daftar inventarisasi masalah …parlemen.net/wp-content/uploads/2016/03/ky_dim_1205_2004.pdfdaftar...

31
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net www.parlemen.net DAFTAR INVENTARISASI MASALAH PEMERINTAH ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG KOMISI YUDISIAL NO RUU-DPR DIM USUL PERUBAHAN 1. RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR ......TAHUN...... TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Tetap - 2. Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum dan kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945- Saran rumusan, dibahas TIMUS. a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara hukum yang menjamin kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menjalankan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 3. b. bahwa Mahkamah Agung sebagai pelaku kekuasaan kehakiman dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, peradilan agama, dan peradilan militer, memerlukan hakim agung yang harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil, profesional, dan Saran rumusan, dibahas TIMUS. b. bahwa keberadaan Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan kekuasaan kehakiman yang merdeka melalui pencalonan hakim agung yang transparan dan partisipatif serta pengawasan terhadap hakim guna

Upload: phamkhanh

Post on 10-Mar-2019

236 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

DAFTAR INVENTARISASI MASALAH PEMERINTAH

ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG

TENTANG

KOMISI YUDISIAL

NO RUU-DPR DIM USUL PERUBAHAN

1. RANCANGAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR ......TAHUN......

TENTANG KOMISI YUDISIAL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Tetap -

2. Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia

adalah negara yang berdasar atas hukum dan kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945-

Saran rumusan, dibahas TIMUS. a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara hukum yang menjamin kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menjalankan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

3. b. bahwa Mahkamah Agung sebagai pelaku kekuasaan kehakiman dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, peradilan agama, dan peradilan militer, memerlukan hakim agung yang harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil, profesional, dan

Saran rumusan, dibahas TIMUS. b. bahwa keberadaan Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan kekuasaan kehakiman yang merdeka melalui pencalonan hakim agung yang transparan dan partisipatif serta pengawasan terhadap hakim guna

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

NO RUU-DPR DIM USUL PERUBAHAN

berpengalaman di bidang hukum. menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, dan perilaku hakim

4. c. bahwa untuk pencalonan Hakim Agung melalui Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan pengawasan terhadap para hakim dalam pelaksanaan tugasnya, dilaksanakan oleh Komisi Yudisial sebagai satu lembaga yang mandiri sebagaimana yang diamanatkan dalam Pasal 24 B Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

Saran rumusan, dibahas TIMUS. c. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 24 B ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, susunan, kedudukan, dan keanggotaan Komisi Yudisial diatur dengan undang-undang;

5. d. bahwa dalam rangka pelaksanaan tugas Komisi Yudisial tersebut perlu diikutsertakan dan diatur partisipasi masyarakat dengan tetap menjaga kemandirian kekuasaan kehakiman;

− Saran dihapus, dan diganti dari huruf e.

− Saran rumusan, dibahas TIMUS.

d. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk Undang-Undang tentang Komisi Yudisial;

6. e. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu membentuk Undang-Undang. tentang. Komisi Yudisial

Tetap

7. Mengingat:

1. Pasal 20, Pasal 21, Pasal 24, Pasal 24 A, Pasal 24 B, dan Pasal 25 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

Tetap

2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman Sebagaimana Telah Diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik

Saran rumusan, dibahas TIMUS. 2. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 8; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4358);

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

NO RUU-DPR DIM USUL PERUBAHAN

Indonesia Tahun 1999 Nomor 147; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3879);

8. 3. Undang-Undang Nomor 14 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 73; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3316);

Saran rumusan, dibahas TIMUS. 3. Undang-Undang Nomor 14 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Nomor 14 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 9; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4359);

9. Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK

INDONESIA

dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Tetap

10. MEMUTUSKAN: Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG

KOMISI YUDISIAL,

Tetap

11. BAB I KETENTUAN UMUM

Tetap

12. Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

Tetap

13. 1. Komisi Yudisial adalah lembaga negara yang bersifat mandiri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Frasa "yang bersifat mandiri" dihilangkan, karena bersifat substansi.

1. Komisi Yudisial adalah lembaga negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

NO RUU-DPR DIM USUL PERUBAHAN

14. 2. Mahkamah Agung adalah pelaku kekuasaan kehakiman sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Tetap

15. 3. Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia yang selanjutnya disebut DPR adalah Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Kata "Republik Indonesia" dihilangkan. 3. Dewan Perwakilan Rakyat yang selanjutnya disebut DPR adalah Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

16. 4. Hakim Agung adalah Hakim Anggota pada Mahkamah Agung.

Tetap

17. 5. Hakim adalah hakim pada semua badan peradilan di lingkungan peradilan.

Berdasarkan angka 5 ini, pemerintah berpendapat bahwa pengertian Hakim adalah termasuk Hakim Agung. Oleh karena itu pemerintah menyarankan perubahan rumusan angka 5.

5. Hakim adalah Hakim Agung dan hakim pada semua badan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung yang meliputi peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer, dan peradilan tata usaha negara serta pengadilan khusus yang berada dalam lingkungan peradilan tersebut.

18. 6. Lingkungan Peradilan adalah badan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung yang meliputi peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer, dan peradilan tata usaha negara, serta pengadilan-pengadilan khusus yang berada dalam salah satu lingkungan peradilan tersebut.

Dihapus, sudah dimasukkan dalam angka 5.

19. 7. Hari adalah hari kerja. Substansi tetap dan menjadi angka 6

20. BAB II KEDUDUKAN DAN TEMPAT KEDUDUKAN

− Untuk kejelasan sistematika, beberapa materi RUU disarankan disatukan dalam bab ini sehingga judulnya diubah.

BAB II KEDUDUKAN DAN SUSUNAN

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

NO RUU-DPR DIM USUL PERUBAHAN

Beberapa materi tersebut yakni :

− Pasal 15, 16,17, dan Pasal 18 RUU (menjadi Bagian Kedua tentang Susunan);

− Pasal 29, 30, 31, dan 32 RUU (menjadi Bagian ketiga tentang Hak Keprotokolan, Keuangan dan Tindakan Kepolisian);

− Pasal 35 dan 36 RUU (menjadi Bagian Keempat tentang Sekretariat 3enderal).

Bagian Kesatu

Kedudukan Bagian Kedua

Susunan

Bagian Ketiga Hak Keprotokolan, Keuangan, dan

Tindakan Kepolisian

Bagian Keempat Sekretariat Jenderal

21. Pasal 2 Komisi Yudisial merupakan lembaga negara yang bersifat mandiri dan dalam pelaksanaan wewenangnya bebas dari campur tangan atau pengaruh kekuasaan lainnya.

− Saran penambahan "Bagian Kesatu" “Kedudukan".

− Saran perubahan rumusan Pasal 2.

Bagian Kesatu Kedudukan

Pasal 2 Komisi Yudisial merupakan lembaga negara bersifat mandiri yang dalam melaksanakan wewenangnya bebas dari campur tangan atau pengaruh kekuasaan lainnya.

