daftar isi - eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/56037/2/daftar_isi__16jan2017.pdf · a....

64
xiii DAFTAR ISI Halaman JUDUL HALAMAN PERSETUJUAN Disertasi HALAMAN PERSETUJUAN Sidang Terbuka MOTTO HALAMAN PERSEMBAHAN KATA PENGANTAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH RIWAYAT HIDUP DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR GLOSARI DAFTAR SINGKATAN ABSTRAK ABSTRACT RINGKASAN SUMMARY BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Perumusan Masalah C. Orisinalitas ii iii iv v vi vii ix x xiii xv xx xxv lvi lviii lix 1x lxviii 1 7 14

Upload: doanthu

Post on 14-Feb-2018

241 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

xiii

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL

HALAMAN PERSETUJUAN Disertasi

HALAMAN PERSETUJUAN Sidang Terbuka

MOTTO

HALAMAN PERSEMBAHAN

KATA PENGANTAR

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH

RIWAYAT HIDUP

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

DAFTAR GAMBAR

GLOSARI

DAFTAR SINGKATAN

ABSTRAK

ABSTRACT

RINGKASAN

SUMMARY

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B. Perumusan Masalah

C. Orisinalitas

ii

iii

iv

v

vi

vii

ix

x

xiii

xv

xx

xxv

lvi

lviii

lix

1x

lxviii

1

7

14

xiv

D. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

2. Tujuan Khusus

E. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

2. Manfaat Praktis

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Identifikasi Kebutuhan Alat Transportasi Global dan Nasional

B. Kapal Niaga Menuju Era Green Ship

C. Ballast Kapal, Kapasitas Tangki Ballast dan Dampak

Sebarannya

D. Munculnya Spesies Asing Pada Berbagai Negara

E. Air Ballast Kapal Niaga dan Dampaknya Terhadap Lingkungan

F. Konvensi Ballast Water Management (BWM) Tahun 2004

G. Pencemaran Logam Berat

H. Phytoplanton, Diatom, Dinoflagellata dan Mikroalga Penyebab

HAB (Harmful Algal Bloom)

I. Saprobitas

J. Analisis SWOT

K. Coastal Sediment Cell Teluk Semarang

L. Pengelolaan Air Ballast Kapal Niaga

25

25

25

26

26

26

27

28

32

37

57

62

93

107

117

124

126

127

xv

BAB III KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP dan

HIPOTESIS

A. Kerangka Teori

B. Kerangka Konsep

C. Hipotesis

BAB IV METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

B. Desain Penelitian

C. Populasi dan Sampel

D. Variabel Penelitian

E. Materi Penelitian

F. Teknik Pengumpulan Data

G. Alur Penelitian

H. Pengolahan dan Analisis Data

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Deskripsi PTES

2. DWT, Kapasitas Tangki Ballast dan Pembuangan Air

Ballast Kapal Niaga di PTES

3. Kandungan Logam pada Air Ballast Kapal Niaga

4. Wawancara

5. Logam Berat Perairan PTES pada Musim Barat

135

139

144

147

149

150

158

174

174

181

184

199

207

218

231

235

xvi

6. Plankton Perairan PTES pada Musim Barat

7. Plankton dalam air ballast kapal niaga di PTES

8. Arah dan Kecepatan Arus di Perairan PTES pada Musim

Barat

9. Model Sistem Dinamis

B. Pembahasan

1. Korelasi phytoplankton, zooplankton dan logam berat dalam

air ballast kapal niaga terhadap perairan pelabuhan

2. Implementasi awak kapal niaga dalam mematuhi Konvensi

Ballast Water Management

3. Strategi yang dilakukan para pihak di pelabuhan Tanjung

Emas Semarang terhadap pengelolaan air ballast kapal niaga

4. Model pengelolaan air ballast kapal niaga berbasis

lingkungan untuk mencegah dampak lingkungan

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

B. Saran

DAFTAR PUSTAKA

248

303

309

333

341

353

358

366

391

393

397

xvii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1. Jadwal Standar D-1 dan D-2 untuk kapal

konvensi

66

Tabel 2.2. Organisme Penyusun Kelompok Saprobitas 117

Tabel 2.3. Nilai SI dan TSI dan Indikasinya di Perairan 119

Tabel 2.4.

Tabel 2.5.

Hubungan antara Koefisen Saprobik (X) dengan

Tingkat Pencemaran Perairan

Jadwal standar D1 dan D2 untuk kapal konvensi

120

129

Tabel 4.1. Tabel Konseptual Variabel Pertama. 160

Tabel 4.2. Tabel Konseptual Variabel Kedua 166

Tabel 4.3. Kepatuhan awak kapal niaga terhadap peraturan

BWM

170

Tabel 4.4. Tabel Definisi Operasional Variabel Pertama 171

Tabel 4.5. Tabel Definisi Operasional Variabel Kedua. 172

Tabel 4.6. Rencana Jadwal Kegiatan Penelitian. 195

Tabel 4.7. Matriks Keterkaitan Tujuan Penelitian, Hipotesa,

Metode, Jenis Data, Parameter/Variabel

Penelitian dan Analisis Data.

196

Tabel 5.1.

Tabel 5.2.

Dokumen pokok kapal asing

Perbandingan sedimen permukaan (mg/kg) pada

perairan PTES dengan wilayah perairan lainnya

206

247

xviii

Tabel 5.3. Komposisi dan kelimpahan phytoplankton saat

pasang (individu/liter) bulan Oktober 2015

dilihat dari genus di PTES

249

Tabel 5.4. Komposisi dan kelimpahan phytoplankton saat

surut (individu/liter) bulan Oktober 2015 dilihat

dari genus di PTES

250

Tabel 5.5. Komposisi dan kelimpahan phytoplankton saat

pasang (individu/liter) bulan November 2015

dilihat dari genus di PTES.

258

Tabel 5.6. Komposisi dan kelimpahan phytoplankton saat

surut (individu/liter) bulan November 2015

dilihat dari genus di PTES

259

Tabel 5.7. Komposisi dan kelimpahan phytoplankton saat

pasang (individu/liter) bulan Desember 2015

dilihat dari genus di PTES

267

Tabel 5.8. Komposisi dan kelimpahan phytoplankton saat

surut (individu/liter) bulan Desember 2015

dilihat dari genus di PTES

268

Tabel 5.9. Hasil pengukuran rata-rata parameter kualitas air

di PTES saat pasang dari bulan Oktober–

Desember 2015 dengan kisaran optimum.

276

Tabel 5.10. Hasil pengukuran rata-rata parameter kualitas air

di PTES saat surut dari bulan Oktober–

277

xix

Desember 2015 dengan kisaran optimum

Tabel 5.11. Komposisi dan kelimpahan zooplankton saat

pasang (individu/liter) bulan Oktober 2015

dilihat dari genus di PTES

283

Tabel 5.12. Komposisi dan kelimpahan zooplankton saat

surut (individu/liter) bulan Oktober 2015 dilihat

dari genus di PTES

285

Tabel 5.13. Komposisi dan kelimpahan zooplankton saat

pasang (individu/liter) bulan November 2015

dilihat dari genus di PTES

289

Tabel 5.14. Komposisi dan kelimpahan zooplankton saat

surut (individu/liter) bulan November 2015

dilihat dari genus di PTES

290

Tabel 5.15. Komposisi dan kelimpahan zooplankton saat

pasang (individu/liter) bulan Desember 2015

dilihat dari genus di PTES

294

Tabel 5.16. Komposisi dan kelimpahan zooplankton saat

surut (individu/liter) bulan Desember 2015

dilihat dari genus di PTES

295

Tabel 5.17. Komposisi dan kelimpahan phytoplankton pada

kapal niaga di PTES (individu/liter) bulan

Desember 2014 s/d Oktober 2015 dilihat dari

genus

303

xx

Tabel 5.18. Nilai TSI dan Spesies Pembentuk Saprobitas

phytoplankton di kapal niaga pada PTES (jumlah

individu/pengamatan)

304

Tabel 5.19. Komposisi dan kelimpahan zooplankton pada

kapal niaga di PTES (individu/liter) bulan

Desember 2014 s/d Oktober 2015 dilihat dari

genus.

305

Tabel 5.20. Jenis dan lokasi pengukuran di perairan Tanjung

Emas

310

Tabel 5.21. Distribusi Kecepatan arus kedalaman rata-rata

(tanggal 16 Januari 2016 – 19 Januari 2016)

323

Tabel 5.22. Distribusi Kecepatan arus strata kedalaman 1

(4,8-6,0 meter) (tanggal 16 Januari 2016 – 19

Januari 2016).

323

Tabel 5.23. Distribusi Kecepatan arus strata kedalaman 2

(3,6-4,8 meter) Tanggal 16 Januari 2016 – 19

Januari 2016.

324

Tabel 5.24. Distribusi Kecepatan arus strata kedalaman 3

(2,4-3,6 meter) (tanggal 16 Januari 2016 – 19

Januari 2016)

325

Tabel 5.25. Distribusi Kecepatan arus strata kedalaman 4

(1,2-2,4 meter) (tanggal 16 Januari 2016 – 19

Januari 2016)

326

xxi

Tabel 5.26.

Tabel 5.27.

Tabel 5.28.

Tabel 5.29.

Tabel 5.30.

Distribusi Kecepatan arus strata kedalaman 5

(0,0-1,2 meter) (tanggal 16 Januari 2016 – 19

Januari 2016)

Korelasi antara phytoplankton dan zooplankton

di perairan PTES dengan phytoplankton dan

zooplankton dalam air ballast kapal niaga

Genus/spesies, asal kapal dan wilayah perairan

Korelasi antara logam berat pada perairan PTES

dengan air ballast kapal niaga

Analisis SWOT

327

341

343

352

361

Tabel 5.31. Bobot kekuatan 364

Tabel 5.32.

Tabel 5.33.

Bobot kelemahan

Bobot dan skor peluang 1

364

364

Tabel 5.34.

Tabel 5.35.

Tabel 5.36.

Bobot dan skor peluang 2

Analisis Kebutuhan Pada Sistem Pengendalian

Air Ballast Kapal Niaga di PTES

Indeks polusi air ballast kapal niaga menurut

Palmer (1969)

365

374

387

xxii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1. Perhitungan kapasitas keluaran air ballast (David

et al., 2012)

34

Gambar 2.2. Tipikal sistem ballast pada kapal tanker Suezmax 35

Gambar 2.3. Tipikal sistem ballast pada kapal LNG 36

Gambar 2.4. Alexandrium catenenella (Drake, 2009 & marine

spesies.org, 2014)

40

Gambar 2.5. Chattonella cf. Verruculosa (Drake, 2009 &

europe-aliens.org, 2014)

41

Gambar 2.6. Coscinodiscus wailessii (Drake, 2009 &

nordicmicroalgae.org, 2014

42

Gambar 2.7. Odontella sinensis (Drake, 2009 &

nordicmicroalgae.org, 2014)

43

Gambar 2.8. Undaria pinnatifida (Drake,2009 &

centreforsciencecommunication.com, 2014)

44

Gambar 2.9. Neogobius melanostomus (Drake, 2009 &

invadingspecies.com, 2014)

46

Gambar 2.10. Dikerogammarus villosus (Drake, 2009 & hydra-

institute.com, 2014)

47

Gambar 2.11. Belut laut (Drake, 2009 & britishseafishing.co.uk,

2014)

49

Gambar 2.12. Chinese mitten crab (May, 2007 & fmsea.org, 51

xxiii

2014)

Gambar 2.13. Nothern snakehead (May, 2007 &

invadingspecies.com, 2014)

52

Gambar 2.14. Round goby (May, 2007 & nyis.info, 2014) 53

Gambar 2.15. Kerang zebra (Drake, 2009 & santuary.org, 2014) 54

Gambar 2.16. Organisme penyusun saprobitas oligosaprobik

(Liebmann, 1962)

122

Gambar 2.17. Organisme penyusun saprobitas β-mesosaprobik

(Liebmann, 1962)

123

Gambar 2.18.

Gambar 2.19.

Gambar 2.20.

Gambar 2.21.

