css retinopati diabetikum

61
CLINICAL SCIENCE SESSION (CSS) RETINOPATI DIABETIKUM Diajukan untuk memenuhi tugas Program Pendidikan Profesi Dokter (P3D) SMF Ilmu Penyakit Mata Disusun oleh: Hafizh Budhiman M 12100114050 Preseptor: Retti N Miraprahesti, dr., SpM SMF ILMU PENYAKIT MATA PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER

Upload: hafizhbm

Post on 17-Feb-2016

32 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

retinopati diabetikum

TRANSCRIPT

Page 1: CSS Retinopati Diabetikum

CLINICAL SCIENCE SESSION (CSS)RETINOPATI DIABETIKUM

Diajukan untuk memenuhi tugas Program Pendidikan Profesi Dokter (P3D) SMF Ilmu Penyakit Mata

Disusun oleh:Hafizh Budhiman M 12100114050

Preseptor:Retti N Miraprahesti, dr., SpM

SMF ILMU PENYAKIT MATAPROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG

RSUD AL IHSAN2015

Page 2: CSS Retinopati Diabetikum

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI..........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................2

2.1 Anatomi Retina..........................................................................................2

2.2 Histologi Retina.........................................................................................4

2.2.1 Sel Batang..........................................................................................7

2.2.2 Sel Kerucut.........................................................................................8

2.2.3 Sel-sel Lainnya...................................................................................9

2.3 Fisiologi Mata..........................................................................................11

BAB III PEMBAHASAN RETINOPATI DIABETIKUM...................................13

3.1 Definisi....................................................................................................13

3.2 Insidensi...................................................................................................14

3.3 Faktor Risiko...........................................................................................14

3.4 Patofisiologi.............................................................................................15

3.5 Manifestasi Klinis....................................................................................20

3.6 Klasifikasi................................................................................................23

3.6.1 Retinopati Nonproliferatif................................................................25

3.6.2 Retinopati Preproliferatif.................................................................28

Page 3: CSS Retinopati Diabetikum

3.6.3 Retinopati Proliferatif......................................................................28

3.7 Diagnosis Retinopati Diabetikum...........................................................30

3.8 Komplikasi dan Faktor yang Memperberat Retinopati Diabetikum.......31

3.9 Terapi dan Pencegahan Retinopati Diabetikum......................................31

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................33

Page 4: CSS Retinopati Diabetikum

BAB I

PENDAHULUAN

Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu masalah kesehatan di seluruh

dunia. Diabetes menyebabkan komplikasi sistemik yang berpengaruh pada

individu dan lingkungannya. Komplikasi oftalmik dari diabetes meliputi

abnormalitas dari kornea, glaukoma, neovaskularisasi iris, katarak dan neuropati.

Penyebab kebutaan yang paling sering dari komplikasinya yaitu retinopati

diabetikum.1

Retinopati akibat diabetes disebabkan oleh gangguan metabolisme tubuh

secara umum dan retina khususnya, sehingga mengakibatkan kelainan retina dan

pembuluh-pembuluh darahnya. Kelainan dininya tidak memberikan rasa sakit

ataupun gangguan penglihatan.2

1

Page 5: CSS Retinopati Diabetikum

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Retina

Lapis internal atau retina merupakan lapisan tipis dan semitransparan yang

terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian optik, bagian siliari dan bagian iridial.3,4

Bagian optik dari retina menerima cahaya dan memiliki 2 lapisan, yaitu

lapisan neural dan lapisan berpigmen. Lapisan neural adalah bagian penerima

cahaya. Lapisan berpigmen terdiri dari selapis sel. Bagian siliari dan iridial retina

merupakan kelanjutan anterior dari lapisan berpigmen.3

Pada fundus (bagian posterior) dari mata terdapat titik bundar sirkular

yang terdepresi disebut diskus nervi optici atau papil optik, yaitu tempat nervus

opticus memasuki bulbus oculi. Karena pada diskus nervi optici hanya terdapat

serabut saraf dan tidak terdapat reseptor cahaya, daerah ini tidak peka terhadap

cahaya. Sedikit lateral dari bintik buta ini, terdapat sebuah bintik yang berwarna

kuning, yaitu makula lutea. Bagian kuning dari makula hanya terlihat saat retina

diperiksa dengan lampu atau cahaya. Makula lutea merupakan daerah oval kecil

dari retina dengan sel fotoreseptor kerucut yang dikhususkan untuk ketajaman

penglihatan. Pada bagian tengah makula, terdapat daerah yang terdepresi, yaitu

fovea centralis sebuah area penglihatan tertajam dengan diameter 1,5 mm.3

Bagian fungsional optik dari retina berakhir pada ora serrata, dengan batas

ireguler posterior dari badan siliari. Ora serrata menandai akhir anterior dari

bagian retina yang menerima cahaya. Kecuali untuk kerucut dan batang dari

2

Page 6: CSS Retinopati Diabetikum

3

lapisan neural, retina disuplai oleh arteri centralis retinae, cabang areti ophtalmica.

Kerucut dan batang dari lapisan neural luar menerima nutrien dari lapisan

choriocappilare. sistem retina yang bergabung membentuk vena centralis retinae.3

Gambar 2.1. Anatomi Mata

Page 7: CSS Retinopati Diabetikum

4

Gambar 2.2. Lapisan Bola Mata

Retina menerima suplai darah dari dua sumber, yaitu choriocapillaris yang

ada di luar membran Bruch’s, yang mensuplai 1/3 luar retina meliputi lapisan

nuklear luar dan pleksiform luar, fotoreseptor dan epitel pigmen retina dan a.retina

sentralis yang mensuplai 2/3 bagian dalam retina. Fovea disuplai oleh

choriocapillaris. Pembuluh darah retina merupakan endotel nonfenestrata. Endotel

pembuluh koroid adalah fenestrata.5

2.2 Histologi Retina

Retina merupakan membran tipis lapisan dalam bola mata yang terdiri dari

bagian posterior yang fotosensitif dan bagian anterior yang tidak fotosensitif, yang

menyusun lapisan dalam dari korpus siliaris dan bagian posterior iris.6

Page 8: CSS Retinopati Diabetikum

5

Terdapat 10 lapisan yang dapat dilihat secra histologik dari luar ke dalam,

yaitu:2,4,5,6

1. Lapis pigmen epitel yang merupakan bagian koroid.

2. Lapis sel kerucut dan batang yang merupakan sel fotosensitif.

3. Membran limitan luar.

4. Lapis nukleus luar merupakan nukleus sel kerucut dan batang.

5. Lapis pleksiform luar, persatuan akson dan dendrit.

6. Lapis nukleus dalam merupakan susunan nukleus sel bipolar.

7. Lapis pleksiform dalam, persatuan dendrit dan akson.

8. Lapis sel ganglion.

9. Lapis serat saraf, yang meneruskan dan menjadi saraf optik.

10. Membran limitan interna yang berbatas dengan badan kaca.

Gambar 2.3 Lapisan Retina

Page 9: CSS Retinopati Diabetikum

6

Epitel pigmen terdiri atas sel silindris dengan inti di basal. Daerah basal

sel melekat dengan erat pada membran Bruch dan membran sel memiliki banyak

invaginasi basal. Mitokondria lebih banyak terdapat di daerah sitoplasma dekat

invaginasi ini. Kedua ciri ini menggambarkan aktivitas transpor ion bagi daerah

ini. Membran lateral sel memperlihatkan tautan sel dengan zonula okludens dan

zonula adherens mencolok pada apeksnya, selain desmosom dan taut rekat. Apeks

sel memiliki banyak juluran dari 2 jenis mikrovili langsing dan selubung silindris