22. Pasal 3 (1). Komisi Yudisial berkedudukan di. Ibukota

Negara Republik Indonesia dan wilayah kerjanya meliputi seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Wilayah kerja KY tentunya meliputi seluruh wilayah NKRI, karena itu tidak perlu ditegaskan lagi.

Pasal 3 (1). Komisi Yudisial berkedudukan di

Ibukota Negara Republik Indonesia.

23. (2). Apabila dipandang perlu, Komisi Yudisial dapat membentuk Perwakilan Komisi Yudisial di daerah yang wilayah kerjanya meliputi satu atau lebih daerah provinsi.

Wilayah kerja perwakilan KY di daerah sebaiknya diatur dalam keputusan pembentukannya sehingga mudah disesuaikan dengan kebutuhan riil yang dihadapi.

(2). Apabila dipandang perlu Komisi Yudisial dapat membentuk Perwakilan Komisi Yudisial di daerah.

24. − Berasal dari Pasal 15 RUU (lihat DIM No.97).

− Sekretariat Jenderal menurut Pemerintah tidak termasuk Susunan KY, karena itu

Bagian Kedua

Susunan Pasal 4

Komisi Yudisial terdiri atas Pimpinan dan

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

NO RUU-DPR DIM USUL PERUBAHAN

disarankan dikeluarkan.

− Saran, frasa "terdiri dari" diganti "terdiri atas".

Anggota.

25. − Berasal dari Pasal 16 RUU

− Substansi Tetap

Pasal 5 Pimpinan Komisi Yudisial terdiri atas seorang Ketua dan seorang Wakil Ketua yang merangkap Anggota.

26. − Berasal dari Pasal 17 RUU. Rumusan dipecah menjadi dua ayat.

− Perlu dipertimbangkan apakah jumlah 7 (tujuh) orang anggota sudah mencukupi.

− Disarankan penambahan ayat (3) yang mengatur mengenai komposisi keanggotaan KY, untuk menghindari kemungkinan tidak mewakili kepentingan yang beragam.

Pasal 6 (1). Komisi Yudisial mempunyai 7 (tujuh)

orang Anggota. (2). Anggota Komisi Yudisial adalah

pejabat negara.

(3). Keanggotaan Komisi Yudisial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas mantan Hakim, praktisi dan akademisi hukum serta anggota masyarakat,

27. − Berasal dari Pasal 18 ayat (1) dan ayat (2) RUU. Rumusan ayat (2) ditambah frasa "ketentuan mengenai .

− Substansi tetap.

Pasal 7 (1). Pimpinan Komisi Yudisial dipilih dan

oleh Anggota Komisi Yudisial. (2). Ketentuan mengenai tata cara

pemilihan Pimpinan Komisi Yudisial diatur oleh Komisi Yudisial.

28. − Berasal dari Pasal 29 dan Pasal 30 RUU karena masih berkaitan dengan kedudukan KY sebagai lembaga negara maka disatukan dalam bab ini.

− Rumusan disederhanakan, dengan tetap mempertahankan substansi.

Bagian Ketiga Hak Protokoler, Keuangan, dan Tindakan

Kepolisian

Pasal 8 Kedudukan protokoler dan hak keuangan Wakil Ketua, dan Anggota Komisi Yudisial berlaku ketentuan peraturan perundang-

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

NO RUU-DPR DIM USUL PERUBAHAN

undangan bagi pejabat negara.

29. − Berasal dari Pasal 31 RUU. Rumusan disederhanakan.

− Substansi pokok tetap dipertahankan.

Pasal 9

Anggaran Komisi Yudisial dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

30. − Berasal dari Pasal 32 ayat (1) RUU.

− Substansi tetap.

Pasal 10 (1). Ketua, Wakil Ketua, Anggota Komisi

Yudisial dapat ditangkap atau ditahan hanya atas perintah jaksa Agung setelah mendapat persetujuan Presiden kecuali dalam hal

31. Berasal dari . Pasal 32 ayat (1) huruf a RUU. Substansi tetap.

a. tertangkap tangan melakukan tindak pidana kejahatan; atau

32. Berasal dari Pasal 32 ayat (1) huruf b RUU. Substansi tetap.

b. berdasarkan bukti permulaan yang cukup disangka telah melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana mati, atau tindak pidana kejahatan terhadap keamanan negara.

33. − Berasal dari Pasal 32 ayat (2) RUU. Konsisten penggunaan frasa "dalam waktu paling lama".

− Substansi tetap.

(2). Pelaksanaan penangkapan atau penahanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam waktu paling lama 2 (dua) kali 24 (dua puluh empat) jam harus dilaporkan kepada Jaksa Agung.

34. − Berasal dari Pasal 35 ayat (1) RUU.

− Substansi tetap.

Bagian Keempat

Sekretariat Jenderal Pasal 11

(1). Komisi Yudisial dibantu oleh sebuah Sekretariat Jenderal yang dipimpin

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

NO RUU-DPR DIM USUL PERUBAHAN

oleh seorang Sekretaris Jenderal.

35. − Berasal dari Pasal 35 ayat (2) RUU.

− Rumusan diperbaiki, substansi tetap.

(2). Sekretaris Jenderal dijabat oleh pejabat Pegawai Negeri Sipil.

36. − Berasal dari Pasal 36 ayat (1) RUU.

− Rumusan disederhanakan, substansi tetap.

Pasal 12 (1). Sekretariat Jenderal mempunyai

tugas memberikan dukungan teknis administratif kepada Komisi Yudisial,

37. − Berasal dari Pasal 36 ayat (2) RUU.

− Rumusan disempurnakan, substansi tetap.

(2). Ketentuan mengenai tugas serta tanggung jawab, susunan organisasi, dan tata kerja Sekretariat Jenderal ditetapkan dengan Keputusan Presiden.

38. BAB III WEWENANG DAN TUGAS

Bagian pertama Wewenang

Tetap BAB III WEWENANG DAN TUGAS

Bagian Kesatu Wewenang

39. Pasal 4 Komisi Yudisial mempunyai wewenang:

Tetap Penyesuaian nomor pasal dibahas TIMSIN.

Pasal 13 Komisi Yudisial mempunyai wewenang:

40. a. mengusulkan pengangkatan Hakim Agung kepada DPR; dan

Tetap

41. b. menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim.

− Pasal 24B UUD 1945 menentukan bahwa KY berwenang mengusulkan pengangkatan Hakim Agung dan mempunyai "kewenangan lain" dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat serta perilaku hakim.

− Berdasarkan pasal tersebut, pemerintah berpendapat bahwa yang perlu dinormakan adalah "kewenangan lain", dan dengan

b. melakukan pengawasan terhadap perilaku Hakim dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan dan keluruhan martabat Hakim dan peradilan.

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

NO RUU-DPR DIM USUL PERUBAHAN

mengingat tujuan yang hendak dicapai maka kewenangan dimaksud adalah melakukan pengawasan.

42. Bagian Kedua Tugas

Tetap Bagian Kedua Tugas

43. Pasal 5

(1). Dalam melaksanakan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a, Komisi Yudisial mempunyai tugas:

− Substansi tetap.

− Kata "bakal" dihapus.

