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga

professional dimaksudkan agar guru dan dosen memiliki kompetensi ilmu, teknis dan moral dalam

menjalankan tugasnya secara bertanggungjawab dengan jaminan kesejahteraanyang memadai untuk

memenuhi hak warga Negara memperoleh pendidikan yang bermutu (UU SISDIKNAS pasal 5 ayat 1).

Sehingga tujuan pendidikan nasional dapat tercapai yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa.

Page 35: DEFINISI PROFESIONALISME

2. SYARAT-SYARAT PROFESI

Konvensi Nasional Pendidikan Indonesia I pada tahuan 1988 (Made Pidarta, 2000:266)

menentukan syarat-syarat suatu pekerjaan profesional sebagai berikut : (1) atas dasar panggilan hidup

yang dilakukan sepenuh waktu serta untuk jangka waktu yang lama, (2) telah memiliki pengetahuan dan

keterampilan khusus, (3) dilakukan menurut teori, prinsip, prosedur, dan anggaan-anggapan dasar yang

sudah baku sebagai pedoman dalam melayani klien, (4) sebagai pengabdian kepada masyarakat, bukan

mencari keuntungan finansial, (5) memiliki kecakapan diagnostik dan kompetensi aplikatif dalam

melayani klien, (6) dilakukan secara otonom yang bisa diuji oleh rekan-rekan seprofesi, (7) mempunyai

kode etik yang dijunjung tinggi oleh masyarakat, dan (8) pekerjaan yang dilakukan untuk melayani

mereka yang membutuhkan

Muchlas Samani dkk (2003:3-4) mengemukakan syarat-syarat profesi meliputi: (1) memiliki fungsi

yang signifikan dalam kehidupan masyarakat dimana profesi berada, (2) memerlukan keahlian dan

keterampilan tertentu yang tidak dapat dijangkau oleh masyarakat awam pada umumnya, (3) keahlian

yang diperlukan dikembangkan berdasarkan disiplin ilmu yang jelas dan sistematik, (4) memerlukan

pendidikan atau pelatihan yang panjang, sebelum seseorang mampu memangku profesi tersebut, (5)

memiliki otonomi dalam membuat keputusan yang terkait dengan ruang lingkup tugasnya, (6) memiliki

kode etik jabatan yang menjelaskan bagaimana profesi itu harus dilaksanakan oleh orang-orang yang

memegangnya, (7) memiliki organisasi profesi yang merupakan tempat pemegang profesi berasosiasi

dan mengembangkan profesi tersebut.

Bila kita bandingkan persyaratan yang dikemukakan oleh beberapa ahli tersebut, dapatlah

disimpulkan pernyataannya hampir sama dan saling melengkapi. Dengan demikian bahwa persyaratan

profesi yang dimaksud adalah sebagai berikut :

1. Pilihan terhadap jabatan itu didasari oleh motivasi yang kuat dan merupakan panggilan hidup orang

bersangkutan

2. Telah memiliki ilmu, pengetahuan, dan keterampilan khusus yang bersifat dinamis dan terus berkembang

3. Ilmu, pengetahuan, dan keterampilan khusus tersebut diatas diperoleh melalui studi dalam jangka waktu

lama

4. Punya otonomi dalam bertindak ketika melayani klien

5. Mengabdi kepada masyarakat atau berorientasi kepada layanan sosial, bukan untuk mendapatkan

keuntungan finansial semata

6. Tidak mengadvertensikan keahliannya untuk mendapatkan klien

Page 36: DEFINISI PROFESIONALISME

7. Menjadi anggota organisi profesi

8. Organisasi tersebut menentukan persyaratan penerimaan anggota, memmbina profesi anggota,

mengawasi prilaku anggota, memberi sanksi, dan memperjuangkan kesejahteraan anggota.

9. Memiliki kode etik profesi

10. Punya kekuatan dan status yang tinggi sebagai eksper yang diakui oleh masyarakat

11. Berhak mendapat imbalan yang layak

Jika syarat tersebut diatas dijadikan acuan, sepertinya tidak semua jenis pekerjaan atau jabatan

dapat dikategorikan sebagai profesi. Adapun kompetensi guru professional sebagai agen pembelajaran

meliputi kompetensi pedagogic, kompetensi kepribadian, kompetensi soaial, dan kompetensi

professional yang diperoleh melalui pendidikan profesi (pasal 10 ayat 1 UU GD). Kompetensi-

kompetensi tersebut diuji melalui sertifikasi pendidik bagi guru yang diatur dalam pasal 11 ayat 2 dan 3

UU GD, yang menyebut bahwa sertifikasi pendidik diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki

program pengadaan pendidikan tenaga kependidikan yang terakreditasi dan ditetapkan oleh

pemerintah dan dilaksanakan secara transparan, objektif dan akuntabel. Setiap orang yang memiliki

sertifikat pendidik memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi guru pada satuan pendidikan tertentu

(pasal 12). Guru dan dosen sebagai pendidik professional, memerlukan juga perhatian dalam penegakan

hak dan kewajiban guru dan dosen sebagai tenaga professional, pembinaan dan pengembangan profesi,

perlindungan hokum, perlindungan profesi, serta perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja.

3. STRATEGI MENJADI GURU PROFESIONAL

Apakah jabatan guru dapat disebut sebagai suatu profesi?. Pada dasarnya profesi guru adalah

profesi yang sedang tumbuh. Walaupun ada yang berpendapat bahwa guru adalah jabatan

semiprofesional, namun sebenarnya lebih dari itu.

Usaha profesionalisasi merupakan hal yang tidak perlu ditawar-tawar lagi karena uniknya profesi

guru. Profesi guru harus memiliki berbagai kompetensi seperti kompetensi profesional, personal, dan

sosial. Seseorang dianggap profesional apabila mampu mengerjakan tugasnya dengan selalu berpegang

teguh pada etika kerja, independent (bebas dari tekanan pihak luar), cepat (produktif), tepat (efektif),

efisien dan inovatif serta didasarkan pada prinsip-prinsip pelayanan prima yang didasarkan pada unsur-

unsur ilmu atau teori yang sistematis, kewenangan profesional, pengakuan masyarakat dan kode etik

yang regulatif. Pengembangan wawasan dapat dilakukan melalui forum pertemuan profesi, pelatihan

ataupun upaya pengembangan dan belajar secara mandiri.

Page 37: DEFINISI PROFESIONALISME

Sejalan dengan hal di atas, seorang guru harus terus meningkatkan profesionalismenya melalui

berbagai kegiatan yang dapat mengembangkan kemampuannya dalam mengelola pembelajaran

maupun kemampuan lain dalam upaya menjadikan peserta didik memiliki keterampilan belajar,

mencakup keterampilan dalam memperoleh pengetahuan (learning to know), keterampilan dalam

pengembangan jati diri (learning to be), keterampilan dalam pelaksanaan tugas-tugas tertentu (learning

to do), dan keterampilan untuk dapat hidup berdampingan dengan sesama secara harmonis ( learning to

live together).