yang membungkus ujung-ujung dari fotoreseptor. Sitoplasma sel epitel berpigmen

memiliki banyak retikulum endoplasma licin, yang merupakan tempat esterifikasi

vitamin A dan transpor ke fotoresptor. Granul melanin benyak terdapat di

sitoplasma apikal dan mikrovili. Melanin dibuat dalam sel-sel ini melalui

mekanisme serupa dengan yang ada dalam melanosit pada kulit. Pigmen ini

berfungsi menyerap cahaya setelah fotoresptor dirangsang.6

Retina pars optika, bagian posterior atau bagian fotosensitif adalah bagian

yang lebih majemuk dengan sekurang-kurangnya 15 jenis neuron dan sel-sel ini

membentuk sekurang-kurangnya 38 jenis sinaps. Retina pars optika terdiri atas

lapisan luar sel-sel fotosensitif, yaitu batang dan kerucut, lapisan tengah neuron

bipolar, yang menghubungkan batang dan kerucut dengan sel-sel ganglion, dan

lapisan dalam sel-sel ganglion yang berhubungan dengan sel-sel bipolar melalui

dendritnya dan mengirim akson ke susunan saraf pusat. Akson-akson ini

berkumpul pada papila optikus membentuk nervus optikus.4,6

Diantara lapisan batang dan kerucut dan sel-sel bipolar, terdapat daerah

yang disebut lapisan pleksiform luar atau lapisan sinaptik, tempat terbentuknya

Page 10: CSS Retinopati Diabetikum

7

sinaps antara kedua jenis sel itu. Daerah tempat terbentunya sinaps antara sel

bipolar dan sel ganglion disebut lapisan pleksiform dalam. Retina memiliki

struktur terbalik, karena cahaya mula-mula melintasi lapisan ganglion kemudian

lapisan bipolar sebelum mencapai lapisan batang dan kerucut.6

Batang dan kerucut adalah neuron terpolarisasi, pada satu kutub terdapat

satu dendrit fotosensitif dan pada yang lain terdapat sinaps dengan sel dari lapisan

bipolar. Sel batang dan kerucut dapat dibagi menjadi segmen luar dan dalam,

daerah inti dan daerah sinaps. Segmen luar adalah silia yang dimodifikasi dan

mengandung tumpukan kantong-kantong gepeng berlapis membran membentuk

cakram. Pigmen fotosensitif dari retina terdapat dalam membran dari kantong-

kantong ini. Sel batang dan kerucut menembus lapisan tipis, membran limitans

eksterna, yang merupakan sederetan kompleks tautan antara sel fotoresptor dan sel

glia dari retina (sel Muller). Inti sel-sel kerucut biasanya terletak dekat membran

limitans, sedangkan inti batang dekat dengan pusat segmen dalam.6

2.2.1 Sel Batang

Sel batang adalah sel halus dan langsing terdiri atas 2 bagian. Bagian

fotosensitif berbentuk batang luar terutama terdiri atas banyak (6000-10000)

cakram gepeng bermembran yang bertumpuk-tumpuk mirip tumpukan uang

logam. Cakram dalam batang tidak berhubungan dengan membran plasma,

segmen luar dipisahkan dari segmen dalam oleh sebuah penyempitan. Tepat di

bawah penyempitan ini terdapat segmen basal yang memunculkan sebuah silium

dan berjalan ke segmen luar. Segmen dalam banyak mengandung glikogen dan

memiliki banyak kumpulan mitokondria. Poliribosom terdapat bayanyak di bawah

Page 11: CSS Retinopati Diabetikum

8

daerah mitokondria dari segmen dalam. Cakram gepeng dari sel batang

mengandung pigmen yang disebut ungu visual atau rhodopsin, yang memutih oleh

cahaya dan mengawali rangsangan visual. Substansi ini berbentuk bulat dan

terletak pada permukaan luar lapisan ganda lipid dari cakram gepeng

bermembran.6

Diperkirakan retina manusia memiliki lebih kurang 120 juta sel batang.

Mereka sangat sensitif terhadap cahaya dan dipandang sebagai reseptor yang

dipakai bila intensitas cahaya rendah, seperti bila senja aatau malam hari. Segmen

luar adalah fotosensitif, sedangkan dalam mengandung alat metabolik yang

diperlukan untuk sintesis dan proses penghasil energi dari sel-sel ini.6

2.2.2 Sel Kerucut

Sel kerucut merupakan neuron panjang. Setiap retina manusia memiliki ±

6 juta sel kerucut. Strukturnya serupa dengan yang ada pada sel batang, dengan

segmen luar dan dalam, badan basal dengan silium dan pengumpulan mitokondria

dan poliribosom. Sel kerucut berbeda dengan sel batang dalam hal bentuk dan

struktur segmen luarnya. Daerah ini juga terdiri atas tumpukan cakram

bermembran, mereka tidak independen terhadap membran plasma luar, tetapi

timbul sebagai invaginasi darinya. Pada kerucut, protein yang baru dibentuk tidak

ditimbun dalam cakram yang baru dibentuk (seperti sel batang), tetapi disebarkan

merata pada segmen luar.6

Sekurang-kurangnya terdapat 3 jenis kerucut fungsional yang tidak bisa

dibedakan berdasarkan ciri morfologisnya. Setiap jenis memiliki fotopigmen

kerucut yang disebut iodopsin dalam jumlah yang bervariasi. Sensitivitas

Page 12: CSS Retinopati Diabetikum

9

maksimum setiap jenis kerucut berturut-turut terdapat pada daerah merah, hijau,

atau biru dari spektrum cahaya yang terlihat. Kerucut hanya peka terhadap

intensitas lebih tinggi daripada yang diperlukan untuk merangsang batang dan

menghasilkan gambar yang lebih tajam.6

Gambar 2.4 Sel Kerucut dan Sel Batang

2.2.3 Sel-sel Lainnya

Lapisan sel bipolar terdiri atas 2 jenis sel, yaitu sel bipolar difus yang

memiliki sinaps dengan 2 atau lebih fotoreseptor dan sel bipolar monosinaps yang

berhubungan dengan akson dari satu fotoreseptor kerucut dan hanya satu sel

ganglion. Karenanya terdapat kerucut yang meneruskan impulsnya langsung ke

sistem saraf pusat.6

Sel-sel dari lapisan ganglion selain berhubungan dengan sel bipolar,

menjulurkan aksonnya ke daerah khusus pada retina, tempat mereka berkumpul

membentuk nervus optikus. Daerah ini bebas reseptor, karenanya disebut bintik

buta dari retina, papila nervus optikus atau kepala nervus optikus. Sel ganglion

Page 13: CSS Retinopati Diabetikum

10

adalah khas sel-sel saraf dengan inti eukromatik besar, substansi Nissl basofilik

dan seterusnya.4,6

Selain ketiga jenis utama dari sel (sel fotoreseptor, bipolar dan sel

ganglion), terdapat jenis sel lain yang tersebar lebih merata dalam lapisan-lapisan

retina, yaitu:

1. Sel horizontal, menghubungkan fotoreseptor-fotoreseptor lateral berbeda.

Fungsi sebenarnya belum diketahu tapi mungkin untuk mengintegrasi

rangsang.4,5

2. Sel amakrin, jenis neuron yang menghubungkan sel-sel ganglion. Fungsinya

belum jelas.