Pasal 14

(1). Dalam melaksanakan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a, Komisi Yudisial mempunyai tugas

44. a. melakukan pendaftaran bakal calon Hakim Agung;

− Substansi tetap.

− Kata "bakal" dihapus.

a. melakukan pendaftaran calon Hakim Agung;

45. b. melakukan seleksi terhadap bakal calon Hakim Agung;

− Substansi tetap.

− Kata "bakal" dihapus.

− Disarankan penjelasan disesuikan dengan perkembangan terakhir dengan beralihnya fungsi KPKPN ke KPK.

b. melakukan seleksi terhadap calon Hakim Agung;

46. c. menetapkan calon Hakim Agung; dan Tetap

47. d. mengajukan calon Hakim Agung ke DPR.

Tetap

48. (2). Pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak diterima pemberitahuan dari Mahkamah Agung adanya lowongan Hakim Agung.

− Disarankan perubahan rumusan.

− Apakah waktu 3 bulan sudah dianggap cukup. Atau apabila hendak dipertahankan, apakah dapat diperpanjang.

(2). Pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan, sejak Komisi Yudisial menerima pemberitahuan dari Mahkamah Agung mengenai lowongan Hakim Agung.

49. Dalam keadaan tertentu, lowongan Hakim sudah dapat diketahui waktunya, seperti

(3). Dalam hal lowongan Hakim Agung disebabkan masa jabatan berakhir,

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

NO RUU-DPR DIM USUL PERUBAHAN

memasuki usia pensiun. Untuk mencegah/mengurangi kekosongan hakim yang lama, perlu dipertimbangkan, perlunya ketentuan yang mewajibkan MA untuk memberitahukan kepada KY mengenai Hakim Agung yang akan memasuki usia pensiun.

Mahkamah Agung menyampaikan kepada Komisi Yudisial daftar nama Hakim Agung yang bersangkutan, dalam jangka waktu paling lambat 6 (enam) bulan sebelum berakhirnya jabatan tersebut

50. Pasal 6 (1). Komisi Yudisial melakukan pendaftaran

bakal calon Hakim Agung dengan meminta pengajuan nama bakal calon dari Mahkamah Agung, Pemerintah, dan mengundang partisipasi masyarakat

− Penyesuaian nomor pasal dibahas TIMSIN.

− Saran perubahan rumusan.

− Dalam rangka pendaftaran, perlu ditegaskan perlunya dilakukan pengumuman penerimaan calon Hakim Agung.

− Pengumuman tersebut harus jelas kapan dilakukan dan berapa lama.

− Karena sudah diumumkan, KY tidak perlu "meminta" dan "mengundang" siapa-siapa. Namun perlu ditegaskan, bahwa MA, Pemerintah, masyarakat dapat mengajukan calon. Perlu dijelaskan masyarakat dapat mencalonkan dirinya sendiri atau orang lain.

− Kata "bakal" dihapus.

Pasal 15 (1). Dalam jangka waktu paling lama ...

(...) hari sejak menerima pemberitahuan mengenai lowongan Hakim Agung, Komisi Yudisial mengumumkan pendaftaran penerimaan calon Hakim Agung selama ....(...) hari berturut -turut,

(2). Mahkamah Agung, Pemerintah, dan masyarakat dapat mengajukan calon Hakim Agung.

51. (2). Pengajuan bakal calon Hakim Agung kepada Komisi Yudisial harus memperhatikan persyaratan calon Hakim Agung sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Untuk kepentingan kejelasan, disarankan ketentuan ini disatukan/didekatkan dengan persyaratan administratif (Pasal 7 ayat (2) RUU (Lihat DIM No.53 & 54)

52. (3). Pengajuan bakal calon Hakim Agung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu 15 (lima belas) hari sejak diumumkan oleh Komisi Yudisial.

Penyempurnaan rumusan, dan kata "bakal" dihapus.

(3). pengajuan calon Hakim Agung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dalam jangka waktu lama 15 (lima belas) hari, sejak pengumuman pendaftaran penerimaan calon sebagaimana

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

NO RUU-DPR DIM USUL PERUBAHAN

dimaksud Pada ayat (1).

53 Pasal 7

(1). Komisi Yudisial mengumumkan bakal calon Hakim Agung yang terdaftar dan dalam hal diperlukan meminta bakal talon melengkapi persyaratan administrasi dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja.

− Disarankan dihapus.

− Dengan "meminta talon untuk melengkapi persyaratan administrasi , berarti bahwa calon yang belum memenuhi persyaratan administrasi juga diumumkan.

− Mengumumkan calon "yang belum tentu" memenuhi persyaratan administrasi, menurut pemerintah tidak efisien. Karena itu, pengumuman sebaiknya dilakukan hanya setelah calon memenuhi persyaratan administratif (lihat Pasal 8 ayat (3)).

− Melengkapi kekurangan persyaratan, menurut pemerintah selalu dapat dilakukan sepanjang masih dalam jangka waktu pendaftaran.

− Disarankan ayat (1) diganti dengan ketentuan ayat (2) Pasal 6 (Lihat DIM No.51).

− Penyesuaian nomor nasal dibahas TIMSIN.

Pasal 16

(1). Pengajuan calon Hakim Agung kepada Komisi Yudisial harus memperhatikan persyaratan untuk dapat diangkat sebagai Hakim Agung sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.

54. (2). Persyaratan administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi persyaratan yang diatur dalam perundang-undangan dan persyaratan administrasi tambahan berupa:

Usul perubahan perumusan, konsekuensi usul perubahan ayat (1)

(2). Selain persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pengajuan calon Hakim Agung harus memenuhi persyaratan administrasi berupa:

55. a. riwayat hidup, termasuk riwayat pekerjaan, pendidikan dan pengalaman organisasi;

Usul perubahan perumusan. a. daftar riwayat hidup, termasuk riwayat pekerjaan;

56. b. seluruh copy putusan bakal calon Hakim Agung yang berasal dari hakim setidaknya dalam 2 (dua) tahun terakhir;

Usul perubahan perumusan. b. kopi putusan yang dijatuhkan dalam 2 (dua) tahun terakhir, bagi calon berasal yang dari Hakim;

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

NO RUU-DPR DIM USUL PERUBAHAN

57. c. seluruh pembelaan, tuntutan atau karya ilmiah atau hasil kerja intelektual lain yang dibuat bakal calon Hakim Agung selama 2 (dua) tahun terakhir, yaitu bagi bakal calon Hakim Agung yang berasal dari advokat, jaksa, dan akademisi atau profesi di bidang hukum lainnya;

− Usul perubahan perumusan, dengan memecah jadi dua butir.

− Dalam penjelasan pasal, dijelaskan bahwa yang dimaksud keluarganya adalah keluarga batih calon Hakim Agung.

c. Kopi pembelaan atau tuntutan yang dibuat dalam 2 (dua) tahun terakhir, bagi calon yang berasal dari advokat atau jaksa; atau

d. karya ilmiah yang dibuat dalam 2 (dua) tahun terakhir, bagi calon yang berasal dari kalangan akademisi; dan

58. d. daftar seluruh harta kekayaan bakal calon Hakim Agung dan keluarga inti serta penjelasan mengenai sumber pemasukan bakal calon dan keluarga intinya;

Usul perubahan perumusan. e. daftar harta kekayaan serta sumber penghasilan dari calon dan keluarganya.