Berangkat dari makna dan syarat-syarat profesi sebagaimana dijelaskan pada bagian terdahulu,

maka dalam rangka pengembangan profesionalisme guru secara berkelanjutan dapat dilakukan dengan

berbagai strategi antara lain :

A. Berpartisipasi didalam pelatihan atau in servie training.

Bentuk pelatihan yang fokusnya adalah keterampilan tertentu yang dibutuhkan oleh guru untuk

melaksanakan tugasnya secara efektif. Pelatihan ini cocok dilaksanakan pada salah satu bentuk

pelatihan pre-service atau in-service. Model pelatihan ini berbeda dengan pendekatan pelatihan yang

konvensional, karena penekanannya lebih kepada evaluasi performan nyata suatu kompetensi tertentu

dari peserta pelatihan.

B. Membaca dan menulis jurnal atau makalah ilmiah lainnya.

Dengan membaca dan memahami banyak jurnal atau makalah ilmiah lainnya dalam bidang pendidikan

yang terkait dengan profesi guru, maka guru dengan sendirinya dapat mengembangkan profesionalisme

dirinya. Selanjutnya untuk dapat memberikan kontribusi kepada orang lain, guru dapat melakukan

dalam bentuk penulisan artikel/makalah karya ilmiah yang sangat bermanfaat bagi pengembangan

profesionalisme guru yang bersangkutan maupun orang lain.

C. Berpartisipasi di dalam kegiatan pertemuan ilmiah.

Pertemuan ilmiah memberikan makna penting untuk menjaga kemutakhiran (up to date) hal-hal yang

berkaitan dengan profesi guru. Tujuan utama dari kegiatan pertemuan ilmiah adalah menyajikan

berbagai informasi dan inovasi terbaru di dalam suatu bidang tertentu. Partisipasi guru pada kegiatan

tersebut akan memberikan kontribusi yang berharga dalam membangun profesionalisme guru dalam

melaksanakan tanggung jawabnya.

Page 38: DEFINISI PROFESIONALISME

D. Melakukan penelitian seperti PTK.

Penelitian tindakan kelas yang merupakan studi sistematik yang dilakukan guru melalui kerjasama atau

tidak dengan guru lain dalam rangka merefleksikan dan sekaligus meningkatkan praktek pembelajaran

secara terus menerus juga merupakan strategi yang tepat untuk meningkatkan profesionalisme guru.

Berbagai kajian yang bersifat reflektif oleh guru yang dilakukan untuk meningkatkan kemantapan

rasional, memperdalam pemahaman terhadap tindakan yang dilakukan dalam melaksanakan tugasnya,

dan memperbaiki kondisi dimana praktek pembelajaran berlangsung akan bermanfaat sebagai inovasi

pendidikan. Dalam hal ini guru diberdayakan untuk mengambil berbagai prakarsa profesional secara

mandiri dengan penuh percaya diri. Jika proses ini berlangsung secara terus menerus, maka akan

berdampak pada peningkatan profesionalisme guru.

E. Partisipasi di dalam organisasi/komunitas profesional.

Ikut serta menjadi anggota orgnisasi profesional juga akan meningkatkan profesionalisme seorang guru.

Organisasi profesional biasanya akan melayani anggotanya untuk selalu mengembangkan dan

memelihara profesionalismenya dengan membangun hubungan yang erat dengan masyarakat. Dalam

hal ini yang terpenting adalah guru harus pandai memilih suatu bentuk organisasi profesional yang

dapat memberi manfaat utuh bagi dirinya melalui bentuk investasi waktu dan tenaga. Pilih secara bijak

organisasi yang dapat memberikan kesempatan bagi guru untuk meningkatkan profesionalismenya.

F. Kerjasama dengan tenaga profesional lainnya di sekolah

Seseorang cenderung untuk berpikir dari pada keluar untuk memperoleh pertolongan atau informasi

mutakhir akan lebih mudah jika berkomunikasi dengan orang-orang di dalam tempat kerja yang sama.

Pertemuan secara formal maupun informal untuk mendiskusikan berbagai isu atau permasalahan

pendidikan termasuk bekerjasama berbagai kegiatan lain (misalnya merencanakan, melaksanakan, dan

mengevaluasi program-program sekolah) dengan kepala sekolah, orang tua peserta didik (komite

sekolah), guru dan staf lain yang profesional dapat menolong guru dalam memutakhirkan

pengetahuannnya. Berpartisipasi di dalam berbagai kegiatan tersebut dapat menjaga keaktifan pikiran

dan membuka wawasan yang memungkinkan guru untuk terus memperoleh informasi yang

diperlukannya dan sekaligus membuat perencanaan untuk mendapatkannya. Semakin guru terlibat

dalam prolehan informasi, maka guru semakin merasakan akuntabel, dan semakin guru merasakan

akuntabel maka ia semakin termotivasi untuk mengembangkan dirinya.

4. STANDAR KOMPETENSI GURU1. UU No. 14/2005 (UUGD)

Page 39: DEFINISI PROFESIONALISME

Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan”.

Kompetensi guru dapat dimaknai sebagai kebulatan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang berwujud tindakan cerdas dan penuh tanggung jawab dalam melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran.

2. GURU SEBAGAI TENAGA PROFESIONALBerarti pekerjaan guru hanya dapat dilakukan oleh seseorang yang mempunyai kualifikasi akademik, kompetensi, dan sertifikat pendidik sesuai dengan persyaratan untuk setiap jenis dan pendidikan tertentu.

3. Syarat menjadi guru yaitu wajib memiliki: Kualifikasi akademik Kompetensi Sertifikat pendidik Sehat jasmani & rohani Kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.

4. Kompetensi Guru sebagai Agen Pembelajaran Kompetensi Pedagogik Kompetensi Kepribadian Kompetensi Sosial Kompetensi Profesional

5. Kompetensi Pedagogik Pemahaman wawasana atau landasan kependidikan Pemahaman terhadap peserta didik Pengembangan kurikulum/silabus Perancangan pembelajaran Pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis Pemanfaatan teknologi pembelajaran Evaluasi hasil belajar Pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya

6. Kompetensi Kepribadian Mantap Berakhlak mulia Arif dan bijaksana Berwibawa Stabil Dewasa Jujur Menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat Secara objektif mengevaluasi kinerja sendiri Mengembangkan diri secara mandiri dan berkelanjutan

7. Kompetensi Sosial Berkomunikasi lisan, tulisan, isyarat

Page 40: DEFINISI PROFESIONALISME

Menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional Bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, pimpinan satuan

pendidikan, orang tua/wali peserta didik. Bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar dengan mengindahkan norma serta sistem nilai yang

berlaku. Menerapkan prinsip-prinsip persaudaraan sejati dan semangat kebersamaan

8. Kompetensi Profesional Kemampuan guru dalam pengetahuan isi (content knowledge) à penguasaan:

Materi pelajaran secara luas dan mendalam sesuai standar isi program satuan pendidikan, mata pelajaran, atau kelompok mata pelajaran yang diambil.