3. Sel penyokong adalah neuroglia, selain astrosit dan sel mikroglia yang

memiliki beberapa sel yang ujungnya banyak bercabang, disebut sel Muller.

Cabang-cabang ini menggabungkan sel-sel neural dari retina dan meluas dari

membran limitans interna sampai eksterna. Membran limitans eksterna adalah

zona perlekatan (taut kedap) antara fotoresptor dan sel Muller. Sel ini analog

dengan neuroglia karena berfungsi menunjang, memberi makan dan

mengisolasi neuron retina dan serat-serat.6

2.3 Fisiologi Mata

Sel batang dan sel kerucut merupakan sel reseptor untuk indera

penglihatan. Cahaya merubah visual purple yang terdapat di segmen luar sel

batang dan di epitel pigmen menjadi zat yang tak berwarna. Fungsi sel pigmen

Page 14: CSS Retinopati Diabetikum

11

untuk pembentukan kembali visual purple yang telah terurai, dan vitamin A

diperlukan untuk membentuk visual purple.

Cahaya yang jatuh di retina diterima sel batang dan kerucut, gelombang

cahaya ini dirubah menjadi rangsangan saraf yang dihantarkan melalui sel-sel

bipolar dan sel-sel ganglion sampai di otak dan diterima di sana sebagai sensasi

cahaya. Impuls saraf disalurkan dengan aliran bioelektrik yang dapat dicatat

dengan alat Elektro Retinogram (ERG).

Sel-sel kerucut berperan utama pada penglihatan di tempat terang

(penglihatan fotopik) sedangkan sel-sel batang terutama untuk penglihatan di

tempat gelap (penglihatan skotoptik). Sel-sel kerucut digunakan melihat jelas dan

persepsi warna dan sel-sel batang berperan terutama untuk penglihatan malam dan

orientasi visual.

Cahaya dideteksi oleh sel batang dan sel kerucut retina yang dianggap

sebagai organ akhir khusus sensori, kemudian badan sel reseptor ini

memanjangkan prosesus yang bersinaps dengan sel bipolar, neoron kedua pada

jaras penglihatan. Sel bipolar bersinaps dengan sel ganglion retina dan berkumpul

membentuk saraf optik. Sarafnya muncul dari belakang bola mata, berjalan secara

posterior dengan otot kerucut memasuki cavitas cranial melalui optik kanal.

Secara intrakranial 2 saraf optik bergabung dan membentuk optik kiasma. Pada

optik kiasma, lebih dari ½ serabut (dari bagian nasal retina) menyilang dan

bergabung dengan serabut temporal yang tidak menyilang dari saraf optik untuk

membentuk optic tract. Masing-masing optic tract mengelilingi cerebral peduncle

ke nuklei genikulatum lateral dimana dia bersinaps. Semua serabut membawa

Page 15: CSS Retinopati Diabetikum

12

impuls dari lapang pandang kanan dari masing-masing mata menjadi membuat

optic tract kiri dan memproyeksikannya ke cerebral hemisfer kiri dan lapang

pandang kiri memproyeksikan ke hemisfer kanan.5

Dua puluh persen serabut pada tract digunakan untuk fungsi pupil, yang

mana serabut ini meningggalkan tract ke anterior dan melewati brachium dari

coliculus superior ke nuklei pretectal di otak tengah. Sisanya, serabut bersinaps

pada nuklei genikulatum lateral dan berakhir di kortex oksipital.5

Gambar 2.5. Jaras Penglihatan

Page 16: CSS Retinopati Diabetikum

BAB III

PEMBAHASAN RETINOPATI DIABETIKUM

3.1 Definisi

Retinopati diabetikum adalah kerusakan progresif pada retina akibat

diabetes menahun. Semakin lama seseorang menderita diabetes melitus, semakin

besar kemungkinan seseorang menderita retinopati diabetikum. Kelainan ini dapat

terjadi pada penderita Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM) ataupun Non

Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM). Ketika diagnosis IDDM

ditegakkan sekitar 5 tahun, 23% pasien sudah menderita retinopati diabetikum dan

prevalensi retinopati diabetikum meningkat menjadi 80% setelah 15 tahun. Pasien

yang didiagnosa NIDDM memiliki resiko yang sama tetapi prevalensi terkena

retinopati diabetikum sedikit lebih rendah dibandingkan dengan IDDM.1,2,7

Retinopati diabetikum adalah kelainan retina pada penyakit diabetes yang

disebabkan karena adanya mikroangiopati pada pembuluh darah retina. Retinopati

diabetikum sering mengenai kedua mata dengan derajat yang berbeda-beda.

Retinopati diabetikum merupakan penyebab hampir seperempat kebutaan di

negara-negara barat. Retinopati diabetikum merupakan penyulit penyakit diabetes

melitus yang paling penting. Hal ini disebabkan oleh insidensinya yang cukup

tinggi yaitu mencapai 40-50% penderita diabetes melitus dan prognosisnya yang

kurang baik terutama bagi penglihatan. Kontrol diabetes melitus yang baik akan

memperlambat pembentukan retinopati dan penyulit lainnya.1

13

Page 17: CSS Retinopati Diabetikum

14

3.2 Insidensi

Retinopati diabetikum merupakan penyebab kebutaan paling sering

ditemukan pada usia dewasa antara 20 sampai 74 tahun. Pasien diabetes melitus

memiliki risiko 25 kali lebih mudah mengalami kebutaan dibanding nondiabetes.

Di Amerika Utara, 3,6% pasien IDDM dan 1,6% pasien NIDDM mengalami

kebutaan total. Di Inggris dan Wales, sekitar 1000 pasien diabetes tercatat

mengalami kebutaan sebagian atu total setiap tahun.8

Retinopati diabetikum biasanya timbul setelah menderita diabetes melitus

selama 5-15 tahun. Predisposisi terbanyak pada wanita dibanding laki-laki,

umumnya berusia 50-55 tahun. Retinopati diabetikum sendiri merupakan penyulit

yang penting pada penyakit diabetes, dengan frekuensi 40-50%. Onset retinopati

diabetikum pada penderita diabetes melitus juvenile lebih lambat dibandingkan

dengan penderita diabetes melitus dengan usia yang lebih tua (>40 tahun).1

3.3 Faktor Risiko

Faktor resiko retinopati diabetikum antara lain:

1. Lamanya penyakit diabetes.

Pada pasien yang terdiagnosa IDDM, tidak ada gejala klinis yang dapat

dilihat pada 5 tahun setelah diagnosis awal. Setelah 10-15 tahun, 25-50%

pasien menunjukkan tanda-tanda retinopati. Prevalensi ini meningkat

hingga 75-95% setelah 15 tahun dan mencapai 100% setelah 30 tahun

sebelum usia 30 tahun, insidensi terkena retinopati diabetikum setelah 10

tahun adalah 50%.

