css referat stroke
TRANSCRIPT
STROKE
I. DEFINISI
WHO menyatakan definisi stroke sebagai berikut (Aho dkk, 1980) :
Stroke adalah gangguan fungsi cerebral fokal atau global yang terjadinya
mendadak dan cepat, berlangsung lebih dari 24 jam atau meninggal, akibat gangguan
peredaran darah otak.
Gangguan fungsi cerebral umumnya berupa defisit fungsi motorik (hemiparesis,
disartri, disfoni), sensorik (hemihipestesi), gangguan fungsi luhur (afasia, agnosia), yang
tergantung dari letak dan luasnya lesi. Pengertian gangguan serebral global merujuk
pada manifestasi klinik penurunan kesadaran.
Berlangsung lebih dari 24 jam untuk membedakan dengan TIA (Transient
Ischemic Attack) adalah disfungsi serebral yang sembuh total dalam kurun waktu
kurang dari 24 jam. Gangguan peredaran darah otak dapat berupa sumbatan pembuluh
darah atau pecah pembuluh darah, terkait pula dengan sistem pembuluh darah otak
(sistem karotis atau vertebrobasiler) dan faktor-faktor resiko stroke sebagai penyebab
dasar perubahan pembuluh darah otak.
II. KLASIFIKASI
Diagnosa klinik stroke biasanya berdasarkan beberapa kategori (Whisnant JP,
1990), yaitu :
A. Berdasarkan gambaran klinik dan profil waktu (temporal profile), terdiri dari :
1. Improving Stroke (dulu RIND : Reversible Neurological Ischemic Deficite), yaitu
apabila defisit neurologi sembuh dalam kurun waktu lebih dari 24 jam sampai 3
minggu.
2. Worsening Stroke (dulu SIE : Stroke in Evolution), yaitu apabila defisit neurologi
menjadi berat secara progresif, secara kuantitatif maupun kualitatif, baik dari
anamnesa maupun follow up, 50% biasanya terjadi dalam beberapa menit sampai
jam. Berdasarkan perjalanan kliniknya dibagi dalam smooth worsening
(progresifitas berjalan gradual/bertahap), steplike worsening (progresifitas seperti
anak tangga, bertambah berat diselingi periode menetap) dan fluctuating
worsening (apabila suatu periode progresifitas didahului atau diselingi perbaikan).
3. Stable Stroke (dulu Completed Stroke), yaitu apabila defisit neurologi langsung
lengkap tidak banyak berubah lagi dalam perjalanan waktu.
B. Berdasarkan gambaran patologis intrakranial dan menunjukan tipe stroke, terdiri
dari:
1. Infark otak adalah kematian (nekrosis) pada sebagian jaringan otak disebabkan
berkurangnya perfusi vaskuler (cerebral blood flow) akibat stenosis atau oklusi
pembuluh darah. Berdasarkan patofisiologinya dibagi dalam infark aterotrombotik
(suatu proses tombosis superimposed pada aterosklerosis serebral), kardioemboli
(sumbatan emboli berasal dari jantung), dan infark lakuner (yaitu terjadinya
infark-infark kecil)
2. Perdarahan intraserebral (PIS), yaitu perdarahan kedalam jaringan parenkhimal
otak akibat ruptura vaskuler.
3. Perdarahan subarachnoidal (PSA), yaitu pecahnya pembuluh darah dan masuknya
darah kedalam rongga subarachnoidal. Berdasarkan asalnya darah dibagi dalam
PSA primer yaitu bila darah masuk langsung kedalam rongga subarachnoidal dan
PSA sekunder apabila darah berasal dari PIS kemudian juga mengisi rongga
subarachnoidal, biasanya melalui perdarahan intraventrikuler.
C. Berdasarkan lokalisasi lesi pembuluh darah yang terkena dibagi dalam :
1. Sistem karotis
2. Sistem vertebrobasiler
III. GEJALA KLINIK
Gejala klinik stroke berbeda dari kasus ke kasus, tergantung dari :
1. Luasnya lesi
2. Letak lesi
-. Sistem karotis
-. Sistem vertebrobasiler
Berdasarkan letak lesi vaskuler, dibedakan dalam :
A. Gejala klinik sistem karotis :
1. Disfungsi motorik berupa hemiparese kontralateral, pada umumnya parese motorik
saraf otak sejajar/ipsilateral dengan parese ekstremitas, lainnya disartria.
2. Disfungsi sensorik berupa hemihipestesi kontralateral, hipestesi saraf otak sejajar
dengan hipestesi ekstremitas, dapat juga berupa parestesia.
3. Gangguan visual berupa hemianopsia homonim kontralateral (pada TIA dapat
berupa amaurosis fugax).
4. Gangguan fungsi luhur, seperti afasia (gangguan berbahasa, bila lesi pada hemisfer
dominan, umunya hemisfer kiri), agnosia (lesi pada hemisfer non dominan).
B. Gejala klinik sistem vertebrobasiler:
1. Disfungsi motorik berupa hemiparese alternans yaitu parese motorik saraf otak
tidak sejajar/kontralateral dengan parese ekstremitas, lainnya disartria.
2. Disfungsi sensorik berupa hemihipestesi alternans yaitu hipestesi saraf otak tidak
sejajar dengan hipestesi ekstremitas.
3. Gangguan visual berupa hemianopsia homonim, satu atau dua sisi lapang pandang,
buta kortikal (terkenanya pusat penglihatan di lobus oksipitalis)
4. Gangguan lainnya berupa gangguan keseimbangan, vertigo dan diplopia.
Untuk membedakan gejala klinik fokal dan non fokal (global), Warlow et al
(1996) menyusun sebagai berikut:
A. Gejala klinik fokal
1. Gangguan motorik
Hemiparesis, paraparesis, quadriparesis, disfagia, ataksia
2. Gangguan berbahasa/berbicara
Disfasia, disgrafia, diskalkuli, disartria
3. Gangguan sensibilitas
Somatosensorik (hemisensoris)
Visual ( hemianopsia, quadrantanopsia, bilateral blindness, diplopia, amaurosis
fugax pada TIA)
4. Gangguan vestibuler : vertigo
5. Gangguan tingkah laku/kognitif : disfungsi visuospasial, amnesia
B. Gejala klinik non fokal (global)
1. Paralisis dan/atau hipestesi bilateral
2. Light-headedness
3. Faintness
4. Black-out (dengan gangguan kesadaran, dengan/tanpa gangguan penglihatan)
5. Inkontinensio urine et alvi
6. Bingung (confuse)
7. Gejala lainnya : vertigo, tinitus, disfagia, disartria, diplopia, ataksia.
IV. PEMBAGIAN BERDASARKAN GAMBARAN PATOLOGIS DIOTAK
STROKE
STROKE INFARK STROKE PERDARAHAN
ATHEROTHROMBOTIK
(80%)
KARDIOEMBOLI
PERDARAHAN INTRASEREBRAL
PERDARAHAN SUBARAKNOIDLAKUNER
1. STROKE INFARK
Infark serebri diawali dengan terjadinya penurunan Cerebral Blood Flow (CBF)
yang menyebabkan suplai oksigen ke otak akan berkurang. Derajat dan durasi
penurunan Cerebral Blood Flow (CBF) kemungkinan berhubungan dengan jejas yang
terjadi. Jika suplai darah ke otak terganggu selama 30 detik, maka metabolisme di otak
akan berubah. Setelah satu menit terganggu, fungsi neuron akan berhenti. Bila 5 menit
terganggu dapat terjadi infark. Bagaimanapun, jika oksigenasi ke otak dapat diperbaiki
dengan cepat, kerusakan kemungkinan bersifat reversibel.