Organisme penyusun saprobitas polisaprobik

(Liebman, 1962)

Coastal Cell Teluk Semarang (Suripin, 2014)

Jenis teknologi pengolahan air ballast kapal niaga

(Waterboard, 2005)

Teknologi pengolahan air ballast kapal niaga

(Abu-Khader et al., 2011)

124

126

131

132

Gambar 3.1 Kerangka Teori 138

Gambar 3.2. Bagan Kerangka Konsep 143

Gambar 4.1. Stasiun Pengambilan Sampel 154

Gambar 4.2. Alur Penelitian 181

Gambar 5.1. Peta Pelabuhan Semarang (Landsat 8, 2014) 201

Gambar 5.2. Struktur Organisasi Kantor Syahbandar Kelas I

Semarang.

203

xxiv

Gambar 5.3. DWT, Kapasitas Tangki Ballast dan Air Ballast

yang Dibuang Kapal Dalam Negeri Tahun 2009

(DWT > 400 MT, bukan tongkang dan tug boat)

208

Gambar 5.4. DWT, Kapasitas Tangki Ballast dan Air Ballast

yang Dibuang Kapal Luar Negeri Tahun 2009

(DWT > 400 MT, bukan tongkang dan tug boat)

208

Gambar 5.5. DWT, Kapasitas Tangki Ballast dan Air Ballast

yang Dibuang Kapal Dalam Negeri Tahun 2010

(DWT > 400 MT, bukan tongkang dan tug boat)

209

Gambar 5.6. DWT, Kapasitas Tangki Ballast dan Air Ballast

yang Dibuang Kapal Luar Negeri Tahun 2010

(DWT > 400 MT, bukan tongkang dan tug boat)

210

Gambar 5.7. DWT, Kapasitas Tangki Ballast dan Air Ballast

yang Dibuang Kapal Dalam Negeri Tahun 2011

(DWT > 400 MT, bukan tongkang dan tug boat)

211

Gambar 5.8. DWT, Kapasitas Tangki Ballast dan Air Ballast

yang Dibuang Kapal Luar Negeri Tahun 2011

(DWT > 400 MT, bukan tongkang dan tug boat)

212

Gambar 5.9. DWT, Kapasitas Tangki Ballast dan Air Ballast

yang Dibuang Kapal Dalam Negeri Tahun 2012

(DWT > 400 MT, bukan tongkang dan tug boat)

213

Gambar 5.10. DWT, Kapasitas Tangki Ballast dan Air Ballast

yang Dibuang Kapal Luar Negeri Tahun 2012

214

xxv

(DWT > 400 MT, bukan tongkang dan tug boat)

Gambar 5.11. DWT, Kapasitas Tangki Ballast dan Air Ballast

yang Dibuang Kapal Dalam Negeri Tahun 2013

(DWT > 400 MT, bukan tongkang dan tug boat)

215

Gambar 5.12. DWT, Kapasitas Tangki Ballast dan Air Ballast

yang Dibuang Kapal Luar Negeri Tahun 2013

(DWT > 400 MT, bukan tongkang dan tug boat)

216

Gambar 5.13. DWT, Kapasitas Tangki Ballast dan Air Ballast

yang Dibuang Kapal Dalam Negeri Tahun 2014

(DWT > 400 MT, bukan tongkang dan tug boat)

217

Gambar 5.14. DWT, Kapasitas Tangki Ballast dan Air Ballast

yang Dibuang Kapal Luar Negeri Tahun 2014

(DWT > 400 MT, bukan tongkang dan tug boat).

218

Gambar 5.15. DWT & Kapasitas Tangki Ballast Kapal yang

Diteliti

219

Gambar 5.16. Konsentrasi Logam Pb dalam Tangki Ballast

Kapal Niaga

221

Gambar 5.17. Konsentrasi Logam Cd dalam Tangki Ballast

Kapal Niaga

223

Gambar 5.18. Konsentrasi Logam Cu dalam Tangki Ballast

Kapal Niaga

225

Gambar 5.19. Konsentrasi Logam Zn dalam Tangki Ballast

Kapal Niaga.

226

xxvi

Gambar 5.20. Suhu dan pH air laut pada tangki ballast kapal

niaga di PTES

227

Gambar 5.21. DO dan salinitas air laut pada tangki ballast kapal

niaga di PTES (Catatan DO pada kapal Sirimau

dan Bianiya tidak diambil)

228

Gambar 5.22. Kandungan TSS air laut pada tangki ballast kapal

niaga di PTES (Catatan : nilai TSS pada Sirimau

686 mg/liter)

230

Gambar 5.23. Konsentrasi rerata Pb (mg/liter) musim barat saat

pasang di perairan PTES

236

Gambar 5.24. Konsentrasi rerata Pb (mg/liter) musim barat saat

surut di perairan PTES

236

Gambar 5.25. Konsentrasi rerata Cd (mg/liter) musim barat saat

pasang di perairan PTES.

237

Gambar 5.26. Konsentrasi rerata Cd (mg/liter) musim barat saat

surut di perairan PTES

237

Gambar 5.27. Konsentrasi rerata Cu (mg/liter) musim barat saat

pasang di perairan PTES.

238

Gambar 5.28. Konsentrasi rerata Cu (mg/liter) musim barat saat

pasang di perairan PTES

239

Gambar 5.29. Konsentrasi rerata Zn (mg/liter) musim barat saat

pasang di perairan PTES.

240

Gambar 5.30. Konsentrasi rerata Zn (mg/liter) musim barat saat 240

xxvii

surut di perairan PTES

Gambar 5.31. Konsentrasi logam berat rata-rata pasang bulan

Oktober s/d Desember 2015 di perairan PTES

241

Gambar 5.32. Konsentrasi logam berat rata-rata saat surut bulan

Oktober s/d Desember 2015 di perairan PTES

242

Gambar 5.33. Konsentrasi logam berat rerata pada sedimen

bulan Oktober 2015 di PTES

243

Gambar 5.34. Konsentrasi logam berat pada sedimen bulan

November 2015 di PTES

244

Gambar 5.35. Konsentrasi logam berat pada sedimen bulan

Desember 2015 di PTES

245

Gambar 5.36. Konsentrasi rata-rata logam berat sedimen bulan

Oktober-Desember 2015 di PTES

246

Gambar 5.37. Komposisi tekstur sedimen setiap stasiun 246

Gambar 5.38. Histogram Kelimpahan Phytoplankton di perairan

PTES saat pasang dan surut bulan Oktober 2015

251

Gambar 5.39. Nilai Keanekaragaman (H’), keseragaman (e) dan

dominansi (D) phytoplankton saat pasang bulan

Oktober 2015 di PTES

251

Gambar 5.40. Nilai Keanekaragaman (H’), keseragaman (e) dan

dominansi (D) phytoplankton saat pasang bulan

Oktober 2015 di PTES

252

Gambar 5.41. Nilai SI dan TSI phytoplankton saat pasang bulan 252

xxviii

Oktober 2015 di PTES

Gambar 5.42.

Gambar 5.43.

Gambar 5.44

Gambar 5.42. Nilai SI dan TSI phytoplankton saat

surut bulan Oktober 2015 di PTES.

Phytoplankton di perairan PTES di bulan Oktober

2015

Zooplankton di perairan PTES di bulan Oktober

2015

253

256

258

Gambar 5.45. Histogram Kelimpahan Phytoplankton di perairan

PTES saat pasang dan surut bulan November 2015

260

Gambar 5.46. Nilai Keanekaragaman (H’), keseragaman (e) dan

dominansi(D) phytoplankton saat pasang bulan

November 2015 di PTES.

260

Gambar 5.47. Nilai Keanekaragaman (H’), keseragaman (e) dan

dominansi(D) phytoplankton saat surut bulan

November 2015 di PTES

261

Gambar 5.48. SI & TSI phytoplankton saat pasang bulan

November 2015 di PTES

261

Gambar 5.49. SI & TSI phytoplankton saat surut bulan

November 2015 di PTES

262

Gamabar 5.50. Phytoplankton di perairan PTES di bulan

November 2015

265

Gambar 5.51. Zooplankton di perairan PTES di bulan November

2015

266

xxix

Gambar 5.52. Histogram Kelimpahan Phytoplankton di perairan

PTES saat pasang dan surut bulan Desember 2015

269

Gambar 5.53. Nilai keanekaragaman (H’), keseragaman (e) dan

dominansi(D) phytoplankton saat pasang (a) dan

surut (b) bulan Desember 2015 di PTES

269

Gambar 5.54. Nilai keanekaragaman (H’), keseragaman (e) dan

dominansi(D) phytoplankton saat pasang (a) dan

surut (b) bulan Desember 2015 di PTES

270

Gambar 5.55. SI & TSI phytoplankton saat pasang bulan

Desember 2015 di PTES.

270

Gambar 5.56. SI & TSI phytoplankton saat pasang bulan

Desember 2015 di PTES

271

Gambar 5.57. Phytoplankton di perairan PTES di bulan

Desember 2015

274

Gambar 5.58.

Gambar 5.59.

Gambar 5.60.

Gambar 5.61.

Zooplankton di perairan PTES di bulan Desember

2015

Pengambilan sampel air ballast melalui pipa

sounding pada tangki ballast kapal niaga

Pengambilan sampel air ballast melalui pipa

overflow pada tangki ballast kapal niaga

Pengambilan sampel air ballast melalui pipa

manhole pada tangki ballast kapal niaga

276

278

280

282

xxx

Gambar 5.62. Kapal keruk yang sedang beroperasi pada alur

tengah kolam pelabuhan dan dekat dermaga

kontainer (Oktober & Desember 2015).

283

Gambar 5.63. Histogram Kelimpahan Zooplankton saat pasang

dan surut bulan Oktober 2015 di PTES.

286

Gambar 5.64. Nilai keanekaragaman (H’), keseragaman (e) dan

dominansi(D) zooplankton saat pasang bulan

Oktober 2015 di PTES

287

Gambar 5.65. Nilai keanekaragaman (H’), keseragaman (e) dan

dominansi(D) zooplankton saat surut bulan

Oktober 2015 di PTES

287

Gambar 5.66. Histogram Kelimpahan zooplankton di perairan

PTES saat pasang dan surut bulan November

2015.

291

Gambar 5.67. Nilai Keanekaragaman (H’), keseragaman (e) dan

dominansi(D) zooplankton saat pasang bulan

November 2015 di PTES

291

Gambar 5.68. Nilai Keanekaragaman (H’), keseragaman (e) dan

dominansi(D) zooplankton saat surut bulan

November 2015 di PTES

292

Gambar 5.69. Histogram kelimpahan zooplankton di perairan

PTES saat pasang dan surut bulan Desember 2015

296

Gambar 5.70. Nilai keanekaragaman (H’), keseragaman (e) dan 296

xxxi

dominansi(D) zooplankton saat pasang bulan

Desember 2015 di PTES

Gambar 5.71. Nilai keanekaragaman (H’), keseragaman (e) dan

dominansi(D) zooplankton saat surut bulan

Desember 2015 di PTES

297

Gambar 5.72. Nilai SI dan TSI di kapal niaga pada PTES 306

Gambar 5.73. Phytoplankton dari air ballast pada tangki ballast

kapal niaga

308

Gambar 5.74. Lokasi pengukuran di perairan Tanjung Emas

(Sumber: Google Earth, 2016)

310

Gambar 5.75. Ilustrasi Pengukuran (Perekaman Data) Kecepatan

dan Arah Arus menggunakan ADCP Argonout

XR 1 (Sumber : User’s Manual, Sontek Argonaut

XR)

311

Gambar 5.76. Grid Permodelan Arus 313

Gambar 5.77. Proses pemasangan ADCP di kolam PTES (16

Januari 2016)

314

Gambar 5.78. Profil Vertikal Kecepatan arus maksimum,

minimum dan rata-rata (tanggal 16 Januari 2016 –

19 Januari 2016).

315

Gambar 5.79. Kecepatan arus kedalaman rata-rata (Tanggal 16

Januari 2016 – 19 Januari 2016)

316

Gambar 5.80. Kecepatan arus strata kedalaman 1 (4,8-6,0 meter) 316

xxxii

(tanggal 16 Januari 2016 – 19 Januari 2016)

Gambar 5.81. Kecepatan arus strata kedalaman 2 (3,6-4,8 meter)

(tanggal 16 Januari 2016 – 19 Januari 2016.

