css impaksi gigi, perikoronitis, dan operkulitis (wira, medina, & devina)

22
CLINICAL SCIENCE SESSION IMPAKSI GIGI, PERIKORONITIS, DAN OPERKULITIS Disusun oleh: Muhamad Wirawan Adityo 12100109003 Medina Nur Hadyanti 12100109021 Devina Nurul Octaviani 12100109045 BAGIAN ILMU KEDOKTERAN GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG

Upload: refa-setiadi

Post on 14-Aug-2015

134 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

impaksi

TRANSCRIPT

Page 1: CSS Impaksi Gigi, Perikoronitis, Dan Operkulitis (Wira, Medina, & Devina)

CLINICAL SCIENCE SESSION

IMPAKSI GIGI, PERIKORONITIS, DAN

OPERKULITIS

Disusun oleh:

Muhamad Wirawan Adityo 12100109003

Medina Nur Hadyanti 12100109021

Devina Nurul Octaviani 12100109045

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN GIGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG

RSUD AL IHSAN BANDUNG

2010

IMPAKSI GIGI

Page 2: CSS Impaksi Gigi, Perikoronitis, Dan Operkulitis (Wira, Medina, & Devina)

Definisi

Impaksi gigi adalah gagalnya gigi untuk tumbuh secara sempurna pada posisinya.

Adanya gigi yang terpendam di dalam tulang rahang atau terhalang jaringan gusi dan tidak

berhasil muncul ke permukaan.

Epidemiologi

Seorang ahli bernama Ricketts (1980) menyatakan bahwa evolusi manusia

menyebabkan berkurangnya ukuran rahang yang berhubungan dengan kondisi dan kebiasaan

diet/makanan. Jadi ukuran rahang manusia sekarang cenderung makin kecil sehingga kasus

gigi geraham bungsu yang impaksi sekarang cenderung meningkat.

Etiologi

Lokal

1. Faktor Genetik (ketidaksesuaian antara ukuran rahang yang kecil dengan bentuk gigi

yang besar).

2. Posisi gigi disebelahnya.

3. Kepadatan tulang atau jaringan lunak berlebih yang menutupinya.

4. Ankilosis, perlekatan gigi pada tulang.

5. Odontogenic tumor.

6. Cleft lip and palate.

7. Supernumerary teeth.

Sistemik

1. Syndrome cleidocranial dysplasia.

2. Defisiensi hormone-hormon endokrin.

Page 3: CSS Impaksi Gigi, Perikoronitis, Dan Operkulitis (Wira, Medina, & Devina)

3. Down syndrome.

4. Radiasi.

Gejala-gejala

1. Nyeri kepala.

2. Ketegangan atau nyeri pada leher.

3. Nyeri telinga.

4. Nyeri lokal, rasa sakit, atau rasa kaku pada rahang di area gigi yang impaksi.

5. Trismus.

6. Pembengkakan pada gusi di atas gigi yang impaksi.

7. Bau mulut akibat adanya infeksi.

Klasifikasi

Menurut Pell & Gregory

Berdasarkan hubungan antara ramus mandibula dengan molar kedua dengan cara

membandingkan lebar mesio-distal molar ketiga dengan jarak antara bagian distal molar

kedua ke ramus mandibula.

Kelas I : Ukuran mesio-distal gigi molar ketiga lebih kecil dibandingkan jarak

antara distal gigi molar kedua dengan ramus mandibula.

Kelas II : Ukuran mesio-distal gigi molar ketiga lebih besar dibandingkan jarak

antara distal gigi molar kedua dengan ramus mandibula.

Kelas III : Seluruh atau sebagian besar molar ketiga berada di dalam ramus

mandibula.

Page 4: CSS Impaksi Gigi, Perikoronitis, Dan Operkulitis (Wira, Medina, & Devina)

Gambar 1. Posisi Impaksi Gigi Menurut Pell & Gregory Berdasarkan Relasi Antar

Gigi

Berdasarkan letak molar ketiga di dalam tulang:

Posisi A : Bagian tertinggi gigi molar ketiga berada setinggi garis oklusal.