Nilai kritis Cerebral Blood Flow (CBF) adalah 23 ml/100 gram per menit
(normal 55 ml). Penurunan CBF di bawah 10-12 ml/100 gram per menit dapat
menyebabkan infark. Nilai kritis CBF yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan
adalah diantara 12 sampai 23 ml/100 gram per menit. Pada nilai tersebut terjadi keadaan
isoelektrik. Dalam keadaan perfusi yang marginal (ischemic penumbra), kadar kalium
akan meningkat disertai penurunan ATP dan kreatin fosfat. Akan tetapi, perubahan
masih bersifat reversibel apabila sirkulasi dapat kembali normal.
Iskemia akan menyebabkan gangguan hemostasis ion, terutama ion kalium dan
kalsium. Ion kalium yang meninggi di ruang ekstraseluler akan menyebabkan
pembengkakan sel astroglia, sehingga mengganggu transport oksigen dan bahan
makanan ke otak.
Sel yang mengalami iskemia akan melepaskan neurotransmitter glutamat dan
aspartat yang akan menyebabkan influx natrium dan kalsium ke dalam sel. Keadaan
inilah yang mendorong jejas sel menjadi irreversibel.
Nilai CBF 6 sampai 8 ml/100 gram per menit (infark) ditandai dengan
penurunan ATP, peningkatan kalium ekstraseluler, peningkatan kalsium intraseluler,
dan asidosis seluler. Kalsium yang tinggi di intraseluler akan menghancurkan membran
fosfolipid sehingga terjadi asam lemak bebas, antara lain asam arakhidonat. Asam
arakhidonat merupakan prekursor dari prostasiklin dan tromboksan A2. Prostasiklin
merupakan vasodilator yang kuat dan mencegah agregasi trombosit, sedangkan
tromboksan A2 merangsang terjadinya agregasi trombosit. Pada keadaan normal,
prostasiklin dan tromboksan A2 berada dalam keseimbangan sehingga agregasi
trombosit tidak terjadi. Bila keseimbangan ini terganggu, akan terjadi agregasi
trombosit. Prostaglandin, leukotrien, dan radikal bebas terakumulasi. Protein dan enzim
intraseluler terdenaturasi, setelah itu sel membengkak (edema seluler).
Akumulasi asam laktat pada jaringan otak berperan dalam perluasan kerusakan
sel. Akumulasi asam laktat yang dapat menimbulkan neurotoksik terjadi apabila kadar
glukosa darah otak tinggi sehingga terjadi peningkatan glikolisis dalam keadaan
iskemia.
A. Infark Atherotrombotik
Kebanyakan penyakit serebrovaskular dapat dikaitkan dengan atherosklerosis
dan hipertensi kronis. Keduanya saling mempengaruhi. Atherosklerosis akan
mengurangi kelenturan arteri besar, dan stenosis atherosklerotik yang terjadi pada arteri
ginjal, keduanya dapat mengakibatkan tekanan darah yang meningkat. Sedangkan
hipertensi akan ”mendorong” atherosklerosis ke dinding arteri cabang kecil.
Proses atheromatous pada arteri otak identik dengan yang terjadi pada aorta,
arter koroner, dan arteri besar lainnya. Proses ini terjadi dengan progresif, berkembang
tanpa gejala dalam waktu puluhan tahun, dan dapat dipercepat oleh hipertensi,
hiperlipidemia, dan diabetes. Profil lipoprotein darah dengan kadar HDL (High Density
Lipoprotein) kolesterol yang rendah dan LDL (Low Density Lipoprotein) kolesterol
yang tinggi juga mempercepat proses terjadinya plak atheromatous. Faktor resiko
lainnya adalah merokok, yang akan menurunkan kadar HDL kolesterol darah dan aliran
darah otak.
Terdapat kecenderungan plak atheromatous untuk terbentuk pada percabangan
dan cekungan arteri otak. Tempat yang paling sering adalah:
A. carotis interna, pada pangkalnya yang berasal dari a. carotis communis.
A. vertebralis pars cervicalis dan pada peralihannya yang membentuk a.
basiler
Pada batang maupun percabangan utama a. cerebri medial
Pada a. cerebri posterior yang memutar di otak tengah
A. cerebri anterior di lengkungan yang memutari corpus callosum
Gambaran Klinis
Harus terdapat riwayat episode prodromal sebelumnya untuk menegakkan
diagnosis trombosis otak, berupa serangan yang sifatnya sementara dan
reversibel.
Bila sumbatan terjadi pada a. carotis dan a. cerebri media, gejala yang mungkin
timbul pada serangan awal adalah kebutaan sebelah mata, hemiplegia,
hemianesthesia, gangguan bicara dan bahasa, bingung dan lain-lain.
Bila sumbatan terjadi pada sistem vertebrobasiler, terjadi episode pusing,
diplopia, kebas, hendaya penglihatan pada kedua lapang pandang dan
dysarthria.
Serangan awal tersebut dapat terjadi dalam rentang waktu beberapa menit
hingga beberapa jam, umumnya tidak lebih dari 10 menit.
Stroke trombotik, dapat berkembang dengan berbagai cara, yaitu:
a. Stroke parsial dapat terjadi, alau berkurang sementara untuk beberapa jam,
setelahnya terjadi perubahan cepat menuju stroke lengkap. Episode awal
dapat berlangsung lebih lama dan berulang sebelum terjadi stroke yang
lengkap.
b. Stroke trombotik dapat terjadi waktu tidur, pada saat terjaga,
pasien lumpuh pada tengah malam atau pagi. Pasien dapat bangkit dari
tempat tidur, lalu terjatuh dan tidak berdaya.
c. Gambaran stroke trombotik dapat terjadi sangat lamabt, sehingga
menyerupai tumor otak, abses ataupun subdural hematoma. Untuk
menegakkan diagnosis stroke pada kasus ini, riwayat penyakit terdahulu
harus didapat dengan lengkap.
Trombosis arterial biasanya tidak disertai nyeri kepala. Bila ada, lokasi nyeri
berhubungan dengan lokasi sumbatan arteri. Intensitas nyeri tidak parah dan
lebih regional dibandingkan dengan perdarahan intraserebral maupun
perdarahan subarachnoid.