317

Gambar 5.82. Kecepatan arus strata kedalaman 3 (2,4-3,6 meter)

(tanggal 16 Januari 2016 – 19 Januari 2016)

317

Gambar 5.83. Kecepatan arus strata kedalaman 4 (1,2-2,4 meter)

(tanggal 16 Januari 2016 – 19 Januari 2016).

318

Gambar 5.84. Kecepatan arus strata kedalaman 5 (0,0-1,2 meter)

(tanggal 16 Januari 2016 – 19 Januari 2016).

318

Gambar 5.85. Current rose kedalaman rata-rata (tanggal 16

Januari 2016 – 19 Januari 2016)

320

Gambar 5.86. Current rose strata kedalaman 1 (4,8-6,0 meter)

Tanggal 16 Januari 2016 – 19 Januari 2016

320

Gambar 5.87. Current rose strata kedalaman 2 (3,6-4,8 meter)

(tanggal 16 Januari 2016 – 19 Januari 2016)

321

Gambar 5.88. Current rose strata kedalaman 3 (2,4-3,6 meter)

Tanggal 16 Januari 2016 – 19 Januari 2016.

321

Gambar 5.89. Current rose strata kedalaman 4 (1,2-2,4 meter)

(tanggal 16 Januari 2016 – 19 Januari 2016)

322

Gambar 5.90. Current rose strata kedalaman 5 (0,0-1,2 meter)

(tanggal 16 Januari 2016 – 19 Januari 2016)

322

Gambar 5.91. Proses pelepasan ADCP di kolam PTES (19

Januari 2016)

328

xxxiii

Gambar 5.92. Scatter plot kecepatan arus kedalaman Rata-rata

(Tanggal 16 Januari 2016 – 19 Januari 2016).

328

Gambar 5.93. Scatter plot kecepatan arus strata kedalaman 1

(4,8-6,0 meter) (tanggal 16 Januari 2016 – 19

Januari 2016).

329

Gambar 5.94. Scatter plot kecepatan arus strata kedalaman 2

(3,6-4,8 meter) (Tanggal 16 Januari 2016 – 19

Januari 2016)

329

Gambar 5.95. Scatter plot kecepatan arus strata kedalaman 3

(2,4-3,6 meter) (Tanggal 16 Januari 2016 – 19

Januari 2016)

330

Gambar 5.96. Scatter plot kecepatan arus strata kedalaman 4

(1,2-2,4 meter) (Tanggal 16 Januari 2016 – 19

Januari 2016)

330

Gambar 5.97. Scatter plot kecepatan arus strata kedalaman 5

(0,0-1,2 meter) (tanggal 16 Januari 2016 – 19

Januari 2016)

331

Gambar 5.98. Model kecepatan dan arah arus pada kondisi

existing (pasang menuju surut)

332

Gambar 5.99. Model kecepatan dan arah arus pada kondisi

existing (Surut menuju pasang)

333

Gambar 5.100. Model dinamis pembuangan logam berat dari

kapal niaga ke PTES

335

xxxiv

Gambar 5.101. Grafik penambahan logam Cu dari kapal niaga di

PTES selama 60 bulan.

336

Gambar 5.102. Grafik penambahan logam Cd dari kapal niaga di

PTES selama 60 bulan.

336

Gambar 5.103. Grafik penambahan logam Pb dari kapal niaga di

PTES selama 60 bulan.

337

Gambar 5.104. Grafik penambahan logam Zn dari kapal niaga di

PTES selama 60 bulan.

338

Gambar 5.105. Model dinamis plankton dari kapal niaga ke PTES 339

Gambar 5.106. Grafik populasi zooplankton dari kapal niaga di

PTES selama 60 bulan

340

Gambar 5.107. Grafik populasi phytoplankton dari kapal niaga di

PTES selama 60 bulan

341

Gambar 5.108. Kapal niaga yang membuang air ballast ke kolam

PTES

342

Gambar 5.109. Gyrosigma sp Hansall 1845 344

(sumber : http://protist.i.hosei.ac.jp/pdb/imageS)

Gambar 5.110. Diatomea vulgare Bory (1824) 344

(sumber :

http://craticula.ncl.ac.uk/EADiatomKey/html)

Gambar 5.111. Pinnularia tabellaria 345

(sumber : http://www.keweenawalga.htm)

Gambar 5.112. Euglena acus ehrenberg (O.F.Mulller) (sumber: 345

xxxv

http://www.algaebase.org)

Gambar 5. 113. Spirotanea condensata 346

(sumber :

http://protist.i.hosei.ac.jp/pdb/Galleries/USA1999)

Gambar 5.114. Lyngbya (sumber : https://en.wikipedia.org) 347

Gambar 5.115. Oscillatoria 347

(sumber : http://www.landcareresearch.co)

Gambar 5.116. Gonatozygon 348

(sumber : http://protist.i.hosei.ac.jp)

Gambar 5.117. Ankistrodesmus sp. 349

(sumber : http://protist.i.hosei.ac.jp)

Gambar 5.118. Tatmemorus laevis 349

(sumber : http://protist.i.hosei.ac.jp)

Gambar 5.119. Skeletonema sp. dan Thallassiosira sp. 350

(http://cfb.unh.edu/phycoke.page.html &

http://www.orhab.org/education.htm)

Gambar 5.120. Chaetoceros sp., Ceratium sp., dan

Pseudonitzshia

351

Gambar 5.121. Dinophysis sp., Pyrodinium, Nitzschia spp. 351

(http://oceandatacenter.ucsc.edu.html,

http://www.sms.si.edu.htm &

http://craticula.ncl.ac.uk.html)

Gambar 5.122. Hasil rekapitulasi jawaban pertanyaan dari awak 354

xxxvi

kapal 1

Gambar 5.123. Hasil rekapitulasi jawaban pertanyaan dari awak

kapal 2

356

Gambar 5.124. Rekapitulasi Jumlah Kapal DN dan LN di PTES 358

Gambar 5.125. Rekapitulasi DWT, Kapasitas Tangki Ballast dan

Air Ballast yang Dibuang Kapal Dalam Negeri

pada PTES (2009-2014)

359

Gambar 5.126. Rekapitulasi DWT, Kapasitas Tangki Ballast dan

Air Ballast yang Dibuang Kapal Luar Negeri pada

PTES (2009-2014)

360

Gambar 5.127. Grafik SWOT analisis 365

Gambar 5.128.

Gambar 5.129.

Gambar 5.130.

Gambar 5.131.

Gambar 5.131.

Diagram input-output sistem pengelolaan air

ballast kapal niaga di PTES

Jumlah kapal niaga dari luar negeri ke PTES

tahun 2011 sd/ 20112

Jumlah kunjungan kapal niaga domestik ke PTES

tahun 2011 s/d 2012

Model eksisting pengelolaan air ballast kapal

niaga

Model pengelolaan air ballast kapal niaga di

PTES

376

377

378

379

389

xxxvii

GLOSARI

Active

Substance

: substansi atau organisme, termasuk virus atau jamur

yang beraksi umum atau khusus melawan organisme

akuatik berbahaya dan pathogen.

Administration : pemerintah negara yang membawahi otoritas kapal

yang beroperasi. Perihal kapal yang berlayar dengan

bendera negara, administrasi adalah pemerintahan

negara. Pada platform terapung yang melaksanakan

eksplorasi dan eksploitasi di dasar laut, termasuk FSU

(Floating Storage Unit) dan FPSO (Floating

Production Storage and Offloading Unit),

administrasi adalah pemerintahan dari negara pantai.

Air Ballast

(ballast water)

: air penyeimbang berat yang ada di bagian bawah

kapal besar (tanker) (Rokhmin Dahuri, 2003); air yang

diambil ke atas kapal untuk mengontrol trim, list,

draught, stabilitas atau stress kapal; air yang

ditempatkan di kapal untuk menaikkan draft,

mengubah trim, mengatur stabilitas, atau menjaga

beban stress dalam batas yang diterima; termasuk

sedimen yang terakumulasi di tangki ballast dan palka

(National Research Council, 1996)

Anadromous : spesies yang bertelur (bereproduksi) pada lingkungan

air tawar, tetapi menghabiskan kehidupan dewasanya

xxxviii

di lingkungan laut.

Autotropik : organisme yang mampu melakukan fotosintesis

(tumbuhan)

Ballast Water

Discharge

: air ballast yang akan dibuang ke laut

Ballast Water

Management

: proses mekanis, fisika, kimia dan biologi, baik sendiri

atau kombinasi, untuk mengeluarkan, mengurangi

bahaya atau menghindari pengambilan atau

pengeluaran orgasnisma perairan yang berbahaya

dalam air Ballast dan sedimen

Dilution method : proses penggantian air ballast dengan pengisian dari

puncak tangki ballast dengan aliran yang sama dengan

pengeluaran dari dasar dan dijaga pada level yang

konstan melalui sistem pertukaran ballast.

Flow through

method

: proses pergantian air ballast dengan pemompaan ke

tangki ballast untuk membawa air ballast, sehingga air

mengalir melalui pipa overflow dan susunan lainnya.

Ballast Water

Management

Plan

: dokumen yang merujuk regulasi B-1 dari Konvensi

yang menguraikan proses manajemen air ballast dan

implementasi prosedur di setiap kapal.

Ballast Water

Tank

: setiap tangki, palka atau ruangan yang digunakan

untuk membawa air ballast seperti dinyatakan pada

Artikel 1 dari Konvensi.

xxxix

Ballast Water

Treatment

Equipment

: peralatan dengan proses mekanis, fisik, kimia atau

biologi baik secara sendiri atau kombinasi untuk

mengeluarkan bahaya atau menghindari pengambilan

atau pengeluaran organisme akuatik berbahaya dan

pathogen dalam air ballast dan sedimen. Peralatan

pengolahan air ballast dapat beroperasi pada

pengambilan atau pengeluaran air ballast, selama

pelayaran atau kombinasi keduanya.

Biocontrol : mengacu pelepasan satu spesies untuk mengontrol

yang lain

Biogeographic

region

: wilayah natural besar yang didefinisikan sebagai

karakteristik fisiografik dan biologi dimana spesies

hewan dan tanaman yang menunjukkan kemiripan.

Tidak terdapat garis batas tetapi lebih atau sedkit

dinyatakan dengan zona transisi.

Bioinvansi : terminology yang luas mengacu baik pada introduksi

dengan bantuan manusia dan ekspansi dalam

jangkauan alami

BWMS (Ballast

Water

Management

System)

: sistem yang memproses air ballast yang sesuai atau

melebihi standar kinerja air ballast sesuai regulasi D-

2. BWMS termasuk peralatan pengolahan, kontrol,

monitoring dan fasilitas sampling.

Catadromous : spesies yang bertelur (bereproduksi) pada lingkungan

xl

laut, tetapi menghabiskan kehidupan dewasanya pada

lingkungan air tawar.

Certificate : sertifikat Rancangan Manajemen Air Ballast.

Committee : Marine Environment Protection Committee dari

Organisasi.

Comprehensive : terdapat nilai yang luas, termasuk ekonomi,

lingkungan, social dan budaya, dipertimbangkan saat

penilaian resiko dan membuat rekomendasi.

Consistency : pengujian resiko mencapia level tertinggi yang

seragam dari kinerja yang menggunakan proses umum

dan metodologi.

Continous

improvement

: Setiap model resiko yang setiap periode dikaji secara

mutakhir.

Control

equipment

: merujuk pada peralatan instalasi yang diperlukan

untuk pengoperasian dan pengontrolan peralatan

pengolahan air ballast.

Convention : konvensi internasional pada pengontrolan dan

manajemen air ballast kapal dan sedimen.

Cryptogenic : spesies yang tidak diketahui asalnya, yaitu spesies

yang tidak dapat menunjukkan asli atau masuk ke

wilayah.