Konsep-konsep dan metode disiplin keilmuan, teknologi, atau seni yang relevan, yang secara konseptual menaungi atau koheren dengan program satuan pendidikan, mata pelajaran, atau kelompok mata pelajaran yang diambil.

5. KOMPETENSI GURU PROFESIONALRendahnya kualitas pendidikan di Indonesia merupakan cerminan rendahnya kualitas sistem

pendidikan nasional. Rendahnya kualitas dan kompetensi guru secara umum, semakin membuat laju

perkembangan pendidikan belum maksimal. Guru kita dianggap belum memiliki profesionalitas yang

baik untuk kemajuan pendidikan secara global. Salah satu kambing yang paling hitam yang jadi

penyebab semua ini adalah rendahnya kesejahteraan Guru. Tetapi apakah hal tersebut memiliki

hubungan korelasional yang signifikan?

Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2007 tentang Guru, dinyatakan

bahwasanya salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh Guru adalah kompetensi professional.

Kompetensi profesional yang dimaksud dalam hal ini merupakan kemampuan Guru dalam penguasaan

materi pelajaran secara luas dan mendalam.

Yang dimaksud dengan penguasaan materi secara luas dan mendalam dalam hal ini termasuk

penguasaan kemampuan akademik lainnya yang berperan sebagai pendukung profesionalisme Guru.

Kemampuan akademik tersebut antara lain, memiliki kemampuan dalam menguasai ilmu, jenjang dan

jenis pendidikan yang sesuai.

Berbagai kendala yang dihadapi sekolah terutama di daerah luar kota, umumnya mengalami

kekurangan guru yang sesuai dengan kebutuhan. Kebutuhan yang dimaksud adalah kebutuhan subjek

atau bidang studi yang sesuai dengan latar belakang guru. Akhirnya sekolah terpaksa menempuh

kebijakan yang tidak popular bagi anak, guru mengasuh pelajaran yang tidak sesuai bidangnya. Dari pada

kosong sama sekali, lebih baik ada guru yang bisa mendampingi dan mengarahkan belajar di kelas.

Page 41: DEFINISI PROFESIONALISME

Beberapa bulan yang lalu, saya mengikuti training Guru Mata Pelajaran IPA Biologi SMP se

kabupaten Luwu Timur. Setelah berkenalan dengan semua peserta, ternyata salah seorang peserta

adalah guru honor di sebuah SMP di kawasan transmigrasi di Kabupaten Luwu Timur mengajarkan mata

pelajaran IPA Terpadu, pada hal awalnya honor untuk guru Agama Hindu sedangkan latar belakang

pendidikan hanya SPG (Sekolah Pendidikan Guru) setara SMA. Sebuah kondisi yang sungguh

memprihatinkan bagi pendidikan di negara ini!!!

Sebuah Illustrasi: Seorang Guru biologi harus memiliki pemahaman yang benar terhadap kurikulum

pendidikan biologi. Guru biologi harus dapat memahami batasan materi biologi dan keterampilan ilmiah

yang mestinya dimiliki oleh anak di setiap jenjang pendidikan. Hal ini penting, agar tidak terjadi

overlapping antara pembelajaran biologi di SD, SMP dan SMA. Akibatnya dapat berdampak pada

ketidakjelasan grade di setiap jenjang pendidikan yang memunculkan kebingungan yang berujung stress

dan frustasi terhadap anak dalam mengikuti pembelajaran di kelas.

Selain itu, seorang Guru biologi hendaknya dapat memiliki kemampuan dalam mengembangkan

kurikulum nasional tentang pembelajaran biologi menjadi kurikulum berbasis sekolah yang lebih

kontekstual bagi anak. Penjabaran kurikulum menjadi silabus pembelajaran yang sesuai dengan

resources yang ada, akan dapat menciptakan situasi pembelajaran yang bermakna dan dimaknai oleh

anak.

A. Pengertian Kompetensi Guru

Majid (2005:6) menjelaskan kompetensi yang dimiliki oleh setiap guru akan menunjukkan kualitas guru dalam mengajar. Kompetensi tersebut akan terwujud dalam bentuk penguasaan pengetahuan dan profesional dalam menjalankan fungsinya sebagai guru. Diyakini Robotham (1996:27), kompetensi yang diperlukan oleh seseorang tersebut dapat diperoleh baik melalui pendidikan formal maupun pengalaman.

Syah (2000:229) mengemukakan pengertian dasar kompetensi adalah kemampuan atau kecakapan. Usman (1994:1) mengemukakan kompentensi berarti suatu hal yang menggambarkan kualifikasi atau kemampuan seseorang, baik yang kualitatif maupun yang kuantitatif. McAhsan (1981:45), sebagaimana dikutip oleh Mulyasa (2003:38) mengemukakan bahwa kompetensi: “…is a knowledge, skills, and abilities or capabilities that a person achieves, which become part of his or her being to the extent he or she can satisfactorily perform particular cognitive, affective, and psychomotor behaviors”. Dalam hal ini, kompetensi diartikan sebagai pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang dikuasai oleh seseorang yang telah menjadi bagian dari dirinya, sehingga ia dapat melakukan perilaku-perilaku kognitif, afektif, dan psikomotorik dengan sebaik-baiknya.

Page 42: DEFINISI PROFESIONALISME

Sejalan dengan itu Finch & Crunkilton (1979:222), sebagaimana dikutip oleh Mulyasa (2003:38) mengartikan kompetensi sebagai penguasaan terhadap suatu tugas, keterampilan, sikap, dan apresiasi yang diperlukan untuk menunjang keberhasilan.Sofo (1999:123) mengemukakan “A competency is composed of skill, knowledge, and attitude, but in particular the consistent applications of those skill, knowledge, and attitude to the standard of performance required in employment”. Dengan kata lain kompetensi tidak hanya mengandung pengetahuan, keterampilan dan sikap, namun yang penting adalah penerapan dari pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diperlukan tersebut dalam pekerjaan.

Robbins (2001:37) menyebut kompetensi sebagai ability, yaitu kapasitas seseorang individu untuk mengerjakan berbagai tugas dalam suatu pekerjaan. Selanjutnya dikatakan bahwa kemampuan individu dibentuk oleh dua faktor, yaitu faktor kemampuan intelektual dan kemampuan fisik. Kemampuan intelektual adalah kemampuan yang diperlukan untuk melakukan kegiatan mental sedangkan kemampuan fisik adalah kemampuan yang di perlukan untuk melakukan tugas-tugas yang menuntut stamina, kecekatan, kekuatan, dan keterampilan.Spencer & Spencer (1993:9) mengatakan “Competency is underlying characteristic of an individual that is causally related to criterion-reference effective and/or superior performance in a job or situation”.