Posisi B : Bagian tertinggi gigi molar ketiga berada di bawah bidang oklusal tapi

masih lebih tinggi daripada garis servikal molar kedua.

Posisi C : Bagian tertinggi molar ketiga terletak di bawah garis servikal molar kedua.

Kedua klasifikasi ini digunakan biasanya berpasangan. Misalkan kelas I tipe B,

artinya panjang mesio-distal gigi molar ketiga lebih kecil dibandingkan jarak distal molar

kedua ke ramus mandibula dan posisi molar ketiga berada di bawah garis oklusal tapi masih

di atas servikal gigi molar kedua.

Page 5: CSS Impaksi Gigi, Perikoronitis, Dan Operkulitis (Wira, Medina, & Devina)

Gambar 2. Posisi Impaksi Gigi Menurut Pell & Gregory Berdasarkan Kedalaman M3

Bawah Terhadap Tulang Mandibula

Menurut George Winter

Klasifikasi yang dicetuskan oleh George Winter ini cukup sederhana. Gigi impaksi

digolongkan berdasarkan posisi gigi molar ketiga terhadap gigi molar kedua. Posisi-posisi ini

dinamakan vertikal, horizontal, inverted, mesioangular (miring ke mesial), distoangular

(miring ke distal), buko angular (miring ke bukal), linguoangular (miring ke lidah), dan

posisi tidak biasa lainnya yang disebut unusual position.

Page 6: CSS Impaksi Gigi, Perikoronitis, Dan Operkulitis (Wira, Medina, & Devina)

Gambar 3. Posisi Impaksi Gigi Berdasarkan Sumbu Panjang Gigi Molar Ketiga

Rahang

Bawah Menurut George Winter

Menurut Archer

Archer memberikan klasifikasi untuk impaksi yang terjadi di rahang atas. Klasifikasi

ini sebetulnya mirip dengan klasifikasi Pell & Gregory. Bedanya, klasifikasi ini berlaku

untuk gigi atas.

Kelas A : Bagian terendah molar ketiga setinggi bidang oklusal molar kedua.

Kelas B : Bagian terendah molar ketiga di atas bidang oklusal gigi molar kedua tapi

masih di bawah garis servikal molar kedua.

Page 7: CSS Impaksi Gigi, Perikoronitis, Dan Operkulitis (Wira, Medina, & Devina)

Kelas C : Bagian terendah molar ketiga lebih tinggi dari garis servikal molar kedua.

Klasifikasi untuk impaksi kaninus rahang atas diantaranya:

1. Kelas I : Kaninus terletak di palatum.

2. Kelas II : Di bukal.

3. Kelas III : Di daerah palatum dan bukal/labial.

4. Kelas IV : Prosesus alveolaris.

5. Kelas V : Daerah tidak bergigi.

Komplikasi

1. Pericoronitis.

Posisi gigi yang belum erupsi sempurna akan memudahkan makanan, debris dan

bakteri terjebak di bawah gusi yang di bawahnya terdapat gigi bungsu sehingga

menyebabkan infeksi pada gusi yang disebut pericoronitis. Jika tidak segera ditangani infeksi

tersebut akan menyebar ke tenggorokan atau leher.

2. Crowding gigi/berjejal.

Gigi impaksi dapat mendorong gigi-gigi lain di depannya sehingga bergerak dan

berubah posisi.

3. Gigi berlubang.

Posisi gigi impaksi sulit dijangkau sehingga sulit dibersihkan dan menjadi berlubang.

4. Merusak gigi depannya.Tidak hanya gigi impaksinya saja yang berlubang tetapi gigi di depannya juga

berlubang karena sulit dibersihkan.

5. Infeksi pada tulang sekitarnya.

6. Kista.

Page 8: CSS Impaksi Gigi, Perikoronitis, Dan Operkulitis (Wira, Medina, & Devina)

Para ahli menyatakan bahwa 50% kasus kista berhubungan dengan gigi geraham

impaksi pada rahang bawah. Mahkota gigi impaksi tumbuh dalam suatu selaput. Jika selaput

tersebut menetap dalam tulang rahang akan terisi oleh cairan yang akhirnya membentuk kista

yang dapat merusak tulang, gigi, dan saraf.