Dasar keilmuan : penilaian resiko berdasarkan informasi terbaik yang

dikumpulkan dan dianalisa menggunakan metode

xli

keilmuan.

Deballasting : proses pengambilan air laut ke dalam tangki ballast

kapal saat kapal di pelabuhan atau di laut, proses ini

dilakukan saat kapal melakukan pemuatan kargo.

Donor port : pelabuhan atau lokasi dimana air ballast diambil.

DWT (Dead

Weight Ton)

: berat dari muatan, bahan bakar, minyak pelumas, air

tawar, air ballast, perbekalan, penumpang dan ABK

(Anak Buah Kapal) atau berat keseluruhan kapal

dalam keadaan muatan penuh dan siap berlayar

dikurangi berat kapal kosong termasuk mesin,

permesinan dan perpipaan.

Efektifitas : penilaian resiko secara akurat pada ukuran resiko yang

diperlukan untuk mendapatkan tingkat proteksi yang

tepat; penilaian resiko yang secara akurat mengukur

resiko untuk memperoleh level tertentu dari proteksi.

Eukaryotic : organisme yang tidak memiliki inti sel sejati.

Euryhaline : spesies yang hidup pada salinitas yang luas

Eurythermal : spesies yang dapat hidup pada suhu yang luas

Freshwater : air dengan salinitas kurang dari 0,5 PSU (Practical

Salinity Unit)

Gross Tonnage : perhitungan volume semua ruang yang terletak di

bawah geladak kapal ditambah dengan volume

ruangan tertutup yang terletak di atas geladak dengan

xlii

isi ruangan beserta semua ruangan tertutup yang

terletak di atas geladak paling atas (superstruktur).

Harmful aquatic

organisms and

pathogens

: organisme akuatik atau pathogen yang masuk ke laut

termasuk estuaria, atau ke dalam air tawar, yang dapat

membahayakan lingkungan, kesehatan manusia,

kepemilikan atau sumber alam, merusak

keberragaman biologi atau mengganggu keabsahan

yang terdapat pada daerah.

Heterotropik : organisme yang tidak memiliki kemampuan dalam

melakukan fotosintesis

Keluaran Air

Ballast

: air ballast yang dikeluarkan dari kapal.

Komprehensif : aspek yang lengkap, termasuk ekonomi, lingkungan,

social dan budaya yang dipertimbangkan saat

penilaian resiko dan pembuatan rekomendasi

Konsistensi : penggunaan metodologi dan proses yang umum pada

penilaian resiko untuk mendapatkan hasil tingkat

tinggi.

Land-based

testing

: tes BWMS yang dilakukan di laboratorium, pabrik

peralatan atau pilot proyek termasuk tongkang uji

yang tertambat atau kapal uji,menurut bagian 2 dan 3

dari Annex pada panduan, memastikan bahwa BWMS

sesuai standar regulai D-2.

xliii

Manajemen

resiko

: skenario resiko terendah yang diwujudkan, dimana

resiko nol yang tidak dapat diperoleh, dan resiko yang

harus dikelola dengan menentukan tingkat resiko yang

dapat diterima.

Marine Water : air dengan salinitas lebih dari 30 PSU.

Minimum

dimensions

: dimensi minimum organisme berdasarkan ukuran

badan organisme dengan mengabaikan ukuran tulang

belakang, flagella atau antena.

Mixotrophic : organisme yang dapat melakukan fotosintesis namun

juga melakukan pemangsaan unutk pemenuhan

energinya.

Monitoring

equipment .

: merujuk pada instalasi peralatan untuk pengujian

efektifitas operasi peralatan pengolahan air ballast.

Non-Indigenous

Species

: setiap spesies di luar jangkauan aslinya, apakah

dibawa dengan sengaja atau tak sengaja oleh manusia

atau dibawa melalui proses alami.

Open ocean

atau mid ocean

: laut dengan kedalaman lebih dari 2000 m.

Organisme

fouling

: binatang dan tanaman, semacam teritip, kerang, dan

rumput laut, yang menempel pada substrat yang dibuat

manusia, seperi dermaga, pelampung navigasi, dan

bagian lunas kapal.

Organization : International Maritime Organization.

xliv

Persiapan : formulasi komersial yang mengandung satu atau lebih

substansi aktif termasuk aditif. Dalam terminologi ini

termasuk substansi aktif yang dihasilkan untuk

keperluan Ballast Water Management dan setiap

bahan kimia yang terdapat pada sistem Ballast Water

Management yang menggunakan substansi aktif

sesuai dengan Konvensi

Relevant

Chemical

: transformasi atau hasil reaksi yang dihasilkan selama

dan setelah penggunaaan Ballast Water Management

System pada air ballast atau dalam penerimaan

lingkungan dan mempertimbangkan keselamatan,

lingkungan perairan dan/atau kesehatan manusia.

Substansi Aktif : materi atau organisme, termasuk virus atau jamur

yang mempunyai aksi umum atau khusus terhadap

organisme perairan berbahaya dan pathogen.

Pathway : vektor, kegunaan (alasan mengapa spesies berpindah),

dan rute (koridor geografis dari titik A ke titik B).

Pencegahan : penilaian resiko bersama dengan pencegahan saat

pembuatan asumsi, dan rekomendasi, pertimbangan

pada ketidakpastian, ketidakhandalan dan

ketidakcukupan informasi.

Pengembangan

lanjut

: model resiko yang harus dikaji setiap periode dan

diperbarui dengan memperhitungkan pengertian

xlv

lanjutan.

Precautionary : penilaian resiko bersama dengan tingkat pencegahan

saat membuat asumsi dan membuat rekomendasi,

dengan pertimbangan ketidakpastian, ketidaktahanan,

dan ketidakcukupan informasi.

Recipient port : pelabuhan atau lokasi dimana air ballast dikeluarkan.

Risk

management

: skenario resiko rendah tetap ada, tetapi resiko nol

dapat diperoleh, dan resiko semacam tersebut harus

diatur dengan penentuan level resiko yang dapat

diterima pada tiap kejadian.

Sampling

facilities

: peralatan yang dipasang untuk mengambil sampel.

Sampling facilities merujuk pada sistem yang

tersedia untuk sampling pada air ballast yang diolah

dan tidak diolah yang diperlukan pada panduan dan

pada “G2 (panduan sampling air ballast)” yang

dikembangkan Organisasi.

Sampling point : dimana pipa air ballast dimana sampel diambil.

Science based : penilaian resiko yang berdasarkan informasi terbaik

yang tersedia yang dikumpulkan dan dianalisa

menggunakan metode keilmuan.

Secretary

General

: Sekretaris Jenderal dari Organisasi.

Sediments : sesuatu yang bermasalah yang dikeluarkan dari

xlvi

kapal.

Sequential

method

: proses pada tangki ballast yang membawa air ballast

dimana pertama kali dikosongkan dan kemudian diisi

kembali dengan air ballast untuk memperoleh paling

sedikit 95% pertukaran volumetrik.

Ship : kapal dari setiap jenis yang beroperasi pada

lingkungan perairaan termasuk kapal selam, rakit

mengambang, platform mengambang, FSU dan

FPSO.

Shipboard

testing

: sistem pengujian skala penuh untuk melengkapi

BWMS yang dilakukan di kapal sesuai Annex bagian

2 sampai panduan, memastikan bahwa sistem telah

sesuai standar yang ditentukan regulasi D-2.

Spesies

introduksi

: spesies yang dibawa oleh aktivitas manusia-secara

sengaja atau tidak-ke wilayah yang secara historis

tidak terdapat, sekarang bereproduksi.

Stress : gaya yang bekerja pada badan kapal yang

menyebabkan terjadinya tekanan dan tegangan yang

dibedakan menjadi gaya statis dan gaya dinamis.

Gaya statis disebabkan oleh gaya berat dan gaya

apung sedangkan gaya dinamis disebabkan oleh

angin, ombak dan pergerakan kapal di atas air

Substansi aktif : substansi atau organisme, termasuk virus atau jamur

xlvii

yang secara umum dan khusus membahayakan

organisme akuatik dan pathogen

Target species : spesies yang teridentifikasi oleh para Pihak yang

sesuai dengan kriteria yang merusak lingkungan,

kesehatan manusia, kepemilikan atau sumber alam

yang didefinisikan oleh pelabuhan, negara atau

wilayah biogeografik.

Trim : perbedaan antara draft depan di haluan dengan draft

belakang di buritan atau sudut kemiringan kapal

secara membujur.

Transparansi : alasan dan bukti yang mendukung tindakan yang

direkomendasikan oleh penilaian resiko, dan daerah

yang samar, terdokumentasi secara jelas dan tersedia

pada pengambil keputusan; alasan dan bukti yang

mendukung tindakan yang direkomendasikan oleh

penilaian resiko, dan daerah ketidakpastian (dan

konsekuensi kemungkinan untuk rekomendasi),

secara jelas didokumentasikan dan tersedia untuk

pembuat-keputusan.

Ukuran kapal

niaga

: dibagi dalam empat kategori yaitu kecil (100 s/d 499

GT), medium (500 s/d 24.999 GT), besar (25.000 s/d

59.900 GT) dan sangat besar (≥ 60.000 GT) (Equasis,

2011)

xlviii

Vektor : sarana fisik atau agen yang mana spesies dibawa. Air

ballast, pelampung kapal, dan perpindahan tiram

secara komersial adalah contoh vektor.

Viable

organisms

: organisme atau tingkat kehidupan yang tinggal.

Efektivitas : penilaian resiko secara akurat pada ukuran resiko

yang diperlukan untuk mendapatkan tingkat proteksi

yang tepat; penilaian resiko yang secara akurat

mengukur resiko untuk memperoleh level tertentu

dari proteksi.

Eukaryotic : organisme yang tidak memiliki inti sel sejati.

Eurhaline : spesies yang hidup pada salinitas yang luas

Eurythermal : spesies yang dapat hidup pada suhu yang luas

Freshwater : air dengan salinitas kurang dari 0,5 PSU (Practical

Salinity Unit)

Gross Tonnage : perhitungan volume semua ruang yang terletak di

bawah geladak kapal ditambah dengan volume

ruangan tertutup yang terletak di atas geladak dengan

isi ruangan beserta semua ruangan tertutup yang

terletak di atas geladak paling atas (superstruktur).

Harmful aquatic

organisms and

pathogens

: organisme akuatik atau pathogen yang masuk ke laut

termasuk estuaria, atau ke dalam air tawar, yang dapat

membahayakan lingkungan, kesehatan manusia,

xlix

kepemilikan atau sumber alam, merusak

keberragaman biologi atau mengganggu keabsahan

yang terdapat pada daerah.

Heterotropik : organisme yang tidak memiliki kemampuan dalam

melakukan fotosintesis

Keluaran Air

Ballast

: air ballast yang dikeluarkan dari kapal.

Komprehensif : aspek yang lengkap, termasuk ekonomi, lingkungan,

sosial dan budaya yang dipertimbangkan saat

penilaian resiko dan pembuatan rekomendasi

Konsistensi : penggunaan metodologi dan proses yang umum pada

penilaian resiko untuk mendapatkan hasil tingkat

tinggi.

Land-based

testing

: tes BWMS yang dilakukan di laboratorium, pabrik

peralatan atau pilot proyek termasuk tongkang uji

yang tertambat atau kapal uji, menurut bagian 2 dan 3

dari Annex pada panduan, memastikan bahwa

BWMS sesuai standar regulai D-2.

Manajemen

resiko

: skenario resiko terendah yang diwujudkan, dimana

resiko nol yang tidak dapat diperoleh, dan resiko yang

harus dikelola dengan menentukan tingkat resiko

yang dapat diterima.

Marine Water : air dengan salinitas lebih dari 30 PSU.

l

Minimum

dimensions

: dimensi minimum organisme berdasarkan ukuran

badan organism dengan mengabaikan ukuran tulang

belakang, flagella atau antenna.

Mixotrophic : organisme yang dapat melakukan fotosintesis namun

juga melakukan pemangsaan unutk pemenuhan

energinya.