Page 18: CSS Retinopati Diabetikum

15

Pada pasien NIDDM, insidensi retinopati diabetikum meningkat dengan

lamanya penyakit. Pasien NIDDM, 23% memiliki Non Proliferative

Diabetic Retinopathy (NPDR) setelah 11-13 tahun, 41% memiliki NPDR

setelah 14-16 tahun dan 60% memiliki NPDR setelah 16 tahun.1,9

2. Kontrol glukosa.

Walaupun penyebab retinopati diabetikum sampai saat ini belum diketahui

secara pasti, tetapi keadaan hiperglikemia yang berlangsung lama dapat

dianggap sebagai faktor resiko utama. The Diabetic Control and

Complications Trial (DCCT) memperlihatkan bahwa kontrol glukosa yang

intensif dapat mengurangi insidensi dan progresi retinopati diabetikum

pada pasien IDDM.1

3.4 Patofisiologi

Retina merupakan suatu struktur berlapis ganda dari foto reseptor dan sel

saraf. Kesehatan dan aktivitas metabolisme retina sangat tergantung pada jaringan

kapiler rerina. Kapiler retina membentuk jaringan yang menyebar ke seluruh

permukaan retina kecuali suatu daerah yang disebut fovea. Dinding kapiler retina

terdiri dari 3 lapisan dari luar ke dalam yaitu sel perisit, membran basalis dan sel

endotel. Kelainan dasar dari berbagai bentuk retinopati diabetikum terletak pada

kapiler retina tersebut. Perubahan histopatologi kapiler retina pada retinopati

diabetikum dimulai dari penebalan membran basalis, hilangnya perisit dan

proliferasi endotel dimana pada keadaan lanjut perbandingan antara sel endotel

dan sel perisit dapat mencapai 1 : 10.8

Page 19: CSS Retinopati Diabetikum

16

Patofisiologi retinopati diabetikum melibatkan 5 proses dasar yang terjadi

di tingkat kapiler yaitu: 1) pembentukan aneurisma, 2) peningkatan permeabilitas

pembuluh darah, 3) penyumbatan pembuluh darah, 4) proliferasi pembuluh darah

baru (neovascular) dan jaringan fibrosa di retina, 5) kontraksi dari jaringan

fibrosis kapiler dan jaringan vitreus. Penyumbatan dan hilangnya perfusi

(nonperfusion) menyebabkan iskemia retina sedangkan kebocoran dapat terjadi

pada semua komponen darah.8

Kebutaan akibat retinopati diabetikum dapat terjadi melalui beberapa

mekanisme berikut: 1) edema makula atau nonperfusi kapiler, 2) pembentukan

pembuluh darah baru pada retinopati diabetikum proliferatif dan kontraksi

jaringan fibrosis menyeabkan ablasi retina (retina detachment), 3) pembuluh darah

baru yang terbentuk menimbulkan perdarahan preretina dan vitreus, 4)

pembentukan pembuluh darah baru dapat menimbulkan glaucoma.8

Perdarahan adalah bagian dari stadium retinopati diabetikum proliferatif

dan mnerupakan penyebab utama kebutaan permanen. Selain itu, kontraksi dari

jaringan fibrovaskular yang menyebabkan ablasio retina (terlepasnya lapisan

retina) juga merupakan salah satu penyebab kebutaan pada retinopati diabetikum

proliferatif.8

Selain pengaruh hiperglikemia melalui berbagai jalur metabolisme,

sejumlah faktor lain yang terkait dengan diabetes melitus seperti peningkatan

agregasi trombosit, peningkatan agregasi eritrosit, viskositas darah, hipertensi,

peningkatan lemak darah dan faktor pertumbuhan, diduga dapat juga berperan

dalam timbulnya retinopati diabetikum walaupun sampai saat ini masih belum

Page 20: CSS Retinopati Diabetikum

17

dapat dijelaskan mekanisme pasti terjadinya retinopati akibat dari diabetes.

Beberapa teori telah dipostulasikan untuk menjelaskan perjalanan retinopati

diabetikun, antara lain:1,8

a) Growth Hormone

Growth hormone tampaknya memiliki peran dalam pembentukan dan

perjalanan dari retinopati diabetes. Pada wanita yang menderita nekrosis

hemoragik post-partum kelenjar pituari (Sheehan syndrome) ditemukan

perbaikan dari retinopati diabetes yang dideritanya. Hal ini mengakibatkan

timbulnya praktik-praktik kontroversial pada tahun 1950-an untuk

mengobati dan mencegah retinopati diabetes dengan cara mengablasi

kelenjari pituari. Tetapi teknik ini telah ditinggalkan akibat dari banyaknya

komplikasi sistemik yang terjadi dan telah ditemukan pengobatan laser

yang terbukti lebih efektif.1

b) Platelet dan Viskositas Darah

Variasi kelainan darah yang ditemukan pada diabetes, seperti peningkatan

agregasi eritrosit, penurunan deformabilitas sel darah merah, peningkatan

agregasi platelet dan adhesi, merupakan suatu predisposisi terjadinya

perlambatan sirkulasi, kerusakan endotelial dan oklusi fokal kapiler.

Semua ini menyebabkan iskemia pada retina, yang selanjutnya mengarah

kepada terjadinya retinopati diabetes.1

c) Aldose Reduktase dan Faktor-faktor Vasoproliferatif

Pada dasarnya DM menyebabkan metabolisme glukosa yang abnormal,

akibat dari penurunan aktivitas insulin. Peningkatan kadar gula darah

Page 21: CSS Retinopati Diabetikum

18

diperkirakan memiliki efek struktural dan fisiologis pada kapiler-kapiler

retina, menjadikan mereka inkompeten secara fungsional dan anatomis.

Peningkatan kadar gula darah yang persisten mengakibatkan perpindahan

glukosa yang berlebihan ke jalur aldose reduktase, yang mengubah gula

menjadi alkohol (contohnya, glukosa menjadi sorbitol, galaktosa menjadi

dulsitol), pada jaringan-jaringan tertentu. Perisit intramural pada kapiler-

kapiler retina tampaknya dipengaruhi oleh peningkatan kadar sorbitol

tersebut, yang pada akhirnya akan mengakibatkan penurunan pada fungsi-

fungsi primernya (antara lain, autoregulasi kapiler-kapiler retina).1

Penurunan fungsi retina menyebabkan kelemahan dan pembentukan

kantung-kantung sakular daripada dinding-dinding kapiler (miroaneuriasma).

Mikroanerisma merupakan gejala awal yang dapat dideteksi pada retinopati

diabetes. Ruptur dari mikroanerisma mengakibatkan perdarahan retina, baik

superfisial (perdarahan yang berbentuk flame) maupun pada lapisan dalam dari

retina (perdarahan berbentuk titik). Peningkatan permeabilitas pada pembuluh-

pembuluh tersebut menyebabkan kebocoran cairan dan material kaya protein,

yang secara klinis tampak seperti penebalan retina dan adanya eksudat. Apabila

pembengkakan dan eksudasi terjadi pada makula, dapat terjadi penurunan pada

penglihatan sentral. Edema makula merupakan sebab yang paling sering

mengakibatkan penurunan penglihatan pada pasien-pasien dengan retinopati

diabetes non-proliferatif. Tetapi, hal tersebut juga dapat menyulitkan pada kasus-

kasus retinopati diabetes proliferatif.1

Page 22: CSS Retinopati Diabetikum

19

Teori lain yang berusaha menjelaskan terjadinya edema makula

berhubungan dengan peningkatan kadar diasilgliserol (DAG) dari proses

pengurangan glukosa yang berlebihan. Hal ini diperkirakan akan mengaktivasi

protein kinase C (PKC), yang selanjutnya mempengaruhi dinamika perdarahan

retina terutama permeabilitas dan arus yang mengarah pada kebocoran cairan dan

penebalan retina.

Selama penyakit tersebut berjalan, kadang terjadi penutupan dari kapiler-

kapiler retina yang berlanjut ke hipoksia. Infark dari lapisan serabut saraf

menimbulkan pembentukan cotton-wool spots akibat stasis pada arus aksoplasma.