7. Tumor / Karsinoma.

Penanganan

1. Pemeriksaan posisi gigi dibutuhkan dengan menggunakan foto panoramik.

Kalsifikasi gigi geraham bungsu terjadi mulai umur 9 tahun dan mahkota gigi selesai

terbentuk umur 12-15 tahun. Jadi gigi geraham bungsu sudah dapat dilihat melalui rontgen

pada umur 12-15 tahun walaupun gigi tersebut belum tumbuh.

Dengan demikian pencabutan gigi geraham bungsu yang impaksi dapat dilakukan

antara umur 12-18 tahun atau setelah gigi molar / geraham kedua tumbuh. Tentu saja sebagai

persiapannya dilakukan rontgen foto sebelum dilakukan pencabutan. Pencabutan gigi

geraham bungsu pada usia 12-18 tahun dikenal dengan pencabutan preventif dan ini sangat

dianjurkan mengingat pada usia tersebut akar gigi masih pendek sehingga memudahkan

operasi dan mempercepat waktu penyembuhan dan menghindari terkenanya saraf pada

rahang. Setelah operasi gigi geraham bungsu pasien akan mengalami pembengkakan 3-4 hari

yang merupakan reaksi normal dari tubuh untuk penyembuhan. Pasien tidak perlu khawatir

karena pembengkakan yang tidak disertai demam bukan merupakan gejala infeksi dan

pembengkakan ini akan hilang tanpa meninggalkan bekas. Pasien yang menjalani operasi

gigi geraham bungsu cukup mendapat antibiotika, analgetik / penahan sakit, dan obat anti

inflamasi / anti radang. Selama pembengkakan pasien dapat makan makanan lunak,

melakukan aktivitas sehari-hari seperti sekolah, atau bekerja tetapi tidak diperkenankan

Page 9: CSS Impaksi Gigi, Perikoronitis, Dan Operkulitis (Wira, Medina, & Devina)

untuk olah raga terlebih dahulu. Setelah satu minggu benang jahitan dapat dibuka dan obat

sudah dapat dihentikan.

Dengan demikian pencabutan gigi geraham bungsu merupakan tindakan yang

bijaksana sebab mencegah komplikasi yang lebih buruk dan kekhawatiran akan efek operasi

tidak akan terjadi sebab dilakukan pada usia yang tepat.

Page 10: CSS Impaksi Gigi, Perikoronitis, Dan Operkulitis (Wira, Medina, & Devina)

PERIKORONITIS

Definisi

Perikoronitis adalah suatu peradangan pada gusi di sekitar mahkota dari gigi yang

sedang mengalami erupsi sebagian. Definisi lain menyebutkan bahwa perikoronitis

merupakan peradangan jaringan lunak di sekeliling gigi yang akan erupsi. Apabila sudah

timbul pernanahan maka disebut abses perikoronal.

Perikoronitis paling sering terjadi pada erupsi gigi molar ketiga yang biasa terjadi

pada akhir masa remaja atau pada awal usia 20 tahun. Perikoronitis merupakan suatu kondisi

yang umum terjadi pada molar impaksi dan cenderung muncul berulang, bila molar belum

erupsi sempurna. Akibatnya, dapat terjadi destruksi tulang di antara gigi molar dan geraham

depannya.

Gambar 4. Contoh Kasus Perikoronitis

Page 11: CSS Impaksi Gigi, Perikoronitis, Dan Operkulitis (Wira, Medina, & Devina)

Epidemiologi

Pericoronitis lebih sering mengenai M3 pada rahang bawah dibandingkan M3 rahang

atas. Hal ini disebabkan insidensi terhadap impaksi partial pada rahang atas lebih jarang

terjadi dan juga berhubungan dengan jarak dengan anterior border mandibula.