Monitoring

equipment

: merujuk pada instalasi peralatan untuk pengujian

efektifitas operasi peralatan pengolahan air ballast.

Non-Indigenous

Species

: setiap spesies di luar jangkauan aslinya, apakah

dibawa dengan sengaja atau tak sengaja oleh manusia

atau dibawa melalui proses alami.

Open ocean

atau mid ocean

: laut dengan kedalaman lebih dari 2000 m.

Organisme

fouling

: binatang dan tanaman, semacam teritip, kerang, dan

rumput laut, yang menempel pada substrat yang

dibuat manusia, seperti dermaga, pelampung navigasi,

dan bagian lunas kapal.

Organization : International Maritime Organization.

Persiapan : formulasi komersial yang mengandung satu atau lebih

substansi aktif termasuk aditif. Dalam terminology ini

termasuk substansi aktif yang dihasilkan untuk

keperluan Ballast Water Management dan setiap

bahan kimia yang terdapat pada sistem Ballast Water

li

Management yang menggunakan substansi aktif

sesuai dengan Konvensi

Relevant

chemical

: transformasi atau hasil reaksi yang dihasilkan selama

dan setelah penggunaaan Ballast Water Management

System pada air ballast atau dalam penerimaan

lingkungan dan mempertimbangkan keselamatan,

lingkungan perairan dan/atau kesehatan manusia.

Pathway : vektor, kegunaan (alasan mengapa spesies

berpindah), dan rute (koridor geografis dari titik A ke

titik B).

Pencegahan : bahwa penilaian resiko bersama dengan pencegahan

saat pembuatan asumsi, dan rekomendasi,

pertimbangan pada ketidakpastian, ketidakhandalan

dan ketidakcukupan informasi.

Pengembangan

lanjut

: model resiko yang harus dikaji setiap periode dan

diperbarui dengan memperhitungkan pengertian

lanjutan.

Precautionary : penilaian resiko bersama dengan tingkat pencegahan

saat membuat asumsi dan membuat rekomendasi,

dengan pertimbangan ketidakpastian, ketidaktahanan,

dan ketidakcukupan informasi.

Risk : skenario resiko rendah tetap ada, tetapi resiko nol

lii

management dapat diperoleh, dan resiko semacam tersebut harus

diatur dengan penentuan level resiko yang dapat

diterima pada tiap kejadian.

Sampling

facilities

: peralatan yang dipasang untuk mengambil sampel.

Sampling facilities merujuk pada sistem yang tersedia

untuk sampling pada air ballast yang diolah dan tidak

diolah yang diperlukan pada panduan dan pada “G2

(panduan sampling air ballast)” yang dikembangkan

Organisasi.

Sampling point : tempat dimana pipa air ballast dimana sampel

diambil.

Science based : penilaian resiko yang berdasarkan informasi terbaik

yang tersedia yang dikumpulkan dan dianalisa

menggunakan metode keilmuan.

Secretary

General

: Sekretaris Jenderal dari Organisasi.

Sediments : sesuatu yang bermasalah yang dikeluarkan dari kapal.

Sequential

method

: proses pada tangki ballast yang membawa air ballast

dimana pertama kali dikosongkan dan kemudian diisi

kembali dengan air ballast untuk memperoleh paling

sedikit 95% pertukaran volumetrik.

Ship : kapal dari setiap jenis yang beroperasi pada

lingkungan perairan termasuk kapal selam, rakit

liii

mengambang, platform mengambang, FSU dan

FPSO.

Shipboard

testing

: sistem pengujian skala penuh untuk melengkapi

BWMS yang dilakukan di kapal sesuai Annex bagian

2 sampai panduan, memastikan bahwa sistem telah

sesuai standar yang ditentukan regulasi D-2.

Spesies

introduksi

: spesies yang dibawa oleh aktivitas manusia-secara

sengaja atau tidak-ke wilayah yang secara historis

tidak terdapat, sekarang bereproduksi.

Stress : gaya yang bekerja pada badan kapal yang

menyebabkan terjadinya tekanan dan tegangan yang

dibedakan menjadi gaya statis dan gaya dinamis.

Gaya statis disebabkan oleh gaya berat dan gaya

apung sedangkan gaya dinamis disebabkan oleh

angin, ombak dan pergerakan kapal di atas air

Substansi aktif : substansi atau organisme, termasuk virus atau jamur

yang secara umum dan khusus membahayakan

organisme akuatik dan pathogen

Target species : spesies yang teridentifikasi oleh para Pihak yang

sesuai dengan kriteria yang merusak lingkungan,

kesehatan manusia, kepemilikan atau sumber alam

yang didefinisikan oleh pelabuhan, negara atau

wilayah biogeografik.

liv

Trim : perbedaan antara draft depan di haluan dengan draft

belakang di buritan atau sudut kemirngan kapal

secara membujur.

Transparansi : alasan dan bukti yang mendukung tindakan yang

direkomendasikan oleh penilaian resiko, dan daerah

yang samar, terdokumentasi secara jelas dan tersedia

pada pengambil keputusan; alasan dan bukti yang

mendukung tindakaan yang direkomendasikan oleh

penilaian resiko, dan daerah ketidakpastian (dan

konsekuensi kemungkinan untuk rekomendasi),

secara jelas didokumentasikan dan tersedia untuk

pembuat-keputusan.

TRC (Treatment

Rated Capacity)

: kapasitas kontinyu maksimum yang dinyatakan

m3/jam untuk pemenuhan tipe BWMS. Dinyatakan

dengan jumla air ballast yang dapat diolah setiap

unit waktu sesuai standar regulasi D-2 BWMS.

Ukuran kapal

niaga

: dibagi dalam empat kategori yaitu kecil (100 s/d 499

GT), medium (500 s/d 24.999 GT), besar (25.000

s/d 59.900 GT) dan sangat besar (≥ 60.000 GT)

(Equasis, 2011)

Vektor : sarana fisik atau agen yang mana spesies dibawa.

Air Ballast, lampung kapal, dan perpindahan tiram

secara komersial adalah contoh vektor.

lv

Viable organisms : organisme atau tingkat kehidupan yang tinggal.

Upwelling : fenomena dimana air laut yang lebih dingin dan

bermassa jenis lebih besar dari dasar laut bergerak

ke permukaan akibat pergerakan angin di atasnya.

Manifold : sekumpulan katup yang dideretkan untuk mengatur

aliran masuk fluida ke header dan separator yang

dikehendaki. Bila di kapal tangki manifold adalah

pipa yang melintang dari kiri ke kanan, tempat

fluida cairan yang dapat dimasukkan dari/ke tangki

kargo dari/menuju terminal muat.

Reducer : Pipa yang lebih kecil, sambungan yang lebih kecil

yang berhubungan dengan terminal muatan.

Mooring : Sistem yang berfungsi untuk menempatkan kapal

pada posisi tetap yang dikehendaki baik kapal

sedang membuang sauh atau pada saat sandar di

pelabuhan.

Overflow : Tumpahan atau lebihan

Pipa overflow : Pipa udara yang menghubungkan antara tangki

dengan udara luar, berfungsi mengeluarkan cairan

dari dalam tangki bila sudah penuh atau sebagai

ventilasi udara.

Pipa sounding : Pipa yang digunakan untuk tempat masuknya

sounding meter pada tangki di bagian geladak kapal

lvi

sehingga kru kapal dapat mengetahui volume tangki

tersebut.

Sloshing : Pergerakan cairan di dalam tangki yang diakibatkan

oleh gaya-gaya dari luar kapal yang mempengaruhi

stabilitas kapal.

Anthropogenik : sumber pencemaran yang tidak alami timbul karena

ada pengaruh atau campur tangan manusia atau

aktifitas manusia

Aerobik : Kondisi terdapat udara, dikaitkan dengan mikroba

yaitu kondisi dimana memerlukan oksigen sebagai

aseptor elektron.

Anaerobik : Kondisi tidak terdapat udara, dikaitkan dengan

mikroba yaitu kondisi dimana tidak memerlukan

oksigen sebagai aseptor elektron.

Aluvial : jenis tanah yang terbentuk karena endapan, daerah

endapan terjadi di sungai, danau yang berada di

dataran rendah, ataupun cekungan yang memungkin

kan terjadinya endapan.

lvii

DAFTAR SINGKATAN

IMO : International Maritime Organization

IMCO : Inter Govermental Maritime Consultative Organization

MEPC : Marine Environment Protection Commitee

SOLAS : Safety of Life at Sea

NPDES : National Pollution Discharge Elimination System

EPA : Environmental Protection Agency CWA : Clean Water Act

EEZ : Exclusive Economic Zone NISA : National Invasive Species Act CSA : Canada Shipping Act AQIS : the Australia Quarantine Shipping and Inspection Service

USCG : United States Coast Guard DNV : Det Norse Veritas BBTKL-PPM : Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan-Perlindungan

Penyakit Menular

TDS : Total Dissolved Solid TSS : Total Suspended Solid COD : Chemical Oxygen Demand MOE : Mid Ocean Exchange DWT : Dead Weight Ton WS&TB : Water Science and Technology Board BWMS : Ballast Water Management System QMP : Quality Management Plan QAPP : Quality Assurance Project Plan MSDS : Marine Safety Data Sheet PSC : Port State Control Pelindo : Pelabuhan Indonesia Pelni : Pelayaran Nasional Indonesia WCP : West Central Pasific

MI : Marine Inspector

PSCO : Port State Control Officer

PTES : Pelabuhan Tanjung Emas Semarang

KM : Kapal Motor

BKT : Banjir Kanal Timur

KSOP : Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan

PT Pelindo : Perseroan Terbatas Pelabuhan Indonesia

GRT : Gross Register Tonnage

lviii

NIMSPSP : National Introduction Marine Species Survey Programme in

Special Ports

lix

ABSTRAK

A. Agus Tjahjono. 30000212510001. Analisis Pengelolaan Air Ballast Kapal

Niaga Berbasis Lingkungan Di Pelabuhan Tanjung Emas Semarang (Azis

Nur Bambang, Sutrisno Anggoro)

Kapal niaga di dalam pengoperasiannya mempergunakan air laut yang disimpan

dalam tangki ballast untuk menjaga stabilitas kapal tersebut. Pada saat muatan

kosong maka kapal niaga akan mengambil air laut dari pelabuhan asal dan akan

mengeluarkan air laut dari tangki ballastnya di perairan pelabuhan berikutnya saat

melakukan kegiatan pemuatan. Pembuangan air ballast telah menimbulkan

dampak buruk bagi ekosistem perairan, ekonomi. Penelitian ini bertujuan untuk

(1) menganalisis korelasi phytoplankton, zooplankton dan logam berat dalam air

ballast kapal niaga dengan perairan PTES, (2) mendeskripsikan implementasi

awak kapal niaga dalam mematuhi Konvensi Ballast Water Management, (3)

menganalisis strategi yang dilakukan para pihak di PTES dalam pengelolaan air

ballast kapal niaga, (4) mengembangkan model pengelolaan air ballast kapal

niaga berbasis lingkungan untuk mencegah dampak lingkungan. Metode

penelitian yang digunakan dalam penelitian yaitu penelitian deskriptif analitik

yang memberikan gambaran atau uraian atas suatu keadaan sejelas mungkin dan

mendalam tanpa ada perlakuan terhadap obyek yang diteliti. Hasil penelitian

menujukkan terdapat korelasi positif phytoplankton,zooplankton dan logam berat

pada air ballast kapal niaga terhadap phytoplankton, zooplankton dan logam berat

pada perairan PTES. Pertukaran air ballast kapal di laut sesuai standar D1 hanya

dilakukan oleh sedikit awak kapal baik dari mahasiswa yang telah praktek

berlayar maupun Perwira Siswa dengan nilai sebesar 14,8%. Strategi yang

dilakukan pihak regulator yaitu Syahbandar dan Otoritas Pelabuhan Tanjung

Emas yaitu dengan melakukan peningkatan kekuatan dan mengurangi ancaman.