Hipertensi, diabetes, kebiasaan merokok dan hiperlipidemia umum ditemukan
pada pasien dengan stroke infark atherotrombotik.
B. Infark Embolik
Stroke dapat ditimbulkan oleh emboli yang bersumber dari trombus di jantung.
Trombus yang terlepas akan terbawa oleh aliran pembuluh darah sampai pada
percabangan arteri yang terlalu kecil untuk dilewati.
Emboli yang berasal dari jantung dapat disebabkan oleh:
Fibrilasi atrial dan aritmia lainnya (dengan penyakit jantung rematik,
atherosklerotik, hipertensi, kongenital aupun sifilis)
Infark miokard dengan trombus mural
Endokarditis bakterial akut dan sub akut
Penyakit jantung tanpa aritmia maupun trombus mural (stenosis mitral,
miokarditis)
Komplikasi bedah jantung
Katup jantung buatan
Vegetasi trombotik endokardial non bakterial
Prolaps katup mitral
Emboli paradoks dengan penyakit jantung kongenital (cont: patent foramen
ovale)
Myxoma
Emboli yang tidak berasal dari jantung antara lain:
Atherosklerosis aorta dan a. carotis
Dari tempat pembelahan atau displasia a. carotis dan a. vertebrobasiler
Trombus pada v. pulmonalis
Lemak, tumor, udara
Komplikasi bedah leher dan thoraks
Trombosis pada panggul dan ekstremitas bawah pada right-to-left cardiac shunt
Gejala Klinis
Dari seluruh jenis stroke, kardioemboli merupakan jenis yang berkembang
paling cepat. Biasanya timbul pada saat beraktivitas, dan timbul mendadak,
seperti saat di kamar mandi.
Kadang ditemukan; isolated homonymous hemianopsia atau isolated aphasia
Pada pencitraan otak :
o Melibatkan korteks, umumnya pada distribusi percabangan a. cerebri medial
o Terdapat kemungkinan infark perdarahan
C. Infark Lakuner
Stroke ini mempunyai kumpulan gejala klinis yang jelas dengan daerah kecil
yang mengalami iskemia dan terbatas pada daerah pembuluh darah tunggal yaitu
pembuluh darah yang berpenetrasi ke otak yang menembus kapsula interna, basal
ganglia, thalamus, korona radiata, dan daerah paramedian dari batang otak.
Stroke lakuner biasanya berhubungan dengan kombinasi antara hipertensi,
atherosklerosis dengan diabetes melitus.
Stroke lakuner dapat didiagnosa hanya melalui karakteristik gejala klinisnya
yaitu hemiparesis motorik murni, sindrom sensorik murni, clumsy hand, dysarthria,
hemiparesis dengan ataksia, sindrom sensorimotor.
2. STROKE PERDARAHAN
A. Stroke Perdarahan Intraserebral
Merupakan 10% dari seluruh kasus yang ada. Perdarahan intraserebri ditandai
oleh adaya perdarahan ke dalam parenkim otak akibat pecahnya arteri penetrans yang
merupakan cabang dari pembuluh darah superficial dan berjalan tegak lurus menuju
parenkim otak yang di bagian distalnya berupa anyaman kapiler. Atherosklerosis yang
terjadi dengan meningkatnya usia dan adanya hipertensi kronik, maka sepanjang arteri
penetrans ini terjadi aneurisma kecil –kecil (mikroaneurisma) dengan diameter sekitar 1
mm disebut aneurismas Charcot-Bouchard. Pada suatu saat aneurisma ini dapat pecah
oleh tekanan darah yang meningkat sehingga terjadilan perdarahan ke dalam parenkim
otak. Darah ini mendorong struktur otak dan merembes ke sekitarnya bahkan dapat
masuk ke dalam ventrikel atau ke ruangan subaraknoid yang akan bercampur dengan
cairan serebrospinal dan merangsang meningens.
Onset perdarahan intraserebri sangat mendadak, seringkali terjadi saat
beraktivitas dan disertai nyeri kepala berat, muntah dan penurunan kesadaran, kadang-
kadang juga disertai kejang. Distribusi umur biasanya pada usia pertengahan sampai tua
dan lebih sering dijumpai pada laki-laki. Hipertensi memegang peranan penting sebagai
penyebab lemahnya dinding pembuluh darah dan pembentukan mikroaneurisma. Pada
pasien nonhipertensi usia lanjut, penyebab utama terjadinya perdarahan intraserebri
adalah amiloid angiopathy. Penyebab lainnya dapat berupa aneurisma, AVM, angiopati
kavernosa, diskrasia darah, terapi antikoagulan, kokain, amfetamin, alkohol dan tumor
otak. Dari hasil anamnesa tidak dijumpai adanya riwayat TIA.
Lokasi perdarahan umumnya terletak pada daerah ganglia basalis, pons,
serebelum dan thalamus. Perdarahan pada ganglia basalis sering meluas hingga
mengenai kapsula interna dan kadang-kadang rupture ke dalam ventrikel lateral lalu
menyebar melalui system ventrikuler ke dalam rongga subarachnoid. Adanya Perluasan
intraventrikuler sering berakibat fatal. Perdarahan pada lobus hemisfer serebri atau
serebelum biasanya terbatas dalam parenkim otak.
Apabila pasien dengan perdarahan intraserebri dapat bertahan hidup, adanya
darah dan jaringan nekrotik otak akan dibersihkan oleh fagosit. Jaringan otak yang telah
rusak sebagian digantikan oleh jaringan ikat dan pembuluh darah baru, yang
meninggalkan rongga kecil yang terisi cairan. .
Gambaran klinis tergantung dari lokasi dan ukuran hematoma:
-. Awitan umumnya akut, sering disertai sakit kepala, muntah-muntah, kadang-kadang
kejang pada saat permulaan dan penurunan kesadaran, kerap kali bersifat fatal.
-. Seringkali pada saat aktifitas atau peningkatan emosi
-. Pada usia lebih tua (50-75 tahun)
-. Tidak pernah didahului TIA
-. Tekanan darah umumnya meninggi, walaupun kadang-kadang tidak jelas ada riwayat
hipertensi.
-. Jaringan otak terdorong, maka timbul gejala defisit neurologik yang cepat menjadi
berat dalam beberapa jam.
-. Dari hasil pemeriksaan LP didapa seperti air cucian daging (xanthocrome)
-. Adanya perdarahan (hiperdens) pada CT Scan.
B. Stroke Perdarahan Subarachnoid
Ditandai dengan perdarahan yang masuk ke dalam rongga subarachnoid.
Onsetnya sangat mendadak dan disertai nyeri kepala hebat, penurunan kesadaran dan
muntah. Distribusi umur penderita ini umumnya terjadi pada usia muda dan lebih
banyak pada wanita.