Jadi kompetensi adalah karakteristik dasar seseorang yang berkaitan dengan kinerja berkriteria efektif dan atau unggul dalam suatu pekerjaan dan situasi tertentu. Selanjutnya Spencer & Spencer menjelaskan, kompetensi dikatakan underlying characteristic karena karakteristik merupakan bagian yang mendalam dan melekat pada kepribadian seseorang dan dapat memprediksi berbagai situasi dan jenis pekerjaan. Dikatakan causally related, karena kompetensi menyebabkan atau memprediksi perilaku dan kinerja. Dikatakan criterion-referenced, karena kompetensi itu benar-benar memprediksi siapa-siapa saja yang kinerjanya baik atau buruk, berdasarkan kriteria atau standar tertentu.Muhaimin (2004:151) menjelaskan kompetensi adalah seperangkat tindakan intelegen penuh tanggung jawab yang harus dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu melaksankan tugas-tugas dalam bidang pekerjaan tertentu. Sifat intelegen harus ditunjukan sebagai kemahiran, ketetapan, dan keberhasilan bertindak. Sifat tanggung jawab harus ditunjukkan sebagai kebenaran tindakan baik dipandang dari sudut ilmu pengetahuan, teknologi maupun etika. Depdiknas (2004:7) merumuskan definisi kompetensi sebagai pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak.Menurut Syah (2000:230), “kompetensi” adalah kemampuan, kecakapan, keadaan berwenang, atau memenuhi syarat menurut ketentuan hukum. Selanjutnya masih menurut Syah, dikemukakan bahwa kompetensi guru adalah kemampuan seorang guru dalam melaksanakan kewajiban-kewajibannya secara bertanggung jawab dan layak.

Jadi kompetensi profesional guru dapat diartikan sebagai kemampuan dan kewenangan guru dalam menjalankan profesi keguruannya. Guru yang kompeten dan profesional adalah guru piawi dalam melaksanakan profesinya.Berdasarkan uraian di atas kompetensi guru dapat didefinisikan sebagai penguasaan terhadap pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak dalam menjalankan profesi sebagai guru.

B. Dimensi-dimensi Kompetensi Guru

Page 43: DEFINISI PROFESIONALISME

Menurut Undang-undang No.14 tahun 2005 tentang Guru Dan Dosen pasal 10 ayat (1) kompetensi guru meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.

1. Kompetensi PedagogikDalam Undang-undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dikemukakan kompetensi

pedagogik adalah “kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik”. Depdiknas (2004:9) menyebut kompetensi ini dengan “kompetensi pengelolaan pembelajaran. Kompetensi ini dapat dilihat dari kemampuan merencanakan program belajar mengajar, kemampuan melaksanakan interaksi atau mengelola proses belajar mengajar, dan kemampuan melakukan penilaian.

a. Kompetensi Menyusun Rencana Pembelajaran

Menurut Joni (1984:12), kemampuan merencanakan program belajar mengajar mencakup kemampuan: (1) merencanakan pengorganisasian bahan-bahan pengajaran, (2) merencanakan pengelolaan kegiatan belajar mengajar, (3) merencanakan pengelolaan kelas, (4) merencanakan penggunaan media dan sumber pengajaran; dan (5) merencanakan penilaian prestasi siswa untuk kepentingan pengajaran.Depdiknas (2004:9) mengemukakan kompetensi penyusunan rencana pembelajaran meliputi (1) mampu mendeskripsikan tujuan, (2) mampu memilih materi, (3) mampu mengorganisir materi, (4) mampu menentukan metode/strategi pembelajaran, (5) mampu menentukan sumber belajar/media/alat peraga pembelajaran, (6) mampu menyusun perangkat penilaian, (7) mampu menentukan teknik penilaian, dan (8) mampu mengalokasikan waktu.Berdasarkan uraian di atas, merencanakan program belajar mengajar merupakan proyeksi guru mengenai kegiatan yang harus dilakukan siswa selama pembelajaran berlangsung, yang mencakup: merumuskan tujuan, menguraikan deskripsi satuan bahasan, merancang kegiatan belajar mengajar, memilih berbagai media dan sumber belajar, dan merencanakan penilaian penguasaan tujuan.

b. Kompetensi Melaksanakan Proses Belajar Mengajar

Melaksanakan proses belajar mengajar merupakan tahap pelaksanaan program yang telah disusun. Dalam kegiatan ini kemampuan yang di tuntut adalah keaktifan guru menciptakan dan menumbuhkan kegiatan siswa belajar sesuai dengan rencana yang telah disusun. Guru harus dapat mengambil keputusan atas dasar penilaian yang tepat, apakah kegiatan belajar mengajar dicukupkan, apakah metodenya diubah, apakah kegiatan yang lalu perlu diulang, manakala siswa belum dapat mencapai tujuan-tujuan pembelajaran.

Pada tahap ini disamping pengetahuan teori belajar mengajar, pengetahuan tentang siswa, diperlukan pula kemahiran dan keterampilan teknik belajar, misalnya: prinsip-prinsip mengajar, penggunaan alat bantu pengajaran, penggunaan metode mengajar, dan keterampilan menilai hasil belajar siswa.Yutmini (1992:13) mengemukakan, persyaratan kemampuan yang harus di miliki guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar meliputi kemampuan: (1) menggunakan metode belajar, media pelajaran, dan bahan latihan yang sesuai dengan tujuan pelajaran, (2) mendemonstrasikan penguasaan mata pelajaran dan perlengkapan pengajaran, (3) berkomunikasi dengan siswa, (4) mendemonstrasikan berbagai metode mengajar, dan (5) melaksanakan evaluasi proses belajar

Page 44: DEFINISI PROFESIONALISME

mengajar.Hal serupa dikemukakan oleh Harahap (1982:32) yang menyatakan, kemampuan yang harus dimiliki guru dalam melaksanakan program mengajar adalah mencakup kemampuan: (1) memotivasi siswa belajar sejak saat membuka sampai menutup pelajaran, (2) mengarahkan tujuan pengajaran, (3) menyajikan bahan pelajaran dengan metode yang relevan dengan tujuan pengajaran, (4) melakukan pemantapan belajar, (5) menggunakan alat-alat bantu pengajaran dengan baik dan benar, (6) melaksanakan layanan bimbingan penyuluhan, (7) memperbaiki program belajar mengajar, dan (8) melaksanakan hasil penilaian belajar.Dalam pelaksanaan proses belajar mengajar menyangkut pengelolaan pembelajaran, dalam menyampaikan materi pelajaran harus dilakukan secara terencana dan sistematis, sehingga tujuan pengajaran dapat dikuasai oleh siswa secara efektif dan efisien. Kemampuan-kemampuan yang harus dimiliki guru dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar terlihat dalam mengidentifikasi karakteristik dan kemampuan awal siswa, kemudian mendiagnosis, menilai dan merespon setiap perubahan perilaku siswa.Depdiknas (2004:9) mengemukakan kompetensi melaksanakan proses belajar mengajar meliputi (1) membuka pelajaran, (2) menyajikan materi, (3) menggunakan media dan metode, (4) menggunakan alat peraga, (5) menggunakan bahasa yang komunikatif, (6) memotivasi siswa, (7) mengorganisasi kegiatan, (8) berinteraksi dengan siswa secara komunikatif, (9) menyimpulkan pelajaran, (10) memberikan umpan balik, (11) melaksanakan penilaian, dan (12) menggunakan waktu.Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa melaksanakan proses belajar mengajar merupakan sesuatu kegiatan dimana berlangsung hubungan antara manusia, dengan tujuan membantu perkembangan dan menolong keterlibatan siswa dalam pembelajaran. Pada dasarnya melaksanakan proses belajar mengajar adalah menciptakan lingkungan dan suasana yang dapat menimbulkan perubahan struktur kognitif para siswa.