Hipoksia retina yang terus bertambah mengaktifkan mekanisma kompensasi pada

mata untuk menyediakan oksigen yang cukup ke jaringan. Abnormalitas kaliber

vena, seperti perdarahan vena, loops dan dilatasi vena, menguatkan dugaan

peningkatan hipoksia dan hampir selalu tampak pada perbatasan kapiler non-

perfusi. Abnormalitas mikrovaskular intraretina dapat terdiri dari pertumbuhan

pembuluh-pembuluh baru atau remodeling dari pembuluh-pembuluh yang masih

ada pada jaringan retina, yang bermanfaat sebagai shunt ke daerah yang tidak ada

perfusi.

Peningkatan yang berkelanjutan dari iskemia retina mengaktifkan produksi

dari faktor-faktor proliferasi, yang menstimulasi pembentukan pembuluh-

pembuluh baru. Pertama, matriks ekstraselular dirusak oleh protease, kemudian

pembuluh-pembuluh baru muncul dari venula pada rtina menembus internal

limiting membrane dan membentuk jaringan kapiler antara permukaan dalam dari

retina dengan permukaan posterior hialoid.1

Page 23: CSS Retinopati Diabetikum

20

Neovaskularisasi umumnya dapat diamati pada perbatasan antara retina

yang diperfusi dan yang tidak diperfusi, dan umumnya terjadi sepanjang vascular

arcades dan pada kepala nervus optikus. Pembuluh-pembuluh tersebut menembus

dan tumbuh pada permukaan retina dan pada lipatan dari permukaan posterior

hialoid. Secara almiah pembuluh-pembuluh ini jarang menyebabkan gangguan

penglihatan. Tetapi mereka sangat rapuh dan sangat permeabel. Pembuluh-

pembuluh ini sangat mudah terpengaruh oleh traksi dari vitreus, yang

mengibatkan terjadinya perdarahan pada ruang vitreus atau ruang preretina.1

Pembentukan-pembentukan pembuluh baru tersebut berhubungan dengan

sejumlah kecil pembentukan jaringan fibroglial. Tampaknya peningkatan jumlah

dari neovaskularisasi dibarengi juga oleh pembentukan jaringan fibrosa. Pada

tahap yang lebih lanjut, pembuluh-pembuluh tersebut beregresi, yang pada

akhirnya hanya akan meninggalkan jaringan fibrosa avaskular yang melekat pada

retina juga pada permukaan posterior hialoid. Saat vitreus berkontraksi, akan

menambah daya traksi pada retina melalui jaringan-jaringan fibroglial tersebut.

Traksi dapat mengakibatkan edema retina, heterotropi retina dan pelepasan retina

oleh traksi atau pembentukan sobekan retina yang berlanjut pada pelepasan

retina.1

Proses Biokimiawi pada Hiperglikemi kronis :

1) Akumulasi SorbitolProduksi berlebihan serta akumulasi dari sorbitol sebagai hasil dari

aktivasi jalur poliol terjadi karena peningkatan aktivitas enzim aldose

reduktase yang terdapat pada jaringan saraf, retina, lensa, glomerulus, dan

dinding pembuluh darah akibat hiperglikemi kronis. Sorbitol merupakan

Page 24: CSS Retinopati Diabetikum

21

suatu senyawa gula dan alkohol yang tidak dapat melewati membrana basalis

sehingga akan tertimbun dalam jumlah yang banyak dalam sel. Kerusakan sel

terjadi akibat akumulasi sorbitol yang bersifat hidrofilik sehingga sel menjadi

bengkak akibat proses osmotik.

Selain itu, sorbitol juga meningkatkan rasio NADH/NAD+ sehingga

menurunkan uptake mioinositol. Mioinositol berfungsi sebagai prekursor

sintesis fosfatidilinositol untuk modulasi enzim Na-K-ATPase yang mengatur

konduksi syaraf. Secara singkat, akumulasi sorbitol dapat menyebabkan

gangguan konduksi saraf.

Percobaan pada binatang menunjukkan inhibitor enzim aldose reduktase

(sorbinil) yang bekerja menghambat pembentukan sorbitol, dapat mengurangi

atau memperlambat terjadinya retinopatik diabetik. Namun uji klinik pada

manusia belum menunjukkan perlambatan dari progresifisitas retinopati.

2) Pembentukan protein kinase C (PKC)Dalam kondisi hiperglikemia, aktivitas PKC di retina dan sel endotel

vaskular meningkat akibat peningkatan sintesis de novo dari diasilgliserol,

yang merupakan suatu regulator PKC dari glukosa. PKC diketahui memiliki

pengaruh terhadap agregasi trombosit, permeabilitas vaskular, sintesis growth

factor dan vasokonstriksi. Peningkatan PKC secara relevan meningkatkan

komplikasi diabetika, dengan mengganggu permeabilitas dan aliran darah

vaskular retina.

Peningkatan permeabilitas vaskular akan menyebabkan terjadinya

ekstravasasi plasma, sehingga viskositas darah intravaskular meningkat

disertai dengan peningkatan agregasi trombosit yang saling berinteraksi

Page 25: CSS Retinopati Diabetikum

22

menyebabkan terjadinya trombosis. Selain itu, sintesis growth factor akan

menyebabkan peningkatan proliferasi sel otot polos vaskular dan matriks

ekstraseluler termasuk jaringan fibrosa, sebagai akibatnya akan terjadi

penebalan dinding vaskular, ditambah dengan aktivasi endotelin-1 yang

merupakan vasokonstriktor sehingga lumen vaskular makin menyempit.

Seluruh proses tersebut terjadi secara bersamaan, hingga akhirnya

menyebabkan terjadinya oklusi vaskular retina.

3) Pembentukan Advanced Glycation End Product (AGE)

Glukosa mengikat gugus amino membentuk ikatan kovalen secara non enzimatik.

Proses tersebut pada akhirnya akan menghasilkan suatu senyawa AGE. Efek dari

AGE ini saling sinergis dengan efek PKC dalam menyebabkan peningkatan

permeabilitas vaskular, sintesis growth factor, aktivasi endotelin 1 sekaligus

menghambat aktivasi nitrit oxide oleh sel endotel. Proses tersebut tentunya akan

meningkatkan risiko terjadinya oklusi vaskular retina.

AGE terdapat di dalam dan di luar sel, berkorelasi dengan kadar glukosa.

Akumulasi AGE mendahului terjadinya kerusakan sel. Kadarnya 10-45x lebih

tinggi pada DM daripada non DM dalam 5-20 minggu. Pada pasien DM, sedikit

saja kenaikan glukosa maka meningkatkan akumulasi AGE yang cukup banyak,

dan akumulasi ini lebih cepat pada intrasel daripada ekstrasel.

4) Pembentukan Reactive Oxygen Speciesi (ROS)

ROS dibentuk dari oksigen dengan katalisator ion metal atau enzim yang

menghasilkan hidrogen peroksida (H2O2), superokside (O2-). Pembentukan ROS

Page 26: CSS Retinopati Diabetikum

23

meningkat melalui autooksidasi glukosa pada jalur poliol dan degradasi AGE.

Akumulasi ROS di jaringan akan menyebabkan terjadinya stres oksidatif yang

menambah kerusakan sel.