Pada 10-15% kasus penyebabnya tidak diketahui, Umumnya akibat rupture
aneurisma, kadang-kadang juga karena pecahnya malformasi arterivenosa, dan terapi
antikoagulan. Aneurisma biasanya berlokasi di sirkulus Willisi dan percabangannya.
Bila aneurisma pecah, darah segera mengisi ruang subarakhnoid atau merembes ke
dalam parenkim otak yang letaknya berdekatan.
Gejala klinis perdarahan subarachnoid berupa sakit kepala kronik akibat
penekanan aneurisma yang besar terhadap organ sekitar, akibat pecahnya aneurisma
mendadak dirasakan sakit kepala hebat, muntah dan penurunan kesadaran. Biasanya
ditemukan rangsang meningen positif berupa kaku kuduk akibat darah dalam likuor dan
Kernig’s sign, Perdarahan subhialoid pada funduskopi, CSS gross hemorrhagic pada
pungsi lumbal dan CT scan menunjukkan adanya darah dalam rongga subarachnoid.
Komplikasi berupa vasospasme dapat terjadi > 48 jam setelah onset dengan akibat
terjadinya infark otak dan deficit neurologik fokal. Perdarahan ulang kadang-kadang
terjadi dalam beberapa mingu setelah kejadian pertama. Angka kematian cukup tinggi
30-70% dan tergantung beratnya penyakit pada saat pertama kali muncul.
Perbandingan perdarahan intraserebri dan subarachnoid
Perdarahan Intraserebri Perdarahan SubarachnoidOnset Usia pertengahan - usia tua Usia mudaJenis Kelamin >> ♂ >> ♀Etiologi Hipertensi Ruptur aneurismaLokasi Ganglia basalis, pons,
thalamus, serebelumRongga subarachnoid
Gambaran klinik Penurunan kesadaran, nyeri kepala, muntahDefisit neurologis (+)
Penurunan kesadaran, nyeri kepala, muntahDeficit neurologist (-)/ ringanRangsang meningen (+)
Pemeriksaan Penunjang - CSS seperti air cucian daging/ xantochrome (Pungsi lumbal)
- Area hiperdens pada CT Scan
- Perdarahan subhialoid (Funduskopi)
- CSS gross hemorrhagic (Pungsi lumbal)
- Perdarahan dalam rongga subarachnoid (CT Scan)
V. DIAGNOSA BANDING BERBAGAI TIPE STROKE
Tabel 1. Diagnosa banding berdasarkan anamnesa :
Anamnesa Trombosis Emboli PIS PSA
Umur 50-70 tahun Semua umur 40-60 tahun 20-30 tahun
Awitan Bangun tidur Aktivitas Aktivitas Aktivitas
Gejala Bertahap Cepat Cepat Cepat
Peringatan + + - -
Sakit kepala - - ++ ++++
Muntah - - ++ ++++
Kejang - - ++ ++++
Vertigo +/- - - -
Tabel 2. Diagnosa banding berdasarkan gambaran klinis
Anamnesa Trombosis Emboli PIS PSA
Kesadaran Normal Normal Menurun Menurun
GCS ≥ 7 ≥7 ≤ 6 ≤ 6
Kaku kuduk - - +/- ++++
Kelumpuhan Hemiparese Hemiparese Hemiplegia Hemiparese +/-
Afasia ++/- ++/- - -
Deviasi Conj - - + +/-
Parese N.III,IV,
VI
- - + +/-
LP - - +/- ++++
Angiografi Oklusi/stenosis Oklusi/stenosis Midline shift AVM
CT scan Hipodens stlh 4-
7 hari
Hipodens stlh 4-
7 hari
Hiperdens N/hiperdens
Table 3. Diagnosa banding antara stroke, infark, PIS dan PSA
Kriteria Infark PIS PSA
Anamnesa
TIA + - -
Istirahat + - -
Aktivitas - + +
Nyeri kepala - + ++
Pemeriksaan fisik
Def.Neurologi + + ±
Penurunan kesadaran - + ±
Kaku kuduk - ± +
Tekanan darah Sedang Variasi Sedang
Pem.tambahan
LP Jernih Berdarah Darah segar
VI. FAKTOR RESIKO STROKE
Yang tidak dapat diubah
1. Umur
Umur 50 tahun : 2 x resiko stroke
2. Sex terutama ♂
3. Bangsa
Stroke infark : black > white > asia
Stroke perdarahan : black > asia > white
4. Riwayat stroke / TIA
5. Riwayat keluarga dengan stroke
Yang dapat diubah :
1. Hipertensi
2. Penyakit jantung
3. Diabetes mellitus
4. Hiperlipidemia
5. Hematokrit > 45%
6. Rokok
7. Pil kontrasepsi
8. Alkohol
9. Obesitas
VII. PEMERIKSAAN FISIK PADA PENDERITA STROKE
1. Kesadaran
Penentuan status kesadaran pada pasien stroke sangat penting, penurunan
kesadaran pada penderita stroke terjadi karena Tekanan Tinggi Intrakranial yang sangat
hebat sehingga mampu menekan bagian ARAS yang merupakan pusat kesadaran.
Penurunan kesadaran menjadi tolok ukur pada penentuan jenis stroke dengan
menggunakan skoring baik dengan Sirijaj-Stroke-Score maupun Gajah mada Stroke
Score.
2. Tensi (Tekanan darah)
Salah satu faktor resiko mayor dari Stroke adalah Hipertensi. Pembagian Grade
Hipertensi :
- Mild : 140-159/90-99 mmHg
- Moderate : 160-179/100-109 mmHg
- Severe : 180-209/110-109 mmHg
- Malignant : >210/>120 mmHg
Pengukuran tekanan darah sebaiknya dibandingkan dengan tangan disebelahnya.
Apakah terdapat perbedaan. Jika terdapat perbedaan yang besar maka kemungkinan
terjadi kelainan pembuluh darah (arteritis)
3. Nadi
4. Heart Rate
Pengukuran ini sangat penting, jumlah kontraksi jantung yang dihitung
dibandingkan dengan Nadi yang di ukur. Pulsus defisit terjadi jika Perbedaan heart rate
dan nadi ≥20 x/mnt. Pulsus derfisit dapat ditemukan pada artrial fibrilasi yang
kemungkinan menjadi pencetus stroke.
5.Pernafasan
6. Suhu
7. Turgor dan gizi
Berperan dalam menentukan keadaan fisik dari pasien apakah termasuk
golongan obesitas (faktor resiko minor), dan turgor apakah pada pasien tersebut terjadi
dehidrasi atau tidak .
STATUS INTERNA YANG PENTING
1. Kepala
Apakah terdapat sianosis pada wajah dan lidah karena kemungkinan akibat kelainan
jantungnya maka dapat berkomplikasi menjadi stroke.
2. Leher
Apakah terdapat peningkatan JVP?, Terdapat Bruit? hal ini menunjukkan terdapat
gangguan aliran pada pembuluh darah yang dapat menjadi faktor pencetus stroke
(emboli)
3. Paru-paru
Penting pada pasien stroke yang sedang dirawat, karena komplikasi non neurologis
stroke salah satunya Pneumonia dan edema paru.