Model pengelolaan air ballast yang dapat dilakukan oleh pengelola pelabuhan

dalam hal ini Pelabuhan Indonesia (Pelindo) III yaitu menyediakan tangki

penampungan air ballast dari kapal niaga yang selanjutnya dilakukan pengolahan

oleh Pelindo III dengan kapasitas sebesar 51.090 m3

per bulan atau 81.744 kL per

bulan. Pihak regulator bersama pihak terkait perlu melakukan upaya penelitian

dan pengawasan terhadap kapal niaga dalam negeri terhadap kepatuhan

pelaksanaan aturan Ballast Water Management, penelitian alat pengolah air

ballast bagi kapal niaga dalam negeri yang efektif dan sesuai dengan kondisi

perairan tropis, kerjasama dengan pihak Balai Karantina dalam pengawasan air

ballast bagi kapal niaga.

Kata kata kunci : air ballast kapal niaga, pertukaran air ballast, Pelabuhan

Tanjung Emas Semarang

lx

ABSTRACT

A. Agus Tjahjono. 30000212510001. Analysis of Management for Ballast

Water of Commercial Vessels Based on Environment in Tanjung Emas Port,

Semarang (Azis Nur Bambang, Sutrisno Anggoro)

Commercial vessels in operation is using sea water stored in the ballast tanks to

maintain stability of the ship. At the time of the empty cargo on commercial

vessels would take sea water from the departure port and will disharge sea water

from the ballast water tank to the next port when performing loading activities.

Ballast water discharge has a damaging impact in aquatic eco systems and

economy. This study aims to (1) analyze the correlation of phytoplankton,

zooplankton and heavy metals in ballast water tank from commercial vessel

between PTES waters, (2) describe the implementation of the crew of the

commercial vessels to comply with the Convention on Ballast Water

Management, (3) analyze strategies for the stakeholders in PTES to comply the

ballast water management, (4) develop a management model based on ballast

water of commercial vessels to prevent environmental impact. The method used in

this research is descriptive analysis and provide a description or commentary on a

situation as clearly as possible and without any in-depth treatment of the object

studied. The result shows there is a positive correlation of phytoplankton,

zooplankton and heavy metals in the ballast water of commercial vessels to

phytoplankton, zooplankton and heavy metals in waters PTES. Vessels’s ballast

water exchange at sea according to the standard D1 is only done by a few

respondents either of the students who had been the practice of sailing and

Officers Students with a value of 14.8%. The strategy carried out by the regulators

such us the Harbor Master and Port Authority of Tanjung Emas are conducting an

increase strength and reducing the threat. Ballast water management model can be

done by the Port Authority, in this model PT Pelindo III which provides a ballast

water tank of the commercial vessels for further processing. It done by Pelindo III

with a capacity of 51,090 m3

per month or 81,744 kL per month. Regulators

together with related parties should conduct to research and supervision for

domestic’s commercial vessels towards compliance with the implementation rules

of Ballast Water Management, research for processor ballast water treatment for

the domestic’s commercial vessels effectively and in accordance with the

conditions of tropical waters, in cooperation with the Quarantine in supervision of

ballast water for commercial vessels.

Keywords: ballast water of commercial vessels, ballast water exchange, Tanjung

Emas Semarang port.

lxi

RINGKASAN

Kapal niaga di dalam pengoperasiannya mempergunakan air laut yang

disimpan dalam tangki ballast untuk menjaga stabilitas kapal tersebut. Pada saat

muatan kosong maka kapal niaga akan mengambil air laut dari sekitar pelabuhan

dan setelah mencapai pelabuhan berikutnya sesaat selesai memuat muatan maka

kapal tersebut akan membuang air laut yang terdapat pada tangki ballastnya.

Sistem air ballast di kapal niaga menggunakan pompa air laut (pompa

Ballast) untuk mengeluarkan atau memasukkan air laut ke dalam tangki ballast.

Selain untuk meningkatkan stabilitas kapal, air laut pada tangki ballast kapal

dipergunakan untuk memperoleh kedalaman kapal seperti yang diinginkan,

meningkatkan kecepatan, mengubah trim, menurunkan momen tekuk atau gaya

pembagi, mengontrol list selama muat dan bongkar dan meningkatkan manuver

kapal niaga (van Dokkum, 2005).

Pembuangan air ballast kapal telah menimbulkan dampak buruk bagi

ekosistem di Amerika Serikat seperti pada perairan air tawar di Great Lakes

ditemukan paling sedikit 139 spesies asing dan ikan ruffee dari Eropa menjadi

spesies yang berbahaya akibat air ballast kapal (Mills et al., 1994).

Akibat pembuangan air ballast juga berdampak pada bidang ekonomi pada

wilayah yang dimasukinya, seperti yang dikemukakan oleh Lovell et al. (2006)

menyatakan masuknya ikan bukan asli ke wilayah Amerika Serikat akan

merugikan perekonomian sebesar 1 milyar sampai dengan 5,7 milyar dolar AS per

tahun di samping itu krustasea invasif merugikan perikanan senilai 22,8 juta dolar

AS per tahun dan alga bloom dari air ballast kapal akan menyebabkan kerugian

ekonomi sebesar 21,8 juta dolar AS per tahun. Hal ini sejalan dengan penelitian

yang dikemukakan oleh Lin et al. (2007) yang menyatakan dari tahun 1970

sampai dengan sekarang, perkembangan ekonomi yang cepat (selama 3 dekade)

secara bersamaan akan meningkatkan invasi biologi dimana faktor ekonomi (r2 =

0,378) memegang peranan yang utama dibanding dengan faktor iklim (r2 = 0,347).

Indonesia saat ini bersama-sama dengan negara anggota ASEAN lainnya

yaitu Philipina, Singapura, Kamboja, Vietnam dan Brunei Darussalam, belum

lxii

masuk dalam para pihak yang menandatangani Konvensi Ballast Water

Management 2004. Di sisi lain Malaysia sebagai sesama anggota ASEAN telah

menandatangani Konvensi tersebut (mulai Agustus 2010), sebagai wujud

kepedulian negara tersebut terhadap lingkungan maritimnya. Pada saat ini

Konvensi tersebut belum diberlakukan secara internasional (status 7 April 2014),

karena baru ditandatangani oleh 38 negara dengan 30,38% tonase dunia

(http://www.imo.org). Konvensi ini akan berlaku di seluruh dunia, 12 bulan

setelah ditandatangani oleh lebih dari 30 negara yang mewakili lebih dari 35%

tonase dunia dari kapal niaga (DNV, 2013).

Pelabuhan Tanjung Emas Semarang (PTES) terletak di pantai utara Provinsi

Jawa Tengah dengan posisi pada 060 53’ Lintang Selatan dan 110

0 24’ Bujur

Timur. Kondisi dasar laut berlumpur, dengan kedalaman terdangkal 3,5 m dan

terdalam 10 m (Hidro-Oceanografi, 1983). PTES merupakan pelabuhan yang

terjadi kenaikan arus barang rata-rata sebesar 10% dari tahun 1970-1983. Arus

barang yang lancar dapat mempermudah dan meningkatkan kegiatan

perekonomian masyarakat di Jawa Tengah (Pelabuhan Indonesia III, 2012). Pada

kolam PTES terdapat muara Kali Baru, dermaga pupuk, dermaga khusus gandum

curah, dermaga penumpang, dermaga kapal kargo, dermaga kontainer dan

dermaga gas. Kapal niaga yang masuk ke PTES didominasi oleh kapal dalam

negeri dibanding kapal dari luar negeri.

Dengan latar belakang tersebut, penelitian ini dilakukan untuk (1)

menganalisis korelasi phytoplankton, zooplankton dan logam berat dalam air

ballast kapal niaga dengan perairan PTES, (2) mendeskripsikan implementasi

awak kapal niaga dalam mematuhi Konvensi Ballast Water Management, (3)

menganalisis strategi yang dilakukan para pihak di pelabuhan Tanjung Emas

Semarang terhadap pengelolaan air ballast kapal niaga, (4) mengembangkan

model pengelolaan air ballast kapal niaga berbasis lingkungan untuk mencegah

dampak lingkungan.

Manfaat Penelitian

lxiii

a. Memahami korelasi phytoplankton, zooplankton dan logam berat dalam air

ballast kapal niaga terhadap phytoplankton, zooplankton dan logam berat

pada perairan PTES

b. Memahami sejauh mana implementasi awak kapal niaga dalam mematuhi

Konvensi Ballast Water Management

c. Memahami dan mampu mengimplementasikan strategi yang dilakukan para

pihak di pelabuhan Tanjung Emas Semarang terhadap pengelolaan air ballast

kapal niaga

d. Memahami dan mampu mengimplementasikan model pengelolaan air ballast

kapal niaga berbasis lingkungan untuk mencegah dampak lingkungan

Hipotesis Penelitian

Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah dan tujuan penelitian yang

dilakukan, maka dapat dirumuskan dugaan sementara sebagai berikut :

a. Terdapat korelasi positif phytoplankton, zooplankton dan logam berat dalam

air ballast kapal niaga terhadap phytoplankton, zooplankton dan logam berat

pada perairan PTES;

b. Implementasi awak kapal niaga dalam mematuhi Konvensi Ballast Water

Management tidak dipatuhi;

c. Tidak dikemukakan;

d. Tidak dikemukakan

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik. Dalam penelitian ini

dilakukan observasi terhadap delapan stasiun penelitian di kolam PTES mulai dari

muara Kali Baru sampai dengan dermaga gas yang dilakukan pada musim barat

yaitu mulai bulan September 2015 sampai dengan Desember 2015. Penelitian juga

dilakukan pada air ballast yang terdapat pada tangki ballast kapal niaga yang

datang ke dermaga PTES dan dilakukan mulai bulan Desember 2014 sampai

dengan Oktober 2015.

a. Untuk membuktikan terdapat korelasi positif phytoplankton dalam air ballast

kapal niaga terhadap phytoplankton pada perairan PTES maka dilakukan

penghitungan jumlah phytoplankton baik pada perairan PTES maupun pada

air ballast dari kapal niaga yang datang ke PTES. Korelasi zooplankton dan

lxiv

logam berat pada air ballast kapal niaga terhadap zooplankton dan logam

berat pada perairan PTES dilakukan dengan cara sama dengan phytoplankton.

Data yang diperoleh dari hasil pengamatan kemudian diolah dengan

menggunakan program SPSS Versi 22.

b. Untuk membuktikan implementasi awak kapal niaga dalam mematuhi

Konvensi Ballast Water Management ketentuan yang telah ditetapkan IMO

yaitu menggunakan kuesioner untuk menjawab pertanyaan sejauh mana

Konvensi telah dilaksanakan dan juga wawancara dengan responden.

Prosedur sampling dengan menggunakan metode random sampling yaitu

proses pemilihan sampel dengan seluruh anggota populasi mempunyai

kesempatan yang sama untuk dipilih (Kountur, 2007). Metode yang dipilih

dengan menggunakan cluster random sampling yaitu mengelompokkan

anggota populasi ke dalam kelompok, kelompok pertama populasi responden

yang telah mengalami praktek berlayar satu tahun, kelompok kedua adalah

responden dengan pengalaman berlayar lebih dari dua tahun.

c. Untuk memperoleh strategi yang harus dilakukan pihak di PTES dalam

pengelolaan air ballast kapal niaga dilakukan dengan menggunakan kuisioner

dan wawancara terhadap pihak terkait di PTES. Hasil wawancara dan

kuisioner setelah itu dilakukan analisis SWOT.

d. Untuk memperoleh model pengelolaan air ballast kapal niaga dilakukan

dengan menggunakan analisis sistem dinamis dan studi literatur sehingga

dapat diperoleh model yang tepat dalam pengelolaan air ballast kapal niaga di

PTES.