c. Kompetensi Melaksanakan Penilaian Proses Belajar Mengajar

Menurut Sutisna (1993:212), penilaian proses belajar mengajar dilaksanakan untuk mengetahui keberhasilan perencanaan kegiatan belajar mengajar yang telah disusun dan dilaksanakan. Penilaian diartikan sebagai proses yang menentukan betapa baik organisasi program atau kegiatan yang dilaksanakan untuk mencapai maksud-maksud yang telah ditetapkan.

Commite dalam Wirawan (2002:22) menjelaskan, evaluasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari setiap upaya manusia, evaluasi yang baik akan menyebarkan pemahaman dan perbaikan pendidikan, sedangkan evaluasi yang salah akan merugikan pendidikan.Tujuan utama melaksanakan evaluasi dalam proses belajar mengajar adalah untuk mendapatkan informasi yang akurat mengenai tingkat pencapaian tujuan instruksional oleh siswa, sehingga tindak lanjut hasil belajar akan dapat diupayakan dan dilaksanakan. Dengan demikian, melaksanakan penilaian proses belajar mengajar merupakan bagian tugas guru yang harus dilaksanakan setelah kegiatan pembelajaran berlangsung dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa mencapai tujuan pembelajaran, sehingga dapat diupayakan tindak lanjut hasil belajar siswa.Depdiknas (2004:9) mengemukakan kompetensi penilaian belajar peserta didik, meliputi (1) mampu memilih soal berdasarkan tingkat kesukaran,(2) mampu memilih soal berdasarkan tingkat pembeda, (3) mampu memperbaiki soal yang tidak valid, (4) mampu memeriksa jawab, (5) mampu mengklasifikasi hasil-hasil penilaian, (6) mampu mengolah dan menganalisis hasil penilaian, (7) mampu membuat interpretasi kecenderungan hasil penilaian, (8) mampu menentukan korelasi soal berdasarkan hasil penilaian, (9) mampu mengidentifikasi tingkat

Page 45: DEFINISI PROFESIONALISME

variasi hasil penilaian, (10) mampu menyimpulkan dari hasil penilaian secara jelas dan logis, (11) mampu menyusun program tindak lanjut hasil penilaian, (12) mengklasifikasi kemampuan siswa, (13) mampu mengidentifikasi kebutuhan tindak lanjut hasil penilaian, (14) mampu melaksanakan tindak lanjut, (15) mampu mengevaluasi hasil tindak lanjut, dan (16) mampu menganalisis hasil evaluasi program tindak lanjut hasil penilaian.Berdasarkan uraian di atas kompetensi pedagogik tercermin dari indikator (1) kemampuan merencanakan program belajar mengajar, (2) kemampuan melaksanakan interaksi atau mengelola proses belajar mengajar, dan (3) kemampuan melakukan penilaian.

2. Kompetensi KepribadianGuru sebagai tenaga pendidik yang tugas utamanya mengajar, memiliki karakteristik kepribadian

yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan pengembangan sumber daya manusia. Kepribadian yang mantap dari sosok seorang guru akan memberikan teladan yang baik terhadap anak didik maupun masyarakatnya, sehingga guru akan tampil sebagai sosok yang patut “digugu” (ditaati nasehat/ucapan/perintahnya) dan “ditiru” (di contoh sikap dan perilakunya).Kepribadian guru merupakan faktor terpenting bagi keberhasilan belajar anak didik. Dalam kaitan ini, Zakiah Darajat dalam Syah (2000:225-226) menegaskan bahwa kepribadian itulah yang akan menentukan apakah ia menjadi pendidik dan pembina yang baik bagi anak didiknya, ataukah akan menjadi perusak atau penghancur bagi masa depan anak didiknya terutama bagi anak didik yang masih kecil (tingkat dasar) dan mereka yang sedang mengalami kegoncangan jiwa (tingkat menengah).

Karakteristik kepribadian yang berkaitan dengan keberhasilan guru dalam menggeluti profesinya adalah meliputi fleksibilitas kognitif dan keterbukaan psikologis. Fleksibilitas kognitif atau keluwesan ranah cipta merupakan kemampuan berpikir yang diikuti dengan tindakan secara simultan dan memadai dalam situasi tertentu. Guru yang fleksibel pada umumnya ditandai dengan adanya keterbukaan berpikir dan beradaptasi. Selain itu, ia memiliki resistensi atau daya tahan terhadap ketertutupan ranah cipta yang prematur dalam pengamatan dan pengenalan.Dalam Undang-undang Guru dan Dosen dikemukakan kompetensi kepribadian adalah “kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif, dan berwibawa serta menjadi teladan peserta didik”. Surya (2003:138) menyebut kompetensi kepribadian ini sebagai kompetensi personal, yaitu kemampuan pribadi seorang guru yang diperlukan agar dapat menjadi guru yang baik. Kompetensi personal ini mencakup kemampuan pribadi yang berkenaan dengan pemahaman diri, penerimaan diri, pengarahan diri, dan perwujudan diri. Gumelar dan Dahyat (2002:127) merujuk pada pendapat Asian Institut for Teacher Education, mengemukakan kompetensi pribadi meliputi (1) pengetahuan tentang adat istiadat baik sosial maupun agama, (2) pengetahuan tentang budaya dan tradisi, (3) pengetahuan tentang inti demokrasi, (4) pengetahuan tentang estetika, (5) memiliki apresiasi dan kesadaran sosial, (6) memiliki sikap yang benar terhadap pengetahuan dan pekerjaan, (7) setia terhadap harkat dan martabat manusia. Sedangkan kompetensi guru secara lebih khusus lagi adalah bersikap empati, terbuka, berwibawa, bertanggung jawab dan mampu menilai diri pribadi. Johnson sebagaimana dikutip Anwar (2004:63) mengemukakan kemampuan personal guru, mencakup (1) penampilan sikap yang positif terhadap keseluruhan tugasnya sebagai guru, dan terhadap keseluruhan situasi pendidikan beserta unsur-unsurnya, (2) pemahaman, penghayatan dan penampilan nilai-nilai yang seyogyanya dianut oleh seorang guru, (3) kepribadian, nilai, sikap hidup ditampilkan dalam upaya untuk menjadikan dirinya sebagai panutan dan teladan bagi

Page 46: DEFINISI PROFESIONALISME

para siswanya. Arikunto (1993:239) mengemukakan kompetensi personal mengharuskan guru memiliki kepribadian yang mantap sehingga menjadi sumber inspirasi bagi subyek didik, dan patut diteladani oleh siswa.Berdasarkan uraian di atas, kompetensi kepribadian guru tercermin dari indikator (1) sikap, dan (2) keteladanan.