59. e. Nomor Pokok Wajib Pajak; dan Tetap

60. f. hal-hal lain yang dianggap perlu selama tidak bertentangan dengan undang-undang.

Ketentuan ini perlu dipertimbangkan kembali karena pemberian yang kewenangan bersifat terbuka mempunyai potensi menimbulkan perbedaan penafsiran antara KY dan masyarakat

61. Pasal 8

(1). Komisi Yudisial melakukan seleksi terhadap persyaratan administrasi bakal calon Hakim Agung.

− Perlu ketegasan, kapan seleksi ini harus mulai dilakukan.

− Penyesuaian nomor pasal dibahas TIMSIN.

Pasal 17

(1). Dalam jangka waktu paling lama ... (...) hari sejak berakhirnya masa pengajuan calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3), Komisi Yudisial melakukan seleksi persyaratan administrasi calon Hakim Agung.

62. (2). Seleksi terhadap persyaratan administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari.

Tetap

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

NO RUU-DPR DIM USUL PERUBAHAN

63. (3). Komisi Yudisial mengumumkan daftar nama bakal calon Hakim Agung yang telah memenuhi persyaratan administrasi.

Tetap

64. (4). Komisi Yudisial mengundang partisipasi masyarakat untuk memberikan informasi atau pendapat berkenaan dengan bakal calon Hakim Agung yang telah diumumkan.

− Karena sudah diumumkan, KY tidak perlu "mengundang" siapapun.

− Untuk mendorong masyarakat menyampaikan informasi/pendapat, dalam penjelasan dikemukakan bahwa kerahasiaan atas identitas pemberi informasi tersebut dijamin sepanjang bersifat obyektif.

(4). Masyarakat berhak memberikan informasi atau pendapat terhadap calon Hakim Agung yang telah diumumkan.

65. (5). Komisi Yudisial dapat melakukan klarifikasi terhadap persyaratan administrasi berdasarkan masukan dari masyarakat.

Disarankan diubah. (5). Komisi Yudisial melakukan penelitian atas kebenaran informasi atau pendapat sebagaimana masyarakat dimaksud pada ayat (4)

66. Pasal 9 (1). Komisi Yudisial menyelenggarakan seleksi

terhadap kwalitas bakal calon Hakim Agung yang telah memenuhi persyaratan administrasi berdasarkan standar yang telah ditetapkan.

− Penyesuaian nomor pasal dibahas TIMSIN.

− Kata "bakal" dihapuskan dan ditambah "kepribadian" untuk mengetahui integritas calon

Pasal 18 (1). Komisi Yudisial menyelenggarakan

seleksi terhadap kualitas dan kepribadian calon Hakim Agung yang telah memenuhi persyaratan administrasi berdasarkan standar yang telah ditetapkan

67. (2). Komisi Yudisial meminta bakal calon Hakim Agung untuk menyusun karya tulis ilmiah dengan topik yang telah ditentukan dan diserahkan dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari sebelum seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan.

Kata "diserahkan" tidak memberi kepastian kapan karya ilmiah diterima KY, karena itu diganti "diterima". Ketentuan ini, untuk kejelasan dipecah jadi dua ayat.

(2). Komisi Yudisial mewajibkan calon Hakim Agung menyusun karya ilmiah dengan topik yang telah ditentukan.

(3). Karya ilmiah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus diterima Komisi Yudisial, dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari sebelum seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan.

68. (3). Seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat Tetap -

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

NO RUU-DPR DIM USUL PERUBAHAN

(1) dilaksanakan secara terbuka dalam jangka waktu paling lama 10 sepuluh hari

69. (4). Komisi Yudisial menetapkan dan mengajukan nama calon Hakim Agung kepada DPR yang jumlahnya masing-masing 3 (tiga) orang untuk setiap lowongan jabatan Hakim Agung dengan mengirim tindasannya kepada Presiden.

Usul perubahan rumusan dibahas TIMUS. (5). Komisi Yudisial menetapkan dan mengajukan nama calon Hakim Agung kepada DPR, kepada masing-masing 3 (tiga) orang untuk setiap lowongan jabatan Hakim Agung, dengan tembusan disampaikan kepada Presiden.

70. Pasal 10 (1). DPR telah menetapkan calon Hakim Agung

untuk diajukan kepada Presiden dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari sejak diterima nama calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat 3 .

− Perlu dipertimbangkan kembali mengenai waktu 60 hari apakah tidak terlalu panjang.

− Perlu dipertimbangkan bahwa pengajuan calon Hakim Agung ke Presiden, dua calon untuk setiap lowongan Hakim Agung.

Pasal 19

71. (2). Presiden telah menerbitkan surat keputusan pengangkatan dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari sejak diterima penetapan DPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

− perlu dipertimbangkan kembali jangka waktu 7 (tujuh) hari, apakah tidak terlalu pendek.

(2). Keputusan Presiden mengenai pengangkatan Hakim Agung ditetapkan dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari sejak Presiden menerima nama calon yang diajukan DPR.

72. (3). Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampaui tanpa ada penetapan, Presiden menerbitkan surat keputusan pengangkatan dengan memilih dari calon yang diajukan Komisi Yudisial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4).

Substansi tetap.

Usul perubahan rumusan dibahas TIMUS.

(3). Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampaui tanpa ada penetapan, Presiden berwenang mengangkat Hakim Agung dari calon yang diajukan Komisi Yudisial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (5).

73. Pasal 11 Usul perubahan rumusan. Pasal 20

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

NO RUU-DPR DIM USUL PERUBAHAN

Dalam melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b, Komisi Yudisial mempunyai tugas:

(1). Untuk kepentingan pelaksanaan kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf b, Komisi Yudisial bertugas:

74. a. menyusun kode etik yang berisi aturan perilaku hakim;

− Perlu dicari padanan dalam bahasa Indonesia atas istilah code of conduct.

− Perlu perlibatan MA dalam penyusunan CoC.

a. menyusun kode etik perilaku hakim (code of conduct), dengan memperhatikan pendapat Mahkamah Agung; dan

75. b. melakukan pengawasan terhadap perilaku hakim di semua badan peradilan di lingkungan peradilan; dan

Ketentuan ini menurut Pemerintah bukan tugas, tetapi kewenangan KY, karena itu dipindah dalam Bagian Kewenangan

-

76. c. memberikan rekomendasi penjatuhan sanksi beserta alasannya kepada Pimpinan Mahkamah Agung dan DPR.

− Disarankan perubahan. Alasan dan kepada siapa usul penjatuhan sanksi disampaikan sudah diatur dalam Pasal 14.

− Jenis sanksi yang dapat dijatuhkan pada Hakim bermacam-macam (lihat Pasal 14 ayat (1)). Untuk memberi bobot terhadap keberadaan dan kewenangan KY dalam melakukan pengawasan, perlu dipertimbangkan apakah untuk jenis sanksi tertentu (misalnya teguran lisan) dapat dijatuhkan oleh KY.