Hasil Penelitian dan Pembahasan

a. Korelasi zooplankton pada air ballast kapal niaga berkorelasi sedang terhadap

zooplankton di perairan PTES sebesar 0,489 atau 48,9%, korelasi

phytoplankton pada air ballast kapal niaga berkorelasi sedang terhadap

phytoplankton di perairan PTES sebesar 0,583 atau 58,3%. Terdapat korelasi

yang sedang phytoplankton di perairan dan di kapal. Terdapat korelasi yang

kuat logam Cd di perairan dan di kapal. Pada kapal niaga ditemukan

genus/spesies yang berbeda dengan perairan PTES meliputi Gyrosigma (kelas

lxv

Bacillariophyceae) pada kapal Sumber Rejeki 68, Diatoma vulgare (kelas

Bacillariophyceae) pada Harmony Seven, Pinnularia tabellaria pada Ceria

8, Euglena acus Ehrbg (kelas Euglenoidea) dan Spirotaenia condensata

(kelas Conjugatophyceae) pada Lawit, Lyngbya (kelas Cyanophyceae) pada

Sharon, Arimbi dan Sinar Bandung, Oscillatoria (kelas Cyanophyceae) pada

Ceria 8, BC Singapore, Gulf Daqud, Gas Nuri Arizona dan Otong Kosasih,

Gonatozygon (kelas Charophyceae) pada Abusamah, Dharma Ferry, Ceria 8,

BC Singapore dan Gas Nuri Arizona, Ankistrodesmus (kelas Chrysophyceae)

pada BC Singapore, Tetmemorus laevis (kelas Conjugatophyceae) pada Gulf

Daqud. Kapal niaga SR 68, HS, C 8, L, S, A, SB, BC S, GD, GNA dan OK

tersebut masing-masing berasal dari perairan Jakarta, Tuban, Dumai, Jakarta,

Cilacap, Jakarta, Singapura, Sorong, Jakarta dan Palembang. Korelasi logam

Cd, Zn, Cu, Zn dan Pb pada air ballast kapal niaga terhadap masing-masing

logam di PTES terdapat korelasi yang kuat dengan sumbangan nilai masing-

masing Cd, Zn, Cu dan Pb terhadap logam berat di PTES sebesar 0,776

(76,6%), 0,756 (75,6), 0,714 (71,4%)) dan 0,738 (73,8%)

b. Hasil rekapitulasi jawaban kusioner dari mahasiswa yang telah melaksanakan

praktek berlayar sejumlah 186 orang, pertanyaan pertama tentang

pelaksanaan pertukaran air ballast di kapal niaga menyatakan 85,2% tidak

melaksanakan dibanding 14,8%, dokumen rancangan ballast water

management menyatakan 80% tidak memiliki sedangkan 20% memiliki,

kepemilikan buku catatan ballast water menyatakan 80,4% mahasiswa

menyatakan di kapalnya tidak memiliki sedangkan 19,6% menyatakan

memiliki, kepemilikan sertifikat internasional ballast water management

menyatakan 83,6% tidak, sedangkan 16,4% tidak memiliki. Untuk

pelaksanaan metode pertukaran air ballast, metode pertama yaitu sequential

method hanya dilaksanakan oleh 14% responden sisanya (86%) tidak

melaksanakan. Metode yang kedua, dillution method, hanya dilaksanakan

oleh 2% responden sedangkan 98% tidak melakukan metode kedua tersebut.

Metode ketiga yaitu flow through hanya dilaksanakan oleh 4,8% responden

sedangkan sisanya (95,2%) tidak melaksanakan. Untuk metode standar D2

lxvi

yaitu pengolahan air ballast yang dilakukan dengan sistem mekanis,

desinfeksi fisik dan pengolahan kimia, diperoleh hasil pengolahan sistem

mekanis hanya dilakukan oleh 1,6% dibanding 98,4% yang tidak melakukan

pengolahan sistem mekanis, pengolahan dengan metode desinfeksi fisik tidak

ada satupun responden yang melaksanakan, sedangkan metode pengolahan

kimia hanya dilakukan oleh 0,4% responden di kapal niaga dibanding 99,6%

yang tidak melakukan prosedur pengolahan tersebut.

c. DWT (Dead Weight Ton) kapal dalam negeri yang datang ke PTES selama

kurun 5 tahun berkisar 8.321.640-11.790.736 MT dengan peningkatan

sebesar 41,69% . Hal ini sebanding dengan jumlah kedatangan kapal dalam

negeri yang mengalami peningkatan sebesar 35%. Pembuangan air ballast

kapal dalam negeri ke PTES rerata tahunan adalah 37.036 m3, berkisar 27.937

m3 – 49.360 m

3 selama kurun waktu yang sama mengalami peningkatan

sebesar 76,68%. DWT kapal luar negeri yang datang ke PTES berkisar

10.611.524 MT-15.184.422 MT dengan rerata DWT tahunan sebesar

12.257.847 MT. Selama kurun waktu 5 tahun tersebut terjadi peningkatan

kunjungan dan bobot mati kapal luar negeri yang datang ke PTES masing-

masing sejumlah 54,59% dan 43,09%. Sejalan dengan hal tersebut kapasitas

tangki ballast kapal luar negeri juga mengalami peningkatan dengan nilai

yang sama. Pembuangan air ballast rerata tahunan kapal luar negeri dalam

kurun waktu tersebut mencapai 576.045 m3 dengan pembuangan maksimum

dan minimum yang dilakukan pada tahun 2014 dan 2009. Terjadi peningkatan

pembuangan air ballast oleh kapal luar negeri yang cukup signifikan sebesar

122,19%. Hal ini menunjukkan kapal luar negeri yang datang ke PTES lebih

banyak melakukan pemuatan kargo untuk tujuan ekspor dari PTES. Kondisi

pengelolaan air ballast berada pada kuadran IV (1,25; -0,84). Posisi strategi

ini menunjukkan regulator dan pelaksana pelabuhan di PTES dapat mengatasi

kelemahan internalnya dengan memanfaatkan peluang dari lingkungan yang

mendukung untuk pengelolaan air ballast kapal niaga. Kebijakan yang dapat

diambil oleh pihak di pelabuhan sesuai dengan matrik peluang-kelemahan

yaitu sosialisasi petunjuk teknis prosedur pengambilan sampel kepada MI

lxvii

(Marine Inspector) dan PSCO (Port State Control Officer), penetapan jarak

minimal pembuangan air ballast dari perairan pelabuhan, penyediaan fasilitas

penampungan dan pengolahan air ballast oleh pihak PT Pelindo III dan

penguatan peran MI dan PSCO dalam pengawasan pencemaran lingkungan

perairan pelabuhan.

d. Dengan menggunakan strategi peningkatan kekuatan dan mengurangi

ancaman. Berdasarkan model analisis sistem dinamis, tanpa dilakukan

perlakuan yaitu pertukaran air ballast dan pengolahan air ballast

menimbulkan ancaman yang berasal dari logam berat yang dalam kurun

waktu 60 bulan atau 5 tahun, logam Cu, Cd, Zn dan Pb dari kapal niaga yang

masuk ke perairan PTES masing-masing menjadi 0,0485764 mg/liter;

0,0501348 mg/liter; 0,381311 mg/liter dan 0,625277 mg/liter. Peningkatan

logam Cu, Cd, Zn dan Pb selama kurun waktu 5 tahun masing-masing sebesar

97,54%, 97,53%, 97,54% dan 97,54%. Bila tidak dilakukan perlakuan

kelimpahan zooplankton dan phytoplankton pada air ballast kapal niaga yang

datang ke PTES akan meningkat menjadi -8,99829 individu/liter dan 6.499,68

individu/liter.

Simpulan

Korelasi phytoplankton dan zooplankton pada air ballast kapal niaga terhadap

phytoplankton dan zooplankton perairan PTES bernilai sedang. Korelasi logam

berat pada air ballast kapal niaga terhadap logam berat di perairan PTES

berkorelasi kuat. Pada kapal niaga ditemukan genus yang berbeda dengan perairan

PTES meliputi Gyrosygma, Diatoma vulgare, Pinnularia tabellaria, Euglena acus

Ehrbg, Spirotaenia condensata, Lyngbya, Oscillatoria, Gonatozygon,

Ankistrodesmus dan Tetmemorus laevis. Pertukaran air ballast kapal di laut sesuai

standar D1 hanya dilakukan oleh sedikit responden baik dari mahasiswa yang

telah praktek berlayar maupun Perwira Siswa. Kapal niaga yang memiliki

dokumen yang berkaitan dengan ballast water ditemukan sangat sedikit.

Pertukaran air ballast di tengah laut oleh kapal niaga hanya dilakukan oleh kapal

niaga yang masuk ke pelabuhan Australia dan Amerika. Strategi yang dilakukan

pihak regulator yaitu Syahbandar dan Otoritas Pelabuhan Tanjung Emas yaitu

lxviii

dengan melakukan peningkatan kekuatan dan mengurangi ancaman. Model

pengelolaan air ballast yang dapat dilakukan oleh pengelola pelabuhan dalam hal

ini PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) III yaitu menyediakan tangki penampungan

air ballast dari kapal niaga yang selanjutnya dilakukan pengolahan oleh Pelindo

III dengan kapasitas sebesar 51.090 m3

per bulan atau 81.744 kL per bulan.

Rekomendasi

Hasil analisis kandungan logam berat dan plankton yang tinggi pada air

ballast kapal niaga yang datang di PTES menunjukkan logam berat yang diambil

dari perairan pelabuhan lainnya dapat mempengaruhi perairan PTES. Pihak

regulator bersama pihak terkait perlu melakukan upaya penelitian dan pengawasan

terhadap kapal niaga dalam negeri terhadap kepatuhan pelaksanaan aturan Ballast

Water Management, penelitian alat pengolah air ballast bagi kapal niaga dalam

negeri yang efektif dan sesuai dengan kondisi perairan tropis, kerjasama dengan

pihak Balai Karantina dalam pengawasan air ballast bagi kapal niaga

Sumbangsih penelitian ini terhadap ilmu lingkungan (novelty) adalah temuan

organisme yang terdapat pada air ballast kapal niaga yang berbeda dengan

perairan PTES, ditemukan strategi untuk menghadapi dampak pembuangan air

ballast kapal niaga ke perairan pelabuhan dalam negeri untuk disandingkan

dengan kebijakan pemerintah daerah dalam menghadapi ancaman terhadap

perairan wilayah pesisir.

Strategi yang dapat dilakukan oleh KSOP Tanjung Emas yaitu melakukan

pengwasan yang lebih ketat bagi kapal niaga dari luar negeri yang datang ke

PTES. Pengelola pelabuhan menyediakan fasilitas penampung dan pengolahan air

ballast di wilayah pelabuhan, melakukan kerjasama dengan Balai Karantina

dalam melakukan pengawasan terhadap mikroorganisme yang bertendensi invasif

bagi perairan PTES. KSOP Tanjung Emas selaku regulator duduk bersama dalam

merumuskan kebijakan pengelolaan wilayah budidaya perikanan yang seminimal

mungkin menimbulkan dampak lingkungan.

lxix

SUMMARY

Commersial vessels use sea water that stored in the ballast tanks to maintain

stability of the ship. At the time of the empty cargo of commercial vessels would

take water from the sea water near the port and reach the next port shortly after

finished loading the cargo, vessels will discharge of sea water that stored in the

ballast tanks.

Ballast water systems on commercial vessels use Sea Water Pump (Ballast

Pump) to discharge or suct sea water into ballast tanks. In addition to increase the

stability of the ship, sea water in ballast water tank used to obtain the depth of the

vessel as desired, increase the speed, change the trim, lowering the bending

moment, control list during loading and unloading process and improve

maneuverability on commercial vessels (van Dokkum 2005 ).

Discharge of ballast water have caused impact on the eco system in the

United States as in freshwater in the Great Lakes found at least 139 alien species

and ruffee fish of Europe into a dangerous species due to ballast water vessel

(Mills et al., 1994).

As a result, dicharging of ballast water discharge has an impact on the

economy during entering the region, as proposed by Lovell et al. (2006) suggested

the inclusion of alien fish species to the United States would harm the economy

by 1 billion to 5.7 billion dollars per year in addition to the detrimental invasive

crustaceans fishery worth 22.8 million US dollars per year and the algae bloom

from ballast water ships will cause an economic loss of 21.8 million US dollars

per year. This is in line with the research proposed by Lin et al. (2007) which

states that from 1970 to the present, the rapid economic growth (over 3 decades)

will simultaneously increase biological invasions where economic factors (r2 =

0.378) plays a major role compared to the climatic factors (r2 = 0.347).