Kerusakan sel yang terjadi sebagai hasil proses biokimiawi akibat

hiperglikemia kronis terjadi pada jaringan saraf (saraf optik dan retina), vaskular

retina dan lensa. Gangguan konduksi saraf di retina dan saraf optik akan

menyebabkan hambatan fungsi retina dalam menangkap rangsang cahaya dan

menghambat penyampaian impuls listrik ke otak. Proses ini akan dikeluhkan

penderita retinopati diabetik dengan gangguan

penglihatan berupa pandangan kabur. Pandangan kabur

juga dapat disebabkan oleh edema makula sebagai akibat

ekstravasasi plasma di retina, yang ditandai dengan

hilangnya refleks fovea pada pemeriksaan funduskopi.

Neovaskularisasi yang tampak pada pemeriksaan

funduskopi terjadi karena angiogenesis sebagai akibat peningkatan sintesis growth

Page 27: CSS Retinopati Diabetikum

24

factor, lebih tepatnya disebut Vascular Endothelial Growt Factor (VEGF).

Sedangkan kelemahan dinding vaksular terjadi karena kerusakan perisit

intramural yang berfungsi sebagai jaringan penyokong dinding vaskular. Sebagai

akibatnya, terbentuklah penonjolan pada dinding vaskular karena bagian lemah

dinding tersebut terus terdesak sehingga tampak sebagai mikroaneurisma pada

pemeriksaan funduskopi. Beberapa mikroaneurisma dan defek dinding vaskular

lemah yang lainnya dapat pecah hingga terjadi bercak perdarahan pada retina yang

juga dapat dilihat pada funduskopi. Bercak perdarahan pada retina biasanya

dikeluhkan penderita dengan floaters atau benda yang melayang-layang pada

penglihatan.

3.5 Manifestasi Klinis

Page 28: CSS Retinopati Diabetikum

25

Retinopati diabetikum biasanya ditemukan bilateral, simetris, dan

progresif, dengan tiga bentuk, yaitu :1,2,5

1. Back ground : miroaneurisma, perdarahan bercak dan titik, serta edema

sirsinata.

2. Makulopati : edema retina dan gangguan fungsi mukosa.

3. Proliferasi : vaskularisasi retina dan badan kaca.

Kelainan retina pada retinopati diabetikum dapat berbentuk:

1. Mikroaneurismata, merupakan pelebaran pembuluh darah vena, yang pada

pemeriksaan funduskopi akan terlihat berupa bintik merah kecil yang

terletak dekat pembuluh darah terutama polus posterior. Mikroaneurismata

merupakan kelainan diabetes melitus dini pada mata.

2. Perdarahan dapat dalam bentuk titik, garis, dan bercak yang biasanya

terletak dekat mikroaneurismata di polus posterior dan besarnya sebanding

dengan buruknya penyakit.. Perdarahan terjadi akibat gangguan

permeabilitas pada mikroaneurismata sehingga aneurisma pecah atau

karena pecahnya kapiler.

3. Dilatasi pembuluh darah terutama vena dengan lumennya ireguler dan

berkelok-kelok, bentuk ini seakan-akan dapat memberikan perdarahan tapi

hal ini tidaklah demikian. Hal ini terjadi akibat kelainan sirkulasi dan

kadang-kadang disertai kelainan endotel dan eksudasi plasma.

4. Hard exudates (waxy exudate/fatty eksudat) merupakan infiltrasi lipid ke

dalam retina (penimbunan protein, lemak dan air). Gambarannya khusus

yaitu ireguler, kekuning-kuningan. Pada permulaan eksudat puntata

Page 29: CSS Retinopati Diabetikum

26

membesar dan bergabung. Eksudat ini dapat muncul dan menghilang

dalam beberapa minggu. Kelainan ini terutama terdiri atas bahan-bahan

lipid dan terutama banyak ditemukan pada keadaan hiperlipoproteinemia.

Pada angiografi fluoresin tampak sebagai kebocoran fluoresin di luar

pembuluh darah.

5. Soft exudate (cotton wool patches/becak wol-katun) merupakan tanda

iskemia retina. Pada pemeriksaan oftalmoskop akan terlihat bercak

berwarna kuning bersifat difus dan berwarna putih, tidak berbatas tegas.

Biasanya terletak dibagian tepi daerah nonirigasi dan dihubungkan dengan

iskemia retina.

6. Edema retina yang ditandai dengan hilangnya gambaran retina terutama

daerah makula sehingga sangat mengganggu tajam penglihatan pasien.

7. Pembuluh darah baru (neovaskularisasi) pada retina dan badan kaca,

biasanya terletak dipermukaan jaringan. Neovaskularisasi terjadi akibat

proliferasi sel endotel pembuluh darah, tampak sebagai pembuluh darah

yang berkelok-kelok, yang merupakan tanda awal dari penyakit yang

berat. Mula-mula terletak dalam jaringan retina (intraretinal) terutama di

dekap papil atau sepanjang vena retina, kemudian menembus membran

limitans interna dan berkembang ke daerah preretinal dan badan kaca

(intravitreal). Pecahnya neovaskularisasi pada daerah-daerah ini dapat

menimbulkan perdarahan retina, perdarahan subhialoid (preretinal)

maupun perdarahan badan kaca. Proliferasi preretinal biasanya diikuti

Page 30: CSS Retinopati Diabetikum

27

proliferasi jaringan glia. Hal ini merupakan awal penyakit yang berat pada

retinopati diabetikum.

8. Obstruksi kapiler, menyebabkan berkurangnya aliran darah dalam kapiler

retina dan dapat menyebaban terbentuknya Shunt arteri-vena.

9. Vena melebar, lumen tidak teratur, berkelok-kelok, terjadi akibat kelainan

sirkulasi serta dapat disertai kelainan endotel dan eksudasi plasma.

10. Hiperlipidemia, keadaan yang sangat jarang. Tanda ini akan hilang bila

segera diberikan pengobatan.

Gambar 3.1. Penglihatan normal (kiri) dan penglihatan pada retinopati diabetikum (kanan)

3.6 Klasifikasi

Terdapat banyak klasifikasi retinopati diabetikum, tetapi pada umumnya

klasifikasi didasarkan atas beratnya perubahan mikrovaskular retina atau ada

tidaknya pembentukan pembuluh darah baru di retina. Pertemuan Airlie House

membagi retinopati diabetikum atas 3 stadium yaitu stadium nonproliferatif,

preproliferatif dan proliferatif.8

Page 31: CSS Retinopati Diabetikum

28

Early Treatment Diabetic Retinopathy Study (ETDRS) membagi retinopati

diabetikum atas nonproliferatif dan proliferatif. Retinopati diabetikum

digolongkan sebagai retinopati diabetikum nonproliferatif (RDNP) apabila hanya

ditemukan perubahan mikrovaskular dalam retina. Kelainan fundus pada RDNP

dapat berupa mikroaneurisma atau kelainan intraretina yang disebut Intraretinal

Microvascular Abnormalities (IRMA) akibat peningkatan permeabilitas kapiler.

Penyumbatan kapiler retina akan menimbulkan hambatan perfusi yang secara

klinik ditandai dengan perdarahan, kelainan vena dan IRMA. Iskemia akibat

hambatan perfusi akan merangasang proliferasi pembuluh darah baru

(neovaskular). Neovaskular merupakan tanda khas retinopati diabetikum

proliferatif (RDP).8

Tabel 3.1. Klasifikasi Retinopati Diabetikum menurut ETDRS8

Retinopati Diabetikum Nonproliferatif (RDNP):1. Retinopati nonproliferatif minimal: terdapat ≥ 1 tanda berupa dilatasi vena,

mikroaneurisma, perdarahan intraretina yang kecil atau eksudat keras.2. Retinopati nonproliferatif ringan sampai sedang: terdapat ≥ 1 tanda berupa

dilatasi vena derajat ringan, perdarahan, eksudat keras, eksudat lunak atau IRMA.3. Retinopati nonproliferatif berat: terdapat ≥ 1 tanda berupa perdarahan dan

mikroaneurisma pada 4 kuadran retina, dilatasi vena pada 2 kuadran, atau IRMA pada 1 kuadran.