− Selain sanksi, perlu dipertimbangkan pemberian tugas kepada KY untuk dapat mengajukan usul pemberian "reward" kepada Hakim serta hal lain yang berkaitan dengan itu, seperti tugas memberi masukan kepada MA dan lembaga lainnya dalam rangka menjaga martabat Hakim dan lembaga peradilan.

b. mengajukan usul penjatuhan sanksi terhadap Hakim.

77. Pasal 12 − Apakah jangka waktu 1 (satu) tahun tidak (2). Penyusunan kode etik sebagaimana

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

NO RUU-DPR DIM USUL PERUBAHAN

Penyusunan code etik sebagaimana dimaksud dalam pasal 11 huruf a, dilaksanakan dalam jangka waktu paling lama 1(satu) tahun setelah terbentuknya Komisi Yudisial.

terlalu lama.

− Pemerintah mengusulkan penyusunan kode etik dilakukan dalam waktu secepatnya.

dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan selambat -lambatnya dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak terbentuknya Komisi Yudisial.

78. Pasal 13

(1). Dalam melaksanakan tugas pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf b, Komisi Yudisial melakukan kegiatan:

Menurut Pemerintah ketentuan ini merupakan turunan dari kewenangan pengawasan. Karena itu rumusannya diubah.

Pasal 21

(1). Berdasarkan kewenangan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b Komisi Yudisial mempunyai tugas:

79. a. menerima laporan masyarakat atau lembaga tertentu berkaitan dengan perilaku hakim, melakukan kunjungan ke pengadilan, dan meminta laporan berkala dari semua lingkungan peradilan-

− Rumusan diperjelas, dengan membuat rincian.

− Untuk mendorong masyarakat menyampaikan laporan dalam penjelasan dikemukakan bahwa kerahasiaan atas identitas pemberi informasi tersebut dijamin sepanjang bersifat obyektif.

− Apa perlu ditegaskan bahwa KY bertugas melakukan kunjungan. Pemerintah menganggap sudah dicukupkan dengan ketentuan huruf b (usul pemerintah huruf

a. Menerima laporan masyarakat tentang perilaku Hakim;

b. meminta laporan secara berkala kepada badan peradilan berkaitan dengan perilaku Hakim;

80. b. Melakukan pemeriksaan terhadap informasi. atau data berkenaan dengan adanya dugaan pelanggaran kode etik oleh Hakim;

Usul penyempurnaan rumusan. c. melakukan pemeriksaan terhadap dugaan pelanggaran kode etik perilaku Hakim;dan

81. c. melakukan klarifikasi atau meminta keterangan dari hakim yang diduga melanggar kode etik; dan

Usul penyempurnaan rumusan. d. memanggil dan meminta keterangan dari Hakim yang diduga melanggar kode etik perilaku Hakim; dan

82. d. membuat laporan hasil pemeriksaan yang berupa rekomendasi dan disampaikan kepada Mahkamah Agung,

Pembuatan laporan adalah dalam rangka pengajuan usul penjatuhan sanksi (rekomendasi), karena itu tempatnya diusulkan

e. membuat laporan hasil pemeriksaan yang berupa rekomendasi dan disampaikan

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

NO RUU-DPR DIM USUL PERUBAHAN

serta tindakannya disampaikan kepada presiden dan DPR.

disatukan dengan Pasal 22 (usul Pemerintah). kepada Mahkamah Agung, serta tindasannya disampaikan kepada Presiden dan DPR.

83. (2). Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh mengurangi kebebasan hakim dalam memutus perkara.

Usul penyempurnaan rumusan. (2). Pelaksanaan kewewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh mengurangi kebebasan Hakim dalam memeriksa dan memutus perkara.

84. Usul penambahan dua ayat baru, ayat (3) dan ayat (4).

(3). Badan peradilan dan Hakim wajib memberikan keterangan atau data yang diminta Komisi Yudisial dalam rangka pengawasan terhadap perilaku Hakim.

(4). Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh Komisi Yudisial.

85. Pasal 14 (1). Rekomendasi sanksi sebagaimana

dimaksud dalam pasal 11 huruf c, adalah sanksi administratif berupa:

Usul perubahan rumusan. Pasal 22 (1). Sesuai dengan tingkat pelanggaran

yang dilakukan, usul penjatuhan sanksi terhadap hakim sebagaimana dimaksud dalam pasal 20 huruf b, dapat berupa:

86. a. teguran tertulis; Apakah sanksi teguran yang dijatuhkan kepada Hakim dapat diakses oleh masyarakat.

87. b. pemberhentian sementara; atau Tetap

88. c. pemberhentian. Tetap Usul penambahan ayat (2).

(2). Dalam melakukan pemeriksaan terhadap dugaan pelanggaran kode etik perilaku hakim, Hakim yang bersangkutan harus diberi kesempatan secukupnya untuk

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

NO RUU-DPR DIM USUL PERUBAHAN

membela diri

89. (2). Pimpinan Mahkamah Agung memberikan sanksi administratif dengan mempertimbangkan rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Usul perubahan. (3). Usul penjatuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b beserta alasannya, disampaikan oleh Komisi Yudisial kepada Pimpinan Mahkamah Agung.

(4). Dalam mempertimbangkan penjatuhan sanksi, Pimpinan Mahkamah Agung harus memperhatikan pendapat Komisi Yudisial.

90. (3). Pemberhentian hakim oleh Mahkamah Agung ditindaklanjuti oleh Presiden dengan menerbitkan surat keputusan pemberhentian dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari sejak surat Mahkamah Agung diterima.

− Pengangkatan dan pemberhentian Hakim, termasuk Hakim Agung dilakukan oleh Presiden, karena itu substansi ketentuan ini disarankan diubah.

− disarankan penerbitan keppres dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari.

(5). Dalam hal Mahkamah Agung berpendapat cukup alasan untuk memberhentikan Hakim dari jabatannya, usul pemberhentian diajukan kepada Presiden.

(6). Keputusan Presiden mengenai pemberhentian Hakim, ditetapkan dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari sejak Presiden menerima usul Mahkamah Agung.

91. − Untuk kejelasan sistematika, materi bab tata cara pengambilan keputusan dimasukkan dalam bagian ini.

Bagian Ketiga

Tata Cara Pengambilan Keputusan

92. − Berasal dari Pasal 33 ayat (1) RUU. Usul perubahan rumusan.

− Penyesuaian nomor pasar dibahas TIMSIN.

Pasal 23 (1). Pengambilan keputusan Komisi

Yudisial dilakukan secara musyawarah untuk mencapai mufakat.

93. Berasal dari Pasal 33 ayat (2) RUU. Rumusan diperbaiki.

(2). Apabila pengambilan keputusan secara musyawarah tidak tercapai

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

NO RUU-DPR DIM USUL PERUBAHAN

pengambilan dilakukan dengan suara terbanyak.