Predileksi perikoronitis terhadap M3 berkaitan dengan umur erupsi gigi. Sebagian

besar kasus sering terjadi pada umur dewasa muda. Tercatat dari 245 pasien didapatkan 81%

berumur 20-29 tahun dan 13% berumur 30-39 tahun.

Gambar 5. Lokasi Perikoronitis

Faktor Risiko

Faktor risiko Perikoronitis menurut British Association of Oral and Maxillofocal

Surgeons meliputi :

1. Keadaan dimana gigi sedang mengalami erupsi, terutama gigi molar 3.

2. Terbentuknya lapisan gusi karena erupsi gigi.

3. Keadaan gigi yang bersinggungan dengan jaringan perikoronal gigi yang tidak erupsi

atau erupsi sebagian.

4. Riwayat perikoronitis sebelumnya.

5. Oral hygiene yang buruk.

Page 12: CSS Impaksi Gigi, Perikoronitis, Dan Operkulitis (Wira, Medina, & Devina)

6. Infeksi saluran nafas.

Etiologi

Perikoronitis merupakan suatu proses infeksi yang sampai saat ini penyebabnya

belum diketahui dengan pasti. Beberapa literatur menghubungkan penyebab infeksi ini dari

flora normal mulut. Adanya keterlibatan Streptococcus viridans, Spirochaeta dan

Fussobacteria. Penelitian lain mengatakan adanya campuran infeksi Prevotella intermedia,

Peptostreptococcus micros, Fusobacterium nucleatum, Actinomycetes comitans, Veilonella

dan Capnosytopaga. Walaupun infeksi perikoronitis berhubungan juga dengan bakteri

anaerob, tetapi penyebab mikro organismenya berbeda dengan yang melibatkan periodontitis.

Hal ini berkaitan erat dengan patogenesis dimana peradangan terjadi akibat adanya celah

pada perikoronal yang menjadi media subur bagi koloni bakteri, disertai berbagai trauma dari

gigi yang bersebelahan. Faktor lain yang berperan diantaranya stress emosional, merokok,

daya tahan tubuh yang rendah, penyakit sistemik, dan infeksi saluran pernafasan atas.

Patogenesis

Proses inflamasi pada perikoronitis terjadi karena terkumpulnya debris dan bakteri di

saku gusi perikoronal gigi yang sedang erupsi atau impaksi. Adanya akumulasi dari plak dan

sisa-sisa makanan di saku gusi perikoronal sulit diraih saat membersihkan gigi.

Pada saku gusi perikoronal ini akan terjadi proses inflamasi akut dengan gejala-gejala

inflamasi, sedangkan bila proses inflamasi kronis bisa timbul gejala ataupun tanpa gejala.

Apabila debris dan bakteri terperangkap jauh ke dalam saku gusi perikoronal maka akan

terbentuk abses. Inflamasi bisa juga terjadi karena trauma yang dihasilkan dari erupsi gigi

molar rahang atas.

Page 13: CSS Impaksi Gigi, Perikoronitis, Dan Operkulitis (Wira, Medina, & Devina)

Gambar 6. Patogenesis Perikoronitis

Manifestasi klinis

Biasanya terjadi secara unilateral. Perikoronitis terbagi dalam bentuk manifestasi :

a. Perikoronitis Akut:

- Rasa sakit menusuk yang hilang timbul.

- Trismus dan disfagia.

- Operkulum gingiva di daerah infeksi bengkak, hiperemis, dan disertai supurasi.

- Limfadenopati submandibular.

- Rasa sakit yang pada mulanya lebih terlokalisasi dan selanjutnya menyebar ke bagian

telinga, tenggorokan, serta dasar mulut.

- Sakit pada palpasi.

- Rasa tidak enak (foul taste).

b. Perikoronitis subakut:

- Peradangan dan supurasi di operkulum berkurang.

- Rasa sakit tumpul yang terus menerus.

Page 14: CSS Impaksi Gigi, Perikoronitis, Dan Operkulitis (Wira, Medina, & Devina)

- Gambaran sistemik seperti peningkatan suhu, nadi, frekuensi pernapasan, dan sakit

pada nodul submandibular.

c. Perikoronitis kronik:

- Rasa sakit tumpul yang kambuh secara periodik.