4. Retinopati nonproliferatif sangat berat: ditemukan ≥ 2 tanda pada retinopati nonproliferatif berat.

Retinopati Diabetikum Proliferatif:1. Retinopati proliferatif ringan (tanpa risiko tinggi): bila ditemukan minimal

adanya neovaskular pada discus (NVD) yang mencakup < ¼ dari daerah discus tanpa disertai perdarahan preretina atau vitreus, atau neovaskular di mana saja di retina (NVE) tanpa disertai perdarahan preretina atau vitreus.

2. Retinopati prolifetatif risiko tinggi: apabila ditemukan 3 atau 4 dari faktor risiko sebagai berikut: a) ditemukan pembuluh darah baru di mana saja di retina, b) ditemukan pembuluh darah baru pada atau dekat discus optikus, c) pembuluh darah baru yang tergolong sedang atau berat yang mencakup ¼ daerah optikus, d) perdarahan vitreus.

Adanya pembuluh darah baru yang jelas pada discus optikus atau setiap adanya pembuluh darah baru yang disertai perdarahan, merupakan 2 gambaran yang paling sering ditemukan pada retinopati proliferatif dengan resiko tinggi.

Page 32: CSS Retinopati Diabetikum

29

ETDRS = Early Treatment Diabetic Retinopathy Study; IRMA = Intraretinal Microvascular Abnormalities; NVD = New vessels on Disc; NVE = New Vessels Elsewhere.

Klasifikasi retinopati diabetikum di Bagian Mata RSCM adalah sebagai

berikut:

Derajat I : mikroaneurisma dengan atau tanpa fatty eksudat pada

fundus okuli.

Derajat II : mikroaneurisma, perdarahan bintik dan bercak dengan

atau tanpa fatty eksudat pada fundus okuli.

Derajat III : mikroaneurisma, perdarahan bintik dan bercak, dengan

neovaskularisasi dan proliferasi pada fundus okuli. Sering terjadi

pedarahan intra dan praretinal yang dapat menyebar kedalam badan kaca.

3.6.1 Retinopati Nonproliferatif.

Retinopati diabetikum nonproliferatif merupakan stadium awal dari proses

penyakit retinopati diabetikum. Selama menderita diabetes, keadaan ini

menyebabkan dinding pembuluh darah kecil pada mata melemah. Timbul tonjolan

kecil pada pembuluh darah tersebut (mikroaneurisma) yang dapat pecah sehingga

membocorkan cairan dan protein ke dalam retina. Menurunnya aliran darah ke

retina menyebabkan pembentukan bercak berbentuk “cotton wool” berwarna abu-

abu atau putih. Endapan lemak protein yang berwarna putih kuning (eksudat yang

keras) juga terbentuk pada retina. Perubahan ini mungkin tidak mempengaruhi

penglihatan kecuali cairan dan protein dari pembuluh darah yang rusak

Page 33: CSS Retinopati Diabetikum

30

menyebabkan pembengkakan pada pusat retina (makula). Keadaan ini yang

disebut makula edema, yang dapat memperparah pusat penglihatan seseorang.7

Gambar 3.2. Penemuan klinis pada Retinopati diabetic nonproliferative termasuk mikroaneurisma, perdarahan intraretina, dan eksudat lemak

Nonproliferative Retinopathy terutama ditemukan pada individu yang

telah terkena DM > 20 tahun, namun juga sering muncul pada akhir dekade

pertama atau awal dekade kedua dari perjalanan penyakit DM. Stadium ini

ditandai oleh adanya peningkatan permeabilitas kapiler, dilatasi vena,

pembentukan mikroaneurisma serta pendarahan superfisial (flame-shaped) dan

profunda (blot).

Gambar 3.3 Early Diabetic Retinopathy with exudates and microaneursyms

Page 34: CSS Retinopati Diabetikum

31

Gambar 3.4 Fluorescein angiogram showing leakage from microaneursyms

Mikroaneurisma merupakan penonjolan dinding kapiler, dengan bentuk

berupa bintik merah kecil, sedangkan vena mengalami dilatasi dan menjadi

berkelok-kelok. Pendarahan superfisial yang terjadi berbentuk flame-shaped

disebabkan oleh lokasinya yang terletak pada lapisan serabut saraf yang

horisontal, sedangkan pendarahan profunda berbentuk blot karena sel–sel dan

akson pada lapisan profunda yang vertikal.

Pada stadium ini juga dapat terjadi edema makula yang merupakan

penyebab paling sering hilangnya visus pada penderita diabetic retinopathy.

Edema ini disebabkan kebocoran serum melalui dinding pembuluh darah yang

inompeten. Edema dapat fokal atau difus, yang ditandai oleh gambaran retina

yang berawan dan tebal disertai dengan mikroaneurisma dan eksudat intraretina.

Hard exudate merupakan infiltrasi lipid ke dalam retina. Gambarannya

khusus yaitu iregular, kekuning-kuningan. Eksudat ini dapat muncul dan hilang

dalam beberapa bulan sampai beberapa tahun. Kondisi ini sering muncul pada

keadaan hipertensi dan hiperlipoproteinemia. Soft exudate muncul dan hilang

Page 35: CSS Retinopati Diabetikum

32

dalam waktu yang lebih sering, berhubungan dengan meningkatnya permeabilitas

kapiler.

3.6.2 Retinopati Preproliferatif

Seiring dengan progresivitas dari oklusi mikrovaskular, terjadi

peningkatan iskemi retina pada daerah yang perfusinya buruk, yang pada akhirnya

terbentuk area infark. Gambaran yang khas adalah cotton wool patches yang

merupakan infark lapisan serabut saraf akibat iskemi retina serta abnormalitas

pembuluh darah retina di mana terjadi dilatasi segemental yang ireguler.

Edema makula disertai iskemi yang signifikan pada zona avaskular fovea

memiliki prognosis visus yang buruk, baik dengan atau tanpa terapi laser, bila

dibandingkan dengan mata yang edema namun perfusinya masih cukup baik.

3.6.3 Retinopati Proliferatif.

Retinopati nonproliferatif dapat berkembang menjadi retinopati proliferatif

yaitu stadium yang lebih berat pada penyakit retinopati diabetic dan sering

ditemukan pasien diabetes yang sukar dikontrol. Bentuk utama dari retinopati

proliferatif adalah pertumbuhan (proliferasi) dari pembuluh darah

(neovaskularisasi) yang rapuh pada permukaan retina. Pembuluh darah yang

abnormal ini mudah pecah, terjadi perdarahan pada pertengahan bola mata

sehingga menghalangi penglihatan. Pada retinopati proliferatif juga akan

terbentuk jaringan parut yang dapat menarik retina sehingga retina terlepas dari

tempatnya. Jika tidak diobati, retinopati proliferatif dapat merusak retina secara

Page 36: CSS Retinopati Diabetikum

33

permanen serta bagian-bagian lain dari mata sehingga mengakibatkan kehilangan

penglihatan yang berat atau kebutaan.7

Gambar 3.5 Cotton wool spots umum terlihat pada pasien diabetic retinopathy. Gambaran Ini terlihat akibat adanya miroinfark pada lapisan

serat saraf

Gambar 3.6 Proliferasi fibrovaskular dalam rongga vitreous

Tabel 3.2. Pembagian Stadium Retinopati Diabetikum menurut Daniel Vaughan DKK10

Stadium I- Mikroaneurisma, yang merupakan tanda khas, tampak sebagai perdarahan

bulat kecil di daerah papil dan makula.- Vena sedikit melebar.- Histologis: didapatkan mkroaneurisma di kapiler bagian vena di daerah

nuclear luar.Stadium II

- Vena melebar.- Eksudat kecil-kecil, tampak keras seperti lilin, tersebar atau terkumpul

seperti bunga (circinar) yang histologis terletak di daerah lapisan plexiform luar.