Kompetensi guru sering dianggap sebagai sosok yang memiliki kepribadian ideal. Oleh karena itu, pribadi guru sering dianggap sebagai model atau panutan (yang harus digugu dan ditiru). Sebagai seorang model guru harus memiliki kompetensi yang berhubungan dengan pengembangan kepribadian (personal competencies), di antaranya: (1) kemampuan yang berhubungan dengan pengalaman ajaran agama sesuai dengan keyakinan agama yang dianutnya; (2) kemampuan untuk menghormati dan menghargai antarumat beragama; (3) kemampuan untuk berperilaku sesuai dengan norma, aturan, dan sistem nilai yang berlaku di masyarakat; (4) mengembangkan sifat-sifat terpuji sebagai seorang guru misalnya sopan santun dan tata karma dan; (5) bersikap demokratis dan terbuka terhadap pembaruan dan kritik.

3. Kompetensi ProfesionalKompetensi profesional adalah kompetensi atau kemampuan yang berhubungan dengan

penyesuaian tugas-tugas keguruan. Kompetensi ini merupakan kompetensi yang sangat penting. Oleh sebab langsung berhubungan dengan kinerja yang ditampilkan. Oleh sebab itu, tingkat keprofesionalan seorang guru dapat dilihat dari kompetensi sebagai berikut: (1) kemampuan untuk menguasai landasan kependidikan, misalnya paham akan tujuan pendidikan yang harus dicapai baik tujuan nasional, institusional, kurikuler dan tujuan pembelajaran; (2) pemahaman dalam bidang psikologi pendidikan, misalnya paham tentang tahapan perkembangan siswa, paham tentang teori-teori belajar; (3) kemampuan dalam penguasaan materi pelajaran sesuai dengan bidang studi yang diajarkannya; (4) kemampuan dalam mengaplikasikan berbagai metodologi dan strategi pembelajaran; (5) kemampuan merancang dan memanfaatkan berbagai media dan sumber belajar; (6) kemampuan dalam melaksanakan evaluasi pembelajaran; (7) kemampuan dalam menyusun program pembelajaran; (8) kemampuan dalam melaksanakan unsur penunjang, misalnya administrasi sekolah, bimbingan dan penyuluhan dan; (9) kemampuan dalam melaksanakan penelitian dan berpikir ilmiah untuk meningkatkan kinerja.

Menurut Undang-undang No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, kompetensi profesional adalah “kemampuan penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam”. Surya (2003:138) mengemukakan kompetensi profesional adalah berbagai kemampuan yang diperlukan agar dapat mewujudkan dirinya sebagai guru profesional. Kompetensi profesional meliputi kepakaran atau keahlian dalam bidangnya yaitu penguasaan bahan yang harus diajarkannya beserta metodenya, rasa tanggung jawab akan tugasnya dan rasa kebersamaan dengan sejawat guru lainnya. Gumelar dan Dahyat (2002:127) merujuk pada pendapat Asian Institut for Teacher Education, mengemukakan kompetensi profesional guru mencakup kemampuan dalam hal (1) mengerti dan dapat menerapkan landasan pendidikan baik filosofis, psikologis, dan sebagainya, (2) mengerti dan menerapkan teori belajar sesuai dengan tingkat perkembangan perilaku peserta didik, (3) mampu menangani mata pelajaran atau bidang studi yang ditugaskan kepadanya, (4) mengerti dan dapat menerapkan metode mengajar yang sesuai, (5) mampu menggunakan berbagai alat pelajaran dan media serta fasilitas belajar lain, (6) mampu

Page 47: DEFINISI PROFESIONALISME

mengorganisasikan dan melaksanakan program pengajaran, (7) mampu melaksanakan evaluasi belajar dan (8) mampu menumbuhkan motivasi peserta didik. Johnson sebagaimana dikutip Anwar (2004:63) mengemukakan kemampuan profesional mencakup (1) penguasaan pelajaran yang terkini atas penguasaan bahan yang harus diajarkan, dan konsep-konsep dasar keilmuan bahan yang diajarkan tersebut, (2) penguasaan dan penghayatan atas landasan dan wawasan kependidikan dan keguruan, (3) penguasaan proses-proses kependidikan, keguruan dan pembelajaran siswa. Arikunto (1993:239) mengemukakan kompetensi profesional mengharuskan guru memiliki pengetahuan yang luas dan dalam tentang subject matter (bidang studi) yang akan diajarkan serta penguasaan metodologi yaitu menguasai konsep teoretik, maupun memilih metode yang tepat dan mampu menggunakannya dalam proses belajar mengajar.Depdiknas (2004:9) mengemukakan kompetensi profesional meliputi (1) pengembangan profesi, pemahaman wawasan, dan penguasaan bahan kajian akademik.Pengembangan profesi meliputi (1) mengikuti informasi perkembangan iptek yang mendukung profesi melalui berbagai kegiatan ilmiah, (2) mengalihbahasakan buku pelajaran/karya ilmiah, (3) mengembangkan berbagai model pembelajaran, (4) menulis makalah, (5) menulis/menyusun diktat pelajaran, (6) menulis buku pelajaran, (7) menulis modul, (8) menulis karya ilmiah, (9) melakukan penelitian ilmiah (action research), (10) menemukan teknologi tepat guna, (11) membuat alat peraga/media, (12) menciptakan karya seni, (13) mengikuti pelatihan terakreditasi, (14) mengikuti pendidikan kualifikasi, dan (15) mengikuti kegiatan pengembangan kurikulum.Pemahaman wawasan meliputi (1) memahami visi dan misi, (2) memahami hubungan pendidikan dengan pengajaran, (3) memahami konsep pendidikan dasar dan menengah, (4) memahami fungsi sekolah, (5) mengidentifikasi permasalahan umum pendidikan dalam hal proses dan hasil belajar, (6) membangun sistem yang menunjukkan keterkaitan pendidikan dan luar sekolah.Penguasaan bahan kajian akademik meliputi (1) memahami struktur pengetahuan, (2) menguasai substansi materi, (3) menguasai substansi kekuasaan sesuai dengan jenis pelayanan yang dibutuhkan siswa.Berdasarkan uraian di atas, kompetensi profesional guru tercermin dari indikator (1) kemampuan penguasaan materi pelajaran, (2) kemampuan penelitian dan penyusunan karya ilmiah, (3) kemampuan pengembangan profesi, dan (4) pemahaman terhadap wawasan dan landasan pendidikan