4. Jantung
Angiografi
CT scan
Apakah ada pembesaran jantung? Bunyi Murmur? Kelainan katup jantung.? (Penyakit
Jantung merupakan faktor resiko mayor terjadinya stroke)
VIII. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. CT scan
• Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan baku emas untuk membedakan stroke
infark dengan stroke perdarahan.
• Pada stroke karena infark, gambaran CT scannya secara umum adalah
didapatkan gambaran hipodense sedangkan pada stroke perdarahan
menunjukkan gambaran hiperdens.
2. Pemeriksaan MRI
Pemeriksaan ini sangat baik untuk menentukan adanya lesi di batang otak (sangat
sensitif).
3. Pemeriksaan Angiografi.
Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan apakah lokasi pada sistem karotis
atau vertebrobasiler, menentukan ada tidaknya penyempitan, oklusi atau aneurisma
pada pembuluh darah.
4. Pemeriksan USG
Pemeriksaan ini untuk menilai pembuluh darah intra dan ekstra kranial, menentukan
ada tidaknya stenosis arteri karotis.
5. Pemeriksaan Pungsi Lumbal
Pemeriksaan ini digunakan apabila tidak adanya CT scan atau MRI.
Pada stroke PIS didaptkan gambaran LCS seperti cucian daging atau berwarna
kekuningan.
Pada PSA didapatkan LCS yang gross hemorragik.
Pada stroke infark tidak didapatkan perdarahan (jernih).
6. Pemeriksaan Penunjang Lain.
Pemeriksaan untuk menetukan faktor resiko seperti darah rutin, komponen kimia
darah (ureum, kreatinin, asam urat, profil lipid, gula darah, fungsi hepar), elektrolit
darah, Thoraks Foto, EKG, Echocardiografi.
Sistem score untuk membedakan jenis stroke :
a. Siriraj Stroke Score (SSS)
b. Skor Gajah Mada (SGM)
Siriraj Stroke Score (SSS)
Cara penghitungan :SSS = (2,5 x kesadaran)+(2 x muntah)+(2 x nyeri kepala)+(0,1 x tekanan diastolik)-(3 x atheroma) – 12• Nilai SSS Diagnosa• > 1 Perdarahan otak• < -1 Infark otak• -1 < SSS < 1 Diagnosa meragukan (Gunakan kurva atau CT Scan)
Skor Gajah Mada (SGM)
Menggunakan 3 variabel pemeriksaan yaitu :
– Penurunan Kesadaran
– Nyeri Kepala
– Refleks Babinski
IX. KOMPLIKASI STROKE
1. Komplikasi neurologik :
A. Edema otak (herniasi otak)
Merupakan komplikasi yang penting stroke akibat infark maupun karena
perdarahan. Pada kasus infark, edema terjadi secara vasogenik dan sitoksik, pada intra
dan extraseluler. Edema mencapai maksimum setelah 4-5 hari paska infark, diikuti
dengan mengaburnya alur gyrus kortikal dan seiring pembesaran infak, terjadi
pergeseran garis tengah otak (midline shift). Setelah terjadi midline shift, herniasi
transtentorial pun terjadi dan mengakibatkan iskemia serta perdarahan di batang otak
bagian rostral.
B. Infark berdarah (pada emboli otak)
Emboli otak pada prinsipnya berasal dari jantung dan pembuluh darah besar
ekstrakranial. Emboli yang berasal dari pembuluh darah arteri leher, biasanya dibentuk
dari kombinasi keping darah dan fibrin atau dengan kolesterol. Atheroma akan
mengenai intima, awalnya terdapat deposit dari fatty streak, lalu diikuti oleh plak
fibromuskuloelastis pada sel otot intima yang diisi lemak. Atheroma ini biasanya
memiliki ukuran yang lebih besar daripada ukuran pembuluh darah. Jika terjadi
pelebaran yang mendadak dari plak akibat meningkatnya perdarahan pada tempat
tersebut, maka endotel yang mengandung fibrin dan bekuan darah tadi akan robek, dan
terjadi perdarahan. Kebanyakan cenderung sepanjang perbatasan yang diperdarahai
oleh anastomosis A.meningeal atau bila di A.serebri media terdapat di ganglia basalis.
Kesadaran pasien tiba-tiba menurun dan pernafasan mengorok. Pada pemeriksaan
pungsi lumbal ditemukan cairan serebrospinal berdarah.
C. Vasospasme (terutama pada PSA)
Fisher dkk, menemukan bahwa spasme sering terjadi pada pembuluh darah arteri
yang dikelilingi oleh sejumlah besar darah subarachnoid. Vasospasme ini timbul
sebagai akibat langsung dari darah atau sebagian produk darah, seperti hematin atau
produk keping darah, pada dinding adventitia dari pembuluh darah arteri. Gejala
vasospasme berupa penurunan kesadaran (misalnya bingung, disorientasi,
”drowsiness”) dan defisit neurologis fokal tergantung pada daerah yang terkena. Gejala-
gejala berfluktuatif dan dapat menghilang dalam beberapa hari atau secara gradual
menjadi lebih berat.
Mekanisme lain terjadinya vasospasme ialah sebagai respon miogenik langsung
terhadap pecahnya pembuluh darah serta adanya substansi vasotaktif seperti serotonin,
prostaglandin dan katekolamin.
D.Hidrosefalus
Jika sejumlah besar darah, sebagai akibat ruptur pembuluh darah, merembes ke
dalam sistem ventrikel atau membanjiri ruang subarachnoid bagaian basal, darah
tersebut akan memasuki foramen Luschka dan Magendie. Dimana pasien akan
mengalami penurunan kesadaran hingga pingsan sebagai akibat dari hidrosefalus akut.
Gejala akan membaik jika dilakukan draining ventrikel, dengan ventrikulostomi
eksternal, atau pada beberapa kasus dapat dilakukan punksi lumbal. Hidrosefalus sub
akut dapat terjadi akibat blokade jalur cairan serebrospinal oleh darah setelah 2 hingga 4
minggu. Keadaan ini biasanya didahului oleh nyeri kepala, penurunan kesadaran dan
inkontinen.
E. Higroma
Terjadinya pengumpulan darah intrasecerbral di suatu tempat akibat kelainan
osmotik.
2. Komplikasi non-neurologik
Akibat proses di otak :
A. Tekanan darah meninggi
Peninggian tekanan darah pada fase akut merupakan respon fisiologis terhadap
iskemia otak, dan tekanan darah akan turun kembali setelah fungsi oatk membaik
kembali. Selian itu tekanan darah tinggi intrakranial, dimana terjadi iskemia batang otak
atau penekanan batang otak. Bila neuron yang menghambat aktivitas simpatis di batang
otak menjadi tidak aktif karena penekanan batang otak maka akan terjadi hipertensi.