Stadium IIIStadium II + cotton wool patches, sebagai akibat iskemia pada arteriola terminal. Diduga bahwa terdapat cotton wool patches, bila disertai retinopati hipertensi atau arterisklerosis.

Page 37: CSS Retinopati Diabetikum

34

Stadium IVVena-vena melebar, cyanosis, tampak sebagai sosis, disertai sheating pembuluh darah. Perdarahan besar dan kecil, terdapat pada semua lapisan retina, dapat juga di preretina.Stadium VPerdarahan besar di retina dan preretina serta di dalam badan kaca. Kemudian disusul dengan terjadinya retinitis proliferans, akibat jaringan fibrotik yang disertai dengan neovaskularisasi. Retinitis proliferans ini melekat pada retina, bila mengkerut dapat menimbulkan ablasi retina, dan dapat mengakibatkan terjadinya kebutaan total.

Derajat retinopati berhubungan erat dengan lamanya diabetes melitus yang

diderita. Diabetes pada orang muda, dapat menyebabkan retinopati diabetikum

yang hebat dalam 20 tahun walaupun dikontrol dengan baik dan retinopati dimulai

dengan stadium IV melaju ke stadium V. Pada penderita diabetes tua, retinopati

mulai pada stadium I dan jarang melaju sampai stadium III. Degenerasi makula

dapat menurunkan visus sentral pada stadium yang lebih lanjut.10

3.7 Diagnosis Retinopati Diabetikum

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan mata.

Pemeriksaan yang biasa dilakukan untuk menilai keadaan retina adalah

pemeriksaan dengan oftalmoskopi dan fotografi retina. Diagnosis retinopati

diabetikum didasarkan atas hasil pemeriksaan funduskopi. Pemeriksaan dengan

fundal fluorescein angiography (FFA) merupakan metode diagnosis yang paling

terpercaya. Tetapi dalam klinik pemeriksaan dengan oftalmoskopi masih dapat

digunakan untuk skrining.7,8

3.8 Komplikasi dan Faktor yang Memperberat Retinopati

Diabetikum

Page 38: CSS Retinopati Diabetikum

35

Komplikasi retinopati diabetikum antara lain: perdarahan vitreus dan

ablasi retina traksi. Jika telah terjadi retinopati diabetikum disertai ablasi retina

maka pasien akan kehilangan penglihatan dan sukar diatasi.1

Keadaan yang dapat memperberat retinopati diabetikum antara lain:

1. Arteriosklerosis dan hipertensi arteri, serta proses menua (degenerasi)

pembuluh darah, dapat memperburuk prognosis, terutama pada pasien tua.

2. Hipoglikemia atau trauma, dapat menyebabkan timbulnya perdarahan

mendadak.

3. Hiperlipoproteinemia, mempengaruhi arteriosklerosis, sehingga

mempercepat progresifitas penyakitnya.

4. Hipertensi arteri. Memperburuk prognosis terutama pada penderita usia

tua.

5. Kehamilan pada penderita diabetes juvenilis yang tergantung pada insulin,

dapat menimbulkan perdarahan dan proliferasi.10

3.9 Terapi dan Pencegahan Retinopati Diabetikum

Terapi retinopati diabetikum adalah:1,5,9,10

Kontrol diabetes melitus.

Kontrol diabetes melitus yang baik akan memperlambat pembentukan

retinopati diabetikum tetapi tidak menyebabkan perbaikan kerusakan yang telah

terjadi.

Fotokoagulasi laser.

Page 39: CSS Retinopati Diabetikum

36

Fotokoagulasi preretina biasanya diindikasikan untuk retinopati

diabetikum nonproliferatif yang berat dan retinopati diabetikum proliferatif dini.

Fotokoagulasi dilakukan untuk pengobatan retinopati yang telah mengganggu

ketajaman penglihatan atau telah menimbulkan penyulit. Gangguan penglihatan

akan menjadi lebih berat bila terjadi neovaskularisasi pada retina ataupun badan

kaca. Fotokoagulasi dapat menurunkan kemungkinan perdarahan masif korpus

vitreum dan ablasi retina. Fotokoagulasi laser dilakukan untuk menghancurkan

pembuluh darah yang baru dan menyumbat pembuluh darah yang bocor. Pada

retinopati diabetikum proliferatif dilakukan panfotokolagulasi bila telah

memperlihatkan kelainan retina.

Vitrektomi.

Vitrektomi diindikasikan untuk retinopati diabetikum dengan komplikasi.

Vitrektomi (pembedahan untuk membuang darah dari humor vitreus) dilakukan

jika terjadi perdarahan hebat dari pembuluh darah yang telah mengalami

kerusakan dan jika trdapat perdarahan ke dalam badan kaca. Setelah vitrektomi,

fungsi penglihatan akan menunjukkan perbaikan dan secara bertahap mata akan

membentuk humor vitreus baru.

Diet gizi seimbang.

Memperbaiki pola hidup dan berolah raga secara teratur.

Cara pencegahan yang terbaik adalah mengontrol diabetes dan tekanan

darah tinggi. Penderita diabetes sebaiknya menjalani pemeriksaan mata secara

rutin (1 kali/tahun) setelah terdiagnosis menderita diabetes.

Page 40: CSS Retinopati Diabetikum

37

DAFTAR PUSTAKA

1. Bhavsar, Abdhish R. Diabetic Retinopathy. Tersedia dari: www.e-medicine.com .

2. Ilyas S. Penglihatan turun perlahan tanpa mata merah. Dalam: Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke-3. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2005. h. 142.

3. Moore, Keith L. Clinically Oriented Anatomy. Fourth edition. Philadelphia: Lippincot Williams and Wilkins; 1999. h. 904-14.

4. Sloane, Ethel. Dalam: Mata dan Indera Penglihatan. Anatomi dan Fisiologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran; 2004. h. 184-5.

5. Shock JP, Harper RA. Dalam: Vaughan DG & Asbury’s. General Ophthalmology. Edisi ke-16. San francisco: Mc Graw Hill; 2004. h. 14-5, 202-6, 263.

6. Junqueira, Carlos. Dalam: Organ Indera. Histologi Dasar. Edisi ke-8. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 1998. h. 461-78.

7. Quillein. Retinopati Diabetikum. Tersedia dari: www.tanyadokter.com .

8. Sudoyo, Aru. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006.h. 1911-15.

9. Panggabean, Djonggi. Retina. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke-3. Bandung: Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran Bandung; 2002. h. 363-96.

10. Nana Wijana. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Abadi Tegal; 1993. h. 135-7.