4. Kompetensi SosialGuru yang efektif adalah guru yang mampu membawa siswanya dengan berhasil mencapai

tujuan pengajaran. Mengajar di depan kelas merupakan perwujudan interaksi dalam proses komunikasi. Menurut Undang-undang Guru dan Dosen kompetensi sosial adalah “kemampuan guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama guru, orangtua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar”. Surya (2003:138) mengemukakan kompetensi sosial adalah kemampuan yang diperlukan oleh seseorang agar berhasil dalam berhubungan dengan orang lain. Dalam kompetensi sosial ini termasuk keterampilan dalam interaksi sosial dan melaksanakan tanggung jawab sosial.Gumelar dan Dahyat (2002:127) merujuk pada pendapat Asian Institut for Teacher Education, menjelaskan kompetensi sosial guru adalah salah satu daya atau kemampuan guru untuk mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang baik serta kemampuan untuk mendidik, membimbing masyarakat dalam menghadapi kehidupan di masa yang akan datang. Untuk dapat melaksanakan peran sosial kemasyarakatan, guru harus memiliki kompetensi (1) aspek normatif kependidikan, yaitu untuk menjadi guru yang baik tidak cukup digantungkan kepada bakat, kecerdasan, dan kecakapan saja, tetapi juga harus beritikad baik sehingga hal ini bertautan dengan norma yang

Page 48: DEFINISI PROFESIONALISME

dijadikan landasan dalam melaksanakan tugasnya, (2) pertimbangan sebelum memilih jabatan guru, dan (3) mempunyai program yang menjurus untuk meningkatkan kemajuan masyarakat dan kemajuan pendidikan. Johnson sebagaimana dikutip Anwar (2004:63) mengemukakan kemampuan sosial mencakup kemampuan untuk menyesuaikan diri kepada tuntutan kerja dan lingkungan sekitar pada waktu membawakan tugasnya sebagai guru. Arikunto (1993:239) mengemukakan kompetensi sosial mengharuskan guru memiliki kemampuan komunikasi sosial baik dengan peserta didik, sesama guru, kepala sekolah, pegawai tata usaha, bahkan dengan anggota masyarakat.Berdasarkan uraian di atas, kompetensi sosial guru tercermin melalui indikator (1) interaksi guru dengan siswa, (2) interaksi guru dengan kepala sekolah, (3) interaksi guru dengan rekan kerja, (4) interaksi guru dengan orang tua siswa, dan (5) interaksi guru dengan masyarakat.

Kompetensi ini social kemasyarakatan berhubungan dengan kemampuan guru sebagai anggota masyarakat dan sebagai makhluk sosial, meliputi: (1) kemampuan untuk berinteraksi dan berkomunikasi dengan teman sejawat untuk meningkatkan kemampuan profesional; (2) kemampuan untuk mengenal dan memahami fungsi-fungsi setiap lembaga kemasyarakatan dan; (3) kemampuan untuk menjalin kerja sama baik secara individual maupun secara kelompok.

Sepertinya suatu hal tidak mudah untuk mewujudkan kompetensi2 yang harus dimiliki guru dengan kodisi guru-guru yang ada dilapangan, masih banyak dijumpai guru-guru yang belum menguasai kompetensi-kompetensi yang diharapkan lebih tepatnya yang seharusnya dikuasai oleh guru. dalam penelitian skripsi saya tentang tingkat profesionalisme guru,ternyata masih terdapat guru-guru yang tidak menguasai kompetensi2 tersebut, bahkan masih terdapat guru2 yang tidak mengetahui tentang standar kompetensi guru seperti yang terdapat dalam PP No 19 tahun 2005.lalu bagaimana caranya supaya guru dapat memahami dan menerapkan kompetensi2 tersebut dalam melaksanakan profesinya.

6. Bentuk partisipasi riil pemerintah dalam mencetak guru profesional

Berbagai upaya telah banyak dilakukan untuk meningkatkan

kompetensi, kualifikasi, dan kinerja pembelajaran Pendidik

dan Tenaga Kependidikan (PTK) IPA di Indonesia. Pusat

Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidikan dan Tenaga

Kependidikan IPA (PPPPTK IPA) yang mempunyai fungsi

mengembangkan dan memberdayakan PTK IPA yang

berkompeten, berkualifikasi, dan berkinerja sesuai dengan

SNP (Standar Nasional Pendidikan), terus menerus

melakukan pembenahan agar sesuai dengan perkembangan

IPTEK dan kondisi serta kebutuhan local. Salah satu upaya

peningkatan kompetensi dan kinerja pembelajaran PTK IPA,

yang telah, sedang, dan akan terus-menerus dilakukan

Page 49: DEFINISI PROFESIONALISME

adalah melalui pengembangan Website PPPPTK IPA.

Kerjasama Antar Lembaga

Diklat Peningkatan Komptensi Guru IPA Madrasah Aliyah, Madrasah Tsanawiyah,Madrasah Ibtidaiyah Kerjasama dengan Departemen Agama PPPPTK IPA selalu berusaha untuk dapat berkiprah dalam peningkatan mutu pendidikan di Indonesia. Kiprah ini dilakukan untuk mencapai tujuan pendidikan yang lebih berkualitas bagi selluruh warga negara Indonesia. Dalam rangka terus meningkatkan peran dan kiprahnya tersebut, PPPPTK IPA berusaha memperkuat kerjasama dalam bidang pendidikan. Dengan bekal kemampuan dan pengalaman dalam bidang pengembangan dan pemberdayaan pendidik dan tenaga kependidikan IPA, PPPPTK IPA yakin dapat berperan dalam perkembangan pendidikan IPA, baik di tingkat nasional maupun internasional. Oleh karena itu PPPPTK IPA bekerjasama dengan Departemen Agama dalam rangka mengabdikan selluruh kemampuannya untuk kemajuan dan peningkatan mutu pendidik dan tenaga kependidikan IPA di tingkat Nasional. Melalui kerjasama diklat peningkatan guru IPA Madrasah Aliyah, Madrasah Tsanawiyah,Madrasah Ibtidaiyah diharapkan akan dapat mempercepat terwujudnya, generasi bangsa yang dapat berkompetisi secara global.

Diklat Peningkatan Komptensi Guru Inti IPA SMP dan SMA Kerjasama dengan Dinas Pendidikan Provinsi Riau

Dinas Pendidikan Provinsi Riau memilih PPPPTK IPA untuk bekerja sama dalam peningkatan kompetensi bagi guru-guru inti IPA SMP dan SMA Biologi. Pertimbangan mengapa

Page 50: DEFINISI PROFESIONALISME

kerjasama ini dilakukan adalah sebagai berikut ,

1. Karena pembelajaran IPA itu tidak dapat dilaksanakan dengan pembelajaran teori saja melainkan praktek langsung baik di laboratorioum maupun di luat laboratorium

2. PPPPTK IPA memiliki sarana dan prasarana praktek IPA sangat Lengkap

3. Fasilitator/instruktur di PPPPTK IPA syarat akan pengalaman mengenai pembelajaran IPA

4. PPPPTK IPA dalam setiap kegiatan pelaksanaan kegiatan diklat selalu mengembangkan bahan ajar dan media diklat

5. PPPPTK IPA dalam setiap kegiatan pelaksanaan kegiatan diklat selalu berbasis kepada penelitian.

Pelaksanaan kerjasama ini dalam bentuk kegiatan Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Peningkatan kompetensi guru inti IPA SMP dan SMA yang dilaksnakan dari tanggal 16 - 30 Juni 2010 bertempat di PPPPTK IPA bandung.