B. Hiperglikemi
Pada stroke, sama seperti iskemi daerah hipothalamus, dapat terjadi reaksi
hiperglikemi. Kadar gula darah sampai 150-175 mg% pada fase akut tidak memerlukan
pengobatan. Penderita dengan perdarahan subarakhnoid ditemukan gangguan fungsi
vegetatif yang bersifat glukosuria dan keadaan ini berhubungan dengan konsentrasi
katekolamin yang tinggi dalam sirkulasi.
C. Edema paru
Edema paru dapat terjadi pada penderita perdarahan intraserebral dan
perdarahan subarakhnoid. Edema paru akut dapat didahului oleh disfungsi
kardiovaskuler secara primer, misalnya infark miokard atau sekunder akibta kelainan
susunan saraf pusat; atau edema paru akibat langsung dari pusat ”edemagenic” seebral.
Proses terjadinya edema paru akibat kelaianan susunan saraf pusat yaitu secara langsung
melalui sistem saraf otonom terutama mekanisme vagal. Mekanisme lain disebutkan,
bahwa edema paru merupakan akibat pelepasan simpatis berlebihan disertai hipertensi
sistemik dan hipertensi pulmonal mengakibatkan peninggian permeabilitas vaskuler
pada paru. Pelepasan simpatis tersebut dicetuskan oleh tekanan tinggi intrakranial,
hipoksia otak atau lesi di hipothalamus.
D. Kelainan jantung
Kelainan jantung berupa gangguan ritme jantung atau aritmia jantung, terjadi
pada strok fase akut. Sebanyak 50% menunjukkan ventrikuler ektopik berat, kelainan
lain berupa ventrikuler takikardia, blok AV komplit, dan asistolik. Kelainan ini lebh
sering pada gangguan sirkulasi anterior (sistem karotis). Pada penderita perdarahan
subarakhnoid, aritmia jantung dapat menyebabkan kematian. Kelainan jantung lainnya
pada penderita strok fase akut berupa kerusakan miokard disertai peninggian kadar
enzim jantung pada serum, aritmia jantung dan peninggian kadar katekolamin plasma.
E. Kelainan EKG
Perubahan EKG yang ditemukan pada penderita dengan kerusakan susunan saraf
pusat terutama perdarahan subarakhnoid yaitu ST-T abnormal, gelombang T besar atau
terbalik, pemanjangan interval QT dan gelombang U yang menonjol. Kelainan EKG
sering menyerupai penyakit jantung iskemia dan kadang miokard infark. Frekuensi saat
dan lamanya kelainan tersebut tidak dapat dipastikan, dan dalam pengalaman biasanya
timbul selambat-lambatnya dalam 8 hari setelah onset.
EKG normal
ST-T abnormal
Biasanya terlihat terutama pada hipokalemi dan berbagai gangguan metabolik.
Gelombang T besar atau terbalik
T terbalik biasanya menandakan adanya suatu iskemia miokard transmural atau
aneurisma
Gelombang T yang sangat tinggi paling sering ditemukan pada hiperkalemia dan hiper
kalsemia. Juga ditemukan pada bradikardi,iskemi subendokardi, cerebrovaskular
accident dan left ventricle overload
Pemanjangan interval QT
pemanjangan interval QT disebabkan oleh obat-obatan seperti Type 1A antiarrhythmic
agents (quinidine, procainamide, disopyramide) & tricyclic antidepressants
/phenothiazine (hipnotik dan major tranquilizer)
gangguan keseimbangan elektrolit Hypokalemia, hypocalcemia atau hypomagnesemia
juga menyebabkan pemanjangan interval QT untuk CNS, cerbrovaskular accidents,
stroke, seizure, coma, intracerebral or brainstem bleeding. Hipertensi,hipotermi dan diet
protein cair juga dapat menyebabkan pemanjangan interval QT .
Gelombang U yang menonjol.
Gelombang u yang terbalik paling sering disebabkan oleh penyakit jantung koroner dan
hipertensi.
F.”Syndrome Inappropiate Anti Diuretik Hormon” (SIADH)
Rangsangan lesi pada daerah hipothalamus dapat menyebabkan diabetes
insipidus atau SIADH, dengan gejala sebagai berikut:
Gejala intoksikasi air (anoreksia, mual, muntah, letargi, hiperiritabilitas, delirium,
bahkan koma).
G. Natriuresis.
Perdarahan subarakhnoid pada binatang percobaan, menimbulkan hiponatremia
dan natriuresis disertai gangguan sekresi hormon anti diuretik. Keadaan ini terjadi pada
hari ke 5-6 setelah onset dan dapat dijumpai pada setiap penderita dengan kelainan
intrakranial.
H. Retensi cairan tubuh.
I . Hiponatremia.
Komplikasi non-neurologik (Akibat imobilisasi) :
A. Bronkopneumonia
Merupakan infeksi paru dan sebagai penyebab kematian tersering pada strok.
Keadaan ini sering terjadi pada penderita yang berbaring terus, terutama disertai
gangguan menelan, gangguan reflek muntah dan reflek batuk dan akibat gerakan paru
yang berkurang. Riwayat merokok dan infeksi paru misalnya bronkhitis kronis dakan
meningkatkan resiko terjadinya bronkopneumonia.
B. Tromboplebitis
Trombosis vena dalam menimbulkan gejala klinik berupa pembengkakan pada
paha dan betis, sering disertai pitting edem, nyeri lokal dengan peninggian suhu.
Trombosis vena dalam paha pada penderita strok sering terjadi pada tungkai yang
lumpuh dan sering bersifat subklinis. Tetapi edem pada tungkai yang lumpuh dan
disertai nyeri belum tentu suatu trombosis vena dalam. Insidensi kelainan ini terjadi
pada penderita strok fase akut. Trombosis vena dalam terjadi selama 14 hai sesudah
onset strok dengan puncaknya pada hari ke-5 atau sekitar hari ke-10 setelah onset. Pada
penderita yang dirawat di rumah sakit, hampir 50% terjadi pada betis, 35% pada paha
dan 15% mulai betis yang menjalar ke paha. Trombosis vena dalam dapat menyebabkan
bekuan dalam darah dan bila menjalar ke kranial dapat menyebabkan emboli paru.
C. Emboli paru
Insiden emboli paru yang berasal dari vena femoralis dan vena bagian ilio-
ingiuinal lebih tinggi dibandingkan vena di betis. Emboli paru biasanya terjadi secara
mendadak dan merupakan kasus darurat medik. Emboli paru ditemukan pada 50%
penderita strok yang meninggal dan kadang-kadang sebagai penyebab kematian.