94. Berasal dari Pasal 33 ayat (2) RUU. Rumusan disederhanakan.

(3). Keputusan adalah sah apabila dihadiri oleh sekurang-kurangnya dengan 5 (lima) orang Anggota Komisi Yudisial, kecuali keputusan mengenai pengusulan calon Hakim Agung ke DPR dan pengusulan pemberhentian Hakim Agung.

95. BAB IV SUSUNAN DAN KEANGGOTAAN

Dihapus, dimasukkan dalam Bab II Bagian Kedua.

96. Bagian Pertama Susunan

Diusulkan menjadi BAB II Bagian Kedua Dihapus menjadi BAB II Bagian Kedua

97. Pasal 15

Komisi Yudisial terdiri dari Pimpinan, Anggota, dan Sekretariat Jenderal.

− Sekretariat Jenderal menurut Pemerintah tidak termasuk Susunan KY, karena itu disarankan dikeluarkan.

− Saran, frasa "terdiri dari" diganti "terdiri atas".

− Disarankan menjadi Bagian Kedua Bab II (lihat DIM No.24)

98. Pasal 16 Pimpinan Komisi Yudisial terdiri atas seorang Ketua dan seorang Wakil Ketua yang merangkap sebagai anggota.

− Saran, kata "sebagai" dihapus, dibahas TIMUS.

Dihapus, dimasukkan dalam Bab II Bagian Kedua.

99. Pasal 17 Komisi Yudisial terdiri dari 7 (tujuh) orang anggota yang merupakan pejabat negara.

Diusulkan dipecah menjadi dua ayat, dibahas TIMUS.

Dihapus, dimasukkan dalam Bab II Bagian Kedua.

100. Pasal 18 (1). Pimpinan Komisi Yudisial dipilih dari dan

Usul perbaikan rumusan ayat (2), dibahas TIMUS.

Dihapus, dimasukkan dalam Bab II Bagian Kedua.

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

NO RUU-DPR DIM USUL PERUBAHAN

oleh Anggota Komisi Yudisial.

(2). Tata cara pemilihan Pimpinan Komisi Yudisial diatur oleh Komisi Yudisial.

101. (3). Presiden telah menerbitkan pengangkatannya dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari sejak surat pengajuan Pimpinan Komisi Yudisial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima.

Diusulkan dihapus, sudah dicukupkan diatur dalam Bagian Pengangkatan (Pasal 20 ayat (2)/DIM No. 111).

102. Bagian Kedua Keanggotaan

Usul perubahan Bab dan Judul. BAB IV PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN

Bagian Pertama

Pengangkatan

103. Pasal 19 Untuk dapat diangkat menjadi anggota Komisi Yudisial harus memenuhi syarat sebagai berikut :

− Saran, kata "sebagai berikut" dihapus, dibahas Timus.

Pasal24 Untuk dapat diangkat menjadi Anggota Komisi Yudisial harus memenuhi syarat:

104. a. Warga Negara Indonesia berumur serendah-rendahnya 40 (empat puluh) tahun dan setinggi-tingginya 68 (enam puluh delapan) tahun pada saat proses pemilihan

− Usul, rumusan lebih dirinci.

− Kalau masih perlu diatur, dipertimbangkan kembali umur maksimum.

a. warga negara Indonesia;

b. bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa;

c. berusia serendah-rendahnya 40 (empat puluh) tahun dan setinggi-tingginya .... (...) tahun pada saat proses pemilihan;

105. b. mempunyai pengetahuan dan pengalaman di bidang hukum sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) tahun serta memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela;

Usul, rumusan lebih dirinci. e. mempunyai pengalaman di bidang hukum sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) tahun;

f. memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela;

106. c. bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; Dipindah huruf b. Menjadi huruf b

107. d. sehat jasmani dan rohani; Tetap

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

NO RUU-DPR DIM USUL PERUBAHAN

108. e. tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana kejahatan; dan

Usul perubahan rumusan. h. Tidak pernah dijatuhi pidana karena melakukan tindak pidana kejahatan; dan

109. f. melaporkan daftar kekayaan. Pemerintah minta penjelasan, bagaimana teknis pelaksanaan ketentuan ini, jika calon bukan pejabat yang diwajibkan melaporkan kekayaan.

110. Pasal 20

(1). Anggota Komisi Yudisial diangkat oleh Presiden dari nama calon yang diajukan oleh DPR.

Pasal 24B ayat (3) UUD 1945 menentukan bahwa anggota KY diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan DPR.

Pasal 25

(1). Anggota Komisi Yudisial diangkat oleh Presiden dengan persetujuan DPR.

111. (2). Dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari setelah diterima pengajuan nama calon sebagaimana dimaksud pada ayat (1),Presiden menerbitkan surat pengangkatannya.

− Perlu dipertimbangkan kembali jangka waktu 7 (tujuh) hari penerbitan Keppres,

− Perlu dipertimbangkan bahwa pengajuan anggota KY kepada Presiden dua kali dari jumlah anggota yang ditetapkan.

(2). Persetujuan DPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan kepada Presiden dalam jangka waktu paling lambat .... hari sejak menerima . pencalonan anggota Komisi Yudisial yang diajukan Presiden.

(3). Presiden menetapkan keputusan mengenai pengangkatan anggota Komisi Yudisial, dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) had sejak menerima persetujuan DPR sebagaimana dimaksud'ada ayat 2 .

112. (3). Calon anggota Komisi Yudisial dipilih oleh DPR dengan mengikut sertakan peran serta masyarakat.

− Disarankan dihapus.

− Sesuai dengan ketentuan Pasal 24B ayat (3), DPR berwenang "memberi persetujuan" atas nama calon anggota KY yang diajukan Presiden. Dengan demikian, pemilihan yang dilakukan DPR, menurut pemerintah, adalah dalam rangka memberi persetujuan/tidak setuju terhadap nama yang diajukan oleh Presiden.

− Berdasarkan hal di atas, yang melakukan

Pasal 26 (1). Sebelum mengajukan calon anggota

Komisi Yudisial kepada DPR, Presiden membentuk Panitia Seleksi Pemilihan Anggota Komisi Yudisial.

(2). Panitia 5eleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas unsur pemerintah, praktisi dan akademisi hukum, dan anggota masyarakat.

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

NO RUU-DPR DIM USUL PERUBAHAN

pemilihan anggota KY adalah Presiden untuk kemudian diajukan kepada DPR untuk mendapatkan persetujuan.

− Untuk membantu tugas Presiden dalam melakukan pemilihan, disarankan pembentukan Panitia Seleksi oleh Presiden.

(3). Panitia Seleksi mempunyai tugas:

a. Mengumumkan pendaftaran penerimaan calon anggota Komisi Yudisial;

b. melakukan seleksi administrasi dan seleksi kualitas dan integritas calon anggota Komisi Yudisial;

c. menyampaikan calon anggota Komisi Yudisial sebanyak-banyaknya 14 (empat calon), dengan memperhatikan komposisi anggota Komisi Yudisial sebagaimana dimaksud dalam Pasal .... ayat (3).