KESIMPULAN

      1.  Suatu pekerjaan yang  bersifat profesional memerlukan beberapa bidang ilmu yang secara sengaja

harus dipelajari dan kemudian diaplikasikan bagi kepentingan umum. Atas dasar pengertian ini

ternyata pekerjaan profesional berbeda dengan pekerjaan lainnya karena suatu profesi

memerlukan kemampuan dan keahlian khusus dalam melaksanakan profesinya

      2. Jabatan guru merupakan jabatan profesional, dan sebagai jabatan profesional, pemegangnya harus

memenuhi kualifikasi tertentu. Karena itu diperlukan syarat-syarat diantaranya adanya motivasi

yang kuat, memiliki pengetahuan dan keterampilan, pengabdian, memiliki kode etik, dan berhak

mendapatkan imbalan

      3. Kriteria jabatan profesional antara lain bahwa jabatan itu melibatkan kegiatan intelektual,

mempunyai batang tubuh ilmu yang khusus, memerlukan persiapan lama untuk memangkunya,

memerlukan latihan dalam jabatan yang bersinambungan, merupakan karier hidup dan

keanggotaan yang permanen,menentukan baku prilakunya, mementingkan layanan, mempunyai

organisasi profesional, dan mempunyai kode etik yang diataati oleh anggotanya.

      4.   Berangkat dari makna dan  syarat-syarat profesi  sebagaimana dijelaskan pada bagian terdahulu,

maka dalam rangka pengembangan profesionalisme guru secara berkelanjutan dapat dilakukan

dengan berbagai strategi antara lain berpartisipasi didalam pelatihan atau in servie training,

Page 51: DEFINISI PROFESIONALISME

membaca dan menulis jurnal atau makalah ilmiah lainnya, berpartisipasi di dalam kegiatan

pertemuan ilmiah, melakukan penelitian seperti PTK, partisipasi di dalam organisasi/komunitas

profesional, kerjasama dengan tenaga profesional lainnya di sekolah.

DAFTAR PUSTAKAArifin, Anwar. 2007. Profil Baru Guru dan Dosen Indonesia. Pustaka Indonesia: Jakarta.Sardiman. 2005. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Rajawali Pers: Jakarta.WWW.Google.COM. Diakses tanggal 23 februari 2011.

http://makhulmathic.blogspot.com/2011/06/menjadi-guru-profesional.html

Guru sangat menentukan maju tidaknya suatu bangsa. Ciri bangsa yang maju adalah adanya campur tangan dari seorang guru. Guru yang memiliki kualitas dasar ilmu yang kuat akan menjadi tumpuan dalam mempercepat kelahiran generasi-generasi yang mandiri dan berakhlak. Hal ini sejalan dengan tuntutan zaman yang terus berubah oleh sebab itu, guru juga dituntut untuk mampu mengikuti dan menyikapi perubahan zaman yang ada.

Ada beberapa peran guru yang dikemukakan oleh para ahli seperti dibawah ini:1. Havighurst menjelaskan bahwa peran guru disekolah sebagai pegawai (employee) dalam hubungan kedinasan sebagai bawahan (subordinate) terhadap atasannya, sebagai kolega dalam hubungannya dengan teman sejawat, sebagai mediator dalam hubungannya dengan anak didik, sebagai pengatur disiplin, evaluator, dan pengganti orang tua.

2. Prey Katz menggambarkan peran guru sebagai komunikator, sahabat yang dapat memberikan nasehat-nasehat, motivator sebagai pemberi dorongan dan inspirasi, pembimbing dalam pengembangan sikap dan tingkah laku serta nilai-nilai moral, dan menguasai bahan yang akan diajarkan.

3. Federasi dan Organisasi Profesional Guru Sedunia , mengungkapkan bahwa peran guru disekolah tidak hanya sebagai transmiter dari ide tetapi juga berperan sebagai transformer dan katalisator dari nilai dan sikap.

Page 52: DEFINISI PROFESIONALISME

4. James W. Brown , mengemukakan bahwa tugas dan peran guru antara lain tugas dan peranan guru antara lain menguasai dan mengembangkan materi pembelajaran, merencana dan mempersiapkan pelajaran sehari-hari, mengontrol dan mengevaluasi kegiatan siswa.

Peran guru dan sekolah bagi anak didik bersifat unik, dikatakan unik karena mereka tidak bisa menggenerelasisakan kebutuhan anak didik dalam cara, bentuk dan ukuran yang sama. Idealnya sebuah sekolah, Menurut Stoll mampu memberikan pelayanan yang optimal kepada anak didiknya. Ia juga diharapkan dapat menjamin bahwa setiap peserta didik mampu mencapai standar optimal yang mereka bisa raih.

http://zhalabe.blogspot.com/2012/03/peran-guru-menurut-para-ahli.html#.UVVE1PLD2ho

Pengertian Guru

Guru adalah

sebagai pendidik dan pengajar anak, guru diibaratkan seperti ibu kedua yang mengajarkan berbagai macam hal yang baru dan sebagai fasilitator anak supaya  dapat belajar dan mengembangkan potensi dasar dan kemampuannya secara optimal,hanya saja ruang lingkupnya guru berbeda, guru mendidik dan mengajar di sekolah negeri ataupun swasta.Pengertian guru menurut para ahli

 menurut Noor Jamaluddin (1978: 1)

Guru adalah pendidik, yaitu orang dewasa yang bertanggung jawab memberi bimbingan atau

bantuan kepada anak didik dalam perkembangan jasmani dan rohaninya agar mencapai

kedewasaannya, mampu berdiri sendiri dapat melaksanakan tugasnya sebagai makhluk Allah

khalifah di muka bumi, sebagai makhluk sosial dan individu yang sanggup berdiri sendiri.

menurut Peraturan Pemerintah

Guru adalah jabatan fungsional, yaitu kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab,

wewenang, dan hak seorang PNS dalam suatu organisasi yang dalam pelaksanaan tugasnya

didasarkan keahlian atau keterampilan tertentu serta bersifat mandiri.

menurut Keputusan Men.Pan

Page 53: DEFINISI PROFESIONALISME

Guru adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas, wewenang dan tanggung jawab oleh

pejabat yang berwenang untuk melaksanakan pendidikan di sekolah.

menurut Undang-undang No. 14 tahun 2005

Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing,

mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini

jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.

http://bayuzu.blogspot.com/2012/07/pengertian-guru.html