D. Depresi
Gangguan emosi terutama kecemasan, frustasi, dan depresi merupakan masalah
tersering pada penderita strok. Depresi sering disalahtaksirkan dengan motivasi yang
kurang, terutama pada penderita dengan gangguan komunikasi bermakna. Umumnya
depresi yang terjadi karena adanya masalah-masalah yang kompleks misalnya biaya,
pekerjaan, kemungkinan cacat seumur hidup (menetap) dan hubungan dalam
perkawinan. Depresi dapat dijumpai walaupun pada penderita strok dengan cacat yang
ringan, karean apada dasarnya setiap cacat akan mengganggu kehidupan normal yang
ada sebelumnya.
E. Nyeri dan kaku pada bahu
Nyeri dan kaku pada bahu sisi tubuh yang hemiplegi sangat sering dijumpai dan
biasanya akibat kesalahan berbaring serta kesalahan letak/posisi anggota gerak yang
lumpuh pada fase akut. Nyeri dan kaku pada bahu dapat terjadi akibat:
Kontraktur akibat spastis
”shoulder-hand syndrome” atau ”post-hemiplegic reflex sympathetic
dystrophy”. Pada kasus berat terjadi demineralisasi kaput dan kollum humerus.
Inflamasi pada jaringan lunak disekeliling sendi. Keadaan ini terjadi di akromio-
klavikula, sendi gleno-humeral, tendon biseps dan bursa subdeltoid.
Kalsifikasi ektopik pada jaringan periartikuler
Fraktur kollum humerus.
Dislokasi sendi bahu, terutama terjadi pada keadaan flasid.
F. Spastisitas umum
Biasanya bersifat ringan, ditemukan pada penderita strok fase kronik/lanjut.
G. Radang kandung kemih
Infeksi traktus urinarius terutama pada penderita yang menggunakan kateter.
H. Kelumpuhan saraf tepi
Pada penderita strok dapat terjadi lesi kompresi radiks dan saraf tepi yang
bervariasi, terutama akibat anggota gerak yang lumpuh, tidak diletakkan dalam posisi
yang baik. Saraf tepi yang sering terkena adalah N. Radialis, N. Ulnaris, N. Peroneus
komunis dan N. Iskhiadikus.
I. Kontraktur dan deformitas
Kontraktur dapat terjadi mengikuti spastisitas berat yang berlangsung lama.
Terjadinya kontraktru akibat adanya perubahan jaringan lunak disekitar sendi yang
bersifat ireversibel. Kadang-kadang dijumpai keadaan kombinasi kontraktur dan
spastisitas, misalnya deformitas equinovarus dan deformitas pronasi-fleksi lengan dan
tangan.
J. Dekubitus
Dekubitus terjadi pada pasien yang berbaring lama.
K. Atrofi otot
Akibat pasien terlalu lama tidak menggunakan ototnya.
X. PENATALAKSANAAN STROKE
Cek airway, penting untuk oksigenasi
Sistem kardiovaskuler, pertahankan CBF
Pada stroke iskemik akut, jika diastolik >140 mmHg (atau >110 mmHg bila
dilakukan terapi trombolisis) drip kontinu nikadipin, diltiazem, nimodipin dan
lain-lain.Jika sistolik >230 mmHg dan/atau tekanan darah diastolik 121-140
mmHg labetalol 20-80 mg iv selama 1-2 menit dapat diulang atau digandakan
setiap 10-20 menit sampai penurunan tekanan darah yang memuaskan dicapai.
Jika sistolik 180-230 mmHg dan/atau tekanan darah diastolik 105-120 mmHg
ditunda 2 kali selang 60 menit, tetap 200-300 mg labetalol 2-3 kali sehari. Batas
penurunan TD sebanyak banyaknya sampai 20-25% dari tekanan darah aterial
rata-rata.
Bila terdapat fasilitas pemantauan tekanan intrakranial, tekanan perfusi otak
harus dipertahankan > 70 mmHg
Pada penderita dengan riwayat hipertensi, penurunan tekanan darah harus
dipertahankan dibawah tekanan arterial rata-rata 130 mmHg
Untuk kelainan jantung akibat PSA dapat diberikan Beta-bloker seperti
Propanolol yang dilaporkan dapat menurunkan efek samping ke jantung.
Menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit : infus dengan cairan isotonik
dengan mempertahankan input makanan dan minuman sehingga mencapai diet
basal metabolisme 25 kkal/kgBB. Jika perlu pasang NGT
Tirah baring dengan posisi kepala dan badan atas 20-30 derajat è mencegah
postural hypertension
Pemakaian kateter urin, untuk mengontrol output
Jika ada edema otak, kontrol dengan anti edema (manitol 20 %) 1 gr/kg BB
diberikan dalam 20 menit dikuti 0.25 gr/KgBB tiap 4 jam (250-150-150 tiap 8
jam) selama 5 hari
Penatalaksanaan hipertensi, hiperglikemi, hipoglikemi, dehidrasi
Mobilisasi bertahap bila hemodinamika stabil
Fisioterapi pasif beberapa kali sehari, fisio terapi aktif tidak dianjurkan dalam 2
minggu pertama
Kontrol komplikasi dan underlying disease
Pemberian sedasi misalnya diazepam 5 mg tiap 6 jam atau phenobarbital 30-60
mg po/IV tiap 6 jam untuk pasien gelisah dan analgetika untuk nyeri kepala
Nyeri kepala hebat à narkotika. Misalnya Demetol 100-150 mg im tiap 4 jam.
Dapat digunakan kodein 30-60 mg po tiap 2-3 jam bila perlu, atau meperidine.
Untuk mual dan muntah dapat diberikan antiemetik
Bila kejang dapat diberikan anti konvulsan : Phenytoin 10-15 mg/kg IV (loading
dose), kemudian diturunkan menjadi 100 mg/8 jam atau Phenobarbital 30-60 mg
tiap 6-8 jam.
Tindakan bedah, dengan pertimbangan usia dan skala koma Glasgow (>4),
hanya dilakukan pada pasien dengan :
Perdarahan serebelum dengan diameter > 3 cm (kraniotomi dekompresi)
Hidrosefalus akut akibat perdarahan intraventrikel atau serebelum (VP
shunting)
Perdarahan lobar diatas 60 cc dengan tanda-tanda peninggian tekanan
intracranial akut dan ancaman herniasi
Untuk perdarahan saluran cerna dapat dilakukan lavage lambung dengan NaCl,
tranfusi, pemberian cairan yang adekuat, dan antasida.
H2-bloker misalnya ranitidin untuk mengurangi resiko terjadinya stress ulcer
Untuk mual dan muntah dapat diberikan antiemetik
XI. TINDAKAN MEDIS PADA PREVENSI SEKUNDER STROKE
Sebagian penderita stroke atau dengan riwayat TIA berisiko untuk terserang
stroke atau TIA kembali, untuk itu diperlukan upaya untuk mencegah terjadinya TIA
atau stroke berulang dan kejadian vaskular lainnya.