- Pemeriksaan radiologis menunjukkan gambaran kawah yang radiolusen.

- Pembentukkan kista paradental.

Perawatan

Fokus perawatan adalah menanggulangi infeksi. Namun strategi perawatan tergantung

dari dua faktor, pertama dari beratnya infeksi dan yang kedua penyebaran dari infeksi

tersebut. Untuk infeksi yang telah menyebar ke KGB atau rongga fasialis maka

membutuhkan terapi yang lebih ekstensif.

Perikoronitis yang terlokalisasi dan dalam tahap ringan-sedang dapat ditangani secara

konservatif yaitu dengan debridemen dan drainase dari pericoronal pocket. Jika terdapat

abses maka harus dilakukan drainase yang dilakukan dengan cara insisi. Monitoring pasca

perawatan diperlukan untuk memastikan resolusi dari fase akut. Setelah itu perlu dilakukan

koreksi secara operatif, salah satunya adalah reseksi jaringan perikoronal untuk mencegah

berulangnya infeksi. Umumnya debridemen dan drainase memberikan hasil berupa

pengurangan gejala namun beberapa klinisi menggunakan antibiotik sistemik dan sebagian

lagi menggunakan antibiotik topikal walaupun keuntungan baik dari segi efektifitas dan biaya

belum diketahui.

Jika gigi yang terkena nonfungsional atau dianggap tidak dapat digunakan karena

malposisi atau alasan lain ekstraksi biasanya dianggap patut untuk dilakukan. Jika

perikoronitis terbatas dan tidak ada tanda-tanda abses, maka dapat langsung dilakukan

ekstraksi atau ditunggu sampai fase akut terlewati namun jika terdapat pus sebelumnya

Page 15: CSS Impaksi Gigi, Perikoronitis, Dan Operkulitis (Wira, Medina, & Devina)

dilakukan irigasi dan drainase, dan jika dalam keadaan gawat darurat perlu diberikan

antibiotik profilaksis sesudah ektraksi.

Dalam keadaan perikoronitis dengan tanda adanya penjalaran regional maka terapi

dilakukan seperti diatas dan ditambah dengan terapi antimikroba secepatnya. Ekstraksi

ditunda sampai infeksi telah terlokalisir atau hilang.

Komplikasi

- Perikoronal abses terjadi apabila peradangan / infeksi lebih terlokalisasi.

- Disfagia terjadi apabila infeksi menyebar ke arah posterior menuju ke ruang

oropharyngeal atau kearah medial pada bagian dasar lidah.

- Trismus terjadi karena kelainan pada TMJ.

- Komplikasi toksik sistemik seperti demam, leukositosis, dan malaise.

- Pembesaran kelenjar getah bening submaxilla, servikal posterior, deep cervical, dan

retrofaring.

Prognosis

Prognosis penyakit perikoronitis biasanya baik. Kebanyakan faktor lokal dapat diobati

dengan obat-obatan dari golongan antibiotik jika disebabkan oleh infeksi.

Pada kasus perikoronitis berulang sebaiknya dilakukan pencabutan untuk menghindari

berbagai komplikasi yang kemungkinan akan timbul jika tidak dilakukan pencabutan sedini

mungkin.

Page 16: CSS Impaksi Gigi, Perikoronitis, Dan Operkulitis (Wira, Medina, & Devina)

DAFTAR PUSTAKA

1. Kamus Kedokteran Dorland edisi ke 20. Jakarta: EGC.

2. Mansjoer Arif, dkk: Kapita Selekta Kedokteran. Editor Arif Mansjoer, dkk, Edisi 3, Volume 1, Jakarta: Media Aesculapius FKUI. 2000.

3. Topazian et al. Oral and Maxillofacial Infection. 4th ed. Philadelphia: Saunders. 2002.

4. Pericoronitis. [email protected].

5. Newman, dkk. Carranza’s Clinical Periodontology. 10th ed. Saunders Elsevier. 2006.