(4). Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat(2) Panitia Seleksi bekerja secara transparan dengan mengikutsertakan partisipasi masyarakat.

(5). Dalam waktu paling lambat .... (..) hari sejak menerima nama calon dari Panitia Seleksi, Presiden mengajukan nama calon anggota Komisi Yudisial kepada DPR.

113. Pasal 21 Anggota Komisi Yudisial memegang jabatan selama masa 5 (lima) tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali untuk satu masa jabatan.

Usul penyempurnaan penulisan, dibahas TIMUS.

Pasal 27 Anggota Komisi Yudisial memegang jabatan selama masa 5 (lima) tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali untuk 1 (satu) satu kali masa jabatan.

114. Pasal 22

(1). Sebelum memangku jabatannya Ketua, Wakil Ketua, Anggota Komisi Yudisial wajib

Diusulkan penambahan kata "janji" setelah kata "sumpah ",

Pasal 28

(1). Sebelum memangku jabatannya Ketua, wakil Ketua, Anggota Komisi

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

NO RUU-DPR DIM USUL PERUBAHAN

mengucapkan sumpah menurut agamanya yang berbunyi sebagai berikut :

yudisial wajib mengucapkan sumpah atau janji menurut agamanya yang berbunyi sebagai berikut :

115. "Saya bersumpah/berjanji dengan sungguh-sungguh bahwa saya, untuk memperoleh jabatan saya ini, langsung atau tidak langsung, dengan menggunakan nama atau cara apapun juga, tiada memberikan atau menjanjikan barang sesuatu kepada siapapun juga"

Dibahas TIMUS.

116. "Saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan setia kepada dan akan mempertahankan serta mengamalkan Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara, Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, dan semua Undang-Undang serta peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku bagi negara kesatuan Republik Indonesia"

Dibahas TIMUS.

117. “Saya bersumpah/berjanji bahwa saya senantiasa akan menjalankan jabatan saya ini dengan jujur, seksama, dan dengan tidak membeda-bedakan orang dan akan berlaku dalam melaksanakan kewajiban saya sebaik-baiknya dan seadil-adilnya sebagai layaknya seorang Ketua, Wakil Ketua, Anggota Komisi Yudisial yang berbudi baik dan jujur dalam menegakkan hukum dan keadilan"

Dibahas TIMUS.

118. (2). Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Komisi Yudisial mengucapkan sumpah dipandu oleh Presiden.

Dibahas TIMUS. (2). Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Komisi Yudisial mengucapkan sumpah atau janji di hadapan

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

NO RUU-DPR DIM USUL PERUBAHAN

Presiden.

119. Pasal 23

Anggota Komisi Yudisial tidak boleh merangkap menjadi:

− Kata "tidak boleh" diganti "dilarang", dibahas TIMUS.

Pasal 29

Anggota Komisi Yudisial dilarang merangkap menjadi:

120. a. anggota pada lembaga negara lainnya; − Kata " ada" dihilangkan, dibahas TIMUS. a. anggota lembaga negara lainnya;

121. b. karyawan atau hakim dalam badan-badan peradilan pelaku kekuasaan kehakiman;

− Usul perumusan, dibahas TIMUS. b. Hakim;

122. c. penasehat hukum atau − usul penggantian istilah, dibahas TIMUS c. advokat;

123. d. pengusaha. − penambahan butir baru, huruf e dan f. d. pengusaha, pengurus atau karyawan badan usaha milik negara atau badan usaha swasta;

e. pegawai negeri; atau

f. pengurus partai politik.

124. Pasal 24 Ketua, Wakil Ketua, Anggota Komisi Yudisial diberhentikan dengan hormat dari jabatannya oleh Presiden atas usul Komisi Yudisial karena

− Penambahan kata "dan", dibahas Timus Bagian Kedua Pemberhentian

Pasal 30

Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Komisi Yudisial diberhentikan dengan hormat dari jabatannya oleh Presiden atas usul Komisi Yudisial apabila:

125. a. meninggal dunia Tetap

126. b. permintaan sendiri atau Tetap

127. c. sakit jasmani atau rohani terus menerus, Tetap

128. Pasal 25

(1). Ketua, Wakil Ketua, Anggota Komisi Yudisial diberhentikan tidak dengan hormat dari jabatannya oleh Presiden dengan

Tetap Pasal 31

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

NO RUU-DPR DIM USUL PERUBAHAN

persetujuan DPR, atas usul Komisi Yudisial dengan alasan:

129. a. dipidana karena bersalah melakukan tindak pidana kejahatan;

Perbaikan penulisan kata, dibahas TIMUS. a. dijatuhi pidana karena bersalah melakukan tindak pidana kejahatan;

130. b. melakukan perbuatan tercela; Tetap

131. c. terus menerus melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas pekerjaannya;

Tetap

132. d. Melanggar sumpah jabatan; atau Tetap

133. e. melanggar larangan rangkap jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23,

Tetap

134. (2). Pengusulan pemberhentian tidak dengan hormat dengan alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b sampai dengan huruf c dilakukan setelah yang bersangkutan diberi kesempatan secukupnya untuk membela diri dihadapan Dewan Kehormatan Komisi Yudisial.

Perlu dipertimbangkan, apakah masih perlu Dewan Kehormatan KY.

135. (3). Pembentukan, Susunan, dan tata kerja Dewan Kehormatan Komisi Yudisial diatur oleh Komisi Yudisial.

Usul perbaikan rumusan, dibahas TIMUS. (3). Ketentuan mengenai pembentukan, susunan, dan tata kerja Dewan Kehormatan Komisi Yudisial diatur oleh Komisi Yudisial.

136. Pasal 26 (1). Ketua, Wakil Ketua, Anggota Komisi

Yudisial sebelum diberhentikan tidak dengan hormat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) dapat diberhentikan sementara dari jabatannya oleh Presiden dengan persetujuan DPR, atas usul Komisi Yudisial.

Tetap Pasal 32

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

NO RUU-DPR DIM USUL PERUBAHAN

137. (2). Terhadap pengusulan pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2).

Tetap

− Perlu dipertimbangkan pengaturan mengenai mekanisme pemilihan anggota KY jika terdapat kekosongan baik karena meninggal dunia atau karena diberhentikan.

− Pemerintah menyarankan KY diberi kewenangan membentuk Panitia Seleksi, dengan tugas dan mekanisme kerja seperti yang diatur dalam Pasal 26 (usul Pemerintah),

-

138 Pasal 27

(1). Apabila terhadap seorang Anggota Komisi Yudisial ada perintah penangkapan yang diikuti dengan penahanan, dengan sendirinya anggota Komisi Yudisial tersebut diberhentikan sementara dari jabatannya.

Usul penghapusan kata "dengan sendirinya", dibahas TIMUS.

Pasal 33

(1). Apabila terhadap seorang Anggota Komisi Yudisial ada perintah penangkapan yang diikuti dengan penahanan, Anggota Komisi Yudisial tersebut diberhentikan sementara dari jabatannya.

138. (2). Apabila seorang anggota Komisi Yudisial dituntut di muka Pengadilan dalam perkara pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (4) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana tanpa ditahan, ia dapat diberhentikan sementara dari jabatannya.