Upaya untuk mencegah serangan ulang stroke selain dari pengendalian dengan
gaya hidup sehat, juga mengendalikan faktor risiko yang dapat diubah, terapi
farmakologi dan terapi bedah
Obat-Obatan Anti Trombotik Untuk Prevensi Sekunder Stroke
1. Antiplatelet
a) Aspirin
Dosis dan cara pemberian: 50-325 mg peroral sekali sehari
Mekanisme kerja: anti platelet, menghambat jalur siklooksigenase
Efek samping: iritasi dan atau perdarahan gastrointestinal
b) Clopidogrel
Dosis dan cara pemberian: 75mg peroral sekali sehari
Mekanisme kerja: antiplatelet, inhibisi reseptor adenosine difosfat
Efek samping: rash, diare, netropenia, iritasi gastrointestinal, perdarahan
gastrointestinal, purpura trombotik trombositopenia.
c) Ticlopidin
Dosis dan cara pemberian: 250 mg peroral 2 kali sehari
Mekanisme kerja: antiplatelet, inhibisi reseptor adenosine difosfat
Efek samping: rash, diare, netropenia, iritasi gastrointestinal, perdarahan
gastrointestinal, purpura trombotik trombositopenia.
d) Aspirin + Dipiridamol
Dosis dan cara pemberian: aspirin 25mg + Dipiridamol SR 200mg 2 kali sehari
Mekanisme kerja: antiplatelet, inhibisi jalur siklooksigenase, fosfodiesterase,
dan ambilan kembali adenosin
Efek samping: sakit kepala, diare, netropenia, iritasi gastrointestinal
e) Cilostazol
Dosis dan cara pemberian : 100mg peroral 2 kali sehari
Mekanisme kerja: anti platelet, meningkatkan siklik AMP dengan cara
menghambat aktivitas fosfodiesterase III
Efek samping: palpitasi, infak miokad, unstable angina, sakit kepala, mual,
gangguan fungsi hati, rash.
2. Anti Koagulan
Tujuan: pencegahan sekunder stroke dengan factor risiko fibrilasi atrium
Warfarin
Dikumarol
3. Lain-lain:
Statin
Ace inhibitor.
XII. PENCEGAHAN STROKE
1. Mengatur Pola Makan Yang Sehat
A. Makan yang membantu menurunkan kadar kolesterol
Serat larut yang banyak terdapat dalam biji-bijian seperti beras merah, jagung
dan gandum.
Obat akan menurunkan kadar kolesterol total dan LDL, menurunkan tekanan
darah dan menekan nafsu makan bila dimakan di pagi hari (memperlambat
pengosongan usus)
Kacang kedele beserta produk olahannya dapat menurunkan lipid serum,
menurunkan kolesterol total, kolesterol LDL dan trigliserida.
Mekanisme kerja : menambah ekskresi asam empedu, meningkatkan aktivitas
estrogen dari isoflavon, memperbaiki elastisitas arterial dan meningkatkan
aktivitas antioksidan yang menghalangi oksidasi LDL
Kacang-kacangan : menurunkan kolesterol LDL dan mungkin mencegah
aterosklerosis
B. Makanan Lain Yang Berpengaruh Terhadap Prevensi Stroke
Makanan/zat yang membantu memecah homosistein seperti asam folat vitamin
B6, B12 dan riboflavin
Susu dan kalsium mempunyai efek protektif terhadap stroke
Ikan terutamanya yang berlemak (tuna,salmon) mangandung omega-3,
eicosapentenoic (EPA) dan docosahexonoeic acid (DHA) yang merupakan
pelindung jantung dengan efek melindungi terhadap risiko kematian mendadak,
mengurangi risiko aritmia, menurunkan kadar trigliserida, menurunkan
kecenderungan adhesi platelet, sebagai prekursor prostaglandin, inhibisi sitokin,
anti inflamasi dan stimulasi NO endothelial. Dianjurkan untuk mengkonsumsi 2
kali/minggu.
Makanan yang kaya vitamin C, E dan beta karoten buahan dan biji-bijian adalah
sebagai sumber antioksidan
Buah-buahan dan sayuran
C. Rekomendasi Tentang Makanan :
Menambah asupan kalium dan mengurangi asupan natrium
Minimalkan makanan tinggi lemak jenuh dan mengurangi asupan trans fatty
acids seperti kue-kue, krakers, makan yang digoreng dan mentega.
Mengutamakan makanan yang mengandung poly unsaturated fatty acids,
monosaturated fatty acids, makanan berserat dan protein nabati.
Jangan makan berlebihan dan perhatikan menu seimbang
Makanan sebaiknya bervariasi dan tidak tunggal
Hindari makan dengan densitas kalori rendah dan kualitas nutrisi rendah
Utamakan makanan yang mengandung polisakarida (nasi, roti, pasta, sereal dan
kentang)
2. Menghentikan Rokok
Bisa menyebabkan peninggian koagubilitas, viskositas darah, meninggikan
tekan darah, menaikkan hematokrit dan menurunkan HDL.
3. Menghindari Minum Alkohol dan Penyalahgunaan Obat.
Penyalahgunaan obat seperti kokain, heroin penilpropanolamin dan
mengkonsumsi alkohol dalam dosis berlebihan dan jangka panjang (abuse
alcohol) akan memudahkan terjadinya stroke.
4. Melakukan Olahraga Yang Teratur
Melakukan aktivitas fisik aerobik (jalan cepat, bersepeda, berenang dll) secara
teratur minimum 3 kali seminggu akan dapat menurunkan tekanan darah,
memperbaiki kebiasaan makan dan menurunkan berat badan.
Efek biologis: penurunan aktivitas platelet, reduksi fibrinogen plasma dan
menaiknya aktivitas tissue plasminogen activator dan konsentrasi HDL.
5. Menghindari Stres dan Beristirahat Yang Cukup
Istirahat yang cukup dan tidur teratur 6-8 jam sehari
Mengendalikan stress dengan cara berfikir positif sesuai dengan jiwa sehat
menurut WHO, menyelesaikan pekerjaan satu demi satu, bersikap ramah dan
mendekatkan diri pada Tuhan YME.
XIII. PROGNOSIS STROKE
1. Infark otak
Pulihnya fungsi neural dapat terjadi 2 minggu pasca infark dan pada akhirnya
minggu ke-8 akan dicapai pemulihan maksimum. Kematian meliputi 20 %, dalam satu
bulan pertama.
Kemungkinan untuk hidup lebih baik pada kasus infark otak
DAFTAR PUSTAKA
Rumantir, U, C. 1986. Pola Penderita Stroke RSHS periode 1984-1985. Lab/UPF Ilmu
Penyakit Saraf UNPAD RSHS, Bandung
Merritt’s Textbook of Neurology. 9th Ed. Williams & Wilkins. 1995
Mosby Clinical Neurology CDROM
Victor, M., Ropper, A. Adams and Victor’s Principles Of Neurology. 7th Ed. McGraw
Hill. 2001
Suhana, D. 1999. Diagnosa Klinik Stroke dalam Simposium Penatalaksanaan Stroke
Mutakhir. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia Cabang Bandung.