Indonesia recently together with other ASEAN member countries;

Philippines, Singapore, Cambodia, Vietnam and Brunei Darussalam, have not

been included in the parties who signed the Ballast Water Management

Convention of 2004. On the other hand Malaysia as fellow members of ASEAN

lxx

(Asscociation of South East Asia Nations) has signed the Convention (start

August 2010), as an expression of concern for the country to the maritime

environment. Recently, the convention was not been applied internationally

(status 7 April 2014), because only signed by 38 countries with the world's

tonnage of commercial vessels 30.38% (http://www.imo.org). This Convention

shall apply throughout the world, 12 months after it has been signed by more than

30 countries representing over 35% of world is tonnage of commercial vessels

(DNV, 2013).

Port of Tanjung Emas Semarang (PTES) is located on the northern coast of

Central Java province with the position at 060 53 'south latitude and 1100 24' east

longitude. It has muddy seafloor conditions, with the shallowest depth of 3.5 m

and 10 m dept (Hydro-Oceanographic, 1983). PTES is the port that increase the

flow of goods at an average of 10% from the year 1970-1983. Smooth flow of

goods can improve the economic activities in Central Java (Indonesia’s Port

Region III, 2012). In an estuary of Kali Baru, fertilizer yard, special bulk grain a

yard, passenger pier, cargo ship docks, gas piers and container yard. Commercial

vessels coming into piers of PTES dominated by domestic vessels than foreign

vessels.

Based on the background study, the purpose of research is to (1) analyze the

correlation of phytoplankton, zooplankton and heavy metals in the sea water of

ballast tank and waters to affected the aquatic environment, (2) describe the

implementation of the responsibility crew of the commercial vessel to comply

with the Convention on Ballast Water Management, (3) analyze the strategies for

the stakeholders in the PTES on commercial vessels for ballast water

management, (4) develop a management model based on ballast water of

commercial that prevent environmental impact.

The benefits of research

a. Analyze the correlation for phytoplankton, zooplankton and heavy metals in

the ballast water of commercial vessels to phytoplankton, zooplankton and

heavy metals in PTES waters

lxxi

b. Analyze the extension of the implementation on of commercial vessles in

complying with the Ballast Water Management Convention

c. Understand and be able to implement strategies for the stakeholders in the

port of Tanjung Emas in Semarang on commercial vessels ballast water

management

d. Understand and be able to implement the management model based on

commercial vessels ballast water to prevent environmental impact

environment

Based on the background of the study, statement of the problem and purpose

of the research conduct, it can sted on as follows:

a. There are positive correlations for phytoplankton, zooplankton and heavy

metals in the ballast water of commercial ships to phytoplankton, zooplankton

and heavy metals in PTES waters.

b. Implementation of commercial vessels in complying with the Ballast Water

Management Convention.

c. not stated

d. not stated

This research use descriptive analysis In this research, observation of eight

research stations in an estuary of PTES ranging from the Kali Baru estuary to the

gas piet which was conducted in the west monsoon, from September 2015 to

December 2015. The study was also conducted on water ballast stored in the

ballast tanks on commercial vessels entered to the piers of PTES and conducted

from December 2014 until October 2015.

a. To prove that there is a positive correlation between phytoplankton in the

ballast water on commercial vessels and phytoplankton in PTES waters then

do well in calculating the amount of phytoplankton in the PTES waters or

ballast water of commercial ships coming to PTES waters. Correlation

zooplankton and heavy metals in the ballast water of commercial ships to the

zooplankton and heavy metals in waters PTES is done the same way as

phytoplankton. Data obtained from observations were processed using SPSS

version 22.

lxxii

b. To prove the implementation of commercial vessels the Ballast Water

Management Convention comply with the conditions which is regulated by

IMO which uses a questionnaire to answer questions on conducting the the

Convention has been implemented and also interviews with respondents.

Sampling procedures using the random sampling method is the process of

selecting a sample with all members of the population has an equal

opportunity to be selected (Kountur, 2007). The method selected using

random cluster sampling is to group members of the population into groups,

the first group of the population of respondents who have experienced the

practice of sailing one year, both groups of respondents with experience of

sailing is more than two years.

c. To obtain a strategy should the party in PTES the merchant ship ballast water

management is done by means of questionnaires and interviews with

stakeholders in PTES. The interview and questionnaire after it conducted a

SWOT analysis.

d. To obtain a model of commercial vessels ballast water management is done

by using dynamic systems analysis and study of literature in order to obtain

the right model in the management of ballast water in PTES commercial

ships.

Results and Discussion

a. Correlation of zooplankton in the ballast water of commercial vessels are

being correlated to the zooplankton in the waters PTES amounted to 0.489 or

48.9%, the correlation of phytoplankton in the ballast water of commercial

vessels are being correlated to the phytoplankton in the waters PTES to 0.583

or 58.3%, are correlations were phytoplankton waters and on ships. There is a

strong correlation Cd metals in waters and on ships. On the merchant vessel

discovered genus / species different from the waters PTES include Gyrosigma

(class Bacillariophyceae) on Rejeki 68 vessel’s, Diatoma vulgare (class

Bacillariophyceae) on Harmony Seven, Pinnularia tabellaria on Ceria 8,

Euglena acus Ehrbg (class Euglenoidea) and Spirotaenia condensata (class

Conjugatophyceae) on Lawit, Lyngbya (class Cyanophyceae) in Sharon,

lxxiii

Arielle and Sinar Bandung, Oscillatoria (class Cyanophyceae) on Ceria 8, BC

Singapore, Gulf Daqud, Gas Nuri Arizona and Otong Kosasih, Gonatozygon

(class Charophyceae) on Abusamah, Dharma Ferry, Ceria 8, BC Singapore

and Gas Nuri Arizona, Ankistrodesmus (class Chrysophyceae) at BC

Singapore, Tetmemorus laevis (class Conjugatophyceae) on Gulf Daqud.

Commercial vessels SR 68, HS, C 8, L, S, A, SB, BC S, GD, GNA and OK,

respectively derived from the waters of Jakarta, Tuban, Dumai, Jakarta,

Cilacap, Jakarta, Singapore, Sorong , Jakarta and Palembang. Correlation

metals Cd, Zn, Cu, Zn and Pb in water ballast commercial ships against each

metal in PTES there is strong correlation with the contribution value of each

Cd, Zn, Cu and Pb to heavy metals in PTES 0.776 (76, 6%), 0.756 (75.6)

0.714 (71.4%)) and 0.738 (73.8%)

b. Recapitulation answer a questionnaire from students who have been

implementing the sea project is 172 persons, the first question on the

implementation of the exchange of ballast water on commercial ships do not

carry claimed 85.2% compared to 14.8%, the draft document states ballast

water management 80% do not have a while 20% have ownership ballast

water record book claimed 80.4% of the students stated in the vessel does not

have, while 19.6% claimed to have ownership of international ballast water

management certificate stating that 83.6% said no, while 16.4% did not have.

For the implementation of ballast water exchange method, the first method is

sequential method carried out only by the remaining 14% of the respondents

(86%) did not execute. The second method, dillution method, carried out only

by 2% of respondents, while 98% did not do the second method. The third

method is implemented by the flow-through only 4.8% of respondents, while

the rest (95.2%) did not execute. D-2 is the standard method for ballast water

treatment is done by mechanical systems, disinfection physical and chemical

processing, mechanical systems processing results obtained only by 1.6%

compared to 98.4% who do not perform mechanical system processing,

processing with no physical disinfection method none of the respondents who

carry out, while the chemical processing method performed only by 0.4% of

lxxiv

respondents in the merchant vessel compared to 99.6% who did not perform

the treatment procedure.

c. DWT of domestic vessels coming to PTES for a period of 5 years ranged

from 832,1640 to 1,1790,736 MT with an increase of 41.69%. It is

comparable to the number of ship arrivals DN which increased by 35%. DN

ship ballast water discharge to PTES annual average is 37,036 m3, ranging

from 27 937 m3 - 49 360 m

3 during the same period increased by 76.68%. LN

indicates deadweight ships coming to PTES ranges 10,611,524 MT to

15,184,422 MT with an average annual 12,257,847 MT. During the 5 years

period of increased deadweight ship visits and abroad who come to PTES

respective number of 54.59% and 43.09%. In line with this ship ballast tank

capacity abroad also increased by the same value. Ballast water discharge

foreign vessels annual average in the period reached 576,045 m3 with

maximum and minimum exhaust conducted in 2014 and 2009. There was an

increase in ballast water discharges by domectic vessels significantly by

122.19%. This shows foreign ships coming to PTES more perform cargo

loading for export from PTES. Ballast water management conditions are in

quadrant IV (1.25; -0.84). The position of this strategy shows regulators and

implementers port in PTES can overcome its internal weaknesses to exploit

the opportunities of the enabling environment for commercial ships ballast

water management. The policy can be taken by the parties at the port in

accordance with the matrix of opportunity-a weakness that socialization

technical manual sampling procedure to the Marine Inspector (MI) and the

PCSO (Port State Control Officer’s), the determination of the minimum

distance discharge of ballast water from the waters of the harbor, the

provision of storage facilities and ballast water treatment by the PT Pelindo

III and strengthening MI and PCSO's role in monitoring environmental

pollution harbor waters.

d. By using the strategy to increase strength and reduce the threat. Based on the

analytical model of dynamic systems, without any treatment, namely the

exchange of ballast water and ballast water treatment poses a threat

lxxv

emanating from heavy metals within a period of 60 months or 5 years, Cu,

Cd, Zn and Pb from commercial ships that enter waters PTES each be

0.0485764 mg / liter; 0.0501348 mg/liter; 0.381311 mg/liter and 0.625277

mg/liter. Increased Cu, Cd, Zn and Pb during the period of 5 years

respectively by 97.54%, 97.53%, 97.54% and 97.54%. If the treatment is not

done abundance of zooplankton and phytoplankton in the ballast water of

commercial ships that come to PTES will increase to -8.99829 individuals /

liter and 6499.68 individuals / liter.

Conclusion

Correlation of phytoplankton and zooplankton in the ballast water of

commercial ships to the waters of phytoplankton and zooplankton PTES worth

being. Correlation of heavy metals in the ballast water of commercial ships to

heavy metals in the waters PTES strongly correlated. On a merchant ship found a

different genus from PTES waters includes Gyrosygma, Diatoma vulgare,

Pinnularia tabellaria, Euglena acus Ehrbg, Spirotaenia condensata, Lyngbya,

Oscillatoria, Gonatozygon, Ankistrodesmus and Tetmemorus laevis. Ballast water

exchange at sea according to the standard D1 is only done by a few respondents

either of the students who had been the practice of sailing and Student Officer.

Merchant ship has documents related to ballast water was discovered very little.

Ballast water exchange at sea by commercial ships only carried by merchant ships

coming into the port of Australia and America. The strategy carried out by the

regulator that the harbor master and Tanjung Emas Port Authority is conducting

an increase strength and reduce the threat. Ballast water management model that

can be done by the Port Authority in this case PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo)

III which provides a ballast water tank of the merchant vessel which further

processing is done by Pelindo III with a capacity of 51 090 m3 per month or 81

744 kL per month.

Recommendation

The results of the analysis of heavy metal content and high plankton in ballast

water of commercial ships that come in PTES showed heavy metals taken from

the waters of the other port may affect PTES waters. Regulators together with

lxxvi

related parties should make efforts to research and supervision of commercial

ships in the country towards compliance with the implementation rules of Ballast

Water Management, research processor ballast water for commercial ships in the

country effectively and in accordance with the conditions of tropical waters, in

cooperation with the Quarantine in oversight ballast water for commercial vessels

The contributions of this research on environmental science (novelty) are the

findings of the organisms contained in ballast water merchant ships of different

waters PTES, found a strategy to face the impact of the disposal of ballast water

commercial ships to peraiaran domestic ports to pair with government policy in

the face of threats to waters coastal areas.