Tetap

139. Pasal 28 Ketentuan mengenai tata cara pemberhentian dengan hormat, pemberhentian tidak dengan hormat, dan pemberhentian sementara serta hak-hak pejabat yang diberhentikan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pemerintah mengajukan usul perubahan. Pasal 34 Ketentuan mengenai tata cara pemberhentian dengan hormat, pemberhentian tidak dengan hormat, dan pemberhentian sementara serta hak-hak anggota Komisi Yudisial diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

NO RUU-DPR DIM USUL PERUBAHAN

140. BAB V

HAK KEPROTOKOLAN DAN HAK KEUANGAN/ ADMINISTRASI

Dipindah menjadi Bagian dalam Bab II.

141. Pasal 29 Kedudukan protokol Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Komisi Yudisial ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Tetap Dipindah menjadi Bagian dalam Bab II.

142. Pasal 30 Hal-hal mengenai hak keuangan/hak administrasi Anggota Komisi Yudisial ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Dihapus, sudah tertampung dalam Dim No. 129

143. Pasal 31 (1). Segala pembiayaan Komisi Yudisial

dibebankan kepada Anggaran Pendapatan Belanja Negara.

Usul perubahan. Dipindah menjadi Bagian dalam Bab II.

144. (2). Ketentuan lebih lanjut mengenai pembiayaan Komisi Yudisial ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Usul dihapus.

145. BAB VI TINDAKAN KEPOLISIAN

Dipindah menjadi Bagian dalam Bab II.

146. Pasal 32

(1). Ketua, Wakil Ketua, Anggota Komisi Yudisial dapat ditangkap atau ditahan hanya atas perintah Jaksa Agung setelah mendapat persetujuan Presiden kecuali dalam hal ;

Tetap Dipindah menjadi Bagian dalam Bab II.

147. a. tertangkap tangan melakukan tindak pidana kejahatan; atau

Tetap Dipindah menjadi Bagian dalam Bab II.

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

NO RUU-DPR DIM USUL PERUBAHAN

148. b. berdasarkan bukti permulaan yang cukup disangka telah melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana mati, atau tindak pidana kejahatan terhadap keamanan negara.

Tetap Dipindah menjadi Bagian dalam Bab II.

149. (2). Pelaksanaan penangkapan atau penahanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selambat-lambatnya dalam waktu 2 (dua) kali 24 (dua puluh empat) jam harus dilaporkan kepada Jaksa Agung.

Usul perbaikan rumusan, dibahas TIMUS. Dipindah menjadi Bagian dalam Bab II.

150. BAB VII TATA CARA PENGAMBILAN KEPUTUSAN

Dipindah menjadi Bagian dalam Bab II. Dipindah menjadi Bagian dalam Bab II.

151. Pasal 33

(1). Pengambilan keputusan Komisi Yudisial dilakukan secara kolegial.

Usul perubahan, karena tidak begitu jelas apa yang dimaksud dengan pengambilan keputusan secara kolegial, apa menunjuk pada korum atau cara pengambilan putusan melalui musyawarah.

Dipindah menjadi Bagian dalam Bab II.

152. (2). Apabila pengambilan keputusan secara kolegial tidak dapat dilaksanakan, Komisi Yudisial dapat mengambil keputusan sekurang-kurangnya dengan 5 (lima) orang anggota Komisi Yudisial, kecuali keputusan dalam hal mengusulkan Hakim Agung ke DPR serta mengusulkan pemberhentian Hakim Agung.

Usul perubahan. Dipindah menjadi Bagian dalam Bab II.

153 BAB VIII PERTANGGUNGJAWABAN DAN LAPORAN

Perubahan nomor bab BAB V PERTANGGUNGJAWABAN DAN

LAPORAN

154. Pasal 34 (1). Komisi Yudisial bertanggung jawab kepada

Tetap Pasal 35 (1). Komisi Yudisial bertanggung jawab

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

NO RUU-DPR DIM USUL PERUBAHAN

publik. kepada publik.

155. (2). Pertanggungjawaban publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan cara:

Tetap

156. a. menerbitkan laporan tahunan; dan Tetap

157. b. membuka akses informasi secara lengkap dan akurat.

Tetap

158. (3). Laporan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2) huruf a setidaknya memuat hal-hal sebagai berikut:

Tetap

159. a. Laporan penggunaan anggaran; Tetap

160. b. Data yang berkaitan dengan fungsi pengawasan; dan.

Tetap

161. c. data yang berkaitan dengan fungsi rekrutmen Hakim Agung.

Tetap

162. (4). Laporan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2) huruf a disampaikan pula kepada DPR dan Presiden.

Tetap

163. (5). Keuangan Komisi Yudisial diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan menurut ketentuan undang-undang.

Tetap

164. BAB IX SEKRETARIAT 3ENDERAL

Dipindah menjadi Bagian dalam bab II.

165. Pasal 35

(1). Komisi Yudisial dibantu oleh sebuah Sekretariat Jenderal yang dipimpin oleh seorang Sekretaris Jenderal.

Tetap Dipindah menjadi Bagian dalam bab II

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

NO RUU-DPR DIM USUL PERUBAHAN

166. (2). Sekretaris Jenderal dijabat oleh pejabat Pegawai Negeri Sipil yang bukan anggota Komisi Yudisial.

Usul perumusan, dibahas TIMUS. Dipindah menjadi Bagian dalam bab II

167. Pasal 36 (1). Sekretariat Jenderal sebagaimana

dimaksud pasal 35 ayat (1) memberikan bantuan teknis administratif dan keahlian kepada Komisi Yudisial.

Tetap Dipindah menjadi Bagian dalam bab II

168. (2). Tugas serta tanggung jawab, susunan organisasi, dan tata kerja Sekretariat Jenderal Komisi Yudisial ditetapkan dengan Keputusan Presiden.

Usul penyempurnaan, dibahas TIMUS. Dipindah menjadi Bagian dalam bab II

169. BAB X

KETENTUAN PERALIHAN

Perubahan nomor Bab. BAB VI

KETENTUAN PERALIHAN

170. Pasal 37 Selama keanggotaan Komisi Yudisial belum terbentuk berdasarkan Undang-Undang ini pencalonan hakim agung dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung,

− Usul penyempurnaan, dibahas TIMUS.

− Penyesuaian nomor pasal, dibahas TIMSIN.

Pasal 35 Selama keanggotaan Komisi Yudisial belum terbentuk berdasarkan Undang-Undang ini, pencalonan Hakim Agung dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung..

171. BAB X KETENTUAN PENUTUP

Perubahan nomor bab. BAB VII KETENTUAN PENUTUP

172. Pasal 37 Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Tetap Pasal 36

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

NO RUU-DPR DIM USUL PERUBAHAN

173. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Tetap

174. Disahkan di Jakarta

pada tanggal ........... PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

..............................................

Tetap

175. Diundangkan di Jakarta pada tanggal ........................

SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA, ..............................................

Tetap

176. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN ...........NOMOR................